Kisah Tiga Naga Sakti 31
Kisah Tiga Naga Sakti Karya Kho Ping Hoo Bagian 31
"Omitohud, perempuan iblis ini sungguh berbahaya!"
Terdengar Ba Mou Lam berseru dan tahu-tahu pendeta Lama berjubah merah itu telah meloncat ke depan, mencegah Ling Ling mengejar lawan yang sedang bergulingan itu dan tiba-tiba terdengar ledakan dua kali seperti cambuk dibunyikan ketika jubahnya yang lebar itu digerakkan dan kedua ujung jubah itu sudah menyambar ke arah leher dan dada Ling Ling dengan kekuatan dahsyat sekali.
Kepandaian Ba Mou Lama ini kalau dibandingkan dengan tingkat Tai-lek Hoat-ong masih menang dua tingkat maka dapat dibayangkan betapa dahsyat dan berbahaya serangannya itu. Ketika pendeta Lama ini menyaksikan kekalahan sekutunya, tanpa ragu-ragu lagi dia maju sendiri karena dia maklum bahwa dara itu amat lihai dan di antara teman-temannya, agaknya hanya dia atau ketua Pek-lian kauw yang dapat mengatasinya. Akan tetapi karena yang dikalahkan oleh dara itu adalah tokoh Khitan, yaitu sekutunya, maka tidak mungkin dia mengharapkan fihak Pek-lian kauw akan mau maju,dan dia sendiri sudah maju dan langsung menyerang dara yang amat lihai itu.
Serangan tiba-tiba yang sama sekali tidak disangkanya itu membuat Ling Ling terkejut sekali karena dara ini mengenal kekuatan dahsyat yang amat berbahaya.. Dia cepat mengelak, akan tetapi hawa pukulan itu masih mendorong pundaknya sehingga dia terpaksa menjatuhkan diri dan bergulingan agar tidak sampai terluka, dan ketika dia bergulingan itu dan melihat tubuh berjubah merah itu mengejar, cepat dia menggerakkan tangan dan rantai emas rampasan tadi meluncur ke depan memapaki tubuh berjubah merah itu bagaikan sebatang anak panah!
"Omitohud""!"
Ba Mou Lama berseru kaget ketika melihat sinar emas meluncur dari bawah. Cepat dia menggerakkan lengan kanannya menyampok.
"Tringgg!"
Rantai emas itu tertangkis dan terbanting ke atas tanah, akan tetapi ujung jubah di lengan pendeta itu terobek pula, tanda bahwa lontaran rantai emas itu tadi mengandung tenaga yang amat kuat. Wajah berkulit kuning dari pendeta Tibet itu berobah agak kemerahan. Biarpun serangannya tadi membayangkan kemenangan tipis, namun robeknya ujung lengan baju menghapus kemenangannya dan keadaannya dengan dara itu boleh dikata sekali kalah sekali menang!
Ling Ling sudah meloncat berdiri dan memasang kuda-kuda dengan kedua kaki terpentang lebar, kedua lutut ditekuk, kedua lengan ditekuk pula, yang satu ke atas yang lain ke bawah, kepalanya miring menghadap lawan dan sepasang matanya mengeluarkan sinar kilat, sikapnya demikian gagah sehingga mengagumkan semua orang yang menonton, Lui Sian Lojin sendiri diam-diam merasa kagum dan yakinlah hatinya bahwa gurunya benar-benar telah menggembleng dara itu menjadi seorang yang memiliki ilmu silat tinggi sekali. Namun hatinya khawatir juga melihat sumoinya menghadapi pendeta Lama yang jelas merupakan seorang lawan tangguh yang sakti. Oleh karena itu, melihat sumoinya dan pendeta itu sudah saling pandang dan siap untuk bertanding, dia lalu melangkah maju.
"Harap totiang suka bersabar,"
Katanya menjura dengan hormat.
"Di antara kita tidak terdapat permusuhan apa-apa, dan sudah kami katakan bahwa kami datang hanya khusus untuk mencari pimpinan Im-yang-kauw, maka apakah perlunya perkelahian ini dilanjutkan? Totiang adalah seorang tokoh besar yang sudah berusia lanjut, tentu sudi mengalah terhadap seorang gadis remaja seperti sumoiku ini!"
Ucapan itu bernada mengalah, akan tetapi juga merupakan peringatan bahwa nama besar seorang tokoh seperti Ba Mou Lama akan terjatuh dan ternoda kalau sampai dia melawan seorang dara remaja, apalagi kalau sampai kalah!. Oleh karena itu, pandang mata Ba Mou Lama menjadi agak bingung dan ragu-ragu. Kesempatan itu dipergunakan oleh Thai-kek Seng-jin, ketua Pek-lian-kauw yang sejak tadi sudah memandang kepada Ling Ling penuh kagum dan dengan mata bersinar-sinar penuh kecerdikan, untuk maju pula dan berkata dengan suara lantang,
"Siancai"".! Memang tidak perlu perkelahian dilanjutkan! Ba Mou Lama, kami percaya akan keterangan kedua orang gagah ini. Seorang gagah perkasa yang memiliki kepandaian seperti nona Gan ini, apa lagi mengingat akan kegagahan mendiang ayahnya, tidak mungkin membohong ketika mengatakan bahwa dia bukan mata-mata pemerintah. Gan-lihiap, aku Thai-kek Seng-jin percaya kepadamu! Dan Ba Mou Lama, harap suka mengalah sedikit dan biarkan aku bicara dengan nona ini."
Ba Mou Lama mengangguk dan terpaksa mundur karena kalau dia berkeras, bukan saja dia bisa ditertawai orang, akan tetapi juga amat berbahaya mempertaruhkan nama besarnya melawan dara yang amat lihai ini, hanya untuk urusan tetek bengek! Ling Ling yang melihat lawannya mundur, lalu tersenyum dan menoleh kepada kakek berkepala botak yang memegang tongkat bambu itu. Tongkat itu menarik hatinya karena baru saja dia mengagumi banyak macam bambu bersama suhengnya, maka pertama tama yang menarik hatinya adalah tongkat di tangan kakek itu. Tongkat itu kalau dilihat dari jauh persis seekor ular.
""Bukankah itu Bambu Sisik Naga?"
Tanyanya, ulahnya seperti anak anak saja.
Thai-kek Seng-jin tercengang, memandang kepada tongkat di tangannya, lalu tertawa.
"Ha-ha-ha, nona Gan selain ahli dalam ilmu silat, juga ternyata ahli dalam soal bambu. Benar, lihiap, tongkatku ini terbuat dari bambu Sisik Naga.
"
Setelah dugaannya tepat, maka perhatian Ling Ling terhadap tongkat itupun hilang sudah dan dia kini menatap wajah kakek berkepala botak yang memiliki sinar mata aneh itu.
"Thai-kek Seng-jin, aku dan suheng tidak membutuhkan orang percaya kepada kami atau tidak, akan tetapi kami bukanlah pengecut pengecut yang menyembunyikan maksud kedatangan kami. Kuulangi bahwa aku datang mencari ketua Im yang kauw yang bernama Kim sim Niocu karena iblis betina itu telah membunuh ayah bundaku. Nah apa lagi yang akan kaubicarakan dengan aku?"
"Siancai".., sungguh mengagumkan. Kepandaiannya setinggi langit, hatinya sekeras batu dan semangatnya berkobar seperti api! Karena melihat bahwa perselisihan ini tidak ada manfaatnya bagi kedua fihak, mengingat bahwa lihiap sudah pasti tidak berwatak serendah itu untuk menjadi mata-mata gelap, dan mengingat pula bahwa urusan antara lihiap dan Im yang kauwcu (ketua Im yang-kauw) adalah urusan pribadi, maka kami ingin bicara dengan lihiap. Ketahuilah bahwa kalau lihiap suka ikut bersama kami, kami akan menunjukkan di mana adanya Im-yang-kauwcu dan kami sanggup untuk mempertemukan lihiap dengan Im yang kauwcu agar urusan pribadi dapat diselesaikan secara gagah dan adil."
"Bagus!"
Ling Ling berseru girang dan mengerling ke arah Tai-lek Hoat-ong dan Ba Mou Lama yang memandang dengan sinar mata masih mengandung kemarahan.
"Itu baru suara orang gagah! Memang aku tidak ingin mencampuri urusan orang lain, semata-mata hendak mencari musuh besarku. Nah, Thai-kek Seng-jin, mari antar aku menemui Im-yang-kauwcu!"
Kakek berkepala botak itu tertawa dan mengerling kepada Lui Sian Lojin.
"Maaf, bukan maksudku untuk tidak menghormat kepada Lui Sian Lojin, akan tetapi karena urusan lihiap adalah urusan pribadi, dan karena tidak boleh sembarangan orang luar untuk bertemu dengan Im-yang-kauwcu, maka jika lihiap hendak berjumpa dengan Im-yang kauwcu, haruslah sendirian saja, baru mungkin dapat bertemu dengan perantaraanku."
Ling Ling menoleh kepada Lui Sian Lojin.
"Suheng, maafkan, terpaksa aku akan pergi sendiri, harap suheng menanti saja di Kwi-hoa-san."
Kakek itu menarik napas panjang. Tadipun sudah terbukti olehnya bahwa sumoinya ini memiliki kepandaian yang lebih tinggi dari pada tingkatnya sendiri, maka Tentu saja sumoinya mampu menjaga diri dan tidak membutuhkan lagi perlindungannya.
"Baiklah, sumoi, akan tetapi hati hatilah terhadap tipu muslihat."
"Tidak percuma selama ini suheng membimbingku, suheng tahu bahwa aku tidak akan mudah ditipu orang."
Akan tetapi Lui Sian Lojin berkata kepada Thai-kek Seng-jin.
"Aku hanya tahu bahwa sumoiku pergi bersama ketua Pek-lian kauw dan Pek-lian-kauw yang bertangungjawab kalau sampai terjadi apa apa dengan sumoi.!"
Setelah berkata demikian Lui Sian Lojin meninggalkan tempat itu tanpa menoleh lagi.
"Thai kek Seng-jin mari kita berangkat!"
Ling Ling mendesak ketua Pek lian-kauw itu.
Thai-kek Seng-jin menoleh ke arah kelompok Khitan dan Tibet, tersenyum sambil memandang dan berkata halus.
"Maafkan, sahabat sahabat, agaknya terpaksa pertemuan ini diakhiri sampai di sini saja karena muncul urusan pribadi yang menyangkut Im-yang-kauwcu"
Kemudian tanpa banyak cakap 1agi ketua Pek-lian-kauw ini pergi bersama Ling Ling, diikuti oleh semua pengikutnya, juga oleh orang-orang Uighur yang dipimpin oleh Gu Lam Sing.
Biarpun pertemuan puncak itu gagal di tengah jalan, namun pertandingan pertandingan yang baru saja berlangsung di luar perhitungan semula itu sudah cukup memuaskan para tamu yang hadir, yang kesemuanya menyatakan kagum bukan main terhadap dara yang berhasil mengalahkan Tai-1ek Hoat-ong, seorang tokoh besar yang terkenal sakti itu. Maka seketika terkenallah nama pendekar wanita remaja Gan Ai Ling, puteri dari mendiang pendekar Gan Beng Han.
Perjalanan Ling Ling yang mengikuti orang-orang Pek-lian-kauw dilakukan dengan cepat dan ternyata tempat yang didatangi oleh rombongan ini tidak begitu jauh seperti yang dikawatirkannya semula. Hanya makan waktu perjalanan tiga hari saja dan mereka telah tiba di tempat yang dituju. Tempat itu berada di kaki Pegunungan Tai-hang-san, di lembah sungai Huang-ho, di sebelah selatan Pegunungan Tai-hang-san yang luas itu. Tempat ini sunyi sekali, merupakan lembah sungai yang tertutup hutan dan tebing-tebing tinggi. Sungai Huang-ho dengan kedua tebingnya yang amat tinggi mengalir di dalam hutan itu, antara dua belah yang amat terjal, dan di lembah sungai itulah mereka menuju karena tempat itu merupakan tempat atau sarang sementara dari sekutu mereka, yaitu Im-yang-kauw, Pek-lian-kauw, dan bangsa Uighur .
Biarpun maklum bahwa dia memasuki sarang naga dan harimau yang amat berbahaya, namun Ling Ling melangkah dengan tenang memasuki hutan yang angker itu , dan hatinya tidak merasa gentar sedikitpun juga ketika dia melihat banyaknya orang-orang yang memakai pakaian seragam, ada yang di bagian dada baju mereka digambari lambang Im-yang, yaitu bulatan dengan tanda belahan hitam dan putih ada pula yang pada baju di dada digambari teratai putih, tanda bahwa mereka adalah anggauta-anggauta Pek-lian-kauw. Dia maklum bahwa di situ terdapat ratusan orang anak buah Im-yang pai dan Pek-lian-kauw, belum dihitung puluhan orang Uighur yang juga berkumpul di dalam hutan yang luas itu.
Dari samping, Thai-kek Seng-jin memandang kagum Bukan main, pikirnya, dara ini benar benar gagah perkasa dan kita amat membutuhkan seorang pendekar seperti ini! Maka ketua Pek-lian-kauw ini melanjutkan siasatnya yang amat lihai, yaitu untuk memikat hati Ling Ling agar mau bekerja sama dengan Pek-lian-kauw.
"Thai-kek Seng-jin, mana dia ketua Im yang kauw? Aku ingin segera bertemu dengan dia"
Kata Ling Ling yang sudah tidak sabar lagi
"Ah, mengapa lihiap tergesa-gesa? Im-yang kauwcu tidak mudah dihubungi, apa lagi hanya secara mendadak. Aku harus memberi tahu lebih dulu dan kiranya besok pagi baru akan mau datang menemuimu. Sementara itu harap lihiap suka menjadi tamu kehormatan dari Pek-lian kauw!"
"Totiang, engkau tabu bahwa aku tidak suka orang main main denganku. Harap saja engkau tidak mengurangi kepercayaanku padamu.
"
"Aih, mengapa lihiap begitu curiga? Kami merasa kagum sekali kepada kegagahan lihiap dan kami girang bahwa lihiap telah berhasil memukul dan memberi malu kepada orang-orang asing Khitan yang sombong itu, juga orang asing Tibet! Kami berterima kasih kepada lihiap karena mereka itu adalah saingan saingan dan musuh-musuh kami, maka bagaimana mungkin kami hendak mempermainkan lihiap? Percayalah, aku, Thai-kek Seng-jin adalah ketua Pek-lian-kauw di sini, dan aku berjanji akan mempertemukan lihiap dengan Im-yang-kauwcu agar dapat dilakukan perhitungan yang gagah dan jujur. Kami adalah orang-orang gagah, kami adalah patriot-patriot bangsa. Silakan, lihiap, silakan lihiap istirahat di dalam sementara aku sendiri akan pergi menghubungi Im-yang-kauwcu!"
Kata Thai kek Seng-jin dengan ramah setelah mereka memasuki sebuah bangunan besar di tengah hutan itu.
Beberapa orang pelayan wanita menyambut Ling Ling dengan hormat, dan terpaksa Ling Ling mengangguk dan membiarkan kakek itu pergi untuk menyampaikan berita kunjungannya kepada musuh besarnya. Yang menjadi musuhnya hanyalah ketua Im-yang kauw, yaitu yang membunuh ayah bundanya. Dia tidak akan mengusik yang lain kecuali kalau ketua lm yang-pai juga hendak mencampuri urusan ini. Dan dia sudah mendengar dahulu dari Pek I Nikouw dan Thian Ki Hwesio betapa lihainya ketua Im-yang-kau itu sehingga ayah dan ibunya sampai tewas di tangannya.
Melihat penyambutan yang ramah dan hormat, Ling Ling tidak merasa sungkan lagi. Setelah membersihkan tubuhnya dengan air yang disediakan oleh para pelayan, dia lalu makan hidangan yang disajikan dengan hati hati agar jangan sampai makan hidangan yang dicampuri racun, kemudian dia beristirahat sambil menunggu di dalam sebuah kamar yang disediakan untuknya. Dia menyuruh semua pelayan keluar dan duduk bersamadhi di dalam kamar itu, mengumpulkan kekuatan untuk menghadapi musuh besarnya.
Kamar itu cukup besar dan terhias lukisan lukisan dan slogan-slogan yang mengandung semangat anti pemerintah. Ling Ling yang tadinya duduk bersamadhi kini masih duduk, akan tetapi pandang matanya meneliti keadaan di kamar itu kalau-kalau ada dipasang jebakan. Sudah banyak dia menerima peringatan dari suhengnya tentang keadaan di dunia kang-ouw tentang tipu muslihat licik para tokoh golongan sesat. Akan tetapi, melihat sikap ketua Pek lian kauw, juga sikap para pelayan wanita itu, dan keadaan dalam kamar ini, slogan-slogan itu, dia tidak melihat tanda-tanda yang menunjukkan bahwa orang-orang di situ adalah termasuk golongan sesat atau penjahat-penjahat.
Bahkan slogan-slogan itu penuh semangat menentang penindas-penindas rakyat, menentang pembesar-pembesar yang korup dan menentang kekuasaan kaisar yang dianggap menyengsarakan rakyat! Ketukan pada pintu kamar membuat Ling Ling meloncat turun dari atas pembaringan dan berdiri tegak di tengah-tengah kamar, seluruh syaraf syarafnya tegang dan siap menghadapi apapun.
"Siapa di luar?"
Dia bertanya tenang pandang matanya seperti hendak menembus daun pintu.
"Gan lihiap, aku di sini.
"
Jawab orang di luar pintu. Suara Thai-Kek Seng-jin!
Ling Ling cepat membuka pintu dan keluar dari dalam kamar itu. Ketua Pek-lian-kauw itu mengajaknya untuk duduk di dalam ruangan dalam dan setelah memberi isyarat kepada para pelayan dan pengawal untuk pergi mcninggalkan ruangan, kakek itu berkata kepada Ling Ling yang duduk di depannya.
"Lihiap, aku telah bertemu dengan Im-yang-kauwcu dan biarpun dengan perasaan amat menyesal, namun dia telah menentukan pertemuan antara dia dan lihiap di dalam lian-bu-thia (ruangan silat) pada besok pagi. Harap lihiap suka siap"
Ling Ling mengerutkan alisnya.
"Hemm, mengapa menyesal?"
Kakek itu menarik napas panjang.
"Dia mengatakan merasa menyesal sekali bahwa lihiap mendesaknya, karena sesungguhnya dia tidak ingin bermusuhan denganmu."
"Ahh, boleh jadi dia tidak ingin memusuhiku, akan tetapi aku tetap akan memusuhinya! Mengapa harus menanti sampai besok? Biar aku mendatanginya sekarang juga. Di mana dia!"
Kakek berkepala botak itu mengangkat kedua tangan ke atas, akan tetapi mukanya masih ramah.
"Aihh, harap lihiap suka bersabar. Hendaknya ingat bahwa aku yang menjadi perantara pertemuan antara lihiap dan im-yang kauwcu, maka sudah selayaknya kalau kita mentaati peraturan sehingga tidak membuat aku sebagai ketua Pek-lian-kauw kehilangan nama. Mengapa tergesa-gesa kalau Im-yang kauwcu telah menentukan tempat dan waktunya. Sebagai ketua agama tentu saja dia menghendaki agar segala sesuatu dilakukan secara resmi Yaaah, memang Im-yang-kauwcu seorang yang mentaati peraturan, seorang ketua yang amat baik, sayang sekali terpaksa bermusuhan denganmu Gan-lihiap."
Kakek itu menarik napas panjang dan kelihatan seperti orang yang meyesal sekali.
Ling Ling tidak mau memperpanjang percakapan tentang urusannya dengan musuh besarnya itu, yang agaknya amat disegani dan dikagumi oleh ketua Pek-lian-kauw ini. Dia tidak menjawab, melainkan melihat keadaan ruangan di mana dia duduk berhadapan dengan kakek itu. Juga ruangan ini, seperti kamar di mana dia beristirahat tadi, rapi dan terhias tulisan tulisan bersemangat dan lukisan lukisan indah. Ingin dia mengetahui lebih banyak tentang perkumpulan yang dipimpin oleh kakek ini. Semenjak kecil dia berada di tempat tersembunyi di Kwi-hoa-san, maka dia tidak mengenal Pek lian kauw, biarpun suhengnya pernah mengatakan bahwa Pek-lian kauw semenjak dulu adalah perkumpulan orang-orang yang suka memberontak terhadap pemerintah.
"Totiang, apakah sebenarnya perkumpulan lian kauw yang kaupimpin ini? Agama apakah Pek lian kauw (Agama Teratai Putih) itu?"
Mendengar pertanyaan ini, kakek itu memandang dengan tajam, lalu menarik napas dan berkata.
"Nama sebutan agama itu hanya sebagai penutup maksud sebenarnya dari perkumpulan kami, lihiap. Perkumpulan kami mempelajari inti Agama Buddha dan Agama To, akan tetapi bukan keagamaanlah yang terpenting bagi kami, melainkan perjuangan membela rakyat. Kami adalah orang-orang yang membela rakyat yang tertindas, menentang kelaliman dan pemerintah yang lalim dan sewenang-wenang. Kami adalah orang-orang gagah yang tidak sudi melihat rakyat tertekan dan selama belum terdapat pemerintahan yang benar-benar bijaksana dan melindungi rakyat, perkumpulan kami akan selalu ada dan bergerak."
Ling Ling memandang kakek itu dan diam diam merasa kagum juga melihat kakek ini bicara penuh semangat dan mengepal tinju, sepasang mata kakek itu bersinar-sinar! "Akan tetapi, kenapa perkumpulanmu memakai nama Pek-lian-kauw? Apa yang dimaksudkan dengan Teratai Putih?"
Kakek ini tersenyum, kelihatan bangga menerima pertanyaan itu dan memperoleh kesempatan untuk menerangkannya.
"Lihiap tentu tahu bahwa bunga teratai merupakan bunga yang dianggap keramat dalam Agama Budda bahkan Kwan im Pouwsat digambarkan duduk di atas teratai putih. Teratai adalah lambang kesucian, karena biarpun bunga itu hidup di atas air berlumpur yang kotor, namun bunganya tetap putih bersih! Bunga itu kami pakai sebagai nama perkumpulan kami untuk menggambarkan bahwa biarpun keadaan dunia ini sudah kotor dengan banyaknya orang-orang yang berhati busuk, apa lagi kaum pembesar yang kotor dan menindas rakyat, namun kami bersih seperti bunga teratai putih!"
"Memang demikian keadaan kita pada umumnya. Kita suka sekali untuk menggambarkan diri sendiri sebagai yang terbaik, yang terbersih, yang paling suci! Kita tidak pernah memandang diri sendiri seperti apa adanya diri kita ini, berikut kemarahan kita, kedengkian kita, kebencian kita. ambisi-ambisi kita, keinginan keinginan kita yang tak kunjung habis, pamrih-pamrih kita, rasa iri dan takut, akan tetapi kita hanya membayangkan suatu gambaran yang muluk tentang diri kita. Kita ingin menonjolkan kebaikan kita, kita ingin dikebut orang baik! Sungguh merupakan suatu kebutaan yang menyedihkan. Tindakan yang kita lakukan dengan pamrih agar kita disebut baik, bukanlah tindakan baik lagi namanya, melainkan suatu kepalsuan, suatu tindakan yang merupakan sarana untuk mencapai "gelar"
Kebaikan. Apa lagi kebaikan yang ditonjol-tonjolkan, perbuatan yang ditonjol-tonjolkan sebagai perbuatan baik agar kita dicap sebagai manusia baik, jelas merupakan tindakan yang kotor dan munafik, dan di balik semua kepalsuan itu tersembunyi keinginan untuk memperoleh kesenangan! Dalam hal ini yang dianggap kesenangan adalah "menjadi orang baik"
Itulah! Maka berebutlah kita untuk "menjadi orang baik"
Karena hal itu mendatangkan perasaan senang dan bangga!"
Kenyataan ini mungkin sekali akan menimbulkan pertanyaan bagi sebagian orang, yaitu. Setelah melihat kenyataan menyedihkan dalam kehidupan manusia di dunia ini yang penuh dengan kebencian, permusuhan dan kesengsaraan, lalu apakah yang harus kita lakukan kalau kita tidak boleh melakukan kebaikan dengan disadari bahwa yang kita lakukan itu adulah kebaikan?
Kita sudah melihat jelas kepalsuan akan tindakan yang disadari sebagai tindakan baik, karena di situ terkandung unsur kesengajaan untuk berbuat baik dan menjadi orang baik. Segala macam tindakan dalam bentuk apapun juga, tindakan yang dinilai baik atau tidak baik, adalah tindakan yang mengandung kepalsuan apabila tindakan itu keluar dari pikiran yang menilai, memilih dan yang selalu menujukan semua hal demi keuntungan diri sendiri, keuntungan lahir maupun keuntungan batin. Pikiran merupakan dasar dari semua perbuatan palsu, yang bersumber kepada kepentingan diri pribadi.
Tindakan seperti itu jelas akan menimbulkan konflik, baik konflik dalam batin sendiri maupun konflik keluar, antara manusia, kemudian antara kelompok, antara suku, antara bangsa. Karena anggapan baik yang berdasarkan penilaian sendiri itu sudah pasti bukan kebaikan lagi, melainkan "menguntungkan diri sendiri"
Dan kebaikan macam itu sudah pasti akan bertemu dengan kebalikannya, yaitu penilaian orang lain, Yang kita anggap baik itu belum tentu dianggap baik oleh orang lain, mungkin saja dianggap jahat dan buruk! Demikian pula, yang dianggap baik oleh orang lain belum tentu kita terima sebagai suatu kebaikan. Ini sudah jelas dan merupakan kenyataan yang dapat kita lihat sehari hari dalam kehidupan kita!
Lalu apa yang harus kita lakukan untuk merobah keadaan kehidupan yang kacau dan penuh pertentangan di dalam dunia ini? APAPUN yang kita lakukan dengan pamrih, tidak akan dapat merobah keadaan, bahkan malah menambah kekacauan karena tindakan kita itupun berpamrih dan mengakibatkan kekalutan dan pertentangan pula. Inilah yang menyebabkan timbulnya pemberontakan-pemberontakan, revolusi revolusi yang tak kunjung padam selama dunia berkembang. Keadaan seperti apa adanya tidak mungkin dapat berobah selama diri sendiri belum berobah! Keadaan seperti apa adanya tidak mungkin DI-robah, akan tetapi keadaan itu akan mempunyai arti yang lain sama sekali apabila diri sendiri sudah berubah! Jadi pertanyaan: Apa yang harus kita lakukan itu hanya dapat dijawab dengan : Kita tidak harus melakukan apa-apa!
Kita tidak dapat merobah keadaan apa adanya, juga perobahan dalam diri sendiri tidak dapat kita robah! Perobahan batin tidak dapat DIROBAH melainkan akan berobah sewajarnya apa bila kita sadar, mengerti dan waspada!. Bukan kita, atau sesuatu di atas batin, yang waspada terhadap batin, melainkan batin itu sendiri waspada terhadap gerak-geriknya sendiri, terhadap tindakan-tindakannya sendiri lahir batin, terhadap kesibukannya sendiri setiap saat, memandang, mengamati, waspada, penuh perhatian, tanpa ingin apa-apa, tanpa ingin merobah, tanpa ingin menjadi baik, tanpa menyalahkan atau membenarkan. Ling Ling adalah seorang dara yang jujur dan belum dapat membedakan kepalsuan, maka mendengar keterangan ketua Pek lian kai itu dia memandang kagum dan hatinya mulai tertarik. Kiranya Pek-lian-kauw adalah perkumpulan orang orang gagah, pikirnya. Hatinya mulai terasa tidak enak karena dia memusuhi ketua Im-yang kauw yang agaknya menjadi sahabat dari Pek-lian-kauw.
"Bagaimana dengan Im-yang-kauw?"
Tanyanya, hatinya mulai terasa kecut dan dia berharap akan mendengar bahwa Im-yang kauw tidaklah sebaik Pek-lian-kauw. Akan tetapi harapannya itu kosong karena dia mendengar keterangan yang jelas tentang Im-yang-kauw dari kakek itu.
(Lanjut ke Jilid 32)
Kisah Tiga Naga Sakti (Cerita Lepas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 32
"Im-yang-kauw adalah sekutu kami, karena Im-yang-kauw juga memperjuangkan kepentingan rakyat dan menentang pemerintah yang menindas rakyat jelata. Im-yang-kauw adalah perkumpulan orang-orang gagah yang bersedia mengorbankan nyawa demi membela kepentingan rakyat jelata!"
Ucapan dari kakek ini terdengar gagah dan agung sekali, dan seorang dara seperti Ling Ling tentu saja tidak dapat melihat lebih mendalam. Si aku dari kita masing masing adalah pikiran yang amat licik dan pandai. Setelah melihat bahwa si aku ini hanya dangkal, maka si aku lalu melekat kepada yang dianggap lebih besar, seperti rakyat, bangsa, negara, agama, dan sebagainya lagi. Dalih yang didengungkan tidak lagi "demi aku"
Melainkan "demi rakyat".
"demi agama".
"demi negara", dan selanjutnya. Jelas bahwa "demi apapun juga"
Masih bersumber kepada aku, rakyatKu, bangsa Ku, dan selanjutnya dan tak dapat disangkal pula bahwa sikap ini akan menciptakan kebalikan atau lawannya sehingga akan lahirlah permusuhan dan pertentangan, yaitu antara "agamaku"
Dan "agamamu", antara bangsaku dan bangsamu, dan selanjutnya.
"Akan tetapi mengapa Im-yang kauw menimbulkan kekacauan di Kuil Ban hok-tong di Cin-an sehingga kemudian menyeret ayah ibuku sehingga kemudian ayah ibuku bermusuhan dengan Im-yang-kauw dan terbunuh oleh ketuanya?"
Ling Ling bertanya, penasaran.
Kakek itu menggeleng-geleng kepalanya! "Aku tidak berhak bicara tentang hal itu. lihiap, karena sebaiknya engkau mengetahuinya dari Im yang kauw sendiri. Akan tetapi yang jelas, Im yang kauw tidak memusuhi orang orang gagah."
"Dan mendiang ayah bundaku? Apakah mereka bukan orang gagah?"
"Bukan begitu maksudku, lihiap. Siapa tidak mengenal nama besar Gan-taihiap yang menjadi ayahmu, dan ibumu yang juga seorang pendekar wanita? Maksudku, Im-yang-kauw sama sekali tidak pernah memusuhi orang-orang gagah, termasuk orang tuamu."
"Akan tetapi ayah bundaku tewas di tangan ketua lm-yang-kauw!"
"Kesalahfahaman bisa saja terjadi di manapun juga, akan tetapi mengenai urusan orang tuamu dengan fihak Im-yang-kauwcu, biarlah engkau bicarakan sendiri dengan dia kalau besok engkau berjumpa dengannya.
"
Malam itu Ling Ling tidak dapat tidur. Semua yang dibicarakannya dengan Thai-kek Seng-jin teidengar kembali di telinganya. Kalau Im-yang kauw tidak memusuhi ayah bundanya, mengapa ketua Im-yang-kauw membunuh ayah bundanya? Dan mengapa pula Im-yang-kauw diserbu oleh pasukan pemerintah dan dihancurkan kalau memang Im-yang-kauw bukan perkumpulan pemberontak yang jahat? Apa artinya semua keterangan ketua Pek-lian kauw itu? Mulailah dia ragu-ragu dan bingung, akan tetapi kemudian dia mengambil keputusin bahwa apapun yang terjadi, kenyataannya adalah bahwa ayah bundanya terbunuh. Kalau ketua Im-yang-kauw mengakui hal ini. dia tidak akan memperdulikan urusan lain kecuali membalas dendam atas kematian ayah bundanya dan membunuh orang yang menewaskan orang tuanya itu. Setelah mengambil keputusan ini dalam hatinya, dia dapat tidur pulas.
Ketegangan meliputi hati Ling Ling ketika pada keesokan harinya, pagi-pagi dia sudah berjalan bersama Thai-kek Seng-jin menuju ke ruangan lian-bu-thia dari bangunan yang luas itu. Wajah dan tubuh Ling Ling segar karena dia pagi-pagi sekali sudah bangun dan mandi, dan wajahnya segar kemerahan dan berseri. Biarpun hatinya merasa tegang, namun dia sama.sekali tidak kelihatan tegang atau khawatir. Bahkan dia mengambil sikap tidak perduli ketika melihat betapa kini dia memasuki lorong yang terjaga oleh orang orang Im-yang-kauw atau Im-yang-pai yang berbaris rapi Ketika mereka tiba di lian bun-thia, sebuah ruangun tembok yang luas dan biasa dipergunakan sebagai tempat berlatih silat dari para anggauta Pek-lian kauw, di situ nampak duduk para pimpinan Pek-lian kauw dan juga nampak para pengawal dengan pakaian gagah dan lencana Im-yang-kauw dan Pek-lian-kauw menjaga sekitar ruangan.
Dan di tengah ruangan itu yang sudah dikosongkan, kelihatan berdiri seorang wanita cantik! Jantung Ling Ling berdebar penuh ketegangan. Sedikitpun dia tidak merasa gentar, akun tetapi membayangkan bahwa dia akan berhadapan dengan pembunuh ayah bundanya, sungguh membuat jantungnya berdebar tegang. Dan dia dahulu mendengar bahwa pembunuh ayah bundanya adalah seorang wanita cantik yang amat lihai, yaitu wanita yang bernama Kim-sim Niocu, ketua dari Im yang kauw! Maka, melihat seorang wanita cantik yang berdiri tegak di tengah ruangan itu seperti ditarik besi sembrani, kedua knki Ling Ling melangkah cepat menghampiri wanita itu.
Dua orang wanita itu berdiri saling berhadapan, saling memandang, sama cantiknya akan tetapi kecantikan mereka itu sungguh berbeda, bahkan berlawanan. Ling Ling adalah seorang dara remaja yang cantik manis, kejelitaan yang wajar seperti setangkai bunga yang segar dan baru mulai merekah. Sebaliknya, wanita itu amat cantik, kecantikan yang megah dan meriah membayangkan kematangan seorang wanita penuh pengalaman.
Ling Ling tak berkejap memandang penuh perhatian. Sukar menaksir usia wanita itu, karena melihat bentuk tubuhnya yang masih ramping padat, wajahnya yang ayu, dia seperti serang wanita yang tidak akan lebih dari tigapuluh tahun usianya. Pakaiannya dari sutera serba putih bersih dan mengkilap, sehingga sabuknya yang berwarna hitam melingkari pinggangnya itu nampak jelas sekali. Melihat kecantikan wanita ini, dan juga pakaiannya yang serba putih, Ling Ling teiingat akan penuturan yang pernah didengarnya dahulu dan dia menduga-duga bahwa tentu inilah wanita yang menjadi ketua Im-yang-kauw itu. Apa lagi melihat betapa semua anggauta Im-yang-kauw di tempat itu kelihatan diam tak berani berani bergerak, kelihatan sangat menghormati wanita ini.
"Ahhhh, tak salah lagi, mata dan mulutmu mengingatkan aku kepada ayahmu, Gan Beng Han taihiap, anak manis!"
Tiba-tiba wanita cantik itu berkata, suaranya halus merdu dan ketika dia bicara sambil tersenyum, bibirnya terbuka memperlihatkan deretan gigi yang putih dan rapi.
"Dan engkau siapa?"
Tanya Ling Ling, suara dingin dan kaku karena dia makin jakin bahwa inilah musuh besarnya.
"Apakah engkau ketua Im-yang-kauw?"
Wanita cantik itu mengangguk! "Namaku Bu Siauw Kim, dan memang akulah ketua Im yang-kauw. Engkau Gan Ai Ling?"
Ling Ling mengerutkan alisnya dan mengangguk, dalam hati dia menduga bahwa tentu wanita ini sudah bersiap sedia karena sudah tahu akan kedatangannya, maka dia harus waspada jangan sampai terjebak oleh tipu muslihat musuh.
"Ai Ling, ada keperluan apakah engkau mencariku, anak manis?"
Makin panas rasa hati Ling Ling melihat sikap manis ini dan mendengar ucapan yang ramah itu, karena dia menganggap sikap itu palsu!
"Iblis betina, tidak perlu kau bersikap manis kepadaku! Engkau tahu bahwa aku adalah puteri Gan Beng Han dan Kui Eng dan aku tahu bahwa ayah ibuku itu telah tewas di tanganmu! Maka perlukah engkau bertanya lagi mengapa aku mencarimu? Aku datang untuk membunuhmu! Bersiaplah engkau!"
Setelah berkata demikian, Ling Ling sudah memasang kuda-kuda dengan gagahnya.
Akan tetapi wanita cantik itu. Bu Siauw Kim atau Kim-sim Niocu atau Im-yang-kauwcu menarik napas panjang dan kelihatannya berduka.
Kisah Tiga Naga Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Orang tuamu dan Im-yang-kauw menjadi korban fitnah"".! Kematian ayah bundamu adalah akibat cemburu"".! Ah, betapapun juga, tidak kusangkal bahwa memang mereka tewas di tanganku, dalam suatu perkelahian yang adil dan jujur, satu lawan satu."
"Aku tahu dan tak perlu kautekankan hal itu! Maka akupun datang sendiri untuk menantangmu mengadakan perhitungan dan bertanding satu lawan satu, sampai seorang di antara kita menggeletak tak bernyawa! Dan kalau engkau tidak berani dan hendak melakukan pengeroyokan, akupun tidak akan mundur dan tidak takut!"
Im-yang-kauwcu itu tidak marah melihat sikap penuh tantangan dari dara itu, bahkan dia memandang kagum, lalu berkata.
"Bukan main! Masih begini muda sudah memiliki ketabahan besar, sungguh hebat dan tidak mengecewakan menjadi puteri Gan taihiap"".!"
"Im-yang-kauwcu, engkau takkan dapat melarikan diri di balik kata-kata manis! Hutang nyawa harus membayar nyawa!" "Anak yang baik, sampai sekarang aku masih merasa menyesal oleh terjadinya peristiwa itu, dan aku tidak akan lari. Aku bersedia membayarnya dengan nyawa, tentu saja kalau engkau dapat mengalahkan aku. Akan tetapi sedangkan ayah bundamu sendiri tidak mampu mengalahkan aku, bagaimana engkau akan melawanku? Lebih baik engkau melihat kenyataan dan marilah kita hidup bersama, engkau kujadikan anakku, Ai Ling. engkau akan kusayang, sebagai pengganti ayahmu...".."
"Tutup mulut, iblis betina! Bersiaplah engkau!"
Ling Ling membentak marah dan dia sudah menyerang dengan hebatnya. Sikap wanita itu demikian baik, demikian ramah dan kata-katanya mengandung kasih sayang, maka Ling Ling mulai tergerak hatinya, dan hal ini membuat dia makin marah, kini sebagian marah kepada diri sendiri mengapa ada rasa suka di hatinya terhadap wanita yang menjadi musuh besarnya ini. Maka dia tidak mau mendengar lebih lanjut dan mulai menyerang.
Melihat serangan yang amat ganas dan hebat ini, barulah Kim-sim Niocu atau Im-yang-kauwcu terkejut bukan main. Dia sudah mendengar dari Thai-kek Seng-jin bahwa gadis puteri bekas kekasihnya ini memiliki kepandaian hebat, bahkan telah mengalahkan seorang tokoh seperti Tai-lek Hoat-ong dan berani melawan Ba Mou Lama, akan tetapi dia masih belum percaya kalau tidak menandinginya sendiri. Maka diaturlah pertemuan itu, pertemuan yang memang telah direncanakan terlebih dahulu oleh ketua Pek-lian-kauw yang cerdik itu. Maka, ketika ketua Im-yang-kauw itu mulai bergerak mengelak dan balas menyerang, tidak ada seorangpun di antara para anggauta Im-yang-kauw atau Pek-lian kauw yang bergerak mengeroyok, dan hal ini saja sudah menambah kagum hati Ling Ling yang tadinya mengira bahwa dia tentu akan dikeroyok. Kiranya wanita yang menjadi musuh besarnya ini selain cantik sekali dan bersikap baik dan ramah, juga bensr benar gagah perkasa dan tidak mau menggunakan pengeroyokan terhadap musuh yang datang hendak membunuhnya.
Karena dalam gebrakan-gebrakan pertama. Ling Ling sudah melihat kenyataan yang mengejutkan hatinya bahwa wanita ini benar-benar luar biasa lihainya, bahkan lebih lihai dari pada Tai-lek Hoat-ong karena gerakan wanita ini halus dan di dalam kelembutannya menyembunyikan kedahsyatan yang berbahaya, maka dia tidak berani memandang rendah dan begitu bertanding dia sudah mengeluarkan ilmu silat aselinya, yaitu Kwi-hoa Sin-liong dan sambil mengerahkan tenaga sinkang yang dia kuasai di bawah bimbingan Bu Eng Lojin. Maka setiap gerakan dara ini mengandung hal pukulan yang hebat, bukan hanya terasa oleh lawannya bahkan mengeluarkan suara bersuitan nyaring!
"Bukan main"".!", berulang-ulang ketua Im-yang-kauw itu memuji, dan dia terpaksa harus mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaiannya untuk menghadapi serangan serangan maut itu.
Akan tetapi, betapapun lihainya Im yang kauwcu, betapapun halus dan ringan gerakannya dan kuat sinkangnya, menghadapi desakan murid Bu Eng Lojin ini, setelah lewat tigapuluh jurus dia merasa tidak kuat juga! Gerakan dara itu sedemikian cepat dan dahsyatnya sehingga pada jurus-jurus terakhir Im-yang-kauwcu tidak lagi dapat membalas serangan, melainkan hanya dapat menangkis dan mengelak sambil mundur saja!
"Iblis betina, engkau harus menghadap ayah dan ibu di alam baka! Haiiitttt!"
Dara itu mengeluarkan suara melengking nyaring dan dia sudah menerjang cepat dengan jurus amat ampuh, yaitu tubuhnya berputar seperti gasing dan tiba-tiba dari putaran tubuhnya itu mencuat serangan kaki atau jari tangannya untuk menotok jalan darah di tubuh lawan secara tiba-tiba dan tidak terduga-duga. Inilah jurus maut yang amat hebat, bahkan Lui Sian Lojin sendiri belum pernah mempelajarinya karena merupakan satu di antara jurus-jurus rahasia yang diajarkan oleh Bu Eng Lojin kepada muridnya tercinta ini. Jurus ini disebut Naga Mengamuk Dari Balik Awan, Putaran tubuh seperti gasing itu membentuk bayangan, se-olah-olah menjadi awannya dan dari dalam "awan"
Itu secara tak disangka-sangka keluar serangan-serangan kaki dan tangan, seperti naga sakti mengamuk dari balik awan yang menyembunyikan dirinya Maka tentu saja semua serangan itu datangnya berbahaya karena tidak dapat disangka terlebih dulu.
"Aihhh"..!"
Im yang kauwcu menjerit lirih ketika melihat serangan ini, karena sama sekali dia tidak tahu dari mana lawannya akan menyerangnya dan tahu-tahu dara itu sudah menyerang secara bertubi-tubi dengan tendangan dan totokan, dan kemanapun dia mengelak, lawan atau bayangan yang berputaran itu terus mengejarnya. Betapapun lincah gerakannya akhirnya pangkal paha Kim-sim Niocu terkena tendangan kaki Ling Ling.
"Auhhh"!"
Wanita itu menggulingkan tubuhnya dan meloncat lagi dengan muka berobah merah. Biarpun tendangan itu merobek celananya dan memperlihatkan kulit pahanya yang putih mulus, namun dia tidak sampai terluka parah karena tadi masih keburu menjatuhkan diri sehingga tendangan itu hanya menyerempet saja. Betapapun juga tentu saja hal ini membuktikan bahwa lawannya benar-benar amat lihai, maka diapun lalu melolos sabuk hitamnya. Sabuk ini teibuat dari pada sutera hitam, akan tetapi dijadikan pengikat pinggang ramping itu hanya untuk menyimpan saja, karena sabuk ini sebenarnya adalah senjatanya yang ampuh sekali!
"Ai Ling, engkau memang hebat dan aku tidak akan penasaran kalau sampai roboh olehmu! Akan tetapi aku belum menyerah Nah, kaukeluarkanlah senjatamu untuk melawan sabukku ini!"
Ling Ling berdiri tegak, bertolak pinggang, tersenyum mengejek, hatinya senang dan besar karena dia merasa bahwa dia akan dapat mengatasi musuh besarnya ini, dan memang dia tidak biasa menggunakan senjata.
"Iblis betina pembunuh ayah ibuku, kaulihatlah baik-baik. Aku tidak pernah menggunakan senjata dan aku tidak mempunyai senjata lain kecuali, kaki tanganku. Nah, majulah!"
Diam-diam Im-yang-kauwcu terkejut bukan main. Di dalam dunia persilatan, sudah bia"a orang mengandalkan bantuan senjata-senjata, dan karena merasa bahwa dirinya kurang kuat maka orang membawa senjata dan mempelajari bermacam senjata untuk melindungi diri, untuk menyerang dan bertahan. Bahkan seorang yang tingkatnya sudah tinggi dalam ilmu silat sekalipun. masih mengandalkan bantuan senjata, sungguhpun senjata itu tidak lagi menyolok, seperti tongkat, sabuk dan sebagainya. Makin tinggi tingkat seorang ahli silat, makin ringan dan sederhanalah senjata yang dibawanya. Akan tetapi dara remaja ini tidak membawa senjata dan hanya mengandalkan kaki tangan! Hal ini menunjukkan bahwa dara ini sudah mewarisi ilmu yang amat tinggi sehingga dia tidak lagi membutuhkan bantuan senjata.
Diam-diam dia kagum sekali, dan ikut merasa bangga bahwa puteri bekas kekasihnya, anak yang dia saksikan kelahirannya, kini telah menjadi seorang dara yang demikian saktinya! Dia teringat ketika untuk pertama kalinya dia bertemu dengan Gan Beng Han melihat pendekar itu berlatih silat di dalam taman rumahnya. Teringat dia betapa dia melihat isteri pendekar itu sedang melahirkan, melahirkan anak yang kini menjadi dara ini! Teringat betapa dia membujuk dan memaksa Gan Beng Han uniuk melayaninya bermain cinta, dan teringat semua itu, timbul kembali rasa rindu dan cintanya kepada Beng Han dan kini dia memandang anak kekasihnya itu dengan sepasang mata agak basah oleh air mata karena timbul penyesalan besar bahwa kekasihnya itu mati di tangannya!
"Gan Ai Ling, kuulangi lagi, ayahmu mati bukan karena aku sengaja membunuhnya, dan aku menyesal bukan main. Aku siap untuk menebus dengan nyawaku, kalau engkau mampu mengalahkan aku. Kalau tidak, dan engkau sampai roboh dan mati pula di tanganku, maka hidupku selanjutnya hanya akan penuh dengan penyesalan belaka. Akan tetapi bagaimanapun juga, kita adalah orang-orang gagah yang hidup di ujung pedang, maka kita harus berani menghadapi kenyataan. Nah, anak manis, mari kita lanjutkan perhitungan ini!"
Kembali perasaan hati Ling Ling tersentuh oleh sikap dan kata-kata wanita itu. Kalau saja wanita ini bukan pembunuh ayah bundanya kalau hanya perselisihan biasa saja, mau rasanya dia membuang dendam itu dan bersahabat dengan wanita ini. Akan tetapi yang dihadapinya adalah seorang pembunuh ayah bundanya maka bagaimanapun juga dia harus membunuh wanita ini! Tanpa mengeluarkan kata kata lagi, Ling Ling lalu menerjang dengan ganas disambut oleh Im-yang kauwcu dengan gerakan tangan dan nampaklah gulungan sinar hitam sabuknya itu berkelebatan dengan mengeluarkan suara bersuitan. Terjadilah perkelahian yang dahsyat, lebih hebat dari pada tadi dan kini gerakan kedua orang wanita itu sedemikian cepatnya sehingga yang nampak hanyalah bayangan berkelebat-kelebat di antara gulungan sinar hitam sabuk di tangan ketua Im-yang-kauw itu.
Mereka yang menyaksikan pertandingan itu merasa kagum bukan main. Kepandaian ketua Im yang kauwcu ini masih lebih tinggi dari pada tingkat kepandaian ayah wanita itu, yaitu Kok Beng Thiancu, kakek ketua Im yang pai! Juga Thai kek Seng-jin sendiri, ketua Pek-han-kauw, tidak berani memandang rendah wanita ini dan tokoh Pek-lian-kauw ini sendiri meragukan apakah dia akan mampu menandingi Im-yang-kauwcu. Kini, ketua Im-yang-kauw itu bertemu tanding dan biarpun ketua itu telah menggunakan senjata sabuknya yang amat terkenal itu, ternyata dara remaja itu dapat mengimbanginya! Thai-kek Seng-jin memandang dengan wajah berseri. Dara remaja itu merupakan tenaga yang amat hebat! Bagaimanapun juga, dia harus dapat menarik dara itu menjadi sekutunya!
Akan tetapi, mengingat bahwa dara itu adalah puteri mendiang pendekar Gan Beng Han, tentu dara itu tidak mau sudah sebelum dapat membalas dendam atas kematian ayah bundanya, sebelum ketua Im-yang-kauw tewas di tangannya! Kalau perintang ini sudah disingkirkan, kiranya tidak akan sukar membujuknya untuk menentang pemerintah, karena bukankah mendiang Gan Beng Han dan dua orang saudara seperguruannya, yaitu mendiang Tan Bun Hong dan mendiang Kui Eng yang menjadi isterinya, dahulu juga terkenal sebagal Tiga Naga Sakti yang pernah menentang pembesar di kota raja?
Ketika Thai kek Seng-jin memandang lagi dan mengikuti jalannya pertandingan, dia makin terkejut karena ternyata bahwa kini gerakan sabuk hitam itu mengendur, gulungan sinar hitam mulai mengecil dan ketua Im-yang-kauw itu kembali mulai terdesak hebat oleh pukulan-pukulan dara yang amat lihai itu.!
"Bukan main, engkau hebat sekali!"
Terdengar ketua Im-yang-kauw itu berseru dan dorongan Ling Ling membuat dia terguling, akan tetapi cepat sabuknya mencuat ke depan, menotok ke arah dada Ling Ling yang sedang menubruknya. Melihat sinar hitam meluncur ke arah dadanya. Ling Ling memekik keras dan menyampok dengan tangan kirinya.
"Brettt!"
Ujung sabuk hitam itu pecah dan robek-robek! Dan dara itu sudah melangkah maju, siap mengirim pukulan maut kepada Im-yang-kauwcu yang mulai bangkit. Keadaan amat berbahaya bagi ketua Im yang-kauw itu! Akan tetapi tiba tiba Thai-kek Seng-jin menggerakkan tangannya tanpa ada yang melihatnya.
"Dukkk"".!"
Im-yang-kauwcu masih dapat menangkis pukulan maut yang dilancarkan oleh Ling Ling, yaitu pukulan yang bernama Sin-liong-tong-te (Naga Sakti Menghantam Bumi) Pukulan ini hebat bukan main, dilakukan dengan tangan kiri menyerong ke bawah mengarah pusar lawan dan pukulan itu mengandung tenaga sinkang yang amat kuat. Im-yang-kauwcu yang sedang terhuyung; karena sabuknya terobek tadi, menghadapi pukulan ini dengan gugup dan biarpun dia masih mampu memapaki pukulan dengan tangkisan lengan kanannya, namun dia terdorong dan terguling ke atas tanah!
Pada saat Ling Ling sudah siap untuk terus mendesak, tiba-tiba terdengar suara mendesis dan nampak asap hitam mengepul tebal menggelapkan pandang mata Ling Ling. Di antara gumpalan asap Ling Ling melihat lawannya meloncat maka diapun menerjang ke depan antara gumpalan asap sambil membentak.
"Hendak lari ke mana kau?"
Akan tetapi asap itu menggelapkan pandangan matanya dan dia sudah kehilangan lawannya. Ketika dia menjadi penasaran dan marah memukul ke kanan kiri dalam gumpalan asap hitam itu, terdengar suara lawannya dari belakangnya.
"Nona manis, aku di sini"".
"
Ling Ling cepat membalikkan tubuhnya dan benar saja, dia melihat Kim-sim Niocu berdiri di belakangnya, memegang sehelai sapu tangan merah, Melihat saputangan merah ini, teringatlah Ling Ling akan cerita orang bahwa ayahnya dikalahkan wanita ini dengan saputangan merah yang beracun itu, maka timbullah kemarahannya. Kalau tadi dia melihat wajah cantik itu amat menyenangkan dan menimbulkan rasa suka, kini dia melihat wajah itu ketakutan dan sinar matanya seperti palsu dan tidak jujur, maka lenyaplah semua perasaan sayang di hatinya terhadap ketua Im-yang-kauw itu dan dia sudah menubruk dengan menggerakkan kedua tangannya secara cepat. Wanita berpakaian putih itu menggerakkan saputangan merahnya, akan tetapi Ling Ling yang sudah marah dan juga waspada itu mendorongkan tangan kirinya ke arah saputangan sehingga hawa pukulannya menahan saputangan dan racun yang disebarkannya, sedangkan tangan kanannya sudah menyambar seperti kilat ke arah kepala lawannya. Wanita itu berusaha mengelak, namun kurang cepat.
"Prakkk!"
Kepala itu kena disambar tangan kanan Ling Ling dan terdengar jerit mengerikan ketika ketua Im yang-kauw itu terjungkal roboh dengan kepala retak berdarah dan tewas eketika!
Terdengar teriakan-teriakan dan jerit tangis. Melihat semua orang menangis dan berlarian menghampiri, Ling Ling sudah siap untuk mengamuk menghadapi pengeroyokan. Akan tetapi, dia tercengang ketika melibat semua orang menjatuhkan diri berlutut dan menangisi jenazah dari Im-yang-kauwcu itu! Bahkan para tokoh yang hadir di situ kelihatan berduka sekali. Lebih-lebih Kok Beng Thiancu, kakek gagah perkasa yang berpakaian sederhana itu, yang tadi hanya duduk menonton tanpa bergerak sedikitpun. Dengan suara lirih namun menggetar dan terdengar jelas oleh Ling Ling, kakek ini berlutut dan mengelus rambut kepala yang berdarah itu.
"Ahhh, anakku, sungguh buruk sekali nasibmu"".. menjadi korban cinta sehingga di waktu hidup engkau menderita, kini engkau tewas pula gara gara cinta kasihmu dengan Gan Beng Han"".."
Ling Ling terkejut bukan main mendengar ini, akan tetapi dia hanya memandang heran dan tidak berani bertanya. Dia sendiri merasa, menyesal bahwa dia terpaksa harus membunuh wanita cantik yang ramah itu, dan dia makin menyesal melihat betapa wanita itu amat dicintai orang sehingga semua orang di situ kini berduka cita oleh kematiannya. Akan tetapi, dia terpaksa harus melakukan pembunuhan itu, demi membalas kematian ayah bundanya. Maka terheranlah dia mendengar ucapan yang keluar dari mulut kakek itu.
Ling Ling menoleh kepada Thian-kek Seng jin yang memang sudah berdiri di sebelahnya dengan kepala menunduk dan wajahnya kelihatan berduka pula. Pada saat Ling Ling menoleh, dia melihat kakek ini menarik napas panjang.
"Siapakah dia" .?"
Ling Ling berbisik sambil menggerakkan muka ke arah kakek gagah perkasa yang berlutut dan mengelus elus kepala jenazah itu.
"Dia adalah Kok Beng Thiancu, ketua Im-yang-pai"".."
"Ah, dia ayah Im-yang-kauwcu?"
Tanyanya terkejut.
"Benar, Gan-lihiap, beliau adalah ayah dari""
Mendiang kauwcu"".. ahh, sungguh kasihan Bu Siauw Kim""."
Suara kakek ini mengandung isak tertahan sehingga Ling Ling merasa makin menyesal.
"Apakah maksudnya ketika mengatakan bahwa puterinya menjadi korban cinta dengan..."
Ayahku"..?"
Tanya Ling Ling dengan suara lirih.
Kembali kakek ketua Pek-lian kauw itu menarik napas panjang.
"Marilah kita bicara di dalam, lihiap. Sesungguhnya kami semua sama sekali tidak pernah memusuhi ayahmu. Hanya keadaan yang timbul karena cinta kasih maka terjadi peristiwa sampai menyebabkan kematian ayah bundamu. Mendiang ayahmu dan ibumu adalah pendekar-pendekar besar yang kami hormati dan seperti juga menjadi perjuangan kami untuk melindungi rakyat dari kelaliman para pembesar, ayah bundamu di waktu mudanya juga terkenal sebagai pendekar pendekar pelindung rakyat dan pernah menggegerkan kota raja dan istana sehingga mereka bersama seorang saudara mereka terkenal dengan sebutan Tiga Naga Sakti. Marilah kita bicara di dalam, setelah kematian Im-yang-kauwcu maka tidak ada alasan lagi bagimu untuk memusuhi kami."
Ling Ling yang merasa bahwa tentu terkandung rahasia besar dalam riwayat ketua Im yang-kauw dengan ayahnya, tidak membantah dan bersama dengan ketua Pek lian-kauw juga diikuti pula oleh Kok Beng Thiancu, dan pergi ke ruangan sebelah dalam. Sebelum ikut masuk pula, Kok Beng Thiancu dengan suara parau namun sikapnya tenang sekali memerintahkan anak buahnya untuk mengurus jenazah puterinya.
Ling Ling merasa tidak enak dan seperti bersalah ketika dia duduk di dalam ruangan yang amat luas itu, hanya bertiga dengan Thian kek Seng-jin dan Kok Beng Thiancu. Beberapa kali dia menatap wajah kakek di depannya yang menjadi ayah kandung wanita yang baru saja dibunuhnya, namun wajah yang agak pucat itu hanya nampak sedih, sama sekali tidak membayangkan kemarahan atau kebencian kepadanya! Hal ini membuat dia makin merasa tidak enak, dia merasa seperti seorang berdosa berhadapan dengan orang-orang yang baik dan sabar. Ling Ling adalah seorang dara remaja yang lincah, jujur dan keras hati. Keadaan yang tidak enak itu amat menyiksanya dan akhirnya dia bangkit berdiri dan mengepal tinjunya.
"Aku telah membunuh orang, telah membunuh Im-yang-kauwcu, dan aku siap sedia menanggung segala akibatnya! Tidak perlu orang bersikap pura-pura dan kalau ada yang tidak senang, silakan maju!"
Dua orang kakek itu mengangkat muka dan mereka tersenyum sedih. Kok Beng Thiancu merangkap kedua tangan di depan dada, berkata halus.
"Gan lihiap, sudah dikehendaki oleh Siauw Kim sendiri bahwa dia harus mati ditangan puteri orang yang dicintanya, maka tidak ada lagi urusan dendam di antara kita. Sewaktu hidupnya dia sudah menyiksa diri dengan penyesalan, maka kematiannya di tanganmu malah menebus semua penyesalannya itu."
Ling Ling duduk kembali dan memandang kepada kakek ini. Seorang kakek yang berwajah dan bersikap gagah, pikirnya.
"Beberapa kali engkau menyebut adanya cinta antara mendiang ayahku dan"".. mendiang kauwcu. Apakah artinya itu?"
Kok Beng Thiancu menarik napas panjang.
"Memang perlu kauketahui semuanya, lihiap, agar terhapus benar-benar permusuhan diantara kita yang tidak ada gunanya itu. Sesungguhnya, di antara anakku dan ayahmu terdapat pertalian kasih sayang yang amat mendalam, pertama kali mereka saling jumpa ketika ibumu sedang melahirkanmu, lihiap. Dan terjadilah jalinan cinta kasih antara mereka. Akan tetapi Siauw Kim terpaksa menjauhkan diri dengan hati hancur oleh kenyataan bahwa ayahmu telah beristeri. Siauw Kim rela berkorban dengan kesengsaraan batin, tidak mau mendekati ayahmu agar tidak mengganggu ketenteraman rumah tangga ayahmu"".."
Kakek itu berhenti sebentar dan menundukkan mukanya dengan sedih, Ling Ling memandang tanpa pernah berkedip dia sangat tertarik dan diam diam merasa terharu. Benarkah ada jalinan cinta antara mendiang ayahnya dan mendiang Jm-yang-kauwcu? Dia mengingat kembali wajah kauwcu yang cantik dan sikapnya yang manis. Tidak mengherankan kalau ada pria jatuh cinta kepada kauwcu itu, dan mungkin sekali ayahnya juga jatuh cinta.
"Akan tetapi, dasar nasibnya yang sial...""!"
Kakek itu melanjutkan.
"Tanpa kami sangka sangka, terjadilah malapetaka itu. Im-yang-pai diserbu oleh pasukan pemerintah, didahului oleh ayah dan ibumu yang menuduh kami menculik murid mereka. Pertemuan antara Siauw Kim dan ayahmu terjadi lagi tanpa disangka sangka dan cinta kasih yang sudah bertahun-tahun dipendam saja itu bersemi kembali, bahkan lebih hebat sehingga ketahuan oleh ibumu. Ibumu menjadi cemburu dan marah lalu diserangnya anakku. Anakku mengalah, akan tetapi karena ibumu sudah murka saking marahnya yang dibakar oleh cemburu, terjadi perkelahian itu dan akhirnya ibumu roboh dan tewas ketika berkelahi melawan anakku. Melihat isterinya tewas, ayahmu berduka dan menyerang anakku, terjadi perkelahian dan tewas pula ayahmu di tangan anakku"".."
Hening sejenak dan Ling Ling memejamkan kedua matanya, membayangkan semua peristiwa yang menyedihkan itu. Dia percaya akan apa yang di ceritakan oleh kakek ini, karena melihat sikap mendiang Im-yang-kauw-cu yang mencinta ayahnya, diapun sudah menduga akan terjadinya permusuhan karena cemburu ini.
"Ayah bundamu tewas, anakku merana karena menyesal dan bersedih, dan Im-yang-pai dibasmi oleh pasukan pemerintah. Kami ayah dan anak bersama sisa anggauta-anggauta Im-yang pai menyelamatkan diri, terlunta-lunta. Akan tetapi hal itu tidak mengapa, yang membuat aku amat berduka adalah melihat keadaan Siauw Kim. Semenjak peristiwa itu, dia seperti bosan hidup. Kalau tidak mengingat akan kegagahan, tentu dia sudah membunuh menyusul pria yang dicintanya. Akhirnya engkau muncul, maka terbukalah jalan bagi Siauw Kim untuk menyusul ayahmu, sungguhpun harus diakui bahwa dia tewas karena kalah pandai dalam pertandingan tadi olehmu, lihiap."
Antara Dendam Dan Asmara Karya Kho Ping Hoo Iblis Dan Bidadari Karya Kho Ping Hoo Iblis Dan Bidadari Karya Kho Ping Hoo