Ceritasilat Novel Online

Kisah Tiga Naga Sakti 4


Kisah Tiga Naga Sakti Karya Kho Ping Hoo Bagian 4



Pada malam hari itu juga, Tiongsan Lo kai mengangkat Yu Tek sebagai muridnya. Yu Tek telah menyaksikan kelihaian kakek itu, maka dia pun menerimanya Apa lagi karena setelah mereka bercakapcakap, Yu Tek mendapatkan kenyataan bahwa biarpun pakaiannya seperti pengemis, namun sesungguhnya kakek itu mem punyai kepandaian tinggi, ilmu pengetahuan yang amat luas. Menjelang fajar dia menjatuhkan diri berlutut di depan kaki Tiongsan Lokai dan member hormat seperti seorang murid terhadap gurunya.

   "Yu Tek,"

   Kakek itu berkata kepada muridnya.

   "Aku mengangkatmu sebagai murid hanya dengan harapan agar kelak engkau menjadi seorang gagah dan seorang pendekar pembela keadilan. Kaulah yang kelak akan mewaisi kepandaianku dan aku akan mati dengan ikhlas apa bila engkau kelak menjadi seorang yang patut disebut seorang pendekar budiman. Aku tidak menghendaki sesuatu darimu, kecuali satu syarat yang harus kautaati benarbenar. Syarat itu adalah bahwa sebelum engkau tamat belajar silat dan mendapat perkenanku. engkau tidak boleh sekalikali membocorkan kepandaianmu kepada orang lain. Bahkan kepada ayahmu sendiri engkau tidak boleh memberi tahu tentang pelajaran silat dariku ini, Kalau engkau membocorkan hal ini, jangan menyesal kalau aku akan pergi dan tidak mau datang lagi, dan selamanya aku tidak akan mau mengakumu sebagai muridku."

   Yu Tek berjanji akan mentaati pesan suhunya ini dan semenjak saat itulah dia menjadi murid Tiongsan Lokai. Beberapa malam sekali, kakek itu diamdiam datang ke kamar Yu Tek dan mereka lalu berlatih silat di pekarangan belakang, di waktu malam hari. Yu Tek ternyata berotak terang dan cepat sekali dia dapat menguasai dasardasar ilmu silat yang diajarkan oleh Suhunya sehingga Tiongsan Lokai menjadi girang sekali. Dia menggembleng pemuda itu sampai kurang lebih delapan tahun lamanya. Sering kali kakek itu meninggalkan muridnya sampai beberapa bulan lamanya dan meninggalkan pesan agar muridnya berlatih seorang diri dan mematangkan semua pelajaran ilmu silat yang tela diajarkannya. Kalau dia datang kembali, dia akan menguji kemajuan muridnya dan memberikan pelajaranpelajaran selanjutnya.

   Selama waktu itu, benar saja Yu Tek menyimpan rahasia ini rapatrapat sehingga tidak ada seorangpun yang dapat menduga bahwa pemuda yang halus tutur sapanya dan sopan santun tingkah lakunya ini adalah seorang pemuda yang memiliki kepandaian ilmu silat tinggi.

   Akan tetapi pada suatu malam, ketika guru dan murid ini sedang berlatih silat, dari jauh nampak sepasang mata yang tajam mengintai mereka. Ketika menjelang fajar, ketika kakek itu berkelebat pergi meninggalkan gedung bupati, tibatiba di depannya berkelebat sesosok bayangan putih dan Pek I Nikouw telah berdiri di depannya.

   "Lokai, kau diam diam telah mempunyai seorang murid yang berbakat. Kionghi, kionghi (selamat)."

   Kakek jembel tertawa riang ketika melihat siapa orangnya yang menegurnya di waktu fajar ini. Dia telah mengenal nikouw yang berpakaian serba putih, gerakannya lemah lembut namun cepat sekali, dan matanya tajam luar biasa itu.

   "Pek I Nikouw, matamu memang awas benar, akan tetapi kuharap engkau tidak akan membocorkan rahasia ini."

   "Untuk apa pinni harus membocorkan rahasiamu? Pinni hanya mendengar dari murid pinni bahwa dia melihat bayangan hitam berkelebat masuk di gedung bupati dan keluar pula di waktu fajar. Menurut muridku itu, bayangan itu cepat sekali gerakannya sehingga dia tidak dapat melihat siapa orangnya. Karena ingin tahu, pinni sendiri melakukan penyelidikan di pagi hari ini. Kiranya engkau orang tua yang keluar masuk gedung ini. Sungguh tidak pernah kuduga!"

   "Hemm, aku sudah melihat muridmu itu. Gadis cilik itu memang pantas menjadi muridmu. Dia berbakat baik sekali."

   Kakek itu memuji.

   Demikianlah, di seluruh kota Ankian, hanya Pek I Nikouw saja yang tahu bahwa putera Yaptaijin memiliki ilmu kepandaian tinggi karena menjadi murid Tiongsan Lokai sehingga ketika Yaptaijin mengunjunginya untuk minta pertolongannya menghalau penjahat yang mengacau An kian, dia mengeluarkan ucapan yang mengandung sindiran itu. Kemudian, pada malam hari itu, Pek I Nikouw menggunakan kepandaiannya untuk membangkitkan semangat Yu Tek agar pemuda ini tidak bersembunyi saja dan suka turun tangan membasmi penjahat yang menggnnggu penduduk kota Ankian.

   Setelah membaca surat Pek I Nikouw itu, Yu Tek termenung. Apakah suhunya benarbenar tidak akan marah? Suhunya dulu berpesan agar dia tidak membuka rahasia, maka kalau sekarang dia keluar untuk menyelidiki penjahat itu dengan diamdiam, tanpa pengetahuan siapapun juga, hal ini bukan berarti dia membuka rahasia! Dia akan bertindak dengan diamdiam. Apa lagi Pek I Nikouw sudah menanggung bahwa apa bila suhunya marah, nikouw itu yang akan bertanggung jawab; dan suhunya pernah bercerita tentang Pek I Nikouw ketua Kwanimbio di luar kota Ankian itu yang amat mengindahkan. Setelah termenung dan berpikirpikir, akhirnya Yu Tek lalu berganti pakaian yang ringkas, kemudian dia melompat keluar dari jendela kamarnya, terus melayang naik ke atas ten bok pekarangan dan mening-galkan gedung ayahnya secara diamdiam.

   Dengan gerakan yang ringan dan gesit, pemuda ini berlari lanan di atas genteng rumahrumah sambil memasang mata. Menjelang tengah malam, dia melihat bayangan orang di atas rumah seorang hartawan di sebelah baiat. Jantungnya berdebar tegang dan dia lalu berindap menghampiri dan bersembunyi, melakukan pengintaian. Bayangan itu adalah bayangan seorang lakilaki bertubuh tinggi besar yang memiliki gerakan cerat dan ringan sekali, menandakan bahwa dia memiliki ilmu kepandaian yang tinggi.

   Melihat betapa orang tinggi besar itu membawa sepasang golok yang terselip pada pinggangnya, Yu Tek tidak merasa raguragu lagi bahwa tentu inilah penjahat yang suka mencuri dan memperkosa wanita itu. Dia sudah mendengar bahwa penjahat itu bersenjata sepasang golok, bertubuh tinggi besar dan lihai sekali. Ketika dia melihat penjahat itu membuka genteng dan mengintai ke dalam, dia lalu melompat keatas genteng gedung hartawan itu sambil membentak.

   "Penjahat rendah, menyerahlah engkau!"

   Penjahat itu terkejut bukan main karena .dia tidak mendengar langkah orang dan tahu tahu pemuda ini telah berada di belakangnya dan membentaknya. Maklumlah dia bahwa pemuda ini merupakan lawan tangguh, akan tetapi melihat pemuda itu bertangan kosong, dia tidak merasa jerih. Tanpa banyak cakap lagi, dia meloncat dan mencabut sepasang goloknya, langsung menerjang Yu Tek dengan gerakan sepasang golok yang dahsyat dan berbahaya.

   Yu Tek memang tidak pernah membawa senjata. Bahkan oleh gurunya, dia hanya dilatih ilmu silat tangan kosong dan ilmu tongkat yang dapat dimainkan dengan menggunakan segala macam bentuk tongkat yang menjadi keahlian seorang ahli silat di kalangan dunia pengemis. Kini, menghadapi terjangan lawan dengan sepasang goloknya yang dahsyat itu, Yu Tek cepat mengerakkan tubuhnya. Maklum bahwa sepasang golok Iawan ini amat berbahaya, dia lalu menggerakkan tubuh dan kaki tangannya sesuai dengan Ilmu Silat Tangan Kosong Pek-houw-jiau-kang, semacam ilmu silat yang mempergunakan kedua tangan dibuka untuk menangkap dan mencengkeram lawan, ilmu silat yang khusus dipergunakan untuk menghadapi lawan yang bersenjata dengan tangan kosong.

   Yu Tek mempergunakan kelincahan dan keringanan tubuhnya untuk mengelak dari setiap samburan golok dan balas menyerang dengan cengkeraman, pukulan atau totokan, dilakukan bcrselangseling sukar diduga dan karena semua sasaran kedua tangan dan kakinya adalah bagian bagian tubuh berbahaya, maka serangan balasannya itu tidak kalah berbahayanya dibandingkan dengan sepasang golok lawan

   Akan tetapi, ternyata permainan siangto (sepasang golok) dari lawannya itu hebat sekali. Sepasang golok itu lenyap bentuknya, berubah menjadi dua gulungan sinar yang saling menggunimg, kadangkadang yang sebatang bergerak untuk menyambut semua serangan Yu Tek sedangkan pada saat itu juga, golok ke dua membarengi dengan bacokan atau tusukan. Yu Tek merasa menyesal mengapa dia tadi tidak mempersiapkan senjata. Gurunya adalah seorang tokoh dari Tiongsan yang telah menciptakan semacam ilmu tongkat luar biasa sehingga dengan sebatang tongkat bambunya, Tiongsan Lokai telah merantau keempat penjuru dan telah menjatuhkan entah berapa banyak lawan yang lihai dan yang menggunakan senjata pusaka.

   Yu Tek juga diberi pelajaran Tiongsan Tunghwat (Ilmu Tongkat dari Tiongsan) ini, maka kini dia merasa kecewa mengapa tadi dia tidak mencari sebatang kayu atau bambu untuk dipergunakan menghadapi sepasang golok lawa yang tangguh ini. Ilmu tongkatnya itu dapat dimainkan dengan segala macam bentuk kayu bahkan sebatang ranting kecilpun sudah memadai! Dengan hanya bertangan kosong, biarpun dia dapat mempergunakan ginkang untuk menjaga diri dengan elakan cepat sana-sini, namun dia tidak diberi banyak kesempatan untuk balas menyerang sehingga mulailah dia terdesak!

   Yu Tek yang masih menggunakan kegesitannya selalu menghindarkan diri dari desakan lawan itu mencari akal. Jika pertempuran digenteng ini dilanjutkan, tidak mungkin baginya untuk mencari sebatang kayu yang dapat dipergunakan sebagai senjata tongkat, maka dia lalu mencari kesempatan. Ketika golok lawannya menyambar ke arah kedua kakinya, pemuda ini meloncat tinggi dan jauh, lalu melayang turun ke bawah genteng sambil berseru.

   "Penjahat rendah! Kalau engkau memang jantan, mari kita lanjutkan pertempuran di atas tanah!"

   Penjahat itu tertawa mengejek oleh karena dia makium bahwa pemuda itu hebat sekali ilmu ginkangnya sehingga kalau menghadapinya di atas genteng memang tidak menguntungkan baginya. Tidak demikian kalau dia mendesak pemuda itu di atas tanah, tentu dia akan dapat membunuhnya crengan mudah. Maka dia cepat mengejar, melompat turun dan menyerang dengan goloknya makin dahsyat pula.

   Pertempuran di atas tanah, diterangi oleh bulan sabit dibantu bintang bintang yang cukup terang. Sayang sekali bahwa tempat di mana mereka melompat turun adalah semacam pelataran yang amat bersih dan tidak kelihatan ada ranting atau kayu sepotongpun! Sedangkan penjahat itu setelah berada di atas tanah, makin hebat serangannya sehingga Yu Tek menjadi makin terdesak.

   "Hahaha, bocah sombong, mampuslah kau!"

   Penjahat itu tertawa dan membentak, kini sepasang goloknya dimainkan secara luar biasa. Dia telah merobah permainan goloknya dengan ilmu golok yang disebut Tee-tong-to, yaitu ilmu golok yang dimainkan dengan bergulungan cepat dan ketika kedua goloknya menyambarnyambar, maka yang menjadi sasaran utama adalah kedua kaki Yu Tek! Pemuda ini terkejut sekali dan ke manapun dia melompat, selalu tubuh lawannya yang bergulingan itu datang pula dengan cepat dan goloknya menyambarnyambar ganas.

   Menghadapi serangan serangan dari bawah itu, Yu Tek sama sekali tidak mendapat kesempatan untuk melakukan serangan balasan, maka dia menjadi gugup sekali. Sebetulnya, dalam hal ilmu silat dan kegesitan, dia tidak kalah oleh penjahat itu, akan tetapi oleh karena selama hidupnya dia belum pernah menghadapi lawan dan belum pernah bertempur, maka dia kalah pengalaman. Apa lagi kini dia harus menghadapi lawan tangguh dengan tangan kosong, maka tentu saja keadaannya amat berbahaya sekali.

   "Hyaaaatt!"

   Kembali penjahat itu bergulingan dan kini kedua goloknya menyambar dari kiri kanan, melakukan gerakan menggunting ke arah kedua kaki Yu Tek. Pemuda itu terkejut, tidak dapat melompat kekanan atau kiri maka dia meloncat tinggi ke atas. Dapat dibayangkan betapa kagetnya ketika tubuhnya melayang turun, kembali dua batang golok itu sudah memapakinya. Cepat dia berjungkir balik dan menendangkan kedua kakinya ke arah dua batang golok. Tendangannya yang dilakukan untuk menangkis itu memang tepat, mengenai pinggir golok golok itu sehintrga kedua senjata itu terpental, akan tetapi pada saat itu kaki kanan penjahat tinggi besar itu menyambar dan mengenai paha Yu Tek.

   "Dess! Brukkk!!"

   Tubuh Yu Tek terbanting keras dan penjahat itu tertawa, lalu menubruk dengan goloknya.

   "Penjahat keji, jangan sombong!"

   Tiba-tiba terdengar bentakan halus dan nyaring, dibarengi dengan berkelebatnya sinar pedang yang menyambir ke arah leher si penjahat yang sedang menubruk Yu Tek.

   Tentu saja penjahat itu terkejut bukan main dan lebih mementingkan keselamatan dirinya dari pada membunuh pemuda yang roboh itu Cepat dia menggerakkan goloknya menangkis, sejangkan golok ke dua membabat ke arah pinggang penyerangnya. Namun dengan mudah wanita itu menangkis sambil meloncat kekiri karena memang serangannya tadi ditunjukan untuk menolong pemuda yang teiantam bahaya.

   Penjahat itu kini membuka matanya dengan lebar dan penuh kemarahan. Ketika melihat bahwa yang menyerangnya secara hebat tadi hanya dara remaja yang usianya paling banyak enambelas tahun, dia terheranheran, lalu tertawa.

   "Hahaha, kiranya seekor kuda betina! Masih begini muda sudah pandai mainkan pedang, sungguh merufpakan seekor kuda betina liar yang amat menanrik! Selama ini belum pernah aku memperoleh seekor kuda betina seperti engkau, nona. Mari kau ikut bersamaku menikmati hidup""

   "Jahanam busuk!"

   Beng Lian, dara itu, menyerbu dengan pedangnya yang bergerak cepat sekali, meluncur seperti kilat menyambar. Dara ini marah bukan main mendengar ucapan yang kotor itu. Seperti telah kita ketahui, dara remaja ini melaksanakan perintah suhunya untuk melakukan penyelidikan dan mencari penjahat yang mengganggu ketenteraman kota Ankian. Pedangnya bergerak-gerak dengan lembut namun di dalam kelembutan itu mengandung kekuatan dahsyat sehingga begitu bertemu dengan golok si penjahat, penjahat itu berseru kaget dan kehilangan senyumnya karena dia maklum bahwa biarpun masih amat muda, dara ini sama sekali tidak boleh dipandang ringan. Terjadilah pertempuran yang amat seru di antara mereka, dan berkali kali terdengar suara berdenting nyaring dan bunga api berhamburan ketika pedang bertemu dengan golok.

   Sementara itu, Yu Tek telah meloncat bangun dan melihat bahwa dara yang menolongnya itu cukup tangguh untuk menjaga diri, dia lalu meninggalkan untuk mencari sebatang ranting kayu. Setelah mendapatkan sebatang, dia maju lagi dan menggerakkan ranting kayu sebesar lengan itu dan kini keadaannya bagaikan seekor harimau yang tumbuh sayap. Ranting itu bergerak gerak laksana seekor ular hidup dan menyerang si penjahat dengan totokantotokan luar biasa yang mengarah jalan darah di seluruh tubuhnya.

   Si penjahat terkejut setengah mati. Tak disangkanya bahwa pemuda itu begini lihainya setelah mempergunakan tongkat. Sibuklah dia dikeroyok oleh dua orang muda yang gesit dan tangkas ini, sehingga dia mengambil keputusan untuk melarikan diri karena maklum bahwa dia bukanlah lawan mereka. Akan tetapi, pedang di tangan Beng Lian dan terutama sekali ranting di tangan Yu Tek tidak memungkinkannya untuk melarikan diri sehingga akhirnya dia melawan dengan nekat.

   Suara pertempuran ini amat berisik dan membangunkan penghuni gedung iiu. Tuan rumah dan para pelayannya terbangun dan dengan obor di tangan mereka memburu ketempat itu. Mereka terkejut sekali melihat bahwa di dekat rumah itu terjadi pertempuran hebat antara seorang laki-laki tinggi besar yang dikeroyok oleh sepasang orang muda yang lihai. Bukan main kagum dan heran hati mereka ketika mengenal bahwa pemuda itu adalah putera Bupati Yap, sedangkan dara cantik itu adalah murid ketua Kwanimbio! Tak seorangpun di antara mereka pernah menyangka bahwa dua orang muda itu pandai ilmu silat. Terdengar seruan-seruan kaget dan kagum. Hartawan itu lalu cepat menyuruh seorang pelayan memberi laporan kepada Yaptaijin.

   Yaptaiiin terkejut ketika mendengar bahwa puteranya bertempur melawan penjahat. Dia tidak percaya dan cepat lari ke kamar anaknya. Ternyata Yu Pek tidak berada di dalam kamarnya. Maka dengan diikuti oleh para pengawal, Yaptaijin lalu lari menuju ke rumah hartawan itu di mana masih berlangsung pertempuran yang hebat itu. Ketika Yaptaijin tiba di tempat itu, dia hampir tidak percaya kepada kedua matanya sendiri melihat betapa puteranya dengan gagah sedang mendesak penjahat itu dengan sebaung ranting kayu, bersama seorang gadis yang dikenalnya sebagai gadis kelenteng yang nampak lemah lembut itu.

   Pada saat itu, Yu Tek dan Beng Lian sedang mengurung penjahat itu dengan senjata mereka dan tibatiba dengan gerakan menempel dan mengait, ranting kayu di tangan Yu Tek berhasil membetot dan merampas sebatang golok di tangan kiri penjahat itu, sehingga tak dapat dicegah lagi golok itu terlepas dari pegangannya, penjahat itu terkejut dan sebelum dia dapat mengelak, pedang Beng Lian telah menusuk lengan kanannya sehingga golok di tangan kanan inipun terlepas pula. Yu Tek melepaskan tendangan kilat ke arah lututnya dan robohlah penjahat itu. Para pengawal, atas perintah Yap taijin cepat menubruk dan mengikat kaki tangan penjahat itu, lalu menyeretnya ke tempat tahanan.

   Yu Tek merasa terkejut dan takuttakut melihat ayahnya telah berada di situ. Akan tetapi ayahnya tidak marah, bahkan lalu memeluknya tanpa mengucapkan sepatah katapun. Pembesar ini merasa menyesal. Dia seperti seorang buta saja, tidak tahu bahwa putera tunggalnya memiliki ilmu kepandaian yang amat tinggi. Pantas saja Pek I Nikouw mencelanya sebagai seorang yang kurang memperhatikan keluarganya.

   Semua orang memujimuji kepada Yu Tek, akan tetapi pemuda itu segera berkata kepada ayahnya karena dia teringat akan dara remaja yang tadi membantunya menangkap penjahat.

   "Ayah, yang berjasa menangkap penjahat itu adalah nona ini"

   Dia menengok ke arah gadis itu dan betapa kagetnya melihat tempat itu telah kosong dan gadis itu telah pergi ke mana. Yap taijin tersenyum dan berkata.

   "Aku sudah tahu, Tekji (anak Tek). Nona tadi adalah murid dari Pek I Nikouw dan memang ketua Kuil Kwanimbio itu yang mengutus muridnya untuk turun tangan setelah aku minta bantuannya."

   Pulanglah ayah dan anak ini dengan hati girang. Yu Tek merasa girang karena selain usahanya yang pertama kali menentang kejahatan itu berhasil baik, juga melihat betapa ayahnya tidak marah melihat dia menjadi seorang ahli silat secara diamdiam, bahkan ayahnya merasa bangga. Di lain fihak, bupati itu merasa girang karena memperoleh kenyataan yang mengejutkan bahwa diam diam puteranya menjadi seorang pendekar yang menentang kejahatan dan yang berhusil menangkap penjahat yang telah memusingkannya dan telah menakutkan hati semua penduduk kota Ankian. Dia percaya akan penuturan puteranya, percaya bahwa guru puteranya tentulah seorang sakti yang selain mendidik ilmu silat kepada puteranya, juga telah menurunkan jiwa pendekar kepada pemuda itu.

   Berita tentang penangkapan penjahat yang ditakuti dan dibenci itu oleh putera Yaptaijin segera tersiar luas sampai jauh di luar kota An kian. Juga bahwa Kuil Kwanimbio di luar ternbok kota Ankian itu ternyata mempunyai seorang dara perkasa yang berilmu tinggi.

   Semenjak terjadinya peristiwa itu, Yu Tek kini sering kali mengunjungi Kuil Kwanimbio, bukan saja untuk menjumpai Pek I Nikouw dan minta petunjuk petunjuk dalam hal ilmu silat, akan tetapi sesungguhnya yang terutama sekali adalah untuk dapat bertemu dengan Beng Lian! Semenjak dia bertemu dengan dara remaja ini dan mendapatkan pertolongannya, ada sesuatu tumbuh di dalam hati sanubari pemuda itu, sesuatu yang amat aneh, yang selama hidup belum pernah dirasakannya, sesuatu yang membuat dia selalu ingin mengunjungi Kwanimbio dan yang membuat dia sering kali berjumpa dengan Beng Lian di dalam mimpi!

   Pek I Nikouw adalah seorang nikouw yang selain sakti, juga memiliki kewaspadaan dan kebijaksanaan. Sikap Yu Tek yang sering kali datang mengunjunginya itu dapat dia selami dan diamdiam diapun menemui Siok Thian Nikouw, ibu dari Beng Lian untuk membicarakan hubungan antara dua orang muda itu. Memang di waktu meraka saling berjumpa setiap kali pemuda itu datang berkunjung kelihatan biasa saja. Namun pandang mata mereka, sinar mata yang memancar keluar dari tatapan mata Yu Tek, senyum dikulum yang menghias mulut Beng Lian, semua ini menjadi tandatanda baginya bahwa "ada apa-apa"

   Terjadi dalam hati kedua orang muda itu.

   "Pemuda itu amat baik, biarpun dia putera seorang yang berpangkat tinggi di kota ini, namun dia tidak tinggi hati. Juga ayahnya terkenal sebagai seorang pembesar yang jujur dan bijaksana. Selain itu, Yu Tek juga memiliki kepandaian yang cukup tinggi, apa lagi murid dari Tiong san Lo kai, seorang tokoh besar di dunia kangonw yang selalu menentang kejahatan. Kita akan beruntung sekali kalau mempunyai seorang mantu seperti Yap Yu Tek,"

   Demikian antara lain Pek I Nikouw berkata kepada Siok Thian Nkouw.

   "Omitohud.."

   Siok Thian Nikouw merangkap kedua tanpnn seperti orang berdoa.

   "Kami telah menerima budi suthai, telah menerima petunjuk petunjuk yang amat berguna, telah menerima kasih sayang yang berlimpah. Oleh karena itu, saya hanya menyerahkan saja kepada kebijiksanaan suthai dalam hal ini, dan tentu saja saya menyerahkan kepada keputusan Beng Lian sendiri untuk menentukan jodohnya "

   "Siancai pernyataanmu yang diserahkan kepada keputusan Beng Lian sendiri untuk memilih dan menentukan jodohnya memang seharusnya dilakukan oleh setiap orang ibu yang benar benar mencinta anaknya Akan tetapi, membiarkan anak mengambil keputusan sendiri tanpa mengambil perduli sama sekali dan dengan sikap masa bodoh, sama sekali tidaklah bijaksana. Biarpun pemilihan terakhir memang sepenuhnya berada di tangan anak yang akan mengalaminya sendiri, namun orang tua tidaklah benar kalau melepas tangan sama sekali karena mungkin saja anak yang masih hijau itu akan memilih keliru. Sudah selayaknyalah kalau orang tua mengamat-amati agar pemilihan anaknya tidak sampai keliru yang kelak akan menjerumuskannya ke dalam lembah kesengsaraan."

   Siok Thian Nikouw mengangguk-angguk dan dua orang wanita pendeta ini lalu membicarakan tentang pemuda yang agaknya tertarik kepada Beng Lian itu.

   "Tenta saja sebagai pihak wanita, amatlah tidak baik kalau kita yang membicarakan hal perjodohan ini dengan orang tua pemuda itu karena penolakan dari pihak pria merupakan penghinaan yang sukar dapat dihapus dari sanubari kita. Akan tetapi tunggu sampai Tiongsan Lokai muncul di Ankian, pinni tidak ragu ragu untuk bicara dengan dia sebagai guru dari Yu Tek,"

   Kata pula Pek I Nikouw dan Siok Thian Nikouw hanya menyetujui saja. Diamdiam Siok Thian Nikouw bterdoa di dalam hatinya demi kebahagiaan putrinya, anak yang tinggal satu satunya itu karena dia menganggap bahwa puteranya, Beng Han, tentu menjadi korban keganasan pasukan pemberontak pula.

   Yu Tek menyambut kedatangan gurunva dengan berlutut. Melihat sikap muridnya yang tidak seperti biasanya ini, Tiongsan Lokai memandang dengan alis berkerut. Memang putera pembesar ini selalu hormat kepadanya, akan tetapi malam hari ini berbeda dari biasanya, wajah muridnya nampak serius dan tentu ada sesuatu yang telah terjadi.

   "Suhu, teecu mohon suhu sudi mengampuni kesalahan teccu."

   Kakek itu mcngelus jenggotnya.

   "Hemmm, kesalahan apakah yang kau lakukan, muridku?"

   "Teccu telah melanggar pantangan suhu, yaitu terpaksa teecu telah memperlihatkan kepandaian ketika teccu turun tangan menangkap penjahat sehingga bukan hanya ayah yang mengetahui keadaan teecu, melainkan hampir semua penghuni kota ini sekarang mengetahuinya belaka."

   Dengan singkat Yu Tek lalu menceritakan peristiwa yang terjadi ketika dia menangkap penjahat jaihoacat yang mengacau kota Ankian beberapa pekan yang lalu. Gurunya mendengarkan dengan perhatian.

   "Scbetulnya teecu yang sudah mendengar akan pengacauan penjahat itu, karena teringat akan pesan dan larangan suhu, tidak berani turun tangan. Akan tetapi, pada malam hari itu teecu menerima surat ini dari Pek I Nikouw."

   Yu Tek menyerahkan sehelai kertas tulisan Pek I Nikouw itu kepada gurunya.

   Tiongsan Lokai menerima surat itu dan membacanya, lalu kakek ini tersenyum dan mengangguk-anggukkan kepalanya. Melihat betapa gurunya tidak memperlihatkan sikap marah, Yu Tek menjadi lega dan dia melanjutkan.

   "Betapapnn juga, suhu, teecu tidak pernah menyebut nama suhu di hadapan siapapun juga, bahkan ketika ayah bertanya tentang nama suhu, teecu berkata terus terang bahwa teecu tidak berani menyebut nama suhu sebelum mendapat perkenan dari suhu sendiri "

   Kakek itu mengelus jenggotnya dan menarik napas panjang.

   "Syukurlah, kalau begitu, Yu Tek. Kukatakan terus terang kepadamu bahwa apabila orang luar mendengar bahwa engkau adalah murid Tiongsan Lokai, berarti engkau telah menarik datangnya bahaya yang mengancam dirimu. Sekarang lebih baik engkau mengetahuinya bahwa gurumu ini dimusuhi oleh banyak sekali orang jahat yang dahulu pernah roboh di tanganku. Mereka itu senantiasa berusaha untuk membalas dendam sehingga boleh dibilang bahwa aku selalu diintai bencana. Hal ini sama sekali tidak kutakuti karena sebagai orang gagah, sudah seharusnya orang yang telah berani berbuat harus berani pula bertanggung jawab atas segala akibat perbuatannyd itu. Akan tetapi, kalau sampai mereka tahu bahwa engkau adalah muridku, aku khawatir kalau mereka itu datang dan mengganggu serta memusuhi engkau dan keluargamu. Inilah sebabnya maka aku minta kepadamu agar engkau merahasiakan hubungan antara kita."

   Mendengar ucapan gurunya ini, Yu Tek teringat akan katakata dan larangan ayahnya dahulu untuk mempelajari ilmu silat, bahwa mempelajari ilmu silat itu hanya mendatangkan musuhmusuh dun memupuk dendam dan sakit hati dalam dada orang orang yang dikalahkannya. Kini ucapan itu terbukti pada diri gurunya. Akan tetapi, dia merasa penasaran dan tidak setuju dengan pendirian suhunya.

   "Maafkan teecu, suhu, kalau teecu berani mengemukakan pendapat teecu yang bodoh. Teecu yakin bahwa orang-orang yang dulu suhu robohkan tentulah orang-orang jahat yang me-mang patut untuk dibasmi, dan perbuatan suhu itu memang adil dan benar. Mengapa kita harus takut akan segala usaha pembalasan dendam mereka? Teecu sebagai murid suhu malah berkewajiban untuk menjunjung tinggi nama suhu, dan sudah selayaknya pula apa bila teecu membantu suhu sekuat tenaga untuk menghadapi mereka yang datang hendak menuntut balas. Kalau suhu minta kepada teecu merahasiakan kenyataan bahwa teecu adalah murid suhu, bukankah hal ini berarti bahwa suhu hendak membikin teecu menjadi seorang pengecut? Maaf, teecu raohon petunjuk suhu, karena, teecu masih belum mengerti benar."

   Kakek itu kembali menarik napas panjang.

   "Katakatamu itu memang tidak keliru, muridku. Akan tetapi ketahuilah bahwa sukar sekali bagi seorang manusia untuk menginsyafi kesalahan diri sendiri, demikian pula halnya dengan orang-orang yang pernah kukalahkan itu. Kita boleh menyebut mereka jahat, akan tetapi belum tentu mereka sadar bahwa mereka itu jahat. Bahkan sebaliknya, mereka itulah yang menganggap bahwa aku seorang jahat yang suka mencampuri urusan mereka dan membikin rugi mereka. Dan mereka itu mempunyai kawan-kawan, murid, dan saudara-saudara yang tentu saja membela mereka, memusuhi aku tanpa mengetahui duduknya persoalan dan dengan sendirinya menganggap aku jahat, seperti halmu sendiri yang biarpun tidak menyaksikan sendiri kejahatan musuh-musuhku, telah percaya penuh bahwa tentu mereka berada di fihak yang salah. Inilah sebabnya, muridku, maka aku tidak mau menarik engkau terjerumus ke dalam jurang balas membalas ini. Harus kuakui bahwa biarpun aku yakin akan kejahatan mereka yang pernah kukalahkan itu, akan tetapi kawan-kawan mereka yang sekarang ikut memusuhi aku belum tentu terdiri dari orangorang jahat pula."

   "Ah, kiranya demikian ruwet persoalannya. Kalau begitu benar juga katakata ayah..

   "

   Tanpa disengaja terlompat katakata ini dari mulut Yu Tek.

   "Heiii, apa maksudmu?"

   Karena sudah terlanjur mengeluarkan kata kata itu, terpaksa Yu Tek lalu menceritakan betapa dulu ayahnya melarang dia belajar ilmu silat oleh karena ayahnya berkata bahwa orang yang memiliki ilmu kepandaian ini, hanya akan melibatkan dirinya ke dalam balas membalas yang tiada habisnya.

   "Memang tak dapat disangkal akan kebenaran katakata ayahmu itu, Yu Tek. Akan tetapi kalau semua orang berpegang kepada kebenaran pendapat itu, lalu siapakah yang menghadapi orangorang jahat yang menggunakan kepandaian mereka untuk berlaku sewenangwenang? Siapakah yang akan membela orangorang lemah yang tertindas? Memang harus kita sadari bahwa segala sesuatu di permukaan dunia ini selalu bermuka dua, ada baiknya tentu ada buruknya, ada untung tentu ada pula ruginya. Akan tetapi kurasa, asal kita dapat mengatur langkah, memilih jalan yang benar, kita tidak akan tersesat."

   Setelah berbicara dengan muridnya dan mengenal sikap dan pendirian pembesar Yap ayah dari muridnya itu, hati Tiongsan Lokai tergerak dan tertarik, maka diamdiam pada suatu malam dia menemui Yaptaijin dan memperkenalkan dirinya. Bukan main terkejut dan herannya hati pembesar ini ketika melihat

   bahwa orang yang memberi pelajaran ilmu silat kepada puteranya adalah seorang kakek pengemis! Kedua orang tua ini lalu bercakap cakap dan timbullah rasa kagum dan suka didalam hati Yaptaijin ketika memperoleh kenyataan bahwa biarpun tubuhnya mengenakan pakaian jembel, namun di didalam tubuh itu

   terdapat batin yang bersih dan semangat yang gagah perkasa serta pengetahuan yang luas dan tinggi.

   Banyak hal yang mereka bicarakan dan Yaptiijin mendapat kenyataan bahwa kakek yang menjadi guru puteranya itu ternyata tidak asing dengan segala hal, dari urusan ketatanegaraan, tentang keadaan di kota raja, tentang pemerintahan, tentang perang dengan pemberontak, sampai ke soal-soal kcsusasteraan dan kebudayaan. Kemudian mereka bicara teniang Yu tek dan Tiongsan Lo kai berkata.

   "Taijin, kemarin malam Pek I Nikouw menemui saya dan dia mengajukan usul untuk menjodohkan muridnya yan bernama Gan Beng Lian dengan putera taijin."

   "Ah, nona yang gagah perkasa itu?"

   Yap taijin bertanya.

   "Benar, nona yang membantu Yu Tek menangkap penjahat itu."

   Sampai beberapa lamanya pembesar itu termenung. Dia adalah seorang pembesar, dan anaknya hanya satu. Yu Tek seorang pemuda yang baik dan berbakti, memiliki pengertian mendalam tentang kesusasteraan dan juga kini menjadi seorang pemuda perkasa dengan ilmu silat yang tinggi. Menurut pcndapat umum tentu tidak sepadan kalau puteranya itu berjodoh dengan seorang gadis kuil Akan tetap Yaptaijin bukanlah seorang yang terikat oleh perbedaan kedudukan dan keadaan duniawi.

   "Lo sicu,"

   Katanya tenang.

   "Dalam soal perjodohan, saya tidak berpendirian terlalu kukuh. Perjodohan merupakan ikatan selam hidup bagi seseorang yang bertalian erat dengan kebahagiaan orang itu. Maka, demi kebahagiaan putera saya, pemilihan jodoh saya serahkan bulatbulat kepada putera saya, dan saya sebagai ayahnya hanya akan mengamati agar jangan sampai putera saya salah pihh. Saya pribadi amat kagum dan suka kepada nona yang gagah perkasa murid Pek I Nikouw itu. Akan tetapi, keputusannya saya serahkan kepada Yu Tek sendiri."

   Semenjak dara remaja yang berpakaian putih dan amat gagah perkasa itu membantu Yu Tek menangkap penjahat, beberapa kali pembesar ini sudah mengunjungi Kwan im bio, selain untuk bercakap-cakap dengan Pek I Nikow yang luas pengetahuannya, juga pembesar ini melihat bahwa gadis yang gagah itu ternyata adalah seorang dara yang cantik jelita, lemah lembut, halus dan sopan santun, juga selain ilmu silat, cukup terdidik pula dalam hal ilmu membaca menulis. Maka kini, mendengar usul perjodohan itu, sebagian besar dari perasaan hatinya sudah menyetujuinya.

   "Hahaha, jawaban taijin ini saja sudah menunjukkan bahwa taijin adalah seorang ayah yang cukup bijaksana dan tidak memikirkan diri sendiri. Kalau begitu, sebaiknya kita memanggil Yu Tek dan menanyakan pendiriannya sekarang juga!"

   Terseret oleh kegembiraan kakek itu, Yaptaijin lalu memanggil puteranya. Yap Yu Tek merasa terkejut dan heran melihat betapa gurunya telah duduk di dalam ruangan tamu. Melihat muridnya itu berdiri dan memandang dengan mata terbelalak, kakek itu tertawa.

   "Haha, jangan heran, Yu Tek. Aku telah berkenalan dengan ayahmu dan merasa menyesal mengapa tidak dulu dulu aku mengenalnya."

   Yaptaijin juga berkata.

   "Kami telah bicara banyak dan aku kagum sekali kepada gurumu, Yu Tek. Sekarang kami berdua memanggilmu untuk mengetahui pendirianmu tentang jodoh."

   "Jodoh?"

   Yu Tek bertanya, matanya terbuka lebar dan dia memandang ayah dan gurunya bergantian, tidak mengerti apa yang mereka maksudkan.

   "Benar, jodoh untukmu, Yu Tek. Kami bicara tentang seorang gadis yang pantas menjadi calon isterimu"

   Tiba-tabi wajah pemuda tampan itu menjadi merah sekali. Dia merasa jantungnya berdebar kencang dan mukanya terasa panas.

   "Akan tetapi teecu sama sekali tidak pernah memikirkan pernikahan..."

   "Hahaha, bukan untuk tergesagesa menikah, Yu Tek. Untuk tergesagesa menikah tentu akan dipilih hari, bulan dan tahun yang baik dan tepat. Akan tetapi kami membicarakan tentang ikatan jodoh, jadi agar ada calon isterimu yang sudah ditentukan dari sekarang, seorang gadis yang amat baik."

   "Tapi.. hal ini belum pernah saya pikirkan, ayah, dan begini tibatiba saya menjadi bingung"

   "Yu Tek, bagaimana pendapatmu tentang nona Gan Beng Lian?"

   Tibatiba Tiongsan Lokai bertanya.

   Ketika gurunya tibatiba menyebutkan nama ini, jantung Yu Tek berdebar makin keras dan dia hanya memandang wajah gurunya dengan melongo. Melihat wajah muridnya yang biasanya kelihatan cerdik itu kini melongo seperti wajah seorang bodoh, kakek itu tertawa geli;

   "Yu Tek,"

   Terdengar ayahnya berkata.

   "Aku dan gurumu telah membicarakan tentang gadis murid Pek I Nikouw itu dan kami berdua merasa suka kepada gadis itu. Kami berdua merasa setuju sekali kalau gadis itu menjadi calon isterimu. Akan tetapi, kami ingin mendengar dulu pendapatmu sebelum mengajukan pinangan untuk mengikat tali perjodohan di antara kalian."

   Mendengar ucapan ayahnya itu, Yu Tek menundukkan mukanya yang menjadi merah sekali. Dia merasa malu dan girang, akan tetapi bagaimana dia dapat menyatakan perasaannya ini? Untuk menjawabpun terasa amat sukar baginya, seolaholah kerongkongannya tercekik.

   "Eh, Yu Tek, apakah kau tibatiba menjadi gagu? Ayahmu bertanya kepadamu. Hayo jawablah sejujurnya!"

   Gurunya berkata mendesak.

   Akhirnya Yu Tek mengangkat muka memandang kepada ayahnya dan gurunya. ''Tentang hal itu ah, tentang ikatan jodoh itu""

   Dia menggagap, lalu menarik napas panjang menenteramkan hatinya yang terguncang, lalu menyambung dengan sikap lebih tenang.

   "Sebagai seorang anak, tentu saja saya hanya dapat menyerahkan hal itu kepada keputusan ayah saja."

   Setelah berkata demikian, dia kembali menundukkan mukanya.

   Yaptaijin dan Tiongsan Lokai saling pandang dan tersenyum. Sebagai orang orang tua yang berpengalaman, jawaban ini saja sudah cukup bagi mereka. Akan tetapi Tiongsari Lokai yang selalu berwatak terbuka, masih belum puas.

   
Kisah Tiga Naga Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Yu Tek, andikata ayahmu memilihkan seorang gadis yang kauanggap buruk baik rupanya maupun kelakuannya, andaikata pilihan ayahmu itu adalah seorang gadis yang sama sekali tidak kaucinta atau suka apakah engkaupun akan menerimanya begitu saja?"

   "Tentu saja tidak!"

   Jawab Yu Tek menggeleng kepala.

   "Jadi kalau tidak cocok, engkau akan menolaknya?"

   Desak gurunya.

   "Kiranya begitulah, suhu,"

   "Dan sekarang, kalau ayahmu menjodohkan engkau dengan nona Beng Liar, apakah engkau tidak menolaknya?"

   Sejenak guru dan murid ini berpandangan, lalu Yu Tek menundukkan mukanya dan menggeleng kepala.

   "Tidak, suhu."

   "Jadi kau setuju dan suka kepadanya, bukan?"

   Yu Tek tak dapat menjawab, lalu akhirnya dapat juga dia mcngeluarkan katakata sambil menunduk.

   "Hal itu terserah kepada ayah dan teecu memang kagum kepadanya."

   Yaptaijin dan Tiongsan Lokai tertawa.

   "Bagus!"

   Kata Yap taijin.

   "Yu Tek, semenjak nona itu membantu kita, memang aku telah tertarik dan aku sudah menyelidiki tentang dia. Nona itu bernama Gan Beng Lian, ibunya seorang janda yang kini telah masuk menjadi nikouw dengan nama Siok Thian Nikouw. Nan, aku akan memilih hari baik dan akan mengajukan pinangan kepada ibunya dan gurunya di Kuil Kwanimbio. Bahkan ibumu sendiri su-dah pula menyatakan kagum dan sukanya kepada gadis ini. Maka, setelah ayah bundamu suka, gurumupun setuju, dan engkau sendiri tidak menolak, bereslah sudah, hahaha!"

   Demikianlah, pada suatu hari yang dianggapnya hari baik, Yaptaijin mengajukan pinangan kepada Siok Thian Nikduw dan Pek I Nikouw.

   Tentu saja pinangan itu diterima dengan hati dan tangan terbuka. Diam-diam Siok Thian Nikouw merasa girang dan bangga sekali. Hati ibu yang mana yang tidak akan merasa bahagia kalau puterinya dipinang oleh seorang bupati untuk dijodohkan dengan putera tunggalnya yang selain tampan, juga ahli dalam ilmu bun dan bu yang tinggi?

   Ketika Beng Lian ditanyai pendapatnya, dara ini menundukkan mukanya yang merah, matanya berlinang air mata akan tetapi mulutnya tersenyum, sama sekali tidak menjawab hanya jari-jari tangannya meremas ujung bajunya sampai hancur tanpa disadarinya, kemudian sambil mengeluarkan suara seperti rintihan, seperti isak tangis akan tetapi juga seperti kekeh tawa, dia lari meninggalkan ibu dan gurunya, memasuki kamarnya! Sikap ini sudah lebih dari cukup bagi dua orang wanita itu maka tanpa raguragu lagi mereka menerima pinangan itu.

   Secara resmi diikatlah pertunangan antara Yu Tek dan Beng Lian. Dan semenjak itu, mereka berdua makin giat berlatih dan menerima ilmu-ilmu terakhir dari guru-guru mereka. Yu Tek menyempurnakan Ilmu Tiongsan Tunghwat yang amat aneh gerakannya, sedangkan Beng Lian pun memperdalam Ilmu pedang Ngo lian Kiam-hwat (Ilmu Pedang Lima Teratai) dari gurunya.

   Setahun kemudian semenjak pe:istiwa penangkapan penjahat yang mengacau kota Ankian itu, kepandaian dua orang muda itu telah maju pesat sekali. Pada suatu hari, Tiongsai Lokai yang selama setahun itu tinggal di rumah Yaptaijin, berpamit dan pergi merantau seperti biasa dengan berjanji bahwa kelak di waktu Yu Tek melangsungkan pernikahannya, dia akan menghadiri.

   Semenjak pertunangan di antara mereka, atas nasihat Pek i Nikouw, tidak jarang Yu Tek dan Beng Lian berlatih silat bersama untuk memperdalam ilmu silat masing-masing. Tentu saja maksud Pek I Nikouw bukan hanya agar mereka dapat memperdalam ilmu silat mereka, melainkan juga terutama sekali untuk memberi kesempatan kepada calon suami isteri itu untuk saling menyelami dan mengenal watak masing-masing lebih baik dan menumbuhkan keakraban dan cinta kasih di antara mereka agar makin mendalam pula. Akan tetapi sebagai seorang wanita cerdik, pendeta ini hanya menekankan perlunya latihan silat bersama untuk memperdalam kepandaian mereka itu.

   "Ilmu silat tidak saja membutuhkan pemikiran yang mendalam, akan tetapi terutama sekali latihan-latihan kaki, tangan, mata dan telinga sebingga ilmu itu mendarah daging, seolah-olah menjadi satu dan meresap ke dalam seluruh urat-urat di tubuh sehingga dalam segala keadaan, kepandaian itu telah tersedia dan siap untuk dipergunakan sebagai penjaga keselamatan diri dari serangan-serangan lawan. Maka apabila ilmu ini lama tidak dipergunakan atau dilatih, akan berkuranglah daya kegunaannya. Berlatih seorang diri dan berlatih menghadapi seorang lawan mempunyai perbedaan yang besar sekali, maka ada baiknya apabila kalian rajin berlatih bersama, karena dengan demikian, kalian membuat gerakan kaki tangan kalian menjadi lincah. Juga dari serangan masing-masing kalian dapat menambah pengalaman dalam menghadapi serangan lawan."

   Sebagai sepasang orang muda yang saling bertunangan dan saling mencinta, tentu saja latihan bersama ini mendatangkan kegembiraan dan kebahagiaan. Sering kali Yu Tek datang berkunjung ke Kwanimbio di mana mereka berdua berlatih di bawah pengawasan dan petunjuk Pek I Nikouw. Ada kalanya Beng Lian datang ke gedung kabupaten dan berlatih ilmu silat bersama tunangannya di lian bu thia (ruangan belajar silat) yang sengaja dibangun oleh Yaptaijin untuk puteranya.

   Pada suatu senja, Beng Lian dan Yu Tek berlatih silat di lianbuthia yang letaknya di belakang gedung dekat taman bunga. Seperti biasa Yu Tek memainkan sebatang tongkat bambu sedangkan Beng Lian menggunakan sebatang pedang. Mereka bertanding dengan seru, seolah-olah bukan sedang berlatih melainkan sedang bertempur sungguh-sungguh. Sukar untuk dikatakan siapa yang lebih tinggi kepandaiannya di antaia mereka. Pedang Beng Lian yang dimainkan dalam Ilmu Pedang Ngo-lian Kiam-hwat itu bergerak cepat sehingga bentuk pedangnya lenyap, yang nampak hanya gulungan sinar pedang berwarna putih yang mengeluarkan bunyi berdesingdesing. Tongkat bambu di tangan Yu Tek juga bergerak secara luar biasa sekali, menyambarnyambar sebagai sinar hijau yang panjang dan tidak terduga gerakangerakannya, seperti seekor ular sakti yang hidup saja.

   Dulu, ketika untuk pertama kali mereka berlatih bersama, keduanya amat terkejut dan merasa bingung menghadapi senjata masing masing sehingga mereka bersilat dengan hatihati dan tidak berani menggerakkan senjata secara sembarangan karena khawatir kalau-kalau senjata mereka akan saling melukai. Akan tetapi, setelah sering kali melakukan latihan bersama, mereka telah saling mengenal ilmu silat masing-masing dan berani menggerakkan senjata lebih cepat sehingga kalau kini mereka berlatih, tubuh mereka lenyap tergulung sinar senjata mereka yang seakanakan saling membelit dan menjadi satu. Bahkan anehnya, dalam latihan ini, mereka merasa sa-ling berdekatan dan saling belai, seolaholah mereka dapat menumpahkan rasa cinta kasih mereka melalui gerakan senjata mereka! Terasa kemesraan yang amat mendalam di waktu mereka saling serang itu!

   Pada saat itu, ketika mereka sedang terlibat dalam latihan sungguhsangguh, tibatiba mereka mendengar suara wanita yang lantang dan nyaring, seakan-akan wanita itu sedang marah dan membentak-bentak orang lain. Tentu saja dua orang muda ini merasa heran dan menghentikan gerakan mereka. Kini terdengarlah suara itu dari dalam runngan lianbuthia, suara yang terdengar di sebelah luar ruangan itu.

   "Sebagai seorang pembesar seharusnya engkau melindungi rakyat dan mencegah tindakan para camat dan kepala dusun yang memeras rakyat!"

   Suara wanita itu berkata lantang.

   "Tidak lahukah engkau betapa rakyat amat miskin dan sengsara? Apakah Kau hendak mempertahankan kedudukanmu dan kemulianmu dengan menginjak dan mencekik rakyat? Rakyat yang tidak berdaya hanya dapat menerima semua kekejaman itu dengan keluh kesah, akan tetapi kami tidak akan membiarkan saja para pembesar berlaku sewenang-wenang!"

   Bukan main kagetnya hati Yu Tek dan Beng Lian mendengar ucapan yang keluar dari mulut seorang yang tidak mereka kenal suaranya itu. Cepat mereka melompat keluar dari lianbu thia dan berlari menuju ke ruangan depan. Mereka melihat beberapa orang pengawal telah roboh dalam keadaan tertotok tidak berdaya sedangkan Yaptaijin berdiri tertegun sambil memandang kepada tiga orang muda yang berada di situ dengan mata terbelalak penuh keheranan.

   Yu Tek dan Beng Lian memandang tajam dan melihat bahwa tiga orang itu terdiri dari dua orang pemuda tampan dan seorang gadis cantik. Mereka bertiga kelihatan begitu gagah. Gadis cantik ltulah yang sedang menudingkan telunjuknya ke muka Yaptaijin sambil membentak-bentak marah.

   "Kalau engkau tidak mencabut kembali peraturan pemungutan pajak yang mencekik leher para petani miskin itu, jangan menyesal kalau kami akan turun tangan memberi hajaran kepadamu!"

   Seorang di antara pemuda pemuda itu, yang berwajah tampan dan bermuka putih, berkata sambil meraba gagang pedangnya.

   Yu Tek dan Beng Lian menjadi marah bukan main melihat sikap mereka terhadap Yaptaijin.

   "Manusia-manusia kurang ajar, jangan menjual lagak di sini!"

   Bentak Yu Tek dengan kedua mata memandang berapiapi, sedangkan Beng Lian dengan pedang di tangan sudah siap siaga pula.

   Tiga orang muda itu bukan lain adalah Kui Eng, Bun Hong, dan Beng Han Seperti telah dituturkan di bagian depan, mereka bertiga telah menundukkan camat she Gu di Hongyang, dari camat ini mereka mendengar bahwa peraturan pajak itu ditentukan oleh atasannya, yaitu pembesar she Yap atau Bupati Yap di Ankian. Mereka lalu menuju ke Ankian untuk memberi hajaran pula kepada Bupati Yap, maka pada hari ini, di waktu senja, mereka sudah menyerbu gedung Bupati Yap, merobohkan beberapa orang pengawal sampai mereka berhadapan sendiri dengan Yaptaijin.

   Kini, mendengar bentakan Yu Tek mereka bertiga cepat memutar tubuh memandang. Mereka menyangka bahwa tentu tukang tukang pukul pembesar ini yang muncul. Akan tetapi alangkah heran hati mereka ketika melihat bahwa yang datang adalah seorang pemuda berpakaian seperti seorang sasterawan yang memegang sebatang tongkat bambu bersama seorang gadis cantik berpakaian putih sederhana yang memegang sebatang pedang!

   "Eh, dua orang bocah lancang, jangan kalian ikut mencampuri urusan orang-orang dewasa!"

   Kui Eng membentak dengan suara mengejek.

   Merahlah wajah Beng Lian mendengar ini. Usia gadis cantik itu tidak banyak selisihnya dengan dia, paling banyak satu dua tahun akan tetapi gadis itu bersikap seolah-olah dia dianggap masih ingusanl "Kau wanita sombong, apakah kaukira. hanya engkau seorang yang memiliki kepandaian dan keberanian?"

   Teriaknya dan dia sudah maju menyerang dengan pedangnya.

   Kui Eng tertawa mengejek sambil mencabut pedangnya dan menangkis, balas menyerang, dan segera dua orang jura ini sudah saling serang dengan sengit dan seru. Bun Hong dan Beng Han tercengang menyaksikan ilmu pedang gadis berpakaian putih itu yang luar biasa dan sama sekali tidak boleh dipandang ringan, maka mereka berduapun segera mencabut pedang masing-masing karena dari luar telah datang rombongan pengawal dengan senjata di tangan.

   "Kalian mencari penyakit!"

   Bentak Yu Tek dan segera dia maju menyerang dengan tongkat bambunya kepada Bun Hong dan Beng Han. Kembali dua orang pemuda ini terkejut sekali karena tidak mereka sangka bahwa pemuda yang berpakaian seperti sasterawan lemah ini ternyata memiliki ilmu tongkat yang demikian hebatnya. Hampir saja pundak Bun Hong terkena totokan karena ketika Yu Tek menyerang tadi, tongkatnya menyambar dan menyabet ke arah pinggang mereka berdua. Beng Han melompat dan mengelak, akan tetapi Bun Hong mengangkat pedangnya untuk membacok tongkat bambu yang menyambar itu. Akan tetapi, alangkah kagetnya ketika sebelum tongkat itu bertemu pedang, tibatiba tongkat itu membuat gerakan membalik dan langsung menotok jalan darah di pundaknya! Nyaris dia dirobohkun dalam gebrakan pertama ini kalau saja Bun Hong tidak memiliki kegesitan yang luar biasa, untunglah dia dapat mengelak dengan jalan memutar tubuh ke belakang. Dengan marah Bun Hong lalu membalas dengan serangkaian serangan dapsyat, akan tetapi semua serangannya dapat dielakkan dan ditangkis oleh pemuda sasterawan itu! Bun Hong merasa penasaran sekali. Dia merasa seolah-olah dipandang rendah karena pemuda sasterawan itu menghadapi dan melawannya hanya menggunakan senjata sebatang bambu kuning saja! Dia tidak tahu bahwa senjata ini memang seniata istimewa dari lawannya. Mereka segera bertempur dengan seru di ruangan itu.

   Melihat ini, Yaptaijin bcberapakali mengangkat tangan ke atas untuk mencegah sambil berseru.

   "Tahan! Tahan! Jangan bertempur!"

   Akan tetapi orang-orang muda yang sudah "naik darah"

   Itu mana mau mendengar seruannya, terutarma sekali Kui Eng dan Bun Hong yang merasa penasaran sekali karena mereka berdua tidak dapat segera meroboh kan Beng Lian dan Yu Tek.

   Sementara itu, rombongan pengawal yang terdiri dari belasan orang itu tadinya tidak berani turun tangan karena mereka merasa gentar menghadapi kelihaian tiga orang muda yang tadi dengan mudah mrrobohkan beberapa orang penjaga, akan tetapi setelah melihat bahwa YapYu Tek dan Gan Beng Lian turun tangan mereka menjadi berani dan bersemangat lalu maju untuk mengeroyok!

   Pertempuran hebat terjadi di ruangan depan gedung kabupaten itu dan tiga orang pemuda itu terkurung di tengah-tengah. Akan tetapi, pedang mereka bergerak dan menyambar-nyambar bagaikan tiga ekor naga sakti mengamuk sehingga para pengeroyoknya yang terdiri dari para pengawal itu tidak berani mcngepung terlalu dekat. Kalau hanya menghadapi para pengawal itu saja, Kui Eng, Bun Hong dan Beng Han sama sekali tidak merasa gentar, akan tetapi dua orang muda yang menahan serbuan mereka itu benar-benar hebat, sedangkan di antara para penjaga ada pula yang memiliki kepandaian lumayan dan kini makin banyak pengawal datang berlarian dari luar.

   Kui Eng maklum bahwa untuk mencapai kemenangan, dia dan dua orang suhengnya harus menurunkan tangan kejam, maka dia merasa serba salah. Gadis remaja baju putih yang menghadapinya amat tangguh dan agaknya takkan mudah baginya untuk mengalahkan dara ini, karena selain ilmu pedang dara itu cukup lihai, juga dia harus memperhatikan pengeroyokan para penjaga yang menyerangnya dari belakang, kanan dan kiri.

   "Perempuan sombong menyerahlah saja sebelum engkau terluka!"

   Kata Beng Lian dengan suara mengandung ejekan.

   Kui Eng menjadi marah.

   "Pengecut. Kalau benar kalian gagah, marilah kita bertempur seorang Iawan seorang, jangan main keroyokan."

   Akan tetapi Beng Lian yang menganggap tiga orang itu pengacau-pengacau yang menghina calon ayah mertuanya, hanya tersenyum mengejek dan tiba-tiba tangan kirinya bergerak, tiga batang jarum yang mengeluarkan sinar putih menyambar ke arah dua lengan Kui Eng dan serangan senjata rahasia ini disusul pula dengan tusukan pedangnya ke arah dada lawan dengan gerak tipu Dewi Memetik Kembang Teratai.

   Kui Eng terkejut sekali melihat sambaran jarum-jarum itu yang amat cepat. Dia tidak mungkin lagi dapat menangkis dengan pedangnya karena jarumjarum itu menyambar cepat ke arah kedua lengannya. Maka dengan mengeluarkan suara melengking nyaring, tubuh gadis ini mencelat ke atas dan seperti gerakan seekor burung walet, dia berjungkir balik dan membuat poksai (salto) beberapa kali di udara sebelum tubuhnya melayang turun kembali dan langsung dia mengirim serangan hebat kepada Beng Lian.

   Bukan main kagum hati Beng Lian menyaksikan gerakan ini. Maklumlah dia bahwa dalam hal ilmu ginkang, dia kalah terhadap gadis cantik itu. Akan tetapi, dia tidak menjadi gentar dan tetap tabah mengnadapi Kui Eng sehingga mereka segera bertempur lagi dengan seru.

   Sementara itu, Bun Hong juga bertempur dengan ramai sekali melawan Yu Tek, agak sibuk juga karena Yu Tek dibantu oleh beberapa orang pengawal yang cukup pandai. Melihat ini, Beng Han meninggalkan para pengeroyoknya dan membantu sutenya sehingga mereka berdua dikepung rapat seperti halnya Kui Eng pula.

   Adanya dua orang muda yang muncul dengan tiba-tiba itu menggagalkan rencana Beng Han dan. dua orang adik seperguruannya. Mereka sama sekali tidak pernah menyangka bahwa di rumah pembesar itu terdapat dua orang muda yang demikian tinggi kepandaiannya. Beng Han maklum bahwa kalau perempuran dilanjutkan, tentu mereka terpaksa harus membunuh banyak korban, maka dia lalu berseru keras kepada Bun Hong .dan Kui Eng.

   "Sute! Sumoi! Mari kita pergi dulu, jangan sembarangan membunuh orang!"

   Biarpun hati mereka belum merasa puas dan masih marah, namun Bun Hong dan Kui Eng tidak berani menyangkal perintah suheng mereka yang harus mereka taati itu. Mereka maklum pula akan berbahayanya keadaan mereka. Maka mereka lalu memutar senjata mereka dengan cepat sehingga beberapa batang golok para pengawal terpental, kemudian mereka mempergunakan kesempatan itu untuk meloncat keluar dari ruangan itu.

   "Orangorang sombong hendak lari kemana?"

   Teriak Beng Lian sambil melompat mengejar, diikuti oleh Yu Tek. Malam telah tiba dan di luar sudah mulai gelap.

   Kui Eng menjadi marah dan menoleh.

   "Pengecut yang hanya berani main keroyok!"

   Dia memaki.

   "Siapa takut melawan engkau?"

   Beng Lian balas membentak.

   "Kalau kau belum puas dengan kekalahan ini, datanglah ke Kuil Kwan imbio, aku akan menantimu di sana dan kita boleh bertempur sampai seribu jurus!"

   "Bagus!"

   Bentak Kui Eng.

   "Besok pagi-pagi aku akan datang kesana untuk memaksamu berlutut minta ampun kepadaku!"

   Kemudian dia melompat keatas genteng menyusul dua orang suhengnya.

   "Aih, sumoi, mengapa kau mencari perkara dengan menjanjikan untuk datang ke kuil memenuhi tantangan gadis baju putih itu?"

   Beng Han menegur sumoinya. Mereka bertiga duduk di dalam

   (Lanjut ke Jilid 05)

   Kisah Tiga Naga Sakti (Cerita Lepas)

   Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 05

   ruangan sebuah kuil tua yang kosong. Setelah mereka melakukan penyerbuan ke gedung tihu, tentu saja mereka tidak berani bermalam didalam rumah penginapan umum dan mereka menggunakan kuil tua itu sebagai tempat persembunyian. Mereka tentu saja tidak tahu bahwa Yap-tihu diam-diam melarang orang-orangnya untuk melakukan pengejaran terhadap tiga orang muda yang datang mengacau itu. Yap-tihu maklum bahwa tiga orang muda itu bukanlah penjahat-penjahat, melainkan pendekar-pendekar muda yang kurang pengalaman dan hendak bertindak sebagai patriot-patriot pembela rakyat tanpa penyelidikan terlebih dahulu.

   

Naga Sakti Sungai Kuning Karya Kho Ping Hoo Pedang Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo Naga Beracun Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini