Ceritasilat Novel Online

Kisah Tiga Naga Sakti 46


Kisah Tiga Naga Sakti Karya Kho Ping Hoo Bagian 46



Karena curiga, Gin San melangkah mundur. kemudian dari jarak jauh dia menggunakan tenaga sinkangnya mendorong ke arah daun jendela. Daun jendela itu terbuka seketika dan Gin San memandang terbelalak ke luar jendela, di mana nampak wajah Giok Hong! Janda ini memandang kepadanya penuh kemesraan dan melambaikan tangannya menyuruh dia keluar!

   Ya ampun! Demikian hati Gin San mengeluh, akan tetapi dia tidak berani membantah. Dia menoleh kepada isterinya. Bi Cin, yang masih tidur pulas, dan perlahan lahan dia menghampiri jendela dan meloncat keluar, diterima oleh Giok Hong yang segera merangkul dan menciumnya dengan mesra! Wanita itu lalu menutupkan daun jendela kamar puterinya, kemudian tanpa berkata apa-apa menarik lengan Gin San, dibawanya masuk ke dalam kamarnya lewat belakang! Gin San tak mampu menolak, terpaksa dia melayani hasrat cinta berahi janda itu, dan memang semenjak nafsu berahinya dibangkitkan oleh mendiang Bu Siauw Kim, pemuda ini bergairah sekali, maka "gangguan"

   Ini disambutnya dengan gembira pula! Dalam malam pertamanya menjadi pengantin. Gin San harus melayani dua orang wanita!

   Baru menjelang pagi Giok Hong melepaskan dia dan membolehkan dia kembali ke kamarnya. Dengan berjingkat-jingkat seperti maling pengantin pria ini memasuki kamarnya melalui jendela, lalu diam-diam merebahkan tubuhnya yang lemas dan lelah itu di samping isterinya yang masih pulas, diam-diam dia mengeluh dan mencela diri sendiri juga yang pada malam pertama itu telah membohongi atau mengkhianati isterinya dengan wanita lain, bahkan wanita lain itu adalah ibu mempelai wanita sendiri! Akan tetapi di balik keluhan ini. Gin San tersenyum puas membayangkan apa yang telah dialaminya tadi. membayangkan betapa ibu mertuanya, Janda yang masih cantik itu, jauh lebih ganas dan memuaskan dari pada Bi Cin yang tentu saja sama sekali belum berpengalaman seperti ibunya! Dan diam-diam dia memuji "nasib baiknya"

   Itu sendiri.

   Mungkin pria lain juga akan merasa iri hati melibat "nasib"

   Gin San ini. Akan tetapi, orang-orang lain tentu saja hanya mengingat dan memperhitungkan segi untung dan enaknya belaka, sama sekali tidak melihat adanya kenyataan bahwa di samping kesenangan sudah pasti terdapat segi-segi buruknya. Memang tidak dapat disangkal bahwa pengalaman itu menyenangkan hati Gin San, akan tetapi di samping itu juga menimbulkan kegelisahan Kalau-kalau isterinya akan mengetahui hubungannya dengan ibu mertuanya, dan dia selalu merasa was-was, apa lagi kalau Giok Hong terlalu berani memperlihatkan cintanya, dengan ucapan-ucapan atau perbuatan yang membayangkan "kegemasan"

   Terhadap dirinya di depan Bi Cin. Dia tahu bahwa sekali waktu tentu akan diketahuinya juga oleh Bi Cin, apa lagi isterinva itu dahulu sudah tahu bahwa ada apa apa di antara suaminya dan ibunya! Dan agaknya sekali waktu tentu akan meledak pertentangan antara ibu dan anak itu, yang keduanya berlumba memperebutkan cintanya!

   Memang kita manusia di dunia ini selalu mengejar kesenangan. Kita hanya memandang ke depan, meraih kesenangan sebanyak mungkin. Dan pengejaran kesenangan ini sering kali. dan sudah pasti, menimbulkan perbuatan-perbuatan yang keras dan kejam, tidak memperdulikan orang lain, bahkan kadang-kadang tidak segan mencelakakan orang lain demi tercapainya kesenangan yang dikejar-kejarnya. Semua tanaman tentu berkembang dan berbuah dan semua perbuatan kita sudah pasti mendatangkan akibat.

   Tanaman yang baik pasti mengeluarkan kembang dan buah yang baik pula, sebaliknya perbuatan buruk sudah tentu akan menghasilkan atau mengakibatkan hal bal yang buruk pula. Ini adalah suatu kenyataan yang wajar. Namun, kita tidak pernah mengihgat atau memikirkan hal itu, karena mata kita telah dibutakan oleh sinar kesenangan yang menyilaukan, sehingga kita tidak dapat melihat kesengsaraan yang bersembunyi di balik sinar kesenangan yang kita kejar-kejar itu. Biasanya, setelah kesengsaraan yang bersembunyi di balik sinar kesenangan dan menanti saat baik itu menerjang dan mencengkeram kita, barulah kita sadar, namun apakah artinya kesadaran yang sudah terlambat!

   Adalah jauh lebih baik kalau kita selalu waspada setiap saat, sehingga mata kita tidak dibutakan oleh sinar kesenangan dan kita dapat melihat segala yang tersembunyi di balik semua itu. Ini bukan beiarti bahwa kita harus menolak atau memantang semua kesenangan, sama sekali bukan. Bukan suatu anjuran untuk kita hidup sebagai pertapa di puncak gunung, karena bertapa itupun suaru pengejaran kesenangan, sungguhpun kesenangannya telah bersalin rupa menjadi agung dan disebut ketenangan, kedamaian, kesucian dan sebagainya. Tidak, bukan memantang apapun, melainkan waspada dan memandang dengan penuh perhatian sehingga kita memasuki segala

   sesuatu dengan mata terbuka, bukan degan membuta!

   Biasanya, kita makan atau minum sesuatu tanpa melihat apakah makanan atau minuman itu tidak merusak kesehatan kita, karena mata kita hanya mengejar keenakan atau kesenangan yang didapat dari makanan atau minuman itu. Seperti seorang pemabok, dia hanya ingat akan kesenangan yang didapat dari minuman kerasnya, sama sekali tidak ingat lagi akan bahayanya bagi kesehatan. Dengan membuka mata penuh kewaspadaan, maka bahaya itu akan nampak jelas, dan kalau sudah nampak jelas, apakah kita mau lagi makan atau minum benda yang merusak kesehatan itu.

   Demikian pula dengan kesenangan-kesenangan lainnya. Kita silau oleh sinar kesenangan yang kita nikmati, sehingga kita tidak lagi melihat bahaya yang tersembunyi di balik kesenangan itu. Tidak demikiankah kenyataan dalam kehidupan kita sehari-hari, di mana kita selalu membuta karena mengejar kesenangan dan kenikmatan sehingga timbullah bermacam-macam penderitaan dan kesengsaraan? Ada orang bilang itulah romantika kehidupan! Sesungguhnya romantika yang kita buat sendiri! Dan di dalam romantika itu, celakanya, lebih banyak susahnya dari pada senangnya!

   Ada bermacam-macam pengertian. Ada orang yang mengerti bahwa mabok-mabokan itu tidak baik, namun tetap saja dia minum-minum sampai mabok. Hal ini terjadi karena dia telah terbiasa, tubuhnya telah ketagihan dan mencandu, dan pengertian yang dimilikinya hanyalah pengertian arti kata.kata belaka. Pengertian teori belaka. Pengertian semacam ini hanya menjadi pengetahuan mati yang biasanya dipergunakan untuk berdebat, akan tetapi tanpa ada penghayatan dalam kehidupan sehari-hari. Ada pula pengertian yang hanya ditumpuk, membuat dia menjadi orang yang pintar dan serba tahu, namun ini juga hanya merupakan pengetahuan belaka yang kadang-kadang dijadikan kebanggaan diri, tanpa ada penghayatan dalam hidup.

   Pengertian yang sesungguhnya bukan hanya teidapat dalam sel-sel otak belaka, melainkan bersatu dalam tindakan karena sudah menjadi kecerdasan Pengertian dapat dibangkitkan melalui pengamatan dengan penuh kewaspadaan, penuh perhatian, terhadap diri sendiri dan keadaan sekeliling, tanpa penilaian baik buruk, benar salah. Biasanya, jarang sekali kita sadar akan diri sendiri, biasanya kita bergerak dalam hidup seperti robot. Selagi makan, pikiran melayang entah ke mana, demikian pula selagi kita mandi, menggosok gigi, dan sebagainya. Dapatkah kita hidup saat demi saat, menghayati apa yang sedang kita, lakukan, sedang kita ucapkan, sedang kita pikirkan, mengamatinya dengan penuh perhatian dan kewaspadaan?

   Gin San menjadi korban dari nafsunya Pengalamannya pertama kali mendiang Bu Siauw Kim dijadikan pedoman hidupnya untuk mengejar kesenangan! Maka kesenangan yang timbul dari nafsu berahi itu amat dipentingkan, menjadi yang terutama dalam kehidupannya. Maka dia menerima dengan membuta saja syarat dari ibu mertuanya, tanpa melihat lagi apakah perbuatannya itu tidak akan menyusahkan diri sendiri dan orang lain! Yang penting baginya hanyalah kesenangan dan kenikmatan dari kesenangan itu. Mulailah dia hidup penuh kepalsuan, membohongi isterinya, menjaga agar jangan sampai isterinya tahu akan sendiri. yang dengan hubungannya dengan Giok Hong, ibu mertuanya. Dan tentu saja, asap tak dapat dibungkus, bau busuk tak dapat disembunyikan. Sebelum isterinya sendiri tahu, banyak orang Beng-kauw sudah tahu akan hubungan yang menggelikan, memalukan dan juga mengherankan itu.

   Pada suatu pagi, ketika Gin San berjalan-jalan di belakang rumahnya, di tepi Telaga Po-yang, ketika hari masih pagi sekali dan suasana masih amat sunyi, tiba-tiba dia melihat sesosok bayangan manusia berlari menghampirinya. Karena kabut yang naik dari telaga masih agak tebal, maka pemandangan menjadi suram dan dia tidak segera mengenal orang yang berlari-lari itu. Namun dia cukup waspada dan siap siaga, karena siapa tahu bahwa yang datang itu adalah seorang musuh. Ouw Sek umpamanya. Akan tetapi setelah agak dekat, dia melihat bahwa bayangan ini berbentuk tubuh seorang wanita yang ramping, dan wanita itu datang kepadanya sambil memondong sesuatu dengan kedua tangannya. Kini wanita itu tiba di depannya dan mereka dapat saling pandang dengan jelas.

   "Hwi Nio"".!"

   Gin Sin berseru dan matanya terbelalak memandang wanita muda yang memondong seorang bayi itu. Liang Hwi Nio, wanita yang cantik itu, tersenyum sehingga nampak deretan giginya, dan muncul lesung pipit di tepi bibirnya yang berbentuk indah

   "Aihh, Gin San koko""

   Betapa aku menantikan saat ini sejak kemarin. Aku menanti-nantimu, akan tetapi engkau tidak pernah nampak sendirian"".!"

   "Hwi Nio"". kau"".. kau ke sini mau apa"".?"

   Gin San bertanya gagap karena pertemuan ini sungguh sama sekali tak pernah disangkanya.

   "Mau apa? Ah, koko, perlukah engkau bertanya lagi? Pertama-tama, tentu saja karena aku rindu padamu, dan kedua kalinya, aku ingin mintakan nama untuk puteramu ini."

   "Pu".. te..... ra""

   Ku"""

   Wajah Gin San berobah pucat dan dia menoleh ke kanan kiri, lalu ke arah rumah yang masih sunyi itu.

   "Dapatkah"". kita"". bicara di tempat lain""..?"

   Sambungnya khawatir.

   Hwi Nio tersenyum manis.

   "Tentu saja, mari ikut aku!"

   Gin San mengikuti wanita itu yang menuju ke sebuah perahu yang dilabuhkan tak jauh dari situ. Tanpa bicara mereka memasuki perahu itu dan Gin San lalu mendayung perahu itu ke tengah telaga, lenyap di dalam selimutan kabut.

   Setelah mereka tak melihat lagi daratan. Gin San lalu bertanya.

   "Hwi Nio, apa artinya ini? Anak siapa itu?"

   "Anak kita, koko, Setelah pertemuan kita dahulu itu, aku mengandung dan"".. tiga bulan yang lalu terlahirlah anak ini. Aku masih belum memberi nama, karena aku ingin minta nama darimu,"

   "Anakku""..?"

   Gin San memandang anak itu dengan jantung berdebar.

   "Tentu saja anakmu, anak siapa lagi? Lihat mulutnya, hidungnya, persis mulut dan hidungmu, koko, hi-hik!"

   Hwi Nio tertawa dan memberikan anak itu kepada Gin San.

   Gin San menerimanya dan memondong, memangku anak ttu sedangkan Hwi Nio lalu melepas jangkar agar perahu itu tidak bergerak. Seorang anak laki-laki yang baru berusia tiga bulan, bertubuh montok sehat dan berwajah tampan. Akan tetapi tiba tiba anak itu menangis dan Gin San cepat-cepat menyerahkannya kepada Hwi Nio. Ibu muda ini menerima puteranya, lalu tanpa malu-malu lagi dia membuka baju mengeluarkan buah dada sebelah kiri dan meneteki anaknya yang minum air susu dengan lahapnya. Melihat buah dada sebelah kiri dan meneteki anaknya yang minum air susu dengan lahapnya. Melihat buah dada yang padat penuh dan berkulit putih bersih itu, dan melihat anak itu menetek dengan lahapnya, tak terasa lagi Gin San menelan ludah. Kebetulan Hwi Nio sedang memandang kepadanya dan ibu muda ini tertawa kecil.

   "Tunggulah sampai dia tidur, koko, aku"..aku rindu padamu"".

   "

   Gin San tidak menjawab, pikirannya bingung sekali, teringat dia akan isterinya, dan ibu mertuanya. Apakah sekarang harus ditambah seorang lagi? Dia benar-benar bingung karena tanpa disangkanya, tahu-tahu dia sudah mempunyai seorang anak! Tak lama kemudian anak itu tidur pulas, lalu ditidurkan di sudut oleh ibunya. Kemudian Hwi Nio menghampiri Gin San dan merangkulnya dengan mesra,

   "Koko, engkau sungguh kejam, sampai setahun lamanya engkau tak pernah datang mengunjungiku!"

   Katanya sambil memeluk dan mencium.

   Gin San yang sudah timbul gairah nya melihat Hwi Nio menyusui anaknya tadi, membalas rangkulannya dan mereka berdua melepaskan rindu masing-masing di atas perahu itu. Gin San terpaksa harus memenuhi tuntutan Hwi Nio yang telah merasa amat rindu itu, sungguhpun dia sudah merasa lelah karena semalam dia harus melayani isterinya dan ibu mertuanya!

   Ketika anak itu terbangun dan menangis, baru mereka mengakhiri permainan cinta mereka.

   "Koko, kauberikanlah nama untuk anak kita ini."

   Gin San memang sudah berpikir tentang itu tadi.

   "Namakan dia Bu Siang,"

   Jawabnya pendek

   "Bu Siang? Coa Bu Siang"".. nama yang gagah,"

   Kata Hwi Nio dengan girang.

   "Mengapa she Coa""".?"

   "Bukankah engkau juga she Coa, koko?"

   "Tapi"".. kita tidak kawin"".."

   "Hemm, upacara pernikahan apa sih artinya? Yang penting, kita berdua tahu anak siapa dia ini "

   "Hwi Nio, ketahuilah bahwa aku telah menikah"".."

   "Ya, dengan Tio Bi Cin, dan engkau melahap sekalian ibunya, bukan? Kaukira aku tidak tahu? Huh, dasar laki-laki mata keranjang kau!"

   Gin San terkejut bukan main, mukanya menjadi merah sekali. Akan tetapi dia segera memutar otak, membela diri dengan menggunakan kepercayaan agama yang dianut oleh wanita ini.

   "Siapa bilang mata keranjang? Kami suka sama suka, kalau wanita dan pria sudah suka sama suka, apa salahnya, seperti juga kita berdua?"

   Hwi Nio menjebikan bibirnya yang mungil dan merah.

   "Huh, bisa saja kau!"

   Dan telunjuknya menuding dahi Gin San yang tertawa dan Hwi Nio juga tertawa.

   "Terserah kalau ada seribu orang wanita mencintamu, akan tetapi engkau tidak boleh melupakan aku dan anak kita!"

   "Mana bisa aku lupa kepadamu yang cantik manis ini?"

   Gin San mendekat, merangkul dan mencium bibir Hwi Nio dengan mesra. Anak kecil yang dipondong oleh ibunya itu terjepit dan menangis.

   "Ihh, dasar engkau perayu!"

   Hwi Nio mendorong Gin San yang jatuh terjengkang di lantai perahu. Keduanya kembali tertawa tawa. Mereka berdiam di atas telaga, dalam perahu itu sampai sehari penuh. Mereka makan bekal makanan yang dibawa Hwi Nio dan beberapa kali Gin San hendak pulang akan tetapi dilarang dan ditahan oleh Hwi Nio sehingga terpaksa Gin San harus melayani wanita itu sampai sore.

   Setelah merasa puas dan terobati rindunya, barulah Hwi Nio mengantar Gin San ke darat, kemudian setelah mereka kembali saling berciuman dengan mesra, Hwi Nio menjalankan perahu meninggalkan Gin San yang terdiri bengong memandang sampai perahu itu lenyap. Terngiang kata-kata Hwi Nio sebagal pesanan terakhir tadi.

   "Kalau sampai terlalu lama engkau tidak mencariku, aku akan datang mencarimu!"

   Gin San menarik napas panjang. Semua "main-main"

   Yang dulu itu kini menjadi sungguhan! Hwi Nio melahirkan anak keturunannya. Hwi Nio biarpun tidak minta dinikahinya, menuntut dilanjutkan hubungan di antara mereka. Dan di rumah masih ada Bi Cin, dan Giok Hong! Dia mulai menjadi bingung dan khawatir. Bagaimana kalau ibu dan anak itu tahu akan hubungannya dengan Hwi Nio? Padahal, di antara mereka berdua itu sendiri sudah ada semacam persaingan yang dilakukan secara diam-diam.

   "San-ko, ke mana saja engkau sehari ini?"

   Tiba-tiba terdengar bentakan halus. Dia terkejut, menoleh, dan melihat Bi Cin berdiri dengan alis berkerut tanda kesal hatinya.

   "Aku? Ah".., aku""

   Aku sedang berjalan-jalan, berjumpa teman lama dan kami bercakap-cakap sambil berperahu, sampai lupa waktui"

   "Teman lama? Hemm, mana dia?"

   "Dia sudah pergi"".."

   Bi Cin menggandeng tangannya dan mengajaknya pulang. Gin San merasa lega, akan tetapi kekhawatiran tetap menyelubungi hatinya. Sampai berapa lama dia dapat bertahan dalam keadaan yang selalu menegangkan dan mengkhawatirkan hati ini? Namun, dasar dia seorang pria muda yang sedang besar semangatnya dan besar gairahnya terhadap wanita, dia merangkul Bi Cin dan menciumi pipi isterinya itu.

   "Ihh, ceriwis engkau! Masa di jalan mencium orang! Kalau kelihatan orang bagaimana?"

   Bi Cin membentak akan tetapi sambil tersenyum.

   Melihat senyum ini, Gin San lalu menambahi ciumannya bukan di pipi, melainkan di mulutnya. Dia tidak tahu betapa di balik sebatang pohon besar, ada sepasang mata memandang dengan sinar berapi penuh cemburu.

   Baru setelah dia melepaskan ciumannya dan sambil bergandeng tangan dia mengajak Bi Cin pulang, dia melihat berkelebatnya bayangan Giok Hong dari balik pohon. Jantungnya kembali berdebar dan ada perasaan tidak enak: menusuk hatinya. Sialan, pikirnya. Apakah dia selalu harus bersembunyi kalau bermain cinta dengan Bi Cin, dengan Giok Hok, atau dengan Hwi Nio? Namun, dasar mata keranjang, kegelisahan itupun segera diusirnya dan sambil bersenandung kecil dia menarik tangan isterinya, diajak memasuki kamarnya!

   Kita hidup dikelilingi seribu satu macam kesenangan, Hanya batin yang cerdas dan sehat sajalah yang mampu untuk melihat kesenangan apa yang tidak merusak, baik merusak diri sendiri atau orang lain, lahir dan batin. Menuruti hati mengejar kesenangan dengan membuta berarti momasuki lembah yang akan menuntun ke arah kekecewaan, kebosanan dan akhirnya penderitaan. Tidak ada kesenangan yang abadi di dunia ini, semua kesenangan berakhir dengan kebosanan, kekecewaan, dan rasa takut akan kehilangan kesenangan itu.

   Memang, dipandang sepintas 1alu, hidup berkecimpung dalam buaian nafsu berahi dilayani oleh tiga orang wanita cantik seperti Gin San itu amatlah menyenangkan. Akan tetapi itu hanyalah pandangan orang lain belaka, atau pandangan mereka yang belum memiliki kesenangan itu! Kalau kita sudah memilikinya, seperti Gin San, maka di samping kesenangan itu, terdapat pula kegelisahan, kebingungan, dan ketakutan!

   Demikianlah, sampai di sini berakhirlah cerita Kisah Tiga Naga Sakti ini, dan seperti biasa, harapan pengarang adalah mudah-mudahan di samping merupakan bacaan hiburan yang mengasyikkan, cerita ini juga mengandung manfaat sebagai pembuka mata dan kesadaran akan keadaan kehidupan kita. Sampai jumpa di lain karangan!

   Solo, medio Mei 1976

   TAMAT.

   Sumber DJVU : Syaugy_ar

   Editor : Jisokam & Budi S

   Ebook oleh : Dewi KZ

   http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info

   


Rajawali Emas Karya Kho Ping Hoo Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini