Mestika Burung Hong Kemala 12
Mestika Burung Hong Kemala Karya Kho Ping Hoo Bagian 12
"Akan tetapi, tentu akan ketahuan dan adikku akan terancam bahaya,"
Kata pula Kui Lan.
"Menurut pesan Sia-ciangkun, bahaya yang datang bukan dari pengikut An Lu Shan, melainkan dari Pangeran An Kong, dari Bouw Koksu yang mendukungnya. Dari mereka inilah datangnya bahaya yang mengancam nona Kui Bi"
"Akan tetapi bagaimana mungkin Itu, paman?"' tanya Hui San.
"Bukankah nona Yang Kui Bi hanya melaksanakan perintah Pangeran An Kong?"
"Itulah sebabnya, menurut Sia ciangkun, keadaan nona Kui Bi terancam maut. Setelah perbuatan itu dilaksanakan dan An Lu Shan mati keracunan, tentu para pejabat tinggi ingin mencari siapa pelakunya. Dan untuk menutupi kenyataan bahwa An Kong yang meracuni ayahnya maka tentu mereka itu akan berusaha untuk menangkap nona Kui Bi dan menuduh nona itu sebagai pelakunya. Akan tetapi harap jangan khawatir. Sia ciangkun sudah mengatur kesemuanya Dia yang akan melindungi nona Kui Bi dan menyelundupkannya keluar dan kita yang harus membantunya, menerima nona Kui Bi dan membawanya ke sini dengan cepat."
"Akan tetapi, peristiwa itu tentu akan men imbu lkan geger di istana pa man. Apakah tidak akan terjadi keributan yang ditimbulkan oleh mereka yang setia kepada An Lu Shan?"
"Inipun akan ditanggulangi oleh Bouw-ciangkun yang sudah mempersiapkan pasukannya di luar istana, dan dibantu oleh Sia-ciangkun yang akan bergerak ke dala m istana."
Kui Lan membelalakkan matanya.
"Paman Ji, benarkah itu? Rasanya tidak mungkin Sia-toako akan bekerja sama dengan Bouw Koksu, apa lagi membantunya."
"Nona, ini merupakan siasat Sia-ciangkun yang baik sekali. Menghadapi Pangeran An Kong yang didukung Bouw Koksu tidaklah seberat kalau menghadap An Lu Shan. Karena itu, sengaja di biar kan ayah dan anak pemberontak itu saling hantam, dan Sia-ciangkun memang sengaja berpihak kepada Pangeran An Kong. Kalau An Lu Shan sudah tewas, dan para pengikutnya dapat dilumpuhkan akan kelak menghadapi Pangeran An Kong tidaklah terlalu berat."
Kui Lan mengerti, akan tetapi tetap saja ia mengkhawatirkan keselamatan adiknya, ia tahu bahwa Kui Bi bermain api. Amat berbahaya tugas yang hendak dilaksanakan adiknya ma la m ini. Meracuni An Lu Shan. Membayangkan saja Kui Lan sudah merasa ngeri dan jantungnya berdebar keras.
Bagaimana kalau ketahuan sebelum An Lu Shan makan hidangan beracun itu? Bagaimana kalau hidangan itu tidak dimakan atau dimakan orang lain sehingga orang lain yang mati, bukan An Lu Shan? Apa yang dapat dilakukan Kui Bi kalau sa mpai ketahuan? ia tahu akan keberanian dan kenekatan adiknya itu.
Kalau sampai ketahuan sebelum hidangan dimakan, Kui Bi pasti akan bertindak nekat dan mencoba untuk membunuh saja An Lu Shan. Dan tanpa bantuan, agaknya mustahil adiknya akan mampu meloloskan diri dengan selamat keluar dari istana kalau ia dikejar-kejar sebagai pembunuh.
Biarpun ia tahu di sana terdapat Sia Su Beng pria yang dikaguminya itu, tetap saja ia masih merasa gelisah. Ketika Ji Siok mengatakan bahwa pertemuan berakhir dan semua orang sudah bangkit, ia sendiri berdiri dan menuju ke ka marnya dengan tubuh lemas.
Karena memang sudah diatur oleh kaki tangan Bouw Koksu, maka dengan mudah Kui Bi mendapat kepercayaan membantu di dapur, kemudian menggantikan seorang dayang pelayan di ruangan makan yang sedang sa kit. Se mua ini sudah diatur oleh Bouw Koksu, melalui kaki tangannya yang banyak terdapat di dalam istana. Mudah sekali bagi Kui Bi untuk mengetahui, sayur masakan yang mana menjadi kesukaan An Lu Shan dan mudah pula ia membawa hidangan itu menuju ke ka mar makan, menaruh bubu kan racun di dalam masakan. Racun itu tidak mengeluarkan bau, juga tidak ada rasanya, maka tidak akan diketahui bahwa masakan itu mengandung racun.
Akann tetapi ketika An Lu Shan yang berpaka ian sebagai raja itu memasuki ruangan makan dan ia duduk menghadapi semeja besar penuh masakan yang masih mengepulkan uap yang sedap, ditamani tiga orang selir dan lima orang dayang, hati Kui Bi berdebar juga. ia melihat selosin perajurit pengawal pribadi yang membawa tombak, berdiri berjajar di pintu ruangan. Dan ia tahu bahwa di luar pintu terdapat pula banyak perajurit pengawal.
Hal Ini tidak mengejutkan hatinya karena me mang sebelu mnya Bouw Koksu telah me mberi tahu padanya dan mengatakan bahwa mereka itu adalah pasukan pengawal yang telah menjadi anak buahnya! Yang menjadi pengawal setia dari An Lu Shan hanya selosin orang pengawal pribadi saja. Menurut petunjuk Bouw Koksu, kalau nanti An Lu Shan sudah makan dan keracunan ia harus cepat menerobos keluar melalui pintu, kalau perlu merobohkan para pengawal pribadi yang mengha langi dan kalau sudah tiba di luar, pasukan anak buah Pangeran An Kong atau Bouw Koksu akan melindunginya. Akan tetapi Kui BI telah mendapat pesan dan petunjuk lain dari pang lima muda yang di kagu minya, yaitu Sia Su Beng.
Menurut Sia Su Beng, setelah ia berhasil, harus melarikan diri melalui jendala ruangan makan itu yang terbuka dan tiba di ta man di luar ruangan makan, ke mudian mengambil jalan melalui atas wuwungan menuju ke dalam taman istana yang besar. Di sana, Sia Su Beng dan pasukannya akan menyambut dan menyembunyikannya. Tentu saja ia memilih untuk menaati pesan pujaan hatinya itu, karena menurut Sia Su Beng, kalau ia menaati petunjuk Bouw Koksu, ia seperti seperti burung masuk kurungan, akan ditangkap dan besar sekali kemungkinan dituduh sebagai pembun uh tungga l An Lu Shan dan d ijatuhi hukuman berat.
Ruangan makan itu luas sekali. disudut ruangan, dekat dinding para dayang ahli musik telah memainkan yangkim dan suling, dan ada pula yang bernyanyi dengan suara lembut dan merdu. Meja makan itu sendiri berbentuk bundar dan An Lu Shan duduk di atas kursi istimewa, dikelilingi para dayang dan tiga orang selirnya duduk di kanan kiri dan depannya.
Masakan kegemarannya ialah masakan kaki biruang dimasak dengan rebung (bambu muda). Inilah masakan kege marannya ketika dia menjadi panglima pasukan di utara, di mana terdapat banyak biruang. Biarpun sekarang dia berada di selatan dan kaki biruang merupakan bahan masakan yang langka dan karenanya mahal sekali, dia tetap minta dicarikan kaki biruang. Masakan inilah yang tadi oleh Kui Bi dihidangkan di atas meja, paling dekat dengan kursi sang kaisar baru.
Dalam kesempatan ini, agar tidak menarik perhatian, Kui Bi tidak berdandan. ia hanya berperan sebagai pelayan yang mengambilkan masakan dari dapur dan ketika sang kaisar makan bersa ma selirnya dan dilayani lima orang dayang, tugasnya hanya berdiri di sa mping bersa ma tiga orang
rekannya, dan menanti perintah para dayang pelayan kalau"kalau dibutuhkan bumbu atau masakan tambahan.
An Lu Shan nampak gembira ketika duduk di depan meja makan. Perutnya rasa semakin lapar ketika dia mencium bau masakan khas kegemarannya yang ada paling dekat di depannya. Dia merima suguhan arak dari selir yang duduk di sebelah kanannya, minum dengan sekali tuang dari cawannya, kemudian menerima sumpit yang disodorkan selir yang berada di sebelah kirinya. Kui Bi mengikuti semua gerakan kaisar itu dengan jantung berdebar tegang.
Akan berhasilkah usahanya melaksanakan perintah Pangeran An Kong? ia tidak menyesal sedikitpun melaksanakan perintah meracuni An Lu Shan, karena andaikan tidak ada perintah itu, dengan segala kenekatannya ia akan mencari kesempatan untuk membunuh orang ini, orang yang telah mengakibat kan ayah ibunya meninggal, menyebabkan keluarganya berantakan dan Kerajaan Tang jatuh.
Agaknya perhitungan Bouw Koksu dan Pangeran An Kong memang tepat. Tanpa ia melihat ke arah masakan lain, sepasang sumpit di tangan An Lu Shan langsung saja menuju ke arah masakan kaki biruang itu, dan sepasang sumpit itu menjepit sepotong daging kaki biruang, lalu dimasukkan ke dalam mulutnya.
Nampak sedap dan nyaman sekali dia mengunyah daging kaki biruang yang bergajih itu, dan memang tukang masak mendapat pesan dari Pangeran An Kong sendiri agar hari itu memasak kaki biruang yang seenak"enaknya. Bahkan diapun memerintahkan mencarikan kaki biruang yang masih muda agar terasa lebih luna k dan lezat.
Makin tegang rasa hati Kui Bi ketika An Lu Shan terus saja makan masakan itu dengan sumpitnya, hanya di selingi minum arak sekali dua kali tegukan. Agaknya tidak ada pengaruh apa"apa dan dia makan dengan lahapnya, belum menyentuh masakan lain. Timbul perasaan gelisah dalam hati Kui Bi dan ia mengingat-ingat. Tidak salahkah ia tadi menaruhkan racun
itu? Jangan-jangan ia keliru memasukkan ke dalam masakan lain! Akan tetapi rasanya tidak mungkin ia yakin benar telah menuangkan racun itu ke dalam masakan kaki biruang itu
Suara mussik masih terdengar mengiringi suara nyanyian merdu. Tiga orang selir seperti berebut menarik perhatian kaisar dengan ucapan manis dan menyuguhkan arak, ada pula yang karena desakan kaisar mulai ikut makan. Akan tetapi melihat betapa lahapnya kaisar makan masakan kaki biruang, mereka tidak berani ikut mengambilnya.
Kalau An Lu Shan tidak mengambilkan untuk mereka, tiga orang selir itu tidak akan berani lancang mengambil sendiri hidangan yang menjadi kegemaran An Lu Shan itu. Bekas panglima yang kini mengangkatdiri menjadi kaisar ini memang terkenal gala k dan keras kalau ada orang berani mendahului kehendaknya, apa lagi menentangnya. Karena itulah, ketika pangeran An Kong mohon agar diangkat menjadi putera mahkota, dia marah dan membenci puteranya sendiri, karena merasa di dahului!
"Ah, aku haus, araknya!"
Kata An Lu Shan dan tiga orang selir itu seperti berebut memegang guci arak menuangkan arak ke dalam cawan arak dari emas yang telah kosong. An Lu Shan mengambil cawan itu, menuangkan isinya ke dalam mulutnya yang ternganga dan tiba-tiba cawan kosong itu terlepas dari tangannya dan diapun terkulai!
"Dukk!"
Kepalanya terantuk meja dan tubuhnya berkelojotan. Tiga orang selir itu menjerit, diikuti lima orang dayang dan semua orang yang berada disitu terkejut. Para pemain musik menghentikan permainan mereka dan dengan muka pucat mereka mrmandang terbelalak ke arah kaisar. Selosin orang pengawal pribadi berloncatan mendekat.
Kui Bi maklum bahwa racun itu telah bekerja, lapun menyelinap dan mendekati jendela, terus me lompat keluar.
"Heii , tahan! Semua orang tidak boleh me ningga lkan tempat ini!"
Seorang pengawal pribadi berteriak dan ketika melihat Kui Bi tidak berhenti diapun mengejar, diikuti oleh sembilan orang pengawal lain, sedangkan dua orang tinggal di situ, menolong kaisar dan mengamati setiap orang.
Kui Bi berlari ke dalam taman kecil di luar ruangan makan itu, dan ketika pengawal pribadi kaisar itu yang ternyata me miliki gin-kang ynng cu kup hebat berloncatan mengejarnya, tiba tiba Kui Bi membalikkan tubuhnya. Tadi ia menya mbar sebatang ranting kayu taman itu dan kini, tiba"tiba ranting itu mencuat dan dengan dahsyat menyambut pengejarnya dengan tusukan kearah kedua matanya.
Melihat ranting itu menusuk ke arah matanya dengan kecepatan kilat, pengawal itu terkejut dan cepat menggerakkan tombaknya menangkis melindungi matanya. Akan tetapi, ilmu Hong in Sin- pang dari Kui Bi memang helbat sekali. Ranting yang menusuk mata itu tidak menanti sa mpai ditangkis tombak tahu-tahu telah meluncur ke bawah dan menotok dada lawan.
"Tukk!"
Biarpun hanya sebatang ranting sebesar ibu jari, akan tetapi di tangan Kui Bi menjadi senjata ampuh. Pengawal itu roboh dengan tubuh kaku!
Kui Bi tidak menanti lebih lama terus berloncatan melintasi taman dan meloncat naik ke atas genteng seperti petunjuk yang didapatnya dari Sia Beng. Di belakangnya, sembilan orang pengawal mengejar dan ternyata mereka memang merupakan orang-orang pilihan yang memiliki kepandaian tinggi.
Kalau yang pertama tadi sampai dapat dirobohkan Kui Bi, karena dia memandang rendah kepada seorang gadis dayang, apalagi kalau yang dipergunakan menyerangnya hanya sebatang ranting. Karena memandang rendah, dia lengah dan dapat dirobohkan dengan sekali totokan.
Ketika melihat betapa sembilan orang pengawal itu dapat terus mengejarnya dengan berlompatan ke atas wuwungan pula, Kui Bi me mpercepat lari dan a khirnya ia dapat me loncat turun ke dalam taman istana, tetap dikejar oleh sembilan orang itu.
Hati Kui Bi menjadi lega ketika lihat pasukan yang puluhan orang banyaknya berbaris di taman itu. Cepat ia me loncat dekat dan tangannya segera ditarik Sia Su Beng dan ia sudah menyusup masuk ke dalam barisan itu, tergesa-gesa ia mengenakan pakaian seragam perajurit yang diberikan oleh seorang prajurit, menutupi pakaian wanitanyanya beberapa detik saja Kui Bi telah menjadi seorang di antara pasukan itu, berpakaian perajurit berikut topinya yang khas.
Sia Su Beng menyambut sembilan orang pengawal pribadi kaisar itu di bawah sinar lampu-lampu gantung taman itu dia menegur.
"Bukankah kalian ini perajurit perajurit pengawal pribadi Yang Mu lia Kaisar? Kenapa mala m-ma la m berlari ke sini? Apa yang telah terjadi?"
"Ah, kiranya Sia-ciangkun dan pasukannya. Kenapa pula ciangkun membawa pasukan memasuki taman istana?"
Pemimpin pasukan pengawal itu bertanya. Para perajurit pengawal pribadi kaisar adalah orang-orang kepercayaan kaisar maka biarpun hanya perajurit, mereka berani bersikap angkuh terhadap panglima yang berada di luar istana.
"Kami menerima perintah Bouw Koksu untuk berjaga-jaga karena ada desas desus bahwa mata-mata musuh hendak menyerang Yang Mulia. Apakah yang terjadi maka kalian berlarian ke sini?"
"Kami mengejar pembunuh! Apakah pasukanmu tadi me lihat seorang gad is yang berlari ke dalam taman ini?"
"Tidak, kami tidak melihatnya,"
Kata Sia Su Beng.
"Mustahil,"
Para perajurit pengawal pribadi kaisar itu berseru heran, 'kami mengejarnya dan kami melihat jelas meloncat turun dari wuwungan dan masuk ke taman ini!"
"Hemm, apakah itu berarti kalian tidak percaya kepada keterangan kami? kalau begitu, silakan menggeledah dan periksa sendiri apakah gadis yang kalian cari itu berada di antara kami ataukah tidak!"
Kata Sia Su Beng dengan suara keren.
"Maafkan kami, ciangkun. Telah terjadi peristiwa hebat, terpaksa kami akan melakukan penggeledahan, ini tugas kami!"
Sembilan orang itu lalu menyusup-nyusup ke dalam pasukan itu, akan tetapi tentu saja mereka tidak menemukan seorang gadis dayang di antara mereka.
Semua adalah pasukan yang berpakaian seragam. Kalau ada gadis dayang, tentu akan mudah kelihatan di antara mereka yang seragam itu. Setelah merasa yakin bahwa tidak ada gadis yang mereka cari, mereka kembali berhadapan dengan Sia Su Beng.
"Sebetulnya, apa yang terjadi? Siapa gadis dayang itu dan mengapa kalian mengejarnya?"
"la telah melarikan diri setelah melihat Yang Mulia keracunan! Kami mencurigai ia mempunyai kaitan dengan peristiwa itu."
"Yang Mulia keracunan? Lalu... bagaimana keadaan beliau?"
Tanya Sia Su Beng, pura-pura kaget.
"Kami tidak tahu, sekarang juga kami akan ke sana!"
Kata sembilan orang itu dan merekapun berserabutan lari meninggalkan taman. Pada saat terdengar bunyi canang dipukul bertalu talu, tanda bahaya sehingga seluruh isi istana menjadi gempar. Dala m waktu beberapa men it saja semua orang tahu bahwa kaisar telah tewas keracunan hidangan makan malam!
Pasukan yang dipimpin Bouw Ki telah dipersiapkan dan telah berada diluar istana, sedangkan pasukan yang di pimpin
Sia Su Beng juga sudah siap dan berada di sebelah dalam, mengepung istana dan menguasai semua tempat. Melihat ini, para panglima yang setia kepada An Lu Shan tidak dapat berbuat sesuatu apa lagi karena ke matian An Lu Shan karena keracunan makanan. Mereka hanya dapat segera datang ke ruangan makan dan menahan semua dayang, selir, dan thai"kam, termasuk se mua juru masak yang mala m itu bertugas memasak makanan dan melayani keluarga kaisar makan malam.
Ketika Bouw Koksu tergesa-gesa datang bersama Bouw"ciangkun, juga Pangeran An Kong, dan kemudian menyusul pula Sia Su Beng dan para panglima dan menteri yang memenuhi ruangan makan, tubuh kaisar An Lu Shan sedang diperiksaa dengan teliti oleh tiga orang tabib istana.
Akan tetapi, semua usaha tiga orang tabib itu melalui pengurutan, tusuk jarum, dan ce kokan obat anti racu n sia-sia belaka karena memang ketika tiga orang tabib itu datang, An Lu Shan telah putus nyawanya. Jerit tangis para isteri dan selir memenuhi ruangan itu, akan tetapi Bouw Koksu dengan cekatan lalu mengatur agar jenazah kaisar segera diangkat keruangan dalam untuk dirawat sebagaimana mestinya.
Bouw Koksu sendiri yang memeriksa para pembantu yang masih ditahan ruangan makan untuk ditanya. Akan tetapi, dia dan Bouw Ki merasa heran sekali tidak melihat Kui Bi. Dari para petugas di luar ruangan makan mereka mendengar bahwa gadis itu tidak lari melalui pintu. Padahal sudah direncanakan bahwa kalau ia keluar dari pintu para petugas akan menangkap dan rnenahannya.
Kemudian terdengar keterangan para pengawal pribadi kaisar bahwa gadis dayang itu melarikan diri melalui jendela dan biarpun mereka telah berusaha mengejarnya, namun gadis yang amat lihai itu berhasil melarikan diri. Mendengar ini, Bouw Koksu mengerutkan alisnya. Sama sekali tidak pernah disangkanya bahwa dayang baru itu memiliki ilmu silat tinggi.
Tentu ia lihai sekali sehingga mampu meloloskan diri dari pengejaran para pengawal pribadi kaisar yang lihai itu.
Karena khawatir gadis itu membocorkan rahasia bahwa Pangeran An Kong yang melakukan rencana pembunuhan terhadap ayahnya, Bouw Koksu lalu memerintahkan para panglima untuk menangkap dayang itu. Juga Panglima Sia Su Beng diminta untuk menggeledah seluruh kota untuk menang kapnya.
"la pasti masih berada di kota raja. Geledah semua rumah dan tangkap gadis itu! Tentu ia yang membunuh dan meracuni Sribaginda!"
Perintahnya.
Semua panglima, termasuk Sia Su Beng, meninggalkan istana. Kalau para pangIima memerintahkan anak buah mereka untuk melakukan pencaharian, Sia Su Beng sendiri cepat menuju rumah Hartawan Ji. Tak lama kemudian dia sudah berada di kamar rahasia bersa ma Hartawan Ji, Kui Lan, Kui Bi, dan Hui San.
Begitu melihat Sia Su Beng muncul, Kui Bi segera lari menya mbutnya dan bertanya.
"Twako, bagaimana? Berhasilkah kita sesuai rencana? Apakah dia sudah tewas?"
Gadis itu merasa tegang dan saking tegangnya, ia memegang kedua lengan panglima itu.
Sia Su Beng tersenyum dan mengangguk.
"Berhasil baik sekali, Bi-moi Engkau memang tabah dan cerdik. An Lu Shan telah tewas, dan tentu An Kong yang akan mengangkat diri menjadi gantinya seperti mereka rencanakan, akan tetapi sekarang timbul masalah baru. Engkau berada dalam bahaya, Bi-moi !"
"He mm, aku tidak takut, twako"
Kata gadis itu dengan sikap gagah.
"Aku percaya engkau tidak takut akan tetapi aku yang tidak mau melihlat engkau ditangkap. Kau tahu, Bouw Koksu berusaha keras untuk mencari dan menangkapmu. Tepat seperti kuduga, tentu dia ingin menangkapmu agar dapat menjatuhkan se mua kesalahan kepadamu, menceritakan bahwa engkau yang meracuni kaisar sehingga dia dan An Kong bebas dari tuduhan."
"Akan tetapi, aku dapat membantah dan mengatakan bahwa mereka yang menyuruhku. Aku tidak takut, twako. Selama engkau di sampingku, aku tidaktakut apapun!"
"Aku berjanji akan membantumu dengan taruhan nyawaku, Bi-moi. Akan tetapi sungguh tidak bijaksana kalau harus menggunakan kekerasan melawan musuh yang jauh lebih kuat dari pada kita. Sekarang belum tiba saatnya kita lawan dengan kekerasan. Kita tunggu saatnya. Setidaknya sekarang musuh yang paling berbahaya, An Lu Shan, telah tidak ada. Kurasa untuk menghancurkan kekuatan Pangeran An Kong dan Bouw kokssu bukan hal yang terlalu sulit kalau kita sudah menyusun kekuatan."
Sejak tadi Kui Lan melihat sikap adiknya dan sikap panglima itu dan ia merasa hatinya tertusuk.
Tahulah ia bahwa adiknya amat mencinta panglima itu dan agaknya Sia Su Beng juga rnencintai adiknya, ia harus melepaskan harapannya, ia harus mengalah terhadap adiknya.
"Bi-moi, ucapan Sia-ciangkun itu benar sekali. Kita tidak boleh hanya mengguna kan kekerasan dan nekat tanpa perhitungan. Kita harus menaati semua petunjuk Sia-ciangkun yang lebih berpengalaman dan lebih mengetahui keadaan. Katakanlah, ciangku n, apa yang harus ka mi la kukan sekarang?"
Sia Su Beng memandang kepada Souw Hui San. Dia tentu saja mengenal Kui Lan dan Ji Siok dan percaya kepada mereka, akan tetapi baru sekarang dia melihat pemuda yang tersenyum-senyum itu. Melihat pandangan mata Sia Su Beng, Souw Hui San melangkah maju.
"Ciangkun, sudah lama aku mendengar nama besarmu dan mengagumimu. Namaku Souw Hui San dan Paman Ji maupun nona Yang Kui Lan tentu berani menanggung bahwa aku adalah seorang rekan seperjuangan dan tidak perlu kau curigai."
"Benar sekali, Sia-ciangkun, Souw-toako ini adalah sahabat baik yang sudah berka li-kali menyela matkan nyawaku dari tangan Bouw Ki dan kaki tangannya,"
Kata Kui Lan.
"Ka mi juga berani bertanggung jawab bahwa dia adalah seorang pejuang sejati, ciangkun,"' kata pula Ji Siok.
"Dia murid Gobi-pai yang berilmu tinggi,"tambah pula Kui Lan.
Sia Su Beng mengangguk-angguk.
"Bagus kalau begitu, hatiku lebih tenteram karena baik Lan-moi maupun Bi-moi mendapatkan pengawa l yang dapat di andalkan. Ma la m ini juga kalian bertiga harus Keluar dari kota raja, karena mulai besok, seluruh rumah di kota raja akan digeledah. Bouw Koksu bersikeras untuk menangkap Bi-moi."
"Akan tetapi, bagaimana kami dapat keluar dari kota raja, ciangkun?"
Tanya Hui San.
"Dengan terjadinya peristiwa ini, tentu Bouw Koksu akan mengerahkan pasukan untuk menjaga semua pintu gerbang dan akan memeriksa setiap orang yang lewat, apa lagi yang akan ke luar pintu gerbang."
Panglima itu menunjuk buntalan yang tadi dibawanya dan yang diletakan di atas meja.
"Aku sengaja membawa tiga stel pakaian tentara, tadinya kubawakan untuk nona Yang Kui lan, Bi moi dan Paman Ji Siok untuk mereka pakai. Aku yang akan mengatur kalian keluar kota raja dengan aman. Aku tidak tahu bahwa di sini terdapat Saudara Souw Hui San."
"Ciangkun, sebaiknya kalau saya berada di sini saja. Saya mempunyai hubungan baik dengan para panglima dan pejabat. Andaikan mereka melakukan penggeledahan di sinipun, mereka tidak akan mene mukan apa-apa. Tidak seorang pun yang dapat menduga bahwa kedua orang nona
ini pernah berada di rumah ini, ciangkun. Karena itu, sebaiknya kalau pakaian untukku itu dipakai oleh Hui San dan saya akan tetap tinggal disini menjadi penghubung bagi para kawan dan melihat keadaan."
"Baiklah kalau begitu, Pa man Ji Akan tetapi berhati-hatilah, karena Bouw Koksu adalah seorang yang lihai cerdik dan kejam,"
Kata Sia Su Beng Sementara itu, tanpa diperintah lagi Kui Lan, Kui Bi dan Hui San sudah mengena kan pakaian tentara. Yang dipakai kedua orang gadis itu pas, hanya kebesaran sedikit karena memang Sia Su Beng sudah memilihkan yang paling kecil, akan tetapi yang dipakai Hui San agak kekecilan, terutama di bagian dada.
Tak lama kemudian, Sia Su Beng sudah memimpin dua losin perajurit berkuda menuju ke pintu gerbang sebelah barat. Para penjaga berikut komandan mereka tentu saja tidak berani menghalangi , bahkan memberi hormat kepada Sia Su Beng, apa lagi ketika dengan singkat Sia Su Beng memberi tahu bahwa ia dan pasukannya akan melakukan pengejaran ke luar kota terhadap kawanan pembunuh kaisar, mereka semua bergembira karena merasa yakin bahwa kalau langlima yang lihai ini yang melakukan pengejaran, tentu akan berhasil.
Pasukan itu terus menja lankan kuda sa mpai jauh meninggalkan kota raja. Setelah malam lewat dan matahari mulai memuntahkan cahayanya di ufuk timur, barulah Sia Su Beng memberi isarat agar pasukannya berhenti dan beristirahat juga membiarkan kuda mereka makan dan minum.
Dia sendiri mengajak Kui Lan, Kui Bi dan Hui San menjauhkan diri dan mengajak mereka berca kap-cakap.
"Nah, sekarang kurasa kalian bertiga sudah aman untuk melanjutkan perjalanan ke barat, menyusul rombongan Sri baginda Kaisar Beng Ong di Secu-an."
"Terima kasih, ciangkun. Engkau memang hebat dan cerdik sekali. Biar mulai sekarang aku yang akan mengawal kedua enci adik Ini sampai mereka tiba di Se-cuan dengan selamat,"
Kata Hui San penuh semangat.
"Akupun mengucapkan terima kasih kepadamu, Sia "ciangkun,"
Kata Kui Lan, sengaja kini menyebut ciangkun kepada panglima itu. ia tidak dapat lagi bersikap akrab kepada panglima yang pernah dikaguminya itu setelah mengetahui bahwa panglima itu akrab sekali dengan adiknya.
"Engkau telah menyelamatkan adikku, juga berhasil membawa kami bertiga keluar dari kota raja dengan selamat."
"Tidak, aku tidak mau pergi!"
Tiba-tiba Kui Bi berkata sambil mendekati Sia Su Beng.
"Twako, bagaimana mungkin aku pergi kalau engkau masih tinggal di kota raja? Tidak, aku bukan pengecut yang meninggalkan begitu saja. Aku tidak mau pergi. Kalau engkau kembali ke kota raja, akupun harus kembali ke sana!"
"Bi-moi, jangan bicara begitu", kata encinya.
"Kita bukan pengecut kalau pergi dari kota raja. Kita bukan sekedar melarikan diri karena takut akan tetapi kita akan bergabung dengan kakak Cin Han di sana. Sia-ciangkun harus kembali ke kotaraja di mana dia bertugas dan kita membagi pekerjaan yaitu kita membantu pasukan Sribaginda dan Sia-ciangkun me mbantu dari dalam."
"Benar, Bi-moi. Jasamu sudah cukup besar dengan membunuh An Lu Shan dan sementara ini engkau harus meninggalkan kota raja."
"Sekali lagi tidak, twako. Aku harus ikut engkau kembali ke kota raja untuk membantumu. Bahaya kita tempuh bersama. Kalau engkau tidak mau menyelundupkan aku ke dalam kota raja, aku dapat menyusup sendiri,"
Kata Kui Bi dengan nekat.
Gadis yang keras hati ini tahu benar bahwa kalau ia harus berpisah dari pria yang dikasihinya, hati nya akan selalu merasa sengsara karena pria itu berada di kota raja, tempat yang amat berbahaya dengan segala pergolakannya.
Mestika Burung Hong Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sia Su Beng menghela napas panjang, bukan karena penyesalan, melainkan karena lega dan senang. Dia sendiri sudah jatuh cinta kepada Kui Bi dan ia sedang merencanakan cita-cita besar. Akan lebih mantap hatinya kalau dia dekat dengan gadis yang dikasihinya, apa lagi dia me mbutuhkan tenaga orang gadis perkasa seperti Kui Bi.
"Baiklah, Bi-moi.
Kalau itu kehendakmu, engkau boleh ikut aku kembali ke kota raja dengan menyamar sebagai perajurit."
Bukan main girangnya hati Kui Bi sambil memegangi kedua tangan panglima itu, ia berseru.
"Koko, terima kasih! Aku akan membantumu dengan taruhan nyawaku!"
Kemudian ia mengha mp iri dan merang kul encinya.
"Enci Lan, kalau engkau bertemu kakak Cin Han, ceritakan semuanya dan bahwa aku berada di kota raja membantu perjuangan dari da la m bersa ma Sia-koko."
Kemudian ia menambahkan bisikan di dekat telinga encinya.
"Enci, aku cinta padanya."
Kui Lan mencium pipi adiknya dan matanya menjadi basah, ia terharu dan juga berbahagia bahwa adiknya telah menemukan cintanya, ia mengenal adiknya orang yang berhati keras dan sekali jatuh cinta, ia akan mempertahankannya mati-matian.
"Pergilah, adikku. Kita akan berkumpul kembali dalam keadaan yang lebih baik."
Sia Su Beng lalu membawa pasukannya kembali. Pasukan itu kini berkurang dua orang, tinggal duapuluh dua orang. Akan tetapi, Sia Su Beng tidak membawa pasukannya langsung pulang ke kota raja, melainkan mengajak mereka menyerbu sebuah bukit kecil penuh hutan yang dia tahu benar merupakan sarang gerombolan perampok.
Gerombolan perampok itu diserbu dengan tiba-tiba, menjadi panik dan mencoba melakukan perlawanan. Akan tetapi, Sia Su Beng dan Yang Kui Bi mengamuk sehingga para perampok terdesak, banyak yang tewas atau terluka dan sisanya melarikan diri. Sia Su Beng menawan empat orang anggauta perampok yang terluka dan bersama Kui Bi dia mengajak empat orang ini ke pinggir.
"Sekarang terserah kalian, masih inngin hidup ataukah memilih mati. Kalau ingin hidup, kalian harus menaati perintahku setelah tiba di kota raja,"
Kata Sia Su Beng.
Empat orang perampok yang luka-luka ringan itu tentu sudah menganggap bahwa mereka akan dibunuh, kini mendengar bahwa ada harapan bagi mereka untuk tinggal hidup, tentu saja mereka cepat menyambar harapan itu, betapapun kecilnya.
"Kami minta hidup, ciangkun!"
Kata mereka.
"Baik, mulai sekarang kalau ada orang bertanya, siapa saja dia, kalian harus mengakui bahwa kalian adalah kaki tangan Bouw Koksu dan kalian mendapat perintah dan tugas Bouw Koksu untuk membunuh kaisar."
"Wah, kalau begitu kami tentu akan dihukum berat ! "
"Tidak, kami yang akan melindungimu dan membebaskan kalian dari hukuman. Akan tetapi kalau kalian tidak mau, sekarang juga kalian akan ka mi bunuh. Baga imana?"
Terpaksa empat orang itu menyanggupi dan Sia Su Beng memberi tahu apa yang harus mereka jawab kalau datang pertanyaan-pertanyaan tentang usaha pembunuhan kaisar An Lu Shan. Mereka di beri tahu nama-nama kaki tangan Bok Koksu yang bekerja di dapur dan yang menjadi dayang sampai yang menjadi thai-kam. Mereka harus menghafalkan semua jawaban itu.
Dalam perjalanan menuju ke kota raja, Sia Su Beng diam"diam menyuruh beberapa orang perajuritnya menguji empat orang itu, mengajukan pertanyaan di luar tahu Sia Su Beng. Ada yang bertanya sambil menggertak dan mengancam, ada pula yang bertanya dengan bujukan dan janji hadiah dan kebebasan.
Dan di antara empat orang itu, ternyata yang tetap mengatakan bahwa mereka adalah kaki tangan Bouw Koksu hanya dua orang. Yang dua orang lagi ragu-ragu dan tanpa banyak cakap lagi, di depan dua orang yang lain, Sia Su Beng membunuh mereka dengan pedangnya! Hal ini tentu saja membuat dua orang anggauta perampok menjadi semakin ketakutan dan mereka bertekad untuk menaati perintah panglima Itu, apapun yang terjadi nanti pada diri mereka.
Kui Bi dapat mema klu mi kekeja man Sia Su Beng membunuh dua orang perampok itu karena kalau mereka dibebaskan, mereka tentu akan membocorkan rahasia siasat yang sedang dilakukan Sia Beng.
Pasukan yang membawa dua tawanan itu memasuki pintu gerbang pada sore harinya dan Sia Su Beng segera mengundang para panglima ke markasnya. Dia mengadakan pertemuan rahasia dengan para panglima, baik para panglima yang mendukung An Lu Shan maupun para panglima yang dia m-dia m secara rahasia mendukung Kerajaan Tang. Hanya para panglima yang menjadi kaki tangan Bouw koksu dan Pangeran An Kong saja yang tidak diundang dala m rapat rahasia itu.
Karena semua orang masih dalam keadaan tegang dan panik dengan kematian An Lu Shan, para panglima itu bergegas datang karena mereka maklum bahwa tentu ada berita penting yang akan di sampaikan Panglima Sia Su Beng yang selain menjadi kepercayaan An Lu Shan juga agaknya dekat dengan Bouw Koksu itu.
"Para rekan panglima yang terhomat, saya mengundang anda sekalian berkumpul untuk menyampaikan berita yang teramat penting dan juga tentu akan mengejutkan hati cu-wi (anda) sekalian. Berita itu ada hubungannya dengan kematian Sribaginda yang keracunan."
Dia sengaja berhenti sebentar untuk memberi tekanan kepada kata-katanya tadi. Semua panglima yang ju mlahnya tujuh orang itu benar saja a mat tertarik dengan gaduh mereka bertanya apa yang telah terjadi dan apakah berita itu.
"Ketika terjadi peristiwa kematian Sribaginda kemarin ma la m itu, saya mendapat keterangan dari penyelidik saya bahwa pelaku pembunuhan dapat melarikan diri keluar kota raja. Mereka bergabung dengan kawan-kawan mereka, itu gerombolan perampok di Bukit Bambu Kuning.
Saya cepat membawa dua losin perajurit melakukan pengejaran malam tadi juga, dan tadi kami berhasil menyerbu, menewaskan beberapa orang dan menawan dua orang. Dua orang perajurit kami gugur. Dan dari pengakuan dua orang tawanan kami itu, ternyata bahwa mereka adalah kaki tangan Bouw Koksu dan Pangeran An Kong. Mereka hanya menerima perintah dari kedua orang itu yang mengatur semua rencana untuk meracuni kaisar."
"Ahhh!!"
Para panglima itu mengeluarkan seruan kaget dan juga heran.
"Bagaimana mungkin itu? Bouw Koksu adalah seorang kepala suku Khitan yang berjasa dan mendapat anugerah Kaisar dengan pangkat tertinggi, sebagai Guru Negara. Dan Pangeran An Kong, untuk apa harus membunuh ayahnya sendiri? Bagaimanapun, kelak dia yang berhak menggantikan kedudukan ayahnya,"
Beberapa orang meragu.
"Kami sendiri kalau tidak mendengarkan tawanan anak buah gerombolan itupun tentu tidak akan percaya,"
Kata Panglima Sia Su Beng.
"Akan tetapi hendaknya diingat bahwa memang terjadi ketegangan antara Kaisar dan Pangeran An Kong. Pertama, urusan perebutan selir itu, dan kedua, permintaan pangeran yang tergesa ingin diangkat menjadi Pangeran Mahkota. Bagaimanapun juga, sebaiknya kalau kita bersama mendengarkan sendiri keterangan dua orang tawanan itu."
Dia lalu memerintahkan anak buahnya untuk menyeret kedua orang tawanan itu ke dala m ruangan rapat.
Tak lama kemudian, dua orang tawanan itu didorong masuk dan mereka menjatuhkan diri berlutut dengan wajah pucat ketakutan melihat para panglima memandang kepada mereka dengan sinar mata penuh selidik.
"Heii, sekarang di depan panglima, kalian berdua harus menjawab dengan benar, kalau tidak, kalian akan disiksa sampai mati!"
BentakSia-ciangkun..
"Coa-ciangkun, harap suka mengajukan pertanyaan kepada mereka,"
Katanya kepada seorang panglima tinggi besar yang terkenal setia kepada An Lu Shan dan yang paling meragukan keterangannya tadi.
Coa-ciangkun adalah panglima tinggi besar yang berwatak keras. Dia duduk menghadapi dua orang yang berlutut itu dan membentak.
"Angkat muka kalian dan pandang padaku!"
Dua orang anak buah gerombolan perampok itu mengangkat muka mereka memandang dan wajah mereka ketakutan, terbayang pada mata mereka yang terbelalak liar. Padahal, biasanya mereka adalah para perampok yang ganas, mudah menyiksa dan membunuh orang sambil tertawa.
Kini nampaklah bahwa orang-orang yang suka berbuat kejam itu pada dasarnya merupakan orang-orang yang pengecut dan penakut kalau berhadapan denggan kekuasaan yang lebih besar, kalau berada dala m ancaman maut.
"Ampun, ampunkan kami, thai-ciangkun...."
Mereka meratap.
"Ceritakan, apa yang telah kalian lakukan sehubungan dengan kematian Kaisar! Jawab sejujurnya atau kupatahkan kaki tanganmu!"
Dua orang anggauta perampok itu ge metar. Mereka memandang kepada panglima Sia Su Beng dan panglima ini membentak.
"Hayo cepat jawab dan ceritakan seperti yang kalian ceritakan kepadaku!"
"Ampun, ciangkun kami.... kami hanya diperintah. Kami diperintah untuk menghubungi rekan-rekan kami di dapur istana, menyerahkan sebungkus racun dan menaruhnya di masakan khas kege maran Sribag inda.... ampun ka mi hanya melaksanakan perintah"
"Perintah siapa?"
Bentak Coa-ciang kun.
"Perintah... perintah Bouw Koksu dan Pangeran"
"Siapa saja rekan-rekan kalian yang menjadi anak buah Bouw Kokso yang bekerja di dekat Sribaginda? Jawab?"
Kini Sia Su Beng yang membentak.
Dua orang itu dengan bergantian menyebutkan nama beberapa orang dayang, thai"kam dan juru masa k yang menjadi kaki tangan Bouw Koksu dan diselundupkan ke dalam istana, seperti yang telah mereka hafalkan dari pemberitahuan Sia Su Beng.
Para panglima menjadi marah sekali, dan keraguan mereka menipis.
"Jahanam busuk! Kalian telah berani melaksanakan perintah Bouw Koksu dan Pangeran Untuk meracuni Sribaginda!"
Sia Su Beng membentak, dan marah sekali.
"Ampun.... hamba berdua hanya melaksanakan perintah.... hamba mohon ampun..."
"Keparat!"
Tiba-tiba tangan Sia Su Beng bergerak dan dua orang itu terpelanting roboh dan tewas seketika karena kepala mereka menerima pukulan maut panglima itu. Semua panglima terkejut.
"Ah, kenapa engkau membunuh mereka, Sia-ciangkun? Bukankah mereka itu menjadi saksi dan bukti bahwa pembunuhan itu direncanakan oleh Bouw Kok dan Pangeran?"
Para panglima menegur
"Hemm, untuk apa menyiarkan rahasia busuk ini kepada orang luar? Bukankah itu hanya akan memalukan saja? Pangeran yang kita anggap sebagai pengganti Kaisar kelak, ternyata adalah orang anak yang tega membunuh ayah sendiri! Dan Bouw Koksu ternyata seorang hamba yang pengkhianat dan tidak setia. Bagaimana kita dapat membiar berita busuk ini terdengar orang?"
"Akan tetapi besok pagi Pangeran An Kong akan mengumumkan bahwa dia menggantikan Sri baginda yang wafat menjadi Kaisar baru!"
Kata Coa-cian kun.
"Coa-ciangkun, haruskah kita biarkan saja hal itu terjadi? Bagaimana mungkin kita membela seorang kaisar yang tega me mbu nuh ayah kandung sendiri? Ka lau dia tega terhadap ayah kandung sendiri, apa lagi terhadap kita orang-orang lain. Selama kita dapat dipergunakan, dia bersikap baik, akan tetapi setelah kita tidak dibutuhkan tentu kitapun akan dibunuh dengan keja m seperti yang dia lakukan terhadap ayahnya."
Mendengar ucapan Sia Su Beng itu, semua panglima tertegun. Mereke melihat betapa masa depan mereka suram kalau pangeran An Kong dibiarkan menjadi kaisar. Apa lagi di antara para panglima itu banyak yang berdarah Han. kalau pendukung uta ma Pangeran An Kong adalah Bouw Koksu, tentu orang Khitan ini yang akan memegang peranan penting dan mereka semua hanya akan menjadi bawahannya saja.
"Kita tidak boleh membiarkan Pangeran durhaka itu menjadi kaisar!"
Akhirnya Coa-ciangkun berkata.
Semua panglima setuju.
"Lalu apa yang harus kita lakukan, Sia-ciangkun?"
"Kalau cu-wi ciang-kun percaya kepadaku, serahkan saja urusan ini kepadaku. Aku yang akan bertindak mencegah pangeran menjadi kaisar."
"Tentu saja ka mi percaya kepadamu, Sia-ciangkun. Akan tetapi kalau pasukan pendukung pangeran menggunakan kekerasan?"
"Kita hadapi mereka. Kita harus mempersiapkan pasukan kita secara diam diam, membuat barisan mengepung istana, menjaga kalau mereka menggunakan kekerasan,"
Kata Sia"ciangkun dan semua orang setuju.
Demikianlah, Sia Su Beng dengan cerdik seka li telah berhasil membuat para panglima menentang pangeran dan Bouw Koksu, dan menunjuk dia sebagai panglima pimpinan.
"Ehh? Kenapa melamun dan terima saja memandang ke arah perginya Sia ciangkun dengan pasukannya? Wah, kau agaknya kehilangan setelah ditinggalkan panglima yang gagah itu, ya?"
Hui San menggoda.
Kui Lan membalik dan memandang pemuda itu dengan alis berkerut dan mata marah.
"Souw-twako, aku tahu engkau main-main, akan tetapi jangan keterlaluan kalau main-main. Engkau tahu sendiri betapa adikku Kui Bi saling mencinta dengan Sia-ciangkun, bagaimana engkau sekarang berani menggoda ku seperti itu?"
"Maaf, seribu kali maaf, Lan-moi.. Aku aku hanya main- main. Habis, engkau na mpa k mela mun seperti itu ih, tidak cepat-cepat kita mulai melakukan perjalanan kita yang amat jauh ke barat!"
Karena pemuda itu minta maaf dengan wajah yang sungguh-sungguh menyatakan penyesalannya, Kui Lan yang lembut hati sudah melupakan singgungan itu.
"Twako, aku tidak akan pergi ke barat."
"Ehh ?"
Wajah yang tadinya penuh senyum itu kini terbelalak dan melongo.
"Apa maksudmu? Kenapa,. Lan-moi?"
Dalam sinar mata pemuda itu timbul sesuatu yang membuat hati Kui Lan mengkal lagi. Pandang mata cemburu!
"Kenapa kau tanya? Twako, bagaimana mungkin aku pergi dan membiarkan adikku sendirian saja kembali ke kota raja?"
"Aihh, bukankah kita semua sudah membagi tugas, Lan"moi? Dan adikmu tidak kembali kesana sendirian, melainkan bersama Sia-ciangkun yang dicintanya. Sia-ciangkun akan me lindu nginya kukira engkau tidak perlu khawatir."
"Bukan hanya karena adikku Kui Bi saja, twako. Juga kita tidak mungkin pergi ke barat dengan meninggal sesuatu yang teramat penting. Lupakah engkau bahwa Mestika Burung Hong Kemala masih berada di kebun rumah yang kini ditempati Bouw Koksu? Dan hanya kita berdua yang mengetahui tempat itu. Bagaimana mungkin kita berdua pergi meninggalkan pusaka itu di sana? Tidak twako. Sebaiknya kita membagi tugas lagi. Engkau saja ke barat dan melapor kepada kakakku Cin Han dan kepada Sri baginda, sedangkan aku akan kemba li ke kota raja. Kalau ada kesempatan, aku akan mengambil Mestika Burung Hong Kemala itu dan setelah aku mendapatkan pusaka itu, barulah aku akan menyusul ke barat. Apa artinya kita menghadap Sribaginda di barat kalau tanpa membawa pusaka itu?"
Hui San mengerutkan alisnya, wajahnya yang tampan kehilangan kecerahnya, kemudian dia mengangguk-angguk.
"engkau memang seorang gadis yang hebat, Lan-moi. Engkau cantik jelita,lembut, lihai dan juga cerdik bukan main. aku salut! Mari kita kembali ke kota raja. Engkau benar sekali!"
"Kita? Maksud ku, kita membagi tugas, engkau melanjutkan perjalanan ke barat dan aku kembali ke kota raja...
"
"Tidak mungkin, Lan-moi. Aku membiarkan engkau kembali seorang diri ke kota raja? Aku belum sinting! Kemanapun engkau pergi, aku harus menemani, Lan-moi.... yaitu... kalau engkau suka tentu saja. Aku tidak ingin engkau terancam bahaya, hidupku tida k akan beres lagi kalau kita berpisah dan aku selalu meng khawatirkan keselamatan mu."
Kui Lan menatap wajah pe muda itu. Wajah yang tampan dan selalu nampak riang, dengan senyum yang sukar meninggalkan bibir itu, dan mata yang lalu memandang Jenaka, wajah yang nampaknya tidak dapat susah, tidak dapat marah dan tidak dapat serius. Baru sekarang, atau semenjak hatinya melepaskan Sia Su Beng karena perwira itu mencinta dan dicinta adiknya, ia memperhatikan pemuda ini.
"Souw-twako, kita baru saja berkenalan, kenapa engkau begini me mperhatikan aku?"
"Baru berkenalan? Aih, Lan-moi semenjak aku berpura-pura sinting menganggu dahulu itu, aku sudah mulai mengenalmu dengan baik, dan biarpun akhirnya kita belu m berkenalan, namun clalam bathinku, engkau telah menjacli seorang sahabatku terbaik."
"Tapi, kenapa engkau begini memperdulikan aku, meng khawatirkan keselamatanku? Kita ticlak me mpunyai kaitan apapun, orang lain clan ticlak acla hubungan apa-apa..."
"Lan-moi, bukankah kita sama-sama memperjuangkan bangkitnya kembali kerajaan Tang? Kita seperjuangan! Dan biarpun bagimu cli antara kita ticlak acla kaitan apapun, bagiku acla kaitannya yang erat sekali. Lan-moi, maafkan aku kalau aku berterus-terang kepaclamu. Sejak aku melihatmu, aku aku tahu bahwa hiclupku ticlak acla artinya lagi tanpa aclanya engkau cli clekatku. Aku...... agaknya seperti inilah rasanya cinta seperti yang pernah kubaca clalam clongeng, yakni kalau boleh aku lancang mulut mengaku cinta padamu...
"
Pemuda yang biasanya lincah jenaka dan pandai bicara itu, kini mendadak saja menjadi gagap gugup dan salah tingkah, bahkan tidak berani memandang langsung kepada gadis itu!
Melihat ini, Kui Lan tersenyum geli. Betapa muclahnya untuk menyukai pemuda ini, pikirnya.
Memang tidak seperti Sia Su beng yang gagah clan berwibawa, juga memiliki kekuasaan. Akan tetapi Souw Hui San ini ticlak kalah tampan walau nampak ugal-ugalan dan seclerhana, dan juga ia merasa yakin bahwa dalam hal ilmu silat, pemuda murid Gobi-pai ini tidak kalah lihai dibandngkan Sia Su Beng. Akan tetapi baru saja ia seperti kehilangan Sia Su Beng, mengalah terhadap adiknya, bagaimana ia dapat begitu cepat membalas cinta seorang pemuda ini?
"Souw-twako, engkau seorang yang gagah dan baik sekali, bahkan telah berulangkali menolongku. Terima kasih atas perhatianmu kepaclaku, akan tetapi, twako, dalam keadaan seperti seorang ini, di mana tugas menanti kita bagaimana kita dapat bicara tentang perasaan hati pribadi kita? Maafkan kalau aku belum dapat menanggapi dan jawabmu sekarang. Akan tetapi aku suka sekali bekerja sama denganmu twako dan kalau me mang engkau menghedaki kita kembali bersama ke kota raja, demi adikku, demi pusaka itu, akupun akan merasa senang sekali."
Wajah itu menjadi segar kembali, matanya berkilat dan bersinar-sinar, mulutnya dih iasi senj u mnya yang ge mbira.
"Wah, apa lagi yang kuinginkan? Ka lau engkau tidak marah oleh ucapanku tadi, kalau engkau membiarkan aku menemanimu, hal itu sudah merupakan berkah yang membahagiakan hatiku, Lan-moi. Engkau benar, aku yang lancang mulut, belum tiba saatnya kita bicara tentang.... eh, itu...! Mari kita kembali ke kota raja!"
Akan tetapi tiba-tiba mereka menghentikan percakapan dan memandang arah barat. Telinga mereka menangkap derap kaki kuda yang datangnya dari arah barat. Tak lama kemudian, jauh di depan, muncul dari baliktikungan, tampak dua orang penunggang kuda membalapkan kuda mereka. Debu mengepul tinggi ketika dua ekor kuda besar itu semakin mendekat.
"Heiii.. Itu Han-koko !"
Kata Kui Lan.
"Benar, dan bukankah itu nona Can Kim Hong??"
Teriak pula Hui San. karena tadinya mereka sengaja bersembunyi ke balik pohon karena curiga dan belum tahu siapa yang datang, kini meeeka keluar dan berteriak-teriak memanggil.
"Han-koko ! Heii, Han-koko..!!
"Nona Kim Hong...!"
Dua orang penunggang kuda yang tadinya sudah lewat itu, mendengar panggilan mereka dan menahan kuda yang sedang memba lap. Kuda berhenti dengan mengangkat kedua kaki depan keatas sambil meringkik karena penunggangn menahan kendali. Mereka membalik dan melihat Kui Lan dan Hui San.
"Lan-moi...! Saudara Hui San... !!"
Cin Han berseru gembira melihat mereka berdua.
Dia dan Kim Hong segera berlompatan turun dari atas kuda, menambatkan kuda di pohon dan mereka lalu disambut oleh Hui Lan dan Hui San dengan gembira sekali. Lalu keempatnya duduk di atas batu di tepi jalan itu "Eh, kenapa kalian berdua berada di sini? Dan mana Kui Bi? Apa saja yang terjadi di kota raja?"
Cin Han bertanya.
Dihujani pertanyaan itu, Kui Lan tersenyum.
Mestika Burung Hong Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Wah, banyak sekali yang terjadi di sana, koko. Kini Bi-moi baru saja tadi ikut pasukan Sia-ciangkun kembali ke kota raja dan kamipun hendak kembali ke sana. Kau tahu, Han-ko, Bi-moi telah berhasil membunuh An Lu Shan!"
"Ahhh...!!"
Kim Hong dan Cin Han berseru hampir berbareng karena mereka terkejut dan juga gembira mendengar berita itu.
"Bukan main adik kita itu! ia memang penuh keberanian. Ceritakan, bagaimana terjadinya, Lan-moi?"
Tanya Cin Han.
Kui Lan dan Hui San lalu menceritakan tentang semua yang terjadi, betapa Kui Bi berhasil menyusup sebagai dayang, kemudian ia malah dipergunakan oleh Pangeran An Kong dan Bouw Koksu untuk meracuni An Lu Shan. Kemudian mereka menceritakan betapa mereka semua dapat diselundupkan keluar dari kota raja dengan menyamar sebagai perajurit"perajurit dalam pasukan Sia Su Beng.
"Ah, bagus sekali kalau begitu! dan sekarang, di mana Bi"moi? Aku ingin memberi selamat atas keberhasilannya!"
Kata Cin Han gembira dan bangga bahwa adiknya berhasil membunuh An Lu Shan, hal ini merupakan suatu jasa yang amat besar.
"Setelah pasukan yang dipimpin Sia Su Beng sampai di sini dan kami di anjurkan pergi ke barat, Bi-moi tidak mau ikut dengan ka mi dan me ma ksa ikut Sia Su Beng ke mba li ke kotaraja. Kau tahu, koko, aclik kita itu ticlak clapat berpisah clari Sia Su Beng, mereka sa ling mencinta."
Cin Han mengangguk- angguk. Dia ticlak merasa heran. Sia Su Beng aclalah seorang pe mucla yang tampan dan gagah juga seorang penclekar dan seorang pejuang yang setia kepada Kerajaan Tang. Sudah sepatutnya kalau pemuda seperti itu mendapatkan kasih sayang Kui Bi.
"Dan kalian hendak melakukan jalan ke barat?'"
Tanyanya sambil memandang kepada Hui San.
Kui Lan memandang kepada Hui San dan pemuda ini yang menjawab sambil tersenyum.
"Tadinya memang kami akan menyusul ke barat, akan tetapi ka mi berclua menga mb il keputusan untuk kembali saja ke kota raja setelah keaclaan aman. Pertama, aclik Kui Lan tidak tega mening galkan adiknya di kota raja yang masih berbahaya, dan ke dua, kami juga tidak mungkin dapat meninggalkan Mestika Burung Hong Kemala yang kami sembunyikan itu. Kami harus mengambilnya dulu dan mengeluarkannya dari kota raja."
"Kalau begitu, bagus sekali. Kami juga henclak ke kota raja. Kita haus membantu Sia-ciangkun dan juga aclik Kui Bi,"
Kata Cin Han.
"Koko, bagaimana sih engkau clan enci Kim Hong clapat cepat kembali ke sini? Bagaimana keadaan di barat sana?"
Tanya Kui Lan dan kini giliran Cin Han dan Kim Hong yang menceritakan pengalaman mereka.
"Di sana juga telah terjadi banyak hal, dan yang terpenting aclalah bahwa sekarang Sri bagincla Hsuan Tsung telah menyerahkan mahkota kepacla Pangeran Mahkota, sehingga yang menjacli kaisar aclalah Kaisar Su Tsung. Kami telah menghaclap kaisar dan bertemu dengan Panglima Kok Cu It. Kami melaporkan semua yang telah terjacli di kota raja Biarpun Panglima Kok Cu It juga suclah banyak menclengar laporan dari para mata-mata yang dikirim ke sana, namun laporan kami banyak gunanya, terutama tentang usaha Bi-moi menyusup ke istana untuk membunuh An Lu Shan. Kaisar dan panglima Kok menghargai sekali bantuan kita.
"Bagaimana clengan kekuatan pasukan kerajaan Tang di barat?"
Tanya Hu San.
"Baik sekali, Panglima Kok Cu It dan Kaisar telah berhasil menghimpun kekuatan cli sana. Dengan memperlihatkan Mestika Burung Hong Kemala, yang kita ketahui aclalah palsu akan tetap ticlak cliketahui oleh para kepala suku cli barat, mereka berhasil menclapatkan bantuan rakyat berbagai suku. Baik pribumi Han sencliri, maupun suku-suku lain, dibantu pula oleh bangsa Turki bahkan ada pasukan yang dikirim oleh kepala bangsa itu, yaitu Caliph yang mengirimkan sepasukan bangsa Arab untuk membantu gerakan pasukan Kerajaan Tang yang henclak merebut kembali tahta kerajaan yang telah dirampas An Lu Shan."
"Ah, bagus sekali kalau begitu, kapan mereka bergeraki"
Tanya Hui San.
"Mereka suclah siap bergerak, karena itu kami diperintahkan untuk menclahului clan mempersiapkan bantuan bersama S ia-ciangkun"
"Enci Hong, bagaimana dengan usahamu mencari ayah kandungmu? Apakah berhasil?"
Tanya Kui Lan.
Kim Hong tersenyum manis dan mengerling kepada Cin Han.
"Berkat bantuan kakakmu, aku berhasil bertemu dengan ayah kandungku yang aseli. Ayahku memang bernama Can Bu dan sampai kini ia masih seorang perwira kepercayaan Panglima Kok Cu It."
"Wah, ayahnya seorang perwira yang gagah perkasa, sama sekali tidak seperti Ciang Kui yang mengaku-aku ayahnya itu!"
Kata Cin Han tertawa.
"Ayahnya seorang perwira yang lihai, juga setia kepada kerajaan. Aku ikut merasa bangga dan kagum bertemu dan berkenalan dengan ayahnya"
"Maksumu dengan calon ayah mertuamu, koko?"
Kui Lan menggoda.
"Ihhh, Kui Lan!"
Kim Ho mendengus dan mukanya berubah kemerahan.
Cin Han hanya tersenyum dan mengeling ke arah Hui San. Biarpun dia belum jelas, namun dia dapat menduga bahwa adiknya inipun agaknya akrab dengan pendekar muda Gobi-pai ini. Namun, dia tahu bahwa watak Kui Lan halus dan pendiam, tidak seperti Kui Bi, maka tidak baik menggoda adiknya yang satu ini.
"Sudahlah, sekarang kita berempat ke kota raja, akan tetapi harus diatur bagaimana baiknya karena setelah terjadi peristiwa pembunuhan An Lu Shan, tentu geger di sana dan kota raja tentu dijaga ketat,"
Kata Cin Han.
"Memang sebaiknya kita berhati hati,"
Kata Hui San.
"Kita bersembunyi di luar kota raja saja dan mencoba untuk menghubungi Sia-ciangkun. Hanya dia yang akan dapat mengatur apa yang harus kita lakukan untuk me mbantunya kota raja."
"Benar, tanpa petunjuk Sia-ciangkun, sukar bagi kita untuk memasuki kotaraja,"
Kata Kui Lan.
Demikianlah, empat orang muda itu lalu menunggang kuda mereka, menuju kota raja. Akan tetapi mereka tidak langsung memasuki kota raja yang terjaga ketat seperti yang mereka sangka, melainkan berhenti di dusun yang berada sekitar duapuluh li dari kota raja.
Laki-laki petani berusia Limapuluhan tahun itu tidak diganggu oleh para penjaga di pintu gerbang ketika dia memasuki pintu gerbang sambil memikul dagangannya, yaitu sepikul buah apel yang besar-besar dan menyiarkan bau harum.
Para penjaga itu hanya memungut berapa butir buah apel sambil tertawa-tawa. Petani itu tidak perduli. Dia sudah biasa membawa barang dagangan buah-buahan atau sayuran ke dalam kota dan sudah biasa pula kalau ada anggauta penjaga yang mengambil beberapa butir buah atau beberapa ikat sayuran. Akan tetapi dia tidak diganggu dan pada pagi hari ini, hal itu amatlah di harapkan.
Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo Naga Beracun Karya Kho Ping Hoo Istana Pulau Es Karya Kho Ping Hoo