Maling Budiman Pedang Perak 6
Maling Budiman Berpedang Perak Karya Kho Ping Hoo Bagian 6
Tan Hong menjawab.
"Maaf locianpwe, Teecu tidak biasa menerima upah dari apa yang teecu lakukan.
"
Tiba-tiba kakek jembel itu memandangnya dengan melotot.
"Apa katamu? Aku tidak biasa menerima bantahan, mengerti!"
Dengan gerakan cepat sekali tangannya meluncur ke depan dan sebelum Tan Hong dapat mengelak, tahu-tahu lengan kanannya telah dipegang dengan erat sekali. Tan Hong mengerahkan lweekangnya, mencoba meloloskan diri, akan tetapi makin ia kerahkan tenaga, makin eratlah pegangan tangan si jembel itu.
"Ha ..., ha ..., ha ... ! Tak kusangka kaupun telah memiliki kepandaian lumayan juga. Mari kau ikut aku!"
Tan Hong tahu-tahu merasa dirinya melayang dari atas tanah, oleh karena kakek jembel itu telah menarik tubuhnya dan dibawa lari ke dalam hutan!
Si kakek ubanan tertawa gelak hingga suara ketawanya yang keras itu memenuhi hutan dan bergema keras sekali.
"Ha ..., ha ..., ha ... ! Si jembel membuat aku merasa malu! Mari, mari, muka hitam, kaupun ikut aku sebentar untuk menerima hadlah atas petunjuk-petunjukmu tadi!"
Ong Kai memang berotak cerdik, maka ia dapat menangkap maksud kakek ini dan ia mengikuti kakek itu masuk ke dalam hutan, biarpun ia telah mengerahkan ilmu kepandaiannya berlari cepat, namun masih saja ia tertinggal jauh oleh kakek yang hanya jalan biasa itu!
Melihat keadaan ini, Siok Lan yang tidak mengerti asal mula perkara yang membuat kedua suhengnya seakan-akan menjadi pelepas budi, diam-diam merasa khawatir. Terutama sekali ia merasa khawatir akan keselamatan Tan Hong, maka segera ia mengangkat kaki dan mengejar ke arah Tan Hong dibawa lari oleh si jembel tadi!
Ketika ia sampai di tengah hutan, ia melihat betapa Tan Hong duduk berlutut di depan kakek jembel itu yang kini telah memegang pedang Gin-kiam kepunyaan Tan Hong. Gadis ini terkejut hingga tak terasa pula ia mencabut pedangnya.
Tiba-tiba si jembel tua itu berpaling ke arahnya dan biarpun gadis itu mengintai dari balik pohon, agaknya si jembel telah melihatnya karena si jembel tua itu berkata keras-keras.
"Eh ... ! Gadis! Kau mengejar kemari dengan pedang di tangan. Ha ..., Ha! Tentu kau cinta kepada pemuda ini dan hendak membelanya bukan?"
Tan Hong terkejut dan memandang. Ketika melihat bahwa Siok Lan telah berada di situ sambil memegang pedang, pemuda itu menjadi terkejut dan girang. Benarkah dugaan si jembel ini? Dan aneh sekali, ketika mendengar ucapan yang tepat mengenai jantungnya itu, Siok Lan lalu berlari pergi keluar dari hutan!
"Locianpwe, betulkah dugaan locianpwe tadi?"
Tanyanya penuh harap.
"Ha ... ,ha ..., ha ... ! Anak muda, kau hanya pandai main catur, akan tetapi tak pandai mengukur hati seorang gadis manis! Sudahlah, sekarang kauperhatikan gerakan-gerakanku. Aku hendak mengajarmu ilmu pedang Sin-hong-kiam-sut (Ilmu Pedang Burung Hong Sakti) yang hanya delapan belas jurus banyaknya. Perhatikan baik-baik dan catat semua gerakannya di dalam otakmu yang pandai main catur itu!"
Setelah berkata demikian, kakek itu lalu menggerakkan pedang perak dengan gerakan perlahan dan lambat sekali hingga Tan Hong dapat mengikuti dan mengingat semua gerakannya. Ia merasa bahwa gerakan-gerakan itu biasa saja dan sama sekali tak dapat melawan ilmu pedang Bok-san-kiam-sut yang telah dimilikinya. Setelah menghabiskan delapan belas jurus dengan gerakan lambat, si jembel lalu berkata.
"Nah! Sekarang kau saksikanlah bagaimana harus memainkannya."
Tiba-tiba saja tubuh si jembel itu berkelebat dan sinar pedang lalu menutupi tubuhnya dengan gerakan cepat sekali hingga mata Tan Hong menjadi kabur! Kakek jembel itu masih memainkan ilmu pedang seperti tadi, akan tetapi kini ia menggunakan gerakan cepat dan ternyata bahwa ilmu pedang itu memang hebat!
Tan Hong menjadi girang sekali dan setelah kakek selesai bermain pedang, ia lalu menerima kembali pedangnya dan meniru gerakan-gerakan kakek itu. Otaknya memang cerdas dan mudah saja baginya untuk mengingat semua gerakan kakek jembel tadi.
"Bagus, bagus! Kau telah dapat memahaminya cepat sekali, pantas saja ilmu main caturmu juga hebat. Nah, kau latihlah baik-baik karena delapan belas jurus ini saja sudah cukup untuk menumpas seluruh penjahat dan perampok yang merajalela di daerah utara!"
Tan Hong lalu menjatuhkan diri berlutut.
"Locianpwe, bolehkah teecu mengetahui namamu yang mulia?"
"Di daerah utara aku disebut Pembasmi Perampok oleh karena aku memang benci sekali kepada perampok-perampok jahat yang tidak kenal perikebajikan dan perikemanusiaan. Sebenarnya aku adalah Lui Song yang dijuluki orang Raja Pengemis!"
Terkejutlah Tan Hong mendengar nama ini. Jadi inikah pendekar tua yang telah mengamuk dan membasmi para perampok di utara hingga kedua saudara Ang dan Ciauw Lek juga lari karena takut kepadanya. Pantas saja, karena ia memang luar biasa hebatnya! Pernah juga ia mendengar dari suhunya nama si Raja Pengemis yang dipuji-puji karena kehebatan ilmunya dan ia merasa beruntung bahwa kini dapat berjumpa dengan orang tua ini, bahkan telah diberi pelajaran ilmu pedang! Ia lalu berlutut lagi dan menyatakan terima kasihnya.
"Dan kau bukankah Gin-kiam Gi-to si Maling Budiman?"
Tan Hong terkejut dan khawatir, karena bukankah kakek itu menyatakan paling benci kepada perampok? Akan tetapi oleh karena ia tidak merasa pernah melakukan kejahatan yang melanggar perikemanusiaan, ia tidak takut.
"Locianpwe sungguh berpemandangan tajam, teecu memang benar Tan Hong yang disebut orang Maling Budiman,"
Jawabnya.
"Ha ... ,ha ..., ha ... ! Sungguh lucu! Di utara aku membasmi kawanan perampok dan maling, sebaliknya di sini aku menerima murid secara tidak langsung yang pekerjaannya juga menjadi maling! Ha, ha, ha! Tapi aku telah mendengar tentang pekerjaanmu yang mulia itu. Kalau tidak, tentu kau takkan dapat bertemu dengan aku dalam keadaan selamat!"
Raja Pengemis itu lalu mengajak Tan Hong kembali ketempat mereka bermain catur tadi. Tan Hong melihat bahwa Ong Kai dan Siok Lan telah menanti di situ lagi, akan tetapi kakek berambut putih tadi tidak berada di situ lagi. Melihat wajah Ong Kai yang berseri-seri, tiba-tiba Raja Pengemis tertawa dan berkata kepada si muka hitam.
"Ha, ha, muka hitam! Apakah untuk petunjuk-petunjukmu yang telah kau berikan kepada Kim Liong Hoatsu, kau telah diberi hadiah?"
Ong Kai yang maklum bahwa kakek jembel itu bukan orang sembarangan, lalu menjawab sambil memberi hormat.
"Teecu telah menerima sedikit petunjuk dari orang tua itu.
"
"Ha ..., ha ..., ha ..., bagus! Sekarang tak perlu kalian takuti lagi kedua hwesio tersesat. Naiklah ke sebelah kiri gunung ini, dan di lereng sebelah belakang akan kalian dapatkan musuh-musuh yang kalian cari-cari!"
Setelah berkata demikian, si kakek jembel lalu pergi dari situ dengan tindakan kaki lebar.
Mendengar nama Kim Liong Hoatsu, terkejutlah Tan Hong.
"Ong-sute, benarkah kakek rambut putih tadi Kim Liong Hoatsu, pangcu dari sekalian penjahat di liok-lim?"
Tanyanya kepada Ong Kai.
"Demikianlah menurut pengakuan orang tua hebat itu."
Kemudian Ong Kai menuturkan bahwa ketika ia ikut orang tua itu memasuki hutan, kakek berambut putih itu lalu menurunkan ilmu silat tangan kosong yang disebut Ngo-lian-ciang-hwat atau Ilmu Silat lima Teratai yang mempunyai gerakan delapan belas jurus dan yang merupakan ilmu silat tinggi. Kakek berambut putih itu dengan aneh sekali mengetahui tentang perbuatannya ketika menolong puteri keluarga lai, bahkan berkata.
"Muka hitam, perbuatanmu di rumah keluarga lai itu boleh dipuji dan selanjutnya kau harus selalu mengulurkan tangan menolong sesama hidup. Ngo-lian-ciang-hwat ini hanya sekedar sebagai penambah pengertian, asal kau suka melatih diri baik-baik kau tak usah takut kepada segala macam penjahat. O, ya. Keluarga Lai mempunyai maksud baik terhadap kau, jangan kau menolak!"
Kemudian kakek itu lalu berkelebat dan pergi!
Tan Hong merasa girang mendengar ini, dan iapun lalu menuturkan pengalamannya. Jika kedua pemuda itu bercakap-cakap dengan girang, adalah Siok Lan selalu menundukkan muka dan tidak mau ikut bicara. Tan Hong lalu menghampiri gadis itu yang tak berani memandang kepadanya, dan berkata halus.
"Sumoi ... harap kau maafkan orang tua tadi yang bicara secara sembarangan. Memang orang-orang berilmu tinggi kadang-kadang mempunyai adat dan tingkah laku yang aneh.
"
Oleh karena sikap Tan Hong yang tepat dan baik ini, hilanglah perasaan malu yang mengganggu hati Siok Lan, wajahnya berseri kembali dan bibirnya tersenyum ketika ia berkata.
"Perduli apa aku akan segala kakek-kakek yang memberi upah orang dengan sedikit ilmu silat? Yang kupikirkan adalah pernyataan Kim Liong Hoatsu terhadap Ong-suheng tadi, bahwa keluarga Lai mempunyai maksud baik terhadap Ong-suheng. Alangkah tepatnya ucapan itu sehingga tiada habisnya aku heran mengapa kakek rambut putih itu dapat mengetahuinya!"
"Eh! Apa maksudmu?"
Tanya Ong Kai dengan heran. Juga Tan Hong ingin sekali tahu. Sementara itu, Siok Lan merasa bahwa ia telah bicara terlalu banyak, maka ia lalu menyambung.
"Ah, tidak apa-apa. Aku tidak boleh menceritakan hal ini sebelum tugas kita selesai. Marilah kita melanjutkan perjalanan menurut petunjuk kakek jembel tadi!"
Mendengar ucapan ini, Ong Kai yang cerdik dapat menduga apakah yang disebut "maksud baik keluarga Lai"
Itu, maka diam-diam hatinya berdebar girang dan perasaan bangga bercampur malu membayang pada wajahnya yang hitam.
"Sudahlah, jangan mengobrol saja di sini, mari kita pergi mencari musuh-musuh kita!"
Katanya.
Tan Hong hanya tersenyum oleh karena pemuda inipun dapat menduga maksud baik keluarga Lai itu. Mereka bertiga lalu melanjutkan pendakian di bukit yang tinggi dan berbahaya ini tanpa mengalami kesukaran berkat kepandaian mereka yang tinggi. Sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh Raja Pengemis, mereka menuju ke lereng gunung sebelah kiri mencari-cari tempat tinggal Bhok Kong dan Kim Kong Hwesio.
Bhok Kong dan Kom Kong Hwesio telah berhasil bertemu dengan kawan mereka Ti Bong Hosiang yang hebat dan tidak kalah jahatnya dengan mereka dan mengajak hwesio ini ke Pek-hoa-san untuk menghadapi serbuan lawan. Dengan adanya Ti Bong Hosiang, mereka berdua tidak takut akan datangnya pembalasan dari si Garuda Sakti, Maling Budiman, dan yang lain-lain.
Demikianlah ketika Bok-san Sam-hiap mendaki lereng sebelah kiri dari bukit Pek-hoasan, tiba-tiba mereka melihat kedua musuh mereka dan seorang hwesio lain lagi yang bertubuh tinggi besar berdiri di depan sebuah gua menanti mereka dengan sikap menantang!
"Bagus sekali! Kalian tiga tikus kecil telah datang mengantar kematian!"
Kim Kong Hwesio menyindir dan tersenyum menghina. Hwesio tinggi besar itu memandang ke arah Siok Lan tanpa berkedip, menyatakan kekagumannya melihat kecantikan gadis itu, hingga Siok Lan merasa marah dan gemas sekali.
"Bhok Kong dan Kim Kong, hwesio cabul tersesat!"
Ong Kai memaki marah.
"Ternyata kalian juga telah mendatangkan seorang keparat lain untuk membantumu!"
"Aduh, musuh-musuhmu ini benar-benar muda dan tabah!"
Tiba-tiba Ti Bong Hosiang berkata kepada kedua kawannya dengan suaranya yang parau.
"Anak-anak muda!
Ketahuilah, aku adalah tamu kedua sahabat ini dan namaku Ti Bong Hosiang. Apakah benar-benar kalian bertiga ini memusuhi Bhok Kong Hwesio dan Kim Kong Hwesio? Sungguh aneh, bukankah ini berarti kalian mencari kesukaran dan kematian sendiri? Sayang, sayang, terutama nona ini, sayang sekali kalau sampai mendapat luka!"
Setelah berkata demikian, ia pandang wajah Siok Lan dengan mulut menyeringai menjemukan.
Akan tetapi ketiga anak muda itu sama sekali tidak memperdulikan omongan Ti Bong Hosiang, ketiga anak muda itu sudah merasa marah dan benci sekali hingga pada saat itu juga mereka telah mencabut senjata masing-masing.
"Bhok Kong dan Kim Kong Hwesio. Tak perduli kalian akan dibantu oleh siapa juga, saat ini kami pasti akan mengirimkan nyawa kalian yang kotor!"
Kata Tan Hong sambil melangkah maju.
"Ha, ha, ha! Gin-kiam Gi-to maling rendah, kau sungguh sombong! Mengapa kau tidak ajak Lo Cin Ki si tua bangka itu ke sini? Apakah ia telah mampus kena pukulan dulu?"
Kim Kong Hwesio berkata menyindir sambil mengeluarkan kebutannya yang ampuh, demikian pula Bhok Kong Hwesio.
"Hwesio bangsat, lihat pedang!"
Tiba-tiba Siok Lan berseru keras dan maju menyerang, oleh karena gadis ini tidak tahan lagi mendengar nama ayahnya dihina. Kim Kong Hwesio tertawa menghina dan menyambut serangan Siok Lan dengan kebutannya. Ong Kai berseru keras dan menyerbu pula, membantu sumoinya mengeroyok Kim Kong Hwesio yang hebat.
Tan Hong juga tidak mau menyia-nyiakan waktu dan segera maju menyerang dan ia diterima oleh Bhok Kong Hwesio yang memainkan kebutannya dengan sengit. Hwesio ini teringat akan kekalahannya dulu terhadap Lo Cin Ki dan kini hendak menebus kekalahan itu kepada anak-anak muda ini. Dengan menggeram keras ia putar kebutannya sedemikian rupa hingga Tan Hong harus berlaku hati-hati sekali untuk menghadapinya.
Memang sesungguhnya, ketiga orang anak muda ini telah berlaku terlalu berani mencari kedua orang musuh besar itu bertiga saja. Sedangkan dulu, ketika Lo Cin Ki ikut turun tangan, tiga dewa dari Pek-hoa-san ini masih sukar sekali dikalahkan, dan hanya setelah mengeroyok Beng Kong Hwesio berdua bersama Siok Lan, barulah Tan Hong dan Siok Lan berhasil mengalahkan hwesio itu. Sekarang Lo Cin Ki tidak berada di situ, sedangkan kedua orang hwesio tangguh itu mendapat bantuan seorang hwesio lain! Akan tetapi, berkat ketabahan dan ketangkasan mereka, sedikitpun mereka tidak merasa takut dan menyerang dengan mengerahkan seluruh kepandaian dan tenaga!
Tan Hong yang menghadapi Bhok Kong Hwesio seorang diri, segera merasa betapa berat dan tangguh lawannya ini, labih tangguh daripada mendiang Beng Kong Hwesio. Sedangkan dulu ketika menghadapi Beng Kong Hwesio, pemuda ini masih berada di pihak yang terdesak, apalagi kini menghadapi Bhok Kong Hwesio yang memainkan hudtimnya dengan cara luar biasa sekali. Tan Hong harus mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaiannya untuk menahan semua serangan yang dilancarkan secara bertubi-tubi dan dilakukan sambil tertawa menyindir!
Sedangkan Ong Kai dan Siok Lan yang bekerja sama, hanya dapat menangkis dan mempertahankan diri saja dari desakan Kim Kong Hwesio yang berkepandaian lebih tinggi daripada Bhok Kong! Untung kedua orang anak muda ini mendapat didikan ilmu pedang dari seorang guru, maka gerakan-gerakan mereka dapat sesuai dan cocok sekali hingga merupakan sebuah pertahanan yang kuat juga dan agaknya takkan mudah dapat dikalahkan.
Keadaan ketiga anak muda itu benar-benar terdesak dan berbahaya, sedangkan Ti Bong Hosiang sama sekali belum bertindak apa-apa, hanya berdiri menonton sambil tersenyum. Kalau hwesio yang berkepandaian amat tinggi, lebih tinggi daripada Bhok Kong atau Kim Kong ini maju pula menyerang, pasti Tan Hong dan kawan-kawannya takkan kuat mempertahankan diri lebih lama lagi!
Bhok Kong Hwesio merasa gemas sekali setelah beberapa lama menyerang belum juga dapat menjatuhkan Tan Hong yang benar-benar memiliki ilmu pedang cukup sempurna dan pertahanan yang sangat kuat. Pedang perak di tangan anak muda ini berputar cepat merupakan benteng putih yang sukar ditembus oleh hudtimnya. Sebaliknya Tan Hong menjadi sibuk juga oleh karena serbuan hwesio itu benar-benar tak memungkinkan ia melakukan serangan balasan. Tiba-tiba Tan Hong teringat akan pelajaran Sin-hong Kiam-sut yang baru saja dipelajarinya dari Raja Pengemis. Ia lalu bermaksud mempergunakan ilmu pedang baru ini, dan sambil berseru keras tiba-tiba ia merubah gerakan pedangnya yang dipergunakan untuk menyerang sambil melompat ke atas. Gerakan ini tak terduga sama sekali dan ketika Tan Hong memutar pedang dengan gerakan aneh melakukan gerak tipu Burung Hong Pentang Sayap dan menyerang pundak kiri dan kanan lawannya dengan gerakan cepat, hampir saja pundak kanan Bhok Kong Hwesio tertusuk! Pendeta ini terkejut sekali dan melompat mundur dengan wajah pucat. Tan hong merasa gembira bahwa jurus pertama dari Sin-hong Kiam-sut ternyata telah berhasil baik, maka ia lalu menyusul dengan serangan ke dua, yakni tipu gerakan Burung Hong Mematuk Ular, jurus ke lima dari Sin-hong Kiam-sut. Pedangnya yang dipakai menusuk tenggorokan musuh bergerak ke depan dan tidak seperti gerakan ilmu pedang lain yang menusuk langsung dan cepat, gerakan ini dibarengi dengan ujung pedang yang digetar-getarkan hingga membingungkan lawan yang tidak tahu ke mana pedang itu hendak ditusukkan! Ketika pedang telah mendekati leher dan Bhok Kong Hwesio sudah mengangkat hudtimnya untuk melihat ujung pedang, ternyata bahwa tusukan pada leher itu hanyalah gertakan belaka karena sebenarnya ujung pedang diturunkan ke bawah dan langsung menusuk ulu hati!
Kembali Bhok Kong Hwesio dikejutkan oleh tipu silat yang aneh ini, dan untuk kedua kalinya ia terpaksa mengelak sambil melompat ke samping, akan tetapi secepat kilat Tan Hong sudah melayang ke atas dan mengirim tusukan ke arah kepala lawan dan kaki kirinya menendang pundak dari atas. Inilah gerak tipu Burung Hong Menyambar Rumput. Hampir saja serangan ini berhasil oleh karena Bhok Kong Hwesio kena tertipu oleh serangan pedang Tan Hong yang menuju ke kepalanya dan sama sekali tidak menduga akan datangnya tendangan kaki kiri itu. Hwesio ini tadinya telah merasa girang oleh karena tusukan pedang Tan Hong telah dapat ditangkisnya dengan hudtim, bahkan ujung kebutan itu dipakai untuk melibat pedang lawan untuk dirampas, akan tetapi ketika ia merasa sambaran yang menuju ke pundaknya, ia menjadi terkejut sekali oleh karena tahu-tahu ujung kaki Tan Hong yang hendak menendang jalan darah di pundaknya telah datang dekat sekali! !! Terpaksa ia melepaskan libatan hudtim dari pedang lawannya dan membuang dirinya ke belakang untuk mengelak tendangan yang cukup berbahaya itu!
Tan Hong makin bersemangat dan melakukan serangan dengan Sin-hong Kiam-sut bertubi-tubi. Benar-benar Bhok Kong Hwesio terdesak hebat oleh karena hwesio ini sama sekali tidak mengenal ilmu pedang yang hebat ini. Hal ini diketahui baik oleh Ti Bong Hosiang, maka hwesio ini merasa tidak enak untuk tinggal diam saja. Ia lalu mencabut keluar sebatang tongkat kepala ular dan berkata kepada Bhok Kong Hwesio.
"Bhok-bengyu mundurlah biar pinceng menghadapi bocah ini.
"
Bho Kong Hwesio bernapas lega dan melompat mundur. Ia merasa gemas dan heran sekali oleh karena tidak tahu darimana pemuda itu mendapatkan ilmu pedang demukian aneh dan hebatnya. Diam-diam ia merasa kagum sekali, dan maklum bahwa ilmu pedang yang berturut-turut digerakkan oleh pemuda itu dan yang hampir saja mencelakakannya bukanlah Bok-san Kiam-hoat. Ia lalu memandang ke arah Kim Kong Hwesio yang masih dikeroyok oleh Siok Lan dan Ong Kai dilihatnya bahwa biarpun suhengnya itu mendesak hebat, namun pertahanan kedua murid Bok-san-pai itu amat kuat dan sukar sekali dirobohkan. Maka ia lalu memutar hudtimnya dan menyerbu sambil berkata.
"Hai, anjing-anjing kecil, bersedialah untuk mampus!"
Ia lalu menyerang Siok Lan oleh karena tahu bahwa gadis ini adalah puteri Lo Cin Ki dan ia hendak membalas sakit hatinya oleh karena kekalahannya terhadap si Garuda Sakti dulu itu kepada puterinya! Terpaksa Siok Lan meninggalkan Kim Kong Hwesio menyambut serangan Bhok Kong Hwesio. Tadinya gadis ini terkejut sekali hingga mukanya menjadi pucat ketika mendengar bentakan Bhok Kong Hwesio yang tadi ia lihat bertempur melawan Tan Hong. Dengan sangat khawatir ia menyangka bahwa Tan Hong telah kena dirobohkan, akan tetapi ketika ia mengerling dan mengetahui bahwa pemuda itu sedang bertempur melawan hwesio tinggi besar itu, ia bernapas lega dan menyambut serangan Bhok Kong Hwesio dengan penuh semangat!
Tadinya Bhok Kong Hwesio bermaksud keji, yakni hendak menawan gadis itu hiduphidup untuk dipermainkan, akan tetapi begitu mereka bertempur, terpaksa ia membuang jauhjauh pikiran kotor itu, karena ilmu pedang gadis ini hampir sama hebatnya dengan Bok-san Kiam-hoat yang dimainkan oleh Tan Hong untuk mempertahankan diri. Pedang gadis inipun berputar cepat merupakan benteng baja yang sukar ditembus, hingga jangankan hendak menawan hidup-hidup dan mempermainkan, kalau ia tidak mengerahkan kepandaiannya pasti
ia akan terdesak. Terpaksa Bhok Kong Hwesio lalu mengeluarkan seluruh kepandaian dan tenaga hingga akhirnya Siok Lan menjadi sibuk sekali untuk mempertahankan diri. Gadis ini telah mulai lelah oleh karena ia harus terus menerus memutar pedangnya melindungi tubuhnya dari serangan hudtim yang berbahaya itu. Keringat mulai membasahi keningnya, akan tetapi setapakpun ia tidak mundur dan seujung rambutpun ia tidak menjadi takut atau bingung. Dengan menggigit bibir, ia mengeluarkan (Lanjut ke Jilid 06)
Maling Budiman Berpedang Perak/Gian Kiam Gi To (Cerita Lepas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 06
seluruh kepandaian yang pernah dipelajarinya dari ayahnya, dan mengambil keputusan untuk bertahan sampai detik terakhir! Tentu saja kenekatan gadis ini telah memperkuat pertahanannya lagi hingga untuk sementara waktu Bhok Kong Hwesio tak berdaya dan belum dapat mengalahkannya walaupun ia terus menerus mendesak keras.
Yang paling berat dan berbahaya kedudukannya adalah Ong Kai. Pemuda ini menghadapi lawan terberat dari Pek-hoa Sam-sian dan tadi ketika masih ada Siok Lan yang membantunya, mereka berduapun hanya dapat mempertahankan diri saja. Sekarang Siok Lan dipaksa menghadapi Bhok Kong Hwesio dan ia ditinggal seorang diri menghadapi amukan Kim Kong Hwesio. Tentu saja ia menjadi sibuk dan beberapa kali ujung kebutan lawannya hampir saja merobohkannya. Ia teringat akan pelajaran Ngo-lian-ciang-hwat yang diturunkan oleh Kim Liong Hoatsu kepadanya baru-baru ini. Celakanya ilmu silat yang dipelajarinya itu adalah ilmu silat tangan kosong dan tak dapat dimainkan dengan pedang di tangan! Akan tetapi Ong Kai memang berotak cerdik dan mempunyai banyak akal. Sambil melompat mundur menghindarkan diri dari sabetan kebutan Kim Kong Hwesio, ia berseru.
"He ... hwesio tua busuk! Kalau kau memang jantan simpanlah kebutan lalatmu itu dan mari kita berkelahi dengan tangan kosong! Aku merasa benci, bosan dan jijik melihat kebutan lalatmu yang bau bangkai itu!"
Kim Kong Hwesio menyangka bahwa pemuda muka hitam itu sengaja menggunakan akal dengan kata-kata keji untuk memancing supaya ia menjadi marah. Maka ia tertawa dan berkata.
"Cacing! Kalau mau mampus selalu berkelejetan dulu! Kau juga anjing kecil muka hitam yang sudah menghadapi maut menjual banyak tingkah! Kau lebih senang mati di bawah kepalan tanganku daripada di bawah hudtimku? Baik, baik! Aku akan membikin kau mampus dengan sekali pukul!"
Hwesio itu lalu menyimpan hudtimnya yang diselipkan di belakang punggung sedangkan Ong Kai juga menyimpan pedangnya dan memasang kuda-kuda.
Sekali lagi Kim Kong Hwesio tertawa mengejek, kemudian tiba-tiba tubuhnya meloncat maju dan menubruk mengirim serangan maut! Ong Kai mengelak ke kiri balas menyerang hingga tak lama kemudian mereka berkelahi kembali dengan lebih hebat, walaupun kini keduanya tidak memegang senjata. Mula-mula Ong Kai mainkan ilmu silat Bok-san-pai, akan tetapi baru dua puluh jurus saja mereka berkelahi, ketika Kim Kong Hwesio memukul dadanya dan Ong Kai menanti, tahu-tahu tangan yang memukul itu ubah mencengkeram dan berhasil memegang lengan tangan Ong Kai yang menangkis! Kim Kong Hwesio tertawa menyeramkan sebaliknya Ong Kai terkejut sekali karena merasa betapa lengan tangannya sakit. Ia tak berdaya melepaskan cengkeraman ini dan tahu bahwa kematiannya telah membayang di depan mata. Tiba-tiba ia teringat akan pelajaran silat Ngolian-ciang-hwat dan ia segera memutar tubuhnya dan oleh karenanya lengan yang terpegang ikut terputar. Kemudian sambil berseru keras ia ulurkan tangan kirinya menotok ke arah lambung lawannya sambil menggerakkan lengan yang terpegang itu ke arah ibu jari tangan Kim Kong yang memegang. Hwesio ini cepat mengulur tangan untuk menangkap tangan kiri Ong Kai, tahu-tahu totokan itu ditarik kembali dan kini jari-jari tangan Ong Kai menyerang ke atas hendak menusuk matanya! Kim Kong Hwesio terkejut sekali dan sebelum ia dapat bertahan, tahu-tahu tangan kanan Ong Kai yang tadi dipegang secara aneh telah terlepas!
Inilah kehebatan ilmu silat Ngo-lian-ciang-hwat yang mempunyai bagian lemas dan keras, kuat dan tahan lama bagaikan bunga teratai dan licin pula, sesuai dengan namanya Ngo-lian-ciang-hwat, Ilmu Silat Tangan Kosong Lima Teratai! Biarpun gerakan Ngo-lianciang-hwat tadi telah menggirangkan hati Ong Kai karena telah melepaskan dirinya daripada bahaya maut, akan tetapi pada pergelangan lengan tangannya nampak bekas pegangan Kim Kong Hwesio yang membuat kulit lengannya menjadi merah dan matang biru! Bulu romanya berdiri membayangkan nasibnya apabila ia tidak dapat segera melepaskan diri tadi. Maka dengan marah ia lalu balas menyerang, kini mengeluarkan jurus-jurus ilmu silat Ngo-lianciang-hwat yang baru dipelajarinya.
Kim Kong Hwesio sangat heran melihat gerakan pemuda hitam itu. Inilah ilmu silat yang belum pernah dilihatnya dan ketika Ong Kai telah menyerangnya dengan Ngo-lianciang-hwat sebanyak sebelas jurus, telah dua kali kepalan Ong Kai berhasil memasuki pertahanan Kim Kong. Sekali menghantam pundaknya dan yang kedua kali memukul pahanya. Biarpun berkat kehebatannya pukulan itu tidak mendatangkan luka, akan tetapi cukup membuat Kim Kong Hwesio menjadi terkejut, marah, dan juga takut, hingga ia berkelahi dengan lebih hati-hati dan tidak sembarangan mendesak secara membabi buta seperti tadi!
Sementara itu, Tan Hong yang menghadapi Ti Bong Hosiang benar-benar merasa bahwa kepandaian hwesio ini jauh lebih tinggi daripada kepandaian Kim Kong Hwesio. Tongkat kepala ular di tangan hwesio tinggi besar ini luar biasa hebatnya dan gerakannya menyambar-nyambar bagaikan seekor ular hidup yang sukar sekali diduga gerakannya. Sayang sekali bahwa Sin-hong Kiam-sut yang baru dipelajarinya, belum terlatih lama dan sempurna. Karena bila ilmu pedang ini telah ia latih secara sempurna dan mendalam, agaknya ia akan dapat mengimbangi permainan tongkat hwesio itu. Akan tetapi, karena ilmu pedang itu belum dipahami secara mendalam, dan tingkat kepandaian hwesio itu memang masih lebih tinggi daripada tingkat kepandaiannya sendiri, Tan Hong terdesak hebat dan terkurung oleh sinar tongkat yang menyerang dari semua jurusan dengan sangat berbahaya. Keadaan Tan Hong, seperti juga keadaan dua orang kawannya, benar-benar terdesak dan berbahaya sekali!
Pada saat yang berbahaya itu, dua orang kakek dengan kecepatan seperti terbang mendaki bukit Pek-hoa-san. Mereka ini tidak ialah Lo Cin Ki si Garuda Sakti Kuku Seribu dan yang seorang lagi adalah seorang tosu tua yang berjenggot putih panjang dan berpakaian putih pula. Tosu ini adalah Cin Cin Tojin atau suhengnya, yakni guru dari Tan Hong!
Cin Cin Tojin yang sudah lama tidak bertemu dengan sutenya, pada suatu hari datang mengunjungi sute itu dan mendapatkan Lo Cin Ki dalam keadaan luka oleh musuh. Setelah mendengar penuturan Lo Cin Ki tentang peristiwa itu dan bahwa kini Tan Hong, Siok Lan dan Ong Kai bertiga sedang pergi mencari Bhok Kong dan Kim Kong Hwesio, Cin Cin Tojin merasa sangat khawatir.
"Kedua hwesio sesat itu dapat merobohkan kau, maka dapat dibayangkan betapa tinggi ilmu silatnya. Kalau Tan Hong dan puteri serta muridmu pergi mencari dan bertemu dengan mereka, apakah itu tidak terlalu berbahaya?"
Katanya.
Lo Cin Ki menghela napas.
"Habis apa dayaku? Aku harus memulihkan kembali tenagaku, dan kulihat muridmu Tan Hong itu memiliki kepandaian cukup tinggi."
Cin Cin Tojin menggelengkan kepalanya yang sudah penuh dengan uban.
"Kau terlalu percaya kepada anak-anak muda, sute! Marilah kita susul ke Pek-hoa-san, dan mudah-mudahan saja kita masih belum terlambat."
Oleh karena Lo Cin Ki memang telah hampir sembuh dan orang tua inipun mengkhawatirkan keadaan puterinya, maka kedua pendekar tua ini lalu berangkat ke Pek-hoasan dengan cepat. Dan kedatangan mereka memang pada saat yang tepat sekali oleh karena ketiga orang muda itu justeru sedang terancam bahaya maut!
"Bhok Kong dan Kim Kong pendeta rendah budi! Marilah kita membuat perhitungan terakhir!"
Lo Cin Ki berseru dan bukan main girang ketiga anak muda itu mendengar suara yang amat dikenalnya ini! Apalagi ketika Tan Hong melihat bahwa suhunya juga datang, maka ia lalu cepat-cepat melompat keluar dari lapangan pertandingan dan berlutut di depan Cin Cin Tojin sambil memanggil.
"Suhu!"
"Orang she Lo! Kau belum mampus? Baiklah, sekarang kami akan bikin mampus kamu!"
Kim Kong Hwesio tidak gentar melihat kedatangan Lo Cin Ki oleh karena ia mengandalkan tenaga bantuan Ti Bong Hosiang yang hebat. Akan tetapi, ketika Ti Bong Hosiang melihat kedatangan Cin Cin Tojin, hwesio ini merasa terkejut dan menjura.
"Eh, kiranya Cin Cin To-yu ikut datang pula."
Cin Cin tojin membalas pemberian hormat itu dan bertanya.
"Sahabat Ti Bong! Bagaimana menurut pandanganmu, apakah kepandaian muridku tidak terlalu mengecewakan?"
Kembali Ti Bong Hosiang terkejut karena tidak disangkanya sama sekali bahwa Tan Hong adalah murid tosu pendekar itu. Juga Bhok Kong dan Kim Kong merasa terkejut mendengar bahwa tosu yang ikut datang ini adalah guru Tan Hong. Sedangkan pemuda itu saja sudah demikian tangguh, apalagi gurunya! Akan tetapi, oleh karena maklum bahwa Lo Cin Ki tentu takkan melepaskan mereka begitu saja, dan bahwa pertandingan mati-matian tak dapat dihindarkan lagi, Kim Kong Hwesio tertawa menyindir.
"Hm ..., si Garuda Sakti datang membawa jagoan. Baik, hendak kulihat sampai di mana hebatnya jago ini!"
Maling Budiman Berpedang Perak Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sambil berkata demikian, Kim Kong Hwesio lalu maju dan menghantam dada Cin Cin Tojin dengan hudtimnya! Cin Cin Tojin tersenyum dan mengelak sambil melangkah mundur.
"Aduh, galak benar hwesio ini!"
Katanya dan iapun menyambut serangan berikutnya dengan ujung lengan bajunya yang panjang dan lebar.
"Bhok Kong, terimalah kematianmu dengan tenang!"
Lo Cin Ki membentak dan menyerang Bhok Kong Hwesio yang segera menyambut dengan hudtimnya.
Tan Hong tidak tinggal diam dan ia lalu menyerang Ti Bong Hosiang lagi dengan penuh ketabahan oleh karena sekarang guru dan susioknya berada di situ. Melihat serbuan
Tan Hong, Siok Lan dan Ong kai juga tidak tinggal diam dan membantunya hingga tak lama kemudian Ti Bong Hosiang dikeroyok tiga oleh Bok-san Sam-hiap itu!
Sebetulnya Ti Bong Hosiang biarpun jahat namun ia masih merasa segan dan hormat kepada Cin Cin Tojin yang ternama dan sakti, maka tadi ia telah merasa ragu-ragu untuk membantu kedua hwesio itu. Akan tetapi kini melihat serbuan ketiga orang muda itu, ia lalu berkata keras, agaknya dengan maksud supaya terdengar oleh Cin Cin Tojin.
"Anak-anak muda, kalian hendak mencoba kepandaian? Baiklah, biar pinceng saksikan kehebatan anak-anak muda sekarang!"
Dengan ucapan tersebut ia bermaksud bahwa ia tidak mengambil sikap bermusuhan, hanya melayani ketiga anak-anak muda itu secara "main-main"
Belaka. Akan tetapi, setelah ia menghadapi ketiga anak muda itu, ia tidak mendapat kesempatan untuk main-main lagi, oleh karena biarpun kepandaian mereka ini ratarata rendah tingkatnya, namun kini digabung menjadi satu merupakan lawan yang tak boleh dipandang ringan! Apalagi ketika Tan Hong lagi-lagi mengeluarkan Sin-hong Kiam-sutnya, segera Ti Bong Hosiang dapat didesak. Hwesio ini timbul marahnya dan ia lalu mengeluarkan serangan-serangan berbahaya tanpa segan-segan lagi.
Sementara itu, Bhok Kong Hwesio yang melawan Lo Cin ki menjadi sibuk dan tak berdaya, hingga pada saat yang tepat, pedang jago tua itu berhasil menusuk lambungnya dan tepat menembus jantung hingga Bhok Kong tak sempat berteriak lagi. Hwesio yang jahat ini roboh mandi darah dan tewas di saat itu juga!
Kim Kong Hwesio memang sudah repot menjaga desakan Cin Cin Tojin yang benar-benar tangguh dan yang memainkan ujung lengan baju hingga mengeluarkan angin pukulan dingin, kini melihat betapa Bhok Kong Hwesio telah tewas, semangatnya sebagian besar telah melayang pergi dan permainan silatnya menjadi kalut. Kalau Cin Cin Tojin mau dengan mudah saja ia dapat menewaskan hwesio ini, akan tetapi oleh karena Cin Cin Tojin telah melakukan pantangan dan tidak mau membunuh, maka tosu ini lalu melompat mundur sambil berkata kepada sutenya.
"Sute, mari kaulayani musuhmu ini!"
Kemudian tosu itu hanya berdiri menjadi penonton saja. Ketika ia melihat ke arah ketiga anak muda yang mengeroyok Ti Bong, hampir saja ia mengeluarkan teriakan heran. Ia lalu memandang kepada Tan Hong dengan penuh perhatian. Dari manakah anak itu mendapat gerakan-gerakan macam itu? Demikian tosu ini berpikir dengan bingung dan heran melihat gerakan pedang Tan Hong yang memainkan ilmu silat pedang Sin-hong Kiam-sut!
Ti Bong Hosiang benar-benar terdesak oleh kurungan Tan Hong bertiga. Hwesio ini merasa gemas dan malu dan mencoba untuk balas mendesak, akan tetapi Bok-san Kiam-hwat bukanlah ilmu pedang sembarangan. Apalagi sekarang dimainkan dengan hebatnya oleh tiga orang anak muda secara berbareng dalam kerja sama yang kompak dan cocok serta saling bantu hingga makin sibuklah Ti Bong Hosiang. Akhirnya dengan sebuah gerak tipu Air Hujan Tertiup Angin, ujung pedang Tan Hong berhasil melukai pundaknya dan darah mengucur membasahi jubah pendeta itu.
Ti Bong Hosiang melompat mundur dan berkata sambil menahan kemarahannya.
"Sudahlah! Aku yang tua telah menerima pelajaran dari yang muda, kalau ada kesempatan baik, kelak bertemu pula!"
Setelah berkata demikian, sekali tubuhnya berkelebat, Ti Bong Hosiang telah lenyap di balik pohon-pohon!
Sementara itu. Lo Cin Ki telah mendesak hebat dengan pedangnya kepada Kim Kong Hwesio yang hanya mampu menangkis sambil bertindak mundur, agaknya mencari kesempatan untuk melarikan diri. Ia sudah tidak mempunyai harapan lagi untuk menang, apalagi setelah melihat betapa Ti Bong Hosiang yang diandalkan itu telah lari pula. Akan tetapi Lo Cin ki tidak memberi kesempatan kepadanya dan ke"tika Kilm Kong Hwesio semakin kalut permainan silatnya, dengan sekali ayun, putuslah kebutan di tangan Kim Kong Hweslo dan sebelum Kim Kong Hwesio hilang kagetnya tahu-tahu si Garuda Sakti telah melayang dan tepat menendang sambungan lutut Kim Kong Hwesio! Kwesio itu tak kuasa menahan tubuhnya lagi dan ia roboh terlentang tak berdaya. Lo Cin Ki menggerakkan pedang, akan tetapi pada saat itu terdengar Ong Kai berseru.
"Suhu, biarkan teecu yang membalas sakit hati ini."
Dan pemuda muka hitam ini dengan marah lalu melompat mengirim bacokan ke arah leher musuhnya! Kim Kong Hwesio berusaha miringkan kepala, akan tetapi terlambat. Pedang Ong Kai yang digerakkan dengan kuat telah mengenai lehernya dan putuslah leher hwesio cabul yang Jahat Itu. Dengan mata merah menahan turunnya air mata karena terharu dan sedih mengingat akan kematian tunangannya Ong Kai lalu berlutut di depan Lo Cin Ki dan Cin Cin Tojin menghaturkan terima kasih. Kemudian, iapun mengucapkan terima kasih kepada Tan Hong dan Siok Lan yang telah membantunya hingga pembalasan dendam ini terlaksana baik.
Cin Cin Tojin lalu bertanya kepada muridnya.
"Tan Hong, dari mana kau mendapatkan ilmu pedang Sin-hong Kiam-sut itu?"
Tan Hong memandang kepada suhunya dengan kagum. Ternyata pandangan mata suhunya itu tajam sekali, Ia lalu menuturkan pengalamannya di kaki-gunung tadi dan ketika mendengar bahwa murid masing-masing telah menerima petunjuk dari Raja Pengemis dan Kim Liong Hoat-su, baik Cin Cin Tojin maupun Lo Cin Ki saling pandang dengan heran. Dua orang kakek itu termasuk orang-orang tingkat tinggi yang jarang sekali mau muncul di dunia kang-ouw, apalagi Kim Liong Hoatsu yang bertapa di Kim-liong san, sedangkan si Raja Pengemis biasanya hanya bergerak di utara saja.
"Sekarang kita harus kubur kedua mayat ini baik-baik,"
Kata Cin Cin Tojin yang merasa kasihan juga melihat mayat kedua hwesio itu.
"Kita boleh membenci kejahatan mereka, akan tetapi tubuh-tubuh mereka yang hanya menjadi alat ini harus kita kembalikan kepada asalnya.
Lo Cin Ki dan ketiga anak muda itu mematuhi perintah ini, maka mereka lalu menggali dua lubang dan mengubur dua jenazah itu baik-baik.
Kemudian, setelah penguburan itu selesai, Cin Cin Tojin berkata kepada Tan Hong dan Siok Lan.
"Tan Hong, dan kau Siok Lan, aku dan sute telah membuat persetujuan dan rasanya tidak ada salahnya apabila pinto memberitahu kalian di sini juga, oleh karena sifat orang-orang ksatria tak perlu malu-malu membicarakan urusan yang baik. Ketahuilah, kami berdua orang tua telah bermufakat untuk menyandingkan kalian sebagai suami isteri."
Baik Tan Hong maupun Siok Lan ketika mendengar pernyataan yang demikian terus terang dan tanpa tedeng aling-aling ini keduanya menunduk, tanpa berani mengangkat muka, bahkan sedikitpun tak berani berkutik!
Untuk sesaat keadaan menjadi sunyi, dan tiba-tiba Cin Cin Tojin tertawa senang.
"Tan Hong, bukankah kau seorang laki-laki? Jawablah, bagaimana pendirianmu?"
"Suhu yang mulia, teecu adalah seorang yang tidak mempunyai sanak famili yang patut ditaati dan dijunjung tinggi selain suhu seorang. Maka, mengenai diri teecu, mati atau hidup teecu serahkan seluruhnya kepada suhu."
Suara Tan Hong terdengar mengharukan ketika ia mengucapkan kata-kata ini oleh karena pemuda itu teringat akan keadaan dirinya yang sebatang kara.
Cin Cin Tojin memandang ke arah muridnya dan melihat pakaian Tan Hong yang penuh tambalan serta keadaan tubuh pemuda itu yang kurus, ia merasa amat kasihan.
"Tan Hong muridku, biarpun pinto maklum akan ketulusan dan kebaktian hatimu terhadap gurumu, akan tetapi pinto sekali-kali tidak akan memaksa atau memerintahkan sesuatu yang berlawanan dengan kehendak hatimu sendiri. Apalagi dalam soal perjodohan, karena bukan pinto yang akan menjalani, akan tetapi kau sendiri. Maka sebelum mendapat jawabanmu yang menyatakan setuju, pinto takkan merasa puas."
Tan Hong mengerti bahwa kata-kata suhunya ini bukan dimuksudkan untuk menggodanya, akan tetapi desakan ini berdasarkan rasa kasih sayang yang timbul dari keinginan hati orang tua itu untuk melihat ia berbahagia. Maka biarpun ia menjadi makin malu dan menundukkan mukanya makin dalam, ia menjawab juga.
"Suhu, kalau suhu menghendaki ... baiklah, teecu setuju dan teecu merasa amat bangga oleh karena diri teecu yang tidak berharga ini mendapat perhatian dari susiok. Tak lain teecu hanya menghaturkan beribu terima kasih!"
Terdengar Lo Cin Ki dan Cin Cin Tojin tertawa puas dan senang.
"Bagus, Tan Hong, demikian seharusnya sikap seorang ksatria, jujur dan terus terang, tak usah malu-malu lagi,"
Kata Lo Cln Ki.
"Dalam hal perjodohan tak perlu memandang keadaan calon menantu, yakni maksudku keadaan kekayaannya. Yang terpenting adalah keadaan batinnya. Eh, Siok Lan bagaimana dengan kau? Setujukah kau? Seperti juga Cin Cin suheng, ayahmu inipun tidak mau mempergunakan hak sebagai seorang ayah untuk memaksa anaknya. JawabJah, setujukah kau?"
Siok Lan adaJah seorang wanita, maka daJam hal ini tentu saja amat berat baginya untuk menjawab. Biarpun di dalam hati ia merasa girang dan setuju, akan tetapi mulutnya tak sanggup menyatakannya. la hanya menunduk dengan muka merah dan menggunakan jari telunjuknya untuk menggurat-gurat tanah. Sampai lama keadaan menjadi sunyi oleh karena semua orang menanti jawaban Siok Lan yang tak kunjung keluar.
Tiba-tiba Ong Kai teringat akan godaan kedua orang muda itu dulu ketika terjadi peristiwa di rumah keluarga Lai, tertawa dan ingin membalas godaan mereka.
"Suhu,"
Katanya sambil tersenyum.
"sudah tentu saja sumoi setuju sekali! Hal ini kiranya tak perlu dijelaskan lagi, bukankah begitu, sumoi?"
Siok Lan menggerakkan kepalanya dan memandang kepada Ong Kai dengan marah. Tapi Ong Kai tersenyum saja dan mengedip-ngedipkan mata seperti hendak menyatakan bahwa mereka telah "tahu sama tahu!"
Melihat hal ini, Lo Cin Ki dan Cin Cin Tojin tertawa bergelak-gelak.
"Lanji, kalau kau tidak setuju dengan pendapat Ong Kai, katakanlah!"
Akan tetapi ia diam saja tanpa berani berkutik. Tan Hong merasa kasihan sekali kepada "tunangannya"
Dan tiba-tiba ia teringat sesuatu, maka untuk membantu Siok Lan, ia lalu berkata kepada gadis itu dengan suara perlahan.
"Sumoi, dulu kau berjanji akan menceritakan sesuatu mengenai keluarga Lai setelah kita berhasil menunaikan pembalasan dendam kita."
Siok Lan teringat dan wajahnya berseri. Ia tidak merasa malu lagi setelah mendengar Tan Hong bicara kepadanya. Ia lalu mengangkat muka memandang kepada ayahnya dan Ong Kai dan berkata.
"Ayah, sebelum aku menyatakan pesan keluarga Lai, terlebih dulu hendak kuceritakan tentang sepak terjang gagah perkasa dari Ongsuheng yang menolong seorang gadis bernama Lai siocia!"
Kemudian dengan singkat Siok Lan menceritakan peristiwa penculikan Lai Hwa Eng dan bagaimana dengan gagah Ong Kai menolong gadis itu.
"Dan sebelum kami bertiga meninggalkan rumah keluarga Lai, aku mendapat tugas untuk menjadi perantara dan menjodohkan Lai Hwa Eng dengan Ong suheng!"
Muka Ong Kai yang sudah hitam itu menjadi makin hitam ketika darah menyerbu naik ke mukanya. Ia pandang sumoinya dengan mata terbuka lebar, setengah tidak percaya dan setengah marah. Akan tetapi Siok Lan tidak memperdulikannya, lalu berkata selanjutnya.
"Dan Lai Wangwe suami isteri minta supaya hal ini kumintakan perkenan dari ayah sebagai guru dan wali Ong suheng."
Lo Cin Ki tertawa geli.
"Aah, kalian anak-anak muda ini memang aneh! Bagaimana menurut pandanganmu, Lanji? Apakah Hwa Eng itu seorang gadis baik?"
"Baik sekali, ayah, lebih baik daripada anakmu sendiri. Kalau ayah tidak percaya, boleh ayah bertanya kepada Ong suheng!"
Siok Lan dan Tan Hong saling pandang dan keduanya tertawa girang oleh karena mendapat kesempatan untuk menggoda dan membalas Ong Kai. Sedangkan Cin Cin Tojin yang mendengar ini hanya tersenyum saja dengan girang. Ia senang dan ikut gembira melihat kebahagiaan anak-anak muda ini, kebahagiaa yang belum pernah ia alami semasa mudanya.
"Eh, Ong Kai, jadi diam-diam kau telah membuat pilihan sendiri?"
Lo Cin Ki bertanya kepada muridnya.
"Kau telah mendengar sendiri uraian Siok Lan, bagaimana pikiranmu? Setujukah kau? Kalau setuju, sekarang juga aku akan ikut Siok Lan pergi ke rumah keluarga Lai untuk merundingkan urusan perjodohan ini."
Sekarang Ong Kai yang merasa malu sekali dan diam saja. Tubuhnya yang tinggi besar dan kuat itu hanya duduk tak bergerak bagaikan patung, hanya kedua matanya saja kadang-kadang melirik ke arah Siok Lan dan Tan Hong yang mentertawakannya!
Setelah lama Ong Kai tak dapat menjawab, tiba-tiba Siok Lan berkata, membalas godaan Ong Kai tadi.
"Ayah, tak perlu banyak ditanya lagi, sudah tentu Ongsuheng setuju sekali bukankah begitu, Ong suheng? Ayoh, Ong suheng, kalau kau tidak setuju dengan keteranganku ini, coba kau sangkal dan nyatakanlah?"
Seperti halnya Siok Lan tadi, kini Ong Kaipun sama sekali tidak berani menyangkal, oleh karena memang ia telah setuju sekali dengan nona Lai Hwa Eng yang mempunyai mata dan bibir seperti mendiang tunangannya dulu!
"Baiklah kalau begitu dari sini aku dan Siok Lan akan langsung menuju ke rumah keluarga Lai dan membicarakan urusan ini,"
Kata Lo Cin Ki dengan suara sungguh-sungguh karena ia tidak mau menggoda lebih jauh kepada muridnya.
"Nah, sekarang, anak-anak, pinto hendak bicarakan hal yang penting sekali."
"Ketahuilah, pada waktu ini, para pengacau bangsa Tartar yang mempergunakan kesempatan selagi keadaan negara sedang kacau dan sukar karena akibat bencana alam, mereka datang mengacau di perbatasan barat dan melakukan perampokan dan penculikan terhadap bangsa kita. Tentara kerajaan yang lemah tak dapat menghalau mereka, maka kini para enghiong dari seluruh negeri berhimpun dan bersatu disana, mengumpulkan tenaga untuk mengusir para pengacau itu. Kita pun tak boleh ketinggalan membela tanah air dan bangsa! Sudah menjadi tugas kewajiban kita untuk menyumbangkan tenaga untuk mengusir pengacau. Tan Hong dan Ong Kai, kalian berdua sekarang pergilah ke Seelok, di mana telah terjadi pertempuran antara pihak kita dan para pengacau yang banyak jumlahnya dan kuat. Pinto sendiri hendak mencari balabantuan di antara kawan-kawan di kalangan kangouw, sedangkan Lo sute bersama puterinya biar membereskan urusan dengan keluarga Lai terlebih dulu untuk selanjutnya menyusul ke Seelok. Nah, mari kita berpisah dari sini menjalankan tugas masing-masing dan selamat bekerja!"
Setelah berkata demikian, tosu yang gagah perkasa itu laiu meninggalkan tempat itu, dan Lo Cin Ki yang sebelumnya telah berunding dengan suhengnya, juga meninggaikan tempat itu bersama Siok Lan. Tan Hong dan Ong Kai, juga pergi dengan cepat menuju ke barat untuk memenuhi perintah Cin Cin Tojin. Di sepanjang jalan kedua pemuda ini nampak gembira dan wajah mereka berseriseri karena telah menerima warta bahagia dari kedua guru mereka itu. Kini setelah di situ tidak ada Siok Lan dan kedua orang tua itu, Tan Hong dan Ong Kai tanpa malu-malu lagi saling menyatakan kegirangan hati mereka dan tiada hentinya mereka membicarakan keadaan tunangan masing-masing dengan hati puas!
Memang betul apa yang dituturkan oleh Cin Cin Tojin. Bangsa Tartar yang selalu menggunakan segala kesempatan untuk memasuki tapai batas Tiongkok, merampok dan menculik orang-orang dari dusun-dusun pinggir tapal batas untuk dijadikan pekerja paksa, kini mulai mengacau lagi setelah mereka dipukui mundur pada beberapa tahun yang lalu. Mereka sengaja mempergunakan kesempatan pada waktu Tiongkok mengalami kesukaran dan kekalutan berhubung dengan datangnya bencana alam itu. Pada masa itu, Kaisar Tiongkok memang kurang memperhatikan keadaan negerinya, terutama sekali oleh karena datangnya bencana aiam itu yang melemahkan semangat rakyat, maka pertahanan menjadi lemah dan tentara kerajaan yang dikirim ke perbatasan barat itu tidakkuat menghadapi pengacau bangsa Tartar yang selain berjumlah besar, juga memiliki banyak sekali orang-orang kuat yang berkepandaian tinggi.
Biarpun para ksatria di masa itu tidak senang melihat kelaliman kaisar, akan tetapi kini melihat sepak terjang para pengacau yang merampok dan menculik bangsanya, maka timbullah semangat perlawanan dan kebencian mereka. Serentak dari segenap penjuru daratan Tiongkok, para enghiong ini menujli ke perbatasan barat dan membantu dengan sukarela kepada rakyat untuk mengusir pengacau-pengacau Tartar.
Pada, waktu itu, kaum pengacau yang membanjir dari utara dan barat, berpusat di sekitar Seeipk, sebuah dusun besar di dekat tapal batas Tiongkok. Di daerah inilah pertempuran-pertempuran besar terjadi dan setiap hari banyak pendekar-pendekar datang ke tempat ini untuk menyumbangkan tenaganya.
Ketika Tan Hong dan Ong Kai tiba di dusun ini, yang menjadi pemimpin para enghiong adalah Lee Kun, seorang pendekar yang tersohor gagah perkasa dari selatan. Lee Kun adalah seprang tokoh persilatan yang paham akan segala macam ilmu silat, terutama dalam ilmu silat Siauw lim pai dan Butongpai. Usianya empat puluh tahun lebih dan walaupun tubuhnya tak beberapa besar, namun alis matanya yang tebal dan hitam itu membuat mukanya tampak gagah dan menakutkan.
Lee Kun menyambut kedatangan Tan Hong dan Ong Kai dengan gembira, apalagi ketika ia mendengar bahwa keduanya adalah muridmurid Cin Cin Tojin dan Lio Cin Ki si Garuda Sakti yang telah terkenal itu. Ketika ia mendengar kenyataan bahwa Tan Hong adalah Gin kiam Gin to, ia membelalakkah matanya dengan kagum ia berkata.
"Ah, Tan hiante, tak kusangka bahwa Gin-kiam Gi-to yang tersohor di kalangan kangouw itu, adalah seorang yang masih begini muda seperti engkau!"
Tan Hong menjawab dengan ucapan merendah.
"Lee taihiap, aku yang muda dan bodoh tak pantas dikagumi."
Lee Kun tertawa dan merasa senang melihat kesopanan anak muda ini. Iapun kagum melihat sikap Ong Kai yang gagah seperti Thio Hwi (seorang tokoh besar dalam cerita sejarah Sam Kok).
"Dari mengapa kedua suhu kalian tidak tiatang?"
Tanyanya.
"Suhu sedang melanjutkan perjalanan mencari kawan-kawan pembantu yang hendak dibawa ke sini untuk membantu pula."
Jawab Ong Kai hingga Lee Kun menjadi makin girang.
"Ah, kalau semua orang seperti kedua suhumu dan kalian berdua saudara muda ini turut membantu, sebentar saja para pangacau itu tentu dapat terbasmi habis!"
Katanya sambil menghela napas.
"Sayang, sebagian besar para ksatria pada waktu ini hanya mengingat kepentingan sendiri saja dan sama sekali tidak mau memperdulikan keadaan negara dan rakyat. Sungguh sayang!"
Para pendekar, yang telah datang dan membantu di tempat itu berjumlah empat puluh orang lebih yang dipencarpencar ke tempat sepanjang batas negeri untuk memperkuat penjagaan tentara kerajaan dan membantu para perwira kerajaan. Tan Hong dan Ong Kai lalu mendapat tugas dari Lee Kun untuk membantu pertahanan di Pegunungan Kimkesan, karena di situ seringkali mendapat serbuan para pengacau yang dipimpin oleh orang-orang pandai. Lee Kun yang menduga akan ketinggian ilmu silat kedua pemuda ini, tak ragu-ragu lagi mengirim mereka ke tempat yang paling berbahaya, di mana kedudukan musuh paling kuat.
Pendekar Tanpa Bayangan Karya Kho Ping Hoo Antara Dendam Dan Asmara Karya Kho Ping Hoo Jaka Lola Karya Kho Ping Hoo