Cheng Hoa Kiam 33
Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo Bagian 33
Beberapa kali Bu-ceng Tok ong menyerang sampai habis persediaan pasir dan bubuk hitamnya, namun semua penyerangannya sia-sia belaka. Kun Hong tidak membuang kesempatan ini. Dia tidak mau membunuh bekas gurunya, akan tetapi karena ia diserang secara keji. ia harus membalas dan memberi hajaran. Sambil berseru keras ia mengeluarkan tipu silat yang baru ia terima dari Kui-bo Thai-houw. Gerakannya lemah gemulai seperti wanita menari, akan tetapi sukar sekali dijaga sehingga tahu-tahu tubuh Bu-ceng Tok-ong terguling karena betis kakinya kena dikait oleh kaki Kun Hong. Kalau pemuda itu bermaksud membunuh, tentu mudah saja tadi ia menggunakan kesempatan merobohkan lawannya itu.
Merasa diri. dipermainkan, Bu-ceng Tok-ong menjadi makin kalap. Ia melompat berdiri lagi. tidak memperdulikan sakit pada betisnya. Setelah menelan Kun Hong dengan pandang matanya, ia berseru keras.
"Setan, biar aku mengadu nyawa denganmu!"
Seruan ini disusul dengan gerakan tangan ke dalam baju dan ia telah mengeluarkan senjata yang amat mengerikan, yaitu lima ekor ular yang ia ikat menjadi satu di bagian ekornya, merupakan cambuk bercabang lima ekor ular berbisa yang masih hidup!
Karena ikatan lima ekor ular ku ada talinya yang dipegang ujungnya, maka ular-ular itu tidak bisa menggigit pemegangnya sendiri, yairu Bu-ceng Tok-ong. Sebaliknya, Kun Hong ketika diserang dengan senjata istimewa ini menjadi terkejut sekali dan juga marah. Ia anggap bekas gurunya ini terlalu keji sehingga sampai hati menggunakan senjata maut seperti itu. Ia maklum sudah bahwa lima ekor ular ini adalah ular-ular berbisa yang amat berbahaya. Sekali saja terkena gigitan seekor di antaranya, jangan harap bisa melawan lagi.
"Mampus kau. bocah setan!"
Berkali-kali Bu-ceng Tok-ong membentak sambil mendesak hebat. Senjatanya diputar-putar dan bertubi tubi ia melancarkan serangan secara membabi buta kepada Kun Hong. Pemuda ini terpaksa mempergunakan ginkangnya dan melompat ke sana ke mari dengan lincah untuk menghindarkan gigitan ular-ular itu.
"Tok-ong, kau benar-benar hendak mengadu nyawa?"
Akhirnya Kun Hong menjadi marah sekali.
Akan tetapi Tok-ong yang kemarahannya sudah naik ke ubun ubun tidak mau menjawab lagi melainkan terus menyerang, bahkan kini ular-ular itu mendesis desis mengeluarkan hawa beracun yang membuat serangan-serangan Bu-ceng Tok-ong menjadi makin berbahaya lagi. Kun Hong terpaksa mencabut pedangnya dan kini ia-pun membalas serangan lawannya dengan ilmu pedangnya yang lihai.
Bu-ceng Tok ong saking marahnya sampai tidak kenal gelagat lagi. Menghadapi ilmu pedang Kun Hong, sebetulnya ia tidak berdaya dan sinar pedang itu sudah mendesaknya secara hebat, namun ia masih memberung (membabi buta) terus, bahkan melakukan penyerangan dengan mencambukkan ular-ularnya ke arah muka Kun Hong tanpa memperdulikan lagi kekosongan dalam kedudukannya.
Kalau Kun Hong menusuknya, tentu akan tembus dadanya akan tetapi berbareng pemuda itupun akan terancam oleh serangan ular-ular itu. Kun Hong tentu saja tidak sudi mengadu nyawa mati bersama dengan Bu ceng Tok-ong. Pemuda ini mengelak sambil merobah kedudukan kaki. lalu dengan cepat seperti kilat menyambar dari samping pedangnya membacok ke arah senjata lawan.
"Crak!"
Tiga di antara lima ekor ular itu putus menjadi dua dan tiba tiba ular yang dua lagi dengan marah dan kaget membalik lalu menyerang Bu ceng Tok-ong sendiri.
"Ayaaaaaa!"
Teriakan Bu-ceng Tok ong ini keras sekali, merupakan pekik maut karena dua ekor ular yang masih hidup itu tahu-tahu sudah menggigit pundak dan lehernya"
Bu-ceng Tok-ong terjengkang dan roboh dengan tubuh kaku, tak bergerak lagi karena nyawanya sudah putus. Dua ekor ular itu masih saja mencantelkan gigi- gigi mereka pada tubuhnya.
Kun Hong cepat menggerakkan pedangnya dan putuslah tubuh ular-ular itu. mati seketika. Ia lalu mengangkat mayat Bu-ceng Tok-ong. dibawa masuk ke dalam kemah dan mendudukkan tubuh yang sudah kaku itu di alas pembaringan.
"Biar orang lain anggap dia bersamadhi pikir pemuda ini yang merasa perlu melakukan akal ini agar tidak mudah diketahui orang lain akan kematian Tok-ong sehingga tidak menimbulkan keributan sebelum ia selesai dengan rencananya.
Kemudian, setelah mengatur duduknya mayat kaku itu bersila dan bersikap seperti orang bersama dan Kun Hong lalu membuang semua bangkai ular dan melenyapkan tanda-tanda adanya pertempuran di tempat itu. Ia menyimpan bangkai Ang-siauw liong ke dalam saku bajunya, lalu berlari ke pantai. Seperti yang ia duga, di pantai tidak ditinggal kosong. Para gadis penjaga tadi setelah pergi meninggalkan kemah ternyata masih ada empat orang berjaga di pantai.
"Kenapa kalian masih di sini?"
Tegur Kun Hong.
"Bukankah Tok-ong sudah bilang kalian harus pergi semua dan tempat ini Tok-ong dan aku yang menjaga?"
"Kami menjaga perahumu,"
Jawab seorang di antara para penjaga cantik itu sambil tersenyum manis.
Kun Hong menghampiri gadis ini dan mencubit pipinya penuh sikap mencumbu.
"Manis sekali kau!"
Tentu saja gadis itu menjadi girang dan aksinya makin menjadi.
"Manis, kelak aku akan menyediakan waktu untukmu. Sekarang aku perlu bantuanmu. Kau dan kawan-kawanmu ini pergilah mencari nona Cheng In dan Ang Hwa, suruh mereka ke sini, penting sekali. Akan tetapi jangan sampai terlihat oleh orang lain, juga jangan diketahui Siansu. takut Siansu marah melihat dalam keadaan berjaga aku mau bersenang-senang."
Gadis penjaga itu cemberut.
"Aku di depanmu tapi pikiranmu melayang kepada enci Cheng In dan Ang Hwa!"
Kun Hong tersenyum.
"Eh. manis. Apa kau sudah mulai cemburu?"
"Iih, siapa yang cemburu?"
Tukas gadis itu genit.
"Sudahlah, lekas kau lakukan permintaanku itu. Penting sekali, sekarang juga mereka suruh datang berdua. Kutunggu di sini."
Dengan muka kecewa gadis gadis itu lalu pergi mendayung perahu dan lenyap ditelan gelap malam. Kun Hong menanti dengan hati berdebar, mengatur siasat. Apa Cheng In dan Ang Hwa mau membantunya? Apakah dua orang gadis itu dapat disadarkan dari pada jalan sesat dan kejahatan yang selama ini menyelubungi kehidupan mereka? Ia maklum bahwa pada hakekatnya dua orang gadis muda itu, seperti juga yang lain lain, tidaklah jahat dan keji Hanya karena lingkungan mereka yang kotor maka mau tidak mau mereka terbawa juga, terpercik kekotoran yang melingkungi mereka. Karena pengaruh Thai Khek Sian. Seperti halnya dia sendiri. Dahulu ketika dekat dengan Bu-ceng Tok-ong. Tok-sim Sian-li kemudian dekat dengan Thai Khek Sian, ia mempunyai sifat tak perdulian. Dahulupun mata hatinya terbuka dan ia mengakui bahwa perbuatan-perbuatan mereka itu rendah, kotor, dan busuk. Akan tetapi entah mengapa, ia tidak perduli, malah ia ikut-ikut pula, merasa ketinggalan dan bodoh kalau tidak meniru mereka!
Lama ia duduk melamun dalam gelap setelah mengatur siasat. Dosaku terlalu banyak. Aku harus menebusnya di saat ini. Orang-orang kang ouw yang gagah perkasa terancam bahaya, terancam bencana di tempat ini. Hanya dia yang tahu akan datangnya bencana itu, bagaimana ia bisa diam saja tidak turun tangan mencegah? Baru lamunannya buyar ketika ia melihat sebuah perahu kecil meluncur datang dan terdengar seruan girang Ang Hwa.
"Kun Hong.........!"
Dua orang gadis cantik itu, Cheng In dan Ang Hwa, melompat ke darat dan Kun Hong menyambut mereka dengan senyum, mencekal lengan mereka dengan sikap mencinta. Ia harus bisa mengambil hati mereka kalau ia menghendaki mereka mendengarkannya. Ia membawa mereka ke tempat gelap dan di situ mereka bicara kasak kusuk lama sekali. Kun Hong membujuk mereka dengan kata- kata halus dan akhirnya ia menang. Terdengar kata-katanya terakhir.
"Cheng In, Ang Hwa, renungkan baik-baik. Apa harapan hidupmu kalau kau selamanya seperti sekarang ini, menjadi barang permainan Thai Khek Sian, menjadi hambanya dan membantu segala perbuatannya yang busuk? Sekarang kalian masih terlindung oleh kekuasaan Thai Khek Sian, akan tetapi ingat, dia sudah tua sekali dan tak lama kemudian kalau dia sudah mati. apa yang akan kau hadapi? Tak lain kutuk dan permusuhan para orang gagah. Nama kalian akan rusak dan hina untuk selamanya!"
"Kun Hong.........!"
Cheng In terisak. Gadis yang biasanya berhati keras ini mulai lumer dan mulai menangis. Juga Ang Hwa terisak mengingat nasib demikian buruk kelak menimpanya.
"Aku tidak menakut-nakutimu. Kalian ini gadis gadis baik terjerumus ke dalam lumpur kehinaan. Cheng In, Ang Hwa. kalau kalian masih ingin keluar dari kehinaan, masih belum terlambat Sekaranglah waktunya."
"Apa......... apa maksudmu? Kenapa kau bicara seganjil ini? Apa kau tidak membantu gurumu.........?"
Tanya dua orang gadis itu saling sambung.
"Dengar baik-baik. Keadaankupun tiada bedanya dengan kalian. Aku terseret ke jurang kesesatan oleh mereka, maka sekaranglah saatnya aku menebus dosa-dosaku. Cheng In dan Ang Hwa, tahukah kau bahwa Thai Khek Sian bersama kaki tangannya sedang merencanakan kekejian luar biasa, yaitu dalam pesta ulang tahunnya ia hendak membinasakan semua tokoh kang ouw? Ia telah bersekongkol dengan orang-orang Mongol untuk membasmi semua orang gagah agar kelak kalau tentara Mongol bergerak ke selatan, mereka tidak akan menemui banyak perlawanan."
Baik Cheng In maupun Ang Hwa tidak perduli dengan berita ini, mereka sudah biasa mendengar kekejian-kekejian yang dilakukan oleh golongan mereka. Malah mereka memandang heran kepada Kun Hong.
"Habis kau mau apa?"
Tanya Ang Hwa penuh kesangsian
"Kita harus halangi ini! Mari kita perlihatkan kepada dunia bahwa kita masih dapat memperbaiki diri. Bantulah aku, adik-adikku yang manis. Bu-ceng Tok-ong sedang merencanakan untuk membunuh semua undangan dengan arak beracun. Aku hendak menghalanginya, dia melawan dan akhirnya dia tewas oleh senjatanya sendiri."
Kedua orang gadis itu nampak terkejut, Bu-ceng Tok-ong adalah orang kepercayaan Thai Khek Sian, apa lagi karena Bu-ceng Tok-ong yang datang membawa orang-orang Mongol untuk menjalankan siasat keji itu.
"Kun Hong, apa yang kaulakukan? Apa kau tidak takut akan kemarahan Siansu?"
Tanya Cheng In, wajahnya yang cantik mulai berubah.
Kun Hong memegang lengannya.
"Cheng In. tidak ada pilihan lain. Juga bagimu. Biarpun kita pernah sesat jalan, kiranya jauh lebih baik mati membawa nama harum dari pada meninggalkan nama busuk. Kalau kali ini kita melakukan perbuatan baik menentang kekejian, kiranya mati-pun takkan penasaran, setidaknya mencuci sedikit semua kekotoran yang menempel kita. Maukah kalian membantuku? Lekas ambil keputusan. malam sudah hampir lewat, waktu tidak banyak lagi"
"Apa......... apa yang harus kami lakukan?"
Cheng In mulai gagap, terpengaruh oleh semua ucapan Kun Hong. Memang, dahulu kedua orang gadis ini membenci Thai Khek Sian karena orang tua mereka dibunuh oleh kaki tangan iblis itu. Akan tetapi karena berada di bawah pengaruh Thai Khek Sian, mereka sampai melupakan, sakit hati ini, malah bersama yang lain berlumba merebut kasih sayang iblis itu untuk mewarisi kepandaiannya yang tinggi. Akhir-akhir ini karena tidak ada sedikitpun jalan bagi mereka untuk mendapatkan penghidupan lain, mereka merasa puas dan menjadi selir dan murid tersayang dari pentolan Mo-kauw itu. Sekarang ini, kata-kata dan bujukan Kun Hong mendatangkan kesan hebat dan hati mereka terguncang.
"Kau tentu tahu bahwa perwira-perwira Mo ngol sudah datang ke sini dan di mana adanya mereka?"
"Di pulau-pulau sana itu."
Kata Cheng In sedangkan Ang Hwa tidak berani membuka suara, menyerahkan urusan menegangkan ini kepada Cheng In.
"Nah. Kau bawalah guci-guci arak itu dan usahakan supaya mereka mau meminumnya Dengan demikian, selain menolong nyawa para tamu yang terdiri dari tokoh-tokoh besar yang gagah perkasa di dunia kang-ouw. juga kalian dapat mengabdi kepada negara, melenyapkan musuh-musuh negara."
"Arak............beracun?"
Tanya Ang Hwa kini, suaranya gemetar.
''Buatan Bui-ceng Tok-ong,"
Sambung Kun Hong.
"Tak usah khawatir. Yang kau beri arak bukanlah Thai Khek Sian dan kawan-kawan lain, melainkan orang- orang Mongol. Pula, arak itu bukan buatanmu. Kalau sampai ketahuan, bilang saja kau disuruh Bu-ceng Tok-ong dan aku, habis perkara."
Cheng In dan Ang Hwa ragu-ragu, akan tetapi mereka tak dapat menolak bujukan bujukan halus Kun Hong dan akhirnya Cheng In berkala.
"Kun Hong, ada satu hal yang kami ingin kau berjanji kepada kami."
"Katakan."
"Andaikata berhasil dan kelak kami dapat kembali ke jalan benar, maukah kau........ menerima kami?"
"Tentu sekali! Kalian adik-adikku yang manis, tentu akan aku terima dengan kedua tangan terbuka,"
Jawab Kun Hong gembira sambil merangkul mereka.
Di dalam hatinya ia mengartikan ucapannya itu lain dari pada yang dikehendaki dua gadis ini. Maksud Cheng In, mereka mengharapkan kelak diterima menjadi isteri Kun Hong. sebaliknya Kun Hong memaksudkan menerima gadis-gadis itu sebagai saudara saudara atau setidaknya sebagai sahabat-sahabat baik. Pemuda ini cerdik sekali. Karena Cheng In tidak menjelaskan kehendaknya, maka tanpa ragu-ragu ia berani berjanji. Andaikata Cheng In menjelaskan agar kelak diterima sebagai isteri, tentu tak berani ia berjanji. Di dunia ini hanya Eng Lan yang memenuhi hatinya, tidak ada tempat lagi untuk lain wanita. Dengan bantuan Kun Hong, dua orang gadis itu lalu mengangkuti guci-guci arak ke dalam perahu.
''Usahakan sekuat kalian supaya mereka minum arak ini,"
Pesan Kun Hong setelah pekerjaan itu beres dilakukan.
Cheng In dan Ang Hwa dengan mata merah karena menangis berdiri memegang tangan Kun Hong.''Andaikata kami gagal............ maukah kau mengabarkan kepada orang-orang gagah tentang bantuan kami yang sedikit ini?"
"Kau takkan gagal. Cheng In. Gagal atau tidak, nama kalian tetap akan dikenal orang-orang gagah sebagai gadis-gadis perkasa yang telah berusaha menebus semua kesesatan yang lampau."
"Kun Hong. kalau kami sudah berhasil, kami akan melarikan diri ke darat dan menanti kau di sana."
Kata Ang Hwa.
Kun Hong menepuk-nepuk pundaknya.
"Pasti kita akan saling berjumpa kembali. Berangkatlah, adik-adikku, dan lakukan tugas mulia ini baik-baik dan hati-hati."
Maka berangkatlah dua orang gadis itu. Perahu mereka meluncur di dalam kabut karena malam sudah mulai menarik diri meninggalkan kabut tebal di permukaan air.
Untuk beberapa lama Kun Hong berdiri di pinggir pantai, memandang ke arah perginya dua gadis itu sampai bayangan perahu mereka lenyap ditelan kabut. Aku harus ke pantai daratan, pikirnya, mencegat di sana dan memberi peringatan kepada orang-orang gagah yang hendak menyeberang ke Pek-go-to agar mereka berhati-hati dan bekerja sama.
Akan tetapi baru saja ia melompat ke perahunya dan mutai mendayung; tiba-tiba ia mendengar jerit seorang wanita. Ia merasa darahnya membeku saking kagetnya karena mengira bahwa tentulah itu suara Ang Hwa atau Cheng In. Apakah mereka telah ketahuan dan rahasia mereka terbuka sehingga mereka menjadi korban hukuman Thai Khek Sian? Tak bisa ia tinggal diam membiarkan dua orang gadis itu menjadi korban rencananya. Cepat ia mendayung perahunya ke tengah, ke arah suara jeritan tadi. Kabut telah menipis dan sinar matahari memerah menjadi pertanda bahwa sang raja siang sebentar lagi akan mulai dengan tugasnya. Sinar kemerahan memenuhi permukaan air, mendatangkan silau dan mengusir kabut. Kun Hong mendayung terus.
Akhirnya ia melihat sebuah perahu dan di situ terlihat beberapa orang tengah bertempur hebat. Ia menarik napas lega. Bukan perahu Cheng In dan Ang Hwa. Perahu ini lebih besar dan melihat bayangan yang bertempur, mereka adalah dua orang laki-laki dan seorang gadis. Kun Hong menjadi tertarik hatinya dan mempercepat dayungnya.
Pada saat ia telah dekat dengan perahu besar itu, gadis yang ikut bertempur mengeroyok seorang laki-laki gundul telah roboh tertotok, meringkuk di dalam perahu tak berdaya. Adapun laki-laki tua pendek yang dibantu gadis itu juga amat terdesak oleh laki-laki tinggi besar gundul yang ternyata amat lihainya.
Setelah melihat penuh perhatian dengan amat kaget Kun Hong mengenal mereka yang sedang bertempur itu. Bukan lain adalah Beng Kun Cinjin yang tadi dikeroyok oleh Pak-thian Koai-jin dan...... Eng Lan! Eng Lan yang tadi tertotok roboh dan sekarang Pak-thian Koai-jin juga terancam bahaya. Kun Hong marah sekali melihat Beng Kun Cinjin, juga girang melihat Eng Lan. Ia membentak,
"Beng Kun Cinjin manusia keparat! Akhirnya aku dapat bertemu dengan kau!"
Akan tetapi tiba-tiba terdengar seruan keras dan tubuh Pak thian Koai jin terjungkal dan terlempar keluar dari perahu dalam keadaan tak bernyawa lagi! Kun Hong terkejut sekali, hendak menolong namun terlambat karena tubuh itu telah tenggelam ke dalam air yang masih merah gelap. Kemarahannya meluap. Betapapun juga, Pak-thian Koai-jin. adalah guru dari Eng Lan dan karena ini saja ia harus membela mati-matian. Apa lagi Eng Lan berada di perahu dalam keadaan tertotok.
"Keparat, bersiaplah untuk mampus!"
Kun Hong sudah mencabut pedang dan melompat ke atas perahu. Akan tetapi, begitu kakinya menginjak papan perahu, ia berdiri tegak seperti patung dalam keadaan tidak berdaya. Tidak saja ia tidak berdaya karena melihat Beng Kun Cinjin sudah menangkap Eng Lan dan menggunakan gadis itu sebagai perisai, akan tetapi juga ia ragu-ragu karena ternyata Thai Khek Sian sendiri berada di perahu itu, bersila dan memandangnya sambil menyeringai!
"Heh-heh-heh, murid nakal. Kau baru muncul?"
Hanya demikian Thai Khek Sian berkata, selanjutnya meramkan matanya kembali bersamadhi.
"Beng Kun Cinjin. kaulepaskan Eng Lan!"
Bentak Kun Hong.
Beng Kun Cinjin memandangnya tajam.
"Aku takkan mengganggunya. siapa orangnya mau mengganggu calon mantunya.? Ha.. anak baik. Tak usah kau herankan. Anakku yang baik, pinceng telah tahu bahwa kau mencinta nona ini. Aku sengaja menangkapnya untuk memaksanya menerimamu sebagai suaminya. Kun Hong, berlututlah kau dan akui pinceng sebagai ayah, nona ini akan kuberikan kepadamu dan nanti akan kuminta Siansu mengumumkan pernikahanmu."
Kun Hong berdiri seperti terpaku pada papan perahu. Bahwa Beng Kun Cinjin tahu akan cinta kasihnya kepada Pui Eng Lan, ini bukanlah hal mengherankan. Juga bahwa Thai Khek Sian dapat bersekutu dengan Beng Kun Cinjin, tidak terlalu mengherankan. Burung gagak tentu selalu mencari bangsa atau golongannya. Akan tetapi ditawannya Eng Lan itulah yang membuat ia tidak berdaya, membuat ia sekaligus bingung tak tahu harus berbuat apa. Ia maklum bahwa selain mengandalkan bantuan. Thai Khek Sian, Beng Kun Cinjin hendak mempergunakan Eng Lan untuk menaklukkannya, untuk membuat ia mengakuinya sebagai ayah dan tidak memusuhinya lagi.
"Beng Kun Cinjin, permusuhan antara kita berdua tidak ada sangkut pautnya dengan nona Pui Eng Lan. Jangan ganggu dia, lepaskan!"
Kembali Kun Hong berkata keras.
"Kalau kau tidak mengakui aku sebagai ayahmu, berarti dia inipun bukan anak mantuku, melainkan seorang mata-mata musuh yang harus dibunuh."
Kata-kata Beng Kun Cinjin ini merupakan ancaman biarpun diucapkan dengan halus
"Keji.........!!"
Kun Hong kini tidak ragu-ragu lagi. Beng Kun Cinjin hendak menggunakan Eng Lan untuk memaksa dia menakluk. Kemarahannya meluap dan sudah gatal-gatal kedua tangannya hendak menubruk dan mencekik leher orang yang dibencinya itu.
"Kun Hong, jangan kurang ajar. Kau membikin aku malu saja, masa begitu sikapmu terhadap ayahmu? Hayo kita ke pulau kosong dan selesaikan urusan ini sebelum urusan besar kita hadapi, tiba-tiba Thai Khek Sian berkata lantang. Setelah berkata demikian, kakek aneh ini menggerak-gerakkan kedua tangan ke kanan kiri perahu dan......... hebatnya, perahu itu meluncur laju seperti didayung orang dengan kuat. Dari sini saja sudah dapat dibayangkan betapa besar tenaga dalam tokoh nomor wahid dari golongan Mo kauw ini!
Karena tidak ingin keributan antara ayah dan anak ini diketahui orang lain, Thai Khek Sian lalu membawa mereka ke pulau kosong dan seperti telah dituturkan di bagian depan, kebetulan sekali di pulau itu bersembunyi Lan Lan dan Lin Lin yang ditinggalkan oleh Wi Liong dan Kong Bu yang melakukan penyelidikan.
Lin Lin mengenal Kun Hong, pemuda yang pernah ia tolong ketika ia masih tinggal di dalam gua di Thian-mu-san bersama Kwa Cun Ek. Dan ia sudah mendengar pula siapa adanya pemuda itu dan sedikit riwayatnya sudah pula ia mendengar dari Wi Liong. Akan tetapi dia, apa lagi Lan Lan, tidak mengenai siapa adanya gadis yang diikat pada batang pohon itu, juga tidak mengenal Beng Kun Cinjin dan Thai Khek Sian. Akan tetapi setelah melihat lebih lama lagi, teringatlah Lin Lin bahwa ia pernah melihat hwesio gundul itu, Beng Kun Cinjin, karena pernah hwesio ini berkunjung kepada suhunya dahulu di Kun-lun san.
"Hwesio muka hitam itu apakah bukan Beng Kun Cinjin?"
Pikirnya di dalam hati.
Dengan hati tertarik Lan Lan dan Lin Lin menyelinap di antara pohon dan melakukan pengintaian. Diam-diam keduanya mengambil keputusan untuk menolong gadis yang diikat pada batang pohon itu, gadis yang biarpun berada dalam keadaan tak berdaya namun masih bersikap gagah dan sepasang matanya penuh keberanian dan memandang dengan sinar berapi-api itu. Bukan main gagah dan cantik manisnya, membuat Lin Lin dan Lan Lan kagum dan menaruh simpati.
Kun Hong yang sudah tidak sabar lagi melihat Eng Lan diikat pada pohon, dengan suara keras bertanya.
"Setelah kalian membawa aku ke sini, apa kehendak kalian?"
Ia tidak menaruh hormat lagi kepada Thai Khek Sian dan sedikitpun ia tidak takut.
Beng Kun Cinjin menoleh kepada Thai Khek Sian.
"Mohon keputusan Siansu karena teecu tidak berani lancang bertindak tanpa seijin Siansu."
Sikap ini jelas sekali memperlihatkan sifat menjilat dan tahulah Kun Hong bahwa musuh besarnya itu selain telah menjadi murid Thai Khek Sian dan menjadi pembantunya, juga berhasil membujuk guru besar itu dengan jalan menjilat. Hatinya makin mendongkol.
Thai Khek Sian berdiri menghadapi Kun Hong dan suaranya mengandung kemarahan ketika berkata.
"Kun Hong, melihat sikapmu sekarang makin jelaslah bahwa kau telah murtad. Dosamu bertumpuk dan sekarang kau harus dapat memutuskan sendiri karena nasibmu tergantung kepada sikapmu sekarang. Pertama-tama, kau telah menghinaku dengan jalan menerima pelajaran dari Kui-bo Thai-houw. Ke dua, kau telah bersikap murtad dan berani melawan ayahmu sendiri, malah mengejar-ngejar hendak membunuhnya. Perbuatan-perbuatan ini merupakan penghinaan kepada aku yang menjadi gurumu. Sekarang, ayahmu dengan rendah hati melupakan semua perbuatanmu, minta-minta kepadaku untuk mengampunimu asal kau suka mengakunya sebagai ayah dan menghentikan permusuhanmu. Malah-malah dia mintakan ampun bagi nyawa nona ini karena mengingat bahwa kau mencintanya. Lekas kau berlutut mengakui ayahmu dan minta ampun padaku. Hanya dengan jalan begitu kau akan diampuni dan akan kami kawinkan dengan gadis pilihanmu ini!"
Sampai menggigil tubuh Kun Hong menahan gelora hatinya. Ia terdesak di sudut, tak dapat lari lagi. Sebetulnya keputusan itu memang amat enak baginya. Dia tidak dimusuhi Thai Khek Sian dan dapat mengawini Eng Lan yang memang menjadi buah impiannya setiap malam. Mau apa lagi? Akan tetapi, hatinya tidak mengijinkan ia menerima keputusan ini. Bagaimana ia dapat mengawini Eng Lan dengan cara paksa? Cinta kasihnya terhadap Eng Lan adalah cinta kasih yang suci, tidak seperti ketika ia mencinta semua wanita cantik Selain keberatan ini, juga terutama sekali, bagaimana dia bisa bersekutu dengan Thai Khek Sian setelah kini ia sadar? Lebih-lebih lagi, bagaimana bisa berbaik lagi dengan Beng Kun Cinjin, orang yang telah membunuh ibunya? Tak mungkin. Apakah ia akan kembali ke jalan sesat, hanya karena ia ingin mendapatkan diri Eng Lan, hanya untuk menyelamatkan Eng Lan? Menyeret diri ke dalam lembah kehinaan, mungkin ikut menyeret Eng Lan pula?
"Tak mungkin!"
Suara hati ini terbawa keluar merupakan bentakan yang keras, la sendiri terkejut, akan tetapi karena sudah terlanjur, ia melanjutkan dengan suara gagah.
"Tak mungkin aku dapat melupakan bahwa Beng Kun Cinjin adalah pembunuh ibuku. Aku harus membunuhnya untuk membalas sakit hati!"
Beng Kun Cinjin berkata dengan nada mengejek.
"Kun Hong, hanya sebegitu saja cintamu kepada nona ini? Apa kau tidak mau menukar nyawaku dengan nyawa nona ini? Pendeknya, sekarang kau tinggal pilih. Menurut perintah Sian-Su dan hidup bahagia sebagai puteraku dan suami gadis ini, atau kubunuh dia ini di depan matamu dan kaupun takkan dapat berbuat apa-apa kepadaku di depan Siansu."
Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hati Kun Hong berdebar keras. Kalau dia sendiri terancam bahaya maut, kiranya ia tidak akan segelisah itu. Ia tahu, bahwa ancaman yang keluar dari mulut Beng Kun Cinjin bukan gertak semata dan ancaman itu akan dilaksanakan. Melihat Eng Lan terbunuh di depan matanya, benar-benar akan menghancurkan hatinya. Ia ragu-ragu. Kalau dahulu, kiranya ia takkan ragu-ragu untuk melakukan tipu muslihat, berpura-pura menakluk untuk menolong nyawa Eng Lan dan kemudian apa bila mendapat kesempatan, melanjutkan niatnya membunuh Beng Kun Cinjin. Demikianlah ajaran-ajaran dari Bu-ceng Tok-ong, mencari kemenangan dengan jalan apapun juga, baik dengan kekerasan, kekejian, maupun tipu muslihat licik. Akan tetapi sekarang hatinya tidak mengijinkan ia melakukan tipu muslihat, apa lagi di depan Eng Lan yang dalam hal ini ia anggap menjadi gurunya.
Melihat keraguan Kun Hong, Beng Kun Cinjin menoleh kepada Eng Lan dan berkata, suaranya halus dan sopan.
"Nona Pui, kau telah mendengar sendiri akan semua yang kami bicarakan. Kau dan gurumu telah menyelundup dan melakukan penyelidikan seperti mata-mata musuh yang keji sehingga gurumu tewas dan kau tertawan. Menurut patut, kaupun sudah harus dibunuh, akan tetapi mengingat bahwa kau adalah kekasih anakku Kun Hong, kami mengampunimu. Nona, dari pandang matamu pinceng maklum bahwa kaupun mencinta Kun Hong, maka demi kebahagiaan kalian berdua, demi kebaikan kita bersama, mintalah kepada bocah kepala batu ini supaya mentaati perintah Siansu yang cukup adil."
Gadis lain yang menghadapi kematian dan melihat jalan keluar itu mungkin akan menjadi lemah hatinya. Memang tak dapat disangkal pula oleh Eng Lan sendiri bahwa apapun yang telah terjadi, betapapun panas dan cemburu hatinya melihat Kun Hong di Pulau Ban-moto dahulu, tetap saja di lubuk hatinya terisi oleh Kun Hong, tetap ia mencinta pemuda itu sepenuh hati dan jiwa. Kini jalan keluar dari bahaya maut itu adalah menurut dan menikah dengan pemuda pujaan hatinya itu. Gadis mana yang takkan menurut? Akan tetapi Eng Lan lain wataknya. Ia gagah dan setia, menjunjung kegagahan jauh lebih tinggi dari pada kepentingan dan perasaan hati sendiri. Ia mengangkat muka dan dada, memandang Beng Kun Cinjin dengan mata berapi-api melalui air matanya, dadanya berombak turun naik lalu berkata nyaring.
"Siluman-siluman jahat, kalian sudah membunuh suhu. Kalau mau membunuh aku, lakukanlah siapa takut mampus? Aku tidak mengemis ampun! Aku tidak mengharapkan pertolongan, dari siapapun juga!"
Kemudian gadis ini memandang kepada Kun Hong dan berkata keras.
"Kun Hong. kalau kau benar-benar mencintaku, perlihatkan kegagahanmu. Lebih baik mati dari pada tunduk kepada mamusia-manusia iblis!"
Berubah seketika wajah Kun Hong yang tadinya kusut dan muram. Kini menjadi berseri dan matanya bersinar-sinar agak basah. Ia terharu dan gembira sekali. Mulutnya tersenyum lebar ketika ia memandang ke arah Eng Lan.
"Eng Lan, terima kasih.........!"
Kemudian ia tertawa bergelak sambil menerjang maju, menyerang Beng Kun Cinjin!
Beng Kun Cinjin yang tahu akan kelihaian Kun Hong, memaki.
"Anak puthauw (durhaka)!"
Sambil melompat ke belakang Thai Khek Sian untuk berlindung.
Thai Khek Sian mengeluarkan suara aneh dan membentak.
"Kun Hong, tahan dan jangan kurang ajar!"
"Suhu, minggirlah dan jangan mencampuri urusan antara dia dan teecu!"
Kun Hong menahan diri.
"Bocah gila, mundur kau, jangan bikin aku marah."
Kata pula Thai Khek Sian.
''Siansu, sekali lagi. minggirlah!"
Kun Hong sekarang membentak.
Thai Khek Sian membanting kakinya, marah sekali.
"Jahanam, apa kau hendak melawan aku pula. aku gurumu!"
Ia meludah ke atas tanah lalu berkata lagi.
"Apa kau begitu jahat untuk melawan ayah dam guru sendiri?"
Kun Hong menggerak-gerakkan pedangnya.
"Thai Khek Sian, kau dan Beng Kun Cinjin sama-sama jahat bukan main dan aku sudah bersumpah untuk melawan kejahatan. Biarpun ayah sendiri atau guru sendiri, kalau jahat, akan kulawan dengan taruhan nyawa!"
Ucapan yang dikeluarkan oleh Kun Hong ini pada masa itu memang merupakan ucapan yang amat aneh dan janggal didengarnya, juga amat jahat. Pada jaman itu, kebaktian merupakan pribadi atau watak yang paling penting di antara semua kewajiban hidup. Bakti terhadap orang tua dan bakti terhadap guru.
Pada masa itu, orang tua dan guru merupakan orang-orang dengan kekuasaan tertinggi dan mutlak yang harus ditaati oleh anak atau murid. Jahat atau baiknya orang tua maupun guru. bukan soal. Pokoknya anak atau murid harus taat dan inilah yang disebut "kebaktian"
Pada masa itu. Tentu saja sikap Kun Hong yang revolusioner dalam arti kata menentang atau merobah aturan lama yang sudah mendarah daging ini, terdengar bagaikan halilintar di musim kemarau. Kun Hong sendiri maklum akan kenekatannya ini, kenekatan yang sebagian besar terdorong oleh cinta kasihnya terhadap Eng Lan dan sebagian pula terdorong oleh warisan dari Bu-ceng Tok-ong yang selalu tak mau mempergunakan cengli (aturan) dan suka menyeleweng dari pada pendapat umum.
"Setan!"
Thai Khek Sian memaki dan tiba-tiba kakek ini menerjang maju mengirim pukulan maut kepada Kun Hong. Pemuda inipun cepat mengelak dan balas menyerang gurunya!
Sejak tadi Lan Lan dan Lin Lin mengintai dan mendengarkan semua percakapan. Mereka merasa kagum kepada Eng Lan yang gagah berani, yang menentang maut dengan mata bersinar-sinar penuh ketabahan, malah yang menganjurkan laki-laki yang dicintanya untuk bersikap gagah. dan jangan takut mati membela kebenaran. Pula mereka kagum juga melihat sikap Kun Hong yang lebih menjunjung tinggi kebenaran dam kegagahan berdasarkan keadilan dari pada peraturan bakti yang hanya diperalat dan disalahgunakan oleh para orang tua dan guru-guru. Lin Lin yang melihat Kun Hong sudah bergebrak dengan kakek mengerikan itu yang ternyata adalah Thai Khek Sian, berbisik kepada cicinya,
"Cici, kau tolong nona Eng Lan itu, biar aku hadapi hwesio gundul tak tahu malu itu!"
Setelah berkata demikian, Lin Lin mencabut pedangnya dan melompat sambil membentak.
"Kakek-kakek mau mampus menghina yang muda, sungguh tak tahu malu"
Begitu tiba di tempat pertempuran, serta merta Lin Lin menerjang dengan pedangnya, menyerang Beng Kun Cinjin yang terkejut sekali dan cepat menangkis dengan tasbehnya. Segera keduanya bertempur hebat.
"Eh, bukankah kau ini........ murid Liong Tosu?"
Beng Kun Cinjin membentak ketika mengenal ilmu pedang nona itu.
"Aku murid siapa bukan soal, yang terang aku pembasmi manusia-manusia jahat macam kau!"
Bentak Lin Lin sambil menyerang terus dengan ilmu pedangnya yang lihai. Beng Kun Cinjin tak banyak cakap lagi. terus menyerang kembali dengan sama hebatnya sehingga Lin Lin terpaksa mundur dam diam-diam mengakui kelihaian hwesio ini.
Sementara itu, Lan Lan berlari menghampiri Eng Lan yang terikat pada batang pohon. Melihat gadis ini datang sambil tersenyum-senyum, Eng Lan bengong, sebentar memandang kepada Lan Lan, sebentar kepada Lin Lin yang demikian gagahnya menghadapi Beng Kun Cinjin. Persamaan rupa kedua orang gadis ini, seperti juga terhadap orang-orang lain, membuat Eng Lan terkejut dan bingung. Apa lagi karena kedua-duanya serupa benar dengan Siok Lan. Eng Lan tahu bahwa seorang di antaranya tentulah gadis serupa Siok Lan yang pernah ia jumpai di rumah makan, malah hampir bertempur dengan dia kalau tidak keburu datang Wi Liong yang melerai (memisah).
"Selamat bertemu kembali, enci yang baik,"
Kata Lan Lan tersenyum manis sambil cepat-cepat menggunakan pedangnya memutus tali yang mengikat gadis itu pada, pohon.
"Eh. kau......... kau yang di rumah makan dulu.........?"
Eng Lan bertanya sambil membantu menggerakkan tangan agar tali-tali pengikatnya lekas terlepas.
"Betul dan namaku Lan Lan, Pek Lan Lan dan itu adik kembarku Pek Lin Lin. Aku tadi mendengar namamu Pui Eng Lan. Bagus, jangan kau khawatir, kami membantumu dan membantu......... tunanganmu itu."
Merah wajah Eng Lan digoda begini dan sekalipus membuat ia teringat bahwa sekarang bukan waktunya berkelakar. Ia mencari sebatang ranting, lalu lari membantu Lin Lin menyerang Beng Kun Cinjin, didahului oeh Lan Lan yang juga sudah membantu Lin Lin mengeroyok hwesio itu. Untuk membantu Kun Hong, kedua orang gadis ini merasa belum cukup kepandaiannya menghadapi Thai Khek Sian yang benar-benar luar biasa lihainya itu.
(Lanjut ke Jilid 36 - Tamat)
Cheng Hoa Kiam (Cerita Lepas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 36 (Tamat)
Pertempuran dua golongan ini berlangsung makin ramai dan seru saja. Akan tetapi mudah dilihat bahwa keadaan mereka kurang seimbang. Kun Hong repot sekali menghadapi desakan-desakan Thai Khek Sian yang masih menang segalanya dibandingkan dengan pemuda bekas muridnya ini. Hanya berkat ketangkasan dan kecepatan Kun Hong saja yang membuat pemuda ini sebegitu lama masih belum roboh. Di lain fihak Beng Kun Cinjin terlampau kosen bagi tiga orang pengeroyoknya yang terdiri dari gadis-gadlis muda. Hanya Lin Lin seorang yang mampu mengimbangi kepandaiannya dan masih dapat membalas dengan serangan-serangan dahsyat, akan tetapi Lan Lan dan Eng Lan benar-benar tidak berdaya.
Keadaan Kun Hong dan tiga orang gadis itu sekarang malah terancam hebat dan dapat dibayangkan bahwa sebentar lagi mereka tentu akan roboh.
Pada saat yang amat berbahaya bagi keselamatan orang-orang muda itu, tiba tiba terdengar bentakan dari jauh.
"Beng Kun Cinjin, akhirnya aku dapat menemukan kau. jahanam!"
Belum hilang gema suara ini, tahu-tahu Wi Liong sudah muncul di situ.
"Ji-wi moi-moi dan nona Eng Lan harap mundur, serahkan siluman ini kepadaku!"
Wi Liong sudah mencabut sulingnya dan menyerang ganas. Lin Lin girang sekali melihat munculnya pemuda ini. Ketika ia menengok dan melihat Kun Hong terdesak hebat, ia lalu melompat dan membantu pemuda ini menghadapi Thai Khek Sian.
Sekarang barulah ramai dan Kun Hong dapat mengatur napas. Tak lama kemudian muncul pula Kong Bu dengan serombongan orang yang bukan lain adalah anak buahnya. pasukan pilihan dari markas penjagaannya, terdiri dari tigapuluh orang lebih.
Bagaimana Wi Liong bisa tiba pada saat yang amat tepat? Mari kita tengok sebentar pengalamannya ketika ia melakukan penyelidikan bersama Kong Bu. Sudah diceritakan lebih dahulu bahwa dua orang pemuda ini meninggalkan Lan Lan dan Lin Lin untuk melakukan penyelidikan di pulau-pulau lain, melihat gerak-gerik orang-orang Mongol yang sengaja didatangkan oleh Beng Kun Cinjin dan Bu-ceng Tok-ong guna membantu tipu muslihat yang hendak dijalankan oleh Thai Khek Sian. Beng Kun Cinjin sudah siang-siang memperbaiki hubungannya dengan orang-orang Mongol dan ia mendapat pengampunan karena orang-orang Mongol melihat bahwa mereka dapat mempergunakan tenaga hwesio ini.
Kebetulan sekali Wi Liong dan Kong Bu menyelidik ke pulau kosong yang dijadikan gudang perlengkapan makanan dan minuman. Mereka mendarat dan menyelinap memasuki pulau itu. Melihat adanya tenda-tenda di situ. mereka maju mengintai dan merasa heran mengapa tempat ini begini sunyi seperti tidak ada penghuninya. Mereka ingin sekali tahu apa yang terdapat di dalam tenda-tenda itu. Wi Liong mengajak Kong Bu mendekati tenda-tenda itu dan mengintai. Ternyata bahwa isi tenda adalah makanan dan minuman dan pada tenda terakhir mereka melihat Bu-ceng Tok-ong duduk di atas pembaringan bersamadhi!
"Aneh sekali........."
Kata Wi Liong. Bagaimana. Bu-ceng Tok-ong duduk enak enak saja membiarkan kedatangan mereka menyelidik?
Tak mungkin orang sepandai Bu-ceng Tok ong tidak mendengar kedatangan mereka, terutama jejak kaki Kong Bu cukup jelas terdengar. Dengan penuh kecurigaan Wi Liong memasuki tenda itu dan mendekat. Setelah berdiri di depan pembaringan, ia mengeluarkan seruan tertahan.
"Dia sudah mati.........."
Cepat-cepat ia mengajak Kong Bu keluar dari tenda itu "Tempat ini menjadi gudang persediaan barang hidangan, dijaga oleh Bu-ceng Tok-ong. Akan tetapi, agaknya ada orang sudah bergerak terlebih dulu dan Bu-ceng Tok-ong terbunuh."
Kata pula, Wi Liong yang cepat menuju ke perahu mereka.
"Hebat..........siapa yang bisa membunuh Raja Racun itu dengan racun?"
"Orang-orang Mongol itu tentu berada di pulau lain,"
Kata Kong Bu.
"Masih ada beberapa pulau kecil kosong di sekitar sini."
Mereka lalu mendayung perahu lagi hendak menyelidiki pulau-pulau lain akan tetapi tiba-tiba lapat-lapat telinga Wi Liong menangkap jerit wanita. Kong Bu tidak mendengar ini maka ia heran ketika mendengar Wi Liong berkata.
"Putar perahu. Kita kembali!"
Kong Bu tidak berani membantah, akan tetapi melihat Wi Liong mendayung perahu secepatnya dan nampak gelisah, ia bertanya.
"Ada apa, Thio-taihiap? Kenapa kita tidak melanjutkan penyelidikan?"
"Aku khawatir dua orang gadis yang kita tinggalkan itu menghadapi bahaya. Aku mendengar jerit wanita dari jauh."
Kong Bu tidak bertanya-tanya lagi dan membantu Wi Liong mendayung perahu itu yang meluncur cepat sekali, kembali ke pulau kecil di mana mereka meninggalkan Lan Lan dan Lin Lin. Di tengah perjalanan ini mereka bertemu dengan dua perahu besar yang ditunggangi oleh tigapuluh orang pasukan Kong Bu yang datang menyusul pemimpin mereka. Kong Bu lalu meloncat ke dalam perahu mereka, membiarkan Wi Liong membalapkan perahu kecilnya terlebih dulu. Ternyata bahwa kedatangan Wi Liong tepat sekali pada waktunya, yaitu kelika Kun Hong dan tiga orang gadis terdesak hebat. Jerit yang ia dengar tadi adalah jerit Eng Lan yang juga terdengar oleh Kun Hong ketika Eng Lain melihat gurunya datam bahaya maut
Demikianlah, ketika melihat bahwa Kun Hong bertanding menghadapi Thai Khek Sian sedangkan Beng Kun Cinjin dikeroyok oleh Eng Lan, Lan Lan dan Lin Lin, Wi Liong tidak membuang waktu lagi, terus saja ia menerjang Beng Kun Cinjin dengan sulingnya.
"Celaka........."
Seru Beng Kun Cinjin dalam hatinya ketika mengenal Wi Liong. Pemuda putera Thio Houw dan Kwee Goat ini sudah terang takkan mau mengampuninya. Sakit hati besar harus dilunaskan pada waktu itu juga. Beng Kun Cinjin menjadi nekat, ia mengerahkan seluruh tenaga dan mengeluarkan seluruh kepandaiannya untuk melawan Wi Liong yang juga menyerang dengan hebat saking marahnya melihat musuh besar ini.
Adapun Thai Khek Sian tidak gentar melihat kedatangan Wi Liong, pemuda murid Thian Te Cu yang pernah ia robohkan itu, akan tetapi ketika ia melihat Kong Bu dan pasukan pasukan pemerintah, ia mengeluarkan seruan kaget. Ia telah mengundang orang-orang Mongol ke tempatnya untuk membantunya menyergap orang-orang kang ouw. Kalau hal ini sudah diketahui oleh pasukan pemerintah, kedudukannya berbahaya sekali. Ia bisa didakwa sebagai pemberontak yang terang-terangan dan pemerintah tentu akan mengirim pasukan-pasukan kuat untuk menghancurkan Pek-go-to. Ini berbahaya bagi keamanan tempat tinggalnya. Teringat akan ini, ia berseru keras.
"Aku tidak ada waktu untuk bermain-main lebih lama lagi!"
Dan tubuhnya melesat sambil menghujankan jarum-jarum beracun ke arah Kun Hong. Pemuda ini kaget sekali, maklum akan kekejian senjata-senjata rahasia ini maka ia cepat-cepat memutar pedang untuk melindungi tubuhnya, tak sempat lagi mengejar. Demikianpun Lin Lin memutar pedang melindungi dirinya.
Beberapa orang anggauta pasukan yang dipimpin Kong Bu, yang belum mengenal Thai Khek Sian, mencoba untuk menghadang dan menyerang kakek mengerikan itu.
"Jangan.........!"
Kun Hong memperingatkan, akan tetapi terlambat. Thai Khek Sian mengibaskan tangan kanannya, uap hitam menyambar dan lima orang anggauta pasukan roboh dan tewas di saat itu juga terkena uap beracun yang amat dahsyat. Di lain saat, Thai Khek Sian telah lenyap dari situ. Kakek tokoh Mo-kauw ini memperlihatkan kekejaman dan ketidak setia-kawanannya, membiarkan Beng Kun Cinjin seorang diri terancam kematian!
Teringat akan Beng Kun Cinjin, Kun Hong cepat memutar tubuh hendak ganti menyerang musuh besarnya. Akan tetapi ia terlambat karena pada saat itu, suling di tangan Wi Liong dengan tepat telah dapat meuotok ulu hati Beng Kun Cinjin dan pukulan ini sudah tidak ada obatnya lagi. Beng Kun Cinjin melepaskan tasbehnya, terhuyung-huyung memegangi dadanya, terengah-engah bersambat.
"Aku....... aku menebus dosa......... Kun Hong......:. anakku.........baik-baiklah kau........"
Ia roboh dan napasnya putus!
Wi Liong mengangkat sulingnya ke atas, memandang ke angkasa raya, mulutnya bergerak-gerak seperti berdoa kepada arwah ayah bundanya bahwa pada saat itu ia berhasil membalas dendam. Akan tetapi tiba-tiba ia melompat dan "traanggg.........!"
Sulingnya menangkis pedang di tangan Kun Hong yang dengan beringas hendak menggunakan pedangnya mencacah-cacah tubuh Beng Kun Cinjin.
"Kun Hong. apa kau gila?"
Bentak Wi Liong.
Dengan muka beringas, mata merah dan wajah pucat, Kun Hong berkata dengan suara terputus-putus.
"Biarkan aku menghancurkan tubuhnya, si keparat! Sampai dalam matinya ia menyebut anak kepadaku. Dia telah merusak hidupku, dia yang membuat aku begini, terperosok ke dalam kejahatan. Dia......... dia membuat aku makin tidak berhak hidup, membuat aku seorang anak penjahat yang menjadi jahat! Aku tidak berharga............ dan dia terutama biang keladinya. Biarkan aku hancurkan mayatnya!"
"Kun Hong, ingat! Betapapun juga, dia ayah kandungmu, darah dagingmu sendiri. Yang jahat perbuatannya, bukan orangnya. Dia sudah mati, tidak perlu diganggu lagi. Manusia baik atau jahat ditentukan oleh perbuatannya sendiri, bukan oleh keturunan. Keturunan penjahat bisa menjadi seorang berguna dan gagah, keturunan orang baik-baik bisa menjadi penjahat."
Kun Hong sadar oleh kata-kata bersemangat ini. Ia menjatuhkan diri, berlutut karena kedua kakinya terasa lemas.
"Sam......... sampai mati ia melempar najis kepadaku......... mengakui aku sebagai anaknya......... ah, aku orang hina...... keturunan rendah........."
"Tidak, Kun Hong. Sikapmu ini saja meyakinkan aku bahwa kau seorang gagah,"
Kata Wi Liong menghibur, akan tetapi Kun Hong tak dapat terhibur oleh kata-kata ini.
Eng Lan melangkah maju, ikut berlutut di samping Kun Hong, meraba pundaknya. Gadis ini juga pucat wajahnya dan air mata membasahi pipinya.
"Kun Hong, aku tidak menganggap kau rendah........."
Dalam dukanya Kun Hong tidak melihat datangnya Eng Lan. Kini mendengar suaranya dan merasai sentuhan tangannya, ia menengok, kaget dan sangsi. Memang adanya Eng Lan di situ yang'membuat ia tadi merasa sengsara, karena ia dapat menduga bahwa gadis kekasihnya itu tentu akan memandangnya rendah. Tak disangkanya sama sekali gadis ini sekarang berlutut di sampingnya, menyentuh pundaknya dan mengeluarkan ucapan seperti itu. Tidak mimpikah ia?
"Kau......... Eng Lan......... benar-benarkah ucapanmu tadi? Aku seorang rendah, tidak saja keturunan orang jahat, malah......... malah aku sudah melukai hatimu......... aku melakukan perbuatan-perbuatan tidak patut......... sudah selayaknya kau membenciku dan memandang rendah........."
Melalui air matanya, gadis itu menatap wajah Kun Hong. Bagaimana dia bisa membenci pemuda ini yang setiap saat bayangannya tak pernah meninggalkan ruang hatinya? Bagaimana ia bisa memandang rendah pemuda ini yang selalu meninggalkan kenang-kenangan dan kesan indah di dalam hatinya, yang ia kagumi, ia kasihani, dan ia cinta? Eng Lan tersenyum, dua butir air mata menitik sampai ke ujung bibirnya, membuat senyumnya manis mengharukan.
"Aku......... aku ampunkan semua itu. Kun Hong. Thio-taihiap berkata benar. Kakek yang sudah mati itu betapapun juga adalah ayahmu, tak perlu kau menurutkan nafsu hati."
Hampir Kun Hong berteriak saking girang dan terharunya. Ia hanya dapat merangkul pundak gadis itu dan air matanya mengalir turun, penuh keharuan.
"Eng Lan......... Eng Lan........."
Hanya demikian terdengar bisikannya.
Wi Liong, Kong Bu, Lan Lan dan Lin Lin memandang penuh keharuan. Kong Bu lalu memberi aba-aba kepada anak buahnya untuk mengurus lima orang kawan yang tewas, sedangkan Wi Liong, Lan Lan dan Lin Lin juga menjauhi tempat itu untuk memberi kesempatan kepada Kun Hong dan Eng Lan dalam pertemuan yang mesra mengharukan itu.
Akan tetapi tidak lama Kun Hong dapat menguasai hatinya. Ia menarik lengan Eng Lan berdiri, untuk sesaat menatap wajah kekasihnya tanpa mengeluarkan kata-kata. Namun di dalam sinar matanya terbawa sumpah bahwa semenjak saat itu ia akan merobah diri, menjadi orang baik-haik sesuai dengan harapan Eng Lan. Dan Eng Lan dapat menangkap sinar mata ini, balas memandang dengan sinar mata penuh harapan, penuh terima kasih, penuh kabahagiaan karena dalam diri Kun Hong ia mendapatkan seorang yang akan menjadi pengganti orang tua, menjadi pengganti guru. menjadi satu-satunya orang yang ia miliki di dunia ini.
Kun Hong teringat akan keadaan di sekitarnya, dengan muka merah ia lalu berbisik.
"Aku masih harus menyelesaikan banyak tugas."
Eng Lan mengangguk dan Kun Hong cepat menghampiri Wi Liong.
"Wi Liong, kau tahu, Thai Khek Sian mempunyai rencana yang amal keji terhadap semula tokoh kang-ouw yang ia undang."
Wi Liong mengangguk.
"Mengundang orang-orang Mongol?"
Jawabnya menduga.
"Bukan itu saja, lebih keji dan hebat lagi."
Dengan singkat ia lalu menuturkan tentang rencana meracuni semua tokoh kang-ouw dengan racun ular Ang-siauw liong dan sebagai bukti penuturannya ia memperlihatkan bangkai ular itu yang menjadi obat penawarnya.
"Aku dapat membujuk nona Cheng In dan Ang Hwa untuk memperbaiki jalan hidup mereka dan mencoba untuk memberikan arak itu kepada para undangan orang-orang Mongol itu."
Ia menceritakan rencananya yang telah dilakukan oleh dua orang oona itu.
Wi Liong berubah air mukanya. Ia telah mengenal baik Cheng In dan Ang Hwa. Kalau tidak ada dua orang nona itu, dahulu ia bisa tewas di tangan Thai Khek Sian. Ia harus berusaha menolong mereka dari ancaman berbahaya. Pekerjaan yang mereka lakukan itu tarlalu berbahaya.
"Kalau begitu, mari kita susul mereka. Pekerjaan mereka itu terlalu berbahaya. Orang-orang Mongol itu bukanlah musuh-musuh yang mudah dikalahkan,"
Kata Wi Liong.
Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kun Hong menyatakan setuju. Wi Liong lalu minta kepada Kong Bu untuk mengajak Eng Lan, Lan Lan, dan Lin Lin mengatur semua pasukannya melakukan penjagaan kalau-kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Juga ia memesan supaya kalau bertemu dengan orang-orang kang-ouw yang hendak mengunjungi Pek-go-to, diberi paringatan tentang bahaya yang mengancam mereka.
Lin Lin cemberut dan tadinya hendak turut.
Akan tetapi sambil memandang dengan wajah sungguh-sungguh, Wi Liong berkata.
"Pekerjaan ini cukup dilakukan oleh Kun Hong dan aku. Kau amat dibutuhkan di samping kawan-kawan lain, adik Lin. Di antara semua kawan, kaulah yang paling tinggi kepandaianmu. Kalau kau ikut pergi, siapa yang dapat diandalkan di sini? Kita bagi-bagi tugas, baikkah itu?"
Lin Lin terpaksa tak dapat membantah lagi dan dengan cepat pergilah Wi Liong dan Kun Hong berperahu, menuju ke pulau-pulau yang dijadikan markas orang-orang Mongol, menyusul Cheng In dan Ang Hwa. Wi Liong yang dahulunya menjadi lawan Kun Hong, sekarang amat percaya kepada pemuda ini. Untuk memperlihatkan kepercayaannya, ia melolos Cheng-hoa-kiam dan memberikan pedang itu kepada pemuda ini. Kun Hong tadinya segan dan sungkan menerima, akan tetapi Wi Liong memaksa sambil berkata.
"Kau lebih ahli menggunakan pedang dari pada aku yang sudah biasa menggunakan sulingku ini. Kita harus hati-hati karena yang kita hadapi adalah orang-orang pandai, apa lagi Thai Khek Sian".
Matahari telah naik tinggi ketika dua orang pemuda perkasa ini tiba di pulau yang mereka tuju. Di pinggir pantai telah kelihatan, perahu orang Mongol dan tiba- tiba Kun Hong berseru heran.
"Bukankah itu perahu Kuibo Thai-houw?"
Seruannya ini dijawab oleh suara hiruk-pikuk orang-orang berkelahi ketika dengan lincah keduanya melompat ke darat. Cepat mereka berlari ke tengah dan benar saja, di depan tenda-tenda darurat terjadi pertempuran hebat. Akan tetapi penglihatan pertama yang membuai mereka cepat memburu ke tempat itu adalah menggeletaknya Cheng In dan Ang Hwa! Wi Liong menghampiri Cheng In dan Kun Hong menghampiri Ang Hwa. Dua orang gadis ini terluka parah dan napas mereka tinggal satu-satu. Akan tetapi Ang Hwa tersenyum ketika Kun Hong memangku kepalanya.
"Aku puas......... dapat melaksanakan tugas......... mati sebagai orang sudah menebus dosa......... perbuatan terakhir......... satu-satunya yang baik......... dan mati di pangkuanmu......... koko........."
Tubuhnya mengejang dan nyawanya melayang.
Cheng In juga diangkat kepalanya oleh Wi Liong yang melihat bahwa gadis inipun tak dapat ditolong pula. Cheng In memandang Wi Liong lalu berkata terengah-engah.
"Hanya setengahnya dapat kami bujuk......... mereka minum dan mati......... kami ketahuan...... dikeroyok....... Kun......... Kun Hong....... selamat tinggal........."
Dan gadis inipun mati dalam pelukan Wi Liong yang ia sangka Kun Hong.
Setelah merebahkan mayat dua orang gadis itu, Wi Liong dan Kun Hong bangkit berdiri. Mereka melihat sedikitnya dua puluh orang Mongol menggeletak berserakan di dalam tenda, tentu mereka yang telah minum arak beracun. Ada tigapuluh orang lagi yang bertempur kacau balau mengeroyok empat orang nenek kembar dan empat orang gadis pakaian merah, pengikut pengikut Kui bo Thai-houw yang sudah payah sekali. Biarpun mereka delapan orang ini sudah merobohkan sepuluh orang lebih, namun dikeroyok seperti itu mereka kewalahan juga dan sudah terluka di sana-sini. Thai Khek Sian sendiri sedang bertempur dengan hebatnya melawan Kui bo Thai-houw. Keduanya sama sakti, sama kuat dan sama sama mengeluarkan serangan-serangan maut yang keji dan dahsyat sekali.
Kedatangan Kuibo Thai houw ke tempat itu memang ia sengaja setelah ia mendengar dari para penyelidiknya bahwa Pek go to mendatangkan orang-orang Mongol. Biarpun jahat, Kui-bo Thai houw bukanlah penghianat dan perbuatan Thai Khek Sian ini mendatangkan kemarahannya. Sebagai bekas selir kaisar, ia benci orang-orang Mongol dan dengan dikawani oleh empat orang nenek kembar serta empat orang gadis pakaian merah yang menjadi murid-murid kesayangannya, ia lalu berperahu mendatangi pulau itu dan menyerang orang-orang Mongol.. Akan tetapi tiba-tiba Thai Khek Sian yang mengkhawatirkan rahasianya bocor datang pula ke pulau itu sehingga terjadi pertempuran seru dan hebat itu.
Tanpa dikomando lagi. Wi Liong dan Kun Hong menyerbu, menyerang orang-orang Mongol. Menghadapi musuh rakyat, tidak ada perbedaan lagi antara mereka dan orang orang Ban-moto. Empat orang nenek kembar tertawa terkekeh-kekeh girang mendapatkan dua bantuan pemuda-pemuda perkasa ini. Mereka mengamuk lebih garang lagi, menjatuhkan beberapa orang dengan sabuk-sabuk mereka. Pedang Cheng-hoa-kiam di tangan Kun Hong mengamuk seperti naga yang haus darah sedangkan suling di tangan Wi Liong tidak kalah hebatnya. Sekali towel dan sekali ketok saja cukup sudah merobohkan seorang lawan.
Orang-orang Mongol itu panik. Mayat-mayat mereka bergelimpangan. Sisanya hendak lari kehabisan jalan, lalu nekat. Tanpa ia sadari, dalam pertempuran ini Wi Liong telah dapat membalas dendam sakit hati orang tuanya, karena di dalam rombongan orang Mongol ini terdapat Hek-mo Sai-ong dan yang lain panglima-panglima Mongol yang dulu ikut mengeroyok dan membunuh ayah bundanya, Thio Houw dan Kwee Goat.
Dalam waktu kurang dari dua jam semua orang Mongol terbasmi habis, tak seorangpun terluput dari kematian. Tempat itu menjadi mengerikan dengan mayat bertumpuk-tumpuk. Empat orang gadis pakaian merah pengikut Kuibo Thai-houw juga tewas, sedangkan empat orang nenek kembar luka-luka. Akan tetapi mereka masih bisa tertawa-tawa puas dan memuji muji Wi Liong dan Kun Hong yang merawat luka-luka mereka sehingga dua orang pemuda ini menjadi jengah dan juga sebal.
Pertempuran antara Thai Khek Sian dan Kuibo Thai-houw masih berlangsung seru. Baik Wi Liong maupun Kun Hong tidak mau mencampuri, hanya menonlton saja sambil diam-diam mencatat dalam hati gerakan-gerakan yang luar biasa lihainya. Bagi orang-orang setinggi mereka tingkat ilmu silatnya, menonton pertempuran yang dilakukan oleh dua orang tokoh puncak ini merupakan penambahan pengalaman dan pelajaran yang tak ternilai harganya. Semua ilmu silat yang tak pernah dikeluarkan, yang merupakan simpanan kedua orang tua sakti itu, kini terpaksa dikeluarkan, untuk mengalahkan lawan.
Pendekar Lembah Naga Karya Kho Ping Hoo Pedang Naga Kemala Karya Kho Ping Hoo Pendekar Lembah Naga Karya Kho Ping Hoo