Ceritasilat Novel Online

Antara Dendam Dan Asmara 8


Antara Dendam Dan Asmara Karya Kho Ping Hoo Bagian 8



Karena makin lama sikap orang muda ini makin berani terhadap mertuanya sendiri! Keadaan Lee Kim Lian lebih-lebih memanaskan perut Song Swi Kai suami-isteri lagi, karena gadis yang berbatin rendah dan hina itu kini dengan secara terang-terangan berani bermain gila dengan pemuda-pemuda murid Song-Kauwsu! Bukan menjadi rahasia lagi bagi penduduk kota Sung-Kian bahwa gadis ini mempunyai tabiat cabul, dan di mana-mana, biarpun tidak berani secara berterang, orang-orang membicarakan gadis ini dengan mulut tersenyum menghina. Bukan main sakit hatinya Song Swi Kai, akan tetapi apakah yang dapat ia lakukan? Di dalam hatinya ingin ia mengusir gadis itu dan mencaci-maki mantunya, akan tetapi ia maklum bahwa kalau ia berani berbuat demikian, mereka akan melawan dan ia akan mendapat malu yang lebih besar lagi!

   Dan pada hari itu datanglah surat tantangan dari Can-Kauwsu! Song-Kauwsu terkejut menerima surat tantangan ini dan ia segera menyuruh seorang muridnya menyelidiki ke Kuil Ban-Hok-Si. Betul saja, panggung Luitai telah dipasang dan di dalam suratnya, Can-Kauwsu memberi waktu tiga hari lagi untuk mengadakan pIbu! Sebetulnya Song-Kauwsu merasa segan untuk minta bantuan mantunya dan Kim Lian, akan tetapi ia maklum bahwa biarpun untuk menghadapi Can-Kauwsu belum tentu ia akan kalah, akan tetapi kalau Can-Kauwsu sudah berani menantang pIbu, tentu Guru silat tua itu telah mempunyai seorang jago yang berkepandaian tinggi. ia teringat kepada Liok Si Seng dan ia bergidik. Kalau dulu tidak ada Kim Lun, tentu ia sudah tewas dalam tangan Suheng dari Can-Kauwsu yang galak itu. Terpaksa ia menemui mantunya dan berkata.

   "Hiansai (anak mantu), Can-Kauwsu telah mengirim surat tantangan kepada kita untuk mengadakan pIbu tiga hari lagi di atas panggung Luitai yang telah didirikan di halaman Kuil Ban-Hok-Si. Dalam suratnya, ia menantang untuk mengadakan dua kali pertandingan, yakni dia sendiri dan seorang jagonya. Oleh karena itu, biarlah aku sendiri yang menghadapi Can-Kauwsu dan kuharap kau suka menghadapi jago yang membantu Can-Kauwsu itu!"

   Dengan tersenyum sindir Kim Lun menerima surat itu dan membacanya sendiri, kemudian ia berkata dengan sombong.

   "Gakhu (Ayah mertua), hal yang begini remeh mengapa harus dibikin pusing? Can-Kauwsu telah berkali-kali mengalami kekalahan, dia sekarang boleh diumpamakan seperti seekor harimau tak berkuku lagi. Mengapa mesti takut kepadanya? Biarlah aku sendiri maju menghadapi dan menghancurkan mereka. Kali ini aku tidak akan bekerja setengah-setengah dan hendak kutewaskan saja Guru silat yang banyak lagak itu."

   "Jangan, Hiansai. lni adalah sebuah pIbu dan sudah cukuplah kalau kita memperlihatkan kepada mereka bahwa kita lebih unggul! Aku sendiri yang akan menghadapi Can-Kauwsu."

   "Gakhu, dahulupun kalau tidak aku dan adikku naik ke panggung, tentu Gakhu sudah kalah terhadap Can-Kauwsu. Apakah aku bisa melihat begitu saja mertuaku dikalahkan orang? Tidak, lebih baik aku sendiri menghadapi mereka berdua, atau kalau memang mereka menghendaki satu lawan satu, biar Kim Lian yang menghadapi Can-Kauwsu dan membikin mampus tikus tua itu!"

   "Hiansai, ingat! Yang ditantang pIbu adalah aku, bukan kau!"

   Kim Lun tertawa bergelak.

   "Baiklah, kita lihat saja nanti. Sebelum pertandingan dimulai, hendak kuajukan usul, kita lihat saja bagaimana sikap mereka!"

   Semenjak mendapat pukulan batin oleh sikap dan tabiat kedua saudara Kakak-beradik yang kini telah menjadi keluarganya itu, Song-Kauwsu telah banyak berubah.

   Adatnya masih keras dan berani, akan tetapi kesombongannya banyak berkurang. ia amat tidak suka melihat kesombongan Kim Lun dan Kim Lian, maka dengan sendirinya ia menjadi insaf bahwa kesombongan akan kepandaian sendiri sebenarnya amatlah buruk. Buktinya kini ia tidak berdaya sama sekali menghadapi kedua orang muda itu. Dimanakah kesombongannya yang dulu-dulu? Pada hari yang telah ditetapkan, Song-Kauwsu bermaksud pergi bertiga dengan Kim Lun dan Kim Lian yang memaksa hendak ikut, dan berbeda dengan pIbu yang terdahulu, Song-Kauwsu tidak memperbolehkan murid-muridnya ikut. Akan tetapi, ketika murid-muridnya merasa kecewa mendengar larangan ini, tiba-tiba Kim Lian maju dan membantah.

   "Mengapa mereka tidak boleh ikut?"

   Katanya dengan berani dan penasaran.

   "Setidaknya mereka itu akan menambah keangkeran pihak kita! Menurut pendapatku, lebih banyak yang ikut lebih baik, sungguhpun mereka itu diharuskan tinggal diam dan tidak boleh ikut dalam pertandingan!"

   Song-Kauwsu memandang marah dan hendak membantah, akan tetapi murid-muridnya telah bersorak girang mendengar ucapan Kim Lian ini, dan melihat Pandang mata Kim Lian dan Kim Lun yang kali ini diharapkan bantuannya, Song-Kauwsu hanya menahan rnarahnya dan diam saja. Bwee Eng lalu menghIbur Ayahnya dan berkata.

   "Biarlah, Ayah. Mengapa Ayah melarang mereka ikut? Murid-murid Ayah tentu saja ingin sekali menyaksikan Ayah bertanding pIbu, dan pula, patut diingat bahwa permusuhan kita dengan Can-Kauwsu dimulai dengan anak-anak muridnya!"

   "Sukamulah! Sukamulah!"

   Hanya demikian Song-Kauwsu berkata dan makin gembiralah sorak-sorai anak-anak muridnya. Bahkan dalam hal pengaruh terhadap murid-muridnyapun Song-Kauwsu telah terdesak oleh Kim Lian yang menjadi "sahabat baik"

   Para pemuda itu. Maka berangkatlah rombongan Song-Kauwsu diikuti oleh banyak muridnya. Mereka ini, termasuk Kim Lun, Bwee Eng, dan Kim Lian, berjalan dengan gagah dan gembira, berbeda dengan Song-Kauwsu yang berjalan di depan dan kelihatan tidak gembira. Pakaiannya sederhana, tidak semewah dulu, dan jalannyapun tidak segagah dulu, seakan-akan ada sesuatu yang mengikat kedua kakinya dan yang membuat langkahnya tidaK leluasa. Sebagaimana ketika diadakan pIbu oleh Song-Kauwsu setahun yang lalu, kini penonton telah memenuhi tempat itu, bahkan lebih banyak daripada dulu,

   Karena mereka telah mendapat kabar bahwa Can-Kauwsu telah mendapatkan seorang "jago"

   Untuk menghadapi Lee Kim Lun atau Lee Kim Lian yang diam-diam mereka benci! Tidak mengherankan apabila kini lebih banyak penonton yang berpihak kepada Can-Kauwsu! Hal ini bukan disebabkan oleh karena mereka membenci Song-Kauwsu yang terkenal sebagai seorang hartawan yang dermawan juga, akan tetapi karena mereka merasa sebal dan benci kepada Kakak-beradik she Lee yang telah mengacau kota Sung-Kian itu. Ketika rombongan Song-Kauwsu datang di tempat itu, Can-Kauwsu bersama Lui Siong dan Lui Hong telah berada di ruang depan Kuil Ban-Hok-Si. Kedatangan rombongan Song-Kauwsu yang terdiri dari dua puluh orang lebih ini membuat keadaan menjadi tegang dan para penonton saling bicara membuat suasana di situ menjadi ramai.

   Akan tetapi Can-Kauwsu tenang-tenang saja, Lui Siong kelihatan gelisah dan Lui Hong tersenyum-senyum manis! Song-Kauwsu menjura kepada ketua Kuil Ban-Hok-Si, dan mengangguk ke arah Can-Kauwsu. Kedua orang jago tua ini ketika saling bertemu, lalu menukar Pandang yang penuh kemarahan. Can-Kauwsu lalu berdiri dari tempat duduknya dan naik ke atas panggung. Karena ia sengaja tidak membuat anak tangga untuk menaiki panggung, maka dengan gerakan Burung Walet Menyambar Kupu, tubuhnya melayang ke atas panggung. Jago silat tua ini ternyata masih memiliki kegesitan yang mengagumkan sehingga para penonton menyambut gerakannya dengan tepuk tangan riuh. Can-Kauwsu mengangkat kedua tangannya dan menjura ke empat penjuru. Para penonton diam, mendengarkan apa yang hendak dikatakan oleh Guru silat yang telah pindah ke dusun itu.

   "Cuwi sekalian,"

   Kata Can-Kauwsu dengan suaranya yang nyaring.

   "Tentu cuwi masih ingat kepadaku, dan masih ingat pula akan pIbu yang diadakan oleh Song-Kauwsu di tempat ini untuk menantang kepadaku. Setahun yang lalu, aku sedang berpIbu dengan Song-Kauwsu akan tetapi sayang sekali datang dua orang luar yang membuat pIbu itu berhenti setengah jaIan, sehingga sampai kinipun belum dapat dipastikan siapakah sebetulnya yang lebih tinggi ilmu kepandaiannya antara Song-Kauwsu dan aku. Sebagai seorang-tua yang sudah banyak hidup di dunia persilatan, tentu saja hal ini mendatangkan rasa penasaran, baik dalam hatiku maupun dalam hati Song-Kauwsu. Sayang selama ini pIbu tak dapat diteruskan, karena terus terang saja, pihakku tidak berdaya menghadapi Song-Kauwsu yang mengandalkan bantuan orang-orang pandai yang menjadi keluarganya. Akan tetapi, sekarang aku mengadakan panggung Luitai dan menantang kepada Song-Kauwsu untuk melanjutkan pIbu setahun yang lalu itu. Aku mengajukan dua orang, yakni aku sendiri dan seorang sahabat baikku yang masih muda bernama Lui Hong. Dia ini sebetulnya bukan orang lain, karena masih putera dari muridku sendiri! Dan kuharap pihak Song-Kauwsu mengeluarkan pula dua orang jago, dia sendiri untuk menghadapi aku, dan seorang pilihannya untuk menghadapi sahabatku. Bukankah ini sudah adil?"

   Ucapannya ini disambut dengan tepuk tangan oleh para penonton.

   "Sudah adil!"

   Terdengar seruan orang.

   "Cukup adil!"

   Terdengar suara lain. Berbareng dengan suara sambutan dari para penonton itu, terlihat berkelebatnya bayangan yang melompat naik ke atas panggung. Ternyata orang ini adalah Song-Kauwsu sendiri yang melompat naik dan menjura di depan Can-Kauwsu yang membalas pula sebagaimana mestinya.

   "Can-Kauwsu, kata-katamu tadi memang benar. Aku sendiripun merasa penasaran dan marilah kita memutuskan sekarang juga. Adapun tentang pembantumu itu, biarlah ia dihadapi nanti oleh mantuku, Lee Kim Lun!"

   Can-Kauwsu tersenyum puas.

   "Baik, ternyata kau masih memiliki kegagahan, Song-Kauwsu. Marilah kita mulai!"

   Can-Kauwsu dengan tenang lalu membuka jubah luarnya dan melemparkannya ke arah Lui Siong yang menerimanya dan menyimpannya. Juga Song-Kauwsu hendak membuka jubahnya, akan tetapi pada saat itu, nampak berkelebat bayangan yang gesit dan ringan sekali dan tahu-tahu Lee Kim Lian telah berdiri di dekat Song-Kauwsu dan berseru.

   "Tidak bisa!"

   Gadis ini memandang kepada Can-Kauwsu dengan tajam dan mulutnya tersenyum manis mengejek.

   "Can-Kauwsu, ada anak muda di sini, mengapa yang tua-tua harus maju? Untuk menghadapimu, cukup ada aku! Song-Kauwsu tak perlu turun tangan. Kalau kau merasa penasaran dan hendak membalas kekalahanmu dariku dulu, nah, sekaranglah kesempatan itu! Atau, barangkali kau takut kepadaku?"

   "Perempuan rendah!"

   Can-Kauwsu tak dapat menahan sabarnya lagi dan bersiap hendak menyerang.

   "Siapa takut kepadamu? Biarlah kita mengadu jiwa di panggung ini!"

   "Song-Lo-Enghiong, silakan mundur, biar aku yang memberi hajaran kepada tikus tua ini!"

   Kim Lian berkata kepada Song-Kauwsu sambil tersenyum. Song-Kauwsu hendak membantah, akan tetapi pandang mata Kim Lian begitu menentukan sehingga ia menjadi ragu-ragu. Pada saat itu, berkelebat bayangan orang pula yang cepat sekali gerakannya dan tahu-tahu seorang pemuda yang tampan, berpakaian seperti seorang pelajar, telah berdiri di samping Can-Kauwsu. ia menjura kepada Song-Kauwsu dan berkata.

   "Memang betul sebagaimana yang kudengar. Pihak Song-Kauwsu memang curang selalu! Kalian hanya ingin mencari kemenangan dengan jalan tidak sewajarnya. Kalian sudah tahu tingkat kepandaian Can Lo-Enghiong, maka kini dengan curang hendak menggantikan tempat Song-Kauwsu! Pantaskah yang muda hendak menang dari yang tua mengandalkan tenaga yang lebih kuat dan mempergunakan kesempatan karena lawan telah lemah dan berusia tua? Pendeknya, kalau kalian memang orang-orang gagah yang tahu aturan kang-ouw, biarlah Can Lo-Enghiong melawan Song-Kauwsu. Adapun kalian orang-orang muda, tidak perduli berapa jumlahnya, satu, dua, atau dua puluh, akulah lawannya! Muda sama muda!"

   Keadaan menjadi makin tegang dan para penonton setelah tahu bahwa pemuda itu adalah jago dari Can-Kauwsu, memuji keberanian dan kegagahannya, maka terdengar tepuk sorak ramai menyambut kata-kata itu. Tiba-tiba Kim Lun melompat pula ke atas panggung sehingga kini keadaan menjadi lebih tegang dan ramai, karena sekaligus lima orang berada di atas panggung.

   "Hai, jangan main keroyokan! Tidak adil! Tidak adil!!"

   Orang-orang mulai bersorak-sorak karena mengira bahwa tiga orang dari pihak Song-Kauwsu itu hendak mengeroyok Can-Kauwsu dan pemuda simpatik itu. Akan tetapi Kim Lun mengangkat kedua tangan kanannya ke atas kepala dan menyuruh diam semua penonton. Setelah semua diam, Kim Lun berkata dengan suara keras.

   "Cuwi sekalian! Agaknya Can-Kauwsu mengandalkan kelihaian kutu-buku ini maka berani menantang pIbu kepada kami! Baiklah, sekarang diatur seadil-adilnya. Karena sudah selayaknya kalau yang muda harus melawan yang muda terlebih dahulu, maka biarlah sekarang jago dari Can-Kauwsu ini memilih lawannya. Aku atau adikku! Setelah pertandingan ini, barulah dilangsungkan pertandingan antara Can-Kauwsu dan seorang dari pihak kami!"

   "Masih tidak adil!"

   Terdengar seruan para penonton.

   "Song-Kauwsu sendiri yang harus menghadapi Can-Kauwsu, itu baru adil!"

   Merahlah wajah Kim Lun mendengar ini. Kembali ia mengangkat kedua tangan-nya ke atas kepala.

   "Baik, mertuaku akan menghadapi Can-Kauwsu di babak terakhir. Akan tetapi, pihak kami ada tiga orang, maka pihak Can-Kauwsu harus ada tiga orang pula! Kalau hanya dua orang, bagaimana kalau nanti seorang menang seorang kalah? Bukankah itu berarti masih belum ada keputusan pihak mana yang lebih unggul?"

   Lui Hong tersenyum dan menjawab pertanyaan ini.

   "Mudah saja, sobat! Biarlah pihakmu yang dua orang itu, yakni kau dan adik perempuanmu, kulawan seorang diri saja! Baik kalian mau maju seorang demi seorang, ataupun mau maju bersama, aku bersedia melayani kalian berdua!"

   Ucapan yang agak sombong ini disambut oleh teriakan dan sorak gembira oleh para penonton. Mereka merasa girang sekali bahwa kini ada orang yang berani menantang kedua saudara Lee itu, bukan menantang saja, bahkan berani menghadapi mereka berdua sekaligus! Makin merah wajah Lee Kim Lun. ia memandang kepada Lui Hong dengan mata merah dan kegemasannya membuat ia ingin sekali memukul hancur kepada pemuda terpelajar itu!

   "Baik!"

   Katanya keras-keras.

   "Kau harus mengalahkan kami berdua lebih dulu, barulah mertuaku akan berhadapan dengan Can-Kauwsu. Akan tetapi jangan kau menyombong dulu, kawan. Tak usah kami berdua maju bersama, seorang saja diantara kami akan sanggup membuat kau menggelinding ke bawah panggung tanpa nyawa pula! Aku sendiri yang akan menghadapimu!"

   Sementara itu, Can-Kauwsu dan Song-Kauwsu lalu melompat turun dari panggung ke tempat duduk masing-masing. Nyata sekali bahwa bukan mereka yang memimpin pertandingan pIbu ini, akan tetapi Lee Kim Lun dan Lui Hong! Akan tetapi Lee Kim Lian masih belum mau turun dan ia berkata kepada Kakaknya.

   "Engko Lun, biarkan aku turun tangan lebih dulu. Kau turunlah dan kau lihat saja betapa aku akan mempermainkan pemuda lemah-lembut ini. Ingat, yang muda maju lebih dulu, bukan?"

   Kim Lun terpaksa menahan marahnya dan diam-diam ia merasa mendongkol kepada adiknya.

   "Mata keranjang!"

   Bisiknya marah, akan tetapi ia mengalah dan melompat turun dari panggung. Kim Lian memang semenjak tadi memandang kepada Lui Hong dengan hati tertarik. Belum pernah ia melihat seorang pemuda sehebat ini. Tidak saja tampan dan halus lemah lembut, akan tetapi juga amat gagah berani dan melihat cara ia melompat ke atas panggung, teranglah sudah bahwa pemuda ini memiliki kepandaian tinggi. Maka diam-diam ia jatuh cinta kepada pemuda ini. Memang beginilah watak Kim Lian yang genit dan cabul. Tidak boleh melihat muka tampan!

   "Sobat, kau agaknya memiliki kepandaian tinggi dan ternyata kau berani sekali,"

   Katanya perlahan sehingga hanya pemuda itu saja yang dapat mendengarnya.

   "sayang sekali kalau kita sampai bertempur. Sebenarnya, siapakah kau dan pernah apakah kau dengan Can-Kauwsu, maka kau membelanya mati-matian? Bukankah lebih baik kita bersahabat daripada bermusuhan?"

   Ia tersenyum dan lirikan matanya memikat hati. Bukan main muak dan sebelnya rasa hati Lui Hong mendengar ucapan ini dan melihat lagak gadis itu. Akan tetapi Lui Hong adalah seorang pemuda terpelajar dan selalu dididik untuk bersikap sopan santun, maka ia menjawab dengan halus dan menyembunyikan kemarahan hatinya.

   "Nona, aku bernama Lui Hong dan Can-Kauwsu masih terhitung Kakek Guruku sendiri, karena Ayahku adalah muridnya! Sudahlah, mari kita mulai pIbu ini agar segera terdapat ketentuan siapa yang lebih unggul!"

   Akan tetapi kembali Kim Lian mengerling genit.

   "Tidak kasihan dan sayangkah kau kalau sampai aku kena pukul olehmu? Aku sendiri merasa amat sayang kalau kau sampai kena kutendang atau kupukul. Benar-benarkah kau tidak menghendaki persahabatan dengan aku?"

   Sementara itu, para penonton yang melihat betapa gadis cabul itu beraksi, melirik-lirik dan tersenyum-senyum, mengeluarkan ucapan-ucapan bisikan yang tak dapat mereka dengar, mulai berteriak-teriak tak puas, bahkan ada yang mentertawakan. Karena itu, Lui Hong lalu berkata keras.

   "Marilah nona, kita mulai pIbu ini!"

   Sambil berkata demikian, Lui Hong mencabut keluar pedangnya yang berkilau kekuning-kuningan. Lee Kim Lian juga menjadi mendongkol mendengar teriakan-teriakan penonton itu, dan ia merasa malu ketika melihat betapa pemuda itu sama sekali tidak melayaninya, maka iapun lalu mencabut keluar pedangnya yang sepasang itu. Di dalam sarung pedang, kelihatannya seperti hanya sebatang, akan tetapi setelah dicabut, ternyata itu adalah dua batang pedang atau Siang-Kiam yang tipis dan berkilauan tertimpa sinar matahari!

   "Bagus, lekas perlihatkan Ngo-Heng Kiam-Hoat, hendak kulihat bagaimana lihainya!"

   Kata Lui Hong yang sudah bersiap dengan pasangan kuda-kuda Raja Kera Menerima Tugas! Mendengar betapa pemuda itu telah mengetahui nama ilmu pedangnya, Kim Lian lalu membentak.

   "Sebelum mampus di ujung pedangku, beritahukan dulu dari perguruan rnanakah kau!"

   Lui Hong tersenyum.

   "Dengarlah baik-baik! Suhuku yang mulia adalah Sin-Kiam Kai-Ong Ma Cin."

   Bukan hanya Kim Lian yang terkejut mendengar nama ini, juga Kim Lun yang berada di bawah panggung merasa terkejut pula. Song-Kauwsu juga menjadi berubah air mukanya mendengar nama tokoh besar yang pernah menggemparkan dunia persilatan ini dan diam-diam ia mengeluh. Tak disangkanya bahwa permusuhannya dengan Can-Kauwsu ini menjadi berkepanjangan dan membuat ia menghadapi murid orang gagah yang amat terkenal. Akan tetapi Kim Lian memiliki ketabahan dan kesombongan besar, ia hanya terkekeh mengejek, kemudian sambil berseru keras ia menyerang.

   Kini lenyaplah sama sekali perasaan suka di dalam hatinya terhadap Lui Hong, karena ia maklum bahwa menghadapi seorang murid dari Sin-Kiam Kai-Ong, ia tidak boleh main-main! Lui Hong lalu menangkis serangan lawannya itu dan membalas dengan serangan yang tak kalah hebatnya. Ilmu pedang yang diajarkan oleh Sin-Kiam Kai-Ong kepadanya adalah ilmu pedang ciptaan tokoh besar itu sendiri berdasarkan ilmu pedang Im-Yang Kiam-Hoat dan sesungguhnya dasar-dasar daripada ilmu silat pedang Ngo-Heng Kam-Hoat yang dimainkan oleh Kim Lian dan ilmu pedang Im-Yang Kiam-Hoat ini berasal dari satu sumber. Sumber aslinya adalah Thian-To Kiam-Sut ciptaan Leng Hwat Couwsu, seorang Pertapa sakti di puncak bukit Kui-San di Pegunungan Gobi.

   Leng Hwat Couwsu menurunkan kepandaiannya yang luar biasa ini kepada lima orang muridnya, dan seorang diantara muridnya ini ternyata murtad dan tersesat pada jalan hidup orang jahat. Murid tersesat inilah yang akhirnya mencipta Ngo-Heng Kam-Hoat dan mewariskan kepandaian ini kepada Bu-Eng-Kwi Tok Liong Taisu, Guru dari Kim Lun dan Kim Lian (Kisah tentang Leng Hwat Couwsu dan lima orang muridnya ini dapat dinikmati dalam cerita terpisah yang berjudul Kui-San Ngo-Sin-Kiam). Oleh karena ilmu pedang yang dimiliki oleh Kim Lian berasal dari satu sumber dengan ilmu pedang yang dimainkan oleh Lui Hong, maka pertempuran itu hebat bukan main. Pedang mereka berkelebatan dan berubah menjadi sinar bergulung-gulung dan saling membelit sehingga tubuh kedua orang muda itu lenyap ditelan gulungan sinar pedang!

   Hanya Kim Lun, Song-Kauwsu, dan Can-Kauwsu bertigalah yang masih dapat mengikuti gerakan-gerakan kedua orang muda itu dengan mata mereka, karena penonton yang lain menjadi pening dan pandang mata mereka silau dan suram! Seratus jurus telah lewat dengan hebat dan tegang, dan diam-diam Can-Kauwsu mengeluh di dalam hati. Baru menghadapi Kim Lian yang lihai saja, Lui Hong masih belum dapat merobohkan dengan cepat-cepat, apalagi kalau menghadapi Kim Lun yang ia tahu lebih pandai dari Kim Lian! Sebaliknya, Kim Lun sendiri maklum bahwa betapapun juga, adiknya takkan dapat menang menghadapi pemuda sasterawan yang lihai itu, dan kalau pertempuran itu tidak segera dihentikan, maka adiknya tentu akan terluka oleh pedang lawannya yang lihai.

   Memang benar, setelah bertempur seratus jurus lebih, kini Kim Lian mulai terdesak hebat dan kedua tangannya yang memegang pedang mulai tergetar tiap kali pedangnya bertemu dengan pedang Lui Hong yang makin lama makin kuat itu! Setelah Kim Lian terdesak benar-benar dan tiap saat tentu akan roboh oleh pedang lawannya yang tidak memberi kelonggaran sedikitpun. Kim Lun tidak tahan lagi dan sekali tubuhnya bergerak, ia telah melayang ke atas panggung. Dengan pedangnya ia menahan pedang Lui Hong sehingga terdengar suara "Traang!"

   Yang nyaring sekali ketika dua pedang bertemu dan muncratlah bunga api menyilaukan mata. Lui Hong terkejut dan melompat mundur dengan marah, karena mengira bahwa orang akan mengeroyoknya, sedangkan diam-diam ia merasa kaget melihat kehebatan tenaga tangkisan itu!

   "Adikku sudah kalah, biarlah pertandingan babak pertama ini dianggap pihakmu yang menang! Dan sekarang, kita teruskan dengan babak kedua! Kim Lian, kau turunlah, biar aku yang menghadapi kutu buku ini!"

   Kim Lian yang sudah merasa betapa lihainya Lui Hong dan tahu bahwa ia memang takkan dapat menang, terpaksa melompat turun dari panggung dengan malu dan gemas.

   Sementara itu, Kim Lun dengan marah sekali lalu menggerakkan sepasang pedangnya menyerang Lui Hong. Pemuda sasterawan ini terkejut karena melihat betapa gerakan pedang Kim Lun benar-benar hebat dan jauh lebih kuat daripada ilmu pedang Kim Lian. Akan tetapi, murid Sin-Kiam Kai-Ong ini tidak menjadi gentar dan segera melawan dengan sengit. Kembali pertempuran hebat terjadi di atas panggung itu. Kini Can-Kauwsu memandang dengan peluh memenuhi jidatnya, karena ia maklum bahwa kali ini sukarlah bagi jagonya itu untuk memperoleh kemenangan! Akan tetapi Lui Siong yang merasa bangga akan kemenangan puteranya tadi, memandang dengan wajah berseri-seri. ia yakin bahwa kali ini puteranya tentu akan menang pula, bahwa puteranya pasti akan berhasil menjunjung tinggi namanya dan membersihkan namanya dan nama Gurunya dari penghinaan yang lampau.

   Ada baiknya juga bahwa ilmu silat Lui Siong belum mencapai tingkat yang tinggi sehingga ia tidak tahu bahwa dalan jurus-jurus pertama saja sudah dapat dilihat bahwa puteranya itu kalah tenaga dan kalah gesit! Hal ini diketahui dengan baik oleh Song-Kauwsu dan Can-Kauwsu, juga oleh Kim Lian.

   (Lanjut ke Jilid 08)

   Antara Dendam & Asmara (Cerita Lepas)

   Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 08

   Lui Hong sendiri yang maklum akan kelihaian Kim Lun, bertempur dengan amat hati-hati dan memusatkan perhatiannya ke arah pertahanan saja agar jangan sampai roboh di tangan Iawannya. ia maklum pula bahwa Iawannya ini berhati kejam dan ganas dan bahwa kecerobohannya akan berarti kematiannya! Pertempuran sedang berjalan sengit-sengitnya, ketika tiba-tiba berkelebat bayangan hijau ke atas panggung, dibarengi bentakan merdu dan nyaring.

   "Tahan!!"

   Sambil berkata demikian, bayangan itu menggerakkan pedang di tangannya dengan cara yang luar biasa dan "Trang! trang!!"

   Pedang di tangan Kim Lun yang dua batang itu dan pedang di tangan Lui Hong terpental hampir terlepas dari pegangan! Kedua orang muda itu terkejut sekali dan cepat melompat mundur. Dengan mata terbelalak heran mereka melihat bahwa yang memisah tadi adalah seorang gadis berpakaian hijau yang cantik jelita dan gagah, yang kini memandang kepada mereka dengan mata mengeluarkan cahaya berapi-api!

   "Siapa kau??"

   Pertanyaan ini hampir berbareng keluar dari mulut Kim Lun dan Lui Hong. Akan tetapi, dara yang gagah perkasa itu tidak memperdulikan pertanyaan ini, bahkan lalu memandang kepada Lui Hong dan berkata ketus.

   "Turunlah kau!"

   Lui Hong merasa penasaran sekali. Sungguhpun ia merasa berat menghadapi Kim Lun, akan tetapi ia masih mempunyai cukup kegagahan untuk pergi begitu saja, diusir oleh seorang gadis yang tak dikenalnya.

   "Mengapa aku mesti turun? Aku mewakili Can Lo-Enghiong untuk..."

   "Turun!"

   Bentak gadis itu dan sepasang matanya memancarkan sinar yang amat mengejutkan, karena penuh amarah.

   "Kau tak berhak mewakilinya! Hanya aku seorang di dunia ini yang berhak mewakilinya. Turunlah kau!"

   Lui Hong menjadi terkejut dan penasaran, ia menganggap gadis ini mungkin miring otaknya, sungguhpun ia akui bahwa tangkisan pedang tadi membuat ia terkejut karena luar biasa dan hebatnya.

   "Siapakah kau?"

   Tanyanya lagi sambil memandang dengan mata tajam. Gadis itu mengarahkan pandangnya kepada Kim Lun dan ke arah rombongan Song-Kauwsu, lalu berkata sambil mengangkat dada.

   "Aku adalah Can Pek Giok, anak dari Can Gi Sun!"

   Ucapan ini terdengar bagaikan guntur di tengah hari. Semua orang memandang terkejut dan terheran-heran, dan terdengarlah suara lemah keluar dari mulut Can-Kauwsu.

   "Pek Giok... anakku..."

   Akan tetapi Guru silat ini hanya duduk saja dengan muka pucat dan mata terbelalak. ia tahu betul bahwa gadis ini adalah Pek Giok anaknya, karena seperti itulah bentuk tubuh dan wajahnya ketika isterinya masih muda! Saking terkejut dan girangnya, ia hanya duduk bagaikan patung batu, tak bergerak sedikitpun dari kursinya. Bahkan ia tidak melihat ketika seorang pemuda menjatuhkan diri berlutut di depannya dan berkata.

   ''Suhu...!"

   Pemuda ini bukan lain adalah Gu Ma Ek, muridnya kedua yang dulu telah melarikan diri setelah mendatangkan aib kepadanya karena hubungannya dengan Kim Lian! Pemuda ini datang bersama Pek Giok. Lui Hong menjadi terkejut dan mukanya tiba-tiba berubah merah. ia merasa bingung dan ragu-ragu dan ketika menengok ke arah Can-Kauwsu, ia melihat Guru silat tua itu memberi tanda kepadanya untuk turun, maka ia lalu melompat turun panggung dengan gerakan ringan. Sementara itu, Pek Giok lalu menghadapi rombongan Song-Kauwsu dan berkata dengan keras.

   "Song-Kauwsu dan kaki tangannya sekalian, dengarlah! Hari ini aku telah datang untuk membalaskan sakit hati Ayahku. Kalian majulah semua, boleh maju seorang demi seorang atau mengeroyok, biar lebih cepat kupatahkan batang lehermu seorang demi seorang!"

   "Perempuan setan dari manakah berani menyombongkan diri?"

   Tiba-tiba terdengar seruan Kim Lian yang melayang naik ke atas panggung dan kini ia berdiri di dekat Kakaknya. Semenjak tadi Kim Lun hanya berdiri bengong karena hatinya seakan-akan melompat keluar dari dadanya ketika si hidung belang ini menyaksikan kecantikan Pek Giok! Pek Giok melirik ke arah Kim Lian, lirikan yang mengandung kebencian besar.

   "Dengarlah, perempuan sornbong! Aku adalah Lee Kim Lian, dan untuk merobohkan seorang rendah seperti kau, sudah cukup pedangku menghadapimu!"

   Tiba-tiba Pek Giok tertawa bergelak, suara ketawa yang merdu, akan tetapi menyeramkan sehingga para penonton yang tadinya berbisik karena menyaksikan peristiwa yang tak tersangka-sangka ini, ketika mendengar Pek Giok tertawa, lalu diam dan memperhatikan.

   "Tidak tahunya kaulah perempuan hina-dina, perempuan cabul yang menjadi biang-keladi segala pertikaian! Dan tentu pesolek murah ini adalah Kakakmu Lee Kim Lun yang jahat, bukan? Bagus, rasakanlah tanganku!"

   Sambil berkata demikian, secepat kilat tangan kiri Pek Giok bergerak. Kim Lun dan Kim Lian hendak mengelak, akan tetapi gerakan Pek Giok lebih cepat lagi dan...

   "Plak! plak!"

   Pipi kedua saudara Lee itu telah kena ditampar sehingga terasa pedas, dan jari-jari tangan Pek Giok membekas kemerah-merahan di atas kulit pipi mereka! Kalau saja keduanya tidak memiliki kepandaian tinggi, tentu kulit muka mereka sudah pecah-pecah dan gigi mereka akan rontok! Bukan main hebatnya tamparan ini sehingga tidak saja Kim Lun dan Kim Lian yang menjadi marah dan juga terkejut, akan tetapi Song-Kauwsu, Can-Kauwsu, Lui Hong dan yang lain-lain memandang dengan mata terbelalak. Bagaimana gadis itu dapat menampar pipi kedua Kakak-beradik yang lihai itu demikian mudahnya? Pihak penonton menjadi tegang dan tak seorangpun bergerak atau mengeluarkan suara, karena mereka dapat menduga bahwa kini pasti akan terjadi pertempuran yang luar biasa hebatnya! Kembali Pek Giok menperdengarkan suara ketawa nyaring.

   "Sepasang anjing she Lee!"

   Katanya dengan mata tetap memancarkan sinar berapi-api.

   "Aku sudah mendengar jelas tentang segala keburukan kalian, yang tidak saja menjadi pengganggu ketentraman kota Sung-Kian, akan tetapi juga menjadi sebab kejaTUHAN nama Ayahku! Bersiaplah untuk menerima hukumanku hari ini!"

   
Antara Dendam Dan Asmara Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Sambil berkata demikian, Pek Giok menggerak-gerakkan pedang di tangan kanannya.

   "Anjing betina!"

   Kim Lian berseru marah dan sepasang pedangnya menyerang hebat, diikuti oleh serangan pedang di kedua tangan Kim Lun yang saking marah dan malunya tak kuasa mengeluarkan ucapan sesuatu.

   "Bagus!"

   Pek Giok menyindir sambil memutar pedangnya sedemikian rupa sehingga sekaligus kedua serangan itu dapat ditangkisnya dan kembali bunga api memancar tinggi.

   "Perempuan cabul, kau pernah merobohkan Ayah dan memberi malu! Dan kau, laki-laki Bangsat, kau telah membunuh Suheng dari Ayahku. Rasakanlah pembalasanku!"

   Sambil berkata demikian, pedang di tangan Pek Giok berkelebat dengan luar biasa cepatnya, mendesak kedua lawannya yang menjadi sIbuk karena mereka benar-benar belum pernah menyaksikan ilmu pedang sehebat ini! Sinar pedang dari Pek Giok bersinar kehijau-hijauan dan benar-benar merupakan ilmu pedang yang amat ganas dan sukar dilawan. Baru angin pedangnya saja sudah cukup membuat tergetar hati Kim Lian dan Kim Lun. Demikianlah hebatnya Cheng-Liong Kiam-Sut yang dipelajari oleh gadis itu dari Beng Tek Sianjin. Oleh karena kepandaian Pek Giok memang jauh lebih tinggi tingkatnya daripada kepandaian kedua saudara Lee itu, maka biarpun Kim Lun dan Kim Lian mengerahkan tenaga dan kepandaian, tetap saja mereka terdesak hebat dan terkurung rapat-rapat oleh sinar pedang yang tajam dan dahsyat itu.

   Can-Kauwsu hampir tak dapat mempercayai pandangan matanya sendiri. Diam-diam ia mencubit kulit lengannya untuk mendapat kepastian bahwa ia tidak sedang mimpi. Benar-benarkah itu Pek Giok, puterinya yang dulu lenyap terculik oleh Bangsat Liu Bo Cin? Bagaimana puterinya bisa sepandai itu? Benar-benarkah dia puterinya? Melihat bentuk tubuh, raut muka, dan adatnya yang tinggi dan keras seperti batu karang itu, tak salah lagi bahwa gadis itu memang benar anaknya! Seperti itu benarlah keadaan isterinya di waktu muda. Cantik jelita, keras hati dan kepala batu pula, sifat-sifat yang menjatuhkan hatinya! Hanya bedanya, kalau isterinya ahli dalam hal sastera dan kerajinan tangan, adalah gadis ini ahli dalam permainan pedang. Bukan main! Ilmu pedang seperti yang dimainkan oleh anaknya itu, selama hidupnya Can Gi Sun belum pernah melihatnya!

   Bahkan Lui Hong sendiripun memandang dengan bengong. Luar biasa sekali ilmu pedang itu dan diam-diam setelah menyaksikan permainan pedang Kim Lun, ia maklum bahwa kalau dia yang menghadapi Kim Lun, ia takkan dapat rnenang! Maka bukan main kagumnya kepada Pek Giok, gadis cantik jelita yang keras dan galak itu. Kim Lun dan Kim Lian yang terdesak hebat itu lalu mengerahkan semua kepandaian mereka, mainkan Ngo-Heng Kam-Hoat dan mempergunakan jurus-jurus yang paling berbahaya. Mereka sengaja memencar dan mengurung Pek Giok dari depan dan belakang, akan tetapi gerakan Pek Giok terlalu lincah dan gerakan pedangnya terlalu cepat dan kuat sehingga tetap saja mereka berdualah yang terdesak hebat. Setelah merasa cukup mencoba kepandaian kedua orang lawannya itu, tiba-tiba Pek Giok lalu rnerubah gerakannya.

   Dengan tangan kirinya ia menyerang Kim Lian dengan pukulan Angin Puyuh Menumbangkan Pohon sambil berseru keras dan dengan tangan kanannya ia menyerang Kim Lun dengan pedangnya. Kim Lian terkejut sekali karena angin pukulan yang penuh dengan tenaga khikang itu membuatnya terhuyung mundur, sedangkan Kim Lun ketika melihat sinar hijau menyambar ke arah dadanya, cepat berusaha untuk menangkis dengan kedua pedangnya. Akan tetapi tanpa dapat diduga lebih dulu, pedang bersinar hijau itu merobah gerakannya dan sebelum ia sempat mengelak, pedang itu telah membabat cepat ke arah tangan kanannya. Kim Lun menjerit ngeri dan darah menyembur keluar membasahi lantai panggung. Ternyata bahwa pergelangan tangan kanannya telah terbabat putus dan tangan itu berikut pedangnya jatuh ke atas papan panggung! Pek Giok tertawa nyaring dan berkata.

   "Kau telah membunuh Suheng Ayahku, dan aku hanya memotong tangan kananmu, sungguh masih ringan hukuman bagimu ini. Nah, pergilah!"

   Kakinya menendang dan tubuh Kim Lun yang tadi meringis-ringis kesakitan itu terlempar ke arah tempat duduk Song-Kauwsu!

   "Anjing betina, aku akan mengadu jiwa!"

   Teriak Kim Lian marah dan menyerang dari belakang. Akan tetapi Pek Giok mengeluarkan suara mengejek dan sekali pedangnya menangkis, pedang di tangan kanan Kim Lian terlempar dan gadis itu terhuyung mundur karena tangannya kena ujung pedang sehingga berdarah! Pek Giok mendesak terus sambil berkata.

   "Kau perempuan cabul, hina-dina tak tahu malu! Seharusnya aku membikin mampus orang macam ini. Kau telah menjatuhkan Ayahku dan membikin malu Ayah di depan umum. Nah, kau rasakanlah betapa sakitnya hati dibikin malu di depan umum!"

   Pedang Pek Giok bergerak-gerak bagaikan seekor naga menyambar-nyambar. Terdengar pekik ngeri dan kain robek. Ternyata ujung pedang Pek Giok telah mengorek muka Kim Lian melintang dari telinga kiri ke telinga kanan, tidak terlalu dalam sehingga tidak membahayakan jiwa,

   Akan tetapi cukup untuk memecahkan kulit muka yang putih halus itu dan membuat muka Kim Lian mengalirkan darah merah mengerikan. Tidak hanya itu saja, pedang itu terus rneluncur ke bawah dan robeklah pakaian yang menempel di tubuh Kim Lian sehingga gadis cabul itu berdiri di atas panggung dengan kedua tangan menutupi mukanya yang berdarah dan tubuh yang hampir telanjang. Kemudian Pek Giok tertawa lagi dan menendang tubuh itu sehingga terlempar kebawah panggung! Melihat kejadian ini, para penonton merasa ngeri dan sungguhpun mereka merasa senang melihat kedua saudara Lee itu kini menerima hajaran hebat, namun mereka merasa terkejut dan ngeri juga melihat kehebatan hukuman yang dijatuhkan oleh Pek Giok. Can-Kauwsu sendiri mengerutkan keningnya dan hatinya diliputi kekhawatiran besar.

   "Song-Kauwsu, hayo keluarkan semua jago-jagomu! Atau kau sendiri boieh maju! Biarlah penduduk Sung-Kian menjadi saksi siapakah yang lebih kuat antara keluarga Song dengan keluarga Can! Hayo, majulah, dan kerahkan murid-muridmu! Mana dia dua orang bajingan yang bernama Tan Siang dan Tan Kui Hok, si Naga Kuning dan Naga Muka Hitam? Mereka telah berani menghina Ayah, hendak kupotong kedua telinga mereka!"

   Pek Giok menantang-nantang di atas panggung. Song-Kauwsu menjadi marah sekali. Sungguhpun ia maklum bahwa ia bukan lawan gadis yang lihai itu, akan tetapi sebagai seorang gagah, ia tidak tahan melihat namanya dihancur-leburkan oleh puteri musuhnya dan kehormatannya di-injak-injak! ia berseru keras dan tubuhnya melompat naik ke atas panggung.

   "Ha, haa, kau maju sendiri? Baik, rasakan tajamnya pedangku!"

   Pek Giok membentak dan siap untuk menyerang. Akan tetapi pada saat itu, Can-Kauwsu melompat pula ke atas panggung dan membentak anaknya.

   "Pek Giok, jangan menjatuhkan tangan kejam kepadanya. Akulah lawannya!"

   Mendengar suara ini, lemah dan lemaslah seluruh tubuh Pek Giok! ia menoleh, memandang kepada Ayahnya dan kini teringatlah ia. Inilah benar-benar Ayahnya sejati, wajah yang tadinya seringkali timbul secara samar-samar di alam mimpi. ia menubruk Ayahnya dan berkata.

   "Ayah..."

   Bukan main terharunya hati Can-Kauwsu ketika ia dirangkul anaknya.

   "Pek Giok... Pek Giok... seakan-akan aku melihat kau bangkit dari kuburan... Turunlah kau, nak, biarlah Ayahmu menyelesaikan perkara dengan Song-Kauwsu secara laki-laki. Kau sudah berhasil menumpas orang-orang jahat yang membela Song-Kauwsu, hatiku puas benar. Akan tetapi, urusanku dengan Song-Kauwsu harus diselesaikan oleh kami berdua. Tua sama tua!"

   Pek Giok maklum akan maksud Ayahnya dan ia tidak mau menyinggung perasaan dan kehormatan Ayahnya. Maka ia lalu melompat turun dan duduk di kursi Ayahnya, diikuti sorak-sorai para penonton yang baru sekarang sempat menyatakan kekaguman mereka. Pek Giok sama sekali tidak mau menengok kepada Lui Hong dan Lui Siong yang duduk di situ. Can-Kauwsu menjura kepada Song-Kauwsu dan berkata.

   "Song-Kauwsu harap kau maafkan anakku tadi. Akan tetapi sesungguhnya kaulah yang mulai lebih dulu membawa-bawa orang luar dalam pIbu kita. Sekarang, kalau kau kehendaki, marilah kita mengambil keputusan terakhir. Atau, kau lebih suka menghabiskan perkara ini sampai di sini saja?"

   Song-Kauwsu mempunyai adat yang keras. Kehormatannya telah diinjak-injak orang, ia telah mendapat malu besar dengan peristiwa yang menghina Kim Lun dan Kim Lian. Sungguhpun ia tidak suka kepada dua orang muda itu, namun mereka itu adalah pembantu-pembantunya, bahkan Kim Lun adalah mantunya sendiri.

   "Orang she Can! Telah lama kita bermusuhan dan selama itu belum juga ada ketentuan. Benar katamu tadi bahwa kita harus mencari penyelesaian dengan kepalan. Marilah kau robohkan aku kalau kau dapat!"

   Maka bertempurlah kedua orang-tua itu dengan serunya. Mereka tak mempergunakan senjata dan berkelahi mengandalkan kaki tangan saja.

   Mereka sama kuat, sama tangkas, dan kedua-duanya telah memiliki pengalaman bertempur. Bagaikan dua ekor singa kelaparan mereka bertanding mati-matian. Puluhan jurus telah lewat, bahkan sampai seratus jurus mereka bertanding, namun belum ada yang menang ataupun kalah. Sesungguhnya Can-Kauwsu lebih tinggi kepandaiannya dan lebih tenang, akan tetapi oleh karena selama ini ia tidak melatih diri dan kesehatannya seringkali terganggu, maka hal ini membuat ia hanya dapat mengimbangi kepandaian lawannya saja tanpa dapat merobohkan. Para penonton memandang ke atas panggung dengan mata terbelalak dan menahan napas. Mereka maklum bahwa dua orang Guru silat itu sedang bertanding mati-matian. Can-Kauwsu mainkan Sin-Wan Kun-Hwat atau Ilmu Silat Kera Sakti yang amat cepat gerakan tangannya dan amat ringan kakinya.

   Sedangkan Song-Kauwsu mengerahkan tenaganya yang besar dan mainkan ilmu silat Bu-Tong-Pai yang kuat. ia adalah murid dari Kwan Tek Losu, tokoh besar cabang persilatan Bu-Tong-Pai, maka tentu saja ilmu silatnya sudah matang dan kuat. Pek Giok melihat jalannya pertandingan dengan hati gelisah. ia tak berani membantu, karena dengan perbuatan demikian, selain ia akan merendahkan diri sendiri, juga Ayahnya akan tersinggung dan terhina. Terpaksa ia menonton sambil kadang-kadang menahan napas kalau melihat Ayahnya sudah mulai berpeluh dan napasnya terengah-engah. Can-Kauwsu maklum bahwa ia kalah napas, maka ia lalu mengambil keputusan untuk menjalankan serangannya dengan ilmu pukulan Sin-Wan Twi-San (Kera Sakti Mendorong Gunung).

   Gerakan ini sebenarnya tidak pernah ia lakukan dalam menghadapi lawan, karena amat berbahaya. Kedua tangan yang dipukulkan ke depan selain dilakukan dengan tenaga lweekang sepenuhnya, juga banyak sekali perubahannya menurut tangkisan atau kelitan lawan. Pendeknya, ilmu pukulan ini takkan dapat dihindarkan oleh lawan dan takkan dihentikan sebelum mengenai sasaran! Song-Kauwsu terkejut sekali melihat hebatnya serangan ini dan karena ia sudah tidak mempunyai tempat untuk mengelak lagi, akhirnya dada kanannya terkena pukulan itu dengan hebatnya. Akan tetapi, benar-benar tubuhnya kuat sekali, karena begitu terkena pukulan, ia masih sanggup melayangkan kakinya yang tepat mengenai lambung Can-Kauwsu!

   "Celaka!"

   Pek Giok berseru dan berbareng dengan seruannya itu, tubuh Can Gi Sun terhuyung-huyung ke belakang, tangannya menekan lambung dan wajahnya pucat sekali. Akan tetapi keadaan Song Swi Kai lebih hebat lagi. Guru silat ini roboh dan dari mulutnya menyembur darah segar! Dengan susah-payah Song Swi Kai merangkak bangun.

   "Aku menerima kalah... katanya sambil terengah-engah menahan sakit.

   "Aku akan menutup Bukoanku (rumah perguruan silat)..."

   Lalu ia berjalan ke pinggir panggung dan melompat turun, akan tetapi terguling di atas tanah dan roboh tak sadarkan diri! Murid-muridnya segera maju menggotongnya, sedangkan Lee Kim Lun dan Lee Kim Lian telah diangkat terlebih dulu, diikuti oleh Bwee Eng yang menangis sepanjang jalan. Demikianlah, rombongan Song-Kauwsu yang datangnya gagah tadi, kini pulang dalam keadaan menyedihkan sekali! Pek Giok cepat melompat ke atas panggung dan dengan cekatan sekali ia memondong tubuh Ayahnya, dibawa melompat ke bawah panggung.

   Tanpa membuang waktu lagi, gadis ini memeriksa luka Ayahnya. Ternyata Ayahnya menderita luka di sebelah dalam karena tendangan itu, akan tetapi untungnya tidak membahayakan jiwanya. Pek Giok lalu membawa pulang Ayahnya, mengikuti Lui Siong dan Lui Hong. Tak dapat dilukiskan betapa girang dan terharu hati nyonya. Can Gi Sun ketika melihat Pek Giok. Dirangkulnya anaknya itu, diciuminya sambil menangis tersedu-sedu. Kemudian ia menjadi bangga sekali ketika mendengar dari Lui Siong tentang kegagahan Pek Giok yang akhirnya dapat mengalahkan semua rnusuh dan membalas sakit hati keluarga Can. Can-Kauwsu dirawat dan diberi obat, kemudian Pek Giok menceritakan riwayatnya kepada Ayah-Bundanya yang mendengarkan dengan hati terharu dan penuh kebahagiaan.

   Riwayat ini telah kita ketahui dan telah dituturkan di bagian depan, akan tetapi bagaimanakah Pek Giok dapat muncul dalam keadaan tiba-tiba dan kebetulan sekali itu? Dan dari mana pula datangnya Gu Ma Ek yang kini duduk di ruang depan rumah bekas Suhunya dengan muka duka? Baiklah kita mundur sebentar. Sebagaimana telah diketahui, setelah mendengar dari perampok tua bahwa ia adalah anak dari Can Gi Sun, Guru silat di kota Sung-Kian, Pek Giok lalu cepat menuju ke kota ini. Ketika ia akan keluar dari sebuah hutan di luar kota Sung-Kian, ia melihat seorang pemuda sedang berusaha menggantung diri pada cabang sebatang pohon. Pek Giok menjadi terkejut dan segera melompat dan menyabet putus tali gantungan itu.

   "Pengecut!"

   Ia memaki pemuda itu yang bukan lain adalah Gu Ma Ek. Pemuda ini setelah pergi dengan hati hancur karena terhina oleh Kim Lian dan karenanya membuat malu kepada Suhunya, setelah merana dan tak berdaya untuk membalas dendam, lalu mengambil keputusan pendek untuk membunuh diri di dalam hutan itu!

   "Laki-laki pengecut!"

   Pek Giok berseru lagi. Gu Ma Ek membuka matanya dan ketika melihat seorang gadis jelita berdiri di depannya, tiba-tiba timbul rasa bencinya. ia teringat kepada Kim Lian yang juga cantik jelita, gadis cabul yang berhati palsu itu, maka ia segera melompat bangun dan menerjang Pek Giok dengan serangan kilat! Akan tetapi, baru sekali saja Pek Giok menggerakkan tangannya, ia roboh lagi. Ma Ek menjadi nekad dan bangun menyerang lagi, kembali ia roboh dan kali ini ia tak dapat bangun karena jalan darah Thian-Hu-Hiat telah kena ditotok oleh jari tangan Pek Giok yang kuat.

   "Eh, eh, tidak saja kau pengecut, akan tetapi juga gila! Kau pemuda otak miring, kenapa datang-datang menyerangku membabi buta?"

   Biarpun tak dapat bergerak lagi, akan tetapi Ma Ek memandang dengan mata penuh kebencian dan ia memaki.

   "Perempuan busuk! Semua perempuan cantik berhati busuk!"

   Pek Giok tersenyum.

   "Hm, tidak tahunya kau adalah seorang pemuda yang patah hati! Akan tetapi kau bodoh dan tolol! Bukan sifat seorang jantan yang gagah untuk berputus harapan dan membunuh diri sendiri! Tahukah kau? Kegagalan adalah pangkal kesempurnaan!"

   Gadis itu memberi wejangan seperti yang pernah didengarnya dari seorang diantara Guru-gurunya, yakni Kiok Sin Sianli! Mendengar ucapan-ucapan gagah ini, tiba-tiba Ma Ek menangis tersedu-sedu! Tadinya ia benci kepada gadis cantik ini karena mengingatkan ia kepada Kim Lian, akan tetapi ketika menyaksikan gerakan gadis ini yang dalam segebrakan saja telah membuatnya roboh berturut-turut, bahkan dalam serangan selanjutnya ia kena tertotok secara lihai sekali, ia maklum bahwa ini tentu seorang pendekar yang tinggi kepandaiannya. Maka ia merasa malu sekali, malu, menyesal dan sedih.

   "Aku telah berdosa... aku telah membikin malu dan merendahkan nama Suhuku yang tercinta, Suhuku yang menganggap aku seperti anak sendiri. Aku seorang murid yang murtad, tidak berbakti, ah... untuk apa seorang tiada guna seperti aku ini hidup lebih lama lagi?"

   Pek Giok paling suka kepada sifat yang gagah. Gurunya, Kiok Sin Sianli pernah berkata bahwa keinsyafan akan kesalahan diri sendiri dan berani mengakui kesalahan itu termasuk sifat gagah yang patut dihargai. Maka tirnbullah pikirannya hendak menolong pemuda ini.

   "Siapakah Gurumu? Dan kesalahan apakah yang kau lakukan?"

   "Suhuku adalah Can-Kauwsu yang dulu amat terkenal namanya di Sung-Kian, dan aku... kesalahanku..."

   Ma Ek merasa malu untuk menceritakan pengalamannya, akan tetapi ia merasa heran ketika melihat betapa wajah dara itu berubah hebat dan Pek Giok cepat menotoknya kembali sehingga pulih kembali jalan darahnya.

   "Ah, Gurumu bernama Can-Kauwsu? Apakah Can Gi Sun?"

   "Benar,"

   Kata Ma Ek sambil bangun berdiri.

   "Bagaimana keadaannya? Ceritakanlah dan cepat!"

   Dengan penuh keheranan Ma Ek lalu menceritakan semua pengalaman Gurunya, semenjak terjadi permusuhan dengan Song-Kauwsu sehingga sekarang ini. Dengan amat malu diceritakannya pula betapa ia telah tergoda oleh Kim Lian dan bagaimana Kim Lian telah mengalahkan Can-Kauwsu sehingga nama Gurunya itu menjadi rusak dan kehormatannya runtuh.

   "Keparat jahanam betul! Aku akan menghancurkan Song-Kauwsu dan kaki tangannya! Dengarlah, aku adalah Can Pek Giok, puteri Can-Kauwsu! Akulah yang akan membalaskan dendam hati Ayah!"

   Gu Ma Ek pernah mendengar nama Pek Giok sebagai puteri tunggal Suhunya yang hilang terculik, maka tentu saja ia menjadi girang dan terkejut.

   "Hayo, antarkan aku ke tempat mereka. Hendak kulihat sampai di manakah jahatnya Song-Kauwsu dan keluarganya!"

   Kata Pek Giok dan mereka berdua lalu keluar dari hutan menuju ke Sung-Kian. Dan di dalam kota mereka mendengar tentang diadakannya pIbu di halaman depan Kuil Ban-Hok-Si itu, maka mereka langsung menuju ke tempat itu. Demikianlah, Pek Giok menceritakan semua pengalamannya yang didengarkan oleh Ayah-Bundanya dengan hati penuh kebahagiaan. Terutama sekali nyonya Can. Bagaikan pohon kembang yang sudah hampir mengering karena kepanasan tiba-tiba mendapat siraman air sejuk, ia menjadi segar kembali, wajahnya berseri-seri dan mulutnya tersenyum-senyum penuh kebahagiaan dan kebanggaan.

   "Pek Giok, kita harus berterima kasih kepada Lui Siong, terutama puteranya yang gagah perkasa itu, yakni Lui Hong."

   "Pemuda yang mewakili Ayah dan yang mengalahkan Kim Lian itu?"

   Tanya Pek Giok.

   "Benar, Pek Giok. Pemuda itu adalah putera dari murid kepala yang mewakili aku mengajar. ia adalah murid dari Sin-Kiam Kai-Ong Ma Cin dan selain kepandaiannya cukup tinggi, iapun seorang yang memiliki kegagahan dan prIbudi Kita benar-benar harus berterima kasih kepadanya."

   Pek Giok mengenangkan sebentar wajah pemuda yang cukup tampan dan gagah itu, akan tetapi ia segera melupakannya kembali dan berkata.

   "Ayah, marilah kita pindah kembali ke rumah lama di kota. Aku tidak kerasan tinggal di dusun yang sepi ini. Pula, untuk menjaga nama perguruanmu, sebaiknya Ayah membuka kembali Bukoan yang telah ditutup itu. Apalagi menurut ucapan Song-Kauwsu, ia hendak menutup Bukoannya."

   "Aku sudah tua dan sudah malas mengajar,"

   Kata Can-Kauwsu.

   "Tak perlu Ayah mengajar sendiri. Kurasa Ma Ek cukup untuk memberi pelajaran kepada murid-murid Ayah, dan dengan sedikit tambahan latihan silat dariku, Ma Ek akan menjadi tenaga pengajar yang cukup baik."

   Can-Kauwsu menghela napas.

   "Baru aku teringat kepadanya. Manakah dia?" "Dia menanti di luar, Ayah,"

   Kata Pek Giok.

   "Ma Ek...! Kau masuklah!"

   Can-Kauwsu berseru dari dalam. Memang Ma Ek masih menanti di luar sambil melamun. ia sedang menyesali penyelewengannya yang dulu. Kalau saja ia dulu tidak nyeleweng, tentu ia akan ikut pula merasakan kegembiraan hari ini berhubung dengan kemenangan Gurunya. Ketika mendengar Suhunya memanggil, dengan hati berdebar ia lalu masuk dengan tindakan kaki perlahan. Kemudian, ia berlutut di depan Suhunya dengan kepala tunduk. Can-Kauwsu dan isterinya telah mendengar dari penuturan Pek Giok, betapa Ma Ek hendak menggantung diri di dalam hutan, maka melihat keadaan pemuda yang pucat dan kurus itu, mereka menjadi terharu dan lenyaplah semua perasaan marah yang dulu-dulu. Pemuda ini semenjak kecil telah mereka pelihara, bahkan boleh dibilang mereka perlakukan sebagai anak sendiri, sebagai pengganti Pek Giok yang dulu disangka hilang.

   "Ma Ek, sudah insyaf benar-benarkah kau akan kesalahanmu?"

   Tegur Can-Kauwsu. Ma Ek menundukkan mukanya makin dalam dan berkata perlahan.

   "Teecu telah bertobat, Suhu, dan untuk menebus dosa, Teecu hanya menanti perintah Suhu. Disuruh matipun pada saat ini juga akan Teecu jalankan!"

   "Tak perlu nelangsa sampai demikian jauh, Ma Ek. Setiap orang manusia memang takkan terluput daripada kesalahan. Sewaktu-waktu di dalam hidupnya ia pasti akan tersesat dan nyeleweng daripada jalan benar. Akan tetapi, asal saja ia cepat sadar akan penyelewengannya itu, ia akan dapat kembali ke jalan benar yang ditinggalkannya dan penyelewengan itu tidak merugikan, bahkan akan menjadi pengalaman pahit yang dapat mencegahnya membuat penyelewengan macam itu lagi! Kau kembalilah kepada kami dan mulai sekarang, aku akan membuka Bukoan kita di Sung-Kian lagi. Kaulah yang kini akan mewakili aku mengajar anak-anak, karena Lui Siong makin sIbuk dengan pekerjaannya dengan Piauwsu."

   Bukan main girangnya hati Ma Ek mendengar ucapan Suhunya itu. Tidak saja ia diampuni, bahkan ia boleh kembali dan boleh mewakili Suhunya mengajar! ia mengangguk-anggukkan kepala beberapa kali penuh rasa terima kasih, akan tetapi kemudian ia berkata.

   "BerIbu terima kasih atas pengampunan dan kemurahan hati Suhu terhadap Teecu yang berdosa. Akan tetapi, kepandaian Teecu masih amat dangkal, maka bagaimanakah Teecu berani memberi pelajaran kepada murid-murid lain?"

   "Di samping mengajar, kaupun harus memperdalam kepandaianmu sendiri. Aku sendiri dan anakku Pek Giok akan memberi petunjuk-petunjuk kepadamu."

   Makin besarlah hati Ma Ek.

   "Kalau Lihiap sudi memberi petunjuk Teecu tidak ragu-ragu lagi bahwa Teecu pasti akan mendapat kemajuan pesat. Kepandaian yang dimiliki oleh Lihiap sungguh-sungguh luar biasa dan belum pernah Teecu bermimpi bahwa ada kepandaian silat yang demikian hebatnya!"

   Demikianlah, semua orang bergembira dan Lui Siong yang teringat akan pernyataan Nyonya Can yang ingin mengambil pemindahan Suhunya kembali ke kota Sung-Kian itu. Lui Hong juga tidak ketinggalan dan ikut pula membantu. Pemuda ini merasa likat dan malu-malu untuk bertemu pandang dengan Pek Giok. Sesungguhnya ia bukan seorang pemalu, akan tetapi ia teringat akan pernyataan Nyonya Can yang ingin mengambil mantu padanya. Kini Pek Giok telah kembali dan tentu saja teringat akan ucapan itu, pemuda ini menjadi tak enak hati dan malu-malu. Akan tetapi, Pek Giok yang tidak mengetahui soal itu, bersikap biasa dan hanya menganggap bahwa Lui Hong yang gagah itu memang seorang pemuda pemalu!

   Perpindahan Can-Kauwsu dan pembukaan kembali Bukoannya itu disambut dengan girang oleh banyak penduduk kota Sung-Kian. Membanjirlah datangnya pemuda-pemuda yang hendak beJajar silat, karena dengan kemenangan di atas panggung Luitai itu, sekaligus naiklah nama Can-Kauwsu, apalagi karena Can-Kauwsu mempunyai seorang anak perempuan yang kepandaiannya mereka sohorkan sebagai seorang dewi dari kahyangan! Ma Ek sIbuk sekali menerima pendaftaran para murid-murid baru ini dan hatinya amat gembira, juga pekerjaan Lui Siong sekaligus mengalami perubahan hebat. Kalau dulu para saudagar besar masih ragu-ragu untuk memberi kepercayaan kepadanya mengantar barang-barang berharga ke daerah lain,

   Kini mereka mulai percaya ketika mengetahui bahwa Lui Siong adalah murid kepala dari Can-Kauwsu! Kemenangan di panggung Luitai itu merupakan sebuah propaganda yang baik sekali bagi perusahaannya! Untuk dapat memperluas pekerjaannya, Lui Siong lalu mencari pembantu-pembantu yang terdiri dari bekas murid-murid Can-Kauwsu. Dengan adanya Lui Hong disampingnya, selain pekerjaan pembukuan beres di tangan pemuda terpelajar ini, juga pengiriman barang-barang dapat dilakukan dengan Iancar dan tidak diliputi kekhawatiran akan gangguan di jalan. Kalau toh akan ada gangguan perampok, Lui Siong masih dapat mengandalkan kepandaian Lui Hong untuk merarnpasnya kembali! Beberapa hari kemudian, Can-Kauwsu dan isterinya memanggil Pek Giok dan Can-Kauwsu berkata dengan suara halus kepada puterinya.

   "Pek Giok, anakku. Kau tahu betapa bahagia hati Ayah-Bundamu karena kau yang kami sangka telah lenyap takkan kembali pula sekarang datang dalam keadaan yang amat menggembirakan dan membanggakan hati Ayah-Bundamu. Kau sudah dewasa, berkepandaian tinggi dan menjadi murid Kun-Lun Sam-Sian! Hati siapakah yang takkan menjadi bahagia dan bangga?"

   

Iblis Dan Bidadari Karya Kho Ping Hoo Memburu Iblis Karya Sriwidjono Siluman Gua Tengkorak Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini