Kisah Tiga Naga Sakti 13
Kisah Tiga Naga Sakti Karya Kho Ping Hoo Bagian 13
Bun Hong menahan isaknya karena terharu mendengar ucapan itu dan mereka berdua lalu mengerahkan seluruh kepandaian mereka, berlari cepat sekali seperti terbang sehingga sebentar saja mereka telah tiba di kota raja dan mereka langsung menuju ke gedung Pangeran Song.
Pangeran Song Hai Ling menyambut kedatangan putera mantunya dengan heran sekali dan juga cemas melihat betapa putera mantunya itu pucat sekali wajahnya dan Nampak khawatir sekali. Bun Hong segera menjatuhkan diri berlutut di depan kaki pangeran itu dan berkata dengan suara gemetar.
"Gakhu"". celaka sekali""! Kita harus cepat-cepat lari dari sini"".!"
"Eh, kau kenapakah, Bun Hong?"
Tanya Pangeran Song sambil membangunkan mantunya dan memandang kepada Beng Han dengan bingung.
"Celaka"".. saya telah bertempur dan bahkan telah membinasakan kedua orang perwira she Bong! Sedangkan Tek Po Tosu dapat melarikan diri. Mereka telah mengetahui rahasia saya. Celaka, kita sekeluarga terancam bahaya, kita harus segera pergi, sekarang juga!"
Seketika pucat wajah Pangeran Song mendengar ini, akan tetapi dengan sikap dan suara tenang yang membuat Beng Han merasa kagum bukan main, dia berkata.
"Tenanglah, anakku. Ceritakan semua dengan jelas. Dan siapakah dia ini ?"
Pangeran itu memandang kepada Beng Han yang segera menjura dengan sikap hormat.
Bun Hong segera memperkenalkan Beng Han sebagai suhengnya, kemudian dia menceritakan betapa ketika dia dan Beng Han sedang bercakap-cakap, tiga orang jagoan dari Thio thaikam itu telah mengintai dan mendengarkan percakapan mereka sehingga mengetahui rahasianya. Ketiga orang itu lalu menyerang dan betapa dalam pertempuran itu, dia dan suhengnya telah berhasil membunuh mati kedua orang perwira Bong akan tetapi Tek Po Tosu sempat melarikan diri.
"Tosu keparat itu tentu akan melaporkan hal ini kepada Thio-thaikam dan celakalah kita kalau sampai terlambat. Saya tidak takut terhadap mereka, akan tetapi, gakhu sekeluarga, isteri saya, anak saya"".."
Pangeran Song yang menjadi pucat sekali wajahnya karena dia dapat melihat kehebatan bahaya yang mengancam keluarganya ketika mendengar peristiwa yang diceritakan oleh mantunya itu, kini menggeleng kepala sambil tersenyum.
"Bun Hong, betapapun juga, aku merasa bangga bahwa engkau dan suhengmu telah dapat membunuh dua orang perwira keparat yang telah banyak menghinaku itu. Akan tetapi, menyuruh aku melarikan diri akan sama halnya dengan nenyuruh matahari bergerak dari barat ke timur! Kaubawalah anak isterimu lari dari sini, akan tetapi aku tidak dapat meninggalkan gedungku."
Bukan main terkejutnya hati Bun Hong mendengar bahwa mertuanya tidak mau lari.
"Akan tetapi, gakhu, kalau mereka datang, gakhu sekeluarga, pasti akan ditangkap dan dijatuhi hukuman beserta seluruh keluarga! Marilah ita lari sebelum terlambat!"
Katanya dengan cemas. Pangeran itu menggeleng-geleng kcpala sambil tersenyum.
"Bun Hong, tidak ingatkah engkau siapa adanya ayah mertuamu ini? Aku adalah seorang pangeran keluarga kaisar, bahkan Kaisar Hian Tiong dahulu adalah saudara misanku! Tidak mungkin aku melarikan diri dan memberontak terhadap kaisar! Biar aku dijatuhi hukuman yang bagaimana beratpun aku tidak sudi memberontak."
Sementara itu, ketika mendengar suara ribut-ribut di ruangan depan, keluarga Pangerar Song memburu ke luar, termasuk Kim Bwee yang menggendong puteranya, dan Kim Hwa. Setelah mereka mendengar akan peristiwa yang terjadi, mereka menjadi terkejut sekali dan terdengarlah suara tangisan yang memilukan seolah-olah baru saja terjadi kematian di tempat itu. Kim Hwa menubruk kaki ayahnyj sambil menangis, sedangkan Kim Bwee memandang kepada suaminya dengan wajah penuh air mata yang mengalir di sepanjang kedua pipinya. Bahkan anaknya yang baru berusia satu bulan itupun menangis keras.
Melihat ini semua, Beng Han merasa terharu sekali dan Bun Hong lalu merangkul isterinya dan berkata.
"Kim Bwee, aku adalah seorang suami yang buruk dan jahat. Akulah yang mendatangkan malapetaka yang menimpa keluargamu ini Kim Bwee, sekarang terserah kepadamu kalau kau suka, marilah kita lari bersama putera kita."
Sambil menahan isaknya, Kim Bwe berkata,
"Kita lari dan meninggalkan ayah dan semua keluarga menjalani hukuman? Tidak""., tidak"".! Kalau memang sudah seharusnya semua keluarga binasa, biarlah aku ikut pula.!"
Nyonya yang cantik ini lalu menangis sambil nemeluki tubuh puteranya.
"Akan tetapi anak kita..."."
Kata Bun Hong dengan suara hampir tidak terdengar karena dadanya terasa sesak. Kim Bwee lalu memberikan puteranya kepada Bun Hong dan berkata sambil menangis,
"Suamiku, kau larilah dan bawalah anak kita ini"", biarkan aku membuktikan baktiku kepada ayah sekeluarga""."
Bun Hong menerima puteranya dan berdiri bagaikan patung. Dia memandang wajah anaknya yang mirip isterinya itu, dan pada saat itu tiba-tiba dari luar terdengar suara hiruk-pikuk.
"Celaka, mereka telah datang menyerbu ke sini!"
Kata Beng Han yang melihat berkelebatnya golok dan tombak serta gemerlapnya pakaian para perwira kerajaan.
"Kalau begitu, aku akan mendahului mereka dan membunuh anjing Thio-thaikam itu!"
Teriak Bun Hong dan cepat dia menyerahkan puteranya kepada Beng Han yang sebelum tahu harus berbuat apa, putera sutenya itu telah berada dalam pondongannya. Bun Hong mencabut pedang dan berlari ke luar. Beberapa orang perwira yang melihatnya lalu menahannya, akan tetapi beberapa kali Bun Hong menggerakkan pedang dan beberapa orang perajurit dan perwira telah roboh terguling dan mandi darah. Bun Hong cepat melompat dan berlari menuju ke istana Thio-thaikam!
Sementara itu, isteri Bun Hong yang tahu bahwa Beng Han adalah suheng dari suaminya karena dulu suaminya sering kali menyebut nyebut nama pemuda ini, lalu berlutut di depan Beng Han sambil berkata.
"Twako, tolonglah nyawa anakku, selamatkanlah dia"". tolonglah"".dari alam baka saya akan menghaturkan terima kasih atas budi pertolonganmu ini"" "
Beng Han tertegun dan memandang wajah yang cantik dan pucat itu dan sebelum dia dapat menjawab, tiba-tiba rombongan perwira dan perajurit telah menyerbu masuk dan seorang perwira membentak nyaring.
"Pangeran Son Hai Ling! Atas nama kaisar, kami datang menangkap engkau sekeluarga!"
Pangeran Song melangkah maju dengan wajah angkuh dan langkah tegak.
"Mana lengki?"
Tanyanya. Lengki adalah semacam bendera yang dibawa oleh orang yang menjadi utusan kaisar, semacam tanda kuasa. Seorang perwira tua dengan senyum mengejek lalu memperlihatkan surat perintahnya.
"Pangeran pemberontak? Kau masih hendak berlagak memperlihatkan kekuasaanmu? Jangan kau melawan kalau kau menyayang dirimu sendiri dan keluargamu!"
Sementara itu, melihat datangnya para perwira yang hendak menangkap keluarga Song, Beng Han lalu melompat sambil memondong putera Bun Hong yang masih kecil.
"Heii, kau hendak lari ke mana? Semua penghuni rumah ini tidak boleh pergi meninggalkan tempat ini!"
Seorang perwira lain yang segera mengejar membentak.
"Aku adalah seorang tamu dan bukan penghuni rumah ini!"
Jawab Beng Han yang berlari terus.
"Tahan! Tunggu dulu!"
Teriak perwira itu dan ketika melihat Beng Han tidak mentaati perintahnya, dia berseru.
"Tangkap orang itu!"
Beng Han maklum bahwa dia harus membuka jalan dengan pertempuran, maka sambil memondong anak kecil itu dengan lengan kiri dia mencabut pedangnya dan memutar pedang dengan cepat ke arah para perajurit yang mengejarnya. Melihat gerakan pedang itu, para perajurit mundur kembali dan Beng Han mempergunakan kesempatan itu untuk melompat naik ke atas genteng.
"Kejar! Tangkap""..!"
Teriak perwira yang memimpin penyerbuan itu dan dia sendiri diikuti oleh beberapa orang peiwira lain lalu melompat pula ke atas genteng dan melakukan pengejaran. Beng Han yang tahu bahwa untuk bertempur sambil memondong anak itu adalah kurang leluasa dan berbahaya baginya dan bagi anak itu, tidak mau melayani mereka dan berlari makin cepat. Tidak jauh dari situ, di melihat betapa Bun Hong juga sedang dikepung oleh beberapa orang perwira kerajaan dan sutenya itu sedang mengamuk hebat. Di lalu melompat mendekati dan berseru nyaring.
"Sute, mari kita lari, jangan layani mereka!"
Melihat Beng Han muncul sambil memondong anaknya, Bun Hong lalu menjawab sambil merobohkan seorang lagi pengeroyoknya dengan pedang.
"Suheng, larilah kau, biarkan aku membasmi anjing-anjing rendah ini!"
"Sute, kita selamatkan dulu puteramu, nant kita berdua membasmi mereka. Jangan khawatir, aku akan membantumu. Hayolah!"
Mendengar ucapan suhengnya itu, Bun Hong yang sedang marah dan bingung, kini mentaatinya dan dia memutar pedangnya secara hebat sekali sehingga para pengeroyoknya menjadi gentar dan mundur. Maka dia lalu melompat kebelakang, dan berlari cepat bersama suhengnya, dikejar oleh beberapa orang perwira yang berkepandaian tinggi. Akan tetapi, kedua orang muda yaug gagah perkasa itu berlari cepat sekali sehingga sebentar saja mereka berdua telah meninggalkan para pengejar itu dan lari keluar dari kota raja, menerobos penjagaan di pintu gerbang dan memasuki hutan.
Setelah tiba di tengah hutan, anak di dalam pondongan Beng Han itu menangis keras, agaknya merasa kaget dan ingin minum. Beng Han dengan canggung mengayun-ayun anak itu dalam pelukannya dan Bun Hong lalu memintanya, lalu dia memondong puteranya dengan hati penuh kedukaan. Anak itu diayun-ayun oleh ayahnya lalu berhenti menangis, memejamkan mata, lalu tertidur.
Bun Hong tak dapat menahan keharuan hatinya lagi, dipeluknya anaknya itu dan dia menangis mengguguk, sehingga Beng Han lau minta anak yang tidur itu karena khawatir kalau anak itu akan menjadi kaget. Bun Hong menyerahkan anaknya kepada suhengnya, lalu dia menjatuhkan diri di atas rumput, menutupi muka dengan kedua tangannya.
"Suheng"""."
Dia meratap.
""". aku adalah seorang yang berdosa besar""
Aku telah menyia-nyiakan cinta kasih isteriku, aku bahkan mencelakakan seluruh keluarganya..... suheng, memang benar ucapanmu dahulu itu"". aku telah"".. telah menjadi gila!"
Kemudian dia mengepal tinju dan mukanya berobah beringas sekali.
"Semua ini gara-gara anjing kebiri Thio itu! Aku harus membunuhnya!"
"Tenanglah, sute,"
Jawab Beng Han menahan keharuan hatinya.
"kita sedang menghadapi peristiwa yang hebat dan besar, maka kita harus mempergunakan ketenangan. Jangan bertindak ceroboh menurutkan nafsu amarah. Sekarang keluarga Pangeran Song telah ditawan semua. dan tindakan pertama-tama yang kita harus lakukan ialah menolong dan membebaskan isterimu dari tawanan."
"Akan tetapi"". dia"""
Dia tidak mau suheng"".."
Kata Bun Hong dengan suara sedih.
"Kita harus memaksa dia keluar dari penjara dan membebaskannya demi kepentingan anak ini, sute! Pangeran Song boleh mempunyai pendirian lain karena dia memang seorang bangsawan keluarga kaisar yang memegang teguh keharuman namanya. Akan tetapi Song Kim Bwee adalah isterimu, keluargamu. Dia isterimu dan ibu anakmu, maka dia harus tunduk dan menurut kepada keputusanmu!"
Bun Hong menundukkan kepalanya.
"Terserah kepadamu, suheng. Aku bingung sekali".."
"Sebelum pergi membebaskan isterimu ada hal yang lebih penting lagi yaitu anakmu ini. Kita harus mencari seorang wanita yang boleh dipercaya untuk memeliharanya sewaktu kita pergi."
Bun Hong memandang kepada puteranya laJam pondongan suhengnya itu dan dia teringat akan sesuatu.
"Di dusun sebelah timur kota tinggal seorang janda dengan anak perempuannya yang masih gadis. Aku pernah menolong mereka ketika anak perempuannya itu dilarikan oleh seorang penjahat. Kita titipkan Sian Lun kepada mereka, tentu mereka suka menolongku."
Beng Han girang mendengar ini dan keduanya lalu langsung menuju ke dusun itu. Janda tua dan anak gadisnya yang berhutang budi kepada Bun Hong menerima permintaan tolong mereka dengan segala senang hati dan Bun Hong memesan kepada mereka dengan keras agar supaya mereka tidak menceritakan kepada orang lain siapa sebenarnya anak itu.
"Kalau ada yang bertanya, katakan saja bahwa ini adalah anak seorang keluargamu dari dusun lain yang dititipkan di sini,"
Kata Beng Han. Kedua orang muda itu mendapat penyambutan baik sekali dan mereka bermalam di dalam rumah janda itu.
"Kita harus berlaku hati-hati, sute. Karena mereka tahu bahwa kita tentu akan kembali, maka tentu kota raja terjaga keras sekali. Kita tidak boleh ceroboh dan sebelum bertindak harus kita selidiki lebih dulu dengan baik di mana keluargamu ditahan agar usaha kita tidak akan sia-sia.
"
Bun Hong yang berduka dan bingung serta gelisah sekali itu tidak kuasa menggunakan pikirannya, maka dia menyerahkan segala keputusan dan pimpinan kepada suhengnya. Janda tua itu membantu mereka dan disuruh masuk ke kota raja untuk menyelidiki di mana adanya keluarga Pangeran Song yang ditangkap itu. Tidak mudah bagi janda tua itu untuk melakukan penyelidikan, akan tetapi karena tidak ada orang mencurigai janda dusun yang tua ini, dua hari kemudian, barulah janda itu memperoleh berita dan cepat kembali ke dusun.
Dia mengabarkan dengan muka khawatir bahwa keluarga Song itu ditahan di tempat tahanan besar yang khusus dibangun untuk menahan penjahat-penjahat besar dan pemberontak-pemberontak sebelum mereka dijatuhi hukuman mati! Dan menurut kabar, tempat itu terjaga dengan ketat sekali Mendengar ini, sambil mengerutkan kening dan mengepal tinju, Bun Hong berkata.
"Mari kita serbu mereka di tempat itu, suheng!"
"Tentu, sute. Akan tetapi, tidak pada siang hari. Biarlah malam nanti kita bekerja. Mudah-mudahan saja Thian memberi berkah dan kita akan berhasilmenyelamatkan isterimu."
Bun Hong memegang tangan Beng Han."Suheng, dengan adanya engkau di sampingku, tenaga dan keberanianku menjadi berlipat ganda. Dengan engkau, aku akan sanggup melakukan apa saja. Kita pasti akan berhasil!"
"Mudah-mudahan saja, sute. Dan aku berjanji akan mengorbankan segala yang ada padaku untuk menolongmu dan demi kepentingan dan kebahagiaanmu"
Bun Hong memeluk suhengnya dengan hati terharu.
"Kau mulia sekali, suheng"".. kau ampunkan kesalahanku yang sudah-sudah"""
Beng Han menepuk-nepuk pundak sutenya lan setelah berkemas, mereka lalu berangkat menuju ke kota raja. Untuk keperluan ini, keduanya mengenakan pakaian hitam dan membawa pedang mereka. Bahkan mereka mencari seberapa potong batu karang kecil yang tajam dan keras yang mereka masukkan ke dalam sebuah kantong dan digantung di pinggang, untuk dipergunakansebagai senjata rahasia.
Demikianlah, pada malam hari yang gelap gulita itu, pada waktu angin malam berhembus keras membangunkan bulu roma karena dingin yang menyeramkan, dua bayangan hitam berkelebat cepat bagaikan hantu-hantu malam, menuju ke kota raja. Dengan hati penuh dengan perasaan marah, malu dan penasaran, Kui Eng membalapkan kudanya, diikuti oleh Min Tek yang sebaliknya merasa amat menyesal karena dia merasa bahwa dia telah menjadi gara-gara dan biang keladi terjadinya percekcokan antara tiga orang bersaudara itu.
"Kui-siocia"".!"
Serunya memanggil dan menendang-nendang perut kudanya agar dapat menyusul kuda Kui Eng.
"Kui-siocia, alangkah menyesal dan kecewa hatiku bahwa aku telah mendatangkan perkara yang amat tidak enak itu!"
"Sudahlah, Ang-kongcu. Kau tidak bersalah apa-apa dan jangan kau ulangi dan membicarakan lagi peristiwa yang hanya membuat aku merasa malu itu."
"Kui-siocia, aku telah berdosa besar sehingga karena aku maka kau telah bermusuhan dengan suhengmu sendiri. Aku""aku"". ah sudahlah, lebih baik kautinggalkan saja aku nona. Biar aku pulang seorang diri, dari pada terjadi keributan itu."
Tiba-tiba Kui Eng menahan kudanya.
"Apa? Apakah kau tidak suka melakukan perjalanan bersamaku?"
Ang Min Tek terkejut.
"Bukan, bukan demikian, nona. Aku merasa suka dan berterima kasih sekali bahwa kau sudi melakukan perjalanan bersama aku yang bodoh ini, sudi melindungi aku dari segala ancaman bahaya di dalam perjalanan. Akan tetapi, kalau hal ini hanya menimbulkan pertikaian antara kau dan suhengmu, ahh"". aku merasa tidak enak sekali, nona."
"Ang-kongcu, harap kau jangan sebut-sebutt lagi hal itu. Seorang gagah tidak pernah rnerobah keputusan yang telah diambilnya. Aku telah mengambil keputusan untuk mengantarmu sampai di tempat tinggalmu dan apapun juga takkan dapat merobah kepatusanku, kecuali"
Kecuali kalau kau menyatakan tidak suka melakukan perjalanan denganku, tentu saja aku tidak akan memaksamu."
Melihat kekerasan hati gadis itu, Min Tek menarik napas parjang. Dia lidak nengerti akan sikap orang-orang kang-ouw, dan tentu saja dia tidak berani mengatakan bahwa dia tidak suka melakukan perjalanan bersama pendekar wanita yang selain gagah peikosa, juga cantik jelita itu.
Mereka melanjutkan perjalanan dengan cepat dan tidak banyak berkata-kata. Dan oleh karena kini mereka melakukan perjalanan dengan naik kuda yang dibalapkan cepat, maka pada malam harinya sampailah mereka di Ki-ciu, tempat tinggal Ang Mm Tek. Kedatangan mereka disambut dengan gembira sekali oleh ibu Min Tek,.seorang janda yang kaya. Ketika mendengar bahwa puteranya telah lulus ujian, ibu yang girang ini memeluk putera tunggalnya.!
"Anakku, alangkah besar dan girang rasa hatiku mendengar bahwa engkau telah menjadi seorang siucai. Hanya dua hal yang menjadi mimpi setiap malam bagiku, anakku. Pertama, melihat engkau lulus ujian, dan ke dua melihat engkau melangsungkan pernikahanmu dengan Bu-siocia Mereka tentu akan girang sekali mendengar bahwa kau telah lulus. Min Tek, besok pagi kita pergi ke rumah keluarga Bu dan menentukan hari pernikahanmu dengan tunanganmu."
"Sssstt, ibu, hal itu mudah kita bicarakan nanti. Sekarang perkenalkanlah dulu dengan seorang pendekar wanita yang telah menolong nyawaku dan yang telah melindungiku selama dalam perjalanan. Kalau tidak ada dia, mungkin kita takkan dapat saling bertemu lagi, ibu."
Terkejutlah tyonya itu mendengar ucapa ini.
"Siapa, nak?"
"Inilah dia"".. Kui-siocia""""
Kata Min Tek sambil menengok ke belakang, akan tetapi alangkah kaget dan herannya ketika dia melihat bahwa di belakangnya tidak ada siapa-siapa dan Kui Eng yang tadi ikut masuk di belakangnya telah pergi tanpa meninggalkan bekas! "Eh, ke mana dia"".?"
Min Tek berseru dan cepat dia keluar lagi, menengok ke sana-sini dan mencari-cari dengan pandang matanya; namun tetap saja Kui Eng tidak kelihatan lagi. Ibunya menjadi bingung melihat sikapnya itu.
"Min Tek, kau mencari siapakah?"
Min Tek sadar, menarik napas panjang dan nenggeleng-geleng kepala.
"Aihh"
Sungguh aneh sekali wataknya""..!"
Lalu dia menuturkan kepada ibunya tentang diri Kui Eng yang tadi mengantarnya sampai ke rumah, akan tetapi yang kini telah pergi tanpa pamit.
"Memang dia aneh sekali ibu, seorang wanita perkasa yang amat gagah berani dan keras hati. Akan tetapi, sampai matipun aku tidak akan dapat melupakannya, karena tanpa adanya pendekar itu, aku tentu sudah mati."
Ibu dan anak itu membicarakan keadaan Kui Eng dengan terheran-heran, akan tetapi Min Tek mengerti bahwa akan percuma saja mencari Kui Eng karena apa yang telah dilakukan oleh dara perkasa itu tentu takkan dapat dirubah oleh orang lain. Sebetulnya Kui Eng tadi juga ikut masuk ke rumah itu dan merasa terharu menyaksikan pertemuan antara ibu dan anak itu. Akan tetapi ketika dia mendengar ucapan nyonya Ang terhadap puteranya, tiba-tiba dia menjadi pucat sekali dan tanpa pamit lagi dia melompat keluar dan berlari pergi dari tempat itu.
Dia tidak memperdulikan kudanya lagi dan terus berlari di malam gelap. Setelah tiba di tempat sunyi, dia berhenti dan terdengarlah isak tangisnya. Dia menjatuhkan diri di bawah sebatang pohon dan menangis dengan sedihnya. Min Tek hendak menikah? Sudah bertunangan dengan Bu siocia? Ah".. sedangkan dia"". dia"".. mengharapkan""ahh! Mengapa pemuda itu tidak pernah membicarakan hal ini dan mengapa pula dia tidak pernah memikirkan bahwa seorang pemuda seperti Min Tek itu belum tentu kalau masih "bebas"? Celaka, dan dia sudah membela pemuda ini sehingga dia bermusuhan dengan Bun Hong! Dan pemuda ini sudah mendengar tuduhan Bun Hong bahwa dia mencintanya, dan alangkah rendahnya dia dalam pandangan Min Tek. Dia telah mencinta seorang pemuda yang telah ditunangkan dengan gadis lain dan yang pada besok hari akan ditentukan hari pernikahannya!
Tiba-tiba timbul kekerasan hatinya. Ah, dia seorang dara gagah perkasa yang memiliki ilmu kepandaian tinggi! Kalahkah dia oleh tunangan Min Tek? Dia harus melihat dulu siapakah sebetulnya tunangan pemuda itu. Sampai di mana kecantikannya dan sampai di mana kepandaiannya. Dia merasa penasaran dan ingin, menyaksikan dengan mata sendiri. Dan apakah Min Tek mencinta gadis itu? Dia harus yakin akan hal ini.
Dengan hati terasa hancur, seluruh harapannya pecah berantakan, Kui Eng duduk di bawah pohon itu semalam suntuk memikirkan keadaan dirinya. Ketika dia teringat akan ibunya, teringat akan pinangan Beng Han yang nencintanya, dan teringat akan kata-kata Bun Hong yang juga menjadi rusak hidupnya dan menderita karena cinta ji-suhengnya itu kepadanya, dia menangis lagi dengan hati nelangsa.
Cinta yang didasari keinginan untuk kesenangan diri sendiri, tak dapat dihindarkan lagi pasti mendatangkan duka, mendatangkan kecewa, mendatangkan cemburu dan mendatangkan sengsara. Karena pada hakekatnva cinta seperti itu hanyalah KEINGINAN UNTUK SENANG atau pengejaran kesenangan untuk diri sendiri belakaKita selalu ingin dicinta, ingin orang yang menyenangkan hati kita itu menjadi milik kita pribadi ingin agar orang itu selalu menyenangkan hati kita.Oleh karena inilah maka cinta seperti itu sering kali berakhir dengan kegagalan dan derita bagi diri sendiri. Cinta seperti itu selalu disertai harapan harapan dan kalau harapannya ini tidak tercapai, sudah tentu saja mendatangkan kekecewaan dan kedukaan! Dan jangan dikira bahwa kalau yang diinginkan atau diharapkan itu tercapai akan mendatangkan kebahagiaan yang sesungguhnya! Mungkin mendatangkan kelegaan dan kepuasan sementara saja, seketika saja, selama sehari dua hari, sebulan dua bulan, atau setahun dua tahun Namun kepuasan seperti itu mudah sekali goyah dan di sebelah sana, dekat sekali, sudah menanti kekecewaan-kekecewaan dan kedukaan yang sekali waktu akan menggantikan kedudukan kesenangan itu!
Maka, timbul pertanyaan yang amat bcsar dan yang amat menarik untuk kita selidiki. Apakah benar-benar Kui Eng mencinta Min Tek? Kalau benar gadis ini mencinta Min Tek, apakah dia akan merasa sengsara melihat bahwa Min Tek telah mempunyai seorang tunangan, bahwa Min Tek akan hidup bahagia dengan tunangannya itu?
Kita selalu INGIN agar orang mencinta kita, agar orang baik kepada kita. Akan tetapi, mengapa kita tidak pernah membuka mata dan menyelidiki diri sendiri. Apakah kita mencinta. orang lain? Apakah kita sudah baik kepadi orang lain? Inilah yang penting! Bukan agar orang-orang mencinta dan baik kepada kita! Harapan agar semua orang atau seseorang tertentu mencinta dan baik kepada kita hanyalah menimbulkan kekecewaan dan penderitaan belaka.
Akan tetapi mempelajari diri sendiri MENGAPA kita tidak mencinta dan tidak baik kepada orang lain, itulah yang penting. Kalau kita mempunyai cinta kasih dan belas kasih kepada semua orang, maka cukuplah itu! Cinta dan kebaikan bukanlah cinta dan kebaikan namanya kalau mengharapkan ganjaran, mengha-spkan imbalan. Bukan cinta dan bukan keba-kan namanya yang mengharapkan ganjaran, baik dari orang lain maupun dari Tuhan! Itu hanya merupakan penjilatan atau penyogokan belaka, merupakan akal untuk memperoleh sesuatu ang menyenangkan kita, bukan? Kalau kita sudah mencinta dan baik kepada semua orang, maka tidak menjadi persoalan lagi apakah orang-orang itu baik kepada kita ataukah tidak, cinta kepada kita ataukah tidak. Itu adalah persoalan mereka, bukan persoalan kita.
Cinta kasih tidak menimbulkan duka! Kalau ada duka, kalau ada kecewa, kalau ada cemburu, kalau ada benci, jelas itu bukanlah cinta kasih namanya, melainkan cinta yang didasarkan atas nafsu ingin senang untuk diri pribadi. Ini jelas dan mudah sekali nampak oleh siapa saja yang mau membuka mata melihat kenyataan! Selama masih ada "aku yang ingin senang"
Maka tidaklah mungkin ada cinta kasih! Karena sesungguhnya si aku inilah yang menjadi penghalang timbulnya cinta kasih. Karena kalau yang mencinta itu adalah si aku, jelaslah bahwa si aku hanya dapat mencinta segala sesuatu yang menyenangkan dan menguntungkan si aku, sebaliknya si aku pasti akan membenci segala sesuatu yang menyusahkan dan merugikan si aku. Jadi, selama menyenangkan dan menguntungkan, dicinta, akan tetapi sekali waktu menyusahkan dan merugikan, lalu dibenci! Cinta seperti itu hanyalah permainan nafsu yang amat dangkal, hari ini bisa cinta, besok bisa saja menjadi benci karena hari ini menyenangkan dan menguntungkan, akan tetapi besok menyusahkan dan merugikan.
Kisah Tiga Naga Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tidak demikiankah adanya "cinta kasih"
Yang kita dengung-dengungkan selama ini? Tidak demikiankah "cinta kasih"
Yang ada pada batin kita, terhadap isteri atau suami kita, terhadap anak-anak kita, terhadap keluarga dan sahabat kita? Dan kewaspadaan atau kesadaran akan hal ini, kesadaran yang sedalam-dalamnya, membawa pengertian dan pengertian inilah yang akan mendatangkan perobahan, karena selama kita belum berubah, sudah pasti hidup kita akan selalu dikelilingi oleh kecewa, cemburu, duka, sengsara, benci dansebagainva Demikianlah, denpan hati sengsara Kui Eng menangisi nasibnya! Ah, betapa kita selalu melontarkan segala sesuatu kepada "nasib"! Mengapa kita tidak membuka mata memandang diri sendiri, bercermin dan menjenguk diri sendiri sampai sedalam-dalamnya, mengamati diri sendiri setiap saat?
Segala sesuatu yang terjadi kepada kita berpokok pangkal kepada diri kita sendiri, sumbernya berada di dalam diri kita sendiri! Susah senang adalah permainan pikiran kita sendiri, ditimbulkan oleh pikiran sendiri. Kita menjadi permainan pikiran sendiri Segala sesuatu yang kita lakukan timbul dari pikiran, si aku, dan kemudian pikiran pula yang menyesal, kecewa, berduka. Lalu pikiran pula yang melemparkan kesemuanya itu, pertanggungan jawab itu, kepada sang nasib! Nasib buruk! Dan kita masih saja melanjutkan kesesatan dan penyelewengan kita, dan kalau terjadi akibat buruk, mudah saja, melemparkan kepada nasib! Betapa kita selalu buta, atau membutakan mata?
Pada keesokan harinya, ketika Min Tek yang merasa heran akan kepergian Kui Eng tanpa pamit itu, pergi bersama ibunya mengunjungi rumah tunangannya, dengan sembunyi-sembunyi Kui Eng membayanginya dari jauh. Dengan menggunakan ilmu kepandaiannya, mudah saja Kui Eng membayangi anak dan ibu itu tanpa diketahui oleh mereka. Dia melihat betapa Min Tek dan ibunya disambut oleh sepasang suami isteri dan mereka lalu masuk ke dalam rumah.
Kui Eng lalu mengambil jalan memutar dari belakang rumah dan segera melompat ke atas genteng. Dia membuka genteng dan mengintai ke dalam. Dia melihat Min Tek dan ibunya diantar ke ruangan dalam dan dari dalam sebuah kamar keluarlah seorang dara yang masih amat muda dan wajahnya cantik jelita. Min Tek segera bangkit berdiri, wajahnya berubah kemerahan berseri-seri, dan dia menjura kepada dara itu. Pandang mata pemuda itu membuat hati Kui Eng seperti tertusuk dan perih, karena tidak salah lagi pandang mata itu adalah pandang mata penuh dengan cinta kasih dan amat mesra ketika sejenak pemuda dan dara yang saling memberi hormat itu saling pandang. Bahkan pemuda itu lalu mengeluarkan sebuah bungkusan dan berkata kepada gadis itu dengan suara halus.
"Lan moi, aku mernbawa sutera halus warna merah kesukaanmu."
Dara itu memandang dengan girang dan menyambut bungkusan itu sambil menjawab, mulutnya tersenyum manis dan matanya mengerling tajam.
"Terima kasih, koko""."
Kui Eng memperhatikan wajah dara itu dan tertegunlah dia sehingga dia terduduk di atas genteng dengan bengong. Memandang wajah gadis itu, dia seolah-olah melihat wajahnya sendiri dalam cermin! Dia menjadi penasaran dan mengintai lagi melalui lubang itu. Dara itu duduk di dekat ibunya dan ketika memperhatikan wajah nyonya itu, ibu dari dara itu. kembali jantung Kui Eng berdebar tegang. Di manakah dia pernah melihat nyonya ini? Ayah gadis itu bertubuh gemuk pendek dan wajahnya riang, akan tetapi dia merasa asing dan tidak pernah dia melihat wajah laki-laki ini.
Akan tetapi nyonya itu mempunyai wajah yang telah dikenalnya dengan baik, hanya dia telah lupa lagi di mana dan kapan dia pernah bertemu dengan wanita itu. Dara muda itu, yang menjadi tunangan Min Tek, mengapa demikian mirip dengan dia? Dia teringat betapa pernah Min Tek berkata kepadanya bahwa dia mengingatkan pemuda itu kepada seorang yang menjadi kenangannya. Tahulah dia sekarang siapa orang yang dimaksudkan oleh pemuda itu!
Hatinya makinmenjadi panas mengingat itu semua, sungguhpun pada saat itu juga Kui Eng merasa malu kepada diri sendiri mengapa dia mesti merasa panas dan cemburu! Setelah Min Tek dan ibunya pulang, Kui Eng masih saja duduk di atas genteng, bersembunyi di belakang wuwungan yang tinggi, tidak memperdulikan matahari yang membakar kepala dan punggungnya. Tiba-tiba dia melihat gadis itu menuju ke taman bunga di belakang rumah itu sambil membawa bungkusan pemberian Min Tek. Kui Eng cepat melayang turun dan mengintai dari balik sebatang pohon.
Dara remaja itu berlarian kecil dengan wajah gembira, memasuki taman. Kemudian dia duduk di atas bangku taman, lalu dengan tangan gemetar dara itu membuka bungkusan pemberian tunangannya tadi. Setelah bungkusan terbuka, di dalamnya terdapat segulung sutera merah yang halus. Dengan girang dara itu lalu mendekap gulungan sutera di dadanya sambil tersenyum dan matanya memandang keatas dengan mesra, lalu dibukanya gulungan sutera itu dan ditempelkan pada tubuhnya dipandanginya sambil mematut-matut.
Dengan hati panas Kui Eng lalu mengambil sepotong batu dan mengayun tangannya "Brettt!!"
Batu kecil itu menembus sutera yang masih dipegang oleh gadis itu menjadi robek dan berlubang!
Gadis itu terkejut sekali dan melihat kearah kain suteranya dengan heran, menyesal dan kecewa. Hampir dia menangis dan memandang ke kanan kiri karena tidak tahu mengapa kain itu tiba-tiba bisa robek dan berlubang. Ketika dia menoleh ke belakang, dia melihat seorang gadis berdiri dengan bertolak pinggang memandang kepadanya dengan mata berapi-api.
Kui Eng yang berdiri tegak itu tersenyum pahit, lalu berkata.
"Demikianlah, tanpa kau sadari engkaupun telah merobek hatiku seperti kain suteramu itu!"
Tentu saja dara itu menjadi heran dan bingung, terutama sekali ketika dia melihat bahwa gadis baju hijau yang berdiri dan kelihatan marah itu memiliki wajah yang mirip sekali dengan wajahnya sendiri. Kalau hal ini terjadi di waktu malam, tentu dara itu akan menjerit ketakutan dan menyangka melihat setan. Akan tetapi oleh karena hari itu masih siang dan terang sekali, maka dia lalu melangkah maju memandang dengan mata terbelalak, kemudian mukanya berubah dan napasnya terengah-engah
"Kau"".? Siapakah engkau, cici? Bagaimana kau bisa masuk ke sini dan"".. dan apakah artinya kata-katamu tadi"".?"
Dara itu memandang kepada kain suteranya yang robek.
"Dengarlah, namaku adalah Kui Eng dan kau boleh mengatakan kepada tunanganmu itu bahwa aku tidak akan dapat mengampuni diriku sendiri karena ketololanku!"
Setelah berkata demikian, Kui Eng membalikkan tubuhnya dan dia hendak pergi dari tempat itu.
Akan tetapi tiba-tiba dara itu menjerit dan berseru.
"Enci Kui Eng".. benarkah"..? Engkaukah ini".?"
Kui Eng membalikkan tubuhnya dan memandang dengan heran. Dara itu kini memandang kepadanya dengan mata terbelalak dan muka pucat, kemudian dara itu menjerit dengan nyaring sekali.
"Ibu"".! Ibu""..! Lekas ke sini". enci Kui Eng telah datang"..!!"
Karena teriakan itu nyaring sekali, maka terdengarlah sampai ke dalam rumah dan tak lama kemudian, keluarlah nyonya yang menjadi ibu gadis itu bersama suaminya yang gemuk.
Kui Eng yang terkejut dan heran melihat sikap dara itu, masih berdiri terheran-heran dan kembali jantungnya berdebar keras ketika melihat nyonya yang wajahnya amat dikenalnya itu. Sementara itu, ketika nyonya itu melihat Kui Eng, dia berhenti berlari dan berdiri seperti patung, menatap wajah Kui Eng dengan mata dipentang lebar.
"Betul"".tak mungkin salah lagi"""
Kui Eng"".. Eng-ji, kau betul-betul Eng ji, anakku"".."
Bibir nyonya tua itu bergerak-gerak mengeluarkan bisikan, akan tetapi cukup keras terdengar oleh Kui Eng yang menjadi pucat seketika. Dia merasa betapa kepalanya seakan-akan disiram air dingin yang menyadarkan ingatannya bahwa nyonya ini bukan lain adalah ibunya sendiri yang telah lama dicari-carinya!
"Ibu""..???"
Bisiknya ragu-ragu, seakan-akan dia tidak percaya kepada ingatannya sendiri.
Nyonya itu berlari maju sambil membuka dua tangannya.
"Eng-ji""., Eng-ji anakku"".."
"Ibu"".!"
Kini Kui Eng tidak ragu-ragu lagi dan dia menjerit sambil menubruk ibunya, memeluk kedua kaki ibunya sambil menangis. Ibunya yang kini telah menjadi nyonya Bu Pok Seng itu lalu berlutut pula dan ibu ini merangkul dan menciumi anaknya antara tawa dan tangis.
"Eng-ji"". Eng-ji""., tak kusangka kita akan dapat bertemu lagi"".."
Kui Eng menangis dan sukar untuk dapat mengeluarkan kata-kata. Akan tetapi dia teringat akan gadis tadi dan dia menoleh. Dia melihat gadis itu berdiri di dekat ayahnya dan mendekap kain sutera merah. Keinginan tahu Kui Eng meredakan keharuannya dan dia lalu bertanya kepada ibunya.
"Ibu, siapakah adik ini"""?"
Tanyanya sambil menunjuk ke arah gadis yang mirip dengan dia itu.
Ibunya bangun berdiri sambil menarik tangan Kui Eng dan diajaknya dia menghampiri gadis tadi yang berdiri di samping ayahnya.
"Eng-ji.. dia ini adalah ayah tirimu Bu Pok Seng. dan anak ini adalah Swi Lan, adik tirimu sendiri..."
Kui Eng terkejut bukan main, memandang kepada Swi Lan dengan melongo, kemudian sambil terisak dia merangkul dan memeluk ibunya.
"Ibu"". aku berdosa kepadamu, aku"..aku adalah anakmu yang jahat""."
Swi Lan yang kini tidak merasa ragu-ragu lagi bahwa gadis ini adalah cicinya yang sering disebut-sebut dan diceritakan oleh ibunya, lalu lari menghampiri dan memeluk Kui Eng.
"Enci Eng"". aku girang sekali dapat bertemu denganmu. Ketahuilah, sudah sering sekali aku bertemu denganmu, enci yang manis."
Kui Eng memandang heran, mengusap air matanya dan melihat bahwa wajah adik tirinya yang manis itu tersenyum, akan tetapi dari kedua mata yang jeli itu mengalir air mata pula."Apa"".apa maksudmu"".?"
Dia bertanya gagap, teringat akan perbuatannya yang tidak patut tadi.
"Ibu sering menceritakan tentang dirimu dan aku sering bertemu dengan enci Eng di dalam mimpi."
Kui Eng merasa hatinya tertusuk dan dia segera merangkul Swi Lan dengan terharu.
"Adikku...". kaumaafkanlah aku kalau tadi aku berlaku kurang patut kepadamu...."
Ibu kedua orang gadis itu bertanya heran.
"Eh, apakah tadi kalian sudah bertemu dan berkenalan?"
Swi Lan memandang kepada ibunya dan Kui Eng merasa khawatir kalau-kalau adik tirinya itu akan memberitahukan kepada ibunya tentang perbuatannya merusak kain sutera adiknya itu. Akan tetapi Swi Lan hanya berkata.
"Tadi enci Eng tiba-tiba muncul sehingga aku menjadi terkejut sekali. Akan tetapi, melihat wajahnya, aku sudah dapat menduga bahwa dia tentulah enciku yang baik."
Bukan main malunya rasa hati Kui Eng mengenangkan semua peristiwa yang terjadi tadi. Dia telah jatuh hati kepada tunangan adiknya sendiri. Ini masih tidak mengapa karena dia tidak tahu bahwa Min Tek adalah pemuda yang sudah bertunangan dan bahwa tunangannya itu adalah adiknya sendiri. Yang paling hebat adalah perbuatannya yang menyakiti hati adiknya tadi, yang melukai perasaan adiknya dengan merusak kain sutera pemberian Min Tek. Bahkan tadinya dia mempunyai niat pula untuk melukai atau membunuh gadis yang merebut pemuda pujaan hatinya itu!
Ketika diperkenalkan kepada ayah tirinya, Kui Eng memberi hormat dengan perasaan kecewa. Entah bagaimana, dia merasa tidak suka kepada ayah tirinya ini, sungguhpun dia merasa suka sekali kepada Swi Lan yang manis dan peramah. Dia merasa kecewa sekali melihat bahwa ibunya telah memkah lagi, bahkan melihat kenyataan ini, dia merasa hatinya sakit. Tadinya dia mengharapkan untuk bertemu dengan ibunya dan hidup berdua bersama ibunya, akan tetapi kini, setelah ibunya mempunyai rumah tangga dan keluarga baru, dia merasa betapa dirinya sendiri menjadi seorang asing, seorang pendatang yang hanya akan mengganggu dan mengacaukan kebahagiaan rumah tangga ibunya saja. Dia merasa dirinya sebagai orang yang tidak berhak tinggal di situ, yang merusak dan menghalangi ketenteraman kebahagiaan rumah tangga ibunya. Perasaan inilah yang membuat dia pada keesokan harinya segera pergi lagi meninggalkan rumah ibunya.
Ketika dia berpamit, ibunya mencegah sambil menangis, akan tetapi Kui Eng yang keras hati itu memaksa dan berkata.
"Ibu, malam tadi telah kuceritakan semua pengalamanku kepada ibu. Maka sekarang, kedua orang suhengku itu tentu sedang mencari cariku dan aku harus menemui mereka. Pula, aku sudah berjanji kepada suhu untuk kembali ke Kwi-hoa-san tiga tahun setelah pergi merantau."
"Kalau begitu akupun tidak dapat mencegahmu, anakku. Akan tetapi mengapa begitu tergesa-gesa? Baru kemarin kau datang""."
"Tentu saja kalau sudah tidak ada urusan sesuatu yang menghalangiku, kita akan dapat saling bertemu kembali, ibu."
"Kui Eng, jangan kaulupakan ibumu dan segera datanglah kembali ke sini. Anggaplah ini sebagai rumahmu sendiri, anakku"""
"Benar, anakku, kautinggallah di sini dan anggap aku sebagai ayahmu sendiri,"
Kata Bui Pok Seng pula dengan sikap ramah. Kui Eng menghaturkan terima kasih.
""Enci Eng, aku akan merasa berbahagia sekali kalau engkau suka tinggal menjadi satu di sini,"
Kata Swi Lan pula dan Kui Eng lalu memeluk dan mencium dahi adiknya itu.
"Swi Lan, semoga kau hidup berbahagia. Orang seperti engkau sudah pantas mendapatkan kebahagiaan hidup."
Sebenarnya, hati Kui Eng berkata bahwa orang seperti adiknya itu sudah pantas menjadi isteri Min Tek!
Kui Eng berjanji untuk datang kembali, padahal dalam hatinya dia merasa ragu-ragu apakah dia akan mempunyai muka untuk kembali ke tempat itu, untuk bertemu dengan adiknya yang hampir saja dibunuhnya, untuk bertemu muka dengan Ang Min Tek. Ah, dia merasa malu". malu sekali!
Dengan mengeraskan hatinya, Kui Eng meninggalkan ibunya yang menangis dan pergilah dia dari kota Ki-cu yang tadinya merupakan kota harapan baginya, akan tetapi ternyata merupakan kota yang menghancurkan pengharapannya akan tetapi sekaligus juga mempertemukannya dengan ibunya dan memisahkan dia dari Min Tek untuk selamanya!
Dia melakukanperjalanan dengan cepat menuju ke kota raja kembali dan apabila dia ingat kepada Bun Hong, dia merasa berduka sekali. Betapapun juga, suhengnya itu benar. Kalau dia tidak melakukan perjalanan bersama dengan Min Tek, tidak mungkin dia akan mendapatkanmalu, akan menderita tekanan batin sehebat itu. Akan tetapi sebaliknya, belum tentu pula dia akan dapat bertemu dengan ibunya.Ah, dasar nasib, nasibnya yang amat buruk, kembali dara itu menyalahkan nasibnya! Seperti juga di waktu pergi ke Ki-ciu, kembalinya ke kota raja dia berjalan cepat sekali hingga dalam waktu sehari semalam saja dia telah tiba di kota raja kembali.
Beng Han dan Bun Hong berhasil memasuki kota raja. Dengan pertolongan seorang petani yang mengangkut segerobak padi ke kota raja, dua orang muda perkasa ini dapat bersembunyi di bawah tumpukan padi dan dapat menyelundup ke dalam kota raja tanpa mempergunakan kerasan. Ketika gerobak itu tiba di pintu gerbang, tukang gerobak dihentikan oleh para pennjaga yang memeriksanya, akan tetapi penjaga itu tidak memeriksa ke dalam tumpukan padi. Siapakah orangnya yang dapat bersenbunyi di dalam tumpukan padi? Selain berat, juga tentu orang yang bersembunyi di dalamnya tidak akan dapat bernapas. Para penjaga tidak menyangka bahwa dua orang muda yang bertubuh kuat dan dapat menahan napas karena mereka telah memiliki sinkang yang amat kuat bersembunyi di dalam tumpukan padi itu dengan pedang siap di tangan!
Bersamaan dengan gerobak itu, beberapa orang masuk pula ke dalam pintu gerbang yang hampir tertutup karena hari telah larut senja itu, dan di antara mereka terdapat seorang gadis baju hijau yang dapat masuk dengan mudah karena dia tidak dicurigai. Perintah dari atas hanya mengharuskan para penjaga berhati-hati terhadap dua orang laki-laki muda yang menjadi pemberontak yang dicari-cari. Maka gadis itupun tidak mereka curigai, sungguhpun gadis secantik Kui Eng tentu saja tidak terlepas dari perhatian para penjaga, perhatian lain lagi yang tidak terdorong oleh kecurigaan, melainkan terdorong oleh rasa kagum akan kecantikan dara itu. Kui Eng sudah tiba di situ, akan tetapi pendekar wanita ini sama sekali tidak tahu bahwa di dalam tumpukan padi dalam gerobak itu tersembunyi dua orang suhengnya yang sedang dicari-carinya. Juga Beng Han dan Bun Hong sama sekali tidak tahu bahwa pada saat itu sumoi mereka berada di dekat gerobak!
Mereka semua dapat memasuki kota raja dengan selamat dan Kui Eng lalu mengambil jalan lain.
(Lanjut ke Jilid 14)
Kisah Tiga Naga Sakti (Cerita Lepas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 14
Sementara itu. ketika gerobak itu tiba di jalan yang agak sunyi, Beng Han dan Bun Hong lalu melompat turun dari gerobak dan mempergunakan ilmu kepandaian mereka untuk berlari cepat dan menuju ketempat tahanan yang telah mereka ketahui letaknya dari hasil penyelidikan nyonya janda itu. Benar saja seperti yang diceritakan oleh janda tua itu, tempat tahanan di mana keluarga pangeran itu ditahan, terjaga dengan ketat sekali dan boleh dibilang hampir sekeliling tempat atau bangunan itu terdapat perajurit-perajurit yang menjaga dengan senjata tombak di tangan.
Beng Han dan Bun Hong tidak mau bertindak ceroboh. Tentu saja mereka tidak takut menghadapi para penjaga itu dan kiranya tidaklah sukar bagi mereka untuk menyerbu masuk secara langsung dengan merobohkan penjaga. Akan tetapi kalau hal ini mereka lakukan, mereka tentu akan dikeroyokm dan tentu penjagaan di sebelah dalam terhadap para tawanan lebih ketat lagi sehingga sukar bagi mereka untuk dapat menolong Kim Bwee. Mereka berunding sejenak dan akhirnya mereka memperoleh siasat yang mereka anggap tepat. Setelah mengatur siasat, dua orang pendekar muda itu lalu berpencar, seorang ke timur dan seorang lagi ke barat.
Senja telah lewat dan cuaca mulai menjadi gelap.
Tiba-tiba para penjaga di sebelah timur mendengar suara orang merintih kesakitan di tempat gelap yang agak jauh dari tembok rumah tahanan, di dalam semak-semak yang gelap. Dua orang penjaga membawa senjata masing-masing menghampiri tempat itu, akan tetapi ketika tiba di tempat gelap, tiba-tiba berkelebat bayangan hitam yang menggerakkan kedua tangannya dan penjaga-penjaga itu telah tertotok dan roboh tanpa dapat mengeluarkan suara lagi, Tubuh mereka menjadi lemas dan lumpuh sedangkan mulut mereka tidak dapat mengeluarkan suara.
Para penjaga lain yang menanti kembalinya dua orang rekan mereka itu, merasa heran karena tidak melihat mereka kembali dan juga tidak mendengar suara mereka, sedangkan suara orang merintih itu masih terdengar saja Dua orang penjaga lain segera menyusul, akan tetapi mereka inipun tertotok roboh dan diseret di balik semak-semak.
Di bagian barat juga terjadi hal yang serupa dengan apa yang terjadi dengan para penjaga di sebelah timur. Kini para penjaga mulai menjadi curiga dan sekelompok penjaga di timur dan di barat menghampiri ke tempat gelap untuk melakukan pemeriksaan. Mereka merasa terkejut dan heran ketika melihat betapa di antara empat orang penjaga yang tadi memeriksa tempat itu, hanya ada tiga orang saja sedangkan yang seorang lagi entah pergi ke mana. Tentu saja mereka beramai-ramai lalu menolong tiga orang kawan ini, akan tetapi mereka itu telah lumpuh dan tidak dapat bicara, hanya mata mereka saja yang bergerak-gerak ketakutan.
Ributlah keadaan di situ dan banyak sekali penjaga-penjaga yang berpakaian seragam menjadi kacau dan berlari ke sana-sini, membuat penjagaan-penjagaan, mencari-cari dan ada yang melapor ke dalam. Dan di antara simpang-siur para penjaga ini, terdapat dua orang "penjaga"
Yang mengenakan pakaian yang sama, akan tetapi yang selalu berusaha untuk menyembunyikan muka mereka. Dua orang "penjaga"
Ini bukan lain adalah Beng Han dan Bun Hong. Mereka telah berhasil memancing para penjaga dan menotok mereka di dua tempat, lalu mereka menyeret seorang di antara tawanan mereka yang memiliki bentuk tubuh mirip denganmereka menanggalkan atau melucuti pakaian penjaga ini dan menyamar sebagai penjaga.
Setelah akal ini berhasil, mereka lalu mempergunakan kepanikan itu untuk menyelinap masuk ke dalam benteng, menyamar sebagai penjaga. Di dalam keributan itu, mereka berhasil menyelundup masuk tanpa mendapat banyak perhatian. Tanpa banyak mengalami kesukaran, Beng Han dan Bun Hong terus masuk ke bagian dalam. Mereka bertemu dengan dua orang penjaga lain yang memandang mereka dengan agak heran dan khawatir.
"Kawan-kawan, ada apakah ribut-ribut di luar?"
Tanya seorang penjaga bagian dalam.
"Ada musuh menyerbu, hayo lekas kita memperkuat penjagaan para tawanan!"
Kata Beng Han dengan suara gagap. Kedua orang penjaga bagian dalam itu menjadi terkejut dan segera berlari masuk, diikuti oleh Beng Han dan Bun Hong menuju ke ruang tempat tawanan, sambil memberi tahu kepada setiap orang penjaga yang mereka jumpai sehingga para penjaga itu berserabutan keluar dengan senjata di tangan.
Setelah tiba di ruangan tempat tahanan, kedua orang muda itu melihat betapa seluruh keluarga Pangeran Song berkumpul di suatu ruangan dan sedang menangis sedih, merubung sesuatu dengan penuh duka. Beng Han dan Bun Hong segera menotok roboh dua orang penjaga yang mengantar mereka tadi dan Bun Hong menanggalkan jubah pengantar yang dipakainya tadi lalu dia membuka pintu kerangkeng ruangan itu dengan paksa dan melompat ke dalam. Ketika dia tiba di tempat itu, dia melihat pemandangan yang membuatnya menjadi pucat sekali, kedua kakinya menggigil dan jantungnya terguncang hebat. Di tengah-tengah ruangan itu, di mana para keluarga menangis dan merubung, nampak tubuh isterinya dengan muka dan kepala mandi darah, menggeletak ditangisi semua orang.
"Kim Bwee"".!"
Bun Hong melompat dan menubruk tubuh isterinya. Ternyata bahwa karena putus asa dan tidak tahan menderita malu dan penghinaan, isteri Bun Hong telah membenturkan kepalanya pada dinding, akan tetapi karena tenaganya kurang kuat, maka dia tidak tewas seketika sungguhpun dahinya pecah pecah dan darah membasahi seluruh mukanya.
Mendengar suara suaminya, Kim Bwee membuka matanya dan memandang dengan sinar mata sayu yang makin menghancurkan hati Bun Hong. Dia berlutut, mengangkat dan memangku tubuh isterinya sambil menangis dan mengeluh.
"Kim Bwee, isteriku"". aku datang hendak membawamu pergi"".. Kim Bwee, isteriku yang tercinta""."
"Suamiku, mengapa kau datang"".? Larilah, selamatkan Sian Lun, anak kita"".."
"Kim Bwee, apa artinya hidupku tanpa kau? Mengapa kau mengambil keputusan nekat begini? Ah, Kim Bwee".. Kim Bwee".!" "Koko""."
Suara nyonya muda itu menjadi lemah sekali.
"biarlah"". aku sengaja melakukan ini""., biar kau bebas".. kau boleh kawin lagi".. asal kau jangan melupakan anak kita".."
Bun Hong mendekap kepala yang berlumuran darah itu ke dadanya, sambil menangis dengan air mata bercucuran.
"Tidak...., tidak".! Kim Bwee, aku mencintamu, aku"
Aku".."
Akan tetapi tiba-tiba dia menghentikan kata-katanya karena merasa betapa tubuh isterinya meronta dalam pelukannya! Dia memandang dengan mata terbelalak dan melihat betapa isterinya telah menggunakan seluruh tenaga untuk melawan maut yang hendak merenggut nyawanya. Nyonya muda itu dengan muka berlumuran darah sehingga mengerikan sekali nampaknya kini memandangnya dengan mesra.
"Betulkah"".. betulkah bahwa engkau". kau mencinta""?"
"Kim Bwee, aku bersumpah, demi kehormatanku sebagai seorang pendekar, aku cinta padamu, Kim Bwee"".."
Kim Bwee menatap wajah suaminya, mengangkat kedua tangannya yang menggigil dan lemas, membelai wajah Bun Hong, dan bibirnya tersenyum lalu bergerak.
""".. terima kasih""terima kasih"", aku.... aku puas...""
Dan lemaslah tubuhnya, tak berdaya lagi karena nyawanya telah melayang.
"Kim Bwee. ..! Kim Bwee" .!!"
Bun Hong berteriak-teriak seperti orang gila, memeluk tubuh isterinya dan menjambak-jambak rambutnya sendiri. Pangeran Song dan semua keluarga juga menangisi kematian Kim Bwee ini sehingga ruangan tempat tahanan itu menjadi riuh oleh suara tangis yang memilukan.
"Sute, mereka datang!"
Tiba-tiba Beng Han berseru dengan keras memperingatkan sulenya. Bun Hong melompat berdiri dengan wajah beringas.
"Mana mereka? Biarkan mereka datang! Hendak kubunuh seorang demi seorang! Hendak kucabut isi perut mereka di depan isteriku!"
Dengan wajah mengerikan sehingga Beng Han sendiri menjadi terkejut melihatnya, Bun Hong melompat dengan pedang di tangan, menyambut datangnya tiga orang perwira yang diikuti oleh para penjaga.
"Pemberontak!"
Seru perwira-perwira itu ketika mereka melihat Beng Han dan Bun Hong.
"Anjing-anjing hina! Kalian harus menjadi pengawal isteriku!"
Teriak Bun Hong sambil nenerjang maju. Pedangnya bergerak secara buas sekali dan seorang perwira roboh dengan leher hampir putus, berikut goloknya yang tadi menangkis! Bun Hong yang telah menjadi marah bagaikan gila itu mengamuk hebat dan tak seorangpun dapat menahan amukannya, sedangkan Beng Han juga membuka jalan keluar dengan mainkan pedangnya dengan cepat sekali. Melihat sepak terjang sutenya, hati Beng Han menjadi ngeri karena dia maklum bahwa sutenya telah dikuasai oleh nafsu membunuh yang amat buas.
Sebagai ahli-ahli silat tinggi, mereka berdua dapat mengatur gerakan dan serangan mereka untuk merobohkan lawan tanpa membunuh, dan apabila tidak perlu, keduanya sebetulnya menjauhi pembunuh-pembunuhan. Akan tetapi sekali ini Bun Hong menyerang untuk membunuh! Setiap kali pedangnya berkelebat, maka senjata itu merupakan cengkeraman maut yang mencari korban. Beberapa orang penjaga telah bergelimpangan dan tewas di ujung pedang Bun Hong, sedangkan Beng Han hanya melukai dan membuat tidak berdaya beberapa orang penjaga. Pemuda yang masih sadar ini berpantang membunuh secara sembarangan, sesuai dengan pesan gurunya.
"Sute, hayo kita pergi!"
Ajaknya.
"Tidak, akan kubunuh semua anjing ini!"
Kisah Tiga Naga Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Teriak Bun Hong sambi mengamuk terus dengan hebatnya. Sementara itu para penjaga kini telah mengurung tempat itu sehingga penuh sesak. Beng Han menjadi khawatir sekail oleh karena dia maklum bahwa kerajaan memiliki banyak perwira yang lihai.
"Kita harus cari dulu Thio-thaikam!"
Katanya memperingatkan sutenya. Mendengar ucapan suhengnya itu Bun Hong tersadar. Benar pikirnya, dia tidak boleh tewas dikeroyok di tempat ini sebelum dia dapat membunuh orang kebiri yang dianggap musuh besarnya itu.
"Kau benar, suheng, kita bunuh dulu anjing kebiri itu!"
Jawabnya dan dengan hebat kedua orang muda itu membuka jalan dengan memutar pedang mereka. Akhirnya, berkat kerja sama kedua pedang mereka yang lihai, para pengepung menjadi buyar, mundur dengan gentar dan kepungan menjadi pecah. Beng Han dan Bun Hong melompat keluar dari kepungan terus melarikan diri dikejar oleh para perwira dan para penjaga. Akan tetapi, sambil berlari kedua orang muda itu mengayun tangan kiri mempergunakan batu-batu kecil yang mereka sengaja bawa sehingga beberapa orang pengejar menjerit dan roboh. Tempat itu penuh dengan orang-orang terluka atau tewas, dan suara rintihan mereka yang terluka bercampur dengan suara tangisan keluarga Song yang meratapi kematian Song Kim Bwee.
Akan tetapi, para perwira dari luar benteng yang telah menerima laporan dan datang membantu, segera menghadang jalan keluar kedua orang muda itu sehingga di pintu gerbang terjadilah pertempuran hebat antara kedua orang pendekar itu melawan pengeroyokan belasan orang perwira yang memiliki ilmu silat tinggi. Betapapun gagahnya Beng Han dan Bun Hong, namun menghadapi pengeroyokan hebat ini, lambat-laun mereka berdua terdesak juga.
Tiba-tiba seorang perwira menjerit dan roboh, disusul bentakan nyaring seorang wanita yang merobohkan perwira itu dari luar kepungan.
"Anjing-anjing penjilat, jangan kalian berani mengganggu kedua orang suhengku!"
"Sumoi""..!"
Beng Han dan Bun Hong berseru hampir berbareng dengan suara girang sekali dan semangat mereka bernyala hebat sehingga kembali dua orang perwira pengeroyok dapat dirobohkan. Benar saja, yang datang itu adalah Kui Eng, dara pendekar yang tadi memasuki kota raja dan segera dia mendengar tentang huru hara yang terjadi di gedung Pangeran Song.
Ketika dia mendengar hahwa Bun Hong adalah anak mantu pangeran itu, Kui Eng lalu mengambil keputusan untuk mencari dan menolong isteri Bun Hong yang juga ikut tertangkap. Dan ketika dia tiba di benteng tempat tahanan itu, dia melihat betapa kedua orang suhengnya dikeroyok oleh para perwira di dekat pintu benteng, maka dia segera membantu. Kini tiga orang saudara seperguruan itu mengamuk hebat bagaikan tiga ekor naga sakti turun dari angkasa dan mengamuk. Banyak perwira tewas di ujung senjata mereka.
Pendekar Bodoh Karya Kho Ping Hoo Sepasang Pedang Iblis Karya Kho Ping Hoo Rajawali Emas Karya Kho Ping Hoo