Kisah Tiga Naga Sakti 44
Kisah Tiga Naga Sakti Karya Kho Ping Hoo Bagian 44
Tentu saja Gin San terkejut sekali akan tetapi dia menahan perasaannya sehingga wajahnya seperti orang tidak perduli.
"Ah, kalau begitu tentu ramai sekali. Tidak tahu siapakah ketuanya yang baru, totiang? Kalau tidak salah, saya mendengar bahwa ketuanya adalah seorang she Kwan."
"Ketuanya yang baru amat lihai, masih terhitung suheng yang paling pandai dari bekas ketua Kwan Liok. Dia bernama Pek-ciang Cin-jin Ouw Sek, seorang tokoh yang baru saja. muncul namun telah menggetarkan dunia kang ouw. Apa lagi Lam-ong yang menjadi datuk dunia kang-ouw di selatan berkenan mau menjadi sahabatnya, ini saja sudah merupakan bukti bahwa ketua baru Beng-kauw itu benar-benar amat lihai."
Gin San menghaturkan terima kasih, lalu. kembali kepada sumoi dan suhengnya. Mereka mendengarkan penuturannya dengan tertarik, kemudian Gin San berkata.
"Setelah terjadi seperti yang kukhawatirkan, yaitu kedudukan ketua direbut oleh Ouw Sek, sebaiknya kita ke sana secara diam diam, menyelinap di antara para tamu atau penonton di luar, melihat gelagat dulu sebelum turun tangan "
Mereka lalu menitipkan kuda mereka kepada seorang petani di sebuah dusun dengan memberi biaya secukupnya untuk memelihara tiga ekor kuda itu, kemudian melanjutkan perjalanan mereka dengan kaki menuju ke Telaga Po-yang. Karena mereka bertiga merupakan tiga orang muda yang tampak gagah perkasa, maka para orang kang ouw yang melihat mereka di tengah perjalanan itu mengira bahwa mereka bertiga tentulah juga tamu-tamu yang hendak berkunjung ke Beng kauw,.
Sian Lun, Ling Ling, dan Gin San menyelinap di antara para tamu dan penonton yang nyata telah memenuhi markas Beng-kauw itu. Perayaan itu diadakan di tempat terbuka di tepi telaga, di mana dibangun sebuah panggung besar dan luas sekali. Di atas panggung inilah fihak tuan rumah mempersilakan para tamu kehormatan untuk duduk, sedangkan tamu-tamu lain yang tidak dianggap sebagai tamu-tamu kehormatan cukup untuk duduk di bagian bawah panggung Bangku bangku di bawah panggung telah penuh sehingga banyak di antara tamu yang ingin menonton itu duduk saja di batu-batu atau di atas rumput, dan banyak pula yang berdiri mengelilingi tempat itu.
Keadaan ini menguntungkan tiga orang pendekar muda itu yang dapat menyelinap di antara para penonton tanpa menarik perhatian dan tidak dapat dilihat oleh fihak tuan rumah. Pada saat tiga orang pendekar muda itu tiba di situ, dengan hati panas dan marah Gin San: melihat betapa musuh besarnya, Pek-ciang Cin-jin Ouw Sek memang duduk di atas panggung sambil tersenyum-senyum cerah. Juga Ling Ling marah melihat musuh besarnya. Bu Siauw Kim, duduk dengan tersenyum manis di sebelah kiri Ouw Sek. Akan tetapi Sian Lun terkejut bukan main mengenal seorang kakek tua renta yang bertubuh tinggi kurus agak bongkok, bermata sipit sekali dengan alis tebal, jenggotnya panjang, pakaiannya mewah seperti pakaian hartawan besar, dan tangan kirinya memegang sebatang huncwe (pipa tembakau} yang mengepulkan asap putih.
Kakek itu bukan lain adalah Lam-ong Oh Ging Siu, itu Raja Selatan yang menjadi seorang di antara datuk-datuk dunia hitam yang amat lihai Teringatlah pemuda ini akan kematian gurunya, Siangkoan Lojin, yang tewas karena luka selelah bertanding melawan kakek sakti ini! Juga dia mengenal Lam-thian Seng-jin. pembantunya atau barangkali muridnya, kakek berusia limapuluh enam tahun itu yang dia tahu juga amat lihai duduk di belakang Lam ong.
Tiba-Tiba Ouw Sek bangkit berdiri dan berjalan ke tepi panggung, lalu menjura ke empat penjuru sambil tersenyum lebar. Ketika dia membuka mulut, terdengarlah suaranya yang menggetarkan empat penjuru karena memang orang ini sengaja mengerahkan khi-kangnya untuk memamerkan kekuatannya. Dan memang hebat sekali suara itu, menggetar dan seolah olah dapat menembus dada menggetarkan jantung sehingga banyak sekali kaum
kang-ouw yang hadir terkejut bukan main dan memandang serta mendengarkan dengan penuh perhatian.
"Selamat datang dan terima kasih kepada cu-wi (anda sekalian) dalam pesta ini. Pesta ini dirayakan oleh Beng kauw untuk memperkenalkan diri kami sebagai ketua baru dari Beng-kauw Karena kami adalah muka baru di sini, maka kami mohon kepada lociaopwe Lam-ong Oh Ging Siu yang sudah dikenal oleh cu-wi untuk memperkenalkan diri kami. Oh-locianpwe, silakan!"
Kata Ouw Sek sambil menjura ke arah Lam-ong. Kakek tinggi kurus ini tersenyum dan bangkit dari kuisinya, terus melangkah menghampiri Ouw Sek. Dia hanya mengangguk ke empat penjuru dengan sikap angkuh, sikap seorang datuk yang ditakuti.
"Cu-wi tentu mengenal siapa aku!"
Katanya dengan suaranya yang parau namun terdengar mengguntur.
"Hendaknya cu-wi ketahui bahwa ketua Beng kauw baru ini adalah Pek-ciang Cin-jin Ouw Sek! Biarpun dia ini baru muncul, namun sungguh dia patut sekali menjadi ketua Beng kauw, karena aku dapat memastikan bahwa ilmu kepandaiannya amat tinggi sehingga mengagumkan aku orang tua ini! Sekian agar cuwi maklum!"
Kakek itu mengangguk dan kembali ke kursinya.
"Penasaran""".!!"
Suara ini terdengar melengking nyaring disusul berkelebatnya bayangan orang yang meloncat naik ke atas panggung dari bawah. Sian Lun, Ling Ling, dan Gin San memandang dengan kaget. Mereka tahu bahwa dari cara orang itu meloncat, jelas bahwa orang ini memiliki ginkang yang hebat dan mereka makin terheran heran ketika mendapat kenyataan bahwa yang kini berada di atas panggung itu adalah seorang pemuda yang usianya kurang lebih duapuluh lima tahun, bertubuh tinggi tegap berpakaian putih sederhana, namun wajahnya tampan dan gagah sekali, sikapnya juga gagah, dan sinar matanya amat tajam. Pakaiannya yang putih sederhana itu ringkas, di pinggangnya tergantung sebatang pedang dengan gagang dan, sarungnya yang butut, tanda bahwa pedang itu sudah amat tua.
Ouw Sek juga memandang dengan mata terbelalak, akan tetapi sebagai seorang ketua tentu saja dia tidak bersikap lancang, melainkan tersenyum dan berkata.
"Agaknya sicu mempunyai suatu urusan untuk dibicarakan. Silakan!"
Dan diapun lalu duduk kembali dengan sikap angkuh, yang dianggapnya patut menjadi sikap seorang ketua besar dan membiarkan orang muda yang tampan dan gagah itu untuk bicara tanpa menentangnya.
Pemuda itu sejenak memandang ke pada Ouw Sek, lalu memandang ke arah Lam-ong, kemudian berkata dengan suara lantang sehingga terdengar oleh semua orang yang berkumpul di sekitar panggung itu. Suara ini bukanlah seperti suara Ouw Sek tadi yang memamerkan kekuatan khikangnya, akan tetapi suara biasa saja yang amat nyaring karena kekuatan batin yang bersih terkandung dalam suara itu, suara seorang yang berjiwa gagah sebagai seorang pendekar sejati.
"Aku bernama Louw Cin Han, datang dari Nan-ping, Aku adalah seorang murid Siauw-lim-pai yang datang ke sini mengikuti jejak seorang penjahat yang melarikan gadis orang dengan paksa. Jejak itu membawaku ke sini dan kebetulan sekali karena aku adalah sangat baik dari ketua Beng-kauw, yaitu Kwan Liok lo-enghiong. Aku tahu bahwa Beng-kauw adalah perkumpulan yang bersih dari orang-orang gagah, semenjak dipimpin oleh mendiang Bu Heng Locu locianpwe. Akan tetapi setelah aku tiba di sini menyaksikan pertemuan atau pesta ini, aku melihat dua hal yang; amat membikin hatiku menjadi penasaran dan yang memaksaku untuk turun tangan!"
Suasana menjadi hening dan tegang setelah pemuda yang mengaku murid Siauw-lim-pai ini bicara seperti itu. Semua orang tahu bahwa Siauw-lim-pai adalah sebuah perkurnpulan besar yang memiliki banyak ahli-ahli silat yang amat pandai. Bahkan boleh dibilang bahwa ilmu-ilmu silat sebagian besar bersumber kepada ilmu silat aseli dari Siauw-lim-pai.
Maka munculnya pemuda yang mengaku murid Siauw-lim-pai ini sudah mengejutkan, karena tiap orang murid Siauw-lim-pai tentu seorang yang gagah perkasa, seorang pendekar sejati. Apa lagi kini pemuda itu agaknya menentang ketua baru, maka semua orang merasa tegang hatinya. Juga Sian Lun, Ling Ling, dan Gin San memandang dengan kaget dan juga kagum. Apa lagi Ling Ling. Gadis ini merasa betapa jantungnya berdebar tegang secara luar biasa begitu dia melihat pemuda tampan gagah dengan pakaian sederhana itu berdiri di atas panggung itu dengan sikap sedemikian berani dan gagahnya. Dia merasa seolah olah melihat bayangan orang gagah perkasa yang hanya muncul dalam dunia impiannya. Betapa gagahnya, betapa beraninya pemuda itu muncul dan menentang orang-orang seperti Ouw Sek dan Bu Siauw Kim, belum lagi orang orang yang tentu amat pandai seperti Lam-ong dan lain-lain itu. Padahal pemuda itu hanya sendirian saja! Seketika timbul rasa kagum dan sukanya dan dara ini sudah mengambil keputusan uniuk membantu pemuda itu! Padahal dia belum tahu apa yang menyebabkan pemuda itu bersikap menentang Ouw Sek seperti itu.
Ouw Sek bersikap tenang saja, bahkan masih tersenyum. Jelas bahwa dia memandang rendah kepada pemuda itu. Tentu saja dia pun tahu bahwa Siauw-lim-pai adalah sebuah perkumpulan yung tidak boleh dipandang rendah, memiliki tokoh tokoh yang amat sakti. akan tetapi pemuda yanp usianya paling banyak separuhnya itu, memiliki kepandaian apakah? Pula, dia berada di pusat Beng-kauw di mana dia menjadi ketuanya, dan di situ hadir pula sahabatnya, Lam-ong Oh Ging Siu yang memiliki kepandaian tinggi pula, sejajar dengan kepandaiannya. Takut apakah?
"Orang muda she Louw, kami sedang mengadakan pesta perayaan, engkau adalah seorang tamu, baik diundang maupun tidak, mengapa sikap dan ucapanmu seperti hendak mengacau dan memusuhi kami?"
Biarpun kata katanya itu bernada teguran, namun masih terdengar manis karena memang Ouw Sek yang cerdik itu hendak memancing rasa suka para tamu dan menimpakan kesan buruk kepada pemuda itu. Dan dia memang berhasil. Para tokoh kang-ouw diam diam memuji kesabaran dan kebijaksanaan ketua haru Beng kauw itu,. sebaliknya memandang kepada pemuda Siauw-lim-pai itu dengan alis berkerut, menganggap pemuda itu seperti hendak mengagulkan Siauw-lim-pai dan berani mengacau pesta orang dengan sikap bermusuh
Akan tetapi pertanyaan yang menyudutkan itu tidak membuat Louw Cin Han menjadi bingung. Dia memandang kepada Ouw Sek dengan sinar mata tenang, kemudian terdengar dia berkata lantang.
"Aku tidak ingin bermusuhan dengan siapapun, tidak pula ingin mengacau. Beng kauw adalah sahabatku, mana mungkin aku hendak mengacau Beng kauw? Akan tetapi, ada dua hal yang mendatangkan penasaran. Pertama adalah kenyataan bahwa penjahat yang jejaknya kuikuti, yang melarikan gadis orang, ternyata kini menjadi tamu terhormat dari Beng kauw, dan ke dua, pengangkatan kauwcu (ketua agama) baru dari Beng-kauw sungguh aneh. Mengapa ketua lama, yaitu saudara Kwan Liok tidak hadir, demikian pula dua orang sutenya yang kesemuanya merupakan murid murid terkasih dari mendiang Bu Heng Locu? Pula, aku mendengar bahwa ketua yang diangkat sekarang ini telah menyebabkan tewasnya Bu Heng Locu locianpwe, bahkan membunuh pula Lima Penasihat terhormat dari Beng-kauw!"
"Louw Cin Han. engkau benar sombong dan lancang!"
Ouw Sek membentak, kini tidak dapat menahan kemarahannya karena pemuda ini begitu berani memburukkan namanya di depan orang orang kang-ouw dan menceritakan tentang perbuatannya yang lalu itu. Dia sudah bangkit berdiri dan mukanya berobah merah.
"Coba katakan, siapa penjahat yang kaubilang menjadi tamu kehormatan itu?"
Ouw Sek memang cerdik sekali. Karena mengingat bahwa pemuda itu adalah murid Siauw-lim-pai sehingga amat tidak baik kalau sampai dia sendiri saja yang menentangnya, yang berarti tentu menimbulkan ketidakenakan dengan Siauw-lim pai.
Oieh karena itu, dia sengaja memancing agar pemuda itu menyebutkan namu penjahat yang dikatakannya menjadi tamunya itu. karena dia sendiripun tidak tahu siapa orang yang dimaksudkan oleh Louw Cin Han agar orang itu dapat dibikin malu dan tentu akan memusuhi pula pemuda ini sehingga dia dapat cuci tangan dan biarkan orang lain yang menghukum pemuda lancang ini! Ditanya begini, pemuda itu lalu menudingkan telunjuknya ke arah kakek tua tinggi kurus yang duduk di samping Ouw Sek.
"Dialah orangnya! Ya, agar semua orang kang-ouw mengetahui bahwa penjahat yang melarikan gadis orang itu bukan lain adalah Lam-ong Oh Ging Siu yang terkenal sebagai datuk di selatan!"
Sejenak sunyi sekali di situ karena semua orang menahan napas, kemudian disusul oleh suara bisik-bisik yang menimbulkan suasana gaduh. Semua orang tcrkejut dan khawatir sekali akan kelancangan pemuda ini. Bukan saja herani menentang ketua Beng kauw yang baru, akan tetapi bahkan pemuda ini secara terang-terangan memaki Lam-ong sebagai penjahat yang melarikan gadis orang! Benar benar seorang pemuda yang mencari mati sendiri! Tentu saja semua orang yang hadir tidak menjadi heran dan tidak merasa aneh mendengar bahwa Lam-ong telah melarikan gadis orang.
Datuk kaum sesat di selatan ini selain terkenal sebagai seorang yang memiliki kepandaian tinggi, juga memiliki kekayaan besar, dia terkenal pula sebagai seorang kakek tua bangka yang amat lemah terhadap wanita sehingga selain dia mempunyai puluhan orang selir, dia masih saja haus dan rakus kalau melihat wanita cantik di luaran. Dengan kepandaiannya dan dengan hartanya, apabila dia melihat wanita cantik, tidak perduli isteri orang atau anak siapapun, tentu akan didapatkannya wanita itu! Ada orang tua yang mendadak menjadi kaya raya setelah gadisnya dibeli oleh Lam ong karena kakek ini berani membayar dengan harta yang banyak untuk mendapatkan wanita yang digilainya.
Akan tetapi ada pula orang tua, biarpun dia ini juga merupakan ahli silat kenamaan, yang tewas dan gadis atau isterinya dirampas oleh Lam-ong karena dia tidak mau menyerahkannya atau menjualnya, Oleh karena inilah, semua orang kang ouw yang hadir di situ tidak merasa heran akan cerita tentang kerakusan Lam-ong terhadap wanita, melainkan terheran-heran bagaimana seorang pemuda seperti Louw Cin Han itu berani mati membuka rahasia kejahatan Lam-ong di depan umum seperti itu! Yang merasa girang sekali adalah Ouw Sek! Tak disangkanya bahwa yang dimaksudkan pemuda itu adalah Lam-ong! Dengan demikian, tentu saja ia mendapatkan seorang rekan yang amat kuat untuk menghadapi Siauw-lim-pai, kalau kalau pertentangan melawan pemuda ini mengakibatkan permusuhan dengan perkumpulan itu.
Sementara itu, Gin San dan Ling Ling yang sudah mendengar penuturan Sian Lun tentang Lam-ong, memandang dengan penuh perhatian. Gin San berbisik.
"Jadi siluman tua itukah yang mengakibatkan tewasnya suhumu, suheng?"
Sian Lun mengangguk dan diam-diam dia mengkhawatirkan pemuda itu "Sungguh lancang dan berani sekali orang she Louw itu.
"
Bisiknya.
"Kita harus membantunya...".!"
Tiba-tiba terdengar Ling Ling berbisik dan di dalam suaranya terkandung suatu kepastian yang membuat kedua orang subengnya menengok dan memandang sumoi itu. Mereka berdua melihat Ling Ling tengah memandang kepada orang she Louw itu dengan penuh kagum!
Pada saat itu terdengar gerengan yang seperti suara harimau mengaum, mengejutkan semua orang dan ternyata Lam-thian Seng jin pembantu atau murid utama dari Lam ong telah meloncat dan berdiri menghadapi Lauw Cin Han Sepasang mata kakek berusia lima-puluh enam tahun ini mencorong seperti mata harimau dan mukanya yang biasanya pucat menjadi lebih pucat kehijauan.
Lauw Cin Han yang rnerupakan seorang pemuda yang sudah banyak merantau di dunia kang-ouw dapat menduga siapa adanya kakek ini. Dia sudah mendengar bahwa Lam-ong selalu ditemani oleh muridnya atau pembantunya, yang setia, yang terkenal dengan nama Lam-thian Seng-jin. Dan sebagai seorang pemuda yang pernah digembleng dalam ilmu-ilmu silat yang tinggi, melihat wajah yang pucat kehijauan dengan sepasang mata yang mencorong dan gerengan seperti harimau itu tadi tahulah dia bahwa kakek ini adalah seorang ahli lweekang atau orang yang memiliki tenaga dalam amat kuatnya.
Maka diapun tidak berani memandang rendah dan bersikap tenang namun waspada. Louw Cin Han adalah adalah seorang murid tingkat tinggi dari Siauw lim pai, dan biarpun usianya baru duapuluh lima tahun akan tetapi dia telah lulus sebagai murid kelas tiga, tingkat yang cukup tinggi dan mengagumkan yang dapat dicapai oleh seorang muda seperti dia dalam perguruan Siauw-lim pai. Dia seorang pemuda yang sudah yatim piatu dan semenjak kecil dia dirawat oleh para hwesio Siauw-lim-si di kota Nan-ping. Akan tetapi karena para hwesio melihat bahwa dia tidak berbakat rnenjadi hwesio, melainkan lebih berbakat menjadi pendekar, maka Cin Han menerima gemblengan ilmu silat, lebih banyak dari pada grmblrngan ilmu agama dan ilmu sastera. Akhirnya, dia menjadi seorang tokoh Siauw-lim pai, yang patut dibanggakan oleh Siauw-lim-pai, karena sepak terjangnya sebagai seorang pendekar yang gagah perkasa dan budiman.
Ketika pemuda perkasa ini sedang melakukan perjalanan tak jauh dari Telaga Po-yang, dia mendengar akan malapetaka yang menimpa keluarga Phang piauwsu, seorang sahabatnya, piauwsu (pengawal barang) terkenal yang tinggal di kota Kan kouw. Sahabatnya itu terluka dan puteri sahabatnya itu, seorang gadis berusia tujuhbelas tahun, telah dilarikan orang. Phang piauwsu tidak mengenai siapa penculik gadisnya, hanya menceritakan bahwa malam itu ada bayangan berkelebat dan disusul jeritan gadisnya, akan tetapi bayangan penjahat itu lihai bukan main karena dalam beberapa jurus saja dia telah roboh dan penjahat itu melarikan gadisnya menghilang di tempat gelap. Dia hanya tahu bahwa penjahat itu membawa sebatang huncwe yang diselipkan di pinggang.
Mendengar malapetaka ini. Cin Han segera melakukan pengejaran. Dia mencari jejak penjahat itu dan akhirnya, jauh dari kota Kan kouw, setelah melalui perjalanan tiga hari tiga malam dan sudah mendekati telaga Po-yang. Dia menemukan gadis she Phang itu dalam keadaan menggantung diri di sebuah dusun sunyi! Dari pemilik rumah dusun itu dia mendengar bahwa gadis ini datang bersama dua orang kakek dan gadis itu selalu menangis, kemudian pagi hari itu, tiba tiba saja tanpa pamit dua orang kakek menghilang dan gadis itu telah membunuh diri dengan jalan menggantung lehernya menggunakan ikat pinggangnya!
Dapat dibayangkan betapa marahnya hati Cin Han mendengar ini dan dia mendapat gambaran yang jelas akan wajah dua orang kakek itu dari petani dusun itu, dan setelah tiba di tempat Beng-kauw mengadakan pesta perayaan tahulah dia bahwa hal yang memang sudah disangka sangkanya semenjak dia mendengar dari Phang piauwsu bahwa penjahat itu mempunyai sebatang huncwe adalah benar, yaitu bahwa penjahatnya adalah Lam-ong, datuk kaum sesat yang terkenal mata keranjang itu!
Maka dengan berani dia lalu tampil ke depan dan membongkar rahasia kakek cabul itu. Selain ini, dia juga merasa curiga akan tampilnya ketua baru Beng-kauw. Dia bersahabat baik dengan Kwan Liok, ketua Beng kauw dan sudah mendengar dari Kwan Liok akan kematian empat or"ng saudara saudara seperguruannya, bahkan akan kematian Bu Heng Locu sebagai akibat pengacauan murid murtad yang bernama Ouw Sek. Dan kini, melihat Ouw Sek tahu-tahu menjadi ketua, dan kawannya itu tidak nampak hadir, demikian pula dua orang sute dari Kwan Liok, tentu saja dia menjadi penasaran dan dia kemukakan pula hal itu.
Kini, Lam-thian Seng-jin sudah berdiri menghadapi Cin Han yang bersikap tenang. Kakek ini merupakan murid dan pembantu Lam-ong yang amat setia. Dia sendiri tidak mempunyai kesukaan mengganggu wanita, bahkan biarpun usianya sudah limapuluh enam tahun, dia tidak menikah Akan tetapi karena setianya dan amat memuja gurunya, dia tidak pernah menentang kebiasaan gurunya membujuk atau memaksa wanita itu, bahkan siap untuk membantu gurunya andaikata Lam ong menyuruhnya menculik wanita sekalipun! Maka begitu mendengar gurunya dimaki oleh orang muda itu, dia tidak dapat menahan kemarahannya dan. sudah menggereng dan menghampiri Cin Han.
"Bocah she Louw, engkau sudah bosan hidup? Mari kuantar engkau ke neraka!"
Bentaknya. Cin Han tersenyum mengejek.
"Hemm, bukankah engkau ini Lam-thian Seng-jin? Gurumu telah melakukan perbuatan hina dan sesat, dan aku sebagai orang muda memperingatkan dia, engkau sebagai muridnya hendak membela gurumu yang sesat?"
"Besar mulut kau!"
Kakek itu membentak dan dia sudah menggerakkan tubuhnya dan tangan kirinya menyambar ke depan, menampar ke arah kepala pemuda Siauw lim pai itu.
Cin Han merasa betapa ada hawa panas sekali menyambar ke arah mukanya. Dia tahu bahwa kakek ini memiliki sinkang yang amat kuat, dan bahwa pukulan itu mengandung tenaga sinkang panas, maka cepat dia melangkah mundur mengelak dan menggerakkan iengan dari samping untuk menangkis.
(Lanjut ke Jilid 45)
Kisah Tiga Naga Sakti (Cerita Lepas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 45
"Dukk!"
Lengannya dapat menangkis lengan lawan dan Lam-thian Seng-jin merasa betapa lengannya itu tergetar hebat. Terkejutlah dia dan baru dia tahu bahwa pemuda ini bukanlah semacam gentong kosong yang hanya nyaring suaranya namun tidak ada isinya.
Pemuda ini bersikap amat beraninya karena memang telah menguasai kepandaian Siauw-lim-pai yang terkenal. Dari pertemuan tenaga tadi saja Lam-thian Seng-jin sudah dapat mengetahui bahwa pemuda Siauw lim pai ini ternyata memiliki tenaga yang kuat. Padahal dia tadi melakukan pukulan dengan Ilmu Lui kong ciang (Tangan Geledek) yang amat kuat, namun pemuda itu mampu menangkisnya. Marah dan penasaranlah kakek ini dan dia lalu menerjang dan menyerang seperti angin badai mengamuk! Cin Han bergerak dengan tenang dan mantap, mainkan Ilmu Silat Lo han kun yang amat tenang dan tangguh dari Siauw-lim-pai sehingga ke manapun fihak lawan menyerang, dia selalu dapat mengelak dan menangkisnya, juga membalas dengan pukulan-pukulan yang mengeluarkan angin yang bersiutan saking kerasnya.
Sian Lun pernah menandingi Lam-thian Seng-jin dan tahu bahwa kakek ini amat lihai. Akan tetapi menyaksikan pemuda gagah itu yang demikian tenang dan mantap, diam-diam dia kagum juga. Pemuda itu benar-benar memiliki dasar ilmu silat yang aseli dan bersih, setiap gerakannya tidak menyia-nyiakan tenaga, karena setiap gerakan ada artinya, kalau tidak menjaga diri tentu menyerang, bukan seperti ilmu-ilmu silat lain yang terlalu banyak kembangannya sehingga banyak membuang tenaga hanya untuk pamer belaka.
Ling Ling diam-diam khawatir dan terkejut melihat bahwa kakek itu ternyata lihai sekali, gerakannya demikian cepat dan serangan-serangannya mengandung kekuatan sinkang yang besar Sedangkan pemuda itu baginya terasa terlalu tenang dan lamban, maka dara ini sudah menegang seluruh syarafnya, siap untuk melindungi pemuda gagah itu apabila dia melihat ada bahaya mengancam. Gin San juga menonton dengan tenang-tenang saja dan sejak tadi dia memandang ke arah Ouw Sek, diam-diam menduga-duga bagaimana akan jadinya kalau dia dan Ouw Sek sudah bertanding. Dia tahu bawah kepandaian Ouw Sek tinggi sekali, dan bahwa segala ilmu yang didapatnya dari Maghi Sing akan sia-sia saja kalau dipergunakan untuk menyerang Ouw Sek karena semua telah dikenal oleh orang itu, kecuali Cap sha Tong-thian. Maka diam-diam dia mengingat ingat ilmu ini dan mengatur siasat jurus jurus mana yang akan dipergunakan untuk menghadapi lawan tangguh itu nanti.
Tiba-tiba Sian Lun berbisik kepada sute dan sumoinya.
"Kalau terjadi pertempuran, biarkan aku menghadapi Lam ong"".."
"Dan aku menghadapi Ouw Sek"""
Sambung Gin San cepat.
Barulah Ling Ling sadar bahwa dia sudah mempunyai lawan. Tadi dia terlalu memperhatikan pemuda itu sehingga dia hampir lupa bahwa musuh besarnya berada di situ pula.
"Aku akan menghadapi Bu Siauw Kim."
Katanya singkat dan kini dia memandang ke arah wanita cantik itu. Akan tetapi hanya sebentar karena kembali dia mengalihkan pandang matanya ke atss panggung di mana pemuda Siauw-lim pai itu masih bertanding seru melawan Lam-thian Seng-jin.
Pertempuran antara Cin Han dan Lam-thian Seng-jin memang amat seru dan menegangkan, keduanya mempunyai tenaga yang seimbang dan kalau ilmu silat dan gerakan Lam-thian Seng-jin kasar dan cepat, adalah sebaliknya dengan gerakan Cin Han yang halus dan tenang, mantap dan kelihatan lambat namun semua lubang telah tertutup sehingga sukar bagi lawan untuk menembus benteng pertahanannya. Cin Han maklum bahwa lawannya amat pandai dan hal ini tidak mengejutkan hatinya. Dia sudah mendengar akan kelihaian Lam-thian Seng-jin, apalagi kesaktian Lam-ong.
Kalau dia tadi berani tampil ke depan menentang mereka bukan karena terdorong kelancangan atau kesombongannya, bukan memandang rendah law"n, melainkan terdorong oleh jiwa kependekarannya yang pantang mundur menghadapi siapapun juga untuk menentang kejahatan. Diapun maklum bahwa keselamatannya terancam., namun mati bukan apa-apa bagi seorang pendekar, kalau kematian itu terjadi dalam membela keadilan dan kebenaran, menentang kejahatan. Semua tamu yang terdiri dari orang-orang kang-ouw itu tentu saja merasa tegang dan juga girang bahwa mereka disuguhi tontonan yang amat menarik bagi mereka yang rata-rata memiliki kepandaian amat tinggi itu.
Tidak ada seorangpun di antara para tamu, berani mencampuri perselisihan yang diteruskan dengan perkelahian itu. Mereka semua mengenal siapa adanya Lam-thian Seng-jin murid Lam-ong dan tidak seorangpun berani mencampuri urusan Lam-ong yang selain kaya raya dan sakti, juga terkenal mempunyai banyak sekali anak buah dan terkenal pula bertangan besi atau kejam terhadap musuh yang berani menentangnya Akan tetapi mereka itu juga segan untuk bermusuhan dengan pemuda perkasa murid tangguh dari Siauw-lim-pai itu, karena nama Siauw-lim-pai sudah membuat mereka lebih suka menjauhkan diri, terutama sekali mereka yang tergolong kaum sesat.
Bagi Sian Lun bertiga, kini mereka tidak merasa khawatir. Mereka tentu saja berpihak kepada pemuda Siauw-lim-pai itu dan dengan pengetahuan mereka yang mendalam tentang ilmu silat, mereka dapat melihat jelas bahwa pemuda perkasa itu tidak akan kalah. Biarpun kelihatan Lam-thian Seng-jin bergerak sangat cepat sebaliknya pemuda itu kelihatan tenang saja, namun sesungguhnya kakek itu tak mampu berbuat banyak dan kini setiap serangan balasan dari Cin Han membuat dia terdesak hebat. Kakek itu mulai memburu napasnya, sedangkan pemuda itu masih segar, bahkan gerakan-gerakannya kini makin mantap dan kuat.
Hal ini tentu saja dapat dilihat pula oleh Lam-ong, juga oleh Ouw Sek dan Bu Siauw Kim. Lam-ong mengerutkan alisnya yang amat tebal itu dan matanya yang sipit menjadi makin sipit lagi, hampir terpejam, alisnya bergerak-gerak dan makin sering dia menghembuskan asap dari huncwenya. Sian Lun tak pernah melepaskan perhatiannya terhadap Si Huncwe Maut yang kini berjuluk Lam-ong ini. Dan apa yang dikhawatirkannyapun terjadilah. Lam-ong tiba-tiba bangkit berdiri dan sekali kakinya bergerak, dia sudah melayang ke depan, huncwe di mulutnya ditiup dan sinar api meluncur dari huncwe itu, bunga api beterbangan menyembur ke arah Cin Han!
Sian Lun berseru keras, akan tetapi dia kalah dulu oleh Ling Ling yang sudah melayang seperti seekor naga terbang, dan dari atas dia langsung menerjang dengan kedua kakinya menendang ke arah mata dan leher Lam-ong! Mulutnya membentak nyaring sekali.
"Tua bangka curang pengecut tak tahu malu!"
Lam-ong terkejut bukan main menyaksikan gerakan ginkang yang demikian ringan dan cepatnya, maka dia tidak melanjutkan serangannya kepada Cin Han, melainkan menggerakkan huncwenya menotok ke arah betis dara cantik yang menendangnya dari atas itu!
Ling Ling juga kaget bukan main. Serangan tendangannya dari atas tadi dilakukannya dengan cepat sekali dan jarang ada orang mampu mengelak dan menyelamatkan diri. Akan tetapi kakek ini bukan hanya dapat menghindar, bahkan memapaki serangannya itu dengan serangan lain, yaitu totokan ke arah betis kakinya! Maka diapun berseru keras, kedua kakinya mengelak dan tahu-tahu ujung kakinya memapaki kepala huncwe dan dengan meminjam tenaga lawan dia mengenjot dan tubuhnya sudah berjungkir balik membuat salto tiga kali di udara.
"Sumoi, mundurlah!"
Terdengar bentakan Sian Lun dan pemuda ini sudah meloncat dan tahu-tahu sudah berada di depan Lam-ong sehingga kakek ini tidak dapat mendesak Ling Ling yang melajang turun ke atas panggung dengan indahnya!.
Sementara itu, Cin Han tadi terkejut setengah mati melihat bunga api beterbangan seperti kunang-kunang menyambarnya dan terasa amat panas. Dia segera melempar tubuhnya ke belakang dan terus menjatuhkan diri bergulingan sehingga terbebas dari serangan bunga api yang amat lihai itu. Ketika dia melihat bayangan seorang dara yang "terbang"
Dan menyerang Lam-ong, Cin Han terkejut dan kagum bukan main karena dia mengenal ginkang yang luar biasa sekali. Di Siauw-lim-si hanya para locianpwe yang sedikitnya bertingkat dua saja yang akan mampu membuat gerakan ginkang seperti yang dilakukan dara itu.
Ketika dara itu membuat salto di udara, hampir dia berseru karena kagumnya, dan ketika akhirnya Ling Ling melayang turun dan hinggap di atas panggung, tak jauh dari tempat dia berdiri, dia makin kagum dan bahkan terpesona karena tidak pernah disangkanya bahwa bayangan yang luar biasa itu ternyata adalah seorang dara remaja yang demikian cantik jelitanya! Dia memandang, tepat pada saat Ling Ling juga memandangnya. Dua pasang mata yang bersinar tajam bertemu, bertaut dan melekat, kemudian Ling Ling menundukkan mukanya yang menjadi kemerahan Cin Han cepat rnenjura dan berkata halus.
"Nona, terima kasih atas pertolonganmu."
Ling Ling mengangkat muka dan tersenyum, kemudian melihat Sian Lun telah berhadapan dengan Lam-ong, dia lalu meloncat turun lagi di tempatnya yang tadi. Sementara itu, Lam-thian Seng-jin yang melihat betapa bantuan gurunya digagalkan orang, sudah menerjang lagi kepada Cin Han yang menyambutnya dengan gagah. Mereka sudah bertempur lagi dan kini Cin Han menghunus pedangnya karena maklum bahwa dia harus mempertahankan diri mati-matian. Pedang tua di pinggangnya itu ternyata hanya buruk gagang dan sarungnya saja, karena begitu dicabut nampaklah cahaya berkilauan, tanda bahwa mata pedang itu tajam sekali.
Lam-thian Seng-jin adalah seorang ahli lweekeh dan juga ahli tiam-hoat, maka diapun cepat menghunus sepasang senjatanya, yang berbentuk alat tulis. Itulah semata sepasang poan-koat pit-yang amat ampuh untuk dipergunakan menotok jalan darah lawan. Mereka segera terlibat dalam pertempuran yang lebih seru dan mati-matian lagi. Lam-ong yang tadinya terkejut melihat munculnya Ling Ling, kini makin kaget melihat pemuda tampan yang berdiri di depannya. Dia memandang tajam penuh perhatian, merasai seperti pernah berjumpa dengan pemuda itu akan tetapi dia sudah lupa lagi di mana karena memang banyak sekali orang-orang yang pernah menjadi musuhnya.
"Hemm, siapakah engkau?"
Bentaknya marah karena pemuda ini tadi menghalanginya untuk mendesak gadis yang berani menyerangnya.
"Lam-ong. sudah lupakah engkau akan pertemuan antara kita di tepi telaga itu?"
Sian Lun berkata dengan tenang dan memandang tajam.
Tiba-tiba wajah kakek itu berobah, alisnya berkerut dan sejenak dia memandang ke kanan kiri seperti orang ketakutan! Dia teringat sekarang. Pemuda ini adalah murid Siangkoan Lojin! Dan timbul perasaan jerihnya karena dia maklum bahwa kepandaian Siangkoan Lojin sungguh tak dapat diukur berapa tingginya! Akan tetapi dia memberanikan hatinya, apa lagi karena di situ ada Ouw Sek dan seluruh anggauta Beng-kauw. Betapapun lihainya kakek Siangkoan Lojin, tak mungkin dapat menandingi dia yang dibantu oleh Ouw Sek, Bu Siauw Kim dan para anggauta Beng-kauw! Maka dia lalu tertawa, perutnya bergerak gerak dan wajahnya memandang ke angkasa.
"Ha ha ha, kiranya engkau bocah tukang pancing di telaga itu? Mana suhumu? Kalau memang dia datang, suruh dia lekas keluar!"
Tantangnya, sebenarnya bukan tantangan melainkan pancingan untuk meyakinkan hatinya apakah benar kakek yang amat lihai itu ikut datang bersama muridnya ini. Sian Lun adalah seorang pemuda yang gagah perkasa dan jujur, maka mendengar ucapan itu dia berkata,
"Aku datang sendiri untuk membuat perhitungan denganmu, Lam ong!"
Kakek itu tertawa makin keras, hatinya girang bukan main. Sementara itu, Ouw Sek dan Bu Siauw Kim tentu saja mengenal pemuda itu dan juga Ling Ling yang tadi menyerang Lam-ong, maka keduanya cepat bangkit dan maju menghampiri, siap untuk membantu Lam-ong. Akan tetapi baru saja Ouw Sek muncul dari bawah panggung berkelebat bayangan orang dan tahu tahu di situ sudah berdiri Co Gin San menghadapi Ouw Sek sambil memandang tajam dengan sikap marah. Melihat pemuda ini. Ouw Sek terbelalak, lalu tertawa bergelak.
"Aha, kiranya ada tikus kecil ini yang datang mengirim nyawa! bagus sekali!"
Dan kembali bayangan Ling Ling melayang naik, lalu menyambar turun ke bawah dan di depan Bu Siauw Kim.
"Siluman betina, sekarang jangan harap engkau akan dapat lolos dari tanganku!"
Bentak Ling Ling kepada Bu Siaw Kim.
Musuh sudah berhadapan dengan musuh! Maka mereka itu tidak mau banyak cakap lagi dan segera masing-masing bergerak dengan cepat Nampak senjata-senjata tajam berkilauan ketika Gin San dan Ling Ling sudah mencabut pedang mereka, pedang kekuasaan pemberian kaisar!
"Lihat pedang kami ini!"
Gin San yang cerdik membentak kepada semua orang kang-ouw yang berada di situ.
"Ini adalah dua pedang hadiah kaisar, pedang kekuasaan dan siapa menentang kami berarti menentang kaisar! Kami datang untuk menangkap atau membunuh Pek-ciang Cin-jin Ouw Sek dan Bu Siauw Kim, dua orang yang baru saja melarikan diri dari kota raja setelah mereka membantu pemberontakan orang-orang Tibet! Ouw Sek ini adalah pemberontak, pelarian, dan juga murid murtad dari Beng-kauw!"
Di antara para orang kang-ouw itu ada yang-mengenal pedang kekuasaan seperti itu, maka tentu saja mereka merasa gentar dan semua orang makin tidak berani mencampuri urusan antara Lam-ong, Beng-kauw, Siauw-lim-pai dan orang-orang yang mempunyai pedang kekuasaan dari kaisar itu!
"Coa Gin San bocah ingusan yang sombong. Kepalamu akan kuhancurkan di sini!"
Bentak Pek-ciang Cin-jin Ouw Sek sambil menerjang dengan senjatanya yang istimewa, yaitu tongkat emasnya yang berat dan berkilauan. Gin San cepat menggerakkan pedangnya menangkis.
"Cringgg!!"
Nampak bunga api berpijar. Pedang pemberian kaisar itu tentu saja bukan pedang sembarangan, melainkan senjata tanda kekuasaan yang terbuat dari baja aseli yang terpilih. Maka kedua orang seperguruan ini sudah mulai bertanding dengan amat bebatnya! Di samping pedangnya di tangan kanan, Gin San juga mencabut suling bambunya dan menggunakan sulingnya itu untuk kadang-kadang menyelingi serangan pedangnya dengan totokan-totokan maut Biarpun senjata itu hanya suling bambu, akan tetapi karena digerakkan dengan pengerahan sinkang, maka bahayanya tidak lebih kecil dan pada senjata pedang di tangan. Ouw Sek memaklumi hal ini, maka diapun tidak berani berlaku lengah, mengimbangi serangan pemuda itu dengan sepenuh tenaganya sehingga lenyaplah bayangan kedua orang tokoh tinggi Beng kauw ini, terbungkus sinar-sinar berkilauan dari tongkat emas, suling bambu, dan pedang.
Sian Lun juga sudah bergebrak melawan Lam-ong yang lihai itu. Lam-ong tadinya memandang rendah dan dengan sikap sombong sekali dia menyemburkan asap huncwenya ke arah pemuda itu. Sian Lun sudah tahu akan kelihaian semburan asap yang didorong oleh tenaga khikang yang kuat itu, akan tetapi diapun sudah tahu bagaimana caranya menghindarkan diri. Dia meniru perbuatan mendiang gurunya ketika diserang asap yaitu mengerahkan khikang dan meniup ke arah asap itu.
Ketika asap membuyar, dia sudah meloncat ke samping dan mengirim totokan dengan tangan kiri ke arah pelipis lawan sedangkan tangan kanannya mencengkeram ke arah pusar. Serangan ini bukan main hebatnya sehingga mengejutkan hati Lam-ong yang tadinya masih memandang rendah. Dia berseru keras dan melangkah mundur sambil memutar huncwenya. Kini dia tidak berani main-main lagi.lalu memutar huncwenya cepat-cepat untuk menyerang Sian Lun. dan kadang-kadang tangan kirinya melakukan pukulan-pukulan dan tamparan-tamparan yang luar biasa dahsyatnya.
Sian Lun sudah mengenal pukulan tangan kiri yang mengandung Ilmu Pek see ciang yang luar biasa ampuhnya itu. Pengalamannya ketika dia menghadapi kakek ini, kemudian penuturan mendiang gurunya, telah membuat dia waspada dan dia kini meniru siasat gurunya ketika menghadapi dan pernah mengalahkan kakek ini, yaitu mengandalkan ginkangnya. Dia tahu bahwa pukulan Pek see ciang lawan itu sama sekali tidak boleh dilawan dengan kekerasan, dan bahwa satu-satunya keunggulan yang dimiliki terhadap kakek Raja Selatan ini hanyalah ginkang atau kecepatan gerakan. Maka diapun segera mengerahkan ginkangnya dan berkelebatan menandingi musuh besar yang amat tangguh ini.
Pertandingan antara Bu Siauw Kim dan Ling Ling juga amat seru dan mati-matian. Harus diakui oleh Bu Siauw Kim bahwa menghadapi dara perkasa ini, dia benar-benar kalah tingkat dan segera dia telah didesaknya dengan hebat. Ling Ling juga mempergunakan pedang hadiah kaisar itu seperti Gin San dan dengan pedang di tangan, Ling Ling terus menekan dan mendesak karena dalam hal ginkang dia jauh menang. Bu Siauw Kim mempertahankan diri sedapat mungkin dengan mengandalkan sabuk hitamnya dan kadang kadang tangan kirinya melancarkan pukulan Thian-lui Sin ciang. Namun, semua itu sia-sia saja karena Ling Ling bergerak sedemikian cepatnya sehingga, kadang kadang seperti lenyap dari pandang mata Bu Siauw Kim dan tahu-tahu dara itu menyerangnya dari belakang. Hal ini membuat Bu Siauw Kim berputar-putar dan menjadi pening.
Di dekat tempat di mana dua orang wanita ini bertempur mati-matian. Cin Han juga terus mendesak lawannya, yaitu Lam thian Seng jin yang kini menjadi makin gentar karena gurunya sudah menemui lawan, demikian pula fihak tuan rumah, dan ternyata bahwa semua lawan yang masih muda itu amat lihai. Dengan nekat dia menggerakkan sepasang poan-koan pit, berusaha untuk menghalau pedang lawan. Akan tetapi, ilmu pedang yang dimainkan Cin Han adalah Ilmu Pedang Siauw-lim Kiam-sut yang amat kokoh kuat bagaikan gelombang samudera di waktu menyerang, dan bagaikan bukit karang di waktu bertahan, maka makin lama Lam-thian Seng-jin makin terengah engah kehabisan napas dan tenaga.
Anehnya, Cin Han dan Ling Ling selalu saling memperhatikan dan mereka berdua merasa lega bahwa masing-masing dapat mendesak lawan! Dan pada saat Lam-thian Seng-jin terhuyung karena desakan Cin Han, tiba-tiba sekali Ling Ling meloncat ke samping dan secara tak terduga-duga mengirim tendangan.
"Dess!"
Tendangan itu cepat dan tepat sekali mengenai paha Lam-thian Seng-jin. Kakek itu mengeluh dan terhuyung, hampir roboh, didesak terus oleh Cin Han, sementara itu Ling Ling sudah memutar pedang mendepak Bu Siauw Kim dengan hebat pula!
"Terima kasih, nona""..!"
Cin Han masih sempat berseru kurena merasa dibantu oleh dara yang telah menjatuhkan hatinya itu. Ling Ling hanya tersenyum girang saja melanjutkan desakannya terhadap Bu Siauw Kim.
Kisah Tiga Naga Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tiba-tiba Lam-thian Seng-jin mengeluarkan teriakan melengking tiga kali. Ini merupakan tanda bagi anak buahnya! Memang, ke manapun Lam-ong pergi, tentu dia dikawal oleh serombongan anak buahnya yang merupakan tukang-tukang pukulnya. Ketika dia menjadi tamu di Beng kauw, dia tidak ingin anak buahnya menimbulkan keributan, maka anak buahnya itu disuruh menanti di bagian lain di tepi telaga, menerima hidangan-hidangan tersendiri dan boleh berpesta sendiri. Kini, begitu mendengar suara tanda rahasia dari Lam-thian Seng-jin, mereka terkejut, cepat berkumpul dan berlarian menuju ke tempat pesta yang kini menjadi tempat pertempuran itu.
Dan tak lama kemudian setelah Lam-thian Seng-jin mengeluarkan teriakan melengking tadi, semua orang mendengar suara nyanyian yang terdengar parau nyaring, datang dari dalam hutan di sebelah. Makin lama suara ini makin terdengar nyata dan tak lama kemudian muncullah sedikitnya tiga puluh orang dengan senjata lengkap di tangan, berbaris rapi dan sikap mereka mengancam. Inilah rombongan anak buah Lam-ong yang berupa tukang-tukang pukul, orang-orang kasar yang biasa melakukan apa saja yang diperintahkan Lam-ong, dan sudah biaaa mempergunakan kekerasan untuk menindas fihak yang lemah!
Suara itu sebenarnya bukan nyanyian, melainkan suara orang berirama seperti membaca sajak.
"Siapakah yang menguasai dunia selatan? Siapakah yang merajai laut selatan? Semua telaga, sungai dan lautan berikut semua isinya, milik siapa?"
Begitu pertanyaan-pertanyaan itu berhenti tigapuluh orang lebih itu menjawab dengan serentak, suara mereka bergemuruh.
"Lam-ong""..:..!"
Melihat munculnya serombongan orang tinggi besar yang bersenjata lengkap ini, para tamu menjadi khawatir dan mereka menduga bahwa pertempuran tentu akan menjadi hebat dan besar, maka kebanyakan dari mereka lalu mulai mengundurkan diri dan hanya menonton dari tempat aman di kejauhan. Tigapuluh orang itu membuat gerakan mengurung panggung,
"Maju".., maju""..! Hancurkan musuh-musuh kita!"
Terdengar Lam-ong berkata sambil tertawa. Biarpun dia belum sampat terdesak oleh lawannya yang muda, akan tetapi dia mendapat kenyataan bahwa murid dari Siangkoan Lojin ini benar benar amat lihai, dan juga teman teman lawannya, dara dan pemuda itu memiliki gerakan gerakan yang amat tangkas. Maka timbul pula kekhawatirannya dan hatinya girang bahwa pembantunya atau muridnya telah memanggil anak buahnya untuk membantu.
Akan tetapi pada saat itu, dari arah bangunan-bangunan pusat Beng-kauw, bermunculan serombongan orang yang dipimpin oleh tiga orang dan mereka ini berjumlah hampir seratus orang yang langsung mengurung tempat itu dengan sikap mengancam. Seorang di antara tiga orang pemimpin itu berseru dengan suara lantang.
"Orang-orang luar harap jangan mencampuri urusan Beng kauw!"
Ouw Sek terkejut bukan main ketika mengenal bahwa mereka itu adalah anak buah Beng-kauw, dan yang memimpin adalah Kwan Liok! Padahal, ketika dia datang dan muncul di situ, dia telah mempergunakan kepandaian, dan bendera keramatnya untuk memaksa semua anggauta Beng-kauw tunduk kepadanya dan dia bahkan menjebloskan Kwan Liok dan dua orang sutenya ke dalam kamar tahanan, memerintahkan para anak buah Beng-kauw untuk menerima dia sebagai ketua dan untuk menjaga agar tiga orang bekas pimpinan Beng kauw itu tidak sampai lolos. Bagaimana kini Kwan Liok dan dua orang sutenya berhasil keluar, bahkan memimpin semua anak buah Beng-kauw yang kelihatannya kini taat kepada mereka bertiga itu?
Ternyata di antara para anggauta Beng-kauw, tidak ada seorangpun yang suka kepada Ouw Sek. Sama sekali tidak, sebaliknya malah mereka itu semua membenci murid murtad yang telah membunuh Lima Penasihat Tua itu dan mengakibatkan kematian Bu Heng Locu pula, di samping membunuh empat orang muridnya. Akan tetapi karena mereka maklum akan kelihaian Ouw Sek, dan terutama sekali karena betapapun juga kenyataannya menunjukkan bahwa Ouw Sek menguasai bendera keramat maka terpaksa mereka tidak berani membantah ketika orang ini datang dan menguasai Bengkauw, memenjarakan Kwan Liok dan dua orang sutenya, lalu mengangkat diri sendiri menjadi ketua Beng-kauw yang baru.
Akan tetapi, ketika mereka melihat munculnya Coa Gin San tokoh Beng-kauw yang mereka suka dan hormati itu, dan setelah terjadi pertandingan antara Gin San dan Ouw Sek, para anak buah Beng-kauw itu lalu menjadi nekat karena merasa ada yang akan membela mereka dan menandingi Ouw Sek. Mereka lalu membebaskan Kwan Liok dan dua orang sutenya, kemudian di bawah pimpinan tiga orang tokoh Beng-kauw ini mereka menyerbu keluar dan tepat pada saat anak buah Lam-ong mengurung panggung mereka muncul dengan sikap mengancam.
Tiba-tiba Ouw Sek berseru sambil mengerahkan khikangnya.
"Aku perintahkan kalian untuk mundur dan jangan mengganggu para sahabat pengikut dari Lam-ong itu!"
Sambil berkata demikian Ouw Sek sudah mencabut bendera keramat dan mengibarkannya.
"Kawan-kawan semua, dengar! Aku perintahkan kalian untuk maju dan melawan gerombolan penjahat itu! Jangan takut terhadap manusia rendah budi, murid palsu dan murtad ini!"
Tiba-tiba Gin San juga berseru dengan, nyaring dan diapun sudah mengeluarkan bendera keramatnya dan
mengobat-abitkan di atas kepala.
Tentu saja tidak sukar bagi orang-orang Beng-kauw untuk memilih siapa yang harus mereka taati di antara kedua orang yang sama-sama mempunyai bendera keramat itu. Mereka di bawah pimpinan Kwan Liok dan dua orang sutenya lalu menyerbu tigapuluh lebih pengikut Lam-ong sehingga terjadilah pertempuran yang amat gaduh. Melihat ini, para tamu cepat mundur karena mereka tidak ingin mencampuri urusan antara Beng-kauw dan Lam-ong.
Bukan main hebatnya pertempuran yang terjadi di atas dan di bawah panggung. Ouw Sek yang menjadi marah sekali telah menyerang lagi dengan dahsyat dan ganas, sehingga Gin San terpaksa harus mengerahkan seluruh tenaga dan mengeluarkun semua kepandaiannya untuk menjaga diri karena serangan-serangan lawan benar-benar merupakan sambaran-sambaran maut yang amat berbahaya.
Karena terlalu mengkhawatirkan dan mencurahkan sebagian dari perhatiannya kepada Cin Han untuk melindungi pemuda yang amat nenarik hatinya itu, sampai sekian lamanya Ling Ling belum juga mampu merobohkan Bu Siauw Kim. Dan memang dia menghendaki agar pemuda Siauw-lim-pai itu lebih dulu merobohkan lawannya sehingga tidak terancam bahaya. Maka ketika dia melihat kesempatan terbuka kembali dia meloncat dan menyerang Lam-thian Seng-jin dengan pedangnya.
"Trakk!"
Senjata poan-koan-pit sebelah kiri dari Lam-thian Seng-jin yang menangkisnya menjadi patah dan saat itu dipergunakan oleh Cin Han untuk menubruk maju! Poan-koan-pit yang kanan menangkis, menempel pada pedang dan saat itu Cin Han sudah menghantamkan kepalan tangan kirinya ke depan. Pukulan yang amat kuat itu dengan tepat mengenai dada lawan.
"Desss!!"
Lam-thian Seng-jin berteriak dan terlempar kemudian terbanting ke bawah panggung! Sial baginya, tubuhnya yang pingsan itu terjatuh di tengah-tengah para anggauta Beng-kuuw yang segera menghujankan senjata mereka, maka tewaslah pembantu dan murid setia dari Lam-ong itu! Ling Ling sudah menerjang lagi kepada Bu Siauw Kim, dan kini Cin Han melompat ke depan dan membantunya,
"Mundurlah, aku tidak perlu dibantu,"
Kata Ling Ling sambil menangkis sambaran ujung sabuk hitam Bu Siauw Kim.
"Nona, kau telah membantuku merobohkan lawan, sekarang giliranku membantumu!"
Jawab Cin Han dan dia terus memutar pedangnya menyerang Bu Siauw Kim. Wanita ini tentu saja menjadi semakin kewalahan. Melawan Ling Ling seorang diri saja sudah repot baginya, apa lagi kini ditambah dengan pemuda Siauw-lim-pai yang cukup lihai itu. Dia mulai mundur-mundur dan mencari jalan keluar untuk melarikan diri. Ling Ling maklum akan sikap lawan ini, maka dia mendesak makin hebat sambil berseru keras,
"Iblis betina, ke mana engkau hendak pergi? Engkau harus menebus nyawa ayah bundaku". Pedangnya menyambar-nyambar ganas dan karena Ling Ling mengerahkan ginkangnya, maka kecepatannya luar biasa sekali dan pada saat itu Cin Han juga sudah menusukkan pedangnya.
"Ihhh""..!"
Bu Siauw Kim mengeluh karena repot sekali dan tiba-tiba tangan kirinya bergerak dan nampak sinar merah menyambar ke depan. Itulah saputangan merah beracun yang telah dikenal oleh Ling Ling.
"Awas saputangan beracun!"
Teriak Ling Ling memperingatkan Cin Han. Pemuda itu kaget dan sudah melangkah mundur , sedangkan Ling Ling memutar pedangnya. Terdengar kain robek dan saputangan merah itu hancur berkeping-keping terkena sambaran sinar pedang Ling
Ling.
"Orang muda tampan, lihatlah baik-baik, tegakah engkau menyerang seorang wanita yang lemah tak berdaya?"
Tiba-tiba terdengar suara Bu Siauw Kim halus setengah terisak.
Suara itu demikian halus mengharukan, menimbulkan rasa iba dan Cin Han sudah menarik kembali pedangnya dan melangkah mundur, berdiri bengong karena dia telah terpengaruh kekuatan sihir yang dipergunakan oleh Bu Siauw Kim. Dan pada saat dia bengong itu, tiba-tiba Bu Siauw Kim menubruk dan memukulnya dengan Ilmu Thian-lui Sin-ciang ke arah kepalanya, tanpa memperdulikan tusukan pedang dari kiri yang dilakukan oleh Ling Ling! Ini adalah siasat dari wanita cantik itu. Dia sudah melihat dengan matanya yang penuh pengalaman bahwa di antara kedua orang muda itu terdapati daya tarik yang membuat mereka saling melindungi, daya tarik yang dapat menjadi permulaan cinta asmara.
Oleh karena itu, dia tidak memperdulikan tusukan Ling Ling dan lebih dulu menghantam kepala Cin Han karena dia yakin bahwa Ling Ling tidak akan mendiamkan saja pemuda itu terpukul mati. Perhitungannya memang tepat. Melihat betapa Cin Han bengong saja dan sama sekali tidak mengelak maupun menangkis ketika Bu Siauw Kim menghantam, Ling Ling terkejut bukan main. Cepat dia menarik kembali pedangnya dan dengan ginkangnya yang luar biasa, dia mendahului Bu Siauw Kim, menubruk ke depan dan mendorong tubuh Cin Han ke samping.
"Plakk!"
Tamparan dengan Ilmu Thian-lui Sin-ciang dari Bu Siauw Kim itu tidak mengenai kepala Cin Han yang sudah terpelanting oleh dorongan Ling Ling, akan tetapi mengenai pundak Ling Ling sehingga dara ini terdorong dan terhuyung dengan muka pucat.
"Nona""!"
Cin Han berseru kaget, akan tetapi Ling Ling hanya merasa sedikit nyeri pada pundaknya yang telah dilindunginya dengan sinkang, dan hanya bajunya di bagian pundak saja yang terobek. Dengan marah dia lalu menerjang lagi kepada Bu Siauw Kim, dan Cin Han juga membantunya dengan putaran pedangnya. Sekali ini Bu Siauw Kim yang sudah pening dan lelah itu tidak mampu mengelak atau menghindarkan diri dari kedua pedang itu. Biarpun dia sudah memutar sabuk hitamnya, namun tetap saja dari bawah nampak sinar berkelebat dan pedang di tangan Ling Ling menyambar dan memasuki perutnya.
Bu Siauw Kim menjerit mengerikan dan roboh terjengkang, kedua tangan mendekap perut karena ketika pedang dicabut kembali, darahnya mengucur dan muncrat dari luka di perut yang ditembusi pedang sampai ke punggung tadi.
"Kau pergilah menghadap ayah bundaku!"
Ling Ling berseru dengan suara terisak dan dia mengirim tusukan lagi yang menembus dada Bu Siauw Kim. Kembali Bu Siauw Kim menjerit dan roboh terpelanting, tewas seketika. Sejenak Ling Ling berdiri dengan air mata bercucuran karena girang dan juga berduka, teringat akan kedua orang tuanya yang tewas oleh wanita itu.
"Nona"" "
Cin Han mendekati dan memanggil halus.
Ling Ling sudah sadar dan menengok kemudian tersenyum dan menghapus air matanya. Suara pertempuran menyadarkannya, dan begitu dia menengok dan melihat bahwa dua orang suhengnya belum juga mampu mengalahkan lawan, dia cepat meloncat dan membantu Gin San yang sedang bertanding melawan Ouw Sek tak jauh dari situ. Dengan pedang terputar mengeluarkan cahaya berkilauan dia membantu dan karena memang serangannya itu selain kuat juga luar biasa cepatnya. Ouw Sek terkejut dan cepat dia meloncat ke samping untuk menghindarkan tusukan yang datangnya amat cepat dan bertubi itu. Gin San girang melihat sumoinya telah mampu merobohkan lawan dan membantunya, maka dengan penuh semangat diapun menggerakkan pedangnya pula mendesak Ouw Sek yang kini terpaksa memutar tongkat emasnya lebih cepat pula untuk melindungi dirinya.
Hati Cin Han lega melihat bahwa nona yang amat mengagumkannya dan yang telah berkali kali menolongnya itu tidak apa-apa, bahkan kini sudah membantu suhengnya dengan semangat bernyala dan seperti seekor naga betina sakti, maka diapun lalu meloncat dan memutar pedangnya membantu Sian Lun, karena memang kedatangannya adalah teiutama sekali untuk menentang Lam-ong yarg telah menculik gadis orang dan menyebabkan gadis itu membunuh diri.
Saat itu, Sian Lun sedang mati-matian menandingi Lam-ong yang memang lihai bukan main itu dan hanya dengan pengerahan gin-kangnya maka pemuda ini mampu mengimbangi Lam-ong yang memang memiliki tingkat kepandaian yang amat tinggi. Melihat datangnya pemuda Siauw-lim-pai yang membantunya, memang Sian Lun merasa girang karena betapapun juga, pemuda Siauw-lim-pai ini lihai dan memiliki ilmu kepandaian yang dasarnya kokoh kuat, dan cukuplah untuk membuat lawannya menjadi sibuk. Akan tetapi di samping kegirangannya, diapun menjadi khawatir. Kalau dibuat perbandingan, tingkat kepandaian pemuda Siauw-lim-pai ini masih di bawah tingkat dia atau sute dan sumoinya, maka menghadapi lawan seperti Lam-ong benar-benar amat membahayakan keselamatannya.
"Saudara Louw, hati-hatilah!"
Teriaknya ketika dia melihat Lam-ong agaknya hendak mendesak pengeroyok yang lebih ringan ini.
Louw Cin Han dengan gagahnya memutar pedang melindungi tubuhnya sehingga untuk beberapa jurus lamanya Lam-ong tidak dapat mendesaknya, apa lagi karena Sian Lun juga melancarkan pukulan-pukulan yang mengandung sinkang amat kuatnya. Melihat kakek itu terdesak oleh pengeroyokan mereka, hati Cin Han menjadi besar dan hal ini membuatnya agak lengah dan dia lupa akan peringatan Sin Lun tadi. Dengan semangat seperti seekor harimau dia mendesak maju, menusukkan pedangnya ke arah tenggorokan kakek tinggi kurus itu. Melihat gerakan ini. Lam-ong cepat menggerakkan huncwenya menangkis.
Dewi Maut Karya Kho Ping Hoo Si Bayangan Iblis Karya Kho Ping Hoo Suling Emas Naga Siluman Karya Kho Ping Hoo