Ceritasilat Novel Online

Mestika Golok Naga 10


Mestika Golok Naga Karya Kho Ping Hoo Bagian 10



"Ah, begitukah? Betapa beraninya!"

   Ia lalu memegang tangan Tiong Li dan ditariknya pemuda itu bangkit berdiri "Hayo kita cari dia. Aku ingin menyampaikan sendiri jawabanku dan engkau harus hadir!"

   Dengan erat ia memegang tangan Tiong L i dan menariknya lari mencari Kok Bu. Mereka mendapatkan Kok Bu sedang berada di ruangan dalam, bercakap-cakap dengan tiga orang pengurus Hek-Tung Kai-pang. Akan tetapi Siang Hwi tidak perduli dan terus menarik tangan Tiong Li memasuki ruangan itu. Tentu saja Kok Bu memandang dengan mata terbelalak melihat gadis itu masuk sambil menggandeng tangan Tiong Li yang di tarik-tariknya dengan paksa!

   ""Gan-Twako, aku sudah menerima pesanmu lewat Li-Koko. Dan dengarlah baik-baik jawabanku. Beberapa waktu yang lalu engkau pernah menyatakan cintamu kepadaku dan aku sama sekali tidak menanggapi, tidak menjawab karena pada waktu itu aku tidak ingin bicara soal cinta. Hatiku masih kosong dari cinta maka aku tidak dapat menjawab atau memberi keputusan kepadamu. Kemudian aku bertemu Li-Koko dan aku menemukan cinta. Dia inilah cintaku, dan kami sudah bertunangan, kami kelak akan menjadi suami isteri, akan menikah. Dan engkau malah mengangkat calon suamiku sebagai comblang untuk menyampaikan cintamu ke padaku! Nah, itulah jawabanku, Gan-Twako"

   Pucat wajah Kok Bu. Pucat lalu merah sekali. Ingin rasanya dia masuk ke dalam bumi karena merasa malu dan terpukul.

   "Ahhh... ohhh... Tan-taihap, ap... kenapa engkau tidak memberitahukan hal Itu kepadaku? Mengapa engkau diam saja sehingga membiarkan aku melakukan hal yang memalukan itu?"

   Suara Kok Bu mengandung penyesalan dan kedukaan.

   "Tan-Taihiap, Nona The, kalian maafkanlah aku yang tak tahu diri dan tidak tahu malu ini."

   Pemuda itu menundukkan mukanya dan sepasang kekasih itu memandang dengan penuh perasaan iba.

   "Tidak ada yang perlu dimaafkan, Gan-Twako. Tentu saja engkau berhak menyatakan perasaanmu kepada siapapun juga,"

   Kata Tiong Li.

   "Aih, kau maafkanlah aku, Gan-Twako. Aku... aku telah membikin engkau merasa, tidak enak Aku terburu nafsu karena melihat Li-Koko dibakar api cemburu dan kelihatan bersikap kaku ke padaku. Maafkan aku, tidak ada maksud di hatiku untuk menyinggung perasaanmu."

   Gan Kok Bu tersenyum. Wajahnya masih agak pucat akan tetapi senyumnya wajar. Dia memang seorang gagah perkasa yang dapat menguasai hatinya dan dapat menerima kenyataan.

   "Sungguh aneh kalian ini. Orang-orang gagah yang aneh. Kalian terganggu oleh kelancanganku, malah kalian yang menyatakah maaf. Aku sama sekali tidak tersinggung, bahkan merasa girang. Kalian memang sepantasnya menjadi jodoh masing-masing. Biarlah sekarang juga aku mengucapkan Kiong-hi (selamat)!"

   Dia lalu mengangkat kedua tangan kedepan dada dan mengucapkan selamat. Tiga orang pengurus Hek-Tung Kai-pang yang sejak tadi hanya melongo kini juga ikut-ikutan memberi selamat. Tentu saja Tiong Li dan Siang Hwi menjadi tersipu. Tiong Li memandang ke pada Gan Kok Bu dengan kagum.

   "Gan-Twako, engkau seorang sahabat yang baik, engkau seorang gagah tulen!"

   "Mari, marilah kalian duduk. Hal ini perlu dirayakan dengan pesta kecil!", kata Kok Bu gembira dan dia lalu memanggil pembantu untuk menghidangkan arak dan makanan. Mereka berenam lalu makan minum dengan gembira dan agaknya Kok Bu sudah melupakan sama sekali malapetaka batin yang menimpa dirinya. Tentu tidak ada yang tahu betapa malam itu dia menangis seorang diri di dalam kamarnya! Perdana Menteri Jin Kui mengundang semua pembantunya, yaitu Ciang Sun Hok yang menjadi jagoan lihai bekas jagoan istana, Ma Kiu It panglima pengawalnya, Kui To Cin-jin si muka tikus bekas guru mendiang Jin Kiat dan dua sutenya yang diperbantukan, yaitu Ouw Yang Kian dan Oyw Yang Sian kemudian Tang Boa Lu si Muka Tengkorak. Enam orang ini berkumpul diruangan dalam di mana Jin Kui duduk sambil memegangi selembar surat dengan muka merah.

   "Aku menerima surat ini. bagaimana pendapat kalian? Dengar, kubacakan suratnya: Kami hendak menghaturkan! Mestika Golok Naga kepada Perdana Menteri Jin Kui, harap datang ke Bukit Menjangan di luar kota. Kalau Perdana Menteri Jin Kui tidak datang sendiri! jangan harap akan dapat menemukan kembali Mestika Golok Naga! Nah, surat ini tidak ditandatangani, ini jelas merupakan tantangan kepadaku untuk datang ke Bukit Menjangan. Bagaimana pendapat kailan?"

   "Hati-hati, Taijin. Ini bisa saja merupakan pancingan agar Paduka datang ke tempat Itu. Merupakan jebakan kata Kui To Cin-jin yang dibenarkan oleh lima orang rekannya yang lain.

   "Kita semua sudah mengetahui bahwa Mestika Golok Naga sudah dirampas oleh Tan Tiong Li dari tangan Panglima Wu Chu. Kenapa sampai sekarang belum di kembalikan kepada Kaisar? Apakah Tan Tiong Li yang mengirim surat ini dan apa maksudnya berbuat demikian?"

   "Mungkin untuk menjebak pasukan, Taijin,"

   Kata Kui To Ciri-Jin.

   "Lalu bagaimana pendapat kalian terhadap surat ini? Apa yang harus kita lakukan?"

   "Saya usulkan agar mengirim seorang yang menyamar sebagai Paduka ke Bukit Menjangan, dan kami berenam akan mengawalnya! Kalau dia benar-benar muncul membawa Mestika Golok Naga, kami akan merampasnya,"

   Kata Tang Boa Lu.

   "Bagaimana kalau mereka itu membawa pasukan pemberontak yang besar jumlahnya?"

   Kata Ma Kiu It.

   "Sebaiknya kita kerahkan pasukan menuju ke Bukit Menjangan dan membasmi mereka!"

   "Usul Ma-Ciangkun tidak tepat,"

   Kata Ciang Sun Hok.

   "Kalau kita mengerahkan pasukan, tentu mereka itu sama sekali malah tidak mau datang. Taijin, Saya lebih condong menerima usul Tang Ciangkun. Kita mengirim seorang yang menyamar sebagai Paduka, menunggang kereta dan kami berenam yang mengawal, lalu kita lihat apa yang akan terjadi di sana. Andaikata merupakan jebakan kami berenam tentu akan dapat mengatasinya dan Paduka yang berada di rumah tentu tidak akan terancam apa-apa."

   Perdana Menteri Jin Kui mengangguk-angguk.

   "Kami dapat menyetujui usul itu."

   "Taijin, dalam surat itu, kapankah ditentukan agar Paduka datang ke Bukit Menjangan?"

   Tanya Ma Kiu It.

   "Tidak disebutkan, jadi sewaktu-waktu."

   "Kalau begitu, sebaiknya kalau yang menyamar Paduka itu datang di waktu matahari telah condong ke barat. Kalau cuaca sudah mulai gelap, maka dengan mudah kita mengirim pasukan khusus ke tempat itu secara diam-diam dan mengepung tempat itu. Dengan demikian kalau mereka menggunakan jebakan dan mengerahkan pasukan, kita dapat menghancurkannya."

   Demikianlah, mereka berunding dan akhirnya diputuskan agar seseorang menyamar sebagai Perdana Menteri Jin Kui dan setelah lewat tengahari kereta itu diberangkatkan ke Bukit Menjangan, dikawal oleh enam orang jagoan itu dan di belakangnya ada pasukan yang diam-diam menuju ke Bukit Menjangan dari jurusan lain agar tidak diketahui oleh para pemberontak.Setelah semua siasat diatur, mereka bubaran dan siasat itu akan dilaksanakan keesokan harinya. Mereka memilih setelah hari menjelang malam agar penyamaran orang pengganti Perdana Menteri Jin Kui tidak ketahuan dan agar pasukan yang diam-diam mendatangi Bukit Menjangan dari lain jurusan tidak terlihat pula. Pada hari itu, lewat tengahari, sebuah kereta milik Perdana Menteri Jin Kui keluar dari pintu gerbang sebelah barat.

   Karena kareta itu dikawal oleh enam orang panglima, maka dapat melewati pintu gerbang tanpa diperiksa lagi, bahkan para penjaga mengambil sikap menghormat. Kereta lalu dibalapkan menuju ke barat, ke Bukit Menjangan yang kelihatan dari pintu gerbang itu menjulang tinggi. Karena bentuk puncaknya seperti, kepala menjangan, maka bukit Itu disebut Bukit Menjangan. Daerah itu sunyi dan tandus, merupakan bukit kapur yang penuh dengan batu karang, karena itu sunyi tidak pernah di datangi manusia. Setelah kereta keluar dari pintu gerbang, dari pintu gerbang selatan keluar pula sepasukan tentara terdiri dari seratus orang, melakukan perjalanan cepat namun bersembunyi-sembunyi menuju ke Bukit Menjangan dari arah lain. Begitu kereta dari pintu gerbang, sepasang kakek dan nenek terbungkuk-bungkuk memasuki pintu gerbang itu.

   Si nenek menggendong buntalan butut dan kakek itu memegang sebatang tongkat. Tak seorangpun mengetahui bahwa nenek yang bungkuk itu bukan lain adalah Ban-Tok Sian-Li yang cantik jelita dan kakek bertongkat itu adalah Thio Cin Kang yang gagah perkasa, ketua Pek-enq pang! Dan dari pintu-pintu gerbang lainnya masuk pula duapuluh orang anak buah Pek-Eng-Pang yang menyamar sebagai kuli atau pedagang. Setelah hari menjadi gelap, nampak bayangan yang gerakannya cepat bagaikan seekor burung terbang melompati pagar tembok rumah gedung Perdana Menteri Jin Kui yang terjaga ketat. Bayangan itu bukan lain adalah Ban-Tok Sian-Li yang kini berpakaian serba hitam dan dipunggungnya terdapat Mestika Golok Naga. Ternyata surat yang dikirim oleh Thio Cin Kang kepada Perdana Menteri Jin Kui itu hanya sebuah pancingan saja.

   Sudah diperhitungkan oleh ketua Pek-Eng-Pang itu bahwa Perdana Menteri Jin Kui tidak mungkin mau memenuhi permintaan dalam surat dan tentu akan mengirim semua jagoannya pergi ke Bukit Menjangan. Dan inilah yang dimaksudkan dengan pengiriman surat itu. Memancing agar para jagoan meninggalkan gedung tempat tinggal Perdana Menteri itu. Dan dalam keadaan gedung ditinggalkan para jagoan itulah Ban-Tok Sian-Li menyerbu.! Kini Souw Hian Li dan Thio Cin Kang melaksanakan siasat mereka selanjutnya. Setelah berhasil memasuki pagar tembok gedung itu, Ban-Tok Sian-Li Souw Hian Li lalu melompat naik ke atas genteng dan mendekam di atas gedung itu untuk mengamati ke dalam. Pada saat itulah Thio Cin Kang memimpin anak buahnya untuk menyerbu, melompati pagar tempok dan menyerang para penjaga.

   Segera tanda bahaya dipukul oleh para penjaga dan semua penjaga berkumpul untuk melawan sekitar duapuluh orang yang menyerbu gedung Perdana Menteri Jin Kui, yang semuanya berkedok hitam. Tentu saja keributan ini terdengar pula oleh Jin Kui. Dia terkejut sekali karena pada saat itu semua jagoannya telah pergi menyerbu ke Bukit Menjangan. Karena khawatir akan keselamatan dirinya, dia tergopoh-gopoh hendak pergi memasuki ruangan rahasia yang mempunyai terowongan menembus ke bawah tanah sebagai tempat bersembunyi. Akan tetapi ketika dia tergopoh-gopoh menuju ke ruangan itu, gerakannya ini terlihat oleh Ban-Tok Sian-Li Souw Hian Li yang segera melayang turun dan tahu-tahu telah tiba di depan Perdana Menteri itu. Sang Perdana Menteri terkejut ketika melihat seorang wanita cantik jelita berpakaian Serba hitam telah berdiri di depannya.

   "Siapa kau...?"

   Bentaknya untuk menutupi kekagetan dan rasa takutnya.

   "Aku Ban-Tok Sian-Li majikan lembah Maut yang kau suruh serbu dan basmi. Dan inilah Mestika Golok Naga yang kau kehendaki!"

   Souw Hian Li mencabut golok yang mengkilap itu dengan Sikap mengancam. Tentu saja Perdana Menteri Jin Kui menjadi ketakutan dan diapun berteriak-teriak minta tolong sambil melarikan diri. Akan tetapi, Ban-Tok Sian-Li mengejarnya dan dari belakang menyerangnya dengan dua batang jarum Ban tok-ciam. la sengaja melakukan ini karena ia ingin agar pengkhianat itu mati dalam keadaan tersiksa dan sengsara. Jin Kui menjerit dan roboh terpelanting ketika dua batang jarum memasuki punggungnya. Ban-Tok Sian-Li menghampirinya dan berkata kepada Perdana Menteri yang mengeluh kesakitan Itu.

   "Inilah pembalasan mendiang Panglima Gak; Hui dan ribuan pejuang lain yang sudah kau basmi dan bunuh. Rasakan!"

   Setelah berkata demikian Ban-Tok Sian-Li lalu melompat naik ke atas atap dan melalui taman keluar dari pagar tembok, la melihat betapa duapuluh orang yang dipimpin Thio Cin Kang masih bertempur melawan pasukan, la lalu melompati mendekati Thio Cin Kang yang mengamuk. Setelah melihat Souw Hian Li datang dengan selamat. Thio Cin Kang bertanya.

   "Bagaimana?"

   "Beres!"

   Jawab Souw Hian Li. Mendengar ini, Thio Cin Kang lalu meneriakkan perintah mundur kepada anak buahnya. Mereka semua menggunakan topeng hitam sehingga tidak akan dikenal.

   Para pasukan itu hanya mengenai seorang wanita cantik di antara orang-orang berkedok sehingga tentu akan disangka bahwa Ban-Tok Sian-Li memimpin anak buahnya, sisa anak buah dari Lembah Maut untuk melakukan penyerbuan itu. Pasukan penjaga segera melakukan pengejaran dan gegerlah Kota Raja karena kejar kejaran itu. Pada saat itu muncullah Tiong Li, Siang Hwi dan Kok Bu. Seperti kita ketahui, Tiong Li dan Siang Hwi sedang berada di rumah Gan Kok Bu, menanti berita penyelidikan para anak buah Pek-Eng-Pang yang mencari Ban-Tok Sian-Li Dan malam itu mereka mendapat kabar bahwa Ban-Tok Sian-Li terlihat menyerbu, rumah gedung Perdana Menteri Jin Kui. Mereka terkejut dan cepat keluar dari rumah. Ketika Ban-Tok Sian-Li dan orang-orang berkedok itu dikejar-kejar pasukan, mereka bertiga segera muncul dan Kok Bu memapaki Ban-Tok Sian-Li.

   "Sian-Li, ke sinilah..."

   Ban-Tok Sian-Li mengenal pemuda putera ketua Hek-Tung Kai-pang ini maka ia segera mengajak Thio Cin Kang dan anak buahnya mengikuti. Apa lagi melihat pula muridnya dan Tan Tiong Li berada di dekat tokoh pengemis itu. Mereka semua diajak berlari oleh Gan Kok Bu keluar masuk lorong dan akhirnya memasuki rumahnya.

   "Cepat kalian semua membuang kedok hitam dan berpakaian seperti anggauta Hek-Tung Kai-pang!"

   Kata Gan Kok Bu yang cepat menyediakan pakaian pengemis bermacam-macam dan memberikan sebuah tongkat hitam kepada mereka semua. Adapun Ban-Tok Sian-Li dan Thio Cin Kang kembali sudah menyamar sebagai kakek dan nenek tua. Benar saja, tak lama kemudian para pengejar sampai pula di rumah itu. Akan tetapi mereka mengenal Gan Kok Bu dan melihat para anggauta Hek-Tung Kai-pang, mereka tidak menjadi curiga bahkan pesan kepada Gan Kok Bu untuk membantu mereka mencari para pelarian yang tadi menyerbu rumah Perdana Menteri Jin Kui.

   "Apa yang telah terjadi?"

   Tanya Gan Kok Bu kepada para perwira yang memimpin pasukan itu.

   (Lanjut ke Jilid 10 - Tamat)

   Mestika Golok Naga (Cerita Lepas)

   Karya : Asmaraman S. Kho Ping hoo

   Jilid 10 (Tamat)

   "Segerombolan pemberontak telah menyerbu rumah Perdana Menteri Jin Kui,"

   Kata seorang perwira.

   "Lalu. apa yang mereka lakukan? Mudah-mudahan Yang Mulia Perdana Menteri selamat."

   Kata pula Gan Kok Bu.

   "Yang Mulia Perdana Menteri selamat, hanya terluka dan pingsan, mungkin karena terkejut,"

   Kata perwira itu yang lalu melanjutkan pengejaran mereka. Setelah pasukan pergi, Souw Hian Li memperkenalkan Thio Cin Kang kepada Gan Kok Bu yang segera berseru.

   "Ah, kiranya Pek-Eng-Pang-cu yang mengatur semua ini lalu, apakah engkau berhasil membunuh Perdana Menteri yang jahat itu, Sian-Li?"

   "Aku telah sengaja melukainya untuk menyiksanya. Dia pasti akan mampus karena sudah terkena Ban-tokciam dariku!"

   "Ah, kalian belum berkenalan?"

   Kata Gan Kok Bu yang teringat bahwa Tiong Li dan Siang Hwi berada di situ dan tidak diperkenalkan oleh Ban-Tok Sian-Li.

   "Thio-Pangcu, saudara ini adalah Tan Tiong Li Taihiap, dan nona ini adalah nona The Siang Hwi, murid Ban-Tok Sian-Li. Mereka saling memberi hormat dan Thio Cin Kang mengangguk-angguk.

   "Aku sekarang teringat akan gambar Tan-Taihiap yang terpampang di mana-mana tempo hari. Akan tetapi sekarang tidak lagi."

   "Semua Itu gara-gara kelicikan Perdana Menteri Jin Kui yang melakukan fitnah sehingga aku dituduh menculik Puteri Sung Hiang Bwee,"

   Kata Tiong Li.

   "Pada hal, Tan-Taihiap yang menolong puteri itu dari tangan penculiknya,"

   Kata Gan Kok Bu yang sudah mendengar akan peristiwa itu. Thio Cin Kang menghela napas panjang.

   "Perdana Menteri Jin Kui memang Jahat sekali. Entah berapa banyak pahlawan sejati, patriot-patriot yang cinta negara dan bangsa, sesudah Panglima Gak Hui, yang tewas karena ulahnya. Mudah-mudahan dia sekarang tidak akan lolos dari kematiannya."

   "Tidak mungkin ia lolos dari maut!"

   Kata Ban-Tok Sian-Li.

   "Di dunia ini tidak ada orang lain yang akan mampu menyembuhkannya."

   Melihat suasana yang akrab dan baik di antara mereka itu, bahkan Subo-nya tidak memperlihatkan sikap bermusuhan dan nampak akrab sekali dengan ketua Pek-Eng-Pang, Siang Hwi lalu menggunakan kesempatan itu untuk membujuk Subonya.

   "Subo, kami berdua telah mencari Subo kemana-mana tanpa hasil. Sekarang, kebetulan kita dapat bertemu disini. Harap Subo suka mengembalikan Mestika Golok Naga kepada Li-Koko yang akan mengembalikan kepada Sri Baginda Kaisar. Li-Koko yang berhak mengembalikan golok pusaka itu, Subo, karena dia yang telah merampasnya dari pencurinya, yaitu Panglima Wu Chu Kerajaan Kin."

   "Aku hanya ingin agar golok pusaka itu dikembalikan kepada pemiliknya, yaitu SriBaginda Kaisar. Aku tidak mengharapkan imbalan atau balas jasa. Kalau Sian-Li ingin mengembalikannya sendiri kepada Kaisar, sama saja dan silakan,"

   Kata Tiong Li dengan suara sungguh-sungguh.

   "Golok itu sejak dahulu menjadi rebutan. Kini setelah berada di tangan ku, siapa yang menghendakinya boleh merampas dari tanganku,"

   Kata Ban-Tok Sian-Li dengan sikap menantang. Melihat keadaan yang menegangkah dan bertentangan ini, Thio Cin Kang segera menengahi dan suaranya terdengar berwibawa namun lembut ketika dia berkata kepada Ban-Tok Sian-Li.

   "Li-moi, kalau memang benar Tan-Taihiap yang telah mendapatkan kembali golok pusaka itu, kuharap engkau suka memberikan saja kepada Tan-Taihiap. Di antara kita sendiri tidak perlu terjadi perebutan siapa yang akan mengembalikan testika Golok Naga kepada Kaisar."

   Ban-Tok Sian-Li mengerutkan alisnya dan memandang kepada Thio Cin Kang,

   "Golok pusaka itu tidak pantas berada di tangan Kaisar yang demikian lemahnya. Kaisar tidak memusuhi penjajah Kin, bahkan telah mengejar-ngejar kau m pejuang dan membunuh banyak pahlawan yang sebetulnya setia kepadanya. Golok pusaka itu lebih tepat berada di tangan para pejuang dan akan kuserahkan kepada pimpinan pejuang Gak Liu, putera mendiang Panglima Gak Hui."

   "Aku mengenal baik Gak Liu dan dia tidak akan mau menerima golok itu,"

   Kata Thio Cin Kang.

   "Golok itu adalah milik Kaisar, dicuri orang dari gudang pusaka istana. Kalau kita memilikinya, sama saja dengan kita yang mencurinya. Dan ingatlah, Li-moi. Selama ini yang mengejar-ngejar para pejuang sesungguhnya bukanlah kaisar, melainkan Jin Kui. Jin Kui seorang penjilat yang lihai dan kaisar hanya terpengaruh olehnya. Kalau dia sudah tidak ada, tentu sikap Kaisar terhadap para pejuang juga berubah."

   "Benar sekali apa yang diucapkan oleh Thio-Pangcu. Aku sendiri sudah bicara dengar Sri Baginda Kaisar dan aku membujuknya agar tidak memusuhi para pejuang yang sesungguhnya setia kepada Kerajaan Sung dan para pejuang itu hanya hendak mengusir penjajah dari tanah air. Dan Kaisar dapat menerimanya, bahkan memberi aku surat kuasa. Akan tetapi Jin Kui pandai menghasut sehingga Kaisar kembali menganggap para pejuang itu sebagai pemberontak,"

   Kata Tiong Li.

   "Kalau begitu, pengembalian golok ini harus dapat mengubah sikap Kaisar terhadap para pejuang!"

   Kata Ban-Tok Sian-Li.

   "Kukira Tan-Taihiap cukup bijaksana untuk mengaturnya. Tan-Taihiap, dapatkah engkau mengatur sedemikian rupa sehingga Kaisar akan menganggap bahwa para pejuang berjasa dalam mengembalikan golok pusaka itu?"

   "Tentu saja!"

   Jawab Tiong Li gembira.

   "Aku akan melaporkan kepada Sri Baginda bahwa para pejuang yang membantuku sehingga golok pusaka itu dapat ditemukan kembali. Dan ini bukanlah bohong belaka. Dalam mencari Sian-Lipun kami dibantu oleh orang-orang yang dipimpin Gan-Twako dari Hek-Tung Kai-pang."

   "Nah, Li-moi. Engkau sudah mendengar sendiri janji yang diberikan Tan-Taihiap. Kuharap sekarang engkau suka menyerahkan golok pusaka itu kepadanya."

   Terjadi hal yang bagi Siang Hwi dan Tiong Li merupakan suatu keajaiban. Ban-Tok Sian-Li yang biasanya keras hati dan tidak pernah mau tunduk kepada siapapun juga, sekali ini mendengar ucapan Thio-Pangcu, menjadi jinak seperti domba! la mengambil golok pusaka itu dan menyerahkannya kepada Tan Tiong Li.

   "Terimalah Mestika Golok Naga ini dan penuhi janjimu melaporkan kepada Kaisar bahwa para pejuang agar tidak dimusuhi lagi,"

   Katanya.

   "Terima kasih, Sian-Li,"

   Kata Tiong Li dan setelah mengikatkan golok itu di punggungnya, dia memberi hormat kepada Sian-Li sambil berkata.

   "Setelah kita semua sekarang berkumpul di sini, ada satu hal lagi yang ingin ku minta darimu, Sian-Li."

   "Ada apa lagi?"

   Tanya Sian-Li mengerutkan alisnya dan memandang kepada Tiong Li dengan sinar mata tajam.

   "Mengenai hubunganku dengan muridmu, yaitu Hwimoi. Kami saling mencinta, Sian-Li, dan perkenankan aku menggunakan kesempatan ini untuk melamarnya kepadamu, la sudah tidak memiliki keluarga lagi, maka hanya kepadamulah aku dapat mengajukan lamaranku. Sian-Li, aku mohon perkenanmu untuk berjodoh dengan Siang Hwi"

   Mendengar ini, semua orang memperhatikan Sian-Li. Gan Kok Bu juga memandang dengan sinar mata sayu, akan tetapi dia merasa terharu melihat keberanian Tiong Li mengajukan pinangan di depan banyak orang dengan jujur dan tanpa malu-malu. Dia melihat pula betapa Siang Hwi menjadi tersipu mendengar lamaran langsung itu. Ban-Tok Sian-Li yang dipandang dengan hati tegang dan khawatir kalau-kalau menolak oleh Tiong Li dan Siang Hwi, nampak tersenyum memandang kepada muridnya, kemudian ia berkata lantang,

   "Urusan perjodohan adalah urusan pribadi yang tidak perlu ditanyakan kepada orang lain. Kalau yang bersangkutan sudah setuju, tidak ada orang lain boleh mencampurinya. Karena itu, tanyakan saja kepada Siang Hwi, kalau ia setuju menjadi jodohmu, akupun tidak menaruh keberatan apapun."

   Kalau Tiong Li dan Siang Hwi mendengarkan ini dengan mata terbelalak heran dan girang, adalah Thio Cin Kang yang segera bertepuk tangan.

   "Suatu pernyataan yang tepat sekali! Dan suatu saat yang berbahagia sekali. Ha-ha ha! Biarlah kebahagiaan perjodohan ini kami tambah lagi dengan pengumuman. Bagaimana, Li-moi, kalau kita mengumumkannya sekarang?"

   Dia menoleh kepada Ban-Tok Sian-Li yang hanya mengangguk sambil tersenyum tersipu. Thio Cin Kang lalu berkata lantang.

   "Baiklah, saudara-saudara semua. Kami mengumumkan bahwa kami pun merencanakan pernikahan kami. Aku, Thio Cin Kang sudah saling bersepakat dengan Souw Hian Li untuk menjadi suami isteri!"

   Mendengar ini, semua orang bertepuk tangan penuh keheranan dan juga kegembiraan.

   Tidak ada seorang pun berani menyangka atau mengira bahwa suatu saat Ban-Tok Sian-Li akan memilih jodohnya! Dan pilihan itu jatuh kepada ketua Pek-Eng-Pang yang telah menjadi duda tanpa anak, sungguh merupakan pilihan yang tepat sekali karena Thio Cin Kang seorang yang jantan dan gagah perkasa. Ketika Siang Hwi mendengar ucapan itu dan melihat Subonya tersipu sambil senyum-senyum, ia tidak dapat menahan keharuan hatinya. Iapun sama sekali tidak mengira bahwa Subonya dapat jatuh cinta. Maka iapun lari menghampiri dan merangkul Subonya sambil bercucuran air mata. Dan, untuk pertama kalinya orang-orang melihat bahwa Ban-Tok Sian-Li Souw Hian Li juga dapat menangis, mencucurkan air mata bahagia! Kemudian ramailah orang-orang memberi selamat kepada dua pasang calon suami isteri itu. Thio Cin Kang merasa gembira sekali dan dia berkata.

   "Peristiwa bahagia ini harus dirayakan Kami mengundang saudara semua untuk datang ke Pek-Eng-Pang tiga hari lagi, untuk merayakan pertunanganku dengan Li-moi, dan pertunangan Tan-Taihiap dengan nona The."

   Semua menyambut dengan tepuk tangan gembira. Pada keesokan harinya, dengan menyamar sebagai para anggauta Hek-Tung Kai-pang orang-orang Pek-Eng-Pang itu berhasil keluar dari Kota Raja dengan aman.

   Dengan sumpah-serapah, saking menderita nyeri diseluruh tubuhnya, Perdana Menteri Jin Kui menyuruh panggil seluruh tabib yang ada di Kota Raja. Bahkan tabib istana juga dipanggilnya untuk mengobatinya. Semua tabib menyatakan bahwa tubuh Perdana Menteri keracunan hebat. Dan biarpun dua batang jarum dipunggung nya telah berhasil dikeluarkan, akan tetapi darahnya telah keracunan. Bermacam obat telah diberikan, akan tetapi semua obat itu hanya menambah usianya beberapa hari saja, berarti menambah siksaan bagi dirinya selama beberapa hari. Karena pengaruh obat itu yang melawan racun, tubuhnya timbul bisul-bisul yang mengeluarkan darah dan nanah, nyerinya tak tertahankan sehingga berhari-hari dia hanya mengerang dan kadang menjerit jerit minta-minta ampun.!

   Kaisar yang datang menjenguk mendengar Jin Kui sakit, sampai mundur dengan ngeri melihat betapa tubuh Perdana Menterinya itu penuh bisul sampai ke muka-mukanya dan mengeluarkan bau busuk. Akhirnya Perdana Menteri itu meninggal dunia dalam keadaan yang menyedihkan sekali. Semua orang yang mendengar akan hal ini bersukur dan mengatakan bahwa Jin Kui mati karena dosa-dosanya yang bertumpuk-tumpuk, ada yang mengatakan bahwa Perdana Menteri itu mati terkena kutukan mendiang Panglima Gak Hui. Agaknya Jin Kui memang terkena kutukan orang banyak. Bahkan sampai beratus-ratus tahun kemudian, orang membuat arcanya yang berlutut dan orang-orang meludahi arca itu kalau melewatinya. Sungguh merupakan kutukan dan penghinaan yang tiada taranya bagi orang yang sudah mati. Inilah buah dari pada pengkhianatan dan kejahatannya.

   Berbeda sekali dengan kematian Gak Hui. Orang membuatkan kuil untuk panglima besar ini dan dia dipuja-puja sebagai seorang pahlawan yang gagah perkasa dan setia kepada negara dan bangsa. Sampai beratus tahun rakyat tetap menghormatinya dan memujanya. Sementara itu, Tiong Li dan Siang Hwi menghadap Kaisar. Dengan terus terang, Tiong Li membeberkan semua rahasia perbuatan Jin Kui kepada kaisar, tentang pengkhianatannya. Persengkongkolannya kepada Kerajaan Kin. Tentang pembunuhan atas diri Pangeran Kian Cu yang di lakukan oleh kaki tangan Jin Kui. Tentang penculikan puteri kaisar yang dihadiahkan kepada Panglima Wu Chu. Bahkan tentang kematian Panglima Gak Hui yang semua adalah siasat yang licik dari Perdana Menteri Jin Kui. Kemudian Tiong Li menghaturkan Mestika Golok Naga.

   "Yang Mulia, untuk mendapatkan kembali Mestika Golok Naga Ini hamba berdua mendapat bantuan dari para pejuang. Kembali hal Ini membuktikan bahwa para pejuang bukanlah pemberontak. Kalau dahulu sampai disebut pemberontak, hal itu hanyalah fitnah semata yang dilontarkan Jin Kui dan kaki tangannya. Oleh, karena itu, Yang Mulia, untuk kedua kalinya hamba mohon agar para pejuang tidak dikejar-kejar lagi. Mereka adalah patriot-patriot yang setia kepada Kerajaan Sung, yang mencinta negara dan bangsa dan membenci penjajah Kin."

   
Mestika Golok Naga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Kaisar merasa senang sekali menerima Mestika Golok Naga dan mendengar semua penjelasan Tiong Li. Perdana Menteri Jin Kui sudah meninggal, akan tetapi keluarganya masih mendapatkan hukuman karena dosa-dosa bekas Perdana Menteri itu, Tiong Li diangkat menjadi seorang panglima.

   "Jadilah engkau panglima penghubung antara kerajaan dan para pejuang agar tidak, terjadi kesalah-pahaman lagi. Akan tetapi mereka itu harus tunduk kepada peraturan. Kerajaan Sung tidak sedang perang dengan Kerajaan Kin. Perang hanya akan melemahkan kerajaan dan menyengsarakan rakyat. Oleh karena itu, para pejuang itu hanya boleh menyerang pasukan Kin yang melanggar perbatasan dan tidak boleh mengacau di daerah Kin, sehingga membikin buruk nama baik Kerajaan Sung."

   Demikian pesan Kaisar yang kemudian menyerahkan Mestika Golok Naga kepada Tiong Li sebagai hadiah. Mulai hari itu Tiong Li terkenal sebagai Panglima Golok Naga karena panglima ini selalu membawa golok naga di pinggangnya. Tadinya Siang Hwi juga diberi pangkat oleh Kaisar, akan tetapi setelah Tiong Li menceritakan bahwa siang Hwi adalah calon isterinya.

   Kaisar hanya memberi seuntai kalung mutiara yang berharga sekail kepada calon mempelai wanita ini. Malapetaka yang menimpa keluarga Jin Kui itu tentu saja membuat seluruh keluarga Jin Kui menyesal. Akan tetapi ada orang lain yang juga amat menyesali peristiwa itu, yaitu para jagoan yang tadinya membantu Jin Kui. Mereka terpaksa melarikan diri dan menaruh dendam kepada Tiong Li dan kawan-kawannya. Mereka itu adalah Ciang Sun Hok, Ma Kiu It, Kui To Cin-jin, Ouw Yang Kian dan Ouw Yang Sian, dan tentu saja Si Muka Tengkorak, Tang Boa Lu. Mereka terpaksa melarikan diri, takut akan ikut terlibat dan ditangkap. Sementara itu, di Pek-Eng-Pang diadakan pesta meriah di antara mereka sendiri, tanpa mengundang orang luar karena pesta itu merupakan pesta sukuran atas pertunangan dua pasang-kekasih dan atas kemenangan terhadap komplotan Jin Kui.

   Gan Kok Bu berhasil membujuk ayahnya, yaitu ketua Hek-Tung Kai-pang Gan Liang untuk ikut datang memberi selamat kepada dua pasang calon pengantin itu. Gan Liang sudah melupakan lagi sakit hatinya yang lama terhadap Ban-Tok Sian-Li, bahkan menyadari bahwa pihaknya yang bersalah. Yang merasa paling berbahagia pada saat itu tentu saja dua pasang kekasih itu. Mereka makan minum sambil bercakap-cakap diselingi sendau gurau karena Gan Kok Bu tidak kekurangan akal untuk menggoda dua orang yang bertunangan itu dengan kelakar-kelakarnya. Dua pasang kekasih itu makan minum satu meja dengan Gan Kok Bu dan Gan Liang, sedangkan para anak buah Pek-Eng-Pang makan minum dengan anak buah Hek-Tung Kai-pang yang juga mendapat undangan. Suasana amat riuh rendah dan meriah. Akan tetapi tiba-tiba keramaian Itu terhenti dengan adanya bentakan nyaring sekali dari luar.

   "Ban-Tok Sian-Li! Tan Tiong Li! Keluarlah kalian berdua untuk membuat perhitungan dengan kami!"

   Mendengar teriakan itu, tentu saja Tiong Li dan yang lain-lain terkejut sekali. Akan tetapi Ban-Tok Sian-Li sudah melompat dan berlari keluar, diikuti oleh yang lain. Ketika tiba di luar, mereka melihat pasukan yang dipimpin oleh beberapa orang perwira sudah mengepung tempat itu dan di depan berdiri enam orang yang bukan lain adalah para jagoan yang tadinya menjadi para pembantu Perdana Mentert Jin Kui. Melihat pasukan kerajaan mengepung tempat itu, Tiong Li meloncat kedepan dan berteriak dengan suara nyaring.

   "Siapa yang memerintahkan kalian memimpin pasukan mengepung tempat ini?"

   Ma Kiu It berteriak.

   "Kalian adalah pemberontak-pemberontak yang harus dibasmi. Kalian musuh Kerajaan Sung!"

   Tiong Li berseru lagi, ditujukan kepada para perwira.

   "Cuwi-Ciangkun harap jangan percaya omongan orang ini! Aku baru saja diangkat oleh Sri Baginda Kaisar sendiri menjadi seorang panglima. Lihatlah ini Mestika Golok Naga yang dihadiahkan oleh Yang Mulia kepadaku dan lihat ini tanda kekuasaan-ku"

   Dia mengambil tanda kakuasaan dari sakunya dan mengangkatnya tinggi-tinggi.

   "Aku memerintahkan para panglima menarik mundur pasukannya atau kelak aku akan melapor kepada Sri Baginda!"

   Para perwira yang melihat tanda kekuasaan itu, tanda kekuasaan dari kaisar sendiri menjadi bingung dan ragu.

   "Jangan percaya, dialah pemberontak yang berbahaya!"

   Teriak Ma Kiu It.

   "Cuwi-Ciangkun, berhati-hatilah terhadap orang-orang ini! Tentu cu-wi tahu siapa Ma Kiu It itu, dan siapa enam orang itu. Mereka adalah pembantu-pembantu Perdana Menteri Jin Kui yang sekeluarganya sudah dijatuhi hukuman. Perdana Menteri Jin Kui adalah seorang pengkhianat dan kailan hendak membantu orang-orangnya pengkhianat? Lekas tarik mundur pasukan itu dan jangan ganggu kami. Kami adalah pejuang-pejuang, bukan pemberontak! Kami memusuhi pengkhianat Jin Kui, bukan musuh pasukan Kerajaan Sung!"

   Kini para perwira yang dipengaruhi Ma Kiu It sebagai bekas rekan mereka itu menjadi panik dan mereka segera menarik mundur pasukan mereka, kembali ke benteng. Enam orang itu marah sekali meiihat ini.

   "Tan Tiong Li, kalau engkau memang gagah, aku menantangmu untuk bertanding satu lawan satu. Jangan mempergunakan pengeroyokan!"

   Tiba-tiba Si Muka Tengkorak berteriak lantang.

   "Kami juga menantang kalian,siapa berani menandingi kami satu lawan satu!"

   Teriak Ouw Yang Kian. Tiong Li sudah melompat maju menghadapi, Si Muka Tengkorak dan perbuatannya itu disusul oleh Ban-Tok Sian-Li yang meloncat dan menghadapi Ouw Yang Kian.

   "Engkau yang berjuluk Toat Beng Jiauw, bukan? Akulah yang akan menghajarmu!"

   Ouw Yang Sian yang melompat maju segera dihadang oleh Thio Cin Kang, Ciang Sun Hok ditandingi The Siang Hwi Ma Kiu It dihadapi Gan Kok Bu dan Kui To Cin-jin dihadapi Gan Liang...? ketua Hek-Tung Kai-pang.

   Si Muka Tengkorak Tang Boa Lu sudah mencabut sebatang pedang dan tanpa banyak cakap lagi dia sudah menyerang Tiong Li dengan pedangnya. Tiong Li juga mencabut Mestika Golok Naga dan menandingi Tang Boa Lu. Mereka bertanding dengan hebat sekali. Si Muka Tengkorak itu memang lihai sekali. Juga pedangnya terbuat dari baja yang ampuh sehingga tidak patah ketika bertemu dengan Mestika Golok Naga. Tiong Li memainkan goloknya dengan gerakan dari Ilmu pedang Hui-eng-kiam-hoat (Ilmu Pedang Garuda Terbang) dan senjata kedua orang ini lenyap. Yang nampak hanya dua gulungan sinar golok dan pedang. Golok yang berada di tangan Tiong Li adalah Mestika Golok Naga yang aseli. Ketika dimainkan, golok itu bukan saja membentuk gulungan sinar terang yang luas, Juga mengeluarkan suara mengaung-ngaung mengerikan.

   Apa lagi digerakkan oleh tenaga besar Jian-ki-lat, golok itu menyambar-nyambar seperti seekor naga beterbangan di angkasa. Kalau saja Tiong Li dikuasai dendam untuk membalas kemattan Pek Hong San-Jin, mungkin dia berada dalam bahaya karena ilmu pedang lawannya benar-benar hebat. Akan tetapi dia telah bebas dari dendam dan permainan goloknya menjadi mantap dan Kokoh kuat, membuat pedang itu terkepung dinding sinar golok yang bagaikan benteng baja tak dapat ditembus, bahkan kini sinar golok mulai menindih dan perlahan-lahan Si Muka Tengkorak hanya main mundur karena tindihan itu terasa berat sekail. Kini pedangnya lebih banyak mempertahankan diri dari pada menyerang dan sebaliknya golok di tangan Tiong LI menyambar-nyambar semakin hebat.

   Pertandingan antara Ban-Tok Sian-Li Souw Hian Li melawan Toat Beng Jiauw (Cakar Pencabut Nyawa) Ouw Yang Kian juga terjadi dengan mati-matian. Akan tetapi segera ternyata bahwa Ouw Yang Kian bukanlah lawan yang seimbang dibandingkan Ban-Tok Sian-Li. Memang kedua tangan Ouw Yang Kian merupakah cakar-cakar yang hebat, akan tetapi di bandingkan dengan Ban-Tok Sian-Li yang setiap kukunya mengandung racun yang mematikan, sepasang cakar itu bukan apa-apa bagi wanita cantik jelita itu. Setelah bertanding selama lima puluh jurus, sebuah tamparan yang nyaris mengenai dada Ouw Yang Kian membuat orang ini terhuyung ke belakang. Kesempatan itu dipergunakan oleh Ban-Tok Sian-Li untuk menendang dan tendangannya mengenai lutut kiri lawan sehingga Ouw Yang Kian jatuh berlutut dengan sebelah kakinya.

   Cepat bagaikan kilat tangan kiri Ban-Tok Sian-Li menampar kepala lawan dan robohlah Ouw Yang Kian tanpa dapat berkutik kembali, tewas seketika. Melihat kakaknya roboh tewas, Ouw Yang Sian yang berhadapan dengan Thio Cin Kang mengamuk. Berbeda dengan kakaknya yang lebih mengandalkan kedua tangannya sebagai cakar maut, Ouw Yang Sian ini menggunakan sebatang pedang dan kini dia mencoba untuk mendesak ketua Pek-Eng-Pang dengan pedangnya. Thio Cin Kang bersikap waspada dan memutar pedangnya dengan cepat untuk menahan desakan lawan yang tiba-tiba menjadi marah dan nekat itu. Dalam keadaan marah dan nekat, Ouw Yang Sian bernafsu untuk cepat merobohkan lawan dan dia mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaian untuk menyerang sehingga kurang memperhatikan pertahanan.

   Kelemahan ini dipergunakan oleh Thio Cin Kang dan setelah lewat puluhan jurus, akhirnya pedangnya dapat menembus dada lawan dan membuat Ouw Yang Sian tewas seketika. Pihak para jagoan bekas pembantu Jin Kui menjadi kacau permainannya setelah kedua orang ini roboh dan tewas. Ban-Tok Sian-Li dan calon suaminya, setelah merobohkan kedua orang itu, kini hanya menjadi penonton, tidak mau melakukan pengeroyokan, hanya bersiap-siap menolong apabila pihak kawan ada yang terancam bahaya. Tiong Li yang sudah mendesak Si Muka Tengkorak dengan hebatnya, sebetulnya tidak ingin sembarangan membunuh orang. Akan tetapi dia lalu teringat bahwa Si Muka Tengkorak ini adalah kaki tangan Kerajaan Kin yang lihai dan yang selamanya tidak akan berhenti mengganggu pemerintah Sung. Kalau tidak dilenyapkan orang ini, akan selalu mendatangkan kekacauan.

   Maka, melihat betapa Ban-Tok Sian-Li dan ketua Pek-Eng-Pang telah berhasil merobohkan lawan mereka, diapun mempercepat gerakan goloknya dan tangan kirinya membantu dengan dorongan Thai-lek-im-kong-jiu. Si Muka Tengkorak tidak dapat menahan dorongan ini dan diapun terhuyung ke belakang. Golok Naga itu mengejarnya dan sebelum Tang Boa Lu menyadari apa yang terjadi atas dirinya, lehernya telah putus disambar Mestika Golok Naga. Robohlah tokoh utama dari enam orang jagoan itu membuat tiga orang yang masih dapat bertahan, yaitu Ciang Sun Hok, Ma Kiu It, dan Kui To Cin-jin menjadi gentar bukan main. Sama sekali tidak pernah mereka sangka bahwa mereka yang hanya mencari Tan Tiong Li dan Ban-Tok Sian-Li akan berhadapan dengan lawan-lawan yang demikian tangguhnya. Terutama sekali Ciang Sun Hok yang menghadapi Siang Hwi.

   Gadis, ini memainkan pedangnya dengan dahsyat sekait, agaknya gadis ini merasa penasaran bahwa Subonya dan Tiong Li sudah dapat merobohkan lawan akan tetapi ia belum, ia mengerahkan seluruh tenaga dan memainkan ilmu pedangnya dengan cepat, tanpa mau mempergunakan bantuan pukulan atau senjata beracun seperti yang dilarang oleh calon suaminya. Sebaliknya Ciang Sun Hok yang sudah kehilangan semangat dan nyali melihat robohnya tiga orang kawannya, menjadi terdesak hebat dan suatu kesempatan yang baik tidak di sia-siakan oleh Siang Hwi. Pedangnya menyambar dan robohlah Ciang Sun Hok dengan leher tertembus pedang dan dia pun tewas seketika. Karena jerih dan habis semangatnya, tidak lama kemudian Ma Kiu It menyusul roboh di tangan Gan Kok Bu dan Kui To Cin-jin roboh di tangan Hek-Tung Kai pang, yaitu Gan Liang.

   Habislah enam orang bekas pembantu Jin Kui, menyusul majikan mereka yang lebih dulu mati untuk mempertanggung-jawabkan semua perbuatan mereka ketika masih hidup. Anak buah Hek-Tung Kai-pang dan Pek-Eng-Pang bersorak gembira melihat betapa para pemimpin mereka merobohkan lawan secara gagah perkasa, yaitu satu lawan satu dan tidak terjadi pengeroyokan. Thio Cin Kang sebagai tuan rumah lalu memerintahkan anak buahnya untuk mengurus enam buah mayat itu dan menguburkan mereka secara baikbaik. Kemudian mereka semua kembali melanjutkan pesta mereka yang tadi terganggu. Pasukan yang menyertai enam orang bekas pembantu Jin Kui sudah tidak nampak karena setelah digertak oleh Tiong Li tadi, mereka lalu cepat cepat meninggalkan tempat itu.

   "Sekarang baru puas dan lega hatiku,"

   Kata Ban-Tok Sian-Li.

   "Lembah Maut yang dihancurkan telah dibalas, dan aku akan mengumpulkan kembali sisa anak buahku..."

   "Dan tidak perlu engkau membangun kembali Lembah Maut!"

   Potong Thio Cin Kang.

   "Bawa saja semua sisa anak buahmu ke sini karena setelah kita menikah, engkau sebaiknya membantuku mengurus Pek-Eng-Pang di sini dan semua anak buahmu dapat masuk menjadi anggauta Pek-Eng-Pang!"

   Mendengar ucapan calon suaminya itu, Souw Hian Li tidak membantah, hanya tersenyum manis. ia lalu berpaling kepada muridnya dan berkata dengan tegas.

   "Siang Hwi, setelah aku menjadi nyonya rumah di sini kelak, aku ingin agar pernikahanmu dirayakan di tempat ini. Aku yang akan menjadi walimu, wakil keluargamu."

   "Terima kasih, Subo!"

   Kata Siang Hwi dengan girang sekail. Kini ia melihat banyak kelembutan dan kebaikan hati diperlihatkan Subonya itu. Mau mengembalikan golok pusaka semudah itu, kemudian mau pula menerima Tan Tiong Li, menjadi jodohnya.

   Bahkan kini menjanjikan akan merayakan pernikahannya di situ dan menjadi walinya. Agaknya cinta asmara telah mendatangkan perubahan besar dalam hati wanita yang biasanya keras seperti baja itu. Tak tama kemudian, tiga bulan semenjak itu, pernikahan antara Thio Cin Kang dan Souw Hian Li dirayakan secara besar-besaran. Semua perkumpulan silat besar di dunia kang-ouw diundang dan pesta diadakan secara meriah sekali. Kemudian, lewat tiga, bulan lagi, Souw Hian Li dan suaminya mengadakan pesta pernikahan lagi, sekali ini untuk merayakan pernikahan antara Tan Tiong Li dan The Siang Hwi. Walaupun tidak semeriah ketika Souw Hian Li menikah, akan tetapi di hadiri banyak pejabat pemerintah Kerajaan Sung dan para tokoh kangouw karena nama besar Tan Tiong Li sebagai pendekar dan sebagai pahlawan segera tersiar luas.

   Dia dikenal sebagal panglima Golok Naga yang menjadi perantara hubungan baik antara pemerinta dan para pejuang. Banyak tokoh pejuang mau menerima jabatan dari pemerintah sebagai panglima atau perwira dan kini para pejuang itu menjadi pembantu yang setia dari Kerajaan Sung. Mereka patuh akan peraturan yang diadakan oleh pemerintah dan para pejuang inilah yang membantu sehingga di mana-mana, jauh dari Kota Raja, rakyat hidup tenteram. Para pejuang ini yang membersihkan para penjahat, Juga membersihkan pasukan Kin yang berani melanggar perbatasan dan membikin kacau di perbatasaan. Semenjak Tan Tiong Li menjadi panglima, maka keadaan kehidupan rakyat jelata menjadi tenteram.

   Akan tetapi kaisar bersikeras untuk tidak melakukan perang melawan Kerajaan Kin. Menurut perhitungan Kaisar, berperang membutuhkan biaya yang jauh lebih besar daripada kalau hanya sekedar mengirim upeti kepada Kerajaan Kin sebagai tanda "Persahabatan."

   Pula, setelah Kerajaan Sung berdiri di selatan, ternyata daerah selatan ini jauh lebih subur dibandingkan daerah utara, maka Kaisar tidak terlalu ingin merebut kembali daerah utara yang dikuasai Kerajaan Kin Itu. Dengan bantuan Tiong Li dan para pejuang, Kaisar Sung Kao Cu yang telah terbebas dari pengaruh Jin Kui, dapat memerintah sampai lama, yaitu sejak tahun 1127 sampai 1162. Seperti tercatat dalam sejarah, barulah dalam tahun 1279 Kerajaan Sung Selatan ini akhirnya hancur oleh kekuasaan baru yang amat hebat, yaitu kekuasaan Bangsa Mongol yang dapat menguasai seluruh Cina dan mendirikan Wangsa Goan (Yuan).

   Demikianlah, kisah ini diakhiri dengan catatan bahwa di Cina terdapat pepatah: Harimau mati meninggalkan kulitnya, manusia mati meninggalkan namanya. Bedanya kalau kulit harimau itu selalu berharga, nama manusia dapat di tinggalkan sebagai nama baik, juga sebagai nama busuk.

   Sampai pada saat kisah ini ditulis, di Cina masih terdapat peninggalan Panglima Gak Hui yang dipuja-puja orang, juga masih terdapat arca Jin Kui yang selalu dihina dan di pandang rendah.

   Semoga kisah ini ada manfaatnya bagi para pembaca.

   

   TAMAT

   Lereng Lawu, medio Januari I987

   Pdf created by Segoro Mas-http://cersil-khopinghoo.blogspot.com

   


Suling Emas Naga Siluman Karya Kho Ping Hoo Pusaka Pulau Es Karya Kho Ping Hoo Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini