Kisah Tiga Naga Sakti 20
Kisah Tiga Naga Sakti Karya Kho Ping Hoo Bagian 20
Aliran kebatinan Manichaeism berkembang menjadi aliran kebatinan yang mendambakan mistik dan klenik. Pada mulanya, Mani sendiri menganut paham dualisme, seperti paham kaum kebatinan Im Yang. Menurut Mani, terang adalah baik dan gelap adalah jahat. Pengetahuan tentang agama Mani atau Beng-kauw adalah pengetahuan tentang alam dan unsur-unsurnya, antara kebalikan-kebalikan, dan penyelamatan adalah proses membebaskan unsur terang dari gelap. Menurut Mani, di dalam alam semesta terdapat dua kekuasaan yang saling bertentangan, yaitu Terang dan Gelap.
Setan lahir di Kerajaan Gelap. Selanjutnya, menurut pelajaran Mani, manusia pertama adalah ciptaan Setan, akan tetapi di dalam manusia itu juga terdapat unsur Terang dari Tuhan. Setan beruasaha untuk mengikat manusia dengan kegelapan atau kejahatan, namun roh-roh Terang berusaha untuk membebaskannya, Mani sendiri menamakan dirinya sebagai Duta Terang. Inilah asal mulanya nama Beng-kauw (Agama Terang), hanya dengan bantuannya dan murid-muridnya yang terpilih maka Terang dapat dipisahkan dari Gelap.
Seperti dalam segala macam agama yang ada di dunia ini, dasar dari pada agama itu adalah untuk menuntun manusia ke dalam kebaikan. Demikian pula dengan Beng-kauw atau yang asalnya bernama Manichaeism itu. Di antara para penganutnya, terdapat penganut atau umat biasa dan ada pula yang pilihan. Penganut pilihan ini harus mentaati bermacam-lacam larangan, diantaranya adalah larangan membunuh mahluk berjiwa. Akan tetapi dari prakteknya, agama menjadi semacam pegangan untuk kesenangan diri pribadi, untuk penghiburan dan tempat menggantungkan harapan-harapan, untuk melarikan diri dari kenyataan hidup, dan akhirnya Manichaeism juga penuh dengan penyelewengan-penyelewengan dari dasar semula. Banyak dipelajari ilmu-ilmu sihir dan mistik.
Akan tetapi harus diakui bahw agama ini pernah menjadi agama besar yang menguasai hampir seluruh Persia, bahkan meluas sampai ke India dan ke Tiongkok. Demikanlah catatan ringkas tentang Agama Mani atau Agama Terang yang hanya hidup sampai pada abad ke tigabelas itu. Biarpun di Tiongkok agama ini belum pernah menjadi agama terbesar, namun setidaknya pada waktu cerita ini terjadi Agama Beng-kauw merupakan agama yang menjadi saingan aliran-aliran lain, sungguhpun Agama Beng-kauw ini dikenal sebagai agama yang banyak dipeluk oleh golongan sesat dari dunia persilatan.
Pada waktu cerita ini terjadi, aliran Beng-kauw belum begitu kuat, belum terpusat dan di mana-mana ada tokoh yang menyusun perkumpulan-perkumpulan sendiri, menggunakan nama Beng-kauw, dan biarpun ada unsur unsur Agama Beng-kauw di dalamnya, namun sudah bercampur dengan segala macam aliran yang mengutamakan mistik dan sihir, ketahyulan yang memuja kekuasan-kekuasan mujijat sehingga agama yang pada mulanya dimaksudkan untuk menjadi penerang ini malah menjadi sumber orang-orang yang memuja kegelapan!
Di daerah utara, Beng-kauw dikuasai oleh tiga orang saikong yang amat lihai. Mereka itu dikenal dengan nama Kwan Cin Cu, Hok Kim Cu, dan Thian Bhok Cu. Mereka bertiga ini memimpin Agama Beng-kauw yang dibawa dari India oleh seorang pertapa dari Himalaya, seorang kakek aneh yang sakti, ahli ilmu silat tinggi dan ahli sihir. Kakek ini sebetulnya adalah peranakan India, bernama Maghi Sing, akan tetapi karena selama puluhan tahun dia berkelana di Tiongkok, maka dia mahir berbahasa Han, bahkan memiliki julukan See-thian Siansu ( Kakek Sakti dari India ).
Akan tetapi, karena maklum bahwa aliran kebatinan mereka dicurigai dan dimusuhi fihak-fihak lain, bahkan pernah digempur oleh para pendekar dari partai-partai persilatan besar yang menganggap praktek-praktek mereka itu menyesatkan rakyat dan menjurus ke arah kecabulan dan penggunaan obat bius, maka akhirnya aliran kebatinan ini menyembunyikan diri. Ketika aliran kebatinan Beng-kauw itu dipimpin oleh Kwan Cin Cu dan dua orang sutenya. di bawah perlindungan gurunya maka mereka itu mengambil tempat yang tersembunyi dan rahasia, yaitu di dalam guha-guha di sepanjang pantai Po-hai, di dekat muara Sungai Huangho. Di dalam sebuah di antara guha-guha besar itulah See-thian Siansu atau Maghi Sing bertapa, dan tiga orang muridnya memimpin para anggauta Beng-kauw di tempat terpencil ini.
Karena pernah dimusuhi oleh para pendekar dan aliran kebatinan yang lain, maka timbul dendam dan sakit hati pada batin para anggauta Beng-kauw. Oleh karena itu, selalu mereka menanti kesempatan untuk membalas dendam. Akhirnya, atas petunjuk dari Maghi Sing, Beng-kauw mulai bergerak untuk menjalankan siasat mereka untuk mengadu domba agar sakit hati mereka dapat terbalas. Biarkan aliran aliran lain itu bermusuhan sendiri dan yang menjadi sasaran pertama mereka adalah Im-yang-kauw. Maka terjadilah penyerbuan di Kuil Ban-hok tong di Cin-an itu, pada waktu Agama Buddha yang merupakan agama terbesar di waktu itu dan didukung oleh pemerintah, melakukan upacara penyambutan benda suci. Dengan menyamar sebagai orang-orang Im-yang-kauw, mereka telah mengadu domba antara orang-orang Im yang-kauw dengan orang-orang Agama Buddha dan dengan pemerintah!
Saikong yang memimpin penyerbuan itu adalah seorang tokoh tingkat dua dari Beng kauw, yang menjadi murid utama dari tiga orang pemimpin Beng-kauw itu. Dialah yang menangkap Gin San ketika anak ini terbawa di atas kepala liong. Karena anak itu telah mengetahui segalanya, maka para anggauta Beng-kauw ini menangkapnya dan membawanya pulang ke pantai Po-hai.
Murid utama atau saikong yang memimpin penyerbuan itu adalah si muka kuning yang bersenjata sepasang kongce dan dalam penyerbuan itu, selain dibantu oleh para anak buah Beng-kauw dia juga dibantu oleh tiga orang adik seperguruannya, semuanya tokoh-tokoh kelas dua dari Beng-kauw. Yang pertama adalah saikong muka brewok bersenjata siang-kiam, sedangkan ke tiga dan ke empat adalah dua orang nenek yang juga merupakan murid-murid terpandai dari tiga orang pimpinan Beng-kauw itu.
Saikong muka kuning bersama sutenya dan dua orang sumoinya kini telah menghadap tiga orang pemimpin Beng-kauw sambil membawa Gin San yang ditotok dan selain tidak mampu bergerak, juga tidak dapat mengeluarkan suara. Mereka berempat berlutut di depan tiga orang kakek yang duduk di atas kursi berukir, dan Gin San dibiarkan rebah di atas lantai batu. Kakek muka kuning menceritakan hasil dari pengacauan yang mereka lakukan di kuil Ban-hok-tong itu, didengarkan dengan penuh perhatian oleh tiga orang gurunya.
"Bagus!"
Kata Kwan Gin Cu yang bertubuh tinggi besar.
"Dan apakah engkau telah meninggalkan lencana itu?"
"Teecu telah sengaja membiarkan hwesio itu merampas lencana yang tergantung di leher teecu,"
Jawab si muka kuning.
Tiga orang kakek pimpinan Beng-kauw itu tertawa girang.
"Bagus, bagus! Kalau begitu tidak percuma aku bersusah payah membunuh orang Im-yang-pai itu l"
Kata Thian Bhok Cu, ketua ke tiga yang bertubuh kate dan bersikap lemah lembut itu. Kiranya ketua ketiga Beng-kauw ini sendiri yang telah membunuh Liang Bin Cu, tokoh Im-yang-pai, dan merampas lencananya untuk dipergunakan menjatuhkan fitnah kepada Im-yang-pai.
Hok Kim Cu sejak tadi memandang kepada Gin San yang rebah di atas lantai. Anak ini tidak pingsan, hanya tidak mampu bergerak dan tidak mampu bersuara, akan tetapi kebetulan sekali dia rebah dengan muka menghadap kepada tiga orang ketua Beng-kauw itu. Matanya dapat melotot dan bergerak-gerak, dengan sinar matanya yang tajam penuh keberanian dia menentang tiga orang kakek yang duduk di atas kursi itu.
Hok Kim Cu tertarik sekali. Sekali pandang saja dia tahu bahwa anak laki-laki itu bukanlah anak laki-laki biasa. Dalam keadaan seperti itu, anak laki-laki lain tentu akan pucat ketakutan atau setidaknya akan menangis, akan tetapi anak ini sama sekali tidak kelihatan takut, bahkan matanya bersinar-sinar penuh keberanian dan kemarahan, memandang tiga orang kakek ketua Beng-kauw dengan penuh tantangan! Hok Kim Cu ini teringat akan anaknya sendiri, anak laki-laki tunggal yang telah mati ketika baru berusia lima tahun.
Karena anaknya itu sakit dan mati ketika dia sedang bepergian, maka ketika dia pulang dan mendengar anaknya telah mati dan telah dikubur, dia menjadi marah sekali, dan seketika dia membunuh isterinya sendiri yang dipersalahkan tidak dapat menjaga anak tunggal itu! Semenjak saat itu, Hok Kim Cu tidak pernah kelihatan gembira dan kini setelah dia melihat Gin San, timbul rasa tertarik dalam hatinya. Kalau anaknya tidak mati, tentu seperti ini besarnya dan akan banggalah dia mempunyai anak yang demikian tabah dan bersemangat seperti anak ini!
"Hei, siapakah anak ini dan kenapa kalian membawanya ke sini? Kalian tahu bahwa tempat ini tidak boleh diketahui orang lain!"
Tiba-tiba Hok Kim Cu menegur empat orang murid itu.
Mendengar teguran suhu mereka yang ke dua itu, empat orang tokoh Beng-kauw ini. menjadi terkejut dan ketakutan. Mereka tahu akan bengisnya peraturan di Beng-kauw, maka cepat mereka berlutut dan minta ampun.
"Harap sam-wi suhu sudi mengampuni teecu berempat. Anak ini adalah anak yang berani mengganggu usaha teecu pada malam hari ketika mengacau perayaan di kuil sehingga hampir menggagalkan usaha itu."
Si muka kuning lalu menceritakan peristiwa itu, didengarkan oleh tiga orang kakek itu yang kini memandang kepada Gin San penuh perhatian.
"Nah, karena anak ini telah mengetahui kesemuanya dan mengenal teecu, maka teecu, merasa bahwa tidak baik kalau melepaskan dia, maka teecu membawanya ke sini, mohon keputusan dari suhu sekalian hukuman apa yang akan dijatuhkan kepadanya."
Thian Bhok Cu, ketua ke tiga yang katai dan lemah lembut itu, kini bangkit dari kursinya dan menghampiri Gin San. Ketika dia berjalan itu, nampak keanehan pada diri kakek berusia kurang lebih empatpuluh lima tahun ini, Jalannya berlenggang halus, berlenggak-lenggok langkahnya, seperti langkah seorang perempuan! Dan matanya .bersinar genit, mulutnya tersenyum aneh ketika dia mengamat-amati wajah dan tubuh Gin San. Orang ke tiga dari pimpinan Beng-kauw ini memang mempunyai pembawaan yang aneh. Dia amat suka kepada laki-laki, terutama yang masih muda remaja, dan selamanya dia tidak pernah mendekati wanita, apa lagi menikahi. Dia adalah seorang bertubuh pria akan tetapi berselera wanita, maka dia suka sekali kepada laki-laki muda belia. Kini, melihat Gin San, dia tertarik sekali!
"Hemm, karena dia orang luar, mestinya dia dibunuh. Akan tetapi"".. eh, serahkan saja dia kepadaku dan dia akan menjadi orang dalam, menjadi muridku"".. hi-hik!"
Dan Thian Bhok Cu terkekeh genit seperti orang yang malu-malu karena ketahuan rahasianya atau kelemahannya. Ketika terkekeh ini, otomatis dia mengangkat tangan kiri dan menggigit telunjuknya dengan sikap genit sekali sehingga menjadi menyeramkan!
Wajah Hok Kim Cu yang sejak tadi sudah tertarik itu berubah merah.
"Tidak, sute! Dia mengingatkan aku kepada puteraku, serahkan saja dia kepadaku!"
Melihat kedua orang sutenya itu bersitegang Kwan Cin Cu lalu mengangkat tangan dan berkata kepada empat orang muridnya.
"Kalian berempat boleh mengundurkan diri dan mengaso, biarkan anak ini di sini!"
Empat orang murid itu bernapas lega karena mereka tidak menerima hukuman karena membawa anak itu, maka setelah memberi hormat, dua orang saikong dan dua orang nenek itu lalu mengundurkan diri. Setelah mereka pergi, Kwan Cin Cu berkata kepada dua orang kakek itu.
"Sute berdua jangan memperebutkan dia. Ketahuilah bahwa sejak dia dibawa masuk, aku sudah memutuskan untuk menghukum mati dia. Dia adalah orang dari fihak musuh, tentu akan mendendam kepada kita dan kelak akan membahayakan kalau dibiarkan hidup. Aku sendiri yang akan membunuhnya, sute.
"
"Aihhhh"".. twa-suheng licik, ah! Apakah kaukira kami tidak tahu bahwa twa-suheng tentu hendak menggunakan darah dan otak anak ini untuk menyempurnakan Ilmu Toat-beng-tok-ciang yang sedang kaupelajari itu,"
Kata Thian Bhok Cu.
Kiranya pada waktu itu, orang pertama dari tiga ketua Beng-kauw ini sedang menerima ilmu baru dari suhu mereka, ilmu pukulan yang disebut Toat-beng-tok-ciang (Tangan Beracun Pencabut Nyawa)! Ilmu pukulan ini adalah ilmu pukulan keji, melatih tangan menjadi beracun dan caranya adalah merendamnya dengan segala macam racun rahasia dan minum darah dan makan otak anak-anak yang memiliki darah bersih dan tulang yang baik! Untuk menyempurnakan ilmu mujijat ini. Kwan Cin Cu telah minun darah dan makan otak enam orang anak pilihan, dan ketika tadi dia melihat Gin San, dia tertarik sekali dan ingin minum darah dan makan otak anak ini untuk memperlengkapi latihannya! Memang, di antara tiga orang murid Maghi Sing, Kwan Cin Cu ini termasuk yang paling lihai, sungguhpun dua orang sutenya juga luar biasa sekali kepandaian mereka dan tidak banyak selisihnya dengan kepandaiannya sendiri.
Wajah Kwan Cin Cu berobah merah mendengar teguran Thian Bhok Cu.
"Sam-sute, kalau benar demikian, kau mau apa? Dia ini orang luar, bahkan dari fihak musuh dan semestinya dihukum mati. Dan kalau aku mengambil darah dan otaknya, apa salahnya?"
"Nanti dulu, suheng l"
Hok Kim Cu yang tinggi kurus akan tetapi suaranya parau besar itu berseru dan juga dia sudah berdiri dari kursinya.
"Seperti kukatakan tadi, sewaktu tadi suheng bicara dengan para murid, aku telah memperhatikan anak ini yang mempunyai kemiripan dengan mendiang puteraku. Maka aku ingin mengambil dia sebagai pengganti anakku.
"
"Tidak! Dia adalah calon muridku""".
"
Thian Bhok Cu menjerit dengan suara wanitanya.
"Murid apa! Paling-paling menjadi kekasihmu dan kaupaksa dia menemanimu tidur!"
Hok Kim Cu mengejek.
"Kalau begitu kau mau apa? Ji-suherg, jangan kira aku takut padamu!"
Teriak Thian hok Cu galak.
"Akupun tidak takut kepadamu, dan juga aku akan menentang kalau twa suheng akan membunuh anak ini!"
Kata Hok Kim Cu.
"Hemm, sungguh tidak baik kalau kita bertiga berebutan seperti ini! Masa kita harus berkelahi sendiri memperebutkan seorang bocah yang datang dari fihak musuh "
Kwan Cin Cu mengerutkan alisnya, lalu memandang kepada anak itu yang sama sekali tidak kelihatan takut mendengar dirinya diperebutkan itu. Sebenarnya, jantung Gin San berdebar penuh ketegangan dan dia mengikuti seluruh perbantahan itu dengan penuh perhatian. Akan tetapi, memang pada dasarnya anak ini pemberani dan tidak pernah mengenal takut, maka dia tidak memperlihatkan ketegangan hatinya itu pada wajahnya,
"Biarlah kita serahkan kepada anak ini sendiri untuk menentukan."
Akhirnya Thian Bhok Cu mendapatkan akal. Sekali tangannya bergerak, dia telah menepuk leher dan punggung Gin San dan seketika anak itu mampu bergerak dan bersuara lagi. Gin San bangkit duduk menggosok-gosok kedua kakinya yang terasa lemas, kemudian diapun bangkit berdiri, menghadapi tiga orang kakek yang menyeramkan itu.
"Hei, anak manis! Lekas kaupilih sendiri di antara kami bertiga, siapa yang kaupilih? Kaupilih aku, ya? Tanggung pasti senang!"
Thian Bhok Cu berkata sambil tersenyum meringis dalam usahanya menarik muka manis, akan tetapi karena memang mukanya buruk, maka aksinya sebagai seorang wanita itu malah membuat wajahnya kelihatan mengerikan dan menakutkan.
"Hemm, kaupilih aku saja, matimu tidak sampai tersiksa!"
Kata Kwan Cin Cu yang tinggi besar.
"Anak baik, akulah calon ayahmu, engkau kujadikan pengganti anakku!"
Kata Hok Kim Cu tidak mau kalah. Gin San adalah seorang anak yang luar biasa sekali. Dia tidak pernah mengenal takut, dan disamping ini diapun cerdik luar biasa. Akan tetapi, menghadapi tiga orang kakek yang menyeramkan itu, dia merasa ngeri juga. Sambil menggosok-gosok kedua lengannya yang masih kesemutan itu dia memutar otak mencari akal. Dia tahu bahwa dirinya berada dalam ancaman bahaya. Terjatuh ke tangan seorang di antara tiga kakek iblis ini, yang manapun, dia sama sekali tidik suka, karena dia tahu bahwa kalau dia tidak mati, tentu akan hidup tersiksa. Akan tetapi, menolak begitu sajapun berarti dia akan mati. Maka sebaiknya menggunakan akal agar kematiannya itu dapat tertunda, waktu hidupnya dapat diperpanjang sehingga dia dapat mencari akal dan kesempatan untuk dapat meloloskan dan melarikan diri.
"Biarkan aku memeriksa kalian dan memilih-milih,"
Akhirnya dia berkata sambil pura-pura memandang mereka itu dengan sepasang matanya yang jeli dan tajam itu, padahal sejak tadi sebelum dibebaskan dari totokanpun dia sudah memperhatikan mereka bertiga. Dia menghampiri Kwan Cin Cu yang tersenyum-senyum. Dia memandang wajah kakek ini, lalui bentuk tubuhnya yang tinggi besar seperti raksasa, lalu mengangguk-angguk.
"Locianpwe ini gagah perkasa seperti Kwan Kong, maka mati di tangan locianpwe merupakan kematian yang terhormat sekali!"
"Ha-ha-ha, bagus sekali! Nah, kedua sute, dengarkah kalian? Anak ini bicara tepat!"
Kata Kwan Cin Cu, hatinya bangga bukan main sehingga kepalanya terasa melembung besar. Dia disamakan dengan Kwan Kong atau Kwan In Tiang, panglima atau pahlawan yang amat terkenal di jaman Sam-kok.
Akan tetapi Gin San sudah melangkah menghampiri Hok Kim Cu. Sebenarnya, kepada kakek inilah hatinya lebih condong karena kakek ini tadi menyatakan hendak mengambilnya sebagai anak, pengganti anaknya yang mati.
"Locianpwe ini juga amat gagah perkasa seperti Thio Hwi, maka menjadi puteranya tentu amat terhormat dan mulia,"
Katanya.
"Ha-ha, kaudengar tadi? Dia lebih suka menjadi anakku, dan dia benar, kalau dia menjadi anakku, dia akan menjadi seorang anak yang terhormat dan mulia, juga terlindung karena aku akan melindunginya dengan taruhan nyawaku!"
Orang ke dua dari pimpinan Beng-kauw ini juga merasa bangga sekali. Thio Hwi adalah seorang tokoh pula di antara pahlawan-pahlawan jaman Sam-kok, yang kedudukannya boleh dikatakan sejajar dengan Kwan Kong.
Akan tetapi Gin San sudah menghampiri kakek ke tiga yang tertawa tawa dan tersenyum-senyum dengan sikap genit! Diam diam Gin San merasa serem berdekatan dengan kakek bertubuh kate dan lemah lembut ini, sikapnya dan gerak-geriknya seperti wanita yang genit akan tetapi wajahnya kasar dan buruk sehingga menimbulkan perasaan serem di dalam hatinya membuat bulu tengkuknya meremang. Akan tetapi anak ini menguatkan hatinya dan sambil menatap wajah kakek ke tiga ini dia berkata.
"Locianpwe ini amat ramah dan manis budi, kalau menjadi muridnya tentu amat menyenangkan sekali!"
"Hi-hik, ha ha ha! Ji-suheng dan twa-suheng dengarlah baik-baik. Bukankah dia lebih senang kepadaku?"
Katanya sambil tertawa-tawa dan menutupi mulutnya dengan tangan seperti lagak seorang dara remaja!
Kegembiraan Kwan Cin Cu yang dianggap sebagai Kwan Kong tadi makin berkurang ketika dia mendengar betapa anak itupun memuji-muji kedua orang sutenya, maka kini dengan suara lantang dan galak dia membentak.
"Jadi siapakah yang kaupilih antara kami bertiga?"
"Pilih aku saja, calon ayahmu!"
Hok Kim Cu berkata.
"Tidak, pilih aku saja, ya sayang?"
Thian Bhok Cu membujuk. Gin San memandang kepada mereka bertiga secara bergantian, kemudian terdengar lantang jawabannya yang ditunggu-tunggu oleh tiga orang itu,
"Aku tidak pilih siapa-siapa!"
"Ehh"".?"
Tiga orang kakek itu terkejut dan air muka mereka mulai berubah, bengis dan marah. Melihat ini, Gin San cepat menyambung kata-katanya tadi,
""Aku tidak memilih siapa-siapa atau aku juga memilih semuanya! Locianpwe bertiga sama hebat, sama gagah, maka bagaimana aku dapat memilih seorang di antara kalian? Juga aku tidak mungkin bisa memilih semuanya! Sekarang begini saja, dari pada berebut, dan karena akupun tidak bisa berat sebelah memilih seorang di antara locianpwe bertiga, bagaimana kalau diadakan sayembara saja?"
"Sayembara"".?"
Tiga orang kakek itu bertanya dengan penuh perhatian. Memang amat mengherankan betapa seorang anak laki-laki kecil yang usianya baru sepuluh tahun itu telah dapat mempermainkan tiga orang kakek iblis yang amat terkenal sebagai pimpinan atau ketua dari Beng-kauw itu! Padahal tokoh-tokoh besar di dunia kang-ouw pun akan gemetar dan ketakutan kalau berhadapan dengan mereka bertiga ini!
"Ya, sayembara. Aku mempunyai suatu teka-teki, suatu rahasia alam yang sampai kini belum ada ahli yang mampu memecahkannya. Nah, siapa di antara locianpwe bertiga mampu menjawab teka teki atau pertanyaan abadi ini, menjawab dengan tepat, jujur, dan tidak dapat dibantah kebenarannya, dialah yang menang dan aku tentu memilih dia!"
Kaum penganut Beng kauw adalah orang-orang yang suka akan segala macam ilmu klenik, suka akan segala kemujijatan dan akan "kebatinan"
Yang muluk-muluk, penuh rahasia dan yang mengandung mistik, juga mereka terkenal suka akan permainan kata-kata yang tinggi-tinggi dan sukar diartikan. Maka kini mendengar usul anak kecil ini, tentu saja mereka tertarik bukan main, wajah mereka berseri dan mereka ingin sekali segera mendengar apa gerangan teka-teki yang mengandung rahasia alam itu! Mereka yang gila akan hal-hal aneh ini, yang gemar berbantahan dengan hal-hal yang mereka namakan "soal-soal batiniah", yang abstrak-abstrak, yang gaib gaib, tentu saja sama sekali tidak tahu bahwa mereka sedang dipermainkan oleh anak nakal ini.!
Seorang anak kecil berusia sepuluh tahun seperti Gin San ini mana tahu tentang segala klenik dan kebatinan? Kalau dia membual dan menantang itu adalah karena dia hendak menggunakan akal mengulur waktu sambil mencari siasat dan kesempatan untuk menyelamatkan diri. Tentu saja anak ini hanya mengenal teka teki kanak-kanak, segala macam cangkriman permainan kanak-kanak yang kadang-kadang memang mengandung pertanyaan pertanyaan yang tak masuk di akal dan bahkan orang tuapun tidak mampu menjawabnya! "Lekas katakan apa teka-teki itu!"
Kata Kwan Cin Cu sambil mendekat.
"Hayo keluarkan semua pertanyaanmu tentang ilmu gaib, pasti dapat kujawab!"
Hok Kim Cu menyombongkan diri.
"Hi-hik, memang engkau menyenangkan sekali!"
Kata Thian Bhok Cu sambil mengelus dagu Gin San,
"Pandai berteka teki, hi-hik!"
Gin San mengkirik. Balu tengkuknya meremang ketika merasakan usapan jari-jari yang dilakukan demikian mesra dan halus. Dagunya terasa geli dan bulu tengkuknya meremang.
"Teka-tekiku ini hanya sebuah dan agar tidak sampai berebut dan tidak ikut-ikutan, maka sebaiknya kalau locianpwe bertiga memberi jawaban dengan tulisan di atas kertas. Dengan demikian kalian tidak dapat saling menjiplak!"
"Bagus, bagus"
Kwan Cin Cu berseru.
"Itu benar sekali!"
Sambung Hok Kim Cu.
"Anak yang baik, anak yang tampan, anak yang pandai, hi-hik!"
Thian Bhok Cu memuji-muji. Mereka lalu sibuk mengambil kertas dan alat tulis, persis seperti tiga orang anak kecil yang hendak diuji kepandaian mereka oleh seorang guru sekolah mereka! Diam-diam Gin San merasa geli juga sungguhpun dia masih bingung karena dia belum bisa menemukan kesempatan untuk melarikan diri.
"Nah, sebelum aku memberitahukan teka-tekiku, hendaknya locianpwe bertiga ingat betul bahwa yang menang adalah dia yang dapat memberi jawaban yang tepat, jujur, dan yang tidak dapat dibantah lagi kebenarannya. Kalau jawaban itu masih dapat dibantah, maka jawaban itu berarti tidak benar!"
Tiga orang kakek itu memandang kepada Gin San dengan mata tak pernah berkedip, dan dengan penuh perhatian dan ketegangan, dan mereka mengangguk menyetujui. Memang tentu saja jawaban yang benar adalah yang tepat dan yang tidak dapat dibantah lagi kebenarannya. Ini sudah sewajarnya!
"Nah, dengarkan sekarang teka-tekiku yang menjadi rahasia alam, sam-wi locianpwe!"
Kata Gin San dengan suara lantang dan denga lagak menggurui! "Pertanyaan teka-teki itu adalah: Siapakah di antara telur dan ayam yang lebih dulu berada di dalam dunia ini?"
Tiga orang kakek yang sudah memasang telinga penuh perhatian dan ketegangan itu, sejenak melongo, kemudian muka mereka menjadi merah karena mereka merasa dipermainkan! Ada rasa geli juga dan dalam hati mereka di samping kemarahan. Pertanyaan itu merupakan teka teki senda gurau yang dilakukan oleh anak anak!
"Jangan main main kau!"
Bentak Kwa Cin Cu marah. ,
"Siapa main main, locianpwe? Bukankah merupakan pertanyaan yang amat baik? Kita sudah sama mengenal apa itu telur dan apa ayam, akan tetapi dapatkah locianpwe bertiga menjawab mana di antara keduanya itu yang lebih dulu berada di dalam dunia? Nah, jawablah, akan tetapi harus tepat dan jawaban harus tidak dapat dibantah pula kebenarannya."
Tiga orang kakek: itu mengerutkan alisnya dan mulailah mereka berpikir-pikir. Mereka sudah biasa membicarakan dan mempelajari tentang rahasia alam, rahasia perbintangan, rahasia nasib manusia dan sebagainya lagi. Dan kini mereka dihadapkan dengan pertanyaan remeh yang biasanya untuk permainan kanak-kanak! Akan tetapi, begitu mereka memikirkan dengan mendalam, nampaklah oleh mereka kesukaran dalam menjawab pertanyaan itu. Makin direnungkan, makin sulitlah jawabannya, karena jawaban apapun yang diberikan adalah serba salah. Padahal bagi Gin San sesungguhnya dia tidak ingin benar benar bermain teka-teki melawan tiga orang kakek itu. Dia tidak perduli apakah ayamnya yang ada lebih dulu, ataukah telurnya. Yang penting bagi dia adalah penguluran waktu untuk menyelamatkan diri.
Maka dia membiarkan tiga orang kakek itu mengerutkan alis, Kadang-kadang memejamkan mata, menggosok-gosok dahi, pelipis, menjambak-jambak rambut, mengeluh dan menggereng. Akan tetapi celakanya, setiap kali dia menggerakkan kaki hendak menjauhkan diri, tentu ada seorang di antara mereka yang memandangnya sehingga dia selalu harus membatalkan niatnya untuk lari.
Kini tiga orang kakek itu mulai mencorat-coret di atas kertas masing masing. Mereka itu demikian tekun, persis tiga orang anak sekolah menghadapi ujian! Ketika melihat tiga orang kakek itu sudah mulai menulis dan mencurahkan seluruh perhatian kepada kertas di depan mereka, diam diam dan perlahan-lahan Gin San keluar dari dalam ruangan itu dengan hati hati sekali. Jantungnya berdegup tegang dan dia berjalan keluar dengan kaki belakang diangkat. Akan tetapi baru saja dia keluar dari ruangan, tiba tiba tubuhnya tertarik ke belakang. Dia terkejut bukan main dan menengok.
Betapa heran dia melihat bahwa tidak ada siapapun yang menariknya, yang ada hanyalah Thian Bhok Cu yang masih duduk dan kini meluruskan tangan kiri ke depan. Dari telapak tangan si kakek genit inilah terdapat hawa yang menyedotnya sedemikian kuat sehingga dia tertarik kembali ke dalam ruangan itu! Seolah olah dari telapak tangan itu mengandung daya tarik besi semberani yang mujijat. Dan sesungguhnyalah, kakek ketiga dari Beng-kauw ini telah mempergunakan sinkang yang amat kuatnya untuk menarik kembali Gin San yang hendak melarikan diri.
"Hi hik, kau hendak berkeliaran ke mana anak manis? Lihat, jawabanku sudah selesai!"
Katanya sambil menyerahkan kertas yang dilipatnya itu kepada Gin San. Anak ini terpaksa duduk kembali dan menerima kertas lipatan itu. Ketika dia membukanya dan membacanya, hampir saja dia tertawa bergelak. Jawaban kakek genit ini sungguh lucu bukan main, jawaban yang belum pernah didengarnya dari siapapun juga ketika dia bermain teka-teki dengan Sian Lun, Ai Ling dan anak-anak lain. Jawaban itu hanya merupakan beberapa huruf singkat yang berbunyi: Yang lebih dulu ada ialah TAHI AYAM! Seperti ketika dia bermain teka-teki dengan anak-anak, sekarangpun dia sudah menyusun bantahan-bantahan untuk jawaban itu karena syarat untuk menang adalah jawaban yang tidak dapat dibantah kebenarannya!
Dua orang kakek lainnya juga menyerahkan kertas mereka dan dengan girang Gin San melihat bahwa untuk jawaban kedua orang kakek inipun dia sudah siap dengan bantahannya seperti biasa dia lakukan bersama anak-anak. Jawaban Kwan Cin Cu adalah : Ayam yang lebih dulu ada. Sedangkan jawaban Hok Kim Cu adalah: Telur lebih dulu!
Gin San tersenyum dan menggenggam tiga gulungan kertas jawaban itu, dan memandang kepada mereka yang menanti penuh harapan untuk menang.
Kisah Tiga Naga Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku telah membaca jawaban locianpwe bertiga. Pertama akan kubacakan jawaban locianpwe ini."
Dia menuding kepada Kwan Cin Cu karena dia belum mengenal nama mereka.
"Heh, anak baik. Aku adalah Kwan Cin Cu, dia ini suteku Hok Kim Cu dan yang itu adalah sute Thian Bhok Cu. Hayo kaukatakan, bukankah jawabanku yang benar?"
Kata Kwan Cin Cu.
"Baiklah kubacakan jawaban locianpwe Kwan Cin Cu,"
Kata pula Gin San sambil membuka kertas jawaban itu.
"Locianpwe menjawab bahwa AYAM yang lebih dulu ada. Bagaimana, alasannya maka locianpwe menjawab demikian?"
"Tentu saja demikian"
Kata Kwan Cin Cu dan dia mengerutkan alisnya seperti biasanya para "ahli kebatinan"
Kalau sedang berdebat tentang apa yang mereka namakan soal-soal kebatinan! "Teka-teki itu berbeda dengan pertanyaan tentang dua hal berlawanan yang mengandung unsur Im dan Yang.
Kalau dua hal pertentangan yang mengandung unsur Im dan Yang, misalnya gelap dan terang, kiri dan kanan atas dan bawah, dingin dan panas dan sebagainya, tentu keduanya kait-mengait dan saling melahirkan, saling membunuh pula. Misalnya gelap dan terang. Keduanya tentu tercipta secara berbareng, karena kalau tidak ada ge"ap. mana bisa muncul terang, sebaliknya kalau tidak ada terang, mana bisa kita mengenal gelap, Kita mengatakan sesuatu itu kiri karena ada .kanan dan sebaliknya.
Itulah adanya dua unsur berlawanan sifatnya namun satu juga, unsur yang mengandung Im dan Yang. Akan tetapi pertanyaanmu itu sama sekali tidak mengandung unsur Im dan Yang, dua unsur yang berlawanan itu, melainkan mengandung dua unsur yang kunamakan, unsur biang dan anak! Kalau ada dua unsur biang dan anak, sudah tentu yang ada lebih dulu adalah biangnya, bukan anaknya. Seperti juga bumi adalah unsur biang, dan segala pertumbuhan adalah unsur anak, maka tentu bumi yang ada lebih dulu. Maka atas dasar perhitungan itulah maka AYAM yang lebih dulu ada dari pada TELUR. Nah, betul tidak?"
Seorang anak kecil seperti Gin San dijejali teori-teori yang muluk-muluk macam itu, tentu saja menjadi pening seketika! Dia hanya mengajukan dalil kanak-kanak seperti biasa kalau dia bermain teka-teki dengan anak anak lain.
"Jawabanmu itu baik sekali, locianpve, akan tetapi tetap saja masih dapat dibantah. Kaubilang bahwa ayam yang lebih dulu ada, akan tetapi ingatlah bahwa ayam itu menetas dari telur, maka kalau belum ada telurnya, mana mungkin ada ayamnya?"
"Ha ha-ha! Bagus sekali! Engkau memang patut menjadi anakku! Ha-ha, bantahanmu itu sekaligus menghancurkan teori suheng, dan juga berarti membenarkan jawabanku!"
Kata Hok Kim Cu sedangkan Kwan Cin Cu yang mendapatkan bantahan itu sudah mengerutkan alis lagi, memijat-mijat pelipisnya memutar mutar otak memikirkan persoalan pelik itu! "Nanti dulu, locianpwe Hok Kim Cu!"
Kata Gin San sambil membuka kertas jawaban kakek ini.
"Locianpwe menjawab bahwa TELUR yang ada lebih dulu."
"Tentu saja dan pasti benar!"
Kata Hok Kim Cu penuh semangat.
"Seperti kau katakan dalam bantahanmu terhadap suheng tadi, tidak akan ada ayam kalau tidak ada telur karena ayam menetas dari telur. Selain itu, juga sesuatu berasal dari kekosongan! Alam semesta adalah kosong pada mulanya! Lihatlah pohon besar itu. Asalnya tumbuh dari biji dan kau boleh buka biji itu, pasti semua biji buah tepat pada tengah-tengahnya adalah kosong! Dan telur merupakan lambang kekosongan! karena kekosongan itu digambarkan sebagai suatu bulatan. Telur mengandung unsur Thai kek! Dari Thai kek terciptalah Im Yang dan barulah segaia sesuatu dapat tercipta melalui In Yang. Akan tetapi yang ada lebih dulu adalah Thai-kek, karena tanpa Thai-kek tidak ada sesuatu yang dapat tercipta di alam semesta ini! Maka, jelaslah bahwa yang ada lebih dulu adalah TELUR, setelah telur menetas barulah tercipta AYAM. Nah, bukankah tepat sekali dan tidak bisa dibantah lagi jawabanku?"
Hok Kim Cu girang sekali dan kembali sepasang mata Gin San seperti menjadi juling karena dia bingung mendengarkan uraian tentang segala macam Thai-kek dan Im Yang itu. Dan seperti yang
(Lanjut ke Jilid 21)
Kisah Tiga Naga Sakti (Cerita Lepas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 21
biasa dia lakukan kalau dia membantah anak-anak yang mencoba untuk menjawab teka-teki itu kini dia cepat menghadapi Hok Kim Cu yang kegirangan itu.
"Nanti dulu, locianpwe Hok Kim Cu. Seperti juga jawaban locianpwe Kwan Cin Cu tadi, jawabmu memang baik sekali. Akan tetapi tetap saja masih dapat dibantah. Kau bilang bahwa telur yang lebih dulu ada akan tetapi ingatlah bahwa telur itu baru ada kalau sudah keluar dari perut ayam, maka sebelum ada ayam, mana mungkin ada telurnya?" "Hi-hi hik! Lucunya! Hi-hik, barangkali ji-suheng yang bertelur! Ji-suheng bertelur dulu, baru telurnya itu menetas menjadi ayam, hi-hik "
"Sute, tutup mulutmu!"
Hok Kim Cu membentak dan diapun segera tenggelam dalam pemikiran yang mendalam menghadapi masalah yang "berat"
Ini.
"Hi-hi-hik jelaslah bahwa jawaban twa-suheng dan ji-suheng tidak memenuhi syarat karena masih bisa dibantah. Akan tetapi, anak yang baik, engkau tentu tidak bisa membantah kebenaran jawabanku!"
Gin San membuka kertas terakhir dan sambil menahan geli hatinya dia membacanya dan berkata.
"Jawaban locianpwe Thian Bhok Cu amat lucu. Locianpwe menjawab bahwa yang lebih dulu ada ialah TAHI AYAM! Mengapa demikian, locianpwe?"
"Heh-heh-hi-hi-hik!"
Kakek genit itu terkekeh-kekeh dan dua orang suhengnya memandang heran mendengar jawaban yang luar biasa itu.
"Urusan antara ayam dan telur adalah melalui pantat ayam. Aku sudah berpikir bahwa kalau menjawab telur lebih dulu, tentu salah karena sebelum ada telurnya harus ada ayamnya, dan kalau menjawab ayam lebih dulu, tentu salah pula karena sebelum ada ayamnya harus ada telurnya lebih dulu. Dan mengingat bahwa yang keluar dari pantat ayam itu selain telur adalah tahinya, maka pasti bahwa tahi ayam itulah yang lebih dulu ada! Heh heh, benar, atau benar anak manis?"
Mau tak mau Gin San tertawa juga, apa lagi mendengar dua orang kakek yang lain mendengus-dengus marah memaki-maki karena jawaban itu mereka anggap ngawur.
"Jawaban locianpwe itu baik sekali, akan tetapi tetap saja juga masih dapat dibantah " "Eh, kau bisa membantah? Aihh, anak baik, mengapa mesti dibantah? Bukankah lebih baik membiarkan aku menang dan engkau menjadi muridku yang tersayang?"
Gin San menggelengkan kepalanya.
"Jawaban locianpwe itu tidak benar karena menyeleweng dari pada pertanyaannya. Pertanyaannya adalah mana yang lebih dulu ada antara ayam dan telur, sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan tahi ayam segala macam! Jadi jawaban itupun tidak benar dan tidak tepat. Sayang, aku harus menyatakan bahwa locianpwe bertiga kalah dalam sayembara ini dan tidak ada yang menang di antara kalian."
Tiga orang kakek itu mengerutkan alis mereka dengan marah.
"Hemm, habis bagaimana baiknya? Sute berdua, anak ini seperti setan, mempermainkan kita, lebih baik dibunuh saja!"
Kata Kwan Cin Cu.
"Ah, jangan, suheng!"
Kata Hok Kim Cu.
"Benar, jangan dibunuh, suheng!"
Kata pula Thian Bhok Cu yang mempertahankan. Tentu saja kedua orang kakek ini mempertahankan karena mereka itu mempunyai pamrih untuk memiliki anak itu. Dengan demikian, kedudukan Kwan Cin Cu biarpun dia yang tertua di antara mereka, menjadi tidak begitu kuat karena dia harus berhadapan dengan dua orang sutenya!
"Begini saja,"
Tiba-tiba Gin San yang sudah memperoleh akal itu berkata.
"baiknya diadakan sayembara lagi, aku akan melarikan diri dan"".."
"Nanti dulu!"
Bentak Kwan Cin Cu.
"Anak setan, engkau jangan harap dapat mempermainkan dan membohongi tiga orang ketua Beng-kauw secara demikian saja tanpa tanggung jawab!"
Dia sengaja menyebut nama tiga orang ketua Beng-kauw untuk membikin marah dua orang sutenya.
"Teka-tekimu tadi hanyalah akal busukmu untuk menipu kami!"
Melihat sinar mata tiga orang kakek itu kini ditujukan kepadanya dengan penuh kemarahan, Gin San menjadi gentar juga dan cepat dia bertanya,
"Apa maksudmu, locianpwe? Aku sama sekali tidak menipu dan jelaslah bahwa kalian bertiga memang tidak mampu menjawab teka-tekiku tadi dengan tepat, jujur, dan tidak dapat dibantah kebenarannya "
"Tentu saja, karena memang teka-teki itu tidak ada jawabannya yang tepat dan benar. Hayo kau sekarang memberi jawabannya, baru kami akan mengaku bahwa jawaban kami keliru. Sebelum kau dapat menjawab teka-teki akal busuk itu jangan harap kau dapat bicara lagi!"
Hok Kim Cu dan Thian Bhok Cu kinipun mulai merasa bahwa mereka dipermainkan dan ditipu. Memang kalau mereka pikirkan, amat memalukan sekali kalau sampai terdengar orang luar betapa mereka, tiga orang ketua Beng-kauw yang bukan hanya terkenal memiliki ilmu kepandaian tinggi sekali akan tetapi juga terkenal sebagai jago-jago debat, kini dipermainkan oleh seorang bocah yang masih ingusan! Mereka mengangguk-angguk mendengar kata-kata suheng mereka itu.
"Benar, kau harus memberi tahu kami jawabannya,"
Kata Hok Kim Cu.
"Wah, kalau kau tidak bisa menjawab, aku tidak bisa melindungimu lagi, anak manis.
"
Kata pula Thian Bhok Cu dengan nada suara menyesal karena sesungguhnya dia merasa sayang sekali kalau anak laki laki ini sampai dibunuh."
Dalam permainannya dengan anak-anak sudah biasa bagi Gin San menghadapi tuntutan ini, maka dia tetap bersikap tenang.
"Tentu saja aku dapat menjawab teka-teki itu, sam-wi locianpwe! Aku dapat menjawab secara tepat, jujur dan tidak dapat disangkal lagi kebenarannya."
Anak ini tersenyum, wajahnya berseri, mulut dan matanya membayangkan kenakalan dan kecerdikan seolah-olah dia sedang mempermainkan tiga orang sakti yang ditakuti banyak orang kang ouw itu.
"Hayo cepat jawab!"
Kwan Cin Cu membentak marah.
"Aku tidak tahu""
Kata Gin San.
Tiga orang kakek itu terbelalak dan Kwan Cin Cu mengeluarkan suara gerengan.
"Apa? Apa maksud itu?"
""Itulah jawabannya, sam-wi locianpwe. Jawaban teka teki itu adalah: Aku tidak tahu!"
"Anak setan, kau harus mampus!"
Kwan Cin Cu sudah menegerakkan tangan dan baru bergerak saja sudah ada angin dahsyat menyambar ke arah tubuh Gin San. Akan tetapi pada saat itu, dua orang sutenya juga menggerakkan tangan dan ada angin lain yang menyambar dan mengangkat tubuh Gin San ke atas sehingga anak itu terhindar dari sambaran angin pukulan maut yang dilakukan oleh Kwan Cin Cu tadi, akan tetapi tubuhnya terbanting dan Gin San menyeringai karena pantatnya terasa nyeri oleh bantingan keras.
"Anak manis, kau jangan main main dengan twa-suheng! Hayo jawab yang benar, kalau tidak, aku tidak tanggung lagi akan keselamatan nyawamu,"
Thian Bhok Cu membujuk.
Gin San menggosok gosok pantatnya yang nyeri, kemudian dia berkata.
"Siapa yang main main? Aku menjawab sebenarnya. Mengapa sam-wi locianpwe tidak mau berpikir dengan tenang dan belum apa-apa sudah marah? Memang jawaban yang paling tepat, paling jujur dan yang tidak dapat dibantah lagi kebenarannya untuk teka-teki itu adalah.
"Aku tidak tahu."
Kembali tiga orang itu tertegun dan terbelalak, dan Hok Kim Cu berkata.
"Hayo jelaskan"
"Jawaban yang berbunyi: "aku tidak tahu"
Adalah jawaban yang paling tepat karena jawaban itu adalah jujur sekali dan tidak dipat dibantah lagi kebenarannya,"
Gin San berkata menggunakan akal bocah untuk mempertahkan kebenaran jawabannya.
Kembali Kwan Cin Cu marah, akan tetapi Hok Kim Cu cepat berkata.
"Nanti dulu, suheng! Aku melihat kebenaran dalam kata katanya itu. Kalau dia menjawab: "aku tidak tahu", memang ia jujur sekali dan siapakah yang dapat membantah orang yang tidak tahu? Kita hanya dapat membantah jawaban-jawaban yang tegas dan yang didasari oleh pengetahuan. Akan tetapi bagaimana kita bisa membantah orang yang tidak tahu? Tidak tahu berarti tidak mempunyai pendapat apa-apa, maka tentu saja tidak bisa dibantah. Dan jawabannya itu memang tepat, jujur dan benar. Memang dia tidak tahu bagaimana menjawab teka-teki maka dia mengatakan tidak tahu. Itulah, jawaban yang benar, suheng,"
Tiga orang kakek itu termenung dan kecewa. Mereka adalah jagoan-jagoan dalam pengetahuan kebatinan dan segala macam mistik, akan tetapi kini mereka ditundukkan oleh seorang anak yang mengatakan bahwa dia tidak tahu.
Tanpa disengajanya, bahkan tanpa disadarinya Gin San memang telah mengatakan kata yang merupakan kunci rahasia dari segala kebijaksanaan, kunci dari segala pintu menuju ke arah kebijaksanaan.
"Aku tidak tahu"
Betapa indahnya keadaan orang yang tidak tahu, kosong dan bersih, dan keadaan tidak tahu ini mendorong orang untuk menyelidiki segala sesuatu dengan penuh perhatian. Keadaan tidak tahu inilah pangkal segala-galanya! Akan tetapi, betapa sukarnya bagi kita untuk mengaku terus terang bahwa kita tidak tahu. Tidak tahu apa-apa! Betapa sukar mulut ini berkata: Aku tidak tahu! Kita selalu merasa bahwa kita ini tahu segala-galanya, makin banyak yang kita ketahui, makin banyak pengetahuan bertumpuk di dalam otak, kita merasa betapa kita ini makin pandai.
Padahal, hanya batin yang tumpul dan picik dan sombong sajalah yang membuat mulut berkata: "Aku tahu"
Apakah gerangan yang kita ketahui? Yang kita ketahui hanyalah hal-hal yang mati! Hal-hal yang sudah tertentu, hal-hal mati yang tidak akan berubah sajalah yang dapat kita ketahui. Dan perasaan "aku tahu"
Ini membuat kita selain menjadi kepala besar dan sombong, juga membuat kita berhenti menyelidik, dan perasaan "aku tahu"
Ini mendatangkan macam pertentangan. Dua orang berkelahi karena mereka itu keduanya merasa tabu, merasa benar. Dua kelompok bangsa bertempur, perang, karena mereka itu masing-masing merasa tahu, merasa benar. Coba andaikata kedua fihak merasa tidak ahu, tentu tidak merasa benar sendiri.
Coba kedua fihak itu mengesampingkan pengetahuan nereka masing-masing akan kebenaran, dengan batin kosong keduanya membuka mata memandang kenyataan, sama-sama mempelajari fakta yang mereka hadapi, yaitu permusuhan yang timbul di antara mereka, maka sudah pasti kedua fihak itu akan waspada dan sadar akan kekeliruan dan kepicikan mereka masing-masing yang berdasarkan pendapat "aku tahu"
Tadi. Demikian pula tiga orang kakek tadi, karena mereka masing-masing berpendapat bahwa mereka itu tahu, dan jawaban atau pendapat mereka akan masalah yang mereka hadapi atau teka-teki itu, yang menurut mereka adalah benar, maka mereka itu mempertahankan kebenaran mereka sendiri-sendiri, padahal tiga macam jawaban yang mereka anggap benar itu saling bertentangan! Coba andaikata mereka bertiga itu berbatin kosong seperti yang terkandung dalam jawaban Gin San, yaitu masing-masing benar-benar TIDAK TAHU, maka kiranya ketiganya akan dapat sama-sama melakukan penyelidikan dan membuka mata penuh kewaspadaan!
Dalam kehidupan kita sehari-hari dapat kita lihat betapa bentrokan-bentrokan, pertentangan-pertentangan, semua ditimbulkan oleh pikiran bahwa "akulah yang tahu," "akulah yang benar."
Pengetahuan adalah catatan dari ingatan akan hal-hal yang lalu, yang mati. Tentu saja penting bagi kita untuk memiliki pengetahuan tentang hal-hal lahiriah, ilmu pengetahuan yang ada hubungannya dengan jasmaniah. Akan tetapi, dapatkah kita menyelidiki hal-hal yang baru, hal hal yang tidak dapat diraba dengan pikiran, memakai alat pengetahuan mati itu? Hal ini jelas tidak mungkin.
Hanya dalam keadaan "tidak tahu"
Itu sajalah kita dapat memulai dengan penyelidikan kita akan tahu hal-hal yang baru. Buku tulis yang kosong bersih barulah berguna untuk ditulisi sesuatu yang baru, akan tetapi buku tulis yang kotor dan penuh dengan tulisan-tulisan malang-melintang tidak ada gunanya lagi. Tiga orang kakek itu termenung dan berkali-kali mereka memandang kepada anak yang diam-diam juga merasa gelisah sendiri. Tiba tiba terdengar Kwan Cin Cu tertawa bergelak, diikuti oleh dua orang sutenya.
"Ha-ha ha, tiga orang ketua Beng kauw, hari ini mempelajari sesuatu dari seorang bocah nakal!"
Kakek itu berkata. Dia juga melihat kebenaran dalam jawaban Gin San tadi, dan sebagai orang pertama dari pimpinan Beng-kauw tentu saja Kwan Cin Cu cukup bijaksana untuk mengakui hal ini.
"Sekarang, setelah kami bertiga tidak ada yang menang, lalu bagaimana? Engkau tadi hendak mengajukan usul lagi, apakah kau hendak mengajukan sebuah teka teki lain lagi untuk kami jawab?"
Bukan main lega rasa hati Gin San. Akalnya mengajukan teka-teki kanak kanak itu ternyata berhasil memperpanjang waktu, akan tepi apa gunanya kalau dia tetap saja masih belum lolos dari tempat berbahaya itu?
"Begini, locianpwe bertiga adalah orang-orang yang memiliki kepandaian seperti dewa. Oleh karena itu, kiranya hanya dengan sayembara mengadu kepandaian saja maka akan dapat diputuskan siapakah yang berhak memiliki diriku yang tak berharga ini,"
"Keparat! Engkau ingin mengadu domba antara kami?"
Kwan Cin Cu membentak marah. Memang or"ng pertama dari Beng-kauw ini selalu curiga kepada orang lain dan mudah sekali marah.
"Mana aku berani? Aku hanya ingin mengusulkan agar sam-wi locianpwe berlumba mencari dan mengejar aku sampai dapat. Biarkan aku pergi melarikan diri dan setelah sehari semalam baru sam-wi locianpwe mengejar!"
Kata Gin San. Tadinya memang dia ingin melihat tiga orang ini saling serang dalam perkelahian memperebutkannya agar dia dapat melarikan diri, akan tetapi mendengar bentakan Kwan Cin Cu tadi dia lalu kembali kepada rencananya semula,
"Hi-hik, kau anak nakal, kau mau menipu kami?"
Thian Bhok Cu berkata.
"Sama sekali tidak locianpwe. Kalian bertiga adalah orang-orang sakti, biar aku mempunyai sayap dan dapat terbang ke langit sekalipun, tentu locianpwe bertiga akan dapat menangkapku kembali."
"Anak setan, jangan kau mencoba untuk mengelabui kami. Engkau larilah sekarang juga dan kami akan memperebutkanmu tanpa bergerak dari tempat kami duduk. Ji-sute dan sam-sute, bersiaplah. Kita memperebutkan tanpa menyentuh tubuhnya, kita memperebutkan dia sambil sekalian berlatih sinkang!"
Kata Kwan Cin Cu dan kata-katanya itu merupakan keputusan terakhir yang tidak dapat dibantah lagi oleh dua orang sutenya.
Gin San memandang bingung, akan tetapi ketika mendengar bahwa dia boleh pergi, dia lalu membalikkan tubuhnya dan lari keluar dari ruangan itu secepatnya. Hatinya sudah merasa girang karena kakek itu berjanji tidak akan. bergerak dari tempat duduk mereka, dan dia percaya bahwa orang-orang tua itu tidak akan melanggar janji. Maka dia berlari secepatnya dengan hati girang dan juga berdebar tegang. Tiba-tiba, ketika dia sudah tiba di pintu Gin San menjerit kaget karena tiba-tiba saja tubuhnya terbetot ke belakang oleh tenaga yang amat kuat.
Dia roboh dan terus bergulingan seperti bola ditiup angin keras, kembali ke tengah ruangan itu. Dia meloncat dengan kaget dan melihat tiga orang kakek itu masih duduk, membentuk segi tiga di ruangan itu dan mereka itu hanya melonjorkan tangan kanan mereka ke depan. Dari tangan tiga orang kakek itu keluar hawa yang amat kuat dan kini dia merasa tertarik ke sana-sini seolah-olah diperebutkan oleh tiga tangan tidak nampak yang amat kuat. Mulailah dia tersiksa hebat karena dia terdorong ke sana-sini, terbetot ke sana-sini. Dia terjatuh, terseret, bangun lagi, tertahan terdorong dan terguling-guling lagi. Sebentar ke kanan, sebentar ke kiri dan dia merasa tubuhnya sakit semua! Tiga orang kakek itu mulai mengadu tenaga sinkang mereka memperebuikan anak yang sial itu.
Mendadak terdengar Kwan Cin Cu mengeluarkan seruan keras dan tubuh Gin San tertarik dengan cepatnya ke arah kakek itu. Lengan kanan kakek ini yang dilonjorkan ke arahnya menggetar, tanda bahwa kakek ini menggunakan tenaga sinkang untuk "menyedot"
Dengan amat kuatnya, dan dengan hati cemas Gin San melihat betapa perlahan-lahan kini tubuhnya terus terseret ke arah kakek yang hendak membunuhnya, minum darahnya dan menghisap otaknya itu. Dia merasa ngeri. Akan tetapi, terdengar dua orang kakek yang lain juga mengeluarkan seruan keras dan Gin San merasa betapa perlahan-lahan dia terbetot kembali menjauhi Kwan Cin Cu. Kiranya dua orang kakek yang lainnya itu mengerahkan tenaga dan bersatu untuk melawan tenaga tarikan dari tangan Kwan Cin Cu. Kini terjadilah perebutan yang hebat dan Gin San makin tersiksa, jatuh bangun dan tertarik ke sana-sini. Aku harus dapat memilih, pikirnya, karena kalau sampai dia terjatuh ke tangan kakek tertua yang pasti akan membunuhnya, dia tidak akan tertolong lagi. Juga dia tidak sudi terjatuh ke tangan Thian Bhok Cu, kakek genit yang menjijikkan dan mengerikan hatinya itu.
Pilihannya jatuh kepada Hok Kim Cu. Biarpun kakek ini juga seorang yang aneh dan dia tahu bukan orang baik baik, akan tetapi lebih mending terjatuh ke tangan kakek ini dan dijadikan anaknya dari pada terjatuh ke tangan dua orang kakek yang lain. Dengan pikiran ini, Gin San lalu merangkak dan menuju ke arah tempat duduk Hok Kim Cu.
Ketika itu, tiga orang kakek itu sedang saling mempertahankan. Kwan Cin Cu mengerahkan tenaga untuk merampas Gin San, sedangkan dua orang sute yang masing-masing tidak akan mampu menandingi kekuatan suheng mereka itu menyatukan tenaga untuk mencegah anak itu terjatuh ke tangan sang suheng. Kini, setelah ada usaha dari Gin San sendiri untuk merangkak mendekati Hok Kim Cu, tentu saja Kwan Cin Cu menjadi kalah kuat. Akan tetapi, ketika Than Bhok Cu melihat betapa anak itu makin dekat dengan ji-suhengnya. diapun merasa khawatir. Kalau anak itu telah menjadi anak angkat ji-suhengnya, dia tidak bisa mengharapkan dapat mendekati anak itu, karena tentu dijaga keras dan dilarang oleh ji suhengnya. Baginya sama saja, kalau anak itu terjauh ke tangan twa suhengnya atau ji-suhengnya, berarti dia tidak kebagian.
Maka kini secara tiba-tiba dia membalik, membantu twa-suhengnya dan mencegah anak itu mendekati Hok Kim Cu dengan tarikan tenaga sinkangnya dari jauh! Dan tiba-tiba Gin San yang sudah mulai mendekati Hok Kim Cu itu tiba-tiba tertarik dari belakang dan terjengkang, terseret ke belakang lagi sampai di tengah-tengah ruangan! Kembali dia ditarik ke sana-sini oleh tenaga-tenaga sakti. Pada saat Gin San sudah merasa pening dan tubuhnya sakit-sakit oleh tenaga tarikan dari tiga jurusan itu, tiba-tiba terdengar suara tertawa aneh, disambung suara yang menggetarkan seluruh ruangan.
"Huah-ha-ha! Kalian seperti kanak-kanak saja, berlatih sinkang mempermainkan seorang bocah!"
Tiga orang itu terkejut dan seketika tenaga sinkang mereka lenyap, Gin San merasa bebas dan anak ini cepat menggerakkan tubuh, bangkit berdiri. Diapun terkejut sekali ketika tiba tiba di depannya, dalam ruangan itu, seperti setan yang pandai menghilang saja, entah dari mana datangnya, telah berdiri seorang kakek yang amat aneh. Kalau mahluk ini tidak memakai pakaian manusia, tentu dia akan mengiri bahwa yang berdiri di situ adalah seekor binatang macam monyet dan setengah manusia Kakek ini sukar ditaksir usianya, sudah tua sekali, rambutnya sudah putih semua dan panjang, digelung ke atas kepala dan diikat dengan tali merah.
Kisah Tiga Naga Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Wajahnya penuh kerut merut seperti pecah-pecah, berwarna hitam dan muka itu lebih menyerupai monyet daripada manusia, dengan hidungnya yang pesek dan mulutnya yang lebar agak menonjol ke depan. Telinganya lebar sekali, dua kali lebar telinga manusia biasa, sepasang matanya yang bundar kecil itu liar memandang ke kanan kiri, tidak pernah diam. Tubuhnya pendek akan tetapi kedua lengannya tergantung lepas di kanan kiri tubuhnya panjang sekali sampai melewati lutut!
Melihat munculnya kakek aneh ini, dan merasa betapa tenaga mujijat tiga orang kakek yang tadi menyiksanya dan memperebutkannya itu kini melepaskannya, timbul harapan Gin San dan dia cepat menjatuhkan diri berlutut Menghadap kakek mirip kera itu dan berkata
"Locianpwe, harap suka menolong saya"".."
Akan tetapi kakek yang bermuka hitam itu kembali tertawa, suara ketawanya lirih saja akan tetapi melengking nyaring dan tiba-tiba saja Gin San terpelanting roboh dan dia mengeluh karena kepalanya seperti dipukul palu godam rasanya. Dia menutupi kedua telinganya dengan tangan, akan tetapi tetap saja suara ketawa itu menembus dan dia merasa betapa kedua telinganya seperti ditusuk benda runcing dan jantungnya seperti ditikam! Untung suara ketawa itu segera berhenti dan sebelum Gin San duduk kembali, dia mendengar tiga orang kakek itu berkata dengan suara hampir berbareng,
"Suhu"".!"
"Suhu, teecu bertiga bukan sedang berlatih melainkan sedang memperebutkan anak ini, anak yang datang dari fihak musuh,"
Kata Kwan Cin Cu.
"Teecu ingin mengambilnya sebagai anak teecu, pengganti anak teecu yang mati,"
Kata Hok Kim Cu.
"Dan teecu ingin mengambilnya sebagai murid,"
Sambung Thian Bhok Cu.
Bukan main kagetnya hati Gin San ketika mendapat kenyataan bahwa kakek seperti monyet itu adalah guru dari tiga orang kakek yang menawannya! Dan dia minta tolong kepada guru mereka! Celaka, pikirnya, kalau tadi saja dia masih merasa sukar sekali untuk meloloskan diri, apalagi sekarang dengan adanya kakek iblis yang suara ketawanya saja sudah hampir membunuhnya! Tidak ada harapan lagi baginya! Pikiran ini membuat Gin San menjadi marah dan nekat. Dia lalu bangkit berdiri, memandang kepada kakek tua renta itu dengan sinar mata berapi, lalu dia berteriak nyaring dan lari ke arah kakek pendek seperti monyet itu dengan kepala di depan, nyeruduk seperti seekor kerbau gila! Pendeknya dia akan menggempur apa saja yang menghalang di depannya dan akan melarikan diri sampai mati!
Naga Sakti Sungai Kuning Karya Kho Ping Hoo Si Bayangan Iblis Karya Kho Ping Hoo Pendekar Budiman Karya Kho Ping Hoo