Ceritasilat Novel Online

Sepasang Rajah Naga 24


Sepasang Rajah Naga Karya Kho Ping Hoo Bagian 24



Akhirnya mereka tiba di puncak bukit itu. Pada sebuah tanah datar di puncak berdiri kelompok bangunan baru itu, dikitari pagar bambu runcing. Sembilan orang wanita bermunculan di depan pintu gerbang. Mereka terdiri dari wanita berusia antara dua puluh sampai tiga puluh tahun, rata-rata berwajah cantik bertubuh ramping padat dan gerakan mereka gesit sekali. Mereka mengenakan pakaian ringkas berwarna hitam dan di bagian dada yang menonjol itu terdapat gambar bunga teratai putih. Bhong-Kongcu segera menahan dan menghentikan kudanya. Yorgi sudah berdiri pula di samping kuda dan sembilan orang wanita itu dengan gerakan cepat sudah mengepung tiga orang yang baru datang itu. Melihat mereka, Bhong Lam segera melompat turun dari atas kudanya dan dia membantu Ouw Yang Hui untuk turun pula. Kemudian dia berseru dengan lantang.

   "Hemm, apakah Hek I Kiam-Tin (Baris Pedang Baju Hitam) tidak mengenalku? Aku adalah Bhong Lam, putera ketua cabang Pek-Lian-Kauw di daerah Poa-Ting!"

   Dia memperkenalkan diri.

   "Tentu saja kami mengenal Bhong-Kongcu!"

   Jawab seorang di antara mereka.

   "Kami mendapat perintah Niocu untuk menyambut kedatangan Pangeran Yorgi dan Bhong-Kongcu!"

   Mendengar ini Bhong Lam menjadi kagum sekali. Dia tahu bahwa nona Kim Lian atau lebih dikenal dengan sebutan Kim Niocu (Nona Kim) adalah puteri Ketua Umum Pek-Lian-Kauw yang selain cantik jelita seperti dewi juga memiliki ilmu kepandaian silat dan sihir yang membuatnya dikenal sebagai seorang gadis sakti. Juga dia sudah tahu bahwa Kim Niocu itu memiliki tiga regu pasukan inti yang istimewa. Pasukan itu terdiri dari tiga regu.

   Yang pertama regu Hek I Kiam-Tin terdiri dari sembilan orang wanita berpakaian serba hitam dan mereka ini dapat membentuk sebuah Kiam-Tin (Barisan Pedang) yang lihai dan tangguh sekali, Regu kedua terdiri dari sembilan orang wanita berpakaian merah yang disebut Ang I Tok-Tin (Barisan Beracun Baju Merah). Kalau Hek I Kiam-Tin amat lihai membentuk barisan pedang dan rata-rata merupakan ahli pedang yang lihai, barisan pakaian merah ini lihai dan berbahaya sekali karena mereka ahli racun yang dapat menyerang musuh dengan senjata-senjata beracun. Regu ke tiga adalah Pek I Hoat-Tin (Barisan Sihir Baju Putih), terdiri dari sembilan orang wanita berpakaian putih yang mengandalkan keahlian mereka menggunakan sihir untuk mengalahkan musuh. Mereka semua, ketiga regu ini, memakai tanda gambar teratai putih di dada mereka. Yang berpakaian putih, tanda gambarnya dilingkari warna biru.

   "Ah, betapa hebatnya Kim Niocu Pandai sekali, sudah mengetahui kedatanganku, pada hal selamanya aku hanya baru mendengar namanya, belum pernah bertemu muka. Bagaimana mungkin sudah mengetahui akan kedatanganku?"

   "Tidak ada yang tidak mungkin bagi Niocu kami!"

   Kata pemimpin Hek I Kiam-Tin itu dengan nada suara bangga.

   "Marilah, Bhong-Kongcu, Pangeran Yorgi dan engkau, nona Ouw Yang Hui, silakan mengikuti kami. Niocu sudah menanti kalian di pondok taman."

   Ouw Yang Hui mengerutkan alisnya. diapun ikut merasa heran. Siapakah Kim Niocu itu dan bagaimana ia dapat mengenal namanya?

   "Nona kalian juga mengenal aku?"

   Tanyanya heran. Pangeran Yorgi tertawa dan dia mendahului kepala regu Hek I Kiam-Tin menjawab.

   "Hi-hik, tentu saja Kim Niocu mengenalmu, la yang mengutus aku untuk membawamu kepadanya!"

   Jawaban ini membuat Ouw Yang Hui ingin sekali bertemu dengan orang yang disebut Kim Niocu itu. la berjalan bersama Bhong Lam dan Yorgi mengikuti tiga orang angauta Hek I Kiam-Tin yang berjalan di depan sedangkan enam orang lagi berjalan di belakang, memasuki pintu gerbang perumahan itu. Pasukan kecil itu membawa mereka ke rumah induk, akan tetapi pintu rumah itu tertutup dan pasukan itu membawa mereka mengambil jalan di samping bangunan yang menembus ke sebuah taman bunga yang terawat dan indah, taman yang menembus sampai ke belakang bangunan.

   Begitu memasuki taman, mereka disambut oleh sembilan orang wanita yang usianya juga antara dua puluh sampai tiga puluh tahun. Pakaian mereka serba merah, bahkan tangan dan muka mereka yang rata-rata cantik itu berwarna kemerahan yang tidak wajar. Tahulah Bhong Lam bahwa inilah pasukan Ang I Tok-Tin dan sembilan wanita itu adalah ahli-ahli racun, bahkan tubuh mereka agaknya juga mengandung racun merah. Masing-masing mempunyai sebatang pedang di punggung, dan di antara mereka ada yang membawa kantung senjata rahasia, ada yang membawa gendewa dan anak panah di punggung, dan ada pula yang membawa benda-benda bulat sebesar kepalan tangan, yaitu alat-alat peledak yang mengandung asap beracun! Pasukan ini tampak menyeramkan sekali.

   Kepala pasukan Hek I Kiam-Tin menyerahkan tiga orang itu kepada kepala pasukan Ang I Tok-Tin. Kepala Ang I Tok-Tin yang berwajah cantik tersenyum dan mengangguk kepada mereka bertiga. Pangeran Yorgi, Bhong-Kongcu dan nona Ouw Yang Hui, silakan!"

   Seperti tadi, tiga orang nona baju merah berjalan di depan dan enam orang yang lain berjalan di belakang. Pasukan Hek I Kiam-Tin segera kembali keluar setelah menyerahkan tiga orang tamu itu kepada Ang I Tok-Tin. Ketika mereka melewati bagian taman yang ditumbuhi bermacam bunga yang beraneka warna dan macam, tercium bau aneh, ada yang harum sekali, ada yang keras dan ada juga yang bau bangkai. Tanaman bunga-bunga yang aneh bentuk dan baunya ini dilindungi payung-payung lebar. Bhong Lam yang merupakan putera ketua cabang dan dia sendiri sebagai tokoh Pek-Lian-Kauw juga mempelajari tentang bunga-bunga beracun, berseru kagum.

   "Taman SerIbu Bunga Beracun yang lengkap mengagumkan sekali!"

   Regu Ang I Tok-Tin itu hanya tersenyum manis mendengar pujian Bhong-Kongcu ini. Pangeran Yorgi yang tidak tahu tentang kembang-kembang beracun, melihat bunga-bunga berwarna ungu yang indah sekali, mengulurkan tangan hendak memetik setangkai. Dia tertarik oleh keindahan bentuk dan warna bunga, juga tertarik karena bunga itu berbau harum. Setiap orang pasti ingin memetik kalau melihat dan menciumnya,

   "Jangan sentuh, Pangeran!"

   Kata Bhong Lam cepat.

   "Itu Bunga Perawan Maut! Kelihatan cantik berbau harum akan tetapi sekali sentuh dapat mendatangkan maut!"

   Mendengar teriakan ini, Pangeran Yorgi menarik kembali tangannya.

   "Mengerikan!"

   Dia bergidik.

   "Pangeran, bukankah Niocu sudah mengatakan agar engkau jangan sembarangan memetik bunga di taman ini?"

   Kata wanita pemimpin Ang I Tok-Tin itu dengan suara mengandung teguran.

   "Maafkan, aku lupa karena tertarik oleh bunga itu yang seolah menantang untuk dipetik,"

   Kata Pangeran Yorgi.

   "Ha-ha-ha, itulah keistimewaan Bunga Perawan Maut itu, Pangeran,"

   Kata Bhong Lam.

   "Kelihatan cantik menarik dan memikat hati, akan tetapi kalau didekati dapat mematikan!"

   "Heh-heh, seperti perawan cantik. Semua wanita juga begitu. Kelihatan cantik menarik akan tetapi hatinya beracun. Hih, mengerikan!"

   Kata Pangeran Yorgi dan dia bergidik dengan sikap genit sambil mengerling ke arah Ouw Yang Hui dan para wanita berpakaian merah. Ouw Yang Hui tidak perduli, akan tetapi sembilan orang anggauta Ang I Tok-Tin itu mencebikan bibir dan mengerling marah kepada Si Banci Bergigi Emas itu. Kini rombongan ini tiba di luar sebuah pondok bercat merah muda.

   Pondok itu berdiri di tengah kolam ikan yang cukup luas dan banyak teratai putih tumbuh dikolam. Ikan-ikan emas beraneka warna berenang dengan indahnya di dalam air yang jernih. Untuk mencapai pondok orang harus menyeberangi sebuah jembatan mungil berukir yang indah sekali. Regu pengawal baju merah itu berhenti di tepi jembatan dan kini muncullah sembilan orang gadis berpakaian putih di depan pondok. Mereka itu terdiri dari sembilan orang gadis yang masih muda, berusia dari tujuh belas sampai dua puluh tahun, berpakaian serba putih. Inilah Pek I Hoat-Tin (Barisan Sihir baju Putih) yang merupakan pengawal pribadi Kim Niocu! Bhong Lam sudah banyak mendengar tentang tiga regu pengikut Kim Niocu itu, namun belum pernah bertemu dengan mereka. Kepala regu Ang I Tok-Tin memberi hormat ke arah pasukan baju putih itu dan berkata,

   "Kiu-wi Suci (Kesembilan Kakak seperguruan), kami menyerahkan tiga orang tamu untuk Niocu kepada kalian."

   Sungguh mengherankan, pikir Bhong Lam. Sembilan orang gadis berpakaian putih yang yang rata-rata cantik itu masih amat muda, lebih muda dari pada sembilan orang gadis berpakaian merah, namun disebut Suci (Kakak seperguruan). Hal ini menunjukkan bahwa tentu mereka memiliki ilmu kepandaian yang lebih tinggi.

   "Tinggalkan mereka, sumoi. Kami akan membawa mereka menghadap Niocu."

   Jawab pemimpin Pek I Hoat-Tin yang tampak paling cantik di antara mereka.

   Sembilan orang gadis inipun membawa pedang di punggung mereka, dan tangan kiri mereka memegang sebatang hudtim (kebutan pendeta) yang berbulu merah. Regu berpakaian merah itu membungkuk lalu mereka membalikkan tubuh meninggalkan tiga orang tamu itu. Gadis pemimpin Pek I Hoat-Tin itu tampak mengebutkan kebutan merahnya. Terdengar ledakan kecil dan tampak asap putih mengepul menyelimuti sembilan orang gadis itu. Ketika Ouw Yang Hui memandang penuh perhatian, ia melihat betapa sembilan orang gadis berpakaian putih itu seolah menunggang asap yang bergerak menyeberangi jembatan sampai mereka berhenti didepannya. Asap lenyap dan sembilan orang itu berjajar dalam barisan yang rapi, semuanya tersenyum dan tampak seperti sembilan orang bidadari turun dari kahyangan! Saking kagumnya Bhong Lam bertepuk tangan memuji.

   "Hoat-sut (ilmu sihir) yang bagus! Kalian tentu Pek I Hoat-Tin. Hebat sekali!"

   Kata Bhong Lam. Pemimpin regu itu, gadis yang paling cantik, berkata dengan nada menegur.

   "Bhong-Kongcu, semua pujian hanya pantas diberikan kepada Niocu! Kami bukan apa apa."

   "Kalian memang hebat, akan tetapi tentu saja Kim Niocu jauh lebih hebat lagi. ia tiada bandingnya!"

   Kata Bhong Lam yang memang pandai membawa diri. Tiba-tiba terdengar suara yang amat lembut, seperti bisikan, akan tetapi terdengar jelas oleh semua orang seolah olah yang berbisik berada dekat telinga mereka.

   "Pek-Hwa (Bunga Putih), ajak tiga orang tamu itu menghadapku sekarang juga,"

   Kepala regu itu menghadap ke pondok dan berkata hormat,

   "Baik, Niocu, kami melaksanakan perintah."

   Kemudian menoleh kepada tiga orang tamunya.

   "Silakan, sam-wi (kalian bertiga) mengikuti kami!"

   Kembali tiga orang gadis berpakaian putih berjalan di depan sedangkan enam orang yang lain berjalan di belakang dan tiga orang itu dikawal menyeberangi jembatan. Setelah mereka tiba di jembatan, ternyata di balik dinding penyekat itu tampak pondok yang tidak berdinding, merupakan tempat berteduh yang berdiri seperti Pulau kecil di tengah empang atau kolam itu. Tiba-tiba mereka mendengar suara berkentrang-kentringnya Yang-kim (semacam Siter) yang amat merdu.

   Di tengah pondok yang agak tinggi duduk seorang wanita yang memakai pakaian berwarna hijau muda, kepalanya tertutup kerudung sutera putih yang berbentuk seperti sekuntum bunga teratai mekar. Rambutnya yang hitam lebat terurai di belakang pundak, dihias tiara permata berlian, putih berkilauan. Telinga dan lehernya juga terhias anting-anting dan kalung berlian dari emas putih. Dari jauh ia bagaikan setangkai bunga teratai putih mekar di atas daun-daun hijau, tampak begitu indah segar dan cantik. Tubuhnya tinggi langsing dan padat, kulitnya yang tampak, yaitu pada muka, leher dan kedua tangannya, putih mulus dan muka yang dipoles bedak dan gincu tipis itu begitu lembut seperti muka seorang bayi, Rambutnya lebat dan hitam agak berombak, mukanya berbentuk bulat telur dengan dagu meruncing.

   Sepasang matanya yang agak sipit itu kedua ujungnya agak condong ke atas, pandang matanya lembut akan tetapi sinar matanya tajam menusuk, jeli dan jernih bola mata itu. Alisnya kecil hitam melengkung seperti dilukis, dan bulu matanya lentik dan panjang, menimbulkan bayang-bayang hitam pada bawah matanya. Hidungnya kecil mancung dan mulutnya manis sekali. Bibirnya tipis penuh dan merah membasah. Di tepi mulutnya sebelah kiri terhias setitik tahi lalat hitam yang membuat wajah itu menjadi manis dan memiliki daya tarik yang memikat hati. Bhong Lam yang belum pernah bertemu dengan wanita itu, hanya mendengar namanya saja, menjadi bengong, kemudian dia teringat akan sesuatu dan menoleh kepada Ouw Yang Hui yang juga sedang memandang ke arah wanita yang sedang bermain Yang-kim itu.

   Bhong Lam tertegun, pandang matanya berpindah-pindah dari wajah Ouw Yang Hui ke wajah Kim Niocu, wanita itu. Betapa miripnya kedua wajah itu! Bagaikan dua orang gadis kembar! Kalau saja wajah Ouw Yang Hui itu dibersihkan dan dirawat, kalau rambut yang kusut itu dicuci, disisiri dan diatur, pasti wajah gadis itu tiada bedanya dengan wajah Kim Niocu. Mungkin bedanya terletak kepada hiasan alami pada ujung mulut itu. Kalau dikedua ujung mulut Ouw Yang Hui terhias lesung pipit, maka pada ujung mulut Kim Niocu sebelah kiri terdapat setitik tahi lalat. Keduanya sama-sama cantik jelita, sama manis, wajahnya mirip sekali dan bentuk tubuhnya juga sama-sama ramping, lentur dan padat, bagaikan bunga sedang mekar-mekarnya, bagaikan buah sedang ranumnya.

   "Niocu yang mulia, tiga orang tamu sudah datang menghadap!"

   Kata kepala regu Pek I Hoat-Tin dengan sikap hormat. Sementara itu, tiga orang tamu sudah berdiri di tangga pondok. Gadis di atas panggung di pondok itu tetap memainkan dawai-dawai Yang-kim itu perlahan dengan irama lembut dan lambat. Nada-nada yang terdengar satu-satu itu mendatangkan ketenangan dan kedamaian. Tanpa menghentikan permainannya dan tanpa melirik sedikitpun kepada tiga orang tamunya, gadis itu berkata lembut namun mengandung wibawa kuat kepada Pek I Hoat-Tin.

   "Kalian mundurlah dan biarkan kami bicara tanpa gangguan"

   "Baik, Niocu, kami melaksanakan perintah!"

   Kata kepala regu itu dan merekapun mundur dan meninggalkan pondok begitu halusnya seolah-olah mereka tidak melangkah, melainkan terbang melayang pergi. Setelah sembilan orang wanita itu pergi, tiga orang itu termangu-mangu, merasa ditinggalkan dan tidak diperdulikan, Kim Niocu masih saja bermain Yang-kim, seolah tidak memperdulikan atau tidak tahu bahwa tiga orang tamu itu berdiri menghadapinya dan menanti penyambutannya. Atau mungkin seperti yang diduga Bhong Lam, wanita cantik itu agaknya sengaja hendak memamerkan kepandaiannya bermain Yang-kim agar dikagumi tiga orang pendengarnya itu.

   Mereka tidak berani mengganggu dan terpaksa mereka bertiga mendengarkan penuh perhatian, Terutama Ouw Yang Hui. Gadis ini sendiri adalah seorang yang suka bermain Yang-kim, mengenal banyak lagu lagu penting dan mendengar permainan Yang-kim itu ia merasa heran, lagu yang dimainkan wanita cantik itu adalah lagu sedih yang berjudul bintang kesepian, Lagu ini amat populer di Kotaraja, sering dinyanyikan dalam pertunjukan opera yang terkenal. la sendiri hafal akan lagu ini, maka la memperhatikan permainan Yang-kim itu. Akhirnya Kim Niocu mengakhiri permainan Yang-kimnya. la mengangkat muka memandang kepada tiga orang itu. pandang matanya menyinarkan ketajaman dan penuh selidik ke arah Bhong Lam dan Ouw Yang Hui, sedangkan kepada Pangeran Yorgi la hanya memandang sekelebatan saja.

   "Bagaimana pendapat kalian tentang permainan Yang-kim-ku tadi?"

   Tanyanya, suaranya lembut dan merdu, namun mengandung desakan menuntut jawaban.

   "Bagi saya terdengar aneh dan biarpun merdu, saya tidak dapat mengerti, Niocu!"

   Kata Pangeran Yorgi sambil tersenyum genit. Gadis cantik itu menarik napas panjang dan menggerakkan tangan kirinya dengan tak sabar.

   "Engkau bodoh dan tidak mengerti tentang kesenian, akan tetapi engkau jujur, Pangeran Yorgi."

   Kemudian ia memandang kepada Bhong Lam.

   "Bhong-Kongcu, bagaimana pendapatmu?"

   Tanyanya dan Bhong Lam merasa heran bukan main. Baru sekarang dia bertemu dengan gadis puteri ketua umum Pek-Lian-Kauw yang amat terkenal itu, akan tetapi sikap gadis itu seolah-olah sudah mengenalnya benar. Sebagai seorang yang pandai membawa diri, dia tersenyum dan menjawab dengan lembut dan penuh kagum.

   "Apa yang dapat saya katakan, Niocu? Hampir saya tidak dapat berkata-kata. Keindahan permainan Yang-kim-mu merampas semua kata-kata pujian dari mulutku. karena sernua kata pujian masih belum dapat menggambarkan kehebatan permainan Yang-kim-mu tadi. Hebat, indah, merdu seolah suara Yang-kim tadi datang dari atas awan di langit, dimainkan oleh para dewi!"

   Senyum berkembang di mulut yang manis dan menggairahkan itu. Akan tetapi Ouw Yang Hui melihat bahwa senyum itu mengandung ejekan, bukan senyum karena senang atau bangga.

   "Tidak jauh dari pada apa yang ku dengar tentang kamu, Bhong-Kongcu. Engkau tidak mengerti kesenian akan tetapi engkau seorang yang pandai bermuka-muka, pandai mengambil hati dengan sanjung dan pujian kosong."

   Mendengar ini, wajah Bhong-Kongcu berubah kemerahan, akan tetapi dia tidak berani membantah karena sudah mendengar betapa gadis cantik ini kadang dapat bersikap sekejam iblis betina yang tidak mengenal ampun bagi siapa saja yang menimbulkan kemarahan dan kebencian dalam hatinya, Ketika dia memandang dan bertemu pandang dengan Kim Niocu, dia terkejut. Sepasang mata yang jeli dan indah itu seolah menyorotkan hawa panas sehingga dia cepat menundukkan pandang matanya.

   "Dan bagaimana dengan engkau, Ouw Yang Hui alias Siang Bi Hwa? Aku mendengar bahwa engkau seorang seniwati yang ahli bermain Yang-kim! Engkau tentu dapat menilai permainan Yang-kim tadi dengan baik, Bagaimana pendapatmu dengan permainanku tadi?"

   Kini Kim Niocu memandang kepada Ouw Yang Hui dengan sinar mata tajam penuh selidik. Diam-diam Ouw Yang Hui juga merasa heran bagaimana wanita cantik ini mengetahui keadaan dirinya. Ouw Yang Hui membalas pandang mata itu dengan tabah. Tadinya ia ngeri membayangkan bahwa kedua orang penculiknya akan menyerahkan ia ke tangan seorang laki-laki yang kasar dan kejam, yang akan mendatangkan bahaya yang lebih mengerikan dari pada maut kepadanya. Akan tetapi setelah melihat bahwa ia akan diserahkan kepada seorang wanita cantik yang pandai bermain Yang-kim, kegelisahannya menghilang. Tentu saja ia tidak merasa ngeri atau takut berhadapan dengan seorang gadis yang cantik dan sikapnya lembut, walaupun gadis itu memiliki pandang mata yang tajam dan aneh, juga senyumnya yang manis mengandung penuh rahasia.

   "Bagaimana engkau dapat mengenal aku?"

   Ia bertanya. Mulut yang bentuknya indah itu tersenyum. Matanya bersinar dan ada kebanggaan terbayang di sana.

   "Tentu saja aku mengenalmu. Dulu engkau bernama Siang Bi Hwa, menjadi anak angkat Cia-Ma. Sebetulnya namamu Ouw Yang Hui, puteri Tung-Hai-Tok Ouw Yang Lee majikan Pulau Naga, kemudian menjadi anak tiri Gan Hok San."

   Senyumnya makin melebar ketika ia melihat pandang mata Ouw Yang Hui yang keheranan.

   "Dan kalau engkau belum mengenalku, aku bernama Kim Lian dan engkau boleh menyebut aku Kim Niocu seperti orang-orang lain. Nah, sekarang katakan pendapatmu tentang permainan Yang-kim-ku tadi."

   Ouw Yang Hui menjawab dengan suara lembut dan tenang.

   "Niocu, lagu yang engkau mainkan tadi berjudul Bintang Kesepian. Engkau memainkannya dengan penuh perasaan sehingga mudah diketahui bahwa di dasar lubuk hatimu yang paling dalam, engkau menderita kesepian. Lagu sedih itu kau mainkan dengan irama yang terlalu cepat yang membayangkan bahwa engkau hendak menutupi kesedihanmu karena kesepian itu dengan kekerasan hati. Juga semestinya lagu itu dinyanyikan dengan iringan suara Yang-kim sehingga nada sedihnya akan terasa oleh para pendengarnya."

   Wajah yang jelita itu berubah kemerahan. Kim Niocu merupakan tokoh penuh rahasia dan menjadi orang yang ditakuti dikalangan Pek-Lian-Kauw. Karena itu, tidak pernah ia menerima kritik, Sekali ini permainkan Yang-kim-nya yang biasanya dipuji-puji semua orang, mendapat kritik dari seorang gadis lemah. Tentu saja ia merasa tersinggung.

   "Ouw Yang Hui, ke sinilah engkau Naikilah tangga itu,"

   Perintahnya. Suaranya yang lembut terdengar kering, tanda bahwa ia sedang marah atau setidaknya sedang tak senang hati. Ouw Yang Hui melangkah maju, mendaki tangga dan tiba di atas panggung, di depan Kim Niocu.

   "Duduklah di sampingku dan kau mainkan Yang-kim ini. Mainkan lagu Bintang Kesepian tadi dan buktikanlah bahwa penilaianmu tadi benar. Awas, kalau permainanmu tidak lebih baik dari pada permainanku, engkau akan kubunuh!"

   Mendengar ucapan itu, Ouw Yang Hui memandang wanita itu dengan sinar mata tenang saja. Sama sekali ia tidak merasa takut.

   Pangeran Yorgi yang mendengar ini menyeringai. Dia tidak perduli, bahkan diam-diam merasa gembira mendengar ancaman terhadap diri Ouw Yang Hui yang menimbulkan rasa iri dan tidak suka dalam hatinya. Akan tetapi mendengar ancaman Kim Niocu, wajah Bhong Lam menjadi pucat sekali. Dia sudah lama mendengar akan kekejaman Kim Niocu yang tidak mengenal ampun dan akan menyiksa dan membunuh siapa saja yang tidak disukainya. Dia merasa khawatir sekali. Pemuda ini tanpa disadarinya sendiri sudah jatuh cinta sedemikian rupa kepada Ouw Yang Hui, maka mendengar ancaman maut terhadap diri gadis itu, tentu saja dia menjadi gelisah bukan main. Dia tidak dapat menahan kegelisahannya dan dia membungkuk dalam-dalam kepada Kim Niocu lalu berkata dengan suara penuh permohonan.

   "Kim Niocu yang mulia. Ampunilah nona Ouw Yang Hui atas semua kelancangan ucapannya. Biarlah saya akan melakukan apa saja yang Niocu perintahkan, akan saya lakukan dengan taruhan nyawa untuk menebus kesalahan yang dilakukan nona Ouw Yang Hui."

   Mendengar ini, Kim Niocu mengerutkan alisnya, akan tetapi mulutnya tersenyum.

   "Hei, apa ini? Aku pernah mendengar bahwa Bhong-Kongcu adalah seorang pemuda yang angkuh terhadap wanita! Akan tetapi sekarang engkau siap untuk berkorban nyawa bagi seorang gadis tawanan! Ini kah gerangan yang dinamakan cinta?"

   Mendengar ucapan yang disambung suara tawa merdu yang mengandung ejekan, Bhong Lam hanya menundukkan kepalanya dan Ouw Yang Hui mengerutkan alisnya. Pembelaan Bhong-Kongcu itu membuat hatinya merasa tidak tenteram. Pangeran Yorgi menyeringai, seperti seorang bocah nakal melihat bocah lain dimarahi Ibunya.

   "Ouw Yang Hui, duduklah dan cepat mainkan Yang-kim seperti yang kuperintahkan tadi!"

   Kata Kim Niocu. Terpaksa Ouw Yang Hui duduk di sebelah wanita itu. la menerima Yang-kIm Yang disodorkan pemiliknya kepadanya. Sebagai seorang berjiwa seni, ia maklum bahwa permainan seni suara harus disesuaikan dengan keadaan hatinya. Kalau bernyanyi atau memainkan musik dengan, lagu gembira, ia harus dapat membawa hatinya ke suasana gembira pula. Sebaliknya kalau harus bernyanyi atau memainkan lagu sedih, perasaan hatinya harus dibawa ke alam suasana yang sedih. Dengan demikian barulah ia dapat menghayati apa yang dinyanyikan atau dimainkan. Karena itu, begitu menerima Yang-kim, ia lalu membayangkan keadaan dirinya, membayangkan Sin Cu dan kedukaan besar menyelimuti perasaan hatinya.

   la merasa kehilangan, rasa kesepian, merasa ditinggalkan dan kesedihan yang mendalam sudah mendorong air matanya sehingga sepasang bola matanya sudah menjadi basah. Jari-jari tangannya yang kecil mungil meruncing itu mulai bergerak menari-nari di antara dawai-dawai kecapi itu. terdengar bunyi kencrang-kencring yang amat lembut. Lagu yang tadi dimainkan Kim Niocu terdengar lagi. Namun alangkah jauh bedanya. Lagu itu kini dimainkan dengan lambat dan lembut, penuh getaran perasaan seolah-olah dalam bunyi denting merdu itu mengandung rintihan jiwa yang merana, dalam melodi dan irama itu terkandung tangis yang memilukan. Kemudian terdengar suara nyanyian keluar dari mulut yang indah itu, seperti bisik-bisik sayu.

   "Jutaan rekan bertaburan di angkasa tak dapat mengisi hati yang kosong merana

   Aku mencari-cari, di mana gerangan Dia?

   Ratap dan tangis tercurah sia-sia di manakah Engkau, wahai kekasih?

   Hamba... hamba kesepian, digoda harapan hampa!"

   Kata-kata dalam lagu itu demikian mendayu penuh sendu, mengandung makna yang amat mendalam. Apakah itu hanya sekedar ratap tangis sebuah bintang yang merindukan bulan, kekasihnya? Ataukah ratap tangis hati seorang gadis yang merindukan munculnya seorang kekasih pembawa bahagia? Ataukah lebih mendalam lagi, ratap tangis manusia yang rindu kepada Kekasih, jiwanya, yaitu Sang Maha Kasih, Maha Pencipta? Suara nyanyian itu diiringi bunyi kecapi begitu serasi, begitu harmonis, seimbang dan saling mengisi,

   Memperkuat daya gaib yang membuat tiga orang pendengarnya, tanpa mereka sadari sendiri, termangu dan berlinang air mata! Butir-butir air mata bening menuruni sepasang pipi Kim Niocu. Juga sepasang mata Bhong-Kongcu menjadi basah, hatinya terasa seperti ditusuk-tusuk dan hanya dengan pengerahan tenaga saja dia mampu men"egah mengalirnya air matanya. Keadaan Pangeran Yorgi bahkan lebih parah lagi. Dia menangis sesenggukan seperti seorang wanita menangis! Sungguh mengherankan daya pengaruh nyanyian Ouw Yang Hui yang diiringi permainan Yang-kim itu. Kalau hanya orang biasa yang mendengarnya lalu menjadi terharu dan menangis sedih, hal itu tidaklah mengherankan. Akan tetapi tiga orang pendengar itu adalah orang-orang yang sudah terbiasa melakukan kekerasan, berwatak keras dan aneh seolah sudah kehilangan kepekaan mereka.

   Dapat membunuh orang tanpa berkedip. Akan tetapi mendengar nyanyian dan permainan Yang-kim tadi, mereka tetap saja hanyut dan tidak mampu menguasai perasaan hatinya lagi. Hal ini membuktikan bahwa sekejam-kejamnya, sekeras-kerasnya dan sejahat-jahatnya seorang manusia, tetap saja masih ada suatu sudut kecil yang jernih, yang dapat membangkitkan rasa haru dan belas kasih. Manusia terdiri dari kekuatan Im dan Yang, dua unsur saling berlawanan dan menghidupkan dan menggerakkan seluruh alam maya pada dengan semua isinya. Dalam diri manusia terdapat dua unsur yang saling berlawanan, yaitu unsur baik dan buruk atau lebih mudah kalau disebut saja unsur kekuatan Malaikat dan kekuatan Iblis. Dua kekuatan ini saling desak untuk menguasai batin manusia, akan tetapi tidak pernah ada yang sama sekali meninggalkan manusia.

   Kalau ditinggalkan salah satu dari keduanya, maka dia bukan manusia lagi namanya. Kalau dia baik seratus prosen, namanya bukan manusia lagi melainkan mungkin akan disebut malaikat. Kalau dia buruk seratus prosen, namanya juga bukan manusia lagi melainkan mungkin disebut setan atau iblis! Selaku terjadi perlumbaan antara keduanya, antara unsur baik dan unsur buruk. Kalau unsur baik berada di atas angin, maka manusianya akan melakukan perbuatan yang baik, sebaliknya kalau unsur buruk yang mendesak, manusianya lalu melakukan perbuatan jahat. Jelasnya, sejahat-jahatnya orang, masih ada satu sisi kebaikannya dan sebaik-baiknya orang, masih ada cacatnya. Pangeran Yorgi yang pertama-tama membuka suara. Dia merasa malu dan juga marah sekali melihat dirinya menangis sedih karena keharuan yang menyerbu hatinya.

   "Lagu cengeng! Menyebalkan!"

   Katanya sambil berusaha keras untuk menghentikan isaknya dan dengan kasar tangannya mengusap air matanya. Bhong Lam tidak berkata apa-apa, hanya sepasang matanya yang basah itu menatap ke arah Ouw Yang Hui dengan sinar mata terpesona dan penuh kekaguman, Pada saat itu hatinya membisikkan bahwa dia benar-benar jatuh cinta kepada gadis itu. Kim Niocu mengerutkan alisnya. Diam-diam iapun malu kepada diri sendiri, timbul perasaan iri kepada Ouw Yang Hui yang ternyata mampu memainkan Siter dan bernyanyi sedemikian indahnya.

   Sampai iapun terseret ke dalam keharuan dan perasaannya terhanyut. Ia pun cepat menghapus air mata yang turun di atas kedua pipinya dengan sehelai saputangan. Kemudian ia menoleh dan memandang kepada Ouw Yang Hui beberapa saat lamanya. Ouw Yang Hui masih duduk bersimpuh dengan Yang-kim di pangkuan dan menundukkan mukanya. la masih merasakan akibat dari penghayatan yang dilakukan atas permainan Yang-kim dan nyanyiannya tadi, yang membuat kedua matanya juga berlinang air mata. Kim Niocu bertepuk tangan tiga kali. Tiba-tiba saja muncul tiga orang gadis, berpakaian putih, kepala regu Pek I Hoat-Tin dan dua orang anggautanya. Mereka bergerak cepat dan tahu-tahu berdiri atas panggung, entah dari mana datang.

   "Menanti perintah Niocu!"

   Kata gadis kepala regu yang cantik itu.

   "Bawa nona Ouw Yang Hui ke rumah, biarkan ia berkumpul dengan para gadis lain. Layani ia mandi dan beri ia pakaian yang paling indah dan yang warnanya cocok untuknya, lalu hidangkan makanan dan minuman. Layani ia baik-baik, akan tetapi jaga jangan sampai ia melarikan diri."

   "Baik, siap melaksanakan perintah, Niocu!"

   Kata kepala regu itu.

   "Ouw Yang Hui, sekarang ikutilah mereka, engkau mengasolah!"

   Kata Kim Niocu kepada Ouw Yang Hui. Ouw Yang Hui mengangguk, meletakkan Yang-kim di atas lantai panggung dan iapun bangkit berdiri dan menuruni panggung diapit oleh tiga orang gadis berpakaian serba putih. la dibawa masuk ke dalam bangunan induk yang ternyata cukup besar.

   Tiga orang gadis itu melayaninya, menyediakan air dan membiarkannya mandi berendam dan berkeramas sampai bersih. Ouw Yang Hui diberi pakaian baru yang serba indah, pakaian dalam berwarna putih dan pakaian luar dari sutera berwarna merah muda. Kemudian tiga orang gadis Pek I Hoat-Tin itu membantunya bersolek, menata rambutnya dan memberi tusuk sanggul rambut dengan hiasan dari emas permata indah bergambar burung merak. Ouw Yang Hui mendapatkan kembali ketenangannya setelah membersihkan diri dan berganti pakaian bersih. la memoleskan bedak dan gincu tipis pada kulit mukanya. Biarpun ia berdandan secara sederhana sekali, namun setelah ia selesai dan bangkit berdiri, tiga orang anggauta Pek I Hoat-Tin itu saling pandang dengan mata terbelalak heran dan kepala regu yang tadinya membantu Ouw Yang Hui berhias, berseru kagum dan heran.

   "Luar biasa sekali! Nona Ouw Yang Hui, engkau seperti saudara kembar Kim Niocu!"

   Mendengar ini, Ouw Yang Hui memandang ke arah cermin dan melihat bayangannya sendiri berdiri dengan anggunnya. Baru sekarang ia menyadari bahwa memang ia dan gadis aneh yang disebut Kim Niocu tadi mirip sekali! Hanya dandanan rambut mereka saja yang berbeda dan Kim Niocu mempunyai sebuah tahi lalat hitam kecil di samping kiri mulutnya. Usia merekapun sepantar. Mungkin Kim Niocu lebih satu dua tahun akan tetapi karena wanita itu pesolek, maka tampak sebaya dengannya.

   "Mari, Nona Ouw Yang, kami persilakan nona untuk makan minum di ruangan makan,"

   Kata kepala regu Barisan Sihir Baju Putih yang bernama Pek Hwa (Bunga Putih) itu. Ouw Yang Hui mengangguk dan dalam hatinya merasa lebih tenang. la diperlakukan dengan baik sekali. Bahkan tadi ketika ia selesai berendam dan mandi, Pek Hwa sendiri yang memijati tubuhnya secara ahli sekali, ditekannya otot-otot dan jalan darah di tubuhnya sehingga darahnya berjalan lancar dan rasa lelah yang luar biasa di tubuhnya hampir hilang sama sekali.

   Kedua telapak kakinya yang lecet-lecet juga dIbubuhi obat yang terasa dingin dan manjur, bahkan kaki yang membengkak diurut-urut sehingga kempis kembali. Tubuhnya terasa nyaman dan kini ia merasa lapar sekali. Masakan yang dihidangkan itu cukup mewah. Ouw Yang Hui dipersilakan makan, dilayani tiga orang gadis berpakaian putih itu dan iapun tidak malu-malu dan makan sampai kenyang. Setelah membersihkan mulut, Ouw Yang Hui diantar memasuki sebuah ruangan, yang luas, sebuah ruangan duduk di depan empat buah kamar yang berjajar menghadap ruangan itu. Tujuh orang gadis yang sedang duduk dan bercakap-cakap di situ bangkit berdiri menyambutnya. Mereka adalah tujuh orang gadis yang berusia antara tujuh belas sampai dua puluh tahun.

   "Nona Ouw Yang,"

   Kata Pek Hwa.

   "Mulai sekarang engkau tinggal di sini bersama tujuh orang gadis ini. Engkau tinggal sekamar nona Tio itu."

   La menuding seorang gadis berpakaian hijau yang manis, kemudian berkata kepada para gadis itu.

   "Cuwi Siocia (Nona-nona sekalian), perkenalkan ini adalah nona Ouw Yang Hui yang menjadi rekan kalian. Ingat peraturan di sini, kalian tidak boleh bertengkar dan tidak boleh membikin rIbut, apa lagi mencoba melarikan diri. Yang melanggar akan dihukum berat. Nah, silakan kalian saling berkenalan dengan Nona Ouw Yang."

   
Sepasang Rajah Naga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Setelah berkata demikian Pek Hwa dan dua orang anak buahnya meninggalkan ruangan itu. Gadis bertubuh mungil berwajah manis dengan kulit agak gelap yang disebut Nona Tio oleh Pek Hwa tadi, menghampiri Ouw Yang Hui dan mengamatinya dari kepala sampai ke kaki sambil tersenyum ramah.

   "Ihh betapa miripnya engkau dengan Kim Niocu! Lihat, teman-teman, bukankah ia mirip sekali? Seperti pinang dibelah dua, seperti saudara kembar."

   Ouw Yang Hui memandang mereka. Mereka semua berpakaian sutera halus beraneka warna seperti pakaian yang dipakainya. Mereka semua cantik jelita dan terdiri dari berbagai suku, namun semua dapat berbicara dengan bahasa Han, walaupun logat mereka asing.

   "Kalian semua ini bagaimana dapat berkumpul dan berada di sini?"

   Tanyanya dengan suara halus. Nona Tio menggandengnya dan menariknya duduk di atas bangku panjang yang banyak terdapat dalam ruangan itu.

   "Kami semua datang dengan cara yang sama, yaitu dilarikan."

   "Dilarikan? Apa maksudmu?"

   Tanya Ouw Yang Hui.

   "Dipaksa atau diculik. Akan tetapi kami semua diperlakukan dengan baik sehingga kami tidak merasa menderita. Bukankah engkau sendiri juga datang ke sini bukan secara suka rela?"

   Ouw Yang Hui mengangguk.

   "Nasib kita sama dan aku masih belum mengetahui mengapa aku diculik dan dibawa ke sini."

   "Kami semua juga belum tahu. Akan tetapi kami hanya dapat menanti keputusan Kim Niocu dan kami tidak berani membangkang. Sudah ada tiga orang gadis disiksa sampai mati karena terus-menerus menangis dan tidak menurut perintah."

   "Kalau kita menaati semua perintah Kim Niocu, kita akan diperlakukan dengan baik. Kalau tidak, kita akan disiksa sampai mati,"

   Kata Nona Tio.

   TerhIbur juga rasa hati Ouw Yang Hui bertemu dengan tujuh orang gadis senasib. la lalu berkenalan dengan mereka. Mereka itu ternyata adalah gadis-gadis yang menjadi kembang di tempat tinggal mereka. Ada anak orang kaya, ada pula anak orang miskin. Akan tetapi mereka semua memiliki keistimewaan, yaitu kecantikan yang memikat. Tio Leng, gadis kecil mungil yang menjadi teman sekamar Ouw Yang Hui itu segera mengajaknya masuk kamar dan mereka berdua bercakap dan merasa cocok satu sama lain. Sementara itu, setelah Ouw Yang Hui dibawa pergi Pek Hwa dan dua orang anak buahnya, Kim Niocu berkata kepada Pangeran Yorgi dan Bhong Lam.

   "Kalian naik dan duduklah di sini!"

   Gad"s itu menunjuk ke depannya dan dua orang laki-laki itu cepat menaiki tangga dan duduk bersila di atas lantai yang digelari tilam lembut tebal.

   "Pangeran Yorgi, bagus, engkau telah berhasil membawa Ouw Yang Hui ke sini. engkau telah bekerja dengan baik dan tidak percuma aku menerima kerja sama denganmu ini. Bagaimana dengan tugasmu kedua untuk meneliti bagaimana hasil siasat yang kita rencanakan bersama utusan Thaikam Liu Cin?"

   "Para Dewa sedang melindungi dan membantu saya, Niocu. Ketika saya bertemu dengan kereta yang membawa Gan Hok San sekeluarga. saya membayangi mereka, ternyata mereka menuju ke Kuil Siauw-Lim di Sung-San dan kereta berhenti agak jauh dari pintu gerbang Kuil. Kebetulan sekali pada waktu itu rombongan Bu-Tong-Pai dan Kong-Thong-Pai berkunjung ke Siauw-Lim-Si dan mengajukan tuntutan mereka karena kematian seorang murid Bu-Tong-Pai dan dua orang murid Kong-Thong-Pai. Terjadi perdebatan di antara mereka."

   Kim Niocu tersenyum senang.

   "Bagus! Agaknya siasat itu telah dijalankan oleh Thaikam Liu Cin dengan baik! Lalu bagaimana?"

   "Melihat kerIbutan itu, Gan Hok San dan seorang pemuda yang kemudian saya ketahui sebagai tunangan Nona Ouw Yang, meninggalkan kereta untuk menonton kerIbutan itu. Nah, kesempatan itu saya pergunakan untuk melarikan Nona Ouw Yang Hui. Kebetulan pada waktu itu kedua rombongan yang mengunjungi Siauw-Lim-Si itu mulai meninggalkan tempat itu. Saya berhasil melarikan Nona Ouw Yang. Akan tetapi di tengah perjalanan muncul seorang pemuda yang mencoba untuk merampas gadis itu. Dia memiliki ilmu kepandaian yang cukup lihai. Namanya Tan Song Bu dan dia adalah murid Tung-Hai-Tok Ouw Yang Lee, akan tetapi anehnya, dia dapat menyerang saya dengan ilmu Im-Yang Sin-Ciang, dengan Pek-Tok-Ciang dan Hek-Tok-Ciang!"

   "Hemm, mengapa heran? Im Yang Tojin dan Hek Pek Moko adalah rekan-rekan Ouw Yang Lee dan mereka sernua berada diKotaraja membantu Thaikam Liu Cin. Tentu saja pemuda itu dapat mempelajarinya dari mereka. Yang aneh, mengapa Tan Song Bu itu menyerangmu? Mungkinkah dia tidak tahu akan hubungan kita dengan Gurunya? Sudahlah, hal itu dapat kuselidiki nanti. Kemudian bagaimana?"

   "Pada waktu saya bertanding dengan Tan Song Bu, kebetulan sekali Bhong-Kongcu lewat dan dia membantu saya, melarikan nona Ouw Yang Hui sehingga kami berhasil mengecoh Tan Song Bu dan melarikan nona Ouw Yang sampai ke sini dengan selamat."

   Pangeran Yorgi mengakhiri ceritanya.

   Kim Niocu memandang kepada Bhong Lam, tersenyum dan mengangguk-angguk.

   "Bagus sekali, Bhong-Kongcu. Engkau telah membuat jasa dengan bantuanmu itu. Kuharap selanjutnya engkau akan bekerja dengan baik membantu kami."

   "Sebagai putera ketua cabang tentu saja saya akan membantu sekuat tenaga, Niocu. Saya siap melaksanakan perintah pusat yang diwakili oleh Niocu."

   "Bagus! Kita semua memang harus bekerja sama untuk menghasilkan rencana besar kita. Kalau siasat kita ini dilaksanakan dengan baik tentu tidak akan sukar bagi kita untuk menggulingkan kekuasaan Kerajaan Beng. Kalian telah bekerja dengan baik dan sebelum aku membagi tugas untuk kalian, aku ingin menjamu kalian untuk menyatakan kepuasan hatiku."

   Kim Niocu bertepuk tangan lima kali dan masuklah lima orang gadis anggauta Pek I Hoat-Tin membawa beberapa macam buah buahan yang mahal dan mereka menuangkan anggur ke dalam cawan untuk Pangeran Yorgi dan Bhong-Kongcu, juga untuk Kim Niocu.

   Dengan ramah dan manisnya Kim Niocu mempersilakan kedua orang itu untuk menikmati makan buah-buahan segar dan minum anggur manis. Sambil menikmati makanan buah dan minuman anggur, Kim Niocu memberi tugas kepada dua orang pembantunya. Pangeran Yorgi sudah tiga tahun menjadi pembantu utamanya yang setia dan patuh, juga yang dapat diandalkan. Sedangkan Bhong Lam biarpun baru sekarang bertemu dengannya, namun pemuda ini adalah putera Ketua Cabang Pek-Lian-Kauw sedangkan ia adalah puteri Ketua umum Pek-Lian-Kauw sehingga dapat dianggap bahwa pemuda itu adalah seorang bawahan atau anak buahnya juga.

   "Pangeran Yorgi, kalau menurut ceritamu tadi, agaknya siasat untuk membuat Siauw-Lim-Pai bermusuhan dengan Bu-Tong-Pai dan Kong-Thong-Pai, belum mencapai sasaran. Buktinya mereka tidak saling bentrokan. Karena itu, kita harus membantu agar api permusuhan itu dapat berkobar. Coba, aku ingin tahu apa yang akan kau lakukan untuk memenuhi tugas itu!"

   Pangeran Yorgi mengambil sebutir anggur dan memakannya, alisnya berkerut dan dia berpikir sejenak.

   "Kim Niocu, saya akan pergi berkunjung ke Siauw-Lim-Pai dan Niocu akan mendengar bahwa ada murid Siauw-Lim-Pai yang akan terbunuh oleh orang Bu-Tong-Pai dan Kong-Thong-Pai. Sudah benarkah itu?"

   "Bagus! Tepat sekali. Akan tetapi, apa yang akan membuktikan bahwa pembunuhan itu dilakukan orang Bu-Tong-Pai dan Kong-Thong-Pai?"

   Tanya Kim Niocu.

   "Untuk itu saya sudah mengadakan persiapan, Niocu. Kong-Thong-Pai terkenal dengan senjata rahasia Hui-To (Pisau Terbang) mereka. Bentuk Hui-To mereka juga khas, dengan dipasangi sirip. Nah, saya sudah mempersiapkannya, bahkan sudah mempelajari bagaimana untuk mempergunakannya seperti ilmu menyambit dari Kong-Thong-Pai. Seperti ini!"

   Tiba-tiba tangan kanan Pangeran Yorgi meraba pinggangnya dan tangan itu bergerak cepat menyambit ke arah sebatang pohon kecil yang tumbuh dalam pot besar di belakang pondok itu. Tiga kali tangannya bergerak dan tiga sinar menyambar ke arah batang pohon bagaikan kilat. Tiga batang pisau yang memiliki sirip itu menancap pada batang pohon sebesar lengan, berjajar rapi.

   "Bagus! Bukti Hui-To Kong-Thong-Pai itu cukup meyakinkan. Akan tetapi bagaimana dengan Bu-Tong-Pai?"

   Tanya Kim Niocu. Pangeran Yorgi bangkit dan menghampiri pohon kembang, mencabut tiga batang pisau terbangnya, menyimpan lagi diikat pinggangnya, kemudian dia duduk lagi di depan Kim Niocu.

   "Bu-Tong-Pai adalah sebuah partai besar. Saya berhasil mempelajari banyak ilmu silat partai besar lainnya, akan tetapi sampai sekarang saya belum dapat menemukan dan mempelajari ilmu dari Bu-Tong-Pai, Niocu."

   "Ada ilmu totok yang mematikan dari Bu-Tong-Pai, apakah engkau pernah mendengar tentang ilmu itu?"

   Tanya Kim Niocu.

   "Maksud Niocu ilmu Tiam-Hiat-Hoat (ilmu menotok jalan darah) yang lihai itu? Saya pernah mendengarnya, akan tetapi tidak pernah melihatnya."

   "Sebelum engkau berangkat, engkau akan kuajari ilmu Tiam-Hiat-Hoat dari Bu-Tong-Pai itu. Melihat tingkat kepandaianmu, dalam waktu lima hari saja engkau pasti sudah akan dapat menguasainya."

   "Terima kasik, Niocu!"

   Kata Pangeran Yorgi dengan girang.

   "Sekarang kuberi pembagian tugas kepadamu, Bhong-Kongcu,"

   Kata Kim Niocu sambil memandang kepada pemuda itu.

   "Saya siap melaksanakan tugas, Niocu, Memang Ayah mengutus saya untuk menghadap Niocu di sini untuk menerima pembagian tugas karena Ayah sendiri menghadapi kesIbukan urusan di cabang."

   "Baik sekali, Bhong-Kongcu. Dan kebetulan sekali engkau yang mewakili Ayah mu karena tugas ini memang lebih tepat kalau engkau yang melaksanakan."

   "Saya akan merasa senang sekali melakukan tugas penting untuk Pek-Lian-Kauw, Niocu. Katakanlah, apa yang harus saya lakukan?"

   "Kami mempunyai delapan orang gadis tawanan yang akan kami kirimkan ke Kotaraja. Engkau harus mengawal mereka, menjaga agar mereka tidak sampai melarikan diri atau dirampas orang. Sesampainya di Kotaraja dengan selamat, bawalah mereka kepada Su Kian, pembantu kami yang menjadi mata-mata di Kotaraja. Dia membuka toko rempah-rempah di sebelah timur Jembatan Rembulan dan terkenal sebagai Su Wangwe (Hartawan Su). Dia akan menyambutmu dengan baik kalau engkau perlihatkan suratku untuknya. Kemudian engkau boleh mengatur bersama Su Kian untuk menyerahkan para gadis kepada para pejabat di Kotaraja. Daftar dan suratnya sudah kubuat. Inilah daftarnya."

   Kim Niocu menyerahkan sehelai kertas di mana tertulis dengan jelas nama para gadis itu yang harus diserahkan kepada pejabat-pejabat tertentu. Pandang mata Bhong Lam melayang ke atas daftar itu dia tidak memperhatikan nama lain kecuali nama Ouw Yang Hui. Di situ tertulis bahwa Ouw Yang Hui harus diserahkan kepada Ouw Yang Lee yang menjadi pembantu Thaikam Liu Cin. Tentu saja dia merasa heran sekali. Mereka telah menculik Ouw Yang Hui, kenapa harus dikembalikan kepada Ayah kandung gadis itu?

   "Niocu, maafkan pertanyaan saya. tetapi tidak kelirukah catatan dalam daftar ini bahwa Nona Ouw Yang Hui diserahkan kepada Ouw Yang Lee? Bukankah dia itu Ayah kandungnya?"

   Kim Niocu tersenyum.

   "Engkau tidak tahu, Bhong-Kongcu, akan tetapi aku mengetahui segala mengenai Ouw Yang Hui. Ouw Yang Lee pernah hendak membunuh puterinya sendiri itu, akan tetapi kemudian dia menyatakan kepada kami bahwa dia menginginkan puterinya itu kembali kepadanya. Dia bercita-cita besar untuk mengangkat derajatnya dengan menghadiahkan puterinya yang cantik jelita kepada Kaisar. Hal ini sungguh sejalan dengan siasat kita. Kita dapat mempergunakan keluarga Ouw Yang itu untuk menguasai dan melemahkan Kaisar."

   Bhong Lam mengangguk-angguk, akan tetapi dalam hatinya dia merasa tidak setuju sama sekali. Dia sendiri jatuh cinta pada Ouw Yang Hui dan dia tidak menghendaki gadis itu terjatuh ke dalam pelukan pria lain. Akan tetapi tentu saja dia tidak berani menyatakan ini di depan Kim Niocu.

   "Baiklah, saya akan melaksanakan perintah ini sebaik-baiknya. Kapan saya harus berangkat mengawal mereka, Niocu?"

   "Besok pagi kita berangkat. Aku hendak membuat persiapan dulu. Perjalanan ini cukup jauh dan aku ikut mengawal sampai kita tiba di puncak Bukit Cemara dimana kami mempunyai benteng kecil kuat, Dari sana ke Kotaraja sudah tidak begitu jauh lagi."

   "Kami akan akan berdiam untuk sementara waktu di bukit cemara dan dari sana engkau boleh mengawal mereka ke Kotaraja."

   "Baik, Niocu. Saya akan melaksanakan tugas itu,"

   Jawab Bhong-Kongcu dengan patuh.

   "Bagaimana dengan saya, Niocu? Kapan saya harus melaksanakan tugas saya ke Kuil Siauw-Lim-Si di Sung-San?"

   Tanya Pangeran Yorgi.

   "Engkau boleh berangkat setelah engkau menguasai ilmu Tiam-Hiat-Hoat, Pangeran Yorgi. Mari sekarang juga akan kuajarkan kepadamu sampai engkau hafal benar, kemudian kalau aku besok berangkat ke Bukit Cemara engkau boleh berlatih di sini selama beberapa hari. Setelah engkau dapat menguasai benar ilmu itu, berangkatlah dan laksanakan tugasmu dengan baik."

   "Baik, Niocu,"

   Kata Pangeran Yorgi. Kim Niocu lalu bertepuk tangan dan muncullah Pek Hwa.

   "Pek Hwa, kau antar Bhong-Kongcu ke ruangan tamu. Berikan sebuah kamar tamu untuk dia bermalam semalam. Kemudian engkau persiapkan ke tiga barisan untuk ikut aku pergi ke Bukit Cemara besok pagi. Nah, Bhong-Kongcu, engkau ikut Pek Hwa ke kamarmu dan mengasolah."

   Bhong-Kongcu mengangguk, lalu mengikuti Pek Hwa meninggalkan taman itu menuju ke bangunan induk di mana terdapat bagian untuk tempat bermalam para tamu. Adapun Pangeran Yorgi tinggal di pondok taman dan Kim Niocu mengajarinya memainkan ilmu totok istimewa dari Bu-Tong-Pai, yaitu Tiam-Hiat-Hoat. Pangeran ini merasa kagum sekali karena gadis cantik jelita itu sedemikian lihainya sehingga hampir tidak ada ilmu silat dari partai-partai persilatan besar yang tidak dikenal dan dikuasainya.

   Pangeran Yorgi sendiri adalah seorang ahli silat yang pandai, maka dia tidak memerlukan waktu terlalu lama untuk dapat hafal dan memahami semua rahasia ilmu totok itu. Beberapa jam kemudian dia sudah dapat menguasainya, tinggal mematangkan dengan latihan. Justeru melatih sampai mahir benar inilah yang membutuhkan waktu berhari-hari. Pada malam itu, Kim Niocu menjamu mereka semua dengan makan malam yang mewah. Mereka semua berkumpul, maka di satu meja panjang yang dapat menampung mereka semua. Delapan orang gadis tawanan Kim Niocu, Bhong-Kongcu, dan Pangeran Yorgi. Bhong Lam melihat betapa delapan orang gadis tawanan itu kesemuanya cantik jelita dan manis. Akan tetapi Ia bukan seorang pemuda mata keranjang, Ia sama sekali dia tidak tertarik dengan gadis lain kecuali Ouw Yang Hui. Hatinya terpikat hanya oleh Ouw Yang Hui seorang.

   Sebetulnya dia suka sekali dan kagum kepada Kim Niocu, akan tetapi mengingat akan kedudukan mereka, dia segera mengenyahkan perasaan tertarik dan hanya mencurahkan seluruh perhatiannya kepada Ouw Yang Hui. Dia tertarik kepada Kim Niocu juga karena puteri ketua umum Pek-Lian-Kauw itu memiliki bentuk tubuh dan wajah mirip Ouw Yang Hui. Para gadis itu, kecuali Ouw Yang Hui bersikap gembira. Rasa cemas di Hati mereka hilang karena mereka diperlakukan dengan ramah dan baik. Melihat sikap Kim Niocu yang lembut dan ramah, mereka lupa bahwa belum lama mereka melihat tiga orang gadis disiksa sampai mati oleh Kim Niocu. Ouw Yang Hui bersikap diam dan tenang walaupun ia merasa tidak enak dalam hatinya ketika ia bertemu pandang mata dengan Bhong Lam. Ada sesuatu dalam pandang mata pemuda itu kepadanya yang membuat Ouw Yang Hui merasa tidak tenang.

   Pandang mata pemuda itu mengingatkan ia akan pandang mata Sin Cu kekasih dan tunangannya, jika memandang kepadanya. Malam itu, dalam kamar tamu yang menjadi tempat dia bermalam, Bhong Lam gelisah di atas pembaringannya. Dia tidak dapat segera tidur nyenyak. Bayangan Ouw Yang Hui selalu terbayang di pelupuk matanya. Dia memeras otaknya bagaimana dia harus mencegah agar gadis yang dicintanya itu tidak sampai diserahkan kepada Ouw Yang Lee, melainkan dapat menjadi teman hidup selamanya dengan menjadi isterinya. Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali tiga barisan pengawal Kim Niocu, yaitu Hek-I Kiam-Tin, Ang I Tok-Tin, dan Pek I Hoat-Tin, sudah sIbuk mempersiapkan keberangkatan delapan orang gadis tawanan yang akan dikawal oleh Bhong-Kongcu.

   Juga Kim Niocu sendiri bersama tiga barisan akan ikut mengawal sampai ke Bukit Cemara. Sebuah kereta besar dipersiapkan untuk ditumpangi delapan orang gadis tawanan ditarik dua ekor kuda dan dikusiri oleh Ang Hwa (Bunga Merah), yaitu kepala regu Ang I Tok-Tin. Sebuah kereta lain yang kecil hanya ditarik seekor kuda dan dikusiri oleh Pek Hwa, dipersiapkan untuk Kim Niocu. Bhong-Kongcu mengawal kereta besar dengan berjalan kaki. Juga tiga barisan pengawal wanita itu berjalan kaki dalam barisan masing-masing. Setelah semua siap, berangkatlah rombongan itu. Kereta kecil yang ditumpangi Kim Niocu berjalan di depan, dikawal oleh pasukan baju putih. Kereta besar yang ditumpangi delapan orang gadis tawanan. itu berjalan di belakang, diapit oleh pasukan baju merah dan baju hitam.

   Bhong-Kongcu sendiri tampak duduk di bangku depan kereta, di samping Ang Hwa yang menjadi kusir kereta. Rombongan berangkat meninggalkan beberapa orang pelayan pembantu yang bertugas menjaga dan mengurus kompleks perumahan Pek-Lian-Kauw yang ditinggalkan itu. Pangeran Yorgi juga akan tinggal selama beberapa hari di situ untuk melatih ilmu Kiam-Hiat-Hoat yang baru saja dia pelajari dari Kim Niocu. Biarpun tiga barisan wanita itu berjalan kaki, namun karena mereka rata-rata memiliki ginkang yang sudah tinggi tingkatnya, maka kedua buah kereta dapat dilarikan agak cepat dan tiga barisan itu tidak pernah ketinggalan. Mereka berlari-lari dengan ringan mengawal kedua kereta, melalui daerah pegunungan yang sunyi. Setelah matahari condong ke barat, tengah hari telah lewat, mereka sudah tiba jauh sekali. Tiba-tiba Kim Niocu berseru merdu dan nyaring.

   "Berhenti, kita mengaso disini sambil makan siang!"

   Rombongan itu berhenti dan tiga regu pasukan pengawal itu sIbuk mengerjakan tugas masing-masing. Ada yang menggelar tikar-tikar di bawah pohon yang rindang. Membersihkan tempat untuk beristirahat nona mereka. Ada yang mempersiapkan makan siang yang memang sudah mereka bawa sebagai bekal. Mereka itu bekerja dengan cekatan sekali dan mereka memang sudah terlatih.

   (Lanjut ke Jilid 23)

   Sepasang Rajah Naga (Cerita Lepas)

   Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 23

   Delapan orang gadis tawanan dipersilakan turun. Mereka duduk di atas tikar yang digelar di bawah pohon. Tempat itu teduh dan nyaman. Ouw Yang Hui duduk di dekat Tio Leng, gadis kecil mungil berwajah manis yang semalam menjadi temannya sekamar. Mereka telah akrab sekali dan sikap Ouw Yang Hui yang selalu tenang itu menjadi semacam sandaran yang menghIbur dan menenangkan hati Tio Leng. Delapan orang gadis itu lalu diajak makan bersama Kim Niocu dan Bhong-Kongcu. Tiga regu pasukan pengawal itu juga makan di tempat yang terpisah. Diam-diam Ouw Yang Hui kagum. Dalam perjalanan yang panjang dan jauh itu, mereka masih sempat menghidangkan makanan yang hangat dan mewah!

   la harus mengakui bahwa Pek-Lian-Kauw memiliki pimpinan yang hebat seperti Kim Niocu yang memimpin tiga regu wanita yang cekatan dan trampil itu. Agaknya akan semakin jauhlah harapannya untuk dapat terbebas dari tangan mereka ini, pikirnya. Betapapun juga, Ouw Yang Hui tidak mau putus asa. la masih selalu waspada mencari kesempatan untuk dapat meloloskan diri dari tangan para penculiknya. Setelah mereka selesai makan, para gadis tawanan itu diperbolehkan duduk mengaso kembali di atas tikar terlindung pohon yang rindang dan sejuk. Kim Niocu menghampiri kelompok tiga regu pengawalnya untuk memperbincangkan sesuatu dengan mereka, memperingatkan mereka agar berhati-hati karena mereka berada di tempat yang tidak jauh letaknya dari daerah perkampungan suku bangsa Hui.

   Bhong Lam duduk tak jauh dari para gadis tawanan karena dia yang bertugas menjaga para tawanan itu. Dia duduk di atas akar pohon yang menonjol keluar dari permukaan tanah, tampaknya duduk diam tidak acuh akan tetapi sebetulnya pandang matanya tidak pernah meninggalkan gerak-gerik Ouw Yang Hui. Makin lama hatinya semakin tertarik dan mabok kepayang terhadap gadis itu. Sejak semula dia telah jatuh hati kepada gadis itu pada pandangan pertama, Kemudian hatinya betul-betul terpikat ketika Ouw Yang Hui bermain yang-kim sambil bernyanyi di depan Kim Niocu. Kini, melihat Ouw Yang Hui duduk di antara para gadis tawanan yang kesemuanya cantik jelita itu, tahulah Bhong Lam bahwa dia telah jatuh cinta kepada Ouw Yang Hui. kecantikan tujuh orang gadis lain itu sama sekali tidak menarik hatinya.

   Mereka itu berdekatan dengan Ouw Yang Hui seperti tujuh buah bintang yang kehilangan cahayanya berdekatan dengan bulan purnama. Tiba-tiba, sayup-sayup terdengar suara sangkakala yang asing bunyinya. Akan tetapi Ouw Yang Hui yang tidak mengetahui apa artinya bunyi-bunyian itu melihat betapa tiga regu pasukan pengawal wanita itu serentak bangkit berdiri dan terdengar bentakan Kim Niocu memerintahkan mereka agar siap siaga. Tiga regu pasukan itu sudah bergerak cepat dan mengambil sisi mengelilingi dan melindungi kereta dan para tawanan yang masih duduk di atas tikar. Bhong-Kongcu sendiri sudah bangkit berdiri dan menoleh ke arah datangnya suara sangkakala itu. Tiba-tiba seorang di antara delapan gadis tawanan itu bangkit berdiri dan mengeluarkan pekik melengking yang nyaring sekali, lalu ia menangis tersedu-sedu, diselingi pekik melengking-lengking.

   "Siapa ia dan kenapa ia begitu?"

   

Dendam Membara Karya Kho Ping Hoo Pusaka Gua Siluman Karya Kho Ping Hoo Jodoh Rajawali Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini