Ceritasilat Novel Online

Cheng Hoa Kiam 30


Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo Bagian 30



"Penipu! Pembohong!!"

   Teriaknya marah sekali.

   "Ayah.........! Jangan berkelahi.........!"

   Lin Lin mencegah sambil memegang lengan tangan Kwa Cun Ek. Gadis ini memang lihai dan kepandaiannya malah lebih tinggi dari Kwa Cun Ek. maka cegahannya berhasil.

   Kwa Cun Ek menoleh kepada anaknya.

   "Siok Lan, hayo lekas bilang, siapa monyet itu? Siapa pula gadis yang serupa benar denganmu itu?"

   Ia menuding Ek Kok dan Lan Lan.

   Kini giliran Lin Lin yang kebingungan. Bagaimana ia harus menjawab? Ia terpaksa menjawab, maka ia berkata perlahan.

   "Ayah. dia ini adalah saudara kembarku, namanya Lan Lan.........."

   Seketika pucat pandang mata Kwa Cun Ek. Ia meramkan mata karena tanah yang diinjaknya terputar putar dan cuaca menjadi gelap sekali. Akan tetapi sambil berpegang pada lengan Lin Lin yang halus dan kuat sekali, ia menguatkan diri dan masih dapat bertanya lagi.

   "Dan kau......... kau tentu bukan Siok Lan...... kau siapakah........."

   Dengan suara terisak saking kasihan melihat ayah angkatnya ini Lin Lin menjawab juga.

   "Aku......... aku sebenarnya bernama Lin Lin........."

   Kwa Cun Ek mengeluarkan teriakan ngeri dan ia roboh pingsan. Baiknya Lin Lin berada di situ maka gadis ini cepat dapat memeluk tubuhnya. Dunia serasa remuk bagi Kwa Cun Ek. Terbuka sekarang matanya bahwa Siok Lan betul-betul telah tewas dan bahwa selama ini gadis yang disangkanya Siok Lan adalah seorang gadis asing yang bernama Lin Lin.

   Lin Lin memanggil-manggil.

   "Ayah........ ayah.........!"

   Dan menangis tersedu-sedu. Lan Lan memeluk adiknya dan ikut menangis, ikut pula memanggil "Ayah......... ayah.........!"

   Kepada Kwa Cun Ek, Apa yang dirasakan dan diderita oleh adiknya ini otomatis terasa pula olehnya.

   Ek Kok membanting-banting kakinya.

   "Kalian ini apa sudah gila semua? Aku ayahmu. Hayo pergi dari sini tinggalkan orang gila itu!"

   Akan tetapi tiba-tiba Lin Lin berdiri setelah membiarkan kepala Kwa Cun Ek ditahan oleh kedua lengan Lan Lan.

   "Siapapun adanya kau, ayahku betul atau bukan, kau tidak bisa melarang aku merawat orang ini. Biarpun dia ini hanya ayah angkat, akan tetapi aku sudah suka kepadanya dan menganggapnya (Lanjut ke Jilid 32)

   Cheng Hoa Kiam (Cerita Lepas)

   Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 32

   sebagai ayah sendiri!"

   Lan Lan melihat kenekatan adiknya, lalu berkata kepada ayahnya.

   "Ayah, harap kau suka memaklumi perasaan Lin Lin. Orang ini memang perlu dirawat. Kalau ayah hendak ke Ban-mo-to, pergilah dulu bersama suheng. Biar kelak aku dan Lin Lin menyusul kalau sudah selesai merawat orang ini."

   Kui Sek merasa kecewa sekali.

   "Biar aku mengawani dua sumoiku di sini, akupun bisa merawat orang........."

   Ek Kok tampar kepalanya sampai topi di kepala Kui Sek jatuh.

   "Kau mau ikut-ikut gila?"

   "Tidak.......... tidak......... suhu........."

   Kata Kui Sek ketakutan dan buru-buru mengambil topinya, dipakai lagi lalu berkata.

   "Mau pergi sekarang, suhu? Teecu siap mengantar suhu!"

   Benar lucu sikap murid yang ketakutan ini.

   "Tidak bisa!"

   Ek Kok berkeras.

   "Kalian anak-anakku harus menurut kehendak orang yang menjadi ayahmu!"

   "Tidak!"

   Suara Lin Lin mengandung isak.

   "Aku akan merawat dia ini lebih dulu, urusan lain boleh diurus belakangan!"

   Lan Lan yang melihat suasana mengeras, lalu menaruh tubuh Kwa Cun Ek di atas tanah, kemudian ia berdiri di samping Lin Lin, mengangkat dada mengepal kedua tangan seperti adiknya itu, pipinya kemerahan matanya bersinar- sinar, persis sikap Lin Lin pula! Katanya nyaring.

   "Ayah. kalau kau memaksa, kau akan berhadapan dengan kami yang marah- marah!"

   Ek Kok mengeluarkan suara ketawa aneh, menyeringai lalu berkata.

   "Masa bodoh, bocah-bocah kepala batu. Biar aku pergi ke Ban-mo-to, melaporkan semua ini. Agaknya Thai-houw sendiri yang harus turun tangan."

   Setelah berkata demikian, ia menggelundung pergi, diikuti oleh Kui Sek.

   Pemuda ini agaknya tidak rela hatinya meninggalkan dua orang gadis yang sama cantiknya, sama manisnya dan sama-sama menarik hatinya itu. Ia berlari sambil menoleh beberapa kali sampai kakinya tersandung dan ia jatuh tertelungkup dan perutnya yang gendut itu berdebuk menubruk batu! Akhirnya ia merangkak bangun, menoleh sekali lagi dan berlari hilang di sebuah tikungan.

   Lin Lin memondong tubuh Kwa Cun Ek.

   "Lan Lan, hayo bantu aku menurunkan dia. Kita harus merawatnya baik-baik, kasihan sekali dia"

   Dibantu oleh Lan Lan, Lin Lin lalu membawa ayah angkatnya itu kembali ke dalam gua. Dua orang gadis ini dengan telaten dan teliti merawat Kwa Cun Ek, akan tetapi orang gagah itu masih tetap pingsan dan kadang-kadang tubuhnya panas sekali, terserang demam hebat. Lin Lin dan Lan Lan gelisah sekali. Pada saat menjaga orang tua itu kalau Kwa Cun Ek sudah dapat tidur dengan kepala dikompres air dingin, Lin Lin lalu menceritakan pertemuannya dengan Kwa Cun Ek yang menganggap dia itu puterinya bernama Kwa Siok Lan yang telah meninggal dunia.

   "Kasihan dia........."

   Kata Lan Lan.

   "Memang patut ditolong........."

   Akan tetapi keadaan Kwa Cun Ek tidak menjadi lebih baik. Setelah kakek ini siuman kembali, ternyata pikirannya sudah jernih dan ia sudah teringat akan segala hal. Dengan air mata berlinang-linang ia memegang tangan Lin Lin dan Lan Lan.

   "Kiranya Thian masih menaruh kasihan kepada aku orang malang sehingga di dunia ini ada kalian dua orang gadis kembar yang begini baik kepadaku. Anak-anak, kalian benar-benar serupa dengan mendiang Siok Lan, anakku. Dan kalian begini baik, merawatku seperti ayah sendiri........."

   Tak terasa Kwa Cun Ek terisak menangis saking terharunya.

   Lin Lin dan Lan Lan ikut menumpahkan air mata. Lin Lin mengeringkan air mata di pipi Kwa Cun Ek sambil berkata.

   "Ayah. biarpun kau sekarang tahu bahwa aku bukan Siok Lan, akan Leiapi aku tetap menganggapmu sebagai ayah. Kau jangan berduka, di sini ada aku dan Lan Lan yang akan merawatmu sampai sembuh".

   Kwa Cun Ek tersenyum pahit.

   "Anak-anak baik, aku berhutang budi kepada kalian, terutama kepada Lin Lin. Kalau dalam hidup sekarang aku tidak mampu membalas, biarlah di dalam penjelmaan lain aku menjelma menjadi kuda atau anjing untuk melayanimu.........".

   "Ayah, jangan kau bilang begitu........."

   Kata Lin Lin pilu.

   "Ayah, janganlah berduka........."

   Kata Lan Lan.

   Mendengar Lan Lan juga menyebut ayah kepadanya, Kwa Cun Ek memegang tangan kedua gadis itu, dibawa ke depan mukanya dan dipakai menutupi matanya. Namun dari celah-celah jari tangan, kedua orang gadis itu, mengalir air mata yang panas.

   Akan tetapi, betapapun pandai manusia berusaha, tetap saja keputusan terakhir berada dalam tangan Tuhan. Hantaman batin yang amat hebat telah membuat Kwa Cun Ek yang kuat itu menyerah. Jantungnya terguncang hebat dan keadaannya makin hari makin payah. Akan tetapi, biarpun keadaan tubuhnya menderita makin payah, keadaan hatinya selalu penuh kegembiraan, penuh terima kasih kepada Lin Lin dan Lan Lan, dua orang yang tiada bedanya seperti dua orang anak kandungnya sendiri!

   Malah sering kali orang tua ini berpikir bahwa andaikata anaknya sendiri, Siok Lan, masih hidup, belum tentu akan begitu setia dan berbakti kepadanya seperti yang diperlihatkan dua orang gadis kembar ini. Hal ini sebetulnya tidak aneh kalau diingat bahwa Lin Lin memang tadinya menganggap dia sebagai pengganti orang tua.

   Dengan singkat Kwa Cun Ek menuturkan pengalaman dan riwayatnya kepada dua orang gadis itu, tentang Siok Lan dan tentang Tung-hai Sian-li. Akhirnya ia berkata sambil menarik napas panjang.

   "Matipun aku tidak menyesal, aku sudah mendapat anak baru, kalian ini. Hanya satu hal yang membuat hatiku gelisah sekali, membuat aku masih berat meninggalkan dunia ini........."

   "Apakah hal yang mengganggu pikiranmu itu, ayah.......?"

   Tanya Lin Lin terharu.

   "Kalau ada, kami yang akan berusaha membereskannya, ayah,"

   Sambung Lan Lan sepenuh hati, karena ia merasa sependeritaan dengan adik kembarnya. Apa yang diderita oleh adik kembarnya, akan dipikulnya setengahnya, demikianpun kebahagiaan harus dikecap oleh mereka berdua.

   "Tidak lain soal perjodohanmu......... dalam keadaan tidak sadarku karena mengira Lin Lin sebagai anakku Siok Lan, aku memperbarui ikatan perjodohan dengan keponakan Kwee-Sun-Tek"

   "Aah,..........bagaimanapun juga, selama hidupku aku selalu menjaga nama baikku, selalu menjaga janjiku yang lebih kuberatkan dari pada nyawa. Akan tetapi, siapa kira......... menjelang kematianku aku terpaksa menjilat ludah sendiri, terpaksa melanggar janjiku kepada Kwee Sun Tek karena......... tentu saja kau tidak bisa memenuhi janjiku itu, Lin Lin."

   "Jangan kau bilang begitu, ayah. Kalau kau biasa memegang teguh janji, apakah aku juga tidak demikian? Tidak nanti aku akan membikin rendah namamu, ayah. Kalau aku menolak, apa kalung itu akan kuterima kemarin dulu?"

   Kwa Cun Ek menjadi berseri mukanya.

   "Lin Lin.........!"

   "Aku tetap Siok Lan bagimu, ayah,"

   Jawab gadis itu.

   "Tidak, kau Lin Lin, kau anakku yang baru. Ah, terima kasih, Thian Yang Maha Adil. Bagaimana manusia macam aku ini mendapat kurnia begitu besar? Lin Lin, anakku, kau takkan menyesal......... keponakan Kwee Sun Tek adalah seorang pemuda baik, murid Thian Te Cu."

   "Ayah, aku yang sudah mengakui kau sebagai ayah sendiri, bagaimana bisa menolak kehendakmu? Aku percaya bahwa ayah tentu menghendaki kebahagiaanku maka mau menerima ikatan perjodohan itu."

   Akan tetapi, kegirangan hati Kwa Cun Ek itu malah amat buruk bagi kesehatannya. Karena terlampau girang, hatinya berguncang dan ia hanya dapat hidup setengah hari saja lagi. Menjelang senja ia menarik napas terakhir dalam pelukan Lin Lin dan Lan Lan, meninggal dunia sebagai seorang ayah yang beruntung mendapat kasih sayang dua orang anaknya! Inilah agaknya anugerah bagi Kwa Cun Ek yang selama hidupnya menjadi seorang gagah yang berbudi, setelah nasib buruk menimpanya sepanjang masa.

   Setelah menangisi kematian Kwa Cun Ek semalam suntuk, pada keesokan harinya gadis kembar itu lalu mengurus jenazah orang tua itu, kemudian dengan penuh khidmat mengubur jenazah Kwa Cun Ek di atas tebing, di bawah sebatang pohon besar. Sambil berkabung mereka membuatkan batu nisan yang cukup besar, diukirnya huruf-huruf berbunyi,

   "AYAH TERKASIH KWA CUN EK."

   Kemudian mereka meninggalkan Thian-mu-san untuk menyusul Phang Ek Kok ke Ban-mo-to atas desakan Lan Lan. Betapapun juga, Lin Lin terpaksa menurut karena kalau di pikir-pikir, betapapun jeleknya, kalau Phang Ek Kok sudah ditakdirkan menjadi ayahnya, ia harus membaktikan diri kepada ayah itu.

   Berdebar juga hati Kun Hong dan merah sekali mukanya ketika ia diterima oleh Kui-bo Thai houw dan sekalian pengikutnya di Pulau Ban mo to. Teringat pemuda ini akan perbuatannya yang gila-gilaan di pulau itu, perbuatan tak tahu malu yang membuat Eng Lan menjadi marah kepadanya. Ia hampir tidak berani mengangkat mukanya, hampir tak berani bertemu pandang dengan semua gadis yang berada di situ, apa lagi dengan Kui-bo Thai-houw yang menerimanya dengan sikap halus dan ramah.

   "Aku sudah hampir lupa bahwa di dunia ini ada seorang laki-laki seperti kau, tahu-tahu sekarang kau muncul lagi. Apakah kau tidak takut kalau kemarahanku timbul lagi, Kun Hong?"

   Tanya Kui-bo Thai-houw, suaranya halus sekali akan tetapi Kun Hong yang sudah cukup baik mengenalnya maklum bahwa sedikit saja ia salah omong atau salah bersikap, wanita yang halus dan ramah ini bisa berubah keji seperti iblis dan tidak segan-segan menurunkan tangan maut merenggut nyawanya.

   "Tidak, Thai-houw, karena aku datang membawa maksud baik dan hendak memenuhi perintah Thian Te Cu Siansu."

   Kui-bo Thai-houw mengangkat alisnya.

   "Bagaimana kau bisa diperintah Thian Te Cu?"

   "Thian Te Cu Siansu yang menolongku, mengobatiku dengan Im-yang-giok-cu, Setelah aku sembuh, Siansu memerintah padaku untuk mengembalikan batu kemala Im-yang-giok-cu kepadamu. Thai-houw. Juga aku ingin mengembalikan pedang ini disertai pernyataan maafku sebesarnya atas semua ksealahanku yang sudah-sudah."

   Setelah berkata demikian, Kun Hong menyerahkan pedang dan kotak kecil dari Thian Te Cu itu.

   Kui-bo Thai-houw tersenyum dan membuka tutup kotak. Betul saja di dalamnya terdapat kalung Im-yang-giok-cu, akan tetapi juga di sebelah dalam kotak juga terdapat tulisan huruf kecil-kecil berbunyi :

   UNDANGAN THAI KHEK SIAN MENGANDUNG MAKSUD TERSEMBUNYI. DIA BERSEKONGKOL DENGAN BANGSA MONGOL.

   Membaca tulisan Thian Te Cu ini, Kui-bo Thai-houw tertawa.

   "Mengapa takut? Lebih baik mati dari pada dianggap takut oleh seorang manusia macam Thai Khek Sian!"

   Melihat Kun Hong memandang kepadanya dengan heran, Kui-bo Thai-houw dapat menduga bahwa pemuda ini tentu belum tahu akan tulisan di dalam kotak, maka ia bertanya.

   "Kun Hong, gurumu hendak mengadakan pesta pada musim chun, kau tentu membantunya, bukan?"

   Semenjak menginsyafi kesesatan dirinya dan menyadari pula betapa gurunya adalah seorang tokoh Mo-kauw yang jahat, Kun Hong agak segan membicarakan gurunya. Maka jawabnya malas.

   "Kiranya sudah menjadi kewajiban seorang murid untuk menghormat gurunya."

   Kembali Kui-bo Thai houw tertawa-tawa dan pada saat itu dari pintu dalam muncul dua orang gadis. Kun Hong kaget setengah mati melihat dua orang gadis ini, dua orang gadis seperti Siok Lan yang pernah membuat ia mengira bertemu dengan arwah Kwa Siok Lan. Ternyata dua orang gadis kembar yang serupa benar dengan Siok Lan itu telah berada di sini! Ia menekan perasaannya dan diam saja.

   "Eh, kalian masih belum berangkat?"

   Kui-bo Thai houw menegur mereka.

   Seorang di antara dua gadis kembar itu, Lin Lin, menjawab dingin.

   "Kami hendak berpamit dari bibi lebih dulu."

   "Hemmm.........!"' Kui-bo Thai-houw menarik napas panjang, mendongkol akan tetapi ia selanjutnya diam saja melihat empat orang pelayannya, yaitu empat orang nenek kembar yang lucu itu bangkit menghampiri Lan Lan dan Lin Lin yang menjura memberi hormat.

   "Bibi, kami berdua akan berangkat. Mungkin kami takkan kembali ke pulau ini, harap bibi menjaga diri baik-baik."

   Kata Lan Lan.

   "Anak-anak yang baik........."

   "Baik-baiklah menjaga diri......"

   "Turut saja kehendak ayahmu........."

   "Kelak kalau kawin undang kami........."

   Demikian empat orang nenek kembar itu memesan saling sambung.

   "Keluarlah! Keluarlah!"

   Kui-bo Thai-houw membentak marah.

   Pada saat itu, Lin Lin melihat Kun Hong. Kaget sekali dia dan di lain saat ia telah mencabut pedangnya dan melompat ke depan Kun Hong.

   "Kau......... di sini.........? Bagus, masih ada kesempatan bagiku membunuhmu!"

   Pedangnya diangkat hendak menyerang.

   "Tahan.........!!"

   Kui-bo Thai-houw berseru marah sekali.

   "Lin Lin, apa artinya kekurangajaranmu ini?"

   "Thai-houw, dia membunuh cici Kim Li, sahabat baikku!"

   Lin Lin berkata nyaring.

   
Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Kun Hong, betulkah kau membunuh sahabatnya bernama Kim Li?"

   "Tidak. Thai-houw, aku tidak membunuhnya."

   "Masih hendak menyangkal?"

   Lin Lin membentaknya.

   Kun Hong mendongkol. Ia teringat betapa gadis ini hampir saja membuat ia mati terjerumus ke dalam tebing itu, akan tetapi ingat pula bahwa gadis ini yang menolongnya sehingga ia tidak terus terjerumus.

   "Kalau seandainya aku membunuhnya, untuk apa aku menyangkal? Laginya, antara dia dan aku tidak ada permusuhan."

   Kun Hong tiba-tiba menahan mulutnya, teringat betapa ia telah membunuh ayah Kim Li.

   Tiba-tiba Kui-bo Thai-houw tersenyum.

   "Tidak usah ribut ribut. Orang orang gagah tidak perlu bertengkar mulut, untuk apa membawa pedang dan belajar silat? Dari pada bertengkar mulut, lebih baik kalian memutuskan kebenaran masing-masing di ujung pedang. Kun Hong, kau boleh pakai pedangku itu. Hayo keluar dan siapa takut dianggap bersalah!"

   Bukan main kagetnya Kun Hong mendengar omongan beracun ini. Ia hendak membantah, akan tetapi gadis itu, Lin Lin yang matanya seperti......... tiba-tiba Kun Hong teringat sesuatu yang membuatnya berdebar. Mata gadis ini seperti mata Tung-hai Sian li! Tak salah lagi. Pernah Tunghai Sian-li memandang kepadanya seperti itu, penuh kebencian, kemudian pernah pula memandang penuh kekaguman ketika ia melepaskan Tung-hai Sian-li dari tahanan.

   "Siok Lan puteri Tung-hai Sian-li", kata Eng Lan. Gadis ini rupanya persis Siok Lan dan matanya seperti Tung-hai Sian-li. Apakah ini bukan berarti bahwa bocah kembar ini puteri Tung-hai Sian-li?

   Terpaksa Kun Hong mengikuti keluar pula dan anehnya, dengan wajah berseri Kui-bo Thai-houw juga bertindak keluar di belakangnya, kemudian wanita ini berbisik.

   "Dia lihai akan tetapi aku percaya kau akan menang. Lebih baik kau bunuh mati gadis berbahaya itu........."

   Bisikan ini membuka mata Kun Hong dan tahulah ia bahwa kehadiran dua orang gadis kembar itu di Ban-mo-to, bahkan di dunia ini, tidak dikehendaki oleh Kui-bo Thai-houw. Tentu ada apa-apanya ini. Kenapa Kui-bo Thai-houw. kalau memang tidak suka kepada mereka, tidak turun tangan membunuh mereka sendiri? Kenapa seakan-akan hendak meminjam tangannya melenyapkan dua gadis kembar itu? Diam-diam Kun Hong mengertak gigi.

   "Tidak, pikirnya. Dulu aku pernah menjadi kaki tanganmu, menurut saja kausuruh menyerang orang. Sekarang tidak lagi!"

   Ia sudah berhadapan dengan Lin Lin yang memegang pedangnya. Sikap gadis ini gagah sekali dan pasangan kuda-kudanya juga membayangkan kemahiran ilmu silatnya.

   "Kau sudah mendengar kata-kata Thai-houw tadi? Nah, majulah biar aku membalaskan dendam enci Kim Li!"

   Kata Lin Lin tersenyum mengejek.

   Akan tetapi Kun Hong belum mencabut pedang yang tadi dikembalikan oleh Kui-bo Thai-houw kepadanya.

   "Nona, aku tidak ingin bertempur denganmu. Di antara kita tidak ada permusuhan sesuatu, adapun tentang Kim Li............sungguh mati aku tidak membunuhnya. Dia menyerangku memang, aku hanya mengelak dan dia terjerumus ke dalam tebing itu karena penyerangannya sendiri, mungkin karena terlalu bernafsu. Aku tidak membunuhnya!"

   "Bohong! Siapa percaya omongan seorang yang dengan kebohongannya telah merusak keluarga serumah!"

   Kun Hong mengerti bahwa yang dimaksud oleh gadis ini tentulah kebohongannya terhadap Kwee Sun Tek sehingga menimbulkan geger dalam rumah tangga Kwa Cun Ek. Eng Lan kekasihnya juga marah marah bukan main karena perbuatannya yang tak bertanggung jawab itu.

   Ia menarik napas panjang.

   "Memang dulu aku banyak melakukan kebodohan. Akan tetapi apakah orang yang sesat, jalan tidak boleh mencari jalan benar lagi?"

   Kata-katanya ini diucapkan agak keras karena ia merasa terdesak terus kalau orang menggali lagi perbuatan-perbuatannya yang dulu.

   "He, Kun Hong, kenapa kau banyak alasan? Apakah kau takut kepada Lin Lin?"

   Tiba-tiba Kui-bo Thai-houw berseru mengejeknya.

   "Thai houw, kenapa kau hendak memaksaku bertempur dengan nona ini? Siapakah dia ini?"

   Tanya Kun Hong penasaran. Ketika untuk pertama kali bertemu dengan gadis itu, ia hanya tahu gadis yang seperti Siok Lan ini berada di dalam gua di lereng Thian-mu-san dan setahunya gadis ini bersama Kwa Cun Ek, Apakah Kwa Cun Ek punya lain puteri, anak kembar ini yang menjadi adik Siok Lan.?

   Kui-bo Thai-houw.tersenyum, lalu menuding ke samping di mana Phang Ek Kok berdiri dekat empat orang nenek kembar, adik-adiknya.

   "Lan Lan dan Lin Lin adalah anak kembar Phang Ek Kok ini, keponakan dari pelayan-pelayan si empat kembar."

   Kun Hong makin terheran.

   "Akan tetapi....... aku melihat dia bersama Kwa Cun Ek lo-enghiong......... di Thian-mu-san.........."

   Lin Lin menghampirinya dan membentak.

   "Sudahlah jangan banyak bicara. Kau berani kepadaku atau tidak?"

   Betapapun juga, Kun Hong adalah seorang laki-laki. Ia bisa mengalah karena memang ia mengambil keputusan untuk merobah wataknya yang dahulu, ia bisa bersabar, akan tetapi tentu saja ia tidak mau disebut takut kepada gadis ini..

   "Kenapa aku mesti takut? Aku tidak bersalah apa-apa kepadamu,"

   Jawabnya.

   "Bagus, kalau begiltu cabut pedangmu!"

   Terpaksa Kun Hong mencabut pedangnya, pedang Kui-bo Thaihouw. Baru saja ia menghunus pedang. Lin Lin sudah maju menerjangnya dengan hebat sambil berseru.

   "Lihat pedang!"

   Apa boleh buat, tidak ada lain jalan bagi Kun Hong untuk menghadapi gadis ini selain melawan. Kalau ia tidak mau melawan berarti ia akan kehilangan muka, berarti ia dianggap takut dan pengecut. Kalau ia melawan, ia teringat akan bisikan Kui-bo Thai houw dan bergidik. Siluman itu hendak meminjam tangannya membunuh Lin Lin, ada apakah? Ia harus menyelidiki hal ini. Tentu ada apa apa yang tidak beres. Pula ia masih heran dan tidak mengerti bagaimana Lin Lin dan saudara kembarnya Lan Lan itu kini menjadi anak dari laki-laki aneh buruk Phang Ek Kok yang menjadi kakak si kembar empat? Alangkah ganjilnya! Pula tidak pantas kalau mereka ini menjadi anak Ek Kok. Lebih tepat menjadi anak Kwa Cun Ek. apa lagi kalau dilihat mereka berdua ini serupa benar dengan Siok Lan dan mata Lin Lin persis mata Tung-hai Sian-li.

   Akan tetapi Kun Hong tidak dapat melamun lebih jauh. Pedang di tangan Lin Lin benar luar biasa hebatnya, menyerangnya dengan kecepatan kilat dan dengan tenaga lweekang yang hebat pula. Sebelum bertanding tadipun ia sudah maklum akan kelihaian Lin Lin, gadis yang melepas paku dan kemudian menolongnya dari bahaya terjerumus. Kini melihat ilmu pedangnya, ia terkejut dan heran. Ternyata gadis ini malah melampaui dugaannya, kiam-hoat (ilmu pedang) yang dimainkan itu benar-benar ilmu pedang kelas tinggi.

   Setelah bertempur limapuluh jurus ia mengeluarkan seruan tertahan. Ilmu pedang gadis ini gerakan-gerakannya serupa benar dengan ilmu silat ayah angkatnya, Kam Ceng Swi! Inilah ilmu silat Kun lun-pai, tak salah lagi. Akan tetapi jauh lebih tinggi dan lihai dari pada yang pernah ia hadapi!

   Kun Hong mendapat kenyataan bahwa gadis ini benar-benar lihai sekali, baik dalam ilmu silat pedang maupun tenaga lweekang dan ilmu gin-kang, agaknya tidak kalah jauh olehnya! Hal ini menggembirakan hatinya dan menimbulkan hasratnya untuk mencoba dan mengukur sampai di mana kelihaian Lin Lin. Ia lalu bersilat dengan hati-hati, mengeluarkan kepandaiannya mainkan ilmu pedang luar biasa yang ia warisi dari Thai Khek Sian dan yang sudah diperlengkap lagi dengan ilmu yang ia pelajari dari Kui-bo Thai houw. Tubuhnya lenyap ketika ia berkelebat. Ujung pedangnya menjadi ratusan dan sinarnya panjang dan kuat melayang-layang ke sana ke mari bargaikan kilat menyambar-nyambar.

   Lin Lin adalah murid Liong Tosu yaitu kakek aneh di Kun-lun-pai yang mengasingkan diri di Bukit Kun-lun, tidak mencampuri urusan Kun-lun-pai akan tetapi ia sebetulnya memiliki ilmu silat Kun-lun-pai yang aseli dan yang paling tinggi di antara semua tokoh Kun-lun. Gadis ini sudah menuruni kepandaian Liong Tosu dan selama ini ia belum pernah menemui tandingan yang selihai Kun Hong. Ia terkejut sekali menghadapi ilmu pedang yang hebat dari Kun Hong. Bukan main memang ilmu pedang ini, selain cepat dan kuat, juga di dalamnya mengandung tipu-tipu yang amat curang berbahaya, mengandung hawa pukulan beracun yang sukar dilawan.

   Namun Lin Lin tidak mau mengalah begitu saja. Ia mengerahkan tenaga dan memusatkan seluruh perhatiannya dalam ilmu pedangnya sehingga biarpun ia merasa desakan-desakan hebat yang sukar dilawan, namun bagi Kun Hong juga tidak mudah untuk mencapai kemenangan dalam waktu singkat.

   Pertandingan berlangsung amat serunya sampai seratus jurus lebih. Amat seru dan ramai sehingga Ek Kok dan empat orang adiknya berkali-kali mengeluarkan seruan memuji dan kaget. Apa lagi mereka ini dan para pelayan, bahkan Kui-bo Thai-houw sendiri diam-diam merasa kagum dan harus ia akui di dalam hatinya bahwa dia sendiripun kiranya tidak akan mudah saja mengalahkan Lin Lin, apa lagi mengalahkan Kun Hong!

   Lan Lan yang sejak kecilnya hanya mendapat pendidikan ilmu silat dari Ek Kok, biarpun bagi para ahli silat kebanyakan saja ia sudah merupakan seorang gadis lihai sekali, kini berdiri bengong. Tak disangkanya sama sekali bahwa pemuda itu demikian hebat ilmu silatnya. Lebih kagum lagi ia melihat adiknya, Lin Lin. Benar dia sudah tahu bahwa adiknya ini memiliki kepandaian silat yang jauh lebih tinggi dari pada kepandaiannya sendiri, akan tetapi belum pernah ia menyaksikannya dan baru sekarang ia mendapat bukti bahwa ilmu kepandaian adiknya benar-benar hebat, tidak saja jauh lebih tinggi tingkatnya dari pada kepandaiannya sendiri, malah juga lebih lihai dari pada ayahnya atau keempat orang bibinya!

   Akan tetapi bagi Lin Lin sendiri setelah pertempuran berlangsung seratus jurus lebih, tahulah gadis ilni bahwa betapapun juga, pemuda yang dilawannya ini luar biasa lihainya. Ia tahu bahwa Kun Hong banyak mengalah dan pertempuran itu dilakukan Kun Hong hanya untuk menguji kepandaiannya. Terasa olehnya betapa sering kali pemuda itu mengurangi lagi desakannya pada saat sudah dapat menindihnya dan ia tahu bahwa kalau pemuda itu menghendaki, ia sudah dapat dirobohkan.

   "Nona, kau seorang ahli Kun-lun-pai, kenapa tidak mau melepaskan aku? Ayah angkatku Seng-goat-pian Kam Ceng Swi juga seorang tokoh Kun-Iun, bahkan Liong Tosu pernah menolong nyawaku. Apakah kau sebaliknya kepingin sekali menjadi pencabut nyawaku?"

   Setelah mengeluarkan kata-kata ini, Kun Hong melompat mundur dan melemparkan pedang kepada Kui-bo Thai-houw sambil berkata.

   "Thai-houw, aku tidak bisa menangkan nona ini dan terpaksa aku tidak bisa lama-lama tinggal di Ban-mo-to. Selamat tinggal........ atau sampai berjumpa di Pek-go-to kelak!"

   Kun Hong melempar senyum mengejek lalu melarikan diri ke pantai. Lin Lin berdiri dengan napas agak memburu. Ia tadi telah mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaian untuk menghadapi pemuda itu.

   "Dia lihai........."

   Katanya perlahan sambil menatap wajah Kui-bo Thai-houw dengan tajam. Dari empat bibinya ia sudah mendengar bahwa pemuda itu pernah menjadi anak angkat Thai-houw, malah menjadi kekasihnya. Mengapa Thai-houw yang tentu sudah maklum akan kelihaian pemuda itu tadi seperti sengaja hendak mengadukan pemuda itu padanya? "Hemm, agaknya wanita ini hendak melihat sampai di mana kepandaianku", pikir Lin Lin. Makin benci dan tak suka ia kepada Kui-bo Thai-houw.

   ''Lan Lan, mari kita pergi,"

   Katanya singkat lupa mengajak ayahnya. Memang, biarpun sudah percaya bahwa Ek Kok adalah ayah kandungnya, akan tetapi di dalam hatinya Lin Lin tidak mempunyai rasa suka kepada ayahnya ini. Kalau di dekat ayahnya ini tidak ada Lan Lan, kiranya ia akan meninggalkan Ek Kok.

   Lan Lan dan Phang Ek Kok cepat-cepat mengikuti Lin Lin yang berjalan cepat sekali ke pantai. Lan Lan tidak mengerti mengapa adiknya berlari begini cepat seperti orang marah. Ia mengejar dan Ek Kok juga "menggelundung"

   Ke depan sambil berteriak teriak.

   "Lin-ji..........anakku......... tunggu.........!"

   Mereka mendapatkan Lin Lin sudah berdiri di tepi pantai, termenung dengan wajah pucat. Lan Lan segera merangkulnya.

   "Adikku, kau kenapa?"

   Beberapa lama Lin Lin tidak menjawab. Lan Lan mencium pipi adiknya penuh kasih sayang. Adikku manis, kau marah. Kenapakah? Katakan kepadaku agar hatiku tidak gelisah."

   Melihat sikap saudaranya ini, luluh hati Lin Lin.

   "Aku......... aku benci kepada Kui-bo Thai-houw, aku benci kepada......... empat orang bibi dan aku amat benci kepada Ban-mo-to!"

   Lan Lan mengerling kepada ayahnya, lalu mengangguk-angguk.

   "Akupun tidak suka ke pada mereka, Lin Lin."

   Mendengar kata-kata ini, Lin Lin kelihatan senang sekali dan merangkul cicinya.

   Ek Kok mengeluarkan suara ketawa aneh.

   "Heh-heh-heh. anak-anakku yang lucu, anak-anakku yang aneh. Kalian tidak suka kepada Kui-bo Thai-houw? Betul sekali! Apa kalian kira akupun suka kepada........."

   Ia celingukan ke sana ke mari seperti orang ketakutan, kemudian melanjutkan "......... kepada siluman itu? Tidak, akupun benci kepadanya! Akan tetapi empat orang bibimu itu.........ah, kasihan mereka. Adik-adikku yang bernasib malang.........!"

   "Bibi membantu Kui-bo Thai-houw. Inilah yang membikin aku tidak suka kepada mereka."

   Kata Lan Lan.

   "Juga sikap bibi menjemukan!"

   Kata Lin Lin terus terang.

   "Ayah, terus terang saja, aku tidak senang dengan tugas yang telah ayah terima dan sanggupi dari Kui-bo Thai-houw!"

   Ek Kok menarik napas panjang dan baru kali ini Lan Lan melihat ayahnya bersedih. Lan Lan semenjak kecil sudah selalu dekat dengan ayahnya, tidak seperti Lin Lin, maka ada perasaan kasih sayang dan bakti dalam hati gadis ini terhadap Phang Ek Kok. Melihat ayahnya berduka, ia segera memegang lengan ayahnya.

   "Adik Lin. betapapun juga, empat orang bibi itu adalah adik-adik ayah sendiri."

   Tegurnya kepada Lin Lin untuk membela ayahnya.

   "Anak-anakku yang baik. bocah-bocah yang manis. Mari......... mari kita duduk dan kalian dengarkan ceritaku. Jangan kalian kira akupun suka melihat bibi-bibimu menjadi pelayan dan kaki tangan Kui-bo Thai-houw. Dengarlah."

   Lin Lin dan Lan Lan tertarik. Lebih-lebih Lin Lin yang selalu merasa tidak puas ketika mendapat kenyataan bahwa ayahnya adalah Phang Ek Kok. Ia merasa amat rindu kepada ibunya yang katanya sudah meninggal dunia semenjak dia dan Lan Lan lahir.

   "Kami berlima, aku dan empat orang bibimu, dahulu hidup bahagia di Pegunungan Hek-li-san, menjadi tuan dari daerah sendiri, disegani dan di-hormat oleh semua penduduk, hidup tidak kekurangan. Pada suatu hari muncullah Thai-houw dan melihat empat orang adikku, dia tertarik dan memaksa mereka menjadi pelayan-pelayannya. Adik-adikku itu adalah anak-anak yang baik dan jujur sekali. Mereka memandang rendah kepada Thai-houw, demikianpun aku. Kami berjanji bahwa jika Thai-houw mampu mengalahkan kami berlima, empat orang adikku dan aku akan menurut segala perintahnya. Siapa kira........."

   Sampai di sini Ek Kok menarik napas panjang lagi.

   "siapa tahu wanita itu lihai bukan main. Jangankan baru aku dan empat orang bibimu, biar ditambah lima orang lagi belum tentu bisa menangkan dia! Kami dikalahkan dan demikianlah, empat orang bibimu itu ia bawa, menjadi pelayan-pelayan terkasih sampai sekarang. Aku hanya bisa menengok saja setiap satu dua tahun sekali. Semenjak itu hidupku menjadi sunyi tiada kawan".

   "Ayah mengapa bicara begitu aneh? Bukankah ada enci Lan Lan dan ibu kami selama itu sebelum ibu meninggal?"

   Tiba-tiba Lin Lin bertanya sambil memandang tajam.

   Ek Kok kelihatan terkejut dan gugup.

   "Betul katamu, akan tetapi hanya untuk beberapa lama saja. Ibu kalian meninggal dunia, meninggalkan kalian yang masih kecil-kecil dan......... kemudian Lin Lin ada yang menculik. Ah, memang aku Phang Ek Kok selalu dirundung malang"

   "Ayah, kau selalu menolak untuk memberitahukan nama ibu. Sekarang ada adik Lin Lin. ayah beritahulah nama ibu dan bagaimana riwayat pertemuan antara ibu dan ayah. Ibu orang mana dan siapakah keluarga ibu?"

   Tanya Lan Lan. Dahulu ia tidak berani bertanya begini karena selalu mendapat marah, akan tetapi dengan adanya Lin Lin di sebelahnya, ia berani juga.

   Ek Kok mengerutkan kening, akan tetapi Lin Lin cepat menyambung permintaan encinya sebelum ayahnya menolak.

   "Bagaimana ayah bisa menolak pertanyaan yang sudah semestinya ini? Akupun ingin sekali mendengar. Coba ayah ceritakan."

   Di dalam suara Lin Lin terkandung pengaruh yang tak dapat ditolak lagi, maka setelah menelan ludah beberapa kali, Ek Kok berkata.

   "Ibumu adalah seorang wanita kang-ouw yang yatim piatu hidup seorang diri tiada sanak tiada kadang, juga tiada tempat tinggal. Namanya Souw Bwee, bertemu dengan aku ketika ia dirampok di sebuah hutan dan aku membantunya mengusir para perampok. Kami berkenalan lalu menikah. Begitulah........."

   Lan Lan dan Lin Lin diam saja, agaknya terharu, sungguhpun di dalam dada Lin Lin timbul ketidakpuasan mendengar riwayat yang dianggapnya kering tidak menarik itu.

   "Souw Bwee........."

   Ulangnya perlahan menyebut nama ibunya, penuh keraguan.

   "Sepeninggal ibu kalian."

   Ek Kok melanjutkan.

   "aku menjadi makin kesunyian. Hanya empat orang adikku yang masih ada, akan tetapi mereka menjadi pelayan pelayan Thai-houw. Celakanya, mereka sudah kerasan tinggal di Ban-mo-to, sudah senang menjadi pelayan-pelayan Thai-houw. Karena itulah, biarpun dalam hatiku aku tak senang kepada Thai-houw, mengingat keadaan adik-adikku, terpaksa aku harus memenuhi semua kehendak dan perintah Thai-houw."

   Lin Lin mengerutkan alisnya yang hitam.

   "Tugas yang sekarang harus kita lakukan ini, ayah, sebenarnya amat berat bagiku untuk membantu. Biarpun aku belum pernah bertemu dengan Tung-hai Sian-li, akan tetapi aku pernah mendengar tentang dia."

   "Betul, ayah. Kwa Cun Ek lo-enghiong dengan singkat pernah bercerita kepada aku dan adik Lin tentang isterinya yang bernama Tung-hai Sian-li. Isterinya itu marah-marah kepadanya dan meninggalkannya ketika anaknya masih kecil, membuat hidup lo enghiong itu selalu merana,"

   Kata Lan Lan.

   "Benar, ayah. Perasaanku terhadap orang tua itu adalah seperti terhadap ayahku sendiri, karenanya, bagaimana aku bisa membantu tugasmu untuk membunuh Tung-hai Sian-li yang menjadi isterinya?"

   Kata pula Lin Lin.

   Phang Ek Kok menarik napas panjang.

   "Kau keliru, Lin Lin. Justeru karena perasaanmu yang demikian berbakti terhadap Kwa Cun Ek seharusnya malah menjadi pendorong padamu untuk memusuhi Tung-hai Sian-li. Wanita itu kejam dan wataknya jahat. Dia meninggalkan anaknya yang masih kecil, meninggalkan suaminya sampai Kwa Cun Ek menjadi seperti orang gila. Memang itu semua bukan urusanku, akan tetapi kalau aku teringat betapa dia pernah menghina empat orang adik-adikku, aku tidak keberatan melakukan tugas ini. Tentu saja aku mengharapkan bantuanmu, Lin Lin, karena Tung-hai Sian-Ii bukanlah orang lemah."

   "Penghinaan apakah yang dilakukan oleh Tung-hai Sian-li kepada bibi?"

   Tanya Lin Lin. Juga Lan Lan ingin sekali tahu karena belum pernah ayahnya menceritakan hal ini kepadanya.

   "Perempuan tak tahu malu itu telah menghalangi perkawinan empat orang bibimu dan merampas pengantin laki-laki."

   Kata Ek Kok.

   "Empat orang laki-laki diculiknya?"

   Lin Lin bertanya kaget, sama sekali tidak menyangka bahwa Kwa Cun Ek yang ia anggap sebagai ayahnya itu mempunyai isteri demikian jahat dan tak tahu malu.

   Ek Kok hanya mengangguk-angguk. Terpaksa aku harus membohonginya, pikirnya. Ia tidak ingin anaknya ini mengetahui hal sebenarnya. Dia sendiri tidak menyetujui perbuatan empat orang adiknya, apa lagi Lin Lin dan Lan Lan. Sebetulnya, memang Tung-hai Sian-li telah menggagalkan pernikahan empat orang adiknya, akan tetapi sama sekali bukan, karena Tung-hai Sian-li hendak merampas pengantin-pengantin laki-laki itu, melainkan untuk membebaskan mereka karena mereka itu dipaksa oleh empat orang adik kembarnya. Empat orang pemuda ganteng itu dipaksa supaya menjadi suami mereka. Tung-hai Sian-li mengetahui hal ini lalu turun tangan membebaskan mereka.

   "Karena itulah, maka aku menerima tugas dari Thai-houw. Thai-houw amat mencinta empat orang bibimu, maka Thai-houw yang memerintah kita untuk membalaskan dendam dan membunuh Tung-hai Sian-li. Suhengmu Kui Sek orangnya kasar, berani menyatakan keberatan sehingga aku terpaksa menyuruhnya pulang agar tidak menimbulkan onar. Menurut Thai-houw. Tung-hai Sian-li berada di Lembah Yang ce sebelah timur, kita mencari ke sana. Lin Lin, aku mengandalkan bantuanmu untuk menangkan wanita ganas yang lihai itu."

   Lin Lin menundukkan mukanya, penuh keraguan. Kalau memang Tung-hai Sian-li demikian jahat tak tahu malu, biarpun dia isteri Kwa Cun Ek. terpaksa dia harus menentangnya.

   Maka berangkatlah tiga orang ini menuju ke Yang ce-kiang. Diam-diam Ek Kok khawatir sekali. Orang ini mempunya tabiat aneh, tidak perdulian dan tidak mau pusingkan apakah perbuatan-perbuatannya benar atau salah. Hanya satu hal yang bagi dia penting, yaitu kasih sayangnya kepada empat orang adik kembarnya. Demi keselamatan dan kesenangan empat orang adiknya, ia mau melakukan apa saja, mau berkorban apa saja. Ek Kok maklum bahwa tugas mencari dan membunuh Tung hai Sian-li yang diberikan oleh Kui-bo Thai-houw itu sama sekali bukan hanya karena empat orang adiknya menaruh dendam kepada Tung-hai Sian-li, melainkan terutama sekali karena hal lain yang menyangkut diri Kui-bo Thai-houw sendiri.

   Dia sendiri tidak begitu jelas mengapa Kui-bo Thai-houw kelihatan amal membenci Tung-hai Sian-li. Empat orang adik kembarnya juga tidak tahu jelas, hanya menduga bahwa di antara Kui-bo Thai-houw dan Tung-hai Sian-li agaknya pernah terjadi persaingan dalam menghadapi seorang pria! Ek Kok tunduk akan perintah Kui-bo Thai-houw dan mengajak dua orang puterinya untuk mencari dan membunuh Tung-hai Sian li hanya karena ingin menjaga keselamatan empat orang adiknya yang berada di tangan ratu Pulau Ban-mo-to itu.

   Kita tinggalkan dulu Phang Ek Kok dan dua orang puteri kembarnya untuk menengok ke lembah Sungai Yang-ce-kiang, tempat di mana Tung-hai Sian li berada ketika dahulu ia bertemu dengan Wi Liong dan Lam-san Sian ong, tempat peristirahatan wanita itu yang merasa berduka karena hilangnya puterinya, Kwa Siok Lan.

   Orang akan merasa kaget melihat Tung-hai Sian-li akhir-akhir ini. Mukanya yang biasanya nampak berseri segar, sekarang menjadi layu dan selalu muram dibayangi kesedihan hebat. Sering kali terdengar ia batuk-batuk dan muntahkan darah. Tung hai Sian-li, wanita perkasa yang di waktu mudanya membikin geger dunia persilatan karena sepak terjangnya yang gagah, kini karena kedukaan dan tekanan batin yang menderita, mulai digeragoti penyakit jantung.

   Makin lama ia menjadi makin lemah dan setiap hari ia hanya duduk di dalam gua di pinggir sungai, setengah bersamadhi atau duduk merenung menatap permukaan air Sungai Yangce-kiang seperti orang kehilangan ingatan.

   Pada suatu pagi seorang pemuda berjalan cepat sekali menuju ke tempat itu, pandang matanya mencari-cari dan akhirnya ia dapat menemukan Tung-hai Sianli yang bersila di dalam gua. Untuk sejenak pemuda ini nampak tercengang, kemudian wajahnya membayangkan keharuan besar dan serta-merta ia menjatuhkan diri berlutut di depan Tung-hai Sianli.

   "Sian-li yang mulia, teecu Thio Wi Liong datang menghadap."

   Kata pemuda itu yang bukan lain adalah Wi Liong. Pemuda ini setelah mengalami pahit getir dalam mencari kekasihnya, Siok Lan, akhirnya teringat kembali kepada Tung-hai Sianli dan datang untuk mengabarkan tentang kematian Siok Lan. Akan tetapi, alangkah kagetnya ketika ia melihat keadaan Tung-hai Sianli. Sekali pandang saja tahulah Wi Liong bahwa wanita ini menderita hebat sekali, mukanya yang pucat kehijauan membayangkan luka dalam dada yang berbahaya.

   Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Mendengar suara Wi Liong, Tung-hai Sian-li membuka kedua matanya, untuk sedetik mata itu bercahaya penuh harapan ketika mulutnya mengajukan pertanyaan lemah.

   "Wi Liong, apa kau sudah menemukan Lan ji?"

   Wi Liong merasa seperti tertikam ulu hatinya mendengar pertanyaan ini. Wajahnya pucat dan dengan lemah ia berkata.

   "Siok Lan sudah....... sudah meninggal dunia........."

   Tung-hai Sian-li adalah seorang wanita kuat lahir batin. Akan tetapi pada saat itu ia sedang menderita sakit dan berita ini benar-benar mendatangkan pukulan yang tak dapat ia tahan lagi. Ia menggigit bibir meramkan mata, terengah-engah.

   "Sudah kuduga...... sudah kuduga...... anak keras hati....... kau....... kau......."

   Ia mengangkat tangan hendak memukul Wi Liong yang masih berlutut tanpa bergerak, sama sekali tidak mempunyai niat menghindarkan pukulan ini. Akan tetapi sebelum menjatuhkan pukulan, tubuh Tung-hai Sian li yang duduk bersila itu roboh terguling, pingsan!

   Ketika wanita itu siuman kembali, ia mendapatkan dirinya dirawat dengan amat telaten dan perhatian oleh Wi Liong. Ia menjadi terharu. Betapapun juga, ia harus akui bahwa pilihan hati anaknya ini memang seorang pemuda yang baik. hati. Kalau tidak, masa sudi merawatnya?

   "Wi Liong, berapa lama aku pingsan?'' tanyanya, suaranya sekarang terdengar halus, tidak, terengah lagi seakan-akan semua penderitaan sudah lenyap dari dada wanita ini.

   ''Kau pingsan sampai dua hari dua malam. Sian-li."

   Jawab Wi Liong tenang.

   "Harap kau suka beristirahat yang tenang, biar teecu menjagamu di sini."

   Tung-hai Sian-li menarik napas panjang.

   "Dan selama itu kau menjaga dan merawatku? Aah, ternyata Siok Lan benar. Kau seorang yang patut menjadi mantuku.......... sayang sekali Siok Lan berusia pendek. Coba ceritakan, bagaimana kau bisa tahu dia telah mati?''

   Dengan singkat dan hati-hati Wi Liong menceritakan pengalamannya, tentang pertemuannya dengan Siok Lan, kemudian tentang berita yang ia dengar dari See thian Hoat-ong tentang kematian Siok Lan yang membunuh diri di sungai sepeninggalnya dari tempat bekas tunangannya itu.

   "Aku seorang berdosa besar, Sian-li. berdosa kepada adik Lan. Maka kalau kau hendak membunuhku, aku menerimanya dengan hati terbuka."

   Pemuda Itu menutup ceritanya.

   Tung-hai Sian-li menggeleng kepala.

   "Kau anak baik, kau temanilah aku sampai datang maut merenggut nyawaku. Takkan lama lagi, Wi Liong"

   "Jangan kau berkata begitu, Sianli,"

   Jawab pemuda itu penuh keharuan, akan tetapi ia tidak bisa membantah karena ia sendiripun tahu bahwa wanita ini memang sudah tak dapat diharapkan hidup lebih lama lagi.

   Tung-hai Sian-li bangkit dan duduk bersila, memberi isyarat supaya Wi Liong mendekat, kemudian ia meletakkan tangan kanannya di atas kepala pemuda itu.

   "Aku menyesal.........aku menyesal kalau teringat akan hidupku yang lalu. Kau anak baik. aku ingin sekali melihat anakku menjadi kawan hidupmu, melihat anakku hidup bahagia di samping suami baik seperti kau......"

   Wi Liong makin terharu, menyangka bahwa tentu saking sedihnya wanita ini menjadi rusak ingatannya, ia memperingatkan.

   "Sian-li, harap ingat. Adik Sok Lan sudah meninggal dunia sudah bebas dari derita dunia........."

   Tung-hai Siant-li tersenyum! Kemudian menarik napas.

   "Jangan anggap aku berubah ingatan, anakku. Sebetulnya, aku......... aku masih mempunyai anak lain....... dan......."

   Tiba-tiba ia menghentikan kata-katanya dan memandang keluar gua. Juga Wi Liong tahu bahwa di luar ada orang-orang datang, maka ia bersiap sedia. Terdengar suara ketawa aneh di luar gua.

   "Hah-hah kak-kak-kak......... kalian lihat! Wanita tak tahu malu itu benar- benar menjemukan. Sudah tua bangka masih saja berteman seorang laki-laki muda di dalam guanya! Sungguh tak tahu malu. Lin ji, apa kau masih ragu-ragu?''

   Dijawab oleh suara wanita yang dingin dan nyaring.

   "Ah, benar-benar keparat! Ayah. biar kulenyapkan nyawanya dari sini saja, bersama anjing jantan itu!"

   Pada saat itu, menyambarlah enam buah Kim thouw-ting (Paku Kepala Emas) ke arah Tung-hai Sianli dan Wi Liong.

   Senjata-senjata rahasia ini menyambar dengan hebat, cepat bertenaga dan yang diserang adalah jalan-jalan darah maut yang penting!

   "Keji.........!"

   Wi Liong berseru, tangannya bergerak dan sekali sampok saja angin pukulannya telah meruntuhkan enam buah paku itu.

   "Setan-setan kejam dari manakah datang-datang menyerang orang?"

   Tubuhnya berkelebat keluar gua.

   Ketika Phang Ek Kok yang datang bersama Lin Lin dan Lan Lan melihat bahwa pemuda ini adalah pemuda yang pernah ribut dengan dia dan Lan Lan di rumah makan tempo hari. tanpa banyak bicara lagi ia lalu menggerakkan senjatanya menyerang dengan hebat.

   Wi Liong belum sempat memperhatikan tiga orang itu, apa lagi dua orang gadis kembar. Tahu-tahu ia telah disambar oleh senjata yang aneh, yaitu roda golok yang dahsyat. Tentu saja ia tidak membiarkan dirinya kena digergaji oleh senjata ini. Cepat ia mengelak dan mencabut sulingnya karena maklum bahwa penyerangan yang demikian hebat hanya dapat dilakukan oleh lawan tangguh.

   Ek Kok menyerang lagi dengan penasaran, akan tetapi gerakan Wi Liong terlampau aneh baginya. Dalam beberapa gebrakan saja, ujung suling pemuda itu telah menotok jalan darah thian-hu hiat. Ek Kok adalah seorang ahli lweekang. ia mencoba sekuat tenaga melawan totokan ini. Namun sia-sia, biarpun ia tidak segera roboh, ia merasakan tubuhnya lemas semua dan makin ia menahan, makin lemas dan mengantuklah matanya. Dengan terhuyung-huyung ia menghampiri sebuah pohon, lalu menjatuhkan diri bersandar di batang pohon dan......... mengorok pulas dengan janggut di dada dan senjatanya masih di tangan!

   "Keparat, berani merobohkan ayah! '' Inilah teriakan Lin Lin yang sudah mencabut pedang dan melakukan tusukan kilat.

   Hampir saja tusukan ini menembus dada Wi Liong karena pemuda ini berlaku lambat sekali saking herannya melihat, Lin Lin. Baiknya ia masih keburu miringkan tubuh dan pedang itu hanya merobek bajunya saja.

   "Kau.........kau.........Bu-beng Siocia..........?"

   Tanya Wi Liong dan kini baru ia teringat bahwa kakek bersenjata roda golok itu adalah kakek yang tempo hari ia lihat di dalam restoran bersama Bu beng Siocia dan seorang pemuda tinggi besar.

   Tiba-tiba terdengar tertawa mengejek.

   "Adik Lin, pemuda ceriwis tak tahu malu ini habiskan saja!"

   Wi Liong melirik dan tiba-tiba wajahnya menjadi pucat. Ia melompat mundur, agak limbung dan menggunakan tangan kiri untuk menggosok-gosok kedua matanya agar sadar dari mimpi. Ia merasa sepert orang mengimpi menghadapi dua orang gadis yang seujung rambutpun tiada bedanya dengan Siok Lan! Celaka, pikirnya, bukan Tung-hai Sian li yang berubah pilkiran, melainkan aku yang sudah gila. Setiap orang gadis kelihatan seperti Siok Lan oleh mataku!

   "Nanti......... nanti dulu.....Bu-beng Siocia,.aku......... aku........."

   Katanya gagap.

   Akan tetapi Wi Liong tidak dapat melanjutkan kata-katanya karena dua orang gadis yang sudah marah melihat ayah mereka dirobohkan itu, sudah menyerangnya dengan pedang di tangan. Serangan yang dilakukan oleh Lan Lan sih tidak begitu hebat, akan tetapi yang dilakukan oleh Lin Lin benar-benar luar biasa dahsyatnya, membuat Wi Liong kaget dan cepat-cepat pemuda ini menggunakan sulingnya untuk melindungi diri.

   "Ji-wi siocia.........nanti dulu.........kenapa ji-wi (kalian) menyerangku........?"

   Wi liong bertanya gagap. Ia masih pening melihat dua orang "Siok Lan"

   Mengeroyoknya.

   Akan tetapi Lan Lan dan Lin Lin tidak mau banyak bicara lagi. terus menyerang dengan penasaran sekali. Lebih lebih Lin Lin. Untuk pertama kalinya selama ia hidup ia menghadapi lawan pandai, yaitu Kun Hong ketika bertanding dengan pemuda itu di Ban-mo-to. Ia mengira bahwa Kun Hong sebagai murid Thai Khek Sian merupakan kekecualian maka ia tidak begitu penasaran tak dapat mengalahkannya. Akan tetapi kenapa sekarang muncul lagi seorang pemuda lain, pemuda yang tampan dan kelihatan lemah, akan tetapi yang hanya dengan suling di tangan dapat menahan serangannya? Benar-benar ia merasa penasaran bukan main. Dengan gemas Lin Lin terus menyerang, pedangnya berubah menjadi sinar terang yang menyambar-nyambar, tubuhnya bergerak cepat sekali, kadang- kadang seperti burung terbang saja. Demikian sempurna ginkangnya sehingga beberapa kali Wi Liong mengeluarkan seruan kagum. Sekarang ia dapat membedakan dua orang gadis kembar ini, bukan dari wajah atau bentuk tubuh yang sedikitpun tiada bedanya, melainkan dari kepandaiannya. Kepandaian dua orang gadis ini seperti bumi-langit bedanya. Dan ia tahu pula bahwa Bubeng Siocia, gadis yang ia temui dalam restoran itu, adalah gadis yang kini mengeroyoknya dan yang kepandaiannya masih rendah. Sebaliknya yang amat pandai adalah Siok Lan ke tiga, atau Bu-beng Siocia (Nona Tak Bernama) yang baru muncul.

   Tiba-tiba dari balik batu karang muncul seorang pemuda tampan. Untuk sejenak pemuda ini berdiri tercengang melihat Wi Liong dikeroyok oleh dua orang gadis kembar itu, kemudian ia berlari menghampiri sambil berseru,

   "Ji-wi siocia (nona berdua), tahan senjata! Kalian salah menyerang orang. Dia ini adalah kawan baikku!"

   Cepat sekali gerakan pemuda ini karena tahu-tahu ia telah melompat dekat dan melerai yang sedang bertempur.

   Lin Lin yang melompat mundur melihat bahwa yang datang adalah Kun Hong. Ia merengut dan makin marah biarpun hatinya agak berdebar juga karena kalau pemuda ini datang membantu lawan, tak mungkin dia akan menang.

   Wi Liong tersenyum ketika melihat bahwa yang datang ini adalah Kun Hong. Akan tetapi ia tidak perdulikan Kun Hong. malah sekarang menghadapi Lin Lin dan Lan Lan, menjura sambil berkata halus.

   "Ji-wi siocia harap tidak terburu nafsu. Apakah sebabnya jiwi menyerang Tung-hai Sianli yang sedang sakit payah? Aku juga tidak mengenal dan tidak ada urusan dengan ji-wi. mengapa datang- datang ji-wi menyerangku"

   "Manusia tak bermalu! Kau masih bertanya lagi? Urusanmu dengan Tung-hai Sianli, mana kami sudi mencampuri? Akan tetapi kalau kau belum tahu atau berpura-pura tidak tahu, dengarlah. Dahulu Tung hai Sian-li telah melakukan penghinaan terhadap empat orang bibi kami. tidak saja menghalangi bibi kami melangsungkan pernikahan, malah menculik empat orang pengantin prianya!"

   Lin Lin membentak.

   "Kami datang hendak membalas dendam dan membunuh Tung-hai Sian-li, tidak nyana ada kau begundalnya!"

   Mendengar ini, Kun Hong tertawa bergelak dengan nada mengejek.

   "Ngaco tidak karuan! Tidak aneh kalau orang sudah terkena racun Ban mo-to,"

   Katanya

   Wi Liong mendongkol dan penasaran sekali. Bagaimanapun juga ibu Siok Lan tak boleh menerima hinaan begitu saja, apa lagi sepanjang pengertiannya, Tung hai Sian-li bukanlah macam wanita yang boleh disamakan dengan Kui-bo Thai-houw. Tung-hai Sian-li adalah seorang wanita gagah perkasa, seorang tokoh kang-ouw yang disegani, bukan seperti misalnya Tok sim Sian-li. Akan tetapi sebelum ia sempat membantah, tiba-tiba terdengar suara lemah,

   (Lanjut ke Jilid 33)

   Cheng Hoa Kiam (Cerita Lepas)

   Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 33

   "Siapa yang menuduhku begitu keji?"

   Dan dengan langkah sukar dan lemah sekali Tung-hai Sian-li sudah keluar dari gua dan dengan susah payah menghampiri mereka. Agaknya ia tadi mendengar tuduhan-tuduhan yang memburukkan namanya. Ketika tiba dekat dan melihat dua orang gadis itu yang juga memandang kepadanya dengan bengong, tiba-tiba sikap Tung-hai Sian-Ii berubah seakan-akan ia melihat setan. Tubuhnya menggigil dan tangannya digerakkan, menuding ke arah Lan Lan dan Lin Lin, lalu terdengar suaranya gemetar.

   "Kau......... kau......... anakku............ ah, kau anakku........."

   Dan tubuhnya tentu telah terguling kalau saja Kun Hong tidak cepat-cepat melompat dan dengan sigapnya memeluk tubuh wanita tua yang sakit itu lalu memondongnya. Wi Liong yang masih bingung menghadapi Lan Lan dan Lin Lin, kalah cepat oleh Kun Hong.

   "Dia......... dia sakit keras......... harus segera dirawat. Kun Hong, bawa dia ke dalam gua,"

   Kata Wi Liong yang mengikuti Kun Hong memasuki gua, tanpa memperdulikan lagi kepada Lan Lan dan Lin Lin yang masih berdiri bengong. Entah mengapa, melihat Tung-hai Sianli, bertemu pandang dengan wanita tua itu. mendatangkan arus ajaib yang membuat jantung mereka berdebar tidak karuan, membuat kedua kaki mereka serasa lumpuh tak dapat digerakkan lagi. Wanita tua itu cantik sekali dalam pandangan mereka, apalagi bagi Lin Lin yang tahu bahwa wanita ini adalah isteri Kwa Cun Ek. orang yang ia kasihi sebagai ayahnya sendiri. Tanpa terasa keduanya saling pandang dan seakan-akan lupa akan keadaan Ek Kok yang masih "tidur"

   Bersandar di pohon, mereka juga ikut berjalan ke dalam gua.

   Pada saat itu. Tungi-hai Sian-li sudah siuman kembali. Aneh, ia nampak lebih sehat dan segar. Cepat-cepat ia bangkit dan bertanya.

   "Mana mereka? Mana dua orang gadis tadi?"

   Kebetulan sekali Lan Lan dan Lin Lin memasuki gua.

   "Itu mereka! Anak-anakku, ke sinilah............ kalian adalah anak-anakku, tak salah lagi. Begitu sama dengan Siok Lan. Dahulu ketika masih bayipun sudah serupa Ah.......... anak anakku, siapa sangka bisa melihat kalian lagi?"

   "Kau keliru,"

   Kata Lin Lin akan tetapi suaranya tidak seganas tadi, malah terdengar lemah agak gemetar.

   "kami berdua anak ayah Phang Ek Kok."

   Tung-hai Sian-li bangkit, nampak marah. Mukanya yang pucat kebiruan tiba-tiba menjadi merah.

   "Siapa dia Phang Ek Kok? Bohong besar! Kalian bocah kembar anakku! Tuhan menjadi saksi!"

   "Apa buktinya?"

   Tanya Lan Lan, juga gadis ini agak gemetar dan pucat.

   "Buktinya? Aduh, anak-anakku, bagaimana seorang ibu takkan mengenal anak-anaknya walaupun orang jahat memisahkan kita belasan tahun lamanya? Dengar, dengar ceritaku, dengar pengakuanku, pengakuan dosa di tepi jurang kematianku yang selama ini kurahasiakan, sekalipun di depan bayanganku sendiri!"

   Tung-hai Sian li hampir jatuh terhuyung dan kembali Kun Hong yang merasa kasihan memegang lengannya dan membantunya duduk di atas pembaringan bambu Tung-hai Sian li melirik kepadanya dan mengangguk- angguk berterima kasih.

   "Kalian dua orang muda juga boleh mendengar sebagai saksi. Apa artinya malu bagiku, bagi seorang yang sudah mau mampus? Dengarlah, dahulu karena menurutkan nafsu hati yang bodoh, menurutkan watak yang keras mau menang sendiri, karena cemburu aku tinggalkan suamiku, Kwa Cun Ek dan anakku Kwa Siok Lan ketika anak itu masih kecil. Aku merantau, menjago kalangan kang-ouw dan membuat nama besar, tak pernah kembali kepada Kwa Cun Ek. Kemudian aku bertemu dengan seorang pendekar muda bernama Pek Hui Houw, anak murid Kun-lun-pai yang amat gagah perkasa dan tampan. Aku......... hatiku tergoda.......... dan dia......... dia mencintaku penuh ketulusan hati. Aku tak dapat menahan godaan hati sendiri, apa lagi bersama dia aku dikejar-kejar oleh Kuibo Thaihouw. Kami berdua tidak kuat melawan dan karena kejaran yang menakutkan ini membuat kami makin dekat........."

   

Jaka Lola Karya Kho Ping Hoo Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo Pendekar Penyebar Maut Karya Sriwidjono

Cari Blog Ini