Kisah Tiga Naga Sakti 32
Kisah Tiga Naga Sakti Karya Kho Ping Hoo Bagian 32
Kembali hening sekali setelah kakek itu selesai bercerita. Ling Ling menarik napas panjang, kemudian berkata lirih.
"Betapapun! juga, salahnya puterimu sendiri mengapa mencinta seorang pria yang sudah beristeri""..!"
"Memang benar, lihiap. Akan tetapi betapa, mungkin menyalahkan orang yang jatuh cinta. Akan tetapi aku girang bahwa sekarang dia telah bersatu dengan orang yang dicintanya"!"
"Hemm, kau harus ingat bahwa di sana ada pula ibuku, Kok Beng Thiancu,"
Bantah Ling Ling.
"Siancai..."
Di sana tidak ada lagi perasaan cemburu, lihiap dan kami yakin mereka bertiga itu akan dapat hidup rukun dan damai. Hal ini akan dapat kami buktikan kelak, lihiap dapat melihat sendiri kerukunan mereka bertiga""" "
Sepasang mata yang tajam itu terbelalak memandang ketua Pek-lian-kauw ini.
"Apa maksudmu?"
Kok Beng Thiancu yang menjawab.
"Lihiap sahabat Thai-kek Seng-jin ini memang memiliki ilmu gaib dan dia dapat mendatangkan roh-roh orang yang telah mati sehingga kini dapat bertemu atau melihat ujud mereka."
"Ah, benarkah?"
Thai-kek Seng jin mengangguk perlahan sambil tersenyum.
"Roh roh orang gagah seperti ayah bunda lihiap dan Im-yang-kauw paling rnudah dihubungi dan tentu akan sudi jika kuundang untuk memperlihatkan ujud mereka di hadapan lihiap. Dari sikap mereka kita akan dapat melihat bagaimana keadaan mereka bertiga di alam baka"."
"Aihh".. benarkah itu? Thai-kek Seng-jin, harap kau suka lakukan itu untukku! Aku ingin sekali melihat ayah bundaku!"
Teriak Ling Ling dengan gembira karena tentu saja dia ingin sekali melihat arwah ayah bundanya!
Akan tetapi ketua Pek-lian-kauw itu menggeleng kepalanya.
"Tidak dapat dilakukan sekarang, lihiap. Arwah baru dapat diundang datang kalau jenazahnya sudah lenyap, baik sudah hancur lebur jika dikubur atau sudah menjadi abu jika dibakar. Oleh karena itu, kami harap lihiap bersabar menanti sampai jenazah kauwcu diperabukan, barulah lihiap dapat melihat keadaan mereka bertiga."
"Pula, setelah lihiap mendengar riwayat anakku dan ayahmu, apakah lihiap tidak mau menganggap Im-yang-pai sebagai sahabat? Kok Beng Thiancu bertanya dengan suara halus. Ling Ling menarik napis panjang.
"Sesungguhnya, akupun menyesal terpaksa harus membunuh Im-yang-kauwcu. Aku tidak mempunyai permusuhan apapun dengan Im-yang pai. Akan tetapi, peristiwa di kuil ketika aku masih kecil, kekacauan yang dilakukan oleh Im-yang-pai menjadi sebab timbulnya malapetaka yang menewaskan orang tuaku.
"
"Harap lihiap suka mendengarkan dengan sebaiknya. Sudah dikatakan oleh mendiang anakku pula kepada lihiap, kami fihak Im-yang-pai sama sekali tidak pernah melakukan kekacauan di Kuil Ban-hok-tong itu. Kami telah menjadi korban fitnah, demikian pula orang tuamu. Yang menyamar dan mengaku sebagai anggauta-anggauta Im-yang-pai dan mengacau di kota Cin-an itu adalah orang-orang Beng-kauw, bukan kami!"
"Hemm, bagaimana aku dapat yakin bahwa hal itu bukan perbuatan Im-yang-pai? Apa buktinya?"
Kok Beng Thiancu mengepal tinju dan menarik napas panjang.
"Memang, sepintas lalu semua orang menyalahkan Im-yang-pai, akan tetapi kalau lihiap mau berlaku adil dan menyelidiki dengan sesungguhnya, kalau lihiap mau bersama kami menghadapi Beng-kauw, lihiap tentu akan melihat bukti dan kenyataannya kelak. Beng-kauw telah bersekutu dengan orang-orang asing, dengan orang Khitan dan orang Tibet. Beng-kauw menentang pemerintah bukan untuk membela rakyat dari kelalima melainkan untuk menjual tanah air kepada bangsa asing!"
Ling Ling mengerutkan alisnya, meragu.
"Benarkah Im-yang-pai tidak bersalah dalam kerusuhan yang mengakibatkan kematian ayah bundaku itu?"
"Lihiap, kami tidak perlu banyak bicara membela diri. Sebaiknya lihiap melihat buktinya sendiri kelak. Sayang bahwa puteriku telah tewas, padahal puteriku yang merupakan pejuang paling gigih untuk menentang Beng-kauw dan untuk membela rakyat dari kelaliman."
Kok Beng Thiancu kembali menarik napas panjang dan suaranya terdengar penuh kedukaan.Ling Ling merasa tidak enak sekali-
"Kalau benar bahwa Beng-kauw telah memalsukan nama Im-yang-pai, berarti Beng-kauw yang menjadi biang keladi tewasnya orang tuaku dan aku akan membasmi Beng-kauw!"
Kata Ling Ling.
"Siancai""". harap lihiap tidak terlalu ceroboh dan terburu nafsu. Tidak mudah menghadapi Beng-kauw seorang diri saja. Beng-kauw merupakan perkumpulan yang amat besar dan kuat, memiliki hanyak orang sakti, apa lagi setelah bersekutu dengan para pendeta Lama dari Tibet dan tokoh tokoh Khitan, sebaiknya kalau lihiap bekerja sama dengan kami menghadapi mereka, demi rakyat jelata.
"
Kata Thai-kek Seng-jin.
Ling Ling termenung.
"Akan kita lihat nanti." "Sekarang kami persilakan lihiap menjadi tamu agung kami, kalau lihiap suka, untuk ikut memberi penghormatan terakhir kepada jenazah anakku""."
Kata Kok Beng Thiancu.
"Dan sekalian menanti sampai jenazah selesai diperabukan agar lihiap dapat bertemu dengan arwah orang tua lihiap dan arwah mendiang kauwcu."
Sambung Thai-kek Seng-jin cepat.
Akhirnya Ling Ling setuju untuk menanti sampai upacara memperabukan jenazah selesai. Untuk itu dia harus bermalam di tempat itu seiama lima hari, dan selama itu dia melihat banyak tamu yang terdiri dari tokoh tokoh dunia kang-ouw datang berlayat, karena nama Im-yang-kauwcu telah terkenal di seluruh pelosok. Dia merasa terharu juga mendengar betapa ketua Im-yang-pai dan ketua Pck-lian kauw berikut anak buah mereka, merahasiakan sebab kematian Im-yang kauwcu, hanya mengatakan bahwa kauwcu itu tewas karena penyakit. Hal ini adalah untuk menghabiskan permusuhan antara mereka, demikian kata Kok Beng Thian kepadanya.
Ling Ling menanti dengan sabar sampai melihat sendiri peti jenazah itu habis dimakan api dalam suatu upacara pembakaran yang cukup meriah. Diam-diam dia membayangkan ayah bundanya. Apakah ayah bundanya merasa puas dengan hasilnya membalas dendam dan membunuh musuh besar itu? Dan benarkah bahwa ayahnya pernah saling mencinta dengan wanita yang kini jenazahnya dimakan api itu? Seperti orang melamun Ling Ling memandangi asap yang bergumpal-gumpal membubung ke udara. Dia tidak tahu betapa sejak tadi Thai-kek Seng-jin, ketua Pek-lian-kauw, memandang wajahnya dan mulut kakek itu berkemak-kemik.
Tiba-tiba kakek itu mendekatinya dan berkata, suaranya terdengar aneh, tergetar dan berbisik-bisik, namun penuh wibawa.
"Gan-lihiap, lihat baik-baik"".. kauwcu telah meninggalkan raganya""""
Ling Ling menoleh dan melihat sepasang mata kakek itu memandangnya dengan tajam dan dia meiasakan sesuatu yang aneh menyerap ke dalam hatinya, dan melihat kakek itu menuding ke arah api, dia nunoleh dan memandang. Bukan main kaget dan herannya, sampai kedua matanya terbelalak ketika dia melibat Kim-sim Niocu yang cantik itu berada di antara gumpalan asap, melambai dan tersenyum kepadanya, kemudian perlahan-lahan menghilang. Ling Ling meloncat berdiri, akan tetapi tangan Thai-kek Seng-jin yang besar menyentuh lengannya.
"Harap lihiap tenang dan tidak mengganggu arwah yang sedang melakukan perjalanan...""
Ling Ling duduk kembali, matanya masih terbelalak, wajahnya pucat, akan tetapi dia segera menggosok kedua matanya dengan punggung tangan. Kini dia tidak melihat lagi wanita cantik itu, melainkan asap bergumpal-gumpal
"Be""
Benarkah itu""..? Mungkinkah aku dapat melihatnya""".?"
Dia berbisik.
Kakek itu mengangguk.
"Itu tandanya bahwa dia senang sekali kepadamu, lihiap, bahwa dia tidak menaruh dendam kepadamu. Dan sikapnya itu memudahkan kita untuk dapat bertemu dengan dia. Mudah-mudahan dia berhasil untuk mengajak datang ayah ibumu."
"Ah, mudah-mudahan"".."
Ling Ling juga berbisik, seperti kepada diri sendiri, dan jantungnya berdebar penuh ketegangan.
Malam itu di luar gelap sekali. Langit mendung dan bintang-bintang di langit tertutup awan mendung yang gelap. Hawa amat dingin karena angin malam berhembus liar. Suasana di dalam ruangan yang besar itu lengang dan menyeramkan bagi Ling Ling. Keseraman itu datang karena dia akan dipertemukan dengan arwah ayah bundanya di dalam ruangan ini. Asap hio yang mengepul harum menambah keseraman ruangan yang sunyi itu. Hanya dia Kok Beng Thiancu, dan Thai-kek Seng-jin bertiga saja yang hadir di ruangan itu. Setelah melayani ketua Pek-lian-kauw, mengangkat meja dan mempersiapkan segala keperluan yang dibutuhkan oleh ketua Pek-lian-kauw itu, maka beberapa orang pendeta Pek-lian-kauw lalu meninggalkan ruangan itu pula.
Kini hanya dia tiga orang itulah yang berada di dalam ruangan. Belasan batang lilin yang dipasang di tiap penjuru di ruangan itu menimbulkan cahaya yang bergoyang-goyang dan menambahi keseraman suasana. Mereka duduk berhadapan menghadapi sebuah meja bundar dan membentuk segitiga. Ketua Pek-lian-kauw duduk di sebelah kanan Ling Ling, sedangkan ketua Im-yang-pai duduk di sebelah kirinya. Dinding sebelah kiri Ling Ling merupakan bagian yang paling menyeramkan karena dinding ini tertutup oleh kain berwarna hitam sehingga melihat dinding ini seperti melihat daerah tak terkenal yang amat dalam dan penuh rahasia.
"Lihiap, mendatangkan .arwah merupakan ilmu yang amat sukar dan membutuhkan ketelitian dan ketertiban. Oleh karena itu, kalau lihiap menghendaki agar kami berhasil mendatangkan arwah ayah bundamu, saya minta agar lihiap suka mentaati segala petunjuk dan permintaan saya, demikian pula Kok Beng Thiancu tidak boleh membantah sedikitpun."
Ling Ling mengangguk dan dia melihat ketua Im-yang-pai itupun mengangguk. Dia sama sekali asing tentang urusan ini, dan karena dia memang amat mengharapkan untuk dapat melihat ayah bundanya, tentu saja dia sanggupi mentaati semua petunjuk kakek ini.
"Dan pantangannya adalah agar lihiap sama sekali tidak boleh mengeluarkan suara dan sama sekali tidak boleh bergerak meninggalkan bangku di mana lihiap duduk. Biarkan saya yang bercakap-cakap dengan mereka kalau kita berhasil mengundang mereka, lihiap hanya melihat dan mendengarkan saja."
"Baik, Thai-kek Seng-jin,"
Jawab Ling Ling dengan jantung berdebar tegang. Dia masih belum dapat percaya begitu saja bahwa kakek ini dapat mengundang datang arwah ayah bundanya yang telah mati.
Kini terdengar ketua Pek-lian-kauw itu membaca mantera berbisik-bisik dan mengeluarkan .sebuah kantung merah dari saku jubahnya yang lebar Ling Ling dan Kok Beng Thiancu hanya memandang penuh ketegangan.
"Telentangkan kedua tangan kalian di ata meja!"
Tiba-tiba Thai-kek Seng-jin berkata suaranya penuh wibawa namun tidak bernada memerintah, melainkan memohon. Ling Ling melihat betapa ketua Im-yang-pai meletakkan kedua tangan di atas meja dan kedua tangan itu ditelentangkan, maka diapun lalu mengikuti gerakan ini tanpa banyak bicara. Nampak olehnya betapa besar perbedaan antara kedua tangannya dan kedua tangan Kok Beng Thiancu yang berada di sebelah kirinya. Kedua tangannya itu berkulit putih halus, sedangkan kedua telapak tangan ketua Im-yang-pai itu besar, kasar sekali, dengan guratan-guratan mendalam dan warnanya kemerahan, kuku-kukunya panjang dan kotor tak terpelihara.
Kini Thai-kek Seng-jin mengeluarkan beberapa buah benda dari dalam kantung merah dan meletakkan benda-benda itu di atas meja. Melihat benda benda itu, Ling Ling terkejut dan terheran, juga ngeri. Benda pertama adalah sebuah tengkorak anak kecil, dengan lubang mata yang terlalu besar dan mulut yang giginya masih utuh dan rapi. Ketika masih mempunyai wajah, anak itu tentu elok rupanya. Selain tengkorak itu. juga nampak sebuah pisau yang amat tajam mengkilap, seikat hio, tujuh batang lilin merah, dan seekor burung dara yang diikat kedua kaki dan sayapnya sehingga tidak mampu terbang, kecuali hanya menggerakkan kepalanya ke kanan kiri dan sepasang matanya yang bening kemerahan itu melirik ke sana-sini, penuh ketakutan.
Sambil terus mengucapkan mantera-mantera dalam bahasa yang aneh dan tidak dimengerti oleh Ling Ling, ketua Pek-liah-kauw itu menyalakan tujuh batang lilin dan menaruhnya di atas meja dengan sudut-sudut teratur yang aneh. Kemudian dia menyalakan pula seikat hio itu dan mengepulkan asap tebal yang harum, menambah keharuman kamar yang sudah sejak tadi penuh asap dupa itu. Thai-kek Seng-jin membagi seikat hio itu menjadi tiga, bagian yang terbanyak diberikannya kepada Ling. Ling.
"Lihiap, peganglah hio-hio ini dengan kedua tangan, angkat tinggi di depan dahi dan pusatkanlah seluruh perhatian dan pancaindera lihiap kepada orang tua lihiap, mohon ke datangan arwah mereka sekarang ke tempat ini."
Ling Ling tidak membantah, menerima segebung hio itu dan mengangkatnya ke atas kedua ibu jarinya menempel di dahi dan dia lalu memejamkan mata, mengheningkan cipta ditujukan kepada orang tuanya yang telah tiada. Tak lama kemudian terdengar lagi suara Thai-kek Seng-jin.
"Cukup, lihiap, kini taruhlah hio itu di sini."
Ling Ling membuka matanya dan dia melihat bahwa hio-hio di tangan kedua orang kakek tadi sudah ditancapkan atau dimasukkai ke dalam lubang di ubun-ubun tengkorak itu Diapun lalu memasukkan semua hio itu ke dalam lubang tengkorak kecil dan kini asap makin menebal, suasana makin menyeramkan.
"Telungkupkan kedua tangan kalian di atas meja dan pejamkan mata"".."
Suara Thai-kek Seng-jin terdengar seperti dari tempat jauh dan Ling Ling lalu mentaati perintah ini. Jantung di dalam dada Ling Ling makin menegang. Suasana amat menyeramkan dan yang terdengar hanya suara aneh dari kakek itu membaca mantera dan asap hio menyesakkan napas. Namun berkat kepandaiannya, Ling Ling dapat mengatur napas dan dapat menolak pengaruh asap itu. Tak lama kemudian, dia terkejut bukan main karena merasa betapa papan meja di mana tangannya tertelungkup itu tergetar, makin lama makin hebat.
"Siapa yang datang""..?"
Terdengar Thai-kek Seng-jin bertanya dengan suara yang gemetar. Sunyi sampai lama dan meja itu terguncang makin keras. Ling Ling yang merasa heran itu membuka mata, tidak melibat apa-pa. Dua orang kakek itu masih duduk dengan kedua tangan bertelungkup seperti dia. Tidak ada yang bergerak, akan tetapi jelas meja itu terguncang, kini makin liar sampai keempat kaki meja bundar itu terdengar berdetak seperti kaki kuda. Dia berusaha mempergunakan sinkangnya untuk menekan meja itu, namun hasilnya sia-sia! Meja itu tetap saja bergerak-gerak tanpa dapat dilawan oleh kekuatan sinkangnya!
"Siancai"", kami mengundang arwah-arwah tertentu datang dengan niat baik".. siancai".!"
Kembali terdengar suara Thai-kek Seng-jin dan perlahan-lahan guncangan pada meja itupun melemah dan akhirnya berhenti sama sekali.
"Harap kalian membuka mata"".."
Thai-kek Seng-jin berkata dan Ling Ling memang sejak tadi sudah membuka kedua matanya. Dia melihat kakek itu berkeringat dan kini ketua Pek-lian-kauw itu menggunakan ujung lengan baju untuk: mengusap peluhnya, dan sepasang matanya yang bersinar-sinar aneh itu menatap wajah Ling Ling.
"Usaha kita akan berhasil, lihiap. Sekarang harap lihiap dan Kok Beng Thiancu mengikuti upacara."
Dengan gerakan lengan bajunya yang dikibaskan, ketua Pek-lian-kauw itu meniup padam beberapa batang lilin di sekitar kamar itu sehingga kini yang menyala hanya tujuh batang lilin merah di atas meja. Tentu saja keadaan ruangan itu menjadi agak gelap dan remang-remang saja, menambah seram suasana. Dan gerakan kakek itu yang memadamkan lilin dengan kibasan lengan baju dari jauh, diam-diam membuat Ling Ling kagum dan tahulah dia bahwa kakek ini memiliki kepandaian tinggi dan akan merupakan lawan yang tangguh dan berbahaya.
"Lihiap, karena arwah ayah bundamu dan arwah Im-yang kauwcu adalah arwah orang-orang gagah, maka untuk mengundang mereka haruslah diadakan pengorbanan dan harus ada nyawa suci yang menjemput mereka."
"Nyawa suci""..?"
Suara Ling Ling lirih dan agak gemetar.
Kakek itu tersenyum dan tangan kirinya meraba burung dara yang terikat di atas meja.
"Inilah dia nyawa suci. Dan karena ada lihiap dan Thiancu di sini yang merupakan anggauta keluarga sedarah, maka akan lebih mudah mendatangkan mereka bertiga itu. Nah, harap ji-wi lihat baik-baik dan dengan penuh perhatian, saya akan mulai melakukan upacara pengorbanan!"
Tangan kiri kakek itu mengambil burung dara, membalikkannya dengan dada di atas dan meletakkannya di atas meja, tangan kanan mengambil pisau kecil yang amat tajam tadi, kemudian perlahan-lahan dia menggunakan pisau itu untuk membelah dada burung dara putih itu. Pisau vang tajam itu merobek kulit daging, membuka dada dan terdengarlah suara rnencicit perlahan. Burung itu meronta-ronta, merintih-rintih dan darah mengucur keluar dari dada yang terbuka. Melihat betapa dada itu terbuka dan darah merah kelihatan jelas sekali di balik bulu-bulu putih, melihat isi dada yang masih hidup bergerak gerak, Ling Ling merasa muak dan hampir saja muntah kalau dia tidak cepat
menggunakan sinkangnya bertahan.
"Lihiap. Untuk mengundang ayah bundamu, kita membutuhkan dua tetes darahmu. Nah, tusukkan pisau ini di ibu jari tangan kirimu."
Ling Ling tidak membantah. Diambilnya pisau itu dan dengan ujungnya yang runcing dia menusuk ujung ibu jari tangan kirinya.
"Teteskan dua tetes darah ke dalam sini, cepat selagi dia masih hidup!"
Ling Ling merasa ngeri, akan tetapi tidak berani membantah dan dia membawa ibu jari yang terluka itu ke atas burung yang terbuka dadanya. Dua tetes darah menitik turun memasuki dada yang terbuka itu!
"Sekarang engkau, Thiancu. Setetes darahmu untuk mengundang puterimu,"
Kata pula ketua Pek-lian-kauw dengan suara parau. Ketua Im-yang pai juga meniru perbuatan Ling Ling tadi dan menjatuhkan setetes darahnya ke dalam burung dara yang terbuka dadanya
"Sekarang, harap kalian meletakkan tangan menelungkup di atas meja seperti tadi. Gan lihiap, kaucurahkan semua perhatianmu bayangkan wajah ayah bundamu, dan engkau bayangkan wajah puterimu, Thiancu, harap lakukan ini benar-benar, karena itulah syarat utamanya, Dan jangan ganggu aku kalau terjadi apa apa "
Dengan jantung berdebar tegang Ling Ling lalu meletakkan kedua telapak tangan di atas meja sambil memejamkan mata. Otomatis dia mentaati perintah kakek itu dan kini dia mencurahkan seluruh ingatannya untuk membayangkan wajah ayah bundanya. Tiba-tiba meja itu tergetar dan bergerak-gerak kembali, dan suara ketua Pek-lian kauw yang tadinya membaca mantera dan doa dalam bahasa asing, kini menjadi kacau baiau. Kadang kadang mertjadi tinggi kecil seperti suara wanita, merdu dan nyaring, akan tetapi kadang-kadang berobah rendah dan parau seperti suara pria, dan bercampur aduk seolah-olah ada banyak sekali orang bicara di dalam tubuh kakek itu melalui mulutnya!
Suasana dalam kamar itu makin menyeramkan dan Ling Ling hampir tidak dapat menahan dirinya lagi karena tegangnya. Dia membuka matanya dan memandang kepada ketua Pek-lian-kauw itu. Dia merasa ngeri. Wajah kakek itu menjadi tidak karuan, kerut-merut dan berobah robah. matanya mendelik dan suara yang keluar dari mulutnya makin kacau-balau. Akan tetapi tadi kakek ini sudah pesan agar tidak diganggu kalau terjadi apa-apa dengan dirinya. Dan dia melihat bahwa ketua Im-yang-pai juga telah membuka mata.
"Lihiap, Seng-jin mulai mendapatkan hubungan dengan arwah-arwah"". mari kita pejamkan mata kembali agar jangan mengganggu, biarkan dia memilih arwah arwah yang betul seperti yang kita kehendaki"".."
Ling Ling menurut dan kembali dia memejamkan kedua matanya akan tetapi dia membuka kedua telinga lebar-lebar untuk menangkap segala gerak-gerik ketua Pek-lian-kauw dan apapun yang terjadi di dalam ruangan itu. Suara campur aduk dan hiruk pikuk dari mulut Thai-kek Seng-jin makin lama makin mereda, lirih dan akhirnya berhenti sama sekali. Suasana amat hening mencekam dan mejapun tidak lagi bergoyang-goyang. Ling ling seperti merasa mendengar detak jantungnya sendiri dan detak jantung orang lain yang tidak dapat ditentukannya jantung siapa. Asap dupa makin menyeakkan napas.
Tiba-tiba terdengar suara halus merdu.
"Ai Ling. kami datang""."
Ling Ling bampir terlonjak kaget. Itulah suara Im-yang-kauwcu! Suaranya begitu dekat! Dan suara itu bukan suara palsu, karena dia masih ingat benar akan suara wanita musuh besarnya yang telah dibunuhnya itu! Ling Ling cepat membuka matanya dan menoleh ke kiri.
Hampir dia menjerit dan sepasang matanya terbelalak memandang ke arah dinding yang tertutup kain hitam itu. Di situ kini nampak bayangan tiga orang! Dia segera mengenal wajab ayahnya, dan ayahnya menggandeng tangan ibunya yang berdiri di sebelah kanannya, akan tetapi tangan kiri ayahnya memeluk pinggang ramping dari Im-yang-kauwcu! Ketua Im-yang kauw itu tersenyum manis sekali dan matanya bersinar-sinar memandang ke arah Ling Ling!
Ling Ling hendak melompat, hendak bangkit, akan tetapi dia merasa kakinya seperti lumpuh, bahkan seluruh tubuhnya tidak dapat digerakkan, kedua tangannya yang menelungkup di atas permukaan meja itu seperti melekat pada meja, tak dapat diangkatnya. Dia hanya dapat mengeluh dan suara yang keluar dari mulutnya hampir tak dikenalnya sendiri.
"Ayah"".. ibu""..!"
"Tenanglah, Gan-lihiap, jangan bergerak, jangan ganggu mereka agar mereka tidak takut dan lari, tenang dan dengarkan saja baik-baik."
Terdengar bisikan suara Thai-kek Seng-jin, seolah-olah kakek itu menempelkan mulut di dekat telinganya. Ling Ling tak kuasa membantah dan dia mengangguk, matanya tak pernah berkedip memandang ke pada wajah ayah dan ibunya. Ayah dan ibunya, atau lebih tepat bayangan ayah dan ibunya itu tidak berkata-kata, akan tetapi dengan perlahan kedua bayangan itu lalu menudingkan telunjuk mereka ke arah Im-yang-kauwcu yang dirangkul pinggangnya oleh ayahnya, seolah-olah mereka memberi isyarat agar Ling Ling berhubungan dengan wanita cantik itu.
"Ai Ling, aku berterima kasih kepadamu. Engkau telah mengirimku ke alam baka, sehingga aku dapat berkumpul kembali dengan orang yang kucintai. Di sini kami tidak mengenal cemburu, lihat ibumu tidak cemburu padaku. Ai Ling, kami bertiga menjadi korban kepalsuan dan fitnah dari Beng-kauw, oleh karena itu, atas nama ayah bundamu kami minta agar engkau suka membantu Im-yang-pai untuk menentang Beng kauw, untuk membalas penasaran ayah bundamu."
"Biarkan mereka bicara sendiri! Ayah, ibu..."".. ucapkanlah kata-kata kepadaku"".!"
Tiba-tiba Ai Ling atau Ling Ling merasa lengannya disentuh orang, sentuhan tangan yang kasar dan teidengar suara Thai-kek Seng-jin.
"Tenanglah, Gan-lihiap"".."
Tiba-tiba bayangan ayahnya berkata lirih, suaranya seperti tidak bernada.
"Kami tidak boleh lama""""
Dan ibunya juga bersuara, suaranya juga hampa.
"Selamat tinggal""."
"Ayah"".! Ibu"".!"
Ling Ling menjerit dan memaksa diri untuk bangkit. Dengan pengerahan tenaga sinkang sekuatnya akhirnyi kekuatan gaib yang seperti menekannya itu buyar dan dia mampu bangkit untuk meloncat Akan tetapi pada saat itu terdengar ledakan dan nampak asap kuning memenuhi udara dalam ruangan itu, dan Ling Ling merasa pandang matanya gelap, tiga bayangan "arwah"
Itu berlari-lari dan akhirnya dia tidak melihat apa-apa lagi karena dia sudah terguling dan pingsan Ketika
(Lanjut ke Jilid 33)
Kisah Tiga Naga Sakti (Cerita Lepas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 33
dia siuman, Ling Ling mendapatkan dirinya sudah rebah di atas pembaringan dalam sebuah kamar, Dia cepat bangkit duduk dan melihat dua orang kakek tadi sudah berada di dalam kamar itu, duduk di atas bangku dan mereka segera bangkit berdiri melihat dia siuman.
"Kami menyesal sekali bahwa pertemuan dengan arwah itu menimbulkan guncangan batin sedemikian hebatnya kepadamu, lihiap."
Kata Thai-kek Seng-jin dengan suara penuh penyesalan.
Ling Ling teringat semuanya dan menarik napas panjang.
"Aku sudah melihat sendiri".. akan tetapi masih sukar untuk percaya""
Mereka nampak seperti berduka, sebaliknya..... Im yang kauwcu kelihatan begitu gembira"".."
Kisah Tiga Naga Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Hal itu tidak aneh, lihiap. Orang yang sudah lama mati akan merasa sedih melihar keluarganya masih tidak mau melupakannya dan menderita karena kematiannya, seperti juga orang tuamu tentu merasa sedih kalau lihiap masih terus menderita karena kematian mereka, karena kematian adalah hal wajar yang tidak semestinya dibuat duka. Sebaliknya, kauwcu yang baru saja meninggal tentu girang dapat berhubungan dengan kita Oleh karena itu, memang sebetulnya tidak baik mengganggu ketenangan arwah orang yang sudah mati."
Ling Ling mengangguk, membenarkan ucapan ketua Pek lian-kauw itu.
"Semua adalah kesalahan Beng-kauw!"
Ketua Im yang pai berkata dengan suara penuh kemarahan.
"Kalau tidak gara-gara perbuatan Beng-kauw yang pengecut dan curang, mempergunakan nama Im-yang-pai untuk mengacau di Cin-an, tentu tidak akan mengakibatkan kematian orang tuamu dan puteriku, lihiap. Aku bersumpah untuk membalas dendam ini, dan kalau lihiap sudi bekerja sama dengan kami menghadapi Beng-kauw yang amat kuat, kami akan merasa senang sekali." "Kami rasa sepatutnya demikianlah, mengingat betapa kini Gan-taihiap dan isterinya telah bersatu dengan kauwcu, maka akan baik sekali dan akan menggirangkan mereka bertiga kalau Gan-lihiap sudi bekerja sama dengan kami semua, menghadapi Beng-kauw, bukan hanya untuk membalas kejahatan mereka. akan tetapi juga untuk membela rakyat dari penindasan mereka yang hendak menguasai Tiongkok,"
Sambung ketua Pek-lian kauw.
Akhirnya Ling Ling dapat terbujuk dan dia bangkit berdiri, mengepal tinjunya dan berkata.
"Aku suka bekerja sama dengan kalian untuk hal hal yang baik. Akan kuhadapi Beng kauw karena secara tidak langsung, merekalah yang menyebabkan kematian orang tuaku!"
Pada saat itu. pintu ruangan terketuk orang, Setelah Thai-kek Seng-jin menjawab, muncul seorang anggauta Pek-lian-kauw yang melaporkan bahwa ada dua orang muda she Liang datang dan minta diperkenankan menghadap Kok Beng Thiancu. Mendengar disebutnya dua orang muda she Liang, ketua Im yang pai itu lalu menjawab.
"Minta mereka segera masuk ke sini sekarang juga!"
Setelah anggauta Pek-lian-kiuw itu keluar. Kok Beng Thiancu berkata kepada tuan rumah, yaitu Thai-kek Seng-jin dan Ling Ling.
"Dua orang kakak beradik she Liang itu adalah anak murid kami yang pergi melakukan penyelidikan ke selatan, menyelidiki keadaan Beng kauw."
Tak lama kemudian masuklah dua orang muda, seorang pemuda tampan dan seorang gadis cantik. Di pinggang pemuda itu tergantung sebatang golok tipis, sedangkan di pinngang gadis itu tergantung sebatang pedang. Ketika keduanya melihat Kok Beng Thiancu, mereka lalu menjatuhkan diri berlutut dan menyebut "Supek""".."
Dua orang muda itu bukan lain adalah Liang Kok Sin dan adiknya, Liang Hwi Nio. Seperti pernah kita ketahui, dua orang kakak beradik ini adalah putera dan puteri dari mendiang Liang Bin Cu, seorang tokoh Im-yang-pai tingkat tiga yang terbunuh oleh fihak Beng kauw dan kemudian lencananya dipergunakan oleh Beng-kauw untuk menyamar sebagai orang-orang Im-yang pai dan d pakai untuk mengacau di Kuil Ban-hok-tong dalam kota Cin-an. Seperti telah diceritakan di bagian depan, Liang Bin Cu tewas tanpa diketahui siapa pembunuhnya dan di mana mayatnya. Akan tetapi berkat penyelidikan dua orang anaknya, yaitu Liang Kok Sin dan Liang Hwi Nio, akhirnya kedua orang muda ini beihasil mengikuti jeiak ayahnya dan tahulah mereka bahwa ayahnya tewas oleh orang-orang Beng kauw sehingga mereka menyusul ke selatan dan menyerbu sarang Beng-kauw.
"Kok Sin dan Hwi Nio. kalian baru kembali? Lekas ceritakan bigaimana hasil perjaIanan kalian menyelidiki keadaan Beng-kauw?""
Tanya kakek itu.
Mendengar pertanyaan ini, Liang Hwi Nio menangis, dan Liang Kok Sin memperlihatkan muka penasaran dan berduka.
"Teecu berdua telah gagal, supek. Bukan hanya gagal, bahkan hampir saja Hwi Nio mengalami penghinaan dan hampir saja teecu berdua menjadi korban."
Dengan singkat pemuda itu lalu menuturkan tentang perjalanan mereka ke selatan dan betapa mereka telah berhasil bertanding melawan tokoh-tokoh Beng-kauw akan tetapi mereka kalah dan tertawan, sungguhpun mereka telah berhasil menewaskan dua orang tokoh wanita Beng-kauw.
"Hemm, Beng-kauw sungguh curang, mengeroyok dua orang muda dan mengajukan tokoh-tokohnya!"
Kok Beng Thiancu mengepal tinju.
"Akan tetapi, setelah kalian berdua tertawan, bagaimana masih dapat datang ke sini?"
Sebelum adiknya menjawab, Kok Sin lebih dulu berkata dengan cepat.
"Teecu berdua dimasukkan dalam tahanan karena mereka sedang sibuk dengan upacara pembakaran jenazah Maghi Sing, datuk mereka. Dan selagi para penjaga lengah, teecu berdua berhasil meloloskan diri dan melarikan diri ke sini. Untung mereka sedang sibuk, maka tidak ada yang memperhatikan teecu berdua, supek.
"
Hwi Nio mengerling ke arah kakaknya. Dia mengerti bahwa kakaknya tidak senang menceritakan bahwa mereka berdua diselamatkan oleh seorang pemuda tokoh Beng-kauw pula, apa lagi mengingat betapa dia jatuh cinta kepada penolongnya itu. Kakaknya di sepanjang jalan marah kepadanya, menganggap peristiwa itu amat memalukan dan tentu saja kakaknya tidak berani bercerita tentang pemuda itu kepada guru besar ini. Hal ini malah menggirangkan hati Hwi Nio karena dia hendak menyimpan cinta kasihnya kepada Coa Gin San itu sebagai rahasianya sendiri yang amat menyenangkan dan dia percaya bahwa pemuda gagah perkasa itupun cinta kepadanya dan pada suatu waktu dia pasti akan bertemu kembali dengan kekasihnya.
"Supek, bagaimana keadaan suhu?"
Mendengar pertanyaan Hwi Nio ini, Kok Beng Thiancu terbelalak.
"Suhumu? Apa yang terjadi dengan dia? Kami sendiri sedang bingung memikirkan mengapa sekian lamanya dia tidak pernah muncul di sini sehingga tidak melihat ketika"".. puteraku tewas"".."
"Apa""..? Kauwcu tewas"".?"
Kok Sin berseru kaget sekali. Tadi ketika mereka berdua datang secara tergesa-gesa, mereka tidak melihat betapa suasana di tempat itu sedang berkabung dan ada tanda putih di pintu gerbang.
"Kauwcu tewas dalam pertempuran yang adil,"
Kata Kok Beng Thiancu dengan tenang dan dia lalu menceritakan dengan singkat pertempuran antara Im-yang-kauwcu melawan Ling Ling dalam urusan pribadi mereka.
"Urusan itu telah selesai sekarang, bahwa Gan-lihiap menyadari bahwa kedua fihak menjadi korban fitnah Beng-kauw, maka Gan-lihiap mengambil keputusan rntuk merobah permusuhan menjadi persahabatan. Ayah bunda Gan lihiap tewas di tangan Im-yang-kauwcu, sebaliknya Im-yang-kauwcu tewas di tangan Gan lihiap, maka hal itu sudah dikatakan adil. Mulai sekarang, Gan lihiap akan membantu Im-yang-pai dan Pek-lian-pai dalam menghadapi Beng kauw dan musuh-musuh kita."
Sambung ketua Pek lian kauw.
Kedua orang muda murid Cin Beng Thian cu itu memandang kepada Ling Ling yang juga memandang kepada mereka, kemudian mereka berbangkit dan menjura kepada gadis itu dengan penuh kagum. Hampir mereka berdua tidak percaya bahwa seorang dara semuda ini sebaya dengan Liang Hwi Nio, mampu mengalahkan bahkan menewaskan Im-yang kauw padahal kedua orang muda ini tahu betul betapa lihainya sang kauwcu. bahkan lebih lihai dari guru mereka atau supek mereka! Di lain fihak, Ling Ling juga diam-diam mengakui bahwa kedua orang anak murid Im-yang-pai ini gagah perkasa dan bersikap sopan. Maka dia membalas menghormat.
"Duduklah kalian dan ceritakan tentang sute Cin Beng Thiancu. apa yang telah terjadi dengan dia?"
Tanya Kok Beng Thiancu kepada dua orang murid keponakan itu.
Kok Sin dan Hui Nio lalu duduk dan berceritalah mereka betapa ketika mereka menyerbu ke sarang Beng-kauw, selain untuk menyelidiki keadaan Beng kauw juga untuk membalas dendam atas kematian ayah mereka, yaitu Liang Bin Cu. muncul suhu mereka yang membantu mereka. Betapa kemudian dalam pertempuran, suhu mereka terluka dan pergi, sedangkan mereka di berdua tertawan, akan tetapi akhirnya dapat meloloskan diri.
Mendengar penuturan ini, Kok Beng Thiancu menarik napas panjang. Dia lalu menoleh kepada Ling ling dan berkata.
"Nah, engkau telah mendengar sendiri. Gan lihiap, betapa lihainya Beng-kauw. Suteku itu lihai sekali, tingkatnya hampir sama dengan tingkat kepandaianku. dan dua orang muridnya ini telah digemblengnya selama sepuluh rahun. Namun, suleku terluka dan mereka ini tertawari!"
Kakek itu menarik napas panjang dan memandang kepada dua orang murid keponakannya itu, lalu rnelanjutkan.
"Lihiap, mereka inilah putera-puteri dan tokoh Im-yang-pai yang telah lenyap dibunuh oleh fihak Beng-kauw yang bernama Liang Bin Cu. Dan lencana yang dipakai oleh orang-orang Beng-kauw ketika mereka mengacau Kuil Ban-hok-tong di Cin-an adalah lencana rampasan yang mereka ambil dari Liang Bin Cu itulah. Biarpun tidak ada buktinya, kami yakin bahwa Liang Bin Cw telah mereka bunuh, maka kedua orang puteranya setelah tamat belajar lalu pergi menyelidiki ke Beng-kauw, bahkan dilindungi oleh sute Cin Beng Thiancu, namun akhirnya gagal juga."
Ling Ling mengerutkan alisnya. Kini dia tahu bahwa sesungguhnya yang jahat adalah Beng-kauw, sama sekali bukan Im yang-kauw atau Im-yang-pai. Permusuban antara Im-yang pai dan orang tuanya terjadi karena fitnah itu. Dan untuk pengacauan di Cin-an yang sesungguhnya dilakukan oleh Beng kauw itu, fihak Im-yang pai telah menderita karenanya, yaitu diserbu oleh pasukan pemerintah. Orang tuanya telah salah sangka, demikian pula orang-orang gagah yang membantu pasukan pemerintah untuk menyerbu Im-yang-pai telah keliru menyalahkan orang. Dan untuk menebus kesalahan itu, dia harus membantu Im yang pai!
"Hemm, orang-orang Beng-kauw palsu dan jahat. Aku siap untuk menghadapi mereka. Kok Beng Thiancu!"
Katanya perlahan, namun suaranya mengandung keteguhan hati yang penuh wibawa sehingga diam-diam Kok Sin memandang kagum bukan main sampai mulutnya agak terbuka dan matanya terbelalak. Baru dia sadari ketika jari tangan adiknya menyentuh dan menowelnya. dan cepat dia menundukkan muka kembali.
"Kita harus berhati hati lihiap. Selain mereka itu lihai dan memiliki tokoh-tokoh yang tinggi ilmunya, juga Beng-kauw dibantu oleh tokoh-tokoh Khitan dan Tibet yang lihai pula. Oleh karena itu, kita harus mengumpulkan tenaga dan sekali menyerbu ke Beng-kauw di muara Huang Ho tepi pantai Po-hai itu, harus dapat berhasil karena kalau sampai gagal, akan sukarlah kita membalas semua kejahatan Beng-kauw kelak"
Kata Kok Beng Thiancu.
"Benar sekali, kita tidak boleh ceroboh dan sekali pukul haruslah berhasil,"
Sambung ketua Pek-lian-kauw.
"Untuk itu, aku akan mengundang tokoh-tokoh perkumpulan kami dan setelah keadaan kita kuat, baru kita akan bersama-sama menghantam Beng-kauw dan membasmi sampai ke akar-akarnya. Selama Beng-kauw dan sekutu mereka belum hancur, maka perjuangan kita tidak akan mengalami kemajuan."
Ling Ling yang tidak begitu mengerti tentang urusan perjuangan, hanya mengangguk saja dan bersedia menanti. Dia menjadi tamu kehormatan di sarang Pek-lian-kauw itu, dihormati semua orang orang Im yang pai yang juga untuk sementara menumpang pada Pek-lian-kauw dan dihormati pula oleh semua anggauta Pek lian-kauw. Diam diam Kok Sin makin tergila gila kepada dara cantik jelita yang amat .lihai ini, akan tetapi tentu saja dia tidak berani lancang menyatakan perasaan hatinya, mengingat bahwa gadis itu bukanlah gadis biasa, melainkan seorang tamu agung yang memiliki kepandaian amat tinggi, lebih tinggi dari kepandaian supeknya bahkan menurut desas-desus, masih lebih lihai dari pada ketua Pek-lian-kauw sendiri!
Beberapa hari kemudian semenjak Ling Ling tinggal sebagai tamu agung di sarang Pek-lian kauw. Dara ini sebenarnya merasa tidak betah tinggal di tempat itu, akan tetapi karena dia ingin sekali bersama dengan dua perkumpulan itu menyerbu dan membalas dendam kepada Beng-kauw, maka dia mempertahankan diri sambil menanti sampai tiba saatnya mereka berangkat menyerang Beng-kauw.
Malam itu sunyi sekali. Untuk melewatkan waktu senggang, seperti biasa Ling Ling membaca kitab. Di Pek-lian kauw terdapat banyak kitab-kitab kuno dan Ling Ling suka sekali membaca kitab kuno berisi dongeng-dongeng tentang para dewata dan tentang raja-raja bijaksana di jaman kuno.
Dengan penerangan lima batang lilin, dia membaca kitab kuno tentang perjalanan Tong Sam Cong, seorang pendeta Buddha yang melawat ke See-thian (Dunia Barat) untuk memperdalam ilmunya tentang Agama Buddha dan untuk mencari kitab-kitab agama itu. Pendeta ini memiliki pengawal pengawal yang amat sakti, di antaranya yang paling sakti adalah seorang manusia monyet atau Raja Monyet yang bernama Sun Go Kong atau Kauw Cee Thian Di sepanjang perjalanan menuju ke See-thian (India) itu. Tong Sam Cong menghadapi penghadangan-penghadangan para siluman, mengalami godaan-godaan iblis yang amat hebat mengerikan, namun selalu dapat diatasinya berkat keteguhan imannya dan kelihaian para pembantunya.
Cerita itu disebut See-yu-ki (Perjalanan ke Barat) dan amat menarik karena mengandung adegan-adegan tegang, lucu, mengherankan dan juga mengandung filsafat-filsafat tinggi. Memang sesungguhnya cerita See-yu-ki itu mengandung pelajaran Agama Buddha, melambangkan perjalanan manusia menuju kepada tingkat yang lebih luhur dan disepanjang hidupnya mengalami rintangan-rintangan, godaan godaan yang kalau tidak kuat dihadapinya akan menyeret manusia ke jurang kesesatan dan kenistaan, sebaliknya kalau kuat menghadapinya akan menaikkan tingkat kehidupan manusia ke tempat yang lebih luhur .
Tentu saja bagi seorang muda seperti Ling Ling, yang menarik baginya adalah bagian bagian mengadu ilmu antara para pengawal Tong Sam Cong melawan para siluman, yang memang merupakan cerita yang amat menarik sekali. Demikian asyiknya Ling Ling membaca kitab itu sehingga baru dia mendengar dan menjadi terkejut ketika tiba tiba ada suara aneh tertangkap oleh pendengarannya. Padahal biasanya, sedikit suara yang tidak wajar saja tentu sudah membangkitkan kecurigaan dan kewaspadaan gadis ini. Suara itu sejak tadi terdengar dan baru sekarang dia terkejut dan cepat dia meniup padam lima batang lilin itu, meletakkan kitabnya di atas meja, kemudian bagaikan seekor kucing saja dia sudah meloncat keluar dari kamarnya melalui jendela.
Setelah berada di luar kamarnya, makin jelas terdengar olehnya suara orang berbantahan dan suara itu terdengar di luar perkampungan Pek lian-kauw itu. di luar pintu gerbang. Dia cepat berloncatan ke tempat itu dan di bawah sinar lampu yang tergantung di luar pintu gerbang dia melihat Kok Beng Thiancu berdiri di samping Thai-kek Seng-jin dan di belakang kedua orang kakek ini nampak para penjaga, yaitu orang orang Im-yang pai dan Pek-lian-kauw. Dua orang kakek itu berhadapan dengan seorang laki laki muda yang berpakaian serba putih, sederhana, namun sikapnya amat tinggi hati dan senyumnya mengejek.
"Tidak perlu kalian sembunyikan, hayo suruh keluar dia, wanita iblis ketua Im-yang-kauw untuk bertanding melawanku,"
Agaknya ucapan ini sudah beberapa kali dikeluarkan oleh pemuda itu denpan nada suara mengejek.
"Orang, muda, sebelum engkau memberi tahu siapa adanya engkau dan dari mana engkau datang, apa perlumu dengan Im-yang-kauwcu, kami tidak dapat melayanimu,"
Jawab Thai-kek Seng jin.
"Engkau berada di markas Pek lian kauw, dan kami adalah ketua di sini, maka kami yang mengambil keputusan tentang penerimaan tamu!"
"Heh heh, memang cocok sekali Im-yang-kauw dengan Pek lian kauw! Orang Pek lian-kauw, aku tidak ingin bermusuh dengan Pek-lian-kauw, juga aku tidak ada sangkut-paut dengan Im-yang kauw. Aku datang karena urusan pribadi dengan ketua Im yang kauw yang disebut Kim-sim-Niocu. Hayo suruh dia keluar dan membereskan urusan pribadi, dan kalian tidak perlu turut campur. Kalau aku tidak memandang kepada Pek lian-kauw apa kalian kira aku mau berdiri di luar pintu gerbang? Masuk ke dalam dan mencari sendiri apa sih sukarnya? Akan tetapi aku tidak mau ribut dengan orang-orang lain, dan akupun tidak perlu memperkenalkan diri, kecuali kepada iblis betina Kim-sim Niocu!"
"Keparat, mulutmu busuk dan hatimu congkak! Kim-sim Niocu tidak ada, yang ada adalah Kok Beng Thiancu, ayahnya. Hayo kaulawan saja akui"
Setelah berkata demikian, Kok Beng Thiancu yang sudah tidak sabar lagi sejak tadi mendengar puterinya disebut iblis betina itu, menerjang ke depan dengan tamparan tangan kirinya yang ampuh. Karena dia tidak mengenal pemuda itu, tidak tabu sampai di mana kelihaian pemuda yang menantang puterinya ini, maka diapun tidak melakukan penyerangan sekuatnya, melainkan menampar saja untuk mencoba kepandaian orang.
"Wuuuttt"".. plakkkl"
Kok Beng Thiancu berseru kaget dan cepat menarik kembali tangannya yang tertangkis itu, karena merasa betapa lengannya tergetar hebat, tanda bahwa lawan muda ini memiliki sinkang yang amat kuat!
"Hemm, aku tidak mau bermusuhan dengan perkumpulan atau orang lain. bukan berarti aku takut gertakan! Suruh saja iblis betina itu keluar, ayahnya atau keluarganya yang lain tidak ada urusannya dengan aku!"
Kata pemuda itu, suaranya nyaring dan sikapnya makin berani.
"Bocah sombong, engkau sudah bosan hidup!"
Bentak Kok Beng Thiancu dan kini dia sudah menerjang dengan amat dahsyatnya. Karena tahu bahwa lawannya adalah seorang yang berkepandaian tinggi, kini ketua im-yang-pai itu tidak segan-segan lagi menurunkan tangan maut. Dia bertepuk tangan tiga kali dan terdengarlah suara meledak seperti dua benda keras diadu dan nampak asap mengepul Itulah tandanya bahwa ketua Im-yang-pai ini telah mengerahkan tenaga Thian-lui Sin-ciang (Tangan Sakti Geledek) yang ampuhnya bukan buatan itu! Dan tubuhnya sudah meloncat, terdengar suara lengkingan nyaring dari mulutnya ketika dia menyerang dengan pukulan-pukulan kilat ke arah bagian tubuh yang berbahaya dari pemuda itu.
"Bagus! Aku memang ingin sekali mencoba kelihaian ketua Im-yang-pai!"
Pemuda itu sama sekali tidak kelihatan gentar dan cepat tubuhnya sudah melesat dan mengelak dari serangan lawan, kemudian dia sudah membalas dengan tendangan yang amat cepat datangnya, menyambar ke arah pusar lawan. Kok Beng Thiancu juga mengelak, lalu mendesak lagi degan pukulan-pukulan Thian-lui Sin-ciang.
Setelah tiba di dekat pintu gerbang, Ling Ling tidak turun melainkan bersembunyi di atas pintu dan menonton ke arah pertempuran; di bawah itu dengan sinar mata kagum sekali. Dia melihat betapa pemuda itu amat aneh gerakannya dan juga memiliki gerakan yang mengandung tenaga dahsyat! Kehebatan pemuda itu segera dirasakan pula oleh Kok Beng Thiancu, karena semua pukulan Thian-lui Sin-ciang yang amat ampuh darinya itu dapat ditangkis dengan mudah oleh lawan. Bahkan setiap tangkisan membuat tubuhnya tergetar hebat. Padahal pukulan Thian lui Sin-ciang itu mengandung hawa panas yang luar biasa dan yang jarang dapat ditangkis lawan tanpa melukai lengan penangkisnya. Kini, tangkisan pemuda itu membuat dia tergetar dan terhuyung.
"Mundurlah, aku tidak butuh bertanding denganmu atau siapa juga kecuali dengan iblis betina Kim-sim Niocu!"
Pemuda itu membentak dan kini dia menampar dengan seenaknya, namun dari telapak tangannya menyambar hawa pukulan yang ketika ditangkis oleh ketua Im yang-pai membuat kakek itu terhuyung ke belakang dan hampir terjungkal kalau saja tidak disambut oleh Thai-kek Seng-jin!
Kini ketua Pek-lian-kauw itu melangkah maju, tangannya bergoyang dan lengan bajunya yang lebar dan panjang itu bergoyang pula "Orang muda,"
Suaranya terdengar penuh wibawa.
"Sungguh perbuatanmu ini tidak pantas dan melanggar sopan santun dunia kang-ouw! Biarpun engkau berurusan dengan Im-yang-pai, akan tetapi pada saat ini Im-yang-pai menjadi tamu dari Pek-lian-kauw dan engkau mendatangi markas Pek-lian-kauw. Oleh karena itu, engkaupun menjadi tamu pula dari kami dan. sudah sepatutnya engkau mengaku kepada tuan tumah apa maksud kedatanganmu dan siapa adanya engkau, dari golongan mana"
"Hemrn, justru karena Im-yang-pai menjadi tamumu, maka aku tdak mau masuk ke dalam dan kalau engkau merupakan tuan rumah yang baik, tidak perlu engkau mencampuri urusan di antara para tamu. Lebih baik suruh Kim-sim Niocu keluar dan kami akan menyelesaikan urusan pribadi kami sendiri tanpa campur tangan dari Pek-Iian kauw atau siapapun juga!"
Jawaban yang tegas ini tentu saja mendatangkan perasaan marah dalam hati Thai-kek Seng-jin. Dia adalah ketua Pek lian kauw yang terkenal, selain terkenal di dunia kang-ouw juga jarang ada tokoh kang-ouw yang tidak menaruh hormat kepadanya dan tidak memandang mukanya. Akan tetapi, pemuda yang sama sekali tidak terkenal di dunia persilatan ini kelihatan memandang rendah kepadanya! Dia tahu bahwa pemuda ini memiliki kepandaian silat yang amat tinggi sehingga Kok Beng Thiancu sendiri tidak mampu menandinginya. Biarpun dia tidak takut karenanya, namun dia tahu bahwa kalau dia menghadapi pemuda ini mengandalkan ilmu silatnya, tentu akan terjadi pertandingan yang amat seru dan dia belum yakin akan dapat menang. Oleh karena itu, dia mengambil keputusan untuk menaklukkan pemuda ini dengan ilmu sihir saja agar dia tidak kehilangan muka sebagai seorang tokoh Pek lian-kauw.
"Bocah sombong, engkau tidak tahu siapa aku? Aku adalah Thai-kek Seng-jin, ketua Pek-lian-kauw dan engkau ini bocah ingusan sudah sepatutnya kalau menghormatku dengan berlutut Hayo kau berlutut dan memberi hormat seperti seorang anak yang baik!"
Suaranya berobah menjadi penuh getaran dan berwibawa, sampai terasa oleh Ling Ling yang bersembunyi sambil mengintai. Ada kekuatan gaib terkandung dalam suara itu yang membuat jantung Ling Ling berdebar penuh ketegangan, seolah-olah ada kekuatan tersembunyi yang hampir memaksa dia untuk menjatuhkan diri berlutut, akan tetapi dia tidak melakukannya karena perintah itu tidak ditujukan kepadanya. Andaikata perintah itu ditujukan kepadanya dia tidak tahu apakah dia akan mampu rnembangkang terhadap perintah seperti itu. Dan diapun menduga bahwa tentu pemuda itu akan menjatuhkan diri berlutut! Akan tetapi dugaannya ternyata meleset jauh sekali!
"Ha ha, aku bukan anak kecil yang dapat kau takut-takuti!l"
Pemuda itu tertawa mengejek dan getaran suara ketua Pek-iian-kauw ltupun lenyaplah.
Bukan main kagetnya hati Thai-kek Seng-jin. Dia tadi tidak hanya mempergunakan ilmu sihirnya dalam suara, akan tetapi juga dalam pandang matanya dan telah mengerahkan kekuatannya. Akan tetapi pemuda itu tidak terpengaruh sama sekali dan hal ini hanya berarti bahwa pemuda itupun menguasai kekuatan rahasia dari ilmu sihir pula! Akan tetapi kakek ini masih penasaran.
"Bocah sombong, engkau sudah bosan hidup kiranya. Lihat, harimau saktiku akan menerkammu!"
Dan kakek itu mengangkat tongkat bambunya. Suaranya masih bergema dengan penuh wibawa ketika tiba tiba saja Ling Ling melihat tongkat itu berobah menjadi seekor harimau yang sebesar kerbau dan harimau ini dengan dahsyatnya menerkam ke arah pemuda itu! Akan tetapi pemuda itu masih tertawa saja.
"Permainan sulapmu menarik sekali!"
Katanya dan pemuda itu mengambil sebuah batu, melontarkannya ke atas sambil berkata.
"Naga saktiku akan melawan harimaumu!"
Dan Ling Ling hampir tak dapat percaya akan matanya sendiri ketika nelihat seekor naga mengeluarkan bunyi mengakak, melebihi nyaringnya bunyi auman harimau itu dan bertemulah dua ekor binatang sakti yang buas itu di tengah udara! Terdengar suara keras dan dua ekor binatang buas itu lenyap dan runtuh sebagai sebatang tongkat bambu dan sepotong batu! Thai-kek Seng-jin menggerakkan tangannya dan tongkat bambu itu melayang kembali ke tangannya, sedangkan pemuda itu hanya tersenyum saja. Bukan main kagetnya hati Thai-kek Seng jin. Tidak salah dugaannya pemuda itu ternyata menguasai ilmu sihir pula dan telah memecahkan ilmu sihirnya dengan ilmu sihir juga.
""Orang muda, siapakah engkau dan dari golongan manakah?"
Tanyanya, suaranya agak berubah, sikapnya agak menghormat.
Pemuda itu bukan lain adalah Coa Gin San. Seperti telah diceritakan di bagian depan, pemuda ini mengunjungi Cin-an dan setelah dia mendengar bahwa gurunya, Gan Beng Han dan isteri gurunya itu tewas oleh ketua Im-yang-kauw, dia segera pergi menyelidiki dan mencari di mana adanya Im-yang-kauwcu itu untuk membalaskan dendam kematian suami isteri yang menjadi gurunya dan juga menjadi penolongnya dan dianggapnya sebagai ayah bunda sendiri itu. Dia tahu bahwa yang mengakibatkan semua bencana itu adalah Beng-kauw, akan tetapi karena kematian suami isteri itu di tangan Im-yang-kauwcu, maka dia harus membalaskan kematian mereka. Setelah dia melakukan penyelidikan dan mendengar bahwa Im-yang-pai telah diobrak-abrik pasukan pemerintah dan kini mereka mengungsi ke sarang Pek-lian-kauw, tanpa ragu-ragu lagi dia lalu mendatangi Pck-lian-kauw.
Akan tetapi, dia sendiri adalah tokoh nomer satu di Beng-kauw, pengganti gurunya yaitu mendiang Maghi Sing! Maka dia mengambil keputusan untuk tidak memperkenalkan diri, baik namanya apa lagi kedudukannya di Beng kauw? Dia hanya ingin menyelesaikan dendam pribadi atas kematian Gan Beng Han bersama isterinya kepada ketua Im-yang-kauw, dan dia tidak ingin terseret ke dalam permusuhan antara Im-yang-pai dan Beng-kauw yang dia tahu benar adalah disebabkan oleh kecurangan Beng-kauw. Demikianlah, ketika Thai-kek Seng jin bertanya lagi tentang nama daa golongannya. Gin San hanya tersenyum saja dengan sikap tenang dan dingin.
"Sudah kukatakan bahwa aku tidak mempunyai urusan apapun dengan Im-yang-kauw atau Pek lian kauw, oleh karena itu tidak ada perlunya aku memperkenalkan diriku. Aku hanya mempunyai urusan pribadi dengan ketua Im-yang-kauw atau Kim-sim Niocu, maka suruhlah dia keluar dan kami berdua akan menyelesaikan urusan kami di luar tahu kalian!"
Thai-kek Seng-jin merasa dipandang rendah, sekali.
"Bocah keparat, engkau sungguh sombong. Sebagai tamu engkau sungguh tidak mengenal aturan! Kamilah tuan rumahnya dan kalau kami menolak engkau sebagai tamu, engkau mau apa?"
"Kalau kalian tidak mau menyuruh keluar Kim-sim Niocu, aku akan terpaksa mencari sendiri di dalam, karena aku yakin dia bersembunyi di dalam sarang Pek-lian -kauw ini!"
"Keparat, kaurobohkan dulu Thai-kek Seng-jin!"
Bentak kakek itu dan dia segera menerjang ke depan, menggerakkan tongkat bambu di tangannya dengan kecepatan kilat dan tongkat bambu itu berubah menjadi sinar hijau bergulung-gulung dan menyambar ke arah Gin San. Sebagai ketua Pek-lian-kauw wilayah timur, tentu saja ilmu kepandaian Thai-kek Seng-jin sudah mencapai tingkat tinggi sekali dan tenaga sinkangnya juga amat hebat, apa lagi karena dia merupakan seorang ahli sihir pula Dan tongkat di tangannya itu terbuat dari pada bambu Sisik Naga bagian bawah yang amat kuat dan tebal, berwarna hijau kekuningan dan berlekuk-lekuk dan
agak melilit seperti badan seekor naga kecil.
Gin San maklum bahwa lawannya adalah seorang yang lihai, maka diapun tidak mau main main dan menghadapinya dengan penuh perhatian. Dia memusatkan perhatiannya pada gerakan lawan dan menghindarkan diri dari ancaman tongkat yang berubah menjadi sinar kehijauan bergulung-gulung itu dengan mengandalkan ginkangnya yang istimewa. Tubuhnya berkelebat ke sana-sini sehingga lenyaplah bentuk tubuhnya, yang nampak hanya bayangannya saja yang beikelebatan di antara sinar-sinar hijau itu. Semua orang yang melihat pertandingan ini, kecuali Kok Beng Thiancu dan Ling Ling, merasa pening saking cepatnya gerakan dua orang itu. Kok Beng Thiancu kagum bukan main sampai berkali kali memuji karena belum pernah dia, kecuali Gan Ai Ling, melihat seorang muda yang memiliki kepandaian sehebat ini. Sedangkan Ling Ling juga memandang kagum karena dia dapat mengikuti gerakan kedua orang itu dan harus diakuinya bahwa pemuda itu memang hebat ilmu silatnya. Dia merasa tertarik sekali dan ingin dia menguji kepandaian pemuda itu dengan kepandaiannya sendiri. Akan tetapi dia ingin melihat dulu kesudahan dari pertandingan antara pemuda itu melawan Thai-kek Seng-jin yang dia tahu juga amat lihai
Memang hebat sekali pertandingan antara, kedua orang itu. Akan tetapi melihat kenyataan bahwa kalau ketua Pek-lian-kauw itu menggunakan senjatanya yang paling diandaikan sedangkan lawannya hanya bertangan kosong sudah menunjukkan bahwa tingkat kepandaian pemuda itu sesungguhnya lebih tinggi dari pada tingkat ilmu silat Thai-kek Seng-jin! Dan memang sebenarnya demikianlah, ilmu ilmu yang diwarisi oleh Gin San dari mendiang Maghi Sing adalah ilmu ilmu silat yang amat hebat. Setelah lewat seratus jurus menghadapi senjata tongkat yang lihai itu mengandalkan ginkangnya, Gin San tahu bahwa kalau dia tidak mengeluarkan ilmu simpanannya, biarpun dia tidak akan kalah, namun tentu akan makan waktu agak lama untuk merobohkan lawan yang ulet dan berpengalaman ini. Akan tetapi, ilmu simpanannya, yaitu Cap-sha Tong thian (Tiga belas Pukulan Menggetarkan Langit) adalah ilmu yang amat luar biasa, dan sekali dipergunakan tentu akan menewaskan lawan, maka dia tidak mau sembarangan mengeluarkannya kalau tidak terpaksa.
Dan dia tidak ingin memperdalam permusuhan dengan Pek-lian-kauw. Akan tetapi, melihat tongkatnya masih juga belum berhasil, ketua Pek lian kauw itu marah sekali dan dia mengeluarkan suara melengking tinggi dan kini tongkatnya berubah gerakannya, lebih ganas dan aneh karena dia kini juga mengeluarkan ilmu simpanan dari Pek-lian-kauw yang hanya dikuasai oleh golongan ketua perkumpulan itu. Ilmu ini adalah Pek-lian-sin-kun tingkat atas, yang hanya diajarkan kepada para ketua cabang dari Pek-lian-kauw saja. Ilmu Pek lian-sin kun dapat dimainkan dengan tangan kosong atau dengan senjata apapun juga, memiliki perkembangan yang luas dan gerakannya disesuaikan dengan ilmu sihir sehingga hanya dapat dikuasai oleh para ketua cabang Pek-lian-kauw. Karena gerakannya diselingi kekuatan sibir, maka tentu saja amat berbahaya.
Naga Sakti Sungai Kuning Karya Kho Ping Hoo Harta Karun Jenghis Khan Karya Kho Ping Hoo Pedang Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo