Ceritasilat Novel Online

Kisah Tiga Naga Sakti 40


Kisah Tiga Naga Sakti Karya Kho Ping Hoo Bagian 40



"Aku mencari orang-orang Beng-kauw kabarnya berkumpul di hutan ini. Apakah kalian ini sisa anggauta Beng-kauw?"

   Ma Li Thong yang kini sudah tidak menderita lagi, anggauta tubuh yang tertendang tadi tidak begitu nyeri lagi, melangkah maju. Dia mengandalkan kawan-kawannya yang banyak, dan dia lalu menjawab gagah.

   "Kalau benar demikian, mengapa? Siapakah engkau?"

   "Aku adalah ketuamu yang baru!"

   Jawab pria itu dan dia sudah mengeluarkan sebuah bendera berwarna putih yang berkilauan seperti perak! Melihat bendera ini, serta-merta semua orang anggauta Beng-kauw itu menjatuhkan diri berlutut dan mulut mereka menyebut.

   "Kauwcu yang mulia"".!"

   "Ketahuilah bahwa aku sengaja datang dari Beng-kauw pusat di selatan untuk memimpin kalian setelah Beng-kauw di utara berantakan dan ketua kalian telah tewas semua. Mulai saat ini, aku Pek-ciang Cin-jin Ouw Sek menjadi ketua kalian."

   "Hidup kauwcu"".!"

   Ma Li Tong berseru dan kawan-kawannya semua lalu berteriak.

   "Hidup""..!"

   Mereka kelihatan gembira sekali karena kini memperoleh seorang ketua baru.

   "Kauwcu, jangan lepaskan wanita itu, dia adalah Im yang kauwcu! Perkumpulan kami dibinasakan oleh Im-yang-kauw, maka harap kauwcu suka membalaskan dendam sakit hati kami terhadap perempuan yang menjadi ketua Im-yang-kauw ini!"

   Pria itu memang Ouw Sek. Seperti kita ketahui Ouw Sek yang hendak merebut kedudukan kauwcu di Beng kauw pusat, yaitu di selatan, telah gagal oleh munculnya Coa Gin San yang tidik diduga-duganya. Karena tidak ingin dikeroyok, apa lagi di sana ada Gin San yang amat lihai, bahkan seimbang dengan dia, terpaksa dia melarikan diri ke utara membawa bendera keramat sebagai senjata untuk merebut kedudukan ketua di Beng-kauw utara. Akan tetapi, begitu tiba di utara, dia mendengar bahwa Beng-kauw telah berantakan dan hancur oleh serbuan Im yang-kauw, dan bahwa sisa anggauta Beng-kauw telah lari cerai-berai. Tentu saja dia menjadi kecewa sekali. Apa artinya ketua tanpa anggauta? Apa artinya memegang bendera keramat kalau tidak akan ada yang memuja dan mentaatinya? Dia harus mencari para anggauta itu, sisa orang-orang Beng-kauw.

   Maka dia lalu melakukan penyelidikan dan berkat kepandaiannya yang tinggi, akhirnya dia dapat menemukan sisa orang-orang Beng-kauw itu, tepat pada saat orang-orang itu mengeroyok Bu Siauw Kim. Mendengar ucapan Ma Li Thong itu, Ouw Sek terkejut bukan kepalang. Cepat dia memutar tubuh dan kini dia berdiri berhadapan dengan Bu Siauw Kim, sepasang matanya yang berminyak atau mata keranjang itu menjelajahi wanita itu dari ujung rambut sampai ke kaki dan diam-diam dia memuji karena kagum mendapatkan seorang wanita yang benar benar amat cantik dan sudah "matang"

   Akan tetapi kalau wanita ini benar-benar ketua Im-yang-kauw, berarti dia berhadapan dengan musuh besar. Dan tadi, dalam pertemuan tenaga, dia tahu bahwa wanita ini bukan orang sembarangan.

   Di lain fihak, Bu Siauw Kim juga memandang kepada Ouw Sek dengan pandang mata menilai dan mengukur. Pria ini tentu memiliki ilmu yang tinggi, pikirnya, dan buyarlah harapannya untuk dapat memaksa orang-orang ini menjadi anak buahnya. Tapi, kalau dia dapat bekerja sama dengan pria ini, bukankah baik sekali itu? Pria ini cukup tampan dan gagah, dan sudah "matang", tidak hijau seperti Gin San atau bahkan Gan Beng Han sekalipun. Dari sinar matanya saja tahulah dia bahwa pria ini akan lebih senang bersahabat dengan dia daripada bermusuh. Kerling mata dan senyumnya itu begitu penuh janji mesra!

   "Toanio, benarkah laporan anak buahku bahwa engkau adalah Im-yang-kauwcu?"

   Ouw Sek bertanya tanpa menghentikan kerling memikat dan senyum kagum itu. Bu Siauw Kim juga tersenyum dan memang wanita ini manis sekali kalau tersenyum, seperti seorang gadis remaja saja, padahal usianya, belum tentu lebih muda dari usia Ouw Sek!

   "Kiranya aku berhadapan dengan Beng-kauwcu yang baru!"

   Katanya dengan suara halus.

   "Memarg benar, tadinya aku adalah ketua Im-yang kauw, akan tetapi sekarang tidak lagi! Sekarang aku hanyalah seorang wanita yang kehilangan kedudukan dan yang mendendam kepada pemerintah! Im-yang-kauw telah dihancurkan oleh pasukan pemerintah!" "Ah, begitukah? Memang Beng-kauw dan Im-yang-kauw di utara ini telah bersikap tolol saling bermusuhan, padahal alangkah baiknya kalau bekerja sama dan menghadapi pemerintah bersama-sama, tentu lebih kuat. Bukankah kaupikir demikian, toanio?"

   "Ya begitulah, akan tetapi apa gunanya semua itu? Im-yang-kauw telah hancur, dan Beng kauw pun sudah berantakan! Lihatlah sisa anak buahmu itu, tidak ada harganya sama sekali!"

   Ouw Sek menengok dan tertawa.

   "Apa sukarnya kalau kita bangun kembali? Bagaimana kalau kita bekerja sama untuk membangun kembali perkumpulan yang kuat?"

   "Apa maksudmu dengan bekerja sama itu?"

   Bu Siauw Kim bertanya dan dua orang itu bicara sambil tersenyum, seolah-olah dua orang sahabat lama yang merundingkan sesuatu, padahal di balik senyum itu terdapat penilaian masing-masing untuk dapat saling mengalahkan!

   "Ah, mudah sekali, toanio. Aku adalah Beng-kauwcu dan kalau engkau mau bekerja sama engkau dapat kuangkat menjadi wakilku atau pembantuku."

   "Hemm, agama kita seperti bumi langit jauh bedanya."

   "Eh, engkau masih mengukuhi agamamu toanio? Aku sendiri tidak mengukuhi Agama Beng-kauw, yang penting bagiku adalah membangun kembali perkumpulan kita. Engkau boleh mempelajari Beng-kauw dan aku belajar tentang Im-yang-kauw darimu, kemudian kita ambil yang bermanfaat dan menggabungkan keduanya itu, bukankah itu baik sekali? "Bu Siauw Kim tertawa. Dia sendiri sejak dulu juga tidak begitu tegas soal agama, tidak seperti susioknya, Cin Beng Thiancu maka ucapan ketua Beng kauw yang baru ini amat menyenangkan hatinya.

   "Baiklah, mari kita bertaruh." "Bertaruh bagaimana maksudmu?"

   Kita berdua bisa menjadi ketua dan pembantunya, hanya soalnya siapa yang akan menjadi ketua dan siapa pembantunya. Hal ini baru jelas kalau kita sudah bertanding, bukan?"

   "Ha-ha ha, bagus sekali! Pandangan toanio amat tepat dan cocok sekali dengan aku. Baik, mari kita tentukan siapa yang patut menjadi ketua dan siapa pembantunya."

   Bu Siauw Kim lalu melolos sabuk hitam yang disembunyikan di balik bajunya dan sekali dia mengebut, sabuk itu meluncur ke udara dan membuat gerakan seperti seekor naga melayang-layang amat indahnya sehingga para anggauta Beng-kauw yang merasa gembira karena kini memperoleh seorang ketua baru itu bersorak memuji.

   "Bagus, senjata toanio amat hebat"

   Ouw Sek yang memang pandai merayu wanita itu memuji dan diapun sudah mencabut tongkat emasnya yang berkilauan. Ketika semua anggauta Beng-kauw melihat tongkat itu, agaknya baru sekarang mereka menduga bahwa tongkat itu terbuat dari pada emas, maka di sana-sini terdengar seruan kagum bukan main. Tongkat seberat itu terbuat dari pada emas, tentu luar biasa mahal harganya!

   "Mulailah, toanio!"

   Ouw Sek mempersilakan sambil melintangkan tongkat emas yang panjangnya hanya selengan itu ke depan dada.

   "Lihat serangan!"

   Bu Siauw Kim berseru dan cambuknya berputar putar di udara, kemudian mengeluarkan ledakan dua kali dan ujung cambuk itu sudah melecut ke arah jalan darah di leher lawan

   "Bagus!"

   Ouw Sek cepat mengelak dengan gerakan kaki mendekat, lalu tongkatnya meluncur ke depan, menusuk ke arah lambung lawan. Namun Bu Siauw Kim dapat mengelak pula sambil menggerakkan kaki mundur menjauh dan ujung cambuk dari sabuk itu kembali telah melecut-lecut, kini sekaligus mengirim serangan totokan tujuh kali berturut-turut

   yang amat hebat dan berbahaya sekali!"

   "Hmmm"""..!"

   Diam-diam Ouw Sek kagum juga. Memang wanita ini memiliki ilmu kepandaian yang tinggi, cukup tinggi dan dapat diandalkan untuk menjadi pembantunya, pikirnya. Diapun mengeluarkan kepandaiannya, tidak mau mengelak melainkan menangkis dengan tongkatnya, membuat ujung sabuk itu terpental dan ada tiga kali totokan yang diterimanya begitu saja oleh tubuhnya.

   Bu Siauw Kim terkejut bukan main. Totokan totokan yang diterima oleh tubuh lawan itu adalah totokan sabuknya yang amat kuat, apa lagi yang kena totok adalah jalan darah yang mematikan, akan tetapi ketika ujung sabuknya mengenai tubuh lawan, sabuknya tergetar hebat dan terpental kembali. Tahulah dia bahwa lawannya ini memiliki sinkang yang amat kuat sehingga dia berani melindungi jalan darah itu dengan sinkangnya dan ternyata totokan sabuknya memang terpental. Bukan main! Akan tetapi wanita ini biarpun sudah tahu bahwa lawannya amat lihai, tidak menjadi jerih dan tidak mau mengalah begitu saja.

   Sabuknya masih terus berputaran dan meledak-ledak mengirim serangan, dan kini dia membantu sabuknya itu dengan pukulan tangan kiri yang menggunakan Ilmu Thian lui-sin-ciang, pukulan kilat yang berhawa panas sekali! Namun kembali dia kecele, karena pukulan pertama ditangkis oleh Ouw Sek yang hendak mengukur sampai di mana kehebatan pukulan itu dan tangkisan ini membuat Bu Siauw Kim terhuyung, kemudian ketika pukulan Thian-lui-sin-ciang yang ke dua datang, pria itu menerima pukulan itu dengan dadanya begitu saja.

   "Dukkkl"

   Dan akibatnya, kembali Bu Siauw Kim"".. terpental sedangkan yang dipukul tidak apa-apa! Benar-benar kagumlah Bu Siauw Kim.

   Ternyata pria ini memiliki tingkat ilmu kepandaian yang luar biasa hebatnya, lebih hebat dari pada Coa Gin San agaknya! Kini maklumlah Bu Siauw Kim bahwa dia tidak akan menang melawan pria ini, maka dia mengeluarkan pekik nyaring dan tiba tiba nampak sinar merah, dan saputangannya yang merah telah dikebutkannya. Saputangan merah ini mengandung racun dan kalau hawanya yang harum itu tercium lawan, tentu lawan akan roboh pingsan. Entah sudah berapa banyaknya lawan .yang roboh oleh saputangan ini.

   "Aduh. harumnya"".!"

   Ouw Sek malah menyedot-nyedot hidungnya sambil tersenyum, dan sama sekali tidak roboh!

   Melihat ini, Bu Siauw Kim lalu menggerakkan sabuk hitamnya yang meluncur seperti seekor ular dan membelit leher pria itu seperti buntut ular, membelit dengan kuatnya dan berusaha untuk mencekik leher itu. Akan tetapi, tiba tiba Ouw Sek tertawa dan dia menggerakkan tubuhnya berpusing sehingga sabuk itu melibat-libat lehernya dan dengan sendirinya tubuhnya kini mendekati Siauw Kim.

   Melihat ini, Siauw Kim terkejut sekali dan cepat dia mengangkat tangan kirinya untuk memapaki tubuh yang mendekat dan berpusingan itu dengan pukulan Thian lui-sin-ciang ke arah kepala, karena dia tidak mau memukul bagian badan lain yang dapat dilindungi kekebalan. Akan tetapi tubuh yang kini sudah berada dekat sekali di depan Siauw Kim itu, tiba-tiba berhenti dan tangan kiri Ouw Sek digerakkan menangkap pergelangan tangan kiri wanita itu sehingga Siauw Kim tidak mampu bergerak lagi. Tangan kanan wanita itu memegang ujung sabuk dan tangan kirinya tertangkap sehingga dia tidak berdaya.

   Sementara itu, dengan tangan kanannya Ouw Sek sudah menotokkan tongkat emasnya dua kali, tepat mengenai ujung buah dada kiri dari wanita itu. Hampir Siauw Kim menjerit karena tahu bahwa dia tentu akan tewas seketika. Akan tetapi totokan itu hanya mendatangkan rasa geli pada kedua buah dadanya, maka tahulah dia bahwa lawan itu tidak menotoknya, melainkan hanya menyentuh saja dengan halus Dan dia makin kagum karena yakin akan

   kepandaian pria itu.

   "Aku..."

   Aku mengaku kalah""."

   Katanya dengan muka merah karena selain dia merasa jengah akan kekalahannya yang membuat di sama sekali tidak berdaya itu, juga dua kali sentuhan ke buah dadanya tadi jelas memperlihatkan keinginan hati pria itu!

   "Ha-ha-ha, engkau hebat, toanio. Engkau patut menjadi pembantuku! Heii, kalian semua lihat baik-baik. Dia ini adalah pembantu utamaku, dan jangan ada yang menganggapnya sebagai ketua Im-yang-kauw. Siapa berani mengungkat-ungkat soal Im-yang-kauw, akan kuhukum mati!"

   Semua anggauta Beng-kauw mengangguk-angguk dan merekapun merasa girang bahwa wanita yang demikian lihainya itu kini menjadi pembantu ketua mereka yang ternyata lebih lihai lagi itu.

   "Toanio, siapakah namamu? Aku tadi sudah nemperkenalkan nama kepada para anggauta kita, yaitu Pek-ciang Cin jin Ouw Sek."

   "Namaku adalah Bu Siauw Kim."

   "Baiklah, Siauw Kim, sebagi pembantuku kusebut namamu saja, lebih akrab, bukan? Dan engkau boleh menyebutku kauwcu, dan semua anggauta harus menyebutmu Bu-toanio."

   Ketua baru ini bersama Siauw Kim lalu berunding dan mendengarkan penuturan para anggauta Beng-kauw itu tentang sepak terjang Beng-kauw sebelum dihancurkan. Betapa Beng-kauw yang berada di utara di bawah bimbingan mendiang tiga orang ketuanya itu telah mengadakan hubungan yang. erat sekali dengan orang-orang Tibet dan orang-orang Khitan yang memiliki bala tentara amat kuat dan sudah siap di perbatasan utara. Juga para anggauta itu menyebut nama Hek houw Ma Siok di luar kota An-kian yang merupakan murid Beng-kauw yang setia dan cukup kaya raya.

   Maka dipanggillah Ma Siok ke dalam hutan itu dan kemudian dengan bantuan hartawan muda ini, dan juga uang emas simpanan Ouw Sek dan Siauw Kim, dibangunlah sebuah perkampungan di dalam hutan itu dan jadilah sarang Beng-kauw yang baru. Dan Ouw Sek membuka pintu Beng-kauw selebarnya bagi para anggauta baru sehingga berbondong-bondong masuklah orang-orang dari golongan kang-ouw dan liok-lim yang tertarik untuk menjadi anak buah dari dua orang yang sakti itu. Sebentar saja jumlah anggauta mereka dari limapuluh orang telah meningkat menjadi hampir tigaratus orang!

   Ouw Sek mulai mengadakan kontak hubungan dengan golongan Tibet dan Khitan. Mereka ini menjadi girang mendengar bahwa Beng-kauw yang sudah hancur berantakan itu kini bangkit lagi, bahkan memiliki ketua baru yang kabarnya malah lebih lihai dari pada mendiang tiga orang ketua Beng-kauw itu, dan ketua baru ini adalah seorang tokoh Beng-kauw dari selatan, yaitu pusat dari Beng kauw. Maka, dengan girang Ba Mou Lama lalu mengirim surat undangan kepada ketua Beng-kauw ini untuk datang mengadakan pertemuan dengan para tokoh persekutuan mereka karena ada hal penting yang perlu dibicarakan.

   Tempat pertemuan yang ditunjuk ini adalah di sebuah gedung di puncak bukit di Pegunungan Tai-hang san, dan gedung ini adalah satu di antara tempat-tempat peristirahatan dari Thio.thaikam di istana! Karena itu, maka pertemuan ini tentu saja tidak menimbulkan kecurigaan orang, apa lagi tempat itu memang amat sunyi.

   Menerima undangan ini, Pek-ciang Cin-jin Ouw Sek menjadi bangga dan girang sekali, dan tentu saja dia mengajak pembantunya, yaitu Bu Siauw Kim yang pada waktu itu bukan hanya menjadi pembantunya yang setia, akan tetapi juga menjadi "kekasihnya". Ternyata dua orang ini cocok sekali dan dalam diri masing-masing mereka menemukan seorang kawan dan lawan yang amat seimbang dan cocok, sehingga hubungan mereka menjadi makin mesra dan akrab saja! Baru sekarang Siauw Kim merasa terbuka matanya bahwa pria-pria yang ditemukannya sebelum ini, sungguhpun banyak di antara mereka yang amat dicintanya, namun tidak ada yang cocok dengan dia.

   Baru Ouw Sek inilah merupakan pria yang benar-benar cocok segala-galanya, sama pula seleranya, sehingga dia merasa memperoleh tempat berteduh atau perlindungan yang boleh dipercaya. Hal ini tidaklah aneh karena baru sekarang Siauw Kim menemukan seorang kekasih yang sebaya usianya, maka tentu saja selera mereka juga tidak banyak berbeda, apa lagi karena keduanya memang menjadi hamba nafsu berahi, dan juga mempunyai ambisi besar dan keduanya selalu mengejar kesenangan duniawi. Maka cocoklah rnereka sebagai pasangan, baik pasangan untuk menghadapi lawan di luar maupun sebagai pasangan di dalam kamar .

   Ouw Sek dan Siauw Kim jalan berdampingan mendaki jalan naik ke arah puncak bukit itu. Keadaan di situ sunyi sekali, nampaknya tidak ada seorangpun manusia di situ. Akan tetapi kedua orang ini dengan kepandaiannya yang tinggi dapat mengerti bahwa di balik pohon-pohon, batu-batu besar dan semak-semak, banyak terdapat orang-orang yang siap dengan anak panah dan senjata-senjata lain, merupakan penjaga peniaga tersembunyi sehingga tempat itu menjadi menyeramkan. Ketika mereka tiba di sebuah tikungan jalan yang kanan kirinya terhalang batu besar, tiba-tiba, muncul empat orang tinggi besar yang menggotong sebuah batu besar sekali.

   Mereka itu bertubuh seperti raksasa, berkepala gundul tidak berbaju dan kumis mereka panjang melambai ke kanan kiri dagu. Batu besar yang digotong empat orang itu tentu berat sekal dan kiranya takkan dapat terangkat oleh belasan orang laki-laki biasa. Tanpa banyak cakap empat orang itu lalu melemparkan batu besar itu ke tengah jalan tikungan itu sehingga terdengar suara keras dan bumi di sekitar tempat itu tergetar dan kini jalan itu terhalang oleh batu besar tadi. Empat orang itu tanpa memandang kepada dua orang itu lalu pergi dari situ,

   Di antara debu yang mengepul ke atas, Ouw Sek dan Siauw Kim saling pandang, mula-mula terkejut dan tidak mengerti apa artinya ini. Akan tetapi sebagai seorang kang-ouw yang sudah lama berkecimpung di dunia persilatan, mereka segera dapat menduga karena melihat betapa empat orang tadi tidak mengganggunya, hanya meninggalkan batu besar itu di situ, menghalang jalan tepat di depan mereka seolah-olah merupakan tantangan apakah mereka berdua sanggup menyingkirkan batu itu. Ouw Sek tertawa bergelak.

   "Ha-ha-ha, mereka sungguh memandang rendah kepada kita, Siauw Kim. Apakah cuma sebegini saja mereka menilai ketua Beng-kauw?"

   Dia lalu menghampiri batu besar yang menutup jalan itu, menggunakan kedua tangannya dan dia mengerahkan tenaga lalu mendorong. Batu besar itu bergerak dan terus didorongnya sampai batu itu menggelinding ke dalam jurang di sebelah kiri jalan dan menimbulkan suara hiruk-pikuk, menumbangkan banyak pohon ketika menggelinding turun dan ketika menimpa dasar jurang menimbulkan suara menggelegar! Mereka lalu berjalan terus melalui jalan kecil yang naik itu dan kini sudah nampak gedung mungil itu di puncak sana.

   Akan tetapi ketika tiba di pintu gerbang di luar pekarangan depan, di situ telah menjaga lima orang laki-laki yang usianya rata-rata sudah limapuluh tahun. Bangsa Khitan yang tubuhnya tinggi kurus dan mereka semua memegang sebuah tombak gagang panjang yang dilintangkan di jalan, saling menyilang dari kanan kiri dan dari sikap mereka jelaslah bahwa mereka tidak hendak memberi jalan kepada siapapun.

   "Hemmm, agaknya mereka masih hendak menguji lagi, Siauw Kim. Agaknya kita harus menyingkirkan pula tombak-tombak ini!"

   "Biar aku yang melakukan itu, kauwcu!"

   Kata Bu Siauw Kim yang sudah melolos sabuk hitamnya. Dia meloncat ke depan, menerjang hendak menerobos masuk, akan tetapi lima mata tombak menyambutnya dengan tusukan! Siauw Kim mengeluarkan suara lengkingan tinggi, tubuhnya mencelat ke atas dan kedua kakinya menginjak mata tombak-tombak itu dengan ringannya, kemudian dia menggenjot dan berjungkir balik ke atas, kemudian dari atas sabuk hitamnya melayang turun menyambar ke arah kepala orang-orang itu dengan totokan totokan seperti ular mematuk matuk! Lima orang itu terkejut dan menggerakkan tombak mereka untuk menangkis.

   Setelah Siauw Kim turun lagi mereka lalu menubruk kedepan dan mengurung wanita itu dari lima jurusan, membentuk Ngoseng-tin (Barisan Lima Bintang), tombak mereka saling melintang dan menutup semua jalan keluar, kemudian sambil menggereng, seorang di antara mereka nenyerang dengan tusukan, dan serangan ini lalu diikuti oleh serangan ke dua, ke tiga dan selanjutnya sehingga wanita di dalam kepungan itu telah dihujani serangan mata tombak secara bertubi tubi! Bu Siauw Kim bergerak mengelak ke sana-sini dan kadang-kadang dia menangkis tombak dengan lengan tangannya, akan tetapi karena jaraknya dekat maka dia tidak dapat mempergunakan senjata sabuk itu.

   Dia tidak mau menggunakan saputangan merah dan hanya mengandalkan tenaga Thian-lui sin-ciang untuk menangkis kalau sudah tidak keburu mengelak lagi. Tiba-tiba tubuhnya mencelat lagi ke atas dengan loncatan tinggi sekali, dan sebelum lima batang tombak menyambutnya, dia sudah berjungkir balik dan tangannya yang berada di bawah berhasil menangkap leher tombak dan mendorongnya sehingga tubuhnya meluncur ke belakang sejauh lima meter. Begitu dia turun, dia sudah menggerakkan sabuknya sebelum lima orang itu sempat mengurungnya lagi.

   Sabuk itu seperti seekor naga melayang dan menyambar-nyambar dan tahu-tahu sabuk itu telah melibat-libat lima batang tombak yang menangkisnya. Lima orang itu terkejut dan berusaha untuk menarik kembali tombak mereka, namun sia-sia saja karena lima batang tombak itu telah terbelit sabuk. Adu tenaga terjadi dan Siauw Kim menanti saat yang baik, dan pada saat lima orang itu mengerahkan tenaga membetot, dia lalu membuat gerakan menyendal ke atas. Terdengar bunyi keras dan lima batang tombak itu patah semua, pemegangnya terjengkang lalu bangkit, menjura dan minggir ke kanan kiri memberi jalan kepada dua orang tamu lihai itu!

   Setibanya di ruangan depan. Ouw Sek dari Bu Siauw Kim berhenti memandang kepada sekumpulan orang yang menyambut mereka. Siauw Kim mengenal Ba Mou Lama, pendeta Lama berjubah merah dari Tibet yang lihai itu, akan tetapi dia diam saja. Kemudian yang maju menyambut mereka justeru adalah Ba Mou Lama sendiri. Kakek ini memandang kepada Ouw Sek dan Bu Siauw Kim penuh perhatian, lalu tersenyum dan menjura, dibalas oleh dua orang tamu itu.

   "Selamat datang, Beng-kauwcu dan toanio yang lihai! Kami senang sekali bahwa jiwi telah memenuhi undangan kami. Silakan masuk dan berkenalan dengan rekan rekan kita,"

   Kata Ba Mou Lama yang mempersilakan mereka masuk. Ouw Sek dan Bu Siauw Kim dengan sikap gagah memasuki ruangan dalam yang luas dan di mana sudah diatur meja yang disambung sambung, dikelilingi kursi-kursi dan ada belasan orang berdiri mengelilingi meja itu dan memandang kepada mereka berdua dengan penuh perhatian.

   Ouw Sek dan Bu Siauw Kim tidak menjadi jerih atau canggung dipandang banyak orang itu, malah Siauw Kim tersenyum manis sekali dan Ouw Sek membusungkan dada dan menegakkan kepalanya dengan angkuh. Melihat betapa fihak tuan rumah diam saja hanya memandang kepadanya seolah-olah menanti dia bicara, Ouw Sek lalu memperkenalkan diri dan berkata lantang.

   "Saya adalah Pek-ciang Cin-jin Ouw Sek, Beng-kauwcu yang baru, dan dia ini adalah Bu Siauw Kim, pembantuku yang setia. Kami memenuhi undangan cu-wi untuk berkumpul di sini dan kami girang dapat bertemu dengan cu-wi (anda sekalian). Seperti telah kami nyatakan dalam surat-surat kami terdahulu, kami ingin melanjutkan hubungan antara Beng-kauw dengan para orang gagah dari Khitan dan Tibet.

   "

   "Omitohud"".. sungguh menyenangkan sekali sikap Beng-kauwcu!"

   Tiba tiba Ba Mou Lama berseru dengan gembira.

   "Perkenalkanlah, kauwcu, pinceng adalah Ba Mou Lama yang memimpin pasukan Tibet dan yang kini menjadi tuan rumah. Ini adalah pembantu dan murid pinceng bernama Sin Beng Lama. Orang gagah di kanan itu adalah Tai-lek Hoat ong atau nama aselinya Tayatonga, seorang tokoh dari Khitan yang lihai."

   (Lanjut ke Jilid 41)

   Kisah Tiga Naga Sakti (Cerita Lepas)

   Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 41

   Ouw Sek sudah mendengar nama-nama ini dari para anggauta Beng-kauw. maka dia memerhatikan Tai lek Hoat ong yang bertabuh inggi besar seperti raksasa berkepala botak ini, yang dikabarkan merupakan seorang ahli silat tinggi dan juga ahli perang. Dia dan Siauw Kim telah menjura kepada Sin Beng Lama yang tinggi kurus dan Tai-lek Hoat-ong yang pendiam.

   "Dan sicu yang gagah perkasa itu adalah An Hun Kiong, seorang tokoh Khitan yang terlenal sekali, murid dari Tai-Iek Hoat-ong dan dia masih keponakan dari mendiang An Lu Shan

   yang pernah menggemparkan Tiongkok."

   Ouw Sek kembali menjura dan memperhatikan pria tampan gagah yang tinggi besar ini, yang usianya tentu belum ada empatpuluh tahun, bermata tajam dan bersikap tenang gagah. Mereka berdua lalu diperkenalkan dengan yang lain-lain, yang merupakan pembantu-pembantu utama Bangsa Tibet dan Khitan, akan tetapi yang diperhatikan oleh Ouw Sek dan Siauw Kim hanya empat orang itulah, yaitu An Hun Kiong, Tai-lek Hoat-ong, Sin Beng Lama dan Ba Mou Lama sendiri karena empat orang inilah yang agaknya merupakan orang-orang terpenting di antara mereka. Dugaan ini memang benar karena empat orang itu yang merupakan tokoh-tokoh besar dan pemimpin-pemimpin dari orang-orang Tibet dan Khitan. Setelah mereka dipersilakan duduk, semua orang yang berada di situ lalu duduk mengelilingi meja besar itu. Pelayanpun datang membawa guci dan cawan arak.!

   "Eh, hehheh, Ouw-kauwcu dan Bu-toanio perkenankanlah kami menghaturkan selamat datang dengan secawan arak!"

   Kata Ba Mou Lama sambil tertawa dan dia bangkit berdiri dari bangkunya, lalu menghampiri tempat duduk Ouw Sek dan Bu Siauw Kim yang berdampingan. Dua orang tamu itu tentu saja segera bangkit berdiri sambil tersenyum karena keduanya maklum bahwa tentu fihak tuan rumah ini belum akan puas kalau belum menguji kepandaian mereka sebelum mau menerima mereka sebagai sekutu-sekutu baru!

   Dengan sikap ramah dan tersenyum, kakek Tibet itu lalu minta guci arak dari pelayan kemudian mengambil cawan arak di depan meja Ouw Sek dan menuangkan arak itu ke dalan cawan itu. Terlalu penuh dia menuangkan arak akan tetapi tiba-tiba arak itu mendidih dan menguap dari dalam cawan, seolah-olah cawan itu ditaruh di atas api panas! Ba Mou Lama menyerahkan cawan yang araknya masih mendidih itu kepada Ouw Sek sambil berkata.

   "Harap Ouwkauwcu sudi menerima suguhan arak selamat datang ini!"

   Ouw Sek membungkuk dan tersenyum, menerima cawan itu sambil berkata, terlebih dahulu dia mengerahkan sinkangnya.

   "Terima kasih, locianpwe!"

   Dan ketika dia menuangkan arak dari cawan itu, ternyata arak itu masuk ke dalam mulutnya dalam keadaan membeku seperti telah berobah menjadi sekepal salju! Padahal tadi arak itu seperti mendidih karena panas, dan kini berobah menjadi dingin seperti es! Melihat ini, semua orang tertegun kagum, dan Ba Mou Lama juga mengangguk-angguk memandang dengan kagum. Kemudian kakek ini menuangkan arak ke dalam cawan Bu Siauw Kim sambil berkata.

   "Kalau pinceng tidak salah lihat, toanio pernah menjadi Im-yang-kauwcu, bukan?"

   "Benar, itu dahulu, locianpwe, sekarang aku lelah menjadi pembantu Ouw-kauwcu, bersama-sama membangun kembali Beng-kauw yang berantakan dan kami berhasil!"

   Jawab Bu Siauw Kim dengan senyum tenang.

   "Bagus, kami girang mendengar itu toanio. Silakan menerima ucapan selamat datang dengan secawan arak ini!"

   Dia menyerahkan arak dalam cawan itu, akan tetapi kakek ini menuangkan arak terlalu penuh sampai lebih tinggi dari bibir cawan, akan tetapi anehnya, arak itu tidak sampai luber, tidak tumpah, melainkan melengkung di atas bibir cawan, bergoyang-goyang seperti tertahan sesuatu! Inilah akibat pengerahan sinkang yang amat kuat!

   Semua orang memandang dengan tegang, karena kalau cawan itu diterima oleh tangan yang kurang kuat, tentu araknya akan tumpah dan menyiram lengan pemegang cawan! Orang yang menghadapi penawaran arak macam ini harus memiliki tenaga sinkang kuat, kalau tidak dia dihadapkan dengan hal yang amat menyulitkan dirinya. Menolak jelas tidak mungkin karena menolak pemberian selamat datang berarti tidak bersahabat, dan menerimapun tentu akan menderita rasa malu kalau arak itu menyiram lengan dan baju. Akan tetapi wanita cantik itu sambil tersenyum tenang mengulurkan tangan menerima cawan itu sambil mengerahkan sinkangnya.

   Dengan tenaga Thian lui-sin-ciang tentu saja mudah bagi Bu Siauw Kim untuk "menahan"

   Arak itu dalam cawan agar tidak sampai tumpah, kemudian dia membawa cawan itu ke mulutnya, menuangkan cawan dan""

   Arak itu tetap tidak mau tumpah biarpun cawan sudah dimiringkannya!

   kagum!"

   Mereka duduk kembali dan tiba tiba An Hun Kiong bangkit berdiri, memberi hormat kepada Ouw Sek dan berkata.

   "Harap Ouw-kauwcu suka memaafkan kami semua. Bukan sekali-kali kami tidak percaya akan kelihaian kauwcu, akan tetapi harus Wanita ini lalu Menggunakan menyentuh arak yang seperti membeku itu, dan mencucupnya seperti orang mencium sehingga semua orang melihat bibir yang menggairahkan itu bergerak dan mencucup-cucup dan akhirnya arak itupun habis diminumnya! Melihat ini, semua orang berbisik-bisik memuji dan Ba Mou Lama menjura kepada mereka berdua.

   "Ji-wi ternyata memiliki sinkang yang boleh juga, membuat pinceng merasa bibirnya, dimengerti bahwa persekutuan kita adalan suatu usaha yang amat penting dan membutuhkan bantuan orang-orang yang berilmu tinggi. Oleh karena itu, mengingat bahwa mendiang ketua-ketua dari Beng-kauw adalah orang-orang berilmu, maka kami tentu tidak akan merasa tenang sebelum kauwcu memperlihatkan bahwa kauwcu sedikitnya tidak kalah pandai kalau dibandingkan dengan mereka."

   Ouw Sek mengerutkan alisnya, diam-diam merasa mendongkol juga. Setelah tiga kali diuji, masih saja mereka ini tidak percaya kepada dia dan Siauw Kim! Akan tetapi dia mengangguk dan tersenyum, lalu berkata.

   "Kami siap untuk menghadapi ujian, silakan siapa yang hendak menguji kami."

   An Hun Kiong memandang kepada gurunya. Biarpun dia itu murid, namun dia dianggap sebagai seorang pemimpin Bangsa Khitan, maka gurunya sendiri menghormati murid ini dan melihat pandang mata muridnya, Tai-lek Hoat-ong lalu bangkit berdiri dan berjalan ke tengah ruangan kosong yang memang telah disediakan untuk menguji kepandaian para tamu itu.

   "Yang terpenting adalah kepandaian kauwcu, maka saya mempersilakan kauwcu untuk bermain-main sebentar denganku,"

   Kata Tai-lek Hoat-ong sambil menjura ke arah Ouw Sek.

   Ouw Sek tersenyum, bangkit berdiri dan menjura kepada semua orang.

   "Maafkan saya."

   Kemudian dia meninggalkan kursinya dan menghampiri Tai-lek Hoat-ong.

   
Kisah Tiga Naga Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Saya merasa mendapat kehormatan besar kali boleh berkenalan dengan ilmu yang tinggi dari Hoat-ong!"

   Katanya sambil menjura.

   "Mari kita main-main sebentar dan jangan sungkan-sungkan, kauwcu!"

   Kata Tai-lek Hoat-ong sambil memasang kuda-kuda.

   "Silakan, Hoat-ong!"

   Jawab Ouw Sek yang masih berdiri biasa saja seolah-olah dia tidak memandang sebelah mata kepada pengujinya, Dia tahu bahwa menurut julukannya, tentu kakek raksasa botak ini memiliki tenaga yang besar sekali, namun dia tidak merasa jerih karena tenaga besar bukan merupakan hal yang amat menentukan bagi pertandingan ilmu silat. Mulailah Tai-lek Hoat-ong menyerang dan benar seperti dugaan Ouw Sek, pukulan kakek ini mengandung tenaga besar sehingga terdengar anginnya bersiutan. Namun, dengan lincah dan mudahnya Ouw Sek mengelak dari bebeiapa pukulan yang datang berantai itu.

   Dari gerakan kakek ini saja Ouw Sek sudah dapat mengukur ketinggian tingkat lawan dan kalau dia menghendaki, dalam waktu belasan jurus saja dia pasti akan dapat merobohkannya. Akan tetapi Ouw Sek adalah seorang yang amat cerdik dani dia tidak mau tergesa-gesa mencapai kemenangan. Pertama, hal itu tentu akan membuat hati kakek Khitan ini tidak senang dan merasa terhina sehingga amatlah merugikan dalam hubungan persekutuan mereka. Ke dua, kalau dia terlalui memamerkan kepandaian tentu tokoh-tokoh lain itu akan curiga dan jerih kepadanya, menganggapnya berbahaya! Maka dia tidak boleh memperlihatkan kepandaiannya melebihi tingkat Ba Mou Lama yang merupakan orang terpandai di situ sehingga dia tidak akan ditakuti dan dicurigai.

   Mulailah Ouw Sek balas menyerang, akan tetapi dia hanya mengeluarkan sebagian saja tenaganya sehingga setiap kali mereka saling mengadu lengan, keduanya terdorong ke belakang seolah-olah tenaga mereka berimbang. Juga Ouw Sek tidak mengeluarkan jurus-jurus yang ampub, hanya membalas sekedarnya untuk mengimbangi kepandaian kakek Khitan itu. Namun, hal ini saja sudah membuat semua orang di situ tertegun dan kagum sekali. Ternyata kauwcu Beng-kauw yang baru itu mampu menandingi Tai-lek Hoat-ong sampai hampir seratus jurus!

   "Cukup"".. kauwcu benar-benar lihai sekali"".!"

   Akhirnya Tai-lek Hoat-ong meloncat mundur, mukanya penuh keringat dan napasnya agak terengah sedangkan Ouw Sek sama sekali tidak kelihatan lelah. Di sinilah Ouw Sek mencari kemenangan, kemenangan tipis dengan bukti bahwa kalau lawan yang tak dapat dirobohkannya itu kecapaian, dia sama sekali tidak!

   Ba Mou Lama berdiri dan bertepuk tangan memuji. Girang hatinya bahwa dia memperoleh sekutu yang begini pandai, bahkan lebih tangguh dari pada Tai-lek Hoat-ong! Hidangan dikeluarkan dan mereka lalu makan minum dengan gembira setelah dengan resmi Ouw Sek dan Bu Siauw Kim diterima menjadi sekutu mereka. Setelah selesai makan, sisa hidangan disingkirkan, meja dibersihkan, dan kini tokoh-tokoh lain mengundurkan diri, meninggalkan dua orang tamu itu bersama empat orang tokoh dari Go-bi dan Khitan.

   Kini mereka hanya berenam saja, dari tiga golongan dan masing masing diwakili dua orang. Maka perundingan yang amat pentingpun dimulailah dan mendengar apa yang dibicarakan di situ, diam-diam Ouw Sek dan Bu Siauw Kim terkejut bukan main, akan tetapi juga girang bahwa mereka memperoleh kesempatan dalam suatu gerakan yang amat besar dan hebat!

   "Pertama-tama kami ingin mengetahui sampai di mana pengertian Beng-kauwcu tentang persekutuan ini. Kita bersama, Bangsa Tibet, Khitan dan perkumpulan Beng-kauw, telah bersekutu sejak lama. Tahukah kauwcu, sebagai kauwcu yang baru, untuk keperluan apakah persekutuan ini?"

   Tanya An Hun Kiong sambil memandang tajam kepada dua orang tamu itu. Sebelumnya Ouw Sek sudah mencari keterangan dari para anak buah Beng-kauw, maka menghadapi pertanyaan ini dia tidak menjadi gugup.

   "Perlukah An-sicu bertanya lagi tentang itu? Kita bersama mempunyai satu tujuan, yaitu menentang pemerintah Kaisar Tong tiauw!"

   Jawabnya tenang.

   "Syukurlah kalau kauwcu sudah yakin akan hal itu. Nah, sekarang hendaknya kauwcu dan toanio ketahui bahwa usaha kita sudah mencapai kemajuan hebat sehingga saat-saat penyerbuan ke kota raja telah kita persiapkan!"

   Berita ini amat mengejutkan hati Ouw Sek dan Bu Siauw Kim karena memang sama sekali dak pernah mereka sangka, akan tetapi keduanya dapat menekan perasaan dan hanya memandang kepada orang Khitan she An itu dengan heran.

   "Tapi"".. untuk itu kita membutuhkan bala tentara yang amat kuat dan bantuan dari dalam, karena penjagaan tentu kuat sekali!"

   Kata Ouw Sek. An Hun Kiong mengangguk-angguk.

   "Kami sudah memikirkan hal itu dan kami sudah mempunyai sekutu yang amat baik di dalam istana sendiri. Tahukah kauwcu siapa pemilik gedung di mana kita sekarang mengadakan pertemuan?"

   Dengan sejujurnya Ouw Sek menggeleng kepala.

   "Gedung ini adalah milik sekutu kita, yaitu Thio-thaikam yang amat berkuasa di dalam istana dan merupakan orang kepercayaan kaisar!"

   "Ah, sungguh bagus sekali kalau begitu!"

   Seru Ouw Sek dengan girang sekali.

   An Hun Kiong lalu menceritakan panjang lebar tentang semua siasat yang telah direncanakan kepada Ouw Sek dan Siauw Kim. Ternyata secara diam-diam fihak Tibet dan Khitan ini telah mengadakan hubungan dengan Thio-thaikam yang diam-diam tak pernah menghentikan ambisinya yang melangit! Pasukan-pasukan yang kuat dari Tibet, dibantu oleh anak buah An Hun Kiong, yaitu orang-orang Khitan dan bekas anak buah pemberontak An Lu Shan, telah siap di luar tapal batas utara dan barat, menanti saat baik untuk melakukan penyerbuan. Saat baik ini ditentukan oleh Thio-thaikam yang lebih mengetahui dan menguasai keadaan di dalam kota raja.

   Thio thaikam dengan cerdiknya telah menasihati kaisar agar kekuatan tentara dipusatkan pada sepanjang pantai timur di mana sering mengalami gangguan bajak-bajak Jepang dan orang-orang asingi lain, bahkan kekuatan penjagaan di utara dan-barat yang oleh Thio-thaikam dikatakan membuang tenaga sia-sia karena dari sana tidak ada ancaman bahaya itu, kini ditarik ke timur dan selatan sehingga penjagaan di utara dan barat amat lemahnya. Para panglima perang yang dipercaya juga diharuskan memimpin opeiasi di pantai itu. Kemudian, Thio-thaikam masih menganjurkan agar pasukan-pasukan pengawal dan penjaga keamanan di kota raja sebagian besar dikerahkan untuk membikin "pembersihan"

   Terhadap pemberontak-pemberontak seperti Im-yang-kauw, Beng-kauw, Pek-lian-kauuw dan yang lain-lain, menyusup ke dusun-dusun dan ke gunung-gunung di selatan.

   "Nah, sekarang kita tinggal menanti saat baik itu, menanti tanda dari Thio-thaikam yang kita tunggu malam hari ini. Kalau sudah tiba saatnya, maka pasukan pasukan kita akan menyerbu dan langsung menyerang dan menduduki kota raja!"

   "Dan kaisar? Tentu ada penjagaan amat kuat untuk melindungi kaisar."

   "Akan diusahakan oleh Thio-thaikam agar pada saat itu kaisar juga keluar dari istana, entah bagaimana caranya terserah Thio thaikam yang lebih mengetahui keadaan di sana"

   "Bagus sekali! Kami akan mengerahkan anak buah kami untuk membantu penyerbuan itu!"

   Kata Ouw Sek sambil menggosok gosok kedua tangannya karena dia membayangkan keuntungan besar yang hebat kalau usaha besar itu berhasil. Dia tentu akan berjasa dan memperoleh kedudukan, setidaknya dia akan dapat menguasai Beng-kauw seluruhnya, dan tentu dia akan dapat memperoleh banyak hadiah, belum dari hasil penyitaan-penyitaan dan perampokan-perampokan dalam penyerbuan itu. Di kota raja merupakan gudang kekayaan yang berlimpahan!

   "Kekuatan pasukan kami sudah cukup."

   Tiba tiba Ba Mou Lama berkata.

   "yang dipentingkan adalah bala bantuan yang membobolkan pintu gerbang dari dalam! Dan itulah tugasmu, kauwcu. Kalau saatnya tiba, engkau dan anak buahmu harus sudah menyelundup ke dalam kota raja, dan pada saat penyerbuan, engkau harus memimpin anak buahmu untuk menyerang para penjaga pintu gerbang dan membuka pintu gerbang agar memudahkan penyerbuan kami. Jasamu akan besar sekali kalau berhasil, kauwcu."

   Ouw Sek mengangguk-angguk girang dan mereka lalu bercakap-cakap sampai malam tiba tentang usaha besar yang direncanakan itu. Setelah hari gelap, muncullah dua orang yang berpakaian sebagai perwira dan mereka ini adalah utusan pribadi dari Thio-thaikam! Mereka membawa surat dari Thio-thaikam dan setelah membaca surat itu, Ba Mou Lama lalu cepat berunding dengan An Hun Kiong dan orang she An ini yang secara pribadi mengadakan hubungan dengan Thio-thaikam, lalu menulis surat balasan dan diberikannya kepada dua orang yang dijamu oleh para pelayan itu. Dua orang itu lalu meninggalkan tempat itu membawa surat balasan.

   "Saudara semua,"

   Kata An Hun Kiong dengan wajah berseri dan mata bersinar-sinar.

   "Yang telah lama kita tunggu-tunggu kiui dataglah. Saat untuk menyerbu kota raja sudah tiba dan mari kita hancurkan kota raja!"

   Memang orang she An ini bersemangat sekali untuk melanjutkan perjuangan pamannya, An Lu Shan, yang hanya berhasil untuk waktu singkat itu, dan kini dengan penuh kegembiraan dia sudah membayangkan betapa usahanya akan lebih berhasil dari pada pamannya! Dia lalu menceritakan semua yang hadir tentang isi surat Thio-thaikam.

   "Thio-thaikam telah berhasil membujuk kaisar untuk berangkat, melakukan pesiar perburuannya di hutan-hutan sebelah selatan, ditemani oleh para panglima pilihan dan pengawal-pengawal yang kuat. Dengan demikian, istana menjadi kosong dan dalam keadaan seperti itu, Thio-taijinlah yang berkuasa dan dia yang akan mengatur penjagaan dan sebagainya! Hari telah ditetapkan, dan seminggu lagi penyerbuan dilakukan! Ouw-kauwcu harap kau siap dan dalam waktu itu, agar sernua anak buahmu sudah dapat menyelundup ke dalam kota raja! Apakah engkau perlu biaya? Atau senjata?"

   Ouw Sek tidak mau merendahkan nama perkumpulannya dan dia menggeleng.

   "Kami sudah mempunyai cukup senjata dan biaya, An-sicu, harap jangan khawatir. Kami akan sudah siap di kota raja jika saatnya tiba. Akan tetapi apa isyaratnya untuk kami turun tangan menyerbu penjagaan pintu gerbang? Dan pintu gerbang yang mana?"

   "Pintu gerbang yang di utara dan barat, dan saatnya adalah apabila sudah terjadi pertempuran di luar tembok kota raja! Akan ada mata-mata kami yang menghubungi kauwcu di kota raja!"

   Mereka lalu berunding semalam suntuk dan baru pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali mereka semua pergi, berpencar untuk melaksanakan tugas masing-masing, Ba Mou Lama sudah mengirim utusan yang malam tadi dengan berkuda cepat sekali sudah menyampaika berita kepada para komandan pasukannya di tapal batas sebelah barat.

   Langit penuh mendung, seolah-olah ikut prihatin menyaksikan ancaman yang berada di atas kota raja, dan terutama malapetaka yang mengancam rakyat yang akan dilanda oleh peperangan itu! Perang pergi dan datang, di gerakkan oleh sekelompok manusia yang berambisi untuk mencapai kemuliaan dan kedudukan melalui kemenangan, melalui banjir darah lawan, tentu saja dengan dalih perjuangan demi rakyat dan sebagainya lagi. Perang tetap perang, bunuh membunuh, perbuatan paling terkutuk dari manusia, baik perang itu ditujukan dengan nama apapun juga.

   Sepekan kemudian gegerlah para penduduk di sebelah barat dan utara kota raja yang dilanda perang! Pasukan-pasukan liar Bangsa Tibet, dibantu oleh orang-orang Khitan, menyerbu dan para penjaga tapal batas yang hanya tinggal sedikit dan lemah itu, dengan sia-sia berusaha melawan musuh yang terlalu banyak, Bala tentara Tibet bagaikan air bah yang datang menyerang, tak dapat dibendung lagi.

   Dusun-dusun dan kota-kota diduduki, diserbu, dibakar, dirampok! Seperti biasa dalam setiap perang, terjadilah hal-hal yang amat keji, seperti manusia-manusia telah berobah menjadi iblis sendiri, liar dan buas melebihi binatang papun juga, terjadi pembunuhan semena-mena, anak-anak dan wanita dan orang-orang tua dibunuh hanya untuk melampiaskan nafsu membunuh yang keji.

   Rumah-rumah dibakar setelah isinya yang berharga dirampok habis habisan, wanita-wanita muda diperkosa dulu sebelum akhirnya dibunuh pula. Gelak tawa seperti iblis di antara jerit-jerit tangis dan jalan yang dilalui bala tentara Tibet ini bergelimangan darah, tapak-tapak kaki mereka meninggalkan jejak berdarah! Kota raja geger gegap gempita! Sama sekali tidak pernah ada yang menyangka bahwa kota raja akan dapat digempur oleh pasukan-pasukan liar dari Tibet!

   Tadinya tidak pernah ada tanda tanda akan datangnya penyerbuan ini dan tahu tahu pasukan telah berada di luar kota raja! Penduduk menjadi geger, para penjaga menjadi panik karena memang penjagaan kota raja sudah banyak berkurang kekuatannya. Sebagian besar para pasukan ditarik ke selatan untuk membantu operasi pembersihan pemberontak, sebagian mengawal kaisar yang sedang berpesta memburu binatang di hutan, dan komandan-komandan banyak yang diganti selama kaisar pergi, sehingga keadaan menjad kacau, banyak perwira yang bersembunyi ketika musuh sudah mengancam kota raja!

   Sementara itu, dengan berpakaian menyamar sebagai pedagang, sebagai pengemis, dan sebagainya, Ouw Sek dan Bu Siauw Kim memimpin anak buah mereka yang jumlahnya lebih dari tigaratus orang itu memasuki kota raja. Sejak kemarin mereka memasuki kota raja dan menanti saat baik setelah mereka di dihubungi oleh mata-mata Tibet yang mengabarkan bahwa pasukan Tibet sudah berada di tengah perjalanan, dan betapa istana kini telah dikuasai oleh orang orangnya Thio-thaikam sendiri! Mendengar ini, Ouw Sek dan Siauw Kim menjadi girang sekali. Ketika sudah terjadi pertempuran di luar kota raja, Ouw Sek dan anak buahnya bersiap-siap.

   Seperti yang sudah diperhitungkan semula, pasukan kota raja yang lemah dan kalah banyak itu dipaksa mundur dan kocar-kacir. Akhirnya pasukan Tibet mulai bertempur melawan penjaga-penjaga tembok kota raja dan mereka berusaha membobolkan pintu gerbang utara dan barat. Saat inilah yang dinanti-nanti oleh orang-orang Beng-kauw yang sudah dibagi dua, yang di barat dipimpin oleh Siauw Kim dan yang di utara dipimpin oleh Ouw Sek sendiri. Dengan teriakan-teriakan dahsyat, kurang lebih seratus limapuluh orang di masing-masing pintu gerbang itu menyerang dengan hebat. Para perajurit yang sedang sibuk menghadapi penyerbuan dari luar dan yang berusaha mencegah orang-orang Tibet itu mendekati tembok, menjadi terkejut dan mereka itu tidak sempat membela diri ketika diserang dari belakang sehingga banyaklah di antara mereka yang roboh!

   Dalam waktu tidak terlalu lama, Bu Siauw Kim dan Ouw Sek berhasil membuka pintu gerbang itu dan bagaikan air bah membanjir, perajurit Tibet memasuki kota raja dan mulailah terjadi hal-hal yang amat mengerikan. Para perajurit kota raja dan orang-orang gagah yang membela keselamatan keluarga masing-masing melakukan perlawanan dan banyak pula orang-orang Tibet yang robob binasa, akan tetapi karena jumlah mereka lebih banyak, apa lagi karena Thio-thaikam dan anak buahnya telah menguasai istana, maka mudah saja bagi para perajurit Tibet itu untuk masuk ke dalam istana dan menguasai istana!

   Orang-orang gagah yang mencoba untuk mencegah berhadapan dengan orang-orang lihai seperti Ba Mou Lama, An Hun Kiong, Tai-lek Hoat-ong, Bu Siauw Kim, Ouw Sek dan tokoh-tokoh lainnya yang berkepandaian tinggi sehingga banyaklah orang kang-ouw yang ikut tewas dalam peristiwa penyerbuan bala tentara Tibet di kota raja itu.

   Gegerlah seluruh negeri ketika tersiar kabar bahwa kota raja diduduki oleh pasukan Tibet! Kaisar yang sedang berburu mendengar berita ini sampai jatuh pingsan. Cepat kaisar diselamatkan ke kora Cin-san dan di sini di jaga oleh pasukan yang kuat. Kaisar lalu memerintahkan untuk memanggil semua panglimanya berkumpul.

   Para panglima itu menerima perintah kaisar untuk mengerahkan dan memanggil semua pasukan yang oleh Thio-thaikam dikirim ke pantai timur dan ke selatan untuk melakukan operasi pembersihan dengan maksud mengosongkan kota raja itu, dan memerintahkan pasukan-pasukan itu merebut kembali kota raja dari tangan pasukan-pasukan Tibet dan sekutunya! Gegerlah keadaan seluruh negeri dengan terjadinya peristiwa pendudukan kora raja oleh pasukan Tibet yang tidak disangka sangka ini, peristiwa yang terjadi pada tahun 763!

   Panglima Ong Gi sendiri sedang tidak berada di kota raja, dia merupakan seorang di antara para panglima yang menerima tugas melakukan "pembersihan"

   Di selatan! Dan ke mana perginya tiga orang pendekar muda yaitu Tan Sian Lun, Coa Gin San, dan Gan Ai Ling? Setelah tiga orang muda ini saling jumpa dan mengambil keputusan untuk bekerja sama melanjutkan perjuangan orang-orang tua mereka, yaitu menentang pembesar-pembesar penindas rakyat dan menghadapi para pemberontak, mereka pertama tama pergi ke An kian untuk menemui Yap Yu Tek dan keluarganya.

   Gan Beng Lian, isteri Yap Yu Tek, data Yap Wan Cu, puterinya, merasa terharu bukan main dan keduanya bertangis-tangisan ketika bertemu kembali dengan Ling Ling. Dan Wan Cu juga girang sekali berjumpa dengan Sian Lun, sungguhpun dia merasa malu-malu, apa lagi ketika digoda oleh Ling Ling yang mendengar dari bibinya akan keinginan keluarga itu untuk menarik Sian Lun menjadi suami Wan Cu.

   Baru sehari mereka berada di rumah keluarga Yap itu ketika mereka mendengar akan peristiwa hebat yang terjadi di kota raja. Ketika mereka mendengar berita itu, kota raja belum jatuh, akan tetapi pasukan pasukan Tibet sudah menyerbu mendekati kota raja dan keadaan kota raja amat terancam bahaya. Bukan main kagetnya tiga orang muda ini dan mereka bergegas pamit dari keluarga Yap untuk pergi ke kota raja.

   "Kami harus membantu pemerintah menghalau para penjahat Tibet itu!"

   Kata Sian Lun, ketika mereka semua berkumpul di gedung Yip-taijin, yang masih menjabat bupati tua di kota An-kian, karena di sinilah mereka bisa memperoleh berita yang lebih lengkap.

   "Akan tetapi, apa yang dapat dilakukan oleh tiga orang muda seperti kalian?"

   Kata bupati tua she Yap yang bijaksana itu.

   "Bukan kami memandang rendah kepada kepandaian kalian, kami sudah tahu bahwa kalian bertiga adalah pendekar pendekar muda yang berilmu tinggi. Akan tetapi, kalian bukanlah menghadapi kejahatan beberapa orang penjahat saja melainkan menghadapi ribuan, bahkan laksaan orang perajurit Tibet! Mereka itu hanya dapat dilawan oleh pasukan pula, dan kalau kalian bertindak ceroboh, tentu akan celaka "

   "Terima kasih atas peringatan taijin,"

   Kata Sian Lun,

   "kami tentu akan melihat keadaan dan tidak bertindak ceroboh"

   Tiga orang muda perkasa itu lalu berpamit dan tak dapat ditahan lagi oleh keluarga Yap. Melihat mereka pergi dengan tergesa-gesa dan dengan penuh semangat itu, Gan Beng Lian menarik napas kagum.

   "Ah, mereka bertiga itu mengingatkan aku akan kakakku dan dua orang adik seperguruannya. Tiga ekor naga sakti yang dulu itu kini agaknya telah muncul pula dengan kepandaian yang lebih hebat. Mudah mudahan mereka tidak bernasib seburuk tiga ekor naga sakti yang pertama."

   Suaminya, Yap Yu Tek, hanya mengangguk-angguk, dan Yap Wan Cu yang merasa amat khawatir akan keselamatan Sian Lun, dan juga kecewa karena dia .ingin membantu mereka bertiga namun dilarang oleh ayah bundanya mengingat bahwa tingkat kepandaiannya masih jauh untuk dapat diandalkan menghadapi urusan penting dan besar itu, menunduk dengan prihatin.

   "Akan tetapi, ibu, apakah kita hanya akan tinggal diam saja melihat negara diserbu Bangsa Tibet yang biadab itu? Apakah kita tinggal berpeluk tangan saja menyaksikan tanah air dijajah?"

   Dara itu bertanya penuh semangat dan perasaan marah.

   "Tentu saja tidak, Wan Cu,"

   Kata ayahnya.

   "Kita akan membantu pasukan pemerintah dan menjadi sukarelawan. Akan tetapi mengingat akan bahayanya melakukan penyelidikan sendiri ke kota raja yang sudah diduduki musuh tentu saja kita hanya dapat membantu serangan balasan dari pasukan kita, tidak seperti mereka bertiga itu yang dapat dan berani saja menyelundup ke kota raja mengingat akan tingkat kepandaian mereka yang tinggi."

   Wan Cu merasa girang sekali dan seperti para orang kang-ouw yang merasa marah mendengar betapa kota raja diduduki pasukan Tibet, ayah, ibu dan anak inipun masuk menjadi sukarelawan dan membantu pasukan yang melakukan persiapan untuk melakukan serangan balasan menyerbu kota raja. Tentu saja penawaran tenaga para orang kang-ouw yang memiliki kepandaian itu diterima dengan girang oleh panglima panglima perang yang ditugaskan oleh kaisar dalam pengungsiannya untuk merebut kembali kota raja dan membasmi pasukan musuh yang berhasil menduduki kota raja.

   Di kota raja sendiri, terjadilah hal-hal mengerikan. Berbondong-bondong penduduk pergi meninggalkan kota raja, pergi mengungsi membawa harta benda dan juga anak-anak mereka terutama anak-anak perempuan yang sudah remaja puteri. Akan tetapi hanya sedikit yang dapat lolos karena sebelum sempat meninggalkan kota raja yang sudah dicengkeram pasukan musuh, mereka ini dihadang, barang-barang mereka dirampas dan setiap wanita muda tak perduli perawan atau sudah mempunyai suami tentu ditangkap dengan tuduhan "mata-mata".

   Perampokan, perkosaan, dan pembunuhan terjadi setiap hari. Seperti biasa dalam keadaan kacau karena perang seperti itu, semua penjahat keluar dari sarangnya dan mempergunakan kesempatan itu untuk mencari keuntungan sebanyaknya, dan untuk melampiaskan nafsu-nafsu mereka dengan lebih leluasa. Dalam keadaan perang, selalu muncul penjilat penjilat, penjual bangsa, pengkhianat-pengkhianat, di samping munculnya pula banyak pahlawan yang berjuang tanpa pamrih untuk keuntungan diri sendiri. Maka para penghuni kota raja mengalami penderitaan lahir batin yang hebat sekali, bukan hanya yang datang dari para pasukan Tibet dan Khitan dan sekutunya, melainkan juga dari para penjahat yang menunggangi keadaan kacau itu.

   Ba Mou Lama dan para pemimpin pasukan Tibet dan Khitan bukan tidak tahu akan perbuatan para anggauta pasukan mereka, akan tetapi atas perintah Ba Mou Lama, memang para komandan pasukan membiarkan saja semua perbuatan itu, karena Ba Mou Lama tahu bahwa hal ini merupakan sekedar "hiburan"

   Yang memperbesar semangat dan kegembiraan anak buahnya! Selain itu, dia sendiripun sibuk berbincang bincang tentang kedudukan di kota raja, tentang rencana tindakan selanjutnya karena dia tahu bahwa fihak Kerajaan Tong-tiauw tidak mungkin akan tinggal diam saja. Mereka mengadakan perundingan dengan sekutu sekutu mereka dan pesta perang diadakan di istana untuk merayakan kemenangan itu. Semua ini diatur oleh Thio-thaikam! Pembesar inilah, yang sejak muda tidak pernah kehilangan ambisinya untuk mencari kesenangan yang lebih besar dari pada yang telah dimilikinya, yang telah memungkinkan pasukan Tibet dan Khitan menyerbu dan berhasil menduduki kota raja.

   Memang demikianlah keadaan orang yang telah diperhamba oleh nafsu-nafsunya sendiri, nafsu keinginan untuk mengejar kesenangan duniawi! Pengejaran inilah yang menyesatkan kita, pengejaran ini merupakan bayang bayang indah, jauh lebih indah dari pada segala yang telah ada pada kita. Bayang-bayang ini tidak pernah lenyap, bahkan makin membesar terus sehingga setiap kali sesuatu yang dikejar itu telah terpegang, maka bayang-bayang ini masih terus menggoda dengan janji-janji yang lebih indah dan lebih menyenangkan lagi dan dengan demikian, segala sesuatu yang telah tercapai akan kehilangan artinya, kehilangan keindahannya, karena mata selalu disilaukan oleh bayang bayang yang lebih kemilau itu.

   

Asmara Berdarah Karya Kho Ping Hoo Kilat Pedang Membela Cinta Karya Kho Ping Hoo Si Teratai Merah Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini