Ceritasilat Novel Online

Cheng Hoa Kiam 28


Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo Bagian 28



Setelah meninggalkan Kim Ie-san di mana ia tadinya ditugaskan menjaga oleh Kui-bo Thai-houw, Ek Kok mengajak puterinya. Lan Lan pergi ke Propinsi An hui di mana ia hendak mencoba mencari puterinya ke dua yang lenyap ketika masih kecil. Lan Lan sebetulnya adalah anak kembar, yang ke dua adiknya bernama Lin Lin. Lin Lin inilah yang lenyap dan sedang dicari-cari oleh Ek Kok, yang tidak melenyapkan harapan biarpun sudah mencari sampai sepuluh tahun lebih tanpa hasil.

   Baik Lan Lan sendiri maupun Kui Sek murid nya, tidak tahu akan rahasia Ek Kok dengan Lan Lan. Sebetulnya Lan Lan ini bukanlah anak Ek Kok. Bagaimana Ek Kok bisa mempunyai anak kalau selama hidupnya dia tidak pernah mempunyai isteri? Akan tetapi kepada Lan Lan dan orang-orang lain ia menceritakan bahwa Lan Lan dan Lin Lin adalah anak kembarnya, dan bahwa isterinya, ibu anak kembar itu telah meninggal dunia ketika melahirkan anak kembarnya.

   Phang Ek Kok sendiripun tidak tahu anak siapakah Lan Lan dan Lin Lin. Kira-kira enam belas tahun yang lalu, dia dan adik kembarnya yang empat orang, dikalahkan oleh Kui-bo Thai-houw dan selanjutnya adik kembarnya yang empat orang itu dijadikan pelayan oleh Kui-bo Thai-houw dan dibawa ke Ban-mo-to. Dia hidup seorang diri dan pada suatu hari, beberapa bulan kemudian, tiba-tiba muncul Kui-bo Thai-houw mendapatkannya dan wanita sakti dari Ban-moto ini datang membawa dua orang anak perempuan kembar yang baru berusia dua tahun.

   "Ambil dua bocah ini sebagai puteri-puterimu dan didik baik-baik. Awas, jangan bocorkan rahasia. Sampai mampuspun kau tidak boleh menyatakan bahwa mereka bukan anak-anakmu. Mengerti!"

   Kaget bukan main hati Phang Ek Kok. Bagaimana pula ia bisa membangkang, ia sudah dikalahkan dan ia tahu pula akan kekejaman Kui-bo Thai-houw. Membantah berarti menyerahkan nyawa ke dalam tangan iblis wanita itu. Pula ia sayang melihat dua bocah yang mungil-mungil itu, dua orang anak perempuan yang serupa benar.

   Terpaksa ia menerima juga dan semenjak saat itu. Phang Ek Kok yang selama hidupnya belum pernah menikah, tahu tahu telah menjadi "bapak"

   Dari dua orang anak perempuan. Baiknya Ek Kok selama ini hidup merantau, tidak pernah tinggal lama di tempat tertentu, maka mudah saja ia membohongi orang-orang bahwa anak-anak itu memang anaknya dan isterinya mati ketika melahirkan.

   Akan tetapi setahun kemudian, ketika dua orang anak itu baru bisa belajar bicara dan sedang lucu-lucunya, pada suatu malam Ek Kok kehilangan Lin Lin! Anak itu lenyap begitu saja tanpa meninggalkan bekas, seperti diculik setan. Bukan main marahnya Ek Kok. Sebagai seorang kang-ouw yang ulung tahulah dia bahwa Lin Ljn diculik orang yang berkepandaian tinggi. Semenjak saat itu. ia mengajak Lan Lan merantau dan di mana-mana ia mencari jejak Lin Lin tanpa hasil.

   Kui-bo Thai houw juga marah sekali mendengar ini. Akan tetapi wanita itu hanya menekan kepada Ek Kok supaya terus mencari Lin Lin sampai dapat ditemukan kembali. Malah akhir-akhir ini Kui-bo Thai-houw menyatakan bahwa Ek Kok tidak boleh muncul lagi di Ban-mo-to sebelum menemukan kembali Lin Lin.

   Demikianlah riwayat singkat keadaan Ek Kok dan "puterinya", Lan Lan yang sekarang duduk di restoran bersama suhengnya, Kui Sek. Dalam perjalanan di An-hui, Ek Kok dan Lan Lan bertemu dengan Kui Sek yang sekarang sudah tamat belajar dan hidup menyendiri di An king. Pemuda ini girang sekali bertemu dengan suhu dan sumoi-nya. Dipilihnya kamar terbagus dalam hotel terbaik di kota itu. malah ia lalu "mentraktir"

   Suhu dan sumoinya di restoran Hok lo itu.

   Ketika Kui Sek dan Lan Lan menanti datangnya Phang Ek Kok di restoran Hok-lo sambil memandang keluar, tiba tiba dari luar masuk seorang gadis cantik yang gagah sekali sikapnya. Seperti Lan Lan, gadis ini juga menggantungkan pedang di pinggang kirinya, langkahnya tegap dan gesit sekali, rambutnya agak basah oleh hujan rintik-rintik tadi. Sayang sekali wajah yang jelita dan manis itu nampak muram dam sinar matanya sayu.

   Begitu memasuki restoran dengan tergesa-gesa karena kehujanan, gadis ini mengebut-ngebutkan pakaiannya yang agak basah, lalu mengusap rambut kepalanya. Pada saat itu seorang pelayan menyambutnya, akan tetapi gadis ini berdiri kaku dengan tangan di atas kepala. Pada saat ia mengusap rambutnya tadi, pandang matanya bertemu dengan wajah Lan Lan yang memandang kepadanya sambil tersenyum. Gadis itu kaget sekali kelihatannya, kaget dan heran sampai ia berdiri tegak dengan tangan masih di atas kepala dan tidak melihat bahwa seorang pelayan menyambutnya dengan manis budi dan ramah. Sampai lama dua orang gadis itu saling berpandangan.

   "Luar biasa............ kalau tidak jauh lebih muda, gadis itu seperti enci Siok Lan benar! Bagaimana di dunia ada dua orang yang begitu sama wajahnya?"

   Gadis yang baru masuk ini dalam hatinya berkata dan memaksa diri untuk mengalihkan pandang dan mengikuti pelayan itu yang mengajaknya menghampiri sebuah meja. Kebetulan sekali, pelayan itu membawanya ke sebuah meja yang berdekatan dengan meja Lan Lan, malah duduknyapun menghadap ke dalam sehingga dari tempat duduknya ia dapat melihat Lan Lan dan suhengnya dengan jelas.

   Begitu melihat, hati Lan Lan tertarik dan suka kepada gadis gagah yang baru masuk itu. Melihat gadis itu membawa pedang dan sikapnya gagah, timbul keinginan dalam hati Lan Lan untuk berkenalan dan terutama sekali, memenuhi dorongan darah mudanya, ingin ia mencoba ilmu silat terutama ilmu pedang nona itu. Ia memandang dengan sepasang matanya yang bening ke arah gadis itu dan tersenyum-senyum memancing-mancing perkenalan.

   Akan tetapi gadis yang berwajah muram ini tidak melayaninya. Ia memang sebentar-sebentar melirik ke arah Lan Lan dan tiap kali memandang wajah Lan Lan ia kelihatan terheran, akan tetapi senyum Lan Lan tidak dibalasnya dan tidak dilayaninya. Dengan suara perlahan ia memesan makanan dan minuman kepada pelayan, kemudian duduk diam merenung sendirian sambil menanti datangnya masakan yang dipesannya.

   Dasar harus terjadi keributan. Lan Lan di depan suhengnya memuji-muji Eng Lan dengan suara perlahan dan selalu dibantah oleh Kui Sek yang ingin menunjukkan kepada sumoinya itu bahwa ia tidak tertarik oleh lain wanita yang bagaimanapun juga!

   "Enci itu cantik dan bukan main manisnya!"

   Demikian Lan Lan mulai.

   "Ah, biarpun cantik akan tetapi mukanya muram menakutkan orang. Tidak seperti kau yang selalu senyum dan bermuka terang. Aku paling benci melihat gadis bermuka masam."

   Jawab Kui Sek perlahan sekali selengah berbisik dan suaranya ini memang takkan dapat terdengar oleh orang yang duduknya sejauh gadis tadi duduk.

   "Suheng, mana kau tahu orang cantik? Enci itu manis sekali! Dan melihat gerak-geriknya. aku berani bertaruh bahwa dia tentu memiliki ilmu silat dan ilmu pedang yang tinggi,"

   Kata pula Lan Lan sambil memandang ke arah Eng Lan yang sedang menerima hidangan yang dipesannya.

   "Aaaahhh, tak mungkin! Gadis-gadis macam dia itu sekarang seperti jamur di musim hujan banyaknya, berkeliaran di sana sini. Semua itu hanya untuk menakut-nakuiti orang saja supaya tidak berani mengganggunya, atau kebanyakan malah digunakan sebagai, modal berlagak. Membawa-bawa pedang, berpakaian ringkas seperli pendekar pedang, berjalan ditegak-tegakkan. Ah, sumoi pada waktu ini mana ada gadis segagah engkau! Sukar dicari keduanya. Jangan kau memuji-muji gadis kota seperti dia itu."

   Ucapan ini dikeluarkan lebih perlahan lagi karena si gendut ini hanya bicara untuk menyindirkan kepada sumoinya bahwa dalam pandangannya, di dunia ini tidak ada gadis yang lebih cantik atau lebih pandai dari pada Lan Lan! Ia setengah berbisik karena sebenarnya ia tidak menghendaki kalau ucapan-ucapan ini terdengar oleh gadis yang baru mau makan mi-nya itu.

   Dasar celaka! Gadis yang sejak tadi diam saja dan sekarang sudah mulai mengangkat sumpitnya, tiba-tiba berhenti dan tidak jadi makan, meletakkan sumpitnya di atas meja. Muka yang muram itu menjadi makin keruh dan sinar matanya berkilat-kilat ke arah Kui Sek! Ia melompat dekat dan tangan kanannya meraba-raba gagang pedang,

   "Babi gemuk, mulutmu kotor dan lancang sekali! Kau keedanan gadis cilik ini bukan urusanku, akan tetapi kenapa kau membawa-bawa aku? Apa kau sudah bosan hidup? Hayo lekas berlutut minta ampun, kalau tidak benar-benar aku akan membikin kau menjadi babi gemuk tanpa kepala!"

   Gadis itu ternyata galak sekali dan setelah bicara amat lancar dan lincah, tanda bahwa sebelum ia diliputi awan kedukaan yang membuat ia pendiam dan muram, dahulunya ia seorang gadis yang lincah dan pandai bicara.

   Kui Sek kaget setengah mati. Tak disangka sangkanya bahwa gadis itu dapat mendengar omongannya. Ataukah hanya ngawur saja? Lebih baik ia membodoh untuk menutupi malunya.

   "Eh, eh, kau ini perempuan galak dari mana? Kenapa tiada hujan tiada angin ngamuk ngamuk dan memaki-maki orang?"

   Katanya dengan muka bodoh.

   "Babi keparat! Masih hendak pura-pura lagi? Kau ini laki-laki pengecut, percuma saja membawa-bawa pedang! Bisa kau bilang orang membawa pedang untuk berlagak, tidak tahunya kau sendiri yang membawa pedang untuk menjual aksi yang tidak laku!"

   Kui Sek boleh jadi dogol dan sombong, akan tetapi iapun mempunyai sifat baiknya, yaitu selain jujur juga bisa melihat kesalahan sendiri. Sekarang karena ia merasa salah. maka menghadapi gadis yang marah marah itu ia hanya tertawa ha-hah-he-heh sambil menundukkan mukanya yang menjadi merah.

   Lan Lan semenjak kecil suka sekali kepada Kui Sek dan menganggap suheng ini sebagai kakaknya sendiri. Juga ia tidak sesabar Kui Sek, maka melihat suhengnya dimaki-maki orang, melihat suhengnya dihina begitu rupa, gadis muda ini menjadi naik darah. Ia melompat bangun dan menghadapi gadis yang marah-marah itu.

   "Enci, sabar dulu. Kenapa marah marah dan memaki maki orang di tempat umum? Ini bukan sikap seorang gagah. Kau bersikap seakan-akan kau sendiri yang punya kepandaian. Ketahuilah, suhengku diam saja bukan sekali-kali karena takut padamu, melainkan karena dia merasa salah omong, salah kira karena kau tadi disangkanya gadis biasa. Kalau dia tidak merasa sudah salah, apa kami mau kauhina begini macam? Sudahlah, suhengku sudah salah, kau sudah memaki, jangan kau lanjutkan. Sayang seorang gadis cantik dan gagah seperti kau ini memaki-maki di tempat umum. Memalukan."

   Ucapan Lan Lan ini biarpun mengakui kesalahan fihak suhengnya, namun mengandung teguran pedas sekali bagi gadis itu yang agaknya memang sedang risau pikirannya dan karenanya tidak bisa menahan sabar. Ia memandang kepada Lan Lan dan berkata ketus,

   "Kau ini bocah cilik tidak tahu dijuali omongan manis membujuk merayu dari babi gemuk itu. Hati-hati, kalau kau tidak bisa menjaga diri kau akan terjatuh ke dalam perangkapnya! Minggir, aku tidak berurusan dengan kau bocah cilik!"

   Naik darah Lan Lan, Dia memang keras hati, sungguhpun watak keras hati ini jarang muncul karena tertutup oleh sifatnya yang periang dan lincah. Sekarang dia marah benar. Seperti juga gadis itu, tangan kanannya meraba gagang pedang dan ia menantang.

   "Habis kau mau apa? Kau punya pedang, akupun punya, enci yang manis!"

   "Bagus, bocah genit, keluarkan pedangmu. Setelah membikin kapok kau. baru nanti kuhajar babi gemuk!"

   Bentak gadis itu.

   Keduanya sudah siap dan sudah menggerakkan tangan hendak menghunus pedang ketika pada saat itu dari luar restoran terdengar seruan kaget.

   "Bu beng Siocia (Nona Tak Bernama).........!"

   Baru saja suara ini terdengar, orangnya sudah tiba di ruangan restoran itu dan berkelebat menengahi antara Lan Lan dan gadis tadi. Baru sekarang pemuda yang baru datang ini melihat wajah gadis itu dan berserulah ia heran dan kaget.

   "Nona Pui Eng Lan.........!"

   Gadis yang marah-marah tadi memang Eng Lan adanya. Eng Lan melihat pemuda itu menjadi kaget juga karena pemuda itu bukan lain adalah Wi Liong! Dapat dibayangkan betapa kaget dan herannya Wi Liong tadi ketika lewat di depan restoran itu, ia melihat dua orang gadis tengah bersitegang hendak bertanding, dan melihat Lan Lan, ia menjadi pucat karena gadis ini memang tidak ada bedanya dengan Kwa Siok Lan yang dikabarkan telah tewas! Tanpa dapat dicegah lagi ia tadi berseru "Bubeng Siocia"

   Karena teringat akan Siok Lan ketika pada pertama kali ia jumpa, dan cepat ia melompat untuk mencegah pertempuran itu. Makin besar keheranannya ketika melihat bahwa gadis yang seorang lagi adalah Eng Lan!

   Lan Lan memandang kepada Wi Liong dengan mata terbelalak dan mulut tersenyum geli. Siapakah pemuda ini dan mengapa tadi menyebut Bu-beng Siocia? Tentu dia yang disebutnya itu, karena di situ hanya ada dua orang siocia (nona) dan nona yang menjadi lawannya itu sudah disebut namanya, yaitu (Lanjut ke Jilid 30)

   Cheng Hoa Kiam (Cerita Lepas)

   Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 30

   Pui Eng Lan.

   "Nona Pui, kenapa kau di sini? Mana......... mana Kun Hong.........?"

   Tanya Wi Liong. Melihat Eng Lan menjadi pucat mendengar disebutnya nama Kun Hong.

   Wi Liong segera berkata lagi.

   "Kau duduklah dulu, harap jangan dilanjutkan pertempuran ini. Ada urusan apakah Nona Pui, kau duduklah di sana, nanti aku akan banyak bicara denganmu."

   Karena Eng Lan terguncang sekali hatinya melihat munculnya Wi Liong yang menyebut-nyebut nama Kun Hong, ia mengangguk dan kembali ke tempat duduknya. Sementara itu, Wi Liong menghadapi Lan Lan yang masih tersenyum mengejek.

   Untuk kedua kalinya, jantung Wi Liong berdenyut keras melihat wajah yang begitu cantik jelifa seperti wajah Siok Lan. Bahkan senyuman mengejek pada bibir merah itupun senyuman Siok Lan! Ia mengejap-ngejapkan kedua matanya untuk memandang lebih nyata karena khawatir kalau matanya yang menipunya. Sudah terlalu sering ia membayangkan wajah Siok Lan sslungga kerap kali ia seperti melihat Siok Lan dan mendengar suaranya. Akan tetapi, betapapun ia mengejapkan mata, gadis di depannya itu tetap saja seperti Siok Lan, baik wajahnya yang jelita maupun bentuk tubuhnya yang ramping.

   "Kau......... kau siapakah.........!"

   Tanyanya gagap dan matanya memandang membelalak.

   Lan Lan menggerak gerakkan alisnya menahan geli hatinya, tetap saja ia tidak tahan dan tertawa sambil menutupi mulutnya yang kecil lalu berkejap-kejap meniru perbuatan Wi Liong tadi dengan lucunya. Kemudian ia menjawab sambil tersenyum.

   "Kau sudah mengenalku, masih berpura-pura tak kenal lagi?"

   Meremang bulu tengkuk Wi Liong. Apakah yang di depannya ini roh Siok Lan yang mengganggunya? Mukanya sebentar merah sebentar pucat, dan suaranya gemetar ketika ia bertanya.

   "Kau......... kau siapakah? Siapa namamu? Apa betul kita pernah saling berkenalan?"

   Lan Lan memandang heran. Apakah pemuda ini miring otaknya? Sayang kalau miring otaknya, pemuda begini tampan dan suaranya sedap amat didengar. Kalau tidak miring otaknya, mengapa begini aneh? Dan suling itu............ orang lain membawa pedang kenapa dia membawa suling?

   "Tadi datang-datang kau menyebut namaku, masa lupa lagi!"

   Lan Lan mempermainkan.

   "Betulkah? Aku lupa lagi. Siapa sih namamu?"

   Tanya Wi Liong, agak tenang hatinya karena sikap lincah dan kenes dari gadis itu membuat ia berbeda dari Siok Lan yang pendiam dan sungguh-sungguh. Juga sekarang baru terlihat jelas olehnya bahwa gadis ini jauh lebih muda dari Siok Lan. pantas menjadi adiknya.

   "Namaku Bu-beng Siocia!"

   Lan Lan berkaca sambil tersenyum geli.

   Wi Liong tertawa, tertawa gembira. Baru kali ini semenjak ia kehilangan Siok Lan. ia bisa tertawa segembira itu. Wajahnya menjadi menarik dan makin tampan, kelihatan muda sekali ketika tertawa ini sehingga Lan Lan tertarik hatinya.

   "Dan kau siapa? Kenapa datang-datang mencegah orang hendak mengadu pedang! Enci itu galak sekali, kalau kau kenal dengannya tolong kauberi tahu lain kali jangan galak-galak seperti ayam bertelur. Eh, kau siapakah? Kau membawa suling, tentu kau tukang tiup suling yang pandai ya?"

   Aneh sekali. Wi Liong biasanya bersikap pendiam dan serius, akan tetapi kali ini ia mau melayani gadis remaja yang mempermainkannya. Dengan gembira ia mengangguk.

   "Memang aku tukang suling."

   "Twako yang baik, kalau begitu coba kau meniup sebuah lagu untukku. Mau?"

   Aneh benar. Seperti lupa diri, lupa bahwa ia berada di dalam restoran dan bahwa sekarang para tamu dan para pelaiyan menonton pertunjukan itu, lupa bahwa ia diperlakukan seperti seorang pemuda berotak miring, Wi Liong mengangguk menyanggupi permintaan Lan Lan, membawa suling pada bibirnya dan tak lama kemudian iapun menyuling sebuah lagu!

   Suara suling melengking, mengalun, menyelinap di antara suara rincik hujan, menimbulkan suasana yang ganjil. Semua orang bengong karena pemuda ini benar-benar pandai menyuling. Lan Lan berdiri dengan mata bersinar-sinar, wajahnya berseri, akan tetapi lambat-laun pandang matanya menjadi sayu. Suara suling itu berubah, dari garang menjadi lembut, makin lama makin menyedihkan hati.

   "Jangan begitu sedih........."

   Tak terasa lagi Lan Lan melangkah maju setindak dan berbisik, memandang Wi Liong dengan kasihan sekali.

   Kui Sek yang melihat, ini semua, timbul kemarahannya karena cemburu, ia melompat ke depan Wi Liong dan membentak.

   "Berhenti!"

   Akan tetapi Wi Liong seperti tidak mendengarnya dan menyuling terus.

   Kui Sek makin marah. 'Tadi aku mengalah terhadap seorang nona. Akan tetap, kau pemuda gila ini jangan main-main di depanku, berhenti dengan suling gila itu!"

   Wi Liong hanya melirik sedikit, keningnya berkerut tanda ia tak senang diganggu, namun ia menyuling terus.

   "Kau berani berlagak di depan Sin-hui kiam Kui Sek? Apa kau ingin digampar! Untuk ketiga kalinya, berhenti! Kalau tidak, terpaksa ku gampar dan jangan bilang aku terlalu!"

   Berkata demikian ia mengangkat tangan mengancam sambil melirik ke arah Eng Lan seperti menyatakan bahwa sebagai orang gagah ia tidak sudi datang datang menampar orang, akan tetapi lebih dulu mengancam sampai tiga kali. Akan tetapi Eng Lan diam saja dan di dalam hatinya memandang semua itu sebagai lelucon. Tentu saja ia tidak mengkhawatirkan Wi Liong, ia tidak begitu gila untuk mengkhawatirkan keselamatan pemuda sakti ini.

   "Benar-benar kau mencari celaka!"

   Bentak Kui Sek dan tangannya sudah bergerak untuk menampar.

   "Suheng, jangan.........!"

   Lan Lan mencegah.

   Akan tetap, terlambat. Tangan dengan telapakannya yang lebar dan kuat itu sudah melayang dan.........terhenti di tengah udara. Aneh sekali kalau dibicarakan. Tahu-tahu tubuh tinggi besar itu berdiri diam tak bergerak dengan tangan kanan masih diangkat di atas kepala Wi Liong, akan tetapi tidak jadi diturunkan dan tidak bergerak. Seluruh tubuh Kui Sek seperti beku dan kaku, hanya matanya yang sipit itu saja berputaran kaget dan bingung, Wi Liong masih menyuling terus!

   Lan Lan yang melihat keadaan Kui Sek demikian itu, kaget sekali. Ia mengguncang-guncang tubuh Kui Sek dan memanggil.

   "Suheng.........! Suheng.........!"

   Setelah memegang pundak suhengnya, baru ia tahu bahwa suhengnya telah ditotok jalan darahnya secara ajaib sekali!

   Sementara itu, Wi Liong sudah menyelesaikan permainan sulingnya. Melihat Lan Lan mengguncang-guncang tubuh Kui Sek, ia lalu menggerakkan sulingnya ke arah iga pemuda dogol itu yang seketika terbuka kembali jalan darahnya, mengeluh dan memandang kepada Wi Liong dengan mata melotot.

   "Bagaimana pendapatmu tentang permainan sulingku. Bu-beng Siocia?"

   Tanya Wi Liong yang tidak perduli ada orang melotot padanya dan mengajukan pertanyaan itu sambil memandang Lan Lan.

   Gadis ini masih belum hilang kagetnya. Setelah Wi Liong tadi menotok iga suhengnya. barulah ia mengerti bahwa suhengnya tertotok oleh pemuda peniup suling ini, maka dapat dibayangkan betapa heran dan kagetnya, juga disertai rasa kagum.

   "Bagus, hanya sedih sekali. Tadi kau apakan suhengku?"

   Tanya Lan Lan, lagaknya seperti anak kecil.

   Wi Liong makin terharu melihat wajah dan gerak bibir serta suara yang membuat ia merasa berhadapan dengan Siok Lan. Ia tak dapat menjawab pertanyaan tadi, hanya memandang kepada Kui Sek dengan senyum. Kui Sek marah bukan main. Dicabutnya pedang dari punggungnya dan sambil berseru keras ia menerjang Wi Liong.

   Para tamu dan pelayan restoran itu menjadi bingung dan ketakutan, lari berserabutan melalui pintu samping dan pintu belakang, melarikan diri karena takut terseret dalam perkelahian.

   "Suheng, jangan.........!"

   Kembali Lan Lan mencegah suhengnya. Akan tetapi melihat Kui Sek nekat terus, terpaksa gadis ini melompat mundur dan menonton dengan hati berdebar, la melihat betapa pemuda tampan itu hanya menggunakan sulingnya tadi untuk menangkis serangan pedang suhengnya.

   "Celaka, dengan suling saja mana dia bisa menjaga diri dari serangan pedang suheng yang lihai.........?"

   Gadis itu diam-diam amat mengkhawatirkan keselamatan Wi Liong.

   Akan tetapi kekhawatirannya berubah keheranan luar biasa ketika ia melihat betapa tangkisan suling itu membuat tubuh Kui Sek terhuyung-huyung ke belakang dan pedang di tangan suhengnya itu hampir saja terlepas dari pegangan.

   Wajah si gemuk menjadi pucat dan matanya terbelalak kaget. Akan tetapi sudah menjadi watak Kui Sek tidak mau kalah dalam pertempuran dan terlalu memandang tinggi kepandaian sendiri tanpa memandang kepandaian orang lain. Ia tadi merasa betapa tangkisan suling itu membuat seluruh lengan kanan yang memegang pedang seakan-akan lumpuh dan pasangan kuda-kuda kakinya tergempur hebat, akan tetapi sebaliknya dari pada kapok ia malah menyerang lagi lebih hebat.

   "Aku tidak ada waktu untuk melayanimu!"

   Wi Liong berkata pelahan, sulingnya digerakkan secara aneh. Terdengar suara keras ketika suling itu menangkis pedang, akan tetapi kali ini suling itu terus bergerak ke arah lengan tangan Kui Sek. Pemuda gemuk itu berteriak kesakitan, pedangnya terlepas jatuh mengeluarkan suara nyaring di atas lantai dan ia melangkah mundur sambil memegangi lengannya yang sakit sekali.

   "Luar biasa.........!"

   Lan Lan berseru, lupa untuk membantu suhengnya. Kekagumannya terhadap Wi Liong meningkat dan gadis ini hanya dapat berdiri bengong memandang.

   Tiba-tiba pada saat itu terdengar suara ketawa-tawa tidak karuan dan dari luar restoran kelihatan "menggelinding"

   Masuk seorang laki-laki gemuk pendek berkepala gundul pelontos.

   "Hah-heh-hah-heh, Lan Lan........ Kenapa kau diamkan saja suhengmu dipermainkan orang?"

   Wi Liong memandang dan kagetlah ia karena ia sudah mengenal si gundul ini yang bukan lain adalah orang gundul yang dulu bertempur melawan kelua Pek-eng-pai di Kim Ie-san, kakak dari empat orang nenek kembar pelayan Kui-bo Thai houw.

   "Maaf."

   Katanya sambil menjura.

   "sekali-kali siauwte tidak mempermainkan orang, malah tanpa sebab diserang. Bukankah begitu, Bu beng Sio cia?"

   Tanyanya kepada Lan Lan.

   Lan Lan mengangguk! Matanya yang bening tidak pernah lepas dari wajah Wi Liong.

   "Lan Lan, kau bagaimana sih? Malah membenarkan musuh!"

   Tegur Phang Ek Kok kepada puterinya.

   Wi Liong tercengang. Gadis inipun bernama Lan Lan, hampir sama dengan Siok Lan. Dan gadis ini puteri badut gundul yang lucu itu? Luar biasa sekali! Saking herannya pemuda ini sampai tidak bisa berkata apa-apa dan hampir saja ia tidak bergerak pula ketika Ek Kok menyerangnya dengan pakulan ke arah dadanya. Baru setelah Lan Lan berteriak kaget melihat ayahnya memukul pemuda itu, ia cepat mengangkat lengan tangan menangkis. Dan tubuh gemuk pendek itu terlempar ke belakang!

   
Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Berani kau menjatuhkan ayah?"

   Lan Lan berseru marah dan tangannya bergerak memukul.

   "Plakk.........!!"

   Lan Lan merasa kepalan tangannya panas ketika mengenai dada permuda itu. Ia cepat-cepat melompat mundur karena jengah dan malu. Pemuda itu sama sekali tidak mengelak atau menangkis ketika ia pukul tadi, malah kelihatan menerima pukulan itu sambil tersenyum kepadanya! Namun pemuda itu tidak kelihatan sakit sedikit juga, malah kepalan tangannya yang terasa panas!

   Phang Ek Kok adalah seorang kangouw yang sudah berpengalaman cukup. Dia tidak dogol seperti Kui Sek, akan tetapi sekali gebrakan saja ketika tadi pukulannya tertangkis Wi Liong, tahulah ia dengan kaget dan heran bahwa tenaga dan kepandaian pemuda ini jauh lebih tinggi dari padanya.

   "Apakah loenghiong (orang tua gagah) hendak mengamuk seperti ketika berhadapan dengan Pek-eng-pai lagi!"

   Tanya Wi Liong sambil menatap wajah kakek pendek gemuk itu dengan tajam.

   Makin kagetlah Phang Ek Kok. Kejadian di Kim-le san itu hebat sampai banyak orang Pek-eng-pai tewas. Sungguhpun bukan dia yang menewaskan, namun tewasnya karena bertempur dengan dia.

   Kekejaman Kui-bo Thai houw yang membunuhi semua orang amat tidak menyenangkan hatinya. Ia tidak setuju dengan pembunuhan besar besaran itu dan peristiwa di Kim Ie-san Ini akan selalu dikenang dengan penyesalan. Sekarang pemuda ini menyebut-nyebut tentang Kim-Ie-san, jangan-jangan pemuda ini seorang dari Pek-eng pai yang akan membalas dendam. Tanpa banyak cakap lagi ia menyambar lengan Lan Lan dan berseru kepada Kui Sek.

   "Hayo lekas pergi dari sini. Jangan mencari gara-gara meributkan tempat orang!"

   Setelah berkata demikian, ia berlari cepat menyeret puterinya. pergi dari situ diikuti oleh Kui Sek yang lari gedebag-gedebug di belakang suhunya.

   Pelayan-pelayan rumah makan itu berteriak-teriak menagih uang makanan sambil mencoba untuk mengejar. Akan tetapi mana bisa mengejar tiga orang yang memiliki kepandaian lari cepat itu? Sebentar saja Ek Kok dan puteri serta muridnya sudah lenyap dari satu

   Wi Liong menyesal sekali. Ia tak sempat berkenalan dengan Lan Lan. Lagi-lagi ia hanya mengenal gadis itu sebagai Bu-beng Siocia, seperti ketika ia mengenal Siok Lan untuk pertama kalinya. Ia berkata kepada pengurus rumah makan,

   "Tak usah ribut. Biar aku yang akan membayar rekening mereka, berikut penggantian meja kursi yang rusak."

   Setelah berkata demikian. Wi Liong lalu duduk menghadapi Eng Lan yang sejak tadi hanya memandang saja, penuh keheranan akara sikap Wi Liong terhadap gadis muda galak yang tadi hampir berkelahi dengan dia. Setelah duduk berhadapan dengan Eng Lan, sampai lama Wi Liong masih diam saja seperti orang termenung, agaknya peristiwa yang baru saja dialaminya masih berkesan dalam-dalam di hatinya.

   "Thio-taihiap, gadis tadi sama benar dengan enci Siok Lan,"

   Kata Eng Lan uniuk mengingatkan pemuda itu bahwa ia masih berada di situ

   "Hemmm? Apa............? O ya nona Pui, kau masih di sini? Betul katamu, gadis tadi serupa benar dengan.......... dengan......... nona Kwa Siok Lan,"

   Jawab Wi Liong gagap.

   "Apakah kau sudah berjumpa dengan enci Siok Lan, Thio-taihiap? Dan bagaimanakah urusanmu dengan dia? Kuharap saja sudah beres kembali,"

   Kata pula gadis itu yang teringat akan peristiwa yang terjadi antara pemuda ini dengan Siok Lan, yaitu tentang terputusnya pertunangan, sehingga ia sendiri dahulu berusaha untuk mengusahakan penyambungannya kembali bersama Kun Hong.

   Wajah Wi Liong tiba-tiba menyuram seperti api dian kehabisan minyak ketika mendengar pertanyaan ini. Ia maklum bahwa Eng Lan belum tahu akan urusannya dengan Siok Lan yang ruwet dan belum mendengar pula akan berita meninggal nya Siok Lan.

   Melihat muramnya wajah Wi Liong yang menjadi sedih nampaknya sehingga garis-garis kesedihan muncul di dahinya, membuat pemuda itu nampak tua, cepat-cepat Eng Lan berkata.

   "Maafkan aku kalau aku mendatangkan perasaan tidak enak padamu, taihiap.

   "

   Wi Liong menggeleng kepala dengan sedih.

   "Kau tidak tahu. nona. Siok Lan sudah.......... sudah tidak ada lagi........."

   Eng Lan terkejut.

   "Masudmu.........?"

   Wi Liong mengangguk lemah.

   "Dia sudah meninggal dunia. Berita ini kudengar dari See-thian Hoat ong dan...... ah. nona Pui, harap kau jangan membicarakan tentang Siok Lan, tak kuat hatiku........."

   Eng Lan menundukkan kepalanya, maklum bahwa tentu telah terjadi hal hebat yang membuat pemuda ini patah hati dan berduka. Ia tidak berani lagi bicara tentang Siok Lan sungguhpun hatinya ingin sekali tahu apa gerangan yang telah terjadi. Setelah beberapa kali bertemu dengan pemuda ini dan menyaksikan sepak terjangnya, Eng Lan menjadi kagum dan normal sekali kepada Wi Liong yang ia anggap sebagai seorang pendekar sakti yang patut dihormati.

   "Nona Pui, aku tadi sengaja menahanmu di sini untuk bicara denganmu tentang......... Kun Hong."

   Eng Lan mengangkat mukanya yang menjadi pucat, sambil menatap wajah Wi Liong dengan pandang mata tajam. Ia benar terkejut dan tidak menduga bahwa pemuda ini akan bicara kepadanya mengenai Kun Hong.

   "Aku tidak ada urusan dengan dia!"

   Bantahnya ketus dan muka yang pucat itu segera berubah merah karena marah.

   "Hemmm, kulihat kau marah kepadanya. Bagus, memang dia patut sekali menerima kemarahanmu, menerima hukumanmu."

   Mendengar ini, Eng Lan seperti mendapat "hati", merasa mendapat kawan yang membenarkannya dalam perselisihannya dengan Kun Hong. Serta-merta air matanya mengalir turun dan ia berkata lirih.

   "Dia kurang ajar, dia menghinaku! Manusia tak kenal budi itu!"

   "Memang........ memang Kun Hong amat menyakitkan hatimu, aku tahu sudah, nona Pui. Akan tetapi........."

   "Akan tetapi apa lagi? Aku tak dapat mengampunkan dia!"

   Eng Lan memotong, dapat menduga apa yang hendak dikatakan Wi Liong karena nada suara pemuda itu sudah menyatakan bahwa pemuda ini hendak membantu Kun Hong.

   "Aku hanya ingin memberi tahu bahwa belum lama ini aku bertemu Kun Hong, malah kami saling bertempur. Dia......... menaruh hati cemburu kepadaku terhadapmu, nona. Itulah kiranya yang membuat dia bersikap tidak layak. Harap kau ingat bahwa semenjak kecil Kun Hong berada dalam asuhan orang orang tidak benar. Akan tetapi dia tidak jahat, hanya tersesat untuk sementara dan kiranya hanya cinta kasihnya yang besar kepadamu yang akan menolongnya. Dia......... dia amat cinta kepadamu, nona dan sekarang dia seperti orang gila mencari-carimu. Demi cinta kasih murni, apakah kau tidak mau menemuinya?"

   Air mata makin deras mengucur turun dan kedua mata Eng Lan. Ia melompat berdiri dan berkata terisak-isak.

   "Tidak.........! Ti......... dak sudi lagi aku......! Dia boleh mampus.........!"

   Setelah berkata demikian ia berlari pergi.

   Wi Liong hanya meneriakkan kata-kata.

   "Nona Pui. jangan ulangi lagi hal celaka yang terjadi antara aku dan Siok Lan! Kun Hong dapat diinsyafkan oleh cinta kasihmu. Kasihanilah dia.......!"

   Akan tetapi Eng Lan sudah pergi jauh, lupa membayar makanannya.

   Terpaksa Wi Liong merogoh kantong dan membayar semua harga makanan, baik yang tadi dimakan oleh Kui Sek dan Lan Lan, maupun hidangan yang baru dimakan sedikit oleh Eng Lan. Dia sendiri tidak membeli apa-apa. tidak ada selera lagi padanya, tidak ada nafsu makan setelah ia mengalami hal-hal yang menegangkan hatinya. Apa lagi pertemuan dengan gadis yang serupa benar dengan Siok Lan tadi. Tak terasa dalam hatinya muncul harapan untuk bertemu kembali dengan Bu-beng Siocia tadi, yang ia hanya ketahui namanya memakai "Lan"

   Juga.

   Mari kita ikuti perjalanan Kun Hong yang hancur hatinya mengingat kelakuannya sendiri terhadap Eng Lan. Ia merasa berdosa kepada kekasihnya itu. Apa lagi' kalau ia teringat betapa ia telah memperlakukan Eng Lan sebagai seorang wanita rendah, malah ia maki lebih rendah dari pada para pelayan Kui-bo Thai-houw! Alangkah jahat mulut dan hatinya. Eng Lan, gadis yang ternyata amat setia padanya, yang sampai hampir mengorbankan nyawa di Ngo-tok-kauw karena hendak mencarikan obat untuknya! Gadis yang suci dan murni cintanya ini ia caci-maki ia perlakukan kasar dan rendah, ia tuduh yang bukan-bukan. Ia samakan dengan dirinya sendiri, dengan dia yang sudah rusak moralnya.

   Makin diingat makin sakit dan menyesal hati Kun Hong kepada diri sendiri. Teringatlah ia akan semua pengalamannya, akan semua jalan hidup sesat dan hina yang pernah ia lalui. Teringat ia akan Tok-sim Sianli akan selir-selir gurunya, teringat pula ia kepada Ciok Kim Li yang kakinya sampai buntung karena dia. Teringat juga kepada wanita-wanita yang telah memasuki jalan hidupnya, kepada Kui-bo Thai-houw dan para pelayannya. Dia yang sudah begitu rusak dan bejat moralnya, masih berani mencaci-maki dan memfitnah yang bukan-bukan kepada Eng Lan. gadis suci murni itu!

   "Aku sudah layak mampus!"

   Katanya berkali-kali ketika seperti orang gila ia mendayung perahu pergi meninggalkan Ban-mo-to untuk mencari Eng Lan.

   "Aku harus temukan dia, aku harus minta ampun kepadanya atau mati di depan kakinya!"

   Demikian ia mengambil keputusan. Karena sedih dan menyesalnya kepada diri sendiri, batu kemala Im-yang-giok-cu yang sudah ia dapatkan itu tidak ia pergunakan. Ia tidak perduli lagi berapa lama ia masih akan hidup.

   Ia mencari keterangan bertanya sana-sini, namun Eng Lan seperti lenyap ditelan bumi, tidak meninggalkan bekas. Biarpun demikian, Kun Hong tidak menghentikan usahanya, terus mencari dengan hati mengandung kedukaan besar.

   Pada suatu hari, kedua kakinya yang sudah penat itu membawanya ke lereng Gunung Thian-mu-san yang letaknya di perbatasan Propinsi Kiang-si dan An-hwi. Tanpa ia sengaja ia telah tiba di bagian yang penuh dengan tebing curam dan daerah yang berbatu amat berbahaya. Sukar sekali tempat ini dilalui orang kalau orang tadi tidak memiliki kepandaian tinggi. Kun Hong sendiri yang sudah tinggi ilmunya, karena tempat itu masih asing baginya, terpaksa melompat-lompat mencari jalan yang enak. Akhirnya ia tiba di dataran yang sebelah kirinya merupakan tebing yang amat curam, ratusan meter dalamnya jurang yang amat terjal di sebelah kiri itu. Akan tetapi kalau orang berdiri di atas tebing memandang ke bawah, tamasya alam yang luar biasa indahnya terbentang luas dt bawah kakinya, membuat orang terpesona oleh keindahan yang jarang terdapat ini.

   Sampai lama Kun Hong berdiri di situ, menikmati pemandangan indah dan tiupan hawa gunung yang sedap nyaman. Terhibur juga hatinya oleh pemandangan dan suasana yang indah tenteram dan sunyi itu. Memang, di kala manusia menyadari akan kebesaran alam, di kala ia merasa bahwa dirinya sebagai satu titik bagian alam yang amat kecil, amat tidak berarti, saat itu ia akan kehilangan watak egoisnya, merasa bersatu dengan alam dan karenanya perasaan-perasaan pribadi seperti marah susah dan lain-lain lenyap sekaligus, terganti perasaan yang ayem tenteram.

   Saking tertariknya Kun Hong oleh semua keindahan itu, yang membuat jiwanya yang selama ini kelelahan menjadi nikmat seperti mengalami istirahat yang nyaman, ia berdiri seperti patung, seperti dalam keadaan samadhi yang hening sehingga ia tidak tahu bahwa dari kaki gunung terdapat bayangan orang berkelebat ke sana ke mari, melompat dari batu ke batu dengan amat lincah tanpa mencari-cari jalan seperti Kun Hong tadi. Ini menandakan bahwa orang itu sudah biasa dengan jalan di daerah ini sehingga tanpa melihat ia dapat melompat ke sana ke mari mendaki ke tebing atas. Setelah dekat, ia mengeluarkan seruan tertahan melihat pemuda itu berdiri di pinggir jurang seperti patung batu.

   Yang baru datang ini seorang gadis yang pendek sekali. Kalau dilihat dari jauh, tentu orang akan menyangka dia seorang anak perempuan yang masih kecil karena ketika meloncat-loncat tadi rambutnya yang diikat ke belakang melambai-lambai. Akan tetapi kalau dilihat dari dekat, wajahnya bukanlah wajah bocah, melainkan wajah gadis dewasa yang sudah masak, sedikitnya dua-puluh tahun usianya. Dari pinggang ke atas ia normal seperti gadis-gadis biasa, akan tetapi kakinya amatlah pendek. Ia memandang Kun Hong dengan wajah menjadi pucat setelah mengenal pemuda ini, dan tak terasa lagi bibirnya berseru keras.

   "Kun Hong...............!!"

   Pemuda itu sadar dari lamunannya dan cepat memutar tubuh memandang, dengan mata penuh harap karena telinganya tadi menangkap suara memanggil namanya, suara....... Eng Lan. Akan tetapi keningnya berkerut tanda kecewa ketika ia melihat bahwa gadis itu bukanlah Eng Lan, melainkan......... Ciok Kim Li. gadis puteri Ciok Sam yang terbunuh olehnya, gadis yang pernah menjadi kekasihnya dan yang terpaksa ia buntungi kedua kakinya karena kaki gadis itu terluka parah oleh Tok-sim Sian-li.

   "Kim Li, kau di sini.........?"

   Katanya perlahan, baru sekarang merasa heran bagaimana gadis buntung ini bisa berada di tempat yang sesunyi ini.

   Akani tetapi, sama sekali tak disangka-sangka, gadis buntung itu mencabut sebatang pedang dari punggungnya dan dengan pedang itu ia menuding muka Kun Hong sambil berkata marah.

   "Bagus! Agaknya Thian yang membawa kau ke sini agar aku bisa mengadu nyawa denganmu, manusia jahat!"

   "Eh......... eh.......... Kim Li, kau kenapakah?"

   Kemudian Kun Hong teringat bahwa mungkin gadis ini marah dan sakit hati kepadanya karena ia telah membuntungi kedua kaki gadis itu. Ia menarik napas panjang, lalu menundukkan muka dan berkata.

   "Yaaaah, memang aku seorang jahat yang layak dibunuh, Kim Li. Akan tetapi kalau kau marah kepadaku karena aku membuntungi kedua kakimu kau keliru. Kalau tidak kubuntungi kakimu, nyawamu tentu telah melayang oleh racun Tok-sim Sian-li."

   Pedang di tangan Kim Li gemetar.

   "Aku tidak bicara tentang diriku sendiri. Aku sama jahat dan busuknya dengan kau! Ayahku kau bunuh aku malah menyerahkan diri padamu, tidak tahu dan buta mataku bahwa kau seorang manusia busuk. Biarlah, buntungnya kedua kakiku adalah hukumanku karena aku tidak berbakti kepada ayahku. Akan tetapi sekarang tiba saatnya bagiku untuk menebus semua kedurhakaanku. Tidak hanya untuk membalaskan mendiang ayah, melainkan terutama sekali membalaskan sakit hati mendiang enci Siok Lan dan membalaskan kesengsaraan suhu yang diderita karena kau!"

   Setelah berkata demikian, gadis buntung itu menyerang hebat dengan pedangnya, menusuk dada Kun Hong. Akan tetapi pemuda itu kaget dan heran sekali mendengar ucapan gadis tadi sehingga ia cepat mengibaskan tangannya ke arah punggung pedang. Pedang itu terpental ke samping dan hampir terlepas dari pegangan Kim Li.

   "Nanti dulu, Kim Li. Apa artinya semua ucapanmu tentang nona Siok Lan dan suhumu tadi? Aku tidak mengerti kenapa aku kau persalahkan terhadap mereka"

   "Huh, kau masih pura-pura tidak tahu!"

   Bentak Kim Li yang menjadi makin marah karena ternyata ia tidak berdaya menghadapi pemuda yang lihai ini. Padahal selama ini ia telah mendapat kemajuan pesat di bawah pimpinan suhunya.

   "Enci Siok Lan sampai terputus perjodohannya dengan Thio Wi Liong, malah sampai meninggal dunia karena perbuatanmu yang merenggangkan perhubungan mereka! Karena perbuatanmu yang tak tahu malu, mengaku-aku di depan Kwee lo-enghiong bahwa kau kekasih enci Siok Lan, kau telah mendatangkan malapetaka sehingga enci Siok Lan membunuh diri dan suhuku, Kwa suhu ayah enci Siok Lan menjadi berubah ingatan!"

   Tentu saja Kun Hong kaget bukan main mendengar ini. Ia makin merasa nelangsa, makin tertindih batinnya karena bertumpuknya dosa, karena akibat perbuatannya mendatangkan banyak malapetaka. Makin terbukalah mata hatinya betapa hidupnya dahulu penuh kejahatan, betapa selama ini ia telah tersesat ke jalan hitam.

   "Aduh, sampai begitu hebat? Di mana Kwa-lo-enghiong biar aku mencoba mengobatinya........."

   Katanya, teringat akan Im-yang-giok-cu yang disimpannya. Ia akan rela memberikan bata kumala mujijat ini kepada Kwa Cun Ek, asal dapat menyembuhkannya dan dengan demikian ia dapat menebus sebagian dari pada dosanya.

   Mana Kim Li mau percaya? Dengan marah ia menerjang lagi.

   "Keparat jahanam, omonganmu yang beracun siapa sudi percaya? Lebih baik kau mampus!"

   Pedangnya kembali menusuk dan kali ini dengan seluruh kekuatan yang ada padanya sehingga tubuhnya ikut melayang bersama pedang itu bagaikan seekor burung garuda menyambar.

   Hebat serangan ini. Kun Hong mengerti bahwa kalau ia menangkis, tentu gadis ini akan terbanting dan terluka, maka cepat sekali ia menyelinap ke kiri sehingga tubrukan gadis itu mengenai tempat kosong.

   Terdengar pekik mengerikan dan Kun Hong berdiri pucat sekali, tak bergerak seperti patung melihat betapa gadis itu yang tadinya menyerangnya sepenuh tenaga, sekarang karena menubruk tempat kosong, tak dapat dicegah lagi terlempar ke bawah, ke dalam jurang atau tebing yang ratusan meter dalamnya itu!

   Sampai lama Kun Hong berdiri pucat, menutup telinga dengan tangan sambil meramkan mata agar jangan melihat arau mendengar kejadian yang hebat mengerikan ini. Kembali ia mengakibatkan malapetaka yang mengerikan. Akibat dari perbuatannya pula, biarpun kali ini tidak ia sengaja.

   Mengapa dosa mengejar ngejarnya terus? Dua titik air mata turun membasahi pipinya. Ia berhasil menenteramkan guncangan hatinya, lalu menjenguk ke bawah. Tidak kelihatan apa-apa saking dalamnya jurang itu.

   Tiba-tiba ia melihat gulungan tambang di tempat itu, tak jauh dari tempat ia berdiri. Tentu Kim Li yang membawa tambang ini tadi, entah untuk apa. Memang sebetulnya Kim Li yang tadi membawanya karena dalam perjalanannya terakhir ia harus menggunakan tambang untuk mencapai tempat tinggalnya, tempat tinggalnya bersama gurunya.

   Tanpa berpikir panjang lagi. Kun Hong mengambil tambang itu dan mengikatkan ujungnya pada sebuah pohon. Kemudian ia merosot turun melalui tambang itu ke dalam jurang, dengan maksud mencari mayat Kim Li dan menguburnya baik baik. Untuk menjaga segala kemungkinan di tempat berbahaya ini, ia menghunus pedangnya dan terus merosot turun perlahan-lahan sambil memandang ke sana ke mari mencari-cari mayat gadis buntung itu.

   Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring.

   "Bangsat keji! Setelah membunuh Kim Li cici, kau hendak melarikan diri ke mana?"

   Kun Hong kaget memandang dan ternyata bahwa di tengah-tengah tembok karang dari tebing yang curam itu terdapat sebuah gua yang besar sekali dan di mulut gua ini sekarang muncul seorang gadis. Siok Lanlah gadis itu? Karuan saja Kun Hong merasa bulu tengkuknya berdiri. Bukankah tadi Kim Li menyatakan bahwa Siok Lan sudah mati? Kenapa sekarang tahu-tahu muncul di tempat yang luar biasa itu? Apakah ini roh Siok Lan yang datang mengganggunya?

   Ia tidak sempat berpikir lebih jauh karena tiba-tiba gadis itu mengayun kedua tangannya. Tampak sinar berkilauan dan belasan batang senjata rahasia Kim thouw-ting (Paku Berkepala Emas) menyambar ke arahnya dengan kecepatan luar biasa dan hebatnya, yang diarah adalah jalan-jalan darah di tubuhnya. Inilah kepandaian hebat! Kun Hong cepat memutar pedangnya menangkis. Paku-paku itu dapat ditangkisnya, akan tetapi ia merasa betapa pedangnya tergetar ketika menyampok paku-paku itu, tanda bahwa gadis itu betul-betul lihai sekali, tidak saja dapat menyambit dengan gerakan sulit yang disebut Boan-thian-hwai (Hujan Bunga dari Langit), yaitu cara melepas senjata rahasia yang hanya dapat dilakukan oleh seorang ahli am gi (senjata gelap) yang berilmu tinggi, juga ternyata memiliki tenaga lweekang yang hebat sekali.

   Di lain fihak, gadis itu kelihatan tercengang ketika berondongan pertama dari tigabelas buah Kim-thouw-ting yang dilepasnya tadi sebuahpun tidak mengenai sasaran. Padahal, kalau ada sekelompok burung terbang di udara, tigabelas pakunya tadi sudah dapat dipastikan akan menghasilkan tigabelas ekor burung! Kembali dua buah lengannya terayun dan kini sekaligus tujuhbelas buah paku melayang ke arah Kun Hong, sebagian menyambar tubuhnya bagian atas sampai kepala, sebagian pula menyambar tubuh bagian bawah sampai ke kaki!

   Kun Hong kaget sekali. Benar-benar berbahaya serangan ini dan hanya dapat dihalau dengan pemutaran pedang mengelilingi seluruh tubuhnya. Ia menarik kedua kaki ke atas. berpegang erat-erat pada tambang dengan tangan kiri sedangkan pedangnya diputar cepat sekati di sekeliling tubuhnya.

   Celaka baginya, ia lupa bahwa ia sedang tergantung pada sebuah tambang, maka tanpa dapat dicegah lagi, pedangnya sendiri membabat putus tambang di atas kepalanya dan tubuhnya melayang ke bawah!

   "Eng Lan......... 1"

   Kun Hong berseru atau lebih tepat bersambat kepada kekasihnya. Dalam menghadapi maut. yang teringat olehnya hanya Eng Lan. Ia maklum bahwa kali ini tak ada harapan baginya, maka ia memegang pedang erat- erat untuk menghadapi kematian dengan pedang di tangan, biarpun mati terbanting hancur.

   Pada detik yang gawat itu. dua buah paku menyambar dengan kepala di depan, tepat menotok jalan darah tai twi-hiat dan yan-goat-hiat di tubuh Kun Hong. Seketika itu juga tubuh Kun Hong menjadi-kaku seperti kayu! Dia tidak mampu menahan karena memang keadaannya sudah tak berdaya dan ia sendiri tidak pertiuli lagi akan serangan orang maka mendiamkan saja jalan darahnya tertotok oleh paku paku yang sengaja disambitkan dengan terbalik itu!

   Kemudian terdengar suara bersiut. Sebatang tambang lain menyambar dari arah gua itu. dengan cepat dan tepat sekali tambang itu melibat tubuh Kun Hong dan di lain saat tubuh pemuda itu sudah dibetot melayang ke arah gua, jatuh berdebuk di lantai gua depan kaki gadis gagah perkasa itu!

   "Siapa yang kau tawan itu. anakku?"

   Terdengar suara laki-laki yang nyaring dan besar. Dari dalam gua muncullah dua orang laki laki, yang seorang tinggi tegap dengan jenggot panjang gemuk menutupi leher, matanya lebar dan nampaknya gagah sekali. Yang ke dua adalah seorang laki laki tinggi besar pula, akan tetapi kedua matanya buta. Mereka keluar dan melihat Kun Hong, tiba-tiba laki-laki tua tinggi besar itu tertawa bergelak.

   "Ha-ha ha-ha, kalau kita bicara tentang iblis, dia muncul! Saudara Kwee Sun Tek. tahukah kau siapa iblis yang ditangkap oleh anakku?"

   "Siapakah dia, saudara Kwa Cun Ek?"

   Balas tanya si buta.

   "Ha-ha ha. siapa lagi kalau bukan jahanam keparat Kun Hong, biang keladi keributan antara kita. Ha-ha-ha!"

   Orang buta itu nampak terkejut. Juga gadis gagah perkasa yang menawan Kun Hong tadi kelihatan kaget sekali. Siapakah dia? Apakah betul Siok Lan yang sudah mati di sungai? Dan kenapa Kwee Sun Tek dan Kwa Cun Ek bisa berada di tempat itu? Tentu pembaca bingung karenanya. Maka baiklah kita mundur sedikit mengikuti perjalanan Kwa Cun Ek, ayah Kwa Siok Lan yang dalam hidupnya banyak mengalami pahit getir ini.

   Telah dituturkan di bagian depan betapa Kwa Cun Ek dengan hati sedih sekali pergi meninggalkan rumahnya setelah melihat Kwa Siok Lan anak tunggalnya minggat dari rumah lalu disusul oleh Tung-hai Sianli, isterinya. Kebahagiaan berkumpul dengan anak isterinya hanya dikecap sebentar saja, malah kini terganti oleh perceraian tidak karuan yang amat menyedihkan hatinya.

   Belum jauh ia meninggalkan rumah, terdengar orang memanggil-manggil di belakangnya. Ketika ia menoleh, ia melihat Kim Li, gadis buntung yang menjadi muridnya itu, berdiri di depannya sambil menundukkan muka dan menangis.

   "Kim Li, mau apa kau mengejarku?"

   Tanya Kwa Cun Ek keren.

   Kim Li menjatuhkan diri berlutut dan sambil menahan tangis ia berkata.

   "Suhu apakah hendak pergi pula? Enci Siok Lan pergi, subo pergi, kalau suhu pergi pula meninggalkan teecu, habis teecu bagaimana? Teecu mohon suhu sudi membawa teecu pergi, teecu akan membantu mencari subo dan enci Siok Lan."

   Kwa Cun Ek mengerutkan kening, kemudian teringat bahwa Kim Li adalah seorang gadis yatim piatu dan sudah menganggap dia sebagai ayah sendiri. Memang kasihan sekali kalau ditinggal sendirian di rumah. Akhirnya ia mengajak muridnya ini pergi merantau, mencari isterinya dan puterinya. Sudah banyak tempat mereka jelajah, hasilnya sia-sia belaka, malah karena menderita pukulan batin dan kesedihan hebat. Kwa Cun Ek mulai menjadi linglung, malah sekarang lebih gila dari pada dahulu. Hanya berkat perawatan yang teliti dari Kim Li yang berbakti dan setia, orang gagah itu tidak sampai mati telantar di perjalanan.

   Memang sudah nasib Kwa Cun Ek untuk mengalami kesengsaraan. Penderitaannya menjadi makin berat dan hebat ketika pada suatu hari kebetulan sekali ia bertemu dengan sutenya, See-thian Hoat-ong. Seethian Hoat-ong ini orangnya jujur dan kasar. Mendengar bahwa suhengnya ini mencari-cari Kwa Siok Lan, dengan terus terang ia ceritakan bahwa Siok Lan sudah mati, membunuh diri di sungai bersama suaminya, Chi-loya.

   Mendengar ini Kwa Cun Ek roboh pingsan. Kim Li minta kepada See thian Hoat-ong supaya membantu cari Tung-hai Sian-li agar wanita itu mau merawat Kwa Cun Ek. See-thian Hoat ong pergi dan Kim Li merawat Kwa Cun Ek dengan penuh kebaktian. Pukulan batin ini hebat sekali dan sekaligus membuat Kwa Cun Ek betul betul berubah ingatannya. Ia kadang-kadang tertawa kadang-kadang menangis, kadang-kadang mengamuk. Hanya pada Kim Li yang merawatnya ia menurut.

   Guru dan murid ini merantau dalam keadaan sengsara sekali. Kim Li tidak mampu mencegah suhunya pergi ke mana saja suhunya suka. la hanya mengikuti dengan setia dan jaranglah ditemui seorang seperti Kim Li setianya. Ia sudah menganggap gurunya sebagai ayah sendiri dan agaknya kepada ayah ke dua inilah ia hendak menebus dosanya terhadap ayah pertama yang terbunuh oleh Kun Hong akan tetapi ia malah menyerahkan diri kepada pembunuh ayahnya itu!

   Perantauan mereka yang tidak karuan tujuannya itu membawa mereka ke Telaga Po-yang di kaki Gunung Thian mu-san. Pemandangan di telaga yang indah ini amat menggembirakan hati Kwa Cun Ek dan merupakan hiburan yang amat baik. Kim Li yang menjaga setengah mengasuh gurunya seperti mengasuh anak kecil, sengaja menyewa sebuah perahu dan memenuhi permintaan gurunya membeli arak baik. Kwa Cun Ek duduk di kepala perahu sambil minum-minum arak dan bernyanyi-nyanyi dengan suaranya yang nyaring.

   Tentu saja para pelancong yang banyak berpesiar di telaga itu, menjadikan hal ini sebagai tontonan baru dan perahu Kwa Cun Ek menjadi perhatian orang. Tidak hanya para pelancong yang memperhatikan, juga lima orang laki-laki yang bertubuh tegap dan bersikap sebagai ahli ahli silat. Sejak Kim Li dan gurunya tiba di Telaga Po-yang. lima orang laki-laki ini sudah mengawasi dan menaruh perhatian besar.

   Kwa Cun Ek sudah mabok. Tiga guci arak sudah memasuki perutnya semua. Ia masih merasa kurang.

   "Kim Li............. araknya tambah lagi!!"

   Teriaknya dari kepala perahu.

   "Cukup, suhu. Sudah habis tiga guci arak. Kalau terlalu banyak tidak baik untuk kesehatan suhu."

   Jawab murid yang setia itu dari dalam perahu sambil menambali pakaian suhunya yang sudah mulai robek-robek.

   Kwa Cun Ek mengomel akan tetapi tidak membantah.

   Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Kalau kau tidak mau membelikan tambahan arak. biar aku beli sendiri..........."

   Orang tua ini mengomel perlahan, tidak terdengar oleh Kim Li.

   Kwa Cun Ek bangun berdiri, tubuhnya terayun-ayun. Pada saat itu, perahu mereka berada di dekat pantai, kira-kira lima meter jauhnya Kwa Cun Ek membawa guci di kedua tangan, sebuah di kanan sebuah di kiri, lalu ia meloncat ke darat! Kalau ia sedang waras dan tidak mabok, jangankan baru jarak lima meter, biar dua kali itu akan dapat ia loncati dengan mudah. Akan tetapi karena ia mabok. ketika ia tiba di darat, tubuhnya terhuyung-huyung. Biarpun demikian, loncatannya ini cukup membuat para penonton di situ bertepuk tangan memuji.

   Lebih-lebih kagum dan heran semua orang ketika tiba-tiba dari dalam perahu berkelebat bayangan dan tahu-tahu Kim Li sudah melompat di dekat suhunya dan memegang lengan orang tua yang terhuyung mau jatuh itu.

   "Hati hatilah, suhu. Hendak ke manakah?"

   Tegur gadis itu. Semua orang kembali bertepuk tangan, kali ini mereka heran dan kagum betul-betul karena Kim Li kelihatan hanya seorang gadis kecil pendek saja. Orang-orang sudah menduga bahwa gadis ini tentu buntung kedua kakinya, kalau tidak masa begitu pendek sedangkan tubuh bagian atas normal.

   Kwa Cun Ek menjawab, suaranya keras.

   "Punya uang untuk apa kalau tidak untuk beli arak? Kalau uang habis, itu perhiasan-perhiasan emas perak jual saja!"

   Kim Li khawatir sekali. Memang mereka membawa perhiasan, emas dan perak dari rumah sebagai bekal perjalanan. Kalau suhunya begini berterang di muka umum. apakah hal itu bukan berarti menarik perhatian orang-orang jahat dan perampok?

   "Hishhh, suhu. Baiklah teecu membeli seguci lagi. Suhu tunggu saja di sini. ya!"

   Kwa Cun Ek mengangguk-angguk. Akan tetapi sebelum Kim Li pergi, tiba-tiba muncul lima orang laki-laki yang sejak tadi mengawasi guru dan murid ini. Sikap mereka mengancam dan mereka berdiri mengurung Kim Li dan gurunya.

   "Tak salah lagi, tentu inilah maling kecil yang membunuh Giam sute! Maling cilik menyerahlah kau sebelum kami menggunakan kekerasan!"

   Orang yang bicara ini, seorang laki-laki berusia empatpuluh tahunan, menjangkau dengan jari tangan terbuka ke arah pundak Kim Li.

   Akan tetapi, dengan mudah dan gesit Kim Li. miringkan tubuh mengelak sambil berseru marah.

   "Bajingan tengik jangan pegang pegang orang! Aku bukan maling, juga bukan pembunuh sute mu!"

   Akan tetapi mana lima orang itu mau percaya? Sudah sebulan lebih, daerah Telaga Po-yang ini diganggu oleh seorang pencuri luar biasa yang tidak pernah meninggalkan jejak. Lima orang itu adalah rombongan ahli silat yang didatangkan oleh para hartawan di Nan-tiang yang menjadi korban pencurian, untuk menyelidiki dan menangkap pencuri itu. Lima orang ini tadinya berjumlah enam dengan Giam-kauwsu (guru silat Giam) Akan tetapi pada suatu malam beberapa minggu yang lalu, ketika mereka berenam mencari ke sana ke mari, Giam-kauwsu telah tewas dalam pertempuran melawan seorang pencuri wanita! Lima orang iitu di antaranya adalah suheng-suheng dari Giam-kauwsu. Tentu saja mereka menjadi makin marah dan teliti. Dan pada hari itu mereka sengaja melakukan penyelidikan di Telaga Po-yang dan menjadi curiga melihat Kim Li, apa lagi ketika gadis ini terpaksa memperlihatkan kepandaiannya melompat ke darat dari perahunya.

   

Jaka Lola Karya Kho Ping Hoo Suling Emas Karya Kho Ping Hoo Jodoh Si Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini