Ceritasilat Novel Online

Pedang Asmara 17


Pedang Asmara Karya Kho Ping Hoo Bagian 17



Kini mereka bicara bertiga saja karena Pangeran Pang Sun tidak menghendaki para panglimanya mendengarkan. Kelak dia yang akan menceritakan kepada mereka. Setelah Yuci dan Tiong Sin dipersilakan duduk dan anggur dan sekedar makanan kering dihidangkan, Pangeran Pang Sun lalu menyuruh semua pengawal dan pelayan untuk keluar dari ruangan dan dia lalu minta kepada Yuci untuk menyampaikan pesan Jenghis Khan kepadanya. Dengan terus terang Yuci menceritikan tentang keadaan kerajaan di utara yang dipimpin Jenghis Khan. Betapa luruh suku di utara telah berlindung bawah panji Jenghis Khan dan semua kelompok suku telah bersatu.

   "Sudah tiba masanya menurut raja besar kami untuk menyerang Kerajaan Cin di selatan Tembok Besar. Mengingai bahwa Paduka memimpin suku Liao-tung yang juga dimusuhi oleh Kerajaan Cin maka raja kami menganggap Paduka sebagai rekan dan sekutu. Maka, raja-kami mengutus kami untuk menghadap Paduka dan menawarkan kerja sama untuk menyerbu Kerajaan Cin. Untuk itu, raja kami menitipkan surat untuk Paduka."

   Yuci lalu menyerahkan surat Jenghis Khan kepada Pang Sun. Diam-diam Pang Sun sejak tadi memerhatikan Yuci dan dia merasa girang sekali. Pemuda ini memang hebat, dan puterinya tidak salah pilih! Diterimanya surat itu dan dibacanya dengan sikap hormat.

   Di dalam surat itu Jenghis Khan mengajak dia untuk bersama-sama menyerang Kerajaan Cin dan Jenghis Khan berjanji bahwa kalau gerakan. Mereka berhasil, kalau Kerajaan Cin dapat mereka tundukkan, Jenghis Khan menjanjikan kedudukan tinggi kepada para pimpinan Liao-tung, akan diangkatnya mereka itu menjadi raja-raja muda di daerah Kathai atau Kerajaan Cin. Tentu saja Pangeran Pang Sun merasa girang sekali. Memang beberapa kali pasukannya diserang, oleh pasukan Cin dan beberapa kali dia menderita kekalahan. Kalau dia hendak membalas sendiri, dia merasa kurang kuat. Kini Jenghis Khan menawarkan kerja sama dengan janji-janji yang muluk, tentu saja diterimanya dengan senang hati.

   Jenghis Khan bahkan menjanjikan pembagian separuh dari harta kekayaan yang akan mereka rampas dari Kerajaan Cin kalau keajaan itu dapat mereka talukkan. Dengan hati gembira sekali Pangeran Pang Sun menerima uluran tangan Jenghis Khan.

   "Kami merasa terhormat sekali mendapatkan kepercayaan Jenghis Khan dan kami akan mempersiapkan diri untuk membantunya kalau saatnya tiba dia hendak menyerbu ke selatan. Kami memang menanti kesempatan untuk membalas Kerajaan Cin dan kami menerima ajakan Jenghis Khan untuk bekerja sama itu dengan senang hati. Sampaikan hormat kami kepada beliau dan kami akan mempersiapkan sedikitnya dua ribu orang, perajurit untuk membantunya. Beri tahu kan saja kepada kami kalau saat penyerbuan itu telah tiba."

   Tentu saja Yuci dan Tiong Sin merasa girang sekali bahwa tugas mereka telah berhasil dengan baik sekali.

   Diam-diam Yuci berterima kasih kepada Puteri Maimi karena dia merasa yakin bahwa tentu puteri itu telah lebih dahulu memberitahukan orang tuanya akan keadaan dirinya maka kini dia dan Tiong Sin menerima penyambutan yang menyenangkan. Sebaliknya, Tiong Sin juga girang, hanya dengan alasan lain, yaitu bahwa baiknya penyambutan Pangeran Pang Sun itu jelas membuktikan bahwa Puteri Maimi dan dua orang gadis kembar itu tidak membuka rahasia yang telah terjadi semalam!

   Pangeran Pang Sun menyambut dua orang utusan Jenghis Khan itu dengan perjamuan pesta yang dihadiri oleh para panglimanya. Dalam kesempatan ini, Pangeran Pang Sun mengumumkan tentang persekutuan antara dia dan Jenghis Khan dan hal ini disambut oleh para panglimanya dengan gembira. Pasukan Liao-tung merupakan pasukan yang suka berperang, akan tetapi mereka pun tahu akan kekuatan besar yang berada di utara, juga kekuatan Kerajaan Cin di selatan. Mereka beberapa kali mengalami kekalahan dari Kerajaan Cin. Kalau sekarang pasukan Jenghis Knan bersekutu dengan mereka dan bersama-sama menggempur Kerajaan Cin, mereka mendapatkan kesempatan untuk membalas dendam. Selesai perjamuan makan, dua orang tamu agung itu dipersilakan istirahat di kamar yang istimewa. Dalam kesempatan ini, Pangeran Pang Sun mengundang Yuci pribadi untuk datang berkenalan dengan keluarganya.

   Tiong Sin tidak diundang, akan tetapi pemuda ini tidak merasa kecewa atau iri hati karena bagi dia, kebetulan sekali karena dia tidak usah bertemu muka dengan Maimi, karena betapapun juga, dia akan merasa kurang enak. Yuci diterima oleh Pangeran Pang Sun dan tsterinya, lalu dipersilakan duduk di ruangan dalam. Tak lama kemudian, Puteri Maimi mengantar dua orang pelayan wanita ini, Yuci lalu cepat bangkit dan memberi hormat kepada Maimi yang dibalas dengan manis oleh Maimi. Melihat ini ayah dan ibu Maimi tersenyum.

   "Ah, kalian sudah saling jumpa dan berkenalan, ya?"

   Kata Pangeran Pang Sun sambil tertawa. Puteri Maimi menundukkan mukanya sambil tersipu menahan senyum. Yuci juga tersenyum.

   "Kami sempat bertemu dan berkenalan di hutan, bahkan Sang Puteri dengan baik hati telah mengundang kami makan daging rusa panggang yang lezat bukan main."

   "Saudara Yuci terlalu memuji, panggang daging rusa jtu kurang bumbu dan keras...."

   Kata Maimi sambil mengangkat muka memandang. Sejenak dua pasang sinar mata bertemu, lalu Maimi menunduk kembali dengan muka merah. Yuci merasa heran mengapa kini di depan orang tuanya, sikap Maimi berubah menjadi, amat pemalu! Padahal ketika di hutan itu, gadis ini begitu berwibawa dan anggun.

   "Ha-ha-ha, duduklah engkau Maimi, dan engkau juga duduklah kembali ananda Yuci. Maimi, ananda Yuci adalah seorang tamu agung yang kita hormati, bahkan dia pun sudah menjadi kenalanmu. Engkau boleh menemani kami bercakap cakap, bahkan perlu sekali engkau hadir karena kami hendak membicarakan tentang dirimu!"

   Mendengar ini, Maimi makin menunduk. Akan tetapi, dengan gerakan lemah gemulai ia lalu bangkit berdiri, menuangkan anggur ke dalam cawan arak Yuci dengan gerakan yang amat manis, lalu berkata merdu.

   "Silakan minum anggur suguhan kami yang sederhana."

   Yuci mengangkat cawannya dan diikuti oleh pihak tuan rumah, dia lalu minum anggur itu dengan wajah gembira Mereka lalu minum beberapa cawan, kemudian barulah Pangeran Pang Sun menceritakan niatnya dan keperluannya maka dia mengundang pemuda itu.

   "Ananda Yuci, kalau boleh kami mengetahui, berapakah usiamu tahun ini?"

   Yuci nampak heran, akan tetapi dia menjawab juga.

   "Kalau tidak keliru, Paman Pangeran, tahun ini usia saya dua puluh tahun."

   "Ah, selisih dua tahun dengan puteri kami Maimi yang berusia delapan belas tahun"

   Kata isteri pangeran itu. Ucapan ini saja sudah menunjukkan ke arah mana percakapan itu hendak dibawa sehingga dalam hatinya, Yuci sudah merasa berdebar-debar.

   "Kalau boleh kami bertanya, apakah engkau sudah berkeluarga, ananda Yuci? Sudah beristeri, atau sudah bertunangan?"

   Yuci menggeleng kepala dan menjawab singkat karena bagaimanapun juga, dia merasa malu.

   "Belum, Paman."

   "Bagus! Ini namanya cocok dan mungkin sudah dijodohkan oleh Tuhan! Ananda Yuci, kami sekeluarga mempunyai niat yang kami rasa amat baik, akan tetapi pelaksanaan niat itu tergantung sepenuhnya kepadamu. Kami mengharap saja mudah-mudahan engkau menyetujuinya sehingga memungkinkan terlaksananya niat baik kami ini."

   Dengan jantung berdebar Yuci sudah menduga apa yang dimaksudkan tuan rumah, akan tetapi karena pangeran itu berhenti bicara, dia lalu bertanya dengan suara agak gemetar.

   "Niat baik apakah itu, Paman?"

   "Begini, ananda Yuci kami sekeluarga ingin sekali agar puteri kami Maimi dapat menjadi isterimu!"

   Biarpun sudah menduga demikian, Yuci terkejut juga mendengar ini. Dia mengangkat muka dan tanpa disadarinya, dia memandang ke arah Puteri Maimi yang kebetulan juga mengangkat muka memandang kepadanya. Wajah puteri itu nampak kemerahan dan cantik jelita, manis bukan main. Sejenak sinar mata mereka bertemu dan bertaut, akan tetapi kini Puteri Maimi bukan hanya menunduk, melainkan juga tersenyum, mengerling lalu bangkit dan melarikan diri meninggalkan ruangan itu, kembali ke kamarnya!.

   Melihat ini, ayah dan ibu puteri itu tertawa, dan Yuci juga tersenyum malu-malu. Untuk suku Mongol, soal pinang-meminang ini adalah urusan keluarga pria. Akan tetapi ada beberapa suku yang mempunyai kebiasaan sebaliknya, pihak keluarga wanita yang meminang, dan ada pula yang nak itu dimiliki keduanya. Agaknya suku Liao-tung sudah biasa dengan adanya keluarga wanita yang meminang! Memang Yuci sudah tertarik sekali dan jatuh cinta kepada Maimi, maka uluran tangan ini tentu saja membuat dia girang setengah mati. Bagaimanapun juga, dia putera seorang panglima dan dia harus mengingat akan kedudukan ayahnya.

   "Bagaimana, ananda Yuci. Setujukah engkau dengan niat kami menjodohkah Maimi dengan ananda"

   "Paman Pangeran, niat keluarga Paman itu sungguh merupakan anugerah besar bagi saya, merupakan penghormatan besar dan tentu saja saya pribadi menerimanya dengan hati dan tangan terbuka, bahkan dengan rasa terima kasih yang mendalam. Akan tetapi, bagaimanapun juga, yang menentukan adalah ayah saya. Maka, biarlah saya akan menyampaikan kepada ayah dan mohon perkenan ayah."

   "Ha-ha-ha, tentu saja, ananda Yuci! Yang penting, engkau sudah setuju. Kami akan memberi surat kepada ayahmu, juga mohon, bantuan rajamu Jenghis Khan agar niat hati kami itu dapat terlaksana dengan mudah."

   Pertunangan itu pun diumumkan oleh Pangeran Pang Sun dan para pembantunya menyambut dengan bermacam perasaan. Ada yang kecewa karena mereka mengharapkan sang puteri menjadi isteri atau mantu, ada yang ikut gembira karena perjodohan itu semakin mempererat hubungan antara Liao-tung dengan bangsa Mongol yang kini sedang berkembang amat kuat itu. Terutama sekali Maimi, diam-diam merasa girang karena siasat yang direncanakannya berjalan lancar.

   Tiong Sin juga diberi tahu akan hal ini dan dia pun tersenyum, senyum mengandung ejekan yang hanya dia yang tahu artinya. Dia menepuk pundak Yuci dan mengucapkan selamat. Yuci menerima dengan gembira dan menganggap banwa Tiong Sin adalah seorang sahabat yang baik. Kalau saja dia dapat menjenguk isi hati Tiong Sin! Pemuda ini menertawakannya! Rombongan utusan Jenghis Khan ini bermalam dua malam di situ. Ketika rombongan itu akan berangkat pulang, Yuci diberi kesempatan untuk bertemu dengan Maimi di dalam taman. Dan kembali, setelah mereka hanya bertemu berdua saja, Maimi tidak lagi memperlihatkan sikap malu-malu seperti kalau di epan ayan ibunya.

   "Dinda Maimi, aku akan pulang dulu. Harap engkau jangan khawatir, aku yakin ayahku akan menyetujui pertunangan kita dan tak lama lagi kita akan dapat saling bertemu kembali."

   "Selamat jalan, kanda Yuci. Berhati hatilah, dan ingatlah selalu bahwa jauh di Liao-tung, ada seseorang menantimu dengan hati penuh kesetiaan dan penuh harapan. Pesanku hanya satu, kanda Yuci....

   "

   Yuci melangkah maju dan menangkap tangan tunangannya. Digenggamnya tangan itu dan baru sekali itu mereka saling bersentuhan. Tangan itu agak gemetar dan agak dingin dalam genggamannya, akan tetapi tangan itu terasa lunak dan halus.

   "Apakah pesanmu itu, dinda Maimi?"

   "Agar engkau berhati-hati terhadap dia..... siapa namanya lagi temanmu itu?"

   Yuci mengerutkan alisnya.

   "Siapakah yang kaumaksudkan? Temanku di sini hanyalah Tiong Sin.....

   "Dia itulah..... engkau harus berhati hati, aku yakin bahwa dia bukan orang baik-baik!"

   Yuci terbelalak memandang wajah tunangannya.

   "Ah! Apa maksudmu, dinda Maimi? Apa maksudmu?"

   Maimi menggeleng kepalanya.

   "Entahlah, akan tetapi aku mempunyai perasaan kuat bahwa dia itu bukan orang baik baik. Mungkin dari pandang matanya, dari bicaranya, dari sikapnya.Akan tapi bagaimanapun juga, aku mempunyai keyakinan dia itu bukan manusia baik-baik,maka hatiku khawatir sekali Kanda, Engkau demikian dekat dengannya, berhati-hatilah....."

   Yuci terkejut melihat betapa Maimi tiba-tiba saja terisak menangis. Dia cepat memeluk gadis itu dan Maimi menyandarkan dahinya di dada tunangannya. Mudah saja ia melaksanakan sandiwa ini, karena tiap kali teringat kepada Tiong Sin dan malapetaka itu, mudah saja air matanya bercucuran. Ia harus menanamkan kecurigaan dalam hati Yuci, kalau kecurigaan dan prasangka buruk itu sudah tumbuh, kelak akan mudah sekali untuk membalas dendam kepada Tiong Sin melalui Yuci.

   Setelah tangis gadis itu mereda, Yuci mengelus rambutnya yang halus dan berkata lembut.

   "Sudahlah, dinda Maimi, jangan engkau khawatir.

   Aku akan menjaga diri baik-baik dan aku akan memerhatikan dia. Kalau benar dia itu jahat seperti yang kau kira, tentu aku tidak akan tinggal diam saja. Ingat, dia baru aja menghambakan diri kepada raja kami dan memang perlu diawasi."

   Berangkatlah rombongan utusan Jenghis Khan itu, diantar sampai ke pintu gerbang oleh rombongan Pangeran Pang Sun. Dua orang muda itu, Yuci dan Tiong Sin, menunggang kuda dengan gagahnya, dikagumi semua orang. Dan ketika tiba di pintu gerbang, mereka melambaikan tangan dan membalapkan kuda mereka keluar dari perkampungan Liao-tung. Biarpun sikap Yuci masih biasa terhadap Tiong Sin, namun usaha Maimi berhasil. Gadis ini telah menanamkan kecurigaan dan prasangka buruk dalam hati Yuci terhadap kawannya ini dan diam-diam dia selalu waspada memperhatikan tingkah laku dan gerak-gerik Tiong Sin.Kurang lebih lima li jauhnya mereka meninggalkan perkampungan Liao-tu ketika tiba- tiba ada tiga orang penunggang kuda muncul dari kiri dan menghadang rombongan itu. Yuci yang melihat ini segera mengenal bahwa dua di antara mereka adalan dua orang gadis Hanya pernah dijumpainya ketika dia dan Tiong Sin makan malam bersama Puteri Maimi Mereka adalah Siauw Cin dan Siauw Lin. Dan seorang lagi adalah seorang laki laki setengan tua, berusia empat puluh tahun lebih.

   "Heiii, bukankah kalian nona kembar Siauw Cin dan Siauw Lin? Apakah Putri Maimi mengutus kalian untuk menemui aku?"

   Tanyanya dengan gembira karena dia mengira bahwa dua orang gadis pengikut Puteri Maimi ini tentu datang membawa berita dari tunangannya. Akan tetapi, dengan wajah muram dan sikap dingin dua orang gadis kembar itu menggeleng kepala mereka dan pandang mata mereka ditujukan kepada Tiong Sin yang memajukan kudanya di samping Yuci.

   "Tidak, saudara Yuci,"

   Kata Siauw Cin.

   "Kami datang dengan urusan pribadi!"

   Kini pria setengan tua tadi maju memberi hormat kepada Yuci. Pemuda ini teringat bahwa laki-laki bangsa Han yang berpakaian seperti orang Liao-tung itu pernah diperkenalkan kepadanya oleh Pangeran Pang Sun sebagai seorang di antara para panglimanya.

   "Harap maafkan, Panglima Yuci. Kami bertiga tidak mempunyai urusan apa pun denganmu atau rombonganmu, melainkan kami mempunyai urusan pribadi dengan Bu Tiong Sin. Bu Tiong Sin, kalau engkau laki-laki dan bukan pengecut hina, mari kita bicara di sana!"

   Berkata demikian, pria itu bersama dua orang gadis sudah melarikan kuda agak menjauhi Yuci, namun masih nampak dari situ. Yuci mengerutkan alisnya memandang kepada Tiong Sin, dan Tiong Sin tersenyum.

   "Hendak kulihat apa yang akan mereka bicarakan!"

   Katanya dan dia pun melarikan kuda mengejar mereka bertiga itu. Yuci lalu memberi tanda kepada rombongannya untuk turun dari kuda dan beristirahat sambil menanti apa yang akan terjadi di antara empat orang di depan itu. Akan tetapi dia teringat akan nasihat Maimi agar dia berhati-hati terhadap Tiong Sin, maka diam-diam dia mempersiapkan busurnya, bahkan memberi isyarat kepada enam orang pemanah yang pandai untuk siap menanti perintahnya.

   Sementara itu, kini Tiong Sin sudah berhadapan dengan tiga orang itu. Melihat betapa tiga orang itu sudah melompat turun dari atas kuda, Tiong Sin juga turun dari atas kudanya dan membiarkan kudanya makan rumput di bawah pohon. Dia marah sekali karena ditantang, dikatakan bahwa kalau dia tidak mau bicara di tempat ini, dia dianggap bukan laki-laki dan seorang pengecut! berani benar orang itu mengatakan demikian!

   "Hemmm, kalian ini mau apa?"

   Katanya dengan senyum mengejek ketika melihat dua orang gadis kembar itu memandang kepadanya dengan muka merah dan mata berkilat.

   "Bu Tiong Sin, aku adalah ayah dari dua orang puteriku ini! Engkau harus mempertanggungjawabkan perbuatanmu pada malam itu atas diri kedua puteri kembarku!"

   Kata pria itu dengan mata mendelik karena dia marah sekali. Dia adalah ayah kandung Siauw Cin dan Siauw Lin. Ketika dua orang gadis itu pulang, dia tidak melihat suatu keganjilan karena memang dua orang gadis itu tidak mau membuka rahasia yang hanya akan mendatangkan aib pada diri mereka, juga nama kehormatan keluarga ayahnya. Akan tetapi, ketika Siauw Cin dan Siauw Lin mendengar bahwa Maimi telah ditunangkan dengan Yuci, mereka menjadi panik. Puteri Maimi telah memperoleh jalan keluar, telah ditunangkan dengan Yuci. Akan tetapi bagaimana dengan mereka?

   Tadinya, mereka dapat menahan diri melihat banwa ada teman senasib, yaitu nona majikan mereka.Kini mereka merasa ditinggalkan, maka mereka lalu menangis kepada ayah mereka, menceritakan malapetaka yang menimpa diri mereka pada malam itu tanpa menceritakan tentang Puteri Maimi.Tentu saja Siauw Kan, yaitu ayah mereka, marah bukan main mendengar cerita kedua orang puterinya. Maka, dia lalu mengajak puteri-puterinya untuk menghadang perjalanan pulang Tiong Sin untuk dimintai pertanggungjawaban. Ketika Tiong Sin masih berada di perkampungan, keluarga ini tidak berdaya. Mereka tentu saja tidak berani ribut-ribut karena hal itu akan mendatangkan aib pada diri mereka sendiri, juga ketika itu Tiong Sin merupakan tamu agung dari Pangeran Pang Sun. Mendengar ucapan ayah dari dua orang gadis kembar itu, Tiong Sin tersenyum mengejek.

   "Mempertanggungawabkan apa dan bagaimana?"

   Tanyanya, memandang rendah.

   "Tiong Sin!"

   Bentak Siauw Cin marah. Engkau masih pura-pura bertanya lagi? Perbuatanmu yang kejam dan jahat terhadap kami....."

   Siauw Cin tidak dapat melanjutkan karena ia sudah terisak.

   "Bu Tiong Sin."

   Kata Siauw Kan, mencoba untuk membujuk dan bersikap sabar.

   "Engkau sudah menodai dua orang puteriku, sebagai seorang laki-laki engkau harus berani mempertanggungjawabkan perbuatanmu."

   "Hemmm, tanggung jawab yang bagaimana?"

   "Engkau harus mengajak mereka bersamamu, engkau harus menikahi mereka sebagai isteri-isterimu!"

   Tiong Sin tertawa.

   "Ha-ha-ha, lucu sekali! Apa kesalahanku? Memang kami telah bermain cinta, akan tetapi aku tidak memaksa mereka! Engkau tanya saja kepada dua orang puterimu itu. Mereka tidak kupaksa, kami sama-sama mau dan bebas. Tidak pernah aku menjanjikan pertanggungjawaban seperti itu!"

   "Engkau..... manusia iblis! Engkau menggunakan ilmu setan untuk membuat kami lupa diri!"

   Siauw Lin berseru marah.

   "Bu Tiong Sin, tidak perlu banyak berbantahan. Engkau sudah menodai dua orang anakku. Katakan, Apakah engkau tidak mau mempertanggungjawabkan perbuatanmu itu? Engkau tidak mau memperisteri mereka?"

   Tiong Sin mengangkat muka dan hidungnya kembang kempis, sikapnya menghina sekali.

   "Kalau aku tidak mau, habis kalian mau apa?"

   "Kalau engkau menolak, terpaksa kami akan mengadu nyawa denganmu!"

   Bentak Siauw Kan dan mereka bertiga sudah mencabut pedang dengan sikap mengancam.

   "Hemmm, aku tidak sudi dan kalau kalian sudan bosan hidup, majulah!"

   Kati Tiong Sin, Sikapnya masih memandang rendah.

   Ayah dan dua orang anaknya itu marah sekali. Mereka memang sudah mengambil keputusan bahwa kalau permintaan itu ditolak, mereka akan berusaha membunuh pemuda itu atau terbunuh olehnya. Maka, setelah yakin bahwa pemuda itu menolak, bahkan mengatakan tidak sudi, mereka lalu menerjang dengan nekat, menyerang dengan pedang mereka. Akan tetapi, Tiong Sin meloncat ke belakang lalu tangan kanannya bergerak. Nampak sinar menyilaukan mata ketika Pedang Asmara tercabut, kemudian, nampak gulungan sinar pedang. Terdengar suara berdenting nyaring disusul jeritan-jeritan dan tiga batang pedang itu terbabat buntung lalu mereka bertiga roboh mandi darah!

   Yuci yang melihat dari jauh, terkejut bukan main. Dia tidak dapat mendengar apa yang dibicarakan mereka, akan tetapi tadi dia melihat mereka bertiga mencabut pedang dan menyerang Tiong Sin. Tidak disangkanya, Tiong Sin akan merobohkan mereka sedemikian cepatnya! Yuci lalu memberi isyarat kepada enam orang pembantunya. Dengan busur dan anak panah siap di tangan, Yuci dan enam orang pemanah itu berlari menghampiri tempat di mana Tiong Sin berdiri tegak dengan pedang di tangan memandang tiga orang yang telan dirobohkan itu. Siauw Kan dan dua orang puterinya terluka parah pada tempat-tempat berbahaya. Siauw Kan tertembus lehernya dan tewas seketika, sedangkan dua orang gadis itu terluka di dada yang ditembusi pedang yang bagaikan kilat menyambar.

   Siauw Cin berusaha mengangkat muka memandang kepada Tiong Sin dan jari telunjuknya menuding.

   "Kau..... kau jahanam....."

   Dan ia pun terkulai lemas, tewas.

   Siauw Lin juga memandang kepada Tiong Sin, matanya mendelik.

   "Kau... keparat jahat....!"

   Dan ia pun terkulai dan tewas. Tiong Sin tersenyum puas. Memang kalau tidak dibunuh, tiga orang ini kelak hanya akan menjadi pengganggunya saja. Senyumnya makin lebar dan akhirnya terdengar dia tertawa.

   "Ha-ha-ha- ha... !"

   "Bu Tiong Sin.....!"

   Tiong Sin terkejut. Suara ketawanya terhenti seketika dan dia cepat membalikkan tubuhnya, pedangnya siap di tangan kanan, wajahnya beringas dan matanya mancorong seperti matahari mau mencium darah. Yuci dan enam orang pembantunya sudah menodongkan anak panah dari Jarak yang aman.

   "Bu Tiong Sin, betapapun tingginya ilmu pedangmu, engkau tidak akan lebih cepat daripada meluncurnya anak panah dari busur kami! Hayo simpan pedangmu dan katakan apa yang telah terjadi, apa artinya perbuatanmu ini!"

   Kata Yuci dengan suara penuh wibawa.Tiong Sin sadar akan keadaannya. Dia telah mendatangkan kecurigaan dalam hati Yuci, dan dia maklum betapa bahayanya anak panah di tangan Yuci yang ahli, apalagi dibantu oleh enam orang pemanah lain. Sebelum dia dapat banyak bergerak, tubuhnya sudah akan ditembusi anak-anak panah itu! Dia menyimpan pedangnya dan tersenyum.

   "Aih, Yuci, kenapa engkau menodongkan panah kepada sahabat dan rekan sendiri?"

   Katanya sambil menyimpan pedangnya.

   "Jangan main-main dengan anak panahmu yang lihai, simpanlah kembali anak panah dan busur kalian."

   "Tidak, sebelum engkau jelaskan apa artinya perbuatanmu ini! Dua orang gadis itu adalah pengikut dan sahabat Puteri Maimi, mengapa sekarang kau membunuh mereka? Raja kami sedang mengadakan persekutuan dengan pihak Liao-tung, akan tetapi engkau malah membunuh mereka bertiga ini, berarti engkau dapat menggagalkan tugas kita!"

   Tiong Sin menarik napas panjang.

   "Ini urusan pribadi, Yuci, tidak ada hubungannya dengan tugas kita."

   "Tidak peduli, sebelum engkau memberi penjelasan yang meyakinkan, terpaksa engkau kujadikan tawanan untuk kunadapkan kepada Sribaginda!"

   "Yuci.....!"

   Tiong Sin berseru kaget, lalu menarik napas panjang.

   "Baiklan kalau engkau menghendaki penjelasan. Tak kusangka engkau seorang sahabat yang berprasangka buruk. Ketahuilah. bahwa ketika kita berada di Liao-tung, ketika suatu malam aku berjalan-jalan, dua orang gadis ini mendekatiku dan menyerahkan diri! Ini suatu perangkap dan aku tidak melihatnya. Setelah aku melayani mereka, kini mereka dan ayah mereka menunggu di sini dan mereka minta agar aku suka mengawini mereka. Coba, gila tidak! Mereka yang menyerahkan diri. Kiranya memang sudah mereka atur agar aku terjebak. Agaknya, melihat aku seorang utusan dari raja besar kita mereka itu ingin sekali menjadi isteriku. Nah, itulah sesungguhnya yang terjadi. Aku tadi tentu saja menolak dan mereka memaksa, bahkan menyerangku. Engkau tentu melihat sendiri betapa mereka tadi yang menyerangku dan aku hanya membela diri."

   Yuci dapat menerima alasan itu. Memang, dua orang gadis kembar itu kelihatan tertarik kepada Tiong Sin, apalagi setelah mereka dikalahkan. Dan mungkiri juga mereka menggunakan perangkap seperti itu. Untuk mencapai tujuan, banyak orang tidak segar menggunakan segala cara. Dia menurunkan busurnya dan memberi isyarat kepada orang-orangnya yang segera mundur.

   "Baiklah, Tiong Sin. Aku percaya keteranganmu dan memang urusan itu adalah urusan pribadi. Akan tetapi lain kali, jangan engkau sembarangan dan mudah saja membunuh orang. Mereka adalah orang-orang Liao-tung, kalau sampai diketahui orang Liao-tung, tentu akan gagal tugas kita."

   Tiong Sin menjura dengan sikap hormat, akan tetapi mulutnya tersenyum main-main.

   "Baik, saudara Yuci, lain kali kalau hendak membunuh orang, aku minta ijin dulu padamu."

   "Hemmm, urusan ini bisa menjadi besar sekali, dan engkau masih main-main seperti anak-anak!"

   Yuci mengomel. Tiong Sin bersikap serius, maklum bahwa kalau terlalu main-main dia bisa membahayakan diri sendiri.

   "Maafkanlah, Yuci. Kita sudahi saja urusan ini dan mari kita melanjutkan perjalanan,"

   Tiong Sin menghampiri kudanya.

   "Nanti dulu!"

   Seru Yuci yang segera memanggil pasukannya dan dia memberi perintah kepada mereka.

   
Pedang Asmara Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Kalian tidak boleh membicarakan hal yang telah terjadi di sini! Dan sekarang, kuburlah tiga orang mayat itu, bunuh tiga ekor kuda mereka dan kuburkan pula. Cepat!"

   Dengan bekerja sama, pasukan itu melaksanakan perintah ini dengan cepat dan sebentar saja, tiga sosok mayat ini berikut kuda mereka telah terkubur rata dengan tanah. Sebentar saja, dalam waktu beberapa hari, tentu bekas kuburan itu akan ditumbuhi rumput. Tidak ada yang melihat semua itu dan Yuci baru merasa aman. Rombongan itu lalu melanjutkan perjalanan menuju ke utara. Akan tetapi, sama sekali keliru kalau Yuci dan Tiong Sin mengira bahwa peristiwa itu tidak ada yang melihatnya.

   Ada seorang yang tadi bersembunyi menyaksikan semua itu. Walaupun dia melihat dari jauh, tidak mendengarkan percakapan mereka, namun dia melihat betapa Siauw Kan dan dua orang puterinya terbunuh, lalu betapa mayat mereka dikubur berikut tiga ekor kuda mereka yang juga dibunuh. Orang ini adalah seorang mata-mata kepercayaan Puteri Maimi yang segera bergegas pulang untuk memberi laporan kepada Puteri Maimi. Puteri Maimi memang mendengar dari Siauw Cin dan Siauw Lin bahwa mereka hendak memaksa Tiong Sin mengawini mereka. Mendengar ini, Puteri Maimi lalu mengutus seorang kepercayaannya untuk membayangi dua orang gadis kembar itu sehingga akhirnya mata-mata itu melihat sendiri betapa dua orang gadis kembar itu bersama ayahnya tewas terbunuh oleh Bu Tiong Sin.

   Biarpun alasan yang dikemukakan Tiong Sin itu dapat diterimanya, namun mulai hari itu, Yuci makin merasa curiga kepada Tiong Sin. Kesan yang didapat dari pemuda itu buruk. Mungkin saja dua orang gadis Han kembar itu menggunakan siasat, sengaja memikat untuk memaksa Tiong Sin menjadi suami mereka. Dia tidak tahu benar karena menurut pendapatnya orang-orang Han mempunyai banyak akal bulus dan licik! Betapapun juga, perbuatan Tiong Sin membunuh dua orang gadis yang semalam telah menjadi kekasihnya itu merupakan perbuatan yang kejam.

   Pemuda itu, biarpun nampaknya halus dan ramah, ternyata memiliki dasar watak kejam. Mulailah dia percaya akan bisikan Maimi bahwa Tiong Sin bukan orang baik-baik dan hal ini dicatatnya di dalam hatinya. Dia yang akan selalu mengawasi Tiong Sin! Jenghis Khan ternyata merupakan seorang pemimpin yang amat pandai. Dia tidak tergesa-gesa dalam penyerbuannya ke selatan, melainkan telah direncanakan jauh hari sebelumnya.

   Dia menghubungi bukan saja suku bangsa Liao-tung, akan tetapi juga dengan semua kelompok dan suku yang tinggal di perbatasan dekat Tembok Besar, di sebelan luar maupun dalam. Jenghis Khan menyebar banyak mata-mata yang pandai sampai jauh ke sebelah selatan Tembok Besar. Setelah semua persiapan matang, barulah dia turun tangan. Pangeran Pang Sun di Liao-tung diberi tugas untuk membantu penyerbuan ke daerah Kerajaan Cin di selatan, bertugas pula menyelundup dan membukakan pintu-pintu gerbang Tembok Besar setelah membinasakan para perajurit penjaga dari Kerajaan Cin.

   Setelah saat yang diperhitungkannya masak-masak tiba, Jenghis Khan mulai dengan penyerbuannya. Pertama-tama dikirimkannya pasukan-pasukan pelopor yang terdiri dari dua ratus orang perajurit. Mereka ini merupakan perajurit-perajurit pilihan yang sanggup mengadakan operasi berdua-dua saja, berpencaran memasuki daerah musuh. Di belakang pasukan pelopor ini bergerak barisan depan dari balatentara Jenghis Khan, terdiri dari tiga puluh ribu perajurit pilihan yang berkuda dengan kuda-kuda yang baik pula.

   Bahkan setiap orang perajurit membawa dua ekor kuda sebagai cadangan. Pasukan yang merupakan pendobrak bagian depan ini dipimpin oleh tiga orang panglima yang gemblengan, yaitu Panglima Chepe Noyon yang gagah perkasa, juga Panglima Tua Munuli yang sudah memiliki banyak sekali pengalaman dalam perang dan seorang panglima muda, yaitu Sobutei yang berkobar semangatnya, cerdik dan pandai bersiasat pula.

   Sesudah barisan depan ini, barulah bergerak barisan besar yang dipimpin sendiri oleh Jenghis Khan. Induk tentara ini melalui dataran tinggi yang tandus menimbulkan awan debu tinggi, bagaikan semut saja dengan jumlah mereka yang kurang lebih seratus ribu orang Mereka terdiri dari orang-orang Mongol berbagai suku, namun yang terutama adalah orang Yakka Mongol yang telah lama mengabdi kepada Jenghis Khan. Barisan inti ini mengadakan hubungan yang baik dan tidak pernah terputus dengan barisan depan yang dipimpin Chepe Noyon dan kawan-kawannya. Jenghis Khan sendiri memimpin sebagai intinya didampingi putera bungsunya yang bernama Tuli.

   Semua puteri Jenghis Khan sejak muda memang digembleng untuk menjadi seorang ahli perang.Jenghis Khan sendiri dilindungi oleh barisan pengawal yang terdiri dari seribu orang perajurit. Pasukan pengawal ini tentu saja merupakan orang-orang pilihan dan mereka semua menunggang kuda hitam yang diperlengkapi dengan baju perang dari kulit. Demikianlah, bagaikan gelombang badai mengamuk, barisan itu memasuki Tembok Besar. Dengan amat mudah mereka masuk melewati pintu-pintu gerbang yang sudah dibuka oleh orang-orang Liao-tung dan tak seorang pun perajurit Mongol tewas! Begitu mudahnya mereka melewati Tembok Besar yang dahulu oleh para kaisar selatan dibangun dengan mengorbankan jutaan nyawa manusia, dibangun dengan maksud membendung ancaman dan utara.

   Ternyata kini, Tembok Besar itu tidak ada gunanya sama sekali dan barisan Jenghis Khan dapat melewatinya tanpa korban seorang pun perajurit! Setelah memasuki tembok, barisan Jenghis Khan, lalu dibagi-bagi menjadi pasukan-pasukan yang melakukan penyusupan ke daerah-daerah yang memang sudah ditentukan semula sesuai dengan rencana. Inilah hasil dari penyusupan banyak mata-mata sehingga mereka sudah mempelajari daerah mana yang lemah pertahanannya dan mana yang harus lebih dulu digempur. Bagian yang pertama dimasuki adalan Shan-si dan daerah Ci-li.

   Para pasukan penjaga garis depan dan Kerajaan Cin tertimpa malapetaka hebat. Mereka adalah perajurit-perajurit penjaga tanpa kuda dan tempat penjagaan mereka terpencar-pencar. Terjadilah kontak pertama yang sama sekali tidak seimbang. Pasukan berkuda Jenghis Khan melarikan kuda mereka secepat angin mengelilingi musuh sambil melepas anak panah dari atas kuda. Tentu saja pasukan infanteri musuh yang rapat itu tak dapat banyak berdaya dan berjatuhanlah banyak sekali korban antara mereka. Baru setelah terjadi kontak pertama itu, para pasukan penjaga menjadi panik dan mereka menyusun kekuatan untuk; menghadapi penyerbuan musuh yang tiba-tiba itu.

   Ada pula yang segera mengirim berita ke selatan untuk minta balebantuan ke markas besar pasukan penjaga di utara. Sementara itu, barisan penjaga yang ada mengadakan perlawanan mati-matian dan sia-sia. Mereka itu kalah segala-galanya. Kalah semangat, kalah perlengkapan dan kalah nekat, juga kalah pengalaman dibandingkan dengan para perajurit Jenghis Khan yang rata-rata adalah tukang-tukang berkelahi itu!

   Jenghis Khan berterima kasih kepada bangsa Liao-tung yang ternyata memegang janji dan mereka itu berjasa besar dalam pembukaan pintu-pintu gerbang Tembok Besar sehingga memudahkan barisan besar Jenghis Khan untuk masuk ke sebelah selatan tembok. Oleh karena itu, Jengnis Khan mengutus Yuci dan Tiong Sin lagi untuk menyampaikan terima kasihnya kepada Pangeran Pang Sun dan menjanjikan kedudukan tinggi kalau kelak peperangan telah selesai dan berhasil baik.

   Dengan membawa sepasukan tentara, berangkatlah Yuci dan Tiong Sin memasuki perkampungan Liao-tung. Selain menyampaikan pesan kaisar besar Jenghis Khan, juga Yuci yang sudah menyampaikan surat Pangeran Pang Sun kepada ayahnya mengenai ikatan perjodohan, kini membawa pula surat balasan ayahnya, Chepe Noyon yang sedang memimpin pasukan, yang menyatakan persetujuannya bahwa puteranya, Yuci, dijodohkan dengan Maimi, puteri Pangeran

   (Lanjut ke Jilid 17)

   Pedang Asmara (Cerita Lepas)

   Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 17

   Pang Sun. Pertunangan itu boleh diresmikan dan pernikahannya menanti kalau tugas penyerbuan ke selatan sudah selesai. Kedatangan pasukan yang dipimpin Yuci dan Tiong Sin disambut meriah oleh orang-orang Liao-tung.

   Mereka bergembira ria karena kemenangan barisan Jenghis Khan yang sudah mulai menyusup jauh ke selatan itu. Pasukan Liao-tun ada yang bergabung dan ikut menyerbu ke selatan, akan tetapi sebagian tinggal di perbatasan untuk menjaga daerah yang sudah dikuasai pasukan Jenghis Khan. Pangeran Pang Sun sendiri bersama isteri dan puterinya keluar menyambut kunjungan Yuci dengan gembira. Akan tetapi ketika mereka melihat Tiong Sin, wajah mereka menunjukkan ketidaksenangan. Bahkan ketika Tiong Sin memberi hormat, Pangeran Pang Sun dan isterinya tidak mau membalas. Pangeran itu mendekati Yuci dan berkata lirih.

   "Ananda Yuci, kenapa dia ikut-ikutan pula ke sini? Kami tidak mungkin dapat menerimanya!"

   Yuci terkejut mendengar ini dan dia pun berbisik.

   "Kenapa, Paman?"

   Biarpun suaranya masih lirih agar tidak terdengar banyak orang, pangeran itu menjawab dengan sinar mata marah ditujukan kepada Tiong Sin.

   "Dia telah membunuh pembantuku dan sahabatku Siauw Kan dan dua orang puteri kembarnya."

   Tentu saja Yuci terkejut setengah mati mendengar bahwa rahasia itu tentu diketahui oleh calon mertuanya.

   "Paman dan Bibi, juga engkau dinda, Maimi, mari kita bicara di dalam. Aku dapat menjelaskan urusan itu."

   "Hemmm, baik, ananda Yuci. Akan tetapi ia tidak boleh masuk ke dalam rumah kami sebelum kami mendengar penjelasan yang memuaskan hati."

   Yuci menjadi bingung, akan tetapi Tiong Sin yang juga mendengarkan percakapan itu, tersenyum dan berkata.

   "Yuci, engkau masuklah dan biarkan aku menanti di luar saja bersama pasukan kita. Aku pun ingin melihat-lihat di sini."

   Tanpa banyak cakap lagi Yuci lalu mengikuti keluarga calon isterinya rnasuk ke dalam gedung, sedangkan Tiong Sin tinggal di luar, bahkan lalu berjalan-jalan meninggalkan pasukan. Biarpun dia kelihatan tenang saja. namun di dalam hatinya dia amat gelisah. Rahasia pembunuhan terhadap dua orang gadis kembar dan ayah mereka telah diketahui, dan hal itu berarti bahaya besar baginya. Kalau tuan rumah mengerahkan pasukan untuk menangkapnya atau membunuhnya, tentu Yuci tidak akan melindunginya, dan pasukannya pun tidak akan mau bergerak membelanya tanpa perintah Yuci! Dia seorang diri mana mungkin akan mampu menyelamatkan diri?

   Sementara itu, dengan jantung berdebar Yuci masuk ke ruangan dalam bersama keluarga tunangannya. Diam diam dia mengerjakan pikirannya. Apa yang harus dia lakukan dalam menghadapi keadaan ini? Pembunuhan yang dilakukan Tiong Sin terhadap dua orang gadis kembar dan ayah mereka itu telah diketahui oleh Maimi dan orang tuanya!

   Setelah mereka duduk mengeliling meja dan semua pelayan disuruh keluar, hanya empat orang di antara mereka, yaitu Maimi dan ayah ibunya, dan Yuci, pemuda ini lalu berkata dengan lembut.

   "Sebelum membicarakan urusan orung lain, sebaiknya kalau saya mulai dengan urusan kita lebih dulu."

   Dia mengeluarkan surat balasan ayahnya dan menyerahkannya kepada Pangeran Pang Sun. Surat itu berbunyi antara lain bahwa Panglima Chepe Noyon menyetujui perjodohan antara puteranya dan puteri Pangeran Pang Sun, akan tetapi minta agar pelaksanaan pernikahannya dilakukan setelah perang selesai, atau setelah Kerajaan Cin berhasil ditundukkan!

   "Ayah berkata bahwa seorang perajurit sejati selalu menaruh kepentingan pribadinya di bawah kepentingan Negara. Karena negara sedang perang, maka tidak sepatutnya kalau pernikahan dilangsungkan sebelum perang selesai dengan kemenangan. Saya harap Paman dan Bibi, juga dinda Maimi setuju dengan pendapat ayah ini."

   Pangeran Pang Sun dan isterinya mengangguk.

   "Kami menghargai pendapat ayahmu. Memang sebaiknya demikianlah. Melihat kekuatan balatentara Yang Mulia Jenghis Khan, saya yakin bahwa dalam waktu dekat Kerajaan Cin akan dapat ditundukkan. Dan sesudah itu, kita merayakan pernikahan kalian sekalian merayakan kemenangan kita bersama!"

   Setelah menceritakan sedikit jalannya pertempuran di mana dia ikut juga memimpin pasukan, Yuci lalu berkata.

   "Nah, sekarang kita bicarakan tentang Bu Tiong Sin."

   "Sudah kukatakan bahwa dia bukan manusia baik-baik,"

   Maimi berkata dengan cemberut.

   "Terbuktilah kini, dia membunuh dengan kejam dua orang pembantuku dan juga ayah mereka. Padahal, Siauw Cin dan Siauw Lin itu adalah kakak beradik kembar yang seperti saudaraku sendiri!"

   Jelas terkandung kemarahan dan sakit hati dalam ucapan Puteri Maimi itu.

   Yuci menarik napas punjang. Tiong Sin ternyata membuat gara-gara saja dan dialah yang merasa amat tidak enak terhadap tunangan dan orang tuanya. Juga peristiwa ini sungguh amat berbahaya, dapat merenggangkan hubungan yang sudah terjalin demikian baiknya antara bangsa Mongol dan suku Liao-tung.

   "Aku merasa menyesal sekali datang terlambat dan tidak sempat mencegah terjadinya pembunuhan itu. Aku dan pasukanku juga terkejut dan memaksa Tiong Sin membuat pengakuan mengapa dia melakukan hal itu, kalau dia tidak mau mengaku, aku akan menjadikannya tawanan untuk diadili olen Sribaginda sendiri."

   "Dan dia membuat pengakuan?"

   Maimi bertanya, agak cepat karena jantungnya berdebar tegang, khawatir kalau-kalau Tiong Sin mengakui semuanya, bahwa bukan hanya Siauw Cin dan Siauw Lin yang menjadi korban, melainkan ia sendiri juga!

   Yuci mengangguk. Terpaksa dia harus menceritakan sikap yang tidak patut dari kedua orang gadis itu, bukan sekali-kali untuk membela Tiong Sin, melainkan untuk membela diri mengapa dia membiarkan saja Tiong Sin dan tidak menentangnya.

   "Dia menceritakan bahwa dua orang gadis Han itu jatuh cinta kepadanya dan..... mereka menyerahkan diri kepada Tiong Sin. Setelah kami berangkat meninggalkan tempat ini, di tengah perjalanan, dua orang gadis Han itu bersama ayah mereka menyusul dan mereka minta bicara sendiri dengan Tiong Sin. Kami hanya melihut dari jauh. Menurut keterangan Tiong Sin, dua orang gadis itu dan ayah mereka memaksa kepada Tiong Sin untuk mengawini mereka. Dia menolak dan dia pun diserang oleh mereka bertiga. Tiong Sin membela diri dan cepat sekali tiga orang itu roboh dan tewas, kami tidak sempat mencegahnya. Dan kami memang melihat sendiri bahwa mereka yang lebih dulu menyerang."

   "Dia bohong! Memang manusia jahat sekali Bu Tiong Sin itu! Ceritanya itu semua bohong!"

   "Bohong? Apa yang kau maksudkan, dinda Maimi?"

   Tanya Yuci dengan heran.

   "Siauw Cin dan Siauw Lin telah membuat pengakuan kepadaku sambil menangis bahwa pada malam harinya setelah kami menerima kunjungan kalian, iblis jahat Tiong Sin itu telah memasuki tenda mereka dan menculik mereka keluar, lalu memperkosa mereka. Tentu saja aku hendak merahasiakan aib yang menimpa diri mereka, hanya memesan kepadamu agar berhati-hati karena iblis itu jahat dan berbahaya. Kemudian, ketika rombonganmu meninggalkan kami, aku melihat Siauw Cin dan Siauw Lin menyelinap pergi. Aku merasa curiga dan diam-diam aku menyuruh seorang pembantu memata-matai mereka dan pembantuku itulah yang melihat betapa dua orang gadis itu bersama ayah mereka dibunuh oleh Tiong Sin."

   Mendengar keterangan ini, wajah Yuci menjadi merah sekali. Dahulu dia memang percaya kepada keterangan Tiong Sin karena menganggap hal itu masuk akal. Tidak mustahil seorang pemuda setampan dan segagah Tiong Sin akan menarik perhatian dua orang gadis kembar itu yang jatuh cinta. Akan tetapi, dengan adanya keterangan dari Maimi, tentu saja semua keterangan Tiong Sin itu tidak ada artinya lagi. Tentu saja dia lebih percaya akan kebenaran keterangan tunangannya.

   "Keparat! Kalau begitu dia telah melakukan kejahatan! Aku akan menangkapnya dan menyerahkannya kepada Paman Pangeran untuk diadili!"

   Setelah berkata demikian, Yuci berlari keluar dan mencari-cari. Akan tetapi Tiong Sin tidak nampak bayangannya! Ketika Yuci bertanya-tanya, dia mendengar bahwa Tiong Sin baru saja pergi meninggalkan tempat itu menuju ke selatan.

   Dengan marah Yuci lalu mengumpulkan tiga puluh orang anak buahnya, dan dengan pasukan berkuda ini, dia lalu melakukan pengejaran ke selatan. Tiong Sin memang telah melarikan diri. Pemuda ini merasa tidak enak sekali ketika Yuci tidak mengajaknya melakukan pembicaraan dengan Pangeran Pang Sun dan dia sudah mulai curiga melihat sikap ayah Maimi itu.

   Bukan saja rahasianya membunuh dua orang gadis kembar dan ayah mereka telah ketahuan, namun agaknya peristiwa malam itu juga telah diketahui. Dia tahu bahwa kalau sampai dia diserang di situ, dia takkan mampu menyelamatkan diri. Sebagai seorang yang tergolong penting, dengan alasan ada keperluan mendesak dengan Yuci, tidak sukar bagi Tiong Sin untuk memasuki rumah Pangeran Pang Sun. Para petugas jaga sudah mengenal dia sebagai tamu agung, maka mereka bahkan memberi hormat ketika Tiong Sin masuk. Pemuda ini menyelinap dan ketika berada di luar ruangan di mana Yuci bercakap-cakap dengan keluarga itu, dia berhenti dan mendengarkan. Ketika dia mendengar laporan Maimi tentang dirinya, bahkan dengan jelas mendengar nada suara penuh sakit hati dari puteri itu, bahwa dia telah memperkosa dua orang gadis kembar, tahulah dia banwa dia berada dalam bahaya.

   Cepat dia keluar dan setelah tiba di luar, tanpa pamit dia lalu pergi meninggalkan tempat itu. Persetan dengan kedudukan dan kemuliaan yang dijanjikan Jenghis Khan kepadanya. Pertama Jenghis Khan adalah seorang Mongol, bukan bangsa Han dan belum tentu akan memberikan kedudukan tinggi kepada seorang Han. Kedua, setelah terjadi peristiwa dengan gadis-gadis di suku Liao-tung itu, tentu dia mendapat nama buruk dan mungkin akan mendapat marah dan hukuman pula dari Jenghis Khan. Dan dia pun tidak begitu tertarik dengan perang-perangan itu, terlalu berbahaya baginya dengan harapan balas jasa yang belum menentu.

   Bagaimana kalau pasukan Jenghis Khan kalah? Tentu dia tidak mendapatkan apa-apa dan dia selalu terancam maut dalam perang itu. Akan tetapi, baru saja dia mulai mendaki sebuah bukit, tiba-tiba saja dia mendengar derap kaki kuda di belakang nya dan tak lama kemudian, Yuci bersama tiga puluh orang perajurit telah berloncatan dari atas kuda dan mengepungnya, Tiong Sin masih bersikap tenang dan dia pura-pura merasa heran.

   "Yuci, apa yang kau lakukan ini?"

   "Bu Tiong Sin, manusia jahat! Tidak perlu lagi engkau berpura-pura, menyerahlah untuk kutangkap dan kuserahkan kepada Paman Pangeran agar perbuatanmu yang terkutuk itu dapat diadili!" "Hemmm, Yuci! Perbuatan terkutuk yang bagaimana maksudmu?"

   "Keparat Engkau telah memperkosa dua orang gadis kembar, kemudian ketika mereka menuntut, engkau malah membunuh mereka dan ayah mereka! Menyerahlah!"

   Tiong Sin tertawa.

   "Ha-ha-ha, Yuci, mengapa engkau begini bodoh? Dengan mudah saja aku dapat memperoleh wanita cantik yang kusukai, untuk apa aku harus melakukan perkosaan? Apalagi terhadap gadis-gadis Liao-tung yang sedang didekati oleh Sribaginda Jenghis Khan? Tidak, aku tidak memperkosa mereka. Engkau ditipu oleh Puteri Maimi, calon isterimu itu. Aku tidak memperkosa, akan tetapi mereka berdua, gadis kembar itu, menyerahkan diri dengan suka rela."

   "Bohong.....!"

   "Sama sekali tidak, karena aku mempunyai saksi. Saksinya adalah Puteri Maimi sendiri! Ia tahu benar bahwa aku tidak memperkosa dua orang gadis kembar itu, melainkan kami melakukan hubungan atas dasar suka sama suka, secara suka rela....."

   "Tiong Sin! Apa maksudmu bahwa dinda Maimi menjadi saksi?"

   Yuci berseru, lebih merasa terkejut dan heran daripada marah.

   Tiong Sin tersenyum. Tiba saatnya untuk membalas dendam kepada Puteri Maimi itu yang membuka rahasianya.

   "Apa maksudku? Jelas, karena Maimi sendiri juga ikut dalam pesta permainan cinta itu. Ha ha ha, bahkan ialah yang lebih dulu menyerahkan diri dengan suka rela kepadaku! Kalau tidak percaya, kau tanya padanya! Engkau akan mengawini seorang gadis yang bukan perawan lagi, Yuci!"

   "Keparat jahanam!"

   Yuci. membentak marah.

   "Serang dan bunun dia!"

   Perintahnya kepada anak buahnya. Dan Tiong Sin terpaksa harus memutar pedangnya untuk melindungi dirinya ketika hujan senjata datang menyerangnya.

   Akan tetapi, tiga puluh orang perajurit yang dibawa Yuci adalah perajurit pilihan sehingga betapapun lihainya Tiong Sin memutar pedangnya, tetap saja dia terdesak dan terhimpit. Apalagi Yuci selalu menyerangnya dengan luncuran anak panah yang amat berbahaya. Sudah dua batang anak panah yang dilepas Yuci, dapat ditangkisnya dan anak panah itu menyeleweng dan mengenai dua orang perajurit sendiri sehingga mereka itu roboh dan tewas. Lebih banyak lagi yang dielakkan oleh Tiong Sin. Pemuda ini mulai menjadi panik. Sukar baginya untuk dapat membobolkan kepungan itu, apalagi dia tahu bahwa kalau dia melarikan diri tentu Yuci dan pasukannya akan mengejar dan mempergunakan anak panah, dan hal ini akan berarti dia celaka.

   Pada saat itu, kembali para perajurit menerjangnya dari empat penjuru. Ketika dia memutar pedang menangkis, empat orang itu terpental dan mereka melemparkan tubuh ke belakang, dan empat orang perajurit lain telah menggantikan tempat mereka dan menyerang. Ketika Tiong Sin menangkis lagi, kembali yang empat ini digantikan empat orang lain. Terkejutlah Tiong Sin. Dengan cara demikian, dia tidak akan pernah berhenti tergerak dan tentu dia akan kehabisan tenaga. Maka, begitu ada empat orang lain menyerang lagi, dia bukan saja mengelak dan. menangkis, juga pedangnya berkelebat cepat, membalas serangan dan empat orang itu pun mengeluh dan roboh mandi darah.

   Akan tetapi, pada saat Tiong Sin sibuk membalas serangan, daya tahannya berkurang dan pada saat itulah, melalui suatu "lubang", sebatang anak panah menerobos masuk dan tahu-tahu telah menancap dan menembus paha kiri Tiong Sin! Kiranya Yuci memang mempergunakan siasat itu sambil mengintai dan membidikkan anak panahnya dan pada saat yang tepat, mencari lubang dan menyerang dengan tiba-tiba, sehingga dia berhasil melukai paha Tiong Sin walaupun untuk itu dia harus mengorbankan empat orang anak buahnya.

   "Aduhhh.....!"

   Tiong Sin berseru kaget. Maklum bahwa keadaannya amat berbahaya, dan melarikan diri takkan ada gunanya, dia lalu mengamuk! Pedangnya berkelebat dengan kecepatan kilat, membentuk gulungan sinar yang membungkus dirinya. Yuci maklum akan kelihaian bekas rekan ini, maka pemuda yang cerdik dan pandai dalam hal ilmu perang ini berseru.

   "Longgarkan kepungan, kita serang dengan anak panah!"

   Yuci memang cerdik sekali. Dia tidak ingin kehilangan lebih banyak anak buah lagi, maka dia perintahkan agar kepungan dilonggarkan. Dengan kepungan jarak jauh ini, pedang di tangan Tiong Sin tidak akan mampu melukai anak buahnya, dan sebaliknya, Tiong Sin. harus terus menggerakkan pedang untuk melindungi tubuhnya dari sambaran anak panah. Kalau hal ini terus berlangsung, tak lama lagi Tiong Sin akan kehabisan napas dan akan roboh sendiri!

   Tiong Sin makin kaget. Dia tadinya ingin mengadu nyawa, kalau mungkin, sebelum dia roboh, dia harus dapat membunuh Yuci terlebih dahulu. Akan tetapi, kini Yuci mengadakan pengepungan jarak jauh dan dia pun tahu apa artinya itu. Artinya, dia tidak akan mampu membalas, dan akhirnya dia akan roboh, oleh anak panah para pengeroyoknya atau oleh karena kehabisan tenaga. Dia menjadi semakin panik.

   Pada saat yang amat gawat bagi keselamatan Tiong Sin itu, tiba-tiba saja muncul seorang kakek berusia enam puluh tahun. Tubuhnya tinggi kurus dan wajahnya suram muram dan dingin. Dia muncul bersama seorang gadis berusia kurang lebih delapan belas tahun, gadis yang berpakaian mewah dan indah, wajahnya manis sekali dan begitu mereka muncul, keduanya sudah menggerakkan golok di tangan mereka dan para pengepung kocar-kacir! Lebih lagi golok di tangan kakek itu, sebatang golok yang ketika diputar mengeluarkan sinar putih dan yang lebih menyeramkan, golok ini mengeluarkan hawa dingin yang membuat orang yang berada di dekatnya menggigil! Dalam waktu singkat, belasan orang pengeroyok roboh tewas.

   Melihat ini, Yuci lalu memberi aba-aba agar sisa anak buahnya mundur, dan memimpin mereka untuk melarikan diri. Yuci maklum bahwa kalau dilanjutkan, semua anak buahnya akan tewas dan dia sendiri pun tidak akan menang, maka dia memimpin sisa anak buahnya mundur untuk mencari bala bantuan. Untuk menghadapi Tiong Sin dan dua orang pembantu yang sakti itu, dia harus mengerahkan lebih banyak anak buahnya! Kakek dan gadis itu tidak mempedulikan mereka yang melarikan diri. Mereka menghampiri Tiong Sin. Pemuda ini sudah menyarungkan pedangnya, berdiri dengan tegak. Anak panah menancap dan menembus paha kirinya. Ketika dia mencoba melangkah, tubuhnya terhuyung, maka dia pun berdiri tegak saja dan hanya memandang kepada dua orang yang menghampirinya itu. Dia tidak tahu siapa mereka, akan tetapi jelas merekalah yang menyelamatkan dirinya, maka dia pun segera memberi hormat dengan kedua tangannya.

   "Aku Bu Tiong Sin menghaturkan terima kasih kepada Lo-cian-pwe (Orang Tua Gagah) dan kepada Li-hiap (Nona Pendekar) yang telah menyelamatkan nyawaku dari tangan orang-orang Mongol itu!"

   Dia sengaja menyebut orangorang Mongol karena dia merasa yakin, melihat wajah dan pakaian mereka bahwa kekek dan gadis itu tentulan orangorang Han.

   Akan tetapi, kakek dan gadis itu tidak menjawab, juga tidak membalas penghormatannya. Terutama kakek itu, sikapnya sungguh membuat Tiong Sin bergidik. Kakek itu tubuhnya kurus kering seperti tinggal tulang terbungkus kulit, mukanya kerlputan dan matanya nampak cekung. Muka seperti tengkorak, apalagi mulut itu selalu cemberut, mata itu selalu sayu dan muram. Wajah yang dingin! Dalam pandang mata itu terpancar keangkuhan dan ketinggian hati bercampur kekerasan.

   Gadis di sampingnya memiliki wajah yang manis, dan biarpun pakaiannya mewah dan tubuhnya penuh perhiasan, namun mata Tiong Sin yang berpengalaman dapat melihat bahwa di balik pakaian itu terdapat tubuh yang bentuknya indah menggairahkan. Akan tetapi, juga gadis ini memiliki sikap dan pandang mata yang dingin. Begitu dinginnya membuat Tiong Sin sendiri bergidik, seolah-olah dia menghadapi dua orang yang bangkit dari kubur, walaupun gadis itu memiliki bibir kemerahan dan wajah yang manis segar.

   "Kui Lan, kita apakan dia ini? Kita bunuh sajakah?"

   Pertanyaan itu keluar dengan suara yang datar dan dingin menyeramkan dan juga teramat mengejutkan hati Tiong Sin.

   "Jangan, Ayah."

   Kata gadis itu, juga dengan suara dingin, seolah-olah tidak peduli dan membicarakan urusan kecil, bukan mati hidupnya seseorang.

   "Kita sudah kepalang menolongnya, kenapa tidak membawanya pergi dan mengobati lukanya?"

   "Huh, merepotkan saja....."

   Kakek itu mencela. Dengan hati gelisah bukan main, dan dia maklum bahwa dia berhadapan dengan dua orang manusia aneh, Tiong Sin lalu menjatuhkan dirinya berlutut, bukan hanya karena gelisah, akan tetapi juga karena pahanya terasa nyeri bukan main dan terdorong pula oleh kecerdikannya.

   "Mohon pertolongan Lo-cian-pwe dan Li-hiap. Kalau orang-orang Mongol itu datang kembali, aku tentu mereka bunuh. Aku tidak berdaya karena terluka. Kalau Ji-wi (Kalian Berdua) sudi menolongku, aku Bu Tiong Sin berjanji akan mentaati segala perintah Jiwi."

   "Huh, janji palsu....."

   Kakek itu menggerutu.

   "Kui Lan, kita bunuh saja orang ini dan kita pergi....."

   "Tidak, Ayah. Panggullah dia dan kita bawa pergi, siapa tahu kelak dia berguna bagi Ayah. Jangan kepalang tanggung menolong, Ayah. Hayolah!"

   Biarpun dengan sikap tak senang, kakek itu lalu menggerakkan tangannya cepat sekali dan tahu-tahu Tiong Sin merasa tubuhnya lemas karena tertotok Dia terkejut bukan main, akan tetapi di lain saat, tubuhnya telah dipanggul oleh kakek itu dan dibawa lari. Gadis itu lari di sampingnya dan melihat cara kedua orang itu lari, diam-diam Tiong Sin merasa kagum.

   Mereka lari seperti terbang saja! Dan. dia pun merasa gembira bukan main. Ingin rasanya dia dapat bergerak untuk merangkul dan mencium bibir yang kemerahan itu, bibir yang telah menyelamatkannya karena tanpa adanya bibir manis itu yang meminta, tentu sekarang dia telah mati konyol di bawah tangan kakek yang kejam dan berwatak dingin seperii salju ini! Ketika Yuci datang kembali ke tempat itu bersama seratus orang lebih pasukan pilihan, dia tidak menemukan lagi Tiong Sin dan dua orang penolongnya itu. Mereka pergi tanpa meninggalkan jejak, dan terpaksa, dengan hati mengkal Yuci menyuruh anak buahnya mengubur mereka yang tewas dan mengobati mereka yang terluka.

   Yuci merasa penasaran bukan main. bukan saja karena Tiong Sin berhasil melarikan diri, akan tetapi juga apa yang didengarnya dari Tiong Sin. Maimi juga telah menyerahkan dirinya kepada Tiong Sin? "Engkau akan mengawini gadis yang tidak perawan lagi, Yuci!"

   

Pendekar Lembah Naga Karya Kho Ping Hoo Antara Dendam Dan Asmara Karya Kho Ping Hoo Kisah Pendekar Bongkok Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini