Ceritasilat Novel Online

Bayangan Bidadari 17


Bayangan Bidadari Karya Kho Ping Hoo Bagian 17



"Omitohud! Ini peristiwa gawat. Sebetulnya akan lebih baik kalau kalian berdua menyerah agar setelah diperiksa dan tidak bersalah kalian dibebaskan kembali. Akan tetapi semua sudah terlanjur, lalu bagaimana?"

   "Kepandaian dua orang di antara Empat Datuk Besar itu lihai sekali, apalagi ditambah dua belas orang perajurit yang agaknya rata-rata memiliki ilmu silat yang cukup tinggi, Teecu berdua terdesak dan terancam maut. Akan tetapi tiba-tiba muncul Ketua Thian-Te-Pang bernama Gan Bouw yang lihai. Dia membantu kami sehingga empat belas orang itu dapat diusir pergi."

   "Gan Bouw? Seingat Pinceng, Ketua Thian-Te-Pang adalah Li Bu Kok."

   "Benar, Suhu. Gan Pangcu menceritakan bahwa Thian-Te-Pang diserbu gerombolan Tiga Belas Srigala Gila sehingga Li Pangcu tewas. Gan Bouw yang kebetulan lewat membantu, membunuh para penjahat itu dan dia lalu diangkat menjadi Ketua Thian-Te-Pang walaupun usianya masih amat muda, sekitar dua puluh lima tahun."

   "Suheng, bagaimana dia begitu kebetulan lewat di sini dan membantu Suheng?"

   Tanya Lian Hong. Gadis ini memang wataknya terbuka sehingga di depan siapa pun, bahkan di depan Bu Kek Tianglo, ia berani bersikap wajar. Justeru kewajaran dan keterbukaannya itu yang menarik hati dan mendatangkan perasaan kagum kepada Bu Kek Tianglo sehingga gadis itu diangkatnya menjadi murid pribadi.

   "Menurut keterangannya, sebagai Ketua baru Gan Pangcu ingin memperkenalkan diri kepada para pimpinan partai-partai persilatan besar. Karena sudah bertemu dengan Pinceng, dia hanya memesan agar Pinceng menyampaikan salam hormatnya kepada Suhu dan para pimpinan Siauw-Lim-Pai. Juga kepada Yo-Sicu dia memberi pesan yang sama agar disampaikan kepada pimpinan Bu-Tong-Pai."

   "Omitohud, sejak dulu Thian-Te-Pang terkenal menjadi perguruan silat yang melahirkan para pendekar. Kini mendapatkan seorang Ketua baru yang masih muda namun lihai, hal itu baik sekali. Sikap Gan Pangcu yang membantu kalian mengusir pasukan Mongol yang dipimpin dua orang Datuk Besar itu sudah menunjukkan bahwa dia seorang pendekar yang sehaluan dengan kita."

   "Suhu, masih ada sebuah hal yang hendak Teecu sampaikan. Sejak kemarin dulu ada seorang tamu yang hendak menghadap Suhu. Dia Teecu suruh menanti di kamar pelayan. Akan Teecu panggil ke sini."

   Setelah berkata demikian, Ceng Seng Hwesio keluar dari ruangan samadhi dan menuju ke kamar di mana pemuda bernama Si Han Lin itu tinggal untuk sementara sambil menanti Ketua Siauw-Lim-Pai menyelesaikan Pertapaannya. Akan tetapi ketika dia tiba di kamar itu, ternyata kamar itu kosong! Si Han Lin tidak berada di situ, dan anehnya, ketika Ceng Seng Hwesio bertanya-tanya kepada semua murid, tidak ada yang melihat pemuda itu keluar dari perumahan Siauw-Lim-Pai yang terjaga ketat! Terpaksa Ceng Seng, setelah yakin bahwa pemuda itu minggat keluar dari Siauw-Lim-Pai tanpa ada yang mengetahuinya, segera kembali ke ruangan samadhi di mana Bu Kek Tianglo sedang mendengarkan keterangan dari Yo Kang tentang keadaan Bu-Tong-Pai pada umumnya.

   "Suhu, ternyata pemuda itu telah menghilang tanpa ada yang mengetahui! Suhu, pemuda itu aneh dan mencurigakan sekali. Dia datang memasuki Siauw-Lim-Pai dengan cara mencuri dan diam-diam, tahu-tahu berada di taman dan ditangkap Sumoi Lian Hong."

   Ceng Seng Hwesio dan Lian Hong berdua menceritakan tentang kemunculan pemuda itu kepada Bu Kek Tianglo.

   "Wataknya aneh namun dia lihai sekali, Suhu. Dia mengaku sebagai murid Thian Beng Siansu dan katanya hendak bertemu dengan Suhu. Dia berkeras hendak bicara dengan Suhu sendiri, tidak mau memberitahukan Teecu apa kehendaknya maka Teecu suruh dia menunggu di kamar pelayan di belakang. Tahu-tahu kini dia sudah pergi tanpa pamit."

   Bu Kek Tianglo tersenyum,

   "Omitohud, sudahlah, Ceng Seng, jangan hiraukan lagi anak itu. Lupakan saja. Sute Thian Beng Siansu berwatak aneh, tentu saja muridnya juga aneh."

   Karena Yo Kang mohon diberi surat balasan, Bu Kek Tianglo lalu menulis sepucuk surat balasan untuk Tiong Li Seng-jin. Setelah menerima surat itu, Yo Kang berpamit dan meninggalkan Siauw-Lim-Si.

   Dia sama sekali tidak menyadari bahwa gadis remaja yang dia anggap amat lancang dan ugal-ugalan tadi, Walaupun amat cantik manis, adalah puteri Bibinya, puteri Yo Cui Hong atau Adik tiri Kwee In Hong! In Hong sama sekali tidak bercerita kepadanya tentang Lian Hong. Bahkan ketika Yo Kang memboyong Yo Cui Hwa dari dusun Hok-Te-Cung ke See-Ciu sehingga Yo Cui Hwa kini tinggal di rumah Ayahnya dan dapat merawat Ayahnya yang tua dan sakit-sakitan, Yo Cui Hwa sama sekali tidak menceritakan kepada semua keluarganya tentang ia menikah dengan mendiang Ong Tiang Houw dan mempunyai seorang anak puteri bernama Ong Lian Hong. Sebaliknya Lian Hong juga tidak mengenal Yo Kang, tidak tahu bahwa pemuda itu masih Kakak misannya sendiri, putera dari Kakak Ibunya! Setelah Yo Kang pergi, Bu Kek Tianglo menahan Ceng Seng Hwesio dan Ong Lian Hong, diajak berunding dalam ruangan samadhi itu.

   "Kalian dengarkan baik-baik. Peristiwa yang menimpa Bu-Tong-Pai itu sebenarnya amatlah gawat. Bukan hanya Bu-Tong-Pai yang tertimpa bencana kematian murid-muridnya, akan tetapi bagi kita lebih parah lagi akibatnya karena nama Siauw-Lim-Pai menjadi tercemar dan mungkin akan dimusuhi Bu-Tong-Pai."

   "Akan tetapi jelas bukan pihak kita yang melakukan pembunuhan kejam itu, Suhu!"

   Kata Lian Hong.

   "Omitohud, belum tentu Lian Hong."

   "Apa maksud Suhu?"

   Lian Hong dan Ceng Seng Hwesio bertanya kaget.

   "Pelaku peristiwa kejam yang penuh rahasia itu memang aneh, dan di sini terdapat banyak sekali kemungkinan. Bagaimana aneh dan tak masuk akalnya, harus diakui bahwa bukan hal yang mustahil kalau ada seorang murid Siauw-Lim-Pai yang menaruh dendam kepada Bu-Tong-Pai dan melakukan pembunuhan ini. Mungkin dendam pribadi, siapa tahu? Jadi bisa saja pembunuhnya memang seorang murid Siauw-Lim-Pai..."

   "Atau bekas murid."

   Sambung Ceng Seng Hwesio yang tiba-tiba teringat kepada Si Han Lin dan Gurunya. Bukankah Thian Beng Siansu juga tadinya orang Siauw-Lim-Pai dan kepandaiannya sudah mencapai tingkat tinggi sekali?

   "Hemm, bisa juga. Nah, tersangkanya sudah ada dua. Murid Siauw-Lim-Pai atau bekas murid Siauw-Lim-Pai. Kemudian ada tersangka lain, yaitu orang yang tentu saja berkepandaian tinggi yang menaruh dendam kepada Bu-Tong-Pai sehingga melakukan pembunuhan itu, seorang dari aliran perguruan silat lain."

   "Suhu, kalau benar ada orang dari perguruan lain, Teecu kira dendamnya bukan hanya kepada Bu-Tong-Pai, akan tetapi juga kepada Siauw-Lim-Pai karena dia hendak merusak nama dengan menyamar sebagai seorang Hwesio Siauw-Lim-Pai."

   Kata Lian Hong.

   "Bagus, alasan itu dapat diterima. Nah, selain tiga golongan itu, bagaimana menurut kalian? Apakah ada golongan lain?"

   Tanya Bu Kek Tianglo.

   "Masih ada, Suhu. Misalnya Empat Datuk Besar yang selalu tidak bersahabat dengan para pendekar. Sudah jelas dua di antara mereka hendak membunuh Suheng Ceng Seng Hwesio dan Yo Kang murid Bu-Tong-Pai, berarti mereka terang-terangan memusuhi kedua partai persilatan. Apalagi mereka membawa pasukan Mongol. Bisa saja pembunuhan itu dilakukan oleh seorang dari mereka yang memang berkepandaian tinggi, dan mereka melakukannya sebagai anjing penjilat atau antek penjajah Mongol!"

   Kata pula Lian Hong. Bu Kek Tianglo mengangguk-angguk.

   "Omitohud, agaknya engkau sudah mulai dewasa dan mampu berpikir cerdik, Lian Hong. Dugaanmu itu memang mempunyai kemungkinan besar."

   "Suhu, Teecu teringat... akan tetapi sebelumnya harap Suhu maafkan... ini hanya pendapat Teecu. Kemunculan Si Han Lin itu menimbulkan kecurigaan dalam hati Teecu. Bukankah Thian Beng Siansu memiliki semua ilmu Siauw-Lim-Pai yang tinggi dan beliau meninggalkan Siauw-Lim-Pai... maaf, Suhu."

   "Hemm, tidak perlu minta maaf. Pinceng mengerti akan kecurigaanmu dan memang masuk akal pula. Nah, Lian Hong, kata-kata Suhengmu itu menambah daftar tersangka."

   "Kalau begitu Teecu juga dapat mengatakan bahwa Tiong Li Seng-jin sendiri, Ketua Bu-Tong-Pai, rasanya juga tidak mustahil melakukan itu karena beliau juga masih sealiran dengan perguruan kita, bukan?"

   "Aih, Sumoii Mana mungkin? Yang terbunuh adalah murid-murid beliau sendiri!"

   Kata Ceng Seng Hwesio.

   "Kita hanya bicara tentang kemungkinan siapa yang dapat melakukan pembunuhan itu, Suheng. Aku bukan menuduh, akan tetapi kalau Ketua Bu-Tong-Pai mau melakukan pembunuhan itu, dia dapat melakukannya, bukan?"

   Bantah Lian Hong.

   "Ha-ha, sekarang engkau mendapatkan banyak bahan untuk penyelidikanmu, Lian Hong. Karena engkaulah yang Pinceng beri tugas untuk melakukan penyelidikan dan menangkap pembunuh itu untuk membersihkan nama Siauw-Lim-Pai!"

   "Teecu, Suhu...?"

   Lian Hong terkejut, akan tetapi segera disambungnya.

   "Kalau begitu kebetulan sekali. Teecu juga sudah rindu kepada Ibu! Teecu akan sekalian menjenguk Ibu di Hok-Te-Cung!"

   "Mengapa Sumoi, Suhu? Teecu akui bahwa kepandaiannya sudah meningkat, akan tetapi ia masih amat muda dan Teecu kira pembunuhnya adalah seorang yang lihai sekali. Amat berbahaya bagi Sumoi. Apakah tidak sebaiknya Teecu saja yang pergi, Suhu?"

   "Suheng, biar pembunuh itu lihai seperti setan, aku tidak takut!"

   Seru Lian Hong.

   "Omitohud, jangan berebut. Ceng Seng, engkau amat diperlukan oleh Siauw-Lim-Pai, untuk mengatur segala sesuatu dan mulai sekarang melakukan penjagaan ketat karena jelas ada yang memusuhi kita. Dan tentang Lian Hong, jangan khawatir. Sebelum berangkat, Pinceng akan meningkatkan Tenaga Sakti I-Kin-Keng dalam dirinya."

   Demikianlah, selama beberapa hari Bu Kek Tianglo mengoperkan tenaga I-Kin-Keng secara langsung kepada Lian Hong, disesuaikan dengan ilmu Tat-Mo Sin-Kun. Karena Lian Hong memang berbakat dan sudah memiliki dasar yang kuat sekali, maka dalam waktu beberapa hari saja tingkatnya sudah naik pesat. la kini dapat memiliki tingkat ke enam dari Tat-Mo Sin-Kun dengan tenaga sakti I-Kin-Keng. Suhengnya sendiri, Ceng Seng Hwesio hanya mencapai tingkat empat lebih saja. Setelah mendapat restu dan ijin Bu Kek Tianglo, berangkatlah Lian Hong meninggalkan Siauw-Lim-Si. Pada waktu itu, usianya sudah enam betas tahun lebih.

   Kun-Lun-Pai adalah sebuah di antara empat perguruan silat yang besar dan terkenal sekali. Memiliki banyak cabang, akan tetapi murid yang hendak memperdalam ilmu-ilmunya selalu datang ke pusat Kun-Lun-Pai di Pegunungan Kun-Lun yang letaknya di bagian Barat. Seperti juga Go-Bi-San, Himalaya dan pegunungan-pegunungan besar lain yang sunyi, Kun-Lun-San didatangi banyak Pertapa dari berbagai penjuru. Para Pertapa ini pada umumnya memiliki kekuatan lahir batin sehingga Kun-Lun-Pai dapat mengumpulkan banyak ilmu dari para Pertapa itu. Murid-murid yang lulus dari Kun-Lun-Pai menjadi jago-jago silat atau pendekar-pendekar yang disegani dan gagah perkasa. Sebagai partai persilatan yang bersih dan berwatak pendekar, seperti tiga partai lain, yaitu Siauw-Lim-Pai, Go-Bi-Pai, dan Bu-Tong-Pai! Kun-Lun-Pai tentu saja juga membenci pemerintah Mongol yang menjajah tanah air dan bangsa.

   Akan tetapi kebencian dan sikap permusuhan mereka pun, seperti tiga partai lainnya, tidak mereka nyatakan dengan pemberontakan karena mereka tahu bahwa memberontak terhadap Kerajaan Mongol yang memiliki bala-tentara besar yang amat tangguh, tidak akan ada hasilnya malah seperti bunuh diri saja. Pemberontakan terhadap Kerajaan Mongol baru akan berhasil kalau didukung seluruh rakyat sehingga dapat dibentuk bala-tentara yang besar jumlahnya. Menggerakkan rakyat inilah yang tidak mudah, bahkan amat sukar. Sekarang pun banyak sekali perkumpulan-perkumpulan silat dan orang-orang yang memiliki kesaktian, terutama di kalangan kang-ouw yang termasuk golongan hitam, sudah terbujuk dan membantu Pemerintah Mongol. Kalau Siauw-Lim-Pai terkenal sebagai sebuah perguruan silat yang memegang peraturan ketat dan keras, maka Kun-Lun-Pai lebih keras lagi.

   Apalagi karena ketika itu Kun-Lun-Pai dipimpin oleh Ketuanya yang berwatak keras, yaitu Pek Ciang San-Lojin (Kakek Gunung Bertangan Putih).Kakek yang usianya sekitar tujuh puluh tahun ini terkenal keras dan berdisiplin. Mungkin karena tegas, tertib dan berdisiplin inilah yang membuat dia dahulu diangkat menjadi Ketua walaupun dalam hal tingkat ilmu silat, masih ada yang jauh melampauinya, yaitu Susioknya (Paman Gurunya) yang bernama Siang Te Lokai (Pengemis Tua) yang menjadi tukang sapu di Kuil Kun-Lun-Pai. Bukan diangkat menjadi tukang sapu, melainkan atas kehendak sendiri dan biarpun dia tukang sapu, semua Tosu dan murid Kun-Lun-Pai menghormatinya. Bahkan Pek Ciang San-Lojin sang Ketua pun menghormati Paman Guru yang merendahkan diri menjadi tukang sapu ini. Beberapa tahun yang lalu, Kwee In Hong pernah menyerbu Kun-Lun-Pai dan membunuh tiga orang tokoh Kun-Lun-Pai,

   Yaitu Kun-Lun Sam Lojin (TigaKakek Kun-Lun) yang menjadi murid-murid tertua dan mewakili Guru mereka mengurus Kun-Lun-Pai. Tiga orang tokoh ini dan beberapa orang murid yang mengeroyok Kwee In Hong tewas oleh gadis itu yang membalas dendam atas kematian men-diang Gurunya, Hek Moli (Iblis Betina Hitam) yang dulu tewas dikeroyok tiga orang tokoh Kun-Lun-Pai itu dan beberapa orang Go-Bi-Pai. Setelah tiga orang pembantu utama itu tewas, Pek Ciang San-Lojin lalu mengangkat lagi dua orang murid utama yang terkenal dengan sebutan Im Yang Siang To-jin (Sepasang Pendeta Im Yang), dan nama mereka yang pertama adalah Im Sim To-jin dan yang kedua Yang Sim To-jin. Im Sim To-jin sekitar empat puluh lima tahun, bertubuh tinggi besar bermuka putih, ahli Im Sinkang (Tenaga Sakti Dingin) dan senjatanya sehelai sabuk putih.

   Yang Sim To-jin bertubuh tinggi besar pula dengan muka merah dan dia adalah seorang ahli silat Yang Sinkang (Tenaga Sakti Panas). Untuk memperkuat kedudukan dan ketangguhan mereka, maka Pek Ciang San-Lojin merangkai sebuah ilmu berpasangan untuk mereka sehingga kedua orang Tosu ini kalau maju bersama menjadi Im-Yang-Tin (Kesatuan Im Yang) dan kelihaian mereka tidak kalah dibandingkan Kun-Lun Sam Lojin, para suheng mereka yang tewas di tangan Kwee In Hong. Apalagi karena mereka berdua juga mendapat petunjuk dari Siang Te Lokai, Susiok-Couw (PamanKakek Guru) mereka yang bekerja di Kun-Lun-Pai sebagai tukang sapu yang pakaiannya seperti pengemis dan usianya sudah sekitar delapan puluh lima tahun!

   Pada suatu malam yang dingin. Bulan sepotong muncul dan biarpun langit bersih, namun cahaya bulan sepotong hanya memberi penerangan yang remang-remang, namun mendatangkan suasana yang indah, hening, dan penuh rahasia. Suasana seperti itu membuat mereka yang percaya akan tahyul merasa seram, seolah pada saat seperti itu, para iblis siluman berkeliaran mencari mangsa. Tiba-tiba ada bayangan berkelebat. Demikian cepatnya bayangan itu berkelebat sehingga tidak dapat tampak jelas wajahnya dan kalau ada yang kebetulan melihatnya, hanya akan melihat bayangan berkepala gundul berjubah longgar seperti yang biasa dipakai para Hwesio. Akan tetapi itu pun hanya bayangan karena gerakan bayangan itu cepat luar biasa. Sebentar saja bayangan hitam itu telah tiba di luar pintu gerbang Kun-Lun-Pai yang dijaga oleh dua belas orang murid Kun-Lun-Pai.

   Penjagaan di Kun-Lun-Pai memang diperketat. Berita tentang pembunuhan yang terjadi di Bu-Tong-Pai tersiar cepat sehingga Kun-Lun-Pai sudah mendengarnya. Selain itu, mereka juga mendengar bahwa pasukan pemerintah Mongol mulai memperhatikan mereka dengan curiga. Beberapa kali ada panglima membawa pasukan yang lewat tak jauh dari Kun-Lun-Pai. Walaupun pasukan itu tidak melakukan sesuatu, namun mereka merasa bahwa Kun-Lun-Pai diperhatikan dan Pek Ciang San-Lojin yang berwatak keras ini memerintahkan anak buahnya untuk melakukan penjagaan ketat. Siang malam ada murid-murid yang melakukan penjagaan dan melakukan perondaan di sekeliling perumahan. Bayangan itu kini berlari cepat dan setelah berada dekat pintu gerbang, beberapa orang murid Kun-Lun-Pai melihatnya.

   "Hei, siapa engkau!"

   Bentak seorang murid yang menjadi curiga dan dia cepat melompat menghampiri bayangan itu sambil membawa goloknya.

   Bayangan hitam berkepala gundul itu memperlambat larinya dan ketika pengejarnya sudah dekat, tiba-tiba dia membalikkan tubuhnya, kakinya mencuat bagaikan kilat menyambar dan murid Kun-Lun-Pai itu roboh tak dapat bangun kembali karena tewas seketika terkena tendangan maut yang menyambar bawah pusarnya! Tentu saja para murid Kun-Lun-Pai terkejut bukan main. Walaupun cuaca remang-remang dan mereka tidak dapat melihat wajah orang asing itu dengan jelas, hanya tampak sesosok bayangan hitam berkepala gundul, namun mereka melihat betapa seorang saudara mereka tertendang roboh dan tidak bangkit kembali. Tentu saja mereka menjadi marah dan sebelas orang murid itu, dengan senjata pedang atau golok terhunus, segera berbondong lari menghampiri bayangan hitam itu.

   "Hei, siapa engkau berani membunuh seorang saudara kami? Menyerahlah, atau terpaksa kami akan membunuhmu!"

   Bentak seorang murid Kun-Lun-Pai yang menjadi kepala jaga. Akan tetapi bayangan itu tidak menjawab, bahkan dengan gerakan cepat sekali menyerang murid yang menegurnya itu.

   Murid Kun-Lun-Pai itu telah memiliki kepandaian yang cukup lumayan. Melihat serangan tangan kiri bayangan hitam itu mengeluarkan bunyi berdesing dan didahului hawa pukulan dahsyat sekali, dia maklum bahwa serangan itu merupakan serangan maut. Cepat dia melempar tubuh ke belakang dan membuat poksai (salto) sehingga terhindar dari serangan lawan. Melihat bayangan hitam itu menyerang, murid-murid lain segera menerjang maju dan mengeroyok. Golok dan pedang mereka menyambar-nyambar Si Hitam yang berada dalam kepungan mereka itu. Akan tetapi akibatnya amat hebat bagi para murid Kun-Lun-Pai. Bayangan hitam itu ternyata dapat bergerak cepat sekali sehingga tidak dapat diikuti de-gan mata. Apalagi gerakan yang cepat itu dibantu dengan keadaan cuaca yang remang-remang. Bayangan itu berkelebatan, seolah-olah dapat menghilang.

   Bayangan itu berkelebat di antara sambaran senjata-senjata tajam itu, terkadang dia menggunakan kedua tangan dan kedua kakinya yang menyambar dan menangkis. Setiap kali tangan atau kakinya bertemu pedang atau golok, senjata itu terlempar dan terlepas dari tangan pemegangnya. Kemudian susulan serangannya, baik berupa pukulan maupun tendangan, merobohkan mereka dan tidak memungkinkan mereka bangkit kembali karena semua serangannya mendatangkan maut! Dalam waktu yang tidak terlalu lama, sepuluh orang murid Kun-Lun-Pai sudah roboh dan tewas. Yang dua orang lagi tentu akan segera menyusul saudara-saudaranya kalau saja tidak muncul dua orang Tosu. Mereka itu bukan lain adalah Im Yang Siang To-jin, sepasang Tosu pimpinan Kun-Lun-Pai yang menjadi pembantu Guru mereka, Pek Ciang San-Lojin.

   "Iblis jahat!"

   Bentak Im Sim To-jin.

   "Kejam sekali!"

   Bentak pula Yang Sim To-jin dan mereka tidak membuang waktu lagi. Melihat sepuluh orang murid mereka berserakan di situ menjadi mayat, mereka marah sekali dan cepat mereka menyerang. Bagaimanapun juga mereka yang melihat bahwa bayangan hitam berkepala gundul itu tidak memegang senjata, mereka pun menyerang dengan tangan kosong, tidak mencabut pedang yang menempel di punggung mereka. Karena kedua orang Tosu tokoh Kun-Lun-Pai ini maklum bahwa orang dalam waktu singkat telah dapat menewaskan sepuluh orang murid mereka pasti memiliki ilmu kepandaian tinggi, maka begitu menyerang, keduanya telah mengerahkan tenaga Pek-Kong-Ciang (Tangan Sinar Putih) dan menghantam ke arah bayangan hitam itu. Si Bayangan Hitam agaknya maklum akan bahaya pukulan ini. Dia mendorongkan kedua tangannya menyambut pukulan kedua orang itu.

   "Blaarrr...!"

   Pertemuan antara dua tenaga sakti itu membuat Im Yang Siang To-jin terhuyung ke belakang! Mereka terkejut bukan main. Pek-Kong-Ciang adalah ilmu tingkat tinggi Kun-Lun-Pai, didorong oleh tenaga sakti yang amat kuat. Namun Si Bayangan Hitam itu mampu menangkis dengan tenaga yang tidak kalah kuatnya!

   "Keparat! Katakan, siapa engkau!"

   Im Sim To-jin membentak. Akan tetapi Si Bayangan Hitam itu hanya mengeluarkan suara tawa lirih seningga sukar untuk dikenali apakah itu suara wanita atau pria, muda atau tua. Mendengar tawa yang nadanya mengejek ini, Im Sim Tosu dan Yang Sim Tosu menjadi semakin marah dan mereka berdua lalu mencabut pedang mereka dan memainkan Im Yang Sin-Kiam (Ilmu Pe-dan Positip/Negatip) yang amat hebat itu. Im Sin-Kiam gerakannya lembut dan mengandung hawa dingin tenaga saktinya,

   Sebaliknya Yang Sin-Kiam gerakannya kasar dan kuat, mengandung hawa panas! Sungguh berbahaya sekali kalau dua ilmu pedang ini digabung dan jarang ada lawan yang mampu bertahan. Diserang dengan ilmu pedang yang amat dahsyat ini, bayangan hitam itu melempar tubuh ke belakang lalu bergulingan. Ketika dia melompat bangun, tangannya sudah memegang sebatang pedang yang dipungutnya dari atas tanah. Itu adalah pedang milik seorang murid Kun-Lun-Pai yang telah tewas. Kini, ketika sepasang pedang dari kanan kiri itu menyerangnya, Si Bayangan Hitam menggerakkan pedangnya menangkis dengan gerakan aneh karena gerakan pedangnya mirip gerakan pedang dua orang lawannya! Im Sim To-jin dan Yang Sim To-jin terkejut dan merasa heran sekali. Bayangan hitam itu agaknya mengenal ilmu pedang Im Yang Sin-Kiam!

   Mereka bertanding sampai belasan jurus dan kedua orang itu masih belum mampu mendesak lawannya yang hanya memegang sebatang pedang biasa, bukan pedang-pedang pusaka ampuh seperti pedang mereka. Tiba-tiba dari pintu gerbang bermunculan murid-murid Kun-Lun-Pai yang memegang obor. Melihat ini, Si Bayangan Hitam memutar pedangnya sedemikian kuat dan cepatnya sehingga merupakan sinar bergulung-gulung mengancam kedua orang lawannya. Dua orang Tosu itu terkejut, merasakan tekanan hawa sakti yang keluar dari gulungan sinar pedang, maka terpaksa mereka berdua berloncatan ke belakang. Akan tetapi kesempatan itu digunakan oleh Si Bayangan Hitam untuk melompat jauh ke belakang dan menghilang dalam kegelapan malam. Di bawah pimpinan Im Yang Siang To-jin, hampir semua murid Kun-Lun-Pai melakukan pengejaran sambil membawa obor.

   Mereka tidak berani berpencar dalam kelompok keciI, lalu berpencar dalam kelompok masing-masing dua puluh orang. Mereka melakukan pencarian sampai keesokan harinya. Namun tidak ada hasilnya. Si Bayangan Hitam itu seolah lenyap ditelan kegelapan malam dan tidak meninggalkan jejak. Im Yang Siang To-jin, kedua orang Tosu itu merasa penasaran sekali. Mereka menyuruh semua murid mereka kembali ke Kun-Lun-Pai untuk memberi laporan kepada Pek Ciang San-Lojin dan merawat para murid yang tewas. Akan tetapi mereka berdua masih melanjutkan pencarian mereka dengan bertanya-tanya di dusun-dusun sekitar kaki pegunungan Kun-Lun-San kalau-kalau ada yang melihat seorang Hwesio lewat di situ. Mereka berdua yakin bahwa pembunuh murid-murid mereka pasti seorang Hwesio yang berilmu tinggi.

   Hanya sayang sekali, mereka tidak dapat melihat wajahnya, bahkan tidak dapat mengatakan apakah Hwesio itu tua atau muda, bahkan juga tidak yakin apakah orang itu Hwesio (Pendeta pria) ataukah Nikouw (Pendeta wanita)! Sudah tiga hari tiga malam dua orang yang merasa penasaran, marah, dan sakit hati itu melacak pembunuh itu, namun tidak ada hasilnya. Tidak ada seorang pun di pedusunan yang melihat seorang Hwesio lewat di dusun mereka. Pembunuh itu benar-benar seperti telah menghilang tanpa meninggalkan jejak sama sekali. Pada hari keempat, mereka terpaksa mengambil keputusan untuk kembali ke Kuil karena harus memberi laporan kepada Guru mereka, Pek Ciang San-Lojin. Pada siang hari itu, mereka mulai tiba di kaki pegunungan dan tiba-tiba terdengar seruan dari arah belakang mereka.

   "Ji-wi Toyu (Kedua Sahabat), harap berhenti dulu!"

   Im Sim To-jin dan Yang Sim To-jin berhenti melangkah dan cepat membalikkan tubuh.

   Seorang yang pada pakaiannya dapat diketahui bahwa dia seorang Tosu (Pendeta To) pula, kini berdiri di depan mereka. Tosu ini berusia sekitar enam puluh dua tahun, tubuhnya tinggi kurus dan jenggotnya panjang. Biarpun mereka semua adalah Pendeta Agama To, namun dari pakaian Tosu tinggi kurus ini yang berjubah kelabu, Im Yang Siang To-jin dapat menduga bahwa mereka berhadapan dengan seorang Tosu dari perguruan Go-Bi-Pai. Dugaan mereka benar karena Tosu itu bukan lain adalah Wu Wi Thaisu, wakil Ketua Go-Bi-Pai. Wu Wi Thaisu juga segera dapat mengenal dua orang Tosu itu bahwa mereka tentulah tokoh-tokoh Kun-Lun-Pai, dilihat dari pakaian mereka. Maka tadi dia segera memanggil mereka. Setelah saling berhadapan, Wu Wi Thaisu memberi hormat dan berkata.

   "Maafkan Pinto, kalau Pinto tidak salah lihat, Ji-wi (Anda Berdua) tentu dari Kun-Lun-Pai, bukan?"

   Kedua orang tokoh Kun-Lun-Pai itu mengangkat kedua tangan di depan dada sebagai penghormatan balasan, kemudian Im Sim To-jin menjawab dengan sikap hormat.

   "Siancai, bukankah kami berhadapan dengan seorang tokoh penting Go-Bi-Pai? Bolehkah kami mengetahui siapa nama Totiang yang terhormat?"

   "Pinto adalah Wu Wi Thaisu dart Go-Bi-Pai? Dan Ji-wi Toyu siapakah?"

   "Ah, kiranya Totiang adalah wakil Ketua Go-Bi-Pai! Kami berdua adalah lm Sim To-jin dan Yang Sim To-jin dari Kun-Lun-Pai."

   "Siancai! Tentu Ji-wi yang terkenal dengan sebutan Im Yang Siang To-jin. Akan tetapi Pinto melihat betapa wajah Ji-wi tampak pucat dan agaknya menderita kelelahan lahir batin. Pasti telah terjadi sesuatu yang tidak baik!"

   "Dugaan Totiang memang benar, akan tetapi sebaliknya, Totiang hendak pergi ke manakah?"

   "Pinto memang sengaja hendak mengunjungi Kun-Lun-Pai dan hendak bicara dengan Lo-Cianpwe Pek Ciang San-Lojin. Telah terjadi peristiwa yang hebat di Go-Bi-San yang ingin Pinto bicarakan dengan beliau."

   "Kalau begitu kebetulan sekali, Wu Wi Thaisu, kami juga mengalami peristiwa yang hebat. Mari kita menghadap Suhu, sebaiknya kita bicarakan semua itu di sana karena kami telah meninggalkan Kun-Lun-Pai selama tiga hari tiga malam dan Suhu tentu menanti-nanti kepulangan kami berdua."

   Akan tetapi pada saat itu terdengar derap kaki banyak kuda sehingga tiga orang Tosu itu terkejut dan cepat menghadap ke arah datangnya rombongan berkuda itu. Muncul lima belas orang penunggang kuda, dipimpin oleh lima orang berpakaian preman akan tetapi yang sepuluh orang di belakang mereka berpakaian perajurit Mongol! Tiga orang Tosu itu mengerutkan alis. Biarpun tidak bermusuhan secara terbuka dengan pemerintah penjajah Mongol, namun sebagai pendekar-pendekar gagah perkasa mereka tidak senang akan penjajahan yang dilakukan bangsa Mongol atas tanah air dan bangsa mereka.

   "Siancai, dua di antara lima orang itu adalah Pak Lo-Kui Si Setan Utara dan Lam Sian Si Dewa Selatan."

   Kata Wu Wi Thaisu lirih.

   "Datuk Besar Utara dan Datuk Besar Selatan?"

   Bisik pula Im Sim To-jin. Lima orang itu tiba di depan mereka dan berlompatan turun dari atas kuda mereka yang segera dituntun oleh para perajurit yang sudah berlompatan turun pula dari atas kuda masing-masing.

   Pak Lo-Kui,Kakek berusia enam puluh tahun lebih yang bertubuh kurus bongkok dengan muka tanpa kumis jenggot, pakaiannya dari sutera putih halus, berjalan menghampiri tiga orang Tosu itu. Di sampingnya berjalan Lam Sian,Kakek sebaya yang bertubuh gemuk pendek, mukanya penuh tawa dengan mulut lebar menyeringai sehingga mukanya seperti muka kanak-kanak, pakaiannya serba kuning dan lehernya dikalungi tasbeh seolah-olah dia seorang Pendeta yang selalu sibuk berdoa. Tiga orang lain yang bertubuh tinggi besar dengan kulit kehitaman dan punggungnya tergantung golok besar dan berat, tidak dikenal oleh tiga orang Tosu itu. Akan tetapi dari keadaan mereka, para Tosu itu diam-diam dapat menduga bahwa mereka itu pastilah tiga orang tokoh besar dunia kang-ouw golongan sesat yang dikenal dengan julukan Twa-To Sam-Liong (Tiga Naga Golok Besar), yang sudah bertahun-tahun menjadi Raja-Raja bajak sungai Yang-Ce-Kiang.

   "Siancai! Kalau Pinto bertiga tidak salah lihat, agaknya Pak Lo-Kui dan Lam Sian ditemani Twa-To Sam-Liong yang datang menemui kami dengan membawa pasukan. Tidak tahu ada urusan apakah kalian dengan kami bertiga?"

   "Ha-ha-ha-heh-heh!"

   Lam Sian tertawa bergelak sampai perutnya yang gendut itu bergoyang-goyang.

   "Tadinya kami tidak percaya mendengar bahwa Kun-Lun-Pai hendak memberontak terhadap Kerajaan Goan (Yuan). Ternyata sekarang kami menangkap basah. Wakil Ketua Go-Bi-Pai Wu Wi Thaisu mengadakan pertemuan dengan Im Yang Siang To-jin, tokoh-tokoh besar Kun-Lun-Pai di sini! Apalagi kalau tidak hendak melakukan persekutuan untuk memberontak?"

   Mendengar ucapan ini, Wu Wi Thaisu yang berwatak keras dan pada saat itu memang sedang gelap pikiran dan mengkal hatinya karena peristiwa yang terjadi di Go-Bi-Pai menjawab dengan suara Iantang.

   "Lam Sian, namamu Dewa akan tetapi hatimu Iblis, siapa yang tidak tahu? Mukamu cerah akan tetapi hatimu gelap, itu pun bukan rahasia lagi! Jangan membuka mulut melempar fitnah dan tuduhan keji tanpa dasar! Katakan, apa kehendak kalian mengganggu kami bertiga di sini?"

   "Hek-hek-hek!"

   Pak Lo-Kui terkekeh.

   "Kalian tiga orang Tosu lebih baik menyerah untuk kami bawa kepada jaksa yang akan memeriksa dan mengadili kalian. Kami mencurigai kalian sedang berunding untuk melakukan pemberontakan!"

   "Manusia-manusia sesat!"

   Kata Yang Sim To-jin Tosu bermuka merah yang juga mudah terbakar perasaannya.

   "Kalian jangan macam-macam! Tempat ini termasuk wilayah Kun-Lun-Pai, kalian jangan membuat ulah dan pergilah dari sini jangan mengganggu Pinto bertiga!"

   "Ha-ha-ha, Setan Utara, sikap mereka ini jelas sudah merupakan pemberontakan, berani menentang kami yang menjadi petugas pemerintah. Niat memberontak mereka sudah tampak dan terbukti!"

   Mendengar kata-kata Lam Sian ini, Im Sim To-jin yang lebih sabar melihat bahwa kalau terjadi perkelahian, pihak mereka yang terancam bahaya. Dia sudah mendengar akan kesaktian Dua Datuk Besar itu, juga Twa-To Sam-Liong. Apalagi mereka masih membawa sepuluh orang perajurit Mongol. Kalau dia berdua bersama Wu Wi Thaisu dibantu oleh banyak murid Kun-Lun-Pai, apalagi oleh Gurunya, Pek Ciang San-Lojin, tentu saja tidak akan sukar untuk membasmi lima belas orang ini. Maka dia lalu maju dan berkata kepada dua orang Datuk Besar itu.

   "Pak Lo-Kui dan Lam Sian, kalau kalian hendak membicarakan urusan pemberontakan, mari silakan ikut kami ke Kun-Lun-Pai. Di sana kalian dapat membicarakannya dengan Ketua kami. Kami sendiri tahu apa-apa tentang hal itu."

   "Tidak perlu banyak bicara lagi. Menyerahlah atau kami akan menggunakan kekerasan!"

   Bentak Pak Lo-Kui sambil mengacungkan pedangnya ke atas kepala. Juga Lam Sian sudah memutar tasbehnya yang merupakan senjatanya yang istimewa, sambil memberi aba-aba.

   "Tangkap tiga orang Tosu ini!"

   Twa-To Sam-Liong, tiga orang tinggi besar berkulit hitam itu sudah mencabut golok besar mereka yang berat dan mereka sudah menerjang ke depan, menyerang tiga orang Tosu itu dengan golok mereka. Wu Wi Thaisu, Im Sim To-jin dan Yang Sim To-jin sudah mencabut pedang dan menangkis.

   "Trang-trang-trangg...!"

   Tiga batang golok bertemu tiga batang pedang dan bunga api berpercikan menyilaukan mata seperti kembang api.

   Tiga orang Tosu itu terkejut juga karena ternyata tiga orang Raja Bajak Sungai Yang-Ce ini bukan hanya memiliki nama kosong belaka. Pertemuan senjata mereka dengan golok tadi membuktikan bahwa mereka memiliki tenaga yang kuat, mampu mengimbangi tenaga mereka sendiri. Padahal di situ masih ada Setan Utara dan Dewa Selatan! Pak Lo-Kui dan Lam Sian segera maju mengeroyok. Wu Wi Thaisu bertanding melawan Lam Sian yang merupakan Datuk paling lihal di antara Empat Datuk Besar. Biarpun senjatanya hanya seuntai tasbeh, namun tasbeh itu kini menjadi segulung sinar hitam yang berputar cepat sekali dan menyambar dengan serangan maut! Wu Wi Thaisu maklum akan bahayanya serangan ini. Cepat dia memutar pedangnya sambil mencongkan tubuh ke kiri, lalu pedangnya membacok ke arah gulungan sinar hitam itu.

   "Ttrraakkk-tranggg...!!"

   Hebat bukan main pertemuan kedua senjata itu dan Wu Wi Thaisu merasakan betapa tangannya yang memegang gagang pedang tergetar hebat. Juga di lain pihak Lam Sian merasa betapa lengannya juga terguncang. Keduanya saling memaklumi akan kekuatan lawan dan segera terjadi perkelahian seru antara dua orang tua sakti ini. Akan tetapi segera ada empat orang perajurit yang bersenjata tombak panjang datang membantu Lam Sian. Biarpun serangan mereka tidak terlalu berbahaya bagi Wu Wi Thaisu, akan tetapi karena dikeroyok lima, tentu saja dia menjadi repot dan terdesak.

   Sementara itu, maklum bahwa lawan yang lebih banyak jumlahnya itu merupakan orang-orang yang berbahaya, Im Yang Siang To-jin segera membentuk Barisan Im-Yang-Kiam terdiri dari dua orang. Dua orang tokoh Kun-Lun-Pai ini merupakan pasangan yang hebat sekali kalau mereka maju bersama, yang seorang memainkan ilmu pedang Im-Sin-Kiam dan yang lain memainkan pedang Yang-Sin-Kiam. Kedua ilmu pedang ini sifatnya berbeda, yang satu lemas, yang lain keras. Akan tetapi mereka saling mendukung sehingga sulit untuk dapat ditembus lawan, biarpun lawan berjumlah banyak. Twa-To Sam-Liong, tiga orang tinggi besar berkulit hitam itu sudah menggerakkan golok mereka mencoba untuk mematahkan pertahanan Im Yang Sin-Kiam, namun golok mereka selalu terbentur perisai yang amat kuat dari dua batang pedang itu.

   Berulang-ulang mereka mencoba, namun selalu gagal, bahkan mereka bertiga terdesak ketika kedua orang Tosu Kun-Lun-Pai itu membalas dengan serangan gabungan Im Yang. Akan tetapi enam orang perajurit Mongol kini juga sudah membantu Twa-To Sam-Liong sehingga Im Yang Siang To-jin kini terdesak. Pak Lo-Kui, Si Iblis Utara yang belum ikut bertanding, berdiri sambil terkekeh girang melihat betapa tokoh Go-Bi-Pai dan dua orang tokoh Kun-Lun-Pai itu terdesak hebat oleh kawan-kawannya. Tanpa dia bantu pun agaknya tiga orang Tosu itu akan roboh. Tiba-tiba terdengar suara riuh dan dari arah Kun-Lun-Pai tampak datang berlarian sekitar dua puluh orang murid Kun-Lun-Pai dan di depan sendiri berlari seorang pemuda dengan gerakan amat cepat.

   Di belakang pemuda ini tampak berlari pula empat orang Tosu setengah tua yang merupakan murid-murid tingkat atas dari Kun-Lun-Pai, dan belasan orang murid yang masih muda berlari di belakang mereka. Pemuda yang bermuka putih dan tampan itu bukan lain adalah Gan Bouw yang berjuluk Pek-Bin-Houw dan menjadi Ketua Thian-Te-Pang. Seperti kita ketahui, Gan Pangcu (Ketua Gan) ini setelah menjadi Ketua Thian-Te-Pang yang baru berjalan beberapa bulan, lalu melakukan perjalanan untuk mengunjungi partai-partai persilatan besar, untuk memperkenalkan diri sebagai Ketua Thian-Te-Pang yang baru. Secara kebetulan dia bertemu bahkan menolong Yo Kang dan Ceng Seng Hwesio yang diserang Tung Giam-Lo-Ong dan See Te-Tok dan pasukan Mongol.

   Sehingga dua orang Datuk Besar dan pasukannya dapat diusir pergi. Gan Pangcu lalu memperkenalkan diri kepada Yo Kang yang dianggap mewakili Bu-Tong-Pai dan kepada Ceng Seng Hwesio yang dianggap mewakili Siauw-Lim-Pai. Karena itu, dia tidak lagi menghadap Ketua Siauw-Lim-Pai ataupun Ketua Bu-Tong-Pai. Akan tetapi pagi tadi dia naik ke Kun-Lun-Pai, menghadap kepada Ketua Kun-Lun-Pai, diterima oleh Pek Ciang San-Lojin sendiri. Setelah memberi hormat dan memperkenalkan diri sebagai Ketua baru Thian-Te-Pang dengan sikap sopan, Gan Bouw lalu bertanya mengapa Kun-Lun-Pai berada dalam suasana berkabung dan di perumahan Kun-Lun-Pai itu dipasang tanda-tanda berkabung. Pek Ciang San-Lojin mengerutkan alisnya, menghela napas dan berkata,

   "Gan Pangcu, tiga hari yang lalu terjadi malapetaka yang menimpa perguruan kami dan menewaskan sepuluh orang murid Kun-Lun-Pai..."

   "Wah, penasaran sekali!"

   Gan Bouw terbelalak memandang Ketua Kun-Lun-Pai dan berseru lantang.

   "Sungguh sulit untuk dapat dipercaya kalau saya tidak mendengar sendiri Lo-Cianpwe yang bicara. Bagaimana mungkin hal ini terjadi? Apakah Kun-Lun-Pai diserbu musuh yang banyak jumlahnya?"

   
Bayangan Bidadari Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Siancai... inilah yang membuat Pinto penasaran, bingung dan juga berduka dan sakit di hati. Yang membunuh mereka hanya seorang saja."

   "Tidak mungkin! Tidak mungkin ada seorang membunuh sepuluh orang Kun-Lun-Pai! Lo-Cianpwe, keterangan itu membuat saya menjadi penasaran sekali dan saya pun ikut berduka dan marah. Saya berjanji akan membantu Kun-Lun-Pai menangkap pembunuh yang keji itu. Siapakah dia, Lo-Cianpwe?"

   Tanya Gan Bouw sambil mengepal tinju dan wajahnya yang biasanya putih itu berubah kemerahan karena hatinya panas. KembaliKakek itu menghela napas panjang.

   "Siancai, sungguh menyedihkan dan menjengkelkan peristiwa ini, Gan Pangcu (Ketua Gan). Pembunuhan itu terjadi malam dalam gelap sehingga tidak ada murid yang dapat mengenal siapa pembunuh itu. Akan tetapi yang pasti dia berkepala gundul dan berjubah Hwesio, ilmu silatnya lihai sekali."

   "Wahh? Hwesio Siauw-Lim-Pai? Ini sama sekali tidak mungkin terjadi, Lo-Cianpwe! Bukankah Siauw-Lim-Pai bersahabat sejak dulu dengan Kun-Lun-Pai?"

   "Apa boleh buat, Pinto terpaksa harus mencurigai bahwa pembunuh itu adalah seorang murid Siauw-Lim-Pai yang pandai sekali. Sepuluh orang anak murid kami itu dibunuh dengan pukulan yang mengandung tenaga I-Kin-Keng, dan tendangan Siauw-Cu-Twi, jelas merupakan ilmu-ilmu tingkat tinggi dari Siauw-Lim-Pai."

   "Apakah dia tidak dikejar, Lo-Cianpwe?"

   "Dua orang murid kepala Pinto, Im Sim To-jin dan Yang Sim To-jin kini belum kembali sejak pembunuhan terjadi. Mereka yang melakukan pengejaran. Pinto sudah menyuruh para murid untuk menyusul mereka."

   Pada saat itu, seorang Tosu setengah tua memasuki ruangan dan berlutut di depan Pek Ciang San-Lojin.

   "Suhu, Teecu melihat kedua Sute Im Yang Siang To-jin dan kalau Teecu tidak salah lihat, Wu Wi Thaisu dari Go-Bi-Pai sedang dikeroyok pasukan Mongol."

   "Siancai...!"

   Pek Ciang San-Lojin bangkit berdiri, diikuti oleh Gan Bouw.

   "Kumpulkan para murid, Pinto sendiri yang akan menghadapi pasukan Mongol!"

   Akan. tetapi Gan Bouw cepat berkata,

   "Lo-Cianpwe, menghadapi pasukan Mongol adalah urusan kecil. Tidak sepantasnya kalau Lo-Cianpwe sendiri yang turun tangan. Biarlah saya yang akan menghajar anjing-anjing Mongol itu!"

   Setelah berkata demikian, Gan Bouw lalu melompat keluar. Pek Ciang San-Lojin memerintahkan para muridnya, dan empat orang Tosu yang merupakan murid-murid kepala yang membantu pekerjaan Im Yang Siang To-jin untuk membantu tiga orang Tosu yang dikeroyok pasukan Mongol itu.

   Demikianlah, rombongan murid Kun-Lun-Pai itu datang ke tempat perkelahian dan Gan Bouw yang memiliki ilmu ber-lari cepat paling tinggi tingkatnya, dapat datang lebih dulu, diikuti oleh empat orang Tosu agak jauh di belakangnya dan para murid lain berada lebih jauh lagi. Melihat banyak murid Kun-Lun-Pai mendatangi, Pak Lo-Kui yang tadinya hanya menonton saja karena pihaknya berada di pihak unggul, lalu menerjang dan menyerang Wu Wi Thaisu yang sudah terdesak oleh pengeroyokan Lam Sian dan empat orang perajurit. Serangan dengan pedang ini amat cepat dan hampir menusuk lambung Wu Wi Thaisu yang cepat membuang diri ke belakang. Pada saat itu, sebuah tendangan kaki Lam Sian yang pendek mengenai perutnya.

   "Bukk...!!"

   Tubuh Wu Wi Thaisu terjengkang. Walaupun dia telah melindungi perutnya dengan tenaga dalam sehingga tidak terluka namun dia terbanting dan sejenak tidak berdaya. Padahal ketika itu, Pak Lo-Kui sudah menubruk dan membacokkan pedangnya ke arah leher wakil Ketua Go-Bi-Pai itu!

   "Singgg... tranggg...!"

   Pedang di tangan Pak Lo-Kui terpental ketika bertemu dengan sebuah batu yang menyambar dan tepat mengenai pedang Si Iblis Utara yang tadi membacok ke arah Wu Wi Thaisu. Melihat dirinya terhindar dari maut, W u Wi Thaisu cepat bergulingan menjauh lalu meloncat berdiri lagi dan siap melanjutkan perkelahian. Pak Lo-Kui marah sekali, akan tetapi juga gentar. Hanya dengan lontaran batu pemuda muka putih itu mampu membuat pedangnya terpental! Kini empat orang Tosu murid tingkat atas Kun-Lun-Pai sudah tiba dan mereka segera membantu Im Yang Siang To-jin yang masih dikeroyok.

   Yang menolong Wu Wi Thaisu tadi adalah Gan Bouw. Kini pemuda itu sudah menyerang Pak Lo-Kui dengan tangan kosong. Walaupun dia bertangan kosong, namun serangannya demikian aneh dan hebat sehingga Pak Lo-Kui terdesak dan mundur-mundur. Dia mengenal ilmu silat aliran Barat yang didasari ilmu-ilmu dari para Pendeta Lama di Tibet, dan dia tahu betapa lihainya pemuda itu. Demikian pula Lam Sian, setelah kini menghadapi Wu Wi Thaisu yang dibantu dua orang Tosu, menjadi repot. Twa-To Sam-Liong juga kerepotan setelah kini Im Yang Siang To-jin dibantu dua orang Tosu Kun-Lun-Pai yang lain. Gan Bouw melihat betapa sepuluh orang perajurit Mongol itu masih mengeroyok, segera mengamuk. Biarpun hanya bertangan kosong, namun tubuhnya berkelebatan menyambar-nyambar dan dalam waktu singkat, dia tidak meroboh tewaskan empat orang perajurit Mongol!

   Kini para murid Kun-Lun-Pai tiba di situ dan sambil berteriak-teriak membantu Wu Wi Thaisu dan para Tosu pimpinan Kun-Lun-Pai! Melihat ini, Pak Lo-sian dan Lam Sian berseru keras dan mereka berlompatan menghindar, diikuti oleh Twa-To Sam-Liong yang juga maklum bahwa melawan terus berarti bunuh diri. Mereka berlima sudah berloncatan ke atas punggung kuda masing-masing dan melarikan diri meninggalkan tempat itu. Perajurit Mongol yang tinggal enam orang itu juga mencoba untuk melarikan diri. Akan tetapi gerakan mereka kurang cepat dan mereka segera terkepung banyak sekali murid Kun-Lun-Pai yang mengeroyok mereka sehingga tak lama kemudian enam orang perajurit Mongol itu sudah roboh dan tewas dengan tubuh penuh luka. Setelah pertempuran selesai, Wu Wi Thaisu menghadapi Gan Bouw dan memberi hormat dengan merangkap kedua tangan depan dada.

   "Siancai, kalau tidak ada Sicu yang tadi menolong Pinto, tentu sekarang Pinto sudah tewas di tangan Pak Lo-Kui. Sicu, Pinto adalah Wu Wi Thaisu, wakil Ketua Go-Bi-Pai. Siapakah nama dan marga Sicu yang besar dan mulia?"

   "Ah, kiranya Lo-Cianpwe adalah wakil Ketua Go-Bi-Pai! Senang sekali dapat membantu Lo-Cianpwe! Kebetulan sekali karena saya tadinya bermaksud berkunjung ke Go-Bi-Pai untuk memperkenalkan diri. Lo-Cianpwe, saya bernama Gan Bouw dan baru beberapa bulan yang lalu saya dipilih menjadi Ketua Thian-Te-Pang di kaki Pegunungan Beng-San."

   "Bukankah Pangcu (Ketua) dari Thian-Te-Pang adalah Li Bu Kok?"

   Tanya Wu Wi Thaisu.

   "Benar, Lo-Cianpwe. Li Pangcu terbunuh ketika diserang gerombolan perampok yang dipimpin Tiga Belas Srigala Gila. Saya membantu Thian-Te-Pang dan berhasil menewaskan para perampok, lalu para anggauta Thian-Te-Pang mengangkat saya menjadi Ketua menggantikan mendiang Li Bu Kok Pangcu yang telah tewas."

   "Siancai, masih begini muda sudah memiliki kepandaian tinggi dan menjadi Ketua Thian-Te-Pang. Sungguh Pinto merasa kagum sekali, Gan Pangcu."

   Kini Im Yang Siang To-jin juga menghampiri dan Im Sim To-jin berkata kepada Gan Bouw.

   "Gan Pangcu, kami mewakili Kun-Lun-Pai juga amat berterima kasih atas bantuan Pangcu."

   "Akan tetapi bagaimana Gan Pangcu dapat datang membantu kami bersama para murid kami ini?"

   Tanya Yang Sim To-jin.

   "Ji-wi Totiang (Bapak Pendeta Berdua) tentulah yang terkenal dengan sebutan Im Yang Siang To-jin. Begini, Totiang. Saya kebetulan menjadi tamu dan menghadap Lo-Cianpwe Pek Ciang San-Lojin untuk memperkenalkan diri. Selagi kami bercakap-cakap, seorang murid Kun-Lun-Pai datang melapor akan perkelahian keroyokan di sini. Maka saya lalu ikut bersama para murid Kun-Lun-Pai untuk membantu. Sekarang saya telah memperkenalkan diri kepada pimpinan Kun-Lun-Pai dan juga melalui Lo-Cianpwe Wu Wi Thaisu sudah memperkenalkan diri kepada pimpinan Go-Bi-Pai. Saya hendak melanjutkan perjalanan saya, karena saya juga merasa amat penasaran dengan terjadinya pembunuhan para murid Kun-Lun-Pai oleh seorang Hwesio Siauw-Lim-Pai Saya akan membantu dan mencari pembunuh kejam itu!"

   "Murid-murid Kun-Lun-Pai dibunuh seorang Hwesio Siauw-Lim-Pai?"

   Tanya Wu Wi Thaisu heran.

   "Begitulah yang saya dengar dari Lo-Cianpwe Pek Ciang San-Lojin, karena semua korban itu berbekas pukulan dengan tenaga I-Kin-Keng dan tendangan Siauw-Cu-Twi dari juga katanya bayangan pembunuh itu berkepala gundul dan berjubah Hwesio."

   "Siancai...! Apa artinya sennua ini? Murid Pinto, Wi Tek Tosu juga terbunuh pada suatu malam dengan pukulan mengandung I-Kin-Keng dari Siauw-Lim-Pai, dan para murid ada yang melihat berkelebatnya bayangan hitam yang berkepala gundul berjubah Hwesio!"

   Kata Wu Wi Thaisu dengan terkejut dan heran.

   "Penasaran! Penasaran! Tak saLah ini pasti ulah murid Siauw-Lim-Pai! Saya harus menyelidiki perkara ini sampai dapat menangkap pembunuh keji itu!, Sekarang, maaf, saya harus melanjutkan perjalanan untuk mulal dengan penyelidikan saya!"

   Setelah berkata demikian, Gan Bouw memberi hormat kepada mereka semua lalu pergi meninggalkan tempat itu.

   "Wu Wi Thaisu, mari Pinto persilakan Totiang ikut kami dan kita bicarakan urusan ini dengan Suhu Pek Ciang San-Lojin."

   Ajak Im Sim To-jin. Wakil Ketua Go-Bi-Pai itu mengangguk dan mereka semua lalu pergi ke perkampungan Kun-Lun-Pai, kecuali para murid yang ditugaskan untuk mengubur mayat sepuluh orang perajurit Mongol itu. Setelah Wu Wi Thaisu dan Im Yang Siang To-jin menghadap Pek Ciang San-Lojin dan membicarakan pembunuhan-pembunuhan yang terjadi menimpa sepuluh orang murid Kun-Lun-Pai dan seorang tokoh Go-Bi-Pai. Setelah mendengar laporan yang lengkap tentang pembunuhan-pembunuhan terhadap sepuluh orang murid Kun-Lun-Pai dan seorang tokoh Go-Bi-Pai yang agaknya dilakukan oleh Hwesio Siauw-Lim-Pai, kemudian mendengar tentang penyerangan para Datuk Besar yang sesat dengan pasukan Mongol, Pek Ciang San-Lojin menghela napas panjang.

   "Siancai...! Urusan ini sungguh gawat. Bagaimana mungkin seorang anggauta Siauw-Lim-Pai yang tinggi ilmunya melakukan pembunuhan-pembunuhan terhadap murid-murid Kun-Lun-Pai dan Go-Bi-Pai? Selama puluhan, bahkan ratusan tahun di antara mereka dan kita terjalin persahabatan yang baik. Sulit untuk dapat dipercaya bahwa Siauw-Lim-Pai kini memusuhi Kun-Lun-Pai dan Go-Bi-Pai!"

   "Pinto sendiri juga telah membicarakan dengan Suhu Pek Eng Thaisu dan kami tidak berani sembarangan menuduh Siauw-Lim-Pai. Akan tetapi, hendaknya Lo-Cianpwe tidak lupa bahwa biarpun Siauw-Lim-Pai dan kita mempunyai tujuan yang sama, yaitu mendidik murid-murid menjadi pembela kebenaran dan keadilan, akan tetapi dalam hal pendidikan agama kita jauh berbeda dengan mereka. Baik Kun-Lun-Pai maupun Go-Bi-Pai mempelajari Agama To dan Khonghucu yang berakar dari bangsa sendiri. Sebaliknya, mereka mempelajari Agama Hud-kauw (Buddha) yang berasal dari India. Dalam hal tata-susila kehidupan jasmani kita mengikuti pelajaran Nabi Khongcu dan soal kerohanian kita mengikuti pelajaran Nabi Locu. Mungkin perbedaan yang mendasar ini membuat mereka diam-diam membenci kita, apalagi melihat betapa rakyat semakin banyak yang mengikuti agama yang kita sebarkan."

   Pek Ciang San-Lojin menggeleng kepala.

   "Siancai..., Pinto tidak menduga sampai demikian jauhnya, Wu Wi Thaisu. Pinto mempunyai dugaan begini. Pertama, mungkin memang pelakunya seorang tokoh Siauw-Lim-Pai yang melakukan pembunuhan tanpa sepengetahuan para pimpinan Siauw-Lim-Pai, melainkan atas kehendak sendiri dan mungkin juga mempunyai kebencian pribadi yang membuatnya menaruh dendam. Ke dua, melihat betapa Kun-Lun-Pai dan Go-Bi-Pai menjadi korban dan Siauw-Lim-Pai menjadi kambing hitamnya, mungkin ada pihak ke tiga yang sengaja hendak mengadu domba antara kita dengan Siauw-Lim-Pai. Nah, kita sekarang harus mengingat-ingat dan mencari siapa kiranya orang yang membenci Kun-Lun-Pai, Go-Bi-Pai, dan juga Siauw-Lim-Pai karena dia membunuh murid Kun-Lun-Pai dan Go-Bi-Pai, akan tetapi melemparkan tuduhan kepada Siauw-Lim-Pai."

   "Suhu, melihat adanya Pak Lo-Kui dan Lam Sian yang membawa pasukan Mongol menyerang Teecu bertiga Wu Wi Thaisu, Teecu kira pemerintah Mongol yang menjadi biang keladi semua pembunuhan itu! Kerajaan Mongol memusuhi kita dan hendak mengadu domba di antara kita!"

   Kata Yang Sim To-jin.

   "Memang apa yang engkau kemukakan itu masuk akal juga, Yang Sim To-jin, akan tetapi kalau memang pemerintah Mongol hendak memusuhi kita, mengapa harus mengambil cara yang susah-susah begitu? Mereka memiliki pasukan yang besar dan kuat, dan kalau mereka hendak membasmi kita semua dengan kekuatan bala-tentara, kita pun tidak akan mampu melawan mereka yang memiliki ratusan ribu orang perajurit."

   Kata Pek Ciang San-Lojin.

   "Pinto kira pasti ada orang yang memusuhi kita semua. Mungkin saja musuh yang membenci kita itu bekerja sama dengan pemerintah Mongol, mungkin juga tidak. Akan tetapi siapa orang yang memusuhi kita, yang memiliki kepandaian sedemikian tingginya?"

   Hening sejenak, kemudian tiba-tiba Wu Wi Thaisu berseru.

   "Siancai...! Mengapa kita semua lupa? Lo-Cianpwe, orang-orang yang amat membenci kita semua adalah Hek Moli dan suaminya, Bhutan Koai-jin! Hek Moli tewas oleh pengeroyokan Tiga San Lojin dari Kun-Lun-Pai dan Wi Tek Tosu dari Go-Bi-Pai, sedangkan Bhutan Koai-jin buntung kaki kanannya oleh Bu Kek Tianglo dari Siauw-Lim-Pai. Setelah mereka berdua tewas, muncul murid mereka yang pernah memusuhi kita dan murid itu telah membunuh Tiga San Lojin dari Kun-Lun-Pai, juga dulu hendak membunuh Wi Tek Tosu murid Pinto. Jelas, ialah yang mendendam dan membenci kita semua atas kematian suami-isteri iblis yang menjadi Gurunya itu! Kwee In Hong, Si Bayangan Bidadari! Siapa lagi yang membenci kita semua sedemikian hebatnya sehingga tega melakukan pembunuhan-pembunuhan keji itu selain Kwee In Hong? Dan kita semua mengetahui betapa lihainya gadis iblis itu. Agaknya semua ilmu dari Hek Moli dan Bhutan Koai-jin telah diwariskan kepadanya. Dan dalam keganasan, Pinto sendiri merasakan bahwa ia bahkan lebih ganas dan lebih kejam daripada Hek Moli sendiri. Dan terus terang saja, Pinto sendiri tidak mampu mengalahkannya."

   "Siancai...! Pinto teringat sekarang! Memang Kwee In Hong itu lihai bukan main, dan ganas melebihi Hek Moli (Iblis Betina Hitam). Pinto pernah bertanding melawannya sekitar dua tahun yang lalu dan terus terang Pinto sendiri agak sukar mengalahkannya. Baru setelah Susiok Siang Te Lokai turun tangan, Pinto hampir dapat membunuh iblis betina itu. Dan kemudian muncul Ong Tiang Houw, pendekar besar murid Bu Sek Tianglo yang agaknya telah menjadi gila namun masih lihai sekali menyelamatkan Kwee In hong! Ah, Ong Tiang Houw yang menggunakan nama Bu Jin Ai itu tentu saja menguasai ilmu-ilmu tingkat tinggi Siauw-Lim-Pai! Sungguh patut dicurigai bahwa semua ini tentu dilakukan oleh Kwee In Hong dan Ong Tiang Houw!"

   Kata Pek Ciang San-Lojin.

   (Lanjut ke Jilid 17)

   Bayangan Bidadari/Sian Li Eng Cu (Cerita Lepas)

   Karya: Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 17

   Wu WI Thaisu mengerutkan alisnya.

   "Hemm, kalau ternyata benar demikian, Siauw-Lim-Pai tidak dapat melepas tanggung jawabnya. Bagaimanapun juga, Ong Tiang Houw itu juga termasuk murid Siauw-Lim-Pai, karena mendiang Bu Sek Tianglo adalah suheng dari Bu Kek Tianglo Ketua Siauw-Lim-Pai."

   "Benar sekali!"

   Kata Yang Sim To-jin.

   "Siauw-Lim-Pai harus bertanggung jawab untuk mencari pembunuh itu. Pembunuh itu melakukan pembunuhan dengan ciri-ciri seorang Hwesio Siauw-Lim-Pai, dan kita yang menderita dan menjadi korban. Kalau Siauw-Lim-Pai tidak mau bertanggung jawab, berarti Siauw-Lim-Pai memusuhi kita!"

   "Sekarang baiknya begini saja. Engkau mewakili Go-Bi-Pai untuk menyelidiki tentang peristiwa pembunuhan ini, bukan?"

   Tanya Pek Ciang San-Lojin kepada Wu Wi Thaisu.

   "Benar, Lo-Cianpwe. Suhu memang telah menyerahkan kepada Pinto untuk melakukan penyelidikan dan selanjutnya berkunjung ke Siauw-Lim-Pai untuk minta pertanggungan jawab Siauw-Lim-Pai."

   "Bagus, kalau begitu. Pinto akan mewakilkan Kun-Lun-Pai kepada Im Sim To-jin dan Yang Sim To-jin untuk bersamamu menghadap Bu Kek Tianglo di Siauw-Lim-Pai. Pinto ingin mengetahui apa pendapat Bu Kek Tianglo dalam peristiwa ini."

   

Si Bayangan Iblis Karya Kho Ping Hoo Si Teratai Merah Karya Kho Ping Hoo Pendekar Budiman Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini