Ceritasilat Novel Online

Cheng Hoa Kiam 15


Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo Bagian 15



"Kenapa baru sekarang kau datang! Kalau siang-siang kau datang, takkan terjadi peristiwa ini. Hui Goat........ Hui Goat........"

   Kata Kwa Cun Ek, suaranya terdengar menyedihkan sekali.

   Hui Goat adalah nama Tung-hai Sian-li. Wanita ini menarik napas panjang lalu menyimpan kembali pedangnya. Sementara itu, Siok Lan sudah menubruk kaki ayahnya dan menangis sedih. Ia mengira akan menyaksikan pertemuan yang mesra antara ayah dan ibunya, tidak tahu datang-datang ia dipersen tamparan oleh ayahnya dan menyebabkan ayah dan ibunya hampir saja bertempur sendiri!

   "Ada urusan dengan anak boleh dibicarakan, boleh dirunding, bukan datang- datang anak ditampar sampai begitu. Ayah macam apa begini?"

   Tung-hai Sian-li mengomel dan semacam perasaan yang aneh menjalar di dada pendekar gagah Kwa Cun Ek. Ia merasa senang diomeli isterinya, alangkah nikmat perasaan ini!

   "Semua salahku......... Hui Goat, apakah kau mau kembali? Membantuku merawat dan mendidik Siok Lan.........? Aku sudah tidak kuat lagi mendidiknya seorang diri........"

   Diam-diam Eng Lan melangkah keluar dari ruangan itu dan menangis seorang diri di halaman rumah. Ia merasa terharu dan teringat akan nasibnya sendiri. Ia tidak kuasa lagi menyaksikan pertemuan mereka, akan tetapi masih dapat mendengar pembicaraan mereka. Juga Kim Li diam-diam pergi ke belakang untuk mengambilkan minum dan persediaan lain bagi Tung-hai Sian-li dan Siok Lan. Anak ini memang mengenal kewajiban dengan baik.

   "Kau kira aku datang mau apa? Kalau tidak Siok Lan yang memaksaku, untuk apa aku datang? Kau datang-datang memukul Siok Lan, apakah kesalahannya? Kau jelaskan, kalau tidak betul omonganmu, jangan kau menyesal kalau aku pergi lagi membawa serta anakku!"

   Ancam Tung-hai Sian-li.

   Diam-diam besar sekali hati Kwa Cun Ek. Mendapatkan kembali Tung-hai Sianli hidup serumah dengan isterinya yang tercinta, ah seakan-akan ia memasuki hidup baru. Akan tetapi ia menekan perasaannya dan setelah berkali-kali menarik napas panjang ia bercerita.

   "Telah Lama aku ingin mendapatkan seorang calon jodoh Siok Lan akan tetapi bocah ini selalu menolak. Akhirnya aku memutuskan sendiri ikatan jodohnya dengan keponakan Kwee Sun Tek yang bernama Thio Wi Liong. Pemuda itu adalah murid Thian Te Cu, seorang anak yatim piatu. Aku segera menerima ikatan jodoh ini karena selain mengingat bahwa pemuda itu murid Thian Te Cu, juga aku kagum melihat Kwee Sun Tek yang kukenal baik di waktu mudanya. Ketika aku memberi tahu hal ini kepada Siok Lan, dia tidak menyatakan apa-apa."

   Tung-hai Sian-li memandang heran kepada anaknya.

   "Apa kau bilang? Thio Wi Liong........?? Siok Lan, (Lanjut ke Jilid 16)

   Cheng Hoa Kiam (Cerita Lepas)

   Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 16

   bukankah itu pemuda yang menolong kita dari kepungan pasukan Mongol........?"

   Ketika Siok Lan tidak menjawab dan hanya menundukkan muka, Tung-hai Sian-li berteriak memanggil Eng Lan. Eng Lan cepat-cepat masuk setelah menghapus air matanya, dan menghadap nyonya pendekar itu.

   "Eng Lan bukankah pemuda lihai yang menolong kita di kelenteng Siauw-lim-si itu bernama Thio Wi Liong?"

   Eng Lan hanya mengangguk.

   "Teruskan ceritamu, teruskan. Aku menjadi bingung........."

   Kata Tung-hai Sian-li. Tentu saja pendekar wanita ini bingung sekali teringat akan sikap Siok Lan terhadap Wi Liong yang ternyata adalah tunangannya sendiri.

   "Sebelum aku mengikat jodoh anak kita dengan keponakan Kwee Sun Tek. pernah aku bertemu dengan seorang pemuda yang lihai, pemuda bekas murid Tok-sim Sian-li, akan tetapi dalam pertemuan itu kulihat dia gagah dan berhati baik, yang kemudian kuketahui bernama Kam Kun Hong."

   Kembali Tung-hai Sian-li melengak, akan tetapi suaminya tidak memperdulikan ini dan melanjutkan ceritanya.

   "Dalam hati kecilku, aku kagum melihat pemuda itu dan kiranya akan suka bermantukan dia, akan tetapi karena dia sudah galang-gulung dengan orang-orang jahat, aku memilih murid Thian Te Cu. Kemudian terjadi hal yang tak kusangka-sangka."

   Pendekar ini nampak gemas sekali.

   "Baru kemarin, Kwee Sun Tek datang ke sini dengan sikap marah-marah dan berkata bahwa Siok Lan diam-diam telah mempunyai pilihan sendiri, telah mempunyai seorang kekasih, malah kekasihnya itu datang ke Wuyi-san bersama Tok-sim Sian-li mencuri sebatang pedang pusaka, pedang Cheng-hoa-kiam. Dan pemuda itu menurut dugaan adalah Kam Kun Hong! Bukankah itu memalukan sekali! Tentu saja Kwee Sun Tek membatalkan ikatan jodoh dan menyatakan menyesal dan kecewanya."

   "Bohong semua itu.......!!"

   Tiba-tiba Siok Lan melompat ke atas dan jeritannya demikian keras sampai mengagetkan orang-orang dan See-thian Hoat-ong yang tadinya merasa sungkan untuk masuk ke ruangan itu dan hanya menanti di luar tak berani mengganggu suhengnya yang sedang mengadakan pertemuan dengan anak isterinya, kini berjalan masuk. Melihat keadaan tegang, ia diam saja, hanya duduk di atas sebuah bangku di pojok, dekat Eng Lan yang juga tidak berani berkutik.

   "Hemmm, dan kau percaya saja akan obrolan kosong manusia yang bernama Kwee Sun Tek itu?"

   Tegur Tung-hai Sian-li kepada suaminya.

   "Kwee Sun Tek adalah seorang laki-laki sejati, seorang jantan yang gagah perkasa, selama hidupnya tak pernah ia membohong biarpun kedua matanya sudah buta."

   Jawab Kwa Cun Ek membela diri.

   "Jadi kau lebih percaya kepada orang lain dari pada anak sendiri?"

   Isterinya mendesak, penuh kemarahan dan penyesalan. Kwa Cun Ek terdesak dan bingung.

   Menghadapi serangan-serangan omongan isterinya yang kini berdiri galak di depannya dalam membantu Siok Lan, Kwa Cun Ek menjadi lemas. Timbul penyesalannya mengapa ia buru-buru marah kepada Siok Lan dan tidak menyelidiki lebih dulu. Biasanya pureri tunggalnya itu tak pernah mengecewakan hatinya, masa sekarang gadis itu benar-benar telah main gila dengan pemuda lain di luar tahunya? Agaknya tak masuk di akal mengingat bahwa Siok Lan tentu akan menolak kalau dahulu tidak suka dijodohkan dengan keponakan Kwee Sun Tek. Akan tetapi. Kwee Sun Tek adalah seorang gagah yang sangat boleh dipercaya!

   "Tentu saja aku juga percaya kepada Siok Lan,"

   Akhirnya ia menjawab teguran isterinya.

   "Akan tetapi, tidak mungkin agaknya kalau Kwee Sun Tek membohongiku. Untuk apa dia berbohong? Apa keuntungannya baginya? Dia marah-marah dan sikapnya menunjukkan bahwa dia tidak membohong ketika dia mencelaku dan memutuskan pertunangan keponakannya dengan Siok Lan."

   Tiba-tiba wajah Tung-hai Sian-li Lee Hui Goat berubah dan ia memandang kepada puterinya.

   "Siok Lan coba katakan sekali lagi. Betulkah kau tidak ada hubungan dengan pemuda bernama Kam Kun Hong itu?"

   Siok Lan membalas pandang mata selidik ibunya itu dengan berani ketika ia menjawab.

   "Ibu sendiri menjadi saksi bahwa selama hidupku baru kumelihat pemuda itu di kelenteng Siauw-lim-si dahulu Aku tidak kenal kepadanya sebelum atau sesudah itu, bagaimana orang berani memfitnahku yang bukan-bukan?"

   "Semua kata-katamu itu kupercaya penuh. Akan tetapi anakku, kalau kau sudah menjadi tunangan pemuda yang bernama Thio Wi Liong itu, mengapa kau bersikap aneh dan bermusuh kepadanya ketika kita berhadapan dengan dia? Apa artinya semua sikapmu itu?"

   Merah wajah Siok Lan ditanya begini. Bagaimana ia harus menjawab? Akan tetapi dasar cerdik, ia dapat juga menjawab dengan suara mengandung penasaran.

   "Ibu. biarpun aku dan dia bertunangan, namun selamanya kami tak pernah saling bertemu muka. Dia tidak mengenal aku. akupun tidak mengenal dia. Ketika dia muncul, sikapnya mencurigakan. Biarpun dia itu tunanganku akan tetapi kalau dia mencurigakan, masa aku harus membelanya? Laginya, dia tidak mengenalku, apakah aku harus memperkenalkan diri? Memalukan sikap demikian bagiku, ibu"

   Tung-hai Sian-li mengangguk kemudian ia teringat bahwa memang anaknya ini sama sekali tidak pernah tampak ada hubungan dengan Kun Hong. malah beberapa kali bertanding dan selalu memperlihatkan sikap bermusuhan. Tidak ada tanda-tanda sedikitpun yang membayangkan bahwa anaknya mempunyai hubungan tidak bersih dengan pemuda murid Thai Khek Sian yang amat lihai itu.

   Ia menoleh kepada suaminya dan berkata tetap.

   "Tak mungkin Lan-ji mempunyai hubungan dengan Kam Kun Hong. Kau telah dibohongi orang. Kwee Sun Tek itu bicara bohong, akan kucari dan kuberi hajaran! Membatalkan pertunangan sih tidak apa-apa, di dunia ini bukan hanya Thio Wi Liong seorang yang patut menjadi jodoh anakku. Akan tetapi dia telah memburukkan nama baik Lan-ji dan hal ini aku tidak bisa mendiamkannya begitu saja."

   Kwa Cun Ek terkejut sekali. Ia cukup maklum akan kekerasan hati isterinya dan sekali bicara, tentu akan dibuktikannya. Akan tetapi apa yang dapat ia perbuat? Baiknya pada saat itu. See-thian Hoat-ong yang sudah luas pengalamannya dan maklum pula bahwa orang seperti Kwee Sun Tek patut dipercaya, segera bertanya kepadanya,

   "Suheng. sebetulnya tentang tuduhan Kwee Sun Tek itu terhadap Siok Lan, apakah yang menjadi dasar? Bagaimana dia bisa menyatakan tuduhan seperti itu?"

   Kwa Cun Ek bernapas lega. Ada jalan baginya untuk menyabarkan hati isterinya, untuk membela Kwee Sun Tek yang dianggapnya tidak bersalah.

   "Hal itupun sudah kutanyakan kepadanya karena mana aku bisa percaya begitu saja terhadap tuduhan itu? Dia bercerita bahwa seorang pemuda bersama Tok-sim Sian-li datang di Wuyi-san dan mencuri pedang Cheng-hoa-kiam. Dia telah bertempur dengan pemuda itu dan dengan Tok-sim Sian-li. Pemuda itulah yang mengaku menjadi tunangan tak resmi dari Lan-ji tanpa memperkenalkan diri sendiri. Akhirnya Kwee Sun Tek dapat mengetahui bahwa pemuda itu adalah Kam Kun Hong. Demikianlah, dia lalu datang ke sini untuk menegurku dan membatalkan ikatan jodoh."

   Tung-hai Sian-li. Kwa Siok Lan, See-thian Hoat-ong. dan juga Pui Eng Lan teringat bahwa memang Kam Kun Hong memegang pedang pusaka Cheng-hoa-kiam. Mendengar penuturan itu, diam-diam Pui Eng Lan merasa panas sekali hatinya. Entah mengapa, mendengar Kun Hong mengaku-ngaku sebagai kekasih Siok Lan dan memburukkan nama sahabatnya itu, ia menjadi marah sekali.

   "Kalau begitu pemuda keparat itulah yang salah!"

   Bentaknya, membuat semua orang menjadi kaget dan memandang kepadanya. Setelah semua orang memandangnya, baru Eng Lan sadar bahwa ia tanpa disengaja telah menarik perhatiaa semua orang, wajahnya menjadi merah karenanya.

   "Maafkan, Kwa-lo-enghiong, bukan maksudku mencampuri urusan ini. Akan tetapi aku berani bersumpah bahwa enci Siok Lan tidak bersalah apa -apa dan pemuda bernama Kam Kun Hong itulah agaknya yang sengaja hendak memburukkan nama enci Siok Lan. Biar aku mencari suhu dan melaporkan hal ini agar suhu membantu cari pemuda keparat itu!"

   Setelah berkata demikian, tanpa memberi kesempatan kepada Siok Lan dan yang lain-lain untuk mencegahnya, gadis itu sudah melompat pergi dan lari cepat meninggalkan rumah Kwa Cun Ek.

   Fihak tuan rumah sekeluarga karena sedang menghadapi urusan yang menyangkut nama baik mereka dan berada dalam suasana tegang, tidak mempunyai kesempatan untuk mencegah gadis itu pergi. Akhirnya Kwa Cun Ek dan anak isterinya, ditengahi oleh See-thian Hoat-ong, dapat berbaik kembali dan sama-sama menduga bahwa yang menjadi biang keladi adalah Kam Kun Hong.

   .

   "Pemuda itu aneh sekali,"

   Kata Tung-hai Sian-li akhirnya,.

   "kepandaiannya lihai bukan main, kadang-kadang wataknya nakal kurang ajar, akan tetapi ada kalanya ia berbudi baik seperti ketika membebaskan aku dan Eng Lan. Hemm. benar-benar sukar dijajaki hatinya, sukar diketahui wataknya."

   "Sudah pantas dengan kedudukannya,"

   Kata See-thian Hoat-ong.

   "sebagai murid Thai Khek Sian, mana tidak aneh dan jahat! Betapapun juga, kita harus selalu berhati-hati menghadapi orang seperti itu yang setiap waktu bisa menjadi lawan. Bangsa Mongol tetap merupakan ancaman besar bagi tanah air dan orang-orang bagaimana gagahpun kalau sudah dapat diperalat oleh Bangsa Mongol berarti mereka itu penghianat bangsa yang berjiwa rendah! Pemuda itu sudah terang-terangan membela kepentingan bala tentara Mongol dan kaki tangannya, mana orang begitu bisa dipercaya?"

   "Kalau begitu, Kwee Sun Tek berarti dibohongi oleh pemuda itu. Aku harus mencari Kwee Sun Tek di Wuyi-san dan memberitahukan hal ini. Perjodohan yang sudah diikat erat mana bisa diputuskan hanya karena gangguan orang luar yang sengaja mengacau? Tanpa alasan yang kuat. tak boleh Kwee Sun Tek mengambil tindakan sefihak yang merugikan nama baik kita."

   Kata Kwa Cun Ek penasaran.

   Sementara itu. sejak tadi Kwa Siok Lan mengerutkan kening. Ketika bertemu dengan Wi Liong, ia sengaja hendak mercberi pelajaran kepada tunangannya itu untuk datang sendiri membatalkan pertunangannya dengan Siok Lan, tanpa mengetahui bahwa Kwa Siok Lan adalah gadis yang dicintanya! Akan tetapi, siapa kira ada terjadi perkara begini membingungkan. Sebelum pemuda itu tiba, kiranya sudah didahului oleh paman pemuda itu memutuskan pertunangan, dengan alasan yang bukan-bukan. Gadis ini menjadi bingung, sedih dan juga marah. Diam-diam ia harus akui bahwa ia telah jatuh cinta kepada pemuda tunangannya sendiri! Kini mendengar kata-kata ayahnya, kekerasan hatinya tiba- tiba bangkit dan dia berkata.

   "Tidak ayah! Untuk apa kita harus merendahkan diri merangkak-rangkak seperti orang mohon supaya perjodohan itu jangan diputuskan? Alangkah rendahnya kalau kita berbuat demikian. Mereka sudah memutuskan, sudahlah! Jangankan tidak menjadi jodoh manusia itu biar selamanya tidak kawin sekalipun aku takkan mati!"

   Selelah berkata demikian. Siok Lan lalu lari keluar rumah sambil menangis.

   Kwa Cun Ek dan Tung-hai Sian-li memandang bengong lalu menarik napas panjang.

   "Kau lihat, Hui Goat, setelah kau tinggalkan aku, keadaanku menjadi kacau-balau, hidupku tidak tenteram, bahkan anakmu sendiripun tidak bahagia. Apakah kau masih tega meninggalkan kami lagi.........?"

   Suara Kwa Cun Ek terdengar demikian mengenaskan sehingga di kedua mata nyonya itu nampak berlinang air mata. Tanpa mengeluarkan kata-kata lagi, suami isteri yang sudah berpisah belasan tahun lamanya itu saling pandang, penuh keharuan, penuh kerinduan penuh cinta kasih.

   Demikianlah pengalaman Pui Eng Lan ketika ia ikut dengan Siok Lan ke Poan-kun menjadi saksi dari adegan pertemuan yang amat mengharukan. Gadis ini setelah lari pergi dari Poan-kun, tidak pergi mencari suhunya yang katanya hendak berpesiar di Telaga See-ouw, melainkan ia terus menuju ke Kun-lun-san untuk mengadukan tentang perbuatan Kam Kun Hong itu kepada Kam Ceng Swi. Dari gurunya ia mendapat tahu bahwa Kam Kun Hong dahulunya ikut dengan ayahnya. Seng-goat-pian Kam Ceng Swi di Kun-lun-san sebelum bocah itu terculik orang jahat dan kemudian jatuh di tangan Thai Khek Sian sebagai muridnya.

   Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan. Pui Eng Lan kebetulan sekali bertemu dengan Kam Kun Hong ddan menyerang pemuda itu, melukai dadanya dan kemudian- sambil duduk berhadapan di bawah pohon, dua orang muda itu bercakap-cakap, Eng Lan menceritakan pengalamannya dan sebabnya mengapa ia menyerang Kun Hong.

   "Begitulah."

   Ia mengakhiri penuturannya.

   "kau dengan keji sekali telah merusak perjodohan antara enci Siok Lan dan tunangannya, telah membuat sekeluarga Kwa berduka-cita. Apa sekarang kau masih hendak katakan bahwa tidak sepatutnya kalau aku membunuhmu untuk dosa-dosamu?"

   Setelah berkata demikian, kembali Eng Lan bangkit berdiri dan pedangnya sudah siap lagi di tangannya, siap untuk melakukan pertempuran mati-matian.

   "Hayo kau keluarkan pedangmu, pedang Cheng-hoa-kiam yang kau curi itu dan mari kita bertanding sampai seorang di antara kita mengeletak di sini tak bernyawa!"

   Kam Kun Hong atau sekarang ia tidak mau mempergunakan she Kam lagi oleh karena telah tahu bahwa Kam Ceng Swi bukan ayahnya, tersenyum getir dan memandang wajah nona itu dengan hati tidak karuan rasa. Terbayang olehnya betapa tadinya dengan segala kebahagiaan ia naik ke Kun-lun-san untuk minta ayahnya pergi meminang gadis ini sebagai isterinya tidak tahu selain disambut dengan pukulan yang akhirnya membuat ia terluka hebat, juga ia dipukul batinnya dengan keterangan bahwa ia bukanlah anak Kam Ceng Swi, melainkan anak pungut yang tidak karuan siapa bapak ibunya dan yang hanya diketahui di mana ibunya yang tak terkenal itu dikuburkan!

   "Eh kau mentertawai aku?"

   Tegur Eng Lan marah.

   "Aku tahu kau lihai dan aku takkan dapat mengalahkanmu, akan tetapi jangan kira aku takut padamu!"

   "Eng Lan, nona manis aku percaya akan kegagahanmu. Kalau kau ingin benar membunuhku, bunuhlah. Apa bedanya bagiku? Tidak kau bunuh sekarang dua tahun lagi akupun akan mati konyol. Laginya biarpun tidak kusangkal bahwa aku telah mempermainkan si tua buta Kwee Sun Tek. akan tetapi salahnya sendiri mengapa begitu mudah dipermainkan orang!"

   Mendengar ucapan ini, Eng Lan diam-diam kaget.

   "Apa artinya dua tahun lagi kau mati?"

   Tanyanya dengan penuh gairah yang tidak disadarinya. Melihat sikap ini. Kun Hong menjadi girang bukan main. Kalau ada seorang gadis mengkhawatirkan keselamatan seseorang, hal itu berarti bahwa si gadis tadi menaruh perhatian dan dapat diharapkan bahwa timbangannya dalam asmara tidak berat sebelah!

   "Kau sudi mendengarkan nona? Biarlah kuceritakan kepadamu. Hanya kepadamu seorang aku mau bercerita. Aku telah naik ke Kun-lun-san dengan maksud mencari ayahku. Kam Ceng Swi untuk minta dia....... dia....... ah, tak perlu kuceritakan apa perluku mencarinya. Akan tetapi......... setelah tiba di puncak Kun-lun-san. secara curang sekali aku dikeroyok oleh orang-orang Kun-lun-pai dan ditawan secara licik, lalu aku dipukul sampai terluka hebat dan membuat aku hanya akan hidup dua tahun lagi kecuali jika mendapatkan obat tertentu yang amat sukar dicarinya, melebihi sukarnya masuk sorga! Ini semua belum seberapa........."

   Kun Hong menarik napas panjang dan nampak sedih sekali, mukanya menjadi pucat dan jelas kelihatan ia menahan air matanya.

   "yang hebat........ aku mendengar kenyataan pahit bahwa ayahku itu........ Kam Ceng Swi yang semula kuanggap ayahku, ternyata bukan ayahku........ dan....... dan aku tidak diketahui anak siapa, tidak tahu siapa ayahku, ibuku sudah meninggal dan....... dan......."

   Kun Hong tak dapat melanjutkan ceritanya. Entah mengapa di depan gadis ini ia mencurahkan isi hatinya dan seluruh perasaannya sehingga ia menjadi berduka bukan main, padahal tadinya ia tidak begitu perduli akan nasib dirinya. Di depan Eng Lan ia merasa dirinya begitu penting dan menghadapi kenyataan tentang dirinya yang tidak berayah ibu ia menjadi terharu bukan main. Ia menyembunyikan muka di antara kedua lututnya dan diam-diam menghapus dua titik air mara yang tak tertahankan lagi keluar dari kedua matanya. Baru ini kali Kun Hong menitikkan air mata, air mata yang keluar dari lubuk hatinya karena merasa betapa percakapan dengan Eng Lan ini demikian sungguh-sungguh menembus ke dalam sanubari.

   Sebuah tangan yang halus menyentuh pundaknya, demikian mesra sentuhan itu sampai Kun Hong merasa betapa tubuhnya menggigil. Sudah banyak ia mendekati wanita sudah banyak wanita mencintanya, akan tetapi belum pernah sentuhan jari tangan wanita dapat membuat ia menggigil seluruh tubuhnya. Ketika perlahan ia mengangkat mukanya dan menengadah, ia melihat Eng Lan menunduk dan memandang kepadanya dengan air mata bercucuran!

   "Kun Hong........"

   Suaranya lirih halus, menggetar penuh perasaan terharu.

   "jangan berduka, bukan hanya kau anak yatim piatu akupun tiada ayah bunda."

   Memang Eng Lan tak dapat lagi menahan perasaannya. Semenjak ia bertemu dergan pemuda itu di lubuk hatinya sudah dipenuhi rasa kagum. Hanya karena pemuda itu dianggap fihak musuh maka ia mengeraskan hati dan rasa kagumnya menjadi kebencian maka membuat ia menyerang pemuda itu di Kelenteng Siauw-lim dahulu. Akan tetapi biarpun pada umumnya Kun Hong memperlihatkan sikap jahat dan nakal, terhadap dia pemuda ini memperlihatkan kebaikan budi. Malah tanpa tedeng aling-aling lagi pemuda itu menyatakan cinta kasihnya. Diam-diam, di luar kesadarannya sendiri bahkan di luar kehendaknya yang diperkuat oleh wataknya sebagai seorang pendekar yang patriotik, gadis ini ternyata telah jatuh cinta kepada Kun Hong.

   Tadinya ia masih dapat mengeraskan hati, masih dapat membantah hasrat hatinya sendiri, akan tetapi ketika melihat pemuda itu berduka, mendengar kata-kata yang mengharukan dan mendengar kenyataan bahwa pemuda inipun seorang yatim piatu seperti jmja dia, patahlah semua pertahanan di hati Eng Lan dan tanpa daya lagi gadis itu memperlihatkan kelunakan dan kelemahannya.

   "Eng Lan........."

   Dengan hati tak karuan rasa, bahagia duka terharu bercampur aduk menjadi satu. Kun Hong lalu memeluk kedua kaki gadis itu Eng Lan berdongak ke atas dengan kedua mata dimeramkan. air matanya menetes turun di sepanjang pipinya dan tangan kirinya menekan dada sedangkan tangan kanannya membelai rambut pemuda itu.

   Kemudian gadis itu limbung dan ia tentu roboh terguling kalau tidak cepat-cepat Kun Hong memeluknya. Eng Lan merasa dirinya aman sentausa dalam pelukan Kun Hong, menemukan kembali kasih sayang ayah bunda dan kasih sayang sanak saudara yang kini tidak pernah dirasainya. semua itu bercampur dengan kasih sayang seorang pemuda yang dicintanya di luar kehendaknya! Dalam keadaan hampir pingsan karena bergeloranya perasaan. Eng Lan menyembunyikan mukanya di dada Kun Hong.

   Di lain fihak. Kun Hong mendapatkan sesuatu yang amat mengherankan hatinya sendiri. Ia merasa bangga dan bahagia sekali pada saat itu, akan tetapi anehnya, tidak seperti biasanya dengan wanita lain. terhadap Eng Lan hatinya bersih dari pada segala kekotoran nafsu. Kasih sayangnya terhadap Eng Lan mendalam dan sedikitpun tidak pernah timbul dalam pikirannya untuk menguasai gadis ini berdasarkan nafsu. Ia mencinta Eng Lan dan mengharapkan cinta imbalan. Maka ia berlaku hati-hati sekali, hanya tangannya mengelus-elus rambut yang hitam halus dan harum itu.

   Akhirnya Kun Hong dapat juga menekan perasaan yang bergelombang, yang tadi membuat ia menjadi gagu. Ia berbisik di dekat telinga Eng Lan.

   "Eng Lan. dewi pujaan........ terima kasih......... terima kasih bahwa di dunia ini, di mana semua orang baik-baik memusuhiku. membenciku, masih ada kau seorang dewi yang sudi memperdulikan orang seperti aku......... terima kasih Eng Lan dan aku bersumpah, takkan mencinta orang lain kecuali engkau. Kelak.......... kalau Thian mengijinkan aku hidup lebih lama, kalau aku bisa mendapatkan obat untuk menyambung nyawa........ kelak aku akan mencari gurumu, akan mengajukan pinangan dengan hormat untukmu........."

   "Kun Hong........."

   Eng Lan membalas bisikan dengan lirih, hampir tidak kedengaran.

   "kau tidak jahat......... kau orang baik......... ooohhh, betapa inginku meneriakkan di telinga mereka bahwa kau bukan orang jahat. Tidak, kau tidak jahat!"

   Kun Hong bersenyum pahit.

   "Aku memang jahat, Eng Lan. Kau tidak dapat membayangkan betapa jahatnya aku! Pikiranku kotor, hatiku selalu ingin melihat orang menderita, tergoda. Setiap melihat wanita cantik aku tergila-gila........ ah, betapa jahatnya aku. Akan tetapi sekarang, demi engkau......... aku akan membuang semua itu jauh-jauh.........!"

   Tiba-tiba Eng Lan seakan-akan orang baru sadar dari tidur dan mimpi. Ia tersentak kaget, melihat dirinya berpelukan dengan Kun Hong ia merenggut tubuhnya, mengeluarkan jerit lirih, melompat berdiri sambil menyambar pedangnya lalu......... menyabetkan pedang itu ke lehernya!

   "Eng Lan............!!!"

   Secepat kilat Kun Hong bergerak menyambar tangan gadis itu dan merampas pedang lalu membuang pedang itu jauh-jauh. Eng Lan mengeluarkan isak tertahan, lalu berlari pergi sambil menangis tersedu-sedu.

   "Aku......... aku gadis hina-dina.......... aku lebih baik mati.........!!"

   Keluhnya di antara tangis sambil berlari terhuyung-huyung, dengan saputangan menutupi mukanya yang banjir air mata.

   "Eng Lan.......... tunggu aku.........! Kau hendak ke mana.........? Ah. Eng Lan kekasihku, kau kenapakah?"

   Teriak Kun Hong sambil lari mengejar.

   Karena ilmu lari cepat Kun Hong memang jauh lebih cepat, sebentar saja ia dapat menyusul dan ia memegang lengan gadis itu. Eng Lan merontas-rontas dan berteriak-teriak.

   "Lepaskan aku! Jangan sentuh aku.......... Kun Hong, kau bunuhlah aku, jangan seret aku ke jurang kehinaan. Ah. suhu. ampunkan teecu yang telah menjadi seorang berbatin hina........"

   Gadis itu menangis makin sedih ketika tak berdaya melepaskan diri dari pegangan Kun Hong.

   Kun Hong kembali menjatuhkan diri berlutut di depan Eng Lan.

   "Eng Lan akulah orangnya yang siap sedia kau kutuk siap sedia kau maki atau kau bunuh sekalipun kalau aku yang membikin kau bersedih. Eng Lan, apakah karena aku hanya tinggal hidup dua tahun lagi maka kau tiba-tiba mengubah sikapmu? Apakah karena aku seorang penjahat yang sudah mengakui kejahatannya maka kau menjadi benci dan jijik kepadaku?"

   "Tidak....... tidak........ Kun Hong kau tidak tahu. Aku tadinya datang untuk membalaskan penghinaan yang kau jatuhkan atas diri enci Siok Lan dan keluarganya. Akan tetapi....... apa yang kulakukan di sini........ ah,. benar-benar tak patut aku......."

   Kun Hong bangkit berdiri dan tersenyum, menggunakan tangan mengangkat muka gadis itu dengan memegang dagunya.

   "Anak manis! Anak nakal! Begitu saja kau hendak memenggal lehermu yang indah itu? Hai. nanti dulu, manis! Aku mencintamu dengan segenap jiwaku, ini kau sudah yakin, bukan? Dan kaupun mencintaku, aku percaya penuh akan hal ini. Apa salahnya dalam hal ini? Bukankah cinta kasih kita suci dan bersih? Mengapa harus malu? Kecuali kalau kau merasa bahwa kau jauh lebih tinggi, lebih bersih dan lebih mulia dari pada aku, tidak ada yang harus dibuat malu!"

   Eng Lan menghapus matanya dengan saputangan, lalu menatap wajah yang tampan dan nampak sungguh-sungguh itu. Ia melihat sinar terang pada wajah itu dan kembali cinta kasihnya bangkit. Ia tersenyum dan mengangguk!

   
Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Naaahh, begitu baru anak manis yang kusayang. Eng Lan. sekali lagi aku menyatakan kepadamu, demi kehormatanku sebagai laki-laki, aku sama sekali tidak ada niat atau kesengajaan untuk menghina keluarga Kwa. Hanya kebetulan saja aku mendengar tentang Kwa Cun Ek, malah aku sama sekali tidak tahu apakah Kwa Cun Ek itu mempunyai anak gadis ketika aku membohong dan mempermainkan Kwee Sun Tek."

   Lalu dengan singkat ia menceritakan pertemuannya dengan Kwee Sun Tek ketika ia mencuri pedang Cheng-hoa-kiam.

   Setelah mendengar penuturan Kun Hong, Eng Lan pura-pura marah, cemberut dan menegur.

   "Kau memang nakal. Untuk apa kau mencuri pedang orang?"

   Wajah Kun Hong menjadi merah. Heran, pikirnya dalam hati, ditegur begini saja hatinya berdebar seperti anak kecil mencuri kueh ditegur ibunya!

   "Aku hanya....... ingin memiliki pedang pusaka ampuh dan di samping itu, sejak kecil aku memang sudah ada keinginan menguji kepandaian Wi Liong. Selain itu,"

   Ia menyambung cepat-cepat.

   "pedang Cheng-hoa-kiam ini memang dahulunya bukan milik supek Thian Te Cu, melainkan milik susiok Gan Yan Ki. Entah bagaimana bisa berada di Wuyi-san. Oleh karena memang nenek moyang guru-guru kami selalu bermusuhan dan bersaing, maka aku sengaja hendak memperlihatkan bahwa perguruan kami tidak kalah oleh mereka. Sebagai bukti. Cheng-hoa-kiam sekarang berada di tanganku."

   Eng Lan menggeleng-geleng kepalanya.

   "Aku tidak tahu dan tidak perduli akan itu semua, pokoknya aku percaya bahwa kau tidak jahat, Kun Hong."

   "Terima kasih, kau seperti dewi kahyangan yang turun ke bumi untuk mengangkat aku dari lembah kesengsaraan."

   Seru Kun Hong girang sambil memegang lengan gadis itu.

   "Nanti dulu, aku takkan berjanji apa-apa kepadamu sebelum kau penuhi permintaanku."

   Kata Eng Lan sungguh-sungguh.

   Kun Hong melebarkan mata dan mengangkat alis.

   "Permintaan apa.......?"

   "Jawablah dengan sejujurnya apakah kau betul-betul tidak mencinta enci Siok Lan?"

   Kun Hong benar-benar terkejut dan heran mendengar pertanyaan ini, juga ia merasa penasaran mengapa gadis ini masih saja menyangsikan hatinya.

   "Kalau mencinta bagaimana dan kalau tidak bagaimana?"

   Tanyanya sambil tersenyum menggoda.

   "Kalau kau mencintanya, sekarang juga kau bersama aku harus pergi ke Poan-kun untuk minta maaf dan sekalian mengajukan pinangan secara sah. Kalau kau tidak mencintanya, sekarang juga kau bersama aku harus pergi ke Wuyi-san untuk mengakui kesalahanmu di depan Thio Wi Liong, kemudian membujuk atau memaksa pemuda itu untuk menyambung ikatan jodohnya dengan enci Siok Lan yang sudah diputuskan oleh pamannya."

   Sampai lama Kun Hong menatap wajah kekasihnya itu dengan mata mengandung keheranan dan kekaguman besar.

   "Eng Lan....... Eng Lan....... begini anehkah watak semua gadis secantik engkau? Yang kau bicarakan itu adalah urusan Siok Lan dan Wi Liong mengapa kau mau bersusah payah karenanya dan mengajak aku serta pula? Suhu sering berkata bahwa tidak perlu kira mencampuri urusan orang lain yang tidak ada sangkut-pautnya dengan kita. yang tidak menguntungkan kita!"

   Eng Lan membanting-banting kakinya dengan gemas- "Itulah celakanya! Kau sudah diracuni oleh ajaran-ajaran busuk! Selalu berpikir untuk keuntungan diri sendiri. Kun Hong, kau tidak tahu bahwa di luar dunia golonganmu kita manusia tidak selalu memikirkan kepentingan sendiri, malah selalu mencari kesempatan untuk memikirkan dan menolong orang lain. Tentang enci Siok Lan dan perjodohannya, tak dapat dipungkiri lagi kaulah biang keladinya sampai perjodohan itu diputuskan. Oleh karena itu, kau pula orangnya yang harus menyambungnya kembali."

   Ucapan ini terdengar baru bagi telinga Kun Hong. Selama ia berkumpul dengan Thai Khek Sian, para selirnya. Tok-sim Sian-li, Bu-ceng Tok-ong, dan lain-lain tokoh golongan mereka selalu orang mengutamakan kepentingan sendiri. Ia mengangguk-angguk dengan kening berkerut lalu bertanya lagi,

   "Kalau aku biang keladinya mengapa kau juga bersusah-payah, malah tadi kau siap mempertaruhkan nyawa membela Siok Lan?"

   Eng Lan menggigit bibir dengan gemas.

   "Anak bodoh! Kalau bukan kau yang menjadi biang keladinya, aku takkan susah-susah seperti ini. Hayo jawab, kau pilih yang mana. Mengawini Siok Lan atau menyambung kembali ikatan jodoh antara dia dan Wi Liong?"

   Kun Hong benar-benar tak mengerti. Akan tetapi mendengar desakan pertanyaan tadi, terpaksa ia menjawab.

   "Tentu saja aku tidak akan mengawini Siok Lan karena aku tidak mencintanya."

   "Kalau begitu kita harus ke Wuyi-san sekarang juga."

   Kata Eng Lan.

   Di dalam hatinya. Kun Hong merasa gentar untuk pergi ke Wuyi-san. Ia tidak takut berhadapan dengan Kwee Sun Tek orang tua buta itu. juga menghadapi Wi Liong sekalipun ia tidak takut. Akan tetapi yang membuat hatinya gentar adalah Thian Te Cu, kakek yang sebetulnya masih terhitung supek-nya (uwa guru) sendiri. Andaikata supeknya turun tangan, ia dapat berdaya apakah? Betapapun juga. melihat sepasang mata bintang gadis itu menatap wajahnya penuh selidik, Kun Hong mengertak gigi dan berkata gagah.

   "Baik, kupenuhi permintaanmu. Mari kita mencari Wi Liong dan kalau perlu akan kupaksa dia pergi ke Poan-kun menyambung tali perjodohannya dengan Kwa Siok Lan."

   Eng Lan tersenyum girang dan dengan mesra memegang tangannya.

   "Kalau begitu mari kita lekas berangkat!"

   Ia menarik tangan Kun Hong dan pemuda ini sambil tertawa terpaksa mengikuti gadis itu berlari cepat.

   "'Eng Lan, nanti dulu! Kau mengajakku ke Wuyi-san mengapa lari ke sana? Kita harus menyeberang sungai ini!"

   Eng Lan berhenti, tercengang lalu tertawa. Sambil bergandengan tangan mereka lalu masuk ke dalam perahu yang telah ditinggal pergi oleh pemiliknya tadi, dan Kun Hong mendayung perahu itu ke seberang. Diam-diam ia tersenyum geli melihat kini gadis itu sama sekali tidak perduli lagi bahwa mereka telah memakai perahu orang lain. Anehnya bagi Kun Hong. setelah tiba di seberang, ia terdorong oleh semacam perasaan yang, membuat ia turun tangan mengikat perahu itu pada sebarang akar pohon agar perahu itu jangan hilang dan hanyut. Heran sekali baru kali ini ia melakukan sesuatu demi kepentingan lain orang, dalam hal ini demi kepentingan si tukang perahu agar jangan kehilangan perahunya. Dan ia tahu dengan penuh keyakinan bahwa perasaan ini timbul karena Eng Lan.!

   Eng Lan nampak gembira sekali. Memang. dia gembira karena akhirnya ia toh akan dapat berjasa dalam membela Siok Lan. Kalau saja ia berhasil menghubungkan kembali perjodohan Siok Lan dan tunangannya! Dengan Kun Hong di sampingnya, ia berbesar hati dan pasti usahanya akan berhasil. Melihat wajah pemuda ini saja sudah mendatangkan keyakinan baginya bahwa bersama Kun Hong. ia akan sanggup melakukan hal-hal besar.

   "Eng Lan, aku masih tidak mengerti mengapa, justeru karena aku biang keladinya, maka kau mau bersusah-payah?"

   Di tengah perjalanan Kun Hong bertanya.

   Eng Lan memandang kepadanya dengan senyum simpul.

   "Kelak kau akan tahu sebabnya dan sekarang tak usah kau sebut-sebut hal itu."

   Kun Hong melengak. Alangkah besarnya cinta kasih di dalam hatinya terhadap gadis ini. Dengan Eng Lan di sampingnya, seakan-akan hidup ini baru baginya Ia merasa tenang, tenteram, penuh kebahagiaan.

   Di lain fihak. Eng Lan yang sudah menyerahkan kasihnya kepada Kun Hong, diam-diam mempergunakan perjalanan jauh ini sebagai ujian terhadap kekasihnya. Di lubuk hatinya ia sudah percaya bahwa kekasihnya ini pada hakekatnya adalah seorang yang baik. akan tetapi kalau belum terbukti, kelak hanya akan menjadi gangguan batin baginya. Maka ia sengaja tidak menjauhkan diri. dan hendak menyaksikan bagaimana watak aseli dari Kun Hong.

   Akibatnya hebat bagi Kun Hong. Sering kali di waktu malam, apa bila terpaksa mereka bermalam di dalam hutan karena jauh dari kampung, melihat Eng Lan tidur di bawah pohon tidur pulas dan penuh kepercayaan kepadanya, pemuda ini duduk menjauh, bersandar pohon dan semalam suntuk tak dapat memejamkan matanya. Pelbagai rangsangan hawa nafsu yang digerakkan oleh setan yang tak pernah menjauhi manusia, membuat ia panas dingin. Akan tetapi setiap kali ia menatap wajah gadis itu, hatinya melembut dan semua rangsangan itu dapat ia tekan. Tidak, pikirnya, Eng Lan bukan seperti wanita lain. Ia mencinta gadis ini dengan murni, penuh kelembutan dan kehormatan. Ia hanya membuka jubahnya untuk diselimutkan kepada tubuh gadis itu dan seekor nyamuk kecil saja yang berani mengganggu Eng Lan. akan mampus oleh sambaran tangannya.

   Demikianlah, berpekan-pekan hubungan mereka makin erat dan makin yakinlah hati Eng Lan bahwa pilihannya tidak keliru. Kun Hong benar-benar seorang laki-laki yang boleh dipercaya. Belum pernah ia diganggu di sepanjang perjalanan. Hanya beberapa kali, apa bila mereka sedang duduk berhadapan menghadapi api unggun di dalam hutan untuk mengusir dingin, pemuda itu berkata.

   "Eng Lan, setelah selesai tugasku menemui Wi Liong, kau harus kembali kepada suhumu. Aku akan mencari obat dan...... dan hanya kalau kelak aku sudah terhindar dari bahaya maut yang mengeram di dalam tubuhku, aku akan mencarimu, akan meminangmu dari tangan suhumu. Sementara itu kita......... kita tak boleh berkumpul seperti ini........."

   "Kenapa, Kun Hong.........?"

   "Tidak baik. Eng Lan. Dan....... dan merupakan siksaan bagiku......... semua itu bukan apa-apa kalau dibandingkan dengan besarnya kekhawatiranku kalau- kalau aku......... tak dapat menahan gelora hatiku......... aku khawatir sekali........."

   Eng Lan tersenyum apa bila mendengar keluhan ini, senyum bangga dan girang. Ia tahu akan perjuangan batin kekasihnya, tahu bahwa pengaruh kehidupan lama yang kotor sedang diperanginya sendiri di dalam batinnya. Dan ia senang sekali melihat Kun Hong berada di fihak yang menang. Ia mencinta pemuda ini, mencinta sepenuh jiwanya. Kepada Kun Hong seorang ia menggantungkan harapannya. Baik Kun Hong menjadi sadar maupun tetap jahat, ia tetap mencintanya. Oleh karena itu gadis ini tidak gentar menghadapi bahaya, karena ia yakin betul bahwa melakukan perjalanan bersama seorang pemuda seperti Kun Hong, merupakan bahaya besar bagi seorang gadis. Sungguhpun ia berkepandaian, namun apa dayanya terhadap Kun Hong? Kalau pemuda itu runtuh pertahanan batinnya, ia akan menjadi korban Dan andaikata terjadi hal demikian, ia akan mengundurkan diri dari Kun Hong. akan mengundurkan diri dari dunia karena idam-idaman dan cita-citanya berarti sudah hancur. Akan tetapi sebaliknya kalau pemuda itu lulus dalam "ujian"

   Ini, ia benar-benar akan menemui kebahagiaan sejati.

   Demikianlah, setelah melakukan perjalanan cukup lama. dua orang muda-mudl ini akhirnya sainpai di Wuyi-san. Karena Kun Hong sudah pernah mendatangi tempat itu, maka mudah ia mencari jalan mendaki bukit itu. Hari telah mulai gelap ketika mereka akhirnya tiba di puncak, di mana tempat tinggal Thian Te Cu. sudah kelihatan. Rumah besar dari batu bertumpuk yang kokoh, kuat itu membuat jantung Kun Hong berdebar lebih keras dari biasanya.

   "'Kita berhenti di sini dulu."

   Katanya sambit berhenti dan duduk di atas sebuah batu.

   "Kenapa berhenti? Bukankah lebih baik terus langsung menemui Thio Wi Liong?"

   Tanya Eng Lan.

   "Tidak. Aku tidak mau mendatangkan keributan. Kalau si tua buta mendengar akan kedatanganku, pasti dia akan marah-marah dan membikin ribut. Lebih baik kita menanti dan sedapat mungkin aku hendak menjumpai Wi Liong sendiri saja."

   Ucapan ini memang sesungguhnya, hanya harus ditambah sedikit bahwa sebetulnya selain alasan di atas, juga Kun Hong jerih sekali kalau sampai kedatangannya diketahui oleh Thian Te Cu dan membuat marah orang tua itu. Melihat gadis itu memandang heran dan ragu-ragu, ia melanjutkan.

   "Eng Lan, kaupun tahu malam ini terang bulan purnama. Kiranya takkan sukar mencari Wi Liong. Dengan pemuda itu mungkin kita bisa bicara secara baik-baik, akan tetapi tidak demikian dengan pamannya yang keras hati."

   Karena Eng Lan sendiri belum pernah bertemu dengan Kwee Sun Tek. dan iapun merasa jerih melihat bangunan yang megah dan kokoh itu, ia menurut saja akan kehendak Kun Hong. Menantilah dua orang muda-mudi ini agak jauh dari bangunan tempat tinggal Thian Te Cu itu, duduk di atas batu-batu hitam.

   Tiba-tiba Eng Lan memandang wajah Kun Hong ketika ia mendengar suara yang keluar dari perut yang lapar. Ia teringat bahwa sehari itu Kun Hong belum makan sesuatu. Sudah dua hari dua malam tak pernah bertemu dengan dusun sehingga mereka hanya makan buah-buahan di hutan. Celakanya, sehari tadi mereka hanya mendapatkan sedikit buah-buah yang masak dan Kun Hong menyuruhnya makan semua sedangkan pemuda itu sendiri hanya minum air gunung dengan alasan ia belum lapar.

   Kun Hong juga merasa betapa perutnya yang perih tadi mengeluarkan bunyi perlahan. Wajahnya memerah dan ia tersenyum sambil berkata kepada Eng Lan yang memandangnya dengan kasihan.

   "Perut tak tahu diri, sering dimanja menjadi tak tahu malu! Padahal dahulu sudah sering kali aku mengalami tak makan sampai berhari-hari."

   Eng Lan menarik napas panjang. Alangkah sengsara kehidupan pemuda ini, sunyi dan kosong hidupnya.

   "Kau tentu lapar sekali. Kun Hong."

   "Ah. tidak apa. Sudah jamak sekali-kali mengurangi makan. Seorang gagah menganggap makan soal ke dua. Kalau kita sudah berumah tangga, tentu takkan terjadi hal seperti ini kelaparan di atas gunung."

   Kelakarnya sambil tertawa.

   Berdebar jantung Eng Lan mendengar ucapan ini.

   "Pulang ke rumah........."

   Katanya perlahan tanpa memandang pemuda itu. sebaliknya menatap wajah bulan purnama yang mulai timbul dari timur. Kata-kata ini amat besar pengaruhnya, amat sedap didengar dan amat indah artinya. Pulang ke rumah, rumah dia dan Kun Hong, suaminya. Rumah yang bahagia, di mana mereka hidup aman tenteram., kasih-mengasihi, dilengkapi pula oleh suara tawa anak-anak! Belum pernah dia merasai kebahagiaan rumah tangga, seperti juga Kun Hong!

   Bukan main indahnya pemandangan di puncak itu ketika bulan purnama bersinar-sinar di angkasa raya yang bersih dan cerah Semua nampak mandi cahaya keemasan, redup hening, sejuk bersih. Memandang ke bawah nampak puncak-puncak pohon hitam kekuningan, kadang-kadang bergerak tertiup angin, berombak-ombak membuat dua orang muda itu merasa duduk di atas sebuah perahu besar yang terapung di samudera luas. Menengok ke puncak bukit, kelihatan bangunan dengan genteng-gentengnya yang hitam merah bermandikan cahaya kuning, mengkilat seperti habis dicuci.

   "Eng Lan, kau telah kuceritakan tentang riwayatku semenjak kecil. Sekarang sambil menanti bulan naik tinggi, kau berceritalah tentang dirimu. Selama ini yang kuketahui tentang kau hanya bahwa kau seorang gadis bernama Pui Eng Lan murid Pak-thian Koai-jin."

   Eng Lan menjawab lirih.

   "Apa sih yang menarik tertang riwayatku? Semenjak kecil mengalami kesengsaraan belaka."

   "Dewiku, kesengsaraan hidup di waktu kecil tak patut disesalkan, malah mereka yang belum pernah merasai kesengsaraan hidup harus dikasihani karena jiwa mereka menjadi lemah. Kesengsaraan hidup di waktu kecil merupakan gemblengan hidup, membuat orang menjadi tabah dan berpengalaman. Bukankah pengalaman-pengalaman yang pahit dan berbahaya itu justeru dapat menjadi kenangan yang tak mudah dilupa dan nikmat dibicarakan?"

   Eng Lan menatap wajah kekasihnya di bawah sinar bulan purnama dengan pandang mata berseri akan tetapi ia juga terharu. Benar sekali dugaannya, kekasihnya ini bukan pada dasarnya jahat, melainkan telah terkena noda hitam karena dahulunya selalu berdekatan dengan pergaulan kotor.

   "Riwayatku singkat dan tidak menarik."

   Ia mulai menuturkan keadaan dirinya.

   "Entah masih ada berapa banyak gadis yang seperti aku riwayatnya, yang hingga kini masih tenis-menerus berulang, riwayat anak-anak malang para petani dusun."

   Kun Hong mendengarkan dengan penuh perhatian, sepasang matanya yang tajam luar biasa itu menatap wajah Eng Lan penuh perasaan cinta kasih dan iba hati.

   "Ayah bundaku petani-petani dusun yang miskin Sampai sekarangpun aku masih bertanya-tanya dalam hati mengapa para petani yang mengerjakan sawah ladang, yang memeras keringat bercocok tanam kadang-kadang malah tidak dapat makan, banyak malah yarg mati kelaparan. Tak mengerti aku mengapa di kota- kotalah tempat beras dan sayur berlimpah-limpah sedangkan di dusun, di tempat tumbuh dan dikerjakannya semua bahan pangan itu orang-orang sampai kekurangan dan kelaparan. Tentu saja aku mengerti kemudian bahwa inilah gara- gara para tuan tanah, gara-gara para pengisap darah rakyat petani yang diperlakukan lebih buruk dari pada kerbau-kerbau atau anjing-anjing. Demikian payah kehidupan para petani, tidak saja banyak di antara mereka yang mati kelaparan bahkan banyak yang terpaksa menjual anak-anak mereka, yang wanita untuk dijadikan permainan para tuan tanah dan pembesar setempat, yang laki-laki untuk dijadikan budak, dijadikan kerbau kaki dua!"

   Kun Hong memandang heran. Baru kali ini ia mendengar hal-hal seperti itu dan sukar baginya untuk mempercaya. Semenjak dahulu, dia tidak pernah dihadapkan dengan hal-hal seperti itu. Dunianya yang dulu hanyalah mempergunakan kepandaian untuk memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan sandang-pangan maupun kebutuhan lain, tanpa memperdulikan bagaimana caranya mendapatkan itu. Baik dengan merampok maupun mencuri, asalkan terpenuhi hasrat hati dan kebutuhan.

   "Oleh karena keadaan hidup yang tercekik, bagi kaum tani, menikah berarti menambah beban hidup yang luar biasa, permulaan dari pada semua kesengsaraan karena sudah hampir lajim menjadi kenyataan bahwa mempunyai anak berarti sebuah malapetaka besar. Banyak sekali kandungan digugurkan, malah tidak jarang orang terpaksa mencekik mati bayi yang baru lahir, apa lagi kalau bayinya perempuan......."

   "Setan.........!!"

   Kun Hong memaki kaget.

   "Bagaimana manusia bisa sekeji itu? Banyak sudah kumelihat perbuatan kejam, akan tetapi belum pernah yang sekeji itu!"

   "Siapa itu yang kau katakan kejam dan keji?'

   "Siapa lagi kalau bukan setan-setan yang mencekik mati bayi sendiri yang baru terlahir?"

   "Kau keliru. Mereka itu lebih patut dikasihani dari pada dimaki sungguhpun aku sendiri pribadi tidak dapat menyetujui perbuatan itu,"

   Kata Eng Lan sambil menarik napas panjang.

   "Lebih patut dikasihani?"

   Kun Hong tiba-tiba tertawa bergelak.

   "Eng Lan kau kadang-kadang membuat aku bingung. Dengan kau di dekatku, aku mulai belajar membedakan mana yang baik dan mana yang jahat, akan tetapi pertanyaanmu bahwa orang-orang yang mencekik mati bayinya sendiri yang baru terlahir kausebut patut dikasihani dari pada dimaki, benar-benar membuat aku bingung.

   "Itulah kalau kau hanya melihat sesuatu peristiwa dari sudut terakhir saja tanpa menjenguk awalnya atau itidak mencari tahu akan sebab-sebabnya. Kau tahu Kun Hong, mereka yang terpaksa membunuh bayi sendiri itu melakukannya dengan mata tertutup dan air mata bercucuran, malah tanpa terlihat darah bercucuran di dalam hatinya. Mereka melakukannya karena terpaksa, karena maklum bahwa kalau anak itu dibiarkan hidup, apa lagi kalau perempuan kelak hanya akan mengalami kesengsaraan hidup yang tiada taranya. Baru membesarkannya saja sudah setengah mati, ayah bunda sudah kekurangan makan mana bisa ditambah mulut seorang anak lagi, apa lagi kalau perempuan? Setelah anak itu besar, akhirnya hanya akan digelandang pergi oleh tuan-tuan tanah, ya yang muda, ya yang kakek-kakek, semua mereka itu bandot-bandot belaka. Untuk mencegah hal ini kelak terjadi, malapetaka hebat yang tidak saja akan menimpa anak perempuannya akan tetapi mungkin menyeret sekeluarga, jalan satu-satunya hanya membunuh anak itu sebelum menimbulkan rasa kasih sayang yang besar."

   Kun Hong melompat berdiri dan membanting-banting kakinya. Wajahnya merah dan ia kelihatan marah sekali. Dicabutnya pedang Cheng-hoa-kiam lalu diputar-putarnya pedang itu cepat bagaikan kilat menyambar-nyambar, mulutnya mengeluarkan geraman-geraman perlahan yang menggetarkan hati Eng Lan.

   "Kun Hong......! Kau kenapa.......?"

   Gadis itu menegur, heran dan khawatir.

   Mendengar suara gadis ini. Kun Hong sadar kembali dan menghentikan amukannya pada udara kosong. Akan tetapi ia masih marah dan membanting- banting kakinya.

   "Keliru.........! Keliru besar manusia-manusia tolol itu! Itu hanya perbuatan manusia-manusia bodoh yang lemah, tiada bedanya dengan anjing-anjing dipentung berlari sambil berkuikan. Ditindas dari atas malah membunuh anak sendiri! Untuk apa manusia-manusia demikian hidup?"

   Karena dia sendiri anak seorang petani dusun, mendengar maki-makian ini Eng Lan menjadi panas hatinya.

   "Kalau menurut kau, harus bagaimana?"

   "Lawan saja para penindas itu! Andaikata benar yang membuat hidup mereka demikian celaka adalah tuan-tuan tanah., para hartawan dan bangsawan di dusun, andaikata benar tuan-tuan tanah itu memeras keringat dan darah mereka, mengapa tidak serentak bangkit melakukan perlawanan? Hancurkan saja lintah-lintah darat itu, ganyang habis penindas-penindas itu, dan aku siap mengorbankan nyawa untuk membantu!"

   Pemuda itu berdiri tegak penuh semangat, seperti seorang patriot yang menyatakan hendak membela tanah air dari serangan musuh negara.

   Eng Lan berseri kembali wajahnya, ia bangga terhadap kekasihnya.

   "Kalau saja banyak orang gagah seperti kau, dan kalau saja sejak dulu kau bersikap seperti ini, alangkah banyaknya orang dusun yang, tertolong hidupnya. Kun Hong. kau tidak tahu bahwa para petani miskin itu amat lemah kedudukannya. Apakah daya mereka? Aku lebih tahu karena dahulu akupun anak petani di dusun. Berapa banyaknya petani yang sudah nekat dan memberontak, akan tetapi dalam beberapa hari saja habis dibasmi oleh kaki tangan hartawan dan bangsawan di dusun yang rata-rata terdiri dari tukang-tukang pukul yang kuat dan berkepandaian.? Sungguh celaka keadaan mereka, tidak melawan mati kelaparan atau sedikitnya hidup seperti binatang, kalau melawan tewas semua dengan sia-sia. Kalau tidak orang-orang seperti kita yang turun tangan membantu biar seratus tahun lagi mereka akan tetap tertindas dan terhisap."

   "Aku akan membela mereka!"

   Teriak Kun Hong bersemangat.

   Eng Lan memegang tangan pemuda itu dan matanya berlinang.

   "Terima kasih, Kun Hong. Bagus sekali kau bersikap seperti ini. Jangan kau kembali seperti dulu. membantu penjajah Mongol yang menambah beban rakyat karena para tuan tanah dan bangsawan itu rata-rata juga telah menjadi kaki tangan penjajah itu."

   "Apa.........?"

   Kun Hong menjadi pucat.

   "Kau bilang bahwa dulu aku malah membantu mereka yang membikin celaka rakyat jelata?"

   "Tidak salah. Dengarlah ceritaku selanjutnya agar kau tahu manusia macam apa itu bangsawan Liu yang hendak kau bela di kota raja, hartawan yang putus lehernya oleh pedangku."

   Kun Hong ditarik lengannya dan duduk kembali di atas batu siap mendengarkan cerita gadis yang sudah dapat membuat ia terpengaruh lahir batin itu.

   "Seperti kuceritakan tadi. ayah bundaku petani-petani miskin sekali yang penghasilannya hanya mengerjakan sawah tuan tanah sebagai buruh tani. Berpuluh tahun keringat dari darah ayah bundaku diperas untuk menggarap sawah dan memenuhi gudang tuan tanah sedangkan ayah ibu hanya menerima sekedar tidak kelaparan. Ayah ibu hanya punya dua orang anak perempuan, enciku dan aku. Enci sudah menikah dengan seorang pemuda tani juga dan pindah ke dusun dekat kota tempat tinggal hartawan Liu untuk mengerjakan sawah hartawan itu. Aku tinggal bersama ayah bundaku. Kemudian malapetaka menimpa keluarga kami ketika aku berusia limabelas tahun. Tuan tanah yang dikerjakan sawahnya oleh ayah, mempunyai niat jahat terhadap diriku. Ayah dan ibu biarpun miskin, namun tidak sudi menuruti permintaannya. Bermacam usaha dan jalan dilakukan oleh tuan tanah jahanam itu, sampai akhirnya ayah ibu mereka tahan dengan tuduhan menggelapkan hasil panen dan aku yang ditinggal seorang diri diculik oleh kaki tangannya."

   "Keparat jahanam! Katakan siapa dan di mana tuan tanah itu, akan kuhancurkan kepalanya!"

   Kun Hong membentak dan mengenal tinjunya.

   "Sabar dan dengarkan saja sampai habis,"

   Eng Lan menghibur sambil menangkap dan menggenggam tangan kekasihnya itu.

   "Baiknya pada waktu itu muncul suhu di dusun itu. Suhu menolongku dan membunuh tuan tanah keparat. Ketika suhu hendak menolong ayah bundaku, ternyata ayah ibu telah...... mati di dalam kamar tahanan, membunuh diri dengan......... membenturkan kepala pada dinding......"

   Sampai di sini Eng Lan menangis sedih. Kun Hong memeluk dan mendekap kepalanya, mengelus-elus rambut gadis itu dengan menahan air matanya sendiri.

   "Kasihan sekali kau......... dewiku........."

   Tak lama kemudian Eng Lan sudah dapat menguasai dirinya dan dia melanjutkan ceritanya.

   "Karena aku tiada sanak kadang lagi, dan karena suhu kasihan melihatku semenjak saat itu aku menjadi muridnya. Suhu menjadi pengganti orang tuaku dan aku berlatih ilmu dengan giat karena aku menjadi yakin bahwa hanya dengan memperkuat diri dan bersatu dengan rakyat jelata maka kelak kita akan dapat mengubah keadaan rakyat, yang demikian sengsaranya. Kemudian dapat kaubayangkan betapa sakit hatiku ketika mendengar bahwa enciku sekeluarga juga dibunuh habis oleh kaki tangan bangsawan Liu karena hartawan itu tergila-gila melihat kecantikan enciku. Aku mendengar bahwa keparat itu sudah pindah ke Peking. Aku mohon pertolongan suhu dan akhirnya seperti kau ketahui, aku berhasil membalas sakit hati enciku dan membunuh keparat she Liu tua bangka mata keranjang itu. Kebetulan sekali aku mendapat bantuan enci Siok Lan dan susioknya (paman gurunya) maka segala sesuatu berjalan lancar."

   Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Pada saat Eng Lan mengakhiri ceritanya, bulan sudah naik tinggi dan keadaan malam itu menjadi makin terang dan makin sejuk. Tiba-tiba terdengar suara tiupan suling yang amat indah. Lagu yang ditiup dari suling itu adalah lagu yang terkenal yaitu lagu "Penggembala Merindukan Puteri"

   Sebuah lagu percintaan yang dipetik dari sebuah dongeng tentang penggembala yang melihat puteri raja dan jatuh hati kepadanya. Penggembala itu setiap hari menumpahkan rasa rindunya melalui suling. Demikian pandai ia menyuling, demikian indah suara sulingnya sampai-sampai ia menjadi terkenal dan diundang ke istana untuk bermain suling di depan keluarga raja termasuk...... sang puteri itu! Saking bagusnya ia menyuling dan saking kagumnya keluarga raja mendengar tiupan suling penuh perasaan ini, raja lalu menjanjikan hadiah dan menyuruh penggembala itu memilih sendiri hadiahnya. Tanpa ragu-ragu lagi penggembala itu menunjuk pilihannya, yaitu...... sang puteri itulah! Raja dan orang-orang lain di situ kaget sekali. Raja marah, menyuruh tangkap penggembala itu dan menyuruh algojo memenggal batang lehernya di saat itu juga! Melihat ini. sang puteri jatuh sakit sampai matinya.

   

Pendekar Pedang Pelangi Karya Sriwidjono Kisah Si Bangau Putih Karya Kho Ping Hoo Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini