Kisah Tiga Naga Sakti 39
Kisah Tiga Naga Sakti Karya Kho Ping Hoo Bagian 39
"Aku mendengar betapa ada golongan-golongan yang menentang pemerintah, dan karena di antara golongan-golongan itu terdapat nama Im-yang-pai dan Beng-kauw, maka aku lalu mengambil keputusan untuk membantu pemerintah. Aku mendengar betapa Im-yang-pai bersekutu dengan Pek-lian-kauw dan bersarang di sini, maka aku lalu memimpin pasukan besar bersama para perwira lain dan aku lalu menyerbu ke sini. Sungguh tak kusangka bahwa di sini aku akan dapat bertemu dengan kalian!"
Sian Lun sama sekali tidak merasa perlu untuk menceritakan tentang Ci Siang Hwee dan Thio thaikam yang menjadi musuh besar mendiang ayah bundanya.
"Ah, jelaslah kalau begitu persoalannya Mengapa suheng memimpin pasukan pemerintah untuk menyerbu tempat ini. Sekarang giliranmu, sumoi. Ceritakanlah bagaimana engkau sampai dapat memiliki ilmu kepandaian sehebat itu dan bahkan menjadi seorang tokoh dari Im-yang-kauw dan Pek-lian kauw!"
Kata Gin San. Dua orang pemuda itu tertarik sekali dan ingin sekali tahu mengapa Ling Ling menjadi pelindung Im-yang-kauw malah. Dara itu menarik napas panjang, lalu dia bercerita.
Ling Ling menceritakan bahwa dia dibawa pergi oleh gukongnya sendiri, yaitu Lui Sian Lojin, kemudian dihadapkan kepada sucouwnya, atau kakek buyut gurunya, Bu Eng Lojin, dan menjadi murid kakek sakti ini sehingga kakek gurunya sendiri lalu menjadi suhengnya! Dia menceritakan pula betapa dia mencari musuh besarnya, pembunuh ayah bundanya, yaitu Kim-sim Niocu, atau Im-yang kauweu dan dalam suatu pertempuran yang adil satu lawan satu akhirnya dia berhasil menewaskan musuh besarnya itu.
"Pertemuan itu diusahakan oleh ketua Pek-lian-kauw, dan melihat keadaan Im-yang kauw yang sebanarnya tidak bersalah mengingat pula bahwa tewasnya ayah bundaku adalah dalam pertandingan adil melawan Im-yang kauweu, maka aku bersimpati dengan mereka. Apa lagi karena mereka adalah perkumpulan-perkumpulan yang berjiwa patriot menentang pemerintah yang lalim, cocok sekali dengan watak mendiang ayah bundaku. Oleh karena itulah, maka aku lalu membantu mereka untuk menghadapi pemerintah, dan terutama sekali untuk menghadapi Beng kauw yang menjadi biang keladi kematian ayah bundaku. Dan karena engkau adalah murid susiok Siangkoan Lee, maka aku tetap adalah sumoimu dan kita tetap seperguruan, twa suheng."
Dia mengakhiri ceritanya itu sambil memandang Sian Lun.
Akan tetapi Sian Lun mengerutkan alisnya mendengar penuturan terakhir itu. Dia girang bahwa Ling Ling ternyata telah menjadi murid Bu Eng Lojin, kakek sakti kakak seperguruan dari gurunya sendiri itu, dan girang bahwa Ling Ling berhasil menewaskan pembunuh orang tua dara itu, akan tetapi mendengar dara itu membantu Pek-lian kauw untuk menentang pemerintah, sungguh dia terkejut sekali.
"Sumoi, engkau telah kena dibujuk dan ditipu oleh Pek-lian kauw! Memang bagi Im-yang-kauw masih perlu diselidiki lebih dahulu apakah perkumpulan itu memberontak dan jahat, akan tetapi Pek-lian-kauw semenjak dahulu adalah perkumpulan jahat yang selain memberontak juga mengelabui rakyat dengan kedok perjuangan!"
"Dan Im-yang-kauwcu yang telah kau tewaskan itu, seperti apakah dia, sumoi? Apakah dia seorang wanita cantik yang tinggal sendirian di dalam pondok di hutan tak jauh dari sini? Aku pernah bertemu dia"".."
Gin San tak dapat melanjutkan kata-katanya karena mukanya telah berobah merah karena malu, dan pada saat itu, mereka bertiga berloncatan bangun karena melihat munculnya belasan orang yang mempergunakan ilmu beilari cepat menuju ke tempat itu Kiranya mereka itu adalah Kok Beng Thiancu.
Thai-kek Seng-jin dan pembantunya lt Gan Thiancu, lalu Gu Lam Sing tokoh Uighur yang lihai itu, lalu belasan orang-orang campuran, yaitu tokoh-tokoh Im-yang pai, Pek-lian-kauw, dan Uighur. Dan di antara mereka itu terdapat wanita yang amat dikenal oleh Gin San, yaitu Tang Kim Hwa. akan tetapi kini Tang Kim Hwa mengenakan pakaian putih dari sutera halus yang mencetak tubuhnya, dengan sabuk hitam dan nampak amat cantik dalam pakaian sederhana itu! Akan tetapi begitu melihat wanita ini, Ling Ling terkejut bukan main, mukanya pucat, matanya terbelalak dan dia menudingkan telunjuknya ke arah wanita itu sambil berkata, suaranya gemetar,
"Kau"". kau..hidup lagi""?"
Im-yang-kauwcu tersenyum manis dengan sikap mengejek.
"Aku hidup lagi untuk menghukummu, Gan Ai Ling, karena engkau telah bersekutu dengan musuh!"
"Sumoi, kau dibohongi! Dia tidak pernah mati! Dialah yang mengaku bernama Tang Kim Hwa kepadaku!"
"Tapi""
Tapi"""
Aku sendiri membunuhnya dalam pertempuran"".!"
Ling Ling masih pucat dan suaranya gemetar . Terdengar suara tertawa, suara ketawa ini mengandung wibawa hebat sehingga menggetarkan jantung Ling Ling dan Sian Lun. Mereka terkejut sekali dan suara ketawa itu disusul oleh suara Thai-kek Seng-jin.
"Tiga orang muda bodoh, lebih baik kalian menyerah! Lihatlah, kalian tidak mungkin dapat melawan kami. Berlututlah kalian!"
Tiga orang muda itu mengangkat muka memandang dan ketika Thai-kek Seng-jin melantarkan tongkat bambu Sisik Naga itu ke atas, maka tongkat itu berobah menjadi seekor naga hijau yang membuka mulut mengerikan! Ling Ling dan Sian Lun terbelalak, akan tetapi terdengarlah suara halus Gin San di belakang mereka.
"Suheng, sumoi, itu hanya sulapan, kuatkan tenaga batinmu untuk menolak!"
Ling Ling dan Sian Lun mengerahkan sin-kang , akan tetapi biarpun mereka tidak takut lagi, bayangan naga itu masih mengancam,
"Hmmm, kakek tua bangka dari Pek-lian-kauw, setelah aku berada di sini, engkau masih hendak berlagak main sulap untuk menakuti anak kecil?"
Dia mendorong dengan telapak tangan terbuka ke arah "naga"
Itu dan runtuhlah tongkat itu, disambut kembali oleh tangan Thai kck Scng-jin yang mengenal Gin San sebagai pemuda yang pernah menyerbu Pek-lian-kauw dan yang memiliki kekuatan sihir yang amat kuat itu. Maka marahlah dia dan dengan tongkatnya itu dia menyerang Gin San, sedangkan yang lain lain-pun menyerbu dan mengepung serta mengeroyok tiga orang muda itu. Terjadilah perkelahian yang amat seru dan hebat, di mana tiga orang muda itu mengamuk seperti tiga ekor naga sakti mengamuk di angkasa!
Gin San dikeroyok dua oleh Thai-kek Seng-jin dan pembantunya yang lihai, yaitu It Gan Thiancu. Keduanya mempergunakan tongkat dan memang dua orang ini lihai, terutama sekali Thai-kek Seng-jin. Namun Gin San tidak jerih dan dia sudah mencabut keluar sulingnya dan sabuk rantai peraknya, memutar dua senjata itu sehingga terdengar suara suling itu seperti dimainkan dan ditiup mengeluarkan nada tinggi rendah yang aneh. Karena menghadapi lawan yang pandai sihir, maka kedua fihak tidak dapat mengandalkan sihir untuk membantu teman-teman, melainkan mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaian untuk merobohkan lawan yang lihai ini.
Ling Ling yang marah sekali karena merasa tertipu dan dipermainkan, mungkin dengan ilmu sihir, pikirnya, sudah menerjang Im-yang-kauwcu dengan sengit. Im yang-kauwcu cepat mengelak dan mengeluarkan senjatanya yang ampuh, yaitu sabuk hitamnya. Kok Beng Thiancu juga menerjang maju dengan sepasang pisau belatinya, membantu puterinya karena dia maklum akan kelihaian nona muda itu.
Sian Lun hendak membantu sumoinya, akan tetapi dia sudah dihadang oleh Gu Lam Sing yang dibantu oleh tokoh-tokoh Im yang kauw dan Pek-lian-kauw yang lain sehingga sebentar saja Sian Lun sudah dikepung dan dikeroyok oleh belasan orang banyaknya! Sian Lun mengamuk hebat, mempergunakan Sin-liong-jiauw-kang dan dalam beberapa jurus saja dia sudah berhasil merobohkan tiga orang pengeroyok dan melemparkan mereka sampai terbanting tanpa dapat bangkit kembali.
Sungguh pertempuran itu amat hebatnya. Karena dikeroyok, maka Gin San dan Ling Ling memperoleh tandingan yang seimbang, bahkan dua orang ini harus mengerahkan seluruh kepadaian untuk dapat bertahan dan jangan sampai terdesak, karena lawan mereka memang lihai. Gin San masih dapat mengatasi dua orang pendeta Pek-lian-kauw itu, akan tetapi Ling Ling agak terdesak oleh Im-yang-kauwcu dan ayahnya. Ayah dan anak ini selain lihai, juga mereka menggunakan senjata sedangkan Ling Ling hanya bertangan kosong saja, Memang, dengan ginkangnya yang amat luar biasa, yang terlalu cepat bagi dua orang lawannya, dara ini selalu dapat mengindarkan diri dari semua serangan mereka, namun serangan balasannya juga selalu gagal karena sinar sabuk hitam yang bergulung-gulung itu selalu menghadangnya dan sebelum dia berhasil menangkap ujung sabuk hitam, selalu ada pukulan Thian lui-sin-ciang yang hebat atau belati-belati yang berbahaya itu menyambarnya.
Ketika pertempuran sedang berlangsung dengan seru dan mati-matian, tiba-tiba terdengar suara gaduh pettempuran lain yang lebih besar. Mula-mula Sian Lun terkejut dan mengira bahwa Ong-ciangkun telah mengerahkan pasukan menyerang lagi, akan tetapi ternyata bukan, karena yang bertempur itu adalah orang-orang Im-yang-kauw yang tiba-tiba saja menyerang orang-orang Pek-lian-kauw! Apakah yang terjadi?
Penyerangan itu dipimpin oleh Cin Beng Thiancu, ji-pangcu atau ketua nomor dua dari Im-yang-pai. Seperti diketahui, Im-yang-pai sesungguhnya bukanlah perkumpulan yang jahat atau yang berambisi untuk memberontak terhadap pemerintah, sungguhpun memang harus diakui bahwa tokoh tokoh Im-yang-pai tidak suka kepada pemerintah atau penguasa. Yang dianggap musuh atau saingan dalam penyebaran agama adalah Beng-kauw, dan aliran-aliran agama lain. Ketika terjadi fitnah yang dilakukan oleh Beng-kauw sehingga mengakibatkan Im-yang-kauw diserbu pemerintah, para tokoh Im-yang-kauw dan Im-yang-pai, kecuali Cin Beng Thiancu, merasa sakit hati kepada pemerintah dan karena itu maka mudahlah bagi mereka untuk terkena hasutan Pek-lian-kauw. Akan tetapi tidak demikian dengan Cin Beng Thiancu.
Kakek yang keras hati, bengis memegang teguh peraturan dan juga jujur ini, tidak mau terbujuk oleh Pek-lian-kauw dan dia hanya tujukan kemarahannya kepada Beng-kauw saja. Oleh karena inilah maka dia juga melakukan penyelidikan dan akhirnya dia datang ke sarang Beng-kauw bersamaan dengan munculnya dua orang muda tokoh Im-yang-kauw, yaitu Liang Kok Sin dan Liong Hwi Nio. Seperti telah diceritakan di bagian depan, dua orang kakak beradik ini tidak membalaskan kematian ayah mereka, dan akhirnya mereka tertawan oleh Beng kauw namun dapat diselamatkan dan dibebaskan oleh Gin San. Sedangkan Cin Beng Thiancu melakukan perlawanan terluka berat oleh Kwan Cin Cu, seorang di antara ketua Beng kauw utara. Cin Beng Thiancu sebagai seorang gagah, mengakui kekalahannya dan pergi membawa lukanya yang berat.
Kakek tokoh Im-yang-pai ini mengobati lukanya dan bertapa di puncak sebuah bukit kemudian setelah dia memperdalam ilmunya, dia kembali ke Im-yang-pai yang ternyata kini telah menjadi sekutu Pek-lian kauw. Melihat ini, dia mencoba membujuk suhengnya, yaitu Kok Beng Thiancu, untuk melepaskan diri dari persekutuan itu. Di samping ini, juga dia mencela keras sikap keponakannya, yaitu Im-yang-kauwcu yang menggunakan siasat membohongi Gan Ai Ling sehingga kini dara itu diperalat oleh Pek lian kauw. Namun, celaannya tidak didengar oleh suhengnya sehingga dengan penasaran dan marah Cin Beng Thiancu meninggalkan Im-yang-pai, bertapa sendiri di atas bukit tidak jauh dari sarang Pek-lian-kauw dan Im-yang pai itu, diam-diam mengamati gerak gerik dan sepak terjang suhengnya dengan hati prihatin. Dia amat setia dan sayang kepada Im-yang-pai dan amat taat kepada Agama Im-yang kauw, maka hatinya terasa sakit sekali menyaksikan betapa perkumpulan agama itu diselewengkan oleh suhengnya dan keponakannya. Namun, apa yang dapat dilakukannya? Dia tidak berdaya dan melawanpun tidak akan ada gunanya.
Demikianlah, ketika dia menyaksikan penyerbuan pasukan besar dari kota raja, dia terkejut bukan main. Ketika melihat pasukan pemerintah ditarik mundur, kemudian betapa semua tokoh Pek-lian-kauw dan Im-yang.kauw bertanding melawan tiga orang muda yang amat lihai, satu di antaranya dikenalnya sebagai pemuda tokoh Beng-kauw yang amat lihai dan baik itu, yang jauh berbeda dari para tokoh Beng-kauw lainnya, Cin Beng Thiancu melihat kesempatan baik sekali untuk mencuci bersih nama Im-yang-pai! Dia melihat bahwa kekuatan pasukan pemerintah amat besar, dan memang selamanya dia tidak setuju untuk memusuhi pemerintah.
Sungguhpun dia sendiri juga amat benci kepada para pejabat pemerintah yang menindas rakyat, maka dia cepat turun tangan, mendatangi orang-orang Im-yang-kauw yang sedang bingung tak tahu apa yang harus dilakukan dan merasa jerih karena adanya pengurungan pasukan pemerintah yang amat besar, lalu memerintahkan mereka untuk menyerang orang-orang Pek-lian kauw. Dia sendiri yang memimpin penyerangan ini! Karena para tokoh Pek-lian-Kauw sedang sibuk melawan tiga orang muda yang perkasa itu, maka tentu saja Pek lian kauw tidak mampu menahan amukan Cin Beng thiancu dan orang-orangnya, banyak di antara orang-orang Pek-lian-kauw yang tewas dan sebagian lagi kabur meninggalkan tempat itu mencari keselamatan masing masing.
Pertandingan antara tiga orang muda yang gagah perkasa seperti tiga ekor naga sakti itu melawan para pengeroyoknya juga mengalami perobahan hebat. Gin San selalu dapat mendesak dua orang tokoh Pek-lian-kauw, dan Ling Ling masih dapat selalu bertahan biarpun dia dihimpit terus oleh Kok Beng Thiancu dan Bu Siauw Kim, akan tetapi Sian Lun dapat membuat para pengeroyoknya kocar kacir setelah dia berhasil merobohkan Gu Lam Sing, jagoan Uighur itu. Dengan tamparan tangan kirinya yang tepat mengenai leher Gu Lam Sing, raksasa hitam Bangsa Uighur ini terpelanting dan tewas seketika karena tulang lehernya patah. Setelah raksasa Uighur ini roboh, tentu saja para pengeroyok ini bukan apa-apa lagi bagi Sian Lun, dia mengamuk dan akhirnya dia menerjang Kok Beng Thiancu yang masih mengeroyok Ling Ling!
Gin San yang sudah merasa cukup mempermainkan dua orang Pek-lian-kauw itu, tiba-tiba menyimpan suling dan sabuk rantainya, dengan kedua tangan kosong dia lalu menghadapi dua orang kakek bertongkat itu! Akan tetapi, gerakan-gerakan kedua tangan dan kakinya aneh sekali dan ternyata dia telah menggunakan jurus Cap-sha Tong-thian yang luar biasa! Tiba-tiba dia memekik, tangannya menyambar ke depan dan terdengar suara bercuitan dan robohlah It Gan Thiancu, lehernya berlubang dan berdarah, dan kakek ini tewas seketika! Melihat ini, tentu saja Thai-kek Seng-jin terkejut bukan main, apa lagi hati ketua Pek-lian-kauw ini sudah gentar sekali melihat betapa anak buahnya diserang sendiri oleh Im-yang-kauw.
Dalam gugupnya dia berusaha untuk meloncat dan melarikan diri. Namun Gin San menubruk dengan gerakan aneh, kembali dia memekik dan kedua tangannya membuat gerakan dari kanan kiri seperti menggunting! Thai-kek Seng-jin tidak mengenal jurus aneh duri Cap-sha Tong-thian ini, tongkatnya digerakkan untuk memukul ke depan karena disangkanya pemuda itu akan menubruknya.
"Krekk!"
Tongkat itu patah-patah menjadi beberapa potong! Pucatlah wajah ketua Pek-lian-kauw itu dan dia segera menyemburkan sesuatu dari mulutnya.
Nampak sinar hitam menyambar ke arah Gin San, namun pemuda itu masih menggunakan jurus Cap-sha Tong-thian, kedua tangannya didorongkan ke depan dan sinar itu tertolak, bahkan hawa pukulan mukjijat itu langsung menghantam perut lawan. Thai-kek Seng-jin mengeluarkan pekik mengerikan dan roboh terjengkang, muntah darah dan tewas dengan mata mendelik! Sambil tertawa Gin San lalu melompat dan membantu Ling Ling. Melihat ini, Im yang kauwcu cepat mengebutkan saputangan merahnya dan bubuk merah yang harum menyambar ke depan.
"Sumoi, awas""..!"
Gin San berteriak, akan tetapi Ling Ling sudah mengenal kelihaian wanita itu dan sudah melompat ke belakang, demikian pula Gin San melangkah mundur. Kesempatan ini dipergunakan oleh Kim-sim Niocu Bu Siauw Kim untuk .meloncat jauh dan melarikan diri.
"Lari ke mana kau, iblis betina?"
Ling Ling juga meloncat
dan mengejar.
"Ling-sumoi, hati-hati""..!"
Gin San berteriak, akan tetapi pada saat itu Bu Siauw Kim sudah melemparkan sebuah benda ke arah Ling Ling. Baiknya dara ini cepat mengelak dan benda kecil itu terbanting ke atas tanah, mengeluarkan suara ledakan dan mengepulkan asap hitam tebal yang baunya keras sekali! Ling Ling terpaksa meloncat ke belakang lagi karena dia ragu-ragu untuk menerjang asap itu, khawatir kalau-kalau asap itu beracun. Akan tetapi Gin San sudah meloncat dengan jalan memutar dan ketika Ling Ling juga mengambil jalan memutar, dia sudah tidak melihat lagi ketua Im-yang-kauw dan Gin San yang mengejarnya.
Ling Ling sudah melihat kelihaian Gin San tadi, maka dia tidak khawatir kalau-kalau Gin San akan kalah oleh wanita iblis itu dan dia kembali untuk membantu Sian Lun menghadapi Kok Beng Thiancu. Melihat kakek tua itu didesak hebat oleh Sian Lun, timbul rasa kasihan di dalam hati Ling Ling. Dara ini tahu benar bahwa yang menjadi racun sesungguhnya adalah Thai-kek Seng-jin, ketua Pek-lian kauw itu yang menggunakan ilmu sihirnya menguasai ketua Im-yang pai. Dia sudah pernah tinggal di situ dan mengenal dekat Kok Beng Thiancu sebagai seorang tua yang gagah perkasa dan sama sekali tidak jahat.
"Twa-suheng, tahan""..!"
Teriaknya ketika dia melihat ketua Im-yang-pai itu terhuyung ke belakang dengan wajah pucat dan Sian Lun sudah menerjang ke depan untuk mengirim pukulan maut. Mendengar teriakan sumoinya ini, Sian Lun berhenti menyerang dan menengok ke arah Ling Ling. Dara itu memberi isyarat dengan tangannya agar su-hengnya tidak memukul kakek itu, dan dia sendiri lalu menghadapi Kok Beng Thiancu yang berdiri dengan muka pucat dan kepala ditundukkan.
"Nah, Kok Beng Thiancu. engkau hendak berkata apa sekarang?"
Kakek itu mengangkat muka memandang kepada dara itu, lalu menoleh ke arah mayat dua orang ketua Pek-lian-kauw dan Gu Lam Sing dan beberapa orang tokoh Im-yang-kauw dan Pek-lian-kauw, menarik napas panjang dan berkata.
"Kami telah bersalah, kalau lihiap hendak membunuhku, lakukanlah, sudah sepatutnya itu!"
Diam-diam Sian Lun kagum juga menyaksikan sikap yang gagah ini. Dan pada saat itu datang banyak orang Im-yang kauw ke tempat itu, dipimpin oleh Cin Beng Thiancu. Melihat ini, Kok Beng Thiancu berseru.
"Tahan, mundur kalian!"
Dia mengira bahwa Cin Beng Thiancu yang baru muncul itu bersama anak buahnya hendak membelanya dan menentang gadis itu.
Akan tetapi Cin Beng Thiancu membawa anak buah Im-yang-pai itu menjatuhkan diri berlutut di depan Ling Ling dan Sian Lun, lalu katanya dengan suara sedih.
"Harap ji-wi suka mengampuni kesalahan ketua kami, karena dia telah kena dibujuk oleh Pek-lian-kauw, dan untuk menebus kesalahan itu kami telah menyerbu dan membasmi orang-orang Pek-lian-kauw."
Ling Ling mengangguk-angguk.
"Bangkitlah kalian. Aku sudah tahu bahwa sebenarnya Im-yang-pai bukan golongan pemberontak yang jahat, hanya karena ketua Im-yang-kauw adalah seorang wanita lemah dan Kok Beng Thiancu juga terlalu memanjakan puterinya, maka Im-yang-pai sampai dapat terbujuk oleh Pek-lian-kauw. Kok Beng Thiancu, kalau engkau mau berjanji bahwa mulai sekarang engkau akan memimpin Im-yang pai ke jalan yang benar sesuai dengan ajaran Im yang kauw, maka biarlah kita habiskan saja urusan sampai di sini."
Kok Beng Thiancu menarik napas panjang lalu menjura ke arah Ling Ling.
"Sejak dahulu memang aku telah merasa menyesal sekali dengan peristiwa yang terjadi karena gara-gara Beng-kauw sehingga melibatkan kami dan meninggalnya orang tuamu, lihiap, akan tetapi aku tidak berdaya dan"".. baiklah, yang sudah biarlah lalu dan mulai sekarang aku akan mengerahkan seluruh kesanggupanku untuk membawa perkumpulan ke jalan benar."
Setelah mendapatkan persetujuan Sian Lun dan Ling Ling, dua orang kakek itu lalu mengundurkan diri dan mengurus para korban yang roboh karena pertempuran tadi. Sian Lun dan Ling Ling menanti datangnya Gin San yang tadi melakukan pengejaran terhadap Kim-sim Niocu Bu Siauw Kim. Apakah yang terjadi dengan pemuda ini? Berhasilkah dia menyusul wanita cantik itu?
Tentu saja Gin San dapat menyusui wanita itu. Dengan kepandaiannya yang tinggi, ginkangnya lebih lihai dari pada Kim-sim Niocu dan dia pun dapat menduga ke mana wanita itu akan melarikan diri, maka sebelum tiba di pondok dalam hutan itu, Gin San sudah dapat menyusulnya dan berseru.
"Kau hendak lari ke mana?"
Melihat bahwa yang mengejarnya hanya Gin San seorang, tiba-tiba wanita itu membalik, lalu menjatuhkan diri dan menangis tersedu-sedu! Gin San berdiri mengerutkan alisnya, tidak tahu harus berbuat apa terhadap wanita cantik yang menangis ini.
"Sudahlah, tidak perlu lagi menangis. Menyesalpun tidak ada artinya. Engkau adalah seorang wanita yang banyak dosa. Engkau telah menipu sumoi dan menyeret sumoi sehingga mudah saja diperalat oleh Pek-lian-kauw."
Bu Siauw Kim mengangkat mukanya yang pucat dan basah air mata, namun masih cantik sekali itu. Dengan sinar mata penuh kasih sayang dia memandang pemuda itu.
"Gin San, setelah apa yang terjadi antara kita"".haruskah kita berhadapan sebagai musuh?" "Tidak perlu kau merayu lagi, hayo kau ikut denganku sebagai tawanan, jangan sampai aku harus mempergunakan kekerasan kepadamu."
"Kau mau menggunakan kekerasan? Gin San, lupakah engkau akan hubungan antara kita kemarin yang begitu mesra? Betapa dengan pandang matamu, dengan senyummu, dengan getaran jari-jari tanganmu engkau sungguh mencintaku?"
"Diam! Engkau telah merayuku, menyeretku ke jalan sesat sehingga aku lupa diri!"
Bentak Gin San merasa menyesal sekali sekarang akan apa yang telah dilakukannya dengan wanita itu.
"Biar sumoi yarg memutuskan apa yang akan dilakukannya kepadamu!"
"Ah, Gin San"".. benarkah engkau tega kepadaku? Baiklah kuceritakan kepadamu segala yang kualami. Aku dahulu jatuh cinta kepada ayahnya, kepada pendekar Gan Beng Han"".dan diapun mencintaku, seperti""..seperti keadaan kita berdua kemarin. Lalu isterinya, ibu Ai Ling melihatnya dan karena cemburu dia lalu menyerangku mati-matian, dan dalam perkelahian itu ibunya tewas, kemudian Gan Beng Han yang menyerangkupun mati pula. Salahkah aku kalsu aku membela diri dan menang dalam perkelahian itu? Kemudian muncul Ai Ling, dia berkeras hendak membalas dendam dan membunuhku. Aku lalu menyelamatkan diri dengan pura-pura mati, salahkah pula itu? Kau melihat betapa aku merana di hutan ini, aku kehilangan cintaku, lalu muncul engkau dan aku bahagia sekali karena engkau dapat menggantikan kedudukan Gan Beng Han di hatiku, akan tetapi"".. kau"". kau"".sekarang memusuhiku pula"". uhuuuhuu huuhh""..!"
Wanita itu menangis terisak-isak, pundaknya bergoyang-goyang dan kedua tangannya menutupi mukanya. Air mata menetes netes dari celah-celah jari tangannya. Gin San menjadi tertegun. Betapapun juga, wanita ini pernah dicintanya, biarpun hanya cinta berahi saja, namun harus diakuinya bahwa wanita ini telah menempati suatu sudut tertentu di dalam lubuk hatinya. Mana mungkin dia kini tega melihat dia tersiksa atau terbunuh? Pula, kalau dipikirkan secara mendalam, kematian ayah bunda Ling Ling memang bukan disebabkan kejahatan wanita ini, melainkan karena akibat perkelahian yang cukup adil. Dan makin diingat, makin terbayanglah dia akan segala kemesraan, segala kenikmatan yang dialaminya bersama wanita ini, baru beberapa hari yang lalu, baru kemarin dulu!
"Sudahlah, kau pergilah jauh-jauh dari sini dan tinggalkan jalan sesat!"
Bu Siauw Kim mengangkat mukanya memandang kemudian dia meloncat dan merangkul Gin San, menciumi muka dan bibir pemuda itu dengan penuh kemesraan. Gin San mendorongnya halus dan berkata dengan kening dikerutkan.
"Sudahlah, pergilah engkau"".!"
"Tapi"". tapi"".. keputusanmu ini menunjukkan bahwa engkau masih cinta kepadaku. Gin San, tidak maukah engkau pergi bersamaku, meninggalkan segala keruwetan dunia ini, hidup berdua di tempat sunyi, menikmati cinta kasih kita?"
"Tidak, tidak, pergilah sebelum berobah lagi pikiranku!"
(Lanjut ke Jilid 40)
Kisah Tiga Naga Sakti (Cerita Lepas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 40
Bu Sian Kim terisak, lalu membalikkan tubuhnya dan lari dari tempat itu. Gin San menarik napas panjang, mengusap pipi dan bibirnya sambil mengeluh dalam batin karena perbuatan wanita itu tadi saja sudah membuat berahinya berkobar dan kalau dilanjutkan lebih lama sedikit saja, belum tentu dia akan kuat bertahan! Sambil menyesali dirinya sendiri yang telah menjadi demikian lemah terhadap berahi, Gin San lalu berlari, kembali ke tempat pertempuran tadi di mana dia melihat dengan heran betapa Kok Beng Thiancu dan para anak buahnya sedang membersihkan tempat itu dengan tenang. Bahkan di antara mereka nampak pula Liang Kok Sin dan Liang Hwi Nio. Gadis ini menyongsongnya, akan tetapi tidak berani memanggil, hanya memandang kepadanya dengan sinar mata berseri-seri dan bibir tersenyum manis. Gin San merasa jantungnya berdebar dan diapun balas tersenyum, lalu berlari menghampiri Ling Ling yang sedang bercakap cakap dengan Sian Lun.
"Bagaimana, ji-suheng? Wanita iblis itu".
"
"Dia lolos, sumoi. Menyesal sekali, akan tetapi aku kehilangan jejaknya"".."
"Sudahlah, setelah mendengar penuturan Ling-moi dengan jelas, kurasa seperti juga ayahnya, wanita itu bukan seorang yang terlalu jahat, mungkin hanya seorang wanita yang lemah batinnya. Dia tidak sengaja membunuh paman Gan Beng Han dan bibi, dan juga kalau memang dia jahat, tentu dia tidak hanya membohongi sumoi dengan berpura-pura mati, akan tetapi berbuat lebih hebat dari itu karena sumoi telah terpedaya oleh ketua Pek-lian-kauw dengan ilmu sihirnya."
"Memang akulah yang bodoh, dapat saja dipengaruhi mereka sehingga tanpa kusadari bahwa aku bersalah besar, aku mati-matian membantu Pek-lian-kauw yang kuanggap sebagai perkumpulan para patriot dan pejuang bangsa. Karena itu, mulai sekarang aku akan memusuhi Pek-lian-kauw, dan akupun akan selalu mengawasi kalau kalau Im-yang-pai menyeleweng tentu aku sendiri yang akan turun tangan membasminya!"
Kata Ling Ling dengan suara penuh penyesalan.
"Tanpa kusadari aku terseret menjadi pemberontak!"
"Penyesalan saja tidak ada gunanya, sumoi. Yang penting engkau telah menyadari kekeliruan itu dan itu cukuplah, karena kesadaran itu yang akan merobah kekeliruan kita dengan tindakan yang tegas dan seketika merobahnya. Akupun sesungguhnya merasa canggung dan tertekan. Bayangkan saja, aku ingin berbakti kepada negara dan membantu pemerintah menentang para pemberontak, akan tetapi dengan demikian aku menjadi anak buah dan musuh-musuh besar yang menyebabkan kematian ayah bundaku sendiri!"
"Ahh""..!"
Ling Ling dan Gin San berseru kaget.
"Mengapa begitu, twa-suheng?"
Tanya Ling Ling.
"Tentu kalian pernah mendengar bahwa mendiang ayahku, bersama ayah dan ibu Ling-moi, merupakan tiga orang pendekar yang dikenal sebagai tiga naga sakti yang menggegerkan kota raja karena dengan beraninya mereka bertiga menentang pembesar-pembesar lalim. Mereka tidak menentang pemerintah, mereka bukan pemberontak, melainkan menentang pembesar-pembesar lalim yang menindas rakyat. Mereka langsung berhadapan dengan seorang pembesar istana yang amat berkuasa, dan akhirnya ayah dan ibuku, bersama seluruh keluarga ibu binasa oleh pembesar itu karena dituduh pemberontak. Nah, sekarang tahukah kalian siapa adanya pembesar yang membinasakan seluruh keluargaku itu? Atasanku yang sekarang inilah!"
"Ahhh! Kalau begitu kita harus bunuh dia, suheng!"
Teriak Ling Ling dan Gin San juga mengangguk membenarkan.
"Itulah kesalahanku, memang seharusnya aku melakukan itu! Dan aku harus keluar dari jabatanku, karena setelah melakukan itu, tak mungkin lagi aku dapat melanjutkan pekerjaanku sebagai perwira."
"Akan tetapi, pembesar lalim macam itu adalah racun yang merugikan kedua fihak, suheng!"
Kata Ling Ling.
"Pertama, dia merugikan negara dengan tindakan korupsi dan memburukkan nama pemerintah sebagai wakil yang lalim, dan ke dua dia merugikan rakyat dengan tindakannya sewenang-wenang! Sebaliknya kita untuk membela negara dan rakyat, tidak perlu harus menjadi perajurit! Sebagai rakyat biasapun kita dapat menentang mereka yang sewenang-wenang!"
Kembali Gin San hanya mengangguk saja karena sesungguhnya dia sendiri kurang tertarik dengan perbuatan para pendekar itu!
"Bagaimana dengan engkau, sute?"
Tiba tiba Sian Lun bertanya.
"Menurut keterangan, yang dapat kuperoleh, tadinya ada dua golongan yang terpisah dan menentang pemerintah. Golongan pertama adalah Im-yang-pai yang bersekutu dengan Pek-lian kauw dan orang-orang Uighur. Golongan ini sekarang telah dihancurkan, atau setidaknya, sumoi telah bersiap untuk mengawasi Im-yang pai dan kita semua akan menentang Pek lian-kauw dan orang-orang Uighur. Adapun golongan ke dua adalah Beng-kauw yang bersekutu dengan Bangsa Tibet dan Khitan. Engkau sebagai seorang murid tokoh besar Beng kauw, apa yang akan kaulakukan?"
Gin San menarik napas panjang.
"Harap jangan salah mengerti, suheng. Sesungguhnya yang dikabarkan orang sebagai Beng-kauw yang hendak menentang pemerintah adalah Beng-kauw utara yang sekarang telah dihancurkan oleh Im-yang-pai yang dibantu oleh sumoi. Sedangkan Beng-kauw pusat di selatan malah menentang penyelewengan-penyelewengan itu dan kini aku yang bertugas untuk mengawasi agar Beng-kauw jangan sampai menyeleweng. Serahkanlah Beng-kauw kepadaku dan aku yang akan bertindak untuk mencegah mereka menentang pemerintah sebagai pemberontak-pemberontak."
"Bagus! Kalau begitu kita bertiga dapat melanjutkan perjuangan mendiang ayahku dan ayah bunda sumoi, menjadi tiga orang pendekar pembela rakyat dan menentang orang-orang jahat dan pembesar-pembesar lalim!"
Kata Sian Lun dengan girang.
Pada saat itu datanglah Kok Beng Thiancu dan Cin Beng Thiancu. Dengan hormat mereka lalu mempersilakan tiga orang muda itu untuk datang ke ruangan tamu di mana telah disediakan perjamuan untuk menghormati mereka bertiga! Tiga orang pendekar muda ini tidak dapat menolak, apa lagi karena mereka masih saling rindu dan masih banyak hal yang harus mereka bicarakan bersama, maka mereka mengambil keputusan untuk bermalam di situ semalam dan menerima undangan makan ketua Im-yang-pai.
"Biar kuberi tahu dulu kepada Ong-ciangkun agar dia suka menarik kembali pasukannya, kembali ke kota raja karena di sini sudah tidak ada apa-apa lagi yang perlu dibereskan.
"
Kata Sian Lun dan seorang diri lalu dia pergi ke balik bukit menjumpai Ong Gi. Dengan singkat ia menuturkan betapa Pek-lian-pai telah diserbu sendiri oleh Im-yang pai yang telah sadar, dan bahwa selanjutnya Im-yang-pai dapat diharapkan sebagai perkumpulan yang amat taat kepada pemerintah dan boleh diharapkan membantu menentang para pemberontak.
"Aku telah bertemu dengan sute dan sumoiku yang telah berpisah dariku semenjak kecil, Ong ciangkun, maka hendaknya engkau membawa pasukan pulang lebih dulu, dan aku akan menyusul besok."
"Tapi, Tan-ciangkun, benarkah bahwa engkau masih ada hubungan dengan..."
Gadis tokoh Im-yang kauw itu?"
Tanya Ong Gi penuh keraguan.
"Benar, dia itu adalah sumoiku sendiri, Ong-ciangkun. Tadinya dia terbujuk oleh Pek-lian-kauw karena pengaruh sihir dan sekarang dia sudah sadar, bahkan dia kini yang hendak mengawasi Im-yang-pai, dan hendak menentang Pek-lian-kauw. Jangan khawatir, tentang sumoi, akulah yang tanggung!"
Diam-diam Ong Gi merasa khawatir sekali, akan tetapi dia tidak berani membantah dan malam itu juga dia memimpin pasukan meninggalkan tempat itu dan kembali ke kota raja. Sementara itu, tiga orang muda perkasa itu dijamu oleh para ketua Im-yang-pai, dan dilayani oleh para anak buah Im-yang-kauw, termasuk juga Liam Hwi Nio gadis cantik yang bermulut indah dihias lesung pipit itu yang sambil melayani tiada hentinya mengirim kerling memikat kepada pemuda yang selama ini dipuja dan dicintanya, yaitu Coa Gin San! Muka Gin San menjadi merah dan jantungnya menjadi berdebar menghadapi gadis ini, akan tetapi karena di situ terdapat banyak orang lain, terutama Ling Ling dan Sian Lun, maka dia pura-pura tidak melihat dan menunduk saja, melanjutkan makan minum dan hanya menujukan perhatiannya kepada sumoi dan suhengnya.
Setelah makan minum, tiga orang muda itu melanjutkan percakapan mereka bertiga saja di ruangan tamu di mana mereka menceritakan kembali semua riwayat perjalanan mereka selama mereka berpisah, akan tetapi tentu saja rahasia-rahasia pribadi mereka tidak mereka ceritakan. Sian Lun tidak menceritakan betapa dia hendak diambil mantu oleh keluarga Yap Yu Tek, dijodohkan dengan Yap Wan Cu, dan Gin San tentu saja tidak menceritakan tentang petualangannya dengan wanita-wanita. Selama percakapan berlangsung, Gin San lebih banyak mendengarkan saja, karena betapapun juga dia merasa bahwa dia telah banyak melakukan penyelewengan, dan diapun merasa bahwa dia bukan anggauta keluarga dari "tiga naga sakti"
Kisah Tiga Naga Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Yaitu ayah Sian Lun dan ayah bunda Ling Ling, sungguhpun harus diakuinya bahwa ayah bunda Ling Ling telah merawatnya dan mendidiknya semenjak dia kecil, mengangkatnya dari lembah kesengsaraan sebagai seorang anak yatim piatu gelandangan.
Menjelang tengah malam, barulah tiga orang itu mengaso dan memasuki kamar masing-masing yang telah disediakan oleh Im-yang-pai untuk mereka. Dan belum lama setelah Gin San merebahkan tubuhnya di atas pembaringan, pintu kamarnya diketuk orang perlahan-lahan dari luar. Pemuda ini cepat meloncat dan membuka pintu dengan waspada, dan dia terbelalak girang ketika melihat bahwa yang mengetuk pintu itu adalah Liang Hwi Nio! Gidis cantik ini dengan muka merah dan menunduk kemalu maluan berdiri di situ dengan sikap pasrah! Gin San menarik tangannya ke dalam kamar, menutup pintu dan memeluk gadis itu, menciuminya dengan penuh perasaan rindu. Hwi Nio terkejut sekali melihat sikap ini! Gin San yang dahulu bersikap halus itu kini begitu penuh dengan nafsu yang bernyala nyala dan menciuminya sampai dia kehabisan napas!
"Ahh".. Hwi Nio". Hwi Nio, betapa aku rindu kepadamu, kekasihku...."
Dia berbisik dan dara itu menyembunyikan mukanya di dada pemuda yang dipujanya selama ini.
"Telah lama"". aku menanti nantimu ..,taihiap""."
"Tidak leluasa di sini, mari kita bertemu di luar saja""."
""". di mana""..?"
Dada gadis itu turun naik dan napasnya agak terengah oleh belaian yang penuh nafsu tadi.
"Kau tahu pondok dalam hutan tempat tinggal kauwcu""..?"
Gadis itu mengangguk,
"Nah, kau keluarlah, kita bertemu di sana"."
Hwi Nio mengangguk lagi, lalu keluar dari kamar itu. Dengan jantung berdebar Gin San memperhatikan dengan telinganya, khawatir kalau ada yang tahu akan kedatangan gadis itu tadi. Akan tetapi sunyi saja di sekeliling itu, tanda bahwa semua orang telah pergi tidur setelah mengalami ketegangan dan kelelahan pertempuran siang tadi. Diapun cepat membuka jendela dan meloncat keluar, berhati-hati sekali karena maklum bahwa di situ, selain suhengnya dan sumoinya, terdapat orang-orang pandai yang akan dapat mendengar gerakannya kalau dia tidak berhati-hati.
Tak lama kemudian, Gin San sudah berjalan menuju ke dalam hutan, menuju ke pondok bekas tempat tinggal Tang Kim Hwa atau Kim-sim Nio-cu Bu Siauw Kim! Setelah tiba di depan pondok, dia disambut oleh Hwi Nio yang telah menanti di situ dengan hati berdebar-debar. Tanpa banyak cakap, dengan jantung berdebar mereka saling dekap, saling cium dan terhuyung-huyung masuk ke dalam pondok.
Ketegangan dan nafsu berahi yang menggelora membuat Gin San seperti kehilangan suaranya, tidak mampu berkata kata, hanya menghujani gadis itu dengan ciuman dan belaian penuh nafsu. Sebaliknya, Hwi Nio yang sejak dahulu mencinta pemuda ini, hanya menyerah pasrah dan rasa malu dan tegang membuat diapun tidak dapat berkata apa-apa. Keduanya masuk ke dalam kamar tidur seperti dengan sendirinya, dan tenggelamlah keduanya ke dalam permainan nafsu asmara yang berkobar kobar!
Sungguh kasihan sekali Hwi Nio! Dia adalah seorang perawan yang selama hidupnya belum pernah berdekatan dengan pria, apa lagi bermain cinta seperti itu. namun, dia sudah jatuh cinta secara mendalam kepada Gin San dan dia rela menyerahkan tubuh dan nyawanya untuk pemuda itu! Apa lagi, dia adalah seorang penganut Agama Im yang kauw di mana tidak terdapat tekanan terhadap hubungan jasmani antara pria dan wanita! Hubungan seks antara pria dan wanita dianggap sebagai pertemuan antara Im dan Yang, dan karenanya dianggap wajar dan tidak perlu ditentang! Inilah sebabnya mengapa Im-yang-kauwcu sendiri melakukan hubungan seks secara bebas dengan siapa saja yang disukainya tanpa ada tantangan dari ayahnya sendiri, karena memang di dalam agama mereka tidak mengajarkan hukum-hukum susila yang menentang hubungan seks gelap yang biasanya disebut perjinaan oleh kesusilaan masyarakat umumnya itu.
Memang patut dikasihani seorang perawan seperti Hwi Nio itu! Demikianlah pandangan umum, karena umum terikat oleli hukum hukum kesusilaan yang membatasi hubungan antara pria dan wanita itu. Hubungan seks baru dianggap "
Sopan "
Dan sah kalau hal itu dilakukan oleh pria dan wanita yang telah menjadi suami isteri. Baik ada cinta kasih di situ atau tidak, baik si isteri itu adalah seorang wanita yang memang dengan rela mau menjadi isteri, hal ini tidak lagi masuk hitungan. Pendeknya, asal sudah "menikah"
Maka hubungan seks dianggap sopan dan baik, sungguhpun wanita yang disebut isteri itu boleh menangis lahir atau batinnya ketika terpaksa harus melayani sang suami yang tidak dicintanya. yang dikawinmya karena harta, karena kedudukan, karena paksaan orang tua dan sebagainya lagi.
Benarkah Hwi Nio patut dikasihani? Dia seorang gadis yang bebas, yang menyerahkan dirinya dengan penuh kesadaran, dengan penuh kerelaan dan didasari cintanya terhadap Gin San! Dia menyerahkan dirinya dengan hati bersih! Akan tetapi, sungguh sayang, dara yang mulus hatinya ini menjadi korban nafsu berahi dari pemuda yang telah dibangkitkan nafsunya oleh Bu Siauw Kim itu! Gin San sebaliknya menggauli Hwi Nio bukan berdasarkan cinta, melainkan berdasarkan gelora nafsu berahi! Inilah yang patut disayangkan sehingga dara itu menjadi korban, sungguhpun demi cintanya, Hwi Nio tidak akan pernah menyesal.
Hanya, umum akan memandangnya rendah dan hina! Apa lagi kalau kelak dia sampai melahirkan anak tanpa ayah! Akan celakalah hidupnya, akan dikutuk masyarakat, dijauhkan orang sebagai sampah! Sebaliknya, seorang wanita yang dipaksa menjadi isteri orang karena harta, karena paksaan orang tua dan sebagainya lagi itu, wanita yang melayani pria yang dinamakan suaminya bukan karena cinta melainkan karena tertarik oleh harta atau oleh paksaan, wanita seperti ini dihormati orang dianggap sebagai seorang isteri yang sah dan bersusila! Betapa janggalnya kalau kita menjenguk ke dalam apa yang kita namakan kebudayaan dan kesusilaan ini! Betapa banyak hal hal yang amat aneh terjadi di dalamnya, namun yang sudah kita terima begitu saja dengan kedua mata terpejam!
Semalam itu Hwi Nio tenggelam dalam pelukan pria yang dicintanya dan dia merasa puas, dia merasa bahagia, dia merasa gembira. Menjelang pagi, mereka terbangun dari tidur nyenyak dan begitu saling memandang, timbul pula gairah mereka dan kembali mereka memadu kasih yang tak mengenal kepuasan itu. Akhirnya Gin San yang bangkit dan menarik tangan Hwi Nio.
"Lekas kita kembali, jangan sampai ada yang tahu!"
Hwi Nio membelalakkan matanya yang indah.
"Kalau ada yang tahupun mengapakah, koko? Aku akan merasa bangga sekali!"
"Ah, akan tetapi, manis"".. aku""
Aku belum mempunyai ingatan untuk menikah dalam waktu dekat ini."
Dia menduga bahwa tentu Hwi Nio akan menangis sedih, akan tetapi dugaannya itu meleset sama sekali. Hwi Nio merangkul dan mencium dagunya.
"Terserah kepadamu, koko. Akupun menyerahkan diri kepadamu bukan untuk sebuah perkawinan, melainkan karena dasar cintaku kepadamu. Aku tidak mengharapkan apa-apa "
"Ohh...".?"
Gin San terbelalak dan hatinya seperti ditusuk rasanya. Ah, betapa murni hati dara ini! Dan betapa besar cinta kasihnya kepadanya! Dan dia telah mempermainkan begitu saja!
"Hwi Nio, kau"". kau maafkan aku"" "
"Ih, apa yang harus dimaafkan?"
"Aku telah merenggut keperawananmu""
Tanpa...". janji untuk menikah"".."
"Kalau kita saling mencinta, apa salahnya?"
Gin San tidak mengerti tentang Agama Im-yang kauw, maka dia makin terheran. Diam-diam dia merasa mukanya seperti ditampar oleh kata-kata itu Apakah dia mencinta Hwi Nio? Kalau dia mencinta, tentu dia tidak akan membiarkan nafsu berahinya menyeretnya sehingga dia menggauli Hwi Nio yang masih perawan! Kalau dia mencinta Hwi Nio tentu dia akan mengawini gadis ini sebelum mengajaknya tidur! Tidak, dia tidak mencinta gadis ini hanya tertarik oleh kecantikannya dan hanya ingin memperalat gadis itu untuk melampiaskan nafsu berahinya! Gin San memejamkan mata, kemudian dia memegang tangan Hwi Nio, memandang wajah dara itu sejenak, kemudian dia berkata,
"Aku kembali lebih dulu!"
Sekali meloncat dia sudah lenyap dari depan gadis itu. Hwi Nio merangkapkan kedua tangan di depan dada, matanya berseri seri dan hatinya dipenuhi oleh rasa bahagia. Tidak ada rasa penyesalan di dalam hatinya, karena merang dia tidak mengenal hukum yang menyalahkan perbuatannya itu. sesuai dengan pendidikannya di dalam Im-yang-kauw. Dia tahu bahwa kakaknya tidak akan menyukai hal ini, akan tetapi dia tidak perduli. Dia mencinta Coa Gin San dan bersedia mengorbankan apapun untuk kebahagiaan pemuda itu!
Pagi hari itu juga, tiga orang muda perkasa itu pergi meninggalkan Im-yang-pai, diantar oleh dua orang ketuanya sampai di luar hutan. Liang Hwi No juga ikut mengantar, dan dia tahu bahwa dia tidak boleh memperlihatkan cinta kasihnya kepada orang lain terhadap Gin San, seperti yang dipesankan oleh Gin San semalam kepadanya, maka hanya pandang matanya saja yang ditujukan kepada pemuda itu penuh kasih sayang dan kemesraan. Gin San menangkap sinar mata ini yang langsung menusuk jantungnya dan membuatnya terharu. Betapa mungkin dia akan dapat melupakan pandang mata seperti itu!
Kurang lebih limapuluh orang yang berkumpul di dalam hutan yang lebat itu kelihatan berduka dan juga penasaran Sebagian besar kelihatan seram dan berwajah kejam, dengan mata kemerahan tanda orang yang biasa mempergunakan kekerasan, akan tetapi ada pula yang berwajah pucat seperti orang putus harapan. Pakaian merekapun macam-macam, ada yang pakaian dan gelung rambutnya seperti para tosu, akan tetapi ada pula yang berpakaian biasa seperti petani, ada yang seperti pakaian ahli ahli silat dan ada juga yang pakaiannya tambal-tambalan.
Di antara limapuluh orang ini terdapat tujuh orang wanitanya yang juga kelihatan bengis Mereka itu jelas membayangkan kekerasan seperti biasa orang-orang golongan hitam di dunia kangouw. Dan memang demikianlah adanya. Mereka adalah sisa-sisa orang Beng-kauw yang lari kocar-kacir karena diserbu dan dihancurkan oleh lm yang pai yang dibantu oleh Ling Ling. Dalam penyerbuan itu, tiga orang ketua mereka tewas semua, bahkan murid-murid utama Beng-kauw juga tewas sehingga yang tinggal hanyalah murid-murid kelas menengah saja dan para anggauta rendahan. Mereka ini berhasil melarikan diri setelah lebih dari setengah jumlah mereka roboh dan tewas dalam pertempuran itu.
Dan kini, limapuluh orang ini bersembunyi di dalam hutan lebat, tidak berani keluar karena mereka maklum bahwa kalau bertemu dengan orang orang Im yang pai tentu mereka akan dibunuh. Mereka hidup liar di dalam hutan-hutan itu, makan seadanya, tumbuh-tumbuhan dan binatang-binatang hutan yang dapat mereka tangkap, dan ada kalanya mereka juga berhasil merampok orang-orang yang kebetulan lewat di dekat hutan atau merampok penduduk dusun-dusun kecil terpencil yang miskin sehingga tidak begitu menghasilkan. Untung bagi mereka bahwa mereka itu dibantu oleh Hek-houw Ma Siok, yaitu hartawan yang tinggal di dusun dekat An-kian, hartawan yang menjadi murid mendiang Hek-bin Sai-kong sehingga mereka tidak sampai kelaparan.
Pagi hari itu, selagi mereka bercakap-cakap dan mencari jalan untuk memperbaiki nasib mereka, tiba-tiba datang dua orang di antara mereka berlari lari dan membawa berita yang amat mengherankan, yaitu bahwa ada seorang wanita cantik sekali lewat di dekat hutan itu seorang diri!
"Huh, buat apa wanita cantik? Paling-paling dia orang dusun yang mencari kayu, dan kalau kalian hendak berbuat tidak patut, aku akan menentang kalian karena hal itu akan membuat keadaan kita akan terancam lagi,"
Kata seorang di antara tujuh orang wanita itu yang merupakan tokoh-tokoh kelas menengah dari Beng-kauw.
"Akan tetapi, dia tidak kelihatan seperti orang dusun, pakaiannya indah dan dia memakai perhiasan gelang emas, dan dia sedang berjalan sambil menangis!"
Kata pelapor tadi. Mendengar ini, bangkitlah semangat mereka, bahkan mendengar "gelang emas"
Tujuh orang wanita Beng-kauw itupun menjadi penuh perhatian.
"Mari kita lihat!"
Kata seorang di antara mereka, seorang laki-laki berusia lima puluh tahun dengan muka penuh brewok dan bermuka bopeng. Dia ini sekarang menjadi pimpinan karena dia merupakan murid Beng-kauw yang terhitung paling pandai di antara mereka, dan biarpun tidak secara sah dia diangkat menjadi kepala, namun gerombolan liar yang kehilangan pimpinan itu takut dan tunduk kepada orang yang terkuat ini. Maka berangkatlah limapuluh orang ini beramai-ramai ke arah yang ditunjukkan oleh dua orang pelapor tadi dan tak lama kemudian mereka sudah mengepung seorang wanita cantik yang berjalan perlahan sambil menangis.
Wanita itu bukan lain adalah Bu Siauw Kim atau bekas ketua Im-yang kauw! Setelah menemukan kesenangan yang amat pendek umurnya dengan Gin San, kembali wanita ini merana, sekali ini malah lebih hebat lagi karena selain ditinggalkan kekasih, juga dia kehilangan segala-galanya! Kehilangan kedudukan, kehilangan perkumpulan, kehilangan segala-galanya. Dia tidak tahu apa jadinya dengan Im-yang-pai dan bagaimana pula dengan nasib ayahnya, akan tetapi mengingat akan kelihaian tiga orang muda yang benar benar memiliki kesaktian bebat itu, sedikit harapan ayahnya akan masih hidup. Maka, karena merasa berduka akan nasibnya, dia menangis seorang diri, tidak tahu harus pergi ke mana!
"Hei, nona, berhenti dulu!"
Bentakan ini membuat Bu Siauw Kim mengangkat muka memandang dan ternyata dia telah dikepung oleh kurang lebih limapuluh orang yang kelihatan liar-liar. Diapun sudah tahu tadi bahwa ada banyak orang menghampirinya akan tetapi karena sedang tenggelam dalam kesedihannya, dia tidak perduli. Kini, melihat begitu banyaknya orang yang liar, dia menduga bahwa mereka tentulah perampok-perampok. Akan tetapi, dia mengenal cara berpakaian beberapa orang yang kelihatan seperti saikong atau. tosu itu, maka timbul pertanyaan di hatinya dari golongan mana gerangan orang-orang ini. Kemudian timbul keinginan untuk menundukkan orang-orang ini agar dia bisa mendirikan sebuah perkumpulan lagi, duduk sebagai ketuanya dan dilayani oleh banyak orang yang berada di bawah kekuasaannya! Pikiran inilah yang menyelamatkan semua orang itu, karena kalau tidak ada keinginan ini, kiranya dalam keadaan marah dan sedih itu mudah saja bagi Bu Siauw Kim untuk membunuh mereka semua!
"Berlututlah kalian semua dan angkat aku sebagai kepala, aku akan memberi kehidupan yang lebih baik kepada kalian!"
Katanya sambil mengusap kering bekas air matanya. Tidak ada seorangpun di antara mereka yang menduga bahwa wanita ini adalah bekas ketua im-yang-kauw, dan melihat wanita yang menangis seorang diri dan kelihatan lemah ini, tentu saja ucapan wanita itu memancing ketawa mereka.
"Ha-ha-ha, engkaulah yang harus berlutut di depan kakiku, nona. Dan melihat engkau cukup cantik, kalau engkau menjadi isteriku, tentu kawan-kawanku tidak keberatan menerimamu sebagai seorang di antara kita, ha-ha!"
Si muka bopeng yang sebagian tertutup brewok itu berkata sambil tertawa karena memang dia amat tertarik akan kecantikan yang menonjol ini.
Bu Siauw Kim memandang kepada si brewok, lalu tersenyum. Bukan main manisnya senyum ini, membuat mereka yang memandang menjadi makin tertarik.
"Engkaukah kepala gerombolan ini? Siapa namamu?"
"Aku bernama Tiat-thouw houw (Macan Kepala Besi) Ma Li Thong!"
Jawab laki-laki itu dengan dada dibusungkan. Memang dadanya tebal dan lebar, tubuhnya seperti raksasa dan nampaknya kuat sekali.
"Akulah yang memimpin kawan-kawanku ini"
"Aku mau menjadi isterimu kalau dalam sepuluh jurus engkau mampu merobohkan aku!"
Jawab Bu Siauw Kim.
"Sebaliknya kalau tidak, engkau dan kawan-kawanmu ini harus berlutut dan mengangkat aku menjadi kepala kalian."
Ma Li Thong tertawa bergelak diikuti oleh teman-temannya, Ma Li Thong adalah seorang laki-laki yang amat kuat, dikeroyok oleh sepuluh orang laki.laki biasa saja masih akan menang, apa lagi harus melawan wanita ini dalam sepuluh jurus!
"Ha-ha-ha, sayang dong kalau harus merobohkanmu, tentu kulitmu yang putih halus itu akan lecet-lecet dan aku nanti yang rugi! Begini saja, dalam satu jurus aku akan dapat menangkap dan memelukmu. Akur?"
Kembali semua orang tertawa dan Bu Siauw Kim juga tersenyum.
"Kalau dalam satu jurus engkau roboh dan tak dapat bangkit lagi bagaimana?"
"Ha ha, kita lihat saja. Nah, sudah siapkah engkau?"
Ma Li Thong berseru.
Bu Siauw Kim berdiri biasa saja karena dia sudah tahu bahwa calon lawan ini hanya lagaknya saja hebat akan tetapi sebetulnya tidak berisi.
"Mulailah!"
Tantangnya. Dia melihat si bopeng itu berdiri dengan kedua kaki terpentang, kedua lengan dikembangkan lebar seperti seekor biruang hendak menerkam. Dia pura-pura tidak tahu akan bahaya dan diam saja.
"Lari ke mana kau?"
Tiba-tiba Ma Li Thong berseru sambil menerkam ke depan, kedua lengannya menyambar dari kanan kiri, dipandang oleh kawan-kawannya dengan mata penuh kegembiraan, karena mereka sudah bernafsu ingin melihat wanita cantik itu dipeluk oleh si bopeng yang tinggi besar itu!
Akan tetapi, sebelum si bopeng itu dapat menyentuh wanita itu, tiba-tiba saja dia terpental ke belakang dan roboh terbanting, menggereng dan mengaduh-aduh karena dalam sekejap mata tadi, ujung kaki yang kecil dari Siauw Kim telah menendangnya, sekali pada perutnya dan sekali lagi, perlahan saja, pada bawah pusarnya yang mendatangkan rasa sakit bukan main, sampai kiut-miut rasanya menyusup ke tulang sumsum, membuat dia mendekap anggauta tubuh yang seperti akan pecah rasanya itu sambil meringis.
Seorang anggauta wanita Beng-kauw yang: sudah berusia limapuluh tahun lebih, tiba-tiba saja mengeluarkan seruan nyaring.
"Dia itu adalah Im-yang-kauwcu! Serang""..!!"
Kiranya anggauta Beng-kauw wanita ini sudah pernah melihat Bu Siauw Kim. Kalau tadi dia tidak mengenalnya adalah karena biasanya sebagai ketua Im-yang-kauw, Bu Siauw Kim mengenakan baju sutera serba putih dengan sabuk hitam. Akan tetapi kini wanita cantik itu mengenakan pakaian serba hijau maka dia tidak mengenalnya. Baru setelah Bu Siauw Kim bergerak dan memperlihatkan kelihaiannya yang luar biasa, yaitu dalam segebrakan saja mampu merobohkan Ma Li Thong, wanita ini segera mengenalnya! Dan memang Bu Siauw Kim telah berganti pakaian hijau, tidak mau dia mengenakan pakaian ketua Im-yang kauw lagi yang mudah dikenal orang dalam perjalanannya yang tanpa tujuan itu.
Mendengar seruan itu, semua orang terkejut dan Ma Li Thong melupakan rasa nyeri yang hebat itu lalu berteriak teriak menyuruh kawan-kawannya untuk maju mengeroyok, sedangkan dia sendiri bangkit berdiri, bukan untuk bantu mengeroyok karena dia masih terus mendekap bawah pusarnya yang masih sakit itu. Limapuluh lebih orang itu lalu mencabut senjata masing-masing dan maju mengeroyok Bu Siauw Kim.
"Apakah kalian sudah bosan hidup dan tidak mau menyerah kepadaku?"
Bentak Bu Siauw Kim. Akan tetapi orang-orang Beng kauw yang merasa amat sakit hati itu mana mau tunduk? Apa lagi karena mereka yakin bahwa tidak mungkin ketua Im-yang kauw mau mengampuni mereka, maka dari pada mati konyol lebih baik mati melawan mengandaikan banyak orang!
Bu Siauw Kim merasa gemas juga dan dia membagi-bagi tamparan yang cukup membuat mereka itu roboh malang melintang tanpa membunuhnya Tiba tiba nampak bayangan orang berkelebat dan seorang laki laki menerjangnya, Bu Siauw Kim yang mengira bahwa orang ini tentu seorang di antara para pengeroyoknya, membalik dan menampar ke arah pundak orang itu.
"Plakk!"
Orang itu menangkis dan akibatnya, keduanya terdorong ke belakang dan keduanya sama-sama kaget. Bu Siauw Kini cepat melompat ke belakang dan memandang, Kiranya yang baru datang dan menangkisnya ini adalah seorang laki-laki yang usianya kurang lebih limapuluh tahun, pakaiannya jubah pendeta namun mewah dan dari kain sutera halus, di pinggangnya terselip sebatang tongkat emas dan wajah pria ini tampan dan gagah! Terkejutlah Bu Siauw Kim, sebaliknya, pria itupun kelihatan terkejut dan kagum memandang Bu Siauw Kim yang cantik. Akan tetapi, pria itu lalu menoleh kepada orang-orang yang tadi mengeroyok wanita cantik itu, lalu dia bertanya dengan suara halus penuh wibawa,
Asmara Berdarah Karya Kho Ping Hoo Mutiara Hitam Karya Kho Ping Hoo Si Teratai Merah Karya Kho Ping Hoo