Sepasang Rajah Naga 19
Sepasang Rajah Naga Karya Kho Ping Hoo Bagian 19
"Nona, siapakah engkau dan apa kehendakmu berkunjung ke perkampungan kami? Harap lepaskan dia,"
Kata Lo Cit dengan suara dan sikap yang bagi anak buahnya terasa aneh karena suara itu halus dan sikapnya ramah sekali. Pada hal biasanya Lo Cit bersikap galak dan bersuara kasar terhadap siapapun. Ouw Yang Lan mengangkat muka menatap wajah Lo Cit. Melihat orang brewok tinggi besar itu bermata tunggal, ia lalu bertanya,
"Engkaukah yang bernama Tok gan-houw Lo Cit?"
La masih menginjakkan kaki kirinya pada punggung si hidung pesek. Lo Cit tersenyum lebar.
"Benar sekali nona. Nona mencariku?"
Mendengar jawaban ini, Ouw Yang Lan menggerakkan kakinya menendang si hidung pesek yang tadi diinjaknya sehingga tubuh orang itu terlempar bergulingan. la lalu melompat ke depan Lo Cit. Pedang Lo-Thian-Kam (Pedang Pengacau Langit) tersembunyi di bawah lengannya dan telunjuk tangan kirinya menuding ke arah muka Lo Cit.
"Engkaukah yang sebelas tahun yang lalu menyerbu Pulau Naga, menculik dua orang wanita dan dua orang puterinya?"
Wajah Lo Cit menjadi agak pucat mendengar ini. Akan tetapi dia segera dapat menekan perasaan hatinya yang terguncang, wajahnya menjadi merah kembali dan dia tersenyum.
"Peristiwa itu terjadi sudah lebih dari sepuluh tahun yang lalu dan aku sudah hampir lupa lagi. Kenapa engkau menanyakan hal itu? Siapakah engkau, nona manis?"
"Tidak penting aku siapa, akan tetapi engkau boleh mengetahui bahwa aku datang untuk membunuhmu, mengenyahkan engkau dari permukaan bumi ini karena engkau hanya mengotori dunia dengan kejahatanmu yang bertumpuk-tumpuk!"
Setelah berkata demikian, Ouw Yang Lan mengelebatkan pedangnya dan memegang pedang itu di depan dada, lurus menunjuk ke atas. Tok-Gan-Houw Lo Cit tertawa bergelak sampai mukanya berdongak dan perutnya terguncang.
"Ha-ha-ha-ha! Lucu sekali! Engkau, seorang gadis muda yang cantik jelita ini hendak membunuh aku? Ha-ha-ha, hentikan niatmu yang buruk itu, nona. Sayang kalau sampai kulitmu yang putih mulus dan halus lunak itu lecet, lebih sayang lagi kalau sampai engkau tewas bertanding melawan aku. Dari pada begitu, sayang, lebih baik engkau menjadi isteriku saja. Kita cocok sekali untuk menjadi suami isteri. Aku akan mengadakan pesta besar untuk merayakan pernikahan kita. Bukankah itu baik sekali? Ha-ha-ha-ha!"
Suara tawa itu seperti bergema karena diikuti oleh para anak buahnya yang juga tertawa untuk menyenangkan hati ketua mereka. Ouw Yang Lan memandang dengan mata penuh kebencian.
"Lo Cit, tua bangka jahat, manusia berwatak iblis! Jangan banyak mulut, cabut golokmu itu dan lawan aku kalau engkau memang seorang laki-laki, bukan banci pengecut!"
Merah juga muka Lo Cit mendengar tantangan yang disertai caci maki yang amat menghinanya itu.
"Bocah sombong, engkau akan menjadi isteriku, mau atau tidak! Untuk menangkapmu, tidak perlu aku mempergunakan golok besarku!"
Setelah berkata demikian, tiba-tiba dia melakukan gerakan menubruk ke arah Ouw Yang Lan, seperti seekor harimau menerkam kelinci.
Akan tetapi tubrukannya mengenai tempat kosong karena dengan lincah dan cepat sekali Ouw Yang Lan telah mengelak. Gadis ini telah menguasai hampir seluruh ilmu kepandaian Ayah tirinya. Thai-Lek-Kui Ciang Sek sehingga Lo Cit bukan merupakan lawan yang terlalu tangguh baginya. Akan tetapi karena ia memang ingin membunuh kepala gerombolan yang menjadi biang keladi, Ia dan Ouw Yang Hui bersama kedua Ibu mereka harus meninggalkan Pulau Naga. Maka, biarpun lawannya tidak mempergunakan senjata golok besarnya, ia tetap menyerang dengan pedangnya secara hebat sekali. Pedang yang dimainkan dengan ilmu pedang Lo-Thian Kiam-Sut (ilmu Pedang Pengacau Langit) itu lenyap bentuknya, berubah menjadi sinar yang bergulung-gulung dan kadang mengeluarkan kilat yang menyambar-nyambar.
"Mampuslah!"
Tiba-tiba sinar berkelebat menyambar ke arah leher Lo Cit. Serangan itu demikian kuat dan cepat sehingga Lo Cit terkejut bukan main.
"Celaka...!"
Teriaknya dan ia melemparkan tubuh ke samping untuk menghindarkan diri dari cengkeraman tangan maut itu. Akan tetapi ujung pedang masih sempat menggores pundak kirinya sehingga baju dan pundaknya robek.
"Aduh!"
Lo Cit bergulingan menjauh, sambil bergulingan itu dia mencabut golok besarnya. Dia melompat bangun dan berdiri sambil memutar golok. Dia melihat gadis itu berdiri dalam jarak tiga meter di depannya dengan pedang melintang depan dada dan mulut yang manis sekali itu tersenyum mengejek.
"Lo Cit, bersiaplah engkau untuk mampus dan masuk ke dalam Kerajaan iblis neraka jahanam."
Lo Cit marah bukan main. Pundaknya terluka dan rasa takut membuat dia menjadi marah sekali. Selama ini belum pernah dia merasa takut. Kemarahannya memuncak dan dia tidak ingin lagi merangkul dan mendekap gadis cantik itu, melainkan hanya satu keinginannya, yaitu membunuh gadis yang amat berbahaya itu.
"Perempuan setan! Engkaulah yang akan mampus, kucincang tubuhmu!"
Sambil berkata demikian dia menggerakkan tangan kirinya memberi isyarat kepada belasan orang anak buahnya untuk maju mengeroyok. Kemudian dia sendiri sudah menggerakkan golok besarnya dan menyerang kalang kabut!
"Traang... criing...!"
Dua kali golok besar bertemu pedang dan dua kali Lo Cit merasa betapa goloknya terpental dan tangan kanannya tergetar hebat. Belasan anak buahnya sudah mengeroyok Ouw Yang Lan dengan senjata golok mereka. Akan tetapi begitu Ouw Yang Lan memutar pedangnya, empat orang roboh dan golok mereka terpental ke sana sini. Mereka telah terluka walaupun tidak sangat parah.
Memang Ouw Yang Lan tidak ingin membunuh para anak buah gerombolan itu. la hanya ingin membunuh Lo Cit. Melihat empat orang anak buahnya roboh, Lo Cit yang menjadi semakin gentar itu lalu mengamuk. Goloknya menyambar-nyambar ke arah tubuh Ouw Yang Lan, namun gadis ini mengelak dan menangkis. kakinya menendang dua kali dan robohlah dua orang pengeroyok lain. Kemudian ia menggerakkan pedangnya yang menyambar nyambar di antara para anak buah gerombolan.
Satu demi satu robohlah belasan orang anak buah gerombolan yang mengeroyoknya! Dan dengan langkah perlahan dan satu-satu kini Ouw Yang Lan menghampiri Lo Cit yang mundur dengan muka pucat dan matanya yang tinggal satu itu terbelalak ketakutan. Baginya, gadis cantik jelita itu kini bagaikan hantu yang mengancamnya. Hampir dia terjengkang ketika mundur-mundur dan kakinya menginjak tubuh seorang anak buah yang terluka. Yang terinjak itu otomatis mendorong dengan tangan sehingga kaki Lo Cit terjegal. Akan tetapi Lo Cit masih dapat melompat ke belakang. Kemudian, saking takutnya, dia lalu lari tunggang langgang. Ketika dia tiba di sebuah tikungan bukit keluar dari hutan, tiba-tiba ada bayangan merah muda berkelebat dan tahu-tahu Ouw Yang Lan sudah berdiri di depannya sambil tersenyum mengejek.
"Kau...kau...!"
Dia menyerang dengan goloknya sambil mengerahkan seluruh tenaganya.
"Trangg...!"
Golok itu terlepas dari pegangannya dan terlempar jauh. Lo Cit menggigil ketakutan dan dengan lemas diapun menjatuhkan diri berlutut di depan kaki gadis itu.
"Ampunkan saya nona... ampunkan saya, jangan bunuh saya."
"Hayo katakan apa yang telah, kau lakukan terhadap Ouw Yang Hui dan Ibu Sim Kui Hwa! Dimana mereka sekarang? Hayo katakan!"
Bentak Ouw Yang Lan sambil menodongkan pedangnya. Ujung pedang itu menembus kain baju dan menyentuh kulit dada Lo Cit. Kepala penjahat ini menjadi semakin ketakutan. Biasanya, dia berwatak kejam dan tidak mengenal kasihan kepada para korbannya, menyiksa dan membunuh orang sesuka hatinya. Akan tetapi setelah kini dia tidak berdaya dan terancam maut, dia menjadi begitu ketakutan sampai celananya menjadi basah! Mungkin sifat pengecut dan penakut itulah yang justeru membuat dia kejam dan dengan mudah membunuh orang orang yang dianggap sebagai musuh dan yang mungkin membahayakan dirinya.
"Siapakah mereka itu, nona? Saya... saya tidak mengenal nama-nama itu,"
Ratapnya. Dia memang sudah melupakan nama nama itu.
"Jahanam.! Jangan pura-pura tidak tahu, Engkau yang dulu, sebelas tahun yang lalu menyerbu Pulau Naga dan menculik dua orang wanita bersama anak-anak perempuan mereka! Engkau melarikan anak perempuan bernama Ouw Yang Hui dan Ibunya! Hayo cepat katakan di mana mereka kini berada atau akan kubuntungi kaki tanganmu!"
Kini Tok-Gan-Houw Lo Cit teringat dan dia menjadi semakin ketakutan. Tahulah dia bahwa saat ini Pulau Naga membuat perhitungan, membalas dendam. Dia menjadi nekat.
"Aku... aku... tidak tahu...!"
Tiba-tiba dia melompat berdiri dan menyerang dengan cengkeraman tangan kanan ke arah muka dan tangan kirinya mencengkeram kearah perut. Serangan ini berbahaya sekali karena dilakukan dalam jarak dekat sekali. Namun, sejak tadi Ouw Yang Lan selalu waspada karena dia maklum betapa jahat dan curangnya Harimau Mata Satu itu. la melangkah mundur menghindarkan mukanya dari cengkeraman tangan kanan lawan, dan ketika tangan kiri Lo Cit mengejar ke arah perutnya, dia mengelebatkan pedangnya.
"Crokk!"
Lengan kiri Lo Cit sebatas siku terbabat pedang dan putus!
"Aduh..."
Lo Cit merintih sambil memegangi lengan yang buntung itu dengan tangan kirinya. Darah bercucuran dari lengan yang buntung itu.
"Jahanam busuk! Hayo cepat katakan di mana Ibu dan anak itu atau aku akan membuntungi semua anggauta tubuhnu, menyiksamu sebelum membunuhmu!"
Ouw Yang Lan menghardik. Rasa nyeri dan takut membuat Lo Cit menangis seperti seorang anak kecil, akan tetapi dia tidak berani lagi menyangkal,
"Saya... saya... saya benar-benar tidak tahu mereka sekarang berada di mana..."
Katanya diantara ratap tangisnya.
"Ketika itu, muncul seorang laki-laki yang merampas wanita itu dari tanganku... hanya itu yang kutahu..."
"Hemm, dan di mana anak perempuan itu?"
Ouw Yang Lan mendesak.
"la... ia... dibawa pergi seorang pembantuku bernama Ji Tong dan... saya juga tidak tahu di mana mereka sekarang berada."
Ouw Yang Lan yakin bahwa penjahat itu tidak berbohong. la lalu menggerakkan pedangnya. Sinar berkelebat dan Tok-Gan-Houw Lo Cit roboh dengan kepala hampir putus dan tewas seketika. Para anak buah Lo Cit yang melihat betapa Lo Cit tewas dan para anak buah yang tadi berani maju mengeroyok juga sudah roboh semua, menjadi ketakutan dan tidak ada seorangpun berani mencoba untuk melawan. Mereka bahkan melarikan diri memasuki perkampungan mereka dan bersembunyi dalam pondok-pondok mereka. Ouw Yang Lan tidak memperdulikan lagi kepada mereka dan ia lalu meninggalkan perkampungan gerombolan di Houw San itu, lalu menuju ke barat untuk pulang ke Pek-In-San (Bukit Awan Putih) di pegunungan Thaisan.
Para anak buah Tok-Gan-Houw Lo Cit berkabung. Jenazah ketua mereka itu sudah dimasukkan sebuah peti kayu tebal dan ditaruh di ruangan depan, semua anak buah mengadakan sembahyangan. Mereka seperti sekumpulan anak ayam kehilangan induk mereka, tampak gelisah dan bingung. Akan tetapi diam-diam mulai terjadi persaingan dalam hati mereka yang merasa memiliki ilmu silat tertinggi dan merasa berkuasa. Sudah terasa suasana persaingan itu di antara para anak buah sehingga suasananya menegangkan. Mereka semua dapat merasakan bahwa setelah jenazah ketua mereka itu dikubur, tentu akan terjadi perebutan dan perkelahian. Akan tetapi selama peti mati itu belum dikubur, agaknya para pembantu utama Lo Cit itu masih menahan diri dan merasa rikuh kalau harus rIbut di depan peti mati ketua mereka.
Mereka itu biasanya amat takut kepada Lo Cit sehingga biarpun ketua itu telah tewas, melihat peti matinya saja sudah menimbulkan perasaan takut di dalam hati mereka! Pagi itu, dua hari kemudian, semua orang sudah siap untuk membawa ke tanah pekuburan untuk mengubur jenazah Lo Cit. sebuah lubang besar telah digali di tanah kuburan yang berada di luar perkampungan gerombolan yang berada di lereng Hou San (Bukit Harimau) itu. Sembahyangan terakhir dilakukan. Para pelayat, selain para anak buah, yang datang dari pedusunan di sekitar Bukit Harimau, satu demi satu juga sudah memberi penghormatan terakhir, Diantara mereka terdapat beberapa orang jagoan dan kepala gerombolan yang pernah menjadi kawan mendiang Tok-Gan-Houw Lo Cit.
Di antara mereka terdapat dua orang kepala penjahat yang sebenarnya bukan semua datang melayat, melainkan hendak melihat keadaan dan melihat siapa yang akan menggantikan Lo Cit menjadi ketua gerombolan itu. Di balik pelayatan ini sebetulnya mereka menginginkan kedudukan ketua dari gerombolan yang cukup kuat itu. Apa lagi Lo Cit yang tidak mempunyai anak itu meninggalkan rumah dan harta benda yang cukup banyak di samping beberapa orang pelayan wanita dan isteri yang muda-muda dan cantik-cantik. Dua orang itu yang seorang bertubuh tinggi besar seperti raksasa dan terkenal dengan nama Hek-Kang-Jiu (Tangan Baja Hitam) Co Tek dan yang seorang lagi bertubuh kecil pendek membawa golok besar di punggungnya yang terkenal dengan nama Toat-Beng-To (Golok Pencabut Nyawa) Tung Kok.
Setelah memberi hormat kepada peti jenazah, kedua orang ini dipersilakan duduk oleh para tokoh gerombolan yang mengenal dan menghormati mereka. Akhirnya para tamu yang datang melayat tidak ada lagi dan orang-orang sudah bersiap-siap untuk mengangkat peti jenazah dan mengangkutnya ke tanah kuburan. Tiba-tiba muncul seorang tamu lagi sehingga pengangkatan peti jenazah ditangguhkan. Tamu ini adalah seorang pemuda tampan gagah. Akan tetapi semua orang memandang heran karena pemuda itu tidak segera memberi hormat kepada peti jenazah melainkan melayangkan pandang matanya kepada orang-orang yang berada di situ, Semua orang tentu saja merasa heran dan mengamati pemuda itu. Dia berusia kurang lebih dua puluh satu tahun. Tubuhnya tinggi Kokoh.
Mukanya bulat dan sepasang matanya yang lebar itu bersinar tajam seperti mata harimau. Hidungnya mancung dan mulutnya membayangkan senyum mengejek. Alisnya hitam tebal dan rambutnya juga hitam panjang, disanggul dan dihias tusuk sanggul burung merak. Di punggungnya tergendong sebuah buntalan kain biru dan di bawah buntalan terdapat sebatang pedang beronce kuning. Pemuda ini bukan lain adalah Tan Song Bu yang sudah berganti marga menjadi Ouw Yang Song Bu. Seperti diketahui, pemuda ini merasa tidak suka kepada Im Yang Tojin yang dianggapnya seorang pengkhianat partainya sendiri, juga tidak suka kepada To Te Kong dan Cui-Beng Kui-Bo yang dinilainya sombong. Maka dia gembira mendapat tugas dari Ayah angkatnya pergi mencari Ouw Yang Hui dan tidak ikut rombongan jagoan Liu Thaikam itu yang hendak menyerbu dan membasmi Im Yang Kauw di Kim-San.
Dia tidak tahu kemana harus mencari Ouw Yang Hui. Karena dia lebih dulu hendak mencari Tok-Gan-Houw Lo Cit yang dahulu menyerbu Pulau Naga dan yang menjadi biang keladi perginya Ouw Yang Lan dan Ouw Yang Hui bersama Ibu mereka dari Pulau Naga. Juga dia hendak bertanya kepada Lo Cit di mana adanya Sim Kui Hwa, Ibu Ouw Yang Hui dan dimana pula adanya Ouw Yang Lan dan Ibunya, yaitu Lai Kim. Demikianlah, pada pagi itu dia menemukan perkampungan gerombolan yang dipimpin Lo Cit, tidak tahu bahwa orang yang dicarinya telah tewas dua hari yang lalu. Seorang tokoh gerombolan yang bertugas menerima tamu mewakili keluarga Lo Cit, segera maju menghampiri Song Bu dan bertanya dengan suara bernada tidak senang melihat pemuda itu datang tidak memberi hormat kepada peti jenazah.
"Orang muda, engkau agaknya tidak datang untuk melayat. Siapakah engkau dan mau apa engkau datang ke sini?"
Song Bu menyapu ke sekelilingnya, mencari-cari orang yang bermata satu. Yang dia ketahui tentang Tok-Gan-Houw (Harimau Mata Satu) Lo Cit hanyalah bahwa musuh besar itu hanya memiliki mata sebelah karena yang satu lagi telah buta. Hanya sekilas saja dia memandang orang yang menegurnya, lalu dia menjawab,
"Aku datang mencari Tok-Gan-Houw Lo Cit. Dimana dia?"
Tentu saja semua orang menjadi heran dan tertarik. Pemuda itu mencari orang yang sudah mati dan yang kini berada di dalam peti mati!
"Mau apa engkau mencari Tok-Gan-Houw Lo Cit?"
Tanya anggauta gerombolan itu, kini nada suaranya marah. Song Bu memandang wajah orang itu.
"Mau apa? Mau kucongkel keluar matanya yang tinggal satu itu!"
Semua orang terbelalak mendengar ucapan yang lantang ini. Betapa beraninya pemuda itu! Tokoh gerombolan yang mewakili keluarga Lo Cit itu juga terbelalak dan dia sudah marah bukan main.
"Jahanam, engkau sudah bosan hidup!"
Dia mencabut goloknya dan menyerang Song Bu dengan bacokan ke arah kepala pemuda itu, Song Bu miringkan tubuhnya dan ketika golok dan tangan itu lewat, dia menangkap pergelangan tangan yang memegang golok. Sekali tekan golok itu terlepas dari pegangan dan orang itu berteriak kesakitan karena tulang pergelangan tangannya remuk ketika dijepit jari-jari tangan Song Bu.
"Engkau yang bosan hidup"
Kata Song Bu dan sekali tangannya menampar kepala Orang itu, terdengar suara "Prakk!"
Dan tubuh orang itu terpelanting dan dia roboh tak berkutik lagi karena kepalanya pecah ditampar tangan Song Bu! Empat orang rekan tokoh yang tewas itu marah dan sambil berteriak mereka berempat sudah berlompatan dan menyerang Song Bu dengan golok mereka.
Song Bu menyambar golok yang terlepas dari tangan orang pertama tadi. Sekali dia memutar golok itu, tampak sinar bergulung-gulung disusul teriakan-teriakan lalu robohlah empat orang tadi dengan leher yang nyaris terpenggal! Empat orang lagi sudah menyerangnya. Namun mereka inipun hanya mengantar nyawa karena begitu golok di tangan Song Bu berkelebat dan berubah menjadi sinar bergulung, empat orang itupun roboh dan tewas! Keadaan menjadi sunyi dan mencekam. Tidak ada lagi anak buah gerombolan yang berani bergerak setelah melihat betapa delapan orang itu tewas dalam segebrakan saja. Melihat tidak ada lagi orang yang maju menyerangnya, Song Bu membuang goloknya yang berlepotan darah lalu menyapu sekelilingnya dengan pandang matanya yang kini mencorong.
"Katakan di mana adanya si jahanam Lo Cit!"
Suaranya terdengar tenang dan lembut namun terasa oleh semua orang seperti ujung pedang ditodongkan ke depan ulu hati mereka. Keadaan menjadi semakin sunyi dan menegangkan. Hek-Kang-Jiu Co Tek dan Toat-Beng-To Tung Kok yang sejak tadi menonton peristiwa itu, tak dapat menahan diri lagi. Dua orang yang berambisi menjadi ketua gerombolan yang baru melihat kesempatan baik untuk membuat jasa agar terpilih menjadi ketua baru. Serentak mereka mengenjot kaki, mereka sudah melayang, dan tiba di depan Song Bu. Gerakan mereka itu bagi para tamu dan anggauta gerombolan mendatangkan kagum karena menunjukkan ginkang (ilmu meringankan tubuh) yang tinggi. Namun bagi Song Bu gerakan mereka bangkit dari kursi itu tampak masih lambat dan berat.
"Orang muda, siapakah engkau yang sombong ini?"
Bentak Cong Tek.
"Agaknya engkau belum mengenal aku!"
Bentak pula Tung Kok. Song Bu memandang kedua orang itu dengan sikap seperti seorang dewasa menghadapi dua orang anak nakal.
"Hemm, kalian berdua ini siapa sih?"
Tanyanya dengan nada suara ringan.
"Aku Hek-Kang-Jiu Co Tek!"
Jawab Co Tek sambil mengamangkan kedua tinjunya yang berwarna hitam legam, sesuai dengan nama julukannya seolah kedua tangannya itu terbuat dari baja hitam, bukan kulit daging dan tulang.
"Aku Toat-Beng-To Tung Kok"
Kata Tung Kok sambil mencabut goloknya yang terlalu besar dan berat tampaknya itu jika dibandingkan dengan tubuhnya yang kecil pendek. Akan tetapi tangan kanannya itu menggerak-gerakan golok itu dan tampaknya ringan sekali.
"Kalian berdua ini apanya Lo cit."
Tanya pula Song Bu.
"Aku tamu, juga calon Ketua perkampungan ini!"
Jawab Co Tek San sehingga terdengar oleh semua orang.
"Aku juga tamu dan calon ketua perkampungan ini!"
Kata Tung Kok pula tidak kalah lantangnya. Semua anak buah gerombolan memandang heran dan saling toleh. Akan tetapi mereka hanya menonton, ingin melihat apakah dua orang tamu yang mengaku calon ketua itu akan mampu merobohkan atau rnengusir pemuda yang menghina ketua mereka yang sudah mati.
"Ah, kiranya begitu? Kalau begitu, hayo katakan di mana ketua lama Tok-Gan-Houw Lo Cit!"
Song Bu membentak.
"Sebentar lagi engkau mati, perlu apa bertanya-tanya lagi!"
Seru Co Tek San sambil menggerak-gerakkan kedua tangannya sehingga dua tangannya menjadi semakin hitam legam.
"Mampuslah!"
Bentak Toat-Beng-To Tung Kok dan si pendek kecil ini telah menerjang dengan goloknya. Di luar dugaan orang, si pendek kecil ini dapat menggerakkan golok besar yang tebal dan berat itu dengan cepat sekali. Golok itu lenyap bentuknya, berubah menjadi sinar putih yang bergulung-gulung menyerang ke arah Song Bu. Hek-Kang-Jiu Co Tek tidak mau kalah atau kedahuluan saingannya, Dia juga sudah berseru nyaring dan menerjang dengan kedua tangannya yang kini membentuk cakar mencengkeram ke arah muka dan dada Song Bu. Menghadapi serangan maut kedua orang pengeroyoknya, Song Bu bersikap tenang saja. Dengan mudah dia menggerakkan tubuhnya mengelak dari sambaran golok dan ketika cengkeraman, kedua tangan Co Tek menyambar, dia menangkis lengan lawan ini dengan kibasan kedua tangannya.
"Dukk-dukk!"
Tubuh Co Tek terdorong ke belakang dan terhuyung ketika lengannya bertermu dengan tangan Song Bu. Dia terkejut sekali. Kedua lengannya itu sudah terisi tenaga sakti yang membuat kedua tangannya sekeras dan sekuat baja. Akan tetapi sekali tangkis saja pemuda itu dapat membuat dia terhuyung dan kedua lengannya tergetar hebat! Serangan golok pertama yarng dielakan dengan mudah oleh pemuda itu membuat Tung Kok menjadi penasaran sekali,
Ia memutar goloknya dan menyerang lagi lebih ganas. Namun kembali Song Bu mengambil langkah dan semua sambaran sinar golok yang bergulung-gulung itu tidak ada yang mampu menyentuh baju Song Bu, apalagi tubuhnya. Song Bu maklum bahwa dua orang lawannya ini cukup lihai. Dia tidak ingin memperpanjang perkelahian. Tiba-tiba dia melompat ke belakang, sengaja memancing agar dua orang lawannya mengejarnya. Ketika melihat mereka menerjangnya, dia mengerahkan tenaga saktinya seperti yang pernah dipelajarinya dari Hek Pek Moko yaitu tangan kirinya menggunakan pukulan Hek-Tok-Ciang (Tangan Racun Hitam), sedangkan tangan kanannya menggunakan Pek-Tok-Ciang (Tangan Racun Putih). Dengan menekuk kedua lututnya, dia mendorongkan kedua tangannya yang dIbuka ke arah dua orang lawan yang maju menerjangnya itu.
"Wuuuttt... dess..!. Dess!"
Dua tubuh yang sedang, menerjang maju itu tiba-tiba tersentak dan terjengkang ke belakang lalu roboh dan tewas seketika. Co Tek Te-Kong tewas dengan muka berubah menjadi kehitaman dan Tung Kok tewas dengan muka berubah putih seperti dilumuri kapur! Semua orang terbelalak ngeri melihat mereka itu, para anggauta gerombolan itu adalah orang-orang yang biasa melakukan kejaman dan kekerasan. Namun melihat sepak terjang pemuda itu mereka merasa ngeri dan ketakutan. Song Bu menyapu wajah orang-orang itu. Suasana menjadi sunyi sekali seolah-olah orang-orang itu tidak membuat suara dan menahan napas. Dia melihat seorang laki-laki tua, berusia sekitar lima puluh tahun berjongkok di dekat peti jenazah. Dia menggapai.
"Engkau Paman tua, ke sinilah!"
Orang itu menjadi pucat dan menggigil.
"Jangan takut. Aku tidak akan membunuhmu, asalkan engkau membuat pengakuan sejujurnya"
Kata pula Song Bu. Orang itu bangkit berdiri dan perlahan-lahan menghampiri Song Bu, diikuti dengan pandang mata oleh para anggauta gerombolan dan para pelayat. Dasar mereka adalah orang-orang jahat yang sudah biasa berbuat curang dan jahat, diam-diam ada lima orang anggauta gerombolan ahli panah yang menghampiri Song Bu dari arah belakang. Lima orang itu masing-masing memegang busur yang sudah dipasangi anak panah beracun. Dengan isyarat tangan, seorang dari mereka yang menjadi pimpinan memberi tanda dan berbareng mereka menarik tali busur dan melepaskan panah ke arah sasarannya, yaitu tubuh belakang Song Bu!
"Wirrr..."
Lima batang anak panah tmpak menjadi lima sinar meluncur cepat ke arah tubuh belakang Song Bu. Namun pemuda ini telah mendapatkan gemblengarn para datuk yang berilmu tinggi. Biarpun matanya tidak melihat serangah anak panah dari belakang, namun pendengarannya amat tajam dan peka.
Dia dapat menangkap suara angin yang diakibatkan luncuran lima batang anak panah itu. Dengan tenang namun sigap, dia melangkah ke samping dan memutar tubuh. Lima batang anak panah yang menyambar di sampingnya itu dia tangkap dengan menggerakkan tangan kanannya. Kemudian sekali tangan kanannya bergerak, lima batang anak panah itu menyambar ke arah lima orang yang melepaskan serangan tadi. Terdengar lima orang itu menjerit lalu roboh terjengkang dengan masing-masing tertusuk anak panah pada tenggorokan mereka. Tubuh mereka berkelojotan dan mereka tewas tak lama kemudian. Peristiwa ini membuat para anggauta gerombolan menjadi semakin takut. Song Bu bersikap seolah tidak terjadi sesuatu. Dia memandang kepada anggauta gerombolan yang tadi dipanggilnya dan yang kini sudah berdiri di depannya.
"Paman, sudah berapa lama engkau menjadi anggauta gerombolan yang dipimpin oleh Lo Cit?"
"Sudah lama, Taihiap, ada sekitar dua puluh tahun."
"Hemm, kalau begitu engkau tentu telah mengikuti semua sepak terjang Lo Cit. terus terang, di mana adanya Lo Cit?"
Orang itu memandang ke arah peti jenazah dan menjawab dengan gagap,
"Di... di situ..."
Dia menuding ke arah peti mati. Song Bu terkejut dan mengerutkan alisnya. Hatinya. kecewa. Tentu saja dia tidak perduli akan kematian penjahat itu, Akan tetapi dia mencari Lo Cit untuk memaksa penjahat itu mengaku di mana adanya Ouw Yang Lan bersama Ibunya sekarang dan mungkin kepala gerombolan itu tahu di mana adanya Ouw Yang Hui dan Ibunya. Ternyata orang yang hendak dimintai keterangan itu telah mati. Dia memandang ke arah peti mati dan tiba-tiba ia melangkah maju menghampiri peti jenazah yang amat tebal itu.
"Braakkk...!"
Tutup peti jenazah itu jebol terbuka dan terlempar ke bawah. Kini peti jenazah terbuka dan tampak jenazah Lo Cit rebah telentang di dalam peti. Lehernya hampir putus dan matanya yang tinggal sebelah kanan itu terbuka. Setelah melihat bahwa mayat itu bermata satu, percayalah Song Bu bahwa benar Lo Cit telah tewas dan jelaslah karena lehernya luka menganga. Karena jenazah itu mengeluarkan bau tidak sedap Song Bu mengajak anggota gerombolan tadi.
"Hayo ikut denganku"
Laki laki itu menurut dan Song Bu melangkah keluar menjauhi rumah itu, setelah jauh sehingga dapat bernafas udara bersih, Song Bu berhenti, laki laki itu berhenti didepannya.
"Paman... engkau sebagai anggota tentu mengetahui ketika pada kurang lebih sebelas tahun yang lalu Lo Cit melakukan penyerbuan ke Pulau naga dan Lo Cit membawa dua orang anak perempuan bersama dua orang Ibu mereka?"
"Benar Taihiap, ketika itu saya juga ikut menyerbu ke Pulau naga bersama teman-teman lainnya, karena yang ikut menyerbu ke Pulau dengan Lo-Twako akhirnya tewas semua kecuali saya yang berada di pantai seberang Pulau bersama teman-teman lainnya yang menunggu kereta dan kudanya di pantai daratan."
Sepasang Rajah Naga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Nah, yang ingin kuketahui, setelah Lo Cit mendarat bersama dua orang anak perempuan dan dua orang wanita itu, apa yang telah terjadi?, dengan siapa Lo Cit melakukan penyerbuan ke Pulau naga sehingga berhasil menculik mereka.?"
"Lo-Twako menyerbu dengan bantuan Thai Lek Kui Ciang Sek majikan Pek-In-San (Bukit Awan Putih) di pegunungan Thai-San, yang kembali dari Pulau naga hanya mereka berdua, sedangkan anak buah yang lainnya tidak kembali, mungkin mereka tewas semua di Pulau itu. Mereka berdua membawa dua orang wanita cantik dan dua orang anak perempuan. Setelah mendarat mereka berbagi tawanan itu, Lo-Twako membawa seorang wanita dengan anak perempuannya, sedangkan wanita yang satunya lagi bersama anak perempuannya dibawa pergi oleh Thai Lek Kui Ciang Sek."
"Dibawa kemana?"
"Entahlah Taihiap, kami tidak ada yang tahu, mungkin ke tempat tinggalnya, dia majikan Pek-In-San di pegunungan Thai-San."
"Dan wanita beserta anak perempuannya yang dibawa pergi Lo Cit?"
"Lo-Twako menyerahkan anak perempuan itu kepada seorang anak buahnya yang bernama Ji Tong yang kemudian diketahui terbunuh di tengah jalan dan anak perempuan itu hilang tidak diketahui ke mana perginya, Adapun wanita cantik itu dibawa pergi Lo-Twako, akan tetapi di tengah perjalanan wanita itu dirampas oleh seorang pendekar Siauw-Lim-Pai, kalau tidak salah bernama Gan Hok San. Nah, hanya itu yang saya ketahui, Taihiap. Selanjutnya saya sama sekali tidak pernah mendengar berita tentang dua orang wanita dan dua orang anak perempuannya itu."
"Engkau tidak pernah mendengar tentang mereka itu sama sekali? Engkau benar-benar tidak tahu di mana dua orang wanita itu dan anak-anak perempuan mereka kini berada?"
"Sungguh mati, Taihiap. Saya tidak tahu, Andaikata saya tahu, mengapa tidak saya beritahukan kepada Taihiap?"
"Baik, engkau boleh pergi dan katakan kepada semua anggauta gerombolan itu untuk membubarkan gerombolan mereka. jangan ada yang berani melakukan kejahatan mengganggu penduduk dusun lagi, kalau tidak, kelak aku akan datang membunuh kalian semua."
"Terima kasih, Taihiap. Akan tetapi bolehkah saya mengetahui nama Taihiap agar dapat saya katakan kepada para teman sehingga mereka semua akan mentaati perintah Taihiap?"
Song Bu enggan untuk memperkenalkan nama. Ouw Yang Lee, Ayah angkatnya yang pernah melihat rajah naga hitam di dadanya, pernah mengusulkan agar dia mempergunakan nama julukan yang sesuai dengan rajah naga di dadanya itu. Biarlah orang-orang itu yang akan memberinya nama julukan, pikirnya. Dia lalu membuka kancing bajunya dan membuka baju bagian depan memperlihatkan dadanya. Anggauta gerombolan itu terbelalak melihat rajah naga hitam yang seperti gerak-gerak hidup ketika dada yang besar dan bidang itu bergerak dalam pernapasan, seolah naga hitam itu melayang di angkasa.
"Hek-Liong Taihiap"
Serunya perlahan, lalu dia berlari kembali ke gedung induk di perkampungan itu. Song Bu mengancingkan kembali bajunya dan dia dapat menangkap dengan pendengarannya yang tajam suara mereka yang berada di rumah kematian itu.
"Hek-Liong Taihiap (Pendekar Besar Naga Hitam)...!
(Lanjut ke Jilid 18)
Sepasang Rajah Naga (Cerita Lepas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 18
Song Bu tersenyum. Biarlah kalau mereka memberinya nama julukan, begitu. Julukan yang cukup baik dan sesuai dengan rajah naga di dadanya. Dia memang ingin menjadi seorang pendekar, seperti seekor naga hitam yang terbang melayang di angkasa, memperlihatkan kegagahannya. Akan tetapi dia teringat akan kedudukannya di Kotaraja. Dia menjadi pembantu Thaikam Liu! Dan rekan-rekannya adalah datuk-datuk jahat dan sombong.
Dia teringat betapa tugasnya yang pertama kali adalah disuruh membunuh Pangeran Ceng Sin sekeluarga, pada hal Pangeran Ceng Sin adalah seorang bangsawan yang baik. Anak perempuannya yang bernama Ceng Loan Cin itu juga seorang anak pemberani yang berwatak gagah perkasa! Song Bu meninggalkan Houw-San sambil termenung. Dia tidak akan bertindak sebagai pendekar kalau membiarkan dirinya menjadi kaki tangan Thaikam Liu Cin dan menjadi rekan orang-orang seperti Im Yang Tojin yang berkhianat terhadap Im Yang Kauw, Tho-Te-Kong yang sombong, Hek Pek Moko yang berwatak kejam, dan Cui-Beng Kui-Bo yang kejam dan cabul. Diapun merasa heran mengapa Ayah angkat dan juga Gurunya itu mau bergaul dengan datuk-datuk macam itu dan mau pula menjadi kaki tangan Thaikam Liu Cin.
"Aku harus meninggalkan mereka, harus mencari alasan untuk meninggalkan mereka,"
Pikirnya.
"Sribaginda Kaisar demikian bijaksana dan baik, akan tetapi Thaikam Liu Cin agaknya tidak suka kepada Kaisar. Lebih baik aku mencari adik Ouw Yang Lan dan Ibunya. Lo Cit sudah mati Kini tinggal mencari Thai-Lek-Kui Ciang Sek yang merupakan orang ke dua yang menyerbu Pulau Naga. Mudah-mudahan melalui Ciang Sek aku akan dapat menemukan Ouw Yang Lan dan Ibunya."
Pikiran ini menambah semangat Song Bu dan mulailah dia melakukan perjalanan menuju pegunung Thai-San.
Thai-Lek-Kui Sek sedang duduk berbincang-bincang dengan Lai Kim, isterinya. Majikan Bukit Awan Putih ini sudah berusia lima puluh dua tahun, namun dia masih tampak gagah. Tubuhnya tinggi besar dan Kokoh kuat, mukanya yang merah itu masih belum dihias keriput, bahkan rambut kumis dan jenggotnya masih hitam. Adapun Lai Kim, wanita yang telah dua belas tahun menjadi isterinya itu, yang kini telah berusia empat puluh tiga tahun, juga masih tampak cantik dan bertubuh ramping. Tahi lalat di pipi kirinya menambah manis wajah wanita ini. Pada sore hari itu mereka bercakap-cakap tentang Ouw Yang Lan, puteri bawaan Lai Kim atau anak tiri Ciang Sek yang disayangnya seperti anak kandung sendiri.
"SunggUh heran sekali anak itu!"
Kata Ciang Sek.
"Sudah tiga bulan lebih ia pergi dan sampai sekarang belum juga pulang. Kemana saja perginya Lan-ji (anak Lan)?"
"Aku juga merasa khawatir sekali kalau-kalau ia mengalami halangan. sebetulnya aku merasa tidak setuju sama sekali kalau ia pergi ke Pulau Naga. Ouw Yang Lee itu orangnya keras hati dan kejam sekali. Untuk apa anak itu pergi ke sana?"
Kata Lai Kim sambil mengerutkan alisnya.
"Tidak perlu khawatir, isteriku. Lan-ji bukan gadis lemah. la mampu menjaga dan membela diri kalau ada bahaya mengancamnya. Pula, ia berhak mengunjungi Pulau tempat lahirnya untuk menemui Ayah kandungnya. la sudah dewasa dan aku tidak berhak melarangnya, apalagi ia pergi tanpa pamit."
"Akan tetapi ia masih belum banyak pengalaman, suamiku. Kuharap engkau suka menyusul dan mencarinya, mengajaknya pulang. Sungguh amat tidak baik bagi seorang gadis dewasa untuk berkeliaran seorang diri di dunia ramai yang banyak mengandung bahaya. Hatiku gelisah selalu.
"Baiklah. Kita tunggu sampai tiga hari lagi. Kalau ia belum juga pulang, aku akan pergi menyusul dan mencarinya,"
Kata Ciang Sek, dan Lai Kim tersenyum lega. Suaminya ini memang amat sayang kepadanya dan puterinya dan diam-diam ia merasa bersukur. Alangkah jauh bedanya antara sikap Ciang Sek dan sikap Ouw Yang Le ketika masih menjadi suaminya dahulu. Ouw Yang Lee keras hati dan galak, mau menang sendiri dan menganggapnya sebagai pemuas napsu belaka. Sebaliknya dari Ciang Sek ia mendapatkan kasih sayang, penghargaan dan penghormatan. Pada saat itu terdengar daun pintu ruangan itu diketuk orarng dari luar. Ciang Sek mengangkat muka memandang ke arah pintu dan berkata,
"Siapa itu? Masuk sajalah."
Seorang laki-laki bertubuh tinggi kurus masuk. Dia adalah Gu Tian, berusia kurang lebih empat puluh lima tahun. Gu Tian ini adalah Sute (Adik Seperguruan) dan juga pembantu utama Ciang Sek.
"Ah, kiranya Gu-Sute! Duduklah, Sute. ada keperluan apakah?"
"Maaf kalau aku mengganggu, Suheng dan Soso (Kakak Ipar). Saya hanya ingin memberitahu bahwa di luar rumah ada seorang tamu yang hendak bertemu dan bicara dengan Suheng."
"Hemm, siapakah dia dan apa kepentingannya hendak bertemu dan bicara denganku?"
"Sudah kutanyakan hal itu kepadanya, Suheng. Akan tetapi dia tidak mau mengaku hanya berkata bahwa dia akan bicara dengan Suheng dan katanya Suheng pasti tahu siapa dia,"
Kata Gu Tian.
"Kalau Suheng merasa terganggu dan tidak ingin menemuinya, biar aku yang akan mengusirnya."
"Tidak baik mengusir seorang tamu yang datang berkunjung,"
Kata Lai Kim kepada suaminya.
"Kalau dia sudah datang ke sini, tentu ada keperluan penting dan sebaiknya kalau tamu itu ditemui dan ditanya apa keperluannya."
Dalam banyak hal, Ciang Sek yang biasanya berwatak keras itu menjadi lunak kalau sudah diingatkan isterinya tersayang. Dia memandang isterinya dan tersenyum lalu berkata kepada Gu Tian,
"Gu Sute, aku akan menemui tamu itu."
Dia lalu bangkit berdiri.
"Biar aku ikut,"
Tiba-tiba Lai Kim berkata.
"Entah mengapa, hatiku merasa tidak enak."
Isteri itupun bangkit dan menemani suaminya keluar dari rumah untuk menemui tamu yang tidak mau memperkenalkan diri kepada orang lain kecuali tuan rumah itu. Gu Tian juga mengikuti Suhengnya keluar. Setelah tiba di luar rumah, mereka melihat seorang laki-laki berusia hampir enam puluh tahun, bertubuh tinggi besar berjenggot panjang dan sikapnya gagah. Melihat laki-laki itu, wajah Lai Kim berubah pucat dan tangan kirinya menutupi mulutnya agar tidak menjerit. la berseru lirih.
"Ouw Yang Lee."
Ciang Sek terkejut mendengar isterinya menyebut nama itu. Walaupun dia pernah membantu Lo Cit menyerbu Pulau Naga, namun dia belum pernah bertemu dengan Ouw Yang Lee. Dia tidak mempunyai permusuhan pribadi dengan majikan Pulau Naga itu. Dahulu itu dia hanya membantu Lo Cit yang menjadi sahabat lamanya. Kini mendengar bahwa laki-laki itu adalah bekas suami isterinya, tentu saja dia terkejut. Ouw Yang Lee menudingkan telunjuknya ke arah Lai Kim dan memaki,
"Perempuan hina tak tahu malu!"
"Kiranya engkau ini Ouw Yang Lee majikan Pulau Naga?"
Kata Ciang Sek sambil melangkah maju menghadapinya. Lai Kim telah menjadi isteriku yang tersayang. Engkau tidak boleh merampasnya, juga tidak boleh memaki menghinanya Ouw Yang Lee tertawa mengejek.
"Ha-ha-ha, orang she Ciang! Engkau hadiahkan wanita itu dengan cuma-cuma kepadaku sekalipun aku tidak sudi menerimanya! Aku hanya ingin membunuh wanita tak tahu malu itu!"
Lai Kim terisak dan ia lalu lari ke dalam rumah, tak tahan mendengar makian dan penghinaan Ouw Yang Lee. Ciang Sek marah bukan main.
"Ouw Yang Lee, tutup mulutmu yang kotor! Engkau mengancam hendak membunuh isteriku? Boleh, akan tetapi langkahi dulu mayatku kalau engkau berani!"
Ouw Yang Lee tertawa lagi. Suara tawanya mengandung sinkang yang kuat sehingga menggetarkan jantung orang-orang yang berada di situ. Kini anak buah Pek-In-San berdatangan dan pekarangan rumah itu penuh dengan mereka.
"Ha-ha-ha-ha! Ciang Sek, percuma saja engkau berjuluk Thai-Lek-Kui kalau engkau hanya mengandalkan banyak orang untuk menghadapi lawan dengan, keroyokan. Engkau ternyata hanyalah seorang pengecut besar!"
Ouw Yang Lee menertawakannya. wajah Ciang Sek yang sudah kemerahan itu kini, menjadi semakin merah. Dia memandang kepada anak buahnya dan membentak mereka,
"Kalian semua keluar dari pekarangan ini dan jangan mencampuri pertandingan antara kami berdua!"
Para anak buah itu lalu keluar pekarangan dan hanya berdiri nonton dari kejauhan. Yang tinggal di pekarangan depan, rumah kini tinggal Ouw Yang Lee yang berhadapan dengan Ciang Sek, sedangkan Gu Tian berdiri agak mundur ke belakang.
"Bagus, sekarang baru aku melihat bahwa Thai-Lek-Kui Ciang Sek adalah seorang laki-laki sejati! Akan tetapi hari ini engkau. harus menebus dosa-dosamu kepadaku dengan nyawamu. Engkau membantu Lo Cit menyerbu Pulau Naga. Engkau menculik isteri dan anakku, bahkan sekarang engkau, mengambil seorang isteriku menjadi isterimu. Semua itu hanya dapat ditebus dengan nyawamu!"
Ouw Yang Lee mencabut pedang yang tergantung di punggungnya.
"Ouw Yang Lee, aku tidak akan menyangkal perbuatan yang telah kulakukan dan aku berani bertanggung jawab. Aku membantu Lo Cit karena dia memang sahabatku dan engkau telah berulang kali menyerang dan menghinanya, membunuh banyak anak buahnya. Kami menculik isteri-isteri dan anak-anakmu untuk memberi pelajaran atas kesombonganmu. Akan tetapi aku sama sekali tidak memaksa Lai Kim menjadi isteriku. Kami menikah atas dasar saling mencinta. Tidak perlu engkau mengancam karena aku sama sekali tidak takut akan ancamanmu. Mari kita selesaikan urusan di antara kita di ujung pedang!"
Setelah berkata demikian, Ciang Sek juga mencabut pedangnya. Dua orang laki-laki yang sama tinggi besar dan gagahnya itu kini saling berhadapan, dengan pedang tajam mengkilap di tangan! Keduanya sama-sama maklum bahwa mereka berhadapan dengan lawan yang tangguh. Biarpun mereka belum pernah saling berkelahi, namun mereka sudah saling mendengar nama masing masing yang cukup terkenal di dunia kang-ouw.
"Ciang Sek, bersiaplah untuk mampus!"
Seru Ouw Yang Lee sambil memasang kuda-kuda, tubuhnya merendah dengan kaki terpentang lebar, pedang di tangan kanan menuding ke arah muka lawan sedangkan dua jari tangan kiri menempel pada pergelangan tangan kanan. Inilah pembukaan dari ilmu pedang Coat-Beng Tok-Kiam (Pedang Racun Pencabut Nyawa). Sebagai seorang ahli racun yang berjuluk Tung-Hai-Tok (Racun Laut Timur), tentu saja pedang di tangan Ouw Yang Lee itu mengandung racun yang amat berbahaya. Tergores sedikit saja yang menyayat kulit sudah cukup untuk merenggut nyawa lawan!
"Engkau atau aku yang akan mati!"
Jawab Ciang Sek dan majikan Pek-In-San inipun sudah memasang kuda-kuda. Dia berdiri dengan kedua kaki rapat dan berjingkat, pedang di tangan kanan menuding ke atas dan tangan kiri menudingkan telunjuk dan jari tengah ke arah muka lawan. Ini adalah pembukaan dari ilmu silat pefang Lo-Thian Kiam-Sut (Ilmu Pedang Pengacau Langit).
"Haiiiit..."
Tiba-tiba Ouw Yang Lee membentak dengan suara melengking dan pedangnya menyambar dengan dahsyatnya ke arah dada lawan dengan tusukan maut,
"Singgg..."
Pedang itu berdesing, namun tidak mengenai sasaran karena Ciang Sek sudah mengelak dengan menarik tubuh ke kiri dan diapun mengelebatkan pedangnya yang menyambar dari samping dengan bacokan ke arah leher Ouw Yang Lee.
"Singgg...!"
Akan tetapi pedang Ciang Sek inipun tidak mengenai sasaran karena Ouw Yang Lee sudah merendahkan tubuh sehingga pedang lewat di atas kepalanya. Sambil mengelak majikan Pulau Naga ini menusukkan pedangnya dari bawah ke arah perut lawan. Namun Ciang Sek sudah memutar balik pedangnya dan menangkis sambil mengerahkan tenaga sinkangnya.
"Singgggg... trangggg...!! Bunga api berpijar ketika dua pedang bertemu dan keduanya terdorong ke belakang sampai beberapa langkah.
Maklumlah kedua pihak bahwa tenaga lawan amat kuat dan boleh dibilang kekuatan mereka seimbang. Hal ini diam-diam mengejutkan Ciang Sek. Dia terkenal dengan julukan Thai-Lek-Kui (lblis bertenaga Besar) dan tadinya dia mengharapkan akan dapat mengatasi majikan Pulau naga itu dengan mengandalkan kelebihan tenaganya. Sekarang ternyata bahwa Ouw Yang Lee ternyata mampu menandingi tenaganya. Pertandingan dilanjutkan dan keduanya berhati-hati, akan tetapi juga mengeluarkan seluruh kemampuan mereka. Setiap serangan merupakan jangkauan maut. Gu Tian yang menonton dari samping merasa tegang dan khawatir. Biarpun tingkat kepandaiannya masih di bawah tingkat Ciang Sek, namun dia sudah dapat mengikuti jalannya pertandingan itu dan maklum bahwa biarpun Suhengnya belum tentu kalah dan keadaan mereka masih seimbang,
Namun lawan ternyata amat tangguh sehingga agaknya akan sukar bagi Suhengnya untuk keluar sebagai pemenang. Kini Ciang Sek mengubah gerakannya. kalau tadi dia hanya mengandalkan permainan silat pedang Lo-Thian Kiam-Sut saja, kini dia menyelingi serangan pedangnya dengan Soan-Hong-Tui (Tendangan Angin Puyuh). Dia menguasai ilmu tendangan yang hebat ini. Kedua kakinya dapat menendang secara berantai dan bertubi, sehingga dapat menyulitkan lawan. kadang-kadang kedua kakinya mencuat bergantian, seperti kilat menyambar ke arah tubuh lawan. Ouw Yang Lee terkejut dan terpaksa menghindar. Serangan kedua kaki lawan ini membendung serangannya sendiri sehingga dia lebih banyak diserang dari pada menyerang. Terkadang dia menangkis dengan lengan kirinya atau terpaksa mundur untuk menghindarkan diri dari serangan tendangan yang dahsyat itu.
Ouw Yang Lee mulai terdesak dan diam diam Gu Tian merasa girang. Kalau dilanjutkan begitu, besar kemungkinan Suhengnya akan menang. Ouw Yang Lee yang sudah banyak pengalamannya itu menyadari akan hal ini. Dia mulai mengukur tenaga tendangan lawan itu dengan tangkisan lengan kirinya. Tendangan itu cukup kuat, akan tetapi dia yakin masih akan mampu menerima tendangan itu dengan lindungan kekebalannya. Sedikitnya, dia tidak akan terluka dalam oleh tendangan seperti itu, paling banyak akan menderita nyeri dan terpental. ia dapat mencuri kemenangan dengan membiarkan tubuhnya tertendang. Diam-diam dia mengerahkan tenaga sakti beracun ke tangan kirinya sehingga tangan kiri itu dari jari-jari sampai ke siku berubah menjadi merah. Itulah ilmu Ang-Tok-Ciang (Tangan Racun Merah) yang menjadi ilmu andalannya.
Dia harus mendahului dengan pukulannya sebelum tubuhnya terkena tendangan yang kuat itu. Saat yang dinanti-nanti tiba. Sebuah tendangan kaki kanan Ciang Sek dia elakkan ke kiri, kemudian tiba-tiba tangan kirinya membuat gerakan memutar. Pedang lawan membacok dari atas. Dia menggunakan pedangnya untuk menyambut pedang lawan sambil mengerahkan tenaga sinkang untuk menempel. Pedangnya seperti mengandung semberani, ketika dua pedang bertemu, dua pedang itu saling melekat dan mereka mengerahkan tenaga untuk saling dorong dengan pedang. Saat itulah tangan kiri Ouw Yang Lee memukul dengan telapak tangan ke arah dada lawan. Ciang Sek terkejut dan cepat dia menyambut dengan telapak tangan kirinya pula sambil mengerahkan Pek-In Ciang-Hoat (IImu Silat Awan Putih) yang sepenuhnya mengandung tenaga sakti.
"Plakkk!"
Kedua telapak tangan bertemu dan pada saat itu Ciang Sek yang merasakan telapak tangannya panas dan gatal sekali, menendang dengan kaki kanannya. Hal ini bahkan merugikannya karena dengan pengerahan tenaga pada tendangannya, maka tenaga pada tangan kiri yang menyambut pukulan lawan itu berkurang.
"Dessss...!"
Tubuh Ouw Yang Lee terpental empat meter jauhnya akan tetapi dia tidak terbanting jatuh, melainkan turun dengan kedua kakinya dan hanya terhuyung. Wajahnya pucat menahan rasa nyeri pada dadanya yang tertendang tadi. Dia memang mengalami luka dalam, namun tidak parah. Di lain pihak, tubuh Ciang Sek hanya terdorong mundur lima langkah. Dia terhuyung, darah mengalir dari ujung bib?rnya, matanya terpejam dan alisnya berkerut. Dia membuka mata memandang telapak tangan kirinya yang terasa panas dan gatal. Ternyata telapak tangan kirinya sudah berubah merah darah. Rasa nyeri menghimpit dadanya dan maklumlah dia bahwa dia menderita luka dalam yang hebat karena keracunan. Ciang Sek tidak kuat lagi dan diapun cepat duduk bersila dan mengerahkan pernapasan menghimpun hawa murni, seperti orang sedang bersamadhi.
"Ha-ha, Ciang Sek! Sekarang engkau akan mati dan setelah itu, giliran wanita hina itu yang akan tewas di tanganku."
Ouw Yang Lee menghampiri Ciang Sek yang masih duduk bersila dengan pedang di tangan. Dia mengayun pedang membacok.
"Tranggg...!"
Pedangnya terpental dan Ouw Yang Lee terhuyung ke belakang Ketika dia memandang, ternyata yang menangkis pedangnya adalah Gu Tian! Dari tangkisan tadi, tahulah dia bahwa orang tinggi kurus ini memiliki tenaga yang cukup kuat. Padahal dia sendiri sudah terluka dan tenaganya tidak mungkin dapat dikerahkan sepenuhnya sehingga kalau dia melawan, dia tidak akan menang.
"Ouw Yang Lee, engkau menyerang orang yang sudah tidak mampu melawanmu. Datuk macam apa engkau ini!"
Bentak Gu Tian yang siap dengan pedang di tangan.
"Siapa engkau?"
Bentak Ouw Yang Lee sambil memandang dengan mata mencorong.
"Aku Gu Tian. Thai-Lek-Kui Ciang Sek adalah Suhengku!"
Jawab Gu Tian. Makin yakinlah Ouw Yang Lee bahwa dalam keadaan terluka seperti sekarang ini, dia tidak akan mampu mengalahkan Sute dari Ciang Sek yang tentu tingkat kepandaiannya tidak berselisih jauh dari tingkat kepandaian Ciang Sek.
"Hemm, baiklah. Lain hari aku akan kembali dan membasmi kalian semua!"
Katanya dan dia lalu memutar tubuhnya dan dengan langkah lebar meninggalkan tempat itu. Setelah Ouw Yang Lee meninggalkan tempat itu, baru Lai Kim berlari keluar menghampiri suaminya, yang masih duduk bersila mengatur pernapasan.
"Engkau... terluka...?"
Tanya Lai Kim sambil berlutut dekat suaminya. Ciang Sek membuka matanya, memandang isterinya dan tersenyum untuk menenangkan perasaan isterinya. Dia menghela napas panjang dan berkata,
"Kepandaian dan tenaga kami seimbang diapun terluka, hanya tenaganya mengandung hawa beracun yang hebat..."
Gu Tian dan Lai Kim membantu Ciang Sek bangun kemudian memapahnya masuk ke dalam rumah. Ciang Sek memasuki kamarnya dan merebahkan diri, dijaga oleh Lai Kim. Gu Tian lalu mempersiapkan obat yang mereka miliki sekedar untuk mencegah menjalarnya racun dan memperkuat daya tahan tubuh Ciang Sek. Untung bahwa Ciang Sek memiliki tubuh yang kuat dan juga tadi dia sudah melindungi dirinya dengan tenaga sakti. Walaupun dia terserang hawa pukulan Ang-Tok-Ciang, namun tidaklah terlalu gawat dan dengan latihan pernapasan dia dapat menahan hawa beracun itu dan sedikit demi sedikit mengusirnya keluar dari tubuhnya.
"Aku membutuhkan waktu sedikitnya sepuluh hari untuk membersihkan hawa beracun dan memulihkan kesehatanku yang kukhawatirkan kalau sebelum sepuluh hari Ouw Yang Lee datang lagi. Aku tentu tidak akan, mampu melawannya,"
Kata Ciang Sek kepada isterinya dan Sutenya.
"Ahh, habis bagaimana baiknya?"
Lai Kim berkata dengan nada khawatir.
"Aku tidak mampu membujuknya agar menghentikan permusuhan ini, orangnya begitu keras kepala dan kejam..."
Nyonya yang berwatak pemberani dan agak keras itu lalu mengepal tangan kanannya dan melanjutkan kata-katanya dengan nada marah.
"Kalau saja aku memiliki kepandaian silat, tentu akan kulawan dia mati-matian!"
"Harap Suheng dan Soso jangan khawatir. Kalau Ouw Yang Lee berani datang lagi, aku yang maju menandinginya!"
Ciang Sek menggeleng kepala.
"Sute, engkau akan kalah, dia lihai sekali."
"Kalau saja Lan-ji berada di rumah, tentu ia akan dapat membantu Gu-te (adik Gu) untuk melawan si jahat itu,"
Kata Lai Kim.
"Hemm, engkau ingin anakmu melawan Ayah kandungnya sendiri?"
Kata Ciang Sek.
"Ouw Yang Lee hendak membunuh engkau dan aku. Tentu Lan-ji akan membela kita kata Lai Kim penuh semangat.
"Harap Suheng tidak khawatir. Kalau anak Lan sudah pulang, tentu bersama dia kami akan dapat mengalahkan Ouw Yang Lee. Andaikata ia belum pulang dan Ouw Yang Lee muncul, aku dapat menandinginya dan mengerahkan kurang lebih seratus orang anak buah kita. Hendak kulihat, apa yang mampu dilakukan Ouw Yang Lee menghadapi kekuatan kita?"
"Gu-te benar. Kita akan melawan mati-matian. Kalau perlu kita mengerahkan seluruh kekuatan anak buah kita. Harap engkau tenangkan hatimu dan pulihkan kesehatanmu,"
Kata Lai Kim menghIbur. Ciang Sek dan Lai Kim merasa gembira bukan main ketika dua hari kemudian Ouw Yang Lan muncul. Ketika ia melihat Ayah tirinya terluka dan mendengar cerita Ibunya tentang perbuatan Ouw Yang Lee yang bermaksud membunuh Ibunya dan Ayah tirinya, gadis itu marah bukan main.
"Biarkan dia datang lagi! Aku yang akan menghadapi dan melawannya!"
Katanya marah.
"Akan tetapi, Lan-ji. Dia adalah Ayah kandungmu sendiri,"
Kata Ciang Sek. Tidak perduli! Walaupun dia Ayah kandungku, kalau dia hendak membunuh engkau dan Ibuku, berarti dia musuhku dan aku akan melawannya mati-matian!"
Sepasang Rajah Naga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kata Ouw Yang Lan. Engkau benar, anakku,"
Kata Lai Kim. Dan jangan khawatir, Gu-te dan para anak buah di sini akan membantumu mengusir, si jahat itu. Sekarang ceritakan bagaimana hasil perjalananmu."
"Aku sudah berlayar ke Pulau Naga akan tetapi tidak dapat bertemu dengan Ayah Ouw Yang Lee maupun Suheng Tan Song Bu. Aku lalu mencari Tok-Gan-Houw Lo Cit dan berhasil membunuh jahanam itu. Akan tetapi aku tidak dapat menemukan adik Ouw Yang Hui yang kabarnya dibawa anak buah Lo Cit dan hilang tak tentu rimbanya. Adapun Ibu Sim Kui Hwa katanya ditolong oleh seorang pendekar. Akan tetapi akupun tidak tahu di mana dia berada sekarang. Karena itu aku lalu pulang. Menyesal sekali terlambat sehingga tidak dapat membantu Ayah Ciang Sek ketika menghadapi Ayah Ouw Yang Lee."
Mulai hari itu, Ouw Yang Lan membantu Gu Tian yang sejak kunjungan Ouw Yang Lee setiap hari, siang malam, melakukan penjagaan dan perondaan ketat. untuk menjaga keselamatan Suhengnya. Bahkan Ouw Yang Lan tidak hanya berjaga di dalam perkampungan, melainkan keluar dari perkampungan dan berkeliaran di sekitar Bukit Awan Putih untuk berjaga-jaga kalau ada musuh yang datang menyerbu.
Sepuluh hari telah lewat dan Ciang Sek telah berhasil mengusir hawa beracun pukulan Ang-Tok-Ciang dari tubuhnya. Dia sudah sehat kembali. Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali, terjadi kegemparan. Beberapa orang anak buah yang bertugas jaga, pagi itu menemukan tanda-tanda yang aneh.
Terdapat tanda tapak kaki yang amat dalam dari pekarangan rumah itu sampai ke ruangan belakang. Bahkan tapak kaki yang berada di lantai batu itu dalamnya tidak kurang dari setengah jengkal, seolah-olah kaki itu menginjak tanah liat, bukan menginjak lantai batu! Bukan ini saja yang aneh, akan tetapi ternyata tidak ada seorangpun melihat atau mengetahui ada orang memasuki rumah induk di tengah perkampungan itu. Seolah-olah ada seorang berkeliaran di dalam rumah itu tanpa ada yang mengetahuinya dan orang itu melangkah dengan kedua kaki yang mempunyai tenaga rIbuan kati sehingga menekan lantai batu sampai begitu dalam. Ciang Sek, Gu Tian, dan Ouw Yang Lan dengan teliti memeriksa tapak-tapak kaki itu dan Ciang Sek mengerutkan alisnya, menghela napas panjang dan berkata,
"Ini bukan dIbuat oleh Ouw Yang Lee! Tidak mungkin dia melakukan ini. Tapak kaki seperti ini hanya akan mampu dilakukan oleh orang yang memiliki ilmu Ban-Kin-Lat (Tenaga Selaksa Kati), seorang yang memiliki tenaga sinkang yang amat kuat. Dan dia sudah meninggalkan tapak seperti ini di rumah kita tanpa ada yang mengetahui, walaupun kita mengadakan penjagaan ketat siang malam. Ini menunjukkan bahwa orang itu benar-benar amat lihai."
"Akan tetapi apa artinya dia meninggalkan tapak kaki seperti ini, Ayah?"
Pedang Kayu Harum Karya Kho Ping Hoo Rajawali Emas Karya Kho Ping Hoo Raja Pedang Karya Kho Ping Hoo