Ceritasilat Novel Online

Sepasang Rajah Naga 25


Sepasang Rajah Naga Karya Kho Ping Hoo Bagian 25



Tanya Ouw Yang Hui lirih kepada Tio Leng. Yang ditanya menjawab dengan bisikan pula.

   "la adalah Yulani, gadis suku bangsa Hui yang diculik seperti kita. Kebetulan tempat ini berdekatan dengan perkampungannya dan kurasa bunyi terompet itu adalah tanda bahwa orang-orang suku Hui sedang menuju ke sini dan Yulani memekik untuk menarik perhatian mereka."

   Keterangan Tio Leng ini segera terbukti kebenarannya. Terdengar bunyi derap kaki banyak kuda dan tampak debu mengepul. Pasukan berkuda itu kini sudah datang dekat. Jumlah mereka lebih dari lima puluh orang, dikepalai seorang laki-laki tinggi besar berjenggot panjang yang berusia kurang lebih empat puluh lima tahun. Mereka adalah orang-orang bersuku bangsa Hui. Ketika melihat Kim Niocu berdiri tegak memimpin tiga regu pasukan pengawalnya, pemimpin rombongan berkuda itu mengangkat tangan ke atas dan menghentikan kudanya. Pasukan berkuda yang berada di belakangnya juga menahan kuda mereka. Semua kuda berhenti dan debu mengepul tebal.

   "Ayahhh...!"

   Yulani, gadis Hui itu, berteriak, akan tetapi ia tidak dapat lari menghampiri rombongan itu karena Bhong-Kongcu menghadangnya. Pemimpin orang-orang Hui itu melompat turun dari atas punggung kudanya, diturut oleh para anak buahnya. Dia melangkah lebar menghampiri Kim Niocu yang dari sikapnya jelas menunjukkan sebagai pemimpin. Akan tetapi ketika Bhong Lam datang dari belakang gadis itu dan berdiri di sampingnya, perhatiannya lalu beralih kepada Bhong-Kongcu karena pemuda inilah satu-satunya pria di antara rombongan wanita itu. Biarpun kepala suku Hui ini marah sekali karena anak gadisnya diculik orang, akan tetapi melihat rombongan wanita itu dia menjadi ragu. Maka, begitu melihat pemuda tampan berpakaian mewah ini, dia lalu membentak dengan suara nyaring.

   "Engkaukah kepala rombongan ini?"

   Sebelum Bhong-Kongcu menjawab, Kim Niocu yang berada di samping pemuda itu mendahului dengan tegas namun lembut halus.

   "Akulah pemimpin rombongan ini."

   Kepala suku Hui itu terbelalak heran mendengar pengakuan gadis muda yang cantik jelita itu sebagai pemimpin rombongan yang terdiri dari para wanita cantik itu. Akan tetapi melihat puterinya berdiri sambil menangis, kemarahannya berkobar lagi.

   "Keparat! Engkau telah menculik anakku! Kembalikan Yulani kepadaku!"

   Kim Niocu tersenyum sinis.

   "Memang aku yang menculiknya dan tidak akan kukembalikan, engkau mau apa?"

   "Keparat! Buka matamu baik-baik, Kami berjumiah lebih dari lima puluh orang, Karena melihat kalian adalah wanita wanita, maka kami masih bersikap sabar. Hayo cepat kembalikan Yulani kepadaku atau aku akan membasmi dan membunuh kalian semua!"

   Bhong Lam melangkah maju menghadapi kepala suku Hui itu,

   "Jahanam, tahan mulutmu yang kotor dan jangan menghina Kim Niocu. Apakah engkau sudah bosan hidup?"

   "Keparat! Bagus kalau engkau seorang laki-laki yang maju. Siapa engkau?"

   "Aku bernama Bhong Lam dan aku seorang di antara para pembantu Niocu. Kim Niocu sudah bilang tidak akan mengembalikan anakmu, maka pergilah dan jangan banyak bicara lagi kalau engkau tidak ingin mampus bersama semua anak buahmu."

   "Keparat! Kalau Yulani tidak dikembalikan, engkau yang lebih dulu mampus, baru wanita ini"

   Kata kepala suku Hui itu dan tiba-tiba dia sudah menyerang dengan dahsyat kepada Bhong-Kongcu, Kedua tangannya membentuk cakar garuda. dengan cepat dan kuat sekali kedua tangan itu menyerang dengan cengkeraman cengkeraman, didahului angin yang menyambar. Bhong Lam adalah seorang pemuda yang sejak kecil digembleng silat oleh Ayahnya yang menjadi ketua cobang Pek-Lian-Kauw sehingga dia memiliki ilmu silat tinggi dan lihai sekali.

   Akan tetapi menghadapi serangan kepala suku bangsa Hui ini dia terkejut. Dari sambaran angin serangan itu tahulah dia bahwa lawahnya adalah seorang yang memiliki tenaga dalam yang amat kuat, juga gerakan serangannya aneh sekali, mirip ilmu silat garuda, akan tetapi gerakannya liar dan buas. Dia cepat mengelak ke belakang, akan tetapi setelah serangan kedua tangan itu dapat dielakkan, kepala suku Hui itu menerjang dengan tendangan kedua kakinya secara bergantian dan gerakan tendangan inipun seperti cakaran kaki garuda. Sementara itu, melihat pimpinan mereka sudah bertanding melawan pemuda itu, orang-orang Hui seperti mendapat aba aba untuk bergerak dan sambil berteriak teriak mereka menyerbu dengan maksud untuk membebaskan Yulani. Akan tetapi tiga regu pengawal Kim Niocu segera bergerak menyambut mereka dan terjadilah pertempuran yang hebat dan seru.

   Akan tetapi, orang-orang Hui itu hanya mengandalkan keberanian dan kekuatan saja. Mereka tidak memiliki ilmu silat yang baik. Padahal tiga regu Hek I Kiam-Tin, Ang I Tok-Tin, dan Pek I Hoat-Tin terdiri dari masing-masing sembilan orang gadis yang rata-rata memiliki ilmu silat yang cukup tinggi dan terutama sekali memiliki keahlian yang khas. Hek I Kiam-Tin merupakan barisan pedang yang dapat bekerja sama amat rapi dan kuat, Ang I Tok-Tin lihai sekali mempergunakan racun, sedangkan Pek I Hoat-Tin merupakan ahli-ahli sihir. Begitu tiga regu ini bergerak menyambut, biarpun jumlah penyerbu dua kali lebih banyak, segera tampak bahwa orang-orang Hui itu bukan merupakan lawan yang seimbang. Barisan baju hitam bergerak dan pedang di tangan mereka berkelebatan disusul teriakan-teriakan orang Hui yang roboh berpelantingan. Barisan baju merah juga tidak kalah ganasnya.

   Begitu tangan mereka bergerak, sinar hitam meluncur dan jarum-jarum beracun merobohkan beberapa orang Hui. Barisan baju putih juga mempergunakan keahlian mereka untuk merobohkan para penyerbu itu. Mereka itu seolah berubah menjadi asap, tak tampak oleh lawan dan tahu-tahu mereka memukul dari samping atau dari belakang merobohkan banyak orang. Tentu saja orang-orang Hui menjadi kacau dan panik menghadapi tiga regu istimewa ini. Pertandingan antara Bhong-Kongcu melawan kepala suku Hui masih berlangsung seru. Akan tetapi, biarpun Bhong Lam yang merasa penasaran itu sudah mengeluarkan semua ilmunya dan mengerahkan semua tenaganya, bahkan juga mempergunakan kekuatan sihirnya, semua itu tidak dapat membuat dia menang. Bahkan kekuatan sihirnya dapat ditolak kepala suku Hui itu.

   "Heeeeillighhh!"

   Dia berteriak melengking dan teriakan seperti itu mengandung kekuatan sihir yang biasanya dapat membuat lawannya terguncang semangatnya dan akan roboh tanpa dipukul. Akan tetapi, kepala suku Hui itu mengeluarkan suara menggereng seperti harimau dan sama sekali tidak terpengaruh oleh lengkingannya. Bhong Lam memukul dengan tangan kanannya ke arah dada kepala suku Hui itu. Akan tetapi lawannya itu agaknya sekali ini tidak mengelak atau menangkis bahkan membarengi serangan itu dengan sebuah tendangan kaki kanannya. Pukulan Bhong Lam dan tendangan kepala suku Hui itu datang pada saat yang bersamaan. Orang Hui itu menerima pukulan pada dadanya, sedangkan Bhong Lam terkena tendangan pada perutnya.

   "Bukkkk! Desss!.!..!"

   Kepala suku Hui itu sengaja menerima pukulan sambil mengerahkan kekebalannya dan dia hanya terhuyung sedikit, akan tetapi walaupun Bhong Lam sudah melindungi perutnya dengan hawa sinkang (tenaga sakti) namun tendangan itu demikian kuatnya sehingga tubuhnya terjengkang dan terbanting keras! Biarpun ia tidak terluka, namun karena dia roboh, maka dapat dibilang Bhong Lam telah kalah dalam pertandingan itu. Sebelum dia bangkit dan melanjutkan perkelahian, Kim Niocu sudah melompat ke depan.

   "Robohlah"

   Bentak gadis baju hijau ini sambil menggeralkkan kedua tangannya didorongkan ke depan. Serangkum hawa yang amat kuat menyambar ke depan, Kepala suku Hui itu terkejut sekali. Dia tidak sempat mengelak, lalu menggerakkan kedua tangan menyambut sambil mengerahkan tenaga. Akan tetapi bentakan Kim Niocu tadi mengandung kekuatan sihir yang luar biasa dan kepala suku Hui itu merasa betapa tubuhnya terguncang sehingga pengerahan tenaganya ketika menyambut serangan itu tidak dapat sepenuhnya.

   "Blarrrr...!"

   Dua tenaga sakti bertemu dan akibatnya, kepala suku Hui itu terlempar dan terbanting roboh. Dia tidak dapat berkutik lagi dan dari mulutnya mengalir darah.

   "Ayahh.."

   Yulani yang sejak tadi menonton Ayahnya berkelahi dengan penuh kekhawatiran, melihat Ayahnya roboh. la melompat dan lari ke depan, menghampiri Kim Niocu.

   "Kau..., kau telah membunuh Ayahku! Engkau siluman kejam..!"

   Yulani lalu menyerang Kim Niocu. Kedua tangannya mencakar-cakar seperti seekor burung elang. Akan tetapi serangan Yulani itu tidak ada artinya bagi Kim Niocu yang amat lihai. Sekali tangan kirinya bergerak menampar, telapak tangan itu mengenai pelipis kepala Yulani.

   "Krakk...!"

   Gadis Hui itu terpelanting roboh dan tidak bergerak lagi, tewas seketika! Sisa orang-orang Hui tinggal belasan orang. Melihat banyak sekali kawan kawannya roboh dan tewas dalam keadaan mengerikan, bahkan pemimpin mereka dan puterinya juga tewas, belasan orang Hui itu menjadi ketakutan dan mereka melarikan diri, meninggalkan puluhan mayat teman mereka, bahkan tidak sempat lagi menunggang kuda mereka. Kim Niocu segera memberi perintah kepada ketiga regunya.

   "Kumpulkan kuda-kuda itu. Kalian semua menunggang kuda, engkau juga, Bhong-Kongcu dan kita melanjutkan perjalanan sekarang juga!"

   Tiga regu pengawal yang terdiri dari dua puluh tujuh orang itu cepat mengumpulkan kuda-kuda yang ditinggalkan orang orang Hui, kemudian dua buah kereta dijalankan lagi. Bhong-Kongcu dan tiga regu pasukan itu kini menunggang kuda mengawal dua kereta meninggalkan mayat mayat yang berserakan itu. Ouw Yang Hui menyaksikan semua itu dengan hati merasa ngeri. Kembali ia menyaksikan keganasan dan kekejaman orang-orang di dunia persilatan. Tadi ketika terjadi kerIbutan, ia sudah mempunyai pikiran untuk melarikan diri. Bahkan ia mengajak Tio Leng untuk bersama-sama melarikan diri, menggunakan kesempatan selagi orang-orang Pek-Lian-Kauw bertempur. Akan tetapi Tio Leng mencegahnya.

   "Jangan, enci Hui! Kalau kita melarikan diri, Kim Niocu pasti akan dapat menangkap kita kembali dan kita jangan harap dapat hidup lagi kalau tertangkap. Tentu ia akan menyiksa kita sampai mati!"

   Setelah melihat orang-orang Hui berjatuhan, bahkan Yulani dan Ayahnya tewas, barulah Ouw Yang Hui tahu bahwa apa yang dikatakan Tio Leng tadi bukan sekedar karena takut belaka, melainkan dapat benar-benar terjadi apa bila ia melarikan diri. Setelah rombongan diberangkatkan lagi, sekali ini perjalanan dilakukan lebih cepat, ia termenung dalam kereta Apakah tidak ada harapan lagi baginya untuk lolos dari cengkeraman orang-orang ini.? Rombongan bergerak cepat dan akhirnya sampai di sebuah bukit yang penuh di tumbuhi pohon cemara berbagai jenis dan macam. Bukit ini tampak indah, tenang dan aman penuh damai. Akan tetapi sesungguhnya tidak ada seorangpun dari para penduduk dusun di sekitar bukit itu yang berani mendaki bukit itu. Bahkan mendekati kaki bukit saja mereka tidak berani.

   Di antara para penduduk dusun-dusun di sekitar situ, Bukit Cemara ini disebut juga Bukit Siluman. Hal ini terjadi karena entah sudah berapa banyak orang ditemukan tewas tanpa sebab, tanpa luka, di kaki bukit itu. Yang terakhir kali ada tiga orang penduduk dusun timur yang terkenal sebagai jagoan menyatakan bahwa mereka tidak takut akan siluman yang berada di Bukit Cemara. Tanpa menghiraukan peringatan para penduduk, mereka bertiga sengaja mendatangi bukit itu, mengandalkan kekuatan dan ilmu silat yang mereka kuasai sehingga mereka dikenal sebagai jagoan. Akan tetapi apa akibatnya? Mereka bertigapun kedapatan telah tewas tanpa terluka dan tanpa sebab di kaki bukit itu. Semenjak peristiwa itu, Bukit Cemara benar-benar menjadi Bukit Siluman dan jangankan mendekati bukit itu, baru membicarakannya saja sudah dilakukan dengan bisik-bisik dan perasaan takut dan ngeri.

   Di puncak Bukit Cemara yang dikenal pula sebagai Bukit Siluman itu terdapat sebuah bangunan yang cukup besar. Tampaknya bangunan dan daerah Bukit Cemara itu sunyi seperti tidak ada penghuninya, dan demikian tenang dan damai. Akan tetapi sesungguhnya tidaklah demikian keadaannya. Bangunan yang menjadi sebuah di antara tempat-tempat tinggal atau peristirahatan Kim Niocu, selalu terjaga oleh belasan orang anggauta Pek-Lian-Kauw. Dan bangunan gedung itu sendiri dikelilingi alat-alat jebakan yang amat berbahaya, mulai dari kaki bukit sampai keatas. Maka, akan amat berbahayalah bagi orang luar yang berani mencoba untuk mendaki bukit mengunjungi bangunan itu. Andaikata ada orang yang cukup lihai untuk dapat melalui jebakan-jebakan itu,

   Dia akan masih harus berhadapan dengan belasan orang anggauta Pek-Lian-Kauw yang rata-rata memiliki ilmu silat yang lihai dan juga pandai mempergunakan senjata racun yang berbahaya. Contohnya, mereka yang berani berkunjung ke bukit itu dan tewas tanpa luka dan seolah tanpa sebab, adalah korban dari kelihaian dan keganasan para penjaga ini. Kedatangan rombongan yang dipimpin sendiri oleh Kim Niocu itu segera disambut oleh belasan orang penjaga sejak dari kaki bukit. Mereka mendaki bukit melalui jalan yang aman, yang hanya diketahui oleh para penjaga, juga oleh tiga regu pengawal dan tentu saja oleh Kim Niocu sendiri karena wanita inilah yang membuat rencana bangunan berikut semua alat rahasia jebakan di Bukit Cemara itu. Setelah memasuki bangunan yang cukup luas dan mewah itu, Kim Niocu berkata kepada Bhong Lam.

   "Bhong-Kongcu, engkau dan tujuh orang gadis itu mengaso dulu di sini selama dua malam. Pada hari ke tiga, engkau harus mengantar mereka ke Kotaraja dan sejak saat itu, engkaulah yang bertanggung jawab atas keselamatan mereka dan menjaga agar mereka jangan sampai meloloskan diri, Engkau hacus mengawal mereka sampai ke Kotaraja dan menyerahkan mereka kepada Su Kian yang dikenal di Kotaraja sebagai Su Wangwe."

   "Baik, Niocu!"

   Kata Bhong-Kongcu.

   "Harap jangan khawatir, akan saya laksanakan semua perintah Niocu dengan baik."

   Pemuda itu kini merasa semakin tunduk dan patuh kepada gadis puteri ketua umum itu setelah dia melihat sendiri betapa lihainya gadis itu ketika merobohkan kepala suku bangsa Hui. Para gadis tawanan yang kini tinggal tujuh orang itu dikumpulkan dalam sebuah kamar yang besar. Bhong Lam yang mengatur ini. Dia tidak ingin para gadis itu dipisahkan dalam beberapa buah kamar agar lebih mudah dia menjaga dan mengawasi mereka. Dia sendiri menggunakan sebuah kamar yang tepat berada di depan kamar besar itu. Akan tetapi malam itu Bhong Lam gelisah di dalam kamarnya. Bayangan wajah dan tubuh Ouw Yang Hui selalu terbayang dan dia merasa rindu bukan main.

   Dia benar-benar, telah jatuh cinta kepada gadis itu dan tentu saja dia merasa gelisah karena Kim Niocu menghendaki agar dia menyerahkan Ouw Yang Hui kepada Su Kian untuk diberikan kepada Ouw Yang Lee! Dia tidak menghendaki Ouw Yang Hui terjatuh ke tangan orang lain, dia tidak mau kehilangan gadis itu. Keputusannya telah membulatkan tekad bahwa dia harus mendapatkan gadis itu sebagai isterinya, dengan cara apapun juga. Akan tetapi dia benar-benar mencinta Ouw Yang Hui. Dia tidak ingin menggunakan paksaan, dia tidak mau memperkosa gadis itu. Dia ingin gadis itu menyerah kepadanya dengan suka rela. Kalau dia mau, tentu saja dia dapat mempergunakan racun perangsang agar Ouw Yang Hui menyerahkan diri kepadanya. Akan tetapi dia tidak mau melakukan ini, karena kalau hal itu dia lakukan, akhirnya gadis itu tentu akan membencinya.

   Dia mau gadis itu menyerahkan diri kepadanya dalam keadaan sadar. Inilah sebabnya mengapa dia tidak mau mempergunakan racun perangsang atau kekuatan sihir yang dikuasainya. Dan ini pula yang membuat Bhong Lam gelisah di dalam kamarnya malam itu. Dia sudah berusaha untuk bersikap ramah dan manis terhadap Ouw Yang Hui dan gadis itu juga bersikap lembut kepadanya, akan tetapi hal itu tidak menjamin bahwa Ouw Yang Hui akan suka menerima cintanya. Bhong Lam keluar dari kamarnya dan dia merasa heran dan juga girang sekali melihat gadis yang menjadi pengganggu ketenangan batinnya itu tampak duduk seorang diri di luar pintu karmar besar itu. Ouw Yang Hui duduk di atas sebuah bangku yang terdapat di depan kamar itu. Gadis ini juga gelisah dan melihat enam orang gadis yang lain bercakap-cakap bahkan bercanda,

   Dia tidak dapat menahan kesedihannya dan keluar dari dalam kamar, duduk termenung di atas bangku itu. la tahu bahwa melarikan diri dari tempat itu tidak mungkin karena rumah itu tentu telah dijaga ketat, Dan ia sendiri tadi telah melihat betapa lihainya Kim Niocu dan ketiga regunya ketika mereka membantai orang-orang Hui. Melihat pula betapa kejamnya Kim Niocu membunuh orang. la tahu bahwa Ayah tirinya, Gan Hok San pendekar Siau-Lim-Pai itu, dan juga tunangannya, Wong Sin Cu, pasti tidak tinggal diam dan tentu mereka sedang mencarinya. Akan tetapi hal ini bahkan menambah kegelisahan hatinya. Andaikata mereka itu dapat menyusul dan menemukannya di sini apakah tidak amat berbahaya bagi keselamatan mereka? Apakah mereka berdua itu akan mampu menandingi Kim Niocu dan tiga regunya yang amat lihai itu?

   "Nona Ouw Yang Hui...!"

   Terdengar suara lembut memanggil dari sebelah kirinya. Ouw Yang Hui kaget dan cepat mengangkat muka memandang.

   "Bhong-Kongcu, selamat malam,"

   Kata gadis itu sambil bangkit berdiri. Karena semenjak melarikannya, pemuda yang tampan dan pesolek ini selalu bersikap sopan dan ramah kepadanya, maka Ouw Yang Hui tidak membencinya dan tidak takut kepadanya, juga bersikap lembut.

   "Duduklah saja, Nona Ouw Yang Hui, Kebetulan sekali engkau berada seorang diri di sini karena aku ingin sekali dapat bicara berdua saja denganmu."

   Akan tetapi Ouw Yang Hui tidak mau duduk kembali dan tetap berdiri.

   "Bhong-Kongcu, dengan berdiripun kita dapat berbicara. Akan tetapi apakah yang hendak kau bicarakan dengan seorang tawanan seperti aku?"

   "Nona, sungguh mati aku menyesal sekali melihat engkau menjadi tawanan. Aku terpaksa tidak dapat mencegah karena engkau melihat sendiri betapa lihainya Pangeran Yorgi dan Kim Niocu. Akan tetapi, aku bersumpah untuk menolongmu, membebaskan engkau dari tangan mereka."

   Ouw Yang Hui memandang wajah pemuda itu dengan sinar mata berseri penuh harapan.

   "Benarkah itu, Bhong-Kongcu? Ah, terima kasih atas kebaikannu, Kongcu!"

   "Tentu saja benar. Aku akan mencari jalan dan berusaha sekuat kemampuanku untuk membebaskanmu dari tangan Kim Niocu. Akan tetapi hanya dengan satu syarat."

   "Syarat?"

   Ouw Yang Hui menatap wajah tampan itu dengan penuh selidik.

   "Syarat apa, Bhong-Kongcu?"

   "Terus terang saja, nona, sejak pertama kali melihatmu, aku telah jatuh cinta kepadamu. Aku cinta kepadamu, nona Ouw Yang Hui, dan aku mau menolongmu, membebaskanmu dari tangan Kim Niocu dengan taruhan nyawaku, dengan satu syarat bahwa engkau suka menjadi isteriku."

   Ouw Yang Hui mengerutkan alisnya. Kembali ia menemukan sebuah cinta yang selalu dimiliki manusia pada umumnya. Cinta yang mengandung pamrih. Cinta yang berisi keinginan untuk menyenangkan diri sendiri. Cinta yang mengandung Cinta duniawi. Cinta materi dan cinta kedagingan. Cinta yang hanya dapat bertahan selama dirinya disenangkan. Cinta yang mengharapkan balas jasa, mengharapkan imbalan. Cinta yang tujuannya hanya untuk mencari kesenangan.

   "Menyesal sekali, Bhong-Kongcu. Terpaksa saya tidak dapat memenuhi syarat yang kau ajukan itu,"

   Katanya tenang namun dengan nada lembut.

   "Akan tetapi mengapa engkau menolakku, nona? Aku cinta kamu dengan sepenuh jiwa ragaku dan apakah engkau tidak ingin bebas dari tangan Kim Niocu? Ingat mengerikan sekali kalau engkau tidak dapat meloloskan diri, nasibmu akan buruk dan Engkau akan celaka, terhina, tersiksa...!

   "Menyesal sekali, Kongcu. Aku tentu saja ingin bebas. Akan tetapi syaratmu itu tidak mungkin kupenuhi."

   "Kenapa? Apakah aku tidak berharga menjadi suamimu? Atau... apakah engkau membenciku?"

   Ouw Yang Hui menggelengkan kepalanya.

   "Aku menghargaimu, Kongcu, karena engkau selalu bersikap sopan dan baik kepadaku. Akan tetapi untuk menjadi isterimu atau isteri siapapun juga, aku tidak mungkin dapat melakukannya karena aku sudah mempunyai seorang calon suami, seorang tunangan. Bahkan aku percaya bahwa dia pasti akan datang untuk menolong dan membebaskan aku."

   Wajah Bhong-Kongcu menjadi kemerahan hatinya panas oleh cemburu.

   "Hemm, apakah dia akan mampu?"

   Suaranya bernada mengejek.

   "Aku tahu dia akan mampu membebaskanku Kongcu, karena tunanganku itu seorang pemuda yang memiliki ilmu kepandaian tinggi."

   Tiba-tiba Bhong Lam teringat akan sesuatu.

   "Ah, maksudmu pemuda yang tempo hari berkelahi melawan Pangeran Yorgi itukah tunanganmu?"

   Ouw Yang Hui menggeleng kepalanya.

   "Bukan, Kongcu. Dia itu adalah Kakak Tan Song Bu, seorang Suhengku. Akan tetapi tunanganku bernama Wong Sin Cu."

   Setelah berkata demikian, barulah Ouw Yang Hui menyadari bahwa ia telah kelepasan bicara. Kenapa ia harus memperkenalkan nama Suhengnya dan nama tunangannya? Tiba-tiba pada saat itu terdengar sempritan di sana sini. Bhong Lam terkejut karena maklum bahwa itu merupakan tanda akan adanya bahaya dan semua orang harus bersiap-siap.

   "Nona, cepat engkau masuk ke dalam kamar. Cepat ada bahaya!"

   Pemuda itu membuka pintu kamar, membiarkan Ouw Yang Hui masuk kamar besar lalu dia menutupkan pintu kamar itu dan duduk di atas bangku depan kamar untuk melakukan penjagaan karena dialah yang bertanggung jawab atas tujuh orang gadis tawanan itu. Dia melihat beberapa orang anggauta dari tiga regu pasukan pengawal berlari-larian, juga belasan orang anggauta Pek-Lian-Kauw yang bertugas menjaga tempat itu berlalu lalang dan tampaknya panik.

   "Hei, apa yang terjadi?"

   Tanya Bhong Lam kepada seorang di antara mereka.

   "Kongcu, kita diserbu musuh lihai dan Kim Niocu berpesan agar Kongcu berhati-hati menjaga para gadis tawanan itu,"

   Kata anggauta Pek-Lian-Kauw itu. Biarpun dia seorang pemuda yang cukup lihai, namun melihat sikap para anggauta Pek-Lian-Kauw itu, Bhong Lam merasa gentar juga dan diapun mencabut pedangnya dan dengan pedang telanjang di pangkuannya, dia duduk kembali dan memasang mata dan telinga dengan waspada. Apakah yang sedang terjadi? Ternyata ada seorang asing yang mampu melewati semua alat rahasia jebakan dari kaki sampai ke puncak bukit itu dan dia sudah tiba di pintu pagar pekarangan rumah gedung itu! Dia seorang pemuda yang berpakaian sederhana, berwajah, tampan dan biarpun bentuk tubuhnya sedang saja namun gerak geriknya tangkas dan gagah perkasa. Pemuda ini bukan lain adalah Wong Sin Cu!

   Seperti telah diceritakan di bagian depan, dalam usaha mencari Ouw Yang Hui, Sin Cu berpencar dengan Gan Hok San. Kita telah mengikuti perjalanan Gan Hok San yang berkunjung ke cabang Pek-Lian-Kauw yang diketuai oleh Bhong Khi, akan tetapi di tempat itu dia tidak dapat berhasil mendapatkan keterangan tentang Ouw Yang Hui karena pihak Pek-Lian-Kauw menyangkal melakukan penculikan itu. Adapun Sin Cu bermaksud pergi ke Kotaraja untuk menyelidiki Ouw Yang Lee dan kawan-kawannya, terutama Hek Pek Moko yang dia duga merupakan pembunuh-pembunuh yang mengaku sebagai orang Siauw-Lim-Pai untuk mengadu domba antara Siauw-Lim-Pai dan partai-partai Bu-Tong-Pai dan Kong-Thong-Pai. Juga dia ingin menyelidiki Ouw Yang Lee karena mendengar bahwa datuk majikan Pulau Naga ini pernah berusaha untuk membunuh tunangannya, yaitu Ouw Yang Hui,

   Kebetulan sekali ketika dia berada dikaki Bukit Cemara, dia melihat rombongan banyak wanita berkuda. Pakaian para wanita itu sungguh menyolok dan menarik. Ada seregu wanita berpakaian hitam, ada yang berpakaian merah dan ada pula yang berpakaian putih. Mereka itu mengawal dua buah kereta yang tidak tampak penumpangnya karena tertutup dan ada pula seorang pemuda tampan gagah menunggang kuda di belakang kereta besar. Rombongan itu menunggang kuda dan mendaki bukit itu. Hati Sin Cu tertarik karena mudah diduga bahwa rombongan itu jelas bukan rombongan biasa. Dia lalu mencari keterangan di dusun yang berada tak jauh dari kaki bukit. Ketika penduduk dusun ditanyai Sin Cu tentang bukit itu, dia menjadi pucat dan berbisik.

   "Orang muda, jangan banyak bicara tentang bukit itu."

   Tentu saja Sin Cu semakin tertarik. Penduduk dusun itu tampak ketakutan.

   "Akan tetapi mengapa, Paman? Aku hanya ingin mengetahui apa namanya bukit itu dan siapa yang mendiaminya. Kulihat tadi banyak wanita menunggang kuda mendaki bukit."

   "Ssttt... jangan bicara keras. Itu Bukit Siluman..."

   "Eh? Bukit Siluman? Akan tetapi tadi aku melihat banyak sekali wanita berpakaian aneh, ada yang serba hitam, ada yang serba merah dan serba putih, menunggang kuda bersama seorang pemuda mengawal dua buah kereta..."

   "Hushhh...! Pakaiannya aneh-aneh? itu bukan manusia, itu siluman!"

   Kata orang itu lalu dia membalikkan tubuh meninggalkan Sin Cu dengan cepat.

   "Tunggu, Paman..."

   Sin Cu berseru. Akan tetapi mendengar seruan Sin Cu orang itu malah berlari ketakutan. Sin Cu menjadi tertarik sekali. Tentu ini patut diselidiki, pikirnya. Siapa tahu menjadi sarang penjahat yang meresahkan kehidupan penduduk dusun di sekitarnya.

   Demikianlah, pada sore hari itu juga Sin Cu mendaki bukit yang disebut Bukit Siluman oleh penduduk dusun tadi. Ketika Sin Cu memasuki hutan cemara pertama di lereng bawah, tiba-tiba terdengar suara berciutan dan lima batang anak panah menyambar ke arahnya dari berbagai jurusan! Sin Cu terkejut akan tetapi tetap tenang. Dia mengelak dengan berlompatan dan menyambar sebatang anak panah yang ditangkap gagangnya. Dia memeriksa mata anak panah yang berwarna kehitaman. Beracun! Dia membuang anak panah itu dan dengan sikap waspada dia meneliti keadaan. Namun sunyi saja di situ, tidak ada gerakan orang. Diapun menduga bahwa anak panah yang lima batang tadi tentu bukan dilepas oleh tangan manusia, karena kalau ada orang-orang menyerangnya dengan panah gelap, tentu dia dapat mendengar gerakan mereka.

   Dia lalu memeriksa ke bawah. Mungkin kakinya tadi melanggar sesuatu yang membuat alat rahasia menggerakkan busur melepaskan anak panah tadi. Benar saja dugaannya. Kakinya terlibat benang hijau yang sukar dilihat di antara rumput. Benang itu tadi tersangkut kakinya dan putus sehingga menggerakkan alat rahasia yang menggerakkan lima batang busur yang dipasang di pohon-pohon sekelilingnya sehingga lima batang anak panah meluncur menyerangnya. Sin Cu mengangguk-angguk. Tahulah dia mengapa bukit itu disebut Bukit Siluman dan ditakuti penduduk dusun. Ternyata bukit itu memang berbahaya sekali agaknya penuh dengan alat-alat jebakan yang berbahaya. Dia melangkah maju dengan hati-hati sekali agar kakinya jangan melanggar batu atau benang yang dapat menggerakkan alat-alat rahasia.

   Tiga kali dia melihat benang melintang di depan kakinya dan dia melangkahinya. Akan tetapi ketika dia tiba di jalan yang mendaki, ada ranting pohon menghalang di depannya.Ia menyingkap dan mendorong ranting itu ke samping. Tiba-tiba terdengar suara keras dan dari bagian atas jalan itu menggelinding sebongkah batu sebesar kerbau ke aralnya dengan cepat sekali! Karena batu itu tadinya sudah ada di sebelah atas, dekat sekali dengan tempat Sin Cu berdiri. kini agaknya alat pengganjalnya terlepas oleh alat rahasia yang bergantung diranting tadi, maka batu itu menimpa Sin Cu dengan cepat dan Sin Cu tidak mempunyai waktu untuk mengelak lagi. lagi pula tempat itu sempit, di sebelah kiri jurang menganga dan di sebelah kanan tebing gunung. Terpaksa Sin Cu mengerakkan tenaga sakti Thai-Yang Sin-Ciang, kedua tangannya terbuka didorongkan menyambut batu sebesar kerbau itu.

   "Wuuttt... daarrrrr...!"

   Batu itu meledak dan pecah berhamburan, berjatuhan ke dalam jurang dan Sin Cu terhindar dari ancaman maut. Sin Cu menghela napas panjang. Berbahaya sekali keadaan tadi. Dia melangkah lagi dan berhadapan dengan jurang. Dia maklum bahwa dia telah salah jalan, maka terpaksa dia kembali lagi turun dari lereng itu. Tiba-tiba matanya melihat jejak tapak kaki banyak kuda. Dia girang sekali. Tentu ini tapak kaki kuda yang ditunggangi rombongan tadi, pikirnya.

   Dia mencari dan setelah yakin bahwa itu tapak kaki banyak kuda, dia lalu mengikuti jejak itu. Biarpun dia hampir yakin bahwa jalan yang ditempuh rombongan berkuda itu tentu jalan yang aman, namun dia tetap berhati hati dan sengaja berjalan di atas tapak roda kereta yang memanjang. Akhirnya tibalah dia di depan pekarangan yang dilingkari pagar besi. Sementara itu, malam telah tiba. Sin Cu merasa beruntung sekali karena kalau melakukan pendakian di waktu malam gelap, tentu berbahaya sekali dan tidak berani dia melakukannya. Juga beruntung dia menemukan jejak dua buah kereta dan rombongan berkuda tadi sehingga dia kini dapat tiba di depan pekarangan luas sebuah gedung besar. Pekarangan itu tampak sunyi saja. Sebuah gardu penjagaan di dekat pintu pekarangan itu juga sepi, tidak tampak ada orang yang berjaga di situ.

   Sebuah lampu gantung menerangi depan gardu, dan di serambi rumah besar itu, juga terdapat empat buah lampu gantung besar yang menerangi pekarangan dan serambi itu. Sin Cu menghampiri pintu pekarangan yang, terbuat dari besi dan setinggi dadanya, lalu mendorongnya perlahan. Begitu dia mendorong pintu besi itu, terdengar bunyi gemerincing nyaring. Sin Cu terkejut, akan tetapi dia sudah memasuki pekarangan itu. Ternyata pada pintu pekarangan itupun dipasangi alat rahasia sehingga begitu pintu dIbuka tangan Orang yang tidak mengetahui akan rahasianya, akan terdengar bunyi nyaring itu yang merupakan tanda bahaya. Mendadak pekarangan yang sunyi itu tiba-tiba penuh dengan orang. Belasan orang anggauta Pek-Lian-Kauw yang bertugas menjaga gedung itu sudah bermunculan dan cepat sekali mereka mengepung Sin Cu.

   "Tangkap orang ini!"

   Bentak komandan regu penjaga yang berjumlah belasan orang itu. Mereka serentak menerjang maju dari segala jurusan, berusaha membekuk dan menangkap Sin Cu. Akan tetapi Sin Cu cepat menggerakkan kaki tangannya dan para pengeroyok itu roboh berpelantingan disambar tamparan tangan dan tendangan kakinya. Orang-orang itu terkejut sekali. Tahulah mereka bahwa pemuda asing itu adalah seorang yang lihai sekali.

   "Bunuh pengacau ini!"

   Bentak pemimpin regu itu. Mereka semua lalu mencabut sebatang golok dan segera mengepung dan menerjang Sin Cu dengan serangan golok mereka. Menghadapi serangan belasan batang golok yang cukup berbahaya itu, Sin Cu lalu mempergunakan Chit-Seng Sin-Po (Langkah Sakti Tujuh Bintang). Kedua kakihya melangkah dengan aneh dan cepat dan tubuhnya sudah dapat menghindar dari semua bacokan dan tusukan golok. Kedua tangannya bergerak cepat dibantu kakinya yang kadang menendang. Terdengar teriakan-teriakan dan tubuh para pengeroyok berpelantingan, golok mereka beterbangan.

   "Semua mundur! Nyalakan obor!"

   Terdengar bentakan suara wanita dan munculah Hek Hwa, gadis berpakaian hitam yang memimpin regu Hek I Kiam-Tin (Pasukan Pedang Baju Hitam) yang terdiri dari sembilan orang gadis berpakaian serba hitam itu.

   Belasan orang penjaga yang tadi berpelantingan itu cepat mundur dan mereka mengambil dan menyalakan obor sehingga pekarangan itu menjadi terang sekali. Kini sembilan orang gadis baju hitam, dipimpin oleh Hek Hwa, sudah berhadapan dengan Sin Cu. Mereka semua telah memegang sebatang pedang. Hek Hwa maklum bahwa pemuda itu memiliki ilmu silat yang amat tangguh. la tadi sudah melihat sepak terjang pemuda itu ketika merobohkan belasan orang anggauta Pek-Lian-Kauw. Karena maklum bahwa lawan ini berbahaya sekali, maka ia memberi isyarat dengan pedangny?. la sendiri sudah cepat menyerang sambil mengeluarkan bentakan nyaring. Pedangnya meluncur dan menusuk ke arah dada Sin Cu.

   Melihat gerakan pedang ini, Sin Cu maklum bahwa lawannya ini cukup ahli memainkan pedang. la mengelak dengan langkah ajaibnya, lalu melangkah mundur. Delapan orang gadis baju hitam lainnya sudah bergerak cepat mengepungnya dan menyerang dengan pedang mereka. Serangan mereka begitu rapi dan saling menunjang. Melihat ini, Sin Cu terkejut. Kiranya dia menghadapi barisan pedang yang dapat bekerja sama dengan hebat. Dia segera meraba punggungnya dan tampak sinar putih berkeredepan tertimpa cahaya lampu dan obor. Pedang Pek-Liong-Kiam telah berada di tangannya dan ketika dia menggerakkan pedang itu dengan ilmu pedang Pek-Liong Kiam-Sut yang dirangkai oleh Bu Beng Siauwjin. Sinar putih bergulung-gulung dan tampak indah sekali di bawah sinar obor, bagaikan seekor naga putih beterbangan di antara awan mendung yang dibentuk oleh asap obor.

   "Trang... trang... trang...!"

   Terdengar bunyi suara nyaring ketika pedang-pedang di tangan para anggauta Hek I Kiam-Tin bertemu dengan sinar pedang Pek-Liong-Kiam dan tampak bunga api berpijar-pijar. Akan tetapi segera terdengar seruan-seruan kaget para wanita baju hitam itu karena pedang mereka patah patah bertemu dengan sinar putih itu. Sembilan orang Hek I Kiam-Tin terdesak mundur. Terdengar teriakan nyaring dan Hek I Kiam-Tin mundur lalu diganti kedudukan mereka oleh Ang I Tok-Tin! Sembilan orang gadis baju merah ini sudah menyerang dengan jarum-jarum beracun mereka. Akan tetapi semua jarum beracun itu rontok ketika bertemu sinar putih dari Pedang Pek-Liong-Kiam. Sembilan orang gadis baju merah itu menerjang dan mengepung, menggunakan senjata bermacam-macam yang semuanya mengandung racun.

   Ada pula yang melemparkan tepung beracun kepada Sin Cu. Namun Sin Cu mempercepat gerak pedangnya dan semua serangan itu dapat dihalau oleh sinar putih. Tepung merah beracun yang dilemparkan ke arah pemuda itupun buyar dan membalik ketika bertemu dengan sinar putih yang membawa angin kuat! Tubuh Sin Cu sudah tidak tampak lagi. Yang tampak hanya?ah sinar putih bergulung-gulung, mendatangkan angin dahsyat dan mengeluarkan bunyi gaung yang menggetarkan! Ketika para gadis baju merah itu dengan nekat menyerang dengan senjata mereka, kembali terdengar bunyi nyaring dan senjata mereka patah-patah. Ang I Tok-Tin yang sebetulnya tingkatnya masih lebih tinggi dari Hek I Kiam-Tin, terkejut dan mereka semua berlompatan ke belakang.

   "Biarkan kami yang maju terdengar"

   Bentakan nyaring dan Pek Hwa telah melompat ke depan diikuti delapan orang rekannya. Tanpa banyak cakap lagi sembilan orang gadis berpakaian putih ini berdiri berjajar di depan Sin Cu, berkemak-kemik kemudian atas isarat Pek Hwa, sembilan mulut mungil itu mengeluarkan bentakan berbareng,

   "Berlututlah engkau!"

   Sin Cu terkejut ketika merasa betapa kedua kakinya seperti lemas dan ada kekuatan luar biasa yang menekannya agar dia menjatuhkan diri berlutut di depan sembilan orang gadis berpakaian putih itu. Akan tetapi Sin Cu menyadari bahwa dirinya dipengaruhi ilmu sihir, maka dia cepat mengerahkan kekuatan batinnya dan berkata dengan suara tenang namun berwibawa.

   "Tidak, aku tidak akan berlutut terhadap siapapun!"

   Ucapannya itu membuyarkan kekuatan sihir Pek I Hoat-Tin. Pek Hwa menjadi marah dan ia memberi isarat. Mereka lalu bergabung menjadi satu. Pek Hwa membanting sesuatu. Terdengar ledakan dan nampak asap hitam tebal mengepul. Sembilan orang gadis pakaian putih itu lalu mendorongkan kedua tangan mereka ke depan dan... asap hitam yang bergulung-gulung itu bergerak dan membentuk mahluk yang menyeramkan.

   Seekor naga raksasa yang mukanya menyeramkan sekali, dengan mata mencorong seperti mengeluarkan api, juga. mulut yang merah itu terpentang lebar dan kedua kaki depan nya siap untuk mencengkeram ke arah Sin Cu. Sin Cu segera maklum bahwa dia berhadapan dengan barisan yang mengandalkan kekuatan sihir. Dia lalu mengerahkan tenaga, menekuk kaki kirinya sehingga lutut, tangan kiri menyentuh tanah, tangan kanan lurus ke atas. Inilah pembukaan ilmu silat Im-Yang Sin-Ciang yang seolah menghimpun kekuatan dari langit dan bumi, kemudian dia berdiri dengan kedua kaki ditekuk dan sambil mengerahkan tenaga inti Matahari, dia mendorong ke depan. Dari kedua tangannya meluncur hawa yang berlawanan, mengandung tenaga dingin di telapak tangan kiri dan panas di telapak tangan kanan.

   "Wuuutttt... blarrrr...!"

   
Sepasang Rajah Naga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Asap, hitam yang membentuk naga itu disambar hawa pukulan ini dan seketika buyar. Lenyaplah bentuk naga dan asap itupun membuyar lenyap. Sembilan orang gadis berpakaian putih itu terdorong ke belakang dan terhuyung-huyung.

   "Kalian semua mundur!"

   Terdengar bentakan merdu dan muncullah Kim Niocu. Tiga regu pengawal itupun mundur dan mengepung pekarangan itu. Sin Cu mengangkat muka memandang. Dia terbelalak kaget dan hampir saja dia memanggil karena mengira bahwa Ouw Yang Hui yang muncul d? depannya. Wajah dan bentuk tubuh gadis yang kini berdiri di depannya itu mirip benar dengan Ouw Yang Hui. Akan tetapi melihat sinar matanya dan pakaiannya, Sin Cu pun sadar bahwa gadis ini bukan Ouw Yang Hui. Sinar matanya yang mencorong itu jauh berbeda dengan sinar mata kekasih atau tunangannya yang lembut.

   Di bawah sinar banyak obor yang kemerahan namun cukup terang, gadis itu tampak luar biasa cantik jelitanya. Gerak-gerik dan sikapnya juga halus lembut seperti sikap Ouw Yang Hui, hanya matanya yang bersinar tajam dan membayangkan kekerasan yang luar biasa. Sebintik tahi lalat kecil di ujung mulut sebelah kiri meyakinkan Sin Cu bahwa gadis itu bukan Ouw Yang Hui, biarpun sama cantik menariknya. Pakaiannya serba hijau dengan rambut ditutup kain kepala sutera putih, Gadis itu memandang kepadanya dengan mata penuh selidik dan mulutnya yang manis menggairahkan itu mengembangkan senyum kagum. Memang pada saat itu, Kim Niocu merasa kagum sekali kepada Sin Cu, bukan hanya kagum oleh ketampanannya, melainkan terutama sekali oleh kegagahan Sin Cu yang dilihatnya tadi mampu mengalahkan tiga regu pengawalnya.

   "Sobat, siapakah engkau?"

   Tanya Kim Niocu dengan suara ramah dan lembut, tidak mengacuhkan kemunculan Bhong Lam yang berdiri di belakangnya. Wong Sin Cu merasa bahwa dia telah menyebabkan kerIbutan di tempat tinggal orang. Dia tadi terpaksa membela diri karena diserang dan tidak sempat bicara dengan para penyerangnya. Sekarang, setelah ditanya, dia merasa rikuh sekali karena dia merupakan tamu tak diundang yang membuat atau mendatangkan kekacauan. Melihat sikap gadis jelita ini, dia dapat menduga bahwa ia tentu pemimpin, atau setidaknya orang penting di tempat ini, maka diapun cepat mengangkat kedua tangan di depan dada sebagai penghormatan.

   "Namaku adalah Wong Sin Cu, nona."

   Orang-orang Pek-Lian-Kauw itu tidak pernah mendengar nama ini maka pengakuan nama Sin Cu tidak mendatangkan kesan apa-apa. Akan tetapi mendengar disebutnya nama Wong Sin Cu, Bhong Lam menjadi terkejut bukan main! Inilah tunangan Ouw Yang Hui yang tadi didengarnya diceritakan oleh gadis tawanan itu! Menurut Ouw Yang Hui, tunangannya pasti akan dapat menemukan dan membebaskannya dan melihat betapa pemuda itu telah dengan mudahnya mengalahkan tiga regu pengawal wanita, hatinya menjadi khawatir sekali. Dia lalu mundur dan menjauh.

   "Wong Sin Cu, sepanjang ingatanku, aku dan anak buahku di sini tidak pernah bermusuhan denganmu. Apa maksudrnu datang malam-malam ke tempat kami dan menyerang anak buahku?"

   "Maafkan aku, nona..."

   "Panggil aku aku Niocu, namaku Kim Lian dan biasa disebut orang Kim Niocu, engkaupun boleh memanggilku demikian."

   "Maafkan aku, Niocu. Aku sama sekali bukan menyerang siapapun, melainkan aku hanya membela diri karena diserang. Mereka ini langsung menyerangku tanpa memberi kesempatan kepadaku untuk bicara."

   "Baiklah, mereka menyerangmu lebih dulu dan mereka melakukan itu karena engkau telah melanggar wilAyah kami, telah berani datang malam-malam ke sini tanpa ijin. Sekarang katakan, mengapa engkau datang ke tempat ini? Apa kehendakmu?"

   Pandang mata Kim Niocu tajam seperti hendak menembus dada menjenguk isi hati Sin Cu. Akan tetapi karena dia tidak berbohong, Sin Cu menjawab dengan tenang saja.

   "Ketika berada di kaki bukit, aku mendengar cerita penduduk dusun bahwa bukit ini disebut Bukit Siluman dan di puncak bukit ini terdapat banyak siluman yang menakutkan. Aku menjadi tertarik dan ingin melihat puncak bukit ini. Maka aku lalu mendaki dan melihat adanya banyak jebakan berbahaya, aku tahu bahwa bukan siluman yang tinggal di sini melainkan manusia. Aku sampai di sini dan tiba-tiba saja dikeroyok mereka ini."

   Kim Niocu tersenyum.

   "Wong Sin Cu, apakah engkau tidak takut siluman?"

   "Aku tidak mempunyai niat jahat, maka tidak pernah takut kepada siapapun dan apapun."

   Kim Niocu tersenyum.

   "Dan setelah engkau kau tiba di sini, apakah engkau bertemu dengan siluman? Apakah engkau menganggap aku ini ratu siluman?"

   Sin Cu memandang ke sekelilingnya. Wanita semua, hanya pemuda tadi yang kini tidak tampak lagi bayangannya. Belasan orang laki-laki yang menyambut dan menyerangnya pertama tadipun tidak tampak lagi. Yang mengepungnya hanya tiga regu wanita berpakaian hitam, merah dan putih tadi dan wanita cantik jelita di depannya yang memandangnya dengan senyum simpul.

   "Aku tidak melihat siluman, yang kutemukan adalah regu-regu wanita yang lihai dan engkau adalah seorang gadis yang amat cantik, bukan ratu siluman."

   Pada saat itu terdengar jeritan melengking dari dalam.

   "Cu Koko...!"

   Tetapi suara itu terhenti seolah mulut yang menjerit itu didekap, Dan memang yang menjerit itu adalah Ouw Yang Hui. Ketikai Bhong Lam meninggalkan kamar untuk melihat apa yang terjadi di luar, Ouw Yang Hui yang mendengar suara rIbut dan beradunya senjata, segera dia menyelinap keluar.

   la melihat bahwa perkelahian telah terhenti dan seorang pemuda dikepung dan berhadapan dengan Kim Niocu, Ketika mengenal bahwa pemuda itu adalah tunangannya, iapun menjerit untuk memperingatkan Sin Cu bahwa tempat itu amat berbahaya. Akan tetapi baru saja ia menjerit memanggil nama Sin Cu, tangan Bhong Lam telah mendekap mulutnya dari belakang, lalu ia ditotok sehingga tidak mampu bergerak atau berteriak lagi. Bhong Lam memondongnya dan membawanya kembali ke dalam kamar besar. Sementara itu, begitu mendengar jeritan itu, Sin Cu terbelalak dan tentu saja dia mengenal suara kekasihnya. Tak salah lagi, tentu Ouw Yang Hui yang menjerit tadi. Dia mengangkat muka memandang ke arah dalam, akan tetapi tidak dapat melihat tunangannya itu.

   "Hui-moi...!"

   Sin Cu hendak berlari masuk, akan tetapi Kim Niocu sudah menghadangnya.

   "Perlahan dulu, Wong Sin Cu, tidak boleh engkau memasuki rumahku begitu saja."

   Kata wanita itu sambil menghadang mengembangkan lengannya dan tangan kirinya sudah memegang sebatang hudtim (kebutan pertapa) berbulu merah dan gagangnya terbuat dari pada gading terukit indah.

   "Kim Niocu, itu suara Ouw Yang Hui, tunanganku! Engkau menculiknya?"

   Bentak Sin Cu marah.

   "Minggirlah aku harus menemuinya!"

   "Engkau tidak boleh masuk, robohkan dulu aku kalau engkau mau masuk ke dalam rumahku!"

   Kim Niocu juga membentak dan tiba-tiba tangannya bergerak.

   Hudtim berubah menjadi sinar merah yang menyambar ke arah muka Sin Cu. Sin Cu tadi sudah menyarungkan pedangnya dan kini karena Kim Niocu maju menyerangnya seorang diri, dia merasa tidak enak kalau harus menghadapi lawan seorang gadis saja harus menggunakan pedang. Dia lalu mengelak ke belakang dan tangannya menyambar ke depan, untuk menangkap dan merampas kebutan itu. Akan tetapi gerakan Kim Nio lincah sekali. Kebutannva sudah meluncur ke samping dan membalik, ujungnya berubah keras seperti sepotong baja dan menotok ke arah lambung Sin Cu. Pemuda ini terkejut sekali. Terpaksa dia mengelak dan pada saat itu tangan kanannya sudah meluncur ke depan dan mencengkeram kerah leher Sin Cu! Sin Cu tak mungkin dapat mengelak lagi karena cengkeraman tangan itu menyambar dengan kecepatan kilat. Maka diapun menggerakkan tangan kirinya menangkis.

   "Dukk...!"

   Dua lengan bertemu, dua lengan yang mengandung kekuatan dahsyat. Sin Cu merasa betapa lengannya tergetar, tanda bahwa gadis itu memiliki tenaga sinkang yang amat kuat. Dia terkejut dan tahulah dia bahwa dia tadi telah memandang rendah gadis itu yang ternyata memiliki ilmu silat yang tinggi. Di lain pihak, Kim Niocu menjadi semakin kagum karena tangkisan itu membuat dia terdorong ke belakang dan terasa olehnya betapa kuatnya lengan yang menangkisnya tadi. Timbul kekaguman dan kegembiraan dalam hatinya.

   Kalau selama ini Kim Niocu terkenal sebagai seorang wanita yang angkuh dan tidak pernah tampak akrab dengan pria seolah-olah ia tidak suka kepada pria, hal itu adalah karena selama ini, la belum pernah bertemu dengan pria yang mampu menandinginya. Sebetulnya ia tertarik dan suka sekali kalau melihat pria tampan, bahkan diam-diam ia juga tertarik melihat Bhong Lam yang tampan. Akan tetapi, rasa tertarik itu hilang, terganti perasaan memandang rendah karena pria itu tidak mampu menandingi ilmu kepandaiannya. Oleh karena itu, begitu bertemu dengan Sin Cu yang selain tampan juga ternyata lihai sekali, seketika hatinya tertarik sekali dan ia merasa gembira mendapat kesempatan untuk bertanding menguji kepandaian pemuda itu. la mengeluarkan semua ilmunya dan mengerahkan tenaga untuk mengalahkan Sin Cu. Tiba-tiba Kim Niocu mengubah permainan silatnya dan ia berkata lirih,

   "Wong Sin Cu, kita adalah sahabat baik, mari menari bersamaku!"

   Gerakan silatnya berubah aneh, indah dan gemulai, berlenggang lenggok dengan gerakan-gerakan lembut. la menari, bukan bersilat lagi, akan tetapi tarian ini mengandung serangan yang tampaknya saja perlahan namun amat berbahaya. Sin Cu melihat betapa wajah itu menjadi semakin cantik menarik, penuh senyum manis, bibir itu bergerak-gerak menggairahkan, sepasang mata itu memandang dan dengan jelas sinar matanya mengandung pernyataan cinta. Ketika mendengar ucapan itu dan kaki tangannya bergerak di luar kehendaknya seperti hendak mengikuti gerakan gadis itu, tahulah Sin Cu bahwa Kim Niocu mempergunakan kekuatan sihir yang hebat.

   "Engkau, bukan sahabatku, bebaskan Ouw Yang Hui baru aku akan menganggapmu seorang sahabat!"

   Kata Sin Cu sambil mengerahkan kekuatan batinnya seperti yang dia pelajari dari Bu Beng Siauwjin, Seketika keinginan yang mendorongnya untuk menari tadi lenyap dan pada saat itu, ujung kebutan merah itu meluncur dan menotok pundaknya. Biarpun gerakan Kim Niocu seperti menari, akan tetapi totokan itu cepat dan kuat sekali. Bukan totokan mematikan, melainkan untuk membuat tubuh lemas dan lumpuh. Sin Cu cepat memutar tubuhnya, akan tetapi kini ujung kebutan itu seperti hidup, mengejar ke mana saja tubuhnya bergerak. Sin Cu terkejut. Wanita ini memang lihai bukan main dan kalau dia hanya mengandalkan elakan dan tangkisan saja, akhirnya dia sendiri akan terancam bahaya. Dia melompat ke belakang dan tangannya meraba belakang punggung.

   "Singgg...! Sinar putih tampak dan ketika sinar merah kebutan itu mencoba mendesaknya, Sin Cu menggerakkan pedangnya.

   Sinar putih menyambut kebutan itu dan terjadilah pertandingan yang amat seru. Kini Sin Cu tidak mau mengalah lagi karena wanita itu memang lihai bukan main. Tiga puluh jurus lewat dan keduanya masih saling serang dengan serunya. Tiba-tiba mulut Kim Niocu membentak dan tangan kanannya bergerak ke depan. Dari telapak tangannya menyambar debu merah yang berbau harum sekali. Sin Cu yang selalu waspada dapat menduga bahwa debu merah itu pasti debu beracun yang amat berbahaya. Maka, dia menahan napas, melompat menghindar dan meniup ke arah debu merah dengan pengerahan tenaga. Debu itu tertiup membuyar dan membalik mengenai muka Kim Niocu sendiri. Akan tetapi karena Kim Niocu sudah memakan obat penawar, ia tidak takut bahkan mukanya menjadi kemerahan terkena debu halus dan menjadi semakin cantik menarik.

   Akan tetapi kegagalannya mempergunakan sihir dan racun pembius itu membuat wanita ini penasaran sekali, walaupun dalam hatinya ia merasa kagum bukan main. Pada saat itu, Sin Cu balas menyerang. Pedangnya menjadi sinar putih menyambar ke arah pundak kiri Kim Niocu. Maksudnya untuk memaksa wanita itu melepaskan senjata kebutannya. Akan tetapi Kim Niocu menggerakkan tangan kiri sedemikian rupa sehingga kebutannya membuat gerakan berputar dan tali-tali kebutan itu sudah membelit pedang dengan kuatnya! Serangan pedang Sin Cu tertahan di udara oleh belitan kebutan. Pada detik itu juga, tangan kanan Kim Niocu sudah menyerang dengan dorongan telapak tangan ke arah dada Sin Cu. Akan tetapi Sin Cu juga mendorongkan telapak tangan kirinya.

   "Plakk!"

   Kedua telapak tangan itu bertemu dan melekat! Wajah Kim Niocu berubah kemerahan, jantungnya berdebar karena ketika telapak tangannya bertemu dan melekat pada telapak tangan Sin Cu, merasakan kehangatan dan kemesraan yang luar biasa dan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Keadaan yang membuatnya tegang dan salah tingkah ini melemahkan pemusatan tenaganya karena perhatiannya kacau dan pada saat itu Sin Cu mengerahkan tenaga dan menarik pedangnya dengan sentakan kuat.

   "Brettt...!"

   Bulu-bulu kebutan itu rontok karena putus oleh pedang yang ditarik Sin Cu. Sin Cu membarengi dengan dorongan tangan kirinya dan tubuh Kim Niocu terpental dan terhuyung ke belakang. Ada rasa panas dan nyeri dalam dadanya menandakan bahwa ia terpukul oleh tenaganya sendiri yang membalik sehingga mengalami luka. Kim Niocu memberi isarat kepada anak buahnya dan ia sendiri melompat cepat masuk ke dalam rumah. Tiga regu pengawal wanita yang sudah diberi isarat juga berlompatan dan lenyap. Mereka maklum bahwa pemimpin mereka tidak mampu menandingi pemuda yang amat lihai itu dan isarat tadi berarti bahwa mereka harus menyembunyikan diri karena Kim Niocu hendak mempergunakan alat rahasia untuk menjebak lawan yang tangguh itu. Sementara itu, Kim Niocu yang melarikan diri ke dalam rumah sudah disambut oleh Bhong Lam.

   "Wong Sin Cu itu luar biasa lihainya."

   "Kita harus mempergunakan jebakan untuk menangkapnya!"

   Kata Kim Niocu. Bhong-Kongcu menggelengkan kepalanya.

   "Niocu, tidak akan mudah menjebaknya. Buktinya dia dapat mendaki sampai kesini dan melewati semua alat jebakan dengan selamat. Aku ada akal, Niocu. Kita harus rmenggunakan umpan. Dengan umpan yang saya pergunakan, saya tanggung bahwa kita akan dapat menangkap dia."

   "Umpan apakah itu? Bagaimana akalmu?"

   "Niocu, dia adalah tunangan Ouw Yang Hui!"

   "Ya, tadi dia telah mengakui hal itu. Cepat jelaskan!"

   "Nah, setelah dia melihat Ouw Yang Hui berada di sini, pasti dia akan masuk dan mencari untuk membebaskannya. Dia lihai dan berhati-hati, maka kita harus menggunakan akal. Kita pasang Ouw Yang Hui sebagai umpan di kamar yang memakai jebakan di lantainya itu. Kalau sudah terjebak, mudah saja kita membunuhnya!"

   Kim Niocu mengerutkan alisnya.

   "Bagus, laksanakan itu. Akan tetapi ingat, tak seorangpun boleh mengganggunya, apa lagi membunuhnya karena aku sendiri yang akan menanganinya!"

   "Baik, Niocu!"

   Pada saat itu terdengar suara hiruk pikuk di ruangan depan, tanda bahwa Sin Cu sudah mulai masuk sampai ke ruang depan, berarti dia sudah berhasil melewati alat-alat rahasia jebakan yang dipasang di serambi gedung. Memang Sin Cu yang tadi mendengar jerit suara Ouw Yang Hui nekat masuk untuk menemukan tunangannya. Akan tetapi diapun dapat menduga bahwa gedung ini tentu penuh dengan alat jebakan yang berbahaya, maka dia mulai memasuki serambi gedung dengan hati-hati sekali.Di depan gardu penjagaan tadi dia melihat sebatang tombak dan diambilnya tombak itu. Pedangnya dia sarungkan di belakang punggung lagi. Karena sudah menduga bahwa setiap bagian gedung itu tentu dipasangi alat jebakan, Sin Cu memasuki serambi yang tidak ada orangnya itu dengan hati-hati sekali.

   Dia mempergunakan tombak tadi sebagai pengganti kakinya, menyentuh dan menekan lantai yang akan diinjak di depannya. Demikianlah, dia maju selangkah demi selangkah menginjak tempat yang telah disentuh tombaknya. Ketika dia tiba di tengah ruangan tombaknya masih memukul ke lantai di depannya dan tiba-tiba terdengar suara keras dan dari atap meluncur tiga batang anak panah. Kalau saja dia berdiri di tempat yang disentuh tombaknya, tentu tiga batang anak panah itu akan meluncur ke arah tubuhnya dan ini berbahaya sekali mengingat bahwa anak panah itu datang dari jarak dekat di atas tempat itu. Dengan desing nyaring tiga batang anak panah itu meluncur dan menancap di atas lantai dan asap mengepul dari lantai yang tertusuk tiga batang panah itu.

   "Beracun!"

   Sin Cu melangkah maju lagi, didahului tombaknya yang menjadi penangkal jebakan. Dengan cara demikian, dia dapat memasuki ruangan depan. Tiba-tiba dari empat penjuru muncul banyak wanita berpakaian hitam merah dan putih, juga regu penjaga gedung yang terdiri dari anggauta Pek-Lian-Kauw.

   Kini Sin Cu sudah tahu bahwa mereka adalah orang-orang Pek-Lian-Kauw karena dia melihat tanda gambar bunga teratai di baju mereka bagian dada. Diapun teringat bahwa Kim Niocu yang cantik itu sepintas lalu melihat bunga mirip setangkai bunga teratai putih di atas daun hijau karena pakaian dan kain anak penutup kepalanya. Karena sudah maklum akan kelihaian pasukan-pasukan itu, Sin Cu terpaksa membuang tombaknya dan dia mencabut Pek-Liong-Kiam dari punggungnya. Para pengeroyok itu serentak mengepung dan menyerang Sin Cu. Pemuda ini memutar pedangnya yang berubah menjadi sinar putih bergulung-gulung. Tentu saja ruangan itu tidak cukup luas bagi kurang lebih empat puluh orang pengeroyok itu sehingga mereka tidak dapat mengeroyok dengan leluasa. Barisan tiga regu pengawal yang biasanya teratur rapi itu kini menjadi kacau karena sempitnya tempat.

   Hal ini menguntungkan Sin Cu dan dengan gerakannya yang cepat, dia mulai dapat merobohkan banyak pengeroyok dengan tendangan-tendangan dan tamparan tangan kiri. Bagaimanapun juga, Sin Cu tidak pernah dapat melupakan ajaran Bu Beng Siauwjin yang sudah mendarah daging dan melekat pada wataknya, yaitu di antaranya dia tidak mau sembarangan saja membunuh orang. Biarpun hatinya panas dan marah sekali melihat kenyataan bahwa tunangannya ditawan orang-orang ini, tetap saja dia tidak mau menjatuhkan tangan maut. Dia maklum bahwa mereka ini hanya anak buah yang sangat menaati semua perintah pimpinan mereka. Setelah banyak di antara para pengeroyok itu berpelantingan, tiba-tiba mereka berloncatan dan menghilang, sama seperti kemunculan mereka tadi. Sin Cu memandang ke sekeliling.

   

Pendekar Super Sakti Karya Kho Ping Hoo Pedang Kayu Harum Karya Kho Ping Hoo Pendekar Bunga Merah Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini