Sepasang Rajah Naga 27
Sepasang Rajah Naga Karya Kho Ping Hoo Bagian 27
"Bagus sekali! Kiam-Hoat (ilmu pedang) yang hebat!"
Sin Cu memuji dengan kagum, walaupun hatinya masih meragukan apakah gadis ini akan mampu menandingi kelihaian Kim Niocu. Senang hati Ouw Yang Lan mendapat pujian Sin Cu. la menganggap pemuda itu memiliki ilmu kepandaian silat biasa saja maka sampai dapat tertawan musuh dan ia ingin agar penmuda itu percaya kepadanya dan merasa yakin ia akan mampu membasmi orang-orang Pek-Lian-Kauw.
"Engkau percaya kepadaku sekarang Untuk meyakinkan hatimu, lihatlah ini"
Gadis itu lalu mengerahkan tenaga sinkangnya ke dalam kedua tangannya, lalu menghampiri batang pohon yang tadi digunduli, dalam jarak yang satu meter lebih ia lalu memukulkan kedua telapak tangannya dengan dorongan kuat. Sin Cu melihat ada uap putih keluar dari kedua telapak tangan itu.
"Braakk...!"
Batang pohon sebesar pinggang Ouw Yang Lan itu tumbang dan roboh! Hebat, pikir Sin Cu, gadis itupun memiliki pukulan yang mengandung tenaga yang cukup kuat. Biarpun belum tentu dapat menandingi Kim Niocu, akan tetapi sinkangnya sudah cukup hebat dan akan merupakan teman yang boleh diandalkan.
"Bagaimana, apakah engkau masih menganggap terlalu berbahaya bagi keselamatanku kalau aku ikut engkau mendaki bukit itu? Pula, apa yang engkau andalkan untuk dapat merampas kembali pedangmu dan memberi hajaran kepada mereka? Akan tetapi kalau aku menyertaimu, aku tanggung pedangmu akan dapat kurampas kembali dan mereka itu akan kuberi hajaran, terutama sekali perempuan rendah itu pasti akan dapat kubunuh!"
Sin Cu mengangguk-angguk. Gadis yang hebat. Ilmu silatnya tinggi, dan pemberani. Seorang pendekar wanita yang gagah.
"Terima kasih, nona, engkau telah menolongku tadi dan sekarang akan menolongku lagi, budimu amat besar..."
"Sudahlah, jangan bicara tentang budi. sebentar lagi engkaupun akan melupakan aku sama sekali!"
"Ah, tidak mungkin aku dapat melupakan budi pertolonganmu, nona."
"Hemm, namakupun tidak pernah kau tanyakan, bagaimana engkau akan dapat mengingat aku sedangkan namakupun belum kau ketahui?"
Kata Ouw Yang Lan sambil tersenyum mengejek. Sin Cu tertegun dan kulit mukanya tentu akan tampak merah sekali kalau saja muka itu tidak terhias bilur-bilur dan bengkak-bengkak membiru.
"Ah, maafkan aku, nona. Aku tadi tidak berani lancang menanyakan, akan tetapi bolehkan aku mengetahui namamu yang mulia dan terhormat?"
Ouw Yang Lan cemberut.
"Mulia dan terhormat apanya?"
La teringat akan namanya. la bermarga Ouw Yang, sama dengan marga Ayahnya yang ia benci. Tidak, ia malu menggunakan nama Ouw Yang, lebih baik menggunakan nama marga Ayah tirinya.
"Namaku Ciang Lan, Ayahku adalah Thai-Lek-Kui Ciang Sek, majikan Bukit Awan Putih di pegunungan Thai-San!"
Mendengar julukan Thai-Lek-Kui (lblis bertenaga Besar), biarpun dia sendiri belum pernah mendengar apa lagi bertemu orangnya, Sin Cu dapat menduga bahwa Ayah gadis ini tentu seorang tokoh kang-Ouw Yang amat terkenal,
"Ah, kiranya engkau puteri seorang datuk persilatan yang terkenal, nona Ciang Lan."
"Wong Sin Cu, berapa sih usiamu?"
"Dua puluh satu tahun lebih, nona."
"Aku baru sembilan belas tahun. Karena kita akan bekerja sama menyerbu sarang Pek-Lian-Kauw, sudah sepatutnya kalau engkau menyebut aku adik dan aku menyebutmu Kakak."
Sin Cu menjadi girang sekali. Ternyata gadis ini hanya sikapnya saja yang kasar dan bahkan galak, akan tetapi sebetulnya ramah dan mudah akrab, tidak sombong, dan wataknya jujur dan terbuka.
"Terima kasih, tentu saja aku senang sekali kalau bisa mempunyai seorang adik seperti engkau, Lan-moi (adik Lan)."
"Sudahlah, Cu-Ko (Kakak Cu), jangan memuji terus atau aku akan menyangka engkau seorang penjilat yang menjemukan."
"Maafkan aku, Lan-moi."
"Sudahlah, sudahlah! Engkau ini terlalu sopan. Mari kita berangkat, engkau menjadi penunjuk jalan!"
Mereka lalu berangkat mendaki Bukit Cemara. Sin Cu menjadi penunjuk jalan dan dia mengambil jalan yang dilewatinya kemarin sore ketika mendaki dan malam tadi ketika turun bukit. Biarpun dia sudah tahu di mana dipasangnya alat-alat perangkap, tetap saja dia bergerak hati-hati. Apalagi dia kini mendaki bersama gadis itu. Dia harus menjaga benar agar gadis itu tidak sampai tertimpa bencana.
"Hemm, apakah engkau tidak dapat bergerak lebih cepat lagi? Kalau kita merayap seperti ini, kapan sampainya di puncak?"
Ouw Yang Lan mengomel dan menganggap bahwa pemuda itu memang tidak pandai melakukan perjalanan cepat mempergunakan ginkang (ilmu meringankan tubuh). Sin Cu tidak menjawab melainkan menunjuk ke arah puncak.
"Kita sudah tiba dekat bangunan tempat tinggal mereka."
Kata Sin Cu sete?ah mereka menaiki lereng terakhir. Ouw Yang Lan memandang dan ia sudah melihat genteng bangunan itu.
"Biar aku sekarang yang berjalan di depan, Cu-Ko, agar aku yang menghadapi kalau ada bahaya mengancam. Jangan khawatir, aku akan melindungimu!"
Kata Ouw Yang Lan dengan sikap gagah dan iapun melangkah cepat mendahului Sin Cu. Karena dari tempat itu sampai ke pintu pagar perumahan Pek-Lian-Kauw itu tidak ada alat jebakannya, maka Sin Cu mengangguk menyetujui walaupun dia tetap waspada karena maklum bahwa Kim Niocu dan anak buahnya tidak boleh dipandang ringan. Mereka merupakan lawan tangguh yang amat berbahaya. Kini mereka tiba di depan pintu pagar. Sin Cu melihat betapa keadaan di situ sunyi saja. Akan tetapi dia tetap waspada, maklum bahwa orang-orang Pek-Lian-Kauw itu licik dan suka mengatur siasat yang berbahaya bagi mereka.
"Hemm, aku tidak melihat ada orang!"
Kata Ouw Yang Lan sambil nencabut pedangnya.
"Mungkin melihat aku datang mereka takut keluar!"
"Heii, perempuan yang bernama Kim Lian dan antek-anteknya! Kalau kalian memang berani, hayo keluar menandingi aku!"
Sin Cu terkejut. Menyesal juga hatinya mengajak gadis ini. Begitu sembrono dan terlalu berani, menantang-nantang secara terbuka seperti itu! Pada hal kalau dia bertindak sendiri, dia tentu akan menyusup secara diam-diam untuk menyelidiki apakah benar Ouw Yang Hui sudah lolos dari tempat itu. Sekarang, setelah Ciang Lan berteriak-teriak seperti itu, tidak mungkin lagi menyusup diam-diam dan harus menghadapi mereka secara tera?g-terangan. Akan tetapi karena sudah terlanjur diapun tidak dapat berbuat apa-apa kecuali menunggu dan melihat perkembangan keadaan.
(Lanjut ke Jilid 25)
Sepasang Rajah Naga (Cerita Lepas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 25
Sejenak hening saja. Suara Ouw Yang Lan yang dikeluarkan dengan pengerahan khikang kuat itu bergema diseluruh penjuru. Tiba-tiba terdengar bunyi suitan dan dari arah bangunan di balik pagar itu menyambar belasan batang anak panah ke arah Ouw Yang Lan yang berdiri di depan Sin Cu. Gadis perkasa itu memutar pedangnya dan semua anak panah runtuh tertangkis gulungan sinar pedang. Diam-diam Sin Cu merasa kagum. Kiranya gadis ini tidak hanya suaranya yang besar, melainkan memiliki ilmu kepandaian yang mengagumkan di samping keberanian yang luar biasa.
"Huh, begini sajakah kemampuan orang-orang Pek-Lian-Kauw yang sombong? Hanya menyerang orang secara menggelap... Pengecut-pengecut besar"
Teriak Ouw Yang Lan. Tiba-tiba terdengar bentakan-bentakan nyaring dan dari dalam rumah itu berserabutan keluar belasan orang laki-laki para anggauta Pek-Lian-Kauw yang bertugas menjaga rumah itu. Mereka berlarian menghampiri Ouw Yang Lan dengan golok di tangan. Sambil berteriak-teriak marah mereka menyerbu dan menyerang, mengeroyok gadis itu.
"Cu-Ko, mundurlah, biar aku menghajar anjing-anjing busuk ini!"
Kata Ouw Yang Lan dan iapun memutar pedangnya menjadi sinar bergulung-gulung menyambut belasan orang pengeroyoknya. Hebat memang permainan pedang dengan ilmu pedang Lo-Thian Kiam-Hoat (Ilmu Pedang Pengacau Langit) ini. Ilmu pedang ini pernah membuat nama Thai-Lek-Kui Ciang Sek menjadi terkenal di seluruh dunia kang-ouw.
Belasan orang pengeroyok itu terkejut bukan main, Silau pandang mata mereka oleh berkelebatnya sinar pedang. Setelah golok mereka bertemu dengan sinar pedang, terdengar suara berkerontangan dan empat batang golok patah menjadi dua. Mereka yang patah goloknya itu membuang golok buntung itu dan mencabut sepasang pisau belati, menggunakan sepasang senjata pendek ini untuk mengeroyok lagi. Belasan batang golok dan pisau belati menyambar-nyambar ganas. Akan tetapi Ouw Yang Lan sama sekal"
Tidak menjadi gugup. Dengan ilmu meringankan tubuh yang dapat membuat tubuhnya ringan ia bergerak cepat mengelak. Tubuhnya berkelebatan di antara sinar golok dan terkadang pedangnya membabat buntung golok para pengeroyok. Gadis ini lalu mempergunakan ilmu tendangan Soan-Hong-Tui (Tendangan Angin Puyuh).
Kedua kakinya bergantian mencuat dengan kecepatan kilat dan terdengarlah teriakan-teriakan kesakitan ketika kedua kaki itu menemukan sasaran. Dalam waktu beberapa menit saja empat orang terpelanting oleh tendangan kaki dara perkasa itu. Dan empat orang lain roboh terkena sambaran sinar pedang dan terluka oleh ujung pedang Lo-Thian-Kam. Mereka yang roboh itu masih dapat bangkit dan karena mereka sudah tidak mampu berkelahi, delapan orang itu mengundurkan diri dan pergi entah ke mana. Sisanya, sembilan orang lagi masih melawan mati-matian, akan tetapi mereka terdesak oleh sinar pedang yang dimainkan Ouw Yang Lan. Akhirnya seorang di antara mereka yang menjadi pimpinan memberi isarat dan cepat mereka mundur ketika pimpinan mereka membanting alat peledak. Terdengar ledakan keras dan asap hitam tebal memenuhi tempat itu.
"Lan-moi, mundur..."
Sin Cu berseru, Ouw Yang Lan sudah tahu akan bahaya dan iapun sudah melompat jauh meninggalkan tempat itu. Untung ia bergerak cepat sekali karena asap hitam itu memang mengandung racun yang berbahaya. Setelah asap membuyar dan perlahan-lahan tertiup angin dan pergi, Ouw Yang Lan dan Sin Cu sudah tidak melihat lagi para pengeroyoknya tadi.
Sin Cu cepat mengajak Ouw Yang Lan memasuki bangunan. Akan tetapi ternyata bangunan itu telah kosong! Kim Niocu dan anak buahnya, juga para tawanan wanita sudah pergi dari situ. Bahkan belasan orang pengeroyok tadipun tidak dapat ditemukan. Sin Cu mengerutkan alisnya. Dia masih belum tahu bagaimana dengan nasib Ouw Yang Hui. Apakah Ouw Yang Hui benar benar telah ditolong pemuda penolongnya semalam dan telah lolos dari tangan Kim Niocu? Ataukah tunangannya itu sebetulnya ditawan oleh Kim Niocu dan sekarang ikut dibawa pergi meninggalkan tempat itu? ia tidak tahu pasti. Akan tetapi kalau benar masih berada di tangan Kim Niocu, lalu untuk apa pemuda itu membohonginya dan menolongnya? Rasanya tidak mungkin! betapapun juga, hatinya masih belum puas dan masih penasaran sebelum dia dapat menemukan Ouw Yang Hui.
"Mari kita geledah tempat ini dengan teliti. Engkau menggeledah bagian kiri dan aku bagian kanan,"
Kata Ouw Yang Lan.
"Baik, Lan-moi, akan tetapi engkau berhati-hatilah."
Kata Sin Cu.
"Hemm, Cu-Ko, sebaiknya nasihatmu itu kau tujukan kepada dirimu sendiri. Engkau yang harus berhati-hati dan kalau terjadi apa-apa, cepat berteriak memanggilku agar aku dapat menolongmu."
Sin Cu mengangguk dan mereka lalu berpisah. Sin Cu memeriksa seluruh ruangan dan kamar di sebelah kiri dan Ouw Yang Lan memeriksa sebelah kanan. Akan tetapi ternyata semua ruangan dan kamar benar-benar telah kosong. Ketika mereka bertemu di ruangan belakang, Ouw Yang Lan menyerahkan sebuah buntalan kain kuning kepada Sin Cu.
"Nih, Cu-Ko, untukmu,"
Katanya sambil menyerahkan buntalan itu. Sin Cu menerimanya dan memandang heran.
"Apakah ini, Lan-moi?"
Ouw Yang Lan tersenyum dan memandang pakaian Sin Cu yang compang-camping.
"Apa lagi kalau bukan pengganti pakaianmu? Aku menemukan banyak pakaian pria yang indah-indah dalam almari di sebuah kamar. Aku mengambil beberapa stel pakaian dan kubungkus dengan kain kuning. Nah, sekarang engkau dapat berganti pakaian dan mempunyai bekal pakaian. Sekarang, engkau bersihkan badanmu dan berganti pakaian dulu, setelah itu kita makan lalu aku akan membakar bangunan ini."
Sin Cu memandang heran.
"Makan? Bakar rumah?"
"Tentu saja. Bukankah perutmu juga sudah lapar? Engkau kehilangan banyak darah dan kelelahan, perlu makan yang banyak. Dan tentang membakar rumah ini,pertama, rumah gerombolan penjahat ini memang perlu dibasmi dan kedua, kalau-kalau ada penjahat yang bersembunyi dalam ruangan rahasia, tentu dia akan terbakar atau terpaksa keluar."
Sin Cu menghela napas panjang.
"Sayang sekali aku tidak dapat menemukan kembali pedangku. Tentu dibawa oleh wanita iblis itu"
"Jangan khawatir, Cu-Ko. Aku akan membantumu mencari perempuan hina itu dan merampas kernbali pedangmu. Apakah pedangmu itu sebuah pedang pusaka?"
"Pedangku itu pedang yang baik sekali, Lan-moi, dahulu milik seorang pahlawan gagah perkasa. Pedang pusaka itu bernama Pek-Liong-Kiam."
"Hemm, tentu pedang yang baik sekali dan sayang kalau terjatuh ke tangan seorang penjahat. Sudahlah, nanti saja kita bicara lagi. Sekarang, mandilah dulu. Aku tadi melihat sebuah kamar rnandi, di sana tersedia banyak air jernih."
Ouw Yang Lan menunjuk ke sebuah pintu. Sin Cu tidak membantah lagi. Memang tubuhnya kotor oleh bekas darah dan bajunya juga compang camping.
Dia melangkah ke kamar mandi membawa buntalan pakaian itu. Tubuhnya terasa segar dan bersih setelah dia mandi dan berganti pakaian. Pakaian itu ternyata indah-indah, terbuat dari sutera halus sehingga terasa lembut di kulit. Selama hidupnya belum pernah Sin Cu memakai pakaian seindah itu sehingga dia merasa agak rikuh dan canggung, Akan tetapi ketika keluar dari kamar mandi, dia tidak melihat Ouw Yang Lan. Hatinya merasa khawatir sekali. Biarpun mereka tadi sudah menggeledah dan tidak menemukan seorangpun di rumah itu, namun dia masih curiga karena maklum betapa lihai, kejam dan curang orang-orang Pek-Lian-Kauw itu. Dia khawatir kalau-kalau terjadi sesuatu dengan gadis lincah galak yang menolongnya. Sin Cu menoleh ke sekeliling dan setelah melihat bahwa gadis itu tidak berada di situ, tidak tampak bayangannya dia lalu berteriak memanggil.
"Adik Ciang Lan...! Lan-moi..., di mana engkau??"
Tiba-tiba terdengar jawaban merdu,
"Cu-Ko, aku berada di dapur! Kesinilah!"
Lega rasa hati Sin Cu mendengar jawaban itu dan dia segera menghampiri dapur di bagian belakang rumah itu. Ketika memasuki dapur sambil membawa buntalan pakaiannya, dia melihat gadis itu sedang sIbuk menghangatkan beberapa macam masakan yang telah diatur di atas meja dalam dapur itu.
Masakan itu masih mengepul dan Sin Cu mencium bau sedap yang membuat perutnya tiba-tiba terasa lapar sekali. Kini Ouw Yang Lan yang berdiri terbelalak menatap wajah Sin Cu. Biarpun kedua pipi pemuda itu masih sedikit biru, namun tampak olehnya bahwa pemuda itu tampan sekali, memiliki daya tarik yang luar biasa bagi Ouw Yang Lan. Hatinya terguncang dan ia merasa bahwa selama hidupnya belum pernah ia melihat wajah seorang pria yang demikian menarik seperti wajah Sin Cu. Tanpa diketahuinya, itulah tanda-tanda bahwa gadis itu telah jatuh cinta! Sin Cu tidak menyadari bahwa gadis itu terpesona dan kagum melihat dia yang kini telah berubah sama sekali setelah mukanya dibersihkan dan tubuhnya mengenakan pakaian yang membuatnya tampak seperti seorang Kongcu (Tuan Muda) atau seorang Siucai (Sastrawan) bangsawan.
"Aduh... sedapnya bau masakan itu, Lan-moi, Perutku mendadak menjadi lapar sekali!"
"Aih, Cu-Ko, aku hampir tidak mengenalmu! Engkau kelihatan seperti seorang Kongcu tulen!"
Kata Ouw Yang Lan sambil tertawa. Ucapan ini membuat Sin Cu teringat akan penolongnya malam tadi. Pemuda itupun berpakaian indah seperti seorang Kongcu. Apakah pakaian yang ditemukan Ciang Lan itu pakaian pemuda penolongnya? Tanpa dia ketahui, memang dugaannya benar. Pakaian itu adalah pakaian milik Bhong Lam yang pergi bersama Ouw Yang Hui tanpa sempat membawa pakaiannya yang tertinggal dalam almari di kamarnya.
"Ah, bisa saja engkau ini, Lan-moi. Akan tetapi masakan itu... dari mana engkau dapat?"
"Masakan-masakan ini sudah berada di meja dapur ini, Cu-Ko, agaknya karena tergesa-gesa hendak pergi, pemiliknya tidak sempat makan. Aku hanya tinggal memanaskannya saja lagi. Dan di sini ada anggur pula, Cu-Ko. Kita dapat makan besar seperti pesta!"
Kata Ouw Yang Lan gembira.
"Hati-hati, Lan-moi. Masakan dan anggur itu tentu ditinggalkan oleh mereka. Orang-orang Pek-Lian-Kauw itu berbahaya sekali, jangan-jangan makanan dan minuman itu telah diberi racun!"
Ouw Yang Lan tersenyum manis sekali. Kini pandang matanya yang ditujukan kepada wajah Sin Cu tampak bersinar-sinar.
"Aih, Cu-Ko, apakah engkau masih juga belum percaya sepenuhnya kepadaku.? Perempuan hina itu tidak mungkin dapat menipuku semudah itu!"
"Apa maksudmu, Lan-moi?"
Sin Cu menghampiri.
"Lihat itu, Koko."
Gadis itu menuding ke bawah. Sin Cu memandang dan dia melihat seekor kucing gemuk sedang makan semua masakan itu, diambil sedikit-sedikit dan dicampur menjadi satu.
"Kucing itu telah mencicipi semua masakan, bahkan aku tuangkan anggur sehingga ia mencicipi anggur pula. Kalau ada racunnya, tentu sejak tadi ia sudah mati! Aku yakin masakan dan anggur ini memang untuk makan mereka, akan tetapi agaknya mereka tergesa-gesa pergi tanpa memakannya. Masakan itu sudah dingin, mungkin dimasak pagi tadi."
Sin Cu mengangguk-angguk, semakin kagum. Gadis itu masih muda akan tetapi cerdik dan berhati-hati sekali. Dengan kepandaian silat, kecerdikan dan sikap berhati-hati seperti itu, tidak heran kalau ia berani merantau. di dunia kang-ouw dan dapat menjaga diri sendiri.
"Hebat sekali engkau ini, Lan-moi. Masih begini muda sikapmu seperti seorang pendekar wanita yang penuh pengalaman saja."
"Hemm, aku tidak banyak pengalaman akan tetapi banyak belajar tentang dunia kang-ouw dari Ayahku."
Kata gadis itu sambil melanjutkan pekerjaannya memanaskan beberapa macam masakan lagi.
"Lan-moi, masakan ini sudah terlalu banyak. Lihat, sudah ada lima macam, sudah lebih daripada cukup, kiranya yang lain itu tidak perlu dipanaskan lagi. Ini saja sudah cukup."
"Eh, sudah lapar benarkah engkau, Cu-Ko?"
Sin Cu tersenyum dan mengangguk. Tidak perlu berpura-pura lagi, dia memang lapar sekali. Ouw Yang Lan mengalah. la menurunkan kembali masakan yang sedang dipanaskan, meninggalkan perapian dan duduk bersama Sin Cu menghadapi meja makan. diraihnya dua buah mangkok, dua pasang sumpit dan dua buah cawan kosong. Akan tetapi sebelum ia menuangkan anggur kedalam cawan dan mengisikan nasi ke dalam mangkok, Sin Cu menahannya.
"Nanti dulu, Lan-moi. Orang-orang Pek-Lian-Kauw itu terkenal keji sekali, maka kita harus sangat hati-hati sekali dan mencurigai segalanya. Masakan dan anggur ini sudah kau uji kebersihannya, akan tetapi mangkok, cawan dan juga sumpit itu perlu juga diteliti."
Ouw Yang Lan mengangguk-angguk dan tersenyum.
"Hebat, engkau ternyata lebih teliti daripada aku, Cu-Ko. Terima kasih telah kau ingatkan. Aku mempunyai sepotong perak murni pemberian Ayahku dan aku selalu menguji ada tidaknya racun dengan itu. Kalau tadi aku tidak menggunakan perakku adalah karena aku melihat ada kucing dan aku ingin engkau yakin."
Sambil tersenyum gadis itu mengambil sepotong perak sebesar Ibu jari tangan dari buntalan pakaiannya. la menggosok-gosokkan perak itu pada permukaan dua mangkok dan dua cawan itu, juga dua pasang sumpit ia gosok-gosok dengan perak.
"Kalau ada racunnya, racun macam apa saja, potongan perak ini akan bernoda warna hitam,"
Katanya. Ternyata semua peralatan makan itu bersih. Mereka lalu makan minum dengan tenang dan aman. Benar seperti ucapan Ouw Yang Lan tadi, Sin Cu makan banyak sekali dan ini amat baik bagi kesehatannya setelah dia kehilangan banyak darah tadi. Setelah selesai makan, Ouw Yang Lan mengajak Sin Cu keluar dari rumah dan mereka berdua lalu membakar bangunan itu. Tak lama kemudian, muncul dua orang dari dalam rumah, melarikan diri terhuyung huyung meninggalkan rumah yang mulai terbakar itu. Ouw Yang Lan cepat melompat dan dua kali tangan kirinya bergerak, dua orang itu telah ditamparnya roboh.
"Hayo katakan, di mana perempuan hina bernama Kim Niocu itu dan di mana teman-teman kalian yang lain?"
Bentak dara perkasa itu.
"Mereka semua sudah pergi pagi-pagi tadi dan kawan-kawan kami para penjaga yang lain juga melarikan diri setelah kami tidak kuat melawan nona. Kami berdua terpaksa tinggal di sini karena kami terluka parah dan tidak dapat ikut melarikan diri."
"Apakah ada tawanan yang dibawa pergi Kim Niocu?"
Tanya Sin Cu. Dua orang itu memandang Sin Cu dan agaknya baru sekarang mereka mengenal bekas tawanan ini. Seorang dari mereka menjawab,
"Semua tawanan dibawa pergi Nioocu,"
Sin Cu mengerutkan alisnya. Ternyata kekhawatirannya terjadi. Ouw Yang Hui ternyata masih di tangan Kim Niocu dan dibawa pergi. Entah pemuda penolongnya itu berbohong dan Ouw Yang Hui tidak pernah lolos, atau gadis itu memang pernah lolos akan tetapi tertawan kembali.
"Ke mana perginya Kim Niocu? Hayo katakan atau kalian berdua akan kubuntungi kedua kaki tanganmu, daun telingamu, hidungmu, kemudian lehermu!"
Bentak Ouw Yang Lan dengan galak. Dua orang yang sudah biasa melakukan kekerasan atau pembunuhan itu kini menggigil ketakutan.
"Niocu dan rombongannya pergi ke Kotaraja, nona. Harap ampuni kami... kami hanya anak buah..."
"Kalian orang-orang jahat yang harus dibasmi!"
Setelah berkata demikian, Ouw Yang Lan mengelebatkan pedangnya. Akan tetapi Sin Cu menangkap lengan gadis itu.
"Lan-moi, jangan bunuh mereka. Mereka hanyalah anak buah yang menjalankan perintah."
Ouw Yang Lan memandang heran dan menyimpan kembali pedangnya, lebih heran lagi ia kepada dirinya sendiri mengapa ia begitu penurut terhadap ucapan pemuda ini.
"Aih..., engkau ini sungguh aneh, Cu-Ko. Engkau sendiri telah disiksa sampai hampir tewas, tubuhmu penuh luka. Akan tetapi engkau malah mencegah aku membunuh mereka?"
"Mereka memang bukan orang-orang baik, akan tetapi mereka hanyalah anak buah yang melakukan apa saja yang diperintahkan pimpinan mereka. Kim Niocu itulah yang harus kita cari dan kita tentang. Dua orang ini sudah terluka olehmu, biarlah itu menjadi pelajaran bagi mereka, Lan-moi."
"Hemm, sudahlah kalau begitu. Kalian berdua, anjing busuk, pergilah!"
Dengan gemas ia menendang dua kali dan tubuh dua orang anggauta Pek-Lian-Kauw itu terlempar dan jatuh terbanting sampai bergulingan. Mereka menjadi ketakutan akan tetapi juga girang sekali bahwa mereka tidak dIbunuh dan sambil terhuyung-huyung mereka melarikan diri sekuat tenaga. Setelah menanti sampai atap bangunan itu terbakar dan runtuh dan tidak melihat ada orang lain lagi yang muncul, Sin Cu dan Ouw Yang Lan meninggalkan puncak dan menuruni bukit yang penuh pohon cemara itu. Mereka berhenti melangkah ketika tiba di kaki bukit. Mereka menengok dan memandang ke arah puncak bukit. Masih tampak asap mengepul.
Sepasang Rajah Naga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Mudah-mudahan bukit ini tidak lagi disebut Bukit Siluman"
Kata Sin Cu.
"Cu-Ko, siapakah yang kau maksudkan dengan tawanan Kim Niocu itu?"
Sin Cu meragu. Dia tidak ingin bercerita tentang tunangannya, maka dia menjawab sambil lalu saja.
"Seorang sahabat di tawan mereka. Aku harus menolong membebaskannya."
"Ah, kalau begitu, untuk menolong sahabatmu dan merampas kembali pedangmu, kita harus cepat melakukan pengejaran terhadap mereka, Cu-Ko!"
"Memang aku harus mengejar mereka Lan-moi."
"Aku akan membantumu, Cu-Ko."
"Lan-moi, aku tidak ingin menyusahkanmu. Engkau tentu mempunyai banyak urusanmu sendiri yang harus kau selesaikan."
"Menyusahkan apanya? Kalau menyusahkan, tentu aku tidak mau! Aku memang sedang menuju ke Kotaraja. Apakah engkau tidak senang kalau aku membantumu, Cu-Ko?"
"Ah, tentu saja senang sekali, Lan-moi. Aku hanya tidak ingin kalau engkau bersusah pAyah dan waktumu terganggu hanya karena urusanku."
"Hemm, menentang orang jahat adalah urusanku juga, Cu-Ko. Pula, apa yang kau andalkan untuk dapat menolong sahabatmu dan merampas kembali pedangmu? Tanpa bantuanku, engkau akan terancam bahaya, mungkin tertawan lagi dan nyawamu sendiri bahkan terancam maut."
Melihat kenekatan Ciang Lan, Sin Cu tidak berani melarang lagi, takut kalau-kalau akan menyinggung perasaan gadis yang cantik, lihai dan keras wataknya ini.
"Kalau begitu, mari kita berangkat, Lan-moi. Siapa tahu dengan perjalanan cepat kita akan dapat menyusul mereka sebelum mereka tiba di Kotaraja."
Berangkatlah kedua orang muda itu meninggalkan Bukit Cemara menuju ke Kotaraja. Sebetulnya tujuan utama dari Sin Cu adalah untuk segera dapat menemukan dan menolong Ouw Yang Hui yang dia belum tahu dengan pasti apakah tunangannya itu masih menjadi tawanan Kim Niocu ataukah memang sudah berhasil melarikan diri. Adapun Ouw Yang Lan menduga bahwa yang disebut sahabat yang tertawan oleh Sin Cu adalah seorang pria. Apa yang terjadi malam itu di bangunan puncak Bukit Cemara, tidak diketahui Kim Niocu dan anak buahnya. Lima orang yang tadinya berjaga di ruangan tahanan bawah tanah, percaya kepada Bhong Lam dan mereka lalu melakukan penjagaan di luar gedung seperti yang dikatakan Bhong-Kongcu.
Kim Niocu dan tiga pengawalnya tidak pernah menyangka buruk kepada Bhong Lam sehingga pemuda itu dapat dengan leluasa membebaskan Sin Cu dan mengajak Ouw Yang Hui melarikan diri dari bukit itu. Baru pada keesokan harinya, pagi pagi sekali, para anak buah Pek-Lian-Kauw menjadi gempar ketika melihat betapa Sin Cu tidak ada lagi dalam kamar tahanan. Tawanan itu telah lolos! Mereka segera mencari-cari dan suasana menjadi gempar ketika mereka mendapat kenyataan bahwa Bhong Lam juga menghilang bersama Ouw Yang Hui, seorang di antara para tahanan wanita. Kim Niocu terbangun oleh rIbut-rIbut itu dan ketika ia mendapat kenyataan apa yang telah terjadi, ia menjadi marah sekali! Sin Cu telah melarikan diri, lolos dari ruangan tahanan. Bhong Lam telah melarikan diri dan Ouw Yang Hui juga menghilang!
Karena Ia tahu benar bahwa Sin Cu adalah seorang yang amat lihai, sekilas timbul dugaannya bahwa pemuda perkasa itu mampu membebaskan diri dan telah dapat melarikan Ouw Yang Hui. Akan tetapi kalau benar demikian keadaannya, mengapa pula Bhong Lam menghilang? la mendengar pula betapa Bong Lam menggantikan lima orang anak buah menjaga Sin Cu dan minta kunci ruangan tahanan. Apa artinya ini? Andaikata benar Sin Cu berhasil melepaskan diri menolong Ouw Yang Hui lalu ketahuan Bhong Lam sehingga terjadi perkelahian, tentu Sin Cu merobohkan atau bahkan membunuh Bhong Lam. Akan tetapi Bhong Lam menghilang begitu saja, bahkan meninggalkan semua pakaiannya. Ini berarti bahwa Bhong Lam pergi dengan tergesa-gesa, melarikan diri. Teringatlah ia akan sikap pemuda putera ketua cabang Pek-Lian-Kauw itu terhadap Ouw Yang Hui!
"Keparat! Agaknya dia membebaskan Sin Cu untuk memaksa Ouw Yang Hui agar suka ikut bersamanya,"
Pikir Kim Niocu yang cerdik. la lalu memanggil semua pembantunya. Tiga regu pengawal dan belasan orang anak buah Pek-Lian-Kauw segera berkumpul menghadap Kim Niocu yang sedang marah itu.
"Pek Hwa, engkau dan regumu ikut aku ke Kotaraja, mengawal enam orang gadis tawanan itu."
"Kami siap melaksanakan perintah, Niocu,"
Kata Pek Hwa.
"Ang Hwa dan Hek Hwa, kalian berdua bersama regu kalian cepat lakukan pengejaran dan pencarian terhadap Bhong Lam dan Ouw Yang Hui. Tangkap Ouw Yang Hui dan bunuh Bhong Lam kalau dia tidak mau menyerah!"
"Kami siap, Niocu!"
Kata gadis baju merah dan gadis baju hitam itu serempak.
"O ya, kalau kalian bertemu dengan Wong Sin Cu, tahanan yang lepas itu, usahakan sedapatnya untuk menangkap dia! Kalau kalian tidak berhasil menangkap dia, katakan kepadanya bahwa kalau dia menghendaki pedangnya kembali, suruh dia menemui aku."
"Baik, Niocu."
"Berangkatlah sekarang juga."
Setelah tiga orang gadis kepala tiga regu pengawal itu mundur untuk membuat persiapan. Kim Niocu lalu memerintahkan belasan orang laki-laki anggauta Pek-Lian-Kauw untuk menjaga gedung. Setelah persiapan selesai, berangkatlah mereka semua. Pagi-pagi sekali mereka menuruni bukit, dua regu Ang Hwa Tok-Tin dan Hek I Kiam-Tin berpencar untuk mencari jejak para pelarian, sedangkan Pek I Hoat-Tin mengawal Kim Niocu dan enam orang tawanan wanita menuju ke Kotaraja.
Kereta itu memasuki pintu gerbang Kotaraja. Kim Niocu duduk di depan sebagai kusir dan enam orang gadis tawanan itu duduk dalam kereta. Kim Niocu sudah mengatur sedemikian rupa agar ia dan rombongannya tidak menarik perhatian dan kecurigaan. la menyuruh sembilan orang anggauta regu Pek I Hoat-Tin untuk berpencar dan memasuki Kotaraja tidak secara bersamaan dan juga menutup pakaian putih mereka dengan pakaian biasa. la sendiri mengusiri kereta yang ditumpangi enam orang gadis tawanannya. Ketika beberapa orang perajurit yang bertugas jaga menghampiri kereta, Kim Niocu cepat menyerahkan sebuah kantung kain kecil kepada kepala regu penjaga dan berkata,
"Anak-anak manis ini pesanan beberapa orang pembesar Kotaraja, harap jangan diganggu dan ini sekedar hadiah dari kami."
Kepala jaga itu menerima dan membuka kantung, melihat gemerlapnya potongan emas dan perak dia tersenyum girang. Apalagi ketika menguak tabir kereta melihat enam orang gadis cantik yang dipesan oleh para pembesar, tentu saja dia tidak berani mengganggu. Dia menutupkan lagi tirai kereta dan mengangguk dengan hormat kepada Kim Niocu, mempersilakan nona cantik itu melanjutkan perjalanan memasuki Kotaraja. Kereta itu memasuki Kotaraja dan akhirnya berhenti dan memasuki pekarangan yang luas dari sebuah rumah besar, di sebelah timur Jembatan Rembulan.
Rumah ini mempunya"
Sebuah toko di samping depan, sebuah toko rempah-rempah yang besar dan lengkap. Itulah rumah Su Kian, atau yang terkenal sebagai Su Wangwe (Hartawan Su), seorang hartawan yang dikenal sebagai seorang dermawan di Kotaraja, juga seorang yang memiliki hubungan dekat dengan para pembesar, terutama dengan Thaikam Liu Cin. Kim Niocu mengajak enam orang gadis tawanannya memasuki rumah, disambut para pelayan gedung itu dengan ramah dan hormat. Agaknya semua pelayan mengenal baik gadis ini. Su Kian tidak tampak menyambut di luar rumah. Akan tetapi setelah Kim Niocu berada di dalam, ia disambut dengan sangat hormat oleh Su Kian. Orang yang dikenal sebagai hartawan di Kotaraja memberi hormat kepada gadis itu seperti menghormati seorang yang berkeduduk tinggi sekali.
"Selamat datang, Niocu! Maafkan kalau kami tidak dapat menyambut kedatangan Niocu lebih awal,"
Kata Su Kian sambil menjura dengan hormat sekali. Dia seorang laki-laki berusia empat puluh lima tahun bertubuh gemuk pendek dan wajahnya ramah dan tampak sebagai seorang yang baik hati dan pandai merendahkan diri seperti biasa seorang penjilat.
Akan tetapi sepasang matanya bergerak cerdik sekali. Inilah mata-mata yang amat diandalkan oleh Pek-Lian-Kauw, yang bergerak di Kotaraja dan mengepalai semua jaringan mata-mata di Kotaraja dan daerahnya. Tak ada seorangpun yang menyangka bahwa dia adalah mata-mata Pek-Lian-Kauw, karena dalam kehidupannya sehari-hari ia merupakan seorang pedagang yang berhasil dan seorang hartawan yang dermawan, mempunyai hubungan baik dengan Para pembesar. Bahkan di antara para pembesar, hanya Thaikam Liu Cin dan para pembantunya sajalah yang mengetahui bahwa Su Kian sesungguhnya adalah seorang mata-mata Pek-Lian-Kauw, seorang tokoh Pek-Lian-Kauw yang penting dan juga yang memiliki ilmu silat yang tinggi.
"Su Wangwe,"
Kata Kim Niocu dengan sikap resmi karena di depan enam orang gadis itu,
"Harap suruh orang membawa para gadis ini ke dalam dan layani mereka dengan baik."
Su Kian maklum akan maksud Kim Niocu. Dia memanggil pelayan dan enam orang gadis tawanan itu lalu dibawa masuk ke dalarn kamar besar yang berada di sebelah belakang. Setelah itu, barulah Kim Niocu dan Su Kian bicara berdua saja dalam sebuah ruangan tertutup dan Su Kian melaporkan tentang perkembangan di Kotaraja dan tentang hubungan yang dijalinnya dengan Thaikam Liu Cin. Dia melaporkan pula kepada pembesar-pembesar mana enam orang gadis itu akan diserahkan sebagai "Hadiah"
Agar dia lebih dapat mempengaruhi mereka. Diam-diam Su Kian mengirim orang kepercayaannya untuk memberi tahu kepada Thaikam Liu Cin tentang kedatangan Kim Niocu dan mengundang pembesar itu untuk mengadakan pertemuan dan perundingan.
Thaikam Liu Cin yang tentu saja sangat berhati-hati menjaga diri agar hubungannya dengan Pek-Lian-Kauw tidak ketahuan orang, mengutus Ouw Yang Le dan Giam Tit, kepala pengawal pribadinya untuk mewakilinya mengadakan perundingan dengan puteri Ketua Umum Pek-Lian-Kauw itu. Agar tidak menarik perhatian orang dan menimbulkan kecurigaan, kedua orang tokoh pembantu Thaikam Liu Cin inipun mengunjungi rumah Su Kian dengan menyamar dan datang di waktu malam gelap. Mereka berdua diterima di rumah hartawan itu dan tak lama kemudian terjadilah perundingan rahasia dalam sebuah ruangan tertutup antara Ouw Yang Lee, Giam Tit dan Kim Niocu, dihadiri pula oleh Su Kian. Setelah menyampaikan salam dari Thaikam Liu Cin kepada Kim Niocu, Ouw Yang Lee lalu berkata,
"Kim Niocu, pihak kami telah melaksanakan rencana yang telah kita atur bersama. Dengan menyamar sebagai Hwesio Siauw-Lim-Pai, rekan kami Hek Pek Moko telah berhasil menyerang dan membunuh murid Bu-Tong-Pai dan Kong-Thong-Pai,"
Kim Niocu tersenyum mengejek.
"Dan engkau mengira bahwa semua itu berhasil mengadu domba mereka? Sama sekali tidak, Paman Ouw Yang Lee. Tidak sampai terjadi bentrokan antara Siauw-Lim-Pai dan Bu-Tong-Pai atau Kong-Thong-Pai. Bahkan mereka bertiga sepakat untuk mencari pembunuh itu. Karena itu, kami telah mengutus orang kami untuk menggunakan ilmu-ilmu Bu-Tong-Pai dan Kong-Thong-Pai untuk membunuh beberapa orang murid Siauw-Lim-Pai. Tentu permusuhan antara mereka akan meledak dan berkobar."
Ouw Yang Lee dan Giam-Ciangkun (Panglima Giam) mengangguk-angguk dan Ouw Yang Lee bertanya kepada Kim Niocu,
"Dan bagaimana dengan puteriku, Niocu? apakah engkau sudah dapat menemukan dan menangkapnya untukku seperti yang kau janjikan?"
Mendengar pertanyaan itu yang nadanya menuntut, Kim Niocu mengerutkan alisnya dan sepasang matanya menyinarkan api kemarahan kepada Ouw Yang Lee.
"Justeru inilah yang ingin kupertanyakan kepadamu, Paman Ouw Yang Lee. Engkau ini sebetulnya seorang pembantu dan kepercayaan Liu Taijin ataukah seorang pengkhianat yang hendak menentang kami?"
Ouw Yang Lee adalah seorang datuk besar, majikan Pulau Naga yang biasa hidup sebagai raja kecil di Pulau yang dikuasainya, maka tentu saja dia memiliki keangkuhan. Kini dia dituduh sebagai seorang pengkhianat, maka tentu saja dia menjadi marah sekali. Wajahnya berubah merah dan dia segera bangkit berdiri dan matanya melotot ketika dia memandang kepada gadis cantik itu.
"Kim Niocu! Mentang-mentang engkau puteri Ketua Umum Pek-Lian-Kauw, kau kira boleh menghinaku begitu saja? Apa kau kira aku takut padamu?"
Kim Niocu juga marah dan iapun bangkit berdiri.
"Ouw Yang Lee, biarpun engkau berjuluk Tung-Hai-Tok dan menjadi majikan Pulau Naga, akupun sama sekali tidak takut padamu! Kalau kulaporka? kepada Liu Taijin, engkau tentu akan dipecat sebagai seorang pengkhianat dan menerima hukuman,"
"Fitnah keji, keparat!"
Ouw Yang Lee marah sekali dan diapun sudah menyerang dengan pukulan jarak jauh, menggunakan kedua telapak tangannya mendorong kearah gadis itu dan kedua telapak tangannya berubah merah. Itulah ilmu pukulan Ang-Tok-Ciang (Tangan Racun Merah) yang amat berbahaya dan merupakan serangan maut. Akan tetapi Kim Niocu yang juga sudah marah sekali tidak menjadi gentar, bahkan menyambut pukulan itu dengan kedua tangannya yang didorongkan pula ke depan.
"Wuuuuttt dess...!!"
Dua tenaga sakti bertemu di udara dan akibatnya, tubuh Kim Niocu bergoyang-goyang akan tetapi tubuh Ouw Yang Lee terdorong sampai empat langkah ke belakang. Dari kenyataan ini saja terbukti bahwa tenaga sakti Kim Niocu masih lebih kuat! Pada saat itu, Giam-Ciangkun dan juga Su-Wangwe sudah melangkah maju melerai.
"Ouw Yang Sicu, harap sabar dulu, Diantara sahabat sendiri tidak perlu berkelahi, kalau ada urusan dirundingkan bersama,"
Kata Giam Tit, Panglima kepala pengawal pribadi Thaikam Liu Cin, sambil memegang lengan Ouw Yang Lee. Sementara itu, Su Kian juga memberi hormat kepada Kim Niocu dan berkata,
"Harap Niocu suka bersabar dan ceritakan dulu apa yang telah terjadi agar Ouw Yang Sicu mengetahui akan kesalahan yang Niocu tuduhkan kepadanya."
Setelah dIbujuk oleh dua orang itu, Ouw Yang Lee dan Kim Niocu lalu duduk kembali.
"Paman Ouw Yang Lee, maafkan sikapku tadi. Akan tetapi siapa tidak akan marah kalau dicurangi sekutu sendiri?"
Kata Kim Niocu.
"Ceritakanlah yang jelas mengapa engkau menuduhku seperti itu, Niocu. Aku sama sekali tidak mengerti apa yang kau maksudkan. Aku merasa tidak pernah menentang atau mencurangimu,"
Kata Ouw Yang Lee yang juga merasa telah terburu nafsu dan membahayakan hubungan rahasia antara Thaikam Liu Cin dan Pek-Lian-Kauw.
"Katakan dulu, Paman Ouw Yang Lee Apakah engkau mempunyai seorang murid bernama Tan Song Bu?"
Tanya Kim Niocu sambil memandang tajam penuh selidik.
"Benar, bahkan dia juga menjadi anak angkatku dan pembantu Liu Taijin. Kenapa dengan dia?"
"Seperti direncanakan dahulu, aku mengutus Pangeran Yorgi dan dia berhasil menculik Ouw Yang Hui dari depan Kuil Siauw-Lim-Si. Akan tetapi di tengah perjalanan, Pangeran Yorgi dihadang oleh Tan Song Bu yang membebaskan Ouw Yang Hui. Terjadi perkelahian dan Tan Song Bu nekat menentang Pangeran Yorgi, walaupun tahu bahwa Pangeran Yorgi adalah utusan Pek-Lian-Kauw. Bukankah itu berarti bahwa Tan Song Bu menentang dan mengkhianati persekutuan kita? Dan karena dia itu muridmu, bahkan anak angkatmu, maka anehkah kalau aku kemudian menuduhmu?"
Ouw Yang Lee mengerutkan alisnya mukanya menjadi merah sekali. mengepal tinju kanannya dan berkata dengan gemas.
"Keparat Song Bu! Kenapa dia melakukan hal itu? Akan tetapi, Niocu, memang dia kusuruh mencari Ouw Yang Hui dan membawanya k?padaku. Mungkin dia tidak percaya kepada Pangeran Yorgi. Akan tetapi, bagaimana selanjutnya? Kalau d"a berhasil merampas Ouw Yang Hui, seharusnya dia sudah datang ke sini menyerahkan anak itu kepadaku."
Kim Niocu menggeleng kepalanya.
"Walaupun dia mampu menandingi Pangeran Yorgi, akan tetapi dia tidak mampu melawan kecerdikan kami. Ouw Yang Hui tetap dapat kami bawa bersama para gadis lain."
Ouw Yang Lee memandang Kim Niocu dan wajahnya tampak berseri.
"Ah, kalau begitu sekarang ia berada di sini bersamamu, Niocu?"
Kim Niocu menghela napas panjang.
"Sayang sekali, di Bukit Cemara Ouw Yang Hui lolos lagi...!"
"Ah, ia lolos lagi? Apakah Song Bu yang murtad itu yang melarikannya?"
Tanya Ouw Yang Lee tak sabar.
"Bukan. Ketika itu, seorang pemuda datang mencoba untuk membebaskannya dan kami berhasil menawan pemuda itu, namanya Wong Sin Cu."
"Ah, Wong Sin Cu? Pemuda itu lihai sekali"
Kata Ouw Yang Lee, mengenal pemuda yang pernah merampas Ouw Yang Hui dari tangannya dan mengalahkan dia.
"Malam itu, pemuda itu dapat meloloskan diri dan bersama dia lolos pula Ouw Yang Hui. Kami sedang berusaha untuk mencari dan mengejarnya."
"Akan tetapi apa yang terjadi? Ke mana Ouw Yang Hui pergi dan siapa yang meloloskannya?"
"Kami belum tahu benar, akan tetapi jangan khawatir, kami pa?ti akan dapat menemukannya."
Mereka lalu merundingkan kepada siapa saja enam orang gadis tawanan itu diserahkan., Para pejabat yang kebagian hadiah gadis cantik ini adalah mereka yang berkedudukan tinggi dan tentu saja mereka yang tidak menentang kekuasaan Thaikam Liu Cin. Di antara mereka yang menerima seorang gadis cantik adalah Liu Wang, adik dari Thaikam Liu Cin yang menjadi jaksa tinggi di Kotaraja dan Liu Kui, adik ke dua yang menjadi Panglima pasukan pengawal Istana.
Setelah kembali ke Istana Thaikam Liu Cin, Ouw Yang Lee dan Giam-Ciangkun melaporkan kepada Thaikam itu apa yang mereka telah bicarakan dengan Kim Niocu. Ouw Yang Lee yang ingin sekali mendapatkan kembali Ouw Yang Hui yang ia anggap dan dapat dia manfaatkan dengan baik untuk mencari kedudukan, mengusulkan pada Thaikam Liu Cin bahwa pemuda bernama Wong Sin Cu itu akan menjadi lawan yang berbahaya sekali dan bahwa dia harus menemukan kembali puterinya yang agaknya dilarikan pemuda itu. Maka dia minta ijin kepada Thaikam Liu Cin untuk mencari puterinya dan Wong Sin Cu, dan untuk ini dia minta dibantu oleh Im Yang Tojin. Dia sendiri merasa tidak sanggup untuk menandingi pemuda itu. Berdua dengan Im Yang Tojin. Ouw Yang Lee lalu mulai mencari puterinya disekitar Bukit Cemara.
Ketika dia mendapat keterangan dari penduduk dusun sekitar sungai yang mengalir ke Kotaraja bahwa ada seorang pemuda dan seorang gadis cantik berperahu ke hilir, ke arah Kotaraja, Ouw Yang Lee cepat menghubungi segerombolan bajak sungai yang berkuasa di daerah itu. Sebagai seorang datuk para bajak, tentu saja Ouw Yang Lee sangat terkenal diantara para gerombolan penjahat itu. Dengan mudah dia bertemu dengan Ho-Coa-Ong (Raja Ular Sungai) Ci Song, seorang kepala bajak sungai yang lihai dan berkuasa di sepanjang sungai itu. Ketika Ouw Yang Lee minta bantuannya, dengan girang Ci Song lalu mengerahkan belasan orang anak buahnya dan cepat mereka menggunakan lima buah perahu untuk melakukan pengejaran terhadap dua orang muda-mudi itu. Dugaan Ouw Yang Lee yang sudah berpengalaman itu memang tidak terlalu jauh dari kenyataannya.
Sepasang orang muda yang dia duga adalah Wong Sin Cu dan Ouw Yang Hui itu sesungguhnya adalah Wong Sin Cu dan Ouw Yang Lan. Seperti kita ketahui, Sin Cu dan Ouw Yang Lan yang mengaku kepada Sin Cu bernama Ciang Lan, meninggalkan Bukit Cemara dan pergi menuju Kotaraja untuk merampas kembali pedang Pek-Liong-Kiam yang dirampas Kim Niocu dan untuk mencari Ouw Yang Hui. Biarpun Ciang Lan sama sekali tidak pernah mimpi bahwa sahabat"
Yang ditawan orang-orang Pek-Lian-Kauw itu adalah wanita, bahkan adik tirinya sendiri, yaitu Ouw Yang Hui, namun ia bertekad membantu Sin Cu untuk merampas kembali pedangnya dan menolong "Sahabatnya"
Itu. Kesehatan Sin Cu sudah pulih kembali berkat obat-obat yang diberikan Ouw Yang Lan kepadanya. Karena gadis itu mengaku bernama Ciang Lan kepada Sin Cu, maka sebaiknya dalam perjalanan ini kita menyebutnya dengan nama itu.
Ketika mereka berdua tiba di lembah sungai, tiba-tiba tampak bayangan banyak orang berkelebatan. Bayangan-bayangan merah dan hitam bermunculan dengan gerakan cepat dan sembilan orang gadis berpakalan merah dan sembilan gadis berpakaian hitam telah mengepung Sin Cu dan Ciang Lan. Mereka itu bukan lain adalah Ang Hwa dan Hek Hwa bersama kedua pasukan mereka, yaitu Ang I Tok-Tin dan Hek I Kiam-Tin. Dua orang pimpinan pasukan pengawal Kim Niocu ini tadinya ketika melihat dari jauh, mengira bahwa pemuda dan gadis itu adalah Wong Sin Cu dan Ouw Yang Hui. Akan tetapi setelah mengepung, mereka melihat bahwa gadis itu bukan Ouw Yang Hui, walaupun ada persamaan pada wajahnya. Dan gadis ini sama sekali bukan gadis lemah seperti Ouw Yang Hui, melainkan seorang gadis yang galak sekali.
"Cu-Ko, jangan khawatir, aku akan melindungimu,"
Kata Ciang Lan dan ia menghadapi Ang Hwa dan Hek Hwa yang berdiri di depan pasukan masing-masing. Sambil bertolak pinggang dan sikapnya menantang sekali, sama sekali tidak kelihatan gentar walaupun ia dan Sin Cu sudah dikepung delapan belas orang gadis pengawal itu, Ciang Lan menudingkan telunjuk kirinya ke arah muka dua orang pimpinan pasukan itu dan membentak dengan suara nyaring.
"Heii! Kalian ini anjing-anjing betina dari mana dan mau apa mengepung kami? Apa kalian sudah bosan hidup dan minta mampus?"
Ang Hwa dan Hek Hwa menjadi merah mukanya karena ucapan Ciang Lan itu amat menghina mereka. Akan tetapi Ang Hwa tidak memperdulikannya dan ia berkata kepada Sin Cu yang berdiri di belakang Ciang Lan karena gadis itu tadi sengaja melangkah di depannya untuk melindungi.
"Wong Sin Cu, mari ikut dengan kami. Niocu memanggilmu!"
Sebelum Sin Cu menjawab, Ciang Lan sudah mendahului dan gadis ini menjadi marah bukan main.
"Kiranya kalian ini anjing-anjing peliharaan perempuan hina, iblis betina tak tahu malu Kim Niocu itu? Hendak memaksa orang menjadi suaminya! Cih, tak tahu malu. Suruh Kim Niocu ke sini, akan kubuntungi kedua tangannya kemudian kupenggal lehernya!"
Ang Hwa dan Hek Hwa adalah pembantu-pembantu yang setia dan juga mencinta nona majikannya. Kini mendengar Kim Niocu dimaki habis-habisan, tentu saja mereka menjadi marah. Terutama sekali Hek Hwa yang berwatak keras. la sudah mencabut pedangnya dan membentak.
"Perempuan sombong, berani engkau menghina Niocu kami!"
Setelah berkata demikian, ia sudah menyerang dengan pedangnya, menusuk ke arah dada Ciang Lan. Akan tetapi dengan mudah Ciang Lan mengelak ke belakang dan begitu tangan kanannya bergerak ia telah mencabut Lo-Thian-Kam yang beronce merah dari punggungnya. Hek Hwa yang menjadi penasaran karena serangannya pertama kali tadi gagal, sudah menyerang lagi dengan bacokan pedangnya ke arah leher Ciang Lan. Dara perkasa ini menggerakkan pedangnya menangkis.
"Tranggg...!!"
Hek Hwa juga memiliki sebatang pedang yang baik, maka pedangnya tidak sampai patah, akan tetapi pedang itu tergetar hebat sehingga tangannya yang memegang gagang pedang terasa pedih dan panas. Hek Hwa terhuyung ke belakang. Melihat kawannya terhuyung, Ang Hwa cepat menerjang maju dan ia menggunakan sehelai saputangan biru dikebutkan ke arah muka Ciang Lan dengan tangan kiri sedangkan tangan kanannya menyusulkan pukulan.
Pukulan tangan kanan ini berbahaya sekali karena tangan itu berubah menghitam, tanda bahwa pukulan itu mengandung hawa beracun. Memang inilah keistimewaan Ang Hwa, yaitu menggunakan racun sesuai dengan regu yang dipimpinnya. Yaitu Ang I Tok-Tin (Pasukan Racun Baju Merah)! Akan tetapi, Ciang Lan bersikap waspada karena iapun tahu akan kelihaian orang-orang Pek-Lian-Kauw. Melihat lawan berbaju merah ini mengebutkan sehelai saputangan ke arah mukanya, ia cepat menahan napas dan mengelak ke kiri. Ketika tangan yang berwarna hitam itu menyambar ke arah dadanya, Ciang Lan menggerakkan tangan kiri untuk menangkis sambil mengerahkan sinkang untuk menolak hawa beracun pukulan itu dan pedangnya berkelebat menusuk ke arah leher lawan!
"Dukk!"
Tangkisan itu membuat tubuh Ang Hwa terdorong ke belakang dan saat itu, sinar pedang Lo-Thian-Kam menyambar leher. Ang Hwa mengeluarkan teriakan kaget dan cepat melempar tubuh ke belakang. Saat itu, Hek Hwa datang membantu dan ia menggerakkan pedangnya menangkis pedang Ciang Lan untuk membela rekannya.
"Cringggg...!"
Bunga api berpijar dan kembali Hek Hwa merasa betapa tangannya tergetar hebat. Ang Hwa juga terkejut sekali karena ia yang tadinya menyerang berbalik menjadi terdesak. la lalu menerjang lagi, kini menggunakan dua batang pisau beracun, mengeroyok Ciang Lan bersama Hek Hwa.
Dikeroyok dua, Ciang Lan memperlihatkan kelihaiannya memainkan Lo-Thian Kiam-Sut (Ilmu Pedang Pengacau Langit) sambil diselingi pukulan tangan kiri yang mengeluarkan uap putih karena tangan kirinya itu memainkan Pek-In Ciang-Hoat (Ilmu Silat Awan Putih), kakinya juga kadang menyambar dengan ilmu tendangan Soan-Hong-Tui (Tendanga Angin Badai)! Hebat bukan main sepak terjang gadis ini sehingga kedua orang pengeroyoknya itu menjadi kewalahan. Dua orang itu diam-diam memberi isarat kepada pasukan masing-masing untuk turun tangan melakukan pengeroyokan. Akan tetapi dua regu pasukan yang terdiri dari masing-masing delapan orang itu tidak segera turun tangan membantu pimpinan mereka, bahkan terjadi kekacauan di antara mereka. Apa yang terjadi? Banyak di antara para anak buah dua regu pasukan pengawal berjatuhan.
Ada kerikil-kerikil beterbangan menyambar ke arah mereka dan batu kecil ini tepat mengenai jalan darah sehingga mereka seperti tertotok dan roboh. Hal ini dilakukan oleh Sin Cu. ia ingin membantu Ciang Lan dengan diam-diam, maka melihat betapa Ciang Lan sudah dikeroyok dua dan gadis itu ternyata memang lihai dan mampu menandingi bahkan mendesak dua orang pengeroyoknya yang ahli pedang dan ahli racun. Akan tetapi kalau enam belas orang anak buah dua regu itu ikut mengeroyok, Sin Cu khawatir kalau-kalau Ciang Lan akan celaka. Karena itu, diam-diam dia membantu dan ternyata serangannya dengan kerikil itu membuat dua regu anak buah itu menjadi kacau balau. Mereka menolong kawan yang roboh, akan tetapi kawan lain berjatuhan sehingga mereka tidak sempat membantu Ang Hwa dan Hek Hwa. Ciang Lan tidak melihat bantuan Sin Cu itu.
Semua perhatiannya dicurahkan untuk melawan dua orang pengeroyoknya yang cukup lihai. Pedang di tangan gadis ini berkelebatan, sinarnya bergulung-gulung dan dua orang lawannya terus didesak mundur. Ang Hwa dan Hek Hwa berulang kali menengok memandang ke arah regunya yang belum juga bergerak membantu mereka dan akhirnya mereka tahu bahwa anak buah mereka juga sedang kacau dan banyak yang berjatuhan. Melihat ini, kedua orang gadis pimpinan regu itu yang sudah maklum akan kelihaian Sin Cu menjadi jerih. Mereka dapat menduga bahwa kacaunya anak buah mereka itu tentu karena ulah Sin Cu. Mereka menjadi khawatir. Kalau pemuda itu turun tangan, bukan tidak mungkin mereka semua akan roboh dan mungkin mereka semua akan dIbunuh gadis yang galak dan ganas ini. Ang Hwa bersuit nyaring dan ia membanting sesuatu ke atas tanah,
"Darrr..."
Terdengar ledakan dan asap hitam tebal memenuhi tempat itu.
"Lan-moi, cepat mundur...!"
Sin Cu berseru, khawatir kalau-kalau asap hitam beracun. Tanpa diperingatkan pun Ciang Lan sudah menduga demikian dan ia melompat jauh ke belakang menghindarkan diri dari asap hitam. Sin Cu juga melompat dekat Ciang Lan dan pada saat itu, dari dalam asap tebal terdengar suara Ang Hwa.
"Wong Sin Cu, kalau engkau ingin mendapatkan kembali pedangmu, temuilah Niocu kami!"
"la berada di mana?"
Teriak Sin Cu, akan tapi tidak ada jawaban.
"Heii..., katakan di mana adanya pelacur Kim Niocu itu!"
Bentak Ciang Lan. Akan tetapi tetap saja sunyi. Sin Cu dan Ciang lan lalu menggunakan hawa pukulan mereka yang menyambar-nyambar ke depan, membuyarkan asap hitam tebal itu. Akan tetapi setelah asap itu membubung dan menghilang, tidak tampak seorangpun anak buah regu berpakaian merah dan hitam itu. Ouw Yang Lan atau Ciang Lan membanting-banting kaki kanannya dengan gemas.
"Sialan"
Gerutunya.
"Sayang mereka semua lolos! Kalau saja aku tadi dapat menangkap seorang di antara mereka, tentu akan dapat kupaksa ia mengaku di mana adanya perempuan cabul itu!"
"Sudahlah, Lan-moi. Masih untung bahwa kita dapat lolos dari bahaya. Mereka itu memang lihai dan berbah?ya sekali."
Sepasang Rajah Naga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Huh, lihai apanya? Aku akan mampu merobohkan mereka semua. Kalau saja mereka tidak curang mempergunakan alat peledak tadi, mereka semua tentu sudah kubunuh. Jangan khawatir, Cu-Ko, aku akan melindungimu!"
Kata Ciang Lan dengan sungguh-sungguh dan sikapnya gagah sekali.
Sin Cu merasa kagum, berterima kasih dan juga diam-diam hatinya merasa khawatir. Gadis ini baru saja bertemu dan berkenalan dengan dia akan tetapi telah menolongnya, mengobatinya dan sekarang demikian sungguh-sungguh hendak membelanya! Hal ini hanya satu jawabannya, yakni cinta. Gadis ini jatuh cinta kepadaku, maka siap untuk membelanya mati-matian. Keadaan inilah yang dikhawatirkan Sin Cu. Dia tidak menghendaki wanita manapun mencintanya, kecuali Ouw Yang Hui, kekasih dan tunangannya. Dan rasanya juga tidak mungkin bagi dia untuk jatuh cinta kepada wanita lain seperti cintanya kepada Ouw Yang Hui.
"Lan-moi, walaupun kita tidak mendapat keterangan di mana adanya Kim Niocu, aku mempunyai dugaan bahwa wanita itu tentu pergi ke Kotaraja. Aku akan mencarinya ke sana."
Dalam hatinya, Sin Cu memang menduga demikian. Melihat tanda-tandanya, Kim Niocu itu tokoh Pek-Lian-Kauw tentu memiliki hubungan dengan Ouw Yang Lee dan kawan-kawannya, termasuk Hek Pek Moko yang dia sangka menyamar orang-orang Siauw-Lim-Pai melakukan pembunuhan terhadap murid Bu-Tong-Pai dan Kong-Thong-Pai.
Karena itu, besar kemungkinan Kim Niocu memiliki hubungan dengan para datuk sesat itu yang berada di Kotaraja dan kemungkinan besar mereka itu yang membuat pergolakan di Kotaraja. Bukankah Pangeran Ceng Sin nyaris dIbunuh Im Yang Tojin dan kawan-kawannya dan mereka itu besar kemungkinan disuruh oleh Thaikam Liu Cin? Kemudian Panglima Kwee Liang sekeluarga juga dIbunuh oleh Hek Pek Moko dan melihat surat yang ditemukan bersama pedang Pek-Liong-Kiam, jelas bahwa Pek Moko tentu menjadi kaki tangan Thaikam Liu Cin pula. Kemudian Ouw Yang Lee dan Cui-Beng Kui-Bo berusaha membunuh Gan Hok San dan merampas Ouw Yang Hui. Maka diculiknya Ouwyang Hui oleh Kim Niocu jelas ada hubunganya pula dengan Thaikan Liu Cin. Ini yang membuat Sin Cu mengambil keputusan untuk melakukan pengejaran terhadap Kim Niocu ke Kotaraja.
"Lihat, Cu-Ko. Ada orang mengantar perahu untuk kita!"
Tiba-tiba Ciang Lan berseru. Sin Cu menoleh ke arah yang ditunjuk gadis itu dan dia melihat seorang laki-laki berusia enam puluhan tahun sedang mendayung sebatang perahu kecil. Melihat di perahu itu terdapat jala ikan, Ia menduga bahwa Kakek itu tentu seorang nelayan.
"Perahu? Diantar untuk kita bagaimana maksudmu? Kita tidak membutuhkan atau memesan perahu,"
Kata Sin Cu heran. Akan tetapi Ciang Lan sudah menggapai dan berseru kepada nelayan itu,
"Paman, ke sinilah. Aku ada keperluan penting, hendak kubicarakan dengan Paman!"
Biarpun merasa heran, akan tetapi karena yang memanggil seorang gadis cantik, nelayan itu tidak takut atau curiga. Dia mendayung perahunya ke pinggir, lalu naik ke darat sambil membawa tali yang diikatkan pada perahu. Dia mengikatkan ujung tali pada batang pohon yang tumbuh di tepi sungai, lalu menghadapi Ciang Lan.
Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo Pendekar Bunga Merah Karya Kho Ping Hoo Dara Baju Merah Karya Kho Ping Hoo