Ceritasilat Novel Online

Kisah Tiga Naga Sakti 30


Kisah Tiga Naga Sakti Karya Kho Ping Hoo Bagian 30



"Hemm, tenanglah. Pertemuan besar itu akan diadakan pada permulaan bulan depan, kita masih banyak waktu. Pula, kalau berlari lari seperti engkau itu, mana kita dapat menikmati keindahan tamasya alam di sepanjang perjalanan? Juga, aku sudah terlalu tua untuk berlarian secepat itu!"

   Setelah kini berjalan di samping suhengnya dan membuka mata, baru Ling Ling melihat kebenaran kata-kata kakek itu. Pemandangan alam di sepanjang perjalanan itu amat indahnya sehingga beberapa kali dara ini memuji, berhenti sejenak untuk mengagumi alam yang terbentang luas di depan kakinya, keindahan yang tak mungkin dapat dilukiskan dengan kata-kata.

   "Aihhhh, lihat telaga jauh di sana itu, suheng! Seperti cermin tertimpa sinar! Betapa indahnya! Dan puncak bukit di sana itu! Seperti kepala seekor burung. Aduh, bukan main luas dan indahnya!"

   Melihat sumoinya menunjuk sana-sini, memuji-muji dengan wajah berseri dan mata bersinar-sinar, Lui Sian Lojin tersenyum. Teringatlah kakek ini akan sikap anak-anak yang pernah dipanggulnya, tiga orang anak yang bawanya ke puncak Kwi hoa san hampir tigapuluh tahun yang lampau. Mereka itu adalah ayah bunda dari sumoinya ini. Gan Beng Han dan Kui Eng, bersama Tan Bun Hong, tiga orang anak-anak yang kemudian menjadi murid-muridnya. Seperti sumoinya inilah sikap Kui Eng, ibu kandung anak ini, begitu gembiranya menikmati keindahan alam. Ah, sumoi, engkau belum mengerti tentang kebesaran dan keagungan alam, dan keindahan yang kaunikmati itu hanya merupakan kesenangan hampa saja, pikirnya.

   Kebesaran dan keagungan alam terdapat di mana-mana, bukan hanya di pegunungan atau di tepi lautan, bukan hanya di tempat sunyi, melainkan di manapun kita berada. Kebesaran dan keagungan alam yang penuh pesona, penuh hikmat, penuh keajaiban dan mujizat, penuh dengan ketertiban, setertib awan berarak di angkasa raya, setertib ombak mengalun beriring-iringan, setertib angin mendesau di antara pohon pohon. Keagungan ini sudah berada di atas keindahan dan keburukan, di atas sifat menyenangkan atau tidak menyenangkan dan hanya nampak atau terasa oleh mereka yang tidak dipengaruhi oleh batin yang menilai dan membanding bandingkan karena penilaian dan perbandingan itu hanyalah kesibukan pikiran yang berpusat kepada si aku. Keindahan yang nampak karena kecocokan selera bukan lagi keindahan, karena timbul dari perbandingan dan penilaian, dan hasil perbandingan dan penilaian tentu akan menimbulkan konflik.

   Hanya batin yang hening tidak dikotori oleh perbandingan, tidak dikotori oleh ingatan akan yang baik atau buruk, yang senang atau susah hanya batin yang benar-benar hening tanpa membandingkan, tanpa pendapat, tanpa kesimpulan, tanpa pamrih, yang akan benar benar bertemu dengan keagungan dan kebesaran itu. Sekali batin terjerumus ke dalam perbandingan, tentu akan mengejar yang menyenangkan dan menjauhi yang tidak menyenangkan, terseret ke dalam lingkaran setan dari kebalikan kebalikan, indah buruk, senang susah, baik jahat dan selanjutnya.

   Hanya batin yang hening sajalah yang wajar dan akan bertemu, bahkan menjadi satu dengan KEWAJARAN. Keindahan yang agung, kebahagiaan, terdapat di dalam batin yang hening yang tidak mengejar apa apa, tidak kepingin apa-apa. Pengejaran dan keinginan yaitu keinginan yang berada di luar dari pada kebutuhan jasmani yang pokok, hanya merupakan permainan dari pikiran atau si aku yang ingin senang, ingin mengulang apa yang dianggap enak dan nikmat, dan di dalam pengejaran keinginan untuk senang ini terkandung kebalikannya, terkandung kekecewaan, rasa takut, kekhawatiran, dan kesusahan.

   Kebahagiaan bukanlah suatu basil usaha, kebahagiaan tidak mungkin dapat didatangkan melalui daya upaya, tidak mungkin diperoleh melalui pengejaran. Yang dapat diperoleh melaluipengejaran hanyalah kesenangan, dan setiap kesenangan itu membawa rangkaiannya, yaitu kekecewaan, kebosanan, dan kesusahan. Hal ini jelas sekali. Bukan berarti bahwa kita HARUS MENOLAK KESENANGAN! Sebaliknya, kesenangan mendapatkan keadaan yang lain sama sekali kalau kita tidak mengejar-ngejarnya.

   Sesungguhnya, tanpa pengejaran apapun, yang dinamakan kesenangan itu sudah bukan kesenangan lagi, melainkan suka cita yang hanya dirasakan saat demi saat, tidak meninggalkan bekas dalam ingatan, karena sekali meninggalkan bekas, maka bekas atau guratan itu akan membentuk pengejaran yang ingin mengulangi lagi apa yang telah dialaminya tadi. Dari situlah timbulnya pengejaran kesenangan! Maka, pertanyaan yang teramat penting bagi kita, dapatkah kita hidup tanpa kesan-kesan yang mencatat dalam pikiran sehingga menimbulkan pengejaran kesenangan, juga menimbulkan kekhawatiran dan rasa takut? Pertanyaan ini tak dapat dijawab dengan kata-kata belaka, hanya dapat dijawab dalam tindakan, dalam penghayatan hidup sehari-hari.

   Pemandangan alam di sepanjang sungai yang mengalir di antara lembah-lembah di Pegunungan Tai-hang-san tidak mudah untuk dilukiskan keindahannya. Setiap lekuk, setiap tanjakan, setiap jurang, setiap lembah memiliki keindahan tersendiri yang tiada keduanya. Terutama sekali di sepanjang sungai drkat lembah yang tebingnya merah, di situ banyak ditumbuhi berbagai macam pohon bambu yang beraneka macam.

   Ling Ling sampai bengong melihat pohun pohon bambu itu.

   "Bukan main! Selama hidupku, baru sekarang aku melihat pohon-pohon bambu, seperti itu, suheng!"

   Teriaknya.

   "Memang,"

   Kata suhengnya.

   "pohon bambu merupakan satu di antara pohon-pohon keramat bagi rakyat. Rakyat mengenal "tiga sahabat di musim dingin", yaitu pohon bambu, pohon tusam dan pohon bunga mei yang dapat bertahan di musim dingin. Bahkan pohon bambu nampak lebih kuat dan buku-bukunya lebih menonjol dihembus angin dan embun musim dingin. Tiga macam pohon itu dianggap sebagai lambang keteguhan dan keluhuran."

   Karena di situ tumbuh bermacam pohon bambu, dan melihat sumoinya amat tertarik, Lui Sian Lojin lalu mengajak sumoinya menuruni lembah dan mendekati pohon-pohon bambu di tepi sungai itu. Kakek yang sudah berpengalaman ini lalu menjelaskan satu demi satu tentang bambu-bambu yang tumbuh di situ.

   Memang, kiranya hanya di Tiongkok sajalah tumbuh pohon-pohon bambu yang demikian banyak macamnya. Tidak mengherankan apabila pohon ini merupakan pujaan bagi para penyair dan pelukis karena keindahannya, kekuatannya, dan keserbagunaannya. Bambu muda terkenal sebagai bahan makanan yang lezat, batangnya dapat dipergunakan sebagai alat bangunan, daunnya dapat dipakai sebagai pembungkus makanan yang dimasak, akar dan rantingnya merupakan bahan bakar yang baik, dan keseluruhannya dapat menjadi contoh lukisan yang indah Ditambah lagi tumbuhnya amat mudah dan subur, tidak membutuhkan pemeliharaan yang sulit.

   Lui Sian Lojin mulai dengan penuturannya tentang bambu.

   "Ada seratus jenis lebih pohon bambu yang kesemuanya mempunyai keistimewaan masing-masing, bahkan masing-masing bambu mempunyai dongengnya sendiri-sendiri."

   Kakek itu lalu menunjuk sebatang bambu yang indah. Batangnya berwarna hijau muda, dan pada batang itu nampak garis-garis hijau tua kehitaman yang lurus dan rata, seperti digaris saja, ada pula yang agak lebih kecil batangnya dengan batang berwarna kuning keemasan dengan garis-garis berwarna hijau tua.

   "Yang bergaris lurus seperti dicetak ini adalah Bambu Dawai Kecapi,"

   Kakek itu menjeiaskan.

   Kemudian mereka mengagumi bambu yang batangnya berwarna hijau berbintik bintik coklat, bintik bintiknya tidak rata, tapi indah seperti lukisan seniman yang pandai.

   "Yang ini namanya Bambu Berbintik, baik sekali dipakai menjadi tangkai pancing karena kuat dan lentur, tidak mudah patah."

   "Tapi yang kecil berbintik bintik ini lebih indah batangnya."

   Kata Ling Ling.

   "Itu adalah Bambu Selir Siang,"

   Lui Sian Lojin menjelaskan

   "Eh? Namanya aneh sekali."

   "Memang bambu ini mengandung sebuah dongeng kuno. Pada jamandahuluseorang kaisar bersama dua orang selirnya yang tercinta berpesiar ke selatan, dan ketika tiba di Cang-wu (di Propinsi Hui-nan) kaisar menderita sakit sampai meninggal dunia di tempat itu. Kedua orang selir itu berduka sekali dan mereka ingin mengikuti kaisar, lalu membunuh diri dengan terjun ke dalam Sungai Siang. Kemudian mereka menjelma menjadi dewi sungai dan setiap hari mereka menangisi kematian kaisar. Air mata mereka yang jatuh ke atas batang bambu di tepi sungai itu menimbulkan bintik-bintik pada batang itu. Nah, itulah sebabnya maka bambu jenis ini dinamakan Bambu Selir Siang."

   Ling Ling termenung, terharu mengikuti dongeng tentang kesetiaan selir kaisar itu.

   "Ah, yang itu luar biasa sekali, seperii ular!"

   Tiba tiba Ling Ling berseru gembira sambil lari menghampiri kelompok bambu yang memang aneh. Batang bambu ini berlekuk lekuk seperti ular, dan setiap lekukan merupakan sisik!

   "Itu namanya Bambu Sisik Naga, kuat sekali dan indah untuk dipakai sebagai tongkat, dan akar serta daunnya dapat dipergunakan sebagai bahan obat yang manjur."

   Lui Sian Lojin lalu memperkenalkan bambu bambu itu satu demi satu didengarkan penuhi perhatian oleh sumoinya. Memang aneh aneh bambu di situ, karena pada umumnya batang bambu berbentuk bundar dengan lubang di tengah-tengahnya. Akan tetapi kumpulan bambu di tempat itu, ada yang bentuk ruasnya aneh sekali, juga namanya luar biasa. Ada bambu yang dinamakan Bambu Muka Manusia (Phyllostachys bambusoides var, aurea Makino). Ada bambu yang bentuknya persegi. Malah ada lagi Bambu Tak Berlubang (Phyllos tachys bambusoides forma). Bambu yang bentuknya persegi itu mempunyai rebung yang istimewa, rasanya gurih dan lezat sekali, terkenal sebagai hidangan yang istimewa. Bambu tak berlubang itu batangnya hanya sebesar jari tangan, dalamnya tidak berlubang sama sekali. Ada pula Bambu Hitam Berduri yang mempunyai duri pada sekitar buku bukunya seolah olah dipasangi sebuah roda gigi. Bambu Bermiang (Phyllostachys edulis) ketika baru tumbuh penuh dengan miang (bulu halus). Ada lagi Bambu Daun Manis (Sinocalamus latiflorus) yang daunnya lebar sekali.

   "Di sana itu adalah bambu jenis aneh. Biasanya, orang akan sukar sekali melihat pohon bambu berkembang. Biasanya, kalau ada pohon bambu berkembang, hal itu berarti bahwa pohon itu sudah tua dan mulai layu. Akan tetapi Bambu Hitam Berduri ini dan Bambu Pahit di sana itu kalau musim bertunas mengeluarkan bau semerbak harum seperti bunga mawar."

   Tak terasa lagi sampai hampir dua jam mereka berada di tempat itu. mengagumi pelbagai jenis batang bambu dan Ling Ling amat tertarik oleh keterangan suhengnya yang hafal akan segala macam bambu. Kemudian mereka melanjutkan perjalanan menuju ke lembah yang bernama Kiam-kok (Lembah Pedang). Karena kedatangan mereka berdua tepat pada hari diadakannya pertemuan besar antara tokoh-tokoh kang-ouw itu, maka ketika mereka tiba di lembah itu, di situ telah penuh dengan orang. Sebetulnya, yang mengadakan pertemuan itu adalah dua fihak yang pada saat itu sedang saling memperebutkan pengaruh di Tiongkok, yaitu fihak Pek-lian-kauw dan Uighur di satu hak, dengan fihak Khitan dan Tibet di lain fihak.

   Kedua golongan itu mengadakan pertemuan untuk membicarakan permusuhan yang timbul antara sekutu mereka masing-masing, yaitu Im-yang-kauw yang menjadi sekutu Pek-lian kauw dan Uighur, dan Beng kauw yang menjadi sekutu Khitan dan Tibet. Agaknya sudah mereka sepakati untuk tidak mempertemukan fihak Im yang-kauw dan Beng-kauw agar tidak terjadi keributan dan hanya sekutu-sekutu mereka saja yang hadir untuk memperbincangkan hal itu.

   Seperti yang diceritakan oleh Ong-ciangkun pada Tan Sian Lun, pada waktu itu memang terdapat tiga persekutuan yang seolah-olah sedang saling bertentangan secara diam-diam berlumba untuk memperkembangkan pengaruh dan memperebutkan kekuasaan. Yang pertama tentu saja fihak pemerintah yang didukung oleh para pendekar.

   "terutama oleh Thai-san pai dan Siauw-lim-pai Fihak ke dua adalah persekutuan antara Im-yang kauw, Pek-lian-kauw dan Bangsa Uighur, Pihak ketiga adalah Beng kauw, Bangsa Khitan dan Bangsa Tibet, Biarpun fihak ke dua dan ke tiga ini adalah fihak-fihak yang menentang pemerintah, akan tetapi di antara mereka telah timbul persaingan sehingga kini para pemimpin di antara mereka yang khawatir kalau kalau permusuhan terbuka akan melemahkan kedudukan masing-masing, lalu mengadakan pertemuan itu untuk membicarakan urusan itu

   Yang hadir hanyalah tokoh-tokoh dan jagoan-jagoan semua fihak, karena merekapun tidak begitu bodoh untuk mengumpulkan banyak orang di suatu tempat sehingga akan menimbulkan kecurigaan fihak pemerintah. Akan tetapi kedua fihak diwakili oleh tokoh-tokoh utama mereka sehingga pertemuan itu merupakan pertemuan yang cukup penting. Fihak Khitan di wakili sendiri oleh tokoh besarnya, yaitu An Hun Kiong, keponakan dari mendiang pemberontak An Lu Shan yang pernah menggemparkan seluruh Tiongkok.

   An Hun Kiong adalah seorang laki-laki tampan gagah berusia kurang lebih empatpuluh tahun, berwatak keras tegas dan bersemangat besar seperti mendiang pamannya dan memang An Hun Kiong ini memiliki cita-cita besar untuk meneruskan perjuangan pamannya yang gagal di tengah jalan setelah hampir saja berhasil itu. An Hun Kiong ini ditemani oleh gurunya, yaitu kakek sakti Thai-lek Hoat-ong atau yang di negerinya disebut Tayatonga, kakek raksasa bongkok yang lihai itu. Selain kakek ini, juga terdapat helasan orang Khitan yang tinggi besar dan rata-rata memiliki kepandaian tinggi. Sekutu dari bangsa Khitan ini, yaitu orang-orang Tibet, diwakili oleh tokoh besarnya sendiri, yaitu Ba Mou Lama, seorang pendeta Lama Jubah Merah yang usianya sudah tujuhpuluhan tahun, tinggi kurus muka kuning dengan mata sipit. Kakek ini lihai bukan main, kabarnya malah lebih lihai dari Thai lek Hoat-ong, karena kakek ini adalah guru dari Sin Beng Lama, tokoh Tibet yang lihai itu dan yang juga hadir dalam pertemuan itu. Selain mereka berdua, ada pula belasan orang pendeta Lama yang kesemuanya berwajah angker dan membayangkan kepandaian yang lihai.

   Akan tetapi fihak kedua yang. hadir di situ tidak kalah angker dan menyeramkan dibandingkan dengan fihak Khitan dan Tibet itu. Fihak ke dua ini terdiri dari wakil Bangsa Uighur yang bernama Ou Lam Sing, seorang raksasa hitam yang tubuhnya kelihatan amat kuat. berusia empatpuluh tahun. Dia ini memang seorang tokoh Uighur yang terkenal sekali, dan kabarnya memiliki kepandaian silat dan gulat yang sukar dicari bandingannya. Selain Ou Lam Sing, juga terdapat belasan orang anak buahnya atau pengawalnya, yang merupakan jagoan-jagoan Uighur. Adapun sekutunya, dari fihak Pek-lian-kauw diwakili sendiri oleh Thai-kek Seng-jin, ketua Pek-lian-kauw wilayah timur, seorang kakek berusia enampuluh tahun yang kepalanya botak dan kakek ini memegang sebatang tongkat seperti ular, tongkat yang terbuat dari Bambu Sisik Naga. Kakek ini kelihtannya saja lemah, akan tetapi sesungguhnya selain memiliki ilmu silat yang tinggi, dia juga ahli dalam hal ilmu sihir! Di belakang kakek ini berdiri pula belasan orang Pek-lian-kauw dengan tanda-tanda bunga teratai putih di baju mereka.

   Selain kedua fihak yang memang hendak membicarakan urusan sekutu masing-masing yaitu Beng-kauw dan Im-yang-kauw yang tidak hadir, di situ hadir pula tokoh-tokoh dari kalangan kang-ouw dan liok-lim, yang datang sebagai saksi saja, juga karena biasanya para petualang di dunia persilatan paling suka menghadiri pertemuan-pertemuan besar semacam ini untuk meluaskan pengalaman dan perkenalan dengan tokoh-tokoh besar. Dengan adanya tokoh-tokoh kang-ouw dan liok-lim ini, maka hadirnya Lui Sian Lojin dan Ling Ling tidak begitu menarik perhatian orang sungguhpun setiap laki-laki di situ yang melihat Ling Ling tentu tidak hanya memandang sepintas lalu belaka.

   Pada saat itu, sebagian dari para pimpinan kedua fihak sedang menjamu para tamu yang hadir, membagi-bagikan berguci-guci arak kepada tamu-tamu yang duduk seenaknya di lembah itu, di bawah-bawah pohon, di atas-atas batu.dan ada yang duduk seenaknya di atas rumput. Sementara itu, ditempat yang agak terpisah, nampak tokoh-tokoh besar kedua fihak sedang bercakap-cakap. Lui Sian Lojin mengajak sumoinya untuk mendekati para pimpinan itu, karena dia ingin mengajak sumoinya untuk menyelidiki keadaan Im-yang-kauw, yaitu para ketuanya yang dicari-cari oleh sumoinya untuk memperhitungkan perbuatan mereka yang menyebabkan kematian ayah bunda dara itu. Mereka berdua mendekati lalu duduk mendengarkan percakap-mereka.

   "Omitohud"".!"

   Terdengar Ba Mou Lama, tokoh Tibet itu berseru.

   "Im-yang-pai diserbu oleh pemerintah, bagaimana yang dipersalahkan Beng-kauw? Andaikata benar penuturan Thai-kek Seng-jin bahwa nama lm-yang-kauw dipergunakan oleh anak buah Beng-kauw, akan tetapi hal itu hanyalah merupakan pelanggaran dari anak buah saja. Penyerbuan pemerintah itu adalah tanggungjawab pemerintah sepenuhnya, tidak adil kalau dipersalahkan kepada Beng-

   kauw.

   "

   "Hemm. ucapan itu memang benar,"

   Kata Gu Lam Sing, tokoh Uighur yang membeia sekutunya, yaitu Im-yang-pai.

   "Akan tetapi gara-gara Beng-kauw yang mempergunakan nama Im-yang-kauw maka sahabat sahabat kami itu diserbu oleh pemerintah sehingga mengalami banyak kerugian.

   "Benar, akan tetapi harus diingat bahwa Beng-kauw hanya melakukan itu demi untuk menentang pemerintah, bukan semata-mata untuk mencelakai Im-yang-pai!"

   Terdengar An Hun Kong berkata, suaranya penuh wibawa,

   "Maka, sebaiknya kesalahan faham ini dihabiskan sampai di sini saja dan kita bersama menghadapi pemerintah yang menjadi musuh utama kita! Dengan bertengkar dan saling bermusuhan, maka hal itu akan melemahkan kedudukan kita masing-masing dan akan memudahkan pemerintah untuk menekan kita. Hanya anak-anak kecil saja yang mengutamakan urusan urusan pribadi yang tidak penting. Akan tetapi kita adalah orang-orang dewasa yang dapat mengesampingkan urusan pribadi yang sepele untuk menghadapi urusan besar!"

   Ucapan itu berwibawa dan semua orang mendengarkan sambil menundukkan muka karena memang ucapan itu mengandung kebenaran.

   "Fihak Im-yang pai juga tidak mengajak lain fihak bermusuhan"

   Kata Thai-kek Seng-jin, ketua Pek lian-kauw yang membela sekutunya, yaitu Im-yang-kauw "Kalau mereka mengajak bermusuhan, tentu tidak akan minta kepada kami untuk bicara dengan cu-wi (anda sekalian). Akan tetapi, mengingat bahwa fihak Beng-kauw yang lebih dulu melakukan suatu kekeliruan sehingga mengakibatkan fihak Im-yang-kauw mengalami kerugian, maka sudah layaknyalah kalau fihak Beng-kauw yang lebih dulu mengulurkan tangan menyatakan maaf"

   Pada Saat itu, An Hun Kiong bangkit berdiri dan mengangkat tangan memberi isyarat kepada semua orang untuk tidak melanjutkan percakapan. Sepasang matanya yang tajam ditujukan kepada Ling Ling yang dengan terang-terangan menghadapi mereka itu dan ikut mendengarkan percakapan tadi.

   "Saudara-saudara, nanti dulu! Agaknya ada orang luar yang ikut mendengarkan!"

   Katanya dan diapun menggerakkan kedua kakinya, sekali meloncat telah berada di depan Ling Ling dan suhengnya yang cepat bangkit berdiri pula. Peristiwa ini menarik perhatian para tamu lainnya yang menghentikan percakapan mereks masing-masing dan semua mata ditujukan kepada laki-laki perkasa tokoh Khitan itu dan Ling Ling, dara remaja cantik manis yang sejak tadi menarik perhatian semua orang karena cantiknya.

   Sepasang mata An Hun Kiong mengamati kakek dan dara itu dengan penuh perhatian penuh kecurigaan dan penuh selidik. Sudah menjadi kelemahan dari orang gagah ini, di samping cita-citanya yang besar untuk menegakkan kembali kekuasaan yang pernah diraih oleh pamannya, yaitu dia mudah tergila-gila kepada wanita cantik! Hanya wanita cantik sajalah yang mampu mengganggu kesungguhannya dalam perkara memperjuangkan kekuasaan ini.

   Memang demikianlah. Sejarah telah mencatat betapa banyak sekali "orang besar"

   Yang jatuh karena wanita! Sesungguhnyakah bahwa wanita yang menjatuhkan mereka? Amat tidak adil kalau kita menuduh dan menyalahkan waanita saja! Persoalannya terletak lebih mendalam lagi. Menurut catatan sejarah, jatuhnya "orang-orang besar"

   Itu disebabkan karena tergila-gila kepada wanita, ada pula yang tergila-gila akan kekuasaan, akan harta benda, dan sebagainya. Jadi bukan semata-mata wanita saja yang menyebabkannya. Tergantung sepenuhnya dari kelemahan si "orang besar"

   Itu sendiri. Ada yang lemah terhadap kekayaan, ada yang lemah terhadap kekuasaan, ada pula yang lemah menghadapi wanita cantik.

   Dan sesungguhnya kesemuanya itu bersumber kepada kelemahan diri sendiri. Batin yang selalu mengenangkan hal hal yang dianggap paling menyenangkan, akan mengejar ngejarnya dan akhirnya menjadi hamba dari pada hal yang dianggap paling menyenangkan itu. Jadi, kalau ada orang besar atau apapun mudah tergoda atau tergila-gila kepada wanita sehingga lenyap kewaspadaannya, bukan wanitalah yang bersalah, melainkan dirinya sendiri yang memuja-muja kesenangan bergaul dengan wanita itu. Pemujaan ini yang memelihara dan memperbesar nafsu keinginan yang membuatnya haus dan mengejar-ngejar pemuasan. Dan setelah kita menjadi hamba dari satu di antara nafsu-nafsu yang mengejar-ngejar apa yang di inginkan itu, maka kita kehilangan kewaspadaan, kita menjadi seperti buta dan tindakan kita didorong oleh nafsu yang memperbudak kita itu.

   Demikianlah persoalan yang sebenarnya. Biar kita dikurung oleh ribuan orang wanita cantik, kalau batin kita jernih dan kita tidak membayangkan hal-hal yang menimbulkan nafsu berahi, tentu tidak akan timbul apa pun juga. Sebaliknya, biarpun kita dijauhkan dari wanita, berada di puncak gunung, dalam hutan dan tidak pernah bertemu wanita, namun kalau batin kita penuh dengan bayangan tentang hubungan dengan wanita yang mendatangkan sesuatu yang kita anggap nikmat dan menyenangkan, maka kita tetap akan dikejar kejar nafsu berahi! Di dalam diri kitalah terletak sumber segala hal, yang baik maupun yang buruk!

   "Siapakah engkau, nona?"

   An Hun Kiong bertanya, di dalam suaranya terkandung kekaguman akan kecantikan dara remaja itu dan juga terkandung kecurigaan karena nona itu bersikap biasa dan terbuka, seolah-olah pertemuan puncak itu merupakan tontonan lumrah saja, padahal semua tamu yang lain tidak ada yang berani mendekati mereka yang sedang berunding.

   Lui Sian Lojin yang kawatir kalau-kalau sumoinya mengeluarkan kata-kata yang dapat menimbulkan keributan, cepat mengangguk dengan hormat dan berkata,.

   "Harap maafkan kami yang tanpa disengaja mengganggu pembicaraan cu-wi yang penting."

   Dia terus memberi hormat kepada An Hun Kiong dan tokoh-tokoh lain yang sudah datang mendekat pula karena tertarik dan juga curiga. Siapa tahu, dua orang ini adalah mata-mata pemerintah yang diutus untuk menyelidiki pertemuan itu.

   Kini An Hun Kiong memandang kepada kakek berjenggot panjang putih itu. Dia memandang penuh selidik dan menoleh kepada kawan-kawannya, akan tetapi semua tokoh yang menjadi sekutunya itu agaknya juga tidak mengenal kakek ini, pada hal hampir semua tokoh kang-ouw dan liok-lim dikenal oleh mereka, terutama Thai-kek Sengjin yang mengenal semua tokoh.

   "Siapakah totiang?"

   Akhirnya An Hun Kiong bertanya.

   Lui Sian Lojin tersenyum dan menggeleng kepala.

   "Aku bukan seorang pendeta, melainkan seorang tua biasa yang kebetulan lewat di sini dan melihat keramaian di sini lalu ingin menonton. Namaku Lui Sian Lojin."

   Mendengar nama ini, terdengar seruan di sana-sini, karena nama Lui Sian Lojin bukanlah nama asing bagi banyak tokoh kang-ouw. Hanya karena kakek ini selama puluhan tahun tidak pernah lagi muncul di dunia kang-ouw, maka tidak ada yang mengenal wajahnya lagi. Tokoh-tokoh tua seperti Thai kek Seng-jin tentu saja mengenal nama itu, maka dia cepat berkata dengan sikap hormat.

   "Ah, kiranya pertapa dari Kwi-hoa-san yang hadir!"

   Dia cepat menjura ke arah Lui Sian Lojin dan menyambung,

   "Maafkan bahwa penyambutan kami kurang hormat karena tidak mengenal Lojin."

   Lui Sian Lojin tersenyum dan membalas penghormatan itu.

   "Sudah lama mendengar nama besar Thai-kek Seng-jin, maka pertemuan ini sungguh menyenangkan hati."

   Akan tetapi, nama Lui Sian Lojin ini tentu saja tidak dikenal oleh orang-orang Uighur. Tibet, dan Khitan.

   Melihat betapa ketua Pek-lian-kauw itu begitu menghormat kepada kakek sederhana ini, hati An Hun Kiong merasa tidak senang. Kakek ini boleh jadi seorang mata-mata, akan tetapi gadis ini sungguh manis. Maka dengan lantang dia berkata.

   "Sayang bahwa kami belum mengenal ji-wi (kalian berdua) sebagai sahabat, maka kami tidak mengirim undangan. Akan tetapi belum terlambat kiranya untuk kita menjadi sahabat. Aku adalah An Hun Kiong dan siapakah namamu, nona?"

   Melihat pandang mata laki-laki gagah dan tampan itu, melihat senyum dan kerling matanya yang mengandung kekurangajaran, Lmg Ling sudah merasa tak senang, maka dia merasa enggan untuk menjawab. Melihat sikap sumoinya, Lui Sian Lojin cepat mewakilinya menjawab.

   "Dia ini adalah sumoiku yang

   (Lanjut ke Jilid 31)

   Kisah Tiga Naga Sakti (Cerita Lepas)

   Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 31

   bernama Gan Ai Ling."

   Mendengar ini, semua orang memandang degan penuh keheranan, juga merasa geli dalam hati. Seorang kakek yang sudah demikian tuanya mempunyai seorang sumoi yang masih dara remaja, yang patut menjadi cucu muridnya! Dan pengakuan ini membuat An Hun Kiong makin memandang rendah kepada kakek itu. Biarpun sudah tua sekali, akan tetapi kalau hanya suheng dari dara remaja ini, mana mungkin memiliki ilmu yang tinggi? Maka timbullah keberaniannya, karena memang dia sejak tadi sudah tergila-gila kepada dara yang cantik manis itu.

   "Ah, semuda ini sudah menjadi sumoi seorang tokoh besar, sungguh mengagumkan! Aku merasa gembira sekali dapat menjadi seorang sahabatmu, nona Gan Ai Ling! Dan sebagai seorang sahabat aku mempersilakan padamu dan kepada suhengmu untuk duduk bersama kami dan bercakap-cakap."

   Sejak tadi Ling Ling sudah merasa muak dengan sikap orang she An itu. Memang harus diakui bahwa An Hun Kiong adalah seorang laki-laki yang gagah dan tampan memiliki daya tarik besar bagi kaum wanita. Akan tetapi, sikapnya yang mata keranjang dan sinar matanya yang kurang ajar itu melenyapkan rasa suka, bahkan mendatangkan perasaan muak dan marah dalam hati Ling Ling. Dia maklum bahwa suhengnya tidak menghendaki dia memperlihatkan sikap keras, maka suhengnya selalu mewakili dia bicara. Setelah kini orang she An itu menujukan kata-katanya langsung kepadanya, dia tidak dapat menahan kesabarannya lagi.

   "Kami datang ke sini bukan untuk bersahabat dengan siapapun juga, juga tidak ingin mencampuri urusan siapapun juga, melainkau untuk mencari dua orang yang tadinya kami kira akan muncul di tempat ini!"

   Suara dara ini memang nyaring dan mengandung kelincahan, dan biarpun dia tidak bersikap manis, namun karena wajahnya memang cerah dan manis, maka ucapan itu terdengar wajar dan tidak menyinggung hati.

   "Apakah bukan aku orang she An yang kaucari, nona?"

   Tanya An Hun Kiong yang terseret oleh kelincahan dara itu dan ingin berkelakar.

   Ling Ling tersenyum mengejek. Dia belum marah, hanya merasa tidak suka kepada orang ini.

   "Mau apa mencari orang seperti engkau?"

   Dia balas bertanya.

   Andaikata orang lain yang bersikap seperti itu kepadanya, tentu An Hun Kiong akan marah sekali karena ucapan itu mengandung penghinaan, dan sama sekali tidak menghargainya, padahal dia adalah pemimpin orang Khitan yang gagah perkasa! Akan tetapi karena kata-kata itu keluar dari mulut manis seorang dara jelita yang telah membuat hatinya tertarik sekali, An Hun Kiong tidak menjadi marah, sebaliknya dia tertawa.

   "Ah, kita sudah menjadi sahabat, memang tidak usah saling mencari lagi. Akan tetapi siapakah dua orang yang kaucari itu, nona? Mungkin aku dapat membantumu untuk menemukan mereka.

   "

   Kini Ling Ling bersikap sungguh-sungguh

   Siapa tahu, dan besar sekali kemungkinannya orang ini akan dapat membantunya menemuan musuh-musuh besarnya yang tidak muncul di tempat itu, apa lagi mengingat betapa percakapan orang-orang ini tadi menyangkut Im yang-kauw.

   "Agaknya engkau memang dapat menolongku menemukan dua orang yang kucari itu. Mereka adalah ketua Im-yang-kauw dan ketua Im yang-pai. Di mana mereka, mengapa mereka tidak muncul dan di mana aku dapat menemukan mereka?"

   Semua orang terkejut mendengar ini. Bahkan An Hun Kiong yang tadinya bersikap main-main dan mengagumi wajah jelita itu, kini kelihatan terkejut dan sikapnya berubah sungguh-sungguh.

   "Nona, mau apa engkau mencari ketua Im-yang-kauw dan ketua Im-yang-pai?"

   Tiba-tiba Thai-kek Seng-jin bertanya dan sepasang matanya memandang tajam penuh penyelidikan. Juga semua orang yang berada di situ memperlihatkan sikap penuh kecurigaan sehingga Lui Sian Lojin mengerutkan alisnya, khawatir kalau sumoinya akan menimbulkan keributan. Akan tetapi sebelum dia sempat mewakili sumoinya, dara itu sudah lebih dulu menjawab dengan jujur sambil menentang pandang mata kakek botak itu dengan sikap menantang,

   "Mau apa? Aku hendak membunuh mereka!"

   Tentu saja semua orang menjadi makin terkejut, bahkan An Hun Kiong sendiri sampai mundur dua langkah. Tak disangkanya bahwa nona muda yang menarik hatinya ini ternyata adalah seorang musuh yang berbahaya dan tidak ragu lagi hatinya bahwa tentu dua orang ini adalah mata-mata pemerintah!

   "Kiranya kalian adalah mata-mata busuk dari kerajaan!"

   Bentaknya marah.

   Kini Lui Sian Lojin maju dan mengangkat kedua tangannya.

   "Harap cu-wi tidak salah sangka. Kami mencari ketua Im yang kauw untuk urusan pribadi, sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan pemerintah,"

   "Siapa percaya omonganmu?"

   An Hun Kiong membentak, kini karena dia merasa curiga bahwa kedua orang itu adalah mata-mata pemerintah, dia menjadi marah sekali.

   "Kalau memang urusan pribadi, mengapa engkau hendak membunuh

   mereka, nona?"

   "Karena mereka telah membunuh ayah bundaku! Ketua Im yang kauw telah membunuh ayah bundaku, dan ketua Im-yang-pai telah menyebabkan kerusuhan di Cin-an sehingga mengakibatkan peristiwa kematian orang tuaku itu!"

   
Kisah Tiga Naga Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Hemm, siapakah ayahmu, nona?"

   "Ayahku adalah mendiang pendekar gagah perkasa Gan Beng Han!"

   "Ohhh""!"

   Terdengar seruan di sana sini karena nama ini banyak dikenal mereka.

   Sebetulnya, diam-diam fihak Khitan dan Tibet merasa girang mendengar bahwa seorang di antara saingan mereka, yaitu Im-yang pai, dimusuhi orang. Akan tetapi karena An Hun Kiong tetap menaruh curiga bahwa dua orang itu adalah mata-mata kerajaan, di samping keinginannya untuk menangkap hidup-hidup dara yang amat jelita itu untuk dijadikan korban pemuasan nafsunya, maka orang she An ini lalu berteriak.

   "Mereka ini tentu mata-mata pemerintah!"

   Lalu dia menoleh kepada belasan orang Khitan yang bertubuh tinggi besar, yaitu para pengawalnya.

   "Tangkap hidup-hidup nona ini dan bunuh kakek itu!"

   Duabelas orang Khitan yang tinggi besar itu serentak berloncatan ke depan, dan kini semua tamu sudah mengurung tempat itu dan menonton dengan penuh perhatian. Mereka tertarik sekali dan sambil berbisik-bisik semua tamu mengira bahwa kakek dan gadis remaja itu adalah mata-mata pemerintah, dan mereka membicarakannya dengan hati tegang karena tentu dua orang itu akan celaka.

   Akan tetapi Ling Ling sama sekali tidak memperlihatkan sikap takut ataupun gugup sama sekali, bahkan dia berdiri tegak dengan senyum mengejek, menghadapi duabelas orang Khitan tinggi besar itu, sedangkan kakek itupun dengan tenang-tenang saja berdiri di situ, bahkan memangku kedua lengannya seolah-olah dia tidak melihat bahaya apapun juga. Lui Sian Lojin memang sama sekali tidak ingin bermusuhan dengan siapapun juga, apa lagi dengan orang-orang yang dia tahu memiliki kepandaian tinggi dan memiliki kedudukan yang kuat pula ini. Oleh karena itu, dia berbisik, bisikan lirih akan tetapi cukup terdengar oleh semua orang.

   "Sumoi, jangan bunuh orang!"

   Biarpun dia marah sekali, namun Ling Ling mentaati pesan suhengnya dan ketika belasan orang itu sudah bergerak hendak menyerang suhengnya dan menangkap dia, Ling Ling mendahului mereka dengan teriakan nyaring dan tubuhnya seperti lenyap, berobah menjadi bayangan yang berkelebatan ke sana-sini. Terdengar teriakan berturut-turut dan dalam waktu singkat sekali duabelas orang itu telah roboh atau terlempar ke sana-sini!

   Semua orang terkejut bukan main melihat betapa dalam waktu singkat sekali, dara itu telah merobohkan duabelas orang jagoan Khi-tan, dan Tai-lek Hoat-ong, guru dari An Hun Kiong yang melihat keadaan tidak baik bagi anak buahnya, cepat meloncat ke depan dan langsung dia menyerang Lui Sian Lojin, karena dia menganggap bahwa tentu kakek ini yang merupakan orang terpandai dan yang harus dirobohkan terlebih dulu.

   Raksasa Khitan yang agak bongkok ini menyerang dengan hebatnya. Dia tidak mempergunakan senjatanya yang ampuh, yaitu sabuk rantai emas, melainkan menyerang dengan dorongan kedua telapak tangannya sambil mengerahkan tenaga saktinya yang kuat bukan main. Melihat penyerangan yang amat hebat ini Lui Sian Lojin berseru kaget.

   "Siancai"..!"

   Dan terpaksa diapun mengulur kedua lengannya dengan telapak tangannya dia menyambut dan menolak serangan itu karena dia maklum bahwa untuk mengelak sudah tidak sempat lagi.

   "Desss""!"

   Hebat bukan main pertemuan dua tenaga sakti itu, akan tetapi ternyata Tai lek Hoat-ong memiliki sinkang yang lebih kuat, karena terbukti tubuh Lui Sian Lojin terpental ke belakang sampai tiga meter sedangkan tubuh Tai-lek Hoat-ong hanya terhuyung saja! Wajah Lu Sian Lojin berobah pucat.

   "Ha ha-ha, kiranya hanya sedemikian saja kepandaian Lui Sian Lojin yang terkenal!"

   Tai-lek Hoat-ong tertawa mengejek.

   "Mari. mari, majulah lagi, Lui Sian Lojin, jangan hanya berani menghadapi anak buah kami saja"

   "Kiranya kalian adalah mata-mata busuk dari kerajaan!"

   Bentaknya marah.

   Kini Lui Sian Lojin maju dan mengangkat kedua tangannya.

   "Harap cu-wi tidak salah sangka. Kami mencari ketua Im yang kauw untuk urusan pribadi, sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan pemerintah,"

   "Siapa percaya omonganmu?"

   An Hun Kiong membentak, kini karena dia merasa curiga bahwa kedua orang itu adalah mata-mata pemerintah, dia menjadi marah sekali.

   "Kalau memang urusan pribadi, mengapa engkau hendak membunuh

   mereka, nona?"

   "Karena mereka telah membunuh ayah bundaku! Ketua Im yang kauw telah membunuh ayah bundaku, dan ketua Im-yang-pai telah menyebabkan kerusuhan di Cin-an sehingga mengakibatkan peristiwa kematian orang tuaku itu!"

   "Hemm, siapakah ayahmu, nona?"

   "Ayahku adalah mendiang pendekar gagah perkasa Gan Beng Han!"

   "Ohhh""!"

   Terdengar seruan di sana sini karena nama ini banyak dikenal mereka.

   Sebetulnya, diam-diam fihak Khitan dan Tibet merasa girang mendengar bahwa seorang di antara saingan mereka, yaitu Im-yang pai, dimusuhi orang. Akan tetapi karena An Hun Kiong tetap menaruh curiga bahwa dua orang itu adalah mata-mata kerajaan, di samping keinginannya untuk menangkap hidup-hidup dara yang amat jelita itu untuk dijadikan korban pemuasan nafsunya, maka orang she An ini lalu berteriak.

   "Mereka ini tentu mata-mata pemerintah!"

   Lalu dia menoleh kepada belasan orang Khitan yang bertubuh tinggi besar, yaitu para pengawalnya "Tangkap hidup-hidup nona ini dan bunuh kakek itu!"

   Duabelas orang Khitan yang tinggi besar itu serentak berloncatan ke depan, dan kini semua tamu sudah mengurung tempat itu dan menonton dengan penuh perhatian. Mereka tertarik sekali dan sambil berbisik-bisik semua tamu mengira bahwa kakek dan gadis remaja itu adalah mata-mata pemerintah, dan mereka membicarakannya dengan hati tegang karena tentu dua orang itu akan celaka.

   Akan tetapi Ling Ling sama sekali tidak memperlihatkan sikap takut ataupun gugup sama sekali, bahkan dia berdiri tegak dengan senyum mengejek, menghadapi duabelas orang Khitan tinggi besar itu, sedangkan kakek itupun dengan tenang-tenang saja berdiri di situ, bahkan memangku kedua lengannya seolah-olah dia tidak melihat bahaya apapun juga. Lui Sian Lojin memang sama sekali tidak ingin bermusuhan dengan siapapun juga, apa lagi dengan orang-orang yang dia tahu memiliki kepandaian tinggi dan memiliki kedudukan yang kuat pula ini. Oleh karena itu, dia berbisik, bisikan lirih akan tetapi cukup terdengar oleh semua orang.

   "Sumoi, jangan bunuh orang!"

   Biarpun dia marah sekali, namun Ling Ling mentaati pesan suhengnya dan ketika belasan orang itu sudah bergerak hendak menyerang suhengnya dan menangkap dia, Ling Ling mendahului mereka dengan teriakan nyaring dan tubuhnya seperti lenyap, berobah menjadi bayangan yang berkelebatan ke sana-sini. Terdengar teriakan berturut-turut dan dalam waktu singkat sekali duabelas orang itu telah roboh atau terlempar ke sana-sini!

   Semua orang terkejut bukan main melihat betapa dalam waktu singkat sekali, dara itu telah merobohkan duabelas orang jagoan Khi-tan, dan Tai-lek Hoat-ong, guru dari An Hun Kiong yang melihat keadaan tidak baik bagi anak buahnya, cepat meloncat ke depan dan langsung dia menyerang Lui Sian Lojin, karena dia menganggap bahwa tentu kakek ini yang merupakan

   orang terpandai dan yang harus dirobohkan terlebih dulu.

   Raksasa Khitan yang agak bongkok ini menyerang dengan hebatnya. Dia tidak mempergunakan senjatanya yang ampuh, yaitu sabuk rantai emas, melainkan menyerang dengan dorongan kedua telapak tangannya sambil mengerahkan tenaga saktinya yang kuat bukan main. Melihat penyerangan yang amat hebat ini Lui Sian Lojin berseru kaget.

   "Siancai"..!"

   Dan terpaksa diapun mengulur kedua lengannya dengan telapak tangannya dia menyambut dan menolak serangan itu karena dia maklum bahwa untuk mengelak sudah tidak sempat lagi.

   "Desss""!"

   Hebat bukan main pertemuan dua tenaga sakti itu, akan tetapi ternyata Tai lek Hoat-ong memiliki sinkang yang lebih kuat, karena terbukti tubuh Lui Sian Lojin terpental ke belakang sampai tiga meter sedangkan tubuh Tai-lek Hoat-ong hanya terhuyung saja! Wajah Lu Sian Lojin berobah pucat.

   "Ha ha-ha, kiranya hanya sedemikian saja kepandaian Lui Sian Lojin yang terkenal!"

   Tai-lek Hoat-ong tertawa mengejek.

   "Mari. mari, majulah lagi, Lui Sian Lojin, jangan hanya berani menghadapi anak buah kami saja"

   "Hemm, kami tidak bermaksud memusuhi siapapun,"

   Kata Lui Sian Lojin dengan sikap masih tenang, sungguhpun mukanya menjadi pucat dan napasnya agak terengah, tanda bahwa dia telah mengalami guncangan hebat akibat pertemuan tenaga sakti tadi.

   "Suheng, biarlah aku menghadapi tua bangka bongkok yang sombong ini!"

   Tiba-tiba Ling Ling berteriak dan sekali menggerakkan kaki, dia telah melayang ke depan Tai-lek Hoat-ong, lalu berdiri tegak dan bertolak pinggang sambil memandang dengan sinar mata bercahaya penuh kemarahan.

   "Sumoi, jangan mencari keributan!"

   Suhengnya membentak.

   "Jangan khawatir, suheng, aku hanya ingin menunjukkan bahwa kita tidak takut menghadapi mereka yang hendak membela musuh musuhku! Heh, tua bangka sombong, kami tadi telah memperkenalkan diri, bahkan telah menceritakan maksud kedatangan kami. Engkau ini siapakah dan mengapa engkau menyambut kami dengan pengeroyokan dan pengerahan anak buahmu?"

   Tai-lek Hoat-ong tersenyum lebar. Dia sendiri dahulu di waktu mudanya adalah seorang mata keranjang, maka biarpun sudah tua, dia masih suka memasang aksi di depan wanita cantik, apa lagi karena tadi dia sudah mengukur tenaga Lui Sian Lojin dan mendapat kenyataan bahwa dia lebih kuat dari pada kakek pertapa dari Gunung Kwi-hoa-san itu. Apa lagi kini menghadapi sumoi dari kakek itu, tentu saja dia memandang rendah sekali.

   "Ha ha-ha, nona Gan Ai Ling yang manis. Kami sudah mendengar akan kegagahan ayah bundamu, maka pantaslah engkau menjadi puteri mereka, engkau masih muda sudah memiliki kepandaian tinggi dan keberanian besar. Ketahuilah bahwa aku adalah Tai-lek Hoat-ong. Karena kedatangan kalian berdua amat mencurigakan, kami semua menduga keras bahwa kalian tentulah mata-mata pemerintah, maka sudah sepatutnya kalau kami hendak menangkap kalian Kalau engkau suka menyerah untuk menjadi tawanan kami, tentu kami tidak perlu lagi menggunakan kekerasan."

   Ling Ling tersenyum manis sehingga An Hun Kiong tidak tahan untuk diam saja, maka dia berbisik.

   "Suhu, harap jangan lukai dia!"

   Ling Ling tidak meroperdulikan kata-kata An Hun Kiong itu, melainkan kini berkata kepada Tai-lek Hoat-ong.

   "Ah, kiranya engkau adalah guru dari pemimpin pemberontak itu, Tentu engkau seorang tokoh Khitan yang terkenal. Kami tidak ada urusan apapun dengan orang-orang Khitan, akan tetapi jangan mengira bahwa kami takut kepadamu!"

   "Ha ha, mundurlah saja, nona dan biarkan suhengmu yang maju. Aku merasa malu untuk menghadapi seorang nona muda seperti engkau, dan kalau aku sudah selesai mengurus suheng mu, biar engkau nanti melayani muridku saja ha-ha!"

   Semua orang yang mendengar kata "melayani"

   Itu tertawa karena mereka maklum apa yang dimaksudkan oleh kakek bongkok itu.

   Akan tetapi Ling Ling belum menangkap arti kata yang menghina dan kotor itu, dan karena dia memang berwatak lincah jenaka, maka diapun tersenyum ketika menjawab.

   "Kakek tua, engkau sudah tua dan bongkok, mana patut menjadi lawan suheng? Lebih baik engkau dan kaki tanganmu mundur saja dan keluar dari Tiongkok, dan membiarkan kami berdua pergi, katena kalau engkau lanjutkan gangguanmu, engkau akan menyesal nanti. Mundurlah!"

   Tai-lek Hoat-ong tertawa bergelak.

   "Lucu lucu""

   Engkau benar-benar nekat."

   "Suhu, harap suhu tangkap dia dan jangan sampai terluka,"

   Kembali An Hun Kiong berkata.

   "Jangan khawatir, dalam sepuluh jurus aku akan menotok dia roboh!"

   Kata kakek bongkok itu.

   "Tua bangka sombong, omong kosongmu tak ada harganya!"

   Kata Ling Ling yang sudah melangkahkan kakinya ke depan.

   "Coba robohkan aku dalam sepuluh jurus!"

   Setelah berkata demikian, dara itu sudah menerjang ke depan, gerakannya lincah dan ringan, cepatnya seperti kilat dan yang amat mengejutkan hati kakek bongkok itu adalah suara yang timbul dari gerakan tangan dara itu, suara bercuitan seperti ada senjata tajam yang digerakkan. Akan tetapi, karena memang watak tokoh Khitan ini sombong dan terlalu mengandalkan kepandaian sendiri, dia tetap memandang rendah dan menyambut kedua serangan yang dilakukan dengan tangan kiri menyambar dari atas dan tangan kanan menusuk dari depan itu, sambil tersenyum dan dia berusaha menggunakan kedua tangannya untuk menangkap pergelangan kedua tangan lawan.

   "Ha-ha, kau boleh juga, nona"".!"

   Dia mengejek sambil menyambar dengan kedua tangannya.

   "Wuuuut, plak plak plak-plak!"

   Kakek itu terkejut setengah mati karena ketika tadi kedua tangannya sudah berhasil mencengkeram pergelangan tangan nona itu, dia merasa seperti mencengkeram tubuh ular yang halus dan licin sekali, juga amat keras dan mengeluarkan hawa dingin menusuk tulang sehingga otomatis dia melepaskan cengkeraman kedua tangannya, kemudian tiba-tiba saja kedua tangan nona itu sudah melakukan tamparan bertubi-tubi yang membuat dia gelagapan dan harus cepat menangkis dengan kedua tangannya sambil meloncat mundur karena tamparan tamparan itu mengandung hawa dingin yang amat kuat dan yang dijadikan sasaran adalah bagian-bagian tubuh yang berbahaya dan dapat menimbulkan maut.

   "Dia hebat""."

   Bisik Gu Lam Sing, tokoh Uighur yang raksasa hitam itu kepada Thai-kek Seng-jin. Ketua Pek lian kauw ini mengangguk dan tersenyum, lalu memandang penuh kagum kepada Ling Ling.

   Kini dara itu sudah menerjang lagi dengan kecepatan yang luar biasa, membuat Tai-lek Hoat-ong makin terdesak dan terus main mundur sambil mengelak dan menangkis, sama sekali tidak memperoleh kesempatan untuk membalas serangan lawan karena gerakan lawannya yang luar biasa cepatnya itu.

   Dia berusaha untuk mengerahkan tenaga lweekangnya, mengerahkan sinkang dari pusar untuk mengatasi kecepatan lawan dengan kekuatannya, namun makin terkejutlah dia ketika mendapat kenyataan bahwa nona itupun memiliki sinkang yang amat kuat, bahkan tidak kalah kuat kalau dibandingkan dengan kekuatannya dan jelas malah lebih kuat dari pada tenaga dari Lui Sian Lojin yang tadi telah mengadu tenaga dengan dia. Benar-benar dia merasa penasaran sekali. Apakah dia kehilangan tenaganya? Ataukah ada suatu keanehan dimana kepandaian sumoi melebihi tingkat kepandaian suhengnya? Jangankan dapat merobohkannya dalam sepuluh jurus! Kini sudah lewat tigapuluh jurus lebih dan selama itu keadaan kakek yang menjudi tokoh Khitan itulah yang terus-menerus terdesak hebat. An Hun Kiong sendiri sampai memandang bengong dan mukanya menjadi agak pucat melihat betapa gurunya didesak sedemikian rupa oleh dara remaja yang cantik manis itu.

   "Hai, tua bangka bongkok, sudah berapa juruskah kita berkelahi? Mana janjimu yang hendak merobohkan aku dalam sepuluh jurus? Menotokku sampai roboh? Huh. tak tahu malu engkau, ya?"

   Ling Ling mengejek dan lawannya mempergunakan kesempatan selagi lawannya bicara ini untuk mengirim penyerangan kilat dengan tonjokan ke arah perut lawan sambil mengerahkan tenaga sinkang sekuatnya, batu karangpun akan remuk terkena hantaman ini, apa lagi perut seorang dara remaja seperti perut Ling Ling. Sukar dibayangkan akan menjadi apa perut dara itu kalau sampai terkena tonjokan maut itu.

   "Ah, seranganmu kaku dan tak ada artinya!"

   Ling Ling kembali mengejek dan biarpun kelihatan pukulan itu hampir mengenai perut, namun dalam saat terakhir dara itu mampu mengelak dengan lincahnya, tubuhnya kelihatannya begitu ringan seperti kapas sehingga se olah-olah terdorong ke samping oleh hawa pukulan sehingga pukulan itu tentu saja tidak mengenai sasaran. Pada saat mengelak itu, Ling Ling menggerakkan kakinya dan ujung sepatunya sempat mencium lutut lawan. Biarpun tiduk keras, akan tetapi karena yang dicium ujung sepatu adalah sambungan lutut yang amat lemah maka kakek itu berjingkrak dan memegangi lututnya sambil meloncat ke belakang dan meringis, beberapa kali berloncatan dengan sebelah kaki karena kaki yang tercium lutufnya itu terasa nyeri kalau diturunkan.

   "Hi-hik. kau yang memukul, kenapa kau sendiri yang kesakitan? Apakah kau mau mempertunjukkan tarian monyet?"

   Ling Ling mengejek terus untuk memanaskan perut lawan atau untuk membalas sikap sombong lawan yang hendak merobohkannya dalam sepuluh jurus tadi.

   Diam-diam ketua Pek lian kauw itu menjadi girang bukan main dan dia yang kini berbisik kepada tokoh Uighur yang menjadi nekutunya.

   "Hebat"". hebat dia"".!"

   Bukan main marahnya hati Tai lek Hoat-ong menghadapi ejekan dara itu, dan diam-diam diapun makin terkejut karena kini tahulah dia bahwa dara itu memang lihai bukan main dan sama sekali tidak boleh dipandang rendah.

   "Srat"". singgg""

   I"

   Nampak sinar keemasan dan tahu tahu di tangan kanan kakek itu telah Nampak sebatang rantai emas yang ujungnya dipasangi kaitan-kaitan, itulah senjatanya yang ampuh dan. amat sukar dihadapi lawan.

   "Bocah setan, bersiaplah untuk mampus!"

   Bentak kakek itu yang kini sudah menjadi marah dan sabuk rantainya menyerang untuk membunuh!

   "Suhu"".!"

   An Hun Kiong berseru karena dia masih merasa sayang kalau nona itu dibunuh. Akan tetapi gurunya tidak memperdulikannya lagi, bahkan kini dengan bentakan nyaring telah menubruk ke depan, didahului oleh ujung rantai emas itu yang menyambar ganas, kaitannya yang pertama menyambar mata dan yang ke dua menyambar ke arah dada Ling Ling!

   "Aihhh, ganas"".!"

   Dara itu masih sempat berteriak mengejek, kakinya digerakkan secara indah sekali, kaki kanan ditekuk dan berada di sebelah kaki kiri yang ditekuk juga sehingga kedudukan tubuhnya setengah berjongkok dengan lutut kanan menahan lantai, kedua tangan dirangkap ke depan dada dan siku-sikunya terbuka, lalu tangan itu diangkat ke atas, dengan cepat sekali jari telunjuknya menyentil ke depan.

   "Tinggg!"

   Kaitan emas itu terkena sentilan dan menyeleweng dari pada sasaran! Tiba tiba dara itu dengan gerakan indah memutar tubuhnya ke kanan dan menggantikan kedudukan kaki kanan yang tadinya menahun lantai dengan lutut, berbalik lutut kanan itu diangkat dan digantikan dengan lutut kiri yang menahan lantai, kedua tangan tetap bertemu di depan dada dan siku kanannya digerakkan menerima sebuah tendangan lawan yang disusulkan serangan rantai tadi.

   "Dukk!"

   Dan untuk kedua kalinya kakek itu meringis dan tubuhnya agak terputar karena yang bertemu dengan siku adalah bagian mata kakinya yang lemah. Nyeri rasanya dan dia meringis kesakitan! Gerakan dara itu memang indah karena dia telah memainkan jurus Sin liong-paik-kwan-im (Naga Sakti Menghormat Dewi Kwan im)!

   Tai-lek Hoat-ong makin marah dan penasaran, kembali dia memutar rantainya dan menyerang dengan sapuan ke arah kedua kaki lawan. Namun Ling Ling yang tadinya masih setengah berjongkok itu, dengan lincahnya telah meloncat naik ke atas sehingga kedua kakinya terbebas dari sambaran rantai yang menyabet di bawah kakinya, kemudian dia menurunkan kaki dan memainkan jurus Naga Sakti Menghantam Bumi. Gerakan mi dilakukan cepat, ketika tubuhnya turun, kaki kanan meloncat ke depan, disusul kaki kiri, langsung dia memasang kuda-kuda bersudut, yaitu kuda-kuda dengan kaki depan ditekuk bagian depan, dan kaki kiri lurus di belakang, kedua tangannya bergerak menangkap dari kiri ke kanan, disusul dengan pukulan tangan kiri ke arah pusar lawan, pukulan menyerong ke bawah yang amat ampuh, sedangkan siku lengan kanan menunjuk ke atas, tangan kanan siap pula untuk menyusulkan serangan lain.

   Indah dan kuat serta gagah sekali jurus Naga Sakti Menghantam Bumi ini dan kembali kakek bongkok itu menjadi gugup karena ketika rantainya tadi luput mengenai sasaran, kini dia malah terancam bahaya oleh pukulan yang menuju ke pusarnya. Karena rantainya masih berputar, maka dia tidak sempat menangkis atau balas menyerang, maka jalan satu satunya untuk menyelamatkan diri baginya hanya melempar tubuh ke belakang, lalu bergulingan ke atas tanah sambil menyabetkan rantainya dari bawah bertubi-tubi ke arah tubuh lawan.

   "Hi hiik, kau memang seperti trenggiling bongkok!"

   Ling Ling mengejek dengan mudai dia meloncat-loncat, untuk menghindarkan sambaran rantai, bahkan kadang-kadang secara memandang rendah sekali dia menggerakkan kakinya dan dengan ujung sepatunya dia menangkis atau menendang ke arah ujung rantai emas yang ada kaitannya itu! Memang dara ini telah mewarisi ilmu kepandaian yang luar biasa dari Bu Eng Lojin, kakek buyut gurunya yang telah menjadi gurunya itu!

   Kemudian terdengar suara dara itu melengking nyaring sekali, mengejutkan semua orang dan tiba tiba saja nampak tubuh dara itu sudah melayang ke atas dan dari atas dia sudah meluncur dengan serangan dahsyat sekali ke arah kepala lawannya, tangan kiri mencengkeram ke arah ubun ubun kepala sedangkan tangan kanan menghantam ke arah pundak kiri lawan dibarengi pula kaki yang menendang ke bawah. Inilah jurus maut yang disebut Naga Sakti Membuat Gempa, hebatnya bukan kepalang karena dari gerakan kedua tangan dan kaki itu sudah lebih dulu menyambar hawa pukulan yang dahsyat dan amat kuatnya,

   "Ahhh".!"

   Tai-lek Hoat ong terkejut dan cepat menarik tubuh ke belakang, mengebutkan rantai emasnya ke arah tangan lawan yang hendak mencengkeram ubun-ubun kepalanya.

   "Cappp!"

   Tangan dara itu bertemu dengan ujung rantai yang berkait, akan tetapi seperti tanpa memperdulikan kaitan yang runcing mengerikan itu, Ling Ling menangkap ujung rantai. Girang hati Tai-lek Hoat-ong karena dia mengira bahwa tangan dara itu tentu akan dapat dilukainya, maka dia menarik keras rantainya. Akan tetapi pada saat itu, kaki Ling Ling yang menendang sudah tepat mengenai pergelangan tangan kanannya yang memegang gagang rantai, berbareng pula tangan kanan Ling Ling yang tadi luput menghantam pundak, kini sudah menampar ke arah siku tangan kanan dari lawan itu. Seketika terasa lumpuh tangan kanan kakek itu setelah terkena tamparan dan sentuhan ujung kaki Ling Ling dan tanpa dapat dicegah lagi, rantainya dapat dirampas oleh dara itu yang kini sudah turun ke atas tanah.

   "Mampuslah""..!"

   Tai-lek Hoat-ong yang menjadi marah itu menubruk. Akan tetapi begitu kedua kakinya menginjak tanah, Ling Ling memutar kaki kiri ke kiri, kaki kanannya diangkat tinggi dengan gerakan melingkar sehingga telapak kaki kanan bersentuhan dengan tangan kanan yang menghadang datangnya telapak kaki itu, dan pada saat kakinya melayang itu, kaki ini menendang ke arah kepala lawan, dibarengi pula dengan gerakan tangan kiri yang mengelebatkan rantai rampasan itu menotok ke arah leher! Inilah yang dinamakan jurus Naga Sakti Menghancurkan Gunung! Memang ilmu silat dari para petapa di Kwi hoa san itu berdasar kepada Ilmu Silat Naga Sakti (Sin liong-kun) yang telah diolah sedemikian rupa oleh Bu Eng Lojin. Bahkan mendiang Siangkoan Lojin sendiripun mendasarkan ilmu silatnya pada Sin-liong-kun itu sehingga dia menclptakan Ilmu Silat Sin-liong-jiauw kang (Cakar Naga Sakti) yang hebat itu.

   "Wuuut. plak""

   Bukkkk!"

   Tai-lek Hoat-ong masih dapat menyelamatkan kepalanya namun kaki dara itu masih mengenai pundaknya dan tubuh tinggi besar agak bongkok itu terpelanting sampai beberapa meter jauhnya!

   

Dewi Maut Karya Kho Ping Hoo Pendekar Tanpa Bayangan Karya Kho Ping Hoo Si Walet Hitam Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini