Sepasang Rajah Naga 22
Sepasang Rajah Naga Karya Kho Ping Hoo Bagian 22
"Benar, Lo-Cianpwe. Saya Wong Sin Cu menghaturkan hormat kepada Lo-Cianpwe. Saya tidak ingin lancang mulut, Lo-Cianpwe, akan tetapi mendengar percakapan tadi, rasanya saya dapat menduga siapa adanya dua orang pembunuh yang mengacau di Bu-Tong-Pai dan Kong-Thong-Pai seperti diceritakan tadi."
Semua orang terkejut. Bahkan Gan Hok San sendiri juga terkejut dan memandang kepada calon mantunya itu dengan mata terbelalak. Ucapan pemuda itu tidak boleh dianggap ringan karena dapat menimbulkan kerIbutan,
"Sin Cu, benarkah engkau dapat menduga siapa mereka itu?"
Tanyanya.
"Omitohud, engkau sama sekali tidak lancang, Wong-sicu, bahkan kami akan merasa beruntung dan berterima kasih sekali kalau engkau mau mengatakan siapa orangnya yang kau duga melakukan pembunuhan-pembunuhan itu,"
Kata Hui Sian Hwesio,
"Lo-Cianpwe, saya tadi mendengar bahwa pembunuh di Bu-Tong-Pai meninggalkan tanda telapak tangan putih sedangkan yang melakukan pembunuhan di Kong-Thong-Pai meninggalkan tanda telapak tangan hitam. Saya ingat bahwa orang-orang yang memiliki ilmu pukulan beracun seperti itu adalah Hek Pek Moko, Saya pernah bertanding dengan mereka dan saya tahu benar bahwa Hek Moko memiliki ilmu pukulan Hek-Tok-Ciang (Tangan Racun Hitam)."
"Akan tetapi yang menyerang kami adalah seorang yang berkepala gundul,"
Kata Cang Su Cinjin.
"Benar, dan dia mengenakan jubah Pendeta seperti para Hwesio di Siauw-Lim-Si"
Kata pula Lui Kai It.
"Omitohud, hendaknya jiwi tidak dipengaruhi kepala gundul dan jubah Pendeta,"
Kata Hui Sian Hwesio.
"Rambut di kepala dapat ditutup seperti gundul dan jubah dapat dIbuat."
Kemudian ketua Siauw-Lim-Pai itu menoleh kepada Sin Cu.
"Akan tetapi, Wong-sicu, andaikata benar dugaanmu itu bahwa Hek Pek Mok melakukan ini, apa alasannya? Sepanjang yang kami ketahui, kami tidak mempunyai permusuhan dengan mereka berdua."
"Saya juga tidak tahu dan tidak dapat menduga apa yang menjadi alasan mereka, akan tetapi ketika saya bertemu dengan mereka, kedua orang itu membunuh Panglima Kwee Liang sekeluarga."
"Panglima Kwee Liang?"
Cang Su Cinjin berseru kaget.
"Dia adalah seorang Panglima yang amat terkenal karena kesetiaannya!"
"Begitulah yang saya dengar,"
Kata Sin Cu.
"Perbuatan itu saja menunjukkan bahwa dua orang manusia iblis itu amat jahat dan mungkin mereka melakukan pembunuhan dengan menggunakan nama Siauw-Lim-Pai dengan maksud yang jahat pula. Cang Su Cinjin dan Lui-Pangcu, jiwi sudah mendengar sendiri semua keterangan itu. Kita semua condong menduga bahwa perbuatan membunuh itu selain untuk melemparkan fitnah kepada kami juga untuk mengadu domba di antara kita. Kami di pihak Siauw-Lim-Pai merasa bertanggung jawab dan akan kami usahakan untuk membongkar rahasia ini. Kami akan membantu sekuat tenaga untuk dapat menemukan dan menangkap penjahat yang mempergunakan nama kami. Sekarang kami harap jiwi agar pulang dan kita sama-sama berusaha untuk mencari penjahat itu. Kami harap jiwi dapat menerima pendapat kami ini."
"Saya juga berjanji untuk membantu agar para pembunuhnya dapat ditangkap Lo-Cianpwe,"
Kata Sin Cu yang merasa penasaran juga karena Siauw-Lim-Pai di fitnah.
"Terima kasih, Wong-sicu. jiwi Pangcu, ketahuilah bahwa Wong-sicu ini adalah murid dari Bu Beng Siauwjin, karena itu kata-katanya dapat dipercaya sepenuhnya."
Dua orang pimpinan Bu-Tong-Pai dan Kong-Thong-Pai itu saling pandang lalu keduanya mengangguk.
"Baiklah, Lo-Suhu. Kami akan bersabar dan menanti sampai usaha Siauw-Lim berhasil. Selamat tinggal dan maafkan sikap kami tadi,"
Kata Cang Su Cinjin sambil memberi hormat dan diturut oleh para pengikutnya, lalu membalikkan tubuh dan pergi meninggalkan tempat itu.
"Kamipun akan menunggu hasil pencarian Siauw-Lim-Pai!"
Kata Lui Kai It.
"Selamat tinggal!"
Diapun bersama para pengikutnya memberi hormat lalu meninggalkan tempat itu.
"Heiii...! Berhenti!!"
Tiba-tiba Sin Cu berteriak dan melompat ke arah kereta, akan tetapi bayangan yang memanggul tubuh Ouw Yang Hui itu dengan kecepatan seperti burung terbang telah berlari cepat sekali. Rombongan Bu-Tong-Pai dan rombongan Kong-Thong-Pai melihat ini dan mereka semua berhenti, tidak melanjutkan perjalanan mereka meninggalkan Siauw-Lim-Pai. Melihat ini, Gan Hok San juga berlari cepat menghampiri kereta. Dia membuka tirai kereta dan melihat isterinya, Sim Kui hwa, duduk di dalam kereta tak bergerak seperti berubah menjadi patung. Tahulah pendekar ini bahwa isterinya telah tertotok. Dia cepat menggerakkan tangannya, menotok kedua pundak isterinya dan menekan punggungnya. Sim Kui Hwa mengeluh dan begitu dapat bicara dan bergerak, ia berkata.
"Tolong Hong-ji ini...!"
Gan Hok San memeriksa anak itu. Li Hong bersandar di tempat duduknya dengan mata terpejam seperti sedang tidur. Tahulah Gan Hok San bahwa anaknya itu pingsan. Setelah mengurut tengkuknya, anak itu siuman.
"Mana mana enci Hui...?"
Tanyanya.
"Cepat... kejar... Hui-ji dilarikan orang...!"
Gan Hok San segera keluar dari kereta dan turut mengejar ke arah larinya orang yang menculik Ouw Yang Hui. Akan tetapi dia telah tertinggal jauh sekali. Sementara itu Sin Cu yang melakukan pengejaran merasa terkejut sekali karena orang yang melarikan Ouw Yang Hui itu dapat berlari luar biasa cepatnya.
Dia sudah mengerahkan seluruh ginkangnya dan mengejar sekuat tenaga, akan tetapi orang di depan itu melesat semakin cepat dan dia sudah tertinggal jauh. Ketika orang itu memasuki hutan, dia kehilangan bayangan maupun jejaknya dan Sin Cu terpaksa berhenti karena tidak tahu harus mengejar ke mana! Dia merasa cemas sekali. Ouw Yang Hui, kekasihnya, tunangannya, calon isterinya, dilarikan orang dan dia tidak tahu siapa orang itu karena tidak sempat melihat wajahnya, hanya melihat punggungnya saja. Dia hanya tahu bahwa orang itu bertubuh tinggi kurus dan larinya luar biasa cepatnya sehingga dia tidak mampu mengejarnya. Gan Hok San mengejar, sampai di situ dan mendapatkan Sin Cu berdiri dengan bingung.
"Sin Cu, ke mana penculik itu lari?"
Sin Cu menengok dan memandang Gan Hok San dengan khawatir dan dia menggeleng kepala.
"Dia masuk hutan ini dan menghilang, Paman. Saya tidak tahu dia lari ke jurusan mana sehingga tidak dapat mengejarnya."
"Cepat, engkau mengejar ke kiri dan aku mengejar ke kanan!"
Kata Gan Hok San. Mereka lalu berpencar ke kanan-kiri melakukan pengejaran. Akan tetapi sampai ke ujung hutan, keduanya tidak dapat menemukan orang yang membawa lari Ouw Yang Hui. Akhirnya mereka kembali ke kereta dengan lesu.
Hui Sian Hwesio, Cang Su Cinjin, dan Lui Kai It bersama semua pembantu mereka berkerumun di dekat kereta. Melihat Gan Hok San dan Sin Cu kembali dengan tangan kosong, mereka semua menyambut dengan pertanyaan. Gan Hok San mengerutkan alisnya dan berkata.
"Suheng dan saudara sekalian. Peristiwa ini sungguh aneh. Ada orang berani menculik puteri kami. Pada hal disini dekat Kuil Siauw-Lim-Pai dan saudara sekalian kebetulan berkumpul di sini. Karena itu saya berpendapat bahwa penculikan terhadap puteri kami ini pasti ada hubungannya dengan pembunuhan-pembunuhan itu. Peristiwa ini merupakan bukti pula bahwa pembunuhan itu sama sekali tidak mungkin dilakukan oleh pihak kami dari Siauw-Lim-Pai. Kami pasti akan mencari dan menangkap penculik itu dan mudah-mudahan saja kami akan dapat pula membongkar rahasia pembunuhan terhadap orang-orang Bu-Tong-Pai dan Kong-Thong-Pai."
"Gan-Enghiong, engkau akan segera dapat menemukan puterimu itu", kata Cang Su Cinjin yang lalu memberi hormat dan bersama para pengikutnya meninggalkan tempat itu.
"Kami juga merasa prihatin, Gan-Enghiong (orang gagah Gan). Kami akan menyebar para murid untuk ikut memasang mata dan telinga menyelidiki siapa yang menculik puterimu,"
Kata Lui Kai It yang juga segera pergi dari tempat itu bersama para pengikutnya. Hui Sian Hwesio mendekati Gan Hok San.
"Gan-Sute, kau kira siapa yang telah menculik puterimu itu.? Apakah engkau mempunyai seorang musuh be?ar?"
Gan Hok San mengerutkan alisnya dan menggeleng kepalanya.
"Saya membawa anak isteri mencari tempat tinggal baru dekat Siauw-Lim-Si justeru untuk menghindarkan diri dari ancaman seorang musuh besar yang mengancam kami, Suheng."
"Omitohud... Gawat sekali kalau begitu. Sute, ajaklah isterimu untuk turun dari kereta. Kita bicara di ruangan depan Kuil,"
Kata Hui Sian Hwesio dengan lembut kepada Gan Hok San. Pendekar itu mengangguk lalu menghampiri kereta. Ketika dia menjenguk ke dalam, dia melihat isterinya menangis dengan sedihnya.
"Isteriku, tenanglah dan bersabarlah Aku tidak akan tinggal diam dan tentu Sin Cu akan mencari calon isterinya sampai dapat ditemukan dalam keadaan selamat. Percayalah, karena aku yakin penculik itu tidak akan membunuh anak kita. Kalau dia bermaksud membunuh, tentu tadi tidak diculiknya melainkan langsung dIbunuhnya Sekarang, Suheng Hui Sian Hwesio mempersilakan kita masuk ke Kuil dan bicara disana. Marilah."
Gan Hok San menghIbur isterinya. Sim Kui Hwa telah sebelas tahun menjadi isteri pendekar ini, maka ia tahu bahwa terlalu cengeng merupakan pantangan bagi seorang pendekar. Ia menahan perasaannya, mengangguk sambil mengusap air matanya lalu membiarkan dirinya dituntun keluar dari kereta.
"Ibu, jangan, menangis. Ayah dan kak Sin Cu pasti akan dapat menemukan enci Hui, kalau aku sudah besar, akan kubunuh orang yang berani menculik enci Hui!"
Kata Li Hong sambil menuntun Ibunya turun dari kereta. Hui Sian Hwesio mempersilakan Gan Hok San, Sim Kui Hwa, dan Sin Cu memasuki Kuil. Akan tetapi karena bagian dalam Kuil itu merupakan daerah yang pantang dikunjungi wanita, maka mereka bertiga hanya diterima di ruangan depan. Hui Sian Hwesio dan Cu Sian Hwesio menerima tiga orang tamunya itu dan mereka duduk mengitari meja di ruangan itu.
"Gan-Sute, sekarang katakanlah bagaimana engkau mempunyai seorang musuh besar. Bukankah sejak dulu kita sudah diperingatkan bahwa kita tidak boleh mempunyai musuh? Bahwa musuh besar yang harus kita lawan dan tundukkan adalah nafsu dalam diri kita sendiri? Bagaimana engkau yang sudah mengangkat nama besar Siauw-Lim-Si dengan sikapmu sebagai pendekar besar kini dapat mempunyai seorang musuh besar?"
Gan Hok San menghela napas panjang.
"Suheng, sesungguhnya saya masih ingat akan semua pantangan dan ajaran mendiang Suhu, bahkan sampai sekarang masih saya pegang teguh. Saya tidak memusuhi siapapun juga, Suheng. Akan tetapi ada seseorang yang memusuhi saya, bahkan memusuhi kami sekeluarga. Karena itulah Suheng, agar permusuhan tidak berlarut-larut, saya mengajak anak isteri untuk pindah ke pegunungan Sung-San, dekat Kuil Siauw-Lim-Si agar orang yang memusuhi kami itu tidak terus mengejar kami. Akan tetapi, ternyata begitu tiba di sini, puteri kami malah diculik orang."
"Apakah kau kira yang menculik adalah orang yang memusuhi kalian itu?"
Tanya Hui Sian Hwesio.
"Hal itu masih perlu diselidiki, Suheng. Mengingat akan peristiwa yang menimpa Bu-Tong-Pai dan Kong-Thong-Pai, saya merasa curiga bahwa penculikan terhadap puteri kami itu masih ada hubungannya dengan pembunuhan-pembunuhan itu. Sayang kita tidak dapat melihat wajah penculik itu. Atau barangkali engkau sempat melihat wajahnya, isteriku?"
Sim Kui Hwa menghela napas panjang. Ia dapat menekan perasaannya dan tidak menangis lagi. Akan tetapi wajahnya masih pucat dan lesu, kedua matanya kemerah-merahan.
"Peristiwa itu terjadi cepat sekali. Aku dan Hui-ji sedang duduk dalam kereta menantimu. Tiba-tiba tirai kereta terbuka dan sebuah tangan dengan cepatnya menotok pundak dan leherku dua kali sehingga aku tidak mampu bergerak atau bersuara. Aku hanya melihat betapa orang itu juga menotok Hui-ji dan dia lalu memanggul Hui-ji dan dibawanya lari melalui pintu sebelah sehingga tidak dapat tampak dari arah Kuil."
"Saya juga hanya kebetulan saja melihat berkelebatnya bayangan itu karena saya sedang memandang ke arah ke dua rombongan yang hendak meninggalkan tempat ini,"
Kata Sin Cu. Gan Hok San tampak bingung dan khawatir. Dia tahu bahwa kalau dia tidak segera dapat menemukan kembali Ouw Yang Hui, isterinya akan menderita sekali. Dengan lembut dia bertanya kepada isterinya yang duduk di sebelah kirinya.
"Apakah engkau tidak melihat wajahnya dan barangkali ada tanda tertentu pada tubuhnya?"
Sim Kui Hwa mengingat-ingat.
"Aku hanya melihat sepintas, lalu tak mampu menggerakkan leherku. Dia seorang laki-laki berusia kurang lebih empat puluh tahun, wajahnya tampan akan tetapi kewanitaan, senyumnya menyeringai mengerikan, matanya seperti mata wanita genit... dan eh, ya, pada bajunya di bagian dada ada gambar setangkai bunga teratai putih pada dasar warna biru."
"Pek-Lian-Kauw...!"
Seruan ini keluar dari mulut Gan Hok San, Hui Sian Hwesio, dan Cu Sian Hwesio,
"Pek-Lian-Kauw? Apakah itu, Ayah?"
Tanya Li Hong yang sejak tadi hanya mendengarkan saja.
"Nama perkumpulan,"
Gan Hok San menjelaskan kepada puterinya yang selalu ingin tahu itu.
"Para anggautanya memakai gambar bunga teratai putih di baju bagian dadanya."
"Ah, aku ingat sekarang, Ayah!"
Seru Li hong.
"Ketika dia menepuk tengkukku, sebelum aku tidak ingat apa-apa lagi, aku melihat dia menyeringai dan ada kilatan kuning pada giginya bagian kanan seperti emas."
"Si Banci Bergigi Emas?"
Gan Hok San berseru heran.
"Kalau benar dia, pantas engkau tidak dapat mengejarnya, Sin Cu. Dia terkenal dengan ginkangnya yang tiada keduanya di dunia kangouw, walaupun ilmu silatnya bukan tidak dapat ditandingi. Akan tetapi kalau benar dia, mengapa dia menculik Hu-ji? Dan mengapa pula dia berpakaian seperti anggauta Pek-Lian-Kauw? Apakah dia telah menjadi anggauta Pek-Lian-Kauw sekarang?"
"Omitohud... kenapa muncul orang-orang aneh melakukan hal-hal aneh pula?"
Kata Hui Sian Hwesio.
"Siapakah Si Banci bergigi Emas itu, Gan-Sute?"
"Sebetulnya dia peranakan Mancu dan namanya terkenal sekali di daerah Tembok besar di utara. Dia dikenal sebagai seorang pencuri ilmu silat yang telah mempelajari banyak macam aliran ilmu silat. Bahkan kabarnya dia menguasai pula beberapa macam ilmu silat Siauw-Lim-Pai aliran utara. Akan tetapi yang paling terkenal adalah ginkangnya yang amat hebat sehingga dia mampu berlari cepat sekali,"
Kata Gan Hok San yang mempunyai pengetahuan luas tentang dunia persilatan pada puluhan tahun yang lalu sampai sekarang.
"Paman, siapakah sesungguhnya Si Banci Bergigi Emas itu dan di mana tempat tinggalnya? Saya segera akan pergi mengejar ke tempat tinggalnya"
Kata Sin Cu.
"Menurut apa yang kudengar, sebetulnya dia adalah seorang Pangeran bangsa Mancu. Karena itu aku merasa heran sekali mendengar dari Hong-ji tadi bahwa dia mengenakan pakaian yang ada gambar lambang Pek-Lian-Kauw. Apa hubungan pihak Mancu dengan Pek-Lian-Kauw? Dan apa pula hubungan, kedua pihak itu dengan Ouw Yang Lee?"
"Omitohud, siapa lagi yang kau sebut itu, Sute?"
Tanya Cu Sian Hwesio yang sejak tadi hanya mendengarkan saja. Gan Hok San menghela napas panjang.
"Dia adalah Majikan Pulau Naga dan dialah orangnya yang memusuhi kami sekeluarga dan yang berniat membunuh kami Suheng (Kakak seperguruan ke dua). Karena itu, saya merasa heran apakah orang Mancu bekerja sama dengan Pek-Lian-Kauw dan bersekutu pula dengan Ouw Yang Lee yang sekarang menjadi pembantu Thaikam Liu Cin? Dan apa pula hubungannya dengan pembunuhan-pembunuhan dan fitnah yang dilemparkan kepada Siauw-Lim-Pai?"
"Omitohud... Semakin rumit dan mencurigakan!"
Kata Hui Sian Hwesio.
"Mengapa begini kebetulan? Bangsa Mancu adalah musuh negara yang merupakan ancaman yang datang dari utara. Pek-Lian-Kauw terkenal sebagai gerombolan pemberontak yang berniat menggulingkan pemerintah. Adapun Thaikam Liu Cin seperti yang telah diketahui semua orang adalah pejabat tinggi yang berkuasa di Istana, yang telah mempengaruhi Sribaginda Kaisar! Tiga pihak itu agaknya memiliki kepentingan yang sama dan kalau benar kecurigaan Pinceng ini, berarti Kerajaan terancam bahaya besar."
"Saya kira pendapat Lo-Cianpwe Hwe Sian Hwesio ini benar sekali, Paman Gan. Agaknya tidak salah lagi bahwa pembunuhan-pembunuhan itu dilakukan komplotan itu untuk menjatuhkan fitnah kepada Siauw-Lim-Pai dengan maksud mengadu domba antara partai pendukung Kerajaan sehingga akan melemahkan Kerajaan Beng. Di balik peristiwa pembunuhan orang-orang Bu-Tong-Pai dan Kong-Thong-Pai dan penculikan terhadap Hui-moi ini tersembunyi rencana yang lebih besar dan penting yang menyangkut keamanan negara."
Can Hok San mengangguk-angguk.
"Walaupun belum ada buktinya bahwa tiga golongan itu bersekutu dan tidak ada buktinya pula bahwa pembunuhan dan penculikan ini ada kaitannya, namun hal itu memang patut dicurigai."
"Saya kira sudah cukup bahan-bahan penyelidikan saya dapatkan dan saya akan pergi sekarang juga untuk mencari Hui-moi,"
Kata Sin Cu sambil bangkit berdiri.
"Saya mohon doa restu dari Paman dan Bibi, juga mohon doa restu dari Lo-Cianpwe di sini."
"Kak Sin Cu, aku ikut!"
Tiba-tiba Li Hong berkata dengan nyaring.
"Akupun harus ikut mencari dan menemukan enci Hui!"
"Hong-ji, jangan kira ini pekerjaan main-main!"
Kata Gan Hok San.
"Kakakmu Sin Cu memikul tugas yang berat dan berbahaya!"
"Ayah, aku dapat membantu Cu-Ko!"
Rengek Li Hong.
"Li Hong, jangan rewel. Apa yang dapat kau lakukan untuk membantu Kakakmu Sin Cu? Pekerjaan ini berbahaya sekali, menghadapi orang-orang jahat yang amat lihai,"
Bujuk Sim Kui Hwa.
"Ibu, aku dapat membantu, aku dapat melawan para penjahat itu, aku dapat menjaga diri!"
Bantah Li Hong sambil berdiri dan mengepal dua tangannya, lagaknya seperti hendak bertanding.
"Omitohud, puterimu ini memiliki semangat besar, Gan-Sute. Kalau mendapat pendidikan yang benar, kelak ia akan dapat mengangkat nama Siauw-Lim-Pai."
"Li Hong, jangan banyak membantah Belum waktunya engkau menghadapi orang-orang jahat. Engkau tinggallah saja bersama Ibumu. Aku memberi tugas kepadamu utuk menjaga keselamatan Ibu. Kakakmu Sin Cu dan aku yang akan pergi mencari Hui-ji. Toa-Suheng dan Ji-Suheng, saya dan Sin Cu akan melakukan penyelidikan ini, mencari Hui-ji dan sekaligus mencari para pembunuh yang menggunakan nama Siauw-Lim-Pai. Saya titip isteri dan anak saya disini agar keselamatan mereka terjamin."
"Baiklah, sute. Di pekarangan depan terdapat pondok untuk para murid yang bertugas jaga. Biar pondok itu dijadikan tempat tinggal sementara isteri dan anakmu sampai engkau kembali ke sini dan berhasil,"
Kata Hui Sian Hwesio. Setelah mempersiapkan pondok jaga itu utuk tempat tinggal sementara isteri dan anaknya, dua hari kemudian Gan Hok San dan Sin Cu meninggalkan Kuil Siauw-Lim-Pai untuk melakukan perjalanan mencari Ouw Yang Hui dan sekalian menyelidiki pembunuhan-pembunuhan yang menggunakan nama Siauw-Lim-Pai itu. Setibanya dikaki pegunungan Sung-San, mereka berhenti untuk berunding.
"Sin Cu, aku kira agar hasil penyelidikan kita, lebih baik, kita berpencar saja. Dengan demikian lebih banyak kemungkinan kita akan menemukan Hui-ji."
"Paman benar. Memang sebaiknya kita berpencar,"
Jawab Sin Cu.
Sepasang Rajah Naga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ada tiga pihak yang patut kita curigai sehubungan dengan penculikan Hui-ji dan pembunuhan-pembunuhan mempergunakan nama Siauw-Lim-Pai itu. Pertama pihak Ouw Yang Lee dan kawan-kawannya yang mungkin sekali melakukan penculikan terhadap Ouw Yang Hui. Ke dua adalah Pek-Lian-Kauw karena Pangeran Yorgi yang berjuluk Si Banci Bergigi Emas itu mengenakan pakaian anggauta Pek-Lian-Kauw. Mencari Pangeran Yorgi tidak mudah karena dia adalah seorang Pangeran Mancu yang tinggal di luar Tembok Besar. Kini tinggal dua pihak yang sebaiknya kita selidiki, yaitu Ouw Yang Lee dan Pek-Lian-Kauw. Aku pernah bertemu dan mengenal ketua Pek-Lian-Kauw, karena itu biarlah aku yang menyelidiki ke sarang Pek-Lian-Kauw sedangkan engkau yang melakukan penyelidikan terhadap Ouw Yang Lee dan kawan-kawannya. Akan tetapi berhati-hatilah, Sin Cu. Selain Ouw Yang Lee itu lihai sekali, juga dia tentu mempunyai banyak kawan yang tinggi ilmu silatnya, Baru. Cui-Beng Kui-Bo itu saja sudah begitu lihai, Kalau dugaan kita benar bahwa Ouw Yang Lee yang menculik Hui-ji, engkau harus berusaha sekuatnya untuk dapat menyelamatkan Hui-ji. Setelah aku melihat keadaan Pek-Lian-Kauw dan menyelidiki di sana, tentu akupun akan segera menyusulmu ke Kotaraja. Mudah-mudahan kita akan berhasil, Sin Cu."
"Baiklah, Paman Gan. Saya akan berusaha sekuat kemampuan saya,"
Kata Sin Cu. Kedua orang itu lalu berpisah. Sin Cu langsung saja pergi menuju ke Kotaraja sedangkan Gan Hok San melakukan perjalanan ke sarang Pek-Lian-Kauw yang berada di sebelah barat Kotaraja.
Ouw Yang Hui tidak mampu bergerak atau bersuara. la merasa tubuhnya lunglai, lemas dan tidak berdaya berada di atas pundak orang yang memanggul dan melarikannya itu. la masih dapat melihat betapa kekasih hati atau tunangannya, melakukan pengejaran.
Akan tetapi orang yang memanggulnya itu berlari seperti terbang cepatnya dan sebentar saja sudah tiba di dalam hutan lebat. la dibawa lari terus dan ia harus memejamkan matanya karena merasa ngeri melihat tubuhnya meluncur dengan amat cepatnya. Biarpun tubuhnya tidak mampu bergerak dan tidak dapat mengerahkan tenaga, namun dipanggul seperti itu sampai lama, Ouw Yang Hui merasa lelah sekali. Akhirnya, setelah orang yang membawanya lari itu merasa bahwa tidak ada orang yang mengejarnya dan mereka sudah tiba jauh sekali dari Pegunungan Sung-San, orang itu menurunkan tubuh Ouw Yang Hui dan membebaskan totokannya. Dengan lemas dan lelah Ouw Yang Hui terkulai dan duduk di atas rumput. Akan tetapi gadis yang lemah lembut ini sama sekali tidak menangis, bahkan ia mengangkat muka memandang kepada penculiknya yang berdiri di depannya.
Laki-laki itu berusia kurang lebih empat puluh tahun. Pakiannya mewah dan dia seorang pesolek. Pada bajunya di bagian dada terdapat lukisan setangkai bunga teratai putih. Pakaiannya dari sutera mahal dan sepatunya baru mengkilap. Lehernya memakai kalung emas yang besar bertaburkan intan permata. Juga rambut yang ditutup topi bulu itu dihias tusuk rambut dari emas permata. Tubuhnya tinggi kurus Wajahnya cukup tampan, akan tetapi kewanita-wanitaan. Bahkan ada bekas bedak dan yanci (pemerah) pada pipi dan Bibirnya. Senyum dan pandang matanya genit. Ada sesuatu yang mengerikan terasa oleh Ouw Yang Hui ketika ia mengamati wajah orang itu. Orang itu memandang wajah Ouw Yang Hui dan sepasang matanya menyinarkan kekaguman.
"Wah, engkau cantik sekali seperti bidadari!"
Akan tetapi Ouw Yang Hui menangkap sesuatu yang aneh dalam pandang mata itu. Bukan kekaguman seperti yang terdapat pada mata pria biasa, kagum dan bergairah. Sama sekali tidak. Akan tetapi dalam pandang mata orang ini terdapat kekaguman yang bercampur iri hati dan kebencian. Akan tetapi, sesuai dengan wataknya yang memang lembut, setelah dapat menggerakkan tubuhnya yang terasa kaku dan dapat bicara, Ouw Yang Hui bangkit berdiri, memandang wajah orang Itu dan bertanya,suaranya lembut.
"Paman, engkau siapakah?"
"Paman? Aku bukan Pamanmu"
Seru orang itu dan Ouw Yang Hui kembali merasa aneh dan ngeri karena suara orang itu tinggi seperti suara wanita! Juga logat bicaranya terdengar asing.
"Aku Pangeran Yorgi, sebut aku Pangeran, bukan Paman. Paman? Huh, engkau menghina, ya?"
Ouw Yang Hui tertegun, merasa seolah berhadapan dengan seorang yang miring otaknya. Akan tetapi ia tahu benar bahwa orang ini lihai sekali sehingga Sin Cu juga tidak mampu mengejarnya. Larinya cepat seperti terbang. Dan melihat pakaian dan perhiasannya yang mewah dan mahal, la percaya bahwa mungkin saja orang ini memang seorang Pangeran, entah bangsa apa karena logat bicaranya jelas menunjukkan bahwa dia seorang asing.
"Baiklah, Pangeran Yorgi dan maafkan karena tadinya aku tidak mengerti. Akan tetapi, engkau seorang Pangeran mengapa menculik aku?"
"Aku mau menculik siapapun, siapa yang dapat melarang dan menghalangi aku?"
"Pangeran, kulihat engkau seorang yang memiliki ilmu silat tinggi. Sepatutnya engkau mempergunakan ilmu yang kau miliki itu untuk melakukan kebaikan di dunia ini, menolong orang dan menentang kejahatan. Akan tetapi mengapa engkau malah menculik aku? Di mana kegagahanmu?"
Ouw Yang Hui mencela dengan ucapan yang lembut.
"Hi-hi-hik! Justeru menculikmu inilah perbuatan yang gagah berani, tanda bahwa aku seorang yang gagah perkasa dan tanpa tanding! Menculik gadis yang dilindungi oleh Pendekar Gan Hok San, di depan para pimpinan Siauw-Lim-Pai, tokoh-tokoh Bu-Tong-Pai dan Kong-Thong-Pai! Hi-hik, perbuatanku ini akan menggegerkan dunia kang-ouw!"
"Akan tetapi, Pangeran. Apa yang akan kau lakukan terhadap diriku?"
Pangeran Yorgi mengamati wajah gadis yang jelita itu.
"Apa yang akan kulakukan? Hi-hi-hik, aku akan membiarkan engkau diperebutkan banyak laki-laki, dicabik-cabik! Aku ingin melihat engkau tersiksa, menangis dan meraung, menyesal bahwa engkau telah dilahirkan di dunia ini, hi-hik..!"
Ouw Yang Hui mengerutkan alisnya yang kecil hitam melengkung indah.
"Akan tetapi, mengapa engkau begitu kejam terhadap diriku? Apa kesalahanku kepadamu, Pangeran Yorgi?"
"Kesalahanmu? Engkau terlalu cantik jelita! Engkau membuat aku kelihatan buruk! Karena itu engkau harus hancur, agar engkau menjadi jelek dan tidak ada orang menyenangimu!"
Ouw Yang Hui menjadi semakin ngeri, makin kuat dugaannya bahwa ia berhadapan dengan seorang gila. Seorang gila yang amat lihai! la hendak bicara lagi untuk menyadarkan orang itu, akan tetapi baru saja ia membuka bibir hendak bicara, Pangeran itu sudah membentaknya.
"Cukup, jangan bicara lagi, cerewet amat sih! Aku lelah dan mengantuk, hendak tidur sebentar!"
Setelah berkata demikian, Pangeran Yorgi duduk bersandar kepada sebatang pohon, melenggut dan sebentar saja dia sudah mendengkur!
Melihat-ini, Ouw Yang Hui lalu bergerak perlahan, melangkah dengan hati-hati agar jangan membuat suara, meninggalkan tempat itu. Berkali-kali ia menoleh dan hatinya lega melihat penculiknya itu masih mendengkur. Setelah cukup jauh, ia lalu berlari. la berlari sekuat tenaga dan secepatnya. la harus dapat melarikan diri dari orang gila yang amat lihai dan berbahaya itu. Ouw Yang Hui bukan tidak tahu bahwa di hutan besar seperti itu tentu terdapat banyak binatang buas. Akan tetapi ia akan memilih menjadi korban binatang buas dari pada terjatuh kembali ke tangan orang gila itu. la ngeri membayangkan betapa orang gila itu akan melampiaskan kepuasan hatinya melihat ia tersiksa. la membayangkan bahwa di tangan orang gila Itu, ia akan mengalami penderitaan yang lebih mengerikan dari pada maut.
Dengan napas terengah-engah Ouw Yang Hui berlari terus sampai akhirnya ia terpaksa berhenti karena, di depannya menghadang sebuah jurang yang menganga lebar dan dalam. la mengambil jalan ke kiri, melalui sebuah padang rumput yang tebal. Akan tetapi tiba-tiba ia tersentak kaget sekali, matanya terbelalak, wajahnya pucat dan napasnya terhenti seolah lehernya tercekik karena dari balik semak belukar berlompatan tujuh orang laki-laki yang kasar dan bengis. Mereka berusia antara tiga puluh sampai empat puluh tahun, pakaian mereka kumal. Tubuh mereka kotor dan wajah mereka yang penuh kumis dan jenggot itu menyeringai seperti muka-muka binatang buas. Sambil terkekeh dan gembira sekali mereka berlompatan mengepung Ouw Yang Hui, memandang gadis itu dengan mata merah dan mulut berliur, pandang mata mereka seolah hendak menelan bulat-bulat gadis yang jelita itu.
"Waduh, ada bidadari...!
"Wah, cantiknya!"
"Biarkan aku memeluknya!"
"Aku dulu!"
"Tidak, aku dulu!"
Mereka berteriak-teriak dan mengepung semakin ketat. Seorang dari mereka yang bertubuh paling tinggi besar, mukanya penuh brewok sehingga muka itu seperti seekor orang hutan, menggereng dan berseru nyaring.
"Mundur kalian semua! Yang ini untuk aku dulu. Biarkan aku menangkapnya sendiri!"
Mendengar seruan yang disertai geraman marah itu, enam orang yang lain terpaksa mundur sambil sambil bersungut-sungut. Sikap mereka seperti segerombolan anjing yang hendak memperebutkan tulang. Ouw Yang Hui hampir pingsan saking ngerinya. Akan tetapi ia teringat bahwa dirinya terancam bahaya dan bahwa ia harus mempertahankan diri sekuat mungkin. Tekad ini mendatangkan semangat. Ia memang belum mempelajari ilmu silat untuk berkelahi, akan tetapi setidaknya ia pernah digembleng dasar-dasar ilmu silat ketika masih tinggal di Pulau Naga, kemudian bahkan ia dilatih ilmu langkah ajaib Chit-Seng Sin-Po oleh Sin Cu. Ilmu ini cukup baginya untuk, menghindarkan diri dari gangguan orang. Raksasa kumal yang menjadi pemimpin gerombolan itu menyeringai.
"Marilah, manis. Mari kupeluk dan kupondong!"
Dia lalu maju menubruk untuk merangkul gadis yang cantik jelita itu. Akan tetapi dia terkejut karena tubrukannya mengenai tempat yang kosong dan gadis itu sudah mengelak dengan gerakan kaki aneh.
Tubrukannya yang luput tentu saja memancing tawa teman-temannya. Si brewok menjadi penasaran, akan tetapi dia masih tertawa-tawa, gembira, merasa seperti seekor harimau yang bermain-main dengan seekor domba muda sebelum merobek-robek kulit dagingnya dan melahapnya. Dia menubruk lagi. Ouw Yang Hui menghindar lagi dengan langkahnya yang membuat tubuhnya menggeliat dan luput dari terkaman kepala gerombolan itu. Penjahat itu menjadi semakin penasaran dan kini dia nempercepat gerakannya. Namun, sampai lima kali dia menerkam, tetap saja terkamannya tidak mengenai sasaran. Ouw Yang Hui maklum bahwa mengelak terus tidak akan dapat membebaskannya dari ancaman, maka setelah mengelak sekali lagi dengan langkah lebar ke samping, ia lalu melarikan diri secepatnya!
Tujuh orang itu sambil tertawa-tawa dan berteriak-teriak melakukan pengejaran seperti segerombolan srigala mempermainkan seekor domba. Ouw Yang Hui berlari secepatnya. Namun karena padang rumput itu penuh rumput gemuk yang setinggi lutut, kedua kakinya terbelit-belit rumput dan akhirnya iapun terguling jatuh. Melihat gadis itu terpelanting dan jatuh di antara rumput hijau yang tebal, tujuh orang itu saling berebut menubruk. Mereka tidak memperdulikan lagi pimpinan mereka dan tangan-tangan. kasar itu menjangkau ke arah tubuh Ouw Yang Hui. Gadis itu merasa ngeri dan takut, menjerit-jerit ketika tangan-tangan itu menyentuh tubuhnya. Sementara itu, di balik sebuah semak, Pangeran Yorgi berjongkok dan mengintai. la menyeringai girang melihat betapa gadis itu dikeroyok tangan-tangan kasar itu. Matanya bersinar-sinar penuh gairah ketika tangan-tangan itu berebutan.
"Tolooonggg...!"
Baju Ouw Yang Hui tertarik robek sehingga tampak pundak kiri berikut lengan kirinya yang berkulit putih mulus, juga celananya robek sehingga memperlihatkan paha dan betis kaki kanannya. Akan tetapi tujuh orang itu malah tertawa-tawa senang melihat gadis itu meronta dan menggeliat, bahkan jeritan itu terdengar menyenangkan sekali hati mereka yang sudah dipenuhi nafsu rendah. Kini keadaan Ouw Yang Hui sudah gawat sekali. Tangan-tangan itu sudah siap menelanjangi dan mereka agaknya akan berebutan untuk memperkosanya. Melihat ini, tiba-tiba Pangeran Yorgi melompat. Gerakannya seperti seekor burung terbang saja. Tahu-tahu dia sudah berada dekat tempat di mana Ouw Yang Hui dikeroyok tangan-tangan kotor itu.
"Mundur Kalian anjing-anjing busuk mundur...! Gadis itu adalah milikku dan tanpa seijinku, siapapun juga dilarang menyentuhnya!"
Suaranya tinggi melengking. Mendengar teriakan seperti wanita itu tujuh orang yang sedang berusaha keras menelanjangi Ouw Yang Hui yang meronta-ronta dan mempertahankan diri, terkejut dan mereka cepat menengok, mengira akan melihat seorang wanita cantik lainnya. Akan tetapi ketika mereka melihat bahwa yang membentak itu seorang laki-laki tinggi kurus dan tampaknya lemah saja, mereka menjadi marah. Mereka mendengus dan berlompatan berdiri menghadapi Pangeran Yorgi seperti segerombolan anjing yang memperebutkan tulang diganggu. Kepala gerombolan itu dengan mata merah dan muka membayangkan kebuasan, dengan kedua tangan dikepal menjadi tinju-tinju yang besar dan Kokoh kuat, melangkah maju dan membentak.
"Dari mana datangnya seekor cacing tanah yang berani mengganggu kesenangan kami? Apa engkau sudah bosan hidup?"
"Hi-hik, bukan aku yang bosan hidup, melainkan kalian bertujuh yang sudah menjadi calon bangkai!"
Sementara itu, Ouw Yang Hui sudah bangkit, mencoba dengan kedua tangan untuk menutupkan baju dan celananya agar pundak dan pahanya tidak tampak. la mundur dan memandang dengan muka pucat. Tubuhnya yang berkulit halus lembut itu merasa nyeri semua bekas jamahan dan remasan tangan-tangan kotor tadi, la memandang bingung. Terhadap Pangeran aneh itu ia merasa ngeri, akan tetapi menghadapi tujuh orang kasar dan hina itu iapun merasa takut sekali. Mendengar ucapan Pangeran Yorgi, raksasa brewok itu menjadi marah. Dia adalah pemimpin gerombolan liar yang kasar dan tanpa memperdulikan tata cara di dunia kangouw, dia sudah mencabut golok besarnya, siap untuk membunuh lawan yang tampak kurus dan tidak bersenjata itu.
"Jahanam, hayo cepat katakan namamu sebelum engkau menjadi mayat tanpa nama!"
Bentak penimpin gerombolan.
"Hi-hi-hik! Namaku...? Namaku adalan Pembunuh Tujuh Ekor Anjing Busuk!"
Tentu saja kepala gerombolan itu marah sekali karena jelas bahwa mereka bertujuh yang dimaki. Maka diapun mengayun golok besarnya, membacok ke arah kepala Pangeran Yorgi dengan sekuat tenaga, agaknya dia ingin membelah kepala itu dengan satu kali bacokan.
"Singggg...!"
Dengan sedikit miringkan kepalanya, Pangeran Yorgi sudah dapat mengelak dan golok itu menyambar di samping tubuhnya. Secepat kilat tangan kiri Pangeran Yorgi bergerak, jari telunjuknya menyambar dan menotok ke arah pelipis kanan kepala gerombolan.
"Tukk...! Auugh... tubuh tinggi besar itu terjengkang dan terbanting roboh, goloknya terlepas dan diapun tidak berkutik lagi karena sudah tewas seketika. Di pelipis kanannya terdapat lubang sebesar jari yang mengeluarkan darah bercampur otak! Enam orang anak buah gerombolan itu menjadi terkejut dan marah sekali. Mereka adalah. orang-orang kasar yang biasanya memaksakan kehendak mereka dan harus dituruti semua kehendak itu, orang-orang yang tidak pernah merasakan apa artinya kekalahan. Selalu menang mengandalkan kekerasan dan pengeroyokan.
Karena itu, melihat tewasnya pimpinan mereka, enam orang itu tidak menyadari bahwa mereka berhadapan dengan seorang lawan yang memiliki kepandaian tinggi, sebaliknya mereka malah menjadi, marah bukan main. Mereka mencabut golok dan menyerbu Pangeran Yorgi sambil berteriak-teriak seperti segerombolan srigala yang menyerang sambil menyalak-nyalak. Diserang oleh enam orang yang mengeroyoknya dengan golok di tangan itu, Pangeran Yorgi malah tertawa dan sekali dia berkelebat, enam orang itu tertegun karena lawan yang mereka keroyok telah menghilang! Demikian cepat gerakan Si Banci Bergigi Emas ini sehingga enam orang itu tidak mampu mengikuti gerakannya dengan pandang mata dan mengira si tinggi kurus itu menghilang. Tahu-tahu, bayangan Pangeran Yorgi berkelebat di belakang mereka, tangannya menyambar-nyambar.
"Plak-plak-plak!"
Tangan Pangeran Yorgi menampar tengkuk para pengeroyoknya dan sekali kena tamparan tangannya, orang-orang itu terpelanting roboh dan tidak mampu bangkit kembali karena kepala mereka retak dan mereka tewas seketika.
Satu demi satu roboh dan Pangeran Yorgi berdiri sambil terkekeh-kekeh melihat tujuh orang itu telah menggeletak, semua tanpa nyawa! Ouw Yang Hui berdiri dengan kedua tangan memegangi baju dan celananya yang robek, mukanya pucat dan hatinya merasa ngeri sekali. Pangeran Yorgi sudah menyelamatkannya dari tangan kotor tujuh, orang itu, akan tetapi hal ini berarti bahwa ia terjatuh lagi ke dalam tangan Pangeran asing yang mengerikan itu. Orang tinggi kurus itu membunuh tujuh orang demikian mudahnya dan kini tertawa-tawa senang! Ketika Pangeran Yorgi mendadak memutar tubuhnya menghadapi Ouw Yang Hui dan menatap matanya, gadis itu bergidik dan merasa betapa tubuhnya menjadi panas dingin, jantungnya berdebar keras penuh ketegangan. Akan tetapi Pangeran itu tertawa.
"Hi-hi-hik, senang sekali melihat engkau dijadikan rebutan tadi. Sungguh merupakarn pemandangan yang menarik, sekali. Sayang, terpaksa kuhentikan pertunjukan yang menggairahkan itu karena aku tidak ingin menyerahkan engkau dalam keadaan rusak, heh-heh-heh!"
Ouw Yang Hui bergidik.
"Menyerahkan aku kepada siapa?"
"Kepada siapa saja yang kukehendaki. Hayo jalan ikut aku."
"Tidak, aku tidak sudi, biar kau bunuhpun aku tidak sudi!"
Kata Ouw Yang Hui yang timbul keberaniannya karena jika ia ikut orang aneh ini, tentu ia akan menghadapi penderitaan hebat.
"Heh-heh, tidak mau biarpun aku membunuhmu? Enak saja dIbunuh. Kalau engkau kubunuh, aku mendapatkan apa? Akan tetapi kalau engkau tidak mau ikut, akan kutinggalkan di sini. Biar nanti muncul puluhan orang seperti mereka ini dan engkau akan dicabik-cabik seperti seekor domba dijadikan rebutan puluhan ekor srigala. Nah, selamat tinggal!"
Pangeran Yorgi membalikkan tubuh dan pergi dari situ. Ouw Yang Hui terbelalak mendengarkan ucapan itu. Membayangkan betapa dirinya ditangkap oleh orang-orang seperti tujuh orang yang telah mati itu, dia bergidik dan menggigil.
"Tunggu, Pangeran...!"
Teriaknya. Pangeran Yorgi berhenti melangkah, menoleh dan menyeringai. Maksudnya hendak tersenyum manis dan memang wajahnya cukup manis, akan tetapi ketika menyeringai itu, bagi Ouw Yang Hui tampak mengerikan dan menjijikkan, seperti melihat orang gila tersenyum.
"Mau ikut juga? Cepatan!"
Katanya.
"Akan tetapi aku tidak dapat berjalan cepat, Pangeran, Pakaianku ini membuat aku tidak leluasa berjalan,"
Kata Ouw Yang Hui sambil kedua tangannya memegangi bagian baju dan celana yang terobek lebar.
"Ahh, anjing-anjing busuk itu!"
Pangeran Yorgi memaki, lalu dia mengambil seperangkat pakaian dari buntalan pakaiannya dan menyerahkannya kepada Ouw Yang Hui.
"Cepat pakai ini untuk menutupi pakaianmu yang robek!"
Perintahnya dengan sikap tak sabar.
Ouw Yang Hui menerima pakaian serba kuning itu. Tentu saja ia tidak mau berganti pakaian di depan orang itu, Baju dan celana kuning itu terlalu panjang dan besar baginya. Maka iapun lalu mengenakan pakaian itu di luar pakaiannya sendiri yang robek. Tentu saja kebesaran dan kepanjangan sehingga kedodoran, akan tetapi ia tidak perduli karena setidaknya pakaian serba kuning itu dapat menutupi pundak dan pahanya. Dalam keadaan seperti itu, mana ada ingatan untuk berdandan dengan baik?
"Hayo kita pergi!"
Pangeran Yorgi kembali memerintah dan Ouw Yang Hui melangkah dan mengikuti orang itu dan menenangkan hatinya. la teringat akan pelajaran dalam kitab-kitab kuno yang pernah dibacanya bahwa dalam keadaan di mana usaha tenaga dan pikiran kita tidak berdaya lagi, maka jalan terbaik hanyalah menyerahkan diri dengan segala kepasrahan kepada Thian. Tuhan adalah penentu hidup dan matinya, maka setelah segala usaha sendiri tidak menolong, maka terserahlah kepada Tuhan apa yang akan terjadi pada dirinya. Dengan kepasrahan ini hilanglah semua rasa ngeri dan takutnya dan hati akal pikirannya menjadi tenang.
Di sebelah barat kota Pao-ting, di bagian dalam Tembok Besar, di antara pegunungan yang berbukit-bukit, terdapat sebuah perkampungan yang terpencil di lereng bukit, jauh dari pedusunan dan tempat ini tidak mudah dikunjungi orang. Bahkan jarang ada orang tahu atau mengenal perkampungan ini. Di situlah sebuah cabang Pek-Lian-Kauw yang besar berada. Pek-Lian-Kauw (Agama Teratai Putih) adalah sebuah perkumpulan rahasia yang sebetulnya bukan perkumpulan agama biasa, melainkan sebuah perkumpulan yang memberontak dan tidak suka kepada pemerintah Kerajaan Beng. Agamanya sendiri lebih merupakan kebatinan yang mempelajari tentang ilmu sihir. Pusat Pek-Lian-Kauw tidak diketahui orang karena selalu dikejar-kejar pemerintah dan selalu berpindah-pindah.
Yang kadang diketahui orang adalah cabang-cabangnya. Inipun seringkali berpindah tempat. Akan tetapi cabang yang berada di sebelah barat kota Pao-ting itu merupakan cabang besar, yang hanya diketahui orang-orang kangouw. Pada suatu hari, tampak seorang laki laki gagah perkasa berusia lima puluh tahun lebih, berjalan mendaki lereng, keluar masuk hutan. Dia melangkah dengan tegapnya dan seorang diri saja. Sebatang pedang di punggung dan sikapnya yang gagah membuat orang mudah menduganya bahwa dia tentu seorang pendekar atau setidaknya seorang ahli silat. Kalau bukan seorang gagah perkasa, tentu tidak akan berani mengunjungi tempat yang terkenal angker itu. Bahkan para pemburu yang gagah berani sekalipun tidak berani berburu binatang di wilAyah yang dikuasai oleh cabang Pek-Lian-Kauw itu.
Laki-laki gagah perkasa itu adalah Gan Hok San, pendekar Siauw-Lim-Pai yang terkenal di dunia persilatan. Seperti kita ketahui, Gan Hok San bersama Wong Sin Cu mencari Ouw Yang Hui yang dilarikan penculik. Dalam usaha pencarian mereka, kedua orang ini berpencar dan membagi tugas. Karena mereka melihat ada dua kemungkinan yang melakukan penculikan, yaitu Ouw Yang Lee atau pihak Pek-Lian-Kauw, maka Wong Sin Cu bertugas menyelidiki Ouw Yang Lee dan kawan-kawannya di Kotaraja sedangkan Gan Hok San melakukan perjalanan ke cabang Pek-Lian-Kauw di perbukitan itu. pagi yang cerah itu Gan Hok San sudah mendaki bukit, keluar masuk hutan menuju ke perkampungan yang dikenal sebagai daerah gawat, berbahaya dan terlarang bagi orang luar itu.
(Lanjut ke Jilid 21)
Sepasang Rajah Naga (Cerita Lepas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 21
Jauh sebelum dia tiba diperkampungan, masih kurang dua mil, lagi, tiba-tiba bermunculan belasan orang dari kanan-kiri. Mereka adalah anak buah Pek-Lian-Kauw yang kesemuanya berpakaian sebagai petani. Akan tetapi Gan Hok San dapat mengenal mereka sebagai orang-orang Pek-Lian-Kauw dari gerakan mereka yang tangkas, bukan seperti petani biasa dan dia maklum bahwa di belakang baju itu tentu terdapat baju yang di bagian dadanya bergambar setangkai bunga teratai putih. Diapun tidak heran melihat kemunculan dua belas orang itu karena dia maklum bahwa Pek-Lian-Kauw adalah sebuah perkumpulan yang cukup kuat, terdiri dari orang-orang yang biasa berperang, maka penjagaan tempat itu tentu kuat sekali. Gan Hok San mengangkat kedua tangan di depan dada. Sebagai seorang yang berpengalaman luas di dunia kang-ouw, dia tahu bagaimana harus bersikap.
"Saudara-saudara, aku bukanlah musuh Pek-Lian-Kauw dan kedatanganku ini tidak mengandung niat buruk, melainkan hendak bertemu dan bicara dengan Bhong-Pangcu (Ketua Bhong)."
Dua belas orang itu saling pandang dan seorang di antara mereka yang berusia kurang lebih empat puluh tahun dan memelihara jenggot tipis, melangkah maju dan membalas penghormatan itu dengan merangkap kedua tangan di depan dadanya.
"Siapakah nama anda dan dari mana anda datang?"
"Perkenalkan, namaku adalah Gan Hok San dan aku datang dari Kuil Siauw-Lim-Si di Sung-San."
Kepala regu itu mengangguk-angguk.
"Hemm, kiranya Gan-Taihiap (Pendekar besar Gan) dari Siauw-Lim-Pai. Kami telah mengenal nama anda. Akan tetapi karena kami hanyalah anggauta, kami harus tunduk akan peraturan yang telah ditentukan bagi siapa saja yang hendak bertemu dan bicara dengan Pangcu (Ketua)."
Gan Hok San tersenyum maklum. Belasan tahun yang lalu pernah dia berhadapan dengan peraturan itu ketika ingin berkunjung kepada ketua Pek-Lian-Kauw.
"Engkau maksudkan harus dapat melalui Pek-Lian Kiam-Tin (Barisan Pedang Teratai Putih) tiga lapis yang terdiri dari masing-masing empat orang itu? Kalian terdiri dari dua belas orang, tentu dapat membentuk Pek-Lian Kiam-Tin dan aku harus dapat melewatinya?"
Dua belas orang itu mengangguk-angguk.
"Baik sekali kalau Gan-Taihiap sudah mengetahui akan peraturan yang harus kami taati itu,"
Kata pimpinan mereka dan begitu dia menggerakkan tangan, mereka semua telah mencabut sebatang pedang yang tadi disembunyikan di bawah jubah mereka. Secara otomatis dan teratur sekali, mereka bergerak dan telah membentuk tiga lapis barisan pedang terdiri dari masing-masing empat orang. Empat orang dari lapis pertama menghadapi Gan Hok San dengan membentuk setengah lingkaran, dua di depan dan dua di kanan-kiri pendekar itu.
"Silahkan, Gan-Taihiap!"
Kata pemimpin regu itu. Gan Hok San pernah berhadapan dengan Pek-Lian Kiam-Tin. Dia tahu betapa tangguhnya barisan pedang ini. Belasan tahun yang lalu dia pernah mengalahkan barisan ini. Akan tetapi mungkin sekarang baris ini telah memperoleh kemajuan dan menjadi semakin lihai, walaupun dia sendiri tentu saja sudah memperoleh kemajuan pesat di bandingkan belasan tahun yang lalu. Maka diapun tidak bersikap sungkan lagi dan mencabut pedangnya. Dia melintangkan pedangnya di depan dada, melangkah maju menghampiri barisan pertama, mengelebatkan pedangnya dan berseru lantang.
"Lihat pedangku!"
Dia sudah menyerang dengan sambaran pedangnya yang berubah menjadi gulungan sinar yang berputar putar. Empat orang anggauta barisan pedang lapis pertama itu serentak menggerakan pedang mereka. Dua orang di depan mengangkat pedang untuk menangkis sambil menyatukan tenaga sedangkan dua yang lain menyerang dari kanan-kiri.
"Trangggggg...!"
Dua batang pedang menangkis pedang Gan Hok San terpental dan pendekar itu dengan cepat memutar tubuhnya mengelak dari, pedang yang menyerang dari kiri, kaki kanannya mencuat dan menendang pedang yang menyambar dari kanan. Kemudian dia memainkan pedangnya dengan hebat. Pedangnya berkelebatan membentuk gulungan sinar yang menyambut pengeroyokan empat pedang lawan.
Pendekar itu memainkan ilmu pedang Pek Ho Sin Kiam-Sut (Ilmu Pedang Sakti Bangau Putih). Gerakannya selain cepat sekali, juga amat kuat. Tenaga sinkang pendekar ini terlampau kuat bagi empat orang dari barisan pedang lapis pertama itu sehingga mereka terdesak hebat dan Gan Hok San yang mempergunakan kesempatan baik selagi keempat orang terhuyung ke belakang, dia melompat ke depan dan dia sudah mampu melewati barisan pertama. Barisan lapis ke dua menyambutnya. akan tetapi kekuatan inti Pek-Lian Sin-Kiam ini terletak pada lapisan pertama di mana kepala regu itu menjadi anggauta barisan. Tanpa banyak kesulitan Gan Hok San mampu melewati barisan kedua dan ketiga sehingga dia dapat lolos dari dua belas orang yang membentuk tiga lapis Pek-Lian Kiam-Tin itu. Setelah melewati mereka, Gan Hok San cepat menyimpan pedangnya dan menjura kepada mereka.
"Maafkan kelancanganku!"
Dua belas orang anggauta Pek-Lian-Kauw itu menjadi kagum. Tidak banyak orang dapat melewati barisan pedang mereka dan andaikata ada yang mampu, tentu orang itu setidaknya akan menggunakan kekerasan sehingga beberapa orang diantara mereka akan terluka. Akan tetapi pendekar Siauw-Lim-Pai ini dapat melewati barisan tanpa melukai mereka seorangpun. Semua itu masih ditambah lagi dengan permintaan maaf. Sungguh seorang pendekar yang patut dihormati. Pimpinan regu yang berjenggot tipis itu maju memberi hormat dan berkata,
"Gan Taihiap, kami mengaku kalah. Mari kami antar Taihiap untuk menghadap Pangcu."
"Terima kasih, sobat."
Gan Hok San lalu dipersilakan berjalan di depan sedangkan dua belas orang anggauta Pek-Lian-Kauw itu membentuk barisan mengawalnya dari belakang. Biarpun berjalan, di depan, Gan Hok San tidak menjadi bingung karena belas?n tahun yang lalu dia pernah memasuki perkampungan ini dan dia masih ingat di mana letaknya bangunan induk, tempat tinggal para pimpinan Pek-Lian-Kauw.
Perkampungan itu terdiri dari rumah-rumah sederhana terbuat dari kayu dan bambu. Memang bangunan-bangunan itu merupakan bangun-bangunan darurat karena sewaktu-waktu mungkin saja mereka harus berpindah tempat karena penyerbuan pasukan pemerintah. Bangunan induk itupun sederhana sekali, walaupun lebih besar dari bangunan lain yang berada di situ. Dua orang pemimpin Pek-Lian-Kauw menyambut kunjungan Gan Hok San di ruangan tamu. Ketua cabang Pek-Lian-Kauw di situ bernama Bhong Khi, berusia lima puluh tahun. Tubuhnya tegap dan mukanya yang tidak memelihara kumis atau jenggot itu masih tampan dan gagah. Sikapnya halus dan dia seorang yang amat cerdik, juga lihai ilmu silatnya dan menguasai ilmu sihir.
Adapun orang kedua adalah wakil ketua, bernama Coa Leng, berusia empat puluh lima tahun. Coa Leng ini bertubuh tinggi besar, mukanya penuh brewok dan sikapnya kasar dan bengis. Dia terkenal sebagai seorang yang memiliki tenaga raksasa dan seperti juga para pimpinan Pek-Lian-Kauw lainnya, Coa Leng menguasai ilmu sihir. Bhong Khi atau Bhong-Pangcu (ketua Bhong) yang pernah bertemu dengan Gan Hok San segera bangkit berdiri ketika mengenal pendekar itu memasuki ruangan dikawal oleh dua belas orang anak buahnya. Dia sudah tahu apa artinya kunjungan ini. Tentu pendekar Siauw-Lim-Pai itu sudah mengalahkan tiga lapis Pek-Lian Kiam-Tin. Kalau tidak begitu, tentu pendekar itu tidak akan dapat memasuki perkampungan. Melihat Bhong Khi bangkit sambil memberi hormat, Gan Hok San juga memberi hormat dan berkata,
"Bhong-Pangcu, apa kabar? Sudah lama sekali kita tidak pernah saling jumpa."
"Aha, bukankah anda ini pendekar Gan Hok San? Apakah yang dapat kami lakukan untuk anda, maka jauh-jauh anda memberi kehormatan dengan kunjungan ini? Mari silakan duduk, Gan-Taihiap!"
Bhong Khi memang terkenal ramah dan manis budi dan hal ini menunjukkan bahwa dia seorang yang cerdik sekali. Orang tidak dapat menjajaki apa yang terkandung di balik senyuman dan keramah tamahan ini. Akan tetapi Gan Hok San sudah mengenal orang ini dan tahu benar bahwa dia berhadapan dengan seorang yang cerdik, licik dan berbahaya sekali. Akan tetapi diapun tahu bahwa Bhong Khi memiliki keangkuhan sebagai orang yang menjunjung tinggi kegagahan, karena itulah maka dia berani memasuki guha harimau ini. Setelah duduk, Bhong Khi berkata,
"Gan-Taihiap, perkenalkan saudara ini adalah Coa Leng, wakil ketua di sini dan merupakan pembantu utama kami."
Gan Hok San bangkit lagi dan memberi hormat yang dibalas oleh Coa Leng sambil duduk saja! Sikap ini menunjukkan betapa wakil ketua ini adalah seorang yang kasar dan tidak pandai bersopan-sopan, tidak seperti ketuanya. Setelah duduk kembali Gan Hok San berkata dengan suara tenang dan bersungguh-sungguh.
"Bhong-Pangcu dan Coa-Pangcu, kunjunganku ini harap tidak mengganggu kesIbukan ji-wi Pangcu (Ketua berdua). Aku terpaksa datang berkunjung karena membawa urusan yang teramat penting, juga amat mendesak bagiku. Aku akan bicara singkat saja. Ji-wi Pangcu, puteriku, seorang gadis bernama... Gan Hui, telah diculik orang. Dia tidak mau menyebut nama anak tirinya dengan she (marga) Ouw Yang karena hal ini tentu akan menimbulkan banyak kecurigaan dan pertanyataan bagaimana puterinya ber marga Ouw Yang, maka dia mengganti marga puteri tirinya itu, dengan marga Gan. Dua orang pimpinan Pek-Lian-Kauw itu sejenak saling pandang, kemudian Bhoi Khi sambil tersenyum ramah bertanya kepada pendekar itu.
"Gan-Taihiap, mengapa engkau menceritakan hal ini kepada kami. Apa hubungannya penculikan atas diri puterimu itu dengan kami?"
"Maaf, Bhong-Pangcu. Sebetulnya tidak ingin menuduh Pek-Lian-Kauw, akan tetapi ketahuilah bahwa penculik puteri itu memakai baju yang ada tanda gambar teratai putih seperti yang biasa dipakai para anggauta Pek-Lian-Kauw."
"Orang she Gan! Engkau menuduh Pek-Lian-Kauw yang menculik anakmu?"
Tiba-tiba Coa Leng bangkit berdiri dan membentak marah. Gan Hok San bersikap tenang.
"Aku tidak menuduh, akan tetapi kenyataannya seperti yang kuceritakan tadi dan karena itu aku datang menemui kalian untuk minta penjelasan."
Bhong Khi bangkit berdiri dan mengangkat kedua tangannya.
"Kalian berdua tenanglah dan mari kita bicara dengan baik-baik. Gan-Taihiap, coba ceritakan yang jelas apa yang telah terjadi agar kami dapat mempertimbangkan dan bantu memikirkan."
Sepasang Rajah Naga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Coa Leng duduk kembali akan tetapi alisnya berkerut tanda tidak senang. Gan Hok San bersikap tenang saja dan dia ingin mempergunakan kesempatan ini untuk menyelidiki tentang pembunuhan atas diri murid-murid Bu-Tong-Pai dan Kong-Thong-Pai juga. Maka dia akan menceritakan semua peristiwa yang terjadi di depan Kuil Siauw-Lim-Si di Sung-San.
"Terjadinya beberapa hari yang lalu pekarangan depan Kuil Siauw-Lim-Si Sung-San. Ketika itu aku bersama isteri dan kedua orang anak perempuanku, hendak berkunjung ke Kuil Siauw-Lim-Si bertemu dengan para Suheng, Sute dan para pimpinan Siauw-Lim-Pai. Akan tetapi di pekarangan itu kami melihat rombongan Bu-Tong-Pai dan Kong-Thong-Pai. sedang berbincang-bincang dengan para pimpinan Siauw-Lim-Pai dan terjadi ketegangan-ketegangan."
Gan Hok San berhenti dan mengamati wajah Bhong Khi. Akan tetapi ketua Pek-Lian-Kauw itu masih tersenyum, lalu bertanya dengan pandang mata penuh selidik.
"Apa yang sedang terjadi. Gan-Taihiap? Mengapa ada ketegangan?"
Gan Hok San tidak tahu pasti apakah ketua Pek-Lian-Kauw ini sungguh-sungguh tidak mengerti atau hanya berpura-pura saja. Dia tahu betapa lihai dan liciknya Bhong Khi ini. Dia menghela napas dan melanjutkan.
"Telah terjadi hal-hal yang amat aneh Bhong-Pangcu. Bu-Tong-Pai mengatakan bahwa ada seorang anggauta Bu-Tong-Pai terbunuh dan pembunuhnya mengaku sebagai orang Siauw-Lim-Pai. Juga pihak Kong-Thong-Pai menceritakan bahwa dua orang muridnya terbunuh dan pembunuhnya juga mengaku orang Siauw-Lim-Pai. Mereka menuntut agar Siauw-Lim-Pai menyerahkan pembunuh itu kepada mereka."
"Hemm, menarik sekali!"
Kata Bhong ki.
"Akan tetapi apa hubungannya urusan pembunuhan itu dengan penculikan puterimu, Gan-Taihiap?"
Suling Emas Karya Kho Ping Hoo Pusaka Gua Siluman Karya Kho Ping Hoo Pedang Awan Merah Karya Kho Ping Hoo