Bayangan Bidadari 22
Bayangan Bidadari Karya Kho Ping Hoo Bagian 22
"Heil...! Para pimpinan Bu-Tong-Pai, Kun-Lun-Pai, Go-Bi-Pai, Siauw-Lim-Pai, dan semua perkumpulan yang hadir di sini, tahan dan dengarkanlah kenyataan ini! Kami telah menemukan siapa yang menjadi pembunuh misterius itu! Dia bukan murid Siauw-Lim-Pai, melainkan Pat-Jiu Sin-Kai palsu yang berada di antara kalian!
Inilah Pat-Jiu Sin-Kai aseli yang diserang, dilukai kemudian dikeram dalam penjara bawah tanah oleh penjahat yang kini menyamar sebagai Pat-Jiu Sin-Kai. Dialah pembunuh misterius itu, bersama Empat Datuk Besar yang sesat dan mereka adalah antek-antek kerajaan penjajah Mongol untuk mengadu domba di antara Siauw-Lim-Pai dengan partai-partai persilatan lain! Kita tangkap pembunuh misterius itu. Tangkap Pat-Jiu Sin-Kai palsu!!"
Ucapan itu mengejutkan dan lebih mengejutkan lagi karena Pat-Jiu Sin-Kai yang tadi dengan gigih menyerang Siauw-Lim-Pai dengan ucapan-ucapan menyalahkan dan menyudutkan, tiba-tiba melompat jauh dan melarikan diri! Orang-orang yang terdekat dengannya adalah para anggauta Hek I Kaipang dan mereka ini tentu saja terkejut bukan main melihat munculnya Pat-Jiu Sin-Kai bersama lima orang muda itu,
Apalagi ketika mereka mendengar ucapan Si Han Lin yang membuat mereka baru menyadari bahwa Pat-Jiu Sin-Kai yang memimpin mereka ke Siauw-Lim-Pai adalah palsu! Maka ketika mereka melihat Ketua mereka ini benar-benar hendak melarikan diri, mereka yakin akan kebenaran ucapan Si Han Lin. Beberapa orang mencoba menghadang dan mencegah Pat-Jiu Sin-Kai palsu melarikan diri. Akan tetapi dengan beberapa gerakan kaki tangan saja, enam orang anggauta Hek I Kaipang yang menghadang itu berpelantingan dan tewas seketika! Pat-Jiu Sin-Kai palsu itu sudah melarikan diri dengan amat cepatnya sehingga tidak mungkin dapat ditangkap lagi. Keadaan tentu saja menjadi gempar. Apalagi ketika Yo Kang juga mengeluarkan suara yang amat nyaring.
"Aku Yo Kang menjadi utusan Suhu Tiong Li Seng-jin Ketua Bu-Tong-Pai mendukung kebenaran ucapan Si Han Lin tadi. Pat-Jiu Sin-Kai yang lari itu palsu dan dialah pembunuh misterius!"
"Aku juga mendukung kebenaran keterangan itu!"
Lian Hong kini berteriak lantang.
"Aku Ong Lian Hong ditugaskan Suhu Bu Kek Tianglo menyatakan bahwa Pat-Jiu Sin-Kai palsu yang melarikan diri itulah Si Pembunuh misterius!"
Mendengar ini, pimpinan Bu-Tong-Pai, Kun-Lun-Pai, Go-Bi-Pai dan Siauw-Lim-Pai semua kini menghadapi Empat Datuk Besar, diikuti pula oleh rombongan perkumpulan lain!
"Omitohud! Empat Datuk Besar dari empat penjuru kiranya telah begitu hina dan tidak tahu malu, merendahkan diri menjadi anjing penjajah untuk menyerang dan membasmi bangsa sendiri! Sungguh dosa kalian amat besar!"
Kata Bu Kek Tianglo. Pak Lo-Kui yang melihat betapa keadaan kini membalik, semua tamu itu agaknya kini bahkan membela Siauw-Lim-Pai, lalu memberi aba-aba kepada tiga orang rekannya dan pasukan Mongol.
"Serbu! Bunuh semua orang Siauw-Lim-Pai dan mereka yang berani melawan!"
Empat orang Datuk Besar bergerak maju diikuti pasukan Mongol. Biarpun tidak dikomando, secara serentak para Ketua dari empat perguruan besar, yaitu Bu Kek Tianglo Ketua Siauw-Lim-Pai, Tiong Li Seng-jin Ketua Bu-Tong-Pai, Pek Ciang San Lo-jin Ketua Kun-Lun-Pai, dan Pek Eng Thaisu Ketua Go-Bi-Pai, maju menyambut Empat Datuk Besar, yaitu Pak Lo-Kui, Tung Giam-Lo, Lam Sian, dan See Te-Tok! Adapun murid-murid empat perguruan besar itu pun menyambut serbuan pasukan Mongol sehingga terjadi pertandingan yang amat hebat di halaman Siauw-Lim-Pai yang luas itu. Perguruan-perguruan silat lainnya berpencar, ada yang ikut mengeroyok pasukan, ada pula yang tidak mau mencampuri dan meninggalkan tempat itu.
"Mari kita tangkap pembunuh misterius itu!"
Kata Kwee In Hong kepada Lian Hong, Yo Kang, Si Han Lin, dan Ang Hwa Niocu.
"Ke mana kita akan mencarinya?"
Tanya Yo Kang.
"Siapakah dia, Enci Hong?"
Tanya Lian Hong.
"Ikutilah saja aku, nanti kalian lihat sendiri!"
Kata In Hong dan Si Bayangan Bidadari ini lalu mengerahkan seluruh ilmunya berlari cepat sehingga bayangannya berkelebat cepat sekali meninggalkan tempat itu. Lian Hong, Yo Kang, Han Lin dan Ang Hwa Niocu terpaksa juga mengerahkan seluruh ilmu mereka untuk mengimbangi dan lima orang muda ini berlari cepat sekali, In Hong di depan karena ia menjadi penunjuk jalan, sedangkan empat yang lain hanya mengikutinya.
Mereka tidak sempat bercakap-cakap lagi karena mereka berlari sangat cepatnya. Beberapa hari kemudian tibalah mereka di kaki Beng-San. Yo Kang, Lian Hong, Han Lin, dan Ang Hwa Niocu merasa heran dan bertanya-tanya dalam hati. Ke manakah In Hong hendak membawa mereka? Di Beng-San terdapat tiga perkumpulan. Thian-Te-Pang yang dikuasai oleh Gan Bouw, Beng-San-Pai yang di Ketuai oleh U Gi Tosu, dan Hek I Kaipang yang di Ketuai oleh Pat-Jiu Sin-Kai. Ke manakah mereka akan menuju? Ketika In Hong membawa mereka pergi ke perkampungan Thian-Te-Pang dekat dusun Kiok-Lim, perkampungan yang sudah menjadi puing, terbakar habis. Ketika melihat In Hong agaknya hendak mencari Gan Bouw, Yo yang masih berlari berkata,
"Akan tetapi Hong-moi..."
"Ssstt...!"
Kata In Hong sambil menunjuk ke depan, ke arah pondok kecil yang Yo Kang tahu menjadi tempat Gan Bouw yang sakit parah dan lumpuh ltu dirawat empat orang pembantunya. In Hong berhenti dan empat orang yang lain ikut berhenti memandang. Di depan itu terdapat sebuah joli (tandu) dan Gan Bouw yang lumpuh duduk di dalam joli. Empat orang yang bertubuh tinggi itu berada di dekat joli, agaknya untuk menggotong joli itu.
"Thian-Te Pangcu (Ketua Thian-Te-Pang)! Perlahan dulu, kami mau bicara!!"
In Hong berseru dan Gan Bouw bersama empat orang pembantunya itu menoleh dan memandang ke arah lima orang muda yang datang dengan cepat. Mendengar seruan itu, Gan Bouw yang duduk di dalam joli dan empat orang pembantu yang hendak mengusungnya itu memandang. Gan Bouw memandang ke arah In Hong dan Yo Kang, dan wajahnya berseri.
"Ah, kiranya Yo-Taihiap dan Adik Sian-Li Eng-Cu!!"
Dalam pertemuannya dengan In Hong dahulu, In Hong mengaku bernama Put Houw Li (Gadis Tidak Berbakti) akan tetapi Gan Bouw tidak percaya akan nama itu dan tahu bahwa In Hong adalah Sian-Li Eng-Cu, maka kini dia menyebut julukan gadis itu. Lima orang muda itu, dipimpin In Hong dan Yo Kang, kini tiba di depan Gan Bouw yang masih duduk di dalam joli.
"Aih, maafkan aku tidak dapat menyambut kalian dengan sebagaimana mestinya! Yo-Taihiap, dan engkau Siauw-moi, apakah kalian ini datang hendak menolong aku? Ah, sungguh tidak kusangka akan terjadi begini dengan diriku..."
Wajah Gan Bouw tampak berduka sekali. Yo Kang memandang ragu, masih bingung dan tidak mengerti mengapa In Hong mengajak mereka datang menemui Gan Bouw yang agaknya mengenal In Hong sebagai Sian-Li Eng-Cu (Si Bayangan Bidadari)! Dengan alis berkerut dan sinar mata tajam penuh kemarahan In Hong menudingkan telunjuknya ke arah muka Gan Bouw dan membentak.
"Gan Bouw, apa yang kau lakukan terhadap Paman Pat-Jiu Sin-Kai?"
Gan Bouw membelalakkan matanya, memandang kepada In Hong dengan heran.
"Pat-Jiu Sin-Kai? Dia adalah Ketua Hek I Kaipang dan dia sahabatku. Apa yang kulakukan? Aku tidak melakukan apa-apa, Siauw-moi..."
"Engkau melukainya, menjebloskannya ke penjara bawah tanah dan engkau menyamar sebagai dia, menjadi Ketua Hek I Kaipang palsu! Engkau yang melakukan pembunuhan-pembunuhan itu, engkau antek penjajah Mongol!"
Wajah Gan Bouw yang putih itu menjadi kemerahan dan dia berkata dengan suara bernada penuh kesedihan dan penyesalan.
"Sian-Li Eng-Cu, aku telah kehilangan Thian-Te-Pang yang dibasmi oleh Empat Datuk Besar dan pasukan Mongol, bahkan kini aku menderita lumpuh, dan engkau malah menuduh aku menjadi antek Mongol? Sungguh engkau kejam sekali dan tega menuduh yang bukan-bukan padaku..."
(Lanjut ke Jilid 21 - Tamat)
Bayangan Bidadari/Sian Li Eng Cu (Cerita Lepas)
Karya: Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 21 (Tamat)
"Gan Bouw, permainan sandiwaramu tamat sudah! Jangan berpura-pura lagi!"
Tiba-tiba In Hong menerjang dengan pukulan yang penuh mengandung tenaga sakti ke arah Gan Bouw yang duduk di dalam joli!
"Hong-moi...!"
Yo Kang maju hendak mencegah, akan tetapi Han Lin dari samping memegang lengannya, mencegah. Pukulan In Hong itu dahsyat bukan main, penuh tenaga sakti.
"Bressss...!"
Joli itu hancur berkeping-keping akan tetapi tubuh Gan Bouw berkelebat dan pemuda itu sudah menghindar dengan amat cepatnya. Kini dia berdiri dan sepasang matanya mencorong, menakutkan.
"Ha-ha-ha-ha! Kalian sudah tahu? Baik, bersiaplah untuk mati di sini!"
Gan Bouw mengeluarkan bentakan menantang dan empat orang pemikul joli itu pun kini memperlihatkan diri yang sebenarnya. Mereka semua siap untuk bertanding!
"Huh, kau kira dapat menipu kami?"
In Hong mengejek.
"Aku bahkan tahu bahwa sembilan tahun yang lalu, engkau yang diangkat anak oleh Hartawan Tan Yu Seng di Lam-Keng, minggat sambil mencuri banyak emas dari orang tua angkat yang baik budi itu! Sekarang engkau harus menebus semua dosamu. Hai-iitttt...!"
In Hong menyerang dengan pukulan Pek-In-Ciang (Tangan Awan Putih). Kedua telapak tangannya yang men-dorong ke depan itu mengeluarkan uap putih dan pukulan ini dahsyat bukan main. Akan tetapi Gan Bouw juga mendorongkan kedua tangannya menyambut.
"Dessss...!"
Tubuh In Hong terdorong mundur beberapa langkah! Ini menandakan bahwa tenaga saktinya masih kalah kuat dan tidak dapat menandingi kekuatan Gan Bouw! Ketika In Hong hendak menyerang lagi, di antara empat orang pembantu Gan Bouw yang kepalanya botak sudah melompat dan menyambut. Ternyata orang botak tinggi besar ini cukup lihai sehingga terjadi perkelahian antara dia dan In Hong yang berlangsung dengan serunya. Lian Hong menjadi marah dan ia pun sudah menerjang maju menyerang Gan Bouw. Karena maklum betapa lihainya pemuda muka putih itu yang tadi dapat membuat encinya terdorong ke belakang, Lian Hong sudah menggunakan jurus Tat-Mo Sin-Kun dan mengerahkan tenaga sakti I-Kin-Keng.
"Plak-plak-desss...!"
Tiga kali Gan Bouw menangkis serangan Lian Hong dan yang ke tiga kalinya, pertemuan antara dua tangan mereka membuat Lian Hong jug terpental seperti halnya In Hong tadi. Kini Lian Hong disambut oleh pembantu Gan Bouw yang ke dua, yang juga tinggi besar dan mukanya hitam. Lian Hong yang marah itu segera terlibat dalam perkelahian seru melawan orang ini. Yo Kang kini menghadapi Gan Bouw. Pemuda Bu-Tong-Pai ini tadinya heran dan terkejut. Akan tetapi sekarang dia memandang Gan Bouw dengan alis berkerut dan sinar mata tajam menusuk.
"Keparat Gan Bouw, kiranya engkau pembunuh misterius itu? Semua pertolonganmu terhadap kami ternyata hanya sandiwara belaka? Sungguh jahanam yang jahat sekali engkau dan sudah layak mampus!"
Yo Kang menyerang dan langsung saja menggunakan Tong-Sim-Ciang, pukulan ampuh dan khas dari Bu-Tong-Pai. Akan tetapi sambil tersenyum mengejek Gan Bouw menyambutnya dengan pukulan yang sama.
"Wuuuuttt... darrrr...!!"
Dua tenaga sakti yang dahsyat bertemu dan akibat-nya, kalau tubuh Gan Bouw hanya bergoyang, tubuh Yo Kang terdorong sampai tiga langkah! Ketika Yo Kang yang merasa penasaran maju lagi, dia disambut oleh pembantu ke tiga dari Gan Bouw, seorang tinggi besar yang di pipi kirinya terdapat codet bekas luka memanjang. Ternyata lawan Yo Kang ini juga lihai dan mereka juga sudah saling serang dengan serunya. Kini Ang Hwa Niocu yang menghadapi Gan Bouw. Wanita cantik ini tersenyum mengejek.
"Hemmm, inikah manusia sesat Gan Bouw, murid para Pendeta Lama Tibet yang sesat dan menyeleweng dari agama mereka itu? Gan Bouw, engkau pernah mencuri kitab pusaka dari Kerajaan Bhutan, bersiaplah engkau untuk menerima hukuman dariku!"
Gan Bouw memandang tajam dan melihat bunga merah di rambut Ang Hwa Niocu, dia terkejut.
"Ah, engkau Ang Hwa Niocu, puteri Istana Kerajaan Bhutan?"
Han Lin melangkah maju.
"Suci (Kakak Seperguruan), biarlah aku yang menghadapi jahanam ini!"
Ang Hwa Niocu mengerti. Biarpun ia merupakan kakak seperguruan dari. Si Han Lin, sama-sama murid Thian Beng Siansu di Himalaya, namun ia tahu bahwa Sutenya ini memiliki tingkat kepandain yang lebih tinggi dan ia pun menyadari bahwa Gan Bouw merupakan lawan yang tangguh sekali.
"Baiklah, Sute. Engkati hati-hatilah"
Setelah berkata demikian, Ang Hwa Niocu bertanding melawan pembantu Gan Bouw yang ke empat, yang mukanya penuh brewok. Han Lin kini berhadapan dengan Gan Bouw. Gan Bouw adalah seorang pemuda yang memiliki ilmu kepandaian tinggi. Guru-Gurunya, para Pendeta Lama jubah merah di Tibet, terkenal sebagai para Pendeta yang sesat, bahkan diusir oleh pemerintah Tibet sendiri. Para Pendeta Lama jubah merah ini juga terkenal sebagai orang-orang yang suka mencuri kitab-kitab aliran persilatan lain dan mencuri ilmu mereka. Karena merasa dirinya paling lihai, Gan Bouw yang pandai menyamar dan pandai berlagak ini menjadi sombong. Dia tadi mendengar betapa pemuda yang kini menghadapinya adalah sute dari Ang Hwa Niocu, maka dia memandang rendah.
"Bocah sombong, engkau Sute dari Ang Hwa Niocu, berani melawan aku, Hayo katakan siapa namamu agar engkau tidak mati tanpa nama!"
"Aku Si Han Lin, aku mewakili Siauw-Lim-Pai dan Bu-Tong-Pai untuk menangkap pembunuh misterius yang ternyata adalah engkau dan kaki tanganmu!"
"Si Han Lin, bersiaplah engkau untuk mampus!"
Bentak Gan Bouw dan dia sudah mencabut pedangnya.
Han Lin melompat ke samping dan mematahkan sebatang ranting pohon dan dengan ranting hijau ini dia menghadapi ancaman pedang di tangan Gan Bouw, sebatang pedang yang mengkilap saking tajamnya! Gan Bouw sudah menerjang dengan pedangnya. Permainan pedangnya amat dahsyat, dan bukan hanya pedangnya yang menyambar-nyambar melainkan juga tangan kirinya melancarkan pukulan dengan ilmu-ilmu yang tak kalah bahayanya dibandingkan pedangnya. Namun, sekali ini Gan Bouw kecelik. Kalau tadi dia mampu membuat semua lawan terdorong, kini setiap kali tangan mereka atau pedang bertemu ranting, dia merasa betapa lengannya tergetar hebat. Tahulah Gan Bouw bahwa sekali ini dia bertemu Iawan yang bukan main tangguhnya dan agaknya, seperti juga dia, lawan ini menguasai banyak macam ilmu yang tinggi.
Pertempuran antara Gan Bouw dan Si Han Lin merupakan yang paling seru, di antara empat pertandingan yang lain. Empat orang pembantu Gan Bouw itu adalah murid-murid para Pendeta Lama jubah merah di Tibet pula, akan tetapi tingkat kepandaian mereka berempat itu masih jauh di bawah tingkat Gan Bouw. Maka, melawan In Hong, Lian Hong, Yo Kang, dan Ang Hwa Niocu, mereka berempat segera terdesak hebat sekali. Yang pertama roboh adalah lawan In Hong. Orang tinggi besar berkepala botak ini menggunakan sebatang golok yang besar dan berat dan dia memiliki tenaga yang kuat. Namun, menghadapi In Hong yang memiliki gerakan cepat seperti bayang-bayang itu, Si Botak sebentar saja menjadi pening dan sebelum lewat dua puluh jurus, pedang Gan-Liong-Kiam di tangan In Hong menembus dadanya dan Si Botak itu roboh dan tewas.
Kematiannya disusul orang tinggi besar bermuka brewok yang bertanding melawan Ang Hwa Niocu. Puteri Bhutan ini memainkan pedangnya dengan istimewa sekali. Bukan hanya cepat dan indah, namun setiap serangan mengandung tenaga dalam yang amat kuat sehingga lawannya juga roboh dengan leher tertembus pedang, menyusul rekannya yang baru saja roboh oleh pedang In Hong. Kemudian orang tinggi besar bermuka hitam yang melawan Lian Hong juga roboh, lehernya terbabat sepasang pedang Lian Hong. Dengan ilmu pedang Lo-Hai Siang-Kiam, gadis itu terus mendesak dan akhirnya, sepasang pedangnya membuat gerakan menggunting dan terpenggallah leher Si Muka Hitam. Kematian orang ke tiga ini disusul robohnya pembantu ke empat yang melawan Yo Kang.
Si Golok Sakti dari Bu-Tong-Pai ini pun merobohkan lawannya yang pipinya codet dengan merobek lambungnya. Kini In Hong, Lian Hong, Ang Hwa Niocu, dan Yo Kang hanya berdiri menonton perkelahian antara Si Han Lin melawan Gan Bouw. Mereka berdiri di empat penjuru, karena mereka tidak ingin melihat Gan Bouw yang licik itu loloskan diri. Pertandingan ini hebat sekali, masing-masing mengeluarkan semua jurus simpanan. Akhirnya Gan Bouw mulai terdesak oleh ranting di tangan Si Han Lin yang bergerak bagaikan kilat menyambar-nyambar. Biarpun hanya sebatang ranting, namun digerakkan oleh sinkang yang dahsyat, setiap serangan ranting itu merupakan cengkeraman maut. Ranting itu menusuk-nusuk ke arah jalan darah yang mematikan, membuat Gan Bouw repot harus menghindarkan diri. Empat orang itu, terutama Ong Lian Hong, merasa kagum sekali terhadap Si Han Lin.
Ternyata pemuda ini memiliki tingkat kepandaian yang lebih tinggi daripada mereka semua! Tentu saja tidak mengherankan hati Ang Hwa Niocu karena Puteri Bhutan ini sudah maklum akan kelebihan yang dimiliki Sutenya itu. Setelah lewat lima puluh jurus, Gan Bouw mulai merasa gelisah. Dia melirik ke kanan kiri dan melihat betapa empat penjuru sudah terjaga oleh empat orang lihai itu. Juga desakan Han Lin membuat dia tidak dapat memperoleh kesempatan untuk menjauhkan diri. Karena perhatiannya terbagi, dia menjadi lengah. Pada suatu saat, Han Lin mengerahkan sinkang (tenaga sakti) pada ranting di tangannya sehingga memiliki daya menggetar dan menempel. Pedang di tangan Gan Bouw tertempel pada ranting, kemudian Han Lin memutar ranting dengan cepat sehingga pedang itu ikut terputar dan akhirnya terenggut lepas dari tangan Gan Bouw!
"Dukk....!"
Sebuah tendangan kaki Han Lin membuat tubuh Gan Bouw terpental ke arah In Hong. Gadis ini dengan penuh kemarahan menyambut dengan pukulan Pek-In-Ciang. Gan Bouw yang terpental itu mencoba menangkis, namun tentu saja dalam keadaan seperti itu tangkisannya tidak tepat dan meleset.
"Bukkk!!"
Pukulan tangan beruap putih dari In Hong mengenai pundaknya dan tubuh Gan Bouw terlempar dan jatuh terguling-guling ke arah Ang Hwa Niocu. Puteri Bhutan ini dengan jijik memapakinya dengan sebuah tendangan kilat.
"Dessss...!"
Tubuh Gan Bouw kini terlempar ke arah Yo Kang yang menyambutnya dengan pukulan Tong-Sim-Ciang.
"Desss!"
Terkena pukulan Tong-Sim-Ciang, tubuh Gan Bouw kembali terlempar ke arah Lian Hong. Gadis ini yang membenci Gan Bouw karena pemuda itu hampir saja mencelakakan Siauw-Lim-Pai, menyambut dengan ayunan sepasang pedangnya.
"Crakk!"
Terbabat putus leher Gan Bouw dan dia tewas seketika, karena sebelum lehernya terbabat pun sebetulnya dia sudah berada dalam keadaan setengah mati menderita banyak Iuka dalam!
Pertempuran di halaman luas Siauw-Lim-Pai berjalan cepat. Empat Datuk Besar itu ternyata bukan tandingan empat orang ketua Siauw-Lim-Pai, Bu-Tong-Pai, Kun-Lun-Pai, dan Go-Bi-Pai. Empat Datuk besar itu roboh dan tewas. Adapun kurang lebih seratus orang pasukan Mongol juga tidak kuat melawan para murid empat perguruan silat besar yang jumlahnya jauh lebih banyak. Mereka dibuat kocar-kacir dan akhirnya sisanya melarikan diri meninggalkan rekan-rekan yang tewas.
Empat buah partai persilatan besar itu lalu berunding dan mereka mengambil keputusan untuk bersikap hati-hati menghadapi ancaman pasukan Mongol. Mereka tidak akan mencari permusuhan dengan pemerintah penjajah Mongol, akan tetapi mereka pun tidak sudi untuk diperalat penjajah. Mereka akan lebih suka membubarkan perkumpulan dan berpencaran, bersembunyi sebagai pendekar-pendekar penegak kebenaran dan keadilan, namun tidak langsung memberontak terhadap pemerintah karena mereka maklum bahwa tidak mungkin menjatuhkan penjajah Mongol yang memiliki pasukan besar dan amat kuat itu.
Di sebuah lereng Gunung Sung-San, Si Han Lin, Yo Kang, Ang Hwa Niocu, Kwee In Hong, dan Ong Lian Hong duduk di atas batu-batu gunung, pemandangan dari lereng itu amat indahnya dan pagi hari itu pun udara amat cerah dan sejuk bersih. Mereka baru saja meninggalkan Siauw-Lim-Si setelah diterima menghadap Bu Kek Tianglo, berpamit untuk melanjutkan perjalanan masing-masing. Setelah mereka tiba di lereng itu, sebelum saling berpisah, mereka duduk bercakap-cakap di lereng tinggi itu. Mereka sating minta agar masing-masing suka menceritakan pengalaman mereka, terutama mengenai pengejaran terhadap pembunuh misterius yang akhirnya dapat terungkap dan terbunuh itu.
"Kuharap engkau suka menjelaskan kepada kami yang masih merasa heran, bagaimana engkau dapat begitu yakin bahwa Pat-Jiu Sin-Kai palsu itu adalah Gan Bouw yang kelihatannya sama sekali tidak berdosa itu.
"Hong-moi!, Aku sendiri mengira dia benar-benar lumpuh dan perkampungan Thian-Te-Pang; benar-benar terbakar habis."
In Hong menghela napas panjang.
"Aku sendiri pun tadinya sama sekali tidak menduganya, Twako. Aku pernah bertemu dengan Gan Bouw dan dia tampak amat baik, mendatangkan kesan seorang pendekar yang gagah perkasa dan budiman."
In Hong lalu menceritakan pengalamannya ketika bertemu dengan Gan Bouw, bersama-sama dengan Gan Bouw menghadapi dan menghajar para bajak. Kemudian betapa ia dibius dan dilarikan penjahat yang berjuluk Tok Coa Mo-ko, nyaris celaka kalau tidak ditolong Gan Bouw yang membunuh Tok Coa Moko.
"Akan tetapi sekarang baru aku tahu bahwa hal itu terjadi karena didalangi Gan Bouw sendiri! Mungkin dia hendak, meninggalkan kesan baik padaku sehingga dia mengatur pembiusan dan penculikan itu. Mungkin Tok Coa Moko itu anteknya sendiri, maka dibunuhnya agar tidak membuka rahasia. Manusia itu sungguh penuh tipu muslihat busuk. Akan tetapi baru timbul kecurigaan itu dalam hatiku ketika kita mengajak Pat-Jiu Sin-Kai ke Siauw-Lim-Pai. Dalam keadaan belum sadar ketika kurawat di dalam penjara bawah tanah, Pat-Jiu Sin-Kai sering mengigau dan menyebut-nyebut ketua Thian-Te-Pang. Nah, aku lalu menaruh curiga bahwa yang melukai Pat-Jiu Sin-Kai dan menyamar sebagai ketua Hek I Kaipang itu, mungkin sekali Gan Bouw ketua Thian-Te-Pang!"
Yo Kang dan Lian Hong juga ceritakan bahwa Yo Kang diutus Ketua Bu-Tong-Pai untuk mewakili Bu-Tong-Pai menyelidiki pembunuh misterius itu, dan Lian Hong juga menceritakan bahwa merupakan utusan Bu Kek Tianglo Ketua Siauw-Lim-Pai. Lian Hong yang wataknya keras, galak namun jujur itu tanpa malu-lalu mengaku siapa yang tadinya masuk ke dalam daftar orang yang patut dicurigai.
"Tadinya, Yo-Twako tetutama aku, mencurigai beberapa orang. Mula-mula aku mencurigai Gan Bouw karena sikapnya terlalu baik dan berturut-turut dia menolong para tokoh ke empat perguruan besar yang diserang Empat Datuk Besar dan pasukan Mongol. Akan tetapi kecurigaan terhadap Gan Bouw otomatis hilang ketika terbukti Thian-Te-Pang diserbu dibakar Empat Datuk Besar dan Gan Bouw sendiri dilukai sampai lumpuh. Orang ke dua yang kami... eh, mungkin Yo-Twako tidak, akan tetapi aku sendiri aku mencurigai engkau, Enci In Hong..."
"Kamu gila...?!??"
In Hong berseru marah.
"Maaf, Enci In Hong..."
Lian Hong menghampiri encinya, tersenyum dan merangkul.
"Aku ditugaskan Suhu Bu Kek Tianglo untuk menyelidiki dan aku kebingungan, maka aku mengumpulkan beberapa orang yang patut dicurigai. Ketika aku mendengar tentang permusuhanmu dahulu dengan Go-Bi-Pai, Kun-Lun-Pai, dan juga engkau pernah menimbulkan keributan di Siauw-Lim-Pai aku bertanya-tanya.... dengan cemas membayangkan bahwa engkau mungkin saja membalas, dendam..."
"lhh! Kau kira Encimu ini sejahat-jahatnya orang?"
In Hong menegur.
"Hong-moi, harap maafkan Adik Lian Hong. la terlalu jujur sehingga mengaku apa yang ia pikirkan ketika itu. Percaya dalam lubuk hati kami, sama sekali tidak mempunyai anggapan bahwa engkau jahat."
Kata Yo Kang menghibur.
"Sekarang, sebaiknya kalau Saudara Si Han Lin menceritakan pengalamannya. Terus terang saja, aku dan Adik Lian Hong tadinya juga memasukkan namamu sebagai salah satu seorang tersangka yang menjadi si pembunuh misterius."
"Ha-ha-ha, menyenangkan sekali!"
Si Han Lin sambil memandang ke Lian Hong.
"Memang sejak pertemuan pertama, Adik Ong Lian Hong sudah mencurigai aku, bahkan menanykap aku Wajah Lian Hong berubah kemerahan
"Salahmu sendiri! Engkau memasuki Siauw-Lim-Pai secara menggelap dan sikapmu ugal-ugalan, Ialu engkau pergi lagi secara menggelap pula, patut dicurigai. Lin-Ko."
Han Lin tersenyum
"Bukan salahmu Siauw-moi. Aku terpaksa pergi diam-diam sesuai dengan perintah Supek (Uwa Guru) Bu Kek Tianglo! Secara diam-diam Supek memerintahkan aku untuk membantu embersihkan nama Siauw-Lim-Pai dengan mencari pembunuh misterius yang menggunakan ilmu silat Siauw-Lim-Pai itu. Sejak muda, aku menjadi murid Suhu Thian Beng Siansu di Himalaya, di mana Suci Ang Hwa Niocu ini sudah menjadi murid Beliau."
"Nanti dulu, Twako. Kalau aku tidak salah sangka, engkau ini agaknya putera Paman Si Hoo, guru silat di Hak-Ciu, murid Bu-Tong-Pai itu. Benarkah?"
"Eh, Adik Kwee In Hong, bagaimana engkau dapat mengetahui hal itu?"
"Aku pernah bertemu dengan mendiang Ayahmu..."
"Mendiang? Engkau hendak mengatakan bahwa Ayah... Ayahku sudah..."
In Hong mengangguk.
"Menyesal sekali harus kukatakan bahwa Paman Si Hoo telah meninggal dunia, Twako."
La lalu menceritakan tentang pertemuannya dengan Si Hoo yang tewas karena terluka oleh pukulan Pak Lo-Kui yang kini telah tewas pula dalam perkelahiannya melawan Bu Kek Tianglo. Setelah mendengar keterangan In Hong, Han Lin menghela napas panjang.
"Ahhh... benarkah pendapat Guruku yang mengatakan bahwa seorang ahli silat itu kebanyakan tewas terbunuh dalam perkelahian? Tewas karena kepandaiannya itu? Andaikata Ayahku bukan ahli silat, kiranya ticlak mungkin dia tewas terbunuh."
Lalu dia memberi hormat kepada In Hong dan berkata,
"Adik In Hong, banyak terima kasih atas pert olnganmu kepada Ayahku. Sekarang aku lanjutkan ceritaku. Setelah meninggalkan Himalaya aku tidak langsung pulan ke Hak-Ciu mencari Ayahku, melainkan pergi berkunjung ke Siauw-Lim-Pai. Suhu sudah banyak bercerita tentang Siauw-Lim-Pai sehingga aku ingin sekali menguji kepandaianku melalui ruangan-ruangan penguji di Siauw-Lim-Pai seperti Ngo-Heng-Tin dan lain-lain. Malam itu, diam-diam aku mengunjungi Bu Kek Tianglo Supek dan mendapat perintah agar aku membantu mencari pembunuh misterius."
Dia lalu menceritakan tentang penyelidikannya. Betapa dia sampai menyelidiki Jenderal Ouw karena dia menduga bahwa pembunuhan dan menjatuhkan fitnah kepada Siauw-Lim-Pai itu agaknya didalangi oleh Pemerintah Penjajah Mongol. Kemudian tentang pertemuannya dengan Ang Hwa Niocu, melakukan perjalanan bersama dan bertemu dengan Lian Hong yang menyerang mereka. Dia tidak menceritakan tentang dia dilukai Lian Hong lalu diobati gadis itu.
Bayangan Bidadari Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Untung Adik Lian Hong tidak membunuh kami. Setelah kami bertiga berpisah, aku bertemu dengan Suci Ang Hwa Niocu dan bersama-sama menyusul Adik Lian Hong ke perkampungan Hek I Kaipang. Di sana kami mendapatkan bahwa Pat-Jiu Sin-Kai dan anak buahnya telah pergi ke Siauw-Lim-Pai dan dari seorang anggauta Hek I Kaipang yang masih tinggal di sana kami mendapat keterangan bahwa memang Adik Lian Hong pernah datang menghadap Pat-Jiu Sin-Kai, akan tetapi dia tidak tahu kapan perginya. Kami menaruh curiga lalu melakukan penyelidikan di sekitar lereng. Kebetulan kami mendengar teriakan kalian bertiga dan dapat membongkar batu-batu yang menutup mulut terowongan. Nah, begitulah apa yang kami alami."
Si Han Lin tidak menceritakan betapa setelah berpisah dari Lian Hong, dia menemukan Sucinya sedang menangis. Ang Hwa Niocu menangisi kematian Ong Teng San, pemuda yang dicintanya. Ketika tiba giliran terakhir bagi Ang Hwa Niocu untuk menceritakan keadaan dirinya, ia berkata,
"Aku adalah putri Raja Bhutan dan menjadi murid Suhu Thian Beng Siansu, kemudian aku pergi ke Kun-Lun-Pai dan diam-diam menjadi murid Siang-Te Lokai. Aku bertugas untuk mencari murid para Pendeta Lama jubah merah di Tibet yang mencuri pusaka Kerajaan Bhutan dan membunuh dua orang penjaganya. Dari Tibet aku mendapat kabar bahwa orang yg kucari itu menjadi utusan para Pendeta Lama jubah merah yang hendak membantu Kerajaan Mongol. Maka aku lalu menyusul ke sini dan bertemu dengan Sute Si Han Lin. Aku sudah menduga bahwa Pembunuh Misterius itu pasti murid para Pendeta Lama jubah merah itu, akan tetapi aku belum pernah melihat orangnya, aku masih ragu dan membicarakannya dengar Sute Si Han Lin. Ketika mendengar tentang Ketua Thian-Te-Pang bernama Gan Bouw yang kabarnya merupakan murid para Pendeta Lama di Tibet, aku sudah menaruh curiga. Akan tetapi melihat Thian-Te-Pang dibasmi pasukan Mongol yang dipimpin Empat Datuk Besar, dan dia sendiri terluka dan lumpuh, aku menjadi ragu lagi. Demikian pula Sute Si Han Lin. Baru setelah Adik Kwee In Hong membongkar rahasia kelumpuhannya yang hanya pura-pura, aku juga yakin bahwa Gan Bouw itulah yang dulu mengacau di Istana Bhutan dan dia yang menjadi Si Pembunuh Misterius!"
Semua orang berdiam diri, melamun memikirkan semua peristiwa yang menggemparkan dunia kang-ouw itu. In Hong lalu berkata,
"Yang membuat aku tidak mengerti, apa hubungannya dengan pembunuhan terhadap tiga puluh orang Hek I Kaipang di An-Hui oleh murid Bu-Tong-Pai, lalu serangan terhadap Yo-Twako oleh penyerang gelap yang menggunakan Pek-Kong-Ciang dari Kun-Lun-Pai. Juga terjadinya perkosaan murid Thian-Te-Pang oleh orang Beng-San-Pai. Semua itu tidak ada sangkut pautnya dengan fitnahan terhadap Siauw-Lim-Pai! Yo Twako, apa artinya semua kejadian itu?"
Yo Kang menjawab.
"Setelah terbukti bahwa Gan Bouw Si Pembunuh Misterius itu, aku dapat menduga. Gan Bouw yang melakukan semua itu untuk menimbulkan kekacauan dan untuk mengadu domba antar perguruan silat. Akan tetapi sasarannya kemudian ditujukan kepada Siauw-Lim-Pai sehingga semua pembunuhan dilakukan dengan menggunakan ilmu dari Siauw-Lim-Pai. Jadi yang membunuh murid-murid Hek I Kaipang adalah dia juga, demikian pula yang menyerang aku dengan menggunakan Pek-Kong-Ciang, dan yang memperkosa murid Thian-Te-Pang. Kalau bukan dia sendiri tentu dilakukan oleh para pembantunya. Ingat, empat orang pembantunya itu juga merupakan orang-orang yang tinggi ilmu silatnya."
"Akan tetapi, kalau benar Gan Bouw itu murid para Pendeta Lama jubah merah yang dimusuhi sendiri oleh Pemerintah Tibet, mengapa dia menjadi utusan Pemerintah Tibet untuk membantu Kerajaan Mongol?"
Tanya Lian Hong.
"Hal ini mudah dijawab."
Kata Si Han Lin.
"Seperti diketahui, Kaisar Kerajaan Goan Kublai Khan yang amat kejam membinasakan negara-negara di barat, tidak bersikap kejam, bahkan lunak terhadap Tibet. Hal ini karena Tibet diharapkan sebagai negara yang mendukungnya dan merupakan pintu depan di barat bagi penjajah Mongol. Dan untuk sikap lunak Mongol ini, Pemerintah Tibet ingin menyenangkan hati Kaisar Mongol dengan jalan mengirim Gan Bouw untuk membantunya."
"Itu benar sekali."
Sambung Ang Hwa Niocu.
"Agaknya dia lalu dipergunakan oleh Jenderal Ogucin untuk melemahkan Empat Perguruan Silat terbesar dengan cara mengadu domba. Karena Siauw-Lim-Pai merupakan pusat dan yang terbesar, maka mereka menghendaki agar tiga perguruan yang lain akan memusuhi dan mengeroyok Siauw-Lim-Pai. Kalau Siauw-Lim-Pai sudah dapat dihancurkan, tiga yang lainnya pasti akan mudah dibinasakan kelak. Mereka mengaturnya dengan amat licik."
"Akan tetapi mengapa Gan Bouw selalu membantu orang-orang Empat Partai ketika diserang Empat Datuk Besar bersama pasukan Mongol?"
Tanya Yo Kang.
"Hemm, Yo-Twako, kalau hal itu kukira hanya merupakan siasat Gan Bouw saja. Dia pasti bekerja sama dengan Empat Datuk Besar, dan pura-pura menentang mereka dan menolong orang-orang Empat Partai Besar, tentu agar dirinya tidak dicurigai."
Kata Lian Hong.
"Tepat sekali."
Kata Han Lin.
"Memang semua itu merupakan siasat mereka."
"Ah, betapa lihai dan berbahayanya mereka."
Kata Yo Kang.
"Sekarang aku mengerti, Gan Bouw bahkan tidak ragu-ragu mengorbankan dan membunuh beberapa orang perajurit Mongol. Semua itu tentu untuk menjauhkan kecurigaan kita semua darinya."
"Aih, alangkah liciknya!"
Kata Lian Hong.
"Sekarang jelaslah bahwa pembasmian dan pembakaran perkampungan Thian-Te-Pang itu tentu dilakukan oleh dia sendiri dan para pembantunya!"
"Memang demikianlah, dan hal ini pun tidak aneh. Bukankah Thian-Te-Pang terkenal sebagai perkumpulan orang gagah yang juga tidak suka kepada Penjajah Mongol? Maka, mereka dibasmi, para anggautanya dibunuh. Untung rahasia penyamarannya ketahuan, kalau tidak, pasti Hek I Kaipang yang juga menentang penjajah akan dihancurkannya pula!"
Kata Si Han Lin. Kembali lima orang muda itu terdiam, tenggelam dalam lamunan masing-masing, masih merasa heran, kagum dan juga penasaran akan kelicikan dan kelihaian Gan Bouw dan kawan-kawannya.
"Masih ada yang membingungkan hatiku."
Kata Lian Hong.
"Bagaimana jahanam itu dapat menguasai ilmu-ilmu dari Siauw-Lim-Pai, bahkan ilmu Pek-Kong-Ciang dari Kun-Lun-Pai dan ilmu Tong-Sim-Ciang dari Bu-Tong-Pai?"
"Adik Lian Hong yang manis."
Kata Si Han Lin tersenyum.
"Hal itu tidak terlalu eneh. Para Pendeta Lama jubah merah terkenal sebagai orang-orang yang suka mencuri dari perguruan lain. Pula, harus diingat bahwa mendiang Tat Mo Couwsu adalah orang dari India yang mempunyai hubungan dekat dengan para Lama di Tibet. Tidaklah aneh kalau para Pendeta Lama di Tibet, terutama yang berjubah merah, menguasai banyak ilmu dari Siauw-Lim-Pai, Bu-Tong-Pai, Kun-Lun-Pai dan Go-Bi-Pai, tentu saja tidak menguasai secara sempurna karena hanya merupakan curian atau mungkin juga tiruan."
Disebut "adik yang manis"
Membuat Lian Hong tersipu dan hal ini diketahui oleh In Hong dan Yo Kang sehingga mereka tersenyum. Ang Hwa Niocu yang sudah tahu akan isi hati Sutenya, juga tersenyum laJu berkata,
"Sekarang sudah tiba saatnya bagiku untuk pulang ke Bhutan dan melaporkan kepada Ayahku Raja Bhutan. Selamat berpisah dan selamat tinggal kalian semua! Sute, engkau tentu tidak akan kembali ke Barat, bukan?"
"Tidak, Suci. Aku akan mengunjungi makam Ayahku dan... masih banyak yang harus kulakukan di sini."
Jawab Han Lin sambil mengerling ke arah Lian Hong. Ang Hwa Niocu lalu meninggalkan tempat itu, diikuti pandang mata empat orang muda yang merasa kehilangan karena Puteri Bhutan itu mendatangkan kesan baik dan menyenangkan di hati mereka.
"Enci In Hong, aku akan melapor dulu kepada Suhu sebelum kembali menemui Ibu di See-Ciu."
Kata Lian Hong kepada encinya.
"Apakah engkau akan langsung ke See-Ciu menemui Ibu?"
Yo Kang yang menjawab.
"Adik Lian Hong, aku dan Adik In Hong tentu akan pulang ke See-Ciu, akan tetapi sebelumnya aku akan menghadap Suhu di Bu-Tong-Pai lebih dulu, dan kuharap Adik In Hong suka menemaniku ke Bu-Tong-Pai."
In Hong mengangguk.
"Begitu pun baik, Twako."
Lalu ia memandang kepada Si Han Lin.
"Dan engkau, Si-Twako, apakah akan langsung mencari Ayahmu? Dulu, Ayahmu tewas di dalam hutan dan aku sudah memberitahu kepada murid-muridnya di Hak-Ciu untuk mengambil jenazahnya dan menguburnya."
"Terima kasih, Adik In Hong. Aku akan mencari keterangan pada murid-murid mendiang Ayahku. Akan tetapi sebelum itu aku akan menghadap Supek Bu Kek Tianglo untuk melapor, bersama... eh, kalau Adik Lian Hong tidak ke beratan, kami berdua bersama menghadap beliau."
Lian Hong cemberut.
"Mengapa keberatan? Nah, Enci In Hong, sekarang kita berpisah, sampai jumpa kelak dengan Ibu di See-Ciu."
Dua pasang orang muda itu lalu saling berpisah. Kwee In Hong dan Yo Kang menuju ke Bu-Tong-Pai, sedangkan Ong Lian Hong dan Si Han Lin menuju ke Siauw-Lim-Pai.
Sampai di sini selesaiIah kisah ini, sampai jumpa di lain kisah.
Lereng Lawu, medio April 1992.
TAMAT
Penerbit : CV GEMA, Solo
Cetakan : 1992
Pelukis : Soebagyo
Sumber Image : Awie Dermawan
Kontributor : Yon Setiono
Konversi Image ke teks : Cersil KPH
Di Edit ke DOC, PDF, TXT (E-Book) oleh : Cersil KPH
Rajawali Hitam Karya Kho Ping Hoo Pendekar Lembah Naga Karya Kho Ping Hoo Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo