Ceritasilat Novel Online

Pedang Asmara 12


Pedang Asmara Karya Kho Ping Hoo Bagian 12



Anehnya, di atas tebing curam yang amat sunyi itu, di tepi pantai Laut Timur, berdiri sebuah bangunan yang megah. Sepi sekali tebing itu dan tidak nampak ada rumah lain. Memang daerah itu terpencil. Tentu saja tidak ada orang yang suka membangun sebuah dusun di atas tebing curam yang sunyi seperti itu Apa yang diharapkan dari tempat seperti itu? Tanahnya batu kapur yang tidak dapat ditanami. Tebingnya curam sehingga tidak mungkin orang mengharapkan pencaharian ikan di lautan. Hutannya juga tidak subur, hanya ditumbuhi pohon pohon liar yang tidak dapat dimanfaatkan, dan hampir tidak ada binatang buruan di daerah itu. Karena itu, maka sungguh aneh melihat ada sebuah rumah besar tanpa tetangga di tempat itu.

   Rumah terpencil itu cukup besar dan megah. Genteng-gentengnya masih nampak bersih dan kuat, temboknya juga haru saja dikapur lagi. Pekarangan rumah itu ditanami bunga-bunga, pemandangan yang aneh di daerah berbatu kapur itu. Kalau orang mendekat, baru dia tahu bahwa pekarangan itu agaknya ditimbuni tanah subur yang tentu didatangkan dari bawah tebing, di daerah yang tanahnya subur lebih menengah ke daratan. Dan rupanya ada sumber air dari atas tebing itu, hal yang cukup aneh. Mungkin air itu mengalir dari puncak tebing yang lebih tinggi dan air ini ditampung dan cukup memenuhi kebutuhan penghuni rumah itu, juga untuk menyirami tanaman di pekarangan kalau musim kering tiba. Rumah itu dikurung pagar tembok dan kalau orang memasuki rumah itu, dia akan semakin terheran-heran melihat perabot rumah yang serba indah dan mahal!

   Rumah dengan prabot, seperti itu sepatutnya berada di kota, menjadi tempat tinggal keluarga bangsawan berpangkat tinggi atau setidaknya keluarga seorang hartawan besar. Apalagi melihat adanja belasan orang wanita muda yang kesemuanya cantik manis, dari usia dua puluh sampai tiga puluh tahun yang bekerja di rumah besar itu. Tentu rumah bangsawan tinggi. Dan di pintu depan nampak gardu jaga di mana terdapat lima orang penjaga yang bertubuh kekar dan bersikap bengis. Bukan, bukan pejabat, karena kalau rumah pejabat, tentu penjaganya perajurit berpakaian seragam Padahal, para penjaga ini tidak berpakaian seragam, melainkan pakaian seperi ahli silat tukang pukul.

   Memang aneh keadaan rumah itu berdiri di tempat yang aneh dan tidak pada tempatnya. Akan tetapi, pemilik rumah itu memang bukan manusia biasa melainkan seorang manusia yang aneh, manusia yang ditakuti dunia kang-ow dan dianggap seperti bukan manusia melainkan lebih mendekati iblis! Dia adalah Tung-hai Kiam-ong (Raja Pedang Laut Timur) Cu Sek Lam yang juga dianggap sebagai datuk besar wilayah timur. Dia ditakuti di dunia kang-ouw dan tidak ada tokoh sesat yang tidak tunduk kepadanya. Bahkan para pimpinan gerombolan sesat banyak yang suka mengirim bingkisan tanda kehormatan kepada datuk besar itu sehingga Tung-hai Kiam-ong yang sudah kaya raya itu tak pernah berkurang kekayaannya, bahkan makin bertambah. Datuk ini memiliki sebuah kereta besar dan setiap tiga hari sekali, orang-rangnya mengendarai kereta pergi ke kota Si-yang, belasan li jauhnya dari tebing itu, untuk pergi berbelanja segala barang yang dibutuhkan keluarga Cu Sek Lam.

   Dan biarpun rumah itu berdiri terpencil di tempat sunyi, namun penghuninya tak pernah merasa kesunyian. Hampir setiap malam tentu terdengar musik dibunyikan di ruangan belakang, di mana para pelayan wanita itu bermain musik, bernyanyi, menari dan menghibur hati majikan mereka. Dan ternyata bahwa belasan orang wanita muda cantik bukan hanya menjadi pelayan dan mengurus rumah tangga itu, melainkan juga menjadi penghibur, pandai bermain musik pandai pula bermain silat sehingga mereka merupakan pasukan keamanan sebelah dalam rumah, dan juga mereka menjadi selir-selir Tung Kiam yang menemani tidur majikan itu setiap kali mereka dibutuhkan.

   Beberapa hari sekali, ada saja tamu yang datang berkunjung. Mereka adalah tokoh-tokoh sesat, pemimpin-pemimpin gerombolan yang datang untuk menyampaikan hormat dan bingkisan mereka. Mereka itu bukan memberi dengan percuma, karena pertama, mereka tentu akan dianggap sebagai sahabat oleh datuk besar itu, dan ke dua, sehelai surat saja dari si datuk besar sudah merupakan suatu jaminan bagi mereka. Takkan ada seorangpun berani mengganggu sahabat dari datuk besar Tung-hai Kiam-ong! Tung-hai Kiam-ong Cu Sek Lam adalah seorang laki-laki berusia enam puluh tahun yang berperawakan sedang dan wajah tampan. Dia kelihatan pendiam, wibawa, bahkan congkak, memandang rendah orang lain dan merasa bahwa dialah orang yang paling hebat di dunia ini! Pantangannya adalah kalau ada orang memandang rendah atau tidak menghargainya.

   Siapapun orang itu tentu akan dicarinya, ditantang berkelahi dan dibunuhnya! Dia telah kematian isterinya, namun duda ini tidak pernah merasa kesepian karena lima belas orang wanita muda yang bekerja mengurus gedungnya merupakan selir-selir yang cantik dan menyenangkan hatinya. Tung Kiam hidup di gedung itu bersama seorang pemuda bernama Cu See Han, yaitu putera dan anak tunggalnya. Pemuda ini telah berusia dua puluh tiga tahun, tampan dan gagah seperti ayahnya, juga memiliki ilmu kepandaian tinggi mewarisi ilmu-ilmu ayahnya. Dia bahkan mempelajari pula kesusastraan sehingga dia menjadi seorang bun-bu-coan-jai (ahli silat dan sastra) yang berwajah tampan dan berkepandaian tinggi.

   Selain mewarisi ilmu kepandaian ayahnya, juga Cu See Han mewarisi kesombongan ayahnya, dan ditambah lagi dia berwatak cabul dan mata keranjang! Semenjak dia remaja dan berangkat dewasa, semenjak ibu kandungnya meninggal dunia, See Han memperoleh guru-guru yang amat pandai dalam hal kecabulan, yaitu para pelayan atau selir-selir ayahnya sendiri! Dan merekalah dia menjadi hamba nafsu berahi dan mereka itu semua dengan senang hati akan suka menjadi gurunya yang penuh gairah! Tung Kiam tahu akan hal ini, tahu bahwa puteranya menjadi kekasih semua selirnya, namun dia tidak peduli dan hanya tertawa saja!

   Namun, lima belas orang selir ayahnya itu akhirnya membosankan pula hati pemuda ini dan mulailah dia pergi ke kota Si-yang dan menjadi langganan tetap rumah-rumah pelacuran yang hanya terdapat di kota itu. Dan dia juga amal terkenal, disuka di kalangan pelacuran karena dia muda, tampan, jantan dan kaya raya, royal dengan uangnya. Karena orang-orang mengenal Cu-kongcu (tua muda Cu) ini sebagai putera datuk besar yang tinggal di tebing, tak seorang pun berani bersaing dengan dia. Inilah perbedaan antara ayah dan anak itu.

   Kalau si ayah selalu bersikap angkuh dan tidak mau merendahkan diri dengan berkeliaran ke rumah pelacuran, sebaliknya puteranya menjadi langganan rumah-rumah pelesir itu. Dan kalau si ayah seorang yang pendiam, sebaliknya di dalam kesombongannya Cu See Han pandai bicara dan pandai memikat hati wanita. Entah sudah berapa banyaknya wanita terjatuh ke dalam pelukan pemuda ini, baik ia wanita isteri orang, atau perawan yang belum bersuami.

   Jarang ada wanita yang mampu bertahan, mampu menolak rayuan maut Cu See Han. Dan para suami yang isterinya diganggu, orang-orang tua yang anaknya diganggu, tidak ada yang berani memperlihatkan kemarahan mereka terhadap pemuda itu. Mereka hanya diam-diam menceraikan isteri mereka, atau mengusir anak mereka yang telah mendatangkan aib kepada keluarga mereka. Tentu saja para wanita itu yang akhirnya menjadi korban karena tentu saja Cu See Han tidak pernah mau bertanggung-jawab, apalagi mengawini para wanita itu! Kalau sudah bosan, dia pun pergi meninggalkan, mereka begitu saja. Dan dia seorang pemuda pembosan. Tak pernah ada wanita yang dapat memikatnya selama lebih dari satu bulan saja.

   Beberapa bulan yang lalu, pernah Cu See Han berhasil memikat hati seorang gadis puteri seorang ahli silat yang tinggal di kota Jian-hu, sebelah selatan kota Si-yang. Gadis itu tergila-gila kepada See Han dan akhirnya seperti juga banyak wanita lain, ia terpikat dan menyerahkan diri kepada See Han. Orang yang sudah tergila-gila seperti mabuk dan tidak sadar lagi apa yang ia lakukan. Ayah gadis itu, seorang ahli silat Bu tong-pai, terkejut dan marah ketika melihat puterinya dinodai Cu See Han. Akan tetapi dia pun sudah mendengar siapa pemuda itu.

   Sebagai seorang yang gagah dia pun langsung saja pergi berkunjung ke rumah kediaman Tung-hai Kiam-ong Cu Sek Lam untuk minta pertanggungan jawab orang tua pemuda itu. Dia cukup tahu diri, tidak memperlihatkan kemarahan hanya mohon agar datuk besar itu suka menjodohkan puterinya yang telah ternoda itu dengan See Han. Akan tetapi, Tung Kiam menyambut permohonan itu dengan marah. Akhirnya, ayah yang malang ini dengan gagah mempertahankan kehormatan puterinya dan menantang Tung Kiam!

   Namun, dia bagaikan seekor anjing yang pemberani menantang seekor harimau! Dalam belasan jurus saja, pedang di tangan Raja Pedang itu telah menembus jantungnya dan dia pun tewas! Mendengar peristiwa ini, gadis itu minta pertanggungan jawab See Han. Ia malah ditertawakan dan pada malam harinya, gadis itu pun menggantung diri, memilih mati menyusul ayahnya daripada hidup terhina! Karena banyak peristiwa seperti itu terjadi, akhirnya banyak gadis yang berhati-hati.

   Mereka tahu akan ketampanan dan kejantanan Cu See Lam, namun mereka tahu pula bahwa pemuda itu hanya mempermainkan cinta seorang wanita, dan akhirnya setelah bosan wanita itu akan ditinggalkan begitu saja. Setelah mendapatkan nama buruk di kalangan wanita, See Han yang tampan itu terasing di kota Si-yang dan sekitarnya! Sukar sekali baginya untuk mendapatkan korban baru. Untuk bermain-main di rumah pelacuran tentu saja dia masih diterima dengan gembira, akan tetapi dia bosan dengan para pelacur itu. Kalau dia mau, tentu saja amat mudah baginya, untuk memaksakan kehendaknya kepada gadis atau wanita yang .manapun juga. Akan tetapi, dia tidak pernah dan tidak mau melakukan paksaan, tidak pernah mau memperkosa wanita.

   Ketinggian hatinya, kepercayaan kepada diri sendiri bahwa dia tampan, kaya-raya, menarik dan pasti mampu menjatuhkan hati wanita, membuat dia merasa malu dan rendah kalau harus memperkosa wanita! Memperkosa wanita itu berarti dia mengakui bahwa wanita itu tidak mau menyerahkan diri kepadanya dengan sukarela tidak runtuh oleh rayuannya! Mulailah Cu See Han mencari korban di lain kota, di mana dia belum dikenal orang, walaupun namanya, terutama nama ayahnya, sudah dikenal oleh seluruh dunia kang-ouw, terutama di bagian timur sepanjang pantai, dari utara sampai selatan. Mulailah dia menjelajahi kota-kota besar dan dusun-dusun yang jauh dari tempat tinggalnya, mulai dengan petualangannya menjatuhkan hati wanita, baik yang sudah bersuami maupun yang belum, dengan rayuannya. Tentu saja tidak sembarang wanita, melainkan wanita yang kecantikannya cocok dengan seleranya dan yang memikat hatinya. Dan dia pun mulai jarang berada di rumah.

   Namun ayahnya, yang tahu akan kesukaan puteranya dan sudah sepenuhnya percaya akan kepandaian See Han untuk berjaga diri dan akan kebesaran namanya sehingga takkan ada orang berani mengganggu puteranya, mendiamkan saja.

   Pada suatu hari, ketika matahari mulai muncul di balik tebing sebelah timur yang tinggi, dua orang nampak mendaki tebing, melalui jalan raya yang sengaja dibuat oleh Tung Kiam menuju ke rumah gedungnya. Jalan ini cukup baik, dan-dibuat untuk jalan kereta orang-orangnya, juga untuk para tamu yang hendak datang berkunjung. Dua orang itu bukan lain adalah Kwee Hong dan Ang Siang Bwee. Seperti kita ketahui, dalam perjumpaannya dengan Nam Tok yang dianggap musuh besar diserangnya, San Hong menderita luka pukulan Hek-in Pay-san yang amat dahsyat dan yang mengandung racun sehingga dia terluka hebat di dalam dadanja.

   Biarpun dia memiliki tenaga sinkang yang kuat, namun kalau dia tidak memperoleh pengobatan yang tepat, nyawanya takkan dapat lebih dari setahun umurnya tepat seperti yang dikatakan Nam-Tok-ong Ang Leng Ki atau Nam Tok musuh besar itu! Dan sebelum memperoleh pengobatan, dia menjadi seorang yang lemah karena setiap kali dia mengerahkan sin-kang, tenaga itu akan memarahkan luka di dalam dadanya yang dapat membunuhnya seketika. Selama dalam perjalanan mereka mencari pengobatan,

   sikap Siang Bwee membuat San Hong merasa terharu berterima kasih sekali. Sikap gadis itu amat ramah dan menjaganya dengan penuh ketelitian. Dia merasa seperti dimanja, seperti seorang anak kecil tak berdaya, bahkan untuk makan mereka berdua saja gadis itulah yang selalu berusaha mendapatkannya. Dan hampir setiap hari gadis itu memaksanya untuk membiarkan ia mengerahkan sinkang melalui telapak tangan pada punggung yang terluka, bukan untuk menyembuhkan luka itu, hal ini tidak mungkin, melainkan untuk mengurangi rasa nyeri yang menyiksa diri San Hong. Pagi-pagi sekali tadi mereka berdua meninggalkan kota Si-yang di mana mereka bermalam di rumah penginapan semalam.

   "Lihat, itulah rumahnya."

   Kata.Siang Bwee sambil menudingkan telunjuknya ke arah tebing setelah mereka tiba di bawah tebing. San Hong memandang dan jantungnya berdebar tegang. Dia sudah pernah mendengar para gurunya bercerita tentang seorang di antara para datuk besar dunia kang-ouw yang berjuluk Tung-hai Kiam ong itu. Menurut gurunya, para datuk, besar merupakan orang-orang aneh yang kadang-kadang dapat berbuat amat kejam dan aneh.

   Watak mereka aneh dan sukar sekali didekati. Dia sendiri sudah merasakan keanehan dan kekejaman watak ayah Ang Siang Bwee, yaitu Nam Tok, seorang di antara para datuk besar itu. Bagaimana sekarang Siang Bwee berani membawanya ke rumah Tung Kiam yang terkenal jahat? Bukankah itu mencari penyakit saja? Bukan mengobati, bahkan mungkin mereka berdua akan mengalami celaka di tempat itu, pikirnya. Ah tetapi siapa tahu. Mungkin karena ayah Siang Bwee juga seorang datuk besar maka Tung Kiam mau memenuhi permintaan gadis itu. Dia tidak dapat berbuat lain kecuali pasrah, dan dia sudah percaya sepenuhnya kepada gadis ini, gadis berpakaian pria yang wataknya juga aneh, akan tetapi yang sejak dia tahu seorang wanita telah menjatuhkan hatinya.

   "Bwee-moi, aku masih merasa khawatir sekali. Kita berdua belum pernah bertemu dengan Tung Kiam dan engkau sendiri sudah bercerita kepadaku betapa aneh dan jahat wataknya. Aku tidak khawatir terhadap diriku sendiri. Bagaimanapun juga, aku sudah dibayangi maut, akan tetapi bagaimana kalau sampai dia mengganggumu dan sampai dia... membunuhmu?"

   Siang Bwee memandang kepada pemuda itu dan tersenyum manis.

   "Hong-ko, kalau aku mati, bukankah itu berarti bahwa kita tidak akan saling berpisah lagi? Aku hanya akan menemanimu mati, Hong-ko."

   Bukan main merdunya kata-kata itu terdengar oleh telinga San Hong, bagaikan tangan yang lembut mengelus hatinya. Akan tetapi pandang mata gadis itu berseri dan dia tahu bahwa dia itu hanya bergurau.

   "Jangan main-main, Bwee-moi. Aku benar-benar mengkhawatirkan engkau."

   "Tidak perlu khawatir, Hong-ko. Aku bukan orang yang begitu ceroboh dan bodoh. Sebelum bertindak aku selalu mempertimbangkan dan memperhitungkannya masak-masak. Aku sudah mempelajari watak-watak dari Tung Kiam maka aku berani menemuinya, bahkan aku berani menjamin bahwa dia pasti akan mengobatimu sampai sembuh! Marilah, kita percepat langkah kita agar segera dapat bertemu dengan dia. Aku pun agak tegang dan ingin cepat-cepat bertemu dan melihat dia mengobatimu."

   San Hong tidak membantah lagi. Dia sendiri tidak mengkhawatirkan dirinya dan kini gadis itu menggandeng tangannya. Betapa halus tangan itu, betapa, hangat dan penuh ketulusan hati. Seorang gadis yang luar biasa! Dia tidak merasa canggung karena andaikata ada orang lain melihat mereka, apa salahnya kalau dua orang pria muda saling bergandeng tangan sebagai dua orang yang bersahabat karib?

   "Bwee-moi....."

   Dia berkata ragu.

   "Apa lagi, Hong-ko? Di depan mereka yang berada di atas itu, aku harus menyebut engkau bagaimana? Siauw-moi ataukah siauw-te?"

   Siang Bwee tersenyum.

   "Terserah kepadamu, Hong ko. Kalau orang lain, mungkin, dapat kukelabui dengan penyamaran ini, akan tetapi siapa mampu mengelabui orang macam Tung Kiam? Seperti mengelabui ayahku, sungguh tidak mudah! Orang macam Tung Kiam dan para datuk besar itu, sekali dua kali pandang saja tentu akan tahu bahwa aku seorang wanita."

   "Kalau begitu, mengapa engkau menyamar? Menghadapi seorang lo-cianpwe yang berkedudukan tinggi, bukankah lebih baik kalau berterus terang saja agar tidak menimbulkan kecurigaan?"

   "Aih, engkau benar, Hong-ko. Engkau benar sekali hampir aku lupa akan hal itu! Dalam pandangan pertama, kita tidak boleh membuat dia curiga atau marah. Tunggu sebentar, aku harus berganti pakaian wanita!"

   Gadis itu lalu berlari ke balik sebuah batu kering di tepi jalan. Batu itu cukup besar sehingga dapat menyembunyikan dirinya.

   San Hong tersenyum dan dia pun duduk di atas batu dan menanti dengan jantung berdebar. Bagaimana rupanya Siang Bwee kalau berpakaian wanita, pikirnya dan jantungnya berdebar tegang. Selama ini, Siang Bwee selalu mengenakan pakaian pria dan juga rambutnya diatur seperti rambut pria sehingga sukar baginya untuk membayangkan Siang Bwee dalam pakaian wanita! Juga dia tidak mengira bahwa di dalam buntalan pakaiannya itu terdapat pakaian wanita!

   Tadinya dia mengira bahwa tentu akan lama dia menanti. Bukankah menurut pendapat orang, seorang gadis itu menggunakan waktu yang lama sekali kalau berganti pakaian dan berdandan! Bahkan mendiang ibunya dahulu juga menggunakan waktu paling lama kalau berdandan, sehingga ayahnya sering mengomel kalau mereka hendak pergi bersama dan ayahnya harus menanti sampai lama! Akan tetapi selagi dia masih melamun, tiba-tiba terdengar suara di belakangnya.

   "Hayo, Hong-ko!"

   Dia terkejut. Memang tadi dia duduk membelakangi batu besar itu dan karena tidak menduga gadis itu akan selesai sedemikan cepatnya, maka dia agak terkejut dan membalikkan, tubuh. Dan..... ia terpesona! Hampir dia tidak percaya bahwa yang berdiri di depannya itu adalah Siang Bwee! Seorang gadis yang cantik jelita dan manis luar biasa! Wajahnya demikian manis, dengan dagu kecil meruncing, sepasang mata yang lebar dan jeli, tersenyum dengan mulut yang amat manis, dihias lesung pipit. Wajah itu dibedaki sedikit sehingga lebih putih mulus daripada biasanya.

   "Heiii, Hong-ko! Kau kenapa? Melihat apa? Apakah aku buruk seperti setan maka engkau memandang terbelalak seperti itu?"

   "Ah, tidak..... sama sekali tidak. Engkau..... engkau seperti..... bidadari......"

   Akan tetapi wajahnya berubah lebih merah daripada wajah Siang Bwee yang menjadi kemerahan seperti bunga mawar mekar, karena dia merasa kelepasan bicara dan khawatir kalau gadis itu menjadi marah.

   Akan tetapi ternyata Siang Bwee tidak marah, melainkan memandang kepadanya dengan mata bersinar, wajah berseri dan bibir yang tersenyum manis sekali.

   "Hong-ko, pernahkah engkau melihat bidadari?"

   San Hong tertegun, lalu menggeleng kepala.

   "Hanya membaca dari dongeng dan mendengar cerita mendiang ibu. Tapi aku pernah melihat bidadari dalam... mimpi."

   "Hemmm, seperti apa macamnya?"

   "Pendeknya, ia wanita yang paling cantik jelita, tidak ada cacat celanya dari ujung rambut sampai ke ujung kaki seperti..... seperti..... engkau inilah!"

   Kembali San Hong terkejut dan merasa telah kelepasan bicara.

   "Wah, engkau merayu, Hong-ko. Apakah rayuanmu itu rayuan gombal."

   San Hong terbelalak.

   "Ehhh? Apa itu gombal?"

   Dia memang tidak mengerti.

   "Gombal adalah kain yang lapuk compang camping, kotor dan tidak ada harganya sama sekali, benda yang busuk dan buruk. Rayuan gombal berarti rayuan yang busuk, palsu, menjilat dan mencari muka, berpamrih, pendeknya bukan pujian yang keluar dari hati yang murni."

   "Ah, sama sekali tidak, Bwee-moi! Aku memujimu karena dorongan hati yang merasa kagum. Sebagai seorang pemuda engkau amat tampan, dan aku tak pernah membayangkan bagaimana keadaanmu sebagai seorang gadis. Dan ternyata, engkau memang..... hemmm, cantik jelita dan manis sekali."

   Dengan sikap lucu Siang Bwee menjura.

   "Terima kasih atas pujianmu, Hong-ko? Dan marilah kita cepat mendaki bukit ini. Siapa tahu dari atas sana Tung Kiam sudah melihat kedatangan kita dan dia menjadi curiga kalau kita berlama-lama di sini."

   Sambil berkata demikian, Siang Bwee lalu memegang tangan San Hong dan seperti tadi menggandeng tangan pemuda itu diajak melanjutkan perjalanan.

   San Hong merasa betapa jantungnya berdebar tegang. Biarpun sudah sering gadis itu menggandeng tangannya dengan akrab seperti dua orang sahabat baik namun sekali ini sungguh lain rasanya. Apalagi dari pakaian Siang Bwee terhambur keharuman bunga, membuat hatinya semakin berdebar. Tangan itu mendadak saja menjadi terasa lebih hangat, lebih lembut dan lunak. Dia sama sekali tidak tahu betapa dara itu pun berdebar, penuh ketegangan, bukan karena tangan mereka saling menggandeng, melainkan karena kekhawatiran.

   Siang Bwee sudah mendengar banyak tentang Tung Kiam dan mengetahui bahwa mereka berdua seperti sedang menghampiri sarang harimau yang amat buas dan berbahaya. Banyak sekali kemungkinan mereka tidak akan dapat turun lagi dari bukit ini karena Pedang Timur itu kabarnya amat ganas dan bukan manusia biasa, melainkan iblis sendiri yang mudah saja membunuh orang tanpa sebab kalau hatinya sedang tidak senang. Akan tetapi, terpaksa dia mengajak San Hong menghadap datuk besar itu, karena selain ayahnya, yang pasti tidak mau mengobati San Hong, satu-satunya orang yang kiranya dapat menolong pemuda itu adalah Tung Kiam.

   Ia mendengar bahwa Tung-hai Kiam-ong Cu Sek Lam selain memiliki imu pedang yang membuat dia dijuluki Raja Pedang Lautan Timur, juga terkenal sekali dengan keahliannya ilmu -pengobatan tusuk jarum Tidak ada penyakit yang tak dapat dia sembuhkan, tidak ada luka beracun yang tidak dapat dia sembuhkan, tentu saja kalau memang belum saatnya orang itu mati. Jarum-jarumnya amat terkenal, bahkan ada yang bilang lebih berbahaya daripada pedangnya. Jarum-jarum itu selain dapat dipergunakan sebagai alat pengobatan, juga dapat dia pakai sebagai alat pembunuh yang mengerikan!

   (Lanjut ke Jilid 12)

   Pedang Asmara (Cerita Lepas)

   Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 12

   Kalau sudah mendengar bahwa datuk ini ganas, kejam dan tidak lumrah manusia, mengapa Siang Bwee berani mengajak San Hong berkunjung ke lembah dan tebing curam itu? Apakah itu bukan berarti ia mencari penyakit dan bunuh diri? Sama sekali tidak! Siang Bwee bukanlah seorang gadis bodoh. Sebaliknya malah, ia amat cerdik.

   Ia mendengar pula bahwa di samping kehebatannya itu Tung Kiam terkenal sebagai seorang yang tinggi hati, angkuh dan sombong. Mungkin agak mirip ayahnya sendiri! Memandang rendah orang lain dan tak pernah mau mengaku kalah. Watak inilah yang membuat ia memberanikan diri mengajak San Hong menghadap datuk itu. Ia mendapatkan akal untuk memaksa datuk besar itu mengobati San Hong, dengan mempertahankan watak sombongnya itu. Tentu saja perbuatannya ini bukan tidak mengandung bahaya besar bagi dirinya sendiri pula!

   Dua orang muda itu kini berdiri di luar pintu gerbang besar di mana terdapat lima orang penjaga yang wajahnya bengis dan tubuhnya kekar. Selalu ada lima orang penjaga di pintu gerbang ini Mereka itu adalah anak buah Tung Kiam yang semua berjumlah dua puluh lima orang, tinggal di pondok-pondok yang dibangun di sudut kebun paling belakang Mereka menjaga pintu gerbang masuk ini siang malam, bergiliran dan setiap rombongan terdiri dari lima orang. Mereka adalah anak buah yang. rata-rata memiliki kepandaian silat dan tenaga yang besar, dan amat patuh dan setia kepada Tung Kiam yang menggaji mereka dengan royal sekali.

   Lima orang itu segera keluar dari dalam gardu dan berdiri berjajar menghalang pintu masuk. Mereka sudah biasa menerima kedatangan tamu-tamu, yaitu para tokoh kang-ouw, orang-orang sesat yang datang untuk menghaturkan persembahan mereka kepada si datuk besar Tung Kiam. Oleh karena itu, mereka pun kini menyambut San Hong dan Siang-Bwee dengan sikap tegas namun hormat, mengira bahwa dua orang muda ini tentu tamu-tamu yang hendak mengirim persembahan pula. Bagaimanapun juga, mereka agak heran melihat munculnya seorang gadis yang cantik molek karena belum pernah ada gadis cantik datang berkunjung, kecuali kalau gadis itu dibawa oleh kongcu mereka, yaitu Cu See Han.

   "Harap berhenti dulu!"

   Berkata kepala rombongan penjaga itu yang bermula hitam dan wajah yang sudah menyeramkan itu ditambah lagi dengan brewok yang memenuhi mukanya.

   "Kalian siapakah dan ada keperluan apa datang ke tempat ini?"

   Karena dia hanya dibawa oleh Siang Bwee, maka San Hong tidak mampu menjawab dan menyerahkannya saja kepada gadis itu yang sudah melangkah maju. Dengan wajah berseri dan sikap manis gadis itu berkata.

   "Selamat pagi, kawan-kawan! Kami berdua datang dari tempat yang jauh sekali, dari selatan dan kami ingin berjumpa dengan majikan kalian. Harap laporkan kedatangan kami!"

   Lima orang penjaga itu saling pandang dan mengerutkan alis. Gadis yang demikian cantik dan lincah, dan agaknya sama sekali tidak ragu-ragu, tidak rikuh seolah-olah sudah mengenal baik majikan mereka. Mudah mereka duga bahwa tentu gadis ini seorang di antara kekasih majikan muda mereka! Memang majikan muda mereka mempunyai banyak kekasih dan kesemuanya gadis-gadis atau janda janda muda yang cantik jelita

   "Sayang sekali, Nona, Cu kongcu tidak berada di rumah. Sudah hampir seminggu dia pergi dan entah kapan pulangnya"

   Kata si brewok.

   "Siapa mau bertemu dengan kongcumu?"

   Kata Siang Bwee. Ia tidak tahu siapa yang dimaksudkan dengan Cu kongcu itu, akan tetapi sudah jelas bukan Tung Kiam.

   "Aku ingin bertemu dengan Tung-hai Kiam ong Cu Sek Lam!"

   Kini si brewok dan teman temannya terbelalak. Betapa beraninya gadis ini!. Sama sekali tidak menghormati majikan mereka! Belum pernah ada orang berani menyebut nama majikan mereka begitu saja, seperti orang menyebut orang lain yang berkedudukan sama. Biasanya, orang orang yang datang menyebut majikan mereka lo-cianpwe atau beng-cu, atau bahkan ada yang menyebutnya Ong-ya. Akan tetapi gadis muda ini menyebutnya begitu saja pada nama dan julukannya. Si brewok mulai merasa tidak senang, apalagi setelah dia tahu bahwa gadis ini bukan kekasih kongcunya. Kalau kekasih kongcunya, tentu dia tidak berani bersikap kasar, apalagi main-main menggodanya.

   Gadis ini adalah seorang tamu kurang ajar dan bukan sahabat kongcunya. Timbullah keinginan hatinya mempermainkan gadis yang cantik jelita ini. Si brewok tersenyum dan mengelus kumis dan brewoknya.

   "Nona, tidak mudah menghadap majikan kami. Beliau sedang menerima belasan orang tamu, tokoh-tokoh besar dunia kang-ouw, maka tidak boleh diganggu. selain itu, juga untuk dapat menghadap beliau, ada syaratnya."

   "Hemmm, apa syaratnya?"

   Siang Bwee bertanya, tanpa menduga buruk.

   "Apakah kalian minta uang makan? Jangan khawatir, aku bukan orang yang pelit."

   Si brewok tersenyum.

   "Heh-heh-heh, bukan hanya itu syaratnya, Nona. Kalau ada seorang wanita minta menghadap majikan kami, maka ia haruslah kami geledah dulu, kami periksa kalau-kalau ia menyembunyikan sesuatu di tubuhnya. Nah, masuklah ke dalam gardu kami, Nona. Aku hendak memeriksa seluruh pakaian dan badanmu, heh heh heh!"

   Wajah Siang Bwee seketika berubah merah sekali.

   Biarpun ia seorang gadis yang tak pernah diganggu orang karena tidak ada yang berani, namun ia maklum bahwa di balik kata-kata si brewok itu terdapat suatu kecabulan yang kurang ajar. Akan tetapi, ia tersenyum semakin manis. Bagi orang yang mengenal gadis ini, senyum itu berarti bahwa Siang Bwee marah bukan main dan ia telan menjadi seorang yang amat berbahaya. Akan tetapi si brewok dan teman-temannya tidak mengenalnya, maka senyuman manis itu dianggap oleh si brewok bahwa gadis manis itu memberi tanggapan yang baik.

   "Ha-ha-ha, marilah Nona. Setelah kuperiksa, baru engkau boleh menghadap majikan kami!"

   Kata pula si brewok dan dia menjulurkan tangan kanannya untuk meraba dagu yang manis itu.

   "Plakkk!"

   Tangan itu tertangkis dan si brewok meringis kesakitan. Marahlah dia Matanya melotot dan dia berseru kepada empat orang kawannya.

   "Perempuan ini mempunyai niat buruk, tangkap dia!"

   Empat orang itu seperti berlumba maju. Siapa orangnya tidak akan menjadi girang sekali diberi kesempatan untuk menangkap seorang gadis cantik seperti itu? Setidaknya mereka mendapatkan kesempatan untuk merangkul, meraba, membelai. Bagaikan empat ekor srigala kelaparan, mereka lalu menubruk ke arah Siang Bwce dari empat penjuru sambil tertawa-tawa. Akan tetapi, tubuh Siang Bwee berputar menyambut mereka dengan tamparan dan tendangan dan tahu tahu empat orang itu telah terpelanting dan roboh! Peristiwa ini amat mengejutkan mereka berempat, juga si brewok terbelalak. Baru mereka berlima tahu bahwa gadis ini bukan orang sembarangan. Demikian cepat gerakannya sehingga tanpa mereka ketahui bagaimana caranya, tahu tahu empat orang itu telah roboh. Mereka menjadi marah.

   Cepat mereka bangkit lagi dan kini tangan mereka telah mencabut golok yang tadi terselip di punggung. Mereka masih merasa penasaran karena mereka tidak dapat percaya bahwa seorang gadis muda mampu merobohkan mereka berempat dan segebrakan saja! Padahal, mereka itu adalah jagoan-jagoan yang bukan saja memiliki tubuh yang kekar dan kuat, tenaga yang besar, juga memiliki ilmu silat yang mereka anggap sudah amat tinggi! Perasaan malu dan marah membuat mereka tanpa dikomando lagi mencabut golok dan kini mereka menyerang Siang Bwee dengan penuh nafsu membunuh! Akan tetapi tingkat kepandaian para penjaga itu masih jauh terlampau rendah bagi Siang Bwee, dan gerakan golok mereka baginya lambat dan lemah Maka, begitu tubuhnya berkelebat, ia pun lenyap dari kepungan empat orang itu, dan sebelum mereka tahu di mana adanya gadis yang mereka keroyok, tiba tiba saja kaki tangan gadis itu menyambar-nyambar dan untuk ke dua kalinya merekapun terpelanting roboh.

   Akan tetapi sekali ini, golok mereka terlempar dan mereka pun mengaduh aduh dan tidak dapat segera bangkit.Si brewok juga marah. Dia sudah mencabut goloknya. Agaknya dia memang bandel. Melihat empat orang kawannya roboh, dia masih nekat dan menyerang dengan sambaran goloknya. ke arah kepala Siang Bwee. Gadis ini mengelak dengan mudah dan ketika golok menyambar lewat, ia menggunakan tangannya nenampar ke arah pundak kanan lawan.

   "Plakkk!!"

   Si brewok melepaskan goloknya dan dia pun berteriak-teriak kesakitan lalu menggunakan tangan kiri untuk menggaruk pundak yang ditampar tadi. Baju di bagian pundak robek dan kulit pundaknya nampak merah sekali, dan rasanya gatal bukan main, gatal panas dan nyeri.

   "Kalau kaugaruk terus, lenganmu akan makin membusuk,"

   Kata Siang Bwee. Nah, sekarang beritahukan kepada Tung Kiam bahwa aku nona she Ang datang untuk menguji kepandaiannya!"

   Berkata demikian, gadis itu menggerakkan kakinya dan sekali menendang, tubuh si brewok terpental sampai beberapa meter bergulingan ke arah pendapa gedung! Kini si brewok sudah kehilangan kegarangannya. Dia maklum bahwa gadis itu lihai bukan main, bahkan berani menantang majikannya! Dan dia pun gelisah dan ketakutan melihat betapa pundaknya itu semakin membengkak, semakin nyeri dan gatal-gatal. Tahulah dia bahwa gadis itu telah memukulnya dengan pukuli beracun. Maka, tanpa berani menengok lagi, dia pun lalu lari memasuki gedung dan langsung dia menghadap majikannya yang sedang menerima tamu-tamunya di ruangan tamu yang luas, di bagian belakang gedung.

   Masuknya si brewok yang terhuyung huyung ke dalam ruangan yang luas itu menarik perhatian mereka yang sedang makan minum di dalam. Ada belasan orang duduk menghadapi meja panjang dan mereka sedang makan minum dalam suasana gembira, dilayani oleh pelayan pelayan wanita muda yang cantik cantik dan genit. Di kepala meja duduk seorang laki-laki berusia enam puluh tahun, bertubuh sedang dan gagah wajahnya tampan dan matanya mencorong penuh wibawa.

   Melihat pria yang berpakaian rapi dan tidak nampak membawa senjata ini, sungguh tidak begitu mengesankan dan agaknya tidak patut mendapat julukan raja Pedang! Bahkan sebatang pedang pun dia tidak membawanya. Namun jelas betapa belasan orang yang nampaknya lebih menyeramkan, yang duduk mengdapi hidangan dan makan minum degan lahapnya, tunduk dan hormat kepada Tung Kiam. Setiap kali Tung Kiam yang menjadi tuan rumah mengangkat cawan arak, tentu mereka semua juga segera mengangkat cawan arak masing-masing dan minum dengan sikap gembira.

   Begitu si brewok tanpa dipanggil memasuki ruangan itu dengan terhuyung huyung, dua orang pelayan wanita yang tadinya melayani dengan sikap luwes dan genit, sekali meloncat sudah berada di kanan kirinya dan pedang di tangan mereka telah ditodongkan ke arah dada dan leher si brewok! Betapa cekatan gerakan mereka itu, jauh lebih cekatan daripada gerakan si brewok dan kawan-kawannya! Tung-hai Kiam-ong Cu Sek Lam mengangkat muka memandang si brewok sejenak dan melihat betapa si brewok menderita kesakitan dan seperti hendak menggaruk-garuk pundaknya, dia pun berkata dengan suara mengandung kejengkelan.

   "Apa nyawamu sudah rangkap maka berani masuk tanpa kupanggil?"

   Si brewok menjadi pucat dan dia pun menjatuhkan diri berlutut, menghadap majikannya.

   "Mohon ampun, Loya. Hamba..... hamba terpaksa menghadap tanpa diperintah, karena..... ada seorang nona yang datang memaksa hamba. Hamba berlima telah dirobohkan, bahkan hamba..... hamba menerima pukulan beracun di pundak..... aduhhhhh.....!"

   Sepasang alis itu berdiri dan mata yang tajam itu semakin mencorong.

   "Goblok kamu! Tidak malukah lima orang dirobohkan seorang nona? Siapa dia dan apa maksudnya membikin ribut di sini?"

   "Ia..... ia nona she Ang yang katanya datang untuk menguji kepandaian Loya..."

   "Apa? She Ang? Dan pukulan beracun? Hayo engkau merangkak ke sini!"

   Perintah Tung Kiam sambil bangkit dari kursinya dan melangkah ke tengah ruangan itu. Si brewok benar-benar merangkak menghampiri majikannya, presis seperti seekor anjing ketakutan. Setelah tiba di depan kaki Tung Kiam, dia berlutut. Sejenak datuk besar itu menunduk dan memandang ke arah pundak yang telanjang itu. Kulit pundak itu merah sekali, ada bintik-bintiknya.

   "Engkau ditampar dengan tangannya?"

   Tanyanya, mengerutkan alis.

   "Benar, Loya....."

   "She Ang? Hemmm, agaknya ini tanda memperkenalkan diri dari Nam Tok! Huh, pukulan macam ini saja dipamerkan di sini?"

   Dia menoleh kepada seorang gadis pelayan.

   "Ambilkan kantung alat pengobatanku di kamar!"

   Gadis berpakaian merah muda itu mengangguk lalu cepat meninggalkan ruangan. Tak lama kemudian ia sudah datang kembali membawa sebuah kantung kain kuning. Tung Kiam menerima kantung itu, membukanya dan mengeluarkan sebuah bungkusan terisi jarum-jarumnya. Dengan sebatang jarum perak, dia lalu menusuk sekitar pangkal pundak dekat leher, kemudian menusuk-nusuk pundak yang lerluka, dan membubuhkan obat berwarna putih. Seketika gatal-gatal iu lenyap ketika jarum-jarum itu dicabut. Si brewok memberi hormat dengan girang dan berulang-ulang menganggukkan kepala menghaturkan terima kasih.

   "Sudah, pergilah dan suruh nona she Ang itu datang ke sini. Hemmm, pukulan beracun macam ini saja dipamerkan. Permainan kanak-kanak!"

   Kata Tung Kiam

   
Pedang Asmara Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Hayo suruh gadis itu ke sini atau ku seret ia.....!"

   Tiba-tiba pintu terbuka dan muncullah Siang Bwee bersama San Hong di ambang pintu!

   "Tidak perlu dipanggil, tidak pelu diseret, Lo-cian-pwe. Aku sudah berada di sini untuk menguji nama besar Tung hai Kiam-ong sebagai ahli tusuk jarum!"

   Wajah Tung Kiam berubah merah dan alisnya berkerut, matanya mencorong ketika dia memandang wajah gadis cantik manis itu. Betapa lancang dan beraninya gadis muda itu, di depan para tokoh kang-ouw mengeluarkan kata-kata menantang seperti itu! Kalau saja dia tadi tidak mendengar bahwa gadis itu she Ang dan mengingatkan dia akan Nam tok yang juga she Ang, tentu sekarang juga dia sudah turun tangan membunuhnya. Maka, sebagai pengganti kemarahannya, tangannya menyambar sebuah cawan arak yang masih penuh arak dan merupakan cadangan, belum diminum, kemudian dengan gerakan cepat dia melemparkan cawan berisi arak itu ke arah Siang Bwee sambil membentak.

   "Bocah lancang, terimalah suguhan kami ini!"

   Bagaikan senjata rahasia yang amat berbahaya, cawan arak itu meluncur dengan kecepatan kilat ke arah dada Siang Bwee. Hebatnya, tidak ada setetes pun arak tumpah dari dalam cawan. Semua orang yang duduk di ruangan itu memandang dan mereka semua maklum betapa berbahayanya sambitan cawan arak itu yang dilakukan dengan pengerahan tenaga sin-kang. Akan tetapi, Siang Bwee bersikap tenang saja dan ia menjulurkan tangan kanan menangkap cawan arak yang meluncur ke arahnya sambil miringkan tubuh dan semua orang memandang kagum karena gadis itu mampu menangkap cawan tanpa menumpahkan setetes pun arak dari cawan itu.

   Sambil tersenyum manis sekali Siang Bwee berdiri dengan luwes, cawan arak di tangan kanan dan ia memandang kepada tuan rumah.

   "Terima kasih, lo-cianpwe Tung-hai Kiam ong Cu Sek Lam, dan para locianpwe yang hadir, mari kita keringkan cawan untuk menghormati Cu Locianpwe!"

   Ia mengangkat cawan itu dan semua tamu dengan gembira menyambut ajakan gadis itu, semua mengangkat cawan dan minum arak dari cawan masing masing untuk menghormati tuan rumah. Siang Bwee juga minum araknya sampai habis dengan sekali tenggak.

   "Terima kasih, Lo-cian-pwe!"

   Kata lagi gadis itu dan sekali ia melontarkan cawan kosong, cawan itu terlempar dan berputar-putar kemudian jatuh ke atas meja, mendarat dengan lunak!

   Semua tokoh yang duduk di situ mengangguk angguk dan memuji. Masih semuda itu, seorang wanita lagi, telah memiliki ilmu kepandaian setinggi itu, sungguh mengagumkan sekali. Sebaliknya, para gadis pelayan memandang dengan penuh khawatir dan iri. Mereka tahu bahwa mereka semua sama sekali tidak mungkin dapat mengimbangi kepandaian gadis cantik manis ini, maka kalau sampai, gadis ini ditarik oleh majikan mereka menjadi kekasih, mereka semua mendapatkan seorang saingan berat!

   Sebagai seorang yang berkedudukan tinggi, Cu Sek Lam yang tinggi hati menjaga wibawanya. Dia tadi sudah menguji, disaksikan banyak tokoh, maka setelah ujian itu dapat lulus dengan baik, dia harus menyambut kedatangan gadis itu sepatutnya. Itulah aturan tak tertulis dalam dunia kang-ouw. Dia memandang kepada pemuda yang muncul bersama gadis itu dan sekali pandang saja dia tahu bahwa pemuda itu bukan orang sehat, melainkan sedang menderita luka parah sekali. Hal ini dapat dia ketahui dari sinar mata dan wajah pemuda itu.

   "Nah, Nona Muda. Setelah engkau nenerima suguhan arakku dengan baik, katakan siapa engkau, apa hubunganmu dengan Nam Tok dan apa keperluanmu datang ke sini?"

   Siang Bwee tersenyum manis. Ia merasa lega dan girang. Bagaimanapun juga, pancingannya berhasil. Tadi ia sengaja melukai si brewok dengan pukulan beracun dari ayahnya sebagai tanda pengenal dan hal itu agaknya benar saja telah menarik perhatian tuan rumah, kemudian penyambutannya atas ujian Tung Kiam dengan lemparan cawan arak juga berhasil membuat tuan ruman "terpaksa"

   Menyambutnya dengan patut. Akan tetapi ia tahu bahwa hal itu bukan berarti bahwa ia dan San Hong akan dilayani dan bebas dari ancaman bahaya maut.

   "Aku sengaja melukai si brewok dengan tamparan beracun, dan ternyata lo-cian pwe Tung Kiam memiliki penglihatan cukup jeli sehingga menduga bahwa aku ada hubungan dengan Nam Tok. Ketahuilah bahwa aku bernama Ang Siang Bwee, puteri dan anak tunggal Nam Tok!"

   Mendengar ini, semua tokoh kang-ouw yang berada di situ terkejut dan diam diam merasa gentar. Nama besar Nam Tok tidak kalah hebatnya dibanding nama Tung Kiam. Keduanya sama-sama datuk besar yang menakutkan.

   "Hemmm, Nam Tok menjadi Raja Racun di selatan dan Tung Kiam menjadi Raja Pedang di timur, di antara kita tidak pernah ada sangkut paut, masing-masing tinggal dalam wilayah sendiri! kenapa sekarang puterinya datang memamerkan kepandaian?"

   Sengaja Tung Kiam menyebut Nam Tok Raja Racun Selatan dan dirinya sendiri Raja Pedang di timur, seolah-olah hendak menonjolkan bahwa raja pedang lebih terhormat dari pada raja racun!

   "Lo-cian-pwe Tung Kiam, aku sebagi puteri Nam Tok juga menjadi utusannya, untuk menantang Lo-cian-pwe mengadu kepandaian. Biar dunia melihat kenyataan siapa di antara Nam Tok dan Tung Kiam yang lebih pandai dan lebih pantas disebut datuk besar pujaan semua tokoh dunia kang-ouw!"

   Tung Kiam kembali memandang dengan mata mencorong.

   Kalau saja tidak demikian angkuh wataknya, merasa malu kalau harus menghajar seorang anak perempuan, tentu sudah dihantamnya bocah yang bermulut lancang ini! Akan tetapi, tiba-tiba dia teringat akan puteranya! Ha, pikirnya dan wajahnya berseri. Bukankah sukar sekali mendapatkan seorang calon jodoh yang cocok bagi puteranya itu? Dan gadis itu puteri tunggal Nam Tok! Bocah yang cantik manis, tabah dan kelihatan cerdik, juga memiliki kepandaian yang tidak memalukan untuk menjadi mantunya!

   "Berapa usiamu sekarang?"

   Tiba-tiba Tung Kiam bertanya. Siang Bwee terkejut dan gadis yang cerdik ini melihat sinar mata yang berseri dari kakek itu, maka ia menjadi waspada. Jauh lebih berbahaya kalau datuk besar ini bersikap ramah daripada kalau bersikap bengis, karena menghadapi orang yang bengis ia dapat berjaga diri.

   Sebaliknya menghadapi orang yang ramah sungguh dapat membuatnya menjadi lengah, Ia menimbang-nimbang apa maksud yang tersembunyi di balik pertanyaan tentang usia itu. Dan tiba-tiba wajah gadis itu berubah merah sekali. Ia segera dapat menebak. Bukankah tadi si brewok mengatakan bahwa kongcunya tidak berada di rumah? Ini berarti banwa Tung Kiam mempunyai seorang pulera! Dan kalau seorang ayah yang berpulera menanyakan usia seorang gadis, hal itu hanya menyembunyikan satu saja maksud, yaitu ingin memungut gadis itu sebagai mantu! "Usiaku baru delapan belas tahun, Lo-cian-pwe, dan aku sama sekali belum berpikir tentang perjodohan!"

   Sepasang mata datuk besar itu makin mencorong dan hatinya semaki suka kepada gadis itu yang ternyata cerdik sekali sehingga mampu menjenguk isi natinya.

   "Hemmm, coba sekarang katakan, yang dikehendaki ayahmu mengutus engkau dan orang terluka parah karena pukulan beracun ini datang ke sini!"

   Bukan main girangnya hati Siang Bwee, akan tetapi perasaan itu disembunyikannya dalam hati. Memang hebat sekali kakek ini, pikirnya. Melihat dari jauh saja dia sudah tahu bahwa San Hong terluka pukulan beracun! Orang selihai itu tentu akan mampu mengobati San Hong sampai sembuh.

   "Begini, Lo-cian-pwe. Pertama-tama, ayahku mengutusku untuk menyampaikan salamnya kepada Locian-pwe."

   Biasanya, orang-orang kang-ouw yang datang menyampaikan salam tentu disertai bingkisan berharga. Akan tetapi gadis ini tidak membawa apa-apa. Hal ini saja dapat dianggap sebagai penghinaan bagi tuan rumah, akan tetapi setelah para tokoh itu mendengar bahwa gadis ini adalah puteri Nam Tok, merekapun tidak lagi merasa heran. Bagaimanapun juga, tingkat atau kedudukan Nam Tok dengan Tung Kiam adalah seimbang.

   "Hemmm, bagus ayahmu si tua bangka beracun itu masih ingat kepadaku!"

   Kata Tung Kiam untuk mengisi kekosongan yang menegangkan karena salam itu tidak disusul bingkisan.

   "Selain itu, ayah mendengar bahwa ilmu pengobatan dari Lo-cian-pwe maju pesat dan terkenal di seluruh dunia. Akan tetapi ayahku meragukan berita yang sampai ke telinganya bahwa tidak ada penyakit yang tidak dapat disembuhkan tusukan jarum dari Lo-cian-pwe!"

   Sejak tadi San Hong hanya mendengarkan saja. Diam-diam dia kagurr bukan main. Ternyata Siang Bwee se orang gadis yang cerdik luar biasa, dan kini dia dapat melihat akal bagaimaru yang dipergunakan gadis itu untuk "memaksa"

   Datuk besar itu mengobati lukanya. Ternyata gadis itu hendak membangkitkan keangkuhan orang itu, menantang dan menyinggung kehormatannya! sebagai seorang ahli pengobatan. Mendengar ucapan gadis itu, berkerut alis Tung Kiam. Benar-benar dia ditantang oleh Nam Tok! Semua orang tahu bahwa nyawa manusia tidak berada di tangan manusia lain, dan tidak ada obat apa pun yang dapat menyembuhkan semua penyakit di dunia ini! Akan tetapi karena ditantang, dia pun berkata dengan lantang.

   "Ang Siang Bwee, katakan kepada ayahmu yang sombong itu! Biarpun kepandaianku belum berapa tinggi dalam ilmu pengobatan, akan tetapi kalau hanya mengobati penyakit dan luka akibat pukulan beracun Nam Tok saja, aku sanggup!"

   "Aih, sungguh kebetulan sekali, Lo-cian-pwe! Memang begitulah tantangan ayah untuk menguji kepandaian Locian-pwe. Lihat, saudara ini bernama Kwee San Hong dan oleh ayah dipakai sebagai kelinci percobaan atau ujian. Ayah sengaja memukulnya sehingga terluka parah dan ayah menyuruh aku membawa dia ke sini untuk melihat apakah Lo-cian-pwe mampu menyembuhkan luka bekas pukulan ayah ini. Menurut pesan ayah, kalau Lo-cian-pwe tidak mampu, Lo-cian-pwe sepatutnya mengakui keunggulan ayah. Sebaliknya kalau Lo-cian-pwe mampu menyembuhkannya, ayah titip salam dan hormatnya disertai pujian dan kekaguman atas kelihaian Lo-cian-pwe."

   Wajah Tung Kiam menjadi semakin merah padam. Hatinya terasa panas sekali karena ucapan gadis, itu sungguh merupakan tantangan baginya. Dia marah sekali kepada Nam Tok dan andaikata datuk besar itu berada di depannya, tentu akan langsung diterjangnya dan diajaknya mengadu kepandaian. Akan tetapi, yang berada di situ hanyalah puterinya, seorang gadis yang masih muda sekali maka tentu saja dia merasa malu sekali kalau harus melayani seorang gadis yang belum dewasa benar, baru berusia delapan belas tahun. Tantangan Nam Tok yang disampaikan puterinya itu diucapkan di depan para tamunya, yaitu para tokoh kang-ouw. Mereka semua menjadi pendengar dan kalau dia tidak menerima tantangan itu, tentu dia akan ditertawakan dan dijadikan bahan percakapan orang-orang kang-ouw bahwa dia telah kalah oleh Nam Tok.

   Akan tetapi kalau dia menerima tantangan untuk menyembuhkan korban pukulan beracun Nam Tok yang dia tahu merupakan pekerjaan yang amat sukar, berarti dia seperti dipermainkan oleh Nam Tok. Menjadi serba salah memang! Akan tetapi untuk menolak, lebih salah lagi! Tiba-tiba dia tertawa, suara ketawanya menggetarkan jantung semua orang dan diam-diam San Hong dan Siang Bwee terkejut. Suara ketawa itu mengandung tenaga khikang yang amat kuat dan kalau suara yang mengandung tenaga kuat itu dipusatkan untuk menyerang lawan, tentu akan dapat membuat lawan itu roboh tanpa dipukul!

   "Ha-ha-ha, Nam Tok yang terkenal di dunia selatan itu ternyata hanya seorang yang licik sekali! Menantang aku akan tetapi menyuruh puterinya, tidak berani muncul sendiri! Akan tetapi, aku sudah ditantang dan tidak akan mundur selangkahpun. Hei, Ang Siang Bwee, engkau puteri dan anak tunggal, juga utusan Nam Tok, dengarlah baik-baik. Aku Tung-hai Kiam-ong Cu Sek Lam bukan seorang pengecut, bukan seorang penakut dan selama hidup aku tidak pernah menghindarkan diri dari tantangan siapapun juga. Karena itu, sekarang pun kuterima tantangan Nam Tok itu. Akan kusembuhkan orang ini! Akan tetapi dengan syarat, tanpa syarat itu aku tidak sudi!"

   Dia sengaja berhenti untuk menanti jawaban Siang Bwee.

   "Kenapa mesti ada syarat-syarat segala, Lo-cian-pwe?"

   Siang Bwee maklum bahwa di depan banyak tokoh kang-ouw ia harus berani menggertak dan menying gung kehormatan kakek ini agar si datuk besar ini tidak akan menarik kembal segala yang telah diucapkan karena na itu tentu akan membuat nama besarny tercemar.

   "Kalau ayahmu sendiri yang datang ke sini, tentu aku tidak akan mengajukan syarat, melainkan langsung saja menantangnya mengadu ilmu. Akan tetapi karena dia licik dan mengutus kamu, maka harus disetujui syaratku, kalau tidak, aku pun tidak sudi memenuhi permintaannya begitu saja."

   "Nah, kalau begitu sebutkan apa syaratnya, Lo-cianpwe."

   "Kalau aku tidak mampu menyembuhkan luka yang diderita orang ini akibat pukulan ayahmu, sudahlah tidak perlu banyak cakap lagi, tentu para saudara yang hadir ini menjadi saksi akan ketidakmampuanku. Akan tetapi kalau aku berhasil, engkau harus mau menjadi mantuku!"

   Siang Bwee terkejut bukan main. Tak disangkanya akan seperti itu syaratnya yang diajukan oleh tuan rumah ini. San Hong juga terkejut dan kini dia terpaksa membuka mulut karena dia merasa tidak enak sekali kepada gadis itu.

   "Sudahlah, tidak perlu engkau mengorbankan diri terlalu banyak, Bwee-moi. Biarkan aku pergi mencari sendiri pengobatan lukaku."

   "Engkau diamlah saja, Hong-ko."

   Lalu disambungnya lebih keras.

   "Engkau tidak berhak menentukan karena engkau hanya korban pukulan ayah yang dijadikan bahan untuk mengadu ilmu. Lo-cian-pwe, engkau sendiri pun tahu bahwa setiap orang gadis itu tentu sepenuhnya milik orang tuanya. Aku pun demikian. Yang berhak memutuskan tentang pernikahanku hanyalah ayahku. Oleh karena itu, kalau Lo-cian-pwe ingin mengambil mantu padaku, harap Lo-cian-pwe suka minta kepada ayahku!"

   "Ha-ha-ha, engkau anak yang licik seperti ayahmu! Kalau kelak ayahmu setuju dan engkau menolak, bukankah engkau berarti hanya akan mengakali aku saja? Ha-ha-ha, Tung Kiam tidaklah begitu bodoh! Harus engkau yang lebih dulu menyetujui, soal ayahmu kelak, tentu aku akan menemuinya untuk membicarakan tentang perjodohan itu! Nah, syaratku demikian, yaitu kalau aku berhasil menyembuhkan pemuda ini, engkau harus mau menjadi mantuku. Bagaimana?"

   "Itu tergantung ayahku....."

   Gadis itu tetap membantah.

   "Sudahlah, Bwee-moi, kalau engkau tidak setuju, tidak saja. Aku pun tidak mengharapkan disembuhkannya."

   Kata San Hong.

   "Hsss, diam sajalah kau!"

   Siang Bwee membentak lirih.

   "Kalau begitu, aku pun tidak sudi memenuhi permintaan ayahmu!"

   Kata Tung Kiam tak acuh.

   "Dan jangan kira bahwa aku tidak mampu memaksamu kalau engkau dan ayahmu menolak. Sekarang juga dapat saja engkau kutangkap dan kupaksa menjadi jodoh anakku!"

   Diam-diam Siang Bwee terkejut. Orang ini licik dan jahat sekali, dan kalau sampai marah tentu akan melakukan apa saja, sehingga ucapannya tadi bukan sekedar ancaman kosong.

   Dan tentu saja ia tidak sudi menerima begitu saja lamaran orang ini untuk dijadikan calon isteri puteranya yang sama sekali tidak dikenalnya dan tidak pernah dilihatnya. Kalau ia kukuh menolak, tentu dia tidak akan mau mengobati San Hong. Kalau, ia menerima. Ah, apa salahnya? Menerima hanya agar dia mau mengobati San Hong! Perkara pelaksanaannya, bagaimana nanti saja. Ia dapat membujuk ayahnya agar tidak menerima pinangan Tung Kiam dan andaikata ayahnya ternyata menerima dan menyetujui perjodohan itu, bisa saja ia melanggar janji! Melanggar janji merupakan hal "biasa"

   Saja bagi golongan ayahnya dan juga Siang Bwee tidak pernah menganggap hal itu sebagai urusan penting. Yang terpenting adalah mencari pengobatan untuk luka yang diderita San Hong. Yang lain-lain tidak penting!

   "Baiklah, aku menerima....."

   "Bwee-moi.....!"

   "Diamlah, Hong-ko, ini bukan urusanmu, melainkan urusan pribadiku!"

   Kata Siang Bwee dan pemuda yang menjadi pucat mukanya itu terpaksa berdiam diri akan tetapi San Hong merasa betapa hatinya sakit. Dia tahu sekarang bahwa dia telah jatuh cinta kepada gadis ini, dan kini Siang Bwee begitu saja menerima pinangan orang di depan matanya. Hati siapa tidak akan pedih mendengarnya?

   "Akan tetapi, Lo-cian-pwe, aku menerima asal dipenuhi segala tantangan ayah. Yaitu agar Lo-cian-pwe dapat menyembuhkan luka akibat pukulan ayah, dan korban ini haruslah sembuh seratus prosen dan kembali sehat seperti sebelum dia dipukul!"

   Tung Kiam tertawa bergelak.

   "Bagus, kita telah berjanji dan disaksikan oleh para orang gagah di dunia kang-ouw yang kini hadir. Para sobat yang hadir telah mendengarkan bahwa aku akan menyembuhkan pemuda ini, dan kalau berhasil, maka nona Ang Siang Bwee puteri Nam Tok ini akan suka menjadi mantuku....."

   "Kalau ayahku setuju pula!"

   Sambung Siang Bwee cepat.

   "Tentu saja dia akan setuju. Nah, para sobat suka menjadi saksi?"

   Mereka yang hadir bertepuk tangan menyatakan setuju sehingga Siang Bwee merasa betapa mukanya menjadi merah dan jantungnya berdebar, la telah melakukan permainan yang amat berbahaya, berjanji pada seorang datuk besar seperti Tung Kiam merupakan pertaruhan nyawa! Namun, ia terpaksa melakukannya untuk menolong San Hong, karena kalau ayahnya sendiri tidak mau mengobatinya, hanya tinggal Tung Kiam seorang inilah yang boleh diharapkan. Kalau Tung Kiam tidak mau menolong, berarti nyawa San Hong akan melayang dalam waktu paling lama setahun. Tung Kiam memberi perintah kepada para pelayan untuk mempersiapkan meja lebar di tengah ruangan itu.

   Para tamu diperbolehkan menonton, bahkan mereka itu dijadikan saksi agar menyebarkah berita ke seluruh kang-ouw bagaimana; Tung Kiam menyembuhkan luka beracun akibat pukulan Nam Tok dan dengan demikian memenangkan, tantangan Nam Tok! Tentu saja Tung Kiam tidak akan berani demikian congkaknya kalau saja dia tidak sudah yakin bahwa dia akal mampu menyembuhkan San Hong!

   Tadi diam-diam dia telah memperhatikan wajah pemuda itu untuk mencari tanda tanda orang terancam bahaya maut Akan tetapi, yang didapatkannya adala tanda bahwa pemuda itu menderita luka di dalam, luka beracun, akan tetapi nyawanya sama sekali belum terancam! Dan memang penglihatannya itu tepat. Nam, Tok memberinya pukulan beracun yang racunnya berjalan perlahan-lahan sehingga pemuda itu akan dapat bertahan hidup selama setahun! Dan luka beracun macam ini bagi Tung Kiam tidaklah terlalu sukar untuk dilawan dan dikalahkan!

   

Pendekar Budiman Karya Kho Ping Hoo Pendekar Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo Pedang Awan Merah Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini