Ceritasilat Novel Online

Mestika Golok Naga 7


Mestika Golok Naga Karya Kho Ping Hoo Bagian 7



Dan ternyata mereka berhasil. Biarpun Ban-Tok Sian-Li dapat melarikan diri, akan tetapi muridnya dapat ditangkap dan semua anak buahnya dibasmi habis.! Dua orang jagoan ini sama sekali tidak tahu bahwa ketika mereka tiba di sebuah jalan sunyi dan berpapasan dengan seorang pria muda yang memakai caping dan menutupi mukanya dengan caping, pria muda itu lalu membayangi mereka dari belakang. Tidak menyangka sama sekali bahwa pria muda itu adalah orang yang selama ini mereka cari-cari, yaitu Tan Tiong Li. Tan Tiong Li sedang dalam perjalanan mencari puteri Sung Hiang Bwee yang terculik orang dan dibawa ke daerah Kin, dan baru saja dia meninggalkan Ceng-liongpang ketika dia dari jauh melihat rombongan pasukan itu. Dia menutupi mukanya dengan caping dan betapa kagetnya ketika ia melihat The Siang Hwi rebah melintang di atas kuda yang ditunggangi oleh Kui To Cinjin.!

   Tahulah dia bahwa gadis itu ditawan, maka dia lalu membayangi dengan cepat. Bahkan tanpa mereka ketahui, dengan mengambil jalan pintas dia mendahului mereka dan naik ke atas pohon tepi jalan. Dia sudah memperhitungkan dengan cermat sekali, maka ketika rombongan itu lewat, dan tepat ketika kuda yang ditunggangi Kui To Cin-jin berada di bawah pohon, pemuda itu lalu melayang turun. Bagaikan seekor burung garuda yang besar dia menyambar tubuh Siang Hwi dari atas kuda Kui To Cin-jin, tanpa pendeta itu dapat menghalangi karena gerakan dengan ilmu Jouw-sang-hui itu cepat bukan main dan tahu-tahu Siang Hwi telah berada dalam pondongannya.! Ketika melihat siapa orangnya yang merampas gadis tawanannya itu,Kui To Cin-jin terkejut sekali dan cepat dia berteriak,

   "Tangkap orang itu...!!"

   Tang Boa Lu yang lebih dulu dapat mengejar dengan loncatannya, akan tetapi Tiong Li yang sudah membebaskan ikatan tangan gadis itu, membalik dan melontarkan pukulan Thai-lek Kim-kong- jiu kepada Si Muka Tengkorak. Tang Boa Lu terkejut dan menangkis dengan pengerahan tenaga.

   "Desssss...!"

   Dua tenaga sinkang yang kuat itu bertemu di udara dan akibatnya Si Muka Tengkorak

   hampir terpelanting.!

   "Mari kita pergi!"

   Kata Tiong Li sambil menggandeng tangan Siang Hwi dan membawanya loncat jauh.

   Melihat ke tangguhan pemuda itu, Si Muka Tengkorak menjadi jerih kalau harus melawan sendiri, sedangkan yang lain-lain masih belum cukup kepandaian mereka untuk dapat melakukan pengejaran. Terpaksa Kui To Cin-jin hanya dapat menyumpah-nyumpah dan mengajak mereka melakukan pengejaran. Akan tetapi semua usaha itu sia-sia belaka. Yang dikejar sudah lenyap entah ke mana. Dengan uring-uringan Kui To Cin-jin terpaksa mengajak mereka kembali ke Kota Raja, melapor kepada Perdana Menteri Jin Kui bahwa usaha pembasmian ke Lembah Maut sudah berhasil baik akan tetapi Ban-Tok Sian-Li dan muridnya telah berhasil melarikan diri. Tiong Li berhenti berlari dan memandang kepada Siang Hwi yang terengah-engah kelelahan karena dipaksa melarikan diri dengan cepat sekali itu. Dia melihat wajah gadis itu pucat dan wajahnya yang cantik jelita itu diliputi kedukaan besar.

   "Hwi-moi..."

   Tegurnya sambil memandang kepada gadis itu dengan penuh iba.

   "Li-Koko...!"

   Dan tiba-tiba saja gadis itu menangis. Tiong Li terkejut dan merangkulnya,

   "Hwi-moi, ada apakah...?"

   Siang Hwi menangis di dada pemuda itu, lupa bahwa ia telah berada dalam pelukan orang. la hanya ingin menumpahkan semua kedukaan pada saat itu dan baginya dada pemuda itu merupakan tempat bersandar yang sentausa dan aman. Karena maklum bahwa gadis itu baru saja mengalami hal yang hebat dan mungkin mendukakan, Tiong Li mendiamkan saja menangis, bahkan menahan dirinya untuk tidak bertanya tentang gurunya yang tidak nampak. Setelah tangis itu mereda, barulah Siang Hwi sadar bahwa ia berada dalam pelukan Tiong Li. la menjauhkan diri, melihat betapa baju bagian dada Tiong Li sudah basah air matanya.

   "Ah, maaf, Koko, bajumu menjadi basah..."

   Katanya tersipu.

   "Tidak mengapa, Hwimoi. Sekarang ceritakan, apa yang telah terjadi denganmu dan bagaimana engkau sampai tertawan oleh orang-orangnya Perdana Menteri Jin Kui itu?"

   "Tempat kami telah dlserang pasukan tadi, Koko. Semua anak buah telah... dibunuh..."

   La tidak sampai hati menceritakan betapa semua anak buah itu dihina dan diperkosa sebelum di bunuh.

   "Ah, dan di mana Subomu?"

   "Subo dapat melarikan diri akan tetapi aku tertawan. Tempat kami dirampok dan dibakar habis. Aku... ah, entah apa yang akan terjadi dengan diriku kalau saja tidak ada engkau yang menolongku, Koko. Aku berterima kasih kepadamu..."

   "Hussh, tidak perlu bicara tentang terima kasih. Sudah selayaknya kita saling bantu. Dahulupun kalau bukan engkau yang menolong, aku sudah lama mati dl tangan Subomu. Sekarang, bagai mana, Hwi-moi? Apa yang akan kaulakukan?"

   Siang Hwi menghela napas panjang dan memandang pemuda itu dengan memelas.

   "Aku tidak tahu, Koko. Aku sudah tidak mempunyai siapa-siapa lagi. Tempat sudah dibakar, Subo juga entah pergi ke mana. Aku tidak tahu ke mana harus pergi dan apa yang harus kulakukan,"

   Katanya bingung.

   "Kalau engkau hendak mencari Subomu, mari kutemani dan kubantu mencarinya."

   "Ke mana kita harus mencarinya? la melarikan diri dan kami berdua tentu kini menjadi buruan pemerintah. Ke manapun kita pergi tentu akan diburu dan kalau ketahuan akan ditangkap. Aih Koko, aku tidak mengira sekali...nasibku akan menjadi begini."

   "Sudahlah, moi-moi. Bagaimana kalau engkau kembali kepada keluargamu? Aku akan mengantarmu ke sana."

   Gadis itu memejamkan matanya dan kembali beberapa butir air mata mengalir keluar dan cepat dihapusnya.

   "Li Koko, aku sudah tidak mempunyai keluarga, sudah tidak mempunyai orang tua. Aku hidup sebatang kara di dunia ini, tadinya aku hanya mempunyai Subo, akan tetapi sekarang..."

   Gadis Itu memandang sedih sekali. Tiong Li memegang kedua lengan gadis itu.

   "Besarkan hatimu, Hwi-moi, Ketahuilah bahwa aku sendiri juga seorang yatim piatu yang tidak mempunyai siapa-siapa lagi, kita sama-sama sebatang kara akan tetapi... bukankah kita ini sekarang saling... memiliki? Aku akan membantumu dalam segala hal, dan akan melindungimu, kalau perlu dengan taruhan nyawaku, Hwi-moi..."

   "Li-Koko... engkau begini baik. Sejak dahulu engkau amat baik kepadaku. Kenapa engkau begini baik kepadaku, Koko? Bahkan Subo yang biasanya baik kepadaku meninggalkan aku ketika aku tertawan. Akan tetapi engkau... ah, mengapa engkau begini baik kepadaku?"

   "Mengapa? Aku sejak pertama kali bertemu sudah amat tertarik kepadamu, Hwi-moi, tertarik karena kebaikan hatimu ketika engkau mencegah Subomu untuk membunuhku. Aku sudah suka sekali kepadamu dan aku... ah, aku cinta padamu, Hwi-moi. Tidak terasakah olehmu?"

   Tlba-tiba Siang Hwi menundukkan mukanya yang menjadi merah sekali.

   "Aku... aku merasakan itu Koko."

   "Dan bagaimana dengan perasaan hatimu, Hwi moi? Bagaimana perasaan hati mu terhadap aku?"

   Sampai lama Siang Hwi tidak mampu menjawab. Bagaimana seorang gadis dapat membuka rahasia hatinya begitu saja? la merasa tersipu dan malu sekali.

   "Koko, aku... aku hanya pasrah kepadamu. Aku... kalau engkau tidak berkeberatan, aku akan ikut denganmu ke manapun engkau pergi. Aku akan membantumu sekuat kemampuanku dan aku... aku akan setia kepadamu."

   Tiong LI merasa gembira sekali dan berbesar hati.

   "Akan tetapi bagaimana kalau kita bertemu lagi dengan Subomu? Engkau akan meninggalkan aku dan ikut lagi kepada Subomu?"

   "Tidak! Subo telah meninggalkan aku ketika aku tertawan. Aku tidak lagi mau ikut Subo. Aku ingin Ikut engkau, Koko!"

   "Hanya ikut saja? Sebagai apa?"

   "Terserah kepadamu, aku hanya menurut. Sebagai muridmu, atau sebagai pelayanmu, aku tidak akan menolak."

   Tiong Li merasa terharu sekali dan tlba-tlba dia merangkul lagi gadis Itu, Dikecupnya kening yang halus itu dan dia berbisik,

   "Bagaimana kalau engkau Ikut denganku sebagai... tunangan ku, sebagai kekasihku, sebagai calon isterlku? Aku cinta padamu, Hwi-moi."

   Dengan tersipu Siang Hwi menyembunyikan mukanya di dada pemuda itu.

   "Sudah kukatakan aku pasrah dan menurut saja semua keinginanmu, Koko."

   "Akan tetapi, cintakah engkau kepadaku?"

   Tiong Li mencium rambut kepala yang bersandar di dadanya itu.

   Siang Hwi tidak menjawab, akan tetapi Tiong Li merasa dengan dadanya betapa kepala itu menganggukangguk! Dan itu sudah cukup baginya. Hatinya merasa demikian besar dan gembira. Dia menangkap tubuh itu, lalu dilemparkannya ke atas, ditangkap dan dilemparkan lagi. Siang Hwi terkekeh dan menjerit-jerit kecil,akan tetapi Tiong Li tetap melambungkannya ke atas dan menangkapnya lagi seperti sebuah bola. Siang Hwi lalu mengerahkan tubuhnya sehingga berat. Akan tetapi Tiong Li dapat menangkapnya dan ketika melambungkannya lagi gadis itu menggunakan ginkangnya untuk meloncat dan berjungkir balik sehingga ketika ia turun kepalanya terlebih dulu. Ia menjulurkan kedua tangannya untuk menangkis tangkapan kekasihnya sambil terkekeh. Tiong Li menerimanya dan merangkul, memondongnya seperti anak kecil dan mengecup kedua pipinya.

   "Aih, engkau nakal, Li-ko!"

   Siang Hwi berkata, akan tetapi ia merangkulkan lengannya ke leher pemuda itu. Demikianlah, kedua orang muda itu bermain-main dan bermesraan dengan hati penuh kasih sayang. Setelah semua gejolak cinta itu mereda. Siang Hwi bertanya,

   "Sekarang kita hendak pergi ke mana, Koko?"

   Tiong Li lalu menceritakan tentang lenyapnya puteri Sung Hiang Bwee.

   "Puteri itu menurut keterangan yang kudapatkan dari percakapan Perdana Menteri Jin Kui, telah dibawa, ke utara dan diserahkan kepada Panglima Wu Chu, panglima besar Bangsa Kin. Akan tetapi Perdana Menteri melakukan fitnah sehingga Kaisar mengumumkan penangkapan atas diriku dengan tuduhan menculik puteri itu."

   "Ihh, betapa jahatnya Perdana Menteri itu!"

   Kata Siang Hwi.

   "Jahat dan licik sekali, Hwi-moi Karena itu, aku harus menyusul ke utara untuk menemukan kembali sang puteri dan mengembalikan kepada Kaisar. Barulah dengan demikian namaku akan bersih dan kedok Perdana Menteri Jin Kui akan terbuka. Dan engkau ikut menemaniku mencari sang puteri."

   "Ke daerah kekuasaan Kin?"

   "Ya benar, ke utara."

   "Baiklah, Koko, ke manapun engkau pergi, aku ikut."

   Demikianlah, sepasang kekasih ini lalu melanjutkan perjalanan menuju ke utara, melewati perbatasan atau daerah tak bertuan dan memasuki wilayah Kerajaan Kin. Pada suatu pagi Tiong Li dan Siang Hwi memasuki kota Lok-yang. Kota ini menjadi ibu kota ke dua sesudah Kai Feng yang tetap dijadikan Kota Raja oleh Bangsa Kin. Bangsa Kin memerintah dengan tangan besi sehingga rakyat Bangsa Han merasa tertindas akan tetapi mereka tidak berani berbuat sesuatu.

   Pasukan Bangsa Kin adalah pasukan yang kuat dan kejam, terutama sekali terhadap rakyat jelata Bangsa Han. Betapapun juga, Kerajaan Kin membiarkan rakyat berdagang seperti biasa sehingga keadaan kota-kota cukup ramai dengan perdagangan. Yang memberatkan rakyat adalah pajak yang dipungut secara liar dan sembarangan. Para pejabatnya mempunyai wewenang sehingga siapa yang dapat memberi suapan besar, merekalah yang lolos dari himpitan pajak. Di antara para orang Han yang pandai banyak pula yang mengabdi kepada Kerajaan Kin dan mereka yang benar-benar setia mendapat penghargaan dan menduduki pangkat tinggi. Akan tetapi banyak pula orang pandai yang bahkan menyembunyikan diri. tidak mau membantu pemerintah Kin walaupun mereka juga tidak melakukan pemberontakan biarpun diam-diam mereka masih mengharapkan kembalinya pemerintah Kerajaan Sung.

   Tiong Li dan Siang Hwi memasuki kota Lok-yang karena mereka mendengar bahwa PangIima Besar Wu Chu berkedudukan di Lok-yang walaupun perbentengan besarnya berada di luar kota Lok-yang. Di sini mereka tidak dikenal maka merka merasa aman untuk melakukan penyelidikan. Di Kerajaan Sung, Tiong Li sudah merupakan buronan pemerintah yang gambarnya terpampang di mana-mana sehingga tentu saja dia tidak dapat melakukan perjalanan dengan aman. Setelah mendapatkan dua kamar di Sebuah

   (Lanjut ke Jilid 07)

   Mestika Golok Naga (Cerita Lepas)

   Karya : Asmaraman S. Kho Ping hoo

   Jilid 07

   rumah penginapan, Tiong Li mengajak kekasihnya untuk keluar dan mereka memasuki sebuah rumah makan yang tidak jauh letaknya dari gedung tempat tinggal Panglima Wu Chu. Mereka tadi sudah berjalan-jalan di sekitar gedung itu dan melihat betapa gedung itu terjaga ketat oleh para perajurit. Sambil memesan makan, mereka menanti datangnya masakan sambil bicara berbisik-bisik.

   "Mungkinkah sang puteri berada di gedung tadi?"

   Tanya Siang Hwi berbisik.

   "Dan apa yang akan kau lakukan selanjutnya, Koko?"

   "Kita harus menyelidiki hal itu. Hwi-moi. Penjagaan amat ketat, maka biarlah aku sendiri yang malam nanti me-akukan penyelidikan ke dalam gedung tu untuk melihat apakah sang puteri berada di dalam ataukah tidak. Engkau menanti saja di rumah penginapan, Hwimoi."

   Siang Hwi mengangguk, maklum bahwa ilmu kepandaiannya masih jauh untuk dapat menyelinap masuk kedalam gedung itu tanpa diketahui penjaga dan kalau ia ikut, ia hanya akan mengganggu dan merepotkan saja. Mungkin ia masih dapat menggunakan ginkangnya untuk menyelinap masuk, akan tetapi andaikata ketahuan, maka sukarlah baginya untuk meloloskan diri tanpa ketahuan mengingat bahwa di gedung panglima besar itu tentu terdapat banyak jagoan yang lihai. Hidangan datang dan keduanya makan minum tanpa bercakap-cakap. Pada saat itu masuk tiga orang berpakaian perwira Kin dan dengan lagak sombong dan suara keras mereka minta disediakan arak baik dan bebek panggang.

   "Cepat sediakan dan araknya yang terbaik! Panggang bebeknya yang kering sehingga kulitnya renyah dan sedap!"

   Teriak mereka. Mereka berusia antara tigapuluh sampai empatpuluh tahun. Tiong Li melirik ke arah kiri. Di sana duduk seorang kakek berusia enam puluhan tahun dan kakek ini duduk seorang diri, capingnya yang lebar diletakkan di atas meja dan rambutnya panjang digelung ke atas. Dia melihat betapa kakek itu memandang kepada tiga orang perwira dengan alis berkerut tanda tidak senang hatinya. Seorang perwira yang termuda kebetulan melihat Siang Hwi dan dia menyeringai.

   "Wah, ada bidadari di sini!"

   Katanya kepada dua orang kawannya. Mereka semua menengok dan memandang kepada Siang Hwi.

   "Hebat! Kalau engkau berhasil mengajak ia minum bersama kita, barulah engkau patut disebut jagoan jantan!"

   Kata seorang di antara mereka kepada perwira termuda.

   "Hem, mengapa tidak? Kalian lihat saja!"

   Kata perwira itu sambil bangkit dari tempat duduknya, kemudian dengan langkah agak terhuyung karena dia sudah minum setengah mabok sebelum masuk rumah makan itu, dia menghampiri meja Siang Hwi dan Tiong Li.

   "Nona yang jelita, kami mengundang nona untuk minum-minum bersama kami sambil menikmati bebek panggang. Harap nona tidak menolak, dan kami akan memberi hadiah yang besar."

   Siang Hwi mengerutkan alisnya dan menurutkan hatinya, ingin ia menghajar perwira itu. Akan tetapi pandang mata Tiong Li melarangnya dan iapun menjawab ketus.

   "Aku sudah makan dan minum,"

   Katanya sambil menunjuk ke atas meja.

   "Aih, makan sayur begini mana enaknya? Kami mengundangmu dengan hormat, nona kami perwira-perwira dari panglima besar. Marilah!"

   Perwira itu memegang lengan kiri Siang Hwi. dan berusaha menariknya. Dengan gemas sekali Siang Hwi lalu menggunakan telunjuk tangan kanannya, menggunakan kuku telunjuk itu menggurat lengan yang memeganginya sambil berkata.

   "Aku tidak mau. Lepaskan tanganku!"

   Tiong Li bangkit berdiri dan memberi hormat kepada perwira itu.

   "Ciangkun, isteriku sudah makan minum bersama aku suaminya, dan tidak menghendaki makan minum bersama Ciangkun, harap tidak memaksa."

   Perwira itu melepaskan tangan Siang Hwi dan memandang kepada Tiong Li dengan mata melotot.

   "Isterimu? Apa salahnya kalau hanya menemani kami makan minum?"

   Pada saat itu, tiba-tiba kakek di meja sebelah kiri itu berkata.

   "Hemmm, agaknya Panglima Besar Wu Chu tidak dapat mendidik para perwira pembantunya. Hendak kulihat apa yang akan dilakukan kalau aku melaporkan Hal ini kepadanya!"

   Perwira itu terkejut dan memandang kepada kakek itu. Dia tidak mengenal kakek itu, akan tetapi kata-kata kakek itu agaknya membuatnya jerih. Dia menghampiri meja kawan-kawannya, berbisik-bisik kemudian mereka bertiga meninggalkan rumah makan tanpa menanti pesanan mereka. Tiong Li dan Siang Hwi mengerling ke arah kakek itu, akan tetapi kakek itu minum arak dari cawannya dantidak memperdulikan mereka.

   Karena peristiwa itu keduanya merasa tidak enak, takut menjadi perhatian orang maka keduanya segera menghabiskan makanan dan membayar lalu meninggalkan rumah makan itu. Mereka berdua lalu mengunjungi taman rakyat yang terkenal indah di Lok yang, akan tetapi baru saja mereka memasuki taman itu, mereka melihat kakek yang tadi sudah berada di depan, duduk di atas sebuah bangku! Melihat mereka kakek itu mengangkat capingnya sambil tersenyum. Diam-diam Tiong Li terkejut. Begitu cepatnya kakek itu mendahului mereka ke tempat ini, sungguh mengejutkan dan betapa cepatnya. Dia lalu mengambil Keputusan untuk berkenalan karena dia merasa dibayangi oleh kakek itu. Di ajaknya Siang Hwi menghampiri kakek yang duduk di atas bangku itu. Untung di tempat itu tidak ada orang lain sehingga dia dapat bicara dengan leluasa.

   "Maafkan kami, paman. Kami ingin menghaturkan terima kasih atas pertolongan paman di rumah makan tadi, mengusir tiga orang perwira yang hendak kurang ajar,"

   Kata Tiong Li sambil mengangkat tangan memberi hormat, di turut oleh Siang Hwi.

   "Hemm, kalian bukan suami isteri, mengapa mengaku suami isteri?"

   Tanya kakek itu dengan suara mengejek. Kedua orang muda itu terkejut.

   "Bagaimana engkau dapat mengetahui bahwa..."

   Kata Siang Hwi.

   "Sikap kalian menunjukkan bahwa kalian bukan atau belum menjadi suami isteri!"

   Kata kakek itu.

   "Alasan itu hanya untuk menolak ajakan perwira tadi, paman,"

   Kata Tiong Li cepat.

   "Kalian tidak perlu berterima kasih kepadaku. Kalian dapat menjaga diri dengan baik, tanpa bantuanku mereka bertiga tidak akan dapat berbuat sesuatu terhadap kailan. Akan tetapi kenapa nona begitu kejam? Perwira itu memang kurang ajar, akan tetapi perlukah membuat dia terluka beracun yang amat berbahaya?"

   Tiong Li terkejut. Dia sendiri tidak melihat kekasihnya menyerang orang tadi, bagaimana dapat dikatakan melukai beracun yang berbahaya? Dia menoleh kepada Siang Hwi dan melihat kekasihnya merasa terkejut dan heran pula.

   "Engkau melihat apakah, paman.?"

   "Hemm, engkau menggurat lengannya dengan kuku jarimu dan aku melihat guratan itu sudah menimbulkan warna merah kebiruan yang membengkak!"

   "Hwi-moi...!!"

   Tiong Li kini memandang kekasihnya dengan mata terbelalak. Siang Hwi tersenyum.

   "Hebat sekali ketajaman pandanganmu, paman. Akan tetapi engkau jangan khawatir, Koko. Aku hanya menggurat kulit lengannya dan dia hanya akan menderita sakit bengkak pada lengannya itu tanpa membahayakan nyawanya. Apa kau kira aku begitu mudah membunuh orang? Biarlah sekedar memberi hajaran agar lain kali dia tidak akan memandang rendah kau m wanita, dan diapun tidak akan tahu bahwa aku yang membuat lengannya membengkak."

   Tiong Li kini menghadapi kakek itu.dan memberi hormat pula.

   "Kiranya paman seorang yang amat lihai, harap maafkan kami yang tidak mengenal paman."

   "Sudahlah, akan tetapi pesanku agar kalian berhati-hati di sini. Banyak terdapat jagoan yang amat lihai dan tinggi ilmu kepandaiannya. Kalau perbuatan nona tadi diketahui oleh seorang di antara para jagoan, tentu kalian dicurigai sebagai mata-mata Kerajaan Sung dan keadaan bisa berbahaya. Selamat tinggal!"

   Setelah berkata demikian, kakek bercaping itu lalu bangkit dan berjalan pergi dengan cepat. Karena di taman itu terdapat banyak orang yang mulai berdatangan, Tiong Li dan Siang Hwi tidak berani melakukan pengejaran.

   "Wah, belum apa-apa sudah bertemu dengan perwira kurang ajar dan seorang kakek yang lihai ,"

   Kata Tiong Li.

   "Mulai sekarang kita harus berhati-hati dan waspada, jangan mencari keributan."

   "Akan tetapi bagaimana kalau ada orang berbuat atau berkata kurang ajar terhadap diriku, Koko? Apakah harus di diamkan saja?"

   "Tentu saja tidak,.akan tetapi dari pada menanggapi mereka, lebih baik kita tinggal pergi."

   
Mestika Golok Naga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Kalau mereka mengejar dan memaksa?"

   "Wah, kalau begitu, aku sendiri akan turun tangan menghajar mereka. Aku tidak ingin siapa saja mengganggumu, Hwi-moi!"

   Mendengar jawaban ini barulah puas hati Siang Hwi.

   "Aku menaati semua pesanmu, Koko."

   "Nah, malam ini aku jadi melakukan penyelidikan ke rumah Panglima Besar Wu Chu dan engkau menanti aku di kamar penginapan."

   "Baik, Koko."

   Bayangan Tiong Li berkelebat seperti burung malam ketika dia berlompatan di luar tembok pagar rumah gedung Panglima Besar Wu Chu. Dengan mudah dia dapat melompati pagar tembok yang tidak ada penjaganya dan melompat masuk ke bagian dalam pagar tembok itu.

   Setelah mendekam agak lama di taman dan melihat keadaan sudah aman, para petugas jaga sudah meronda lewat, dia lalu menyelinap di antara pohon-pohon dan rumpun bunga, menuju ke bagian belakang gedung itu. Dia pikir kalau benar sang puteri berada disitu, tentu berada di bagian belakang gedung, di bagian puteri. Setelah melihat sekeliling tidak nampak penjaga, dia lalu melompat ke atas genteng. Akan tetapi baru saja dia berjalan beberapa meter, kakinya menyangkut tali yang agaknya banyak di pasang di situ. Segera terdengar suara hiruk pikuk disusul suara kentungan dan terompet dibunyikan orang"

   Celaka kiranya kakinya tadi menyangkut alat yang sengaja dipasang orang sehingga menimbulkan suara hiruk pikuk. Kedatangannya telah ketahuan! Tentu saja dia tidak berani mengambil resiko. Dilihatnya dari atas genteng betapa para penjaga sudah banyak berlarian,

   Bahkan ada yang dengan gesitnya melompat Keatas genteng. Di antara para penjaga itu terdapat banyak orang lihai... pikirnya dan diapun cepat melompat turun dan lari ke dalam taman. Ada penjaga yang melihat bayangannya lalu berteriak mengejar. Banyak penjaga melakukan pengejaran. Akan tetapi dengan cepat sekail tubuh Tiong Li sudah melayang naik ke pagar tembok, lalu melompat keluar dan menghilang dalam kegelapan malam. Dia berhasil lolos, akan tetapi nyaris saja dia terkepung! Karena tidak mungkin malam itu mengadakan, penyelidikan, dia lalu berlari cepat menuju ke rumah penginapan. Akan tetapi ternyata dua kamar mereka telah kosong. Tidak nampak Siang Hwi di dalamnya dan sebagai gantinya dia melihat sebatang pisau belati tertancap di atas meja menusuk sehelai surat. Dengan jantung berdebar tegang dia membaca surat itu.

   "Kalau hendak bertemu dengan gadis itu, pergilah kelereng bukit Fu-niu-san di selatan."

   Tiong Li membuang pisau itu dan mengantungi suratnya, lalu tubuhnya melesat lagi keluar dari jendela.

   Jantungnya berdebar penuh kegelisahan. Mencari puteri Sung Hiang Bwee yang di culik orang belum berhasil, kini Siang Hwi telah diculik orang pula! Atau demikian mudahkah Siang Hwi diculik orang? Dia tidak percaya. Gadis itu memiliki kepandaian tinggi dan cukup lihai untuk membela diri, bahkan memiliki banyak macam pukulan beracun yang ampuh. Hanya orang yang amat tinggi ke pandaiannya saja yang akan mampu menundukkan dan menculik Siang Hwi. Akan tetapi mengapa penculik meninggalkan surat? Jelas, penculik itu sengaja memancingnya untuk datang ke Fu-niu-san. Dia tidak takut. Biar harus ke neraka sekalipun, untuk menolong Siang Hwi, akan didatanginya juga.! Fu-niu-san terletak di sebelah selatan kota Lok-yang, maka dia lalu keluar dari kota itu melalui pintu gerbang selatan, dan terus berlari cepat menuju ke bukit itu.

   Akan tetapi malam terlalu gelap baginya. Terpaksa dia berjalan perlahan melanjutkan tujuannya ke bukit itu. Baru pada keesokan harinya, ketika matahari, mulai bersinar, dia tiba di kaki bukit Fu-niu-san. Ke mana dia harus pergi? Perbukitan itu terlalu luas dan tentu saja mempunyai lereng yang tak terhitung banyaknya! Akan tetapi tiba-tiba, dalam keremangan fajar itu; dia melihat api berkelap-kelip di atas sebuah lereng di depannya. Di seluruh tempat itu hanya ada api itu yang nampak, tidak ada di tempat lain lagi dan ini tentu bukan hal yang kebetulan saja. Agaknya orang telah memberi tanda kepadanya! Diapun tanpa ragu lagi terus mendaki lereng di depan itu. Api itu ternyata sebuah api unggun yang sengaja dibuat orang di depan sebuah pondok besar yang terpencil! Dan di sekitar pondok itu berdiri belasan orang yang semua memegang sebatang golok.

   Dari sinar api unggun itu Tiong Li melihat bahwa golok yang mereka pegang itu merupakan sebatang golok besar yang berukir naga. Mestika Goloki Naga! Kenapa begitu banyak? Tiong Li teringat akan golok yang dahulu dirampasnya dari Si Golok Naga. Mestika Golok Naga yang dipegang oleh Hak Bu Cu itu ternyata palsu, dan kini begitu banyak orang memegang golok yang persis seperti Mestika Golok Naga. Tentu saja semuanya palsu.! Dia menjadi khawatir sekali akan nasib Siang Hwi. Maka, diapun dengan berani meloncat ke depan belasan orang itu yang segera mengepungnya. Pintu pondok itu terbuka dan dengan heran sekali Tiong Li melihat seorang laki-laki tinggi besar yang berusia kurang lebih empatpuluh tahun berdiri tegak dengan golok semacam pula di tangan. Dan di sebelahnya berdiri Siang Hwi! Akan tetapi gadis ini bebas, dan bahkan tersenyum kepadanya!

   "Hwi-moi...!"

   "Koko, akhirnya engkau datang juga."

   Siang Hwi lari menghampiri Tiong Li dan pemuda itu memegang kedua tangannya.

   "Hwi-moi, apa yang terjadi? Kenapa engkau berada di sini?"

   "Perkenalkan, Koko. ini adalah Ciu-Ciangkun. Dialah yang mengajak aku ke sini karena katanya kalau aku berada di rumah penginapan, akan berbahaya sekali. Katanya engkau belum tentu berhasil dan diketahui rumah penginapan di mana kita bermalam, kita tentu akan dikejar dan ditangkap. Maka dia mengajakku ke sini dan sengaja mengundangmu datang ke sini. Mereka memperlakukan aku dengan hormat dan baik, Koko. Dan Ciu-Ciangkun ini telah mengenal Subo."

   Ciu Bhok Hi, perwira itu memberi hormat kepada Tiong Li.

   "Kami telah mendengar tentang.namamu, saudara Tiong Li. Bukankah engkau yang menjadi orang buronan Kerajaan Sung? Dan nona ini adalah murid Ban-Tok Sian-Li yang kebetulan telah kukenal. Namaku. Ciu Bhok Hi dan aku menjadi komandan dari pasukan Golok Naga yang membantu Panglima Besar Wu Chu. Kami semua sudah mengetahui bahwa engkau hendak mendatangi gedung panglima besar..."

   "Akan tetapi kalau sudah mengetahui, mengapa memancing aku ke sini, dan tidak mengepung dan menyerangku di sana saja? Apa artinya semua ini?"

   "Ha-ha-ha engkau begitu tidak sabar. Marilah masuk kedalam pondok, saudara Tan Tiong Li. Kita bicara di dalam!"

   Dengan berani Tiong Li menghampiri dan mereka bertiga, Tiong Li Siang Hwi dan komandan itu memasuki pondok. Sementara itu, cuaca sudah mulai terang, akan tetapi api lampu penerangan dalam pondok masih dinyalakan. Tiong Li dan Siang Hwi duduk di atas kursi menghadapi meja bundar yang besar, berhadapan dengan Ciu Bhok Hi. Setelah memandang tamunya dengan penuh perhatian, Ciu Bhok Hi menghela napas panjang.

   "Tidak kusangka bahwa orang yang menggegerkan Kerajaan Sung masih begini muda. Bahkan engkau telah dapat menandingi jagoan-jagoan seperti mendiang Hak Bu Cu dan juga Tang Boa Lu, sungguh mengagumkan sekali!"

   "Ciangkun terlalu memuji. Sebaiknya Ciangkun cepat menceritakan apa maksud Ciangkun memancing kami berdua datang ke tempat ini."

   "Semua ini menunjukkan bahwa Panglima Besar Wu Chu adalah seorang yang dapat menghargai dan menghormati orang orang pandai seperti Taihiap. Panglima kami tidak menghendaki menyambut Taihiap sebagai musuh, melainkan ingin sekali jika Taihiap sudi membantu pemerintah Kin. Di Kerajaan Sung Taihiap sudah dimusuhi, dijadikan orang buronan, karena itu alangkah baiknya kalau Taihiap mulai sekarang hidup di sini. Panglima Besar Wu Chu sudah menyediakan pangkat yang tinggi untuk Taihiap dan Siocia."

   Tiong Li mengerutkan alisnya. Agaknya kedatangan di Kerajaan Kin disalah tafsirkan oleh mereka, disangka dia melarikan diri karena menjadi orang buruan pemerintah Sung.

   "Hemm, aku menjadi orang buruan karena di fitnah, disangka menculik seorang puteri Istana. Karena itu, aku harus membuktikan bahwa bukan aku penculiknya, dan aku mendengar bahwa sang puteri itu telah berada di rumah gedung Panglima Wu Chu."

   "Memang benar, akan tetapi Panglima Wu Chu bukan seorang yang suka menculik wanita. Beliau menerima puteri itu sebagai hadiah dari seseorang..."

   "Aku tahu! Tentu dari Perdana Menteri Jin Kui, bukan? Sungguh laknat Perdana Menteri itu!"

   "Sudahlah, Taihiap. Tugasku hanya untuk membujukmu agar suka bekerja dengan panglima besar kami. Bagaimana jawabanmu?"

   "Kalau aku menolak?"

   "Taihiap, kepandaianmu boleh jadi tinggi, akan tetapi ketahuilah bahwa pasukan golok naga kami adalah pasukan yang amat tangguh dan kami kira Taihiap berdua tidak akan dapat lolos dari sini dengan selamat. Akan tetapi kami. tidak menghendaki hal ini terjadi, maka harap Taihiap suka mempertimbangkan dengan baik."

   "Hemm, kalau aku menerima, apa tugasku?"

   "Kerajaan Kin dan Kerajaan Sung telah bersahabat baik. Antara raja dan Kaisar Sung telah ada kesepakatan untuk tidak saling menyerang. Akan tetapi, masih banyak bekas pengikut Panglima Gak Hui yang tidak mau menerima perdamaian itu dan mereka masih suka membuat kacau dan menyerang pasukan kami. Tugas Taihiap adalah membasmi pengacau itu yang berada di perbatasan, demi berlangsungnya hubungan baik antara ke dua negara."

   "Hemm, bagaimana, Hwi-moi, pendapatmu?"

   "Aku hanya menyerah kepadamu, Koko,"

   Kata gadis itu sejujurnya karena memang ia bingung memikirkan hal itu.

   "Yang aku sama sekali tidak mengerti, bagaimana engkau dapat mengetahu gerak-gerik kami, Ciangkun?"

   Tanya Tiong Li kepada Ciu Bhok Hi. Orang yang ditanya tertawa.

   "Ha-ha-ha, ini menunjukkan ketelitian kami, Taihiap. Semenjak Taihiap memasuki wilayah kami, kami telah menerima kabar bahwa Taihiap berdua mungkin masuk daerah kami dan kami telah menyebar mata-mata untuk menyelidiki. Dan ketika Taihiap berdua berada di rumah penginapan, di rumah makan, peristiwa dengan para perwira yang kurang ajar, semua peristiwa itu telah kami ketahui belaka."

   "Ahhhh!"

   Tiong Li terbelalak.

   "Mengerti aku sekarang! Kakek yang bercaping itu.!"

   "Ha-ha-ha, dia hanya seorang di antara mata-mata kami, Taihiap. Nah, ketahuilah bahwa kami semua telah siap siaga dengan baik sekali. Kalau semua kekuatan kami ini ditambah lagi dengan kekuaTan-Taihiap yang lihai, pasti Panglima Besar Wu Chu akan menjadi girang sekali dan dengan bantuan Taihiap, semua perusuh di perbatasan itu akan dapat dibasmi habis."

   "Tidak, aku terpaksa tidak dapat menerima penawaran kedudukan oleh panglima kalian. Selain aku sendiri masih mempunyai banyak urusan pribadi, juga aku tidak ingin terikat oleh kedudukan di manapun. Sampaikan maafku kepada panglimamu."

   "Taihiap, apa lagi yang menjadi penghalang bagi Taihiap untuk membantu Kerajaan Kin? Banyak pendekar yang membantunya, bahkan tokoh-tokoh kang-ouw juga membantu. Kalau ada urusan pribadi, Taihiap dapat mengandalkan kami untuk membereskannya."

   "Ciu-Ciangkun, Li-Koko sudah jelas menyatakan tidak setuju, apakah masih belum jelas bagimu? Ketahuilah, sekali Li-Koko mengeluarkan pernyataan tidak akan ditarik kembali dan kami berdua tidak akan menuruti permintaanmu!"

   Kata Siang Hwi yang agaknya gembira dengan penolakan Tiong L i itu.

   "Bagus! Kalau begitu jangan harap dapat keluar dari tempat ini dengan selamat! Hanya ada dua pilihan, menjadi kawan atau menjadi lawan!"

   Kata Ci Bhok Hi sambil melompat keluar.

   "Bagaimana, Koko?"

   "Kita lawan mereka dan melarikan diri!"

   Kata Tiong Li dengan tenang "Siapkan pedangmu, karena mungkin pasukan Golok Naga ini berbahaya."

   Siang Hwi mencabut pedangnya dan mereka berdua keluar pula dari pondoik itu. Dan mereka melihat bahwa mereka telah terkepung oleh delapanbelas orang yang semua memegang golok, dipimpin oleh Ciu Bhok Hi. Melihat sikap dan kedudukan mereka, barisan golok itu nampaknya memang teratur rapi sekali.

   "Ciu-Ciangkun, kami tidak menghendaki permusuhan. Maka, biarkan kami pergi!"

   Tiong Li masih membujuk.

   "Menyerah atau mati!"

   Bentak Ciu Bhok Hi dan diapun sudah memerintahkan anak buahnya untuk menyerang.

   Tiga orang menerjang maju dan menyerang dengan golok mereka terhadap diri Tiong Li sedangkan tiga orang lagi menyerang Siang Hwi. Gadis itu memutar pedangnya dan menangkis tiga batang golok itu lalu balas menyerang, akan tetapi pedangnya bertemu dengan golok-golok lain yang menangkis. Tiong Li menggunakan gerakan Jauw sang-hui, dengan cepat tubuhnya berkelebat di antara gulungan sinar golok dan semua bacokan golok. Akan tetapi tiga batang golok lain sudah menyusui! dan segera kedua orang itu dikepung dan dikeroyok dengan hebatnya. Memang hebat sekali barisan golok itu. Akan tetapi tidak terilalu hebat bagi Tiong Li, bahkan Siang Hwi juga dapat membela diri dengan pedangnya. Memang rapi sekali susunan penyerangan golok itu,

   Akan tetapi karena kepandaian pribadi masing-masing tidaklah terlalu tinggi, tenaga sinkang mereka tidak terlalu kuat, maka mudah bagi Tiong Li untuk mulai membalas beberapa orang sudah bergelimpangan jatuh bangun. Setelah merobohkan delapan orang dengan tendangan dan tamparan tangannya, Tiong Li mengajak Siang Hwi untuk melarikan diri, Dia bahkan menyambar tangan gadis itu dan diajaknya berlari cepat menggunakan ilmu Jouw-sang-hui. Biarpun para anggauta barisan golok itu melakukan pengejaran, namun sebentar saja kedua orang itu lenyap di balik pohon-pohon. Selagi Tiong Li dan Siang Hwi berlari cepat tiba-tiba muncul seorang hweshio tua di depan mereka yang mengangkat tangan ke atas menahan mereka. Tiong Li dan Siang Hwi berhenti akan tetapi mereka curiga. Jangan-jangan hwe-shio inipun kaki tangan Panglima Besar Wu Chu, seorang mata-mata!

   "Siapakah Lo-Suhu dan ada keperluan apakah menghadang perjalanan kami?"

   Tanya Tiong Li dengan suara tegas.

   "Omitohud, pinceng melihat kailan dikejar-kejar pasukan Golok Naga, sebaiknya kalau pinceng membantu kalian bersembunyi, Bukankah kalian ini warga Sung yang setia?"

   "Dan lo-cianpwe, bukankah seorang mata-mata dari Panglima Wu Chu?"

   Tanya Siang Hwi yang juga curiga, dan pedangnya sudah siap-untuk menyerangnya.

   "Omitohud, kalau benar pinceng mata-mata, engkau lalu mau apa nona?"

   "Engkau layak mampus!"

   Bentak Siang Hwi yang segera membacokkan pedangnya. Akan tetapi dengan lincah sekali hwe-shio tua gemuk itu mengelak. Siang Hwi menyerang terus sampai tujuh kali beruntun, akan tetapi semua serangannya mengenai tempat kosong dan hwe-shio itu kini meloncat ke atas sebuah dahan pohon yang tinggi. Tiong Li melihat gerakan ginkang yang hebat itu dan mencegah Siang Hwi mengejar terus.

   "Lo-Suhu, benarkah Lo-Suhu mata-mata dari Wu Chu yang ditugaskan menangkap kami?"

   Tanyanya karena kalau benar demikian, dia sendiri hendak melawannya. Hwe-shio itu melayang turun.

   "Omitohud, ilmu pedang yang hebat sekali. Nona, harap jangan terburu nafsu. Aku juga seorang yang setia kepada Kerajaan Sung. Bagaimana engkau tega menyangka pin-ceng itu pengkhianat yang mengabdi kepada Kin? Percayalah, pinceng bermaksud untuk menyembunyikan kalian dan kalau keadaan sudah mereda, baru kalian boleh melanjutkan perjalanan. Sekarang ini setelah kalian dikejar Barisan Golok Naga, keadaan kalian berbahaya dan kemanapun kalian pergi ke wilayah ini, tentu akan menjadi orang buruan. Pinceng Ceng Ho Hwe-shio, seorang murid Siauw-lim-pai, apakah kalian masih juga tidak percaya?"

   Tiong Li cepat memberi hormat.

   "Kalau begitu, kami percaya dan sebelumnya kami menghaturkan terima kasih atas kebaikan Lo-Suhu."

   "Marilah, jangan bicara saja, ikuti pin-ceng,"

   Kata hweshio Itu yang lalu mendaki sebuah lereng menuju ke kuil yang berada di puncak bukit. Tiong Li dan Siang Hwi mengikutinya dan ternyata hweshio itu dapat berlari cepat sekali sehingga Siang Hwi terpaksa harus mengerahkan tenaga agar jangan sampai tertinggal. Tentu saja tidak demikian dengan Tiong Li yang dapat mengikuti hwe-shio itu tanpa, banyak mengerahkan tenaga. Kuil itu cukup besar dan dihuni oleh duapuluh orang hwe-shio. Dan ternyata mereka ini, walaupun tidak menentang pemerintah Kin secara terang-terangan, semua adalah orang-orang yang masih setia kepada Kerajaan Sung.

   Tiong Li dan Siang Hwi mendapatkan dua buah kamar di sebelah dalam, dan mereka mendengar pula ketika diluar banyak orang berdatangan. Rombongan itu adalah Barisan Golok Naga yang mengejar sampai ke kuil, akan tetapi ketika Ceng Ho Hwe-shio mengatakan bahwa dua orang yang dicari tidak kelihatan datang ke kuil, rombongan itu tanpa memeriksa percaya saja lalu pergi. Hal ini menunjukkan bahwa para hwe-shio itu dipercaya oleh pemerintah Kin. Dan memang hal ini adalah karena Siauw-lim pai tidak pernah memberontak atau memperlihatkan sikap melawan. Dan di antara para pejabat Bangsa Kin yang menganut agama Buddha, maka mereka itu menghormati para hwe-shio dari kuil itu. Setelah percaya benar kepada Ceng Ho Hwe-shio, Tiong Li dan Siang Hwi dengan terus terang menceritakan pengalaman mereka dan maksud mereka memasuki wilayah Kin.

   "Lo-Suhu, saya adalah orang yang difitnah oleh Perdana Menteri Jin Kui, di tuduh menculik puteri Sung Hiang Bwee sehingga di Kerajaan Sung saya menjadi buruan pemerintah yang hendak menangkap saya sebagai seorang pemberontak. Kemudian saya mendengar bahwa sebetulnya yang menculik sang puteri adalah kaki tangan Perdana Menteri Jin Kui sendiri, dan sang puteri diserahkan kepada Panglima Wu Chu sebagai hadiah. Oleh karena itulah maka kami datang ke sini untuk membuktikan apakah benar sang puteri berada di sini dan kalau mungkin saya akan menolongnya untuk dikembalikan ke Kota Raja sehingga nama saya dapat menjadi bersih, dan ke kejaman dan pengkhianatan Perdana Menteri Jin Kui dapat terbongkar."

   "Omitohud! Perdana Menteri Jin Kuj adalah seorang yang amat jahat dan licik. Jenderal Gak Hui yang gagah perkasa dan setia itu sampai tewas secara sia-sia hanya karena kelicikan Perdana Menteri Jin Kui itu. Andai kata engkau dapat menolong sang puteri keluar dari sini dan kembali ke Kota Raja Hang-couw, bagaimana engkau dapat menuduhnya? Tidak ada bukti bahwa yang menculik adalah orangnya. Engkau harus berhati-hati sekali berhadapan dengan orang macam Jin Kui itu, orang muda."

   "Biarpun begitu, saya harus menolong sang puteri. dengan kesaksian sang puteri bahwa saya bukan penculiknya, nama saya akan dapat dibikin bersih, tidak lagi dicap sebagai pemberontak. Akan tetapi saya tidak tahu dengan pasti, apakah berita yang saya terima itu benar bahwa sang puteri berada di tempat tinggal Panglima Wu Chu?"

   "Pin-ceng juga mendengar bahwa Panglima Besar Wu Chu menerima hadiah seorang puteri kaisar. Dan dari keluarga wanita panglima itu yang bersembahyang di sini, pinceng mendengar bahwa sang puteri menolak dijadikan selir panglima itu, dan karenanya sekarang masih menjadi orang tahanan."

   "Di rumah panglima itu?"

   "Tentu saja, karena tahanan itu merupakan tahanan istimewa, agaknya untuk membujuk agar sang puteri mau menjadi selirnya."

   Tiong Li mengangguk-angguk. Bagaimanapun juga, dia harus menyelidiki sendiri ke tempat tinggal panglima itu.

   "Lo-Suhu, saya melihat Barisan Golok Naga itu amat tangguh. Dan senjata golok mereka hebat sekali. Apakah Lo-Suhu mengetahui asal usul barisan golok itu?"

   "Barisan Golok Naga itu merupakan pasukan khusus yang dibentuk oleh Panglima Besar Wu Chu, dan memang terdiri dari orang-orang yang lihai. Dibentuknya juga belum begitu lama, mungkin mendapat latihan khusus di benteng panglima itu. Engkau harus berhati-hati menghadapi mereka, orang-muda. Mereka itu selain lihai, juga kabarnya kejam dan dengan mudah membunuh orang yang dimusuhi."

   Kini Tiong Li merasa yakin. Agaknya Mestika Golok Naga ada pula pada panglima besar Bangsa Kin itu.Ini berarti bahwa pencuri Mestika Golok Naga, yaitu Hak Bu Cu yang tewas ditangan Ban-Tok Sian-Li telah menyerahkan pusaka itu kepada panglima besar itu. Dia percaya bahwa Hak Bu Chu, seperti juga Tang Boa Lu, adalah kaki tangan Kin yang sengaja dikirim untuk membantu usaha Perdana Menteri Jin Kui untuk menghadapi golongan yang membenci pemerintah Kin.

   Orang-orang seperti Hak Bu Cu dan Tang Boa Lu itu cukup lihai untuk melakukan penculikan itu, di samping beberapa orang jagoan yang menjadi kaki tangan Perdana Menteri itu. Menurut dugaannya, baik Mestika Golok Naga maupun puteri Sung Hiang Bwee berada di rumah Panglima Besar Wu Chu! Sehari itu Tiong Li memeras otaknya untuk mencari jalan bagaimana dia akan dapat merampas kembali Mestika Golok Naga dan sekaligus membebaskan sang puteri. Dia harus menggunakan akal. Kalau hanya mempergunakan kepandaian silatnya saja, mungkin dia akan dapat keluar masuk dari tempat itu mengandalkan kepandaian, akan tetapi untuk membawa keluar sang puteri? Sungguh merupakan pekerjaan yang amat sukar, bahkan tidak mungkin dilaksanakan.!

   "Lo-Suhu,"

   Dia minta keterangan kepada Ceng Ho Hweshio.

   "Apakah Lo-Suhu mengetahui, siapa yang menjadi orang kesayangan Panglima Besar Wu Chu? Barangkali seorang di antara puteranya, atau selirnya?"

   "Dia hanya mempunyai seorang putera biarpun ada beberapa orang puterinya, karena itu dia amat menyayang puteranya itu lebih dari segalanya."

   "Berapa usia puteranya itu?"

   "Masih kecil, paling banyak lima tahun usianya. Kenapa engkau menanyakan hal itu?"

   "Tidak apa-apa, Lo-Suhu. Saya hanya sedang berpikir dan mencari akal bagaimana saya dapat membebaskan sang puteri dan sekaligus mencari kembali pusaka Kerajaan Sung yang dicuri orang."

   Tiong Li kini mendapat akal. Dia harus menggunakan akal itu, kalau dia ingin berhasil. Malam itu dia menemui Siang Hwi di kuil itu, dan mengajaknya bercakap-cakap.

   "Hwi-moi, aku Sudah mendapatkan, akal. Kuharap saja akal ini berhasil baik, karena kalau tidak, akan sia-sia perjalanan kita, bahkan mungkin berbalik akan membahayakan kita."

   "Bagaimana akalmu itu, Koko?"

   Dengan berbisik-bisik Tiong LI berkata kepadanya.

   "Kita sekarang, malam ini juga, pergi ke gedung Panglima Besar Wu Chu. Engkau tidak perlu ikut masuk, melainkan menanti di luar sambil bersembunyi. Aku akan memaksa panglima itu untuk menyerahkan pusaka itu dan membebaskan sang puteri. Setelah berhasil, engkau membawa sang puteri ke sini dan menyembunyikan di sini."

   "Bagaimana engkau akan dapat memaksanya, Koko?"

   Tanya Siang Hwi khawatir.

   "Jangan khawatir, aku telah mengetahui kelemahannya. Aku tentu akan dapat memaksanya melakukan itu. Tugasmu hanya mengantar sang puteri ketempat ini dan bersembunyi di sini menanti sampai aku datang."

   "Baik, Koko. Akan tetapi berhati hatilah. Ciu Bhok Hi itu dengan Pasukan Golok Naganya amat berbahaya."

   "Aku tahu dan aku akan selalu berhati-hati. Kita harus mengenakan pakaian serba hitam, Hwi-moi dan setelah berganti pakaian, kita berangkat."

   Demikianlah, diantar oleh Ceng Ho Hwe-shio sampai keluar dari kuil, dua orang muda itu meninggalkan kuil melalui tembok belakang kuil agar tidak kelihatan oleh orang lain. Kemudian, keduanya mempergunakan ilmu lari cepat menuruni lereng bukit itu dan menuju ke Lokyang. Dengan mudah mereka melompati pagar tembok tinggi yang mengelilingi kota Lok-yang, kemudian memasuki kota itu, menyelinap di antara rumah-rumah penduduk. Karena gerakan mereka memang ringan dan cepat, maka mereka hanya nampak seperti dua bayangan hitam saja. Akhirnya mereka dapat mendekati rumah gedung Panglima Besar Wu Chu.

   "Engkau menanti di sini. Baru keluar dari sini kalau engkau melihat aku keluar dari pintu gerbang itu membawa sang puteri. Sebelum aku muncul, jangan sekali-kali memperlihatkan diri, Hwi-moi."

   "Baik, Koko."

   "Nah, aku pergi, Hwi-moi!"

   "Nanti dulu, Koko."

   Tiong Li menahan langkahnya dan membalik.

   "Ada apa lagi, Hwi-moi?"

   Gadis itu menghampiri dan merangkul leher Tiong Li.

   "Engkau... yang hati-hati menjaga dirimu, Koko."

   Tiong Li menunduk dan mencium dahi gadis itu.

   "Aku tahu, aku masih belum ingin berpisah darimu, Hwi-moi. Rngkau juga berhati-hatilah. Menyingkirlah kalau ada orang mendekat tempat ini."

   Kemudian Tiong Li berkelebat dan lenyap ditelan kegelapan malam. Untung bagi mereka. Malam itu gelap sekali karena udara mendung dan angin bertiup mendatangkan hawa dingin. Karena udara buruk, maka jarang ada orang keluar dari rumahnya dan suasana di sekeliling tempat itu sunyi sekali. Akan tetapi penjagaan di rumah gedung Panglima Besar Wu Chu tetap ketat. Di depan pintu gerbang berkumpul belasan orang perajurit yang berjaga. Dan Tiong Li sudah tahu bahwa di atas genteng terdapat alat-alat rahasia yang dapat memberi tahu kalau ada orang datang melalui atap. Dia sudah melompati pagar tembok dan tiba di taman. Agaknya taman ini yang paling aman karena banyak pohon-pohon. Dia mengintai dari balik rumpun bunga yang tebal dan melihat dua orang peronda membawa lampu teng berjalan datang sambil bercakap-cakap.

   Tiong Li berpikir sejenak dan mengambil keputusan yang amat berani. Dia menanti sampai dua orang itu datang dekat. lalu tiba-tiba dia meloncat dan sekali kedua tangannya bergerak, dua orang itu sudah menjadi lumpuh tertotok dan lampu teng sudah berpindah ke tangannya.! Dia memandangi kedua orang itu dengan lampu teng menyinari wajah mereka. Orang yang tinggi besar Itu memandang dengan wajah ketakutan sedangkan yang kurus bahkan mendelik dengan marah. Dia lalu menotok lagi yang kurus sehingga roboh pingsan, mengikat kaki tangannya dengan sabuk orang itu sendiri, juga mulutnya ditutup kain, lalu menyeretnya ke balik semak belukar. Sedangkan yang tinggi besar itu dia totok urat gagunya sehingga tidak dapat bicara. dan dalam keadaan masih tertotok lemas itu, diancamnya orang itu sambil menodongkan golok di batang lehernya.

   "Engkau ingin hidup?"

   Gertaknya. Orang tinggi besar itu mengangguk-angguk lemah. Hanya kaki tangannya saja yang tidak mampu digerakkan.

   "Engkau tidak ingin mampus?"

   Kembali dia bertanya. Orang itu menggeleng-gelengkan kepala dengan mata terbelalak penuh ketakutan.

   "Baik, kalau begitu, aku minta engkau mengantarkan aku ketempat di mana Panglima Wu Chu berada. Sanggup?"

   Orang itu memandang liar ke kanan kiri, nampak ketakutan dan agaknya sulit untuk mengambil keputusan.

   Mestika Golok Naga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Hayo jawab, atau engkau ingin aku menyembelihmu sekarang juga!"

   Goloknya ditempelkan ke kulit leher. Orang itu cepat mengangguk-angguk, menyatakan sanggup. Tiong Li lalu melucuti pakaian si kurus dan dipakainya pakaian itu. Dia menyamar sebagai seorang petugas ronda. Kemudian, dengan golok telanjang di tangan, dia membebaskan si tinggi besar yang ketakutan, akan tetapi orang tinggi besar itu biarpun sudah dapat menggerakkan kaki tangan, tetap saja dia tidak dapat mengeluarkan suara.

   "Nah, sekarang bawa aku ke sana. Awas, sekali saja engkau melakukan gerakan yang tidak kukehendaki, golok ini akan memenggal lehermu!"

   Kembali dia menempelkan golok di leher orang itu yang nampak menggigil saking takutnya. Tiong Li merasa senang. Pilihannya tepat. Orang tinggi besar ini berhati kecil dan penakut sehingga dapat diharapkan akan menaati semua perintahnya.

   "Bawa lampu teng ini dan berjalanlah di depan,"

   Bisiknya.

   "Bersikap biasa saja kalau bertemu penjaga lain se olah tidak terjadi sesuatu. Dan cepat bawa aku ke tempat di mana Wu Chu berada!"

   Dari belakang dia menodongkan goloknya ke punggung orang itu dan bergeraklah mereka meninggalkan taman. Orang itu benar-benar ketakutan, mereka memasuki gedung itu dari pintu belakang dan empat orang penjaga yang melihat dua orang peronda ini tidak menaruh perhatian. Apa lagi wajah Tiong Li terhalang bayangan si tinggi besar yang membawa lampu di depannya, sehingga wajah Tiong Li terliputi kegelapan. Setelah melalui jalan berlika liku, dari jauh orang itu menunjuk ke sebuah ruangan. Tiong Li melihat seorang laki-laki berusia lima puluhan tahun, tinggi besar dan mukanya brewok, sedang bermain-main dengan seorang anak laki-laki.

   "Itukah Wu Chu?"

   Bisik Tiong Li dan "tawanannya mengangguk.

   "Antarkan aku ke kamar puteranya!"

   Kata pula Tiong Li. Orang Itu menunjuk ke depan, ke arah-anak yang sedang bermain-main dengan orang tinggi besar itu.

   "Kau maksudkan anak itu puteranya?"

   Orang itu mengangguk.

   "Engkau tindak berbohong?"

   Tanya Tiong Li yang merasa gembira bukan main. Sungguh baik sekali peruntungannya, sekaligus dapat menemukan Panglima Besar Wu Chu dan puteranya. Sebetulnya dia ingin menculik putera itu yang masih kecil dan yang di sayang untuk ditukar dengan sang puteri dan Mestika Golok Naga. Akan tetapi sekarang keduanya berada di situ. Sungguh kebetulan yang menguntungkan sekali. Orang itu menggeleng kepalanya.

   "Awas. Engkau kutinggal dulu di sini dalam keadaan tertotok, kalau engkau berbohong, aku akan kembali di sini untuk memenggal lehermu. Benar engkau tidak membohong?"

   Orang itu kembali menggeleng kepala keras-keras dan Tiong Li segera merampas lampu teng sambil menotok orang itu sehingga roboh pingsan tanpa mengeluarkan suara karena dia sudah menahan tubuhnya. Kemudian, sambil membawa lampu teng dia menghampiri ruangan yang terbuka itu. Orang tinggi besar yang sedang main-main dengan anak itu. Ketika melihat seorang peronda menghampiri, segera memondong anak itu dan menghardik.

   "Mau apa engkau ke sini!"

   "Maafkan saja, Ciangkun. Ada seorang yang menanyakan di mana adanya Panglima Besar Wu Chu."

   "Siapa orang yang bertanya tentang aku itu?"

   Bentak sang panglima marah karena dia merasa terganggu dengan kemunculan peronda itu.

   "Aku yang menanyakannya!"

   Kata Tiong Li dan tiba-tiba dia meloncat ke depan, tangan kirinya menyambar tahu-tahu anak itu telah berada dalam cengkeraman tangan kirinya.

   "Keparat! Kembalikan anakku!"

   Teriak Wu Chu sambil menubruk untuk merampas anaknya. Akan tetapi, biarpun dia seorang panglima besar dan ahli dalam urusan peperangan, namun dalam hal ilmu silat, dia masih jauh kalau dibandingkan Tiong Li. Sambarannya luput dan sebaliknya, tiba-tiba golok di tangan Tiong Li sudah menodong dadanya.

   "Sedikit saja bergerak, golok ini akan menembus jantungmu, Ciangkun!"

   Bentak Tiong Li sementara itu anak kecil yang berada dalam pondongan tangan kirinya sudah menjerit-jerit menangis. Panglima Besar Wu Chu tidak berani bergerak lagi akan tetapi dia sempat berteriak memanggil pengawal. Tak lama kemudian sedikitnya tigapuluh orang pengawal memenuhi tempat itu, akan tetapi mereka tidak berani bergerak ketika melihat panglima mereka di todong dan putera panglima mereka dipondong seorang pemuda yang berpakaian peronda. Di antara para pengawal itu terdapat lima orang anggauta Golok Naga, dan mereka segera mengenal pemuda itu yang mereka sudah rasakan kelihaiannya ketika mengepung dan mengeroyoknya.

   "Semua mundur! Siapa berani bergerak berarti matinya panglima dan puteranya!"

   Bentak Tiong Li dan para pengepung itu dengan sendirinya melangkah mundur. Ada pula yang berlari keluar memanggil bala bantuan sehingga sebentar saja tempat itu penuh dengan pasukan.

   "Orang muda, apa sebenaknya yang kau kehendaki?"

   Panglima Wu Chu yang masih tenang itu bertanya... Dia adalah seorang panglima besar, tidak mudah panik walaupun ditawannya puteranya membuat dia khawatir sekali.

   

Raja Pedang Karya Kho Ping Hoo Rajawali Emas Karya Kho Ping Hoo Naga Beracun Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini