Ceritasilat Novel Online

Kisah Tiga Naga Sakti 37


Kisah Tiga Naga Sakti Karya Kho Ping Hoo Bagian 37



Melihat kakek itu turun ke atas tanah dan napas kakek itu agak terencah, giranglah hati Ouw Sek, dan dia mengeluarkan bentakan nyaring, terus menubruk ke depan dan melakukan serangan bertubi tubi dengan tongkatnya. Dia menotok, menusuk, memukul dan tongkatnya berobah menjadi sinar bergulung gulung yang mengeluarkan suara bercuitan mengerikan.

   "Plak-plak-plak-plakl"

   Kedua tangan Bu Heng Locu menangkis dengan sibuk ketika kembali dia meloncat dan melindungi tubuhnya dengan jalan menangkis. Akan tetapi karena tubuhnya berada di udara, tentu saja pertemuan tenaga itu membuat dia terlempar ke belakang. Memang sukarlah bagi kakek itu untuk dapat menandingi bekas muridnya sendiri yang lihai itu. Pertama, dia tidak dapat lagi mengandalkan kedua kakinya dan betapapun lihainya seorang ahli silat, kalau dia sudah tidak dapat mengandalkan kuda kuda, tentu saja dia kehilangan kekuatannya. Pokok kekuatan adalah pada kedua kaki dan kini ke dua kakinya lumpuh. Biarpun dia dapat mengandalkan ginkangnya untuk berloncatan, namun tenaga selagi tubuh melayang ini tentu saju tidak dapat terlalu diandalkan untuk melawan tenaga lawan yang dapat memasang kuda kuda yang amat kuat.

   Namun, kematangan ilmu kepandaian silat dari Bu Heng Locu benar-benar hebat. Biarpun dia berkali-kali terpental dan terlempar, namun sampai lewat seratus jurus belum juga Ouw Sek mampu merobohkannya.Wajah kakek itu sudah amat pucat dan napasnya makin memburu!

   "Ha ha ha. Bu Heng Locu. mengapa engkau begitu bodoh? Menyerahlah dan sahkan aku sebagai ketua Beng kauw, dan engkau akan kuangkat menjadi penasihat, dari pada engkau mati konyol di tanganku!"

   Ouw Sek membujuk, bujukan yang lebih ditujukan untuk memukul batin bekas suhu itu.

   Serangan dengan kata-kata ini memang hebat sekali akibatnya. Terdengar Bu Heng Locu berteriak dan muntah darah. Itulah akibat dari kemarahan yang meluap-luap! Kemudian dengan nekat sekali kakek ini mengeluarkan suara melengking panjang dan tubuhnya kembali mencelat ke atas dan dia sudah menubruk dengan nekat tanpa memperdulikan lagi pertahanan dirinya! Melihat ini, Ouw Sek tertawa, memasang kuda kuda sekuatnya dan mengerahkan seluruh tenaganya, lalu menyambut kedua tangan suhunya itu dengan dorongan tangan kiri dan hantaman tongkat yang dipegang tangan kanan.

   "Plakk! Dessss"".!"

   Tubuh kakek itu terlempar dan terbanting keras ke atas tanah. Kakek itu terluka parah di sebelah dalam tubuhnya! Akan tetapi, Ouw Sek juga tergetar hebat sehingga"

   Wajahnya berobah pucat, sungguhpun dia tidak sampai terluka.

   Ouw Sek yang maklum bahwa bekas gurunya itu belum tewas, dan selama kakek itu belum tewas tentu akan menjadi penghalang baginya, cepat meloncat ke depan dan tangan kirinya bergerak untuk memberi pukulan terakhir. Tangan kirinya menyambar dahsyat ke arah kepala Bu Heng Locu yang sudah tidak mampu untuk mengelak atau menangkis lagi.

   "Dukkk!!"

   Ouw Sek merasakan lengannya yang tertangkis itu nyeri dan terpental, tanda bahwa penangkis itu memiliki tenaga sinkang yang amat kuat. Dia cepat mengangkat muka memandang dan terkejutlah dia melihat bahwa penangkisnya adalah seorang pemuda tampan yang usianya baru antara duapuluh tahun! Hampir dia tidak percaya menghadapi kenyataan ini maka sejenak dia hanya memandang dengan mata terbelalak heran. Di samping kekagetan dan keheranannya, juga Ouw Sek merasa khawatir kalau-kalau para anggauta Beng-kauw akan serentak maju menentangnya. Dia tidak gentar menghadapi pengeroyokan mereka semua, akan tetapi kalau semua anggauta Beng-kauw menentangnya, unuk apa dia menjadi ketua? Maka dia lalu mencabut keluar bendera pusaka atau Bendera Keramat yang disimpannya dibalik jubahnva. Nampak cahaya berkilauan ketika bendera putih itu dia kibarkan.

   "Sebagai pemegang Bendera Keramat, aku perintahkan seluruh anggauta Beng-kauw untuk berlutut!"

   Teriakannya nyaring sekali dan mengandung wibawa besar karena dikeluarkan dengan pengerahan khikang yang amat kuat hingga sebagian besar dari para anggauta Beng-kauw sudah menjatuhkan diri berlutut dengan kaki menggigil.

   Akan tetapi, Ouw Sek mengerutkan alisnya dan menatap tajam ketika dia melihat betapa pemuda yang tadi menangkisnya dan kini masih berdiri menghadangnya seperti hendak melindungi Bu Heng Locu, tersenyum saja memandangnya.

   Aku perintahkan kepadamu untuk berlutut menghormati Bendera Keramat!"

   Bentak Ouw Sek penuh wibawa. Akan tetapi pemuda tampan itu memperlebar senyumnya dan tiba-tiba pemuda itu mengeluarkan sebuah benda dari balik bajunya, dan sekali dia menggerakkan tangannya, nampaklah cahaya berkilauan dan sebuah bendera putih yang sama dengan yang dipegang oleh Ouw Sek nampak berkibar! Kiranya pemuda itu adalah Coa Gin San! Seperti telah kita ketahui, pemuda ini telah mewarisi Bendera Keramat dari mendiang gurunya, yaitu Maghi Sing, dan dia menjadi pimpinan tertinggi atau ketua dari Beng-kauw wilayah utara.

   Setelah Gin San yang hendak mengunjungi pendekar Gan Beng Han mendapat kenyataan akan kematian gurunya dan isteri gurunya, kemudian mencari pembunuhnya dan mendapat kenyataan ketika dia menyerbu Pek-lian-kauw bahwa wanita pembunuh gurunya yang menjadi ketua Im-yang-kauw itu telah mati, pemuda ini lalu melanjutkan perrjalanannya, menuju ke selatan untuk memenuhi pesan mendiang Maghi Sing. Dia akan menghadapi ketua dari Beng-kauw pusat di selatan yang menurut Maghi Sing adalah paman guru dari tokoh Beng-kauw itu. Selain memperkenalkan diri sebagai ahli waris dari Maghi Sing, juga Gin San bermaksud untuk minta kitab-kitab Beng-kauw yang asli agar dia dapat mengembalikan Beng-kauw wilayahi utara itu ke dalam jalan yang benar Akan tetapi, betapa kagetnya ketika dia tiba di perkampungan Beng-kauw itu, dia melihat peristiwa yang hebat itu, yaitu pemberontakan seorang murid murtad yang lihai.

   Kedatangannya terlambat sehingga selain Lima Penasihat Tua telah tewas di tangan Ouw Sek, juga paman dari mendiang gurunya. Bu Heng Locu, telah terkena pukulan hebat dan terancam nyawanya ketika Ouw Sek melancarkan pukulan terakhir. Maka tanpa banyak cakap lagi dia segera turun tangan menangkis Kalau tadinya dia hanya diam saja dan mendengarkan percecokan itu adalah karena dia masih meragu dan tidak tahu apa yang terjadi, siapa yang salah dan dia adalah seorang asing yang tidak mengenal siapapun di situ. Kini dia telah mendapat gambaran siapa adanya Ouw Sek yang lihai itu dan orang macam apa dia itu, maka diapun tanpa ragu ragu lagi turun tangan menentangnya.

   "Manusia keji, Bendera Keramat Beng kauw adalah sebuah benda yang dikeramatkan dan untuk menghukum murid-murid yang murtad, akan tetapi engkau telah meremehkan dan menodakan Bendera Keramat itu untuk melakukan kejahatan dan kekejian!"

   Mendengar ucapan Gin San yang nadanya penuh teguran itu, semua orang terkejut terutama sekali Ouw Sek yang sama sekali tidak mengira bahwa masih ada bendera keramat lain dan kini berada di tangan pemuda asing yang logat bicaranya menunjukkan bahwa pemuda ini datang dari daerah utara.

   "Siapa engkau!"

   Bentaknya marah.

   "Dari mana engkau mencuri Bendera Keramat itu?"

   Mendengar ini Gin San tersenyum mengejek.

   "Kiranya engkau tidak lebih hanya seorang pencuri kaliber kecil yang selalu memaki orang lain pencuri. Engkaulah yang mencuri Bendera Keramat itu, sedangkan aku memperoleh dari mendiang suhuku sebagai ahli waris."

   "Siapa suhumu?"

   "Suhu yang terhormat dan yang sudah meninggal dunia adalah Maghi Sing"".."

   Terdengar seruan-seruan kaget ketika para anggauta Beng-kauw mendengar disebutnya nama ini. Maghi Sing adalah seorang tokoh besar Beng-kauw, dan biarpun terhitung murid keponakan dari Bu Heng Locu, namun terkenal memiliki kepandaian yang tinggi dan menjadi tokoh dari Beng-kauw wilayah utara dan timur. Tentu saja Ouw Sek juga terkejut dan dia ini bukan saja telah mendengar nama Maghi Sing, bahkan pernah dia bertemu dengan orang yang masih terhitung suhengnya itu. Maghi Sing adalah murid dari supeknya, dan dia tahu betapa lihainya Maghi Sing. Akan tetapi kekagetan ini berbalik berobah menjadi kegirangan ketika dia mendengar dari pemuda ini bahwa suhengnya yang lihai itu telah meninggal dunia. Memang dia agak gentar mendengar nama Maghi Sing, akan tetapi kalau suhengnya itu telah meninggal dunia dan yang berada di depannya ini hanyalah seorang pemuda yang menjadi murid suhengnya itu, tentu saja dia tidak takut.

   "Bagus sekali! Orang muda yang gagah, siapakah namamu?"

   "Namaku Coa Gin San"".

   "

   "Gin San, sungguh senang hatiku mendengar bahwa Beng-kauw wilajah utara dan timur telah dipimpin oleh seorang muda seperti engkau!"

   Ouw Sek memotong.

   "Memang sudah tiba waktunya Beng kauw harus dipimpin olehi orang-orang muda, dan kini yang di wilalayah utara engkau pimpin, sedangkan pusatnya di selatan ini aku yang memegangnya. Kita akan dapat bekerja sama memajukan Beng-kauw yang sudah terlepas dari cengkeraman orang-orang kolot yang kuno!"

   "Hemm, aku tidak sependapat denganmu, orang she Ouw""."

   "Coa Gin San, engkau tidak tahu siapa aku! Mendiang gurumu, Maghi Sing itu adalah suhengku.dia adalah murid dari supek! Jadi engkau ini masih terhitung murid keponakanku sendiri!"

   "Orang she Ouw, paman guru macam apa engkau ini? Engkau telah membunuhi tokoh tokoh tua dari Beng kauw, bahkan engkau telah melawan dan memukul guru sendiri. Tidak, engkau bukan paman guruku, engkau bukan murid Beng-kauw, engkau adalah seorang murtad yang telah mencuri Bendera Keramat Beng-kauw dan karenanya harus dihukum!"

   Suasana menjadi tegang sekali. Semua murid Beng-kauw mengikuti percakapan dan perbantahan itu, termasuk Bu Heng Locu sendiri yang terluka dan kini sudah bersila dengan muka pucat, akan tetapi tidak pernah lengah, memperhatikan munculnya seorang muda yang mengaku murid Maghi Sing dan yang kini dengan beraninya menentang Ouw Sek yang amat lihai itu.

   "Coa Gin San!"

   Ouw Sek membentak marah.

   "Ingat, aku adalah paman gurumu sendiri! Engkau berani melawan paman gurumu?"

   Gin San tersenyum.

   "Hemm, orang she Ouw, andaikata benar engkau ini paman guruku, maka engkau telah memberi contoh kepadaku. Engkau telah melawan gurumu sendiri maka kalau sekarang engkau dilawan murid keponakanmu sendiri, bukankah hal itu sudah adil dan patut? Orang she Ouw, keadaan kita sama, engkau memegang Bendera Keramat yang kaudapatkan dengan jalan mencuri sedangkan aku pun memegang Bendera Keramat yang kudapatkan dari warisan mendiang suhu. Maka, tidak ada hal yang dibuat penasaran lagi dan aku menantangmu untuk bertanding, engkau sebagai seorang murid murtad, dan aku sebagai seorang-murid pembela Beng-kauw!"

   Tentu saja wajah Ouw Sek menjadi merah saking marahnya. Anak ini terlalu sombong, pikirnya. Tentu saja dia tidak takut menghadapi bocah itu yang menurut usianya patut menjadi anak atau muridnya, dan menurut kedudukanpun adalah, murid keponakannya. Maka diam diam dia lalu mengerahkan tenaga sinkang dan mempergunakan kekuatan pada pandang matanya dengan Ilmu Sin-gan Hoat lek, bermaksud untuk menyihir Gin San dan menaklukkan pemuda itu.

   Tiba-tiba Ouw Sek berteriak dengan suara yang berpengaruh, karena dia telah mempergunakan ilmu sihirnya.

   "Coa Gin San, aku adalah wakil gurumu! Berlututlah engkau kepadaku"

   Gin San sudah tahu bahwa lawannya mempergunakan sihir, akan tetapi dia tidak mengelak bahkan dengan berani dia balas memandang sambil mengerahkan tenaga pada pandang matanya pula, tanpa mengucapkan kata-kata, namun melawan kekuatan sihir itu dengan tenaga saktinya.

   Ouw Sek terkejut ketika merasa betapa dari sinar mata Gin San itu keluar tenaga yang amat dahsyat, yang membuat matanya terasa pedih dan penat, jangankan dia dapat menguasai pemuda itu, bahkan dia merasa amat lelah dan hampir dia tidak dapat bertahan untuk tidak memejamkan matanya. Tahulah dia bahwa pemuda itu ternyata memiliki kekuatan sihir yang amat kuat pula dan dia tidak akan mampu menaklukkan pemuda itu dengan kekuatan sihir. Dia memang tahu bahwa dalam hal ilmu sihir, mendiang Maghi Sing adalah seorang yang ahli, bahkan kabarnya tidak kalah lihai dalam hal sihir dibandingkan dengan Bu Heng Locu sendiri.

   Akan tetapi, tiba-tiba kedua kakinya seperti dipaksa untuk berlutut dan ketika dia memperhatikan, tahulah dia bahwa diam-diam Bu Heng Locu yang sudah terluka itu mempergunakan kekuatan sihir untuk membantu Gin San dan menyerangnya! Hal ini amat mengejutkan dan tiba tiba Ouw Sek mengeluarkan lengking nyaring untuk membuyarkan tekanan ilmu sihir itu kepadanya, daa lengking itu disusul dengan gerakan tubuhnya yang sudah menyerang Gin San dengan tongkat emasnya! Mendengar suara bercicit dibarengi sinar kuning emas yang berkeredepan menyambar ke arahnya, tahulah Gin San bahwa lawannya ini benar-benar lihai sekali. Dia cepat mengelak dan dari bawah, tangannya bergerak menangkis.

   "Plakkk!"

   Gin San meloncat ke belakang dengan kaget karena telapak tangannya terasa dingin sekali seperti bersentuhan dengan es, dan ada tenaga yang menggetarkan lengannya Seketika dia menangkis tongkat emas tadi. Terdengar Ouw Sek tertawa mengejeknya dan orang she Ouw itu sudah meloncat, mengejar dan mengirim serangan lagi yang lebih hebat.

   "Trakkk!"

   Gin San kini menggunakan suling yang sudah dicabutnya untuk menangkis tongkat itu sambil mengerahkan tenaga dan biarpun dia masih merasa betapa tenaga lawan membuat lengannya tergetar hebat, namun dengan suling itu dia lebih dapat mengimbangi tenaga lawan yang disalurkan lewat tongkat emas. Suling ini sebenarnya merupakan benda yang disukai oleh Gin San. Sejak kecil dia suka meniup suling, maka dia tidak pernah berpisah dari sulingnya, dan baru sekarang dia terpaksa mempergunakan sulingnya untuk senjata. Tangan kirinya juga sudah melolos sabuk rantai peraknya, karena dia tahu akan lihainya lawan.

   Ketika serangan pertama dari tongkat emasnya itu dapat ditangkis lawan, Ouw Sek makin marah dan sambil mengeluarkan gerengan seperti harimau marah dia sudah menerjang lagi dengan hebat. Gin San menggerakkan suling dan rantai peraknya, menangkis dan membalas serangan lawan. Terjadilah pertandingam yang amat hebat dan seru, yang diikuti oleh pandang mata semua orang yang berada di situ dengan hati penuh ketegangan. Bu Heng Locu sendiri yang telah terluka hebat dan tidak mungkin membantu Gin San, hanya memandang pula penuh harapan Dia sudah mendengar semua pembantahan tadi dan dia meletakkan harapannya untuk menolong Beng kauw kepada pemuda tampan yang masih terhitung cucu muridnya itu.

   Kalau benar pemuda itu telah mewarisi ilmu kepandaian Maghi Sing, dapat diharapkan pemuda itu akan mampu menandingi Ouw Sek karena dia tahu keponakan muridnya itu memiliki kepandaian istimewa. Tadi ketika Ouw Sek menyerang Gin San dengan ilmu sihir, dia melihat bahwa murid Maghi Sing itu dapat mengimbangi Ouw Sek, dan dalam pertandingan sihir tentu saja dia masih dapat membantu. Akan tetapi dalam pertandingan ilmu silat, dia sama sekali tidak akan dapat membantu karena begitu dia bergerak dan mengerahkan sinkang, berarti dia membunuh diri sendiri. Dia berada dalam keadaan tidak sehat, dan pukulan yang dideritanya tadi amat hebat, bahkan sekarangpun hampir dia tidak kuat menahannya.

   Harapan Bu Heng Locu itu tidak begitu dikecewakan karena ternyata dalam gebrakan-gebrakan selanjutnya, Gin San mampu menangkis, mengelak dan balas menyerang dengan sama dahsyatnya. Karena dua orang yang sedang bertanding itu sealiran, maka mereka saling mengenal gerakan lawan, dapat menjaga diri dengan baik dan dapat balas menyerang, seolah-olah mereka adalah dua orang saudara seperguruan yang sedang berlatih silat karena gerakan dan gaya mereka sama dasarnya.

   Akan tetapi, lewat seratus jurus kemudian, terjadi perobahan. Ouw Sek mengeluarkan suara melengking nyaring dan tongkat emasnya bergerak secara aneh, mengeluarkan bunyi nyaring dan gulungan sinar keemasan makin melebar, Gin San terkejut, sulingnya diputar dan terdengar suara aneh seolah-olah suling itu ditiup dan dimainkan orang, dan dia menahan diri sebaiknya. Nimun, kini nampak jelas oleh Bu Hong Locu betapa pemuda harapannya itu mulai terdesak! Dan dia tahu, mengapa demikian. Dalam hal ilmu silat, pemuda itu benar-benar hebat dan tidak usah kalah menghadapi Ouw Sek, akan tetapi jelas bahwa pemuda yang usianya kurang lebih duapuluh tahun itu kalah matang gerakannya, dan ini berarti kalah terlatih dan kalah pengalaman! Mulailah Gin San terdesak hebat biarpun pemuda ini sudah menggerakkan suling dan rantainya untuk mempertahankan diri sebaiknya.

   "Prakkk!"

   Tiba-tiba suara suling mendenging-denging itu mati dan yang terdengar hanya bercicitnya tongkat emas, dan ternyata bahwa suling itu telah remuk! Gin San terkejut dan membuang sulingnya yang sudah tidak dapat dipergunakan sebagai senjata maupun sebagai alat musik lagi itu, dan dia harus membuang diri ke belakang dan berjungkir balik untuk menghindarkan desakan Ouw Sek yang, merasa girang melihat kemenangan ini. Ouw Sek diam-diam harus mengakui bahwa dalam diri pemuda ini dia menemukan lawan yang amat tangguh, dan andaikata dia tidak menang pengalaman dan kematangan latihan, kiranya akan sukar sekali baginya untuk dapat mengalahkan Gin San. Ada beberapa gerakan-gerakan dari pemuda ini yang tidak dikenalnya! Sebaliknya, agaknya semua gerakannya dikenal belaka oleh pemuda itu. Hanya kematangan latihan saja yang membuat dia lebih mahir dalam gerakan-gerakannya sehingga dapat mendesak lawan dan akhirnya berhasil meremukkan suling pemuda itu.

   Ouw Sek tertawa dan menggoyangkan tongkat emasnya.

   "Ha-ha, Gin San, masih belum sadarkah engkau bahwa engkau tidak akan menang melawan paman gurumu? Sayang kalau tenaga sebaik engkau sampai harus kuhancurkan. Insyaflah dan berlututlah, mari kita bersama membangun Beng-kauw yang baru dan engkau menjadi pembantuku yang baik! Kita bawa Beng-kauw menyusup sampai dalam istana!"

   Gin San tidak menjawab, bahkan kini dia menyimpan rantai perak itu, dikalungkan di pinggangnya lagi kemudian dia menggulung kedua lengan bajunya, memasang kuda-kuda dengan kedua kaki ditekuk rendah dan matanya mencorong aneh! Pemuda yang merasa penasaran ini mulai menggerakkan jurus dari ilmu rahasia atau ilmu simpanannya, yaitu Cap-sha Tong-thian! Tadinya dia tidak ingin mengeluarkan ilmu ini, apa lagi di depan para tokoh Beng-kauw karena mendiang gurunya memesan kepadanya agar kalau tidak amat penting, ilmu ini jangan sampai dipergunakan atau diperlihatkan kepada orang lain. Akan tetapi setelah dia tahu betul bahwa lawannya ini amat lihai dan dia tidak akan menang, bahkan akan terancam bahaya kalau dia melanjutkan melawannya dengan ilmu-ilmu biasa, terpaksa Gin San mulai menjalankan jurus ilmu silat luar biasa itu.

   Begitu Gin San menekuk lututnya dan menggerakkan kedua tangannya ke depan, tiba-tiba serangkum tenaga yang mendatangkan angin dahsyat menyambar ke arah Ouw Sek. Orang ini terkejut sekali dan mengelak dengan loncatan ke samping, akan tetapi secara aneh tahu-tahu tangan Gin San sudah mencengkeram lehernya dari samping. Serangan ini luar biasa dan cepat, sama sekali tidak dikenal oleh Ouw Sek.

   "Plak-plakkk!"

   Ouw Sek yang amat lihai itu masih juga dapat menyelamatkan dirinya dengan memutar tubuhnya dan menangkis dengan tongkat emasnya. Jurus luar biasa dari Cap sha Tong-thian, yang sukar ditangkis orang lain itu ternyata masih dapat dihindarkan dalam saat terakhir oleh Ouw Sek! Ini sudah membuktikan betapa lihainya tokoh murtad dari Beng kauw ini.

   Akan tetapi. Ilmu Cap-sha Tong-thian adalah ilmu aneh yang merupakan ringkasan dari semua jurus pilinan. Biarpun dapat ditangkis namun kedudukan Ouw Sek menjadi kacau dan saat itu Gin San telah mengirim serangan ke dua. Tubuhnya bergerak dengan langkah lankah ringan seperti orang menari, dan agaknya di tidak menyerang ke arah lawan, melainkan menggerakkan tubuh menghadap lain jurusan, akan tetapi tiba tiba saja tubuhnya membalik dan kedua tangan itu dari samping diluncurkan ke depan. Terdengar suara bercuit nyaring dan seramkum hawa yang tajam sekali menyambar seperti pedang pusaka ke arah dada Ouw Sek. Inilah satu di antara jurus-jurus Cap-sha Tong-thian, dan pukulan ini sama hebatnya dengan sambaran sebatang pedang pusaka yang diluncurkan secara tiba-tiba dari samping sehingga amat sukar dihadapi lawan yang bagaimana pandai sekalipun.

   "Ehhh""..!"

   Ouw Sek berteriak dan cepat dia memasang kuda-kuda, mengerahkan tenaga sinkangnya ke dalam tongkat emas dan menangkis.

   "Wuuuutttt""..plakkkk!"

   Tongkatnya berhasil menangkis, namun hawa pukulan yang mengandung angin tajam itu masih merobek ujung lengan baju dari tangan Ouw Sek yang memegang tongkat emas.

   "Brettt""..aihhh!"

   Ouw Sek terkejut bukan main dan wajahnya berobah. Dengan marah dia lalu menubruk dan memutar tongkatnya, dan kembali Gin San terdesak hebat sehingga pemuda ini terpaksa harus memutar tubuh dan berloncatan menghindar, kemudian meloncat jauh ke belakang dan sebelum lawan menerjang lagi, dia sudah merendahkan tubuhnya seperti berjongkok dan memutar-mutarkan kedua lengannya. Muncullah angin pukulan yang berpusing seperti terjadi angin puyuh yang kuat menyambar ke arah Ouw Sek. Itulah jurus ke tiga dari Cap-sha Tong-thian dan kembali Ouw Sek mengeluarkan seruan kaget.

   Serangan ini hebat bukan main, lebih hebat dari pada serangan pertama dan ke dua tadi dan makin heranlah Ouw Sek. Belum pernah selamanya dia melihat jurus-jurus aneh seperti itu. Namun, karena dia adalah seorang yang sudah mendapat gemblengan seorang sakti dan sudah mematangkan ilmu-ilmunya, dia masih dapat memutar tongkatnya dan berusaha melawan keras dengan keras. Akan tetapi, biarpun dia dapat juga menangkis serangan ke tiga ini, tidak urung tubuhnya terhuyung-huyung ke belakang dan hanya setelah dia membuat loncatan dengan pok-sai (jungkir balik) beberapa kali baru dia dapat mengatur keseimbangan tubuhnya dan berdiri lagi dengan mukai berkeringat! Bu Heng Locu menderita hebat sekali dan dia sudah amat lemah, bahkan penglihatannya sudah mulai kabur.

   Samar-samar dia masih melihat betapa pemuda murid Maghi Sing yang diharapkannya itu melakukan serangan dengan jurus-jurus yang amat aneh. Akan tetapi dia sudah terlampau lelah dan pening, dia khawatir kalau-kalau pemuda itu tidak akan mampu menanggulangi kelihaian Ouw Sek, maka dengan pengerahan tenaga terakhir, ketua Beng kauw mengambil keputusan bulat dan berteriak, suaranya nyaring penuh wibawa.

   "Semua anggauta Beng-kauw, aku sebagai ketua kalian memerintahkan kalian majuuuuu! Demi keselamatan Beng-kauw, serbu dan hancurkan manusia she Ouw yang jahat ini!"

   Menerima komando ini, serentak limapuluh lebih anak buah Beng-kauw itu bergerak, mencabut senjata masing-masing dan menyerbu ke arah Ouw Sek yang baru saja terhindar dari serangan Gin San yang ke tiga dan masih terhuyung-huyung. Melihat ini, Ouw Sek menjadi gentar. Andaikata di situ tidak ada Gin San yang ternyata lihai luar biasa itu, tentu saja dia tidak takut menghadapi pengeroyokan para anggauta Beng-kauw, atau sebaliknya andaikata limapuiuhan orang itu tidak maju mengeroyok, dia tentu akan melanjutkan penandingannya dengan Gin San dan belum tentu dia akan kalah. Akan tetapi, seorang Gin San saja sudah merupakan lawan tangguh yang sukar sekali dirobohkan, apa lagi kalau ditambah limapuluhan orang anggauta Beng-kauw! Dengan marah dan kecewa sekali dia meloncat ke belakang, jauh sekali dan melarikan diri setelah dia berseru dengan nyaring,

   "Coa Gin San, tunggu saja".! Akan tiba saatnya aku menghadapimu dan menghancurkanmu!"

   Gin San tidak mengejar, demikian pula pari anggauta Beng-kauw, karena Gin San maklum bahwa lawannya itu benar-benar amat lihai sekali. Belum pernah dia menemui lawan yang sedemikian lihainya! Gin San lalu menghampiri tempat di mana Bu Heng Locu masih duduk bersila di atas rumput dan pemuda ini lalu menjatuhkan dirinya berlutut.

   "Susiok-couw, harap maafkan kedatangan teecu yang mengganggu,"

   Katanya.

   Kakek itu bernapas berat sekali, membuka kedua mata yang sayu, lalu berkata dengan lirih.

   "Bagus". engkau"..engkaulah yang bertugas membersihkan Beng-kauw".. aku serahkan padamu, Coa"". Gin San""."

   Dan kakek itu tidak melanjutkan kata-katanya, ke dua matanya terpejam dan dia masih tetap dalam keadaan duduk bersila, akan tetapi napasnya telah putus!

   Melihat ini, Gin San memberi hormat sambil berlutut dan berkata lirih pula.

   "Teecu akan mentaati pesan susiok-couw, dan selamat jalan, semoga susiok-couw mendapatkan jalan terang"

   Semua anak murid Beng-kauw menjatuhkan diri berlutut menghadap ke arah jenazah yang masih duduk bersila itu dan mereka tenggelam ke dalam kedukaan, apa lagi yang tewas bukan hanya sang ketua, melainkan juga Lima Penasihat Tua dan empat orang murid utama. Sekaligus Beng-kauw telah kehilangan sepuluh orang tokoh besarnya, maka tentu saja Beng kauw mengalami perkabungan yang amat hebat.

   Gin San yang amat dihormati oleh sisa para murid utama dari Beng-kauw, menghadiri upacara pembakaran jenazah sampai selesai. Setelah selesai, tiga orang murid Bu Heng Locu, yaitu Kwan Liok dan dua orang sutenya minta kepadanya agar dia suka memegang tampuk pimpinan Beng-kauw di selatan, bahkan yang juga menjadi pusat dari pergerakan Agama Beng-kauw. Akan tetapi Gin San menolaknya dengan halus.

   "Harap para susiok (paman guru) suka memaafkan saya. Bukan sekali-kali bahwa saya tidak mentaati pesan terakhir dari susiok-ouw. Sama sekali tidak. Saya bahkan akan berusaha membersihkan Beng-kauw diutara yang banyak menyeleweng dari pada kebenaran. Akan tetapi di samping itu, saya tidak suka untuk duduk di suatu tempat tertentu, saya masih ingin banyak merantau. Oleh karena itu, saya usulkan agar Beng-kauw di selatan ini dipimpin oleh Kwan-susiok."

   Gin San memang merasa kagum kepada Kwan Liok yang tadi telah dilihatnya sebagai seorang gagah yang berani membela Beng-kauw dan gurunya secara mati-matian. Dia percaya bahwa di bawah pimpinannya, perkumpulan itu tentu akan berjalan di jalan yang benar. Kini dia dapat melihat bahwa Beng-kauw adalah perkumpulan yang dipimpin oleh orang-orang gagah perkasa, seperti susiok-couwnya yang tewas, lima orang kakek penasihat dan para murid susiok-couwnya yang semua terdiri dari orang-orang gagah. Betapa jauh bedanya antara tiga orang ketua Beng-kauw di utara itu kalau dibandingkan dengan para pimpinan Beng-kauw di selatan ini!

   (Lanjut ke Jilid 38)

   Kisah Tiga Naga Sakti (Cerita Lepas)

   Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 38

   Karena pemuda gagah perkasa dari utara itu menolak kedudukan pimpinan Beng-kauw dengan alasan-alasan tepat, maka akhirnya semua anggauta menerima usul itu, mengangkat Kwan Liok menjadi pengganti ketua Beng kauw, sedangkan kedua orang sute dari Kwan Liok diangkat menjadi penasihat, mendampingi sang ketua baru. Gin San sendiri lalu mohon diri kembali ke utara setelah dia dibekali dengan kitab-kitab tentang Agama Beng-kauw yang lengkap untuk bahan pelurusan jalannya Beng-kauw di utara. Pemuda ini berangkat ke utara kembali dengan diantar oleh para pimpinan Beng-kauw sampai di tepi wilayah Beng-kauw.

   Semenjak sejarah dicatat orang, manusia di dunia ini sudah sejak dahulu kala berusaha untuk menghindarkan kesengsaraan hidup dan mencari kebahagiaan hidup. Manusia melihat kenyataan betapa kehidupan penuh dengan duka dan sengsara, dan melihat pula bahwa yang mendatangkan kedukaan itu adalah perbuatan perbuatan yang dinamakan jahat. Oleh karena itu, manusia berusaha menentang kejahatan dengan pelajaran-pelajaran tentang kebaikan, melalui berbagai macam agama, tradisi dan kebudayaan. Namun, kenyataan pahit membuktikan bahwa sampai kini, usaha itu masih berjalan terus dan nampaknya tidak banyak mendatangkan hasil baik! Kejahatan masih merajalela, kalau tidak mau dikatakan makin menjadi-jadi, permusuhan, kebencian, pertentangan, baik antara pribadi, antara golongan, maupun antara bangsa bukan mereda bahkan makin meluas. Usaha ribuan tahun telah gagal. Manusia, sampai saat ini, masih menderita duka sengsara, masih menghayati kehidupan di dunia yang penuh kebencian dan permusuhan!

   Kebaikan tidak mungkin dapat dipelajari! Kebahagiaan tidak mungkin dapat dipupuk, cinta kasih tidak mungkin dapat dilatih. Kebaikan dalam setiap tindakan dengan sendirinya ada, apabila kejahatan telah bersih dari dalam diri, dari dalam batin, bukan kebaikan yang dibuat, melainkan kebaikan yang wajar, seperti kebersihan yang ada setelah kekotoran lenyap. Seribu satu macam pelajaran tentang kebaikan, laksaan bait ujar-ujar tentang kebaikan hidup, tentang bagaimana kita harus mennjadi orang baik, hanya merupakan teori-tori kosong belaka, pelajaran yang mati dan kenyataannya semua pelajaran itu hanya menjadi alat untuk membanggakan diri sebagal orang yang pandai, alat untuk berdebat dengan orang lain tentang kebajikan dan sebagainyn, alat pemanis bibir agar dianggap sebagai orang bijaksana dan pandai!

   Yang penting bukanlah menghafal segala macam kata mutiara, kata suci tentang filsafat dan kebatinan, melainkan membuka mata dengan penuh kewaspadaan mengenal diri pribadi. Semua pelajaran tentang kebatinan, kata-kata muluk yang dirangkai indah, semua itu seperti pakaian yang indah dan bersih belaka. Apa artinya pakaian indah bersih dipakai oleh badan kita yang kotor! Mengenal diri sendiri berarti membuka mata memandang dan melihat kekotoran diri sendiri mengenal segala kebencian, iri hati, dengki, kesombongan, kegelisahan, kekecewaan dan sebagainya yang memenuhi batin kita sendiri. Selama semua ini masih memenuhi batin kita, mana mungkin kita mau bicara tentang kebajikan, tentang kebahagiaan, tentang cinta kasih.

   Berbuat baik bukan sebagai hasil latihan adalah suatu kewajaran, dan hal ini baru mungkin apabila ada landasan cinta kasih. Kalau sudah begini, keindahan dan kebahaginan hidup tidak perlu lagi dikejar-kejar! Karena di dalamnya sudah terdapat keindahan, sudah terdapat kebahagiaan! Cinta kasih dan kebahagiaan tidak dapat dipisah-pisahkan, demikian pula dengan apa yang dinamakan kebaikan. Tanpa adanya cinta kasih, di mana mungkin ada kebaikan? Tanpa adanya cinta kasih, di mana mungkin ada kebahagiaan? Kebaikan tanpa cinta kasih adalah kebaikan buatan yang dibaliknya bersembunyi pamrih memperoleh ganjaran atau imbalan, dan karenanya bukan lagi kebaikan namanya, melainkan suatu cara dari usaha memperoleh keuntungan berupa ganjaran atau imbalan itulah.

   Perbuatan baik dengan dasar cinta kasih adalah perbuatan wajar yang oleh yang berbuat sendiri tidak disadari sebagai suatu kebaikan! Di dalam perbuatan seperti ini terkandung keindahan dan kebahagiaan. Kebahagiaan tanpa cinta kasih hanya merupakan kesenangan belaka, kesenangan badaniah maupun batiniah yang diikuti oleh kebosanan, kekecewaan, kekhawatiran dan keinginan untuk memperoleh lebih banyak lagi, yang menyeret kita ke dalam lingkaran setan dari senang dan susah.

   Coa Gin San melakukan perjalanan yang jauh itu tanpa merasa lelah karena dia menikmati semua pemandangan baru di sepanjang jalan. Dia tidak mengambil jalan yang sama dengan ketika dia pergi ke selatan. Perjalanan pulang ini dilakukannya melalui sepanjang pantai timur.

   Akhirnya, pada suatu senja yang sunyi, tibalah dia di tepi pantai Po-hai, di depan guha-guha yang menjadi sarang Beng-kauw. Akan tetapi, dapat dibayangkan betapa kaget dan herannya melibat bahwa tempat itu sunyi sekali tanpa ada manusianya seorangpun dan yang ditemui hanyalah kerangka-kerangka, manusia berserakan di depan gua-gua itu!

   "Apakah yang telah terjadi?"

   Bisiknya dan dia berlari ke sana-sini, memasuki guha-guha, berteriak-terik memanggil, namun dia tidak melihat seorangpun. Biarpun tidak ada orang yang menceritakan, melihat keadaan di tempat itu, melihat kerangka-kerangka berserakan itu tengkorak-tengkorak yang bermata kosong dan hitam lebar itu seolah-olah sudah bercerita banyak. Dia dapat menduga bahwa tentu terjadi pertempuran besar di tempat itu, dan melihat dari sisa pakaian yang masih ada di sekitar tempat itu, dia tahu bahwa tulang-tulang berserakan itu adalah kerangka-kerangka dari para anggauta Beng-kauw! Diam-diam dia menghitung dan ternyata jumlah kerangka manusia itu ada puluhan banyaknya! Dia merasa ngeri dan kini pertanyaan itu keluar dengan nyaring dari mulutnya,

   "Apa yang telah terjadi??"

   Tiba-tiba terdengar suara lirih, suara seperti rintihan panjang. Sekali menggerakkan tubuhnya, Gin San sudah meloncat ke arah suara itu dan dia berhadapan dengan seorang laki-laki yang terbongkok-bongkok. Jelas bahwa orang ini menderita kesakitan hebat dan begitu melihat Gin San, dia lalu menjatuhkan diri berlutut sambil menangis!

   Gin San melihat bahwa orang itu adalah seorang di antara anggauta Beng-kauw, akan tetapi melihat keadaannya, dia tahu bahwa orang ini selain menderita luka di sebelah dalam tubuhnya, juga menderita gangguan pada otaknya, agaknya karena takut, atau karena batinnya terguncang hebat, atau karena dia menderita pukulan pada kepalanya.

   "Apa yang terjadi""..?"

   Gin San bertanya sambil

   mengguncang pundak orang itu dengan halus.

   "Celaka"". celaka"".. semua habis"".semua binasa"".."

   "Siapa yang tewas?"

   Gin San bertanya, maklum bahwa orang ini tidak dapat diajak bicara dengan panjang lebar.

   "Tiga orang ketua kita"".. semua tewas, dan banyak anggauta kita...".habis sudah""

   Sebagian lagi melarikan diri"""."

   "Siapa yang membunuh tiga orang ketua?"

   "Seorang wanita"""

   Cantik"".. ketua Im-yang-kauw"""

   Dan banyak anggauta Im-yang-pai..."". hu-hu-huuukkk"".."

   Dan orang itupun menangis terisak-isak.

   Keterangan itu sudah cukup bagi Gin San. Tentu fihak Im-yang pai telah datang dan membalas dendam! Dia menarik napas panjang. Karena gara-gara tiga orang ketua Beng kauw yang menyeleweng, maka Beng-kauw telah melakukan fitnah curang sehingga Im-yang pai diserbu pemerintah dan banyak anak buah Im-yang-pai yang tewas. Kini, Im-yang pai datang membalas dendam. Hal ini sudah wajar. Kematian tiga orang ketua Beng-kauw juga tidak mengherankan. Tiga orang tua itu menyeleweng dan kalau sampai terbunuh, hal itupun adalah karena kesalahan mereka sendiri. Tidak ada hal yang patut dibuat penasaran dengan terjadinya penyerbuan Im-yang kauw atau Im-yang-pai itu. Akan tetapi, sebagai seorang anak murid Beng kauw, tentu saja dia merasa penasaran kalau belum bertemu dengan wanita pembunuh tiga orang ketua Beng-kauw itu, untuk diajak bertanding. Kalau dia tidak turun tangan, tentu Beng-kauw akan dipandang rendah oleh dunia kang-ouw.

   "Coba kuperiksa lukamu!"

   Katanya dan tanpa menanti jawaban, dia sudah memegangi lengan orang itu dan tahulah dia bahwa orang itu menderita luka pukulan yang cukup parah. Maka Gin San lalu menempelkan tangan kirinya di punggung orang itu, mengerahkan sin-kang untuk mengobati luka di sebelah dalam itu dengan hawa sakti melalui tapak tangannya.

   Setelah selesai, dia lalu mengajak orang itu membantunya mengumpulkan semua tulang, ditumpuknya di atas kayu-kayu kering yang ukup banyak, kemudian dia membakar semua tulang itu sampai habis menjadi abu. Pekerjaan ini dilakukannya semalam suntuk dengan bantuan orang itu. Setelah selesai, dia minta kepada orang itu untuk meniaga bekas sarang Beng-kauw, kemudian setelah dia menyembunyikan kitab-kitab Beng-kauw di dalam sebuah guha kecil yang ditutupnya dengan batu besar, Gin San lalu meninggalkan pantai Po-hai itu untuk pergi mencari wanita yang telah memimpin anak buah Im-yang-pai menyerbu Beng-kauw. Dia teringat akan wanita muda yang sakti, yang pernah bergebrak selama beberapa jurus dengannya ketika dia menyelidiki ketua Im-yang-kauw di sarang Pek-lian-kauw. Maka ke sarang Pek-lian-kauw itulah dia pergi.

   Pada suatu pagi yang sejuk, tibalah dia di atas sebuah bukit. Dari tempat yang agak tinggi di tepi Sungai Huang-ho ini dia dapat melihat ke bawah sana, ke dataran hijau di mana terdapat sarang Pek-lian-kauw yang merupakan sebuah perkampungan kecil di lembah sungai itu, di kaki Pegunungan Tai-hang-san. Akan tetapi dia bukan seorang yang ceroboh. Gin San tahu bahwa setelah melakukan penyerbuan yang berhasil kepada Beng-kauw itu tentu saja fihak Im-yang-kauw berjaga-jaga dengan hati-hati, mengkhawatirkan pembalasan dari fihak Beng-kauw. Oleh karena itu dia tidak berani sembarangan memasuki daerah musuh itu.

   
Kisah Tiga Naga Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Dia harus lebih dulu menyelidik karena sesungguhnya dia tidak bermaksud menyerbu Im-yang-kauw. Tidak ada alasan baginya untuk memusuhi Im-yang-kauw hanya karena penyerbuan Im-yang-kauw (terhadap) Beng-kauw. karena hal itu dianggap sudah semestinya dan tidak boleh dibuat penasaran. Im-yang-kauw telah membalas dendam dan perkara sebaiknya dihabiskan sampai di situ saja. karena Beng-kauw sudah menebus kesalahannya ketika melakukan fitnah. Akan tetapi dia datang untuk menemui wanita Im-yang-kau yang telah membunuh tiga orang ketua Beng kauw, untuk ditandinginya, agar Beng-kauw tidak dipandang rendah. Kalau dunia kang ouw mendengar bahwa Beng-kauw hancur oleh seorang wanita, tentu nama besar Beng kauw akan runtuh. Maka dia harus menemui wanita itu dan ditantangnya untuk bertanding!

   Untuk menyelidiki di mana adanya wanita yang dicarinya itu, Gin San lalu mengambil jalan memutar. Dari atas bukit itu nampak olehnya betapa di sebelah utara perkampungai Pek-lian-kauw itu terdapat sebuah hutan yang amat besar dan lebat, dan jalan masuk ke perkampungan itu kesemuanya terbuka, kecuali yang dari hutan itu, maka dia mengambil keputusan untuk memasuki Pek-lian-kauw melalui hutan lebat itu. Dengan mempergunakan ilmunya berlari cepat, dia memutari perkampungan itu dan memasuki hutan yang gelap dan lebat itu.

   Tiba-tiba pendengarannya yang tajam dapat menangkap suara yang tidak wajar, suara yang tidak pantas terdengar di dalam hutan itu. Kalau yang bersuara itu ayam hutan atau burung atau binatang hutan, tentu hal ini tidak akan menarik perhatiannya, akan tetapi yang didengarnya adalah suara isak tangis seorang wanita! Tentu saja amat aneh mendengar suara tangis wanita di dalam hutan yang demikian lebat dan gelapnya. Akan tetapi suara itu datang dari tempat yang agak jauh, dari sebelah dalam hutan, dan hanya kebetulan terdengar olehnya, tertangkap oleh pendengarannya ketika angin yang lewat membawa suara tu. Dengan hati-hati Gin San berindap-indap mendekat ke arah datangnya suara itu.

   Gin San makin terheran ketika dia melihat adanya sebuah pondok kecil mungil di dalam hutan yang gelap itu, sebuah pondok yang berdiri tersembunyi di antara pohon-pohon besar, sebuah pondok yang kelihatan masih baru, tentu baru beberapa bulan pondok itu dibuat orang. Catnya masih baru dan keadaan di situ sunyi sekali, yang terdengar hanya suara isak tangis yang kini terdengar makin jelas, bukan dari dalam rumah, melainkan dari belakang rumah itu. Gin San menyelinap dengan hati-hati, tidak menimbulkan suara apa-apa, memutari rumah itu dan sampai di bagian belakang rumah. Di antara pohon-pohon itu, di atas rumput hijau yang tebal, dia melihati seorang wanita tengah duduk menangis terisak isak!

   Gin San menyelinap di balik semak-semak, mengintai dengan penuh keheranan. Memang sukar dipercaya untuk menemukan seorang wanita yang amat cantik jelita, berpakaian serba hijau dari sutera halus tipis, rambutnya panjang digelung ke atas, seorang wanita yang sepatutnya berada di dalam istana, kini berada seorang diri di tempat sunyi itu. Dan melihat keadaannya, wanita itu tidaklah muda remaja lagi, sungguhpun sukar untuk menaksir usianya, karena dia amat cantik seperti seorang gadis yang usianya baru dua puluhan tahun, akan tetapi tarikan muka dan sinar matanya yang sedang bersedih itu membayangkan usia yang sudah matang. Betapapun juga, diam-diam Gin San harus mengakui bahwa jarang dia bertemu dengan seorang wanita secantik itu, dengan bentuk tubuh yang demikian menggairahkan, penuh dan padat lembut di balik pakaian sutera hijau yang membayangkan lekuk lengkung tubuhnya. Karena ingin melihat lebih jelas wajah yang menunduk dan terisak itu, Gin San mendoyongkan tubuhnya dan gerakan ini menimbulkan sedikit suara pada daun kering yang terpijak olehnya.

   Tiba-tiba saja wanita itu menggerakkan tangannya dan sebuah benda kecil hitam menyambar ke arah Gin San dengan kecepatan kilat! Pemuda itu tentu saja terkejut bukan main, sama sekali tidak pernah menduga bahwa wanita itu ternyata dapat mendengar suara daun terpijak itu, apa lagi menyerangnya secara demikian tiba-tiba dan cepat. Akan tetapi dengan tenang dia mengulur tangan dan menangkap benda hitam yang menyambarnya, dan ternyata tu adalah sebuah batu kecil yang dipergunakan wanita itu untuk menyerangnya. Pada saat itu, wanita cantik tadi telah bergerak meloncat dan telah tiba di depannya, memandangnya dengan sepasang mata yang lebar dan indah, penuh keheranan, akan tetapi juga membayangkan kekhawatiran dan kemarahan.

   "Engkau"". mata-mata busuk yang bosan hidup!"

   Wanita itu berkata dan begitu tangannya bergerak, nampak sinar hitam berkelebat menuju ke arah leher Gin San.

   Pemuda itu kembali terkejut bukan main. Sinar hitam itu adalah sehelai sabuk hitam yang dipergunakan oleh wanita itu untuk menyerangnya dan melihat gerakan sabuk itu, tahulah Gin San bahwa wanita itu lihai bukan main, memiliki kekuatan sinkang yang membuat sabuk yang lemas itu menjadi senjata yang ampuh dan serangan itu saja sudah merupakan serangan maut yang amat berbahaya. Maka diapun tidak berani lengah, cepat dia miringkan kepala dan tubuhnya mengelak, lalu melangkah ke belakang sambil berkata,

   "Maaf". aku bukan mata-mata""..!"

   Akan tetapi wanita itu agaknya merasa penasaran bukan main melihat betapa pria muda remaja yang diserangnya itu dapat menghindarkan diri sedemikian mudahnya dari serangan sabuknya tadi. Tidak banyak tokoh kang-ouw yang dapat menghadapi serangan sabuknya semudah itu. Maka dia mendesak lagi, kini sinar hitam itu bergulung-gulung dan terdengar bunyi mengerikan, bercuitan seperti senjata tajam diputar cepat, dan secara bertubi-tubi Gin San diserang kalang-kabut oleh wanita baju hijau itu!

   "Eh, eh""..nona, tunggu dulu".. mengapa hendak membunuhku mati-matian?"

   Gin San berloncatan mengelak dan menggunakan kedua tangannya untuk menyampok. Terpaksa dia harus mengerahkan sinkangnya untuk menangkis ujung sinar hitam itu yang ternyata amat kuat dan berbahaya. Karena tangkisan-tangkisannya, setiap kali ujung sabuk bertemu dengan tangannya, sabuk itu membalik sehingga wanita itu nampak terkejut bukan main.

   "Engkau telah melihatku, melihat pondokku, engkau harus mampus!"

   Teriaknya lagi dan kembali dia menyerang, sekali ini bukan hanya sabuk yang menjadi sinar hitam itu yang menyerang, akan tetapi juga tangan kirinya memukul dan menotok dengan gerakan cepat dan mengandung penuh tenaga dahsyat!

   Barulah Gin San benar-benar tidak berani memandang ringan. Tahulah dia bahwa dia berhadapan dengan seorang wanita yang memiliki tingkat tinggi dalam ilmu silat. Maka diapun tidak banyak cerewet lagi dan selain mengelak dan menangkis, dia kinipun membalas serangan lawan!

   Terjadilah pertandingan yang amat seru di bawah pohon-pohon itu, tanpa disaksikan oleh manusia lain. Demikian cepat gerakan mereka sehingga tubuh mereka lenyap berobah menjadi bayangan-bayangan yang amat cepat, dan angin-angin pukulan membuat daun-daun pohon rontok dan debu beterbangan! Namun, karena dia tidak mengenal wanita ini dan tidak mempunyai permusuhan apapun dengan wanita ini, biarpun dia membalas serangan lawan, Gin San tidak bermaksud membunuhnya atau melukainya. Serangan-serangan balasan yang dilakukannya terbatas sekali.

   "Tahan dulu!"

   Tiba-tiba Gin San berseru, Dia tahu bahwa tingkat kepandaian wanita ini seimbang dengan tingkat kepandaian tiga orang ketua Beng-kauw yang telah tewas, bahkan mungkin lebih tinggi karena sabuk hitamnya itu lihai bukan main, maka timbul dugaannya bahwa jangan-jangan wanita ini adalah tokoh Im-yang-kauw yang telah membunuh tiga orang ketua Beng-kauw itu!

   "Apakah engkau orang Im-yang-kauw?"

   Wanita itu meloncat ke belakang, kini sepasang matanya yang bening itu memandang kepadanya penuh kagum dan kaget. Sukar dia dapat percaya ada seorang pemuda yang dapat menandinginya sampai limapuluh jurus dengan tangan kosong begitu saja!

   "Kalau aku orang Im-yang kauw kenapa, dan kalau bukan bagaimana?"

   Wanita itu membentak dan memandang tajam. Gin San harus mengakui bahwa wanita ini, yang dia taksir tentu berusia kurang lebih tigapuluh tahun namun masih amat cantik jelita dan amat menarik hati. Sepasang matanya begitu indah dan jeli, mulutnya yang bergerak-gerak ketika bicara itu demikian manis dan penuh daya tarik, bibir itu kalau bicara seperti menantang untuk dicumbu.

   Gin San menarik napas panjang. Betapa banyaknya orang-orang lihai di dunia ini. Wanita muda yang dijumpainya di Pek-Iian-kauw dahulu itupun lihai bukan main, dan kini wanita cantik inipun hebat!

   "Kalau engkau bukan orang Im-yang kauw, aku tidak ada urusan antara kita dan tidak semestinya kita bertempur. Akan tetapi kalau engkau ketua Im-yang-kauw, atau seorang tokoh Im-yang-kauw yang pernah menyerbu Beng-kauw dan membunuh tiga orang ketua Beng-kauw, maka kebetulan sekali karena aku memang sedang mencarimu!"

   Pandang mata wanita itu penuh selidik dan kembali sinar matanya mengandung kekaguman besar. Setelah amarahnya mereda ia melihat bahwa pemuda di depannya ini selain lihai bukan main, juga masih amat muda dan berwajah tampan, bersikap gagah perkasa!

   "Mau apa engkau mencari ketua Im-yang-kauw yang membunuh tiga orang ketua Beng-kauw? Apakah engkau orang Beng-kauw yang hendak membalas dendam?"

   Gin San tersenyum dan wanita itu makin tertarik.

   "Terus terang saja, aku memang seorang dari Beng-kauw, toanio. Akan tetapi aku tidak mendendam atas kematian tiga orang ketua Beng-kauw, dan aku menganggap penyerbuan Im-yang-kauw ke Beng-kauw itu sudah sewajarnya. Berg-kauw telah menebus kesalahannya terhadap Im-yang-kauw yang mengakibatkan Im-yang-kauw diserbu pasukan kerajaan. Nah, sekarang telah lunas semua perhitungan dan aku bahkan akan mengusahakan agar di antara kedua perkumpulan terjalin hubungan baik."

   "Kalau begitu, mengapa engkau mencari ketua Im-yang-kauw?"

   "Karena aku ingin mencoba kepandaiannya Aku ingin memperlihatkan bahwa Beng kauw tidaklah selemah yang disangka orang. Aku ingin memperkenalkan Beng kauw dan mengajak Im-yang-kauw bersahabat melalui ujian kepandaian. Apakah toanio seorang tokoh Im-yang-kauw?"

   "Bukan! Akan tetapi engkau telah melanggar tempat tinggalku yang kusembunyikan, maka engkau harus mampus!"

   Kembali wanita itu secara tiba-tiba menyerangnya dan Gin San cepat menangkis. Wanita itu terus mendesak dengan pukulan-pukulan maut secara bertubi tubi sehingga terpaksa Gin San melayaninya menangkis, mengelak dan membalas serangan itu dengan penuh semangat karena dia tahu akan kelihaian lawan.

   Akan tetapi kini Gin San lebih banyak mendesak. Pemuda ini menduga bahwa sedikit banyak wanita lihai ini tentu mempunyai hubungan dengan Im yang kauw. Buktinya, selain wanita ini berkepandaian tinggi, juga wanita ini tinggal di dekat perkampungan yang menjadi sarang bersama antara Pek-lian-kauw dan Im-yang-kauw, juga tadi wanita itu nampaknya tertarik mendengar tentang urusannya dengan Im-yang-kauw. Maka, dia harus memperlihatkan kepandaiannya agar wanita ini dapat menceritakan kepada orang-orang Im-yang-kauw bahwa Beng-kauw tidaklah selemah yang mereka kira! Ketika dia melakukan perjalanan pulang ke utara, di tengah jalan dia telah membuat lagi sebatang suling bambu. Memang alat musik ini merupakan kegemarannya dan setiap kali dia berhenti dan duduk termenung dia tentu memainkannya. Kini, menghadapi sabuk yang amat lihai itu, Gin San lalu mencabut keluar sulingnya dan terdengarlah suara suling seperti ditiup dan dimainkan orang ketika pemuda ini menggerakkannya.

   Wanita itu mengeluarkan seruan kaget dan juga penuh kagum ketika tiba-tiba dia melihat gulungan sinar hijau yang dibarengi suara suling ditiup mengalun tinggi rendah seirama dengan gerakan pemuda itu. Dia terdesak mundur dan tiba-tiba dia menggerakkan tangannya yang memegang sabuk. Sabuk itu seperti seekor ular hidup melingkar dan membelit suling, kemudian tangan kiri wanita itu menampar ke arah kepala Gin San. Pemuda ini sudah memperhitungkan serangan ini, maka sambil tersenyum diapun menggerakkan tangan kirinya.

   "Plakk!"

   Dua telapak tangan bertemu di udara dan wanita baju hijau itu mengeluarkan seruan kaget bukan main ketika merasa betapa telapak tangannya melekat pada telapak tangan lawan! Betapapun dia berusaha melepaskannya, dia gagal dan akhirnya dia malah mengerahkan tenaga untuk mendorong lawan. Namun, tenaganya amblas dihisap oleh telapak tangan lawan. Dan mulailah terasa hawa yang hangat memasuki telapak tangannya. Tiba-tiba muka wanita itu menjadi merah sekali, jantungnya berdebar kencang dan matanya setengah terpejam. Gerakan hawa sinkang itu menimbulkan kehangatan dan mengguncangkan perasaannya, menimbulkan rangsangan berahi!

   "Ahhh""

   Aku"". aku mengaku kalah""

   Dia merintih, matanya yang setengah terpejam itu memandang kepada wajah Gin San, dan mulutnya yang manis tersenyum malu-malu penuh daya tarik. Gin San tersenyum, kebengalannya timbul,

   "Hemm, kalau benar mengakui kalah, apa buktinya?"

   Sambil bicara, Gin San masih mengerahkan sinkangnya, mengirim getaran ketubuh lawan im melalui telapak tangan sehingga wanita itu menjadi semakin merah mukanya, napasnya agak terengah.

   "Aku menyerah"". bukti apa yang kau kehendaki? Aku menyerah kalah"".."

   Kata wanita baju hijau itu, terengah engah, mulutnya agak terbuka dan lidahnya menjilat bibir seperti kepala seekor ular kecil berwarna merah.

   Gin San memandang ke arah bibir itu, lalu berkata.

   "Kalau engkau menyerah, harus kau buktikan dengan ciuman"".!"

   Kenakalan timbul dan jantungnya berdebar, teringat dia akan pengalaman-pengalamannya ketika dia menciumi wanita-wanita, pertama Liang Hwi Nio, kemudian Yo Giok Hong, janda berusia tigapuluh lima tahun yang masih cantik itu, dan terakhir Tio Bi Cin, dara remaja puteri janda itu. Akan tetapi, tiga orang wanita itu hampir tidak ada artinya kalau dibandingkan dengan wanita baju hijau yang memiliki daya tarik luar biasa ini. Sepasang mata yang hampir terpejam itu sejenak terbelalak, kedua pipi itu menjadi makin merah dan senyumnya melebar, memperlihatkan deretan gigi yang putih berkilauan.

   "Bagaimana, maukah engkau?"

   Gin San bertanya sambil menambah kekuatan sinkangnya.

   "Oohhhh"".."

   Wanita itu mengeluh, tubuhnya tergetar hebat.

   "Mengapa tidak mau? Engkau begini tampan dan gagah perkasa""..,tapi"".. bagaimana aku dapat melakukannya kalau aku tidak mampu menggerakkan tanganku"".."

   Gin San tertawa dan menyimpan kembali tenaganya. Wanita itu merintih lagi dan tiba-tiba kedua tangannya seperti dua ekor ular merangkul leher Gin San, sabuk itu melibat pinggang pemuda itu dan dengan penuh semangat wanita baju hijau itu lalu mencium bibir Gin San dengan bibirnya yang terengah dan hangat.

   Gin San terperanjat bukan main. Sudah tiga kali dia pernah mencium wanita, akan tetapi belum pernah dia merasakan yang seperti ini! Biarpun janda Yo Giok Hong juga mencium dengan hangat dan berani, akan tetapi kalau dibandingkan dengan wanita ini, sungguh teramat jauh bedanya. Ciuman wanita ini demikian beraninya, demikian merangsangnya sehingga membangkitkan berahinya, membuatnya berkobar-kobar! Bukan hanya bibir lunak hangat itu yang mencium, dengan getaran-getaran yang menggigilkan, akan tetapi juga lidahnya, dan kedua tangannya mencengkeram pundak dan rambutnya, dan tubuh wanita itu menempel ketat sehingga terasa olehnya geseran-geseran tubuh itu, dan dari dalam dada wanita itu membubung naik rintihan-rintihan yang tersumbat oleh bertemunya bibir mereka.

   Gin San merasa betapa jantungnya berdebar kencang, kedua kakinya menggigil dan dia pasti akan roboh terguling kalau tidak dipeluk erat-erat oleh wanita itu. Mereka terpaksa melepaskan bibir karena napas mereka hampir putus, terengah-engah, saling pandang dengan mata terbelalak, dan wanita itu lalu mendekap tubuh Gin San, menyembunyikan wajah di dada pemuda itu.

   "Ahhhh""..kau jantan"". ahhhh"".aku"".. aku tergila-gila kepadamu!"

   Gin San masih terbelalak dan terengah, merasa aneb. Akan tetapi kembali wanita itu mengangkat muka, menarik lehernya dan kembali ciuman maut yang membuat dia seperti diseret angin badai berpusing dan membawanya membubung tinggi jauh di antara awan-awan! Gin San tidak tahu lagi bagaimana mereka memasuki pondok mungil itu. Dia seperti tidak ingat apa-apa lagi, seperti lumpuh segala kemauannya, dan dia menurut saja dibuai dan dibujuk rayu. Memang wanita itu pandai sekali merayu. Rayuan maut yang membuat Gin San seperti terpesona dan terpengaruh oleh sihir. Padahal, sebagai seorang ahli sihir dia tahu bahwa dia tidak disihir oleh wanita itu, melainkan tersihir oleh nafsu yang menggelora, membuat dia ingin sekali tahu dan mengalami hal-hal yang telah lama dibayangkannya dalam mimpi. Gin San merasa seperti dalam mimpi.

   

Bayangan Bidadari Karya Kho Ping Hoo Si Teratai Merah Karya Kho Ping Hoo Pedang Sinar Emas Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini