Mestika Burung Hong Kemala 11
Mestika Burung Hong Kemala Karya Kho Ping Hoo Bagian 11
"Itu baik sekali, Hong-moi. Aku mendengar bahwa di antara Pangeran An Kong dan ayahnya, An Lu Shan, terdapat ketegangan. Dan engkau sendiri, bagaimana mungkin engkau menentang orang yang pernah menjadi gurumu, yang memelihara dan mendidikmu sejak kecil? Maafkan kalau aku tanyakan hal ini karena aku yakin seorang gadis yang gagah perkasa seperti engkau tentu tidak akan melakukan hal-hal yang melanggar kebenaran dan keadilan."
Gadis itu menghela napas panjang.
"Dahulu memang Bouw Koksu memang guruku yang amat sayang kepadaku sehingga akupun sayang dan taat kepadanya. Juga dahulu Bouw Ki merupakan suhengku dan kawan bermain. Akan tetapi semenjak aku meninggalkan mereka semua kesan baik atas diri mereka terhapus. Mereka hendak memaksa aku untuk menjadi selir Bouw Ki. Itulah sebabnya aku meninggalkan mereka dan mereka hendak memaksaku kembali, akan tetapi mucul suhu Hek-liong Kwan Bhok Cu yang menolongku. Sejak itu, aku tidak mengakui mereka sebagai guru dan suheng. Akan tetapi ketika aku bertemu Bouw Ki, sikapnya berubah dan mereka nampaknya tidak berani memaksaku, bahkan membantuku sehingga aku dapat bertemu dengan ayah kandungku."
"Ahhh! Ayah kandungmu yang melarikan diri dari Khitan itu?"
"Benar, ayahku bernama Can Bu dia adalah seorang perwira yang.... ah, hal inilah yang meresahkan aku. Ayahku menjadi anak buah Bouw Koksu dan agaknya dia setia pada bekas guru ku itu."
"Apakah engkau tidak dapat menyadarkannya, Hong-moi? Bukankah dahulu dia seorang perwira kerajaan Tang. Apakah dia tidak dapat melihat bahwa Bouw Koksu dan An Lu Shan hanya pemberontak yang merampas tahta kerajaan?"
"Sudah kucoba, akan tetapi agaknya tidak ada hasilnya.Sungguh hal ini sangat membingungkan hatiku. Aku harus menaati perintah suhu, yaitu membantu kerajaan Tang, akan tetapi ayah kandungku sendiri berpihak kepada An Lu Shan."
Gadis itu menghela napas panjang, nampaknya bingung dan kecewa sekali.
Cin Han dapat memaklumi halnya Kalau gadis itu menaati gurunya, membelia kerajaan Tang, hal itu berarti bahwa ia akan bertentangan dengan ayah kandung sendiri. Cin Han ikut merasa penasaran dan ingin rasanya dia bertemu dengan ayah kandung gadis ini, untuk mencoba ikut menyadarkannya.
"Hong-moi, bagaimana engkau dapat bertemu dengan ayah kandungmu sedemikian mudahnya?"
Gadis itu memandang kawan barunya dengan wajah muram.
"Justeru Bouw Koksu, dan puteranya yang mencarikan ayahku itu dan menemukannya. Dia ternyata seorang perwira yang berada dalam pasukan yang dipimpin suheng Bouw Ki"
"Hemm.... maafkan aku, Hong-moi bukan maksudku untuk menyinggung hatimu, akan tetapi bagaimana engkau mengetahui dengan pasti bahwa dia itu ayahmu, ayah kandungmu yang sedang kau cari ?"
Mendengar pertanyaan ini, Hong nampak terkejut.
"Wah, Han-ko engkau menyentuh hal yang selalu mengganggu hatiku! Aku sendiri, sejak bertemu ayah dan dia merangkulku,merasa seperti orang asing bagiku. Sering aku termenung dan menduga-duga apakah dia benar ayah kandungku, akan tetapi pikiranku membantah dan mengatakan bahwa tentu dia ayah kandungku karena hanya Bouw Koksu yang mengenalnya"
"Jadi engkau hanya percaya akan keterangan Bouw Koksu dan pengakuan orang itu? Sama sekali tidak yakin karena tidak ada bukti?"
"Tidak ada bukti memang, akan tetapi ada saksinya, yaitu
bekas guruku, Bouw Hun atau Bouw Koksu."
"Hemmm...."
Cin Han meraba-raba dagunya, berpikir.
"Engkau dipertemukan dengan ayah kandungmu oleh Bouw koksu, dan kebetulan ayah kandungmu itu menjadi anakbuah Bouw-ciangkun. Hemm, sungguh suatu kebetulan yang luar biasa....".
Kembali dia menundukkan kepala, berpikir dan tanpa disadarinya meraba-raba dagu yang telah menjadi kebiasaannya. Pada saat yang sama, Kim Hong juga menundukkan muka dengan alis berkerut dan gadis ini meraba-raba dan menarik-narik telinga kirinya, suatu kebiasaan kalau ia sedang berpikir keras.
Tiba-tiba Cin Han mengangkat muka dan berseru.
"ahh...!"
Dan pada saat yang sama gadis itupun mengangkat muka dan mengeluarkan seruan yang sama. Agaknya mereka berdua mendapatkan gagasan yang sama pada saat yang bersamaan pula. Mereka saling pandang dan Cin Han berkata,
"Hong-moi, agaknya keadakan ayahmu itu meragukan sekali, belum tentu ia itu ayah kandungmu yang sebenarnya."
"Mungkin sekali, akupun berpikir begitu. Coba katakan, Han-ko, apakah alasan keraguanmu sama dengan alasan dugaanku.
"
"Menurut ceritamu tadi, ayah kandungmu menjadi tawanan di Khitan sampai bertahun-tahun, dan tentu saja telah mengenal baik Bouw Koksu yang dahulunya menjadi kepada suku. Akan tetapi kenapa Bouw Koksu dan Bouw-ciangkun tidak tahu bahwa ayah kandungmu menjadi perwira bawahan Bouw-kongcu? Mereka baru menemukan ayahmu setelah engkau datang mencarinya. Tentu mereka mengenal ayah kandungmu, sebaliknya ayahmu juga mengenal mereka."
"Tepat sekali, Han-ko. Akupun berpikir demikian. Dahulu menurut ibu kandungku, ayahku itu seorang gagah yang tidak mau tunduk, bahkan berhasil melarikan diri dari Khitan. Kalau benar, yang diperkenalkan kepadaku itu ayah, tentu dia tidak akan sudi menjadi anak buah mereka."
Kim Hong teringat akan sikapnya yang manis dan manja terhadap ayah yang telah ditemukannya itu. Kalau orang itu bukan ayahnya yang sebetulnya, berarti ia dipermainkan orang.
"Hemm, kalau benar begitu, akan kuhajar orang yang berani mempermainkan aku itu!"
"Sabarlah, Hong-moi. Sebaiknya kalau engkau pura-pura tidak mencurigainya. Pula, semua ini baru dugaan kita, belum jelas dan kita belum yakin benar. Dengan pura-pura tidak curiga engkau akan dapat melakukan penyelidikan lebih seksama. Aku akan minta kepada Ji Siok untuk melakukan penyelidikan, dalam waktu beberapa hari ini tentu kita sudah tahu dengan pasti siapa orang yang sekarang mengaku sebagai ayahmu itu."
Kim Hong mengangguk setuju.
"Sekarang aku harus pulang dulu, Han-ko. Kalau terlalu malam, tentu mereka akan mencurigai aku. Apa lagi kalau orang yang kuanggap sebagai ayahku itu adalah palsu. Tentu dia merupakan mata-mata mereka yang memata-mataiku"
"Wah, kalau benar dugaan kita bahwa dia itu palsu, dan dia bersamamu serumah, sungguh berbahagia bagi Hong-moi"
"Akan kuperhatikan dia aku akan berhati-hati. Untung bahwa selama ini aku masih merasa asing padanya sehingga aku tidak menceritakan isi hatiku. Dia tentu menganggap bahwa aku benar-benar membantu Pangeran An Kong membantu bekas guruku Bouw Koksu."
"Bagus, tetaplah bersikap wajar sebagai anak yang baik, Hong-moi, sehingga bukan engkau yang membuka rahasia,bahkan dia sendiri yang akan terbuka kedoknya.'"
Mereka lalu berpisah, masing-masing merasakan sesuatu yang aneh terjadi dalam hatinya. Terutama sekali Cin Han. Jantungnya berdebar penuh keriangan kalau dia teringat bahwa gadis yang sejak pertemuan pertama, ketika mereka bertanding, sudah amat menarik hatinya, akan tetapi yang membuatnya kecewa karena gadis itu menjadi pembantu Bouw Koksu, kini ternyata bahwa gadis itu sama sekali tidak membantu Bouw Koksu, bahkan menentangnya, menentang An Lu Shan, dan setia kepada kerajaan Tang.
Berkat usaha Gui-thaikam, kepala dayang sahabat Ji Siok yang banyak makan suapan dari hartawan itu sehingga Kui Bi dapat menyusup sebagai dayang istana, maka dapatlah Kui Bi memenuhi panggilan Pangeran An Kong untuk mengadakan pembicaraan penting di pondok kecil dalam taman istana.
Percakapan rahasia itu terjadi di malam hari, antara Kui Bi yang menghadap Pangeran An Kong, dan ditemani Bouw Koksu. Hanya singkat saja percakapan mereka.
"Kui Bi, katakan terus terang bersediakah engkau kalau kusuruh mengerjakan suatu tugas penting untukku?"
"Ampun, Pangeran. Harap paduka katakan dulu, tugas apakah itu dan apapula imbalannya."
Kata Kui Bi dengan cerdk.
Pangeran An Kong tersenyum dan saling pandang dengan Bouw Koksu.
"Sudah kukatakan padamu, aku cinta pada mu, Kui Bi, dan kalau engkau berhasil melaksanakan tugas yang kuperintahkan padamu, aku akan mengambilmu sebagai isteri."
"Akan tetapi, pernah paduka mengatakan bahwa paduka akan mengangkat hamba menjadi permaisuri kalau paduka kelak menjadi kaisar, Pangeran."
Bouw Koksu mengerutkan alisnya dan matanya bersinar marah, akan tetapi pangeran itu memberi isyarat dengan kedipan mata sehingga Guru Negara ini t idak jadi memperlihatkan kemarahan hati nya.
"Menjadi isteri berarti menjadi permaisuri, Kui Bi. Karena sekarang aku belum menjadi kaisar, maka tentu saja engkau belumdapat menjadi permaisuri."
"Hamba akan melakukan perintah apapun dari paduka kalau paduka berjanji kelak setelah paduka menjadi kaisar,hamba diangkat menjadi permaisuri"
"Bagus! Aku berjanji, Kui Bi. Paman Bouw ini yang menjadi saksi."
"Terima kasih, Pangeran. Akan tetapi sebelum paduka menjadi Kaisar, hamba tetap menjadi dayang istana, hamba tidak berani meninggalkan tempat pekerjaan hamba.Sekarang, harap paduka jelaskan, tugas apakah yang harus hamba lakukan?"
"Tugasmu adalah membunuh Sribaginda Kaisar."
"Ihh.....!"
Kui Bi pura-pura terkejut dan membelalakkkan matanya
"Bagaimana......... bagaimana mungkin Hamba hanya seorang dayang lemah..... tak mungkin hamba dapat melaksanakan..!"
"Kamipun tidak bodoh, Kui Bi. Bukan membunuh dengan kasar, engkau tidak harus menyerangnya, melainkan dengan cara halus. Engkau menyelundup ke dapur, mencampurkan bubukan merah ke dalam masakan kegemaran Sribaginda dan ketika engkau ikut melayani Sribaginda dahar, usahakan agar sayur itu dimakan olehnya. Mudah saja, bukan?"
"Akan tetapi, bagaimana mungkin Pangeran? ! , Pertama,hamba tidak pernah mendapat tugas melayani Sribaginda makan. Ke dua, hamba tidak akan diperbolehkan memasuki dapur sehingga tidak akan ada kesempatan untuk mencampur racun dalam makanan, dan ke tiga, hamba takut karena hamba tentu akan di tangkap dan dijatuhi hukuman berat"
Kui Bi berkata dengan meratap. Tentu saja tugas Itu malah menyenangkan hatinya karena tanpa diperintahpun ia ingin membunuh Kaisar baru yang tadinya berpangkat panglima itu.
Kalau saja tidak ada Sia-ciangkun yang melarangnya, mungkin ia sudah mengambil jalan pintas, dengan nekat mendekati dan mencoba membunuh kaisar.
Kalau sekarang ia berpura-pura ketakutan, hal itu dilakukan hanya untuk melihat apakah benar-benar pangeran ini merencanakan pembunuhan terhadap ayahnya sendiri, dan apa rencana mereka, ia harus yakin bahwa ia sendiri tidak terancam bahaya dalam pelaksanaan tugas itu.
"Semua kesulitanmu itu dapat diatasi dengan mudah Kami akan mengatur agar engkau dapat diperbantukan ke dapur, kemudian ke ruangan makan melayani Kaisar, dan tentang kekhawa tiranmu ditangkap, jangan khawatir. Kami yang bertanggung jawab, karena kalau Kaisar tewas, akulah yang menggantikannya dan engkau dapat kuangkat menjadi permaisuri."
"Aih, benarkah itu, Pangeran? Kalau begitu, harap berikan racun itu kepada hamba dan hamba akan melaksanakan sebaik mungkin!"
Katanya dengan giang.
Tiba-tiba Bouw Koksu berkata, suaranya garang penuh ancaman.
"Akan tetapi ingat baik-baik, dayang. Kalau engkau membocorkan rahasia ini kepada siapa pun juga, kami berbalik akan menuduhmu sebagai mata-mata pemberontak yang akan membunuh kaisar dan engkau akan dihukum berat!'"
Kui Bi memandang ketakutan dan sambil menerima bungkusan kecil dari pangeran An Kong, dengan gemetaran ia berkata lirih,
"Hamba mengerti...... hamba akan melaksanakan perintah....."
Setelah Kui Bi mengundurkan diri, Pangeran An Kong dan Bouw Koksu saling pandang. Wajah mereka berseri.
"Hamba kira rencana ini akan berhasil baik, Pangeran,"
Kata Bouw Koksu.
"Selelah Kaisar tewas, paduka dapat mengangkat diri menjadi kaisar baru."
"Akan tetapi bagaimana kalau gadis tadi gagal dan perbuatan itu ketahuan?"
"Aih, itu perkara kecil. Kita tuduh ia mata-mata seperti yang hamba ancamkan tadi. Takkan ada orang yang lebih mempercayai omongan seorang dayang dari pada keterangan paduka dan hamba."
"Bagaimana kalau para pejabat tinggi menolak aku menggantikan ayah?"
"Ada Giok-hong-cu di tangan paduka, Pangeran. Mestika Burung Hong Kemala itu yang akan menentukan sebagai lambang kekuasaan seorang kaisar. Mereka pasti tidak akan ada yang berani menentang paduka kalau paduka memperlihatkan pusaka itu."
Sang pangeran mengangguk-angguk dan sambil tertawa keduanya meninggalkan taman itu. Mereka tidak tahu bahwa sejak tadi, sepasang mata yang tajam mengintai tak jauh dari pondok itu di balik semak bunga. Mata itu adalah mata Sia Su Beng, panglima muda yang tampan dan cerdik itu.
Di sudut taman itu, mereka bertemu. Sia Su Beng dan Kui Bi. Mereka bicara berbisik-bisik. Kui Bi menceritakan semua pembicaraan yang dilakukan dengan Pangeran An Kong dan Bouw koksu.
"Ah, sungguh kebetulan sekali kalau begitu!"
Kata Sia Su Beng.
"Ini merupakan kesempatan baik sekali untuk membunuh An Lu Shan dengan aman. Sebaiknya kau laksanakan semua perintahnya membantu di dapur sampai di ruangan makan kaisar. Akan tetapi setelah engkau melihat kaisar makan sayur-beracun itu dan roboh, engkau harus cepat pergi dan memasuk taman ini."
"Kenapa begitu?"
"Bi-moi, apakah kau kira Bouw koksu demikian bodoh dan Pangeran An Kong benar-benar hendak mengangkatmu menjadi permaisuri kalau dia menjadi kaisar? Tidak, Bi-moi.Setelah engkau berhasil membantu mereka membunuh kaisar, engkau merupakan bahaya besar bagi mereka karena hanya engkau yang mengetahui rahasia mereka."
Kui Bi mengangguk.
"Tentu mereka lalu akan berusaha menyingkirkan aku, bukan? Engkau benar, twako. Akupun tidak sudi menjadi isteri pangeran yang begitu jahat hendak membunuh ayah kandungnya sendiri. Kalau sudah berhasil aku akan cepat datang ke sini."
"Begitulah sebaiknya. Aku bakal menyembunyikanmu di antara pasukan mempersiapkan pakaian seragam untuk kau pakai agar engkau tidak dapat mereka temukan."
Mereka tidak lama mengadakan pertemuan itu. Mereka harus bersikap hati hati dan waspada. Lenyapnya seorang thai-kam yang tempo hari dibunuh dan dibawa keluar dari taman oleh Sia Beng menimbulkan kecurigaan para pewira istana, akan tetapi karena thaikam itu tidak meninggalkan bekas, mereka menduga bahwa diam-diam thai-kam itu melarikan diri dan minggat dari istana, mungkin melarikan barang-barang berharga dari istana.
Di dalam rumah Hartawan Ji, mereka mengadakan pembicaraan yang serius malam itu. Mula-mula Cin Han menceritakan tentang pertemuannya dengan Can Kim Hong yang ternyata bukan menjadi lawan yang berbahaya, bukan pembantu Bouw Koksu yang lihai, melainkan juga sorang pendekar wanita yang setia kepada Kerajaan Tang dan ditugaskan gurunya untuk membantu Kerajaan Tang,terutama mencari Mestika Burung Hong Kemala dan menyerahkan pusaka itu kepada baginda Kaisar Beng Ong.
"Kalau benar demikian, sungguh menyenangkan dan menguntungkan perjuangan kita,"
Kata Hartawan Ji dengan sikap ragu,
"akan tetapi kalau ia hendak melaksanakan perintah gurunya itu, kenapa ia membiarkan saja Mestika Bung Hong Kemala terjatuh ke tangan Bouw Koksu? Kenapa tidak dirampasnya ketika mereka menemukannya?"
"Akupun tadinya meragu dan menanyakan langsung kepadanya dan aku mendapatkan keterangan yang sama sekali t idak kita sangka, paman. Menurut Kim Hong, pusaka yang ditemukan Bouw-ciangkun itu adalah Mestika Burung Hong Kemala yang palsu."
"Ahh........!!"' kata Kui Lan dan Hartawan Ji berseru kaget.
"Ketika menemukan peti berisi pusaka itu, Kim Hong melihat bahwa peti kecil itu bersih tanpa debu dan tidak basah, tanda bahwa kotak itu baru saja ditaruh orang di sana,dan ketika memasuki guha sebagai orang terdepan ia melihat tapak kaki. Maka ia mengambil kesimpulan bahwa telah ada orang yang mendahului mereka memasuki guha mengambil pusaka aselinya dan menukarnya dengan pusaka yang palsu."
"Aih, kalau begitu semakin sukar untuk mendapatkan benda itu, karena kita tidak tahu lagi siapa yang mengambilnya...."
Kata Kui Lan kecewa.
"Ada petunjuk dari Kim Hong. Gadis itu memang luar biasa sekali, cantik jelita, lihai sekali ilmusilatnya, cerdik bukan main, dan baik budinya, gagah perkasa......"
"Aih, aihh..... kiranya kakak sedang dimabok asmara rupanya!"
Kata Kui Lan sambil tersenyum.
Cin Han menyeringai.
"Mungkin.. mungkin sekali, Lanmoi."
"Kongcu, petunjuk apakah yang diberikan gadis itu?"
"Ketika rombongan hendak mengambil pusaka, di tengah jalan mereka bertemu Lan-moi dan hendak menangkapnya, muncul seorang pemuda yang seperti sinting. Orang itulah yang dicurigai keeas oleh Kim Hong, karena hanya dia yang nampak ketika itu dan diapun seorang yang aneh dan mencurigakan."
"Ah, benar juga! Aku sendiri pun terheran-heran melihat betapa pemuda sinting itu mempermainkan rombongan dengan sikapnya yang gila-gilaan. Yang aneh adalah ketika buntalan pakaiannya digeledah,terdapat sebatang pedang yang baik. Bagaimana mungkin seorang gila membawa-bawa pedang? Akan tetapi ia kelihatan begitu lemah."
"Pendapatmu itu tepat sekali demikian pendapat Kim Hong,Lan-moi. Akan tetapi ia tetap curiga dan ia menduga bahwa tentu pemuda itu berpura-pura saja. Apakah engkau tidak melihat sesuatu yang aneh pada diri pemuda itu, Lan moi?"
Gadis itu menggigit-gigit bibir dan memejamkan mata, mengingat-ingat dan membayangkan kembali peristiwa ketika ia dikeroyok oleh rombongan Bouw-ciangkun itu.
"Seorang pria yang masih muda, dan sinar matanya tajam mencorong, hemm......wajahnya tampan, dan memang dia tidak pantas menjadi seorang gila."
"Nah, demikianlah, paman Ji. Sebaiknya kalau paman menyebar teman-teman kita untuk mencari pemuda yang berpura-pura gila itu. Lan-moi, engkau yang pernah melihatnya, coba gambarkan bagaimana wajah dan bentuk badannya."
"Bentuk tubuhnya sedang dan tegap mirip tubuhmu, Hanko.Dan wajahnya.... eh, bulat cerah dan tampan, matanya mencorong dan mulutnya selalu mengarah senyum. Tidak nampak kegilaan pada wajahnya, hanya sikapnya yang membuat orang menganggapnya sinting. Suaranya lantang."
Ji wan-gwe mengangguk-angguk.
"Tidak begitu jelas gambar itu, akan tetapi kami akan coba mencarinya."
"Aku mempunyai berita yang lebih penting lagi, Han-ko dan Paman Ji. Tadi ketika menuju ke sini, aku bertemu lembali dengan Sia Su Beng! "
Cin Han nampak kaget.
"Kau maksudkan panglima yang diam-diam berpihak kepada Sribaginda Kaisar Beng Ong itu?"
"Benar, dan dia sudah tahu tentang Kui Bi di istana, dan dia berjanji akan mengamati dan melindungi Kui Bi"
Ji Wan-gwe tersenyum.
"Maafkan, tongcu dan nona, aku belum memberi tahu kepada kalian tentang dia, karena memang persoalan ini harus dirahasiakan benar, jangan sampai bocor. Panglima Sia Su Beng merupakan harapan kita semua karena pada saatnya yang tepat,dlialah yang akan dapat membantu Sribaginda merebut kembali tahta kerajaan karena kedudukannya yang penting. Dia seorang panglima yang dipercaya oleh An Lu Shan, dan mengepalai pasukan besar. Karena itu, pada saatnya yang tepat, dia dapat bergerak dari dalam dan dengan pasukannya dia dapat menguasa istana. Sukurlah kalau nona sudah mendapat penjelasan dari dia sendiri."'
"Sekarang aku minta agar Paman Ji suka membantu nona Can Kim Hong gadis itu sejak kecil ditinggalkan ayah kandungnya, dan sekarang ia dipertemukan dengan ayah kandungnya oleh Bouw Koksu. Akan tetapi, ia merasa curiga dan sangsi apakah Can Bu yang menjadi perwira di bawah perintah Panglima Bouw Koksu."
"Apa yang dapat kami bantu, kongcu?"
"Coba selidiki siapa sebenarnya orang yang mengaku bernama Can Bu perwira yang kini t inggal bersama nona Can Kim Hong itu."
Ji Wan-gwe mengangguk-angguk. Cin Han lalu berpamit kepada adiknya dan Hartawan Ji.
"Lan-moi, engkau tinggal saja di sini membantu Paman Ji dan siap membantu kawan-kawan yang bergerak di kota raja. Aku sendiri akan pergi menemui Sribaginda Kasar di barat, menceritakan semua persiapan kita di sini agar pasukan beliau dapat dikerahkan untuk menyerbu dan merampas kembali tahta kerajaan."
Pada hari itu juga, pergilah Cin Han meninggalkan kota raja, menunggang kuda dan melakukan perjalanan cepat kearah Barat.
Beberapa hari kemudian, Hartawan Ji mendapat keterangan dari pembantu tentang orang yang bernama Can Bu kini tinggal bersama nona Can Kim yang membantu Bouw Koksu. Dia segera mengundang Kui Lan ke dalam ruangan tutup.
"Nona, sayang sekali Yang-kongcu telah pergi. Kami telah mendengar berita tentang orang yang mengaku sebagai ayah kandung nona Kim Hong. Benar kecurigaannya, orang itu sama sekali bukan Can Bu, bukan ayah kandung gadis itu.Namanya CiangKui, seorang perwira yang tadinya merupakan seorang perampok tunggal dan ditarik oleh Bouw Koksu menjadi pembantunya."
"Ah, kasihan Kim Hong........"
Mestika Burung Hong Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kata Kui Lan.
"Memang sayang sekali Han-ko telah pergi. Sebaiknya aku yang menggantikannya untuk memberitahu kepada Kim Hong."
"Tapi, itu berbahaya sekali, nona."
Kui Lan tersenyum dan menggelengkan kepalanya.
"Tidak ada bahayanya, paman. Kim Hong sudah mengenal aku, pula,setelah aku mendengar tentang dari Han-koko, jelas bahwa ia ada teman seperjuangan kita, bukan lagi musuh."
"Maksudku, berbahaya sekali kalau sampai ketahuan Bouw Koksu, Bouw ciangkun atau anak-buah mereka."
"Aku akan berhati-hati, paman. Pula, Bouw Koksu dan Bouw-ciangkun Pun tidak tahu siapa aku. Kalau aku tidak melakukan sesuatu yang merupakan pelanggaran, tentu merekapun tidak akan mengganggu aku."
Pergilah Kui Lan pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali meninggalkan rumah Hartawan Ji dan berjalan-jalan di jalan raya menuju ke rumah gedung yang menjadi tempat tinggal Bouw koksu. Tentu saja ia tahu benar di mana rumah itu, karena rumah itu adalah bekas rumah orang tuanya! Di rumah itulah Ia dilahirkan dan dibesarkan!
Akan tetapi, ketika ia melewati jalan raya di depan rumah gedung itu, melihat betapa rumah itu dijaga ketat Seperti penjagaan di depan istana saja. lapun mengambil jalan memutar, melalui jalan kecil di samping gedung dan mendapat kenyataan bahwa di empat sudut tempat itu terdapat sebuah gardu tinggi di mana nampak para penjaga melakukan penjagaan. Bukan main! Akan sukarlah memasuki gedung itu di siang hari.
Kui Lan berjalan-jalan mondar-mandir di depan gedung itu,mengharap Kim Hong akan keluar dari gedung dapat ia jumpai. Akan tetapi harapannya sia-sia dan terpaksa ia meninggalkan tempat itu, kembali ke rumah Hartawan Ji,mengambil keputusan untuk memasuki gedung bekas tempat tinggalnya itu malamhari untuk menemui Kim Hong.
Dan malam hari itu bulan bersinar terang. Kui Lan mengenakan pakai-serba hitam sehingga gerakannya yang amat gesit itu membuat tubuhnya kelebatan dan sukar dilihat dalam bayang-bayang pohon itu ketika ia menghampiri gedung Bouw Koksu dari arah belakang. ia masih ingat benar bahwa di dekat pagar tembok sebelah kiri belakang tumbuh sebatang pohon yang cabang cabangnya terjulur dekat tembok seh ingga memudahkan ia memasuki kebun belakang melalui pohon itu.
Ketika melihat bahwa bagian itu cukup gelap, Kui Lan mengayun tubuhnya meloncat ke atas pagar tembok. Hanya sekejap saja tubuhya hinggap di atas pagar tembok karena ia telah melanjutkan loncatannya kedalam pohon itu. Kalaupun ada penjaga di gardu atas, tentu dia tidak akan melihat jelas.
Beberapa menit lamanya Kui Lan berada di pohon itu. Setelah yakin bahwa gerakannya meloncati pagar tembok tadi tidak menimbulkan akibat apa-apa berarti tidak ada orang melihatnya, ia pun meloncat turun, ia menyelinap antara pohon dan semak di kebun itu memasuki taman mendekati rumah gedung. Hatinya terharu karena ia merasa seolah kembali ke masa kanak-kanak ketika ia bermain-main dengan kakaknya dan adiknya.
Mereka seringkali bermain-main di taman dan kebun ini, bersembunyi dan saling mencari, ia mengenal setiap se mak, setiap pohon di ta man itu.
Akan tetapi, Kui Lan terlalu me mandang ringan Bouw Koksu. Kalau Bouw Hun bekas kepala suku Khitan ini tidak memiliki kecerdikan yang tinggi, tidak mungkin dia akan dipilih An Lu Shan menjad i seorang koksu (guru negara) yang selalu mengatur siasat untuk bekas panglima yang kini menjadi kaisar.
Di antara para penjaga di gardu itu rata-rata memiliki kepandaian cukup tinggi, ada yang merasa curiga melihat kelebatnya bayangan hitam di atas pagar tembok. Akan tetapi, sesuai dengan perintah Bouw Koksu, mereka tidak membuat ribut mela inkan dia m-dia m mereka itu menga mati bayangan itu, membayangi dan melaporkan kepada Bouw Koksu dan Bouw Ciangkun. Maka, kedatangan Kui Lan itu telah mereka ketahui dan d ia m-dia m Bouw Koksu bersa ma puteranya, para pembantunya, tidak ketinggalan Kim Hong yang mereka andalkan, telah keluar dan mengepung semak-semak di mana KuiLan bersembunyi.
Dapat dibayangkan betapa kaget-hati Kui Lan ketika tiba"tiba saja dengar bentakan orang di belakang-.
"Maling kecil, keluar engkau!"
Ketika ia menoleh, ia melihat bahwa di belakangnya telah berdiri lima orang yang ia kenali sebagai Bouw-ciangkun dan Can Kim Hong, lalu seorang laki- laki besar hitam brewok yang tampak bengis dan usianya lebih dari lima puluh tahun yang ia duga tentu Bouw Koksu, bersama dua orang lagi yang berpakaian seperti panglima, Ia telah ketahuan!
Maklum bahwa ia berhadapan dengan banyak orang lihai, maka Kui Lan segera meloncat keluar dan mempergunakan gin-kangnya untuk melarikan diri. Akan tetapi, agaknya Bouw Ki tidak ingin melihat ia lolos, apalagi setelah melihat bahwa orang yang memasuki taman itu adalah gadis yang pernah mereka jumpai ketika rombongannya hendak mengambil pusaka Mestika Burung Hong Kemala.
"Kejar! Tangkap!"
Teriaknya dan mereka semua, termasuk Can Kim Ho berloncatan dan mengepung sehingga kembali Kui Lan terkepung lima orang itu.
"Ayah, inilah gadis yang kami temui itu ketika menga mb il pusa ka dahulu itu. Kita harus menangkapnya hidup"hidup!"
Teria k Bouw Ki.
Sejenak Kui Lan saling pandang dengan Kim Hong, kemudian iapun berseru dengan lantang.
"Kim Hong, kakak Cin Han minta aku menyampaikan kepadamu. Orang yang mengaku ayah kandungmu itu adalah palsu, namanya Ciang Kui engkau telah ditipu mereka!"
Ucapan itu mengejutkan Kim Hong juga mengejutkan Bouw Hun dan Bouw Ki. Rahasia mereka telah diketahui!
"Maling betina, jangan bicara sembarangan! Engkau menghina kami dan harus mati!"
Bentak Bouw Koksu dan dia pun sudah menggerakkan pedangnya yang melengkung dan amat tajam,
"Singgg.... ,!"
Dengan mudah Kui Lan mengelak karena gadis ini telah memiliki keringanan tubuh yang luar biasa, berkat gemblengan Pek Lian Nikou kepala kuil Thian-bun-tang. Pedang yang melengkung itu menyambar luput dan pada saat itu, Bouw Ki juga sudah menyerang dengan sebatang pedang melengkung seperti yang dipegang ayahnya.
"Tranggg..... !!"
Kui Lan menangkis dengan pedangnya dan Bouw Ki merasa betapa telapak tangan kanannya tergetar hebat sehingga ha mpir saja pedangnya terlepas.
Dua orang panglima pembantu Bouu koksu juga sudah menyerang dengan pedang mereka dan ternyata mereka itu juga lihai sehingga kini Kui Lan dikeroyok empat orang. Namun, gadis ini tidak merasa gentar dan ia sudah memainkan ilmu pedangnya dengan ilmu Hong-in-Sin-pang (Tongkat Sakti Angin dan Awan) yang ia main kan dengan pedang. Ilmu ini merupakan ilmu silat tinggi yang ia pelajari dari Kong Hwi Hosiang, ditambah gin-kang yang membuat tubuhnya berkelebatan amat cepatnya.
"Kim Hong, cepat bantu kami!"
Bentak Bouw Koksu berulang kali, akan tetapi Kim Hong masih berdiri bengong, ia terlalu kaget mendengar keterangan Kui Lan tadi bahwa laki-"laki yang selama ini dianggap ayah kandungnya itu bernama Cing Kui berarti bahwa Bouw koksu telah menipunya!
Iapun tidak ingin melihat adik dari Cin Han celaka tempat itu, maka tentu saja ia tidak mau membantu Bouw Koksu.
Terdengar bunyi peluit dan kentongan, tanda bahwa akan berdatangan pasukan keamanan dan tentu Kui Lan akan dikeroyok banyak orang. Kui Lan mengamuk, pedangnya bergerak bagaikan seekor naga mengamuk di angkasa dan dua orang perwira yang tadi me mbantu Souw Koksu, telah roboh mandi darah.
Akan tetapi, segera terdengar suara gaduh dan sedikitnya duapuluh lima orang penjaga berikut beberapa orang perwira datang mengurung lalu mengeroyok gadis perkasa itu. Biarpun ma klu m bahwa ia berada dala m bahaya maut, Kui Lan tidak menjadi gentar dan ia mengambil keputusan untuk melawan sa mpa i titik darah terakhir.
Melihat ini, Kim Hong mengeluarkan, teriakan melengking panjang dan tubuhnya sudah berkelebat dan menerjang ke arah pertempuran. Ketika kedua tangannya bergerak, nampak dua sinar bergulung-gu lung dan terdengar teriakan disusul robohnya dua orang pengeroyok. Kiranya ia sudah menggerakkan sepasang pedang kecilnya yang lihai, yang ujung nya bertali. Melihat betapa gadis yangi dicinta kakaknya itu kini membantunya, bangkit semangat Kui Lan dan iapun mengga muk semakin hebat.
"Kim Hong, engkau pengkhianat!"
Bentak Bouw Koksu. Pedangnya meluncur dan menyerang gadis yang pernah menjadi murid dan anak ang katnya sendiri.
"Trangggg!"
Pedang itu terpental dan hampir terlepas dari tangannya ketika ditangkis pedang kiri Kim Hong.
"Engkau telah men ipuku!"
Bentak Kim Hong.
"Tida k ada yang men ipu mu. Dia me ma ng ayah mu! Gadis in i yang menipumu!"
Bentak pula Bouw Koksu, Tentu saja Kim Hong menjadi ragu. Ia hanya mendengar keterangan Kui Lan bahwa pria yang diperkenalkan sebagai ayahnya itu palsu, akan tetapi apa buktinya? Sementara itu, Bouw-ciangkun yang mengepung dan mengeroyok Kui Lan sudah berteriak memerintahkan anak buahnya untuk memanggil bala bantuan,
Karena Kim Hong ragu dan menghentikan gerakannya, Kui Lan kini terdesak, dikepung ketat dan dihujani senjata. Biarpun gadis ini telah mewarisi ilmu silat yang tinggi dan hebat, namun ia masih kurang pengalaman dan pihak musuh terlampau banyak, ia sudah merobohkan enam orang pengeroyok, akan tetapi iapun menerima dua kali bacok pedang yang menyerempet paha dan pundaknya, biarpun tidak parah, namun paha dan pundaknya terluka dan berdarah!
Tiba-tiba, seorang di antara para perajurit itu, yang tadi hanya menonton sambil mengacung-acungkan pedangnya, tiba-tiba saja menyerang Bouw Ki. Serangan pedangnya demikian cepatnya sehingga Bouw Ki hampir tertusuk lehernya dan ketika pemuda itu mengelak, pedang perajurit itu menya mbar ke bawah dan pahanya terbacok sehingga terluka dan membuat dia berteriak kesakitan dan cepat meloncat ke belakang.
"Heii, gilakah kau??."
Teriak Bouw Ki. Perajurit itu tidak perduli, bahkan kini membuang topi perajuritnya dan menga mu k dengan pedangnya me mbantu Kui Lan, me mbuat pengeroyokan ketat tadi menjadi buyar. Ketika Kui Lan memandang, jantungnya berdebar tegang karena mengenal mata yang mencorong itu bibir yang tersenyum-senyum itu. Taksalah lagi, dialah si pemuda sinting tempo hari!
"Kau?"
Serunya dan iapun putar pedang ke kiri, meroboh kan seorang pengeroyok dengan tusukan.
"Nona, kita mundur.... cepat kau pergi dulu ke pagar tembok!"
Kata perajurit itu yang bukan lain adalah Souw Hui San. Pemuda ini dengan cerdik ini, tentu saja dengan cara menyogok berhasil masuk menjadi seorang prajurit penjaga keamanan di rumah Bouw Koksu.
Dengan demikian akan mudah baginya untuk menyelidiki keadaan pembesar ini dan mencari rahasia yang berguna bagi perjuangan para pendukung kerajaan Tang.
Melihat Kui Lan dikeroyok dia merasa bimbang. Akhirnya dia tak tahan melihat gadis yang dikaguminya itu terluka. Terpaksa dia membuka rahasia dirinya dan membantu. Dengan ilmu pedang Gobi-pai yang lihai, ia mengamuk, membuat Kui Lan tidak terhi mpit lagi.
Sementara itu, melihat munculnya pemuda yang juga dikenalnya sebagai pemuda sinting Kim Hong berkelebat meninggalkan tempat itu. ia percaya bahwa pemuda yang gerakannya amat lihai itu akan ma mpu menolong Kui Lan sendiri cepat me masu ki gedung dan menyerbu ke dala m kamar di mana ayahnya berada.
Orang yang mengaku sebagai Bu itu terkejut ketika melihat putri nya masuk ke kamar dengan sepasang mata mencorong penuh kemarahan.
"Kim Hong, apa yang terjadi,"tanyanya heran.
Akan tetapi gadis itu melompat dan sekali tangannya bergerak, jari tangan kanannya telah mencengkeram pundak orang itu. Orang yang mengaku sebagai ayahnya itu terkejut karena cengkeraman itu membuat pundaknya seperti remuk rasanya.
"Ada apa kenapa kau ini?"
"Katakan, nama mu Ciang Kui, kan? Hayo mengaku terus terang atau akan kuhancurkan pundakmu!"
Wajah itu berubah pucat.
"Aku... aku "
"Hayo katakan terus terang bahwa kau bukan ayahku, engkau bukan Can Bu. Awas, kalau membohong akan kusiksa sampai mati!"
Cengkeram di pundak itu semakin kuat sehingga wajah yang pucat kini mandi peluh.
"Aku.... aku.... hanya di perintah Bouw Koksu...,"
Akhirnya orang berterus terang.
"Keparat busuk!"
Saking marahnya Kim Hong mengerahkan tenaga sin-kang yang didapatnya dari ular hita m kepa la merah. Hawa beracun yang amat dahsyat keluar dari tangannya memasuki tubuh orang itu dari pundak dan orang itu hanya menjerit satu kali lalu tewas dengan seluruh tubuhnya menjadi hitam.
Kim Hong mengangkat mayat itu berlari keluar lagi me masu ki ta man melihat Kui Lan dan pe muda sint ing itu masih dikepung ketat walaupun keduanya sudah sampai di dekat pagar tembok.
Agaknya tidak mudah bagi mereka untuk lolos karena kini sudah datang bala bantuan yang banyaknya tidakkurang dari limapuluh orang!
Kim Hong mengeluarkan suara lengking panjang dan tubuh tak bernyawa yang sudah kehitaman itu ia lontarkan ke arah Bouw Koksu dan Bouw-ciangkun yang ikut mengeroyok Kui Lan dan Hui San.
Bouw Koksu terkejut me lihat sosok tubuh melayang ke arahnya.
Dia nyambut dengan bacokan pedangnya tubuh itu roboh. Ketika dia melihat melalui penerargan obor yang dibawa para perajurit, dia melihat wajah Ciang Kui yang mukanya berubah menghitam matanya terbelalak. Tahulah dia bahwa Kim Hong telah mengetahui rahasia kebohongannya.
Kim Hong menga muk dengan sepasang pedangnya, sebentar saja sudah berhasil membuyarkan kepungan dan mendekati Kui Lan.
"Kui Lan, engkau sudah terluka, cepat keluar dari sini, aku yang menahan mereka!"
"Aku tidak mau meninggalkan engkau sendiri, Kim Hong!"
Kata Kui Lan tegas. Dia m-dia m Kim Hong kagu m, senang sekali mempunyai sahabat seperti Cin Han dan Kui Lan ini, demikian gagah dan setia kawan.
"Kalau begitu, mari kita lari bersama!"
Katanya dan iapun mempercepat gerakan kedua pedangnya. Melihat betapa gadis perkasa itu kini membalik dan membantu musuh, anak buah Bouw Koksu yang sudah tahu akan kelihaiannya menjadi gentar. Kepungan melonggar dan kesempatan itu dipergunakan oleh Kim Hong, Kui Lan, dan Hui San untuk meloncat ke pohon itu dan dari situ meloncat ke atas pagar tembok dan dilanjutkan meloncat keluar.
Bouw Koksu dan Bouw Ciangkun mengerahkan para perajurit untuk melakukan pengejaran, akan tetapi tiga orang itu sudah menghilang dan beberapa menit kemudian mereka bertiga sudah berada di dalam rumah Hartawan Ji, dengan aman mereka duduk di dalam ruangan rahasia di mana mereka bicara dengan Hartawan Ji. Souw Hui San tanpa diminta sudah mengeluarkan obat luka dan menolong Kui Lan yang terluka pundak dan pahanya, dibantu oleh Kim Hong yang me mba lut lu ka di paha gadis itu.
Biarpun tiga orang muda itu baru kali ini berkenalan, namun hubungan mereka sudah akrab sekali, mereka merasa cocok dan seolah sudah saling berkenalan bertahun-tahun lamanya. Setelah luka-luka di pundak dan paha Kui Lan diobati, luka yang tidak parah, mereka duduk menghadapi meja dan sa mbil ma kan hidangan mala m yang dikeluarkan pembantu Hartawan Ji, mereka bercakap-cakap.
"Kiranya benar seperti dugaanku tempo hari, engkau hanya berpura-pura sinting,"
Kata Kim Hong kepada Sui San yang tersenyum.
"Akupun sudah merasa curiga. Mana ada orang sinting membawa-bawa pedang yang bagus?"
Kata pula Kui Lan.
"Dan engkau yang melemparkan pedangku membuat dahiku benjol menyempurnakan penyamaranku, nona Can Kim Hong,"
Kata Hui San tertawa.
"Dengan peristiwa benjolnya clahiku itu, Bouw ciangkun clan yang lain-lain percaya bahwa aku aclalah seorang sinting, ha ha!"
"Siapakah sebenarnya engkau ini Dan mengapa engkau clapat muncul mengacau rombongan Bouw-ciangkun ketika mereka mencari pusaka, kemuclian bagaimana pula tiba-tiba engkau menjadi seorang perajurit anak buah Bouw-ciangku dan tadi menolongku?"
"Wah, ceritanya panjang, nona Yang Kui Lan"
"Engkau mengenal kami semua, akan tetapi kami tidak mengenalmu! Ini tidak adil. Perkenalkan dulu dirimu baru kita bicara lagi,"
Kata Hartawan Ji yang bagimanapun juga masih menaruh perasaan curiga kepacla pemucla yang ticlak dikenalnya itu.
"Paman Ji Siok, apakah paman dan semua kawan paman tidak clapat mengetahui siapa aku? Dan paman juga ticlak mengenal mencliang Paman Souw Loki"'
"Souw Loki Bukankah pemilik toko yang baru saja meninggal clunia secara aneh tanpa acla yang mengetahui sebabnya itu?"
Hartawan Ji memanclang penuh perhatian.
"Orang muda, agaknya engkau mengetahui tentang diriku dan tentang teman-teman, akan tetapi kami belum mengetahui siapa engkau."
"Paman, dia ini jelas orang yang telah mengambil Mestika Burung Hong Kemala dan menukarnya dengan yang palsu. Ticlak benarkah dugaanku itu sobat?"
Tanya Kim Hong.
Kini Souw Hui San tertegun dan memandang kagum.
"Eh, bagaimana engkau dapat mengetahui hal itu, nona?"
"Ticlak perlu bertanya, yang penting sekarang, kami telah tahu bahwa engkau yang mengambil Mestika Burung Hong
Kemala, karena itu engkau harus menyerahkan kepada kami atau terpaksa kami akan menganggap mu sebagai musuh,"
Kata pula Kim Hong.
"Bersabarlah, Kim Hong. Aku yakin bahwa saudara ini bukan seorang musuh, dan tentu dia mengambil pusaka itu dengan maksud baik. Bukankah engkau juga seperti kami, menentang pemberontak An Lu Shan dan mendukung Kerajaan Tang, sobat?"
Kata Kui Lan.
"Yang penting, perkenalkan dulu dirimu, orang muda,"
Kata pula Hartawan Ji.
Souw Hui San tertawa.
"Aih, kalian sungguh-sungguh mendesakku. Tiga orang dengan tiga maca m tuntutan, akan tetapi hanya nona Yang Kui Lan yang bersikap baik kepadaku. Teri ma kasih nona"
Wajah Kui Lan menjadi kemerahan dan iapun merasa perlu untuk me mbela diri agar tidak disangka yang bukan bukan.
"Tentu saja aku bersikap baik kepadamu, sobat, karena bukankah enkau sudah berulang kali berusaha menolongku? Tempo hari, dengan berpura-pura sinting engkau mencegah rombongan Bouw-ciangkun mengeroyokku, kemudian tadi kalau tidak ada engkau yang menolong, mungkin aku sudah tewas di tangan mereka,"
"Baiklah, akupun tidak merasa perlu merahasia kan diriku. Namaku Souw Hui San dan mendiang Souw Lok yang ma terbunuh adalah pamanku. Sejak kecil aku berada di pegunungan, menjadi murid para suhu di Gobi-pai. Baru beberapa bulan aku datang ke kota raja, ke rumah paman dan aku melihat bahwa paman Souw Lok yang dahulu bekerja menjadi pembantu Menteri Yang Kok Tiong, sudah berada di kota raja dan menjadi orang kaya yang membu ka sebuah toko."
"Bukankah Souw Lok ikut pula dengan Menteri Yang mengawal rombongan baginda Kaisar yang mengungsi ke ba
rat?"
Tanya Hartawan Ji yang banyak mengetahui keadaan di kota raja.
"Benar, paman menceritakan kepadaku bahwa diapun sampai ke Secuan. Akan tetapi, di tengah perjalanan itu, paman Souw Lok membantu Menteri Yang menyembunyikan Mestika Burung Hong Kemala, bahkan peta dari tempat penyimpanan itu oleh Menteri Yang diserahkan pada Paman Souw Lok dengan pesan bahwa kalau terjadi sesuatu dengan beliau, peta itu harus diserahkan kepada seorang diantara puteranya."
"Ah, agaknya ayah telah merasakan sesuatu, seolah dia telah merasa bahwa dia akan tewas dalam perjalanan itu, maka dia menyerahkan peta kepada orang kepercayaannya,"
Kata Kui Lan dengan suara sedih.
"Mungkin juga,"
Kata Ji Siok "Ayahmu adalah seorang yang setia kepada Kerajaan Tang, nona. Sekarang harap lanjutkan ceritamu, Souw-taih iap."
"Wah, sebutan tai-hiap (pendek besar) itu hanya membuat kepalaku mekar, paman. Sebut saja namaku, Hui San tanpa embel-embel pendekar segala macam. Nah, setelah tiba di kota raja paman Souw Lok mempunyai pendapat yang amat berani. Dia pikir bahwa biarpun kecil, terdapat kemungkinan bahwa rahasianya diketahui orang, yaitu bahwa dia telah menerima peta penyimpanan pusaka itu dari Menteri Yang. Oleh karena itu, sebaiknya kalau dia mengakuinya saja, bahkan berusaha untuk mendapatkan harta dari rahasia itu, Maka dia lalu menjual peta itu kepada Bouw Koksu."
"Ihh!"
Mestika Burung Hong Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kim Hong dan Kui Lan berseru.
"Ahh....!"
HartawanJi juga mengeluarkan seruan kaget dan tak senang mendengar tentang peng khianatan Souw lok itu.
"Kenapa pa man mu melakukan itu ?"
"Sabar, paman, dan harap mendengarkan dulu, nona-nona yang kuhormati! Sungguh aku berani mengatakan bahwa paman bu kanlah seorang pengkh ianat. Dia mela kukan penjualan peta itu dengan dua perhitungan. Pertama untuk menghilangkan dugaan bahwa dia yang menetahui rahasia penyimpanan pusaka itu, dan ke dua, dan hal ini akhirnya menjerumuskan nya ke tangan maut, dia ngin mendapatkan harta agar di hari tuanya dia hidup santai dan Cukup. Dia memang menjual peta Itu seharga sepuluh ribu tail kepada Bouw Koksu dan setelah menyerahkan peta dia menerima uang muka limaribu tail yang dia pergunakan membeli rumah dan membuka toko yang limaribu tail lagi akan dia terima setelah pusaka itu dapat dia mbil, Akan tetapi, yang dia berikan adalah peta palsu! Diapun diam-diam membuat kan pusaka tiruan. Kemudian, ketika aku datang dan dia mengetahui bahwa aku memiliki kepandaian silat, dia menyuruh aku menga mbil pusaka yang aseli dan menaruh pusaka tiruan ke dalam guha yang d isebutkan da la m peta palsu itu."
"He mm, ternyata cerdik sekali pa man mu itu, Hui San!"
Kin i hartawan Ji memuji. Dengan perbuatan itu, selain semua orang akan tahu bahwa pusaka berada di tangan Bouw Koksu, juga dia berhasil menyembunyikan pusaka aselinya tanpa ada yang mengetahui, dan dia masih mendapatkan banyak uang lagi!"
"Sayang, paman Souw Lok tidak tahu betapa licik dan curangnya orang macam Bouw Koksu itu. Setelah semua berhasil baik dan pusaka itu dapat diambil Bouw Koksu, dia datang mengunjung paman, bukan untuk membayar yang lima ribu tail lagi seperti yang diharapka paman, melainkan membunuh paman untuk menutup rahasia bahwa Mestika Buru Hong Kemala berada di tangannya. Aku datang terlambat beberapa jam saja. Akan tetapi paman masih sempat mengatakan siapa yang me mbunuhnya, dan suatu saat, jahanam Bouw Koksu itu pasti akan tewas di tanganku!"
Hening sejenak. Semua orang agaknya tercekam oleh kisah yang diceritakan pemuda itu.
"Ah, aku mengerti sekarang. Engkau tentu telah mendahului rombongan, mengambil pusaka aseli, lalu memasukan pusaka palsu ke dalam guha seperti disebutkan dalam peta palsu, kemudian engkau menyembunyikan pusaka itu entah dimana, dan ketika kami bertemu dengan enci Kui Lan, engkau keluar dan pura-pura sinting untuk mengganggu kami, bukankah begitu?"
Kata Kim Hong.
Hui San tertawa.
"Ha-ha, semua itu benar. Pusaka itu memang lebih dulu aku sembunyikan dalam sebuah pohon besar. Karena melihat engkau demikian cerdik, maka aku lalu pergi dan tidak berani sembarang main-main. Orang seperti engkau terlalu berbahaya untuk dipermainkan. Tentu saja aku tidak tahu bahwa engkau sebenarnya segolongan dan seperjuangan denganku, nona."
"Souwtoako, kalau begitu pusaka itu sekarang berada di tangan mu?"
Tanya Kui Lan yang agak ragu ketika menyebut pemuda itu, akan tetapi melihat sikap yang polos dan bersahaja itu, diapun menyebutnya toako, sebutan yang akrab.
Hui San tersenyum dan matanya bersinar-sinar memandang kepada Kui Lan.
"Benar, non.... eh, siauw-moi (adik), boleh aku menyebutmu Lan-moi (adik Lan)? Engkau puteri Menteri dan aku anakgunung"
"Ah, perlukah kita merendahkan diri dan menggunakan banyak peraturan yang tidak layak lagi itu, twako? Kata kanlah, sekarang Mestika Burung Hong Kemala itu berada di mana?"
"Kusimpan baik-baik, Lan-moi. Andai kata aku ditawan musuh, disiksa dan dibunuh sekalipun, jangan harap musuh akan dapat me maksa aku menyerahkan pusaka itu kepada mereka. Tak seorangpun akan tahu di ma na pusaka itu kusembunyikan. Akan tetapi setelah aku bertemu dengan engkau, aku siap me menuhi pesan mendiang Pa man Souw Lok untuk menyerahkan pusaka itu kepada seorang diantara para putera mendiang Menteri Yang Kok Tiong. Apakah engkau bersedia rnerima pusaka itu dariku?"
"Ah, aku.... apa bedanya kalau berada di tanganmu, twa ko?"
Hartawan Ji segera berkata.
"Mengapa tidak ada bedanya. Kita semua mempunyai kesetiaan yang sama, dan tentu semua bermaksud untuk menyerahkan pusaka itu kembali kepada Sri baginda Kaisar. Karena itu, kuusulkan, biar pusaka itu tetap disimpan oleh Hui San, dan tetapi dia harus memberitahukan tempat penyimpanannya kepada nona Kui Lan. Kita semua sedang berjuang, tidak tahu apakah kita akan dapat lolos dari kematian. Karena itu, sebaiknya kalau penyimpanan itu se lalu d iketahui dua rang "
"Maksudmu agar kalau yang seorang meninggal, yang lain memberi tahukan kepada seorang sahabat lain lagi?"
Tanya Hui San.
"Apakah tidak sebaiknya kalau sekarang juga diantarkan ke barat dan serahkan kepada Sri baginda Kaisar? Pusaka itu amat dibutuhkan untuk mendatangkan kepercayaan mereka yang mendukung beliau, bukan?"
Tanya Kim Hong.
"Dugaanmu tadi benar. Hui San Pusaka itu amat penting, karena itu harus selalu kita ketahui di mana tempat penyimpanannya. Dan saat ini tidak perlu kita antarkan ke barat, nona Kim Hong, karena ka mi telah mendengar bahwa Sri baginda berhasil membujuk para kepala suku di barat untuk membantu pasukan beliau dengan memperlihatkan Mestika Burung Hong Kemala. Agaknya, Sri baginda yang kehilangan pusaka itu telah me mbuatkan pula tiruannya. Jadi sekarang ada tiga buah pusaka, dua yang palsu dipegang Bouw Koksu dan Sri baginda, sedangkan yang aseli kita simpan Kalau saatnya tiba, kita akan serahkan kepada Sri baginda Kaisar."
Semua orang merasa setuju dengan pendapat ini dan Hui
San lalu menuliskan beberapa huruf di atas kertas, memberikan tulisan itu kepada Kui Lan yang membacanya. Membaca isi tulisan ini Kui Lan tertegun. Betapa berani dan cerdiknya pemuda murid Gobi-pai itu Dia telah menyimpan pusaka itu di tempat yang takkan pernah disangka Siapapun juga, terutama sekali tidak oleh pihak musuh karena pusaka itu berikut petinya ditanam di bawah pohon dekat pagar tembok di kebun belakang gedung yabg kini ditinggali Bouw Koksu Pantas pemuda itu dapat menolongnya. Kiranya sedang mencuri masuk dan menanam pusaka itu di bawah pohon yang ia pergunakan untuk memasuki kebun pada mala m hari itu.
Memang kelihatan mengkhawatirkan menyimpan pusaka di sana, akan tetapi justeru di tempat yang begitu dekat dengan Bouw Koksu, merupakan tempat yang aman karena tidak akan disangka, sama sekali. Gedung itu boleh jadi dapat diserbu orang dan isinya di rampok habis, bahkan gedung itu sendiri dapat saja dibakar habis. Akan tetapi siapa yang mau mengganggu sebatang pohon di sudut kebun? ia memandang pemuda yang tersenyum itu dan mengangguk, la lu ia merobek-robek kertas itu sampai menjadi potongan kecil kecil.
Kim Hong yang teringat akan ayah kandungnya yang belum juga dapat ia temukan, segera bertanya kepada Hartawan Ji.
"Paman Ji, engkau telah dapat menyelidiki dan mengetahui bahwa orang yang mengaku ayahku itu adalah pa lsu Dapatkah engkau menolongku memberi tahu siapa sebenarnya ayah kandungku yang bernama Can Bu itu dan apakah dia masih hidup? Kalau dia masih hidup, di mana dia sekarang?"
"Ketika Yang-kongcu minta kepada kami untuk menyelidiki tentang Ciang Kui yang mengaku sebagai Can Bu, dengan sendirinya kami juga menyelidiki tentang ayah kandung nona itu. Kami bertanya-tanya kepada para perajurit dan perwira yang dulu berada dalam satu kesatuan dengan perwira Can Bu."
"Dan bagaimana hasilnya, paman"
Tanya Kim Hong penuh harap.
"Ternyata bahwa ayahmu itu, perwia Can Bu, setelah berhasil lolos dari Khitan dan kembali ke kota raja, Dia diangkat menjadi seorang panglima yang membantu Panglima Besar Kok Cu It dan tentu saja dia ikut pula mengawal Sri baginda Kaisar ke barat. Apa lagi karena ayahmu sudah mengenal daerah barat dengan baik, maka tenaganya amat dibutuhkan Kaisar"
"Jadi ayahku mengawal Sri baginda kaisar ke barat? Jadi benar ayah kandungku masih ada?"
Wajah gadis itu berseri dan matanya bersinar-sinar.
"Kalau begitu, aku akan menyusulnya dan mencarinya ke sana, dan aku akan membantunya memperkuat pasukan Sribaginda"
Hartawan Ji mengangguk-angguk. Hartawan ini dahulu sebelum An Lu Shan merebut tahta Kerajaan Tang, telah bekenja sebagai seorang penyelidik yang cerdik. Karena itu, dia kini dapat bekerja dengan tenang tanpa takut dikenal orang karena dahulupun tidak ada yang tahu bahwa dia adalah seorang perwira tinggi yang memiliki jaringan penyelidik. Banyak anak buahnya disebar ke mana-mana sehingga dia dapat mengetahui dengan baik keadaan di dalam dan di luar istana,
"Memang sebaiknya begitu, nona Kami kira Sri baginda membutuhkan banyak pembantu yang lihai seperti nona dan besar sekali harapannya nona akan dapat bertemu dengan perwira Can Bu sana."
"Kebetulan sekali, kakakku Yang Cin Han juga baru saja berangkat ke sana, adik Kim Hong,"
Kata Kui Lan kalau engkau melakukan perjalanan dengan cepat, mungkin engkau akan dapat mengejarnya dan lebih menyenangkan kalau kalian melakukan perjalanan bersama, kan?"
Wajah gadis itu berubah kemerahan, akan tetapi tak dapat disangkal di dalam hatinya ia merasa girang sekali, Sejak tadipun ia sudah bertanya tanya di dalam hatinya mengapa ia tidak melihat Cin Han di situ.
"Aku akan melakukan perjalanan seepat mungkin,"
Katanya dan iapun tidak menolak ketika Hartawan Ji menyerahkan seekor kuda kepadanya, berikut berapa potong perak untuk bekal perjalanan.
Gadis ini meninggalkan rumah gedung Bouw Koksu tanpa membawa apapun sehingga pakaianpun hanya yang berada di tubuhnya. Iapun menerima ketika Kui Lan memberi beberapa potong pakaian untuknya, dan memang bentuk tubuh mere ka seukuran.
Setelah Kim Hong berangkat meninggalkan kota raja dengan cara sembunyi-sembunyi, yaitu melalui pintu gerbang selatan dengan menyamar sebagai seorang nenek- nenek, diantar oleh Ji Siok yang telah menyogok para penjaga agar diperbolehkan keluar mengantar bibinya yang tua dan sakit"sakitan ke desa maka Hui San juga meninggalkan rumah Hartawan Ji, Diapun menyamar karena kini dia juga menjadi seorang buronan.
Dia menghubung i seorang tetangganya dan minta bantuan tetangga itu untuk menjualkan rumah dan toko pamannya. Karena mendapatkan keuntungan besar, tetangga itu dengan senang hati mela kukannya dan da la m waktu beberapa hari saja rumah itu telah terjual dan Hui San mempunyai uang dua ribu tahil hasil penjualan itu. Dia pun seperti KUi Lan, tinggal, di rumah Hartawan Ji.
Pada keesokan harinya, Hartawan Ji menerima seorang tamu dan setelah tamu itu pergi, dia mengumpulkan para pembantunya di mana hadir pula Hui San dan Kui Lan. Dari wajah pemimpin jaringan mata-mata itu dapat dlduga bahwa ada masalah penting.
"Ada berita penting sekali dari Sia-ciangkun,"
Kata hartawan itu.
"Dari toako Sia Su Beng? Berita apakah itu, paman?"
Tanya Kui Lan penuh ga irah, ia tidak tahu betapa diam dia m Hui San mengerling kepadanya dengan penuh perhatian menatap
wajahnya dalam kerlingan itu.
"Sia-ciangkun memberi kabar bawa usaha nona Kui Bi di istana berhasil mengadu-domba antara An Lu Shan dan puteranya, An Kong. Bahkan AnKong yang disebut pangeran itu mempercayai nona Kui Bi dan minta kepada nona Kui Bi untuk meracuni An Lu Shan..'
"Ah, berbahaya sekali itu, Bagai mana kalau ketahuan?"
Kata Kui Lan, mengkhawatirkan adiknya.
"Semua telah diatur oleh Bouw Koksu yang mendukung Pangeran An Kong. Mala m in i nona Kui Bi berhasil diselundupkan ke dapur dan di tunjuk sebagai seorang dayang melayani kaisar An Lu Shan makan malam menggantikan seorang dayang lain yang sakit. Saat inilah akan dipergunakan oleh nona Kui Bi untuk meracuni ma kanan yang akan dimakan kepala pemberontak itu."
Pendekar Sakti Karya Kho Ping Hoo Istana Pulau Es Karya Kho Ping Hoo Si Tangan Sakti Karya Kho Ping Hoo