Cheng Hoa Kiam 17
Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo Bagian 17
Kun Hong adalah seorang muda yang berwatak keras. Mendengar ucapan ini ia lalu berkata kepada Phang Sinshe dengan suara nyaring.
"Phang Sinshe. kalau aku tahu bahwa hwesio muka hitam yang ditunjuk oleh mendiang Liong Tosu supaya aku minta pengobatan hanya seorang yang tidak berbudi, kasar, dan macam ini sikapnya menyambut tamu, aku lebih suka mati karena lukaku. Aku benar menyesal sudah menyusahkan Phang Sinshe dan mendaki bukit ini. Lebih baik aku pergi saja, Phang Sinshe."
Setelah berkata demikian, Kun Hong memutar tubuh lalu pergi dari situ.
Tiba-tiba dari dalam pondok itu berkelebat bayangan orang dan seorang kakek bertubuh tinggi besar dengan kepala gundul melompat bagaikan seekor burung garuda terbang melampaui kepala Kun Hong dan turun di depan pemuda itu sambil bertolak pinggang.
"Orang muda. berhenti dulu!"
Bentaknya.
Kun Hong mengangkat muka dan melihat betapa muka hwesio itu hitam sekali, akan tetapi anehnya, kulit tubuh yang lain tidak, hanya muka itu yang hitam sehingga sukar dilihat tarikan mukanya. Hwesio ini bertubuh tinggi besar, kelihatan kuat sekali dan di lehernya tergantung seuntai tasbeh. Sinar matanya keras akan tetapi membayangkan penderitaan batin yang besar.
''Orang muda, kau tadi bilang mendiang Liong Tosu! Benarkah Liong Tosu dari Kun-lun-san sudah tewas?"
Menghadapi sikap keren dan bersungguh-sungguh dari hwesio muka hitam ini. Kun Hong tidak mau main-main. Ia mengangguk dan menjawab singkat.
"Betul. Liong Tosu dari Kun-lun-san sudah tewas."
Hwesio ini menepuk dadanya dan mengomel.
"Benar juga, akhirnya kau mendahului aku sahabatku........"
Lalu ia menarik napas panjang dan berkata perlahan.
"alangkah baiknya nasibmu, cepat terbebas dari pada derita hidup........."
Kun Hong melongo. Pengalaman-pengalaman yang ia jumpai akhir-akhir ini benar membuat ia sering kali terheran. Ia bertemu dengan orang-orang yang selalu mengutamakan kebaikan, selalu menolong orang dan membasmi kejahatan, orang-orang yang bertindak sebagai pendekar seperti kekasihnya Eng Lan Kemudian ia bertemu dengan Phang Sinshe yang mempelajari hal-hal tersembunyi dalam hidup, yang tidak memandang hidup asal hidup saja melainkan hendak mengupasnya dan melihat isinya. Kemudian ia melihat hwesio muka hitam yang menganggap kematian sebagai kebebasain dan mengatakan orang mati sebagai bernasib baik! Benar-benar membuat Kun Hong tak mengerti.
"Orang muda, kalau betul Liong Tosu yang menyuruhmu datang, coba ceritakan bagaimana ia tewas dan bagaimana pula ia bisa menyuruh kau datang kepada pinceng."
"Aku terluka oleh pukulan Im-yang-lian-hoan dari ketua Kun-lun-pai dalam sebuah pertempuran,."
Kun Hong bercerita, sengaja tidak mau menceritakan kecurangan orang-orang Kun-lun karena ia teringat akan ajaran-ajaran Eng Lan bahwa tidak selayaknya menceritakan keburukan orang lain kepada orang lain pula.
"Secara kebetulan aku bertemu dengan Liong Tosu yang mengobati luka di dadaku, akibat pukulan itu, Liong Tosu menyatakan bahwa biarpun ia sudah mengobati luka Im-kang di dadaku, akan tetapi luka akibat Thai-yang hanya dapat diobati oleh losuhu. Setelah mengobatiku. Liong Tosu meninggal dunia di luar tahuku karena setelah ditotok punggungku, aku roboh pingsan. Ketika siuman kembali, dia telah tewas."
Hwesio itu membelalakkan matanya.
"Dia mengorbankan nyawanya untuk menolongmu? Hebat.........hebat............kau pernah apanyakah?"
"Aku bukan apa-apanya, juga aku sama sekali tidak tahu bahwa ia mengorbankan nyawa untukku,"
Jawab Kun Hong tak senang.
"Liong Tosu menolong orang memang tidak kepalang tangung. Orang muda. kau memang terluka hebat oleh Im-yang-lian-hoan, dan hawa Thai-yang yang memukul isi dadamu benar-benar hebat sekali. Agaknya kau baru-baru ini telah terpukul pula oleh seorang ahli gwakang, maka lukamu makin parah, membuat mukamu pucat dan lehermu merah. Kalau pinceng tidak mengobatimu, tentu Liong. Tosu di alam baka akan mentertawakan pinceng, memaki pinceng terlalu pelit. Orang muda, biarpun kepandaianku kalau dibandingkan dengan Liong Tosu bukan apa-apa, akan tetapi di dunia ini yang dapat memulihkan luka bekas pukulan Yang-kang dari Kun-lun-pai, kiranya hanya beberapa orang saja. Kau duduk bersilalah!"
Biarpun hatinya mendongkol melihat sikap yang terlalu kasar ini, namun karena maklum bahwa orang hendak mengobatinya. Kun Hong tidak membantah. Ia melepaskan pedang pemberian Eng Lan, lalu duduk bersila di atas tanah. Hwesio itu lalu menghampirinya dan meraba pundaknya. Seketika hwesio itu menarik kembali tangannya dan bertanya cepat.
"Hebat sinkangmu! Kau murid siapa?"
Kun Hong orangnya cerdik. Ia sekarang sudah maklum bahwa di dunia kang-ouw, nama gurunya, Thai Khek Sian, bukanlah nama yang harum dan disuka. Orang ini hendak mengobatinya, maka kiranya tidak baik kalau ia memperkenalkan diri sebagai murid Thai Khek Sian.
"Murid Seng-got-pian Kam Ceng Swi,"
Katanya, tidak membohong besar karena memang pertama-tama ia mendapat latihan dari ayah pungutnya itu.
"Heran sekali! Seng-goat-pian bisa mempunyai murid dengan hawa sinkang begini tinggi? Dan sebagai cucu murid Kun-lun bagaimana sampai terpukul Im-yang-lian-hoan? Akan tetapi sudahlah bukan urusan pinceng. Phang Sinshe, harap kau suka duduk dulu di dalam sebentar pinceng menyusul setelah selesai mengobati orang, muda ini."
Phang Sinshe yang sejak tadi sudah membaca lagi kitabnya, mendengar permintaan ini lalu mengangguk dan memasuki pondok membiarkan dua orang itu yang berada di luar pondok.
"Kau harus tutup saluran hawa sinkangmu, jangan sekali-kali melakukan perlawanan atas desakan hawa Thai-yang dariku. Biarpun tubuhmu akan serasa terbakar, bahkan biarpun kau hampir mampus juga. jangan sekali-kali melakukan perlawanan. Ingat ini semua demi kesembuhanmu sendiri. Janji?"
"Janji!"
Jawab Kun Hong singkat lalu ia menutup matanya dan bersiap menghadapi pengobatan aneh itu. Tiba-tiba ia merasa dua telapak tangan yang lebar dan kasar menghantam punggungmya dengan keras sekali sampai tubuhnya terguncang. Akan tetapi dua telapak tangan itu menempel di punggungnya, terus melekat dan dari kedua tangan itu mengalir keluar hawa panasnya seperti api! Ia tidak melihat betapa hwesio itu dengan pasangan kuda-kuda, kedua kaki ditekuk ke bawah dan kedua tangan menempel punggungnya, sedang mengerahkan tenaga dan "mengirim"
Hawa panas dari Thai-yang di tubuhnya untuk menyembuhkan Kun Hong. Semacam penyetruman agaknya.
Mula-mula Kun Hong masih dapat menahan mengalirnya hawa panas ke dalam punggungnya. Akan tetapi lama-kelamaan hawa itu menjadi makin panas berputar-putar di seluruh tubuhnya lalu berkumpul di dadanya, membuat dadanya serasa hendak meledak. Ia terengah-engah, kepalanya pening, ketika membuka mata, matanya berkunang. Peluh mengucur deras, tubuhnya seperti dibakar di atas api unggun. Kun Hong merobek bajunya agar angin gunung mengurangi panasnya, akan tetapi makin panas saja. Kalau saja ia tidak ingat janjinya, mau rasanya ia melawan hawa ini dengan lweekangnya, atau melompat pergi, dari situ. Akan tetapi ia sudah berjanji dan kata Eng Lan, seorang pendekar atau seorang jantan lebih baik mati dari pada melanggar janjinya! Oleh karena ini, Kun Hong mempertahankan terus sambil menggigit bibirnya sampai terluka dan berdarah.
Ia tidak tahu lagi apa yang terjadi di sekelilingnya dan beberapa menit kemudian Kun Hong pingsan sambil masih duduk bersila, la tidak tahu bahwa keadaan kakek gundul itupun tidak menyenangkan. Keringat sebesar kacang hijau memenuhi kepala yang gundul itu. Muka yang hitam itu nampak mengerikan dan hwesio tua ini menyeringai sambil terus menekan punggung. Tubuhnya makin lama makin menggigil keras, akhirnya ia melepaskan kedua tangannya dan jatuh terduduk di samping Kun Hong. Dengan ujung jubahnya ia menyusuti peluhnya lalu mengatur pemapasannya. Setelah itu, ia lalu berdiri lagi dan menotok tujuh-belas persimpangan jalan darah di tubuh Kun Hong. Semua totokan ini ia lakukan dengan jari telunjuk, termasuk gerakan menotok dari Ilmu Silat Pai-in-ciang. Baru setelah beres ia nampak lega, lalu duduk di atas batu depan Kun Hong sambil menatap wajah pemuda itu.
"Tampan dan menarik,"
Demikian kesan pertama dalam hatinya ketika hwesio muka hitam itu mulai memperhatikan wajah Kun Hong. Ada sesuatu pada wajah pemuda ini yang membuat ia memandang makin penuh perhatian. Ada sesuatu pada wajah itu yang serasa telah dikenalnya baik-baik. Akan tetapi, betapapun ia memeras otak, tak diingatnya bila dan di mana ia pernah melihat pemuda ini.
Tiba-tiba ia melihat sebuah benda kecil mengkilap di atas tanah dekat kaki pemuda itu. Hwesio itu menjadi tertarik sekali dan mengambilnya. Itulah sebuah gelang emas kecil. Tiba-tiba mata itu terbelalak dan tangan yang memegang benda perhiasan itu menggigil.
"Kun...... Hong......."
Ia berbisik sambil menatap dua buah huruf yang terukir di gelang itu, dua buah huruf, yang berbunyi Kun dan Hong. Itulah gelang kecil yang diberikan oleh Kam Ceng Swi kepada Kun Hong ketika pemuda itu hendak meninggalkan Kun-lun-san. sebuah benda yang menjadi saksi tunggal dari keadaan Kun Hong, akan tetapi karena benda itu tak dapat bicara maka sebegitu jauh Kun Hong maupun Kam Ceng Swi tidak dapat menyingkap tabir yang menutupi rahasia sekitar diri Kun Hong.
"Mungkinkah ini.........?"
Hwesio muka hitam itu berkata lagi perlahan dan ia menatap wajah Kun Hong. Teringatlah ia kini bahwa memang wajah pemuda ini sudah sering kali dilihatnya, malah sudah terukir di lubuk hatinya, merupakan wajah seorang wanita yang cantik jelita, wanilta yang dulu terkenal sebagai Puteri Harum, bekas selir Kaisar Mongol Jengis Khan puteri cantik jelita yang bernama Kiu Hui Niang yang kemudian menjadi isterinya yang terkasih dan kemudian dia bunuh! Menggigil seluruh tubah hwesio itu kini, karena ia bukan lain adalah Beng Kun Cinjin Gan Tui!
Karena mukanya yang sehitam arang sukar sekali dilihat apa yang sedang ia rasakan pada detik itu. Akan tetapi di dalam hatinya terjadi perang tanding yang hebat Bermacam-macam pikiran memasuki kepalanya dan akhirnya matanya menjadi beringas ketika ia memandang kepada Kun Hong. Beringas yang timbul dari rasa takut. Ia lalu melompat berdiri dan mengguncang-guncang pundak Kun Hong.
Baru saja pemuda itu siuman, dari pingsannya dan ia masih meramkan mata karena ia merasa tubuhnya amat ringan dan enak. Rasa sakit yang tadinya membuat ia menderita sudah lenyap sama sekali, akan tetapi perubahan itu membuat ia merasa tubuhnya seringan kapas dan kepalanya menjadi pusing. Perubahan yang tiba-tiba ini benar benar membingungkannya. Ia membuka mata dan masih bingung dan heran ketika melihat penolongnya mengguncang-guncang pundaknya, la masih ingat betul bahwa hwesio muka hitam ini yang tadi menolongnya.
Melihat pemuda itu sudah membuka matanya, hwesio itu membentak keras dalam pertanyaannya.
"Lekas bilang, apakah kau bernama Kun Hong?"
Dengan mata masih berkunang karena pusing dan bingung mengalami perubahan keadaan tubuh yang mendadak itu. Kun Hong mengangguk.
"Namaku memang Kun Hong......"
Ia berkata perlahan sekali.
"Kau anak siapa? Hayo lekas kau mengaku!"
Hwesio itu mendesak.
Seperti diketahui Kun Hong sendiri tidak tahu siapa ayah bundanya, maka dalam keadaan pusing itu menghadapi pertanyaan ini ia menjadi makin bingung dan tak tahu harus menjawab apa. Akhirnya dengan gagap ia menjawab juga.
"Aku....... aku tidak punya ayah dan ibu....... ibuku sudah mati....... dibunuh orang dihutan........ ayahku entah siapa.......!"
Tubuh Beng Kun Cinjin menggigil makin keras.
"Gelang ini....... kau lihat ini........ apakah gelang ini milikmu........?"
Kun Hong berada dalam keadaan bingung dan pening. Kalau tidak tentu ia akan merasa curiga sekali melihat keadaan orang. Akan tetapi ia lebih banyak menutup mata dari pada membukanya.
Kalau ia membuka matanya, ia melihat pohon-pohon di sekelilingnya seperti berputaran. Ia hanya membuka mata sebentar untuk melihat gelang itu, lalu ia mengangguk lagi.
"Gelang itu......... ditemukan oleh......... ayah pungutku ketika ia menolongku........."
Beng Kun Cinjin melompat berdiri. Ia bimbang. Telah belasan tahun setiap hari ia menyesali perbuatannya, menyesali kesesatannya sehingga ia mengorbankan nyawa murid-muridnya yang terkasih, murid-muridnya yang ia tahu adalah pendekar-pendekar gagah perkasa. Thio Houw dan Kwee Goat binasa ketika dua murid itu hendak mengingatkannya dari pada kesesatannya. Malah ia telah membikin buta mata muridnya yang ke tiga. Kwee Sun Tek Dan semua itu ia lakukan karena ia tergila-gila kepada Kiu Hui Niang, Puteri Harum yang kemudian ternyata hanyalah seorang perempuan rendah yang berwatak hina yang tidak setia dan mengadakan perhubungan gelap dengan laki-laki lain.
Biarpun ia sudah agak terhibur karena sudah membunuh perempuan itu, namun ia masih selalu gelisah jika mengingat akan perbuatan-perbuatannya terhadap murid-muridnya. Oleh karena inilah ia lalu menyembunyikan diri di Bayangkari, membuang namanya, malah melumuri mukanya dengan obat sehingga muka itu menjadi hitam dan sukar dikenal lagi. Belasan tahun ia menyesali perbuatannya secara diam-diam dan selain Liong Tosu dan Kun-lun-pai yang menjadi kenalannya hanyalah Phang Sinshe karena ia suka mendengar Phang Sinshe menguraikan tentang ilmu-ilmu kebatinan untuk pengobat hatinya yang terluka.
Siapa kira, tiba-tiba sekarang ia berhadapan dengan Kun Hong! Bocah yang ketika masih bayinya ia timang-timang, ia sayang sepenuh jiwa karena bocah ini adalah anaknya sendiri. Akan tetapi yang kemudian ia benci karena ternyata kemudian bahwa bocah itu bukan anaknya seperti yang ia dengar dari percakapan antara Kiu Hui Niang dan Liu-kbngcu. Tiba-tiba saja ia menjadi benci melihat Kun Hong. pemuda putera Kiu Hui Niang itu.
"Anak haram! Keparat kau pergilah menyusul ibumu yang kotor!"
Tiba-tiba hwesio itu menendang tubuh pemuda yang masih duduk bersila di atas tanah.
"Bukk!' Tubuh Kun Hong terlempar sampai beberapa meter jauhnya dan anehnya. Kun Hong jatuh ke atas tanah kembali dalam keadaan masih tetap bersila! Hal ini tidak aneh Tenaga lwee-kang dan hawa sinkang di tubuh Kun Hong sudah mencapai tingkat tinggi sekali. Tadi berkat pengobatan Beng Kun Cinjin yang benar-benar manjur luka di dadanya sudah hilang rasa sakitnya dan telah memulihkan semua tenaganya, maka tendangan itu tidak membuat ia terluka. Akan tetapi oleh karena ia masih pening dan bingung, tubuhnya terasa masih ringan dan aneh, ia seperti tidak ambil perduli perbuatan hwesio itu kepadanya dan masih tetap duduk bersila seperti tadi.
Untuk sejenak Beng Kun Cm jin terkejut bukan main. Tidak salahkah matanya memandang? Pemuda itu terkena tendangan kilatnya tidak apa-apa, hanya mencelat tapi seperti tidak merasa sesuatu! la menjadi penasaran, dilolosnya senjatanya yang hebat, yaitu tasbeh yang dikalungkan di lehernya. Sambil memutar tasbehnya, ia memaki.
"Bocah keparat kau tidak patut hidup di dunia ini. Bawalah pergi nama buruk perempuan yang melahirkanmu, pergilah menyusul roh Kiu Hui Niang di neraka!"
Dengan cepat Beng Kun Cinjin melompat dan tasbehnya diputar di atas kepala, menyambar ke arah kepala Kun Hong. Pemuda ini masih seperti orang mabok dan agaknya biarpun ia berkepandaian tinggi, pukulan tasbeh ini tentu akan meremukkan kepalanya.
"Tar........ ' Tar.........!"
Suara menyetar ini dibarengi berkelebatnya dua benda berbentuk bintang dan bulan yang menangkis tasbeh di tangan Beng Kun Cinjin dan disusul suara bentakan keras,
"Beng Kun Cinjin jadi kaukah yang membunuh ibu anak ini? Kau yang membunuh........ isterimu sendiri? Benar-benar manusia tidak tahu malu, pengecut tak berani memikul akibat perbuatan sendiri! Setelah membunuh murid-murid gagah, kau malah sekarang hendak membunuh anak sendiri........"
"Tutup mulut! Kau tentu Seng-goat-pian Kam Ceng Swi? Bagus, kau sudah mengetahui persoalanku, mampuslah kau!"
Beng Kun Cinjin yang merasa malu dan gelisah sekali ada orang mengenalnya, cepat mengirim serangan dengan tasbehnya. Kam Ceng Swi mengelak, sambil membalas dengan serangan yang tak kalah hebatnya. Di lain saat, dua orang tokoh besar itu sudah bertempur dengan ramai sekali.
Seng-goat-pian Kam Ceng Swi adalah seorang tokoh Kun-lun-pai yang berkepandaian tinggi dan pengalamannya luas, apa lagi senjatanya merupakan senjata yang aneh dan sukar diduga gerakannya. Malah tokoh Kun-lun ini pernah mendapat petunjuk-petunjuk dari Liong Tosu, maka ia lihai sekali.
Akan tetapi, sekarang ia berhadapan dengan Beng Kun Cinjin Gan Tui. Seperti telah diketahui, Beng Kun Gnjin atau Gan Tui ini adalah putera tunggal dari pendekar besar Gan Yan Ki, murid seorang di antara Wuyi Sam-lojin. Selain mewarisi kepandaian ayahnya yang mati muda biarpun yang diwarisinya itu hanya sebagian saja, namun selain kepandaian keluarga ini ia pernah mendapat petunjuk-petunjuk dari Thian Te Cu yang merasa kasihan kepadanya. Di samping ini. juga di waktu mudanya Gan Tui telah mempelajari banyak ilmu silat tinggi dari cabang persilatan lain sehingga kepandaiannya makin meningkat saja. Dibandingkan dengan Seng-goat-pian Kam Ceng Swi, ilmu kepandaian Beng Kun Cinjin masih menang banyak.
Biarpun sepasang senjata bulan sisir dan bintang di ujung tali itu menyambar- nyambar dengan dahsyat dan berbahaya, namun selalu dapat dikeltt dan ditangkis oleh Beng Kun Cinjin. Setiap kali senjata di tangan Kam Ceng Swi bertemu dengan tasbeh, senjata itu terpental ke belakang dan tasbeh terus menyambar langsung, merupakan serangan balasan yang hebat sekali. Diam-diam Kam Ceng Swi terkejut dan maklum bahwa lawannya ini memiliki kepandaian yang jauh lebih tinggi dari pada kepandaiannya sendiri Akan tetapi, untuk membela anak pungutnya yang ia sayang seperti putera sendiri, pendekar ini tidak takut mati. Diam-diam ia menduga-duga mengapa hwesio tinggi besar ini hendak membunuh Kun Hong? Bukankah Kun Hong itu puteranya sendiri? Hwesio ini menyatakan bahwa Kun Hong putera Kiu Hui Niang, padahal Kiu Hui Niang itu adalah puteri yang dihadiahkan kepada Beng Kun Cinjin ketika hwesio itu menjadi koksu dari pemerintahan Mongol.
Akan tetapi Kam Ceng Swi tidak mendapat banyak kesempatan untuk memikirkan hal ini karena sekarang ia mulai terdesak hebat. Gulungan sinar senjatanya makin menyempit, gerakan bintang dan bulan sisir di kedua ujung talinya makin lambat. Sekarang ia lebih banyaik menangkis serangan lawan dari pada menyerang. Ia sudah mulai mundur-mundur dan matanya silau karena tasbeh itu menyambar-nyambar seperti kilat putih, bergulung-gulung sukar diduga ke mana gerakannya. Kam Ceng Swi harus mengeluarkan seluruh tenaga untuk menjaga diri, namun tetap saja ia terdesak terus.
Setelah pertempuran berlangsung limapuluh jurus lebih, tiba-tiba Kam Ceng Swi mengeluarkan bentakan nyaring dan ia melakukan serangan dengan geralk tipu yang paling ia andalkan, yaitu gerakan Seng-goat-kan-in (Bintang; dan Bulan Mengejar Awan). Ujung cambuk yang berbentuk bintang itu meluncur cepat seperti bintang jaituh mengarah lambung lawan sedangkan ujung yang berbentuk bulan sisir melayang ke arah kepala Beng Kun Cinjin yang gundul licin!
"Bagus............!"
Beng Kun Cinjin mengeluarkan seruan pula, kagum dan juga kaget, akan tetapi sebagai seorang ahli dia dapat berlaku tenang. Malah- malah ia terus berpura-pura kaget dan melompat ke belakang dengan gerakan limbung untuk mengelabui lawan. Benar saja. Kam Ceng Swi yang berpengalaman itu menjadi girang karena mengira bahwa kali ini lawannya terdesak oleh gerakannya Seng-goat-kan-in, maka dengan besar hati ia terus mendesak. Tidak tahunya, secara tiba-tiba sekali Beng Kun Cinjin memindahkan tasbeh di tangan kiri lalu tangan kanannya melakukan pukulan jarak jauh sambil menggereng seperti seekor singa!. Inilah Lui-kong-jiu atau Pukulan Geledek yang dilakukan dari jarak jauh. sebuah di antara banyak ilmu yang diandalkan oleh Beng Kun Cinjin.
Seng-goat-pian Kam Ceng Swi sadar setelah terlambat. Ia masih mencoba untuk mengelak, namun tetap saja hawa pukulan yang dahsyat itu menghantam dadanya dan membuat ia terjengkang ke belakang. Ia masih dapat mengatur kakinya sehingga tidak roboh melainkan terhuyung-huyung akan tetapi pada saat itu, tasbeh di tangan Beng Kun Cinjin sudah menyusul tanpa mengenal ampun lagi. Kam Ceng Swi mengelak sambil miringkan kepala, akan tetapi kurang cepat, pinggir kepalanya pada pangkal telinga kena hantaman tasbeh.
"Prakk.........!"
Tubuh Kam Ceng Swi terguling, pecut yang merupakan senjatanya istimewa itu di luar kesadarannya menggubat-gubat tubuh sendiri dan ia roboh tak dapat bergerak lagi.
Pada saat itu. terdengar bentakan nyaring.
"Keparat jahanam!!"
Tahu-tahu Kun Hong yang tadi duduk bersila sambil meramkan mata, kini sudah menerjang Beng Kun Cinjin dengan hebat. Gerakannya ringan bagaikan burung walet, pukulannya mengandung angin pukulan yang membuat Beng Kun Cinjin terkejut bukan main. Ia cepat mengelak, dan menyabetkan tasbehnya. Akan tetapi pemuda itu berkelebat cepat dan tahu-tahu sudah berada di samping dan menyerang lagi lebih hebat dari pada tadi. Makin terkejutlah Beng Kun Cinjin. Tak disangkanya sama sekali bahwa pemuda ini demikian lihai.
"Kau murid siapa.........!"
Tanyanya sekali lagi ketika ia melirik dan melihat betapa dasar gerakan-gerakan ilmu silat pemuda ini amat dikenalnya.
"Siluman gundul, kau berani membunuh ayah pungutku......?"
Kun Hong berseru lagi tanpa menjawab pertanyaan lawan sambil terus mendesak secara bertubi-tubi malah sekarang pedang yang tadinya ia taruh di tanah telah ia ambil untuk melakukan penyerangan mematikan.
Beng Kun Cinjin memutar tasbehnya. Ia memang merasa menyesal karena terpaksa harus menewaskan Kam Ceng Swi untuk menutup rahasianya, malah ia harus membunuh anak Kiu Hui Niang yang dibencinya ini. Sekarang sudah kepalang ia harus berdaya membunuh Kun Hong. Ia mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaiannya, menyerang pemuda itu kalang-kabut.
Tadi Kun Hong berada dalam keadaan setengah pingsan. Ia masih mabok oleh perubahan keadaan tubuhnya yang tiba-tiba menjadi enak dan ringan hilang rasa sakit pada dadanya. Ketika Kam Ceng Swi bertempur melawan Beng Kun Cinjin pemuda ini hanya tahu samar-samar saja seperti orang mimpi. Pada saat Kam Ceng Swi berseru keras melancarkan serangan, baru ia sadar dan siuman kembali. Ia membuka mata dan secara perlahan kesadarannya pulih kembali. Maka dapat dibayangkan betapa terkejutnya menyaksikan ayah angkatnya dipukul roboh oleh hwesio muka hitam yang tadi menolongnya.
Betapapun juga. karena semenjak, kecil dipelihara penuh kasih sayang oleh Kam Ceng Swi di lubuk hati Kun Hong terdapat rasa cinta dan bakti seorang anak terhadap ayahnya bagi Kam Ceng Swi. Sekarang melihat ayah angkatnya dibunuh orang tentu saja ia marah bukan main. Memang betul hwesio muka hitam itu tadi telah mengobatinya, akan tetapi hal itu bukan menjadi alasan bahwa ia harus mendiamkan saja orang membunuh ayah angkatnya yang ia sayang dan hormati Oleh karena itu dengan kemarahan yang meluap-luap ia menyerang Beng Kun Cinjin.
Setelah menghadapi permainan pedang Kun Hong. Beng Kun Cinjin tidak kuat lagi ia menjadi makin yakin sekarang bahwa ilmu silat pemuda ini sesumber dengan ilmu silat ayahnya.
"Apa kau murid Thian Te Cu?"
Tanyanya.
Kun Hong hanya menjawab dengan tusukan pedangnya yang demikian dahsyat sehingga biarpun sudah ditangkis tasbeh dan dielakkan, tetap saja sebagian besar ujung lengan baju hwesio itu terbabat putus!
"Ataukah murid Thai Khek Sian?"
Tanya pula Beng Kun Cinjin penasaran.
Akan tetapi kembali jawabannya hanya babatan pedang yang nyaris memutuskan lehernya kalau tidak cepat-cepat Beng Kun Cinjin membuang ke belakang, menggelundung dan terus melarikan diri secepatnya!
Kun Hong hendak mengejar, akan tetapi tiba tiba ia menghentikan langkahnya ketika mendengar suara lemah memanggilnya.
"Kun Hong......."
Pemuda itu cepat melompat menghampiri Kam Ceng Swi yang tadi memanggilnya itu. Ia melihat ayah angkatnya itu membuka mata dan menggerakkan bibir. Kun Hong mengangkat kepala orang tua itu dan dipangkunya. Darah dari kepala membasahi bajunya.
"Ayah.......... bagaimana dengan lukamu?"
Tanyanya sambil memeriksa luka di pangkal telinga itu. Hebat luka ini dan ada tanda-tanda kepala itu retak.
"......... Kun Hong....... aku tahu sekarang......... hwesio itu......... Beng Kun Cinjin........ dialah pembunuh ibumu......... dia itu......... ayahmu sendiri......... kau......... kau tanyalah......... Kwee Sun Tek........."
Sampai di sini Kam Ceng Swi tak dapat melanjutkan kata-katanya matanya meram dan napasnya terhenti.
"Ayaaahh.........!!"
Kun Hong memanggil namun nyawa yang sudah melayang pergi meninggalkan badan tak dapat ditahan lagi.
Keterangan ayah angkatnya ini seperti halilintar menyambar kepalanya, membuat Kun Hong untuk sekian lamanya duduk di atas tanah dengan jenazah ayah angkatnya masih dipangkunya. Wajahnya pucat sekali dan dua butir air mata menitik turun tanpa diusapnya. Jalan pikirannya berputar tidak karuan, bingung ia memikirkan betapa hwesio muka hitam yang mengobatinya dan kemudian membunuh ayah angkatnya itu adalah ayahnya sendiri!
Jadi hwesio itu adalah Beng Kun Cinjin. pikirnya. Pantas saja gerakan- gerakan ilmu silatnya mirip dengan ilmu silatnya sendiri, tidak tahunya hwesio muka hitam itu putera tunggal Gan Yan Ki. Tapi bagaimana bisa jadi hwesio itu ayahnya sendiri? Sayang ayah angkatnya tak dapat memberi keterangan yang jelas dan keburu tewas karena lukanya. Akan tetapi ia akan mencari Kwee Sun Tek. orang tua buta itu untuk ditanyai keterangan. Hatinya berdebar. Bagaimana bisa terdapat keanehan yang demikian kebetulan? Mengapa justeru kepada Kwee Sun Tek ia harus mencari keterangan? Justeru kepada orang tua buta yang pernah ia permainkan sehingga terjadi kehebohan dalam tali perjodohan Wi Liong.
Dengan hati berduka Kun Hong lalu mengubur jenazah ayah angkatnya, dibantu oleh Phang Sinshe. Orang she Phang ini tadinya bersembunyi di dalam pondok saja karena takut mendengar suara ribut-ribut, kemudian setelah Kun Hong memanggilnya keluar, ia bergemetar melihat di situ ada jenazah seorang yang tidak dikenalnya.
"Sobatmu muka hitam itu sudah melarikan diri, dan ini ayah angkatku terbinasa. Phang Sinshe, apa kau tahu ke mana kiranya Beng Kun Cinjin pergi?"
"Beng Kun Cinjin itu siapa? Aku tidak mengenalnya,"
Jawab Phang Sinshe sejujurnya.
Kun Hong dapat menduga bahwa kutu buku ini tidak tahu apa-apa dan tidak berdosa.
"Bagaimana kau bisa menjadi sobat hwesio muka hitam itu dan bagaimana pula agaknya kau mengenal Liong Tosu?"
Tanya Kun Hong sambil memandang tajam.
Kakek itu menarik napas panjang.
"Aku hanya mengenal hwesio itu sebagai seorang hwesio yang menderita batinnya, yang selalu kelihatan susah dan berduka. Ia tertarik akan pengetahuanku tentang kitab-kitab kuno, maka kami sering kali bercakap-cakap tentang ilmu kebatinan. Anaknya percakapan-percakapan kami itu dapat sedikit menghibur hatinya maka sering kali aku datang mengunjunginya. Karena perkenalanku dengan dia itulah aku mengenal Liong Tosu yang pernah pula mengunjunginya."
Penguburan jenazah Kam Ceng Swi dilakukan dengan amat sederhana. Kun Hong menaruh sebuah batu besar di depan makam dan mengikatkan senjata Seng-goat-pian erat-erat pada batu itu. Batu nisan yang istimewa itu kelihatan angker dan menjadi tanda yang mudah dikenal. Setelah menghaturkan terima kasih kepada Phang Sinshe. Kun Hong lalu turun gunung, di dalam hati ia berjanji untuk mencari Beng Kun Cinjin dan biarpun hwesio itu dikatakan oleh Kam Ceng Swi adalah ayahnya, namun ia benci kepada "ayah"
Itu yang telah membunuh ibunya dan membunuh ayah angkatnya yang terkasih. Apa lagi kalau diingat bahwa matinya Kam Ceng Swi.adalah untuk membelanya. Biarpun ia tadi masih dalam keadaan pusing namun setelah ditendang oleh hwesio muka hitam itu, ia ingat samar-samar bagaimana hwesio itu hendak memukulnya dengan tasbeh akan tetapi lalu tiba-tiba saja bertempur dengan Kam Ceng Swi.
Tadinya Kun Hong berniat hendak langsung mencari Im-yang-giok-cu yaitu batu giok Im-yang yang dapat menjadi obat baginya. Menurut pesan Liong Tosu biarpun kini rasa sakit sudah lenyap setelah ia menerima pengobatan Liong Tosu dan hwesio muka hitam, namun tetap saja akibat pukulan Im-yang-lian-hoan itu akan membuat ia hanya dapat hidup selama dua tahun kecuali kalau ia mendapatkan obat Im-yang-giok-cu yang dimiliki oleh Kui-bo Thai-houw di Ban-mo-to. Memang tadinya ia hendak mencari obat ini lebih dulu sebelum mengurus hal-hal lain. akan tetapi semenjak mendengar pesan terakhir dari Kam Ceng Swi sekarang ia ingin cepat-cepat mencari Kwee Sun Tek guna minta penjelasan tentang keadaan Beng Kun Cinjin yang dikatakan sebagai ayahnya itu. Oleh karena itu, kini setelah turun dari Bayangkari ia langsung menuju ke Wuyi-san lagi untuk mencari Kwee Sun Tek. Kalau perlu ia hendak minta keterangan dari Wi Liong, yaitu apa bila Kwee Sun Tek tidak berada di sana.
Kun Hong sedang berbaring di atas tempat tidur dalam kamar hotelnya. Ia telah melakukan perjalanan jauh terus-menerus sehingga tubuhnya terasa lelah sekali. Siang hari tadi ia tiba di kota Kong-siang ini dan langsung mencari hotel, lalu setengah hari lamanya ia bersamadhi untuk memulihkan kesegaran tubuhnya. Kemudian ia makan sore dan membaringkan diri di dalam kamar. Malam ini ia hendak mengaso sampai puas baru besok pagi-pagi melanjutkan perjalanan.
Ia berbaring sambil melamun. Alangkah banyaknya persoalan yang dihadapinya. Menyelidiki tentang Beng Kun Cinjin kemudian mencarinya. Pergi ke Ban-mo-to untuk mencari Im-yang-giok-cu yang baginya merupakan obat penyambung nyawa. Belum lagi mencari Thai It Cinjin dan kedua sutenya. Im Thian Cu dan Yang Thian Cu, yang telah merampas pedang Cheng-hoa-kiam. Semua itu masih ditambah urusan tentang perjodohan Kwa Siok Lan dengan Wi Liong yang harus ia sambung kembali memenuhi permintaan Eng Lan dan hal ini biarpun sama sekali tidak mengenai dirinyn sendiri, malah mendapatkan kedudukan pertama dalam perhatiannya karena Eng Lan yang menyuruhnya. Eng Lan......... mengenangkan gadis itu, tersenyum bibir Kun Hong dan wajahnya berseri. Apapun akan jadinya, betapapun berat tugas-tugas yang dihadapinya, asal kelak dapat mempersunting bunga hatinya itu ia tetap gembira dan tidak akan mundur setapak menghadapi rintangan-rintangan maha berat.
Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Eng Lan.......... kau di mana sekarang dan sedang apa saat ini.........?"
Bibirnya bergerak membisikkan kata-kata ini sambil menekan kerinduan yang timbul di dalam hatinya.
Tiba-tiba ia mendengar suara kaki di atas genteng, gerakan kaki yang amat ringan dan sukar terdengar oleh telinga biasa. Kun Hong cepat meniup padam api lilin di atas meja, menyambar pedangnya, membuka jendela kamar perlahan-lahan lalu melayang keluar dari jendela itu. Tanpa terasa olehnya, malam telah merayap jauh dan pada saat ia melangkah keluar ke belakang hotel, baru kelihatan bahwa malam itu amat terang, gemilang oleh sinar bulan. Ia melihat keadaan sekeliling sunyi saja, lalu ia mengenjot kakinya melompat ke atas genteng. Sambil berlindung di balik wuwungan ia mengintai dan melihat dua sosok bayangan bergerak-gerak di atas genteng hotel.
Ketika ia menghampiri dengan hati-hati sambil bersembunyi, terlihat olehnya bahwa dua orang itu adalah dua orang wanita muda yang gerak- geriknya amat lincah dan ringan. Mereka sedang menjenguk dari lubang yang mereka buat di antara genteng-genteng, dan terdengar mereka tertawa terkekeh ditahan dan tangan mereka bergantian menyambitkan sesuatu ke bawah "Aduh, setan kurang ajar!"
Terdengar seruan-seruan dari bawah, suara laki- laki yang parau dan dua orang wanita itu terkikik lagi.
Kun Hong terkejut, ia ingat bahwa kamar yang diganggu oleh dua orang wanita itu adalah kamar seorang laki-laki tinggi besar yang dari golok yang tergantung di pinggang serta gerak-geriknya saja sudah dapat diketahui bahwa orang itu adalah seorang kang-ouw yang memiliki ilmu silat dan bukan seorang yang mudah diganggu begitu saja. Dari mana datangnya dua orang wanita yang ternyata adalah gadis-gadis muda ini dani mengapa mereka mengganggu laki-laki tinggi besar itu?
"Enci, kau bilang dia itu yang berjuluk Tiat-thouw-sai (Singa Kepala Besi)?"
"Betul dialah Tiat-thouw-sai Tan Kak."
Jawab gadis ke dua.
"Julukannya hebat, mengapa kepalanya tidak sekuat besi?"
Gadis pertama yang rambutnya diikat pita di kanan kiri bertanya lagi. Keduanya lalu tertawa- tawa lagi sambil mengincar ke bawah genteng.
Kun Hong menjadi ingin tahu dan ikut pula mengintai ke dalam melalui genteng di balik wuwungan. Dan ia menahan ketawanya. Benar-benar dua orang gadis itu nakal sekali. Di dalam kamar itu kelihatan si Tiat-thouw-sai itu sedang mencak-mencak dan mengelus-elus kepalanya. Kain pembungkus kepalanya sudah lubang-lubang dan kepalanya benjol-benjol. Tiap kali ia hendak lari ke pintu, sebuah benda kecil menyambar kepalanya membuat ia mengurungkan niatnya dan tiap kali ia hendak melompat dan menyerbu ke atas melalui jendela sebuah benda malah kadang-kadang dua buah membuat ia roboh kembali!
Akhirnya Tiat-thouw-sai Tan Kak insyaf bahwa di atas genteng terdapat orang pandai, maka ia lalu menjatuhkan diri berlutut di atas lantai sambil mengeluh.
"Enghiong dari mana dan siapakah yang di atas dan mengapa mempermainkan siauwte (aku)? Jika ada salah, harap sudi memberi maaf.
"
Kini dua orang enci adik itu tertawa cekikikan tanpa menahan suara ketawanya sehingga Tiat-thouw-sai Tan Kak yang mendengar bahwa yang di atas genteng adalah wanita-wanita, menjadi terbelalak heran.
"Tiat-thouw-sai Tan Kak. kau telah mengacau kota Kong-siang dan mencuri banyak emas permata, masih pura-pura tanya kesalahan!"
Kata gadis yang tertua, yang bertubuh tinggi langsing, suaranya merdu akan tetapi keren sekali.
"Seorang perantau kehabisan bekal, mengambil sedikit harta para hartawan yang kikir, apakah itu dianggap kesalahan?"
Kata Tan Kak. mengeluarkan aturan para perantau kang-ouw dan liok-lim, yaitu tidak ada salahnya bagi mereka untuk menyatroni para hartawan jahat.
"Siapa tidak kenal alasanmu yang kosong? Kau mencuri bukan sekedar kekurangan bekal perjalanan. Masa untuk bekal perjalanan kau mengambil uang beratus tael emas? Dan kau telah mengganggu pula gedung hartawan Bun yang terkenal dermawan dan sosiawan, benar-benar dosamu tak boleh diampuni!"
Karena mendapat kenyataan bahwa yang mengganggunya hanyalah dua orang wanita, semangat Tiat-thouw-sai Tan Kak timbul kembali.
Dengan gerakan tiba-tiba ia memukul ke arah lilin sehingga api lilin di kamarnya padam dan keadaan menjadi gelap sekali. Cepat ia mencabut goloknya dan melompat keluar dari pintu, terus ke belakang dan melompat naik ke atas genteng.
"Siluman wanita dari mana berani main-main dengan Tiat-thouw-sai?"
Bentaknya setelah ia melompat ke dekat dua orang gadis itu ia segera disambut oleh gadis ke dua yang rambutnya diikat pita di kanan kiri dengan bentakan nyaring.
"Singa Kepala Besi (Tiat-thouw-sai), hendak kulihat sampai di mana kerasnya kepalamu!"
Tan Kak marah sekali dan goloknya menyambar. Melihat bahwa dua orang wanita itu hanya dua orang gadis muda, ia makin memandang rendah lagi. Inilah kesalahan seorang yang sombong. Setiap ahli silat paling hati-hati apa bila menghadap tiga macam orang. Laki-laki sasterawan yang kelihatan lemah, orang-orang bercacad yang nampaknya tak berdaya, dan wanita-wanita yang lemah-lembut. Mereka tiga macam orang ini pada umumnya memang lemah akan tetapi kalau mereka berani beraksi di dunia kang-ouw, itu tandanya bahwa mereka sudah memiliki kepandaian yang tinggi. Kalau Tan Kak tidak sombong mengandalkan julukannya dan tidak memandang rendah kepada dua orang gadis itu, tentu baginya lebih selamat kalau ia tadi melarikan diri aja di dalam kegelapan.
Menghadapi sambaran golok di tangan Tan Kak, gadis muda itu tertawa mengejek. Ia bertangan kosong saja dan sedikit gerakan tubuhnya yang langsing itu telah membikin golok lawan menyambar angin. Tan Kak menjadi penasaran dan menyerang terus, akan tetapi lawannya bergerak seperti seekor burung walet cepatnya, setiap sabetan golok dapat dihindarkan tanpa banyak mengeluarkan tenaga.
Sementara itu gadis ke dua yang berambut panjang dan di bagian depan menutupi jidatnya telah melompat ke bawah menuju ke kamar Tan Kak. Tak lama kemudian ia sudah keluar lagi membawa dua buah kantong yang berat! Melihat adiknya masih terus mempermainkan Tan Kak bergerak ke sana ke mari sambil tertawa-tawa di antara berkelebatnya sinar golok, ia berseru.
"Hui Sian, tidak lekas bereskan dia mau tunggu sampai kapan?"
Hui Sian atau gadis yang rambutnya diikal dan diikat pita di kanan kiri tertawa merdu lalu membentak "Kau gantilah julukan menjadi singa kepala remuk!'' Sebuah tendangan kilat menyambar tepat menghantam lutut pencuri itu. Tan Kak berseru kesakitan tubuhnya terpental dan ia terguling di atas genteng. Tendangan ke dua menyusul membuat Tan Kak terlempar ke bawah dan suara keras menyatakan bahwa ketika jatuh ke bawah kepalanya tentu terbentur benda keras.
Kun Hong masih bersembunyi ketika semua ini terjadi. Di dalam hatinya ia memuji kepandaian dua orang nona itu, akan tetapi ketika melihat dua orang gadis itu hendak lari membawa dua buah kantong yang tak salah lagi isinya tentulah uang yang menjadi hasil curian Tan Kak, hati Kun Hong penasaran dan tidak senang.
"Masa nona-nona itu menyerang Tan Kak hanya untuk merampas barang curian? Kalau begitu sama saja tidak ada perbedaan antara Tan Kak dan dua orang nona ini. Sayang kalau gadis-gadis-muda cantik seperti itu menjadi perampok- perampok rendah", pikir Kun Hong.
Ketika dua orang gadis itu hendak melarikan diri, mereka terkejut sekali karena tiba-tiba terdengar bentakan halus.
"Gadis-gadis cantik tidak patut menjadi perampok!"
Berbareng dengan bentakan itu, tahu-tahu dua buah kantong yang dibawa gadis pertama tadi telah lenyap! Gadis itu mengeluarkan teriakan kaget. Ia hanya merasa betapa kantong-kantong itu direnggut orang. Cepat ia dan adiknya memutar tubuh dan............ mereka melihat seorang pemuda ganteng berdiri di depan mereka dengan gagah dan angker!
"Gadis-gadis muda dan cantik tidak patut menjadi perampok-perampok!"
Kun Hong mengulangi kata-katanya sambil melemparkan dua buah kantong itu ke atas genteng. Terdengar suara nyaring yang menandakan bahwa kantong-kantong itu terisi emas dan perak.
"Bangsat rendah! Kau siapa berani mencampuri urusan kami?"
Gadis ke dua yang bernama Hui Sian tadi membentak sambil melangkah maju, siap menyerang.
Kun Hong tetap tersenyum tenang.
"Perlu sekalikah kau mengetahui namaku? Tidak malu kau menanyakan nama seorang pemuda!"
Ia menggoda.
"Cih. pemuda ceriwis!"
Bentak gadis pertama marah.
"Penjahat macam ini bereskan saja, enci Hui Nio!"
Bentak Hui Sian sambil menyerang dengan pukulan tangan kanannya. Pukulannya mantap dan cepat datangnya, tanda bahwa dia bukanlah orang sembarangan.
Akan tetapi kali ini ia menghadapi Kun Hong, pemuda yang memiliki tingkat kepandaian jauh lebih tinggi dari padanya. Sekali menggeser kaki dan menggerakkan tangan, Kun Hong berhasil menangkap pergelangan tangan gadis itu dengan tangan kirinya, membuat Hui Sian tak dapat bergerak untuk melepaskan diri! Melihat ini. Hui Nio menghantam dari samping ke arah lambung Kun Hong. Akan tetapi, dengan jalan menarik tangan Hui Sian sehingga gadis ini menggantikan tempatnya membuat Hui Nio cepat-cepat menarik kembali tangannya karena tidak mau memukul adik sendiri. Sebelum ia tahu apa yang terjadi, tahu-tahu pergelangan tangannya tertangkap pula oleh tangan kanan Kun Hong!
"Lepaskan aku!"
Bentaknya dan mukanya menjadi merah sekali.
"Kurang ajar, hayo lepaskan tanganku!"
Hui Sian juga berseru marah sambil meronta-ronta tanpa hasil.
"Tidak akan kulepaskan sebelum kalian berjanji takkan merampok lagi,"
Kata Kun Hong tersenyum. Dalam keadaan seperti itu, timbul kembali sifatnya yang suka menggoda orang. Timbul kembali sukanya untuk mempermainkan wanita cantik seperti sebelum bertemu dengan Eng Lan. Ia mendapat kenyataan betapa dua orang gadis ini cantik-cantik sekali.
Tiba-tiba Hui Nio melakukan serangan dengan tangan kanannya mencengkeram ke arah lehernya sedangkan Hui Sian dengan tangan kiri melakukan gerakan dalam saat itu juga, mencengkeram ke arah kepalanya! Gerakan kedua orang gadis ini hebat sekali, tapi yang amat mengejutkan hati Kun Hong, ia mengenal gerakan-gerakan ini sebagai gerakan Hek-jiauw-kang. semacam ilmu mencengkeram yang ia pelajari dari Thai Khek Sian! Kagetnya bukan main dan ia melepaskan pegangannya lalu melompat ke belakang untuk menghindarkan diri dari cengkeraman-cengkeraman maut itu.
"Kalian murid siapa?"
Tanyanya akan tetapi dua orang gadis yang sudah menjadi marah sekali itu tidak memperdulikan pertanyaan ini, sebaliknya malah menghujani serangan dengan gerak tipu Hek-jiauw-kang yang lihai.
Keheranan Kun Hong makin besar melihat gerakan-gerakan mereka itu biarpun pada dasarnya sama dengan Hek-jiauw-kang yang dimilikinya, namun variasi atau perkembangannya berbeda dan tidak begitu berbahaya lagi, tidak sejahat dan seganas Hek-jiauw-kang. Tentu saja dengan enak dan mudah ia dapat menghindarkan semua serangan itu.
Hui Nio dan Hui Sian kaget setengah mati. Baru kali ini ada orang dapat melawan mereka dan dapat menghadapi ilmu cengkeraman mereka secara begitu mudah. Mereka maklum bahwa lawan ini lihai sekali, membuat mereka diam- diam menjadi kagum akan tetapi juga penasaran dan khawatir.
Pada saat itu terdengar hiruk-pikuk di bawah rumah penginapan dan obor dinyalakan orang. Banyak orang berkumpul di bawah dan keadaan menjadi ramai. Ternyata suara ribut-ribut itu membangunkan para tamu dan mayat Tan Kak yang menggeletak di bawah sudah menarik perhatian dan menimbulkan kepanikan. Melihat ini, dua orang gadis itu cepat membalikkan tubuh dan melarikan diri, berlompatan dengan cepat dan ringan di atas wuwungan rumah.
"Berhenti dulu!"
Seru Kun Hong sambil mengejar. Tadi ia tidak melayani mereka dengan sungguh-sungguh, hanya main-main karena memang ia tidak mempunyai permusuhan dengan mereka dan tidak ada mau untuk merobohkan mereka. Akan tetapi ia masih penasaran karena melihat ilmu silat mereka ada persamaannya dengan ilmu silatnya maka ia mengejar.
Akan tetapi dua orang gadis itu sudah berlari cepat. Beberapa kali Hui Sian menoleh dan melempar senyum kepada pemuda ganteng dan lihai itu, akan tetapi tidak memperlambat larinya. Tiba-tiba bulan yang tadinya terang benderang, tertutup awan hitam, membuat keadaan menjadi gelap dan Kun Hong kehilangan jejak, dua orang gadis cantik yang dapat berlari amat cepat itu. Ia terpaksa membatalkan niatnya mengejar dan kembali ke tempat tadi. Melihat keributan orang, ia tidak mau terlibat dalam persoalan itu, maka cepat ia mengambil dua kantong uang emas dan perak di atas genteng, lalu melompat turun tanpa diketahui oleh siapapun juga. Ia menuju ke kandang kuda, lalu melarikan diri malam- malam, menunggang kuda berbulu abu-abu yang besar dan kuat, kuda milik Tiat-thouw-sai Tan Kak!
Dengan kuda ini Kun Hong melanjutkan perjalanannya ke Wuyi-san. Benar saja. setelah melakukan perjalanan dengan kuda yang baik dan kuat itu. ia tidak begitu lelah dan perjalanan dapat dilakukan lebih cepat. Apa lagi kini ia telah membawa bekal dua kantong yang ternyata berisi potongan-potongan emas dan perak yang amat banyak jumlahnya! Kun Hong yang biasanya tak pernah memegang uang, selalu mengambil punya siapa saja apa bila memerlukan, sekarang ia hidup sebagai seorang putera hartawan, menghamburkan uang seperti membuang pasir saja! Ia mengambil uang itu dan mempergunakannya untuk menyesuaikan hidupnya dengan yang dikehendaki Eng Lan, tidak mau lagi ia mengambil milik orang apa bila membutuhkan makan pakai. Sama sekali ia tidak sadar bahwa kalau Eng Lan melihat cara ia menghamburkan uang yang ia rampas dari dua orang gadis itu. Eng Lan tentu akan mengerutkan dahinya yang halus, akan memarahinya.
Kun Hong sekarang muncul sebagai seorang pemuda yang tampan dan pakaiannya indah dan mahal. Seorang pemuda pesolek yang membuat tiap orang wanita mengerlingkan mata penuh arti kepadanya. Malah banyak orang mengira dia seorang putera pangeran yang melakukan pelancongan!
Kita tinggalkan dulu Kun Hong yang sedang melakukan perjalanan menuju Wuyi-san dan mari kita ikuti perjalanan Wi Liong, pemuda yang tertimpa kemalangan dalam urusan perjodohannya karena gara-gara Kun Hong! Ataukah hal itu harus dipersalahkan kepada Kun Hong? Seperti kita telah mengetahui, bukan saja karena kenakalan Kun Hong maka perjodohan itu mengalami keributan, malah juga karena sikap Wi Liong sendiri! Sikap pemuda ini ketika berhadapan muka dengan Kwa Siok Lan, gadis tunangannya sendiri kepada siapa ia jatuh cinta! Memang nasib pemuda ini sial sekali. Ia bertemu dengan Siok Lan tanpa mengetahui bahwa gadis ini tunangannya, ia malah menyatakan cinta kepada Siok Lan dan menyatakan hendak membatalkan perjodohannya dengan tunangannya! Dasar nasibnya buruk, tidak tahu bahwa yang dicinta adalah tunangannya sendiri dan tunangan yang dibenci adalah gadis yarg membikin dia tergila-gila itu juga.
Dengan kawannya yang setia, suling itu yang sekaligus merupakan senjatanya juga Wi Liong melakukan perjalanan cepat menuju ke Poan-kun. Biarpun dia sudah menenteramkan hati, tidak urung berdebar juga dadanya. Debar-debur jantungnya menghantam kulit dada ketika ia memasuki pintu gerbang kota Poan-kun. Bagaimana macamnya gadis yang menjadi tunangannya itu? Bagaimana nanti sikap bekas calon mertuanya.
Kwa Cun Ek yang kabarnya adalah seorang jagoan tua yang gagah perkasa?
Untuk menghilangkan kegelisahannya yang timbul. Wi Liong lalu mampir di sebuah warung memesan minuman. Ia mengaso minum teh wangi sambil berpikir-pikir, menghafalkan kata-kata yang harus ia ucapkan di depan bekas calon mertuanya nanti. Bibirnya berkemak-kemik matanya merenung.
"Lo-enghiong,"
Ia seharusnya menyebut gak-hu (ayah mertua) akan tetapi karena pamannya sudah membatalkan ikatan jodoh, lebih baik menyebut lo-enghiong (orang tua gagah perkasa).
"harap sudi memaafkan bahwa saya berani berlaku lancang menghadap lo-enghiong. Saya datang membawa pesan paman Kwee untuk menyatakan penyesalan dan maafnya kepada lo-enghiong bahwa paman telah berlaku khilaf, telah berani berlaku kasar dan memutuskan ikatan jodoh hanya karena dapat dibodohi dan dipermainkan orang jahat. Sekarang paman telah mengetahui sejelasnya, bahwa...... Kwa-siocia tidak bersalah dan selanjutnya paman dan saya menyerah kepada lo-eng-hiong, mengakui kesalahan kami dan akan menerima segala hukuman yang akan dijatuhkan kepada paman dan saya........."
Kata-kata ini ia hafalkan di luar kepala, la tidak perlu menyinggung-nyinggung tentang disambungnya kembali ikatan jodoh, ia malah mengharapkan kemarahan orang tua she Kwa itu dan ia sudah bersiap sedia menerima penghinaan, bahkan sanggup pula menerima pukulan dari kakek itu, asal saja urusan beres sampai di situ saja dari perjodohan jangan disambung lagi!
Setelah debar jantungnya mereda kembali. Wi Liong membayar uang teh lalu bertanya di mana rumah keluarga Kwa. Tukang warung memandang kepadanya dengan mata dibuka lebar, agaknya terheran. Wi Liong maklum akan keheranan orang, dapat menduga bahwa tentu mengherankan orang Poan-kun bahwa ada orang yang tidak mengetahui tempat tinggal seorang ternama seperti Kwa Cun Ek.
"Siauwte bukan penduduk sini maka belum tahu di mana rumah Kwa-lo-enghiong."
Katanya menerangkan. Tukang warung mengangguk-angguk, lalu memberi petunjuk di mana letak rumah keluarga Kwa itu. Wi Liong menghaturkan terima kasih lalu menuju ke rumah itu.
Hatinya kembali dag-dig-dug setelah ia memasuki halaman rumah Kwa Cun Ek. Ia memang menghadapi urusan yang amat tidak menyenangkan. Ketika melihat seorang laki-laiki setengah tua yang bertubuh gemuk dan bermuka ramah sekali, tersenyum terus berdiri di ruangan depan memandangnya, Wi Liong menjadi makin sibuk hatipya. Kalau bekas calon mertua itu orang galak dan sombong, ia malah dapat menghadapinya dengan seenaknya. Akan tetapi kalau seramah itu mukanya, ia menjadi makin tidak enak! Cepat-cepat ia membungkuk dan mengangkat tangan memberi hormat.
Dapat dibayangkan betapa kaget dan malunya ketika ia mendengar orang itu berkata.
"Kongcu mencari siapa? Apakah mencari Kwa-loya (tuan besar Kwa)?"
Ketika Wi Liong mengangkat muka, ia melihat mulut yang tadi tersenyum-senyum, kini tertawa lebar nampaknya girang sekali. Mendengar orang ini menyebut Kwa-loya. baru ia sadar bahwa kiranya orang yang ia sangka tuan rumah ini hanya seorang pelayan saja! Mukanya menjadi merah ketika ia menjawab.
"Benar, aku mohon bertemu dengan Kwa-lo-enghiong. harap twako suka memberi tahu ke dalam."
Pelayan itu tertawa lebar lalu membungkuk-bungkuk sambil berkata.
"Kongcu baik sekali begitu menghormat kepada seorang pelayan, tidak seperti kongcu-kongcu lain........."
Untuk menyembunyikan malunya karena tadi salah duga. Wi Liong berkata.
"Bagiku pelayan atau majikan sama saja sama-sama manusia, apa sih bedanya?"
Pelayan itu menjadi makin senang dan heran lalu ia membungkuk-bungkuk lagi dan mundur ke dalam rumah untuk melaporkan kedatangan seorang kongeu (tuan muda) yang ganteng, halus tutur sapanya dan suka menghormati seorang pelayan! Saking girangnya mendapat penghormatan dari tamu muda itu, pelayan gemuk itu sampai lupa menanyakan nama tamunya sehingga ketika melapor (Lanjut ke Jilid 19)
Cheng Hoa Kiam (Cerita Lepas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 19
kepada Kwa Cun Ek, ia hanya berkata bahwa di luar ada seorang tuan muda mohon berjumpa dengan Kwa Cun Ek, dan bahwa tamu muda itu tampan dan sopan santun sekali.
Kwa Cun Ek segera keluar diiringkan oleh isterinya. Ketika tiba di ruangan depan, Kwa Cun Ek hanya melihat seorang pemuda yang tampan dan kelihatan seperti seorang terpelajar lemah. Akan tetapi di sampingnya, Tung-hai Sian-li mengeluarkan seruan kaget ketika melihat Wi Liong.
Di lain fihak, Wi Liong juga menjadi kikuk sekali ketika melihat Tung-hai Sian-li yang segera dikenalnya berada di samping orang tua yang tinggi besar, gagah perkasa dan berjenggot panjang bagus terpelihara itu. la segera dapat menduga bahwa tentu dia inilah yang bernama Kwa Cun Ek, memang patut sekali menjadi seorang tokoh yang gagah. Akan tetapi mengapa Tung-hai Sian-li berada di situ pula? Betapapun juga, ia segera maju dan menjura dengan hormat sekali sehingga menimbulkan rasa suka pada perasaan Kwa Cun Ek.
Kwa Cun Ek dengan senyum ramah membalas penghormatan tamu. Sama sekali dia tidak melihat bagaimana Tung-hai Sian-li di sampingnya memandang pemuda itu dengan muka merah dan mata bernyala-nyala penuh kemarahan.
"Hiantit, silahkan duduk. Ada angin baik manakah yang membawa kau datang ke sini? Kepentingan apa gerangan yang kaubawa?"
Memang semenjak isterinya kembali berada di sampingnya, Kwa Cun Ek telah menjadi seorang manusia yang jauh berbeda dari pada kemarin-kemarin. Kini tidak saja ia nampak segar, sehat dan pakaiannya rapi, akan tetapi juga ia menjadi seorang yang peraman, manis budi dan kelihatan bahagia sekali. Ia amat mencinta isterinya, apa lagi sekarang, setelah isterinya itu meninggalkannya selama belasan tahun,!
Memang Wi Liong paling takut menghadapi keramahan bekas calon mertua ini. Kembali ia berdebar-debar ketika ia melangkah maju, memberi hormat lagi lalu mengucapkan hafalannya,
"Lo-enghiong. harap sudi memaafkan bahwa saya berani berlaku lancang menghadap lo-enghiong. Saya datang........."
"Nanti dulu, hiantit."
Kwa Cun Ek memotong sambil tertawa lebar sehingga di balik jenggot panjang itu kelihatan deretan gigi yang kuat.
"Kau bernama siapakah dan dari mana?"
Gangguan ini mengacaukan hafalan Wi Liong yang menjadi gugup-gugup.
"Saya datang......... eh. saya yang rendah bernama Thio Wi Liong......... dan......... dan saya datang membawa pesan paman Kwee......."
Berubah wajah Kwa Cun Ek seketika. Saking kaget, heran, menyesal dan marah ia sampai tidak bisa berkata apa-apa lagi! Tung-hai Sian-li yang maju ke muka dan suara wanita ini lantang nyaring ketika ia berkata.
"Pamanmu si buta itu sudah datang menghina kami dengan tuduhan-tuduhannya yang keji dan kotor. Apakah sekarang kau datang hendak menghina kami dengan mengandalkan kepandaianmu? Kalau begitu, orang muda jangan kira kami takut!"
Kisah Pendekar Bongkok Karya Kho Ping Hoo Tangan Geledek Karya Kho Ping Hoo Suling Emas Naga Siluman Karya Kho Ping Hoo