Ceritasilat Novel Online

Kisah Si Pedang Terbang 10


Kisah Si Pedang Terbang Karya Kho Ping Hoo Bagian 10



Kwan Lee tersenyum sedih.

   "Panjang sekali ceritanya, nona. Kalau nona suka singgah di tempat kami, akan kuceritakan semua."

   "Maaf, setelah engkau sembuh, aku harus melanjutkan perjalananku, twa ko."'

   "Nanti. dulu, nona Yang Kurasa saat ini di antara para pendekar, hanya engkau seorang yang tidak memusuhi kami orang-orang Beng-kauw. Oleh karena itu, ingin aku menceritakan segalanya tentang kami, agar engkau meluaskan keterangan itu dan membuka mata orang-orang kangouw bahwa Bengkauw bukanlah perkumpulan penjahat yang amat kejam dan harus dibasmi, Maukah engkau mem bantu kami, nona? Bantuanmu itu akan lebih berharga dari pada kalau nona membela nyawa semua orang ini."

   Mei Li mengerutkan alisnya. Ayah dan ibunya berpesan bahwa dia tentu saja boleh bertindak sebagai pendekar, membela kebenaran dan keadilan, memba tu yang lemah tertindas dan menentang yang kuat sewenang-wenang. Akan tetapi dia diperingatkan agar jangan melibatkan diri dalam permusuhan antara perkumpulan-perkumpulan di dunia kangouw.

   "Aku suka membantu siapa saja yang mengalami penasaran, akan tetapi tidak mau terlibat dengan permusuhan pribadi perkumpulan."

   'Kami tidak ingin engkau terlibat dalam urusan kami, nona. Kami hanya menghendaki keadilan dan membersih kan diri kami dari fitnah. Tentu saja kalau nona sudi menolong, kalau tidak, kamipun tidak dapat memaksa dan menyerahkan diri kepada nasib saja."

   Suara itu terdengar demikian penuh duka sehingga Mei Li merasa tidak tega untuk menolaknya. Pula pemuda itu hanya ingin ia menjadi pendengar saja, mau disebarluaskan atau tidak, terserah sepenuhnya kepadanya.

   "Baiklah, akan kudengarkan. Pula, keadaanmu belum kuat benar, dan mereka ini membutuhkan perlindungan."

   Wajah Kwan Lee menjadi berseri.

   "Terima kasih, nona!"

   Biarpun dia masih 'lemah, dia minta -disediaka'n seekor kuda dan kini dia melanjutkan perjalanan menunggang seekor kuda di samping Mei Li. Di sepanjang perjalanan ini, Mei Li lebih banyak mengenal sifat dari pemuda itu. Seorang pemuda yang sederhana, biarpun putera ketua namun sikapnya terhadap anak buah ramah dan sederhana. Juga selalu sopan terhadap dirinya sehingga dia mulai merasa suka kepadanya.

   Orangnya agak pendiam, selalu terbuka dan jujur, ramah dan lembut. Juga tidak pantas kalau dikatakan putera seorang ketua yang kasar dan liar karena ternyata pemuda ini cukup terpelajar, mengenal sajak-sajak indah dan tokoh-tokoh besar dalam sejarah.

   Pada malam ke dua rombongan terpaksa berhenti di sebuah lereng bukit. Sebetulnya pusat perkampungan Bengkauw sudah dekat, akan tetapi karena hari sudah malam dan rombongan yang terdiri dari wanita dan anak-anak sudah lelah, terpaksa mereka berhenti. Malam itu bulan purnama dan malam di lereng gunung itu indah sekali, Kwan Lee sudah sehat kembali. dan dia duduk diatas batu besar bersama Mei Li. Mereka telah akrab karena merasa cocok. Dalam kesempatan ini, Mei Li ingin mengetahui. lebih banyak tentang pemuda itu dan tentang Bengkauw.

   "Nah., sekarang engkau tentu sudah cukup mengenalku sehingga percaya untuk bercerita sedikit mengenai Bengkauw dan mengapa para pendekar memusuhinya, twako."

   "Perkumpulan Bengkauw memang berasal dari aliran agama. Terang (Beng-kauw), nona. Akan tetapi sekarang di antara "para pengikutnya sudah jarang yang mengerti, tentang agama Terang itu. Agama itu sendiri berdasarkan im Yang atau Terang dan Gelap. Yang terang adalah baik sebaliknya yang gelap adalah jahat. Pengetahuan tentang agama ini berarti pengetahuan tentang alam dan kekuasaannya yang terbagi antara gelap dan terang, Penyelamatan adalah proses membebaskan unsur terang dari kegelapan. Yang berasal dari Tuhan itu adalah Terang sebaliknya iblis mendatangkan kegelapan untuk menggoda manusia, karena itu kita harus penuh dengan roh-roh. untuk membebaskan diri dari pengaruh kegelapan. Pimpinan Bengkauw sendiri adalah Duta-duta Terang yang menerangi kegelapan."

   "Hemm, kalau begitu apa bedanya dengan agama lain? Semua agama juga berpihak kepada yang terang dan memerangi yang gelap atau jahat."'

   'Memang pada hakekatnya tidak ada bedanya, nona. Akan tetapi, tanpa disadari para pemeluknya sudah diperalat oleh kekuasaan Iblis sehingga mereka saling menyalahkannya, menganggap diri sendiri benar. Karena itu, tindakan para pemimpinnya selalu bahkan bertentangan dengan ajaran agamanya sendiri, Hukum agama yang diterapkan, bukan lagi hukum agama berdasarkan keadilan, melainkan dipilih mana yang menguntung kan bagi si pimpinan. dari situlah timbulnya kepalsuan-kepalsuan dan kejahatan yang berkedok keagamaan, nona." "Bagaimana dengan Bengkauw sendiri?"

   "Tidak ada bedanya dengan agama-agama atau aliran lain Selama orang-orang yang memimpinnya merasa keberadaan dan kekuasaannya terancam, mereka akan bergerak, menggunakan segala dalih dalam agama mereka untuk menghantam lawan. Tentu saja dengan dalih melakukan pembersihan atau menghukum,"

   "Semua pimpinan. agama begitu?"

   "Tentu saja tidak, dan ada kecualinya, Ada yang benar"benar menaati perintah agama tanpa menonjolkan kehendak pribadi, dan orang-orang seperti itulah yang benar-benar menjadi orang yang ditunjuk oleh Tuhan untuk menuntun manusia lain ke jalan kebenaran.

   "Sekarang ceritakan keadaan Beng kauw mengapa sampai dimusuhi semua pendekar, toako, dan tentang keluarga ketua Bengkauw, ayahmu."

   Pemuda itu menghela napas.

   "Sebagian besar adalah karena kesalahan para pimpinan Beng-kauw juga. Mereka terlalu mengandalkan kepandaian sendiri, tidak memperdulikan peraturan umum, suka melanggar kebiasaan dunia kangouw sehingga dengan sendirinya mempunyai banyak musuh. Apa lagi kebiasaan para tokoh Bengkauw suka menggunakan kedok kalau sedang berkelahi, hal ini amat buruk dan mudah saja bagi yang tidak suka untuk melempar fitnah kepada Beng kauw. Orang yang melakukan kejahatan, asal diamemakai kedok, lalu mudah saja di-cap sebagai orang Bengkauw. Akhir akhir ini yang sangat bersemangat memusuhi kami adalah orang Nam-kiang-pang. Alasan mereka adalah bahwa Bengkauw sudah banyak membunuh anggauta mereka."

   "Benarkah itu?"

   "Siapa tahu benar atau tidak? Mungkin benar dan mungkin tidak, karena mereka tidak dapat membuktikannya, hanya mengatakan bahwa pembunuhnya memakai kedok Bengkauw. Mereka mengejar"ngejar orang kita dan membunuhi tanpa pandang bulu. Kanak-kanak, wanita, siapa saja yang berbau Bengkauw dibunuh. Terutama sekali calon ketua mereka yang bernama Ciu Kang Hin, kabarnya amat lihai dan amat kejam membunuhi orang-orang Bengkauw."

   "Ah, hal itu harus dicegah!"'kata Mei Li.

   "Dan apa yang dilakukan ketua Bengkauw menghadapi hal ini?"

   Pemuda itu menarik napas panjang.

   "Ayahku kurang bijaksana. Dia menerimanya sebagai tantangan. Tanpa berusaha untuk mencairkan, dia mengambil sikap bermusuhan dan memerintahkan anak buah untuk balas membunuh. Ah, aku menyesal sekali."

   Pemuda itu lalu menceritakan tentang keluarganya. Ayahnya adalah ketua Bengkauw bernama Sie Wan Cu, sakti dan ditakuti. Ayahnya mempu nyai dua orang anak, dia dan adiknya, Sie Kwan Eng yang berusia sembilanbelas tahun. Setelah terjadi pembantaian terhadap orang-orang Bengkauw, ayahnya lalu mengajarkan ilmu simpanan keluarganya, yaitu ilmu Matahari Merah kepadanya, dan ilmu Salju Putih kepada adiknya.

   "Ah, kalau beg i tu engkau. dan adikmu telah mewarisi dua ilmu yang paling hebat,"

   Kata Mei Li kagum.

   "Sebetulnya, baik aku maupun adikku belum menguasai benar ilmu-ilmu itu. Aku bahkan baru menguasai sebanyak tigaperempat saja. Menurut aturan, selagi berlatih ilmu Matahari Merah, aku tidak boleh terganggu, tidak boleh mengeluarkan tenaga sin-kang. Akan tetapi ketika mendengar betapa orang-orang ini dikejar-kejar, aku tidak dapat menahan diri dan aku nekat keluar untuk membela mereka sehingga tadi aku menjadi keracunan oleh tenaga ku sendiri."

   "Hemm, kalau begitu, besok pagi-pagi aku tidak akan ikut denganmu, aku harus melanjutkan perjalananku, karena kalian sudah tiba di luar perkampungan mu."

   "Nona, kuharap dengan sangat, sudilah nona singgah sebentar di rumah kami. Adikku tentu senang sekali berkenalan denganmu."

   "Aku tidak ingin bertemu dengan ayahmu."'

   "Aku tahu, nona. Aku sendiri akan merasa tidak enak kalau nona harus bertemu dengan ayahku Dia berhenti tiba-tiba.

   "Kenapa?"

   Tentu saja Kwan Lee tidak mau mengatakan bahwa ayahnya memiliki kelemahan, yaitu tidak kuat melihat wanita cantik! "Ah, tidak apa-apa, nona. Hanya ayah mempunyai watak yang aneh dan kadang tidak memperdulikan peraturan, akan tetapi saat ini ayah tidak berada di rumah. Marilah, nona, aku ingin memperlihatkan kepadamu bahwa orang Bengkauw tidak semuanya jahat."

   Karena didesak, dan sikap pemuda ini memang ramah sekali, Mei Li merasa tidak enak kalau menolak terus.

   "Baiklah, aku akan singgah untuk sehari dua hari,"

   Katanya dan pemuda ini memperlihatkan wajah gembira.Rombongan pengungsi kemudian memasuki perkampungan Bengkauw itu dengan hati lega. Mei Li dan Kwan Lee duduk di atas kudanya, di pintu gerbang melihat rombongan itu berbondong-bondong masuk. Setelah mereka semua masuk, baru saja mereka hendak menjalankan kuda, tiba-tiba terdengar suara wanita.

   "Lee-koko!"

   Kwan Lee menoleh kepada seorang wanita yang baru muncul. Gadis itu sebaya dengannya, berpakaian serba merah muda, rambutnya dikuncir tunggal, tebal dan panjang, diikat pita kuning. Di punggungnya tergantung pedang dengan ronce merah. Wajah dara itu cantik jelita dengan mulut cemberut congkak dan pandang matanya keras. Itulah Sie Kwan Eng, adik Kwan Lee.

   "Eng-moi, kau juga sudah keluar dari tempat latihan? Sudah berhasilkah engkau?"

   "Belum, Lee-ko. Akupun baru menyelesaikan tiga perempatnya, akan tetapi yang tiga perempat itu sudah lewat tinggal latihan terakhir di guha inti salju! Kabarnya engkau keluar sebelum yang tigaperempat kauselesaikan, koko? Ayah tentu akan marah eh, siapakah ia ini, koko?"

   Kwan Eng memandang Mei Li dengan alis berkerut dan mata mencorong penuh selidik.

   "Eng-moi, ini adalah Hui-kiam Sian-li Yang Mei Li, seorang pendekar wanita yang lihai sekali dan kalau tidak oleh pertolongannya, kami semua tentu sudah celaka di tangan orang-orang Hoat-kauw itu."

   Kwan Eng cemberut.

   "Aku benci pendekar sombong!"

   Katanya.

   Mei Li tersenyum.

   "Akupun benci pendekar sombong!"

   Kwan Eng tidak tersenyum akan tetapi memandang dengan mata tertarik.

   "Aku tidak mudah percaya akan kemampuan orang tanpa membuktikannya sendiri!"

   "Aku juga begitu, kita sama!"

   Kata Mei Li.

   "Bagus, kalau begitu mari kita buktikan, apakah benar engkau Ini seorang pendekar! Wajah Mei Li berubah merah karena marah. Sungguh terlalu sekali gadis ini, pikirnya. Apakah memangnya di dunia ini tidak ada wanita lain kecuali dirinya yang memiliki kepandaian? Melihat gadis itu sudah mencabut pedangnya diam-diam iapun melolos sepasang pedangnya dan bersiap"siap.

   "Boleh-boleh, aku memang bukan pendekar, akan tetapi pantang bagiku untuk menolak tantangan siapapun juga."

   Pada saat itu Kwan Lee melangkah maju.

   "Eng-moi, engkau keterlaluan. Begitukah engkau menyambut seorang sahabat? Nona Mei Li adalah seorang sahabat baikku. Tentu saja boleh kalau engkau hendak mengujinya, akan tetapi menguji teman tidak sama dengan menempur musuh, karena itu biarlah kalian menggunakan ranting ini saja."

   Kwan Lee me ngambil sebuah ranting pohon, mematahkan menjadi dua dengan ukuran panjang seperti pedang dan memberikan kepada dua orang gadis itu.

   Mei Li menerimanya dengan senyum, karena biarpun ia mendongkol melihat kekasaran Kwan Eng, tentu saja ia tidak ingin melukai adik dari Kwan Lee itu.

   Kwan Eng juga menerima ranting itu dari kakaknya dan berkata dengan nada suara mengejek.

   "Koko, sebatang pedang tajam di tangan orang yang tidak becus bukan merupakan bahaya, akan tetapi sebatang ranting kayu dapat mematikan kalau dipergunakan orang yang pandai ilmu silat. Apakah kau lupa itu?"

   "Tentu saja aku tahu, adikku yang manis. Akan tetapi, kalau menggunakan kayu ranting di tangan, setidaknya berkurang banyak keganasanmu dan engkau akan ingat bahwa engkau sedang main-main, bukan berkelahi sungguh"sungguh."

   Kwan Eng tersenyum manis.."Baiklah, koko, dan jangan khawatir aku tidak akan melukai dengan parah!"

   Diam-diam-Mei Li gemas kepada dara ini. Begitu sombongnya dan begitu yakin akan kemenangannya.

   "Marilah adik yang baik, aku sudah siap untuk kaulukai."

   Tempat itu sudah sepi, kecuali ada beberapa orang penjaga, yaitu anggauta Beng-kauw yang berjaga di pintu gerbang, tidak lebih dari sepuluh orang banyaknya. Mereka kini sudah mengepung tempat itu dan nampak gembira. Memang para anggauta Beng-kauw tidak begitu memakai peraturan terhadap putera puteri ketua mereka, dan mereka menonton seperti kalau kawan-kawan mereka bermain-main. Kwan Eng juga agaknya tidak keberatan, bahkan ia memperlihatkan senyumnya karena ia lebih senang kalau ditonton kemenangannya Tidak mengherankan kalau Sie.Kwan Eng yakin akan keluar sebagai pemenang. Karena untuk daerah itu, bahkan di dunia kang ouw sekalipun, sukar ditemukan wanita yang akan mampu menandinginya, apa lagi kini ia telah mewarisi ilmu Salju Putih, walaupun belum sempurna benar.

   Perlu diketahui bahwa aliran Bengkauw mempunyai ilmu silat yang aneh dan tidak mempunyai sumber tertentu. Hal ini adalah karena nenek moyang nya memang orang yang suka mengumpulkan ilmu silat tidak perduli dari golongan bersih ataupun golongan sesat, dan memetik bagian-bagian yang paling ampuh, lalu dikombihasikan.

   Sekarang orang sudah tidak tahu lagi dari mana sumber ilmu silat itu. Seperti ilmu Matahari Merah dan Salju Putih, tidak ada yang tahu asal usul ilmu itu, akan tetapi selain pimpinan tertinggi Beng-kauw tidak ada orang lain yang mengenalnya.

   Begitu menyerang, Kwan Eng mengeluarkan suara melengking nyaring dan ranting di tangannya meluncur seperti kilat cepatnya. Begitu Mei Li mengelak, ranting itu meluncur balik dan sudah menyerang dengan lebih dahsyat.

   Melihat serangan yang dahsyat dan berbahaya itu, Mei Li juga cepat mengerahkan tenaga sin-kangnya dan digerakkan tongkatnya dengan ilmu tongkat Tai-hong-pang (Tongkat Angin Ribut). Terdengar suara bercuitan dan angin besar mendesir-desir dari tongkat yang dimainkan Mei Li.

   "bagus!"

   Berkali-kali Kwan Lee memuji ketika menyaksikan ilmu tongkat yang hebat dari Mei Li itu. Tentu saja ilmu tongkat itu hebat karena Mei Li menerima ilmu ini dari ayahnya yang mewarisinya dari Sin-tung Kai-ong (Raja Pengemis Tongkat Sakti), satu di antara ilmu tongkat terhebat di waktu itu. Kwan Eng sendiri sampal menjadi bingung karena merasa seolah dirinya berada di tengah badai! Karena dia tahu bahwa kalau diteruskan pertandingan tongkat itu ia akan kalah, maka tiba-tiba ia mengeluarkan bentakan aneh, tubuhnya berjongkok lalu tangannya mendorong dari bawah ke arah lawan!

   Mei Li maklum akan pukulan ampuh, apa lagi ketika ia merasakan hawa dingin menerpa dirinya. Ia dapat menduga bahwa tentu itulah yang dinamakan pukulan Salju Putih. Maka iapun mengelak dan sekali ia mengeluarkan bentakan nyaring dua sinar kilat menyambar dari kanan kiri.

   "menggunting"ke arah tangan yang berubah menjadi putih dan mengeluarkan hawa dingin itu.

   "Ihh.......! Kwan Eng berseru dan cepat menarik kembali lengannya dengan muka berubah pucat. Sepasang pedang itu tadi terbang bagaikan dua ekor ular dan kini sudah melayang kemba like tangan Mei Li. Melihat ini Kwan Eng mencabut pedangnya dan menyerang dengan ganas. Namun, sekali ini, sepasang pedang itu menyambar-nyambar beterbangan di sekeliling kepalanya, membuatnya bingung karena pedang-pedang itu seperti hidup dan gerakannya lincah bukan main. Sebentar saja Kwan Eng terdesak hebat dan sepasang pedang itu mengaung-ngaung seperti ada puluhan ekor nyamuk menyambari telinganya.

   Melihat ini, sesaat lamanya Kwan Lee menonton penuh perhatian dan dia menjadi semakin kagum. Jelas nampak olehnya bahwa gadis jelita yang berjuluk Dewi Pedang Terbang itu benar-benar.lihai bukan main, dan juga dia melihat betapa Mei Li mengalah terhadap adiknya, tidak benar-benar menggunakan pedang terbangnya untuk mendesak dan mencelakainya Maka diapun meloncat ke depan dan berseru.

   "Nona Yang Mei Li, maafkan adikku!"

   Dua orang gadis itu meloncat mundur dan wajah Kwan Eng nampak kemerahan, akan tetapi kini senyum membayang pada wajahnya yang cantik.."Sungguh mati! Nama julukanmu bukan kosong belaka, enci Mei Li. Tenaga sin-kangmu kuat, ilmu meringankan tubuh hebat, dan pedang terbangmu mengerikan!"

   "Hemm, jangan memuji, adik Sie Kwan Eng. Engkau sendiri memiliki ilmu yang hebat. Kalau Salju Putih itu telah kaukuasai dengan baik, aku tentu menyerah kepadamu. Semuda ini sudah me miliki ilmu hebat, sungguh mengagumkan!"

   "Hi-hik, enci yang tua renta. Berapasih usiamu maka engkau menganggap aku masih seperti anak kecil?l"

   "Usiaku sudah delapanbelas, hampir sembilanbelas tahun!"

   "Wah, kalau begitu jangan menyebut aku adik, karena aku malah lebih tua beberapa bulan darimu. Aku sudah sembilanbelas tahun lebih. Engkau sungguh hebat, Mei Li, dan aku senang sekali berkenalan denganmu."

   "Ih, engkau terlampau merendah, Kwan Eng. Akulah yang merasa beruntung sekali dapat berkenalan dengan. engkau dan dengan kakakmu."

   "Eh, Eng-moi, engkau ini bagaimana sih? Ada tamu agung datang malah diajak bertanding silat dan sekarang diajak bicara di sini dan sama sekali tidak dipersilakan masuk. Mari, nona Mel Li, mari kita masuk dan bicara di dalam!"

   "Eh, iya! Mari, Mei Li!"

   Kini tanpa sungkan lagi Kwan Eng melingkarkan lengannya di pinggang tamunya dan mengajak Mei Li masuk ke perkampungan itu.

   Perkampungan Bengkauw itu cukup besar, terdiri dari seratus keluarga lebih. Rumah-rumahnya dari kayu yang cukup kokoh dan di tengah-tengah berdiri bangunan tempat tinggal Sie Wan Cu atau Sie Pangcu, ketua Bengkauw. Nampak pula beberapa orang yang membawa-bawa senjata dan ada pula yang pandang matanya mencorong jahat ditujukan kepa da Mei Li. Ada yang tertawa-tawa kurang ajar akan tetapi orang itu segera mengkeret ketakutan ketika Kwan Eng melotot kepadanya.

   Ternyata dalam rumah keluarga Sie itu cukup lengkap prabotannya dan rumah itupun besar sekali. Hal ini tidak mengherankan karena sang ketua memiliki banyak isteri. Akan tetapi karena yang membawa tamu adalah Kwan Lee dan Kwan Eng, maka yang menemui mereka hanya isteri pertama, ibu kedua orang anak itu, seorang wanita berusia empat puluh lima tahun yang masih nampak cantik.

   "Wah, kau cantik sekali, nona Yang,"

   Kata ibu kedua orang anak itu.

   "aduh, kami akan senang sekali kalau engkau dapat menjadi keluarga kami. Benar tidak, Kwan Eng?"

   "Benar sekali, ibu! Wah, pikiran yang bagus sekali itu, bukankah begitu Lee-koko? Kau tentu setuju, bukan?"

   Menghadapi sikap yang demikian terbuka dan terus terang tanpa tedeng aling-aling, kedua pipi Mei Li menjadi merah. Bahkan Kwan Lee juga tersipu dan dia membentak.

   "Eng-moi, apa-apaan kau ini? Jangan kurang ajar terhadap tamu!"

   "Apa? Jangan munafik, koko Kata kan, apakah engkau tidak suka kalau menjadi suami Mei Li?"

   "Setan kau! Tidak semudah kau menggoyang idahmu!"

   Bentak kakaknya.

   Mei Li tertawa. Dara ini mulai senang dengan sikap keluarga ini. Tidak ada pura-pura walaupun kelihatan kasar.

   "Kwan Eng, kakakmu benar. Urusan perjodohan tidak dapat diatur sedemikian mudahnya. Dan aku sedikitpun belum mempunyai pikiran untuk urusan itu. Karena itu harap kau jangan sebut-sebut lagi urusan perjodohan."

   "Sayang sekali, nona. Kalau sudah tiba waktunya engkau memikirkan soal perjodohan, jangan lupa kepada anak ku Kwan Lee, nona."

   "Sudahlah, ibu. Aku khawatir kalian akan menyebalkan hati nona Mei Li. Mari kita bicara urusan lain. Di mana ayah, ibu? Apakah ayah belum pulang?"

   Wanita itu mengerutkan alisnya dan wajahnya yang cantik menjadi muram.

   "Aku mengkhawatirkan ayahmu. Dia sudah terlalu marah dan kini dia menyerang Pek-houw-pang dan Ang-kin-kai-pang. Aku khawatir sekali kita dibawa masuk ke jurang permusuhan yang lebih dalam dan payah"

   "Ayah benar, ibu!"

   Kata Kwan Eng.

   "Sayang aku harus melatih Salju Putih sehingga tidak dapat membantu ayah. Pek"houw-pang (Perkumpulan Harimau Putih) dan Ang-kin Kai- pang (Perkumpulan pengemis Sabuk Merah) yang lebih dulu mencari gara-gara, ikut pula memusuhi kami dan membunuh beberapa orang anggauta kami."

   "Eng-moi!"

   Bentak kakaknya.

   "Semua yang terjadi pada kita adalah kesalahpahaman, fitnah keji yang harus diselesaikan dengan penjelasan dan musyawarah. Kalau kekejaman mereka dibalas pula dengan kekejaman, permusuhan akan menjadi-jadi. Mengapa ayah tidak menyadari hal ini dan tidak mau bertindak sabar?"

   "Sabar? Tolol, orang kita habis terbasmi kalau kita sabar!"

   Tiba-tiba terdengar jawaban yang lantang dan di ruangan itu nampak bayangan berkelebat.

   "Ayah!"

   Seru Kwan Lee dan Kwan Eng hampir berbareng.

   Mei Li mengangkat muka memandang dan gadis ini meiihat seorang laki-laki sudah berdiri di situ. Seorang laki laki sejati, seorang jantan kalau melihat wajah dan perawakannya. Tubuhnya tinggi dan kokoh bagaikan batu karang, tidak gendut dengan pinggang ramping dan dada bidang walaupun usianya sudah enampuluh tahun namun dia seperti orang berusia empatpuluh tahun saja. Rambutnya sudah bercampur uban, akan tetapi malah menambah kedewasaan dan kejantanannya.

   Belum ada keriput di wajahnya walaupun kulit muka yang terbakar matahari itu nampak dihias guratan guratan perasaan. Matanya lebar mencorong bagaikan mata naga, bentuk wajahnya segi empat dan keras, gerak-gerik dan langkahnya seperti seekor harimau yang bermalas-malasan. Pria seperti ini memiliki daya tarik yang kuat dan besar bagi kaum wanita. Mei Li merasa seperti kalau ia memandang seekor kuda jantan yang kuat dan bagus. Pantas saja putera dan puterinya demikian gagah dan cantik. Kiranya ketua Beng"kauw itu seorang yang tampan dan ganteng sedangkan isterinya demikian cantiknya.

   "Aku baru saja memberi hajaran kepada Pek-houw-pang dan Ang-kin Kai-pang, membunuh ketuanya karena mereka kukuh menganggap Beng-kauw telah membunuhi anggauta mereka. Ha-ha-ha, baru mereka tahu bahwa Beng-kauw tidak boleh dipandang ringan dan diperlakukan sembarangan saja ahhh "

   Dan tiba-tiba orang itu terbatuk-batuk dan menekan dadanya. Dia muntahkan darah segar!

   "Ayah!"

   Kwan Lee dan Kwan Eng menjerit dan isteri ketua itu ce

   ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

   (Maaf ada halaman yang hilang)

   
Kisah Si Pedang Terbang Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

   kan minuman arak, buah-buahan, pendeknya mereka itu berlumba untuk melayani sehingga Mei Li yang me'nyaks ikan merasa sungkan sendiri, mulailah Kwan Lee bercerita tentang pertemuannya dengan Mei Li.

   Setelah puteranya selesai becerita, ketua itu memanclang kepacla MeinLi dengan penuh perhatian.

   "Nona Yang, engkau beruntung sekali, masih begini mucla, memiliki kecantikan yang sempurna, masih menguasai ilmu silat yang tinggi pula. Pedangmu yang memakai tali clan clapat terbang itu mengingatkan aku akan seorang sakti yang pernah menggegerkan clunia persilatan, yaitu Hek-Liong Kwan Bhok Cu"'

   "Beliau adalah Kakek guruku, pangcu"

   "Wah, wah, wah! Pantas saja kalau begitu. Ha-ha, Kwan Lee, Kwan Eng kalian beruntung sekali mempunyai sahabat seperti ini, clan akan lebih baik lagi kalau clapat menjadi isterimu, Kwan Lee Bagi kita sama saja menjadi isteriku atau isterimu, pokoknya Bengkauw clapat menariknya menjadi keluarga.

   Mei Li suclah mulai terbiasa oleh ucapan yang blak-blakan itu sehingga ia ticlak begitu.terkejut lagi. Orang-orang ini memang ticlak mau terikat oleh segala sopan santun yang hanya menjadi kedok tipis clari isi hati orang.

   Ia tersenyum.

   "Pangcu, aku sama sekali ticlak pernah memikirkan tentang perjoclohan, harap engkau ticlak bicara tentang itu. Dan aku selalu mau bersahabat dengan siapa saja asal orang itu ticlak jahat."

   "Bagus,"

   Dan kini sikap main-main itu lenyap, sang ketua nampak serius.

   "Kumpulkan semua pembantu utama kita di ruangan rapat agar mereka mendengarkan pembicaraan kita."

   Kwan Lee lalu melaksanakan perintah ini dan tak lama kemudian mereka semua sudah berkumpul di ruangan besar. Ayah dan dua orang anak itu duduk semeja dengan Mei Li, para isteri tidak nampak lagi dan sebaliknya ada dua puluh orang lebih pimpinan Bengkauw yang hadir sebagai pendengar.

   "Sekarang dengarkan baik-baik hasil penyelidikanku. Mereka semua, orang-orang kangouw yang menganggap diri pendekar, sudah siap untuk menghancurkan kita. Terutama sekali Nam-kian-pang yang dipimpin oleh Ciu Kang Hin. Kita harus dapat menangkap dan menghukumnya. Entah sudah berapa banyak orang kita tewas di tangan pemuda setan itu. Nam-kiang-pang bahkan telah minta bantuan partai-partai lain seperti Si-auw-lim-pai dan Butong-pai. Akan tetapi kita tidak perlu takut!"

   "Benar, ayah. Kita adalah bangsa harimau yang memilih mati dengan seribu luka dari pada menjadi babi yang menguik-nguik menanti ajal!"

   Kata Kwan Eng dengan gagah.

   "Ayah, maafkan aku. Apakah tidak ada jalan lain?"

   Orang gagah itu melotot.

   "Jalan lain apa maksudmu? Benar seperti apa yang diucapkan adikmu Kalau harimau sudah tersudut, apa lagi yang harus di lakukan selain melawan mati"matian? Hanya pihak musuh atau kita yang akan hancur binasa."

   "Tentu saja aku tidak menganjurkan untuk melarikan diri ketakutan, ayah. Akan tetapi kita dapat mencoba un tuk menyadarkan mereka, menerangkan salah sangka ini dan mengakhiri permusuhan."

   "Aaah, kita akan dicap pengecut, koko!"

   Bantah adiknya.

   "Kau hanya mengandalkan kekerasan,"

   Cela kakaknya.."Kekerasan tanpa perhitungan bukanlah kegagahan namanya, melainkan kebodohan. Mati yang nekat adalah mati konyol, bukan mati gajah!"

   "Cukup!"

   Bentak ayah mereka.

   "Tidak perlu kita bercekcok. Di sini ada nona Yang Mei Li yang gagah perkasa. Coba kauutarakan pendapatmu, nona. Barangkali ada gunanya bagi kami."

   "Sebetulriya saya tidak ingin mencampuri urusan dalam perkumpulan kalian, pangcu. Akan tetapi karena diminta, saya akan berterus terang saja. Pendapat toako Sie Kwan Lee dan pendapat Sie Kwan Eng keduanya benarndan alangkah baiknya kalau keduanya dipergunakan. Pertama-tama, diusahakan untuk memberi penerangan untuk membantah fitnah yang dijatuhkan kepada Bengkauw, untuk membersihkan nama Bengkauw. Tentu saja kalau memang ada anggauta Beng kauw yang bersalah, tidak ragu lagi untuk menjatuhkan hukuman setelah itu, kalau pihak sana masih terus menekan dan menyerang, apa boleh buat, haruslah dihadapi secara jantan "

   Ayah dan anak itu mengangguk-angguk setuju.

   "Kalau begitu, mulai sekarang kalian harus menyelesaikan latihan kalian. Agar latihan dapat dilakukan berbareng sehingga mudah menjaganya, kita pergunakan guha inti salju di puncak Tanduk Rusa. Puncak ini berada di pegunungan Thaisan yang seringkali tertutup salju.

   "Akan tetapi aku membutuhkan tempat yang terpanas untuk menyempurnakan latihanku, ayah,!"kata Kwan lee.

   "Tentu saja! Akan tetapi tempat paling panas dapat dibuat dengan api, sedangkan tempat paling dingin haruslah buatan alam. Kita nanti memperguna kan guha batu di sana, kita panaskan dengan api menjadi tempat latihan baik untukmu."

   Mei li tertarik sekali.. Ia memang seorang yang suka sekali akan ilmu silat Maka mendengar cara berlatih dua macam ilmu yang dianggap unggul di dunia persilatan Itu, ingin ia menyaksikannya.

   Seolah dapat membaca suara hati Mei Li Kwan Eng lalu menghampiri Mei Li dan menggunakan lengan melingkari pinggang dara itu dan berkata.

   "Mei Li, marilah kau temani, kami. Aku masih ingin mempererat persahabatan kita."

   "Kalau kau suka aku akan senang sekali, nona. Pula, pemandangan alam di sana amat indahnya, kalau nona sedang merantau maka datang ke puncak Thai-san akan menyenangkan hati nona,'"

   Kata pula Kwan Lee.

   "Ha-ha, sebetulnya dilarang keras bagi orang luar untuk menyaksikan latihan yang penuh rahasia ini, akan tetapi nona Yang Mei Li sudah kami anggap sebagai keluarga sendiri. Tentu saja merupakan kebanggaan besar kalau nona suka menyaksikannya,"

   Kata pula Sie Wan Cu.

   Mei Li memang tertarik sekali ke pada keluarga Bengkauw ini. Apalagi melihat kenyataan bahwa keluarga ini dimusuhi semua orang, membuat hatinya merasa penasaran. Dia tidak melihat sesuatu yang dapat dijadikan alasan cukup untuk membenci dan memusuhi keluarga ini.

   "Baik, kalau kalian tidak merasa terganggu dengan kehadiranku, ingin aku menyaksikan"

   Katanya dan ucapan ini disambut dengan seruan girang oleh Kwan Eng.

   Pada hari itu juga, berangkatlah Sie Wan Cu dan dua orang anaknya, menunggang kuda di.temani oleh Mei Li dan diikuti pula oleh limabelas orang tokoh Bengkauw. Rombongan ini melakukan perjalanan dengan kuda dan cepat mereka menuju ke pegunungan Thai-san.

   Tidak sukar bagi rombongan itu menemukan Guha Inti Salju di puncak yang tertutup salju itu. Guha ini besar dan dalam, dan karena selamanya mengandung salju, dindingnya juga berkilauan karena membeku dan agaknya ada sesuatu di dalam guha itu yang menimbulkan keadaan seperti itu sehingga di sebut guha inti salju, dibagian dalamnya teramat dingin, Ketika Mei Li ikut menasuki, ia harus mengerahkan tenaga sin-kang untuk melawan hawa dingin itu. Kwan Eng lalu ditinggal seorang diri dan dara ini duduk bersila di atas permukaan es yang membatu untuk melatih bagian terakhir dari ilmu Salju Putih.

   Para pembantu lalu mempersiapkan guha untuk Kwan Lee berlatih. Memang terdapat guha-guha batu di tempat itu dan mereka mengumpulkan kayu, ditumpuk di sekeliling guha, menyiraminya dengan minyak lalu membakar tumpukan kayu itu. Terdengarlah bunyi berkeratak yang aneh dan nyaring ketika kayu basah itu terbakar karena sudah mengandung minyak. Mereka terus mengumpulkan kayu dan menambah kayu setiap kali kayu menipis sehingga guha itu selalu di kelilingi api yang besar. Tentu saja di dalamnya segera menjadi panas bukan main.

   Kwan Lee lalu memasuki guha ini dan mulailah dia melatih bagian terakhir dari ilmu Matahari Merah.

   Limabelas orang itu secara bergiliran menjaga siang malam di depan guha. Setelah lewat lima hari Mei Li merasa bosan juga. Mula-mula ia memang merasa senang karena seperti yang dika takan Kwan Lee, pegunungan itu memiliki pemandangan yang indah sekali. Akan tetapi setelah lima hari ia merasa kesepian, juga merasa tidak enak karena sikap Sie Wan Cu amat manis kepadanya, bahkan kini mulai merayu yang bagi umum tentu akan dianggap kurang ajar. Ia menghindar dengan halus dan harus diakui bahwa bagi wanita yang kurang kuat menjaga harga diri, tentu akan jatuh oleh rayuan maut laki-laki yang ganteng dan jantan ini.

   Pada suatu pagi ketika Mei Li keluar dari guha yang ia pilih untuk ternpat melewatkan malam, Sie Wan Cu sudah menunggu di luar guha dan pria ini nampak segar dan wajahnya berseri. Ketika Mei Li muncul, dia segera bangkit dari tempat duduknya dan memandang dengan mata bagaikan orang terpesona.

   "Nona Mei Li, engkau sungguh cantik jelita pagi ini! Kalau orang bertemu denganmu dan belum mengenalmu, tentu akan mengira engkau ini dewi penjaga gunung! Ah, semua pria akan suka berlutut memuja kecantikanmu."

   Biarpun jantungnya merasa berdebar karena girang mendengar, pujian yang berlebihan ini, namun Mei Li sengaja melempar senyum mengejek.

   "Sie-pangcu, sudahlah, simpan semua pujian dan rayuanmu itu. Aku tidak membutuhkan itu!"

   Ia menggosok-gosok tangannya untuk mengusir dingin, semua tubuhnya tertutup kain hangat dan hanya sebagian mukanya saja terbuka.

   Pagi itu hawanya memang bukan main dinginnya dan semalam juga turun hujan salju yang cukup tebal.

   "Lima hari sudah lewat, berapa lama lagikah Lee-twako dan Kwan Eng keluar dari dalam guha?"

   Ia menoleh ke arah dua buah guha yang nampak dari situ. Lebih menyenangkan menjaga guha api, karena dekat dengan guha itu akan terasa hangat.

   "Bersabarlah, nona. Dua hari lagi, kalau tidak ada halangan, mereka akan menyelesaikan latihan mereka."

   "Dan mereka akan menguasai iImu-ilmu yang hebat, menjadi orang sakti?"

   Sie Wan Cu tertawa.

   "Ha-ha, mereka akan menjadi orang tanpa tanding, atau setidaknya akan sama lihai dengan ayahnya!"

   Ketua itu tertawa-tawa dan kalau dia tertawa seperti itu, wajahnya seperti orang berusia tigapuluh tahun saja. Sombongnya, pikir Mei Li. Akan tetapi ia tertarik sekali Ingin ia menyaksikan dan merasakan sendiri bagaimana hebatnya kedua ilmu itu sehingga dipuji-puji oleh dunia kangouw. Kenapa ia tidak mengajak ketua ini untuk mencoba"coba dan menguji ilmu itu? Setidaknya dapat mengalihkan percakapan dan perhatiannya yang selalu memuji muji dan merayu.

   "Pangcu, aku pernah mendengar tentang kehebatan Matahari Merah dan Salju Putih, akan tetapi hanya mendengar beritanya saja.Dan aku meragukan, karena biasanya berita itu dilebih-lebihkan dari kenyataannya."

   Pria itu memangdang dengan alis berkerut.

   "Kau tidak percaya?"

   "Aku bukan orang yang tahyul, pangcu. Aku hanya percaya kepada apa yang sudah kubuktikan sendiri, bukan hanya dari. kata-kata orang lain."

   "Apa katamu, nona? Kalau begitu engkau tidak akan percaya kepada kemampuan Matahari Merah dan Salju Putih kalau tidak membuktikan dan mengujinya sendiri?"

   "Begitulah, pangcu."

   "Beranikah engkau mengujinya? Ilmu itu sakti dan berbahaya sekali!"

   "Kurasa tidak akan lebih berbahaya dari pada hui-kiam (pedang terbang) milikku,"

   "Begitukah? Berani engkau mencobanya?"

   "Kenapa tidak, pangcu? Apa lagi kalau mencoba denganmu, tentu engkau tidak akan sungguh-sungguh mencelakai aku."

   "Bagus, mari kita saling menguji, nona. Kebetulan hawa udara begini dingin, satu-satunya cara terbaik untuk melawan dingin hanyalah dengan bermesraan atau latihan silat, ha-ha- ha!"'

   Mei Li tidak marah. Kin? ia sudah terbiasa dengan ucapan yang ugal-ugalan dan tanpa disembunyikan, dan apa yang diucapkan ketua itu sama sekali tidak mengandung kemesuman, melainkan memang kenyataannya demikian. Apa yang lebih menghangatkan dari pada bermesraan di waktu hawa sedingin itu? Walaupun ucapan itu terlalu kasar, akan tetapi karena sejujurnya, ia dapat menerimanya tanpa tersipu atau marah.

   "Sing!"

   Nampak dua sinar berkelebat dan tahu-tahu ia sudah memegang sepasang pedangnya. Sepasang pedang itu menyilang depan dada dengan gaya yang indah gagah.

   Kembali ketua Bengkauw mengeluar kan suara tawa yang lantang sehingga limabelas orang tokoh Bengkauw memandang penuh perhatian dan merekapun merasa gembira karena maklum bahwa ketua mereka saling menguji ilmu kepandaian silat dengan nona yang berjuluk Hui-kiam Sian-li itu. Tanpa diperintah lagi mereka semua kini menjadi penonton yang tegang karena kalau ketua mereka yang bertanding, walaupun hanya sekedar latihan atau ujian, tehtu akan ramai sekali.

   Sie Wan Cu memutar-mutar tangan kanannya dan per lahan-lahan tangan itu berubah menjadi merah sampai sebatas pergelangan tangan.

   "Nona, engkau boleh berkenalan dengan Matahari Merah!"

   Katanya.

   "Awas, sambutlah!"

   Nampak sinar menyambar ke arah Hei Li Gadis itu maklum betapa hebatnya sinar pukulan Matahari Merah itu, maka dengan gerakan ringan iapun mengelak dengan loncatan ke samping dan dari situ ia melepaskan pedang kirinya sambil berseru nyaring.

   "Lihat hui-kiam!"

   Pedang itu meluncur dengan cepat.

   "Bagus!"

   Seru Sie Wan Cu dan dia mengelak sambil mengulur tangan untuk menangkap. Akan tetapi dia terlalu memandang rendah kalau mengira dapat menangkap pedang terbang yang dilepas Mei Li. Dengan kedutan tangannya pedang itu dapat "mengelak"

   Dari tangkapan lalu menukik dan kini masuk ke arah leher!

   "Ah, lihai!"

   Sie Wan Cu melompat ke samping dan mencoba untuk menendang pedang itu. Kembali pedang itu mengelak dan kini pedang ke dua menyambar dengan ganasnya.

   Ketua Bengkauw itu gembira sekali Dengan gerakan yang lincah dia menghindar, kemudian mengirim pukulan lagi dengan tangannya yang seperti membara itu. Hawa panas keluar dari kepalan tangan yang terbuka, menyambar ke arah Mei Li Gadis ini juga tidak berani menerima pukulan itu dengan langsung, hanya menangkis dari samping, itupun dengan pengerahan sin-kang sehingga dia tidak terpukul langsung oleh tenaga Matahari Merah. Kalau dara itu membalas dilain fihak Sie Wan Cu juga tidak berani sembarangan menangkis pedang terbang, hanya menyampok atau mencoba untuk menangkap saja.

   Kalau tadinya Sie-pangcu masih tertawa-tawa, dan bersikap seperti main-main, kini suara tawanya lenyap, terganti dengan seruan-seruan kaget! Kalau tadi ketika rnendengar laporan puteranya yang mengatakan bahwa kedua anaknya tidak mampu menandingi Mei Li masih dia anggap sebagai sikap rendah hati puteranya, kini dia tertegun.

   Dia mendapat kenyataan bahwa gadis ini benar-benar lihai bukan main! Bukan hanya mampu menghindarkan diri dari setiap serangannya, bahkan serangan balasan dari sepasang pedang itu benar-benar amat berbahaya! Dan andaikata mereka berkelahi benar-benar, dia kini meragukan apakah dia akan mampu menundukkan gadis ini dalam waktu cepat.

   Sungguh merupakan kenyataan yang mengejutkan hatinya dan amat pahit rasanya. Dia selalu merasa bahwa dia adalah tokoh yang terpandai, maka dia berani malang melintang. Jarang ada orang mampu menghadapi ilmunya Matahari Merah dan Salju Putih. Siapa kira, gadis yang usianya sebaya dengan puterinya ini mampu mengimbanginya, kenyataan ini sedikit banyak menyinggung harga dirinya dan ketua Beng-kauw ini mulai merasa penasaran.

   "Auggghhh!'"Dia mengeluarkan bentakan nyaring dan memutar tangan kirinya. Seketika tangan kirinya berubah warnanya menjadi pucat dan terasa hawa dingin sekali keluar dari tangan itu.

   Mei Li cukup waspada. Sebelum tangan itu menampar, ia sudah dapat menduga bahwa tentu inilah ilmu Salju Putih, oleh karena itu cepat ia menghindar dan memutar pedang terbangnya melindungi tubuhnya, sementara pedang ke dua sudah terbang ke atas dan menukik, menyerang ke arah kepala!

   Sie-pangcu yang sudah merasa penasaran sekali, menggerakkan kedua tangannya dan kini dua tangan yang mengandung dua kekuatan dahsyat menyambar-nyambar ganas! Mei Li terkejut karena ia dapat merasakan betapa ketua Bengkauw itu menyerang dengan sungguh-sungguh, bukan main-main lagi.

   Ini dapat membahayakan jiwanya! Oleh karena itu iapun mengerahkan seluruh tenaganya, membuat sepasang pedangnya beterbangan dengan hebat, kalau perlu mencabut nyawa lawan bukan, karena kebencian atau marah melainkan untuk menyelamatkan nyawa sendiri. Dua macam ilmu yang dashyat, dimainkan oleh dua orang ahli bertemu di udara dan pilihannya hanya dua, dibunuh atau lebih dulu membunuh!

   Berulangkali keduanya nyaris menjadi korban serangan maut lawan, hanya selisih serambut saja. Tiba-tiba terdengar teriakan-teriakan nyaring dan terjadi pertempuran besar di mana limabelas orang tokoh Bengkauw harus menghadapi serangan tujuh orang yang begitu tiba di situ langsung saja mengamuk. dari gerakan mereka mudah diketahui bahwa tujuh orang ini adalah orang-orang yang memiliki ilmu kepandaian hebat sekali!

   "Pangcu, tahan!"

   Seru Mei Li sambil meloncat dengan cepat sekali ke belakang.

   Sie Pangcu mengangkat muka memandang dan tiba-tiba wajahnya berubah.

   "Tahan senjata, aku ingin bicara!"

   Teriakannya lantang sekali dan tujuh orang itu berhenti menyerang, menghadapinya dengan senyum simpul. Mei Li berdiri dipinggir menonton..

   Dara ini heran meiihat bahwa mereka itu kelihatan bukan orang jahat, bahkan ada seorang hwesio tinggi besar, dua orang tosu dan dua orang pula berpakaian mewah, sedangkan dua orang lagi adalah pemuda pemuda tampan dan gagah. la menduga-duga siapa gerangan tujuh orang itu.

   "Sie-pangcu, sekali ini engkau takkan dapat lari dari kami, menyerahlah saja untuk kami bawa ke sidang pengadilan orang-orang kangouw!"'kata se orang di antara mereka, yaitu hwesio yang tinggi besar.

   "Hemm kulihat kalian ini bukan pengecut-pengecut rendah, akan tetapi kalian bersikap seperti penjahat-penjahat kecil, menyerang tanpa memperkenal kan nama! Aku Sie Wan Cu tidak sudi membunuh orang tanpa nama!"

   "Omitohud, membunuh ular jahat memang tidak sepatutnya memakai banyak aturan, dan engkau lebih jahat dari pada ular berbisa, Sie Wan Cu. Ketahuilah bahwa pinceng adalah Hi Jin Hwe sio dari Siauw-lim-pai!"

   "Pinto Pek Kong Sengjin dari kho-thong-pai Tosu kedua memperkenalkan diri, dia pendek gendut dengan muka kuning, usianya limapuluhan tahun.

   "Aku Ang-sin-liong Yu Kiat dari poat-kauw!"

   Kata laki-laki limapuluh tahun yang tinggi tegap, tampan dan pakaiannya serba rnerah itu, sambil mengamangkan golok gergajinya yang menyeramkan.

   "Tiat-sin-liong Lai Cin dari hoat kauw!"kata orang kedua yang usianya empatpuluh lima tahun, tinggi kurus muka pucat, sambil memegang tombak cagak ronce biru. Diam-diam Sie-pangcu dari Bengkauw terkejut mendengar nama dua orang dari Bu-tek Ngo Sin-liong yang dia tahu amat tangguh ini.

   "Sie Pangcu dari Bengkauw, kau ingin mengetahui namaku?"

   Kata seorang pemuda yang tampan, halus berpakaian sastrawan serba putih yang memegang golok.

   "Namaku Tong Seng Gun, murid Nam-kiang-pang dan ini adalah suhengku, juga pemimpin besar kami. orang-orang yang anti Bengkauw, bernama Ciu Kang Hin!"

   Dia memperkenalkan pemuda lain yang tampan dan gagah, namun yang wajahnya muram dan sejak tadi tidak banyak bicara.

   Kalau Sie Wan Cu terkejut mendengar nama-nama itu, terutama nama Ciu Kang Hin yang amat dibencinya karena kabarnya pemuda inilah yang paling gigih membasmi Bengkauw, Mei Li sebaliknya menjadi terheran-heran. Dari ayah ibunya ia banyak mendengar tentang orang-orang kangouw yang.gagah, pendekar-pendekar perkasa, akan tetapi mengapa sikap tujuh orang ini begitu congkak? Dan diam-diam ia memperhatikan Ciu Kang Hin, karena ia sudah mendengar bahwa pemuda ini pembasmi Beng-kauw nomor satu. Akan tetapi pemuda itu tidak nampak ganas dan kejam, bahkan pendiam dan mukanya muram seperti orang berduka dan menimbulkan perasaan pribadi hatinya.

   Melihat bahwa tujuh orang itu semua adalah musuh besar yang selalu mengejar-ngejar dan membasmi orang Beng-kauw Sie Pangcu maklum bahwa pertempuran mati-matian tak dapat dielakkan Yang dia khawatirkan adalah putera dan puterinya. Mereka belum selesai latihan, dan kalau mereka diganggu, bisa menimbulkan malapetaka bagi mereka.

   dia memberi isarat kepada anak buahnya dan berseru.

   "Serbu! Bunuh manusia sombong ini!"

   Limabelas orang tokoh Bengkauw itu sudah menggerakkan senjata masing-masing, menyerang tujuh orang itu. Tang Seng Gun yang sesungguhnya memegang peran penting, bahkan dia yang se sungguhnya memimpin dalam rombongan itu, berseru kepada Ciu Kang Hin.

   "Su-heng, serbu dua buah guha itu!"

   Dia sendiri bersama Ciu Kang Hin lalu menggerakkan goloknya, menerjang para tokoh Bengkauw yang menjaga di depan dua buah guha. Tong Seng Gun menyerbu para penjaga di depan guha inti salju sedangkan Ciu Kang Hin menerjang mereka yang berjaga di depan guha yang dikurung api unggun yang besar dan panas.

   Sementara itu, lima orang tokoh Siauw-lim-pai, Butong-pai, Kong-thong pai dan Hoat-kauw sudah menggerakkan senjata mereka mengeroyok Sie-pangcu. Mei Li sendiri hanya berdiri terbelalak.karena kagum dan bingung harus berbuat apa. Kalau ia membantu Bengkauw, berarti ia mencampuri urusan perkumpulan lain dan ayahnya tentu akan marah sekali kalau mendengar ini, dan berarti ia menanam bibit permusuhan dengan partai-partai besar seperti Siauw-lim-pai Butong-pai dan lain-lain. Kalau diam saja, iapun merasa tidak enak dan kasihan kepada Sie-pangcu yang dikeroyok lima orang lihai.

   Apa lagi ketika ia mei ihat Tong seng Gun. Biarpun ia merasa heran melihat pemuda itu, akan tetapi ia masih mengenalnya dengan baik. Tidak mudah melupakan pemuda yang mendatangkan kesan mendalam di benaknya itu. la merasa heran meilihat pemuda itu kini menggunakan sebatang golok yang lihai bukan main, tidak seperti dulu ketika ia pertama kali bertemu dengannya.

   Ketika itu pemuda berpakaian serba putih itu mengunakan senjata suling! Yang jelas biarpun kejam, pemuda itu adalah seorang pendekar,yang menentang kejahatan yang tanpa mengenal ampun telah membantai Tiat-ciang Hek-mo, raksasa kepala Hek I Kwi-pang perampok lembah Huangho itu, berikut belasan anak buahnya. Pemuda itu telah menyelamatkan sepasang pengantin baru! tentu saja ia tidak tahu bahkan tidak pernah mimpi bahwa pengantin wanita telah diperkosa oleh Seng Gun dan pengantin pria telah dilempar ke dalam jurang dan pengantin wanita kemudian membunuh diri ke dalam jurang pula!

   Tidak enak kalau sekarang ia harus membantu Bengkauw menentang pemuda pendekar itu. Dengan bingung Mei Li me lihat betapa Seng Gun dan Kang Hin membabati para anggauta Beng-kauw itu seperti membabat rumput saja! Padahal belasan orang itu adalah tokoh-tokoh tingkat dua dari Bengkauw, rata-rata telah memiliki tingkat kepandaian tinggi.

   Sementara itu, Sie Wan Cu yang dikeroyok lima orang itupun mengamuk bagaikan harimau terluka. Tangan kanan nya berubah merah dan mengeluarkan sinar seperti api kalau melancarkan pukulan, sedangkan tangan kirinya putih seperti salju. Karena mempelajari dua macam ilmu yang mengandung tenaga sin-kang yang berlawanan ini., Sie Wan Cu tidak memiliki tenaga yang sepenuhnya, tidak dapat menguasai ilmu itu secara sempurna. Itulah sebabnya dia menyuruh Kwan Lee melatih Matahari Merah saja dan Kwan Eng melatih Salju Putih saja.

   Dengan melatih salah satu saja, ke dua orang anaknya akan dapat menguasai ilmu itu sepenuhnya.

   Kisah Si Pedang Terbang Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Akan tetapi, biarpun penguasaannya tidak sempurna, tetap saja kedua ilmu yang ampuh itu ternyata dahsyat sekali. Tangan kanannya mengeluarkan uap dan nampak kemerahan seperti api membara, dan hawa yang amat panas terasa oleh lawan-lawannya. Sedangkan tangan kirinya yang berwarna putih itu seperti es.beku, mengeluarkan uap dingin yang terasa mengerikan kalau menyentuh lengan para pengeroyok.

   "Omitohud, jahat.... jahat!"

   Hwesio tinggi besar dari Siauw-lim-pai dan kalau tadi dia hanya mengandalkan ujung lengan bajunya yang panjang lebar untuk menyerang Sie Wan Cu, dia mengeluarkan sebuah tongkat kuningan.

   Ketika tadi menggunakan ujung lengan baju, hwesio itu sempat menangkis sambaran tangan kanan Sie Wan Cu dan ujung lengan baju itu menjadi gosong terbakar, maka dia terkejut sekali dan melompat ke belakang, mencabut tongkat yang tadinya dia tancapkan di atas tanah. Dengan tongkat kuningannya, hwesio tinggi besar itu bagai.kan harimau tumbuh sayap.

   Ho Jin Hwesio adalah seorang hwesio tingkat dua dari perguruan Siauw-lim-pai, maka tentu saja ilmu kepandaiannya sudah mencapai tingkat tinggi. Tongkatnya mengeluarkan suara mendengung-dengung ketika dia gerakkan merupakan serangan bertubi-tubi, menusuk, mengemplang, menyerampang dan setiap serangan itu mengandung tenaga dahsyat.

   Sie Wan Cu mengamuk dan melihat hwesio itu memukul dengan pengerahan tenaga, dia memapaki dengan tangan kanannya.

   "Krakk!"

   Hebat bukan main pertemuan tenaga itu. Tangan yang menangkis itu membuat gerakan memutar dan ujung tongkat itupun patah! Ho Jin Hwesio terkejut dan dia melompat ke be lakang. Untung baginya bahwa para pe"ngeroyok lain sudah mendesak Sie Wan Cu sehingga ketua Beng-kauw ini tidak dapat menyusulkan serangan kepadanya. Ho Jin Hwesio merasa penasaran sekali dan diapun nekat maju lagi menggunakan tongkatnya yang sudah buntung.

   Sekali ini, selagi ada kesempatan pengeroyok dengan beberapa orang tokoh lihai, dia harus berhasil membalaskan dendam suhengnya. Suhengnya seorang tokoh Siauw lim-pai yang lain, pernah bentrok dengan ketua Beng-kauw "itu dan dalam per kelahian itu, suhengnya merasakan penghinaan besar. Suhengnya tidak saja kalah, akan tetapi ketua Beng"kauw, itu tidak mau membunuhnya, hanya mematahkan tulang kakinya sehingga hwesio itu menjadi tapadaksa, jalannya terpincang pincang.

   Hal ini membuat suhengnya merasa terhina dan tersiksa sekali sehingga ingatannya mulai berubah dan kini hanya tinggal saja bertapa, tak pernah mau mencampuri urusan dunia dan juga sikapnya berubah menjadi tidak waras! Kalau sekarang Ho Jin Hwesio dengan penuh semangat menerima ajakan Nam-kiang-pang untuk menyerbu Bengkauw, yang mereka lakukan bersama, hal itu semata untuk membalaskan sakit hati suhengnya, di samping untuk membasmi perkumpulan yang dianggap amat jahat dan sesat itu.

   Kiang Cu Tojin, tosu tinggi kurus dari Butong-pai -itu juga mengandung sakit hati yang mendalam kepada Sie Wan Cu. Seorang murid wanitanya, yang masih gadis, pernah bertemu dengan ketua Bengkauw itu, merasa tertarik sekali karena Sie Wan Cu memang memiliki daya tarik yang amat kuat bagi wanita. Ketika itu usia Sie Wan Cu empat puluh tahun dan murid Butong-pai itu tergila-gila kepadanya. Dan ketua Bengkauw inipun tidak menolak. Mana mungkin bagi Sie Wan Cu untuk menolak rindu dendam seorang wanita? Dia melayani, merayu dan bermain cinta dengan gadis itu.

   Akan tetapi ketika wanita itu minta agar ia dinikah, menjadi isteri yang ke sekian, Sie Wan Cu tidak mau. Bukan dia tidak sayang kepada wanita itu, melainkan karena wanita itu murid Butong"pai yang dilarang untuk menikah. Dia tidak ingin membuat Butong-pai sakit hati kepadanya. Dia menolak dan gadis itu menjadi patah hati lalu membunuh diri! Akhirnya, Kiang Cu Tojin guru wanita itu mengetahu? persoalannya maka dia bersumpah untuk membunuh Sie Wan Cu dan begitu Nam"kiang-pang mengajak dia bekerja sama membasmi Bengkauw, sertamerta dia menyanggupi. Kini dengan pedangnya di tangan, dia mencari kesempatan untuk dapat memenggal pria yang dibencinya itu.

   Ang-sin-Tiong Yu Kiat lebih sakit hati lagi kepada ketua Bengkau ini karena mendiang isterinya dahulu pernah dibikin tergila-gila oleh Sie Wan Cu. Pendeknya diantara lima orang tidak ada seorangpun.yang suka kepadanya, maka mereka mengeroyok dengan tekad keras untuk membunuhnya.

   Namun ternyata Sie Wan Cu bukan orang yang mudah ditundukkan. Lima orang pengeroyok itu rata-rata merupakan tokoh-tokoh besar di dunia persilatan dan mereka semua berusaha mati-matian untuk membunuh. Namun ketua Bengkauw itu dapat melakukan perlawanan dengan gigih sekali.

   Setelah lewat pertempuran yang makan waktu lebih dari limapuluh jurus, barulah tongkat buntung Ho Jin Hwesio mampu menggebuk punggungnya dengan amat kuatnya sehingga terdengar tulang patah. Memang ada tulang iga Ketua Bengkauw yang patah, akan tetapi Sie Wan Cu malah mengeluarkan suara tawa dan dia menyerang dengan amat cepatnya kepada hwesio itu. Terdengar teriakan mengerikan dan hwesio tinggi besar itu roboh terkapar dan menggelepar dengan muka berubah hangus.

   Melihat ini, empat orang tokoh yang lain menjadi marah dan mereka menggerakkan senjata lebih ganas lagi. Namun, Sie Wan.Cu yang maklum bahwa dia tidak akan dapat mengalahkan para pengeroyoknya yang tingkat kepandaian masing-masing tidak berselisih jauh dengannya, kini menubruk ke arah Kiang Cu Tojin. Tosu Butong-pai itu dengan penuh kebencian menyambut dengan tusukan pedangnya, namun Sie Wan Cu yang sudah nekat itu tertawa, menerima pedang dengan dadanya dan tangannya berhasil dapat mencengkeram pundak tosu itu. Ki ang Cu Tojin menggigil, mukanya berubah pucat sekali dan diapun roboh ter-kena cengkeraman ilmu Salju Putih dan tewas seketika.

   

Pendekar Remaja Karya Kho Ping Hoo Sepasang Pedang Iblis Karya Kho Ping Hoo Pendekar Tanpa Bayangan Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini