Bayangan Bidadari 20
Bayangan Bidadari Karya Kho Ping Hoo Bagian 20
"Hemm..."
Yo Kang mengerutkan alisnya.
"Jangan salah sangka, Twako. Ayah kandungku, Ong Tiang Houw itu, sudah menebus kesalahannya dengan penderitaan batin yang amat hebat! Ketika melihat Yo Cui Hwa, Ong Tiang Houw yang menduda itu merasa kasihan, bahkan lalu jatuh cinta. Dia menyelamatkan Yo Cui Hwa dan membawanya pergi. Akhirnya, wanita yang kehilangan suami, anak dan segala-galanya itu bersedia menjadi isteri Ong Tiang Houw yang bersikap baik kepadanya. Tentu saja ia sama sekali tidak tahu bahwa laki-laki yang menjadi suaminya itu adalah orang yang membunuh Kwee Seng, suami pertamanya. Mereka hidup bahagia dan setahun setelah mereka menikah, lahirlah aku. Kami hidup bahagia, yaitu Ayah Ong Tiang Houw, Ibu Yo Cui Hwa, Kakak Ong Teng San dan aku. San-Ko (Kakak San) amat sayang kepadaku seperti Adik sendiri. Akan tetapi kebahagiaan keluarga kami itu hancur berantakan ketika aku berusia sembilan tahun. Ibuku selalu memarahi Ayahku, menagih janji Ayah yang hendak menangkap pembunuh Kwee Seng dan menemukan Enci In Hong. Kakak Ong Teng San yang amat mencinta Ibuku mengatakan bahwa dia yang akan pergi mencari pembunuh Kwee Seng dan menemukan Enci In Hong. Dia akan membalaskan kematian Kwee Seng dan menemukan Enci In Hong. Mendengar kesanggupan San-Ko untuk membunuh orang yang membunuh Kwee Seng, Ayah tidak dapat menahan kegelisahannya dan dia pun mengaku kepada Ibuku bahwa sesungguhnya dialah yang membunuh Kwee Seng. Mulailah kehancuran melanda keluarga kami setelah Ayah mengucapkan kenyataan ini. Kakak Ong Teng San mengajak aku minggat dari rumah dan menjadi murid Siauw-Lim-Pai. Ibuku membenci Ayahku dan tidak mau memaafkan karena ia menganggap Ayahku menipunya. Ayahku lalu pergi dalam keadaan menderita tekanan batin hebat sehingga dia merantau seperti orang gila, bahkan mengubah namanya menjadi Bu Jin Ai (Tidak Ada Orang Mencintanya)."
Yo Kang merasa terharu. Dia dapat merasakan penderitaan empat orang itu! Bibinya, Yo Cui Hwa, jelas merasa amat menderita, merasa malu dan berdosa karena ia menjadi isteri orang yang dulu membunuh suaminya tercinta, walaupun hal itu ia lakukan di luar pengetahuannya. Pantas saja Bibinya itu merahasiakan pernikahannya dengan Ong Tiang Houw. Tentu saja ia merasa malu kalau terdengar orang, terutama terdengar keluarga Yo bahwa ia menikah dengan pembunuh suaminya! Dia juga merasa iba kepada Ong Tiang Houw. Orang ini terkenal sebagai seorang pendekar yang menentang penjajah, kemudian memusuhi para bangsawan dan hartawan yang kebanyakan tunduk kepada pemerintah penjajah Mongol.
Dia membunuh Kwee Seng bukan karena kebencian atau permusuhan pribadi, melainkan sebagai akibat perjuangannya itu. Kemudian dia menikahi bibinya yang sudah janda. Duda mengawini janda dan dasarnya saling cinta. Dia kemudian secara jujur mengakui bahwa dialah pembunuh Kwee Seng. Akibatnya kedua anaknya, Ong Teng San dan Ong Lian Hong, membencinya dan minggat. Isterinya juga membencinya. Penderitaan batin ini membuat dia menjadi gila! Tentu saja dia juga merasa iba kepada Ong Teng San dan Lian Hong. Dua bersaudara seAyah berlainan Ibu ini kehilangan kasih sayang Ayah dan Ibu mereka.
"Siauw-moi, sekarang aku mengerti mengapa Bibi Yo Cui Hwa dan Adik Kwee In Hong merahasiakan hal itu. Sungguh kasihan kalian berempat, menjadi permainan takdir. Teruskan ceritamu, Adikku, ceritamu menarik sekali.
"Selama lima tahun aku berlatih di Siauw-Lim-Pai, ketika aku berusia empat belas tahun, Kakakku Ong Teng San menyuruh aku pulang ke Hok-Te-Cung menemui Ibu, sedangkan dia sendiri pergi untuk mencari Ayah dan Enci In Hong. Akan tetapi tidak lama aku tinggal di sana, datang Enci In Hong yang membawa berita amat menyedihkan. Enci In Hong merasa heran melihat aku yang pernah ia temui sebagai Adik-Kakak Ong Teng San berada di sana bersama Ibu. Kemudian Ibu mengaku bahwa aku adalah anak kandungnya dari perkawinannya dengan Ong Tiang Houw, Ayah kandung Ong Teng San dari Ibu pertama. Kemudian Ibu berterus terang bahwa baru beberapa tahun yang lalu Ibu mengetahui bahwa yang menjadi suaminya yang ke dua adalah pembunuh Kwee Seng, suaminya yang pertama atau Ayah kandung Enci In Hong! Enci In Hong terkejut bukan main dan ia sampai jatuh pingsan mengetahui bahwa Ibu kandungnya menikah dengan pembunuh Ayahnya!"
"Ah, kasihan sekali In Hong!"
Yo Kang berkata lirih. Sungguh merupakan sebuah keluarga yang bernasib malang!
(Lanjut ke Jilid 19)
Bayangan Bidadari/Sian Li Eng Cu (Cerita Lepas)
Karya: Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 19
"Akan tetapi, ada berita yang lebih nimenyedihkan hatiku, Yo-Twako. Enci In Hong menceritakan bahwa Ayah kandungku, Ong Tiang Houw telah mati dibunuh Kakak Ong Teng San sendiri!"
"Aih, mengapa seorang putera membunuh Ayah kandungnya sendiri?"
Seru Yo Kang heran.
"Enci In Hong tidak menceritakan sebabnya. Ia hanya bilang bahwa Ong Tiang Houw telah mati dibunuh Ong Teng San, sedangkan Kakak Ong Teng San juga dibunuh oleh Enci In Hong. Ia hanya berkata demikian, lalu meninggalkan kami. Tak lama kemudian, Suheng Ceng Seng Hwesio datang menjemputku dan membawaku ke Siauw-Lim-Pai di mana selama dua tahun aku menerima gemblengan langsung dari Suhu Bu Kek Tianglo. Nab, begitulah, Twako. Semua sudah kuceritakan sejujurnya karena kini aku tahu bahwa engkau adalah Piauw-Ko dariku."
"Ah, Lian Hong Adik misanku yang baik. Ceritamu membuat aku merasa kasihan dan sedih. Akan tetapi akhirnya aku menjadi senang melihat bahwa engkau selain Adik misanku, juga merupakan rekanku, karena engkau mewakili Siauw-Lim-Pai seperti aku mewakili Bu-Tong-Pai untuk mencari dan menangkap pembunuh itu. Sebagai Kakak dan Adik misan tentu kita dapat bekerja sama lebih baik!"
"Aku juga girang sekali, Twako. Mudah-mudahan kita berdua dapat membongkar rahasia pembunuh misterius ini sehingga nanti pada ulang tahun Siauw-Lim-Pai, Suhu Bu Kek Tianglo dapat terbebas dari tanggung jawab dan sakit hati tiga perguruan besar Bu-Tong-Pai, Kun-Lun-Pai dan Go-Bi-Pai dapat terbalas."
"Lian Hong, melihat betapa engkau marah sekali ketika tadi Wu Wi Thaisu mencurigai In Hong, membuat aku berpikir bahwa mungkin sekali engkau tidak atau belum mengenal In Hong dengan baik."
"Ah, masa aku tidak mengenal enciku sendiri. Biarpun pertemuan antara kami hanya singkat dan pendek, namun aku tahu dan kenal betul Enci In Hong. Ia seorang yang memiliki ilmu kepandaian yang sangat tinggi, aku sayang dan amat kagum padanya, Twako."
"Aku juga... amat sayang padanya, Lian Hong, dan tentu saja aku tidak mau menyangka yang buruk-buruk kepadanya. Bahkan terus terang saja aku... aku mencintanya! Akan tetapi bagaimanapun juga, kita yang bertugas menyelidiki pembunuhan-pembunuhan itu, kita harus membuka mata melihat kenyataan-kenyataan. Dugaan yang diucapkan Wu Wi Thaisu itu bukan sekadar fitnah, Lian Hong. Memang harus kuakui bahwa setelah apa yang dilakukan In Hong dua tiga tahun yang lalu itu, cukup kuat untuk membuat ia dicurigai sebagai pembunuh misterius itu."
"Perbuatan apakah yang dilakukan Enci In Hong, Yo-Twako? Yang kuketahui hanya bahwa ia pernah mencoba untuk mencuri kitab I-Kin-Keng dari Kuil Siauw-Lim kukira dosanya itu tidak terlalu besar, apalagi usahanya mencuri kitab itu tidak berhasil."
Yo Kang menghela napas panjang.
"Mendiang Guru In Hong, yaitu suami-isteri Bhutan Koai-jin dan Hek Moli bermusuhan dengan Empat Partai Persilatan Besar. Akhirnya Hek Moli tewas dikeroyok para Tosu Kun-Lun-Pai dan Go-Bi-Pai, sedangkan Bhutan Koai-jin dibuntungi kaki tangannya oleh Bu Kek Tianglo dan para tokoh Bu-Tong-Pai. Akan tetapi mereka berdua pun telah membunuh banyak tokoh Empat Partai Persilatan itu. Kemudian In Hong membalaskan sakit hati Gurunya dan ia menyerbu Kun-Lun-Pai, membunuh tiga Kun-Lun Sam Lojin dari Kun-Lun-Pai dan ia pernah mengacau Siauw-Lim-Pai untuk mencuri kitab. Maka, ketika terjadi pembunuhan-pembunuhan terhadap orang-orang Bu-Tong-Pai, Kun-Lun-Pai, dan Go-Bi-Pai dengan pelakunya menyamar sebagai murid Siauw-Lim-Pai, maka mudah saja orang menjatuhkan tuduhan kepada In Hong."
Lian Hong tertegun sebentar.
"Akan tetapi menurut keterangan pembunuh misterius itu kepalanya gundul dan pakaiannya seperti seorang Hwesio."
"Wu Wi Thaisu berkata benar ketika mengatakan bahwa kepala gundul itu dapat dibuat dengan topeng penutup kepala sehingga dalam cuaca gelap disangka gundul. Pembunuh itu belum tentu gundul benar dan belum tentu seorang Hwesio. Jelas ada unsur mengadu domba dalam perkara ini. Si pembunuh menghendaki agar Siauw-Lim-Pai diserbu dan dikeroyok tiga perguruan yang lain."
"Apakah engkau juga menyangka Enci In Hong pelakunya, Twako?"
Yo Kang menggelengkan kepalanya.
"Tidak, Lian Hong. Aku mengenal In Hong terlalu baik sehingga aku tahu betul bahwa di balik semua kekerasan dan keganasannya itu terdapat watak yang berbudi dan adiI. la seorang pendekar wanita sejati, hanya berwatak agak liar karena ia terdidik oleh suami-isteri yang menjadi datuk sesat seperti Bhutan Koai-jin dan Hek Moli. Ingat saja betapa ia telah membunuh Ong Teng San itu, hal yang sungguh amat mengherankan. Sekarang, mari kita lupakan dulu Adik Kwee In Hong dan kita coba selidiki, siapa yang sekiranya patut dicurigai. Kita dapat saling mengemukakan pendapat kita untuk diperbandingkan."
"Baiklah, Twako. Pertama-tama ada seorang yang kucurigai. Dia seorang pemuda yang amat lihai dan terus terang saja, sebetulnya melihat sikap dan penampilannya, aku tidak mencurigainya. Dia tidak jahat, orangnya menarik walaupun sikapnya agak ugal-ugalan dan nakal. Ilmu silatnya juga tinggi sekali karena dia adalah murid Thian Beng Siansu di Himalaya yang masih terhitung Sute (Adik Seperguruan) dari Suhu Bu Kek Tianglo. Akan tetapi, yang terasa aneh dan mencurigakan, dia dengan sikap ugal-ugalan, menyusup ke Siauw-Lim-Pai tanpa diketahui orang dan memaksa hendak bertemu Suhu yang sedang bersamadhi. Dia bahkan berhasil melewati Ruangan Penguji Murid Ngo-Heng-Tin dan mampu menandingi Ngo-Heng-Tin yang aseli. Kemudian dia disuruh nnenunggu sampai Suhu menghentikan samadhinya. Ketika engkau datang ke Siauw-Lim-Pai, dia masih berada di kamar tamu, akan tetapi ketika Suheng Ceng Seng Hwesio teringat kepadanya dan hendak membawanya menghadap Suhu, ternyata dia telah hilang tanpa meninggalkan jejak!"
Gadis remaja ini tidak menceritakan betapa pemuda itu menyerah kepadanya, ia ikat dengan ujung sabuknya namun dapat terlepas sendiri. Ia merasa malu karena di dalam hatinya, ia amat tertarik kepada Si Han Lin.
"Hemm, siapakah pemuda itu, Lian Hong? Dan mengapa engkau mencurigainya?"
"Namanya Si Han Lin. Karena Gurunya, Thian Beng Siansu pernah meninggalkan Siauw-Lim-Pai, mungkin saja dia merasa tidak suka atau mendendam kepada Siauw-Lim-Pai dan sengaja hendak merusak nama baik Siauw-Lim-Pai. Aku yakin bahwa sebagai murid Thian Beng Siansu, Si Han Lin itu mahir ilmu-ilmu silat tingkat tinggi dari Siauw-Lim-Pai. Dan mengingat bahwa pembunuh misterius itu menggunakan ilmu-ilmu Siauw-Lim-Pai, maka timbul kecurigaanku kepadanya. Apalagi dia menghilang begitu saja dari Siauw-Lim-Pai sebelum menghadap Suhu seperti yang dikehendakinya ketika dia menyusup ke sana."
Yo Kang mengangguk-angguk.
"Memang aneh sekali sikapnya itu. Pasti ada apa-apanya dan kita boleh memasukkan dia sebagai seorang di antara mereka yang patut dicurigai sebagai pembunuh misterius. Masih adakah orang lain lagi yang patut engkau curigai, Lian Hong?"
Lian Hong mengingat-ingat.
"Menurut Suhu, tentu saja banyak orang yang termasuk golongan sesat menaruh dendam dan memusuhi Siauw-Lim-Pai karena selamanya para murid Siauw-Lim-Pai menentang mereka yang suka melakukan kejahatan. Akan tetapi tentu sukar untuk meneliti mereka satu demi satu karena di dunia ini terdapat amat banyak orang jahat. Akan tetapi aku ingat, ada seorang yang patut dicurigai. Ia adalah seorang wanita yang menurut pengakuannya berjuluk Ang Hwa Niocu, dan ia juga lihai bukan main. Ketika aku berusia empat belas tahun dan turun gunung bersama Kakakku Ong Teng San yang menyuruhku pulang menemani Ibu di Hok-Te-Cung, dalam perjalanan kami bertemu dengan wanita itu. Ketika itu usianya sekitar dua puluh tiga tahun. la cantik dan sikapnya genit, di rambutnya terdapat setangkai bunga merah, mungkin hiasan bunga itu yang membuat ia memakai julukan Ang Hwa Niocu (Nona Bungan Merah). Ketika kami bertemu dengan wanita itu, ia dengan genit sekali menggoda Kakakku Ong Teng San. Akan tetapi San-Ko tidak melayani bujuk rayunya, malah menegurnya. Akhirnya ia menjadi marah dan ia menyerang kami. Kami melawan dan terjadi perkelahian seru. la amat lihai, Twako. Dengan susah payah, setelah mengeroyoknya sampai puluhan jurus, barulah Ang Hwa Niocu melarikan diri dan berjanji kelak akan membalas kekalahannya. Nah, aku menjadi curiga, karena mungkin saja ia yang menjadi pembunuh misterius itu untuk merusak nama Siauw-Lim-Pai."
Yo Kang termenung.
"Hemm, ada kemungkinannya juga, walaupun amat lemah alasan itu. Sayang aku tidak pernah mendengar namanya."
"Menurut keterangan mendiang Kakak Ong Teng San, ilmu silat Ang Hwa Niocu adalah ilmu silat dengan dasar ilmu dari Kun-Lun-Pai. Tentu ia murid Kun-Lun-Pai yang sudah tinggi tingkat kepandaiannya dan mungkin selama dua tahun lebih ini ia telah meningkatkan lagi ilmu silatnya."
"Hemm, ia murid Kun-Lun-Pai? Kalau begitu, memang ia patut dicurigai. Ketahuilah, Lian Hong, dulu ketika aku melakukan perjalanan bersama In Hong, aku diserang secara menggelap oleh seseorang yang menggunakan ilmu pukulan Pek-Kong-Ciang. Nyaris aku celaka namun In Hong yang terbangun dari tidur membantuku. Penyerang melarikan diri dan karena malam itu gelap, kami tidak dapat mengejarnya. Melihat ia menggunakan Pek-Kong-Ciang, ilmu andalan Kun-Lun-Pai, maka besar kemungkinan ia murid Kun-Lun-Pai dan setelah mendengar ceritamu tentang Ang Hwa Niocu, maka wanita itu memang patut kita curigai. Apa masih ada orang lain lagi yang kau curigai, Siauw-moi?"
Gadis itu menggelengkan kepala.
"Tidak ada lagi, Twako. Kalau engkau, bagaimana? Siapa yang kau curigai?"
"Tadi sudah kuceritakan tentang riwayat In Hong dan betapapun sedihnya perasaan hatiku, namun kita harus berani menghadapi kenyataan, betapapun pahitnya. Kita terpaksa menempatkan In Hong dalam daftar mereka yang tersangka. Maafkan aku, Lian Hong. la Kakak tirimu, akan tetapi ia juga Adik misanku dan aku cinta padanya."
"Baiklah, Twako. Aku mengerti perasaanmu. Kita akan menyelidiki juga Enci In Hong, mudah-mudah bukan ia pelakunya. Lalu siapa lagi yang kau curigai?"
"Ada seseorang yang kucurigai, akan tetapi sulit aku mencari sebab kecurigaanku itu karena dia sama sekali tidak menunjukkan hal-hal yang patut untuk dicurigai. Namanya Gan Bouw dan dia baru saja menjadi Ketua Thian-Te-Pang di kaki Pegunungan Beng-San. Dia masih muda, sebaya dengan aku, akan tetapi ilmu kepandaiannya sangat tinggi. Dia mengaku sebagai murid para Pendeta Lama di Tibet. Sikapnya memang lembut, sopan dan manis tutur sapanya. Bahkan dia telah menolong aku dan Ceng Seng Hwesio ketika kami berdua diserang oleh Tung Giam-Lo-Ong Si Raja Timur dan See Te-Tok Si Racun Barat bersama belasan orang perajurit Mongol. Gan Bouw ini membantu kami, merobohkan beberapa orang perajurit Mongol. Akhirnya setelah Gan Bouw datang membantu, dua orang Datuk Besar itu melarikan diri bersama para perajurit Mongol. Setelah memperkenalkan diri, dia minta kepadaku untuk menyampaikan perkenalan dirinya sebagai Ketua Thian-Te-Pang yang baru kepada pimpinan Bu-Tong-Pai dan minta kepada Ceng Seng Hwesio untuk melaporkan kepada pimpinan Siauw-Lim-Pai. Memang dia bermaksud untuk mengunjungi Empat Partai Besar untuk memperkenalkan diri sebagai Ketua Thian-Te-Pang yang baru."
"Akan tetapi, aku tidak melihat sesuatu yang patut membuat dia dicurigai, Twako!"
"Memang benar, kenyataannya demikian. Akan tetapi entahlah, ada sesuatu dalam sikapnya, entah apa, yang membuat aku tidak begitu percaya padanya. Sudahlah, kita dapat menyelidikinya nanti, kalau perlu kita datang ke Thian-Te-Pang untuk mengenal dia lebih dekat. Sekarang orang lain yang patut dicurigai. Sangat boleh jadi pembunuh misterius itu adalah Empat Datuk Besar yang jelas telah menjadi antek Pemerintah Mongol. Mungkin saja mereka diperalat oleh Pemerintah Kerajaan Mongol untuk mengadu domba Siauw-Lim-Pai dengan tiga partai persitatan yang lain karena Kerajaan Mongol tentu mengetahui bahwa kita semua tidak suka dengan penjajahan mereka terhadap tanah air kita."
"Masih ada lagi, Twako?"
"Bagiku sudah tidak ada lagi yang patut dicurigai."
Lian Hong termenung sebentar, lalu berkata.
"Kalau begitu, yang masuk daftar mereka yang tersangka, ada lima orang. Pertama, Enci In Hong, ke dua Si Han Lin, ke tiga Gan Bouw, ke empat Ang Hwa Niocu, dan ke lima Empat Datuk Besar."
"Nah, kalau menurut engkau, siapa yang pantas kita selidiki dulu di antara mereka berlima? Siapa yang paling mencurigakan?"
Tanya Yo Kang. Lian Hong menghela napas panjang.
"Sesungguhnya ini amat menyakitkan, Twako. Akan tetapi kita berdua harus saling bersikap jujur. Betapapun menyakitkan, aku harus mengakui bahwa yang paling mencurigakan bagiku adalah... Enci In Hong!"
"Ahh...??"
"Yo-Twako, tadi sudah kuceritakan bahwa dua tahun yang lalu Enci In Hong pulang ke Hok-Te-Cung, bertemu dengan Ibu dan aku. la pada waktu itu baru tahu dari kami bahwa Ibu telah menikah dengan Ayah kandungku, Ong Tiang Houw yang dulu membunuh suami pertama Ibu, atau Ayah kandung Enci In Hong. Kemudian Enci In Hong menceritakan bahwa Ayah kandungku dibunuh oleh Kakakku, Ong Teng San dan San-Ko kemudian dibunuh olehnya. Nah, ceritanya itulah yang amat ganjil dan sukar dipercaya."
"Mengapa?"
"la hanya bilang bahwa San-Ko membunuh Ayah, kemudian ia membunuh San-Ko, tanpa memberitahu mengapa kedua hal itu dapat terjadi! Rasanya tidak mungkin kalau Kakak Ong Teng San, murid Siauw-Lim-Pai yang gagah perkasa dan halus budi itu membunuh Ayah kandungnya sendiri!"
"Jadi, kau pikir... bagaimana?"
"Maaf, Twako. Aku pun membenci pikiranku sendiri ini, akan tetapi rasanya, mengingat akan watak Enci In Hong dan semua perbuatannya seperti yang kau ceritakan tadi, mengingat pula ia adalah murid suami-isteri yang jahat seperti iblis, lebih masuk akal kalau ia membunuh Ayahku dan San-Ko sekaligus! Dan agaknya tidaklah aneh kalau ia yang menjadi pembunuh misterius itu, walaupun di lubuk hatiku merasa perih membayangkan hal ini karena sesungguhnya aku mengagumi dan menyayangnya."
Yo Kang termenung.
"Aku pun merasa sedih mendengar ceritamu, Lian Hong. Aku cinta padanya dan aku siap berkorban diriku untuk membelanya,"
"Ah, semoga saja kecurigaan kita terhadapnya tidak benar. Sekarang, marilah kita ke See-Ciu. Aku yakin, kalau In Hong mendengar pindah ke See-Ciu, ia pasti akan pergi mengunjungi ibunya ke sana."
Dua orang itu lalu melanjutkan jalanan mereka menuju ke See-Ciu. Ketika Lian Hong dan Yo Kang tiba di rumah keluarga Yo di See-Ciu, mereka disambut dengan girang oleh Ayah-Ibu Yo Kang, yaitu Yo Hang Tek dan isterinya, dan Yo Cui Hwa menyambut Lian Hong dengan rangkulan bahagia.Kakek Yo Tang ternyata masih sakit-sakitan dan belum dapat turun dari pembaringan.
"Adik Ciu Hwa, siapakah gadis itu?"
Tanya Yo Hang Tek kepada Adiknya.
"Ia... ia adalah Anakku, Lian Hong namanya."
Jawab Yo Cui Hwa dan dari suaranya yang gugup, Yo Kang dapat menduga bahwa bibinya pasti belum bercerita kepada keluarga Yo tentang pernikahannya dengan mendiang Ong Tiang Houw. Yo Hang Tek dan isterinya tampak terkejut dan heran.
"Akan tetapi... bukankah Anakmu hanya seorang, Kwee In Hong itu?"
Tanya Yo Hang Tek. Melihat bibinya ragu untuk menjawab, Yo Kang cepat berkata kepada orang tuanya.
"Ayah, setelah Paman Kwee Seng tewas, Bibi Yo Cui Hwa terlunta-lunta dan terancam bahaya. Untung ia ditolong oleh seorang she Ong dan kemudian Bibi menikah dengan penolongnya itu dan mempunyai seorang anak, yaitu Adik Ong Lian Hong ini. Akan tetapi sekarang, Ayah Lian Hong sudah meninggal dunia. Siauw-moi, ini adalah Ayah dan Ibuku!"
Yo Kang memperkenalkan.
"Lian Hong, ini adalah Paman tuamu Yo Hang Tek dan Bibimu."
Cui Hwa memberitahu puterinya, suaranya terdengar lega karena dalam keadaan yang membingungkan itu Yo Kang telah menolongnya.
"Paman, Bibi, saya Ong Lian Hong memberi hormat."
Kata Lian Hong dengan sikap sopan. Nyonya Yo Hang Tek memandang kepada Yo Cui Hwa dengan alis berkerut.
"Adik Cui Hwa, mengapa engkau tidak menceritakan kepada kami tentang pernikahanmu dengan orang she Ong itu?"
"So-so (Kakak Ipar), sejak kecil Lian Hong berguru di Siauw-Lim-Pai, dan Ayah nya pun sudah lama meninggal dunia, maka aku tidak menceritakan, apalagi Paman sedang menderita sakit. Aku khawatir cerita itu hanya akan menamhah beban perasaan bagi Paman."
"Sudahlah, semua itu sudah terjadi. Aku maklum kalau engkau menikah lagi, Cui Hwa, karena ketika itu engkau sebatang kara, apalagi terancam bahaya. Sayang suamimu itu sudah meninggal dunia. Sungguh buruk nasibmu, dua kali menjadi janda karena keniatian suami. Ong Lian Hong ini adalah anakmu, maka ia adalah keluarga kita, tiada bedanya dengan Kwee In Hong. Nanti saja perlahan-lahan kita ceritakan hal itu kepada Ayah, setelah Ayah benar-benar sehat kembali agar jangan terkejut."
Yo Cui Hwa lalu menggandeng tangan Lian Hong, diajak masuk ke dalam kamarnya, sedangkan Yo Kang diajak masuk oleh Ayah-Ibunya menemui Yo Tang yang masih berbaring dalam kamarnya.
"Kong-kong...!"
Yo Kang berlutut di depan pembaringanKakeknya.
"Hemm, engkau baru pulang, Yo Kang? Engkau jangan pergi terlalu lama. Bantulah Ayahmu mengurus perusahaan. Daripada Ayahmu memakai tenaga luar, memboroskan uang saja dan belum tentu orang luar dapat dipercaya..."Kakek itu berhenti bicara karena kalau dia bicara terlalu banyak napasnya menjadi terengah-engah.
"Tenangkan hatimu, Kong-kong. Saya akan membantu Ayah."
Kata Yo Kang danKakek itu mengangguk-angguk. Sementara itu, setelah menutup daun pintu kamar, Cui Hwa merangkul puterinya dan menangis.
"Ibu, mengapa Ibu menangis? Tidak senangkah Ibu melihat aku datang?"
"Ah, bukan begitu, Anakku. Aku merasa amat berbahagia melihat engkau datang, hanya tadi aku merasa khawatir sekali ketika Kakak Hang Tek bertanya tentang engkau. Aku menangis justeru karena lega dan bahagia. Eh, bagaimana Yo Kang dapat bercerita tentang Ayahmu?"
"Ibu, sebetulnya aku telah berterus terang kepada Yo-Twako tentang segalanya. Tentang Ayahku yang dulu membunuh suami Ibu yang pertama dan bahwa Ibu menikah dengannya karena tidak tahu bahwa Ong Tiang Houw adalah pembunuh Kwee Seng. Ibu, bahkan Yo-Twako tidak terlalu menyalahkan mendiang Ayah setelah kuceritakan bahwa Ayah mendendam sakit hati mendalam terhadap para bangsawan dan hartawan. Mendiang Ayah membunuh Kwee Seng bukan karena urusan pribadi dan Ayah telah menderita demikian hebatnya akibat perbuatannya itu. Yo-Twako amat bijaksana, Ibu."
"Ya, Ibu tahu akan hal itu. Bahkan Ibu juga dapat menduga dari sikap dan kata-katanya kalau kami bicara tentang In Hong, bahwa dia jatuh cinta kepada In Hong."
"Benar sekali, Ibu! Yo-Twako juga mengaku kepadaku bahwa dia mencinta Enci In Hong."
"Ah, semoga mereka dapat berjodoh."
Kata Yo Cui Hwa. Mereka lalu bercakap-cakap dan Lian Hong menceritakan semua kejadian yang menggegerkan dunia persilatan, tentang pembunuhan-pembunuhan yang dilakukan pembunuh misterius.
"Kebetulan sekali aku diutus Suhu Bu Kek Tianglo untuk mewakili Siauw-Lim-Pai melakukan penyelidikan, mencari dan menangkap pembunuh misterius itu. Kebetulan Yo-Twako juga mewakili Bu-Tong-Pai untuk menangkap pembunuh, maka kami dapat bekerja sama."
Yo Cui Hwa memegang tangan puterinya dan Lian Hong merasa betapa tangan ibunya dingin dan gemetar.
"Ah, Lian Hong, berhati-hatilah karena tugasmu itu berat sekali. Menghadapi pembunuh yang demikian kejinya melakukan banyak pembunuhan! Aih, aku hanya mempunyai dua orang anak, keduanya wanita, akan tetapi keduanya hidup sebagai pendekar-pendekar yang selalu berhadapan dengan bahaya!"
Lian Hong merangkul ibunya dan mengalihkan percakapan.
"Ibu, jangan khawatir. Aku telah mendapat bekal ilmu kepandaian yang cukup untuk membela diri. Ibu, apakah Enci In Hong belum datang menjenguk Ibu di sini?"
Yo Cui Hwa menghela napas panjang.
"Ah, itulah yang menyusahkan hatiku. Encimu sudah datang, belum lama ini, akan tetapi hatinya terlalu keras sehingga baru tiga hari saja di sini ia sudah marah-marah dan tidak betah karena mendapat omelan dariKakekmu. la lalu pergi, tidak dapat ditahan lagi, tidak memberi tahu ke mana perginya, hanya pamit kepadaku hendak merantau."
"Ibu, apakahKakek Yo itu orangnya galak?"
"Yah, memangKakekmu berwatak keras. Dahulu,Kakekmu hidup serba kekurangan, bahkan melarat sekali. Akan tetapi karena dia amat rajin, ulet, dan hidupnya amat hemat bahkan condong pelit, maka dia berhasil mengumpulkan kekayaan. Mungkin karena kepahitan hidup masa mudanya, maka dia takut kalau jatuh miskin lagi. Maka dia memaksa seluruh keluarganya untuk bekerja dengan rajin dan tidak membuang-buang uang. Maka dia dikenal sebagai orang yang pelit dan keras hati, suka mengomel kalau melihat anggauta keluarga menganggur."
"Pantas saja Enci In Hong tidak tahan tinggal di sini lebih lama. Aku sendiri pun tidak suka kalau diperintah dan dipaksa harus bekerja keras seperti seorang budak."
"Jangan khawatir, Lian Hong.Kakekmu sekarang sakit-sakitan sehingga hampir tidak pernah keluar dari kamarnya, hanya tiduran saja. Perusahaan dipimpin oleh Paman tuamu."
"Aku juga tidak akan lama tinggal di sini, Ibu."
"Aih, mengapa begitu?"
"Apakah Ibu lupa? Tadi sudah kuceritakan bahwa aku dan Yo-Twako mengemban tugas sebagai wakil dari Partai Persilatan kami masing-masing untuk menyelidiki dan mencari pembunuh misterius itu. Karena kami hanya mempunyai waktu terbatas, yaitu sampai sekitar dua setengah bulan lagi, gagal atau berhasil harus kembali ke Siauw-Lim-Pai, maka kami tidak dapat lama tinggal di sini."
Yo Cui Hwa menghela napas panjang.
"Ahh, nasib. Anakku hanya dua orang akan tetapi tidak dapat lama tinggal bersamaku. Akan tetapi aku rela, Lian Hong, hanya aku minta agar engkau berhati-hati menjaga dirimu. Aku hanya dapat berdoa di sini semoga engkau selalu dilindungi Thian dan melangkah di atas jalan kebenaran."
Setelah tiga hari berada di rumah keluarga Yo, Lian Hong dan Yo Kang melanjutkan perjalanan untuk melanjutkan penyelidikan mereka. Keduanya sudah sepakat untuk lebih dulu menyelidiki keadaan Gan Bouw yang menjadi Ketua Thian-Te-Pang di kaki Beng-San atas usul Yo Kang yang merasa curiga dan tidak suka kepada Ketua Thian-Te-Pang itu. Mereka melakukan perjalanan dengan menunggang kuda karena mereka harus bergerak cepat agar dapat menangkap atau setidaknya mengetahui siapa sesungguhnya pembunuh misterius itu. Ketika Yo Kang dan Lian Hong sudah keluar dari See-Ciu dengan menunggang kuda, tiba-tiba Yo Kang memberi isarat kepada Lian Hong agar menghentikan kudanya.
"Ada apakah, Twako?"
"Siauw-moi, kupikir kalau kita pergi berdua, maka penyelidikian kita akan lambat sekali dan mungkin tidak akan sempat menyelidiki lima tersangka itu sebelum hari ulang tahun Siauw-Lim-Pai tiba. Sebaiknya kalau kita berpencar, setelah tiba di Beng-San. Engkau mencari Adik Kwee In Hong yang hendak mengunjungi Hek I Kaipang. Di sana engkau dapat minta keterangan kepada Ketua Hek I Kaipang, mungkin dia mengetahui ke mana perginya In Hong. Sedangkan aku akan menyelidiki Gan Bouw di Thian-Te-Pang. Hek I Kaipang berada di lereng Pegunungan Beng-San, sebelah timur sedangkan Thian-Te-Pang berada di kaki pegunungan itu, sebelah barat."
"Baiklah, Twako. Usulmu itu baik sekali."
Mereka melanjutkan perjalanan dengan cepat. Beberapa hari kemudian mereka tiba di kaki Pegunungan Beng-San dan dari situ mereka berpencar,
Berjanji untuk bertemu kembali di tempat perpisahan itu setelah masing-masing menyelesaikan tugas menyelidiki kedua perkumpulan itu. Mereka menitipkan kuda mereka kepada seorang petani di dusun yang menjadi tempat mereka berpisah, lalu melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki. Mereka berpisah, Yo Kang menuju ke Thian-Te-Pang yang berada di kaki pegunungan sebelah barat, sedangkan Lian Hong menuju ke timur, mendaki lereng gunung, menuju perkampungan Hek I Kaipang. Baru saja ia mendaki lereng terbawah, tiba-tiba dari tempat yang agak tinggi itu ia melihat dua orang sedang berjalan di kaki gunung dan mereka agaknya juga hendak mendaki lereng. Cepat ia menyelinap ketika ia mengenal dua orang itu. Seorang pemuda tampan dan seorang gadis cantik yang bukan lain adalah Si Han Lin dan Ang Hwa Niocu!
la masih ingat wajah Ang Hwa Niocu yang cantik dan setangkai bunga merah menghias rambutnya. Mereka berjalan berdampingan sambil bercakap-cakap dan tertawa-tawa, tampak demikian gembira dan akrab. Tiba-tiba saja Lian Hong merasa dadanya panas! Entah mengapa, ia sendiri tidak tahu dan tidak menyadari, akan tetapi ia merasa tidak enak sekali melihat kedua orang itu bergaul demikian akrabnya. Kecurigaannya kepada Si Han Lin semakin kuat, bahkan kini ia hampir yakin bahwa si pembunuh misterius itu pasti Si Han Lin, dan Ang Hwa Niocu adalah pembantunya! Maka, dengan dada dan muka terasa panas, ketika dua orang itu tiba dekat, ia melompat keluar ke depan mereka. Sinar mata Lian Hong mencorong ketika ia menatap kedua orang itu. Dua orang di antara mereka yang dicurigai sebagai pelaku pembunuhan misterius! Tak salah lagi, agaknya dua orang tersangka ini bekerja sama!
"Nona Ong Lian Hong...!"
Han Lin berseru sambil tersenyum gembira ketika melihat munculnya gadis yang pernah dia jumpai di taman Kuil Siauw-Lim-Si itu, gadis yang pernah mengikat kedua pergelangan tangannya dengan ujung sabuknya!
"Bagus, kalian kedua manusia busuk bertemu dengan aku! Bersiaplah untuk menyerah atau mati...!"
Lian Hong mencabut sepasang pedangnya, siap menyerang mereka.
"Aih, bukankah Adik manis ini Adik dari Ong Teng San yang dua tahun lalu berjumpa denganku?"
Wanita cantik itu berseru.
"Huh, kalian adalah orang-orang jahat tak tahu malu. Kiranya kalian inilah yang menjadi pelaku pembunuhan-pembunuhan terhadap para murid Bu-Tong-Pai, Kun-Lun-Pai dan Go-Bi-Pai, dan menyamar sebagai orang Siauw-Lim-Pai untuk mengadu domba!"
"Eiit! Nanti dulu, Nona Ong! Jangan sembarangan menuduh!"
Bayangan Bidadari Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Han Lin berseru.
"Aku tidak menuduh sembarangan! Engkau datang ke Siauw-Lim-Pai, membikin ribut dan katanya hendak menghadap Suhu Bu Kek Tianglo lalu tiba-tiba menghilang! Kiranya engkau hanya ingin menyelidiki keadaan Siauw-Lim-Pai, bukan? Dan perempuan ini, ia dulu menggoda Kakakku dan kini bergaul akrab denganmu. Mudah saja diduga, kalian yang berkomplot untuk memburukkan nama Siauw-Lim-Pai dengan semua pembunuh itu! Haiiiittt...!"
Tanpa memberi kesempatan untuk menjawab tuduhannya, Lian Hong sudah menerjang maju dan menyerang dengan Lo-Hai Siang-Kiam (Sepasang Pedang Pengacau Lautan).
"Sing-sing...!"
Han Lin terkejut bukan main. Serangan sepasang pedang itu memang dahsyat sekali, bagaikan dua kilat halilintar menyambar. Dia harus bergerak cepat ke belakang untuk menghindarkan diri dari sambaran sepasang pedang itu.
"Nanti dulu, Nona"
"Tidak usah banyak cakap dan mampuslah!"
Lian Hong membentak dan menyerang Iebih hebat lagi. Pedang di kedua tangannya itu menjadi dua gulungan sinar yang menyambar-nyambar ganas. Han Lin mengelak, berloncatan ke sana sini untuk mengelak dari semua serangan itu. Dia harus mengerahkan seluruh ginkang (ilmu meringankan tubuh) untuk dapat menghindarkan diri. Beberapa kali dia berseru agar Lian Hong mendengar kata-katanya, namun Lian Hong yang sudah yakin berhadapan dengan pembunuh misterius, atau juga karena hatinya panas melihat keakraban antara Han Lin dan Ang Hwa Niocu, tidak menghiraukan dan memperhebat serangannya.
Ia hanya merasa heran mengapa pemuda itu sama sekali tidak membalas serangannya, hanya mengandalkan keringanan tubuh dan kelincahannya untuk selalu mengelak. Ia merasa penasaran sekali. Bagaimana mungkin ia yang mainkan jurus-jurus terampuh dari Lo-Hai Siang-Kiam itu sampai hampir tiga puluh jurus belum juga dapat mengenai tubuh lawannya? Ini memalukan sekali, dapat menimbulkan kesan seolah-olah ilmu pedangnya itu tingkatnya rendah saja! Karena penasaran, ia menyimpan pedang kirinya dan menyerang dengan pedang kanan secara bertubi-tubi, kemudian tiba-tiba tangan kirinya memukul dengan ilmu silat Tat-Mo Sin-Kun dengan pengerahan tenaga sakti I-Kin-Keng.
"Syuutt... dessss...!!"
Pukulan dengan telapak tangan kiri itu mengenai dada Han Lin dan pemuda itu terjengkang roboh dan tidak bergerak lagi. Pingsan!
"Gadis tak tahu diri, kejam dan tidak mengenal budi! Tak tahukah engkau, atau pura-pura tidak tahu bahwa Si Han Lin sengaja mengalah padamu? Kalau dia melawan, engkau tidak akan mampu mengalahkannya! Engkau seperti buta, tidak melihat betapa dia mencintamu!"
Ang Hwa Niocu membentak dengan marah.
"Bohong...!"
Lian Hong berseru.
"Dia sendiri yang bercerita kepadaku bahwa dia mencinta seorang gadis murid Siauw-Lim-Pai yang namanya Ong Lian Hong. Dia mencintamu seperti juga aku mencinta Ong Teng San, Kakakmu! Kalian, Ong Teng San dan engkau, merupakan orang-orang yang tidak tahu dicinta orang, malah membalas dengan kejam! Katakan di mana Teng San sekarang, aku mau melaporkan kekejamanmu terhadap Si Han Lin."
Lian Hong tertegun mendengar ucapan Ang Hwa Niocu sehingga seperti orang bingung ia berkata,
"Kakak Ong Teng San telah meninggal dunia."
"Ahh! Apa...?"
Wajah Ang Hwa Niocu pucat sekali, matanya terbelalak, lalu ia tersedu-sedu, menutupkan kedua tangan depan mukanya lalu ia berlari pergi sambil menangis dan terdengar keluhnya.
"Dia mati... ohh, dia mati...!"
Melihat ini, Lian Hong tertegun dan menjadi bingung. Ia memandang kepada Si Han Lin yang tergeletak di atas tanah, telentang dan wajahnya yang tampan itu tampak pucat, pernapasannya lemah sekali hampir tidak kentara, seperti orang mati! Tiba-tiba ia merasa khawatir. Benarkah ia telah salah sangka? Benarkah pemuda itu mencintanya? Ia membunuh orang yang tidak berdosa dan bahkan yang mencintanya? Tubuhnya gemetar, lalu tanpa ia ketahui mengapa, tanpa disadarinya, ia melangkah maju sambil menyimpan pedangnya, kakinya lemas dan ia berlutut di dekat Han Lin.
Dirabanya dada pemuda itu dan ia merasa agak lega. Pemuda itu tidak mati dan ternyata pukulannya yang hebat tadi tidak merusak isi dadanya, hanya menimbulkan guncangan yang membuat pemuda itu pingsan. Ini menunjukkan bahwa pemuda itu memiliki tenaga sinkang yang amat kuat sehingga mampu menahan gempuran pukulan dengan tenaga I-Kin-Keng. Ilmu-ilmu dari Ta Mo Couwsu adalah ilmu yang bersih, yang sifatnya sebetulnya hanya untuk bertahan dan membela diri, karena itu ilmu Siauw-Lim-Pai tidak mengandung unsur membunuh, hanya mengalahkan atau merobohkan lawan. Entah mengapa, melihat wajah yang tampan gagah, manis dengan kulit agak gelap itu, Lian Hong merasa iba yang mendalam mengusik hatinya.
Pemuda seperti ini tidak mungkin jahat, demikian suara hatinya, walaupun kalau tidak sedang pingsan, sikapnya agak ugal-ugalan dan suka berkelakar. Dengan jari-jari tangan gemetar, Lian Hong membuka kancing baju pemuda itu sehingga dadanya tampak telanjang. Ada bekas telapak tangannya membiru di dada yang bidang itu. Ia lalu menempelkan dua telapak tangannya ke dada Han Lin sambil duduk bersila, lalu mengerahkan tenaga I-Kin-Keng dengan lembut untuk memulihkan guncangan pukulannya tadi. Cukup lama ia berusaha memulihkan kesehatan Han Lin, sampai akhirnya ia merasa betapa pernapasan pemuda itu mulai panjang dan normal, juga wajahnya tidak pucat lagi, tanda telapak hitam di dadanya juga menghilang. Akan tetapi pemuda itu tetap memejamkan kedua mata, masih pingsan! Lian Hong mulai khawatir, apalagi ketika tiba-tiba pemuda itu mengeluh
"Aduhh...!"
Dan pernapasannya terhenti! Pemuda itu mendadak menjadi pucat dan ketika ia memeriksa denyut nadinya, tidak ada denyut, juga urat di lehernya tidak berdenyut, seolah jantungnya berhenti bekerja! Pemuda itu mati! Lian Hong kebingungan.
Jari-jari tangannya meraba sana sini, mengurut sana-sini dan melihat pemuda itu sama sekali tidak bernapas, ia teringat akan pelajaran untuk membantu pernapasan kepada seorang yang paru-parunya sudah tidak berjalan. Pertolongan terakhir untuk mencegah paru-paru itu terhenti sama sekali sehingga orangnya pasti akan mati! Ia melupakan segalanya, mengangkat leher pemuda itu sehingga kepalanya terkulai ke belakang, kemudian tanpa ragu lagi ia menggunakan tangan kiri menutup hidung pemuda itu dan menempelkan mulutnya pada mulut Han Lin yang ia ngangakan lalu meniup sekuatnya! Dada itu bergerak menggembung ketika ia meniup, akan tetapi ketika ia melepaskan mulutnya, hawa itu keluar lagi dan dada mengempis lagi, tetap tidak bernapas. Ia mengulang sampai lima kali dan jari-jari tangannya menotok jalan-jalan darah terpenting.
"Hai... ih-ih... geli...!"
Tiba-tiba Si Han Lin terkekeh dan membuka matanya.
"Ihh...??"
Lian Hong melompat ke belakang dan bangkit berdiri, memandang kepada pemuda itu dengan mata terbelalak.
"Kau... kau... tidak apa-apa?"
Han Lin bangkit duduk dan memandang gadis itu sambil tersenyum gembira.
"Aku sekarang sehat dan selamat!"
Wajah Lian Hong berubah merah dan matanya bersinar marah.
"Kau... kau... tadi hanya pura-pura pingsan...?!"
"Aih, siapa pura-pura, Nona. Pukulanmu tadi dahsyat bukan main, kalau aku dapat hidup sampai sekarang, itu hanya berkat pertolonganmu. Engkau adalah bidadari penyelamat nyawaku, Nona."
Lian Hong mencengkeram lengan kanan pemuda itu dan membentak dengan galak.
"Hayo mengaku, apakah engkau sadar dan mengetahui ketika aku... mengobatimu tadi?!?"
Han Lin menyeringai kesakitan.
"Aduh, jangan hancurkan lenganku, Nona. Bagaimana aku dapat mengetahui? Aku tadi terpukul olehmu dan tidak ingat apa-apa lagi, semua gelap gulita bagiku. Agaknya aku tadi sudah dalam perjalanan menuju ke... sorga ketika tiba-tiba aku merasa dadaku geli seperti digelitik. Aku membuka mata dan melihat engkau menotok dan mengurut dadaku yang sudah tidak berbaju lagi."
Lian Hong melepaskan cengkeramannya.
"Jadi engkau tidak melihat ketika aku... eh, mengobatimu tadi?"
Han Lin tersenyum.
"Aih, bagaimana aku dapat melihat? Kedua mataku terpejam, tidak melihat apa-apa, hanya gelap gulita dan aku sedang melayang ke arah sorga!"
"Huh, manusia seperti engkau ini mana mungkin kalau mati ke sorga? Paling-paling ke neraka yang paling bawah!"
Kata Lian Hong cemberut. Han Lin membelalakkan matanya.
"Wah, jangan begitu, Nona! Apa sih dosaku maka aku harus ke neraka?"
"Hemm, engkau orang tidak mengenal budi! Susah payah aku menyelamatkan nyawamu dan apa balasannya? Engkau malah bicara main-main denganku. Huh, menyebalkan!"
Mendengar ini, Han Lin cepat menyambar bajunya, memakainya lalu bangkit berdiri dan mengangkat kedua tangan depan dada, membungkuk sampai dalam sekali kepada Lian Hong dan berkata dengan suara bernada serius.
"Ah, sungguh aku manusia tak tahu diri, tak mengenal budi. Nona Ong Lian Hong, aku Si Han Lin menghaturkan banyak terima kasih atas pertolongamu yang telah menyelamatkan nyawaku dari cengkeraman maut. Budi kebaikanmu itu akan kujunjung tinggi selamanya, tidak akan pernah kulupakan sepanjang hidupku!"
Kemarahan Lian Hong mereda. Hatinya merasa lega karena agaknya pemuda itu tadi benar-benar dalam keadaan pingsan ketika ia terpaksa meniupkan napas dari mulut ke mulut untuk membantu paru-paru pemuda itu bekerja kembali. Kalau ada orang mengetahuinya, atau kalau pemuda itu mengetahuinya, alangkah akan malunya.
"Sudahlah, jangan berlebihan. Aku tidak menolongmu, melainkan menebus kesalahanku karena aku yang memukulmu sehingga engkau jatuh pingsan dan hampir mati."
"Akan tetapi aku masih tidak mengerti, Nona Ong Lian Hong..."
"Engkau mengenal namaku?"
"Tentu saja, ketika berada di Siauw-Lim-Pai aku bertanya-tanya. Aku tidak mengerti mengapa engkau begitu benci kepada aku dan kepada Ang Hwa Niocu? Apakah kesalahanku dan Suciku (Kakak Perempuan Seperguruanku)?"
"Apa? la itu Suci mu?"
Hong heran.
"Benar, ia lebih dulu menjadi murid Suhu Thian Beng Siansu di Himalaya. Ketika aku diterima menjadi murid. Suhu, ia sudah berada di sana. Kemudian la pergi ke Kun-Lun-San dan menjadi murid Siang-Te Lokai yang mengajarnya secara sembunyi karenaKakek aneh itu tidak mau ada orang lain mengetahui bahwa ia mempunyai murid seorang puteri Bhutan."
"Ahh? Jadi Ang Hwa Niocu itu puteri Bhutan?"
"Benar, Nona. la adalah Puteri Naromi, puteri dari Raja Bhutan, dan ia seperti Kakakku sendiri."
Lian Hong baru mengerti mengapa pemuda itu tampak akrab sekali dengan Ang Hwa Niocu. Kiranya mereka adalah Kakak-Adik seperguruan!
"Hemm terus terang saja aku tadi menyerang kalian karena aku mencurigai kalian sebagai pembunuh-pembunuh misterius yang sedang kuselidiki dan kucari!"
"Ah, pembunuh yang membunuhi orang-orang Bu-Tong-Pai, Kun-Lun-Pai, Go-Bi-Pai dan yang lain-lain itu?"
"Engkau sudah tahu?"
"Tentu saja, siapa yang tidak tahu? Peristiwa yang menggegerkan dunia kang-ouw itu sudah tersiar luas. Tapi, sungguh aneh sekali. Mengapa engkau menuduh aku dan Ang Hwa Niocu yang melakukan pembunuhan-pembunuhan itu, Nona?"
"Hemm, pembunuh misterius itu menyamar sebagai orang Siauw-Lim-Pai dan membunuh dengan menggunakan ilmu-ilmu Siauw-Lim-Pai. Engkau adalah murid Thian Beng Siansu yang masih sute dari Suhu Bu Kek Tianglo, tentu engkau menguasai ilmu-ilmu Siauw-Lim-Pai pula. Dan sikapmu mencurigakan, engkau datang ke Siauw-Lim-Pai, membuat kacau dan sebelum bertemu dengan Suhu, engkau menghilang begitu saja! Dan aku mencurigai Ang Hwa Niocu karena dulu pernah ia mencoba untuk merayu Kakakku, lalu aku melihat ia bersamamu!"
"Wah, engkau salah sangka sama sekali, Nona. Kecurigaanmu itu dapat dijelaskan. Kalau aku dulu meninggalkan Siauw-Lim-Pai tanpa diketahui orang, karena aku tidak suka melihat sikap para Hwesio di Siauw-Lim-Pai begitu keras dan galak. Nah, kecurigaanmu kepadaku tidak betul, bukan? Dan kecurigaanmu kepada Ang Hwa Niocu juga tidak tepat, Nona. Suciku telah menceritakan perasaannya terhadap Ong Teng San, Kakakmu. Suci Ang Hwa Niocu benar-benar jatuh cinta kepada Kakakmu itu. Ketahuilah, bagi seorang gadis Bhutan, apalagi ia seorang puteri, bukan merupakan hal aneh kalau seorang gadis menyatakan cintanya kepada seorang pemuda secara terbuka dan terang-terangan, bukan seperti gadis bangsa kita yang malu-malu tapi mau! Ang Hwa Niocu benar-benar mencinta Kakakmu dengan sungguh-sungguh, bahkan sampai sekarang ia masih mencintai Ong Teng San. Baru saja ia mengatakannya kepadaku. Eh, baru aku ingat... ke mana perginya?"
Diam-diam Lian Hong merasa terharu. Ia menghela napas panjang, lalu menjawab.
"Ia... ia tadi melarikan diri sambil menangis..."
"Eh? la melarikan diri? Sambil menangis pula? Aneh sekali. Tidak biasa ia melarikan diri, apalagi sampai menangis."
"Aku ceritakan kepadanya bahwa Kakak Ong Teng San telah meninggal dunia."
"Ah, kasihan Suci...!"
Han Lin berkata dan Lian Hong ikut merasa iba kepada Puteri Bhutan itu. Kemudian ia teringat akan kata-kata Ang Hwa Niocu setelah ia memukul pingsan Han Lin tadi bahwa pemuda itu sengaja mengalah kepadanya karena pemuda itu mengaku kepada Sucinya bahwa dia mencintanya! Dan kini ia teringat betapa tadi memang Han Lin sama sekali tidak pernah membalas serangannya. Padahal ia tahu benar betapa lihainya pemuda itu ketika dulu berkunjung ke Siauw-Lim-Pai!
"Ahhhh..."
Ia mengeluh.
"Kenapa, Nona?"
"Ti... tidak apa-a... aku hanya merasa menyesal telah salah sangka terhadap Ang Hwa Niocu..."
"Dan kepadaku, bagaimana, Nona?"
"Kepadamu juga... ah, aku tidak tahu...!"
"Nona Ong Lian Hong, aku berterima kasih sekali akan kebaikan hatimu. Engkau seorang gadis yang amat mulia, dan aku akan merasa bahagia sekali kalau kita dapat... bersahabat!"
"Aku... aku tidak tahu, aku harus melaksanakan tugasku. Sudah, aku akan melanjutkan penyelidikanku ke perkampungan Hek I Kaipang!"
"Biar aku ikut dan membantumu!"
"Tidak jangan! Aku akan menyelidiki sendiri..."
"Tunggu! Nona, bolehkah aku menyebutmu Adik?"
Lian Hong menahan langkahnya.
"Hemm... boleh saja. Mengapa tidak?"
"Terima kasih, Adik Ong Lian Hong, terima kasih! Sekarang perkenankan Kakakmu ini membantu Adiknya melakukan penyelidikan!"
"Kalau itu, tidak, Si Twako (Kakak Si). Aku harus menaati perintah Suhu. Selamat tinggal!"
Setelah berkata demikian, Lian Hong meloncat jauh ke depan lalu berlari cepat. Hatinya tidak karuan rasanya, bimbang dan senang bercampur aduk. la senang telah berbaik dengan pemuda yang sejak pertemuan di Siauw-Lim-Pai telah menarik hatinya, akan tetapi juga bimbang. Apakah Si Han Lin hanya berpura-pura? Benarkah pemuda itu mencintanya seperti yang dikatakan Ang Hwa Niocu? Memang hal itu telah dibuktikan dengan mengalah terhadapnya, bahkan membiarkan dirinya terpukul dan terluka sampai pingsan. Akan tetapi ia harus berhati-hati karena selama pembunuh misterius itu belum dipegang, ia harus meragukan semua orang yang sekiranya mampu melakukan pembunuhan itu!
Yo Kang menuju ke perkampungan Thian-Te-Pang. Dia berpikir tentang Gan Bouw atau Gan Pangcu, Ketua Thian-Te-Pang yang baru. Seorang pemuda yang lihai sekali. Dia mengenang dan membayangkan semua yang dia alami ketika bertemu Gan Bouw. Ketika itu, dia sedang berkunjung ke Siauw-Lim-Pai bertemu dengan Ceng Seng Hwesio. Keduanya menuju Siauw-Lim-Pai dan di tengah jalan mereka dihadang oleh Tung Giam-Lo-Ong dan See Te-Tok yang membawa pasukan Mongol.
Mereka berdua terancam bahaya maut dan muncullah Gan Bouw membantu mereka sehingga dua orang Datuk Besar dan pasukannya dapat diusir pergi. Gan Bouw bercerita bahwa sebagai Ketua baru Thian-Te-Pang dia hendak memperkenalkan diri kepada para pimpinan Siauw-Lim-Pai dan partai-partai lain, akan tetapi setelah bertemu dengan Ceng Seng Hwesio dan Yo Kang, dia tidak jadi menghadap Bu Kek Tianglo dan Ketua Bu-Tong-Pai, hanya minta kepada Ceng Seng Hwesio dan Yo Kang untuk menyampaikan kepada Ketua masing-masing. Kemudian dia mendengar pula dari Wu Wi Thaisu bahwa dua orang tokoh Kun-Lun-Pai dan Go-Bi-Pai, yaitu Im Yang Siang To-jin dan Wu Wi Thaisu, juga diserang oleh dua orang Datuk Besar yang lain, yaitu Pak Lo-Kui dan Lam Sian, juga dibantu pasukan Mongol.
Dan kembali muncul Gan Bouw secara tak diduga-duga dan pemuda ini membantu mereka mengusir dua orang Datuk Besar dan pasukan Mongol! Sungguh luar biasa! Apakah ini hanya kebetulan saja, ataukah memang sudah diatur? Kecurigaannya terhadap Gan Bouw semakin kuat dan dia mempercepat larinya menuju perkampungan Thian-Te-Pang. Akan tetapi ketika dia tiba di depan perkampungan Thian-Te-Pang, dia berhenti dan terbelalak memandang ke arah perkampungan itu. Di depan pintu gerbang itu masih tergantung papan dengan tulisan "THIAN TE PANG", akan tetapi hanya pintu gerbang dan papan nama itu yang masih utuh. Di sebelah dalam, perkampungan itu telah menjadi puing, bekas terbakar habis! Bahkan di sana-sini masih ada asap mengepul dari tumpukan puing dan abu. Ini menandakan bahwa pembakaran perkampungan itu terjadi belum lama. Mungkin baru kemarin!
Yo Kang menoleh ke kanan kiri dan tak jauh dari situ dia melihat sebuah bangunan kecil terbuat dari kayu bambu, agak merupakan bangunan darurat yang baru saja dibangun. Cepat ia berlari menghampiri rumah itu. Begitu dia tiba di depan rumah itu, empat sosok bayangan berkelebat keluar dari dalam bangunan itu. Mereka adalah empat orang yang bertubuh tinggi besar dan dari gerakan mereka tahulah Yo Kang bahwa mereka adalah orang-orang yang memiliki ilmu silat tinggi. Empat orang itu menghadapi Yo Kang dengan pandang mata penuh selidik. Akan tetapi agaknya mereka lebih tenang ketika melihat bahwa Yo Kang datang seorang diri dan sikapnya tidak bermusuhan. Seorang dari mereka lalu bertanya dengan sikap hati-hati.
"Sobat, siapakah engkau dan ada keperluan apa datang ke sini?"
"Apakah yang telah terjadi dengan Thian-Te-Pang? Di mana adanya Ketua Thian-Te-Pang Gan Bouw? Aku mengenal Gan Bouw Pangcu..."
Tiba-tiba dari dalam pondok sederhana itu terdengar suara lemah,
"Bukankah itu suara Bu-Tong Sin-To Yo Kang?"
Suara itu lemah dan agak gemetar.
"Kalau betul, silakan dia masuk..."
Penanya tadi kini bertanya lagi.
"Benarkah engkau yang bernama Bu-Tong Sin-To Yo Kang? Kalau betul silakan masuk."
Yo Kang mengangguk.
"Benar, aku Yo Kang dan aku mengenal suara Gan Pangcu tadi. Dia kenapakah?"
"Silakan Sicu (Orang Gagah) masuk dan bicara sendiri dengan Pangcu."
Yo Kang memasuki pondok itu dan dia melihat Gan Bouw berbaring telentang di atas sebuah pembaringan. Wajah Ketua Thian-Te-Pang itu tampak pucat dan napasnya terengah-engah. Dilihat begitu saja mudah diketahui bahwa Gan Bouw sedang sakit dan agaknya sakitnya parah.
"Silakan duduk, Yo-Taihiap (Pendekar Yo)..."
Katanya lirih.
"Terima kasih, Gan Pangcu."
Yo Kang duduk di atas sebuah bangku tak jauh dari pembaringan.
"Pangcu, apakah yang telah terjadi? Aku melihat perkampungan Thian-Te-Pang musnah terbakar, dan engkau sendiri seperti sakit! Apa yang telah terjadi?"
Gan Bouw menghela napas panjang.
"Aih... malapetaka besar menimpa kami, Taihiap. Karena aku pernah membantu para tokoh Siauw-Lim-Pai, Bu-Tong-Pai, Kun-Lun-Pai, dan Go-Bi-Pai ketika diserang para Datuk Besar, kemarin Empat Datuk Besar membawa pasukan yang besar menyerang kami. Semua anak buah Thian-Te-Pang melawan namun tidak dapat menandingi jumlah yang banyak. Mereka tewas dan hanya sekitar sepuluh orang saja selamat. Setelah perkampungan dibumi-hanguskan dan mereka pergi, aku sendiri terluka parah karena melawan Empat Datuk Besar. Mereka itu kejam sekali, aku... aku dipukul sehingga menderita luka dalam dan kedua kakiku menjadi lumpuh..."
"Ah, aku ikut berduka, Pangcu. Sayang aku datang terlambat, kalau kemarin aku datang, tentu dapat membantumu."
"Jangan sebut aku Pangcu lagi, Taihiap. Sisa anak buah Thian-Te-Pang, setelah mengubur semua mayat, kusuruh pergi dan Thian-Te-Pang tidak ada lagi. Hanya tinggal empat orang pembantuku itu yang melayaniku..."
Yo Kang merasa kecelik. Bagaimana dia pernah mencurigai Gan Bouw sebagai pembunuh misterius itu? Ternyata Gan Bouw malah menjadi korban kejahatan Empat Datuk Besar yang jelas menjadi antek Kerajaan Mongol karena Gan Bouw pernah membela tokoh-tokoh Empat Partai Persilatan Besar yang dimusuhi Kerajaan Mongol. Kini, bukan saja perkumpulan yang dipimpinnya, Thian-Te-Pang, dimusnahkan musuh, juga Gan Bouw sendiri menderita luka parah sehingga kedua kakinya lumpuh! Untuk membalas kebaikan Gan Bouw yang pernah membantu dia dan Ceng Seng Hwesio ketika mereka dikeroyok Dua Datuk Besar dan pasukan Mongol, juga sekalian untuk menyelidiki apakah benar-benar Gan Bouw terluka dan lumpuh sehingga tidak pantas dicurigai sebagai pembunuh misterius, Yo Kang bangkit dari kursinya lalu menghampiri pembaringan.
"Gan Pangcu, mari, biarkan aku memeriksa keadaanmu. Siapa tahu aku dapat membantu meringankan penderitaanmu."
"Silakan, Yo-Taihiap, sungguhpun aku menyangsikannya karena pukulan-pukulan yang kuterima amat dahsyat..."
Yo Kang memeriksa denyut nadi untuk memastikan detak jantung Gan Bouw dan dia terkejut. Detak jantungnya kacau tidak karuan, sebentar cepat dan terkadang lambat sekali. Tubuhnya terasa panas dan ketika kedua tangannya memijit bagian kaki, dia mendapatkan bahwa jalan darah di bagian kedua kaki itu seperti berhenti atau lemah sekali. Tidak aneh kalau kedua kaki itu menjadi lumpuh! Dia mencoba untuk menotok pusat-pusat jalan darah, namun tidak ada hasilnya. Keadaan jalan darah tubuh Gan Bouw sudah rusak dan kacau oleh pukulan yang benar-benar aneh, asing, dan tidak dapat dipulihkan dengan totokan dan pijatan cara Bu-Tong-Pai! Akhirnya Yo Kang yakin bahwa Gan Bouw benar-benar telah menjadi lumpuh tak berdaya. Jelas bahwa orang ini sama sekali bukan si pembunuh misterius! Dia menghentikan usahanya, menghela napas dan berkata dengan nada menyesal.
"Ah, maafkan aku, Gan Pangcu. Lukamu amat berat dan aku yang bodoh tidak mampu mengobatinya. Silakan Pangcu datang ke Siauw-Lim-Pai, mungkin Bu Kek Tianglo Lo-Cianpwe mampu mengobatinya. Pengobatan Siauw-Lim-Pai biasanya yang paling ampuh untuk menyembuhkan luka akibat pukulan beracun."
Pendekar Pedang Pelangi Karya Sriwidjono Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo Kisah Sepasang Rajawali Karya Kho Ping Hoo