Pedang Asmara 32
Pedang Asmara Karya Kho Ping Hoo Bagian 32
Tiong Sin terkejut.
Juga Pak Ong dan puterinya memandang heran.
"Nam Tok, bagaimana engkau mengetahui nama dan marga muridku?"
Nam Tok tertawa bergelak.
"Ha-ha-ha, andaikata dia seorang pemuda yang belum terkenal sekalipun, kalau dia memiliki Pedang Dewa Hijau, dia tentu akan segera dikenal semua orang. Pak Ong, engkau sungguh beruntung mempunyai seorang murid pria yang begini tampan dan gagah, apalagi dia memiliki Pedang Dewa Hijau atau Pedang Asmara. Hebat! Orang muda, aku ingin melihat pedangmu sebentar!"
Tentu saja Bu Tiong Sin terkejut dan tidak rela menyerahkan pedangnya dilihat oleh seorang di antara empat datuk sesat itu. Bagaimana kalau pedang itu tidak dikembalikan kepadanya? Akan tetapi karena tidak berani menolak begitu saja dia lalu menoleh kepada gurunya. Melihat sikap muridnya, Pak Ong tertawa bergelak "Ha-ha-ha, Tiong Sin. Nam Tok suka padamu dan ingin melihat pedangmu. Berikan saja, dialah satu di antara orang orang yang boleh kaupercaya sepenuhnya di dunia ini, ha-ha-ha!"
Tiong Sin cepat melepaskan ikatan sarung pedangnya dan mengambil pedang berikut sarungnya, diserahkan kepada Nam Tok dengan kedua tangan dan dengan sikap hormat sekali. Nam Tok girang, akan tetapi juga merasa tak berdaya oleh ucapan Pak Ong tadi. Kalau saja Tiong Sin tidak menyerahkan pedangnya, dan dia sampai mengambilnya dengan kekerasan, maka boleh jadi pedang itu tidak akan dikembalikannya lagi. Akan tetapi karena Pak Ong sudah "menghadangnya"
Dengan ucapan seperti itu dan Tiong Sin menyerahkan dengan rela dan hormat, tidak ada jalan lain baginya kecuali benar-benar hanya ingin melihat pedang pusaka itu.
Nam Tok menerimanya dengan sikap sambil lalu, kemudian mencabut pedang itu. Begitu tercabut, kedua matanya bersinar sinar penuh kekaguman dan dia mendekatkan pedang itu depan hidungnya, dan mengangguk-angguk.
"Pedang Batu Dewa Hijau aseli, pedang yang baik sekali mempunyai pedang pusaka seperti ini, dan engkau Pak Ong, engkau sungguh beruntung mempunyai murid seperti Bu Tiong Sin!"
"Nam Tok, engkau lebih beruntung lagi kalau mempunyai mantu seperti dia!"
Mendengar ini, Nam Tok menoleh, memandang Pak Ong dengan sinar mata tajam dan alis berkerut.
"Pak Ong, apa maksud ucapanmu itu?"
"Nam Tok, bukankah anakmu Ang Siang Bwee itu sudah dewasa? Nah, bagaimana kalau ia dijodohkan dengan muridku. Bu Tiong Sin ini? Kukira akan sukar bagimu untuk mendapatkan mantu yang lebih baik dari dia, apalagi dia memiliki Pedang Asmara!"
Kerut-merut di antara kedua alis Nam Tok makin mendalam dan sinar matanya semakin tajam.
"Pak Ong, apa artinya pelamaran tiba-tiba ini? Mantuku harus mampu mengalahkan aku!"
Tiong Sin terkejut sekali. Tak disangkanya bahwa gurunya melamarkan anak orang begitu saja tanpa bertanya kepadanya lebih dulu. Akan tetapi dia pernah berjumpa dengan Ang Siang Bwee dan.....hemmm, tentu saja dia tidak akan menolak kalau dijodohkan dengan gadis yang manis sekali itu! Tadinya dia tertarik kepada Ji Kui Lan puteri gurunya, akan tetapi setelah dia berhasil menggauli Kui Lan, daya tarik gadis ini menjadi hambar dan dia tidak merasa mencinta lagi. Yang amat mengejutkan hatinya adalah mendengar syarat yang diajukan Nam Tok. Dia harus mengalahkan Nam Tok? Wahhh, berat! Gurunya sendiri pun hanya setingkat dengan Nam Tok dan belum tentu dapat mengalahkannya.
"Ha ha ha, Nam Tok. Apakah engkau ingin puterimu menjadi seorang perawan yang selamanya tidak akan menikah? Mana ada pemuda yang mampu mengalahkan engkau? Syaratmu itu tidak adil. Sepantasnya, mantumu harus mengalahkan puterimu, dan untuk menandingimu, mantumu bolen mewakilkan kepada gurunya. Jadi muda sama muda, tua lawan tua. Nah, bagaimana jawabanmu atas lamaranku tadi? Diterima atau tidak?"
Nam Tok masih mengerutkan alisnya, ragu-ragu. Dia teringat akan puterinya yang sudah mempunyai pilihan seorang pemuda, yaitu Kwee San Hong. Akan tetapi, San Hong tidak punya apa-apa. Sedangkan Tiong Sin selain mempunyai Pedang Asmara, juga menjadi murid yang disayangi Pak Ong!
"Nam Tok, kenapa engkau ragu-ragu? Usulku ini amat tepat. Setelah kini See Mo dan Tung Kiam bersekutu, kita dihadapkan lawan yang tangguh dan berbahaya. Kita harus juga bersatu menyusun tenaga. Kalau puterimu menjadi isteri muridku, berarti di antara kita terdapat ikatan yang kokoh kuat. Apalagi kalau engkau berkenan mengajarkan ilmu kepada muridku sebagai mantumu, dan aku mengajarkan ilmu kepada puterimu sebagai mantu murid, bukankah mereka berdua akan dapat mewakili kita untuk menghadapi persekutuan jahat itu? Maka akan dapat dikatakan bahwa Pak (Utara) telah bertemu dan bersatu dengan Nam (Selatan), maka siapa yang akan mampu menandingi kita? Ha-ha-ha!"
Nam Tok mengangguk-angguk dan dia pun tersenyum, tanda bahwa dia setuju sekali dengan pendapat rekannya itu. Akan tetapi, Nam Tok adalah seorang datuk besar yang amat cerdik, juga memiliki perhitungan yang matang sehingga tidak mau dirugikan. Biarpun dia setuju dengan pendapat Pak Ong akan tetapi dia merasa dikalahkan dalam hal martabat dan derajat. Dia menyerahkan anaknya perempuan, sedangkan Pak Ong hanya "mengeluarkan"
Seorang murid. Jadi, dalam persekutuan ini, dia mengeluarkan modal atau saham yang jauh lebih berharga dari Pak Ong. Dia rugi. Persekutuan itu dinikmati basilnya oleh kedua pihak, akan tetapi dia mengeluarkan modal berupa puterinya, sedangkan Pak Ong hanya muridnya. Dia sudah membuat pertimbangan dan perhitungan, lalu mengangguk-angguk tersenyum dengan wajah cerah.
"Bagus sekali usulmu itu, Pak Ong. Aku dapat menerima usulmu itu, dapat menerima lamaranmu, akan tetapi dengan dua syarat."
"Ha-ha-ha, pakai syarat segala! Baik, apa syarat-syaratnya itu? Asal dapat terjangkau olehku, dapat kulakukan dan tidak bertentangan dengan isi hatiku."
"Tentu saja dapat kaulakukan dan dapat kausetujui, kalau memang benar engkau ingin memperkuat persatuan antara kita, Pak Ong. Syarat pertama adalah tanda ikatan perjodohan antara puteri-ku dan muridmu ini. Aku minta tanda ikatan perjodohan itu berupa Pedang Asmara ini! Dan syarat ke dua, aku pun melamar puterimu ini untuk dijodohkan dengan seorang muridku!"
Pak Ong mengerutkan alisnya.
Syarat pertama tidak berat. Sudah sepatut Tiong Sin menyerahkan pedang pusakanya sebagai tanda ikatan jodoh karena sebagai gantinya dia akan menerima seorang isteri yang cantik manis dan pandai seperti Ang Siang Bwee! Akan tetapi syarat ke dua itulah yang berat. Dia belum tahu seperti apa murid laki-laki Nam Tok itu! Bagaimana dia dapat menerimanya kalau dia belum melihat pemuda macam apa yang akan menjadi suami puterinya? Nam Tok memandang sambil tersenyum puas. Kini keadaan menjadi terbalik sama sekali.
Dalam waktu singkat dia telah dapat mencari akal sehingga kini "transaksi"
Itu menguntungkan dia! Dia menyerahkan puterinya menjadi isteri Bu Tiong Sin bukan hal merugikan karena pemuda itu dia lihat cukup baik. Akan tetapi dia memperoleh banyak. Pertama, dia memperoleh Pedang Asmara. Kedua, dia akan dapat memisahkan puterinya dari San Hong karena San Hong inilah yang akan dijadikan "murid"
Dan dikawinkan dengan Kui Lan!
"Nanti dulu, Nam Tok. Sebelum aku mengambil keputusan, aku ingin bertanya dulu, sejak kapan engkau mempunyai murid laki-laki? Dan siapakah muridmu yang akan menjadi mantuku itu? Aku harus tahu lebih dulu siapa calon suami Kui Lan!"
"Ayah, aku tidak mau menikah dengan murid Paman Nam Tok yang belum kukenal bagaimana orangnya! Bagaimana kalau dia sudah tua, buruk dan kasar? Aku tidak sudi!"
Kui Lan berkata dengan sikap marah dan manja, membanting-banting kaki dan gerakan itu membuat pinggulnya bergoyang-goyang karena gadis ini sudah terbiasa menggoyang pinggul dalam latihan silat sejak kecil.
"Nah, kau dengar sendiri, Nam Tok. Kami harus tahu lebih dulu siapa muridmu itu. Engkau sendiri sudah melihat calon suami puterimu, maka sudah sepantasnya kalau kami melihat dulu muridmu sebelum kami mengambil keputusan tentang lamaranmu itu."
Nam Tok melotot.
"Tua bangka Pak Ong! Kau kira hanya engkau saja yang mampu mendapatkan murid seorang pemuda yang tampan dan gagah? Huh muridku tidak kalah tampan dan tidak kalah gagah dibandingkan muridmu ini. Namanya adalah Kwee San Hong dan....."
"Ahhh.. ..!" "Ehhh.....?" "Hemmm.....!"
Nam Tok menahan ucapannya dan memandang kepada mereka bertiga dengan heran.
"Kalian sudah mengenal San Hong?"
Tentu saja mereka bertiga sudah mengenalnya. Wajah Pak Ong berseri karena bagaimanapun juga, harus diakuinya bahwa San Hong seorang pemuda yang berbakat baik sekali, bahkan boleh dibilang pernah menjadi muridnya karena dia pernah menurunkan ilmunya kepada pemuda ini! Juga Kui Lan kini tersenyum dengan wajah cerah. Memang begitu bertemu dengan San Hong dan melihat kepandaian pemuda itu, dia sudah merasa tertarik dan kagum sekali. Dia merasa betapa San Hong lebih jantan daripada suhengnya, Bu Tiong Sin. Tentu saja hal ini pun timbul karena dia sudah merasa digauli suhengnya itu.
Segala macam nafsu memang selalu mendatangkan bosan. Apapun juga, kalau belum didapatkan, nampak amat indah menarik. Akan tetapi sekali didapatkan, kebosanan menyelinap sehingga yang tadinya menarik itu nampak buruk dibandingkan yang baru dan yang belum pernah didapatkan. Demikian pula dengan perasaan Kui Lan. Andaikata ia belum digauli Tiong Sin, belum tentu ia lebih suka memilih San Hong daripada Tiong Sin. Sedangkan Tiong Sin sendiri bersikap acuh, karena bukankah dia telah memperoleh pengganti Kui Lan yang lebih menarik, yaitu Ang Siang Bwee?
"Tentu saja kami sudah mengenal Kwee San Hong! Ha-ha-ha, kiranya dia itu muridmu? Akan tetapi mengapa dia mengaku murid Tung Kiam? Aih, dia malah sudah menerima latihan ilmu golok dariku!" "Ehnh? Kenapa bisa begitu?"
Nam Tok tertegun.
"Dia datang ke sini bersama puterimu, Nam Tok. Dan puterimu yang menceritakan keadaan San Hong bahwa dia murid Tung Kiam. Aku malah mengajarkan ilmu It-sin ci kepada Siang Bwee, dan ilmu golok Swat-sin-to kepada San Hong."
Nam Tok amat cerdik. Mendengar itu, otaknya bekerja dan dia pun sudah tahu apa yang telah terjadi. Tentu puterinya yang cerdik seperti setan itu yang membuat ulah.
Dan dia pun tertawa tergelak.
"Ha-ha-ha-ha-ha! Sekali ini datuk besar yang namanya Pak Ong kena diakali oleh teorang anak kecil. Siang Bwee telah mengakalimu sehingga engkau dapat diperas dan keluarlah ilmu-ilmumu. Ha-ha-ha-ha-ha! Kwee San Hong adalah muridku, dan aku melamar puterimu untuk dijodohkan dengan muridku itu, bagaimana?"
Pak Ong juga merupakan seorang datuk besar yang selain berilmu tinggi, juga licik dan cerdik bukan main. Dia sudah membuat perhitungan dan tahui bahwa kini dia yang rugi. Dia dapat menarik puteri Nam Tok menjadi mantu muridnya, akan tetapi kini dia "kehilangan"
Puterinya dan juga pedang pusaka. Maka, dia sudah mendapat suatu gagasan yang baik sekali dan dia tertawa.
"Ha, engkau memang tua bangka yang pintar sekali, Nam Tok!
Kami sudah melihat muridmu itu, bahkan dia dapat kukatakan sebagai murid pula karena dia telah menerima pelajaran ilmu golok dariku. Heiii, Kui Lan, bagaimana pendapatmu. Maukah engkau kujodohkan dengan Kwee San Hong?"
Pak Ong berpendapat lebih baik bertanya kepada puterinya karena dia tahu benar watak Kui Lan. Kalau gadis itu tidak mau, biar sampai mati pun dia tidak mungkin dapat memaksanya. Kui Lan tersenyum kecil dan menundukkan muka.
"Terserah kepada Ayah sajalah!"
"Kwee San Hong memang pantas sekali menjadi suami dari Sumoi!"
Kata Bu Tiong Sin yang diam-diam mendorong.
"Ha-ha-ha, nah, engkau mendengar sendiri, Nam Tok. Akan tetapi engkau dan aku adalah dua orang datuk besar yang mempunyai kedudukan yang samai tinggi. Oleh karena itu, aku yakin bahwa engkau tentu tidak mau kalah olehku. Aku telah menyerahkan puteriku untuk menjadi mantu muridmu, dan engkau juga menyerahkan puterimu untuk menjadi mantu muridku. Aku telah menyetujui muridku memberi ikatan jodoh berupa Pedang Asmara yang tak ternilai harganya. Maka, aku pun yakin bahwa muridmu akan memberi tanda ikatan jodoh yang takkan kalah tinggi nilainya. Karena muridmu tidak hadir di sini, tentu engkau yang akan mewakili memberikan tanda ikatan jodoh itu. Dan aku melihat bahwa tidak ada benda lain yang lebih bernilai dibandingkan Pedang Asmara daripada Tongkat Nagamu itu!"
Nam Tok terbelalak, memandang Pedang Asmara yang masih dipegang di tangan kiri dan Tongkat Naga yang di pegang di tangan kanan. Akhirnya dia tertawa.
"Ha-ha-ha, engkau tua bangka memang cerdik dan licik sekali, Pak Ong. Sukarlah orang mengakui seorang tua bangka seperti kamu. Nah, terimalah tanda ikatan jodoh antara puterimu Ji Kui Lan dengan muridku Kwee San Hong!"
Dia melemparkan tongkat naga itu ke arah Pak Ong. Tongkat itu merupakan sebuah senjata pusaka yang ampuh dan berat sekali.
Orang biasa tentu akan akan mengangkatnya, apalagi menerima tongkat berat itu ketika dilemparkan oleh seorang datuk besar yang amat kuat seperti Nam Tok. Tertimpa lontaran tongkat ini saja sudah cukup untuk membunuh orang! Akan tetapi, sambil tersenyum gembira Pak Ong menyambut tongkat itu dengan tangan kanannya. Dia merasa gembira bukan main. Bukan karena tongkat itu bermanfaat baginya karena dia lebih suka mempergunakan golok saljunya daripada senjata lain, palagi tongkat yang berat itu. Dia gembira karena dengan memberikan tongkat naganya, berarti bahwa Nam Tok benar-benar percaya kepadanya dan telah menerimanya sebagai seorang sekutu. Bahkan juga mereka berbesan ganda!
"Bagus sekali! Dengan begini, maka sudah sah kita menjadi besan, Nam Tok. Mari, kupersilakan untuk menerima hidangan kami sebagai tanda penghormatan kami, juga untuk merayakan peristiwa yang amat menggembirakan ini!"
Pak Ong lalu menghampiri Nam Tok, menggandeng tangan rekan itu dan diajaknya menuju ke ruangan lain di mana telah dipersiapkan meja penuh hidangan yang masih mengepul panas dan arak harum yang baik. Tiong Sin dan Kui Lan mengikuti dari belakang dan lak lama kemudian, mereka berempat sudah makan minum dan Nam Tok merasa gembira sekali.
Ini merupakan pengalaman baru yang menarik. Biasanya, dia menghadap Pak Ong sebagai seorang saingan, seorang lawan bertanding yang patut diperhatikan karena cukup berbahaya. Kini mereka duduk makan minum bersama sebagai dua orang sahabat. Lebih erat malah, sebagai besan! Setelah selesai makan minum, Pa Ong menyuruh puterinya dan muridnya keluar sedangkan dia sendiri mengadakan perundingan dengan Nam Tok, membagi tugas untuk membantu pemerintah menghadapi gelombang mata-mata yang disebar oleh pihak Mongol.
Nam Tok bertugas untuk pergi ke kota raja, menghambakan diri kepada kaisar untuk melindungi kaisar yang dapat saja sewaktu-waktu terancam keselamatannya oleh mata-mata musuh yang menyelundup, seperti yang pernah dilakukan oleh putera See Mo dan putera Tung Kiam. Juga membantu pemerintah melalui panglima Yeliu Cutay untuk membersihkan kota raja dari mata-mata Mongol. Adapun Pak Ong bertugas untuk menghubungi dan mengumpulkan para patriot di kalangan dunia persilatan, agar mereka itu suka membantu pasukan pemerintah menghadang gerakan orang Mongol dari utara. Dia memesan kepada Kui Lan dan Tiong Sin untuk bersiap-siap di rumah dan memperdalam semua ilmu yang mereka pelajari.
Para panglima yang dikumpulkan dan diundang Yeliu Cutay itu diperkenalkan kepada kakek itu dan mereka semua merasa kagum. Mereka sudah mendengar akan nama besar Empat Datuk Besar dan kini kakek itu diperkenalkan kepada, mereka sebagai Nam-san Tok ong Ang Leng Ki atau lebih terkenal dengan sebutan Nam Tok (Racun Selatan). Dan memang kakek yang usianya sudah lebih dari enam puluh tahun itu nampak gagah perkasa. Tubuhnya tinggi besar, geraki geriknya gagah dan sikapnya berwibawa dengan pakaian sutera putih bersih, sabuk emas dan jubahnya yang lebar itu ber warna merah. Hiasan rambutnya yang sudah banyak uban itu merupakan seekor naga melingkari mustika terbuat dari batu giok dan emas.
Dua puluh orang panglima dari berbagai tingkatan itu semakin heran ketika Yeliu Cutay mengatakan bahwa Nam Tok datang ke kota raja karena ingin melindungi kaisar! Seorang datuk besar yang disegani kawan ditakuti lawan di dunia kang-ouw, hendak melindungi kaisar. Melihat semua orang yang hadir memandang kepadanya dengan keheranan, Nam Tok lalu bangkit berdiri, mengangkat kedua tangan ke depan dada sambil menghadap ke sekeliling.
"Cu wi (Anda sekalian) harap jangan merasa heran. Bagaimanapun juga, aku adalah seorang rakyat. Melihat betapa negara terancam gelombang orang Mongol, aku ingin menghambakan diri kepada pemerintah. Orang Mongol mempunyai banyak orang pandai, maka dalam keadaan gawat ini, keselamatan Sribaginda Kaisar akan selalu terancam banaya. Juga kota raja penuh dengan mata-mata yang lihai. Aku bukan seorang ahli perang, maka tidak mungkin aku membantu pemerintah dalam berperang. Namun, untuk menghadapi para penyelundup yang berkepandaian tinggi, aku sanggup untuk membasmi mereka!"
Semua panglima yang mendengar ini mengangguk-angguk. Mereka masih ingat akan peristiwa menggegerkan di istana, ketika dua orang puteri kaisar diculik orang lalu ditemukan telah tewas di rumah mata-mata Mongol. Kalau sudah ada mata-mata berhasil menculik puteri kaisar dari istana, untuk membunuh kaisar hanya merupakan langkah berikutnya.
Yeliu Cutay bangkit berdiri setelah Nam Tok duduk kembali.
"Cu-wi tentu masih ingat betapa isteri dan dua orang anakku tewas dibunuh mata-mata Mongol yang amat lihai. Mereka itu hendak membasmi keluargaku karena aku telah menghancurkan jaringan mata-mata di toko kelontong milik Ci Koan itu. Kalau tidak ada Lo-cian-pwe Nam Tok ini, tentu aku pun sudah tewas. Maka, aku percaya sepenuhnya kepada Lo-cian-pwe ini, dan ketika dia datang menyatakan keinginannya, aku lalu mengundang Cu-wi untuk bersama-sama mempertimbangkan hal ini. Kalau Cu-wi setuju, marilah kita menghadap Sribaginda dan menawarkan bantuan Lo-cian-pwe Nam Tok. Dengan adanja Lo-cian-pwe ini di kota raja, kita tidak perlu mengkhawatirkan keselamatan Sribaginda lagi. Juga dengan bantuannya kita dapat membersihkan kota raja dari gangguan para mata-mata musuh."
Semua panglima menyatakan persetujuan mereka. Demikianlah, Yeliu Cutay dan beberapa orang panglima yang dekat dengan Sribaginda pada suatu hari menghadap Sribaginda dan mengajak Nam Tok. Ketika kaisar mendengar laporan mereka dan usul mereka, Kaisar Wai Wang menyatakan kegembiraannya. Akan tetapi, melihat bahwa jagoan yang diajukan oleh para panglima itu, biarpun nampak gagah, sudah tua, timbul keraguan hatinya.
"Nam-san Tok-ong Ang Leng Ki ini sudah tua, bagaimana hati kami akan dapat yakin dan menjadi tenang kalau belum menyaksikan kemampuannya?"
Demikian Sribaginda Kaisar berkata. Mendengar ini, Yeliu Cutay lalu mengusulkan agar Sribaginda menguji kemampuan Nam Tok dengan mengajukan jagoan istana untuk menandinginya.
Sribaginda Kaisar memandang kepada Nam Tok dengan sinar mata penuh keraguan, akan tetapi memberi isyarat kepada kepala pengawal pribadinya untuk memanggil para jagoan istana yang sedang bertugas saat itu. Kepala pengawal keluar dan tak lama kemudian dia datang kembali menghadap, diikuti oleh lima orang laki-laki gagah yang usianya antara tiga puluh sampai empat puluh tahun. Mereka berpakaian ringkas dan nampak gagah dengan tubuh yang kokoh kuat, dan mereka menjatuhkan diri berlutut menghadap kaisar, menanti perintah.
Kaisar memandang kepada Nam Tok lalu berkata.
"Nah, sekarang agar kami dapat yakin, engkau boleh memilih seorang di antara mereka untuk membuktikan kemampuanmu."
Nam Tok tersenyum.
"Paduka dapat memerintahkan mereka berlima untuk maju semua melawan hamba."
Kaisar terbelalak, akan tetapi wajahnya berseri gembira.
"Ang Leng Ki, ketahuilah bahwa lima orang ini merupakan jagoan-jagoan nomor satu di sini. Kalau engkau benar-benar mampu menandingi mereka berlima yang maju berbareng sungguh kami akan menjadi yakin sekali."
Dia lalu memberi isyarat kepada lima orang itu untuk menguji kepandaian Nam Tok.
Lima orang itu pernah mendengar nama Nam Tok, akan tetapi tidak tahu bahwa kakek yang berjubah merah ini adalah Nam Tok, datuk besar itu, karena kaisar menyebut namanya, Ang Leng Ki dan nama ini tidak mereka kenal. Mendengar bahwa kakek itu menantang mereka berlima maju bersama, mereka saling pandang. Agaknya kakek ini orang yang gila atau orang yang amat sombong, pikir mereka. Mereka merupakan jagoan-jagoan yang lihai dan menjadi jagoan nomor satu di istana. Bagaimana sekarang kakek itu menantang mereka maju berbareng? Melawan seorang di antara mereka pun tidak mungkin menang.
Nam Tok sudah bangkit dan memberi hormat kepada kaisar, lalu mundur ke tempat yang luas di ruangan itu. Lima orang jagoan yang telah menerima perintah kaisar juga memberi hormat, kemudian dengan gerakan yang lincah, mereka berlima sudah berloncatan ke depan Nam Tok yang tadi hanya berjalan dengan langkah yang tenang.
Agaknya mereka berlima itu hendak memamerkan kepandaian mereka dan membuat kakek itu menjadi jerih. Akan tetapi, Nam Tok berdiri tegak di depan mereka, memandang kepada mereka seperti seorang kanak-kanak, atau seperti orang memandang ke bawah dari tempat yang lebih tinggi, sikapnya tenang sekali. Bahkan dia sekali lagi menghadap kaisar dan memberi hormat dengan membungkuk sambil berkata dengan suara lantang.
"Mohon Paduka maafkan kalau hamba bersikap kasar kepada mereka."
"Lihat serangan!"
Lima orang itu mulai menyerang dengan membentuk pengepungan setengah lingkaran. Mereka berlima menerjang dengan pukulan, tamparan atau tendangan, yang dilakukan dengan cepat dan juga mengandung tenaga kuat sehingga serangan mereka itu mendatangkan angin menyambar dan suara bersiutan. Kakek itu nampak tenang sekali, seolah tidak tahu bahwa ada lima orang menyerangnya dengan dahsyat dari depan, kiri dan kanan.
Dia hanya menggerakkan kedua lengannya yang tertutup jubah, seolah olah jubahnya menjadi perisai melindungi dirinya dari setengah lingkaran di depan, dan entah apa yang terjadi karena lengannya tersembunyi jubah, Hanya nampak tangannya dengan jari terkembang bergerak ke depan dan terdengarlah teriakan kesakitan dan dua diantara lima orang itu pun terjengkang roboh dan tidak dapat bangkit, hanya duduk sambil terengah-engah dan menyeringai kesakitan! Mereka merasa betapa dada mereka panas seperti dibakar dari dalam! Tiga orang itu terkejut bukan main. Mereka maklum bahwa kakek itu menggunakan ilmu "meminjam tenaga lawan"
Dan "mencari peluang dalam serangan lawan"
Mereka maklum bahwa kakek itu lihai bukan main dan begitu mereka menyerang, berarti mereka membuka diri untuk menerima sambutan serangan kakek itu. Maka, ketiganya kini hanya mengepung dari depan dan tidak berani menyerang, menanti sampai kakek itu yang menyerang, baru mereka akan membarengi dengan pengeroyokan.
Melihat sikap mereka, Nam Tok tersenyum.
"Heh heh heh, bukankah kalian yang hendak menguji kepandaianku? Kalau kalian diam saja, bagaimana dapat mengukur kepandaianku? Majulah!"
Akan tetapi, tiga orang itu diam saja, tiduk berani mendahului dengan serangan mereka.
"Ho-ho-ho, jadi kalian menghendaki agar aku yang maju membuka serangan? Bagus, kulian sambutlah ini!"
Dan kakek itu pun menggerakkan kaki tangannya menyerang, setiap kali tangannya menyambar, angin besar bertiup dan tiga orang itu menjadi repot sekali berloncatan ke sana-sini dan mencoba menangkis. Namun, mereka bagaikan melawan badai yang bergelombang, tubuh mereka terhuyung dan dalam beberapa jurus saja, mereka tidak mampu lagi menghindarkan diri dari tamparan Nam Tok.
"Plak! Plak! Plak!"
Berturut-turut tangan kakek itu mengenai tubuh mereka dari tiga orang itu pun terpelanting dan tidak mampu bangkit lagi, mengaduh aduh sambil memegangi bagian tubuh yang kena tampar. Seperti dua orang terdahulu, mereka bertiga pun merasa bagian yang terpukul itu panas dan nampak bagian itu merah menghitam! Nam Tok mengeluarkan sebuah bungkusan dari saku jubahnya, mengambil lima butir pil kuning dan menyerahkan kepada mereka seorang sebutir.
"Cepat telan obat ini, kalau tidak, dalam waktu sehari semalam kalian tak-kan dapat tertolong lagi."
Lima orang itu terkejut, tahulah mereka bahwa setiap tamparan dari Nam Tok itu mengandung hawa beracun dan ketika mereka terkena tamparan, maka mereka menderita luka beracun yabg amat berbahaya. Mereka cepat menelan pil itu dan betapa lega rasa hati mereka karena perasaan panas dan nyeri di bagian yang terpukul itu seketika menghilang.
"Ha-ha-ha sungguh nama besar Nam Tok bukan kosong belaka!"
Kata Kaisar Wai Wang yang menjadi kagum dan girang sekali mendapatkan seorang jagoan yang demikian lihainya. Lima orang itu terkejut bukan main. Kiranya kakek yang mereka hadapi itu adalah Nam Tok!
Kini mereka tidak merasa heran atau penasaran lagi dan mereka cepat menjatuhkan diri berlutut menghadap kaisar. Nam Tok juga memberi hormat dengan membungkuk ke arah kaisar.
"Yeliu Cutay, sekarang baru kami percaya. Ang Leng Ki memang cocok dan patut sekali menjadi komandan pengawal istana!"
Mendengar ini, Nam Tok cepat memberi hormat dan berkata lantang.
"Mohon Paduka suka memaafkan hamba, sesungguhnya, hamba bermaksud untuk mengabdi kepada Paduka karena melihat ancaman musuh terhadap negara. Bukan sekali-kali maksud hamba untuk mencari kedudukan. Oleh karena itu, hamba mohon diberi kebebasan di istana dan kota raja, dan hamba akan melindungi keselamatan Paduka dan akan membantu Yeliu Ciangkun untuk membasmi mata-mata yang mengacau di kota raja. Tanpa diberi kedudukan yang hanya akan mengikat hamba dengan tugas-tugas tertentu."
Tentu saja Sribaginda mengerutkan alisnya mendengar permohonan aneh ini. Berani sekali kakek ini menolak anugerah yang diberikan olehnya! Akan tetapi, Yeliu Cutay yang mengerti keadaan segera berlutut menghadap dan berkata dengan suara yang tegas.
"Hamba mohon kebijaksanaan Paduka untuk memaklumi keadaan Nam Tok. dia adalah seorang locian pwe yang biasa hidup bebas di dunia persilatan, tidak biasa terikat jabatan dan tugas. Oleh karena itu, permohonannya itu dapat dimengerti dan hamba kira, kalau Paduka bijaksana dan mengabulkan permohonannya itu, maka Locian-pwe ini sebagai pelindung di istana lebih bermanfaat dari pada seratus orang pengawal. Mohon pertimbangan Paduka!"
Kaisar Wai Waug mengelus jenggotnya dan perlahan lahan bayangan tidak senang di wajahnya itu menghilang Dia mengangguk-angguk dan berkata kepada Yeliu Cutay.
"Baiklah kalau begitu. Engkau atur saja dan kami memberi kcbebasan kepada Nam Tok Ang Leng Ki. Akan tetapi, kalian para panglima yang menghadap saat ini dan mengajak Nam Tok, harus bertanggung jawab terhadap dia!"
Para panglima menyatakan setuju dan siap, lalu mengundurkan diri, diikuti oleh Nam Tok yang diam-diam merasa tidak senang. Dia adalah seorang yang biasa bebas dari segala macam peraturan, melakukan apa saja yang dia ingin lakukan. Akan tetapi di sini, dia harus bersikap demikian hormat dan menjilat terhadap kaisar, bahkan segala gerak-geriknya akan dibatasi. Dia merasa seperti terkekang, terbelenggu atau terkurung.
Mulai hari itu, Nam Tok merupakan satu-satunya orang yang bebas keluar masuk istana! Dia jarang bertemu dengan kaisar, akan tetapi diam-diam dia selalu waspada. Dia mengatur pasukan pengawal yang terdiri dari lima belas orang jagoan istana yang dia pilih menjadi anak buahnya, mengatur mereka melakukan penjagaan secara bergantian dan setiap waktu mereka itu dapat menghubungi dia kalau membutuhkan bantuan. Dia mendapatkan sebuah kamar besar di lingkungan istana. Selain menjaga keamanan kaisar, juga dia membantu Yeliu Cutay melakukan pembersihan terhadap jaringan mata-mata di kota raja sehingga sukar bagi Jenghis Khan untuk menyelundupkan mata-matanya ke kota raja. Maka, Jenghis Khan mempergunakan cara lain, yaitu dia menyusup dan membeli pejabat-pejabat yang bersedia menjadi pengkhianat.
Baru kurang lebih sebulan Nam Tok berada di istana, dia melihat hal-hal yang sungguh membuat dia merasa tidak senang, bahkan muak. Kaisar Wai Wang ternyata adalah seorang pengecut yang lemah menurut pandangan Nam Tok. Ketika dia berada di situ, kaisar ini menerima serombongan utusan dari Jenghis Khan menerimanya dengan segala kehormatan, bahkan menjamu para utusan Jengnis Khan itu dengan pesta pora Yang membuat Nam Tok mengepal tinju dan tidak sudi menghadiri pesta itu adalah ketika dia melihat betapa kaisar tidak segan-segan untuk menyuguhi para tamu Mongol itu dengan hiburan yang amat keterlaluan.
Kaisar menyuruh beberapa orang selirnya sendiri yang cantik untuk menemani para tamu! Ini sudan keterlaluan dan andaikata tidak ada Yeliu Cutay yang menyabarkannya, tentu Nam Tok sudah menyerbu rombongan utusan Jenghis Khan itu dan membunuh mereka! Memang Kaisar Wai Wang memperlihatkan sikap yang amat tidak terpuji menghadapi ancaman Jenghis Khan. Padahal, kalau dia mau, dia dapat mengerahkan semua kekuatan, baik pasukannya maupun dari rakyat, untuk menghalau orang-orang Mongol. Akan tetapi, dengan dalih menyelamatkan rakyatnya dari perang, dia rela untuk bersikap demikian rendah terhadap Jenghis Khan. Bukan saja dia mengirim hadiah dan juga wanita-wanita cantik akan tetapi juga dia bersikap merendahkan diri secara keterlaluan. Bukan ini saja yang membuat Nam Tok mual.
Bahkan dia mendengar rencana kaisar untuk mengungsi ke selatan! Ketika terdengar berita bahwa Jenghis Khan kembali mengirim pasukan-pasukannya dari daerah Liao-tung yang sudah dikuasainya, menuju ke selatan, Kaisar Wai Wang menjadi panik. Dan sebulan setelah Nam Tok berada di istana, Kaisar Wai Wang benar-benar memboyong keluarga dan kekayaannya ke selatan! Kaisar memanggil Nam Tok menghadap dan memerintahkan kakek ini untuk ikut mengawal rombongan kaisar yang mengungsi ke selatan.
Dengan muka merah Nam Tok hampir saja berteriak kepada kaisar. Akan tetapi dia masih dapat menahan dirinya dan dengan sikap tegas dia lalu menjawab "Hamba tidak akan melarikan diri dari orang Mongol, Sribaginda! Biarlah para jagoan dan pengawal melakukan pengawalan kepada Paduka, sedangkan hamba akan tinggal di kota raja, membantu pertahanan pasukan dari ancaman pasukan Mongol."
Kaisar Wai Wang juga hampir saja marah dan memerintahkan hukuman, akan tetapi dia teringat bahwa sampai saat itu, Nam Tok merupakan orang bebas, bukan seorang pejabat yang harus tunduk kepadanya. Maka, kaisar tidak membujuk lebih lanjut, melainkan memberi isyarat dengan tangan agar Nam Tok meninggalkannya. Nam Tok pergi dengan dada terasa panas. Sungguh memuakkan sikap kaisar yang demikian pengecut!
Kaisar Wai Wang dan rombongannya mengungsi ke selatan. Untuk menjaga agar namanya masih tegak di singgasana dan kekuasaannya masih belum melepaskan pemerintah pusat di Yen- king, dia meninggalkan Putera Mahkota di istana, mewakilinya dan menjadi lambang kekuasaannya. Dengan membawa pasukan besar berangkatlah Kaisar Wai Wang mengungsi ke selatan. Saat itulah mulai kehancuran Kerajaan Cin di Yen-king.
Perbuatan kaisar yang pengecut ini sungguh mendatangkan kekacauan. Semangat perlawanan terhadap orang Mongol menurun banyak. Apalagi mereka yang lebih mementingkan keselamatan diri daripada membela negara, ikut-ikutan melarikan diri membawa harta benda mereka dan keluarga mereka. Selama beberapa bulan, keadaan di kota raja menjadi kacau. Bahkan banyak pejabat tinggi dan panglima, yang sejak lama sudah makan suapan Jenghis Khan, meninggalkan kota raja membawa pengikut masing-masing, bahkan ada pula yang membawa pasukan untuk pergi ke utara dan menggabungkan diri dengan barisan orang Mongol dan Liao-tung!
Akan tetapi, masih banyak panglima dan pejabat tinggi yang setia kepada Kerajaan Cin. Mereka mi berkumpul dan bersumpah setia terhadap kerajaan, siap untuk membantu Pangeran Mahkota melakukan perang dan perlawanan sampai akhir terhadap ancaman Mongol. Dan tentu saja Yeliu Cutay termasuk seorang di antara mereka, bahkan yang paling menonjol semangatnya. Akan tetapi Nam Tok tidak mencampuri semua itu. Setelah Kaisar Wai Wang mengungsi ke selatan, secara pengecut mencari keamanan lebih dulu bagi diri sendiri, hati datuk besar ini sudah menjadi hambar. Tidak ada gunanya membantu seorang kaisar yang demikian pengecut, pikirnya. Maka, setelah waktu pertemuan puncak antara empat datuk besar sudah mendekat, dia menemui Yeliu Cutay dan berpamit dari panglima itu.
"Ciangkun, aku terpaksa meninggalkan kota raja untuk menghadiri pertemuan puncak antara Empat Datuk Besar. Dalam kesempatan itu, kalau dapat aku bersama Pak Ong akan menghancurkan See Mo dan Tung Kiam yang berkhianat dan bersekongkol dengan orang Mongol. Kalau aku dapat selamat keluar dari tempat pertemuan itu, pasti aku akan kembali dan akan membantu bangsa dan negara menentang orang-orang Mongol."
"Baiklah, Lo-cian pwe. Saya mengerti dan dalam keadaan seperti sekarang inilah munculnya orang-orang munafik dan orang-orang yang benar gagah perkasa. Saya sendiri seorang dari suku bangsa Liao-tung yang kini telah ditaklukkan Mongol dan bekerja sama dengan Mongol. Akan tetapi, bagi saya yang penting adalah setia kepada tugas kewajibannya. Sejak, kakek dan ayah, mereka telah menghambakan diri kepada Kerajaan Cin, dan saya tidak akan berkhianat, akan saya bela sampai akhir."
Nam Tok menarik napas panjang dan memandang kagum.
"Banyak orang gagah jatuh karena silau akan kedudukan dan kemuliaan, karena dicekam rasa takut, karena ingin mengejar keuntungan bagi diri sendiri. Akan tetapi engkau tetap setia kepada tugas dan walaupun kaisar telah melarikan diri, engkau tetap melaksanakan tugasmu. Sungguh gagah dan mengagumkan."
Nam Tok lalu meninggalkan Yeliu Cutay, bahkan dia lalu melangkah ke arah pintu gerbang sebelah barat untuk keluar dari kota raja dan menuju ke Pegunungan Thai-san di mana akan diadakan pertemuan puncak itu. Goa di lereng Pegunungan Thai-san itu besar. Sejak dua hari yang lalu, Nam Tok sudah berada di situ. Dia datang terlalu pagi karena hari pertemuan puncak itu, pada bulan purnama dari bulan ke sepuluh, masih beberapa hari lagi. Dia memang sengaja datang pagi karena dia harus menanti datangnya Siang Bwee dan mudah-mudahan puterinya. itu datang bersama San Hong karena dia sudah mengambil keputusan untuk mengangkat San Hong menjadi muridnya.
Hal ini bukan karena dia suka kepada pemuda itu, melainkan karena dia sudah terlanjur menjodohkan San Hong dengan puteri Pak Ong dan mengakui pemuda itu sebagai muridnya. Pula, mendengar betapa San Hong, dengan mengandalkan kecerdikan Siang Bwee, telah berhasil mempelajari ilmu-ilmu dari Pak Ong, dia menaruh harapan bahwa San Hong akan mampu mewakilinya, di samping Siang Bwee, menghadapi murid para lawannya. Kalau masih ada waktu, dia dapat menggembleng pemuda itu.
Sudah dua hari Nam Tok berada di goa itu. Setiap hari dia melakukan siu-lian (meditasi) untuk menghimpun hawa murni dan memperkuat tubuh dalam persiapannya menghadapi lawan-lawan berat. Yang membosankannya hanyalah tentang makan dan minum. Nam Tok seorang yang suka makan dan minum enak. Apalagi baru saja dia bekerja di istana di mana setiap hari dia mendapatkan makanan dan minuman yang serba mahal dan lezat. Dan sekarang, di dalam goa itu, dia hanya makan roti kering dan minum air sumber karena arak yang dibawanya telah habis. Roti bekalnya juga sudah menjadi keras!
Pedang Asmara Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dia tahu bahwa pada bulan purnama nanti akan terjadi pertempuran besar di Puncak Kabut Putih. Dia sudah dapat menduga bahwa See Mo dan Tung Kiam yang bersekongkol tentu akan bertindak curang, mungkin mengerahkan banyak orang untuk mengeroyok dia dan Pak Ong. Tentu saja dia tidak takut menghadapi ancaman itu, akan tetapi dalam pembicaraannya dengan Yeliu Cutay, panglima itu berpendapat lain. Yeliu Cutay akan mengirim pasukan jagoan istana yang pernah menjadi anak buah Nam Tok pada saat pertemuan di puncak itu. Nam Tok tidak mau dibantu, akan tetapi setelah Yeliu Cutay menjelaskan bahwa pasukan yang dikirimnya itu hanya akan turun tangan apabila pihak See Mo dan Tung Kiam menggunakan kecurangan dengan pengeroyokan, Nam Tok tidak menolak lagi.
Kalau pasukan yang dikirim Yeliu Cutay itu hanya menghadapi anak buah See Mo dan Tung Kiam dan tidak mencampuri adu kepandaian antara Empat Datuk Besar dan murid-murid mereka, dia pun tidak peduli. Pada hari ke tiga itu, pagi-pagi sekali Nam Tok sudah mandi di sumber, merasa tubuhnya segar dan sehat, juga lapar. Akan tetapi dia tidak makan. Baru melihat saja roti kering itu, lehernya seperti dicekik rasanya. Dia duduk bersila dengan perut kosong, namun tubuh segar dan nyaman, menghadap keluar.
"Ayah..."
Nam Tok tidak terkejut melihat munculnya Siang Bwee. Tadi pun dia sudah mendengar langkah puterinya itu.
"Hernmm, kau baru tiba?"
Tegurnya dengan wajah cerah karena tubuh yang segar sehat itu mendatangkan perasaan yang nyaman pula. Dan Nam Tok memandang ke kanan kiri, mencari-cari dengan pandang matanya. Sepasang mata gadis itu mengamati wajah ayahnya dengan tajam penuh selidik. Ia tahu bahwa ayahnya mencari San Hong! Akan tetapi tidak tahu mencari dengan perasaan bagaimana? Ia memang menyuruh San Hong bersembunyi dan tidak ikut dengannya menghadap ayahnya, khawatir kalau-kalau ayahnya marah dan menyerangnya. Dan benar saja, ayahnya mencari-cari dengan pandang matanya. Hanya anehnya, ia tidak melihat sinar kemarahan atau kebencian pada pandang mata itu, maka ia pun berani memancing.
"Ayah mencari siapakah?"
"Hemmm.....? Tidak! Tidak mencari siapa-siapa!"
Memang telah menjadi watak Nam Tok untuk tidak memperlihatkan sikap lemah, tidak mau memperlihatkan keinginannya mengharapkan bantuan orang lain. Andaikata dia membenci San Hong, tentu dia akan mengatakan bahwa dia mencari San Hong untuk dibunuhnya! Dan Siang Bwee sudah mengenal benar watak ayahnya ini maka diam-diam ia merasa gembira bukan main. Kalau ayahnya menyangkal mencari San Hong, hal itu berarti bahwa ayahnya tidak marah kepada San Hong!
"Sudah berapa hari Ayah di sini?"
"Sudah dua malam."
"Aihhh! Maafkan keterlambatanku, Ayah. Lalu, bagaimana Ayah makan selama dua hari ini?"
Nam Tok mengerutkan alisnya dan melirik ke arah bungkusan roti kering di dekat situ.
"Huh, aku sudah muak dengan roti kering itu, dan sejak malam tadi aku belum makan apa-apa."
"Aduh kasihan.....! Ayah biasanya suka makan enak. Tunggu, biar kubuatkan sarapan yang enak untuk Ayah!"
Gadis itu dengan cekatan menurunkan buntalan besar dari punggungnya dan dari dalam buntalan itu ia seperti bermain sulap saja mengeluarkan segala macam bumbu masak, panci dan sayur-sayuran segar, bahkan ada beras dan seekor ayam yang masih hidup! Kiranya gadis yang amat cerdik ini sudah mempersiapkannya terlebih dahulu, dengan perhitungan untuk lebih dulu menyerang perut ayahnya dengan masakan lezat sehingga hati orang tua itu akan menjadi senang! Bukan main senangnya hati Nam Tok melihat kesibukan puterinya mempersiapkan sarapan untuknya di dalam goa itu Perutnya yang lapar segera memberontak ketika tercium bau masakan bubur ayam sedap. Akan tetapi, untuk tidak memperlihatkan kesenangan hatinya, dia memejamkan mata dan bersamadhi lagi.
Setelah masakan siap, Siang Bwe memanggil ayahnya dan mereka lalu makan bersama. Gadis itu memang ahli masak, dan sudah beberapa hari lamanya Nam Tok tidak bertemu masakan enak apalagi perutnya memang lapar, maka kini dia makan dengan lahapnya. Hatinya senang sekali, terutama melihat keadaan puterinya yang sehat dan semakin cantik. Siang Bwee yang cerdik tidak lupa membawa arak kesukaan ayahnya. Setelah sarapan dengan puas, Nam Tok duduk dan memandang kepada puterinya yang mencuci mangkok dan panci membersihkan lantai goa dari sisa makanan. Anaknya itu selain cantik jelita juga pandai, cerdik dan rajin bukan main, di samping keahliannya memasak, bernyanyi, menari dan ilmu silat.
Sungguh seorang gadis yang sukar dicari keduanya dan dia merasa bangga sekali. Setelah Siang Bwee selesai dengan pekerjaannya dan duduk di dekat ayahnya, barulah Nam Tok bertanya.
"Di mana muridku Kwee San Hong?"
Siang Bwee adalah seorang gadis yang cerdik dan tabah, akan tetapi sekali ini ia terbelalak heran memandang wajah ayahnya. Hatinya lega melihat wajah itu cerah berseri dan mulut ayahnya tersenyum.
"Murid? Ayah tadi menyebut murid kepada Kwee San Hong?"
Nam Tok mengangguk.
"Ya, Kwee San Hong adalah muridku."
"Tapi..... sejak kapan Ayah mengakuinya sebagai murid?"
Siang Bwee masih belum yakin karena herannya.
"Sejak dia pergi bersamamu. Aku tahu bahwa setelah dia pergi denganmu, sudah pasti dia melatih ilmu-ilmu kita darimu. Maka, dengan sendirinya dia adalah muridku."
Saking gembiranya Siang Bwee menggeser duduknya, menghampiri ayahnya dan menyentuh tangan ayahnya, matanya memandang tajam penuh selidik.
"Ayah, sekali ini Ayah bicara sebenarnya? Ayah tidak marah kepada Hong koko dan benar benar Ayah menerimanya sebagai murid?"
"Hemmm, sejak kapan engkau mengira ayahmu pembohong? Tentu saja dia muridku dan aku ingin menggemblengnya sebelum nanti mewakili aku di malam bulan purnama!"
"Ayah.....!!"
Siang Bwee merangkul leher ayahnya saking gembira hatinya. Dirangkul seperti itu oleh puterinya, anak tunggalnya, biarpun Nam Tok seorang datuk besar berhati baja, tetap saja dia merasa terharu dan dia pun balas memeluk dan mengusap rambut kepala anaknya itu, teringat betapa ketika Siang Bwee masih kecil, sering dipondongnya dan diusap kepalanya seperti itu.
"Ayah, terima kasih, Ayah. Engkau memang seorang ayah yang paling baik di seluruh dunia ini!"
"Sudahlah, lekas panggil dia ke sini. Aku ingin memberi petunjuk dan gemblengan agar dia tidak sampai kalah mewakili aku melawan murid para datuk lainnya."
Siang Bwee melepaskan rangkulannya dan tertawa riang.
"Aih, jangan khawatir, Ayah. Sekali ini, biar murid tiga orang datuk itu maju bersama, mereka tidak akan mungkin mampu menandingi Hong-koko. Ayah tidak tahu, dia telah memperoleh kemajuan yang hebat sekali!"
Nam Tok tersenyum. Ia tahu bahwa San Hong pernah diberi pelajaran ilmu oleh Pak Ong, akan tetapi tidak mungkin memperoleh kemajuan yang sedemikian hebatnya seperti yang dikatakan puterinya. Dia menganggap puterinya itu membual saja.
"Panggil dia ke sini, ingin aku membuktikan omonganmu."
Siang Bwee tersenyum manis lalu menghadap ke selatan dan berseru dengan pengerahan khi-kangnya.
"Hong-koko! Ke sinilah! Ayah ingin bicara denganmu.... !"
Nam Tok diam-diam merasa girang dan kagum. Dari teriakan melengking itu saja dia sudah dapat menilai bahwa puterinya telah memperoleh kemajuan yang besar. Dia tidak merasa heran. Dia tahu bahwa puterinya memiliki kecerdikan yang luar biasa dan dengan kecerdikannya itu, tidak aneh kalau ia dapat mengibuli para datuk lainnya sehingga mereka mau menurunkan ilmu mereka kepadanya. Akan tetapi, dia lebih terkejut dan kagum ketika tiba-tiba saja melihat bayangan berkelebat dan tahu-tahu Kwee San Hong telah muncul di depannya, dan pemuda ini langsung saja menjatuhkan diri berlutut di depan kakinya.
"Suhu, terimalah hormat teecu (murid)!"
Kakek ini selain amat lihai, juga amat cerdik, pantas menjadi ayah kandung Siang Bwee yang cerdas. Hanya sejenak dia tertegun, akan tetapi dia segera mengerti bahwa pemuda ini memang lihai sekali, tadi telah dapat mendengar percakapan antara dia dan puterinya tanpa dia mengetahui bahwa pemuda itu ikut mendengarkan. Ini saja sudah menjadi bukti cukup bahwa puterinya agaknya tidak membual dan bahwa pemuda ini memang lihai dan memperoleh kemajuan pesat.
"Hem, Hong-koko. Engkau.sudah tahu bahwa Ayah menerimamu sebagai murid? Bagus! Aku ikut girang sekali, Koko! Takkusangka bahwa sesungguhnya Ayah amat mencintaku dan dia baik sekali, dia orang yang paling baik di dunia ini!" "Siang Bwee, dia suhengmu, engkau harus menyebut suheng
(Lanjut ke Jilid 32)
Pedang Asmara (Cerita Lepas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 32
padanya."
Kata Nam Tok, suaranya ketus.
Siang Bwee tertawa.
"Aih, benar juga kata Ayah. Nah, Hong-suheng, terimalah hormat sumoimu ini!"
Dengan gaya lucu Siang Bwee lalu memberi hormat kepada San Hong.
"San Hong, tahukah engkau mengapa aku yang menerimamu sebagai murid, sengaja melukaimu dan menyakitimu tempo hari?"
San Hong adalah seorang pemuda yang jujur dan polos. Kejujuran dan kepolosan ini membuat dia nampak bodoh dalam kehidupan di dunia kang-ouw yang penuh dengan tipu muslihat dan kepalsuan. Pertanyaan itu akan dijawab sejujurnya pula bahwa Nam Tok dahulu melukainya karena Nam Tok tidak suka kepadanya, bahkan membencinya. Akan tetapi, Siang Bwee mengenal benar watak pria yang dicintanya itu. Justeru satu di antara segi yang membuatnya kagum setengah mati adalah kejujuran dan kepolosan pemuda itu, walaupun serlngkali pula menjengkelkan hatinya. Maka, sebelum kekasihnya itu menjawab yang bukan-bukan sesuai dengan kejujurannya, ia pun mendahului dengan tertawa,
"Aih, Ayah menggunakan cara yang teramat cerdik, bagaimana Hong-koko...... ah, Suheng, dapat menangkapnya? Ayah sengaja melukainya dengan pukulan beracun, dan membiarkan dia pergi bersamaku. Hal itu jelas sekali bahwa Ayah bermaksud agar Suheng, dengan bantuanku dapat mengobati lukanya dan memperoleh ilmu-ilmu yang tinggi. Bukankah begitu? Suheng, ketahuilah bahwa sejak dahulu ayahku ini amat suka kepadamu, dan sejak dahulu diam-diam telah menerimamu sebagal muridnya."
San Hong yang berwatak polos itu tentu saja sama sekali tidak menduga bahwa ucapan Siang Bwee ini pun merupakan balasan siasat dari gadis itu untuk menghadapi ayahnya. Dia mengira kekasihnya itu bicara dengan sungguh-sungguh, maka di dalam hatinya San Hong berterima kasih sekali kepada Nam Tok. Dia memberi hormat dengan membentur benturkan dahinya pada tanah sampai delapan kali.
"Terima kasih atas budi kebaikan dan budi kecintaan Suhu. Teecu tidak akan pernah melupakan dan teecu akan mentaati semua perintah Suhu sebagal balas budi."
"Berdirilah, San Hong."
Kata Nam Tok.
"Dan perlihatkan kepadaku sampai di mana tingkat kepandaian kalian. Sekarang saatnya kalian bersiap-siap mewakili aku menghadapi para murid dari datuk-datuk yang lain. Siang Bwee, coba kau latihan dengan Suhengmu dan keluarkan semua ilmu yang sudah kaupelajari dariku atau dari siapa saja. Jangan main-main, berlatih yang sungguh agar aku dapat menilai dengan baik dan memberi petunjuk!"
Kakek itu lalu duduk di atas sebuah batu besar di depan goa. San Hong bangkit dan menghampiri Siang Bwee yang sudah siap di depan goa, di lapangan yang cukup luas, di bawah sebatang pohon besar. Gadis itu tersenyum manis dan sinar matanya membayangkan kegembiraan besar. Bagaimana ia tidak akan merasa gembira melihat sikap ayahnya terhadap kekasihnya. Tadinya ia mengira bahwa ayahnya tentu akan menyerang San Hong dan untuk itu, kekasihnya sudah siap melayani ayahnya agar mampu bertahan sampai seratus jurus! Akan tetapi, ayahnya menerimanya dengan ramah, bahkan mengakuinya sebagai murid! Ini merupakan pertanda yang teramat baik dan tentu saja ia merasa amat gembira.
"Koko..... eh, Suheng, waspadalah. Aku akan menyerang dengan seluruh tenaga dan kepandaianku. Hyaaattttt.....!"
Gadis itu kini mulai bergerak, menyerang sambil mengeluarkan teriakan melengking. Serangannya dahsyat, cepat dan kuat. Bahkan kini kedua tangannya berubah merah, tanda bahwa ia juga mengerahkan tenaga yang mengandung hawa beracun, yaitu ilmu khas dari ayahnya yang berjuluk Nam-san Tok-ong (Raja Racun Bukit Selatan) atau disingkat Nam Tok (Racun Selatan). Ia tidak merasa khawatir menyerang dengan ilmu yang berbahaya itu, karena ia yakin benar bahwa kekasihnya telah mengenal semua gerakan serangannya dengan baik, dan juga dalam hal tenaga, suhengnya itu jauh lebih kuat darinya.
San Hong dengan tenang menghadapi serangan itu, mengelak dan menangkis lalu balas menyerang. Biarpun nampaknya serangan Siang Bwee itu dahsyat dan ganas, namun karena dia sudah sering sekali berlatih dengan gadis itu, maka baginya tidak mengkhawatirkan sama sekali. Sesudah mereka melakukan perjalanan bersama, hampir tidak ada hari terlewat tanpa latihan. Gadis itu selalu mendesak bahkan memaksanya untuk berlatih, setiap kali mereka mendapatkan sebuah ilmu baru. Apalagi setelah mereka menerima ilmu-ilmu dari Lo Koay dan Nenek Coa Eng Cun, Siang Bwee selalu mengajaknya berlatih, bahkan waktu gadis itu menyerangnya secara tiba-tiba. Kini, menghadapi serangan-serangan dahsyat itu dia sama sekali tidak menjadi gugup, apalagi gentar. Dia mampu menghindarkan diri dari setiap serangan dengan amat baiknya, dan membalas dengan serangan yang lebih dahsyat lagi dibandingkan serangan Siang Bwee.
Melihat serangan-serangan yang amat berbahaya dari San Hong, Nam Tok sempat terkejut, akan tetapi dia memandang kagum. Kiranya puterinya itu dapat menghindarkan semua serangan balasan dari San Hong dengan langkah-langkah kaki yang amat aneh! Setelah memperhatikan kedua orang muda itu bertanding, makin lama Nam Tok menjadi semakin heran, juga terkejut sekali. Tak disangkanya bahwa dalam waktu yang tidak terlalu lama, San Hong telah menguasai begitu banyak ilmu silat yang tinggi-tinggi! Bukan saja San Hong mampu menguasai ilmu silatnya yang tentu dipelajarinya dari puterinya, akan tetapi juga dia melihat betapa pemuda itu mampu memainkan ilmu-ilmu yang dikenalnya sebagai ilmu dari Tung Kiam dan Pak Ong!
Dan ada pula ilmu-ilmu yang bahkan tidak dikenalnya. Juga puterinya kini mahir memainkan beberapa macam ilmu silat yang bukan darinya, bahkan ilmu langkah kaki ajaib itu sungguh hebat! Diam-diam dia girang. Dia dapat menggunakan San Hong untuk menghadapi para lawannya. Biarlah pemuda itu menjadi wakilnya, bersama Siang Bwee. Biarkan mereka itu mewakilinya dulu dan baru kelak dia akan memberi tahu tentang perjodohan mereka dengan puteri dan murid Pak Ong yang telah dia putuskan bersama Pak Ong. Sekarang belum saatnya memberi tahu. Dia mengenal watak keras puterinya. Kalau sekarang dia beritahu dan puterinya itu berkeras menolak, lalu marah-marah dan mereka berdua tidak mau membantunya dan mewakilinya, tentu dia akan rugi besar.
"Bagus, bagus! Cukup sudah. ilmu silat kalian sudah cukup baik, aku hanya perlu memberi petunjuk sedikit untuk menyempurnakannya. Biarpun malam nanti belum bulan purnama penuh, namun cahaya bulan sudah amat kuat. Kalian akan kulatih semalam suntuk selama bulan menampakkan diri."
"Ayah hendak mengajarkan cara menampung tenaga cahaya bulan? Goat-im Sin-kang (Hawa Sakti Inti Bulan)?"
Tanya Siang Bwee dengan girang sekali.
Ayahnya mengangguk dan tersenyum, lalu memandang kepada mereka dan suaranya terdengar lembut ketika dia bicara.
"Sekarang ceritakan bagaimana kalian mempelajari ilmu-ilmu yang kalian mainkan tadi."
Mereka duduk di dalam goa dan dengan asyik Siang Bwee lalu bercerita. Gadis ini memang pandai sekali bicara, maka ceritanya juga enak dan mengasyikkan untuk didengar.
Berkali-kali Nam Tok tak dapat menahan ketawanya ketika mendengar cerita anaknya bagaimana anaknya yang nakal dan cerdik itu dapat mempermainkan dan mengelabui orang-orang seperti Tung Kiam dan Pak Ong, bahkan dengan kaget dia mendengar pula betapa dengan ilmunya memasak dan menari, puterinya berhasil mempermainkan Lo Koay dan Nenek Coa Eng Cun.
"Ahhh! Kiranya kalian menerima pelajaran dari Lo Koay? Dan nenek Coa Eng Cun? Pantas kalau begitu! Kalian telah memperoleh ilmu-ilmu yang paling tinggi untuk masa kini."
Serunya kagum setelah puterinya menyelesaikan ceritanya.
"Aih, Ayah! Di mana Tongkat Naga Ayah? Baru sekarang aku teringat bahwa sejak tadi Ayah tidak pernah memegang Tongkat Naga itu, padahal dahulu, tidak pernah Ayah melepaskannya!"
Tentu saja ini hanya pura-pura, karena sejak tadi gadis ini sudah tahu akan hal ini dan diam-diam ia merasa heran dan juga khawatir, karena hal itu sungguh amat luar biasa.
Nam Tok tanpa tongkat naga itu sungguh merupakan suatu hal yang aneh sekali. Dan yang membuai gadis ini sejak tadi merasa kaget, juga gelisah adalah ketika ia melihat sebatang pedang di punggung ayahnya. Ayahnya memegang pedang dan tongkatnya tidak ada! Apa artinya itu? Kemudian, ketika bercerita tadi, ia berkesempatan untuk melihat pedang itu baik-baik, melihat sarungnya dan bentuk gagangnya dan matanya yang jeli dan tajam itu segera dapat menduga bahwa pedang itu bukan lain adalah Pedang Asmara milik Yeliu Cutay yang dilarikan oleh Bu Tiong Sin yang sudah menjadi murid Pak Ong! Bagaimana Pedang Asmara milik pemuda rtu dapat berada di punggung ayahnya? Dan bagaimana pula ayahnya melepaskan tongkat naganya?
Otaknya yang cerdik itu sejak tadi sudah membuat tanya-jawab dan perhitungan, dan ia pun merasa khawatir sekali. Ia dapat menduga bahwa tentu telah terjadi sesuatu! Ia pun teringat akan persekutuan antara Tung Kiam dan See Mo. Ayahnya yang luar biasa cerdiknya itu agaknya sudah tahu akan persekutuan itu, dan besar sekali kemungkinan ayahnya menghubungi Pak Ong untuk membicarakan persekutuan Tung Kiam dan See Mo yang akan berkhianat. Dan mungkin terjadi sesuatu antara ayahnya dan Pak Ong.
Hilangnya Tongkat Naga dan munculnya Pedang Asmara di punggung ayahnya! Jangan-jangan memang kedua benda pusaka itu ditukar! Ditukar untuk apa? Jangan-jangan untuk tanda ikatan perjodohan, Jantungnya sudah berdebar tegang dan tidak enak sekali, namun ia masih mampu berpura-pura heran ketika bertanya di mana adanya Tongkat Naga. Mendengar pertanyaan anaknya yang wajar, Nam Tok tertawa.
Si Teratai Merah Karya Kho Ping Hoo Kisah Pendekar Pulau Es Karya Kho Ping Hoo Pendekar Pedang Pelangi Karya Sriwidjono