Ceritasilat Novel Online

Pendekar Cengeng 13


Pendekar Cengeng Karya Kho Ping Hoo Bagian 13



"Tadi sakit sekali, nona. Panas dan pedih sekali, akan tetapi...... perawatan nona yang begitu teliti, tangan nona begitu halus mengandung getaran yang menyejukkan, mengusir panas dan perih...... malah kini menjadi nyaman...... Ah, betapa baik budi nona terhadap seorang pelayan seperti saya. Banyak terima kasih, nona, kebaikanmu tidak akan pernah dapat saya lupakan "

   Sejenak Siok Lan seperti terpesona memandang wajah pelayannya. Ucapan pelayannya itu terdengar amat menyenangkan hatinya, seperti mengangkatnya tinggi ke angkasa, dan mukanya tiba-tiba menjadi kemerahan. Akan tetapi rasa nyaman di hati ini seperti ia tutup dengan suara celaan,

   "Husss! A-liok, tidak perlu kau memuji-mujiku secara berlebihan. Apa yang kulakukan ini sudah sewajarnya dan tidak ada artinya sama sekali kalau dibandingkan dengan jasamu. Engkaulah yang telah memperlihatkan budi amat baik rerhadap aku. Engkau terluka karena aku, engkau yang lemah berani menentang seorang seperti ketua Ang-kin Kai-pang hanya untuk menolongku. Kalau tidak ada engkau yang tadi menghalang, apakah sekarang aku tidak sudah menjadi mayat......? Aku bukan seorang yang tidak tahu terima kasih, A-liok, maka sudah semestinya aku merawat lukamu dan sekarang juga aku menyatakan syukur dan terima kasih atas pertolonganmu tadi. Engkau benar-benar seorang hamba yang amat setia, patut menjadi bekas pelayan keluarga Yu yang gagah perkasa."

   "Ahh, sekarang saya menjadi pelayan nona, tidak perlu menyebut-nyebut keluarga Yu yang sudah terbasmi habis, nona. Tidak enak hati Yu Lee diingatkan akan keluarganya yang sudah habis itu.

   "Tidak terbasmi habis A-liok Engkau lupa, masih ada seorang yang lolos, seorang yang sekarang sedang kucari, Yu Lee alias Pendekar Cengeng."

   Yu Lee mengerutkan alisnya yang tebal. Inilah merupakan satu satunya hal yang tidak amat menyenangkan selama ia berdekatan dengan Siok Lan.

   "Ahh, siocia sendiri mengerti betapa semenjak kecil saya menjadi pelayan yang setia keluarga Yu sehingga bagaimana hati dapat merasa senang mendengar bahwa nona mencari Yu-kongcu dangan maksud buruk?"

   "Memang! Aku mencari dia untuk kuberi hajaran! Untuk kutantang bertanding sampai salah seorang diantara kami menggeletak tak bernyawa! Dia terlalu menghina keluarga kami!"

   Yu Lee menggeleng kepala.

   "Maaf nona bukan sekali-kali saya seorang pelayan berani lancang mulut mencampuri urusan pribadi nona. Akan tetapi nona amatlah baik kepada saya, juga keluarga Yu telah menanam budi besar kepada saya. Oleh karena itu bolehkah saya mengetahui apa sebabnya nona mencari Yu-kongcu untuk ditantang bertanding? Permusuhan apakah yang timbul antara keluarga nona dan keluarga Yu yang sudah hancur berantakan itu yang menyebabkan timbul kebencian hebat di hati nona yang saya tahu amat berbudi mulia."

   Sampai lama Siok Lan tidak menjawab dan ketika pemuda itu mengerling kepadanya, Yu Lee melihat betapa gadis itu termenung dengan pandangan mata sayu dan penuh kedukaan! Ia menjadi heran dan hatinya menjadi tegang. Apakah gerangan yang menyebabkan gadis ini menganggap Pendekar Cengeng seorang yang sombong dan memandang rendah keluarga Liem seperti yang pernah dikatakannya dahulu?

   "A-liok, biarpun engkau seorang pelayan biasa akan tetapi kau telah menyelamatkan nyawaku dan karena itu tidak ada salahnya kau mengetahui rahasia keluarga kami. Pula, aku tidak ingin engkau menganggap aku sewenang-wenang terhadap Pendekar Cengeng dan kuharap saja engkau dapat menggunakan pikiran adil dan tidak berpihak kepadanya dalam urusan kami ini!"

   "Ahh, Siok Lan engkau tidak tahu apa yang kau bicarakan! Engkau tidak tahu betapa engkau telah membuat aku menjadi penasaran sekali."

   Demikian suara dalam hati Yu Lee, akan tetapi ia hanya mengangguk-angguk.

   "Antara kakekku yang terkenal dengan julukan Thian-te Sin-kiam (Pedang Sakti Bumi Langit) Liem Kwat Ek dan Yu-kiam-sian (Dewa Pedang Yu) terjalin persahabatan yang amal erat, bahkan mereka berdua itu adalah teman-teman seperjuangan sehidup semati menantang penjajah Mongol. Karena perjuangan gagal, mereka lalu saling berpisah, akan tetapi kedua orang tua bersahabat itu yakni Yu Tiang Sin dan kakekku Liem Kwat Ek telah mengadakan sumpah dan janji bahwa keluarga mereka kelak akan menjadi satu keluarga dengan menjodohkan mereka. Akan tetapi kemudian ternyata bahwa Yu Tiang Sin hanya mempunyai tiga orang anak laki-laki semua, sedangkan kakekku mempunyai hanya seorang anak laki-laki pula. Oleh karena itu, sumpah dan janji itu diteruskan oleh anak-anak mereka yang berjanji bahwa kelak akan menjodohkan seorang cucu Yu dengan seorang cucu Liem. Karena kemudian ternyata bahwa ayah hanya mempunyai anak tunggal yaitu aku sendiri maka tentu saja akulah yang semenjak lahir telah ditentukan oleh ayah dan kakek sebagai calon jodoh seorang cucu keluarga Yu......"

   "Ahh......!"

   Yu Lee memandang dengan mata terbelalak karena sesungguhnya seujung rambut sekalipun ia tidak pernah menyangka akan mendengar keterangan seperti ini dalam cerita gadis ini. Jantungnya berdebar keras sekali, terharu, khawatir dan bingung menjadi satu. Akan tetapi dengan kekuatan batinnya ia dapat menguasai perasaannya lalu berkata.

   "Kalau begitu bagus sekali, siocia. Mengapa siocia malah memusuhi...... Yu-kongcu?"

   Wajah yang cantik itu kelihatan marah.

   "Karena kongcumu itu seorang yang sombong!"

   "Eh, sudah pernahkah nona bertemu dengan Yu-kongcu?"

   Siok Lan menggeleng kepala, kelihatan tak senang membicarakan Pendekar Cengeng, akan tetapi Yu Lee yang menjadi penasaran mendesak terus.

   "Berjumpapun belum pernah bagaimana nona bisa mengatakan bahwa Yu-kongcu seorang yang sombong!"

   "Tentu saja dia sombong."

   Sepasang mata menyinarkan kebencian.

   "Dan aku akan mengadakan perhitungan menantangnya sampai seorang diantara kami rebah tak bernyawa lagi. Dia memandang rendah keluargaku!"

   Yu Lee melongo. Ia mengingat-ingat dan merasa bahwa dia tidak pernah memandang rendah keluarga nona ini. Bagaimana bisa memandang rendah kalau kenalpun tidak sebelumnya? Bahkan dahulu kakeknya atau ayahnya tidak pernah bicara tentang ikatan jodoh yang dijanjikan itu......

   "Siocia sepanjang ingatanku, keluarga Yu terutama Yu-kongcu, bukanlah orang yang suka memandang rendah orang lain dan sama sekali tidak sombong......"

   "Tentu saja engkau bekas pelayannya tentu membelanya. Hayo kau katakan terus terang, engkau hendak berpihak siapa? Kalau berpihak Yu-kongcu maka sebaiknya kita berpisah di sini saja. Kalau membela aku itulah yang...... kuharapkan."

   "Tentu saja aku membela dan berpihak kepada nona. Tetapi karena aku merasa heran karena sekeluarga Yu dulu......"

   "Engkau tak mengerti A-liok? Janji antara kakek dan Yu-taihiap ini telah mengikatkan aku dengan Yu Lee sebagai suami isteri...... Aku belum pernah melihat macam apa adanya orang bernama Yu Lee yang dijodohkan dengan aku itu, akan tetapi aku hanya percaya bahwa pilihan orang tuaku tidak akan keliru. Akan tetapi, malapetaka menimpa keluarga Yu sehingga hanya...... tunangan...... eh, dia itu yang dapat lolos. Keluarga kami tadinya mengira bahwa dia itupun binasa pula karena tidak pernah ada kabar ceritanya. Akan tetapi, tahu-tahu muncul pendekar Cengeng yang bukan lain adalah Yu Lee itulah! Tentu saja kakekku dan ayahku menjadi penasaran dan merasa malu sekali. Selama itu orang yang bernama Yu Lee sama sekali tidak memperdulikan keluarga kami, tak pernah datang, tak pernah memberi kabar, seolah-olah ia menganggap sepi saja perjanjian keramat itu! Dan aku menjadi makin dewasa, dan datanglah pinangan-pinangan seperti hujan terhadap diriku! Puluhan orang pemuda-pemuda pilihan ditolak dengan tegas oleh kakek dan ayah, karena aku telah ada yang punya, yaitu pemuda Yu. Siapa kira, kalau pihak keluargaku setia kepada janji keramat, adalah pemuda Yu itu agaknya acuh tak acuh, agaknya setelah ia terkenal menjadi pendekar besar dia telah memandang remeh keluarga kami! Aku tidak tergila-gila kepadanya! Aku tidak kepingin sekali menjadi isterinya! Maka aku harus mencarinya, membuka matanya dan kalau ia tidak berubah sikap akan kutantang dia sampai mati untuk menebus penghinaan ini!"

   Gadis itu bicara penuh semangat, penuh kemarahan, mukanya menjadi kemerahan, cuping hidungnya kembang kempis, dadanya berkembang tanda bahwa dia marah sekali dan tidak main-main! Adalah Yu Lee yang mendengarkan dan memandang dengan mata terbelalak dan mulut melongo saking heran serta kagumnya.

   "Ahh...... Aah...... kiranya begitukah.......?"

   Keterangan itu benar-benar membuat Yu Lee terkejut dan wajahnya menjadi pucat, tubuhnya seketika menjadi lemas. Sungguh tidak disangkanya bahwa gadis yang menjatuhkan hatinya ini, yang menumbuhkan cinta kasih mendalam di hatinya, ternyata adalah tunangannya sendiri.

   "A-liok, kau...... kau kenapakah?"

   Suara Siok Lan halus dan gadis ini ketika melihat pelayannya menjatuhkan diri duduk di bawah pohon dan bersandar batang pohon dengan lemas, lalu berlutut di depan pelayan itu.

   "Sakit sekalikah dadamu?"

   Yu Lee menggelengkan kepala.

   "Tidak....... nona......."

   "Akan tetapi, kau....... pucat sekali setelah mendengar keteranganku. A-liok, kau berduka?"

   Pandangan mata itu penuh selidik dan amat tajam seolah-olah hendak membelah dada pemuda itu dan menjenguk isi hatinya.

   "Jadi nona....... nona ini...... tunangan?"

   Ia tidak mampu melanjutkan saking tegang hatinya. Sikap dan kata-katanya ini diterima keliru oleh Siok Lan yang kelihatan amat terharu, Siok Lan memegang tangan A-liok dan berkata suaranya menggeletar.

   "A-liok, aku dipertunangkan dengan dia di luar kehendak hatiku. Sesungguhnya...... kalau aku mempunyai hak memilih, aku...... aku tidak sudi...... apalagi dia seorang sombong...... ah engkau biar tak berkepandaian apa-apa, engkau seribu kali lebih baik dari pada dia......"

   "Ahhh, nona Siok Lan yang mulia......!"

   Mereka saling berpegang tangan, jari-jari mereka saling genggam dan pandangan mata mereka bertemu, bertaut melekat, pandang mata yang mengandung semua bahasa hati, membuat jantung berdebar dan napas sesak seketika. Akan tetapi pada saat itu terdengar derap kaki banyak orang, Siok Lan merenggutkan tangannya dan meloncat berdiri, diikuti oleh Yu Lee. Kiranya tempat itu sudah terkurung rapat oleh banyak sekali tentara Mongol yang dikepalai oleh lima orang perwira!

   "Nona awas......!"

   Yu Lee berseru keras. Akan tetapi terlambat, karena belasan buah benda yang dilemparkan oleh perwira-perwira itu ke arah mereka berdua telah meledak dan tempat itu penuh dengan asap putih yang berbau harum namun yang membuat mata tak dapat dibuka dan napas menjadi sesak. Dalam keadaan gelap seperti itu, Yu Lee tak dapat melihat apa-apa hanya menggerakkan kaki tangan merobohkan banyak orang yang coba-coba menubruk dan hendak menangkapnya. Ia mengamuk sambil mencari-cari Siok Lan. Akan tetapi, ketika asap menipis dan ia dapat bernapas biasa lagi, ia melihat Siok Lan sudah dilarikan di atas kuda dalam keadaan pingsan.

   Ia marah sekali dan hendak mengejar, namun lima orang perwira tadi telah meneriakkan aba-aba dan pasukan Mongol kini mengepung Yu Lee dengan senjata mereka. Agaknya melihat betapa pemuda ini sukar ditangkap, lima orang perwira itu menurunkan perintah membunuh!

   Yu Lee bangkit kemarahannya. Pasukan itu terdiri dari tentara-tentara Mongol yang kuat terlatih dipimpin oleh lima orang perwira yang pandai ilmu silat, akan tetapi saking marahnya Yu Lee melihat Siok Lan ditawan, ia mengamuk dan sudah mengeluarkan ilmu kepandaiannya yang hebat, yaitu pukulan Sin-kong-ciang dan kemudian mainkan sebuah pedang rampasan dengan ilmu pedang Ta-kui-kiam-sut. Bagaikan orang membabat ramput saja Yu Lee mengamuk dan merobohkan belasan orang perajurit dalam waktu singkat. Menyaksikan kegagahan pemuda ini lima orang itu lalu terjun sendiri dan mengeroyok.

   Pasukan ini bukanlah pasukan penjaga, melainkan pasukan pengawal dari kota raja yang melakukan perjalanan memeriksa pelaksanaan pembuatan saluran.

   Karena pasukan ini adalah pasukan pengawal kerajaan yang tentu saja amat kuat, apa lagi terdiri dari pengawal-pengawal pilihan dan jumlah mereka limapuluh orang lebih. Yu Lee menghadapi lawan yang amat tangguh, setelah lima orang itu maju sendiri tidak begitu mudah lagi bagi Yu Lee untuk merobohkan para pengeroyok. Kini pengeroyokan di lakukan dengan teratur rapi dan amat kuat.

   Betapapun juga, agaknya pemuda sakti ini akan mampu membasmi habis semua pengeroyoknya biarpun dalam waktu yang agak lama, kalau saja hatinya tidak demikian risau mengingat keadaan Siok Lan. Ia maklum bahwa kalau terlalu lama ia melayani pasukan pengawal ini tentu akan jauh Siok Lan dibawa lari oleh pasukan musuh dan makin sukar baginya untuk melakukan pengejaran dan menolong gadis yang dicintainya itu. Berpikir demikian tiba-tiba ia mengeluarkan suara melengking keras sekali sehingga lima orang perwira itu terkejut dan mundur. Kesempatan ini dipergunakan oleh Yu Lee untuk melompat tinggi melampaui kepala beberapa orang pengeroyok sebelah kiri, kemudian ia terus mengerahkan ginkang menggunakan ilmu lari cepat untuk melakukan pengejaran.

   Dapat dibayangkan betapa kagetnya ketika ia berhasil menyusul, ia dapat kenyataan bahwa Siok Lan yang ditawan itu dikawal oleh pasukan Mongol yang sedikitnya ada seratus orang jumlahnya dipimpin oleh tiga orang perwira tinggi bangsa Mongol yang merupakan tokoh-tokoh pengawal Istana! Penjagaan amat ketat, Siok Lan dibiarkan berjalan dengan kedua tangan terbelenggu, di tengah-tengah. Yu Lee maklum bahwa dengan penjagaan yang demikian kuatnya, amatlah berbahaya kalau dia menyerbu mati-matian, berbahaya bagi keselamatan Siok Lan sendiri. Ia tidak berani mengambil resiko seperti itu, maka diam-diam ia membayangi pasukan itu dan mencari kesempatan baik untuk menolong gadis yang dikasihinya.

   Siok Lan berjalan dengan langkah tegap dada membusung dan muka terangkat sedikitpun tidak membayangkan khawatir atau takut. Ketika terjadi penyerbuan, ia tidak dapat banyak berdaya karena asap itu telah membuatnya lemas dan setengah pingsan. Ketika ia sadar kembali, tahu-tahu telah terbelenggu kedua tangannya dan dilarikan oleh pasukan berkuda yang jumlahnya belasan orang.

   Sebelum ia berontak, pasukan yang menawannya telah tiba di sebuah markas barisan Mongol dan ia lalu dikawal oleh seratus orang lebih tentara mongol yang kuat di dorong-dorong supaya berjalan, Siok Lan meronta namun kulit yang menjadi tali pengikat kedua tangannya amat kuat.

   "Ha, ha, ha, percuma saja kau meronta, lebih baik berjalan kalau tidak ingin dicambuk,"

   Kata seorang tentara musuh yang jalan terdekat.

   "Mampuslah!"

   Siok Lan memaki dan kaki kirinya melayang.

   Tentara itu berusaha menangkis namun tetap saja tubuhnya terlempar ke belakang sampai tiga meter lebih dimana ia terbanting jatuh sampai mengeluarkan suara "ngek!"

   Dan ia merangkak bangun sambil pringas pringis. Dengan marah tentara ini mencabut goloknya, akan tetapi perwira tinggi besar yang melihat ini membentak,

   "Mundur kau dan jangan mengganggu tawanan!"

   Tentara itu mundur setelah memandang Siok Lan dan mata melotot marah.

   Seorang perwira lain bermuka kuning ia berkata suaranya nyaring dan ditujukan pada semua anak buahnya.

   "Kita hanya bertugas mengawal tawanan ini ke kota raja. Tidak seorangpun boleh mengganggunya kecuali kalau ia hendak melarikan diri, baru boleh menghalangi dan kalau perlu membunuhnya. Ketahuilah kalian semua, tawanan ini adalah seorang penting. Dia adalah cucu Thian-te Sin-kiam Liem Kwan Ek dan karena itu, dia adalah seorang tokoh di antara pemberontak. Dia dijadikan tawanan untuk menyerang para tokoh pemberontak lain agar menyerah, maka kalian tidak boleh mengganggunya."

   Para prajurit terkejut. Nama Thian-te Sin-kiam terkenal sekali sebagai seorang pemberontak yang telah pernah mengacaukan markas besar tentara Mongol. Kemudian perwira muka kuning berkata kepada Siok Lan,

   "Nona, harap suka berjalan baik-baik dan tidak mencoba untuk melawan karena hal itu akan membikin sengsara nona sendiri!"

   Siok Lan menjebikan bibirnya yang merah, matanya bersinar-sinar penuh ejekan dan kebencian.

   "Cihh! Tak tahu malu! Merobohkan orang dengan asap racun, kemudian mengawal dengan seratus orang lebih tentara. Coba lepaskan belenggu ini dan aku Sian-li Eng-cu akan menghancurkan kepala kalian semua seorang demi seorang! Kalian tunggu saja kalau-kalau kakekku muncul, pedangnya akan membabat putus semua batang leher kalian!"

   Biarpun ancaman ini kosong belaka, namun sebagian besar diantara para tentara itu meraba leher mereka masing-masing penuh kengerian. Pasukan lalu bergerak maju lebih cepat lagi agar mereka cepat-cepat dapat tiba di kota raja dan bebas daripada tugas mengawal wanita cucu Thian-te Sin-kiam ini.

   Semenjak ia tahu bahwa ia tidak akan diganggu, Siok Lan menghentikan usahanya untuk memberontak. Dia bukan seorang gadis bodoh dan nekad. Ia tahu bahwa akan sia-sia belaka kalau ia mencoba untuk lari dalam keadaan kedua tangan terbelenggu. Pula, ia tahu bahwa kalau ia gagal lari, ia akan mengalami hal tidak enak, akan dipukul dan mungkin sekali tidak akan dibiarkan berjalan sendiri, kemungkinan pula kakinya akan diikat dan diseret tubuhnya dengan kuda atau diikat tubuhnya di atas kuda! Maka berjalanlah ia dengan sikap gagah sedikitpun tidak membayangkan wajah takut atau putus asa.

   Kalau ia teringat kepada A-liok, keningnya berkerut dan hatinya menjadi gelisah. Mungkin pelayannya itu telah dibunuh oleh pasukan ini! Berpikir demikian, hampir ia tidak kuat menahan air matanya. Tidak! A-liok tidak boleh mati! Hatinya seperti disayat pisau. Rasa sayangnya kepada pelayannya amat besar dan baru sekarang terasa olehnya betapa ia amat kehilangan pelayannya itu. Baru teringat betapa setia, dan betapa pandang mata pelayannya itu penuh perasaan mesra kepadanya.

   Ia kini teringat bahwa pelayannya itu, A-liok yang setia, sesungguhnya amat mencintainya! Dan dia sendiri? Sukar mengenal hati seorang. A-liok seorang pemuda yang tampan dan biarpun tidak pandai ilmu silat, tetapi memiliki keberanian dan kegagahan mengagumkan. Juga amat cerdik.

   Perjalanan ke kota raja amatlah jauh dan harus melalui tebing-tebing dan jurang-jurang diantara hutan-hutan lebat. Akan tetapi di sepanjang jalan ini terdapat pos-pos penjagaan tentara Mongol oleh karena jalan inilah yang dipergunakan untuk dibuat saluran guna menyambung Sungai Yang-ce dengan Sungai Huang-ho.

   Ada kalanya jalan ini melalui jalan sempit yang diapit oleh dinding-dinding gunung atau batu-batu karang, ada kalanya menerjang hutan-hutan lebat dan liar, kadang-kadang juga melalui tanah datar yang luas dan tidak tampak pohon sedikitpun.

   Akan tetapi semenjak hari ia ditawan, pada malam harinya selalu terjadilah keributan dan keanehan. Malam pertama sudah terjadi ribut-ribut. Siok Lan pada malam pertama itu tidur menggeletak begitu saja di bawah pohon karena pasukan kemalaman di dalam hutan. Api-api unggun dibuat di sekeliling tempat pemberhentian sehingga keadaan remang-remang namun cukup hangat dan Siok Lan tidur di tengah-tengah, dikelilingi pasukan yang tidur malang melintang di sekeliling hutan itu, ada pula yang berjaga, ada yang meronda secara bergiliran.

   Pokoknya, biarpun pada malam hari, mereka tetap melakukan penjagaan yang amat ketat, peristiwa yang jarang terjadi hanya untuk mengamankan seorang tawanan saja! Diam-diam Siok Lan menjadi geli dan juga merasa amat naik derajatnya! Tidaklah percuma ia menjadi tawanan kalau telah diperlakukan sepenting ini. Ia menduga-duga apa yang akan ia hadapi di kota raja. Apakah mereka ini menawannya benar-benar untuk memancing para pemberontak? Apakah benar para pemberontak hendak muncul?

   Kakeknya sudah lama mengundurkan diri karena merasa usia tua, akan tetapi siapa tahu kalau-kalau kakeknya itu aktif kembali membantu perjuangan para pemberontak, dan siapa tahu kalau-kalau kakeknya itu bersama kawan-kawannya benar-benar mendengar bahwa ia ditawan dan akan datang menolongnya. Selain kakeknya, siapa lagi yang dapat ia harapkan untuk membebaskannya daripada pasukan yang kuat ini?

   Malam hari itu, menjelang tengah malam, tiba-tiba terdengar suara melengking tinggi juga menyeramkan bulu kuduk.

   Siok Lan tentu saja tidak dapat tidur pula dalam keadaan terbelenggu kedua tangannya itu mendadak kaget dan bangun duduk. Juga semua anggauta pasukan terkejut bahkan beberapa yang meloncat bangun berdiri dan saling pandang.

   Hutan itu amat lebat dan gelap, akan tetapi karena tidak ada binatang liar di dunia ini yang mengeluarkan suara seperti itu. Melengking-lengking seperti suara setan, dan seperti sangat menyedihkan akan tetapi juga mengandung ketawa mengejek! Selagi semua orang saling pandang, sekali lagi lengking itu berbunyi lagi dan sekali ini amat nyaringnya, mempunyai daya getaran hebat sehingga jantung yang mendengarnya serasa disayat, membuat kedua kaki menggigil.

   Kemudian tampaklah berkelebatan sosok bayangan hitam diantara pohon-pohon. Melihat ini gegerlah para perajurit dan mereka semua mencabut senjata melakukan pengejaran ke arah pohon besar di mana tadi mereka melihat bayangan hitam itu melompat.

   "Pemberontak jahat, turunlah!"

   Bentak seorang perwira.

   Lalu kembali terdengar suara melengking dari atas pohon dan bayangan hitam itu menyambar turun, disambut oleh hantaman pedang dan golok empat orang perajurit. Akan tetapi bayangan hitam yang bertangan kosong itu dengan gerakan aneh telah menyelinap, merampas sebatang pedang, menggerakkan pedang rampasan seperti kilat menyambar dan...... robohlah keempat orang perajurit itu sambil mengeluarkan pekik mengerikan!

   Keadaan menjadi makin ribut. Para perajurit dengan marah menyerbu. Menghadapi gelombang serbuan banyak sekali perajurit ini, si bayangan hitam yang tidak tampak jelas wajahnya itu kewalahan dan segera meloloskan diri, akan tetapi sambil mengacungkan pedang menantang-nantang. Para perajurit makin marah dan melakukan pengejaran.

   "Berhenti! Jangan kejar dia! Jangan tinggalkan tawanan!"

   Bentak perwira Mongol yang cerdik dan yang agaknya dapat menduga akan maksud kedatangan bayangan hitam itu. Tentu si bayangan hitam hendak memancing para perajurit mengejarnya dan meninggalkan tawanan sehingga mudah untuk dirampas.

   Setelah keadaan sunyi kembali, empat orang perajurit yang terluka dirawat, penjagaan di perketat. Siok Lan diam-diam menduga-duga siapa gerangan bayangan hitam itu. Dia sendiri tidak dapat menduga tepat dan mengingat-ingat siapakah orang sakti yang mengeluarkan suara melengking seperti itu, lengking seperti tangis menyedihkan.

   Jantungnya berdebar. Siapakah orangnya yang berusaha menolongnya? Jelas bukan kakeknya atau ayahnya. Apakah tokoh-tokoh pemberontak yang ditemuinya di markas Huang-ho Sam-liong? Karena tidak dapat menduga tepat ia lalu memasang telinga mendengarkan tiga orang perwira yang bercakap-cakap tidak jauh dari tempat ia duduk bersandar batang pohon. Perwira itu sedang membicarakan si bayangan hitam yang mengacau tadi.

   "Dewi Suling? Ah, tapi dia tidak pernah memusuhi kita, dan kalau betul dia mengapa bergerak secara rahasia?"

   Kata perwira tinggi besar.

   "Pula Dewi Suling adalah seorang tokoh hitam dan tawanan ini cucu seorang tokoh bersih mana mungkin seorang tokoh hitam seperti Dewi Suling hendak menolongnya?"

   Kata perwira lain.

   "Hemm, kau keliru, apa kau tidak mendengar desas desus yang ramai di dunia kang-ouw bahwa kini muncul Dewi Suling yang sekarang ini sama atau bukan dengan Dewi Suling yang dahulu, tak seorang pun tahu. Yang jelas, tandanya sama yaitu sebatang suling yang mengeluarkan lengking seperti tadi.

   "Memang aneh! Sepanjang pendengaranku. Dewi Suling adalah seorang wanita cabul, gila laki-laki tampan, menculik laki-laki tampan yang dipaksa melayani nafsunya yang tak kunjung padam, kemudian setelah kenyang dan bosan ia membunuh setiap orang korbannya......"

   "Kabarnya dia cantik jelita seperti dewi kahyangan? Wah, kalau aku dapat menemaninya beberapa malam saja, biar akhirnya matipun aku puas...... Ha-ha-ha!"

   Siok Lan tidak mau mendengarkan mereka lagi. Ia meramkan mata dan hatinya bertanya-tanya. Benarkah Dewi Suling yang tadi berusaha menolongnya? Ah, tidak mungkin sama sekali! Menurut kakeknya, Dewi Suling adalah murid Hek-siauw Kui-bo yang amat jahat dan keji dan ia pun sudah mendengar betapa Pendekar Cengeng tunangannya yang tidak memandang mata kepadanya itu, mengangkat nama besarnya justru setelah membasmi sarang Dewi Suling dan gurunya itu! Tiba-tiba telinganya kembali ia pusatkan untuk mendengarkan percakapan mereka kini mereka menyebut-nyebut Pendekar Cengeng!

   "Hemm, kalau benar dugaanmu, kita akan berjasa besar kalau dapat menangkapnya hidup atau mati. Dia adalah keturunan terakhir Yu-kiam-sian, musuh negara yang lebih penting dari pada Thian-te Sin-kiam. Akan tetapi, betulkah dia?"

   Tanya si tinggi besar.

   "Aku sendiri belum pernah mendengar suaranya. Akan tetapi menurut penuturan mereka yang pernah bertemu dan bertanding dengannya kadang-kadang Pendekar Cengeng mengeluarkan lengking tangis yang mengerikan. Dia suka mengucurkan air mata dan suka melengking seperti itu dan karena itulah dia dijuluki Pendekar Cengeng,"

   Kata si muka kuning.

   "Aaah, tidak perlu khawatir, pemberontak tadi si Dewi Suling atau si Pendekar Cengeng kita tidak perlu takut dan yang paling penting, kita harus mengamankan tawanan kita. Biarpun mereka itu berkepala tiga berlengan delapan, dapat berbuat apa terhadap kita? Pula bala bantuan dapat cepat diharapkan datang dari pos-pos depan dan belakang!"

   Kata perwira lain.

   Siok Lan kembali termenung. Mungkinkah Pendekar Cengeng yang datang tadi? Ah tak mungkin sama sekali. Pendekar Cengeng sudah melupakan keluarga Liem, merasa diri terlalu tinggi! Tak mungkin kini datang berusaha menolong dia! Dan yang andaikata ada yang dapat menolongnya, ia sama sekali tidak mengharapkan bahwa orang itu adalah Pendekar Cengeng yang dibencinya! Dengan pikiran ini, Siok Lan tertidur di bawah pohon.

   Pada malam kedua, ketiga dan keempat selain rombongan pasukan pengawal itu diganggu bayangan h"tam yang mengeluarkan bunyi melengking dan sedikitnya tentu ada lima orang pengawal yang roboh menjadi korban. Akan tetapi bayangan itu tetap saja tidak berhasil membebaskan Siok Lan yang terjaga dan terkurung ketat.

   Pasukan itu beberapa kali berhenti di pos-pos penjagaan dan pada hari kesepuluh mereka tiba di luar kota Thian-an-bun yang menjadi pos besar dari pada para penjaga yang menjaga jalan yang direncanakan untuk penggalian terusan atau saluran besar.

   Ketika mereka tiba di tempat lapangan yang luas, tiba-tiba terdengar derap kaki kuda dan dari dalam hutan muncul seorang penunggang kuda. Para perwira pengawal mengangkat tangan mengisyaratkan kepada anak buahnya agar supaya berhenti dan waspada karena siapa tahu kalau-kalau penunggang kuda itu adalah pemberontak, para pengawal itu sudah meraba gagang golok dan mempererat genggaman gagang tombak semua mata memandang ke arah penunggang kuda yang masih agak jauh itu.

   "Siocia...... Siocia......! Tunggulah saya,......!"

   Siok Lan terkejut sekali. Penunggang kuda itu bukan lain adalah A-liok! Beberapa detik lamanya hatinya girang dan gembira bukan main menyaksikan betapa pelayannya yang disayangnya itu ternyata selamat dan masih hdup akan tetapi pada detik-detik berikutnya wajahnya menjadi pucat dan hatinya menyesal sekali. Mau apakah pelayannya itu? Seperti Ular mencari perggebuk. Sungguh-sungguh tolol hanya datang mencari mampus!

   "A-liok......! Kau pergilah jauh-jauh ......!"

   Ia berseru dengan nyaring mengerahkan khi-kangnya.

   Akan tetapi dengan suara keras terdengar A-liok membantah.

   "Tidak bisa, siocia! Saya pelayan nona, bagaima bisa meninggalkan nona? Saya harus mengawani nona dalam suka maupun duka!"

   Mendengar ini hati Siok Lan terharu sekali dan ia teringat akan pandang mata pelayan itu pada saat sebelum dia ditawan. Pandangan mata yang amat mesra yang penuh getaran cinta kasih dan mukanya merah sekali. Kini A-liok yang menunggang kuda itu sudah tiba dekat.

   Pasukan pengawal yang mendengar ucapan pemuda itu menjadi geli sekali dan menganggap bahwa pelayan itu tentu seorang yang kelewat bodohnya lalu menjadi berubah seperti orang gila! Dimana ada orang menyerahkan diri begitu saja, hanya untuk melayani nona majikannya? Akan tetapi, melihat betapa pelayan itu seorang pemuda tampan, mereka mulai curiga. Begitu kuda yang ditunggangi A-liok dekat, segera para pasukan mengurungnya dengan tombak dan golok ditodongkan.

   "Aihh...... aih...... kalian mau apa? Aku datang mengantarkan kuda untuk nona majikanku ini. Kalian sungguh tidak tahu malu. Mengiringkan seorang nona muda dibelenggu seperti itu dan disuruh jalan kaki. Bagaimana kalau nona majikanku sampai jatuh sakit? Aku susah-susah datang membawakan kuda agar ditunggangi nonaku dan aku akan ikut untuk melayani segala keperluannya. Mengapa aku dikurung? Heeei, lepaskan kendali kuda itu!"

   A-liok berteriak-teriak marah dan para perajurit Mongol tertawa bergelak. Benar-benar seorang pemuda yang tolol.

   "A-liok, kenapa engkau menyusulku? Aku tidak perlu pelayan pada waktu begini, engkau pergilah A-liok, jangan berada di sini. Pergilah!"

   Siok Lan berkata penuh kekhawatiran, kemudian memandang para perwira.

   "Heeeii kalian bebaskan pelayan itu, dia tidak tahu apa-apa!"

   "Tidak!"

   A-liok atau Yu Lee membantah cepat-cepat.

   "Kalau nonaku dibebaskan, baru aku, mau pula dibebaskan. Kalau nona ditangkap biarlah aku ikut ditangkap dan kalian laki-laki gagah harap punya malu, berikanlah seekor kuda untuk nonaku. Lihat, nonaku kelihatan begitu letih, apakah kalian tidak kasihan terhadap seorang wanita?"

   Semua perwira tertawa.

   
Pendekar Cengeng Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Tak salah lagi, tentu "ada main"

   Antara nona majikan dan pelayan!"

   Kata perwira kedua

   Mereka tertawa-tawa dan wajah Siok Lan menjadi merah sekali, matanya mendelik merah.

   Akan tetapi Yu Lee berteriak-teriak marah.

   "Jangan menghina nonaku! Kalian sungguh kurang ajar!"

   Akan tetapi tangan yang kuat dan kasar menyeret Yu Lee dari atas punggung kuda dan beberapa kepalan tangan memukulnya. Yu Lee pura-pura ketakutan dan kesakitan, menjerit-jerit.

   "Kabarnya tentara Mongol paling gagah perkasa, siapa kira kini memukuli orang tak berdosa."

   Perwira muka kuning menggerakkan tangan menyuruh perajurit-perajuritnya mundur. Yu Lee dilepaskan, mukanya merah dan biru bekas pukulan.

   "Belenggu kedua tangan dan naikkan bersama nonanya ke atas kuda. Satukan belenggu mereka agar tidak menyulitkan penjagaan!"

   Yu Lee berteriak-teriak, akan tetapi percuma saja. Ia segera diringkus dan dibelenggu kedua lengannya yang ditelikung ke belakang, mirip keadaan Siok Lan. Kemudian Siok Lan dan Yu Lee diangkat ke atas kuda yang dibawa oleh Yu Lee tadi, didudukkan di atas kuda saling membelakangi, Siok Lan menghadap ke depan dan Yu Lee menghadap ke belakang, beradu punggung kemudian kembali tubuh mereka diikat menjadi satu!

   "Tolol engkau A-liok, mengapa menyusul?"

   Bisik Siok Lan sambil menoleh ke belakang.

   "Nona, bagaimana saya dapat membiarkan nona seorang diri? Mati hidup saya harus bersama nona. Saya mencari kuda ini dan menyusul......"

   Bisik Yu Lee sepenuh perasaan hatinya sehingga gadis itu semakin terharu.

   Mendengar percakapan bisik-bisik ini, para perajurit tertawa geli dan kuda itu segera dikeprak dari belakang dan mulailah rombongan itu melanjutkan perjalanan. Dua orang tawanan yang berada di punggung kuda itu berada di tengah-tengah, dan sungguhpun kini tidak berjalan kaki melainkan menunggang kuda, akan tetapi hati Siok Lan penuh kekhawatiran. Kalau tadinya ia hanya memikirkan diri sendiri menanti kesempatan baik untuk menyelamatkan diri, sekarang ia harus memikirkan keselamatan pelayannya pula.

   Dan diam-diam di lubuk hatinya ia merasa heran kepada hatinya sendiri. Kenapa munculnya pelayannya merupakan hal yang begini mendebarkan dan menggirangkan hatinya? Mendatangkan rasa tenteram seolah-olah sekarang setelah ditemani A-liok, ia tidak takut lagi menghadapi segala bencana? Kenapa melihat kesetiaan dan kasih sayang A-liok yang begini besar terhadap dirinya membuat hatinya begini besar?

   Di tengah perjalanan, pada saat para pengawal itu tidak memperhatikan, Yu Lee berbisik lirih tanpa menggerakkan bibirnya.

   "Nona, kita menanti kesempatan baik di waktu malam. Saya akan membantu nona agar nona dapat melarikan diri. Kalau berhasil, jangan perdulikan saya......"

   "Tidak mungkin! Aku tidak mau lari sendiri dan meninggalkan kau!"

   "Ahhh, nona seorang yang penting, kalau aku...... mereka tentu akan membebaskan aku, perlu apa mengawal seorang pelayan ke kota raja?"

   "Hussshh, diamlah, A-liok, aku tidak mau lari sendiri! A-liok, kenapa kau mengorbankan dirimu untukku?"

   "Aku...... mencinta nona dengan seluruh jiwa ragaku, biar berkorban nyawa sekalipun untuk nona saya rela!"

   Siok Lan meramkan kedua matanya sejenak untuk menahan air matanya. Akan tetapi ketika membuka matanya kembali, dua butir air mata membasahi pipinya. Tidak salah lagi, ia pun jatuh cinta kepada pelayannya ini! Tanpa disadari, tangannya yang berada di belakang karena lengannya terbelenggu, bertemu dengan tangan Yu Lee dan jari-jari tangan itu saling genggam. Dari remasan jari tangan itu menggetar perasaan mereka masing-masing mewakili pandangan mata dan kata-kata.

   "Kau baik sekali A-liok, tapi jangan membicarakan hal yang tidak mungkin terjadi......"

   Bisik Siok Lan dengan suara terharu.

   Yu Lee diam-diam tersenyum di dalam hati. Ia maklum apa makna kata-kata nona ini. Tentu saja setelah menjadi tunangan Pendekar Cengeng tak mungkin nona ini menyerahkan hatinya kepada pria lain! Beberapa malam ini ia telah berusaha untuk membebaskan Siok Lan, namun usahanya selalu sia-sia belaka biarpun ia berhasil membunuh beberapa orang pengawal.

   Ia tahu bahwa kalau ia nekad hal itu amat tidak baik karena selain penjagaan yang ketat itu sukar sekali dibobol, juga ada kemungkinan nona itu dibunuh dari pada lolos.

   Karena inilah maka ia mencari akal dan sengaja menyamar sebagai pelayan lagi menyerahkan diri agar ia dapat berdekatan dengan Siok Lan. Kalau sudah berdekatan, tentu kesempatan untuk menolong Siok Lan lebih banyak. Belenggu yang mengikatnya dengan mudah akan dapat ia patahkan.

   Para perajurit yang menduga ia seorang pelayan lemah mengikatnya secara sembarangan saja. Akan tetapi ia harus menanti saat yang baik. Ia harus terus berlagak bodoh agar para pengawal itu percaya, memandang rendah dan lengah. Kota raja masih jauh sehingga ia tidak perlu tergesa-gesa. Sekali usahanya gagal, akan tak mungkin lagi menolong Siok Lan. Maka ia harus sabar dan hati-hati sekali berusaha dapat berhasil.

   Karena rombongan sudah hampir tiba di Thian-an-bun, maka perjalanan dipercepat dan menjelang senja rombongan sudah tiba di luar kota Thian-an-bun sejauh kurang lebih tigapuluh lie dari kota itu. Hanya tinggal melewati sebuah hutan lagi dan malam hari itu mereka akan tiba di kota yang menjadi markas para penjaga Mongol. Para perwira tidak ingin bermalam di dalam hutan, ingin cepat-cepat memasuki kota agar mereka dapat benar-benar beristirahat dan bebas dari pada pertanggungan jawab menjaga kedua orang tawanan.

   "Hayo cepat hari sudah hampir gelap!"

   Demikian aba-aba para perwira dan pasukan itu biarpun sudah lelah terpaksa mempercepat jalannya memasuki hutan yang lebat.

   Begitu masuki hutan, biarpun matahari belum tenggelam sepenuhnya, masih mengembang di cakrawala sebelah barat, namun cuaca menjadi gelap oleh lebatnya pohon-pohon besar di dalam hutan. Yu Lee menggunakan jari tangannya menggenggam tangan Siok Lan sebagai isyarat kemudian berbisik lirih sekali.

   "Dengarkan nona...... tapi jangan menoleh agar tidak menimbulkan kecurigaan...... aku...... aku dapat melepaskan belengguku......"

   "Hemm......?"

   Siok Lan tercengang.

   "Karena saya seorang pelayan, mereka tidak mengikat erat erat dan guncangan-guncangan di atas kuda membuat belenggu ini longgar. Saya telah dapat membebaskan tangan dan diam-diam saya akan mencoba untuk melepaskan belenggu di tangan nona."

   Berdebar jantung Siok Lan. Ia tahu bahwa pelayannya ini biarpun tidak pandai silat namun amat cerdik, maka ia percaya sepenuhnya akan keterangan ini. Hanya ia meragu karena ikatan tangannya luar biasa eratnya.

   "Mungkinkah kau membebaskan ikatanku......?"

   Siok Lan bertanya ragu-ragu karena selain belenggu tangan, juga tubuh mereka diikat.

   "Simpul ikatan berada di panggung nona, jari-jari tangan saya dapat menggapainya. Mudah-mudahan berhasil, harap nona bersikap biasa sampai saya berhasil membuka belenggu yang mengikat tangan nona!"

   Siok Lan tentu saja sama sekali tak pernah mimpi bahwa pelayannya itu menggunakan sinkang untuk memutus belenggu yang amat kuat dan yang mengikat kedua pergelangan tangannya. Ia merasa betapa jari-jari tangan pelayannya meraba-raba membetot dan menarik-narik. Hatinya makin terharu.

   Semenjak pelayannya secara berterang menyatakan cinta kasih, mencintainya dengan seluruh jiwa raga dan rela berkorban jiwa, ia memandang pelayan ini dengan perasaan lain lagi. Tak mungkin ia (Lanjut ke Jilid 16)

   Pendekar Cengeng (Cerita Lepas)

   Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 16

   menganggapnya seperti seorang pelayan biasa! Melainkan lebih tepat sebagai seorang sahabat, seorang biasa seperjalanan, bahkan seorang kawan senasib sependeritaan.

   "Nona, di sebelah depan ada apa? Bagaimana keadaan nona?"

   "Jalan sempit dan ku melihat di depan ada hutan di sebelah kanan. Di sebetah kiri curam menurun dan agaknya pinggir sungai."

   "Bagus! Hari hampir gelap, kita menanti kesempatan baik. Di hutan itu nona dapat melarikan diri. Belenggu hampir terlepas......!"

   Bisik Yu Lae perlahan.

   "Dan engkau......?"

   Siok Lan berbisik ragu.

   "Saya akan berusaha lari pula. Akan tetapi jangan nona perhatikan saya. Saya akan menggunakan akal memancing perhatian mereka agar tidak memperhatikan nona. Ingat nona. Mereka itu mementingkan nona, bukan saya. Kalau tidak ada nona di sini, mungkin saya sudah dibebaskan. Mau apa mereka menangkap saya?"

   "Tapi...... tapi....... bagaimana aku bisa lari meninggalkan kau, A-liok? Aku tidak mau selamat sendiri."

   "Ahhh, nona yang mulia, saya hanya A-liok seorang pelayan......"

   Yu Lee menggoda, hatinya terharu sekali dan penuh kebahagiaan dan untung ia duduk beradu punggung dengan gadis pujaannya itu, kalau tidak Siok Lan tentu akan melihat dua titik air matanya yang meloncat keluar tanpa dapat ia tahan lagi.

   "Husshh, jangan ulangi ucapan separti itu, A-liok. Pendeknya, aku bukan seorang yang hanya memikirkan diri sendiri. Kalau aku bebas, engkaupun harus bebas!"

   Begitu besarnya hati Yu Lee sehingga ingin ia pada saat itu dapat merangkul memeluk leher itu, mendekap kepala itu ke dadanya. Akan tetapi ia menahan perasaan cintanya dan berbisik lagi tanpa menoleh sehingga para perajurit yang berada di belakang kuda tidak tahu bahwa dia bercakap-cakap. Pemuda itu kini menggunakan ilmunya sehingga ia berbisik tanpa menggerakkan mulut.

   "Nona, harap jangan berpendirian seperti itu. Kalau nona tidak bebas lebih dahulu, bagaimana saya bisa tertolong? Sebentar lagi gelap, nona harus terbebas dan sayapun akan berusaha lari. Andaikata saya gagal tetapi nona sudah bebas, bukankah nona dapat berusaha menolong saya?"

   Siok Lan dapat membenarkan pendapat ini. Ia mengangguk sedikit dan berkata.

   "Bagus......! Nah, hati-hati jangan sampai kentara. Belenggumu sudah terbuka, nona......"

   Siok Lan menggerak-gerakkan jari tangannya dan benar saja. Tali pengikat kedua pergelangan tangannya sudah terlepas! Ia tidak tahu bahwa Yu Lee mematahkan tali belenggu dengan pengerahan sinkang yang amat kuat.

   "Pasukan jalan terus, biar malam ini sampai ke Thian-an-bun!"

   Teriak perwira muka kuning kepada pasukannya setelah malam mulai tiba.

   Pasukan di sebelah depan sudah memasang obor untuk menerangi jalan dan mulailah mereka memasuki hutan kecil di sebelah depan yang berada di sebelah selatan kota Thian-an-bun, hanya belasan lie jauhnya.

   "Apakah tidak berbahaya melanjutkan perjalanan malam-malam melalui hutan?"

   Tanya perwira tinggi besar.

   "Ahhh, Thian-an-bun hanya tinggal belasan lie lagi dan Thian-an-bun merupakan markas besar penjagaan yang kuat. Kalau ada pemberontak, tak bakalan mereka berani mampus menyerbu daerah Thian-an-bun!"

   Kata si muka kuning.

   Akan tetapi tiba-tiba ketenangan pasukan itu diganggu oleh teriakan Yu Lee.

   "Aduh-aduh-aduh...... heeeeiii, kuda nakal! Berhenti"...! Aduh celaka! Kabur! Tolong...... tolong...... tahan kuda ini, wah, binatang sialan!"

   Kuda yang ditunggangi Siok Lan dan Yu Lee itu tiba-tiba menyepak-nyepak dan meloncat ke depan, menerjang pasukan yang berada di depan dengan nekad sambil meringkik-ringkik kesakitan. Tak seorangpun tahu, juga Siok Lan tidak, betapa tadi diam-diam Yu Lee menepuk kaki kuda sampai tulangnya retak dan tentu saja kuda yang kesakitan hebat itu mengamuk dan lari ke depan, menerjang dan merobohkan beberapa orang pasukan kemudian terus lari membalap ke depan.

   "Heeeii...... kuda edan...... kuda celaka. Tolong......!"

   Yu Lee berteriak-teriak, akan tetapi diam dim ia mengerahkan tenaga pada kedua kakinya menjepit perut kuda, tangannya yang sudah bebas itu menyambar kendali dan membetot kuda sehingga lari menyeleweng ke kiri. Para pasukan yang tadinya terkejut, kini menjadi panik.

   "Tawanan lari......! Kejar......! Tangkap......!"

   Ramailah mereka melakukan pengejaran. Para perwira yang merasa khawtir kalau-kalau tawanan mereka yang penting lolos, segera meloncat dan menggunakan lari cepat mengejar.

   "Siapkan anak panah......!"

   Perwira muka kuning memberi aba-aba karena ia pikir kalau ia sampai tak dapat mengejar, sebaiknya merobohkan kuda dan tawanan dengan anak panah.

   "Nona, lekas turun dan lari.......!"

   Yu Lee berbisik.

   "Tapi...... tapi engkau......."

   "Sudahlah nona. Biar saya mengacau dan menipu mereka......."

   "Tidak, A-liok...... kau akan dipanah."

   Mereka telah memasuki bagian yang gelap dan lebat, menyaksikan betapa nona ini sangsi dan meragu terdorong oleh rasa khawatir tentang dirinya hati Yu Lee menjadi besar sekali. Perasaan bahagia hebat memenuhi hatinya terdorong cinta kasihnya dan tanpa pikir panjang lagi karena dorongan hasrat hati, ia lalu merangkul leher Siok Lan dari belakang, memutar tubuh nona itu sehingga mukanya menghadapinya dan...... mencium mulut itu sepenuh cinta kasih hatinya, sepenuh getaran jiwanya.

   "Aughh......"

   Seketika tubuh Siok Lan menjadi lemas dan hampir nona ini pingsan dalam pelukan Yu Lee. Pemuda itu sejenak seperti terbuai dan diayun ke langit lapis ketujuh, akan tetapi segera ia teringat akan keadaan dan setelah sadar ia kaget setengah mati akan keberaniannya sendiri yang melampaui segala batas kesopanan.

   "Aduh, mati aku......!"

   Ia melepaskan rangkulannya.

   "Kau ampunkan aku, nona biarlah kalau aku mati, ciuman itu sebagai bekal ke neraka...... Kau larilah sekarang!"

   Tanpa menanti jawaban lagi, ia mendorong dan terpaksa Siok Lan meloncat dari atas kuda kalau tidak mau terguling jatuh, lalu terdengar ia terisak dan menghilang di dalam semak-semak gelap.

   "Aduh...... kuda gila...... kuda celaka!"

   Yu Lee berteriak-teriak dan kini membalikkan kudanya membalap dan memapaki para pengejarnya! Tentu saja para perajurit menjadi makin panik ketika tiba-tiba derap kaki kuda yang dikejar itu memekik dan menerjang mereka.

   Mereka mencari tempat perlindungan ke belakang pohon-pohon. Akan tetapi kuda itu ternyata tidak lewat karena telah membelok pula ke kanan. Karena hutan itu gelap, maka para perwira dan pasukannya tidak dapat melihat jelas apakah kedua orang tawanan itu masih berada di atas kuda.

   Mendengar bentakan dan teriakan Yu Lee, mereka merasa yakin bahwa kedua orang tawanan itu masih di atas kuda. Apalagi mereka itu terbelenggu erat, mana mungkin bisa lari? Maka sambil berteriak-teriak mereka terus mengejar, tidak tahu bahwa yang berada di atas kuda kini tinggal Yu Lee seorang dan tidak tahu pula bahwa kuda itu makin menjauhi tempat di mana tadi Siok Lan melompat turun.

   Bagi Yu Lee, amatlah mudahnya kalau ia mau melompat turun dan melarikan diri. Akan tetapi ia sengaja tidak mau melakukan hal ini, karena kalau ia lakukan hal ini tentu para pasukan akan mengubek hutan itu dan besar bahayanya Siok Lan akan ditemukan mereka. Apalagi di situ sudah dekat dengan Thian-an-bun yang menjadi markas besar. Lebih baik dia terus mengacau dan mengalihkan perhatian, membawa pasukan jauh dari hutan agar Siok Lan dapat menyelamatkan diri dengan aman.

   "Aduh-aduh......! Heeii""

   Tahan kudaku!!"

   Ia berteriak dan kini karena pasukan sudah terpencar, mulailah ia terkurung. Ketika kudanya mendekati empat orang perajurit yang siap dengan tombak hendak menusuk roboh kuda yang lewat, kaki tangan Yu Lee bergerak kacau dan...... robohlah empat orang itu, pingsan dan tombak mereka beterbangan.

   Makin lama, dari sinar obor-obor yang dipasang, para perwira dapat melihat keadaan Yu Lee dan kudanya. Betapa terkejut hati mereka ketika mendapat kenyataan bahwa nona tawanan mereka telah lenyap! Mereka kaget, juga marah.

   Kalau tadi mereka tidak memerintahkan menghujani anak panah adalah karena mereka menganggap betapa nona tawanan ini amat penting dan tidak baik kalau sampai terbunuh, tapi karena nona tawanan itu lenyap, mereka marah sekali. Kalau hanya ada si pelayan, biar seratus kali mampus juga tidak ada halangannya.

   "Hujani anak panah!"

   Bentak si perwira muka kuning.

   Mulailah kuda itu dihujani anak panah kemanapun juga ia lari. Para pasukan telah mengurung serta menghadang dari segenap penjuru dan siap dengan anak panah mereka. Yu Lee tentu saja mudah untuk menghindarkan diri dari hujan anak panah ini. Dengan mengelak, mengandalkan ketajaman pendengaran dan dengan sampokan kedua tangan dan kaki, bisa saja ia membikin semua anak panah mencelat dan tidak mengenai tubuhnya. Akan tetapi duduk di atas kuda, tak mungkin pula ia melindungi tubuh kuda yang begitu besar.

   Tiba-tiba kuda itu meringkik keras dan jatuh terjungkal ke depan! Tubuh Yu Lee yang tadinya masih duduk menghadap ke belakang terlempar ke atas dan ia lenyap ke dalam pohon.

   Para pasukan segara mengurung pohon besar itu. Akaa tetapi pada saat itu, beberapa orang perajurit memekik dan roboh terguling, tubuh mereka tertancap anak panah! Kemudian terdengar sorak sorai riuh dan diantara sinar obor, tampak muncul puluhan orang yang menyerbu para pasukan Mongol. Dari atas pohon besar dan tinggi di mana Yu Lee tadi bersembunyi tampaklah oleh pemuda ini bahwa para penyerbu itu bukan lain adalah tamu-tamu yang pernah ia lihat di tempat tinggal Huang-ho Sam-liong dipimpin oleh Ie Bhok orang kedua Huang-ho Sam-liong si pelajar yang pandai menggunakan senjata poan-koan-pit (alat tulis). Dan yang mengagumkan dan juga menggelikan adalah ketika ia melihat seorang wanita baju hijau yang menggunakan pedang mengamuk bagaikan seekor singa betina layaknya!

   Pedangnya berkelebatan menjadi sinar hijau merupakan serangan maut yang mencengkeram nyawa ke kanan kiri dan lebih hebat serta menggelikan lagi, pantatnya yang amat besar bergerak-gerak dan tiap kali ada lawan menerjang dari belakang, senggolan pantat besar itu cukup membuat seorang perajurit Mongol terlempar sampai tiga-empat meter jauhnya!

   Dari atas pohon Yu Lee menonton dan menahan ketawanya. Wanita itu bukan lain adalah Cui Toanio atau Cui Hwa Hwa, wanita galak yang pernah ribut mulut dan ia permalukan di sarang Huang-ho Sam-liong!

   Betapapun galaknya, ternyata wanita itu adalah seorang pejuang, musuh pemerintah penjajah Mongol yang kini mengamuk bersama kawan-kawannya untuk menolong Siok Lan! Dan tak jauh dari situ ia melihat pula tokoh-tokoh yang hadir, akan tetapi ia merasa heran tidak melihat adanya dua orang murid Kim-hong-pai yang bersikap baik terhadap Siok Lan dan dia, yaitu Pui Tiong dan sucinya, Can Bwee.

   Dari atas pohon itu pula Yu Lee kini melihat Siok Lan dikeroyok oleh belasan orang penjaga dan diam-diam ia merasa kaget sekali. Kiranya nona ini setelah tadi berhasil ia dorong meloncat turun dari kuda, tidak dapat melarikan diri keluar hutan dan melihat banyak pejuang menyerbu Siok Lan kini turut mengamuk pula.

   Hal ini ia tidak herankan, karena ia mengenal watak Siok Lan. Sepak terjang gadis itu hebat dan ganas, mengamuk dengan pedang rampasan karena pedangnya telah dirampas musuh. Akah tetapi karena diantara belasan orang pengeroyoknya terdapat perwira muka kuning dan perwira tinggi besar, gadis ini agak terdesak.

   Perwira tinggi besar bermuka hitam itu bersenjata sebuah gembolan berantai yang amat berat dan rantainya panjang, diputar-putar cepat sekali. Siok Lan terpaksa selalu menggunakan ginkangnya untuk menghindarkan diri setiap kali gembolan ini menyambar, karena untuk menangkis ia khawatir pedang rampasannya akan rusak. Adapun perwira muka kuning bersenjata sebatang golok aneh, golok yang punggungnya bercagak.

   Senjata ini istimewa karena selain sebagai golok biasa, juga cagak di punggung itu dapat dipergunakan untuk "menangkap"

   Senjata lawan dan dengan putaran tiba-tiba dapat merampas senjata lawan.

   Melihat keadaan nona ini Yu Lee lalu melompat dari pohon ke pohon untuk mendekati. Akan tetapi ia melihat bahwa keadaan Siok Lan tidaklah berbahaya, maka begitu mendengar teriakan kaget Cui Hwa Hwa dan melihat nyonya ini terhuyung ke belakang ketika pundaknya kena serempet gagang toya seorang pengeroyok, perwira tinggi kurus yang lihai, ia segera mengayun tangan. Sebuah ranting kecil menyambar, dan perwira tinggi kurus itu berteriak kesakitan dan menjerit sambil mundur-mundur. Ranting kecil itu melukai lehernya dan menyelamatkan Cui Hwa Hwa.

   Nyonya yang dikeroyok banyak lawan dan hampir celaka, tadi tidak tahu bahwa dia di bantu oleh "pelayan"

   Yang pernah membikin malu padanya, kini dengan marah sekali pedangnya bergerak ke depan dan sebelum si perwira tinggi kurus dapat menghindar, pedangnya yang berubah sinar hijau menjadi gulungan sinar melingkar-lingkar ke arah perut dan""

   Perwira itu menjerit dan roboh dengan pinggang hampir putus!

   Yu Lee kembali melanjutkan usahanya mendekati Siok Lan namun dari atas pohon itu ia menjadi sibuk sendiri menyaksikan bahwa jumlah penyerbu yang hanya paling banyak tigapuluh orang itu terdesak hebat oleh pasukan Mongol yang jumlahnya tiga kali lebih banyak! Ia masih ingin menyembunyikan keadaan dirinya, apalagi Siok Lan berada di situ, maka kini Yu Lee mulai menyambar ke bawah dengan gerakan cepat, merobohkan beberapa orang tentara Mongol tanpa dilihat siapapun juga karena saking cepatnya gerakannya, yang tampak hanya bayangan hitam.

   Kalau ada lawan datang membawa obor terlalu dekat, ia menyelinap atau meloncat ke atas pohon kamudian bergerak lagi di tempat yang gelap.

   Agak lega hati Yu Lee menyaksikan bahwa para pengeroyok itu rata-rata memiliki ilmu kepandaian silat yang tinggi kalau dibandingkan dengan tentara Mongol, maka biarpun jumlahnya kalah tetapi masih dapat mengimbangi. Akan tetapi perang tanding dalam hutan gelap yang hanya diterangi obor-obor itu, benar-benar amat mengerikan. Darah membanjir, teriakan-teriakan marah berseling dengan jerit-jerit kesakitan dan pekik-pekik maut, mayat-mayat bergelimpangan. Seperti biasa menyaksikan seperti ini membuat Yu Lee teringat akan keadaan di rumah keluarganya dahulu dan tak terasa pula ia menangis.

   Suara tangis yang yang aneh keluar dari kerongkongannya melengking-lengking dan menyeramkan. Dari atas pohon ia melempar-lemparkan batu yang tadi ia ambil dari bawah, membantu Siok Lan sama sekali tidak ada bahaya bagi gadis itn menghadapi pengeroyokan banyak lawan. Tiap kali ada bahaya mengancam, tentu si pemegang senjata yang mengancam itu sudah tertotok batu yang menyambar dari tempat gelap.

   Akan tetapi pada saat itu terdengar suara terompet dan derap kaki kuda. Mendengar suara yang datangnya dari utara ini, Yu Lee cepat meloncat ke atas cabang pohon tertinggi dan memandang. Kagetlah ketika ia menyaksikan dari arah utara datang pasukan membawa obor. Bala bantuan dari Thian-an-bun agaknya! Dari atas pohon itu di malam gelap dia hanya melihat obor yang banyak sekali datang dari utara sukarlah menaksir jumlah pasukan yang datang. Akan tetapi menurut dugaan Yu Lee, tentu jauh lebih besar dari pada pasukan yang mengawal Siok Lan tadi dan agaknya tidak akan kurang dari pada dua-tiga ratus orang. Keadaan berbahaya sekali.

   Karena hatinya terguncang, kembali lengking dahsyat keluar dari kerongkongannya dan pada saat itu, ia terkejut karena berbareng terdengar bunyi lengking lain di sebelah bawah. Lengking yang nyaring dan dikenalnya baik! Ia cepat menuruni beberapa cabang pohon dan tampaklah olehnya bayangan berpakaian putih berkelebatan di bawah dan kemanapun juga bayangan ini berkelebat, terdengar pekik mengerikan disusul robohnya seorang tentara Mongol!

   Dewi Suling! Tak salah lagi, pikir Yu Lee, maka ia menjadi tercengang. Mendengar suara lengking itu, jelas adalah suara suling yang biasa ditiup Dewi Suling, juga kalau suling itu dimainkan oleh wanita sakti itu mengeluarkan suara seperti itu.

   Pendekar Cengeng Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Akan tetapi biarpun ia lihat gerakan bayangan putih itu amat cepat dan amat lihai seperti Dewi Suling tetaplah meragukan, mengapa Dewi Suling mengenakan pakaian putih! Selain itu juga mengapa Dewi Suling menjadi seorang pejuang, atau setidaknya memusuhi tentara Mongol. Dewi Suling adalah seorang sesat, seorang dari kalangan hitam. Ahhh, mungkin saja bantah Yu Lee terhadap pikirannya sendiri.

   

Pedang Pusaka Thian Hong Karya Kho Ping Hoo Tawon Merah Bukit Hengsan Karya Kho Ping Hoo Pembakaran Kuil Thian Loksi Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini