Ceritasilat Novel Online

Mestika Burung Hong Kemala 14


Mestika Burung Hong Kemala Karya Kho Ping Hoo Bagian 14



"Bagaimana kalau kemudian engkau menilai bahwa tidak acla orang yang patut menjadi kaisar, koko? Apakah engkau sendiri....... !"

   "Kenapa tidak ! Apa salahnya? ingat, Bi-moi, Kaisar Kerajaan Tang berikut seluruh keluarga dan pembantunya telah melarikan diri terbirit-birit dan siapakah yang merebut kembali tahta kerajaan dari tangan pemberontak An Lu Shan? Kita! Tidak ada usaha sedikit pun dari keluarga kerajaan yang sudah melarikan diri itu yang membantu tewasnya An Lu Shan dan An Kong, dan membantu terampasnya kembali kerajaan ini. Hanya kita dan para panglima yang membantu kita. Ticlakkah suclah sepatutnya kalau kita pula yang menikmati hasil nya? Dan kalau mereka semua itu memilih aku yang menjadi Kaisar, apakah engkau tidak suka menjadi Permaisuri ku?"

   Kui Bi terbelalak. Sama sekali tidak menyangka bahwa kekasihnya mempunyai ambisi sebesar itu. Menjadi permaisuri ! Hatinya merasa bimbang. Apakah ini suatu pengkhianatan? Akan tetapi, memang tidak dapat disangkal bahwa kekasihnya yang paling berjasa, dan orang-orang lain itu hanya membantunya, kemudian ia teringat kepada kakak-"kakaknya. Mereka Itu setia kepada Kerajaan Tang. Apakah mereka akan setuju?

   "Tapi.... engkau.... eh, kita akan berhadapan dengan mereka yang seta kepada Kerajaan Tang, koko dan..."

   "Itu resikonya, Bi-moi. Semua cita-cita yang besar tentu selalu bertemu clengan tantangan clan tentangan, clan kita harus clapat mengatasinya. Kalau aku menjanj ikan kedudukan tinggi, bahkan mulai sekarang membagi-bagikan kedudukan tinggi kepada para panglima dan para cerclik pandai yang kita butuhkan tenaga dan kepandaiannya untuk mengemuclikan pemerintahan, kurasa tidak akan ada yang akan mampu melawan kita. aku tahu, Bi-moi, beberapa orang kang-ouw, bahkan termasuk mungkin kakak-kakakmu dan teman-"teman mu, boleh jadi akan merasa ticlak setuju clan mereka tetap setia kepacla Kerajaan Tang. Nah, untuk ini, engkaulah yang kuharapkan clapat membantuku untuk membujuk mereka agar mau membantu kita, dan tentu kita akan mengangkat mereka menclucluki tempat yang terhormat dan mu lia."

   Kui Bi semakin bimbang. Menclengar ucapan kekasihnya itu, ia membayangkan kekasihnya menjadi kaisar dan ia menjadi permaisuri, timbul gairah nya, akan tetapi mengingat kakak"kakak nya, ia menjadi bimbang ragu dan khawatir.

   "Koko, bagaimana kalau mereka terutama Han-ko dan Lan"ci menolakuntuk membantu kita?"

   Sia Su Beng menghela napas panjang.

   "Kalau memang begitu, terserah kepadamu, Bi-moi. Engkau tahu bahwa aku cinta padamu dan ingat, perjuangan aku ini bukan demi kepentinganku sendiri, melainkan juga untuk masa depanmu dan masa depan anak-anak kita kelak maka engkaulah yang harus memilih antara cintamu kepadaku atau cintamu kepada mereka."

   "Koko!"

   Kui Bi mengerutkan alisnya dan menggigit bibir, dan Sia Su Beng cepat menghampiri dan merangkulnya.

   "Sudahlah, Bi-moi. Engkau seorang gadis yang gagah perkasa dan bijaksana, tentu mengetahui apa yang terbaik bagimu. Aku akan berangkat keruangan persidangan karena tentu mereka sudah berdatangan."

   "Yang kukhawatIrkan bukan hanya pendirian kakak"kakakku, koko, akan tetapi bagaimana kalau rakyat menolak Dan para pembesar di daerah-daerah yang begitu luasnya? Tanpa duku ngan rakyat dan para penguasa daerah, bagaimana engkau dapat berhasil?"

   Sia Su Beng tersenyum, lalu mengeluarkan sebuah kotak hitam dari dalam almari, membuka tutupnya dan memperlihatkan isinya kepada kekasihnya.

   "Lupakan engkau bahwa Mestika Burung Hong Kemala telah berada di tangan kita, Bi-moi? Pusaka in i adalah la mbang kekuasaan kaisar, maka kalau aku yang memilikinya, berarti kita mempunyai lambang kekuasaan tertinggi!"

   Sambil tersenyum, dia me masukkan kotak ini dala m buntalan kain dan mengikatkan di pinggang, di sebelah dalam baju panglimanya. Dia hendak mempergunakan benda pusaka itu

   untuk mempengaruhi para panglima dan calon pembesar. Setelah mencium dahi kekasihnya, diapun meninggalkan Kui Bi yang masih termenung.

   Tak lama setelah Sia Su Beng meningga lkannya, Kui Bi dalam keadaan risau keluar dari ruangan itu menuju ke kamarnya sendiri. Pada saat itu, ia melihat Kui Lan yang agaknya memang datang berkunjung kepadanya.

   "Enci Lan"

   Bukan main girangnya rasa hati Kui Bi melihat enci nya, seperti orang kehausan melihat air karena dalam keadaan risau seperti itu, ia membutuhkan orang yang dekat dengannya untuk menu mpahkan kerisauanya. Kui Lan agak heran dan bingung melihat adiknya langsung merangkulnya dan wajah adiknya demikian muram.

   "Eh, engkau kenapakah, adikku?

   "Mari kita bicara di dalam, enci,"

   Kata Kui Bi dan ia menarik encinya me masu ki ka mar dan menutup daun pintu ka marnya. Begitu mereka duduk di tepi pembaringan, Kui Bi menangis.

   "Ehh, kenapakah engkau ini?"

   Kui Lan merasa khawatir karena tidak biasa adiknya yang keras hati ini menangis. Setelah menghapus air matanya dan dapat menenangkan hatinya, Kui Bi lalu menceritakan se mua tentang cita-cita Sia Su Beng yang tidak mau menyerahkan tahta kerajaan kepada kaisar Su Tsung, yaitu kaisar baru pengganti kaisar Beng Ong yang menyerahkan mahkota kepada puteranya itu.

   Mendengar ini, tentu saja Kui Lan terkejut bukan main. Akan tetapi ia bersikap tenang, sesuai dengan wataknya, apa lagi ia tahu benar bahwa adiknya amat mencinta panglima itu. Akan tetapi, bagaimana mungkin dia dapat mengangkat diri menjadi kaisar? yang memiliki wewenang adalah Pangeran Su Tsung yang sekarang telah mewarisi mahkota ayahnya, yaitu Sribaginda Beng Ong. Para pejabat dan pejabat daerah, juga rakyat tentu akan menentangnya ! "

   "

   Dia me mpunyai lambang kekuasaan kaisar, yaitu Mestika Burung Hong Kemala, enci Lan."

   "Tapi itu adalah pusaka yang palsu!"

   Saking hanyut oleh kekhawatiran terhadap adiknya, ucapan ini keluar begitu saja dari mu iut Kui Lan. ia terkejut dan menyesal, namun terlambat karena sudah diucapkannya. Kui Bi mengangkat muka menatap wajah encinya.

   "Kalau begitu, di mana pusaka Mestika Burung Hong Kema la yang aseli enci Lan?"

   Terjadi perang dala m hati Kui Lan, hanya sebentar. Betapapun besar rasa sayangnya kepada Kui Bi, na mun kalau adiknya itu membantu Sia Su Beng yang jelas hendak melakukan pemberontakan, adiknya itu keliru. Segera dapat mengatasi keraguannya dan menggelengkan kepalanya sambil berkata,

   "Aku tidak tahu,"

   Ltu disa mbungnya cepat-cepat.

   "Bi"moi, kenapa dia hendak melaku kan ini? Eng kau harus mengingatkannya adikku. Dia telah bertindak keliru dan sesat! Engkau..... engkau tidak boleh membantunya, Bi moi!"

   "Enci Lan, engkau tahu bahwa aku sangat mencintanya dan aku siap mengorbankan nyawaku untuk Beng-koko. Dia itu calon suamiku, dan aku cinta padanya seperti dia mencintaku. Pula, setelah aku berbantahan dengan dia, aku melihat kebenaran dalam pendiriannya, Sri baginda Kaisar Beng Ong telah mengundurkan diri dan menyerahkan mahkota kepada Pangeran Su Tsung. Pangeran itu melarikan diri ketika bahaya datang, dan kita semualah yang telah bersusah payah menewaskan An Lu Shan dan An Kong. Kita semua, terutama sekali Beng - koko yang telah melum puhkan semua pengikut An Lu Shan dan merebut kembali tahta kerajaan dari pemberontak itu, Dan hasil semua ini akan diserahkan begitu saja kepada seorang pangeran penakut yang hanya enak-enak melarikan diri ke barat? Beng-koko tidak melihat harapan baik kalau kita di perintah seorang kaisar seperti itu. Oleh karena itu, enci Lan, marilah kau bantu kami. Mari kita bujuk Han-ko agar suka me mbantu, juga Souw Hui San dan Can Kim Hong.Aku yang menanggung bahwa kelak tentu kalian berempat akan menerima imbalan yang pantas, menjadi orang-orang yang mulia dan berkuasa dengan kedudukan tinggi."

   Kui Lan menggigit bibir. Adiknya ini mengingatkan ia kepada bibinya, rnendiang Yang Kui Hui, selir yang berambisi besar itu. Ingin ia menampar adiknya. Akan tetapi ditahannya karena ia segara menyadari bahwa ia dan Souw Hui San juga kakaknya Cin Han dan Kim Hong berada dalam bahaya kalau menentang Kui Bi dan Sia Su Beng.

   la menghela napas dan mengangguk.

   "Akan kubicarakan dengan Han-ko tentang semua ini, Bi-moi."

   Lalu ia luar dari dalam ka mar itu, hatinya perih dan seluruh tubuhnya lemas, ia seperti mendapat firasat bahwa ia tidak akan bertemu lagi dengan adiknya yang tersayang itu. Terlalu besar jurang yang memisahkan mereka. Bagaimana mungkin ia menjadi pengkhianat dan balik membantu pemberontak, walaupun pemberontakan itu dilakukan oleh adiknya sendiri dan kekasih adiknya?

   Ketika ia kembali ke tempat berempat tinggal, yaitu di gedung bekas tempat tinggal ayahnya, Kui Lan melihat Hui San, Cin Han dan Kim Hong sedang duduk di beranda depan, agaknya memang menanti-nanti kembalinya dari istana.

   "Mari kita bicara di dalam,"

   Kata Kui Lan kepada mereka dan mendengar suaranya yang lirih dan gemetar, juga wajah gadis itu yang mura m, sinar matanya yang mengandung kegelisahan, tiga orang itu cepat bangkit dan mengikutinya masuk ke dalam sebuah ruangan di mana mereka, dapat bicara tanpa didengar dan dilihat orang lain.

   "Ada apakah, Lan-moi? Engkau mendengar sesuatu di istana?"

   Tanya Cin Han, khawatir pula melihat sikap adiknya. Kui Lan menahan tangisnya, teringat kepada Kui Bi.

   "Celaka, Han-ko! Sia Su Beng merencanakan pengkhianatan dan pemberontakan. Dia tidak mau menyerahkan tahta kerajaan kepada Kaisar Kerajaan Tang. bahkan agaknya hendak mengangkat diri sendiri menjadi penguasa, menjadi kaisar!"

   Tentu saja tiga orang itu terkejut sekali.

   "Aih, sudah kucurigai dia melihat sinar matanya ketika dia mengambil Mestika Burung Hong Ke mala dari tubuh Bouw Koksu!"

   Kata Hui San.

   "Lan-moi, apa alasannya?"

   Tanya Hui San.

   "Dia berpendapat bahwa Pangeran Su Tsung yang diangkat menjadi kaisar sekarang menggantikan Sri baginda Kaisar Beng Ong bukan merupakan orang tepat untuk menjadi kaisar."

   Lalu Kui Lan. menceritakan semua yang ia dengar dari Kui Bi, didengarkan oleh tiga orang itu dengan a lis berkerut.

   "Bahkan Kui Bi minta aku membujuk kalian bertiga agar suka membantu Sia Su Beng dengan janji kelak mendapat imbalan kedudukan tinggi."

   "Gila!!"

   Cin Han memaki marah sekali.

   "Sudah gilakah adik kita itu?"

   Kim Hong mencela kekasihnya.

   'Han-ko, kita tahu bahwa adikmu itu amat mencinta Sia Su Beng, dan demi cintanya, seseorang dapat melakukan apa saja."'

   "Han-koko yang penting sekarang adalah apa yang harus kita la kukan?"

   Kini Souw Hui San bicara. Biarpun dia seorang yang lincah jenaka dan kadang ugal-ugalan, akan tetap, sekali ini. dia berhati-hati karena ini menyangkut Kui Bi, adik kekasih hatinya. 'Kurasa, kita tidak dapat berbuat apa apa. Bagaimana mungkin kita berempat dapat menentang Sia Su Beng dengan pasukannya yang besar? Dialah yang memegang kekuasaan di sini dan kita tidak akan dapat berbuat apapun untuk mencegah kehendaknya itu. Apa lagi menurut Lan-moi sekarang dia sedang mengadakan perundingan dengan para panglima dan pejabat."

   "Lalu bagaimana dengan adikku Kui Bi?"

   Tanya Kui Lan bingung

   "Kurasa ia sudah dewasa dan dapat menentukan langkahnya sendiri. Kalau ia menganggap bahwa tunangannya itu benar, apa yang dapat kita lakukan?"

   Hui San bicara lembut, menghibur.

   "Yang penting, kita sekarang harus cepat meninggalkan tempat ini, meninggalkan kota raja demi keamanan pusaka itu."

   "Hui San bicara benar!"

   Kata Cin Han.

   "Engkau tadi sudah mengatakan bahwa engkau kelepasan bicara, Lan-moi"

   Mengatakan bahwa Mestika Burung Hong Kemala yang ditemukan Sia Su Beng "tu palsu. Kalau Kui Bi menyampaikan ucapanmu itu kepada Sia Su Beng, tentu dia akan curiga kepada kita dan akan mela kukan pertanyaan atau penggeledahan. Kita harus cepat meninggalkan kota raja, sekarang juga."

   "Kukira memang itu jalan satu-satunya'"

   Kata Kim Hong membenarkan kekasihnya.

   "Kita pergi ke barat, bergabung dengan pasukan kerajaan, dan kita laporkan semua ini kepada Sri baginda dan Panglima KokCu It."

   "Akan tetapi.... bagaimana dengan adikku? Tidak mungkin kita meninggalkan ia sendiri saja di sini bersama Sia Su Beng yang hendak memberontak... kata Kui Lan.

   "Lan-moi, jangan bicara demikian. Kui Bi memang adik kita, akan tetapi ia sudah dewasa dan ia berhak menentukan langkah hidupnya sendiri. Kalau memang ia mencintai Sia Su Beng dan menganggap bahwa tunangannya itu benar, itu adalah haknya. Ingatlah bahwa Sia Su Beng telah meminangnya dengan resmi dan kita sudah menyetujui, hal itu berarti bahwa yang berhak atas diri Kui Bi ada lah Sia Su Beng, calon suaminya, bukan kita. Kita tahu bahwa Kui Bi memiliki watak yang keras, kalau kita mencoba untuk membujuknya tidak akan ada gunanya, bahkan membahayakan kita. Mari, kita pergi sekarang juga meninggalkan kota raja.'"

   Kui Lan tidak dapat membantah dan berkemas sambil menangis, menangisi adiknya. Dan tak lama kemudian, empat orang muda itu sudah keluar dari pintu gerbang sebelah barat dari kota raja. Para penjaga sudah tahu siapa mereka, para pendekar, yang dekat dengan Panglima Sia Su Beng, oleh karena itu tidak ada yang berani bertanya, apa lagi menghalangi mereka keluar dari pintugerbang.

   "Coba saja kalian pertimbangkan baik-baik. Sri baginda Kaisar Beng Ong begitu saja menyerahkan mahkota Kerajaan Tang kepada Pangeran Su Tsung! Kita se mua tahu orang maca m apa pangeran itu. Seorang yang lemah dan penakut. Ketika An Lu Shan memberontak, sepantasnya dia membela kerajaan dengan mengerahkan pasukan dan mati-matian mempertahankan kota raja. Akan tetapi apa yang dia lakukan? Dia melarikan diri terbirit-birit, mengikuti Sribaginda mengu ngsi ke barat, menyela matkan diri dan tidak me mperdu likan penduduk yang terancam bahaya penyerbuan. Sribaginda Beng Ong telah bertindak tidak bijaksana, tergesa"gesa menyerahkan mahkota kepada pangeran Su Tsung tanpa minta pertimbangan kita semua. Kita yang bersusah payah di sini, kita yang merebut kembali tahta kerajaan dan sekarang kita harus menyerahkannya begitu saja kepada seorang penakut yang melarikan diri dan enak-enak tinggal bersembunyi di barat sedangkan kita di sini berjuang mempertaruhkan nyawa. Ingat, saudara sekalian! Kita bukan memberontak. Andaikata yang kembali ke sini masih Sribaginda Ka isar Beng Ong, aku yang akan merupakan orang pertama menyerahkan kembali tahta kerajaan kepada beliau Akan tetapi kalau harus menyerahkan kepada Pangeran Su Tsung, aku tidak setuju! Bagaimana pendapat saudara sekalian?"

   Karena sebagian besar para panglima itu memang sudah berada di bawah kekuasaan Sia Su Beng dan mereka menganggap Sia Su Beng sebagai pimpinan, maka merekapun segera menyatakan tidak setuju kalau tahta kerajaan diserahkan kepada kaisar baru. Para cerdik pandai, yaitu bekas pejabat-pejabat tinggi yang mengatur roda pemerin tahan, ada yang juga menyatakan tidak setuju Beberapa orang di antara mereka, dengan hati-hati menyatakan pendapat mereka yang mengandung keraguan.

   "Akan tetapi, Sia-ciangkun. Kalau kita tidak menyerahkan tahta kerajaan kepada kaisar Su Tsung yang menjadi kaisar yang sah dan berwenang dari Kerajaan Tang, bukankah itu berarti bahwa kita memberontak terhadap pemerintah kerajaan yang sah?"

   Yang bertanya Itu adalah seorang pejabat tinggi yang pernah menjadi penasihat Kaisar Beng Ong, dan sudah berusia tujuhpuluhan tahun. Dengan sikap hormat Sia Su Beng menjawab, suaranya tegas.

   "Ciu-siucai tentu maklum bahwa kita semua telah merebut tahta kerajaan dan kekuasaannya dari tangan pemberon takAn Lu Shan. Kalau kita merebutnya dari tangan Kaisar, itu baru namanya pemberontakan. Kita yang merebut kekuasaan dari. pemberontak, dan sediri nya kita akan memberikan kembali, tahta kerajaan kepada Kaisar Beng Ong. Akan tetapi, beliau telah mengundurkan diri dan mengangkat seorang kaisar baru tanpaa sepengetahuan kita. Bukankah sudah menjadi ha k kita bersama untuk me mpertahankan apa yang telah kita rebut dari pemberontak dengan taruhan nyawa? seorang tokoh seperti Ciu-siucai sendiri misalnya, sudah sepatutnya kalau menjadi seorang pejabat tinggi, menjadi Guru Negara atau Panasihat atau setidaknya seorang Menteri, Dengan bantuan seorang seperti Ciu-siucai dan yang lain-lain, kita pasti akan mampu mengatur pemerintahan yang adil dan baik. Para ciangkun yang telah ikut merebut kekuasaan dari pemberontak, tentu akan memberi kedudukan yang sesuai dengan jasa masing-masing."

   Hampir semua yang hadir mengangguk- angguk. Memang demikianlah kenyataannya. Kebanyakan orang yang tadinya memiliki cita-cita yang nampaknya saja patriotik, bersikap sebagai pahlawan, yang pada saat perjuangan memang rela mengorban kan segalanya termasuk nyawa, setelah perjuangan itu berhasil, baru nampak apa yang sesungguhnya tersembunyi di bawah sadar masing-masing.

   Semua usaha itu ternyata merupakan selubung saja yang menyembunyikan hasrat nafsu yang selalu mementingkan diri sendiri. Betapa banyaknya pahlawan yang tadinya berjuang sebagai patriot patriot sejati, setelah berhasil, saling berebutan mendapatkan pahala, mendapatkan imbalan dan kedudukan. Yang tidak mendapat bagian akan merasa kecewa, bahkan mendendam kepada yang kebagian.

   Yang mendapat bagian kedudukan tinggi, dengan sekuat tenaga mempertahankan kedudu kannya agar tidak terlepas dan kalau perlu dia akan menyerang siapa saja yang berani mencoba untuk mengganggu dan menggoyahkan kedudukanya. Kini, mendengar betapa Sia Su Beng hendak membagi-bagi rejeki, membagi hasil kemenangan mereka atas kekuasaan An Lu Shan, tentu saja mereka merasa gembira sekali.

   "Maaf, Sia-ciangkun,"

   Kata seorang panglima yang dahulunya merupakan panglima yang setia kepada kerajaan Tang.

   "Ka mi dapat mengerti akan Kebenaran semua pernyataan ciangkun tadi. Akan tetapi hendaknya ciangkun ketahui bahwa kalau kita menentukan sendiri sebuah pemerintahan baru di luar kekuasaan Kaisar Kerajaan Tang. tentu kita akan menemui banyak rintangan dan tentangan. Para pejabat dan panglima di daerah-daerah, juga rakyat, tentu condong untuk mendukung Kerajaan Tang yang resmi.

   Bukankah semua tanda kebenaran berada di tangan Kaisar Kerajaan Tang?"

   "Tida k semua,"

   Kata Sia Su Beng dan diapun menuru nkan buntalan kain kuning yang diikat di pinggangnya.

   "Ada sebuah pusaka, lambang utama kekuasaan Kaisar, kini berada di tangan kita. tentu saudara sekalian mergenal pusaka ini!"

   Setelah berkata demikian, Sia Su Beng mengangkat tinggi"tinggi benda itu di atas kepalanya dengan kedua tagannya. Benda itu adalah sebuah ukiran batu giok berbentuk seekor burung Hong.

   "Mestika Burung Hong Kemala...!"

   Seru semua orang dengan kagum dan kini kepercayaan mereka terhadap Sia Su Beng semakin menebal. Dengan lambang kekuasaan kaisar itu, jelas bahwa Sia Su Beng berhak menjadi kaisar dan para pejabat daerah tentu akan mematuhinya!

   Mereka bersorak dan bertepuk tangan.

   Setelah kegaduhan mereda, Sia Su Beng dengan suara lantang berwibawa mengatakan,

   "Sukurlah kalau saudara sekalian telah menyetujui dan sependapat dengan kami bahwa kita harus mempertahankan hasil perjuangan kita ini. Akan tetapi, kita masih harus berjuang, karena tentu pasukan dari barat yang disusun oleh Panglima Kok Cu It akan berusaha merebut kekuasaan dari tangan kita. Untuk sementara ini, aku akan memimpin kalian semua sebagai seorang panglima tertinggi. Kelak,setelah semua rintangan dapat disingkirkan, baru kita akan membentuk suatu pemerintahan baru, suatu dinasti baru. Dan sementara ini, saudara sekalian akan saya tunjuk sebagai pembantu-pembantu saya di bidang masing-masing yang akan kami tentukan dalam beberapa hari ini."

   Kembali terdengar mereka bersorak dan pertemuan itu dibubarkan. Panglima Sia Su Beng segera menemui tunangannya di bagian dalam istana.

   Mereka bertemu dan Kui Bi merangkul tunangannya sambil menangis. Tentu saja hal ini mengejutkan hati Sia Su Beng. Setelah menghibur dan mengajak gadis itu duduk, diapun bertanya,

   "Bi-moi, kenapa engkau menangis? Aku bahkan membawa berita gembira yaitu bahwa semua panglima dan pejabat telah menyetujui rencanaku. Kalau tadinya ada beberapa orang yang menyatakan keberatan untuk mempertahankan hasil perjuangan kita, yaitu kekuasaan di kota raja, setelah aku memperlihatkan Mestika Burung Hong Kema la, mereka senua setuju."

   Kui Bi menghapus air matanya "Koko, tadi enci Lan datang...."

   "Ehh? Lalu apa yang kalian bicarakan? Engkau tentu sudah menceritakan rencana kita, bukan?"

   Kui Bi mengangguk.

   "Benar, dan hal inilah yang merisaukan hatiku. ia menentang, koko. seperti yang telah kuduga sebelumnya."

   Di dala m hatinya, Kui Bi tidak dapat menyalahkan enci-nya, karena andaikata ia bukan tunangan Sia Su Beng dan tidak saling mencinta dengan pria ini, besar kemungkinan iapunakan meno lak gagasan me mberontak itu.

   "Hemm, lalu bagai mana?"

   "Aku minta kepadanya untuk membicarakan urusan ini dengan kakak Yang Cin Han, dan juga dengan Can Kim Hong dan Souw Hui San."'

   "Kurasa mereka tentu akan berpikir panjang kalau mereka sudah mengetahui bahwa aku telah memiliki Mestika Burung Hong Kemala. Apakah engkau sudah menceritakan hal itu kepada enci-mu?"

   "Sudah, akan tetapi... enci Lan mengatakan bahwa pusaka yang berada di tanganmu itu adalah pusaka yang palsu, koko."

   Sia Su Beng terlonjak dari tempat duduknya, berdiri dan memandang kepada kekasihnya dengan mata terbelalak dan muka kemerahan.

   "Apa? Benarkah itu, Bi-moi? Tidak bohongkah encimu itu?"

   Kui Bi menggeleng kepalanya,

   "Enci Kui Lan tidak pernah berbohong kepadaku, koko. Suaranya menunjukkan bahwa ia tidak berbohong, dan ketika aku bertanya di mana adanya pusaka yang aselinya, ia menjawab acuh, seperti hendak mengelak."

   "Kalau begitu, aku harus bertanya sendiri, dan sekalian membujuk mereka agar suka membantu"

   Setelah berkata demikian, Sia Su Beng keluar dari ruangan itu dengan langkah lebar. Dia segera memanggil pembantunya dan memerintahkan agar mengerahkan seregu pasukan yang pilihan dan kuat untuk mengepung gedung bekas tempat tinggal Bouw Koksu yang kini dijadikan tempat tinggal empat orang muda itu. Dia tahu betapa lihainya mereka, maka diapun harus membuat persiapan dengan pasukannya.

   Ketika Sia Su Beng setengah berlari tiba di ruangan depan istana, terdengar seruan di belakang,

   "Koko, tunggu dulu, aku ikut!"

   Ternyata Kui Bi yang mengejarnya dan mereka berdua lalu menunggang kuda keluar dari halaman istana menuju ke gedung tempat tinggal empat orang muda itu. Di sepanjang jalan, orang-orang memberi hormat kepada Panglima Sia Su Beng, akan tetapi panglima yang sedang gelisah hatinya ini seperti tidak melihatnya atau memperdulikan mereka.

   Setelah tiba di gedung yang dahulunya menjadi tempat tinggal Kui Bi itu, mereka melompat turun dari atas kuda dan Kui Bi mendahului tunangannya berlari memasuki gedung yang pintu depannya terbuka.

   "Enci Lan! Han-koko!!"

   Ia berteriak-teriak dan mencari-cari ke da lam gedung yang besar itu, Sunyi saja, tidak ada jawaban. Juga Sia Su Beng mencari-cari tanpa hasil. Kemudian nampak seorang laki-laki tua berlari-lari masuk dari belakang.

   "Ah, Ciangkun dan Siocia!"

   Kata bekas pelayan itu dengan gugup dan segera memberi hormat.

   Sia Su Beng sudah menghardik di memegang lengan orang itu.

   "Hayo cepat katakan, di mana mereka berempat?"

   "Ciangkun maksudkan..... kedua kongcu dan kedua siocia itu....?"

   
Mestika Burung Hong Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Ya, di mana mereka?"

   Kui Lan juga bertanya.

   "Sejak pagi tadi mereka sudah pergi, tidak mengatakan kemana mereka pergi, hanya memesan agar kami semua menanti saja di rumah belakang...."

   "Keparat! Mereka membawa apa "bentak Sia Su Beng.

   Pelayan itu nampak ketakutan bingung.

   "Tidak membawa apa-apa, ehh. buntalan pakaian di punggung mereka. bahkan mereka tidak menunggang kuda, hanya berjalan kaki keluar dari gedung, na mpak tergesa-gesa."

   "Ah, mereka telah melarikan diri! Cepat, kita harus mengejar mereka"

   Sia Su Beng sudah meloncat keluar, diikuti oleh Kui Bi. Setelah tiba di luar gedung, Sia Su Beng bertepuk tangan dan bermunculanlah, para perajurit yang tadi telah mengepung gedung itu dengan bersembunyi.

   Baru sekarang Kui Bi melihat bahwa tunangannya itu tadi telah mengerahkan pasukan untuk mengepung gedung, ia mengerutkan alisnya melihat tunangannya memerintahkan para pembantunya untuk minta bantuan pasukan dan melakukan pengejaran terhadap empat orang muda itu ke empat penjuru!

   "Kejar dan cari mereka, melalui empat pintu gerbang!"

   Perintahnya dengan muka merah.

   Sebuah tangan dengan halus menyentuh lengan kiri Sia Su Beng yang sedang marah. Sia Su Beng menoleh dan ternyata kekasihnya yang sedang memandang kepadanya dengan wajah sedih.

   "Koko, ingat, mereka adalah kakak-kakakku,"

   Katanya lirih.

   Sia Su Beng menghela napas panjang.

   "Jangan khawatir, Bi-moi. Aku sudah memerintahkan para panglima untuk mengajak mereka kembali dengan halus, atau kalau mereka melawanpun hanya menangkap mereka, tidak melukai apa lagi membunuh. Kau tahu, aku tidak memusuhi mereka, tidak membenci mereka, akan tetapi mereka harus menyerahkan Mestika Burung Hong Kemala yang aseli kepadaku."

   Hati Kui Bi terasa lega. ia percaya kepada kekasihnya, Iapun diam-dia m mengharapkan agar pasukan tidak akan mampu menangkap empat orang muda itu karena mereka sudah pergi lama, sejak pagi tadi dan mengingat bahwa mereka Itu tidak berkuda, dan memiliki ilmu kepandaian tinggi, akan sukarlah untuK melacak mereka. Dengan berjalan kaki mereka dapat mengambil jalan melalui dusun-dusun dan sawah ladang, melalui bukit-bukit sehingga tidak meninggalkan jejak.

   Apa yang diharapkan Kui Bi memang terjadi. Biarpun pasukan-pasukan berkuda yang kuat dan banyak mela kukan pengejaran ke empat penjuru, mereka tidak menemukan apa"apa. Akhirnya, para komandan itu memecah pasukan mereka merupakan regu-regu yang hanya terdiri dari dua belas orang setiap regu, menyusup-nyusup dan banyak pula yang melakukan pencarian dengan berjalan kaki.

   Cin Han, Kim Hong, Hui San dan Kui Lan memang tadi nampak tergesa-gesa ketika meninggalkan gedung dan keluar dari pintu gerbang kota raja, akan tetapi setelah mereka jauh meninggalkan kota raja, mereka berjalan santai saja. Mereka sengaja mengambil jalan melalui sebuah bukit di sebelah barat kota raja yang penuh hutan sehingga mereka tidak meninggalkan jejak dan akan menyukarkan mereka yang mungkin akan melacak mereka.

   Mereka sudah menduga bahwa kalau Sia Su Beng mengetahui bahwa mereka telah pergi tanpa pamit, tentu panglima yang cerdik itu akan cepat mengerahkan pasukan melakukan pengejaran. Kalau Kui Bi memberitahu bahwa pusaka di tangannya itu palsu, tentu Sia Su Beng akan mencurigai mereka dan bertekad untuk mendapatkan pusaka aselinya dengan menangkap mereka.

   Akan tetapi mereka berempat sama sekali tidak menduga bahwa usaha pelacakan yang dilakukan Sia Su Beng itu demikian bersungguh-sungguh sehingga setelah lewat tiga hari, mereka berempat sudah merasa lega dan sama sekali tidak mengira bahwa mereka akan dapat disusul para pengejar.

   Setelah melarikan diri lewat tiga hari, empat orang itu berhenti di sebuah hutan kecil untuk beristirahat dan berlin dung dari terik matahari siang itu. Mereka membuka buntalan berisi makanan terdiri dari roti dan daging kering yang mereka beli da la m perjalanan melewati sebuah dusun kemarin sore.

   Kui Lan dan Kim Hong memasak air dan memanggang daging kering setelan tadi Hui San mendapatkan air jernih! Air di panci itu sudah mulai mend idil dan bau daging kering yang dipanggang sudah menimbulkan selera karena sedapnya ketika mereka tiba-tiba saja berhenti bergerak dan memperhatikan sekeliling karena mereka mendengar suara orang.

   Kiranya, api yang mereka buat untuk memasak air dan memanggang daging kering, ditambah bau sedap daging panggang, menarik munculnya delapan orang di tempat itu.

   Melihat delapan orang yang berpakaian preman itu, mengertilah empat orang pelarian ini bahwa mereka berhadapan dengan delapan orang jagoan yang menjadi anak buah Sia Su Beng karena empat orang di antara mereka adalah guru-guru silat yang melatih para perajurit pasukan khusus Sia-ciangkun.

   Dengan sikap tenang, Cin Han yang masih berjongkok lalu bangkit berdiri perlahan dan bertanya, suaranya tenang namun juga berwibawa.

   "Apa artinya ini? Ada keperluan apakah kalian datang menyusul kami?"

   Delapan orang itu juga bersikap tenang dan hormat. Mereka maklum bahwa dua orang pemuda dan dua orang. gadis ini bukanlah sembarang orang. Bahkan dua orang di antara mereka adalah kaka k-kaka k nona yang menjadi tunangan atasan mereka. Mereka sudah tahu bahwa keempat orang ini memiliki kepandaian tinggi dan tidak mudah ditundukkan.

   "Ji-wi kongcu dan ji-wi siocia,' harap maafkan kami. Kami diutus Sia-ciangkun untuk mengejar kalian berempat dan minta kepada kalian agar kembali ke kota raja karena Sia"ciangkun ingin bertemu dan bicara dengan kalian,"

   Kata seorang di antara mereka yang bertubuh tinggi besar bermuka hitam, seorang di antara empat guru silat pelatih pasukan khusus.

   "Begitukah?"

   Kata Cin Han.

   "Kalian delapan orang utusan, kembalilah ke kota raja dan katakan kepada Sia-ciang kun bahwa kami berempat sudah tidak mempunyai urusan apapun dengan dia lagi dan kami henda k me lanjutkan perjalanan kami, harap ka lian tidak meng ganggu ka mi lagi.',

   "Kongcu, kalau kami lakukan itu tentu kami akan menerima huku man dari Sia-ciang kun. Ka mi telah diberi tugas kalau ka mi tidak dapat melaksanakannya dengan baik, tentu ka mi mendapat kemarahan."

   "Hemm, bagaimana kalau kami menolak permintaan kalian untuk kembali ke kota raja?"

   Tanya pula Cin Han yang menjadi juru bicara mereka berempat.

   Si tingg i besar muka h itam mencabut pedangnya, diikuti tujuh orang rekannya dan dia berkata,

   "Tugas kami adalah bahwa kalau kalian menolak, kami harus memaksa dan menangkap kalian!"

   "Bagus! Hendak kulihat bagaimana kalian menangkap kami!"

   Kim Hong yang sudah marah sekali meloncat bangun dan ia sudah mencabut sepasang pedang terbangnya yang diikat tali. Kui Lan juga sudah menyambar sebatang ranting sebesar ibu jari kaki dan sepanjang lengannya. Hui San tertawa dan pemuda inipun sudah mencabut pedangnya.

   "Ha-ha-ha, sudah kuduga bahwa Sia Su Beng tentu akan mempergunakan kekerasan. Kami sudah siap menghadapi kalian!"

   Cin Han sendiri memegang sebatang tongkat yang memang sudah dia per siapkan dalam pelarian itu. Melihat betapa empat orang muda itu sudah bangkit dan mempersiapkan senjata mereka, si tinggi besar mu ka hita m berteriak me mberi aba-aba dan mereka berdelapan sudah mengepung empat orang itu.

   Souw Hui San yang masih tersenyum itu berseru.

   "Wah, mari kita berlumba. Seorang melawan dua orang dan kita lihat siapa di antara kita yang paling cepat mendapatkan kemenangan!"

   Setelah berkata demikian, dia sudah menerjang ke arah dua orang yang terdekat dengannya. Pedangnya yang digerakkan amat cepat itu sudah membentuk gulungan sinar yang dengan cepat sekali menyambar berturut-turut ke arah kedua orang yang dipilihnya.

   Tidak ada jalan lain lagi bagi kedua orang itu untuk menya mbut dengan tangkisan pedang mereka dan segera Hui San dikeroyokdua.

   Cin Han, Kui Lan, dan Kim Hong juga sudah menyerang masing-masing dua orang lawan dan terjadilah pertandingan amat yang seru di tempat itu. Teriakan Hui San tadi bukan sekedar main-main Dia melihat bahwa delapan orang itu agaknya memiliki ilmu barisan pat-kwa yaitu barisan pedang segi delapan dan kalau mereka diberi kesempatan membentuk pat-kwa-kiam-tin (barisan pedang segi delapan), maka akan merupakan lawan yang berbahaya.

   Maka, dia berteriak agar mereka masing-masing melawan dua orang musuh, dan hal ini jauh lebih ringan dibandingkan kalau mereka berempat menghadapi pat-kwa-kiam-tin.

   Memang Hui San ini orangnya lincah dan cerdik sekali. Karena mereka berempat sudah menyerang masing-masing dua orang, maka delapan orang itu tidak sempat lagi membentuk pat-kwa-kiam tin dan terpaksa harus membela diri dan pertandingan terpecah menjadi empat. Kim Hong sendiri tadi mendahului kekasihnya untuk menyerang si tinggi besar muka hitam. Gadis murid Si Naga Hitam ini merupakan orang yang paling lihai di antara mereka berempat.

   Hal itu adalah karena ia telah minum darah ular hitam kepala merah, yang selain mendatangkan tenaga sin-kang yang amat hebat, juga tubuhnya kebal terhadap segala macam racun, bahkan tubuhnya, kalau ia mengerahkan tenaga tertentu, dapat mengeluarkan hawa beracun yang mematikan! ia menduga bahwa si tinggi besar muka hitam yang memimpin delapan orang itu tentu yang terlihai, maka ia mendahului Cin Han, menyerang si tinggi besar dan seorang temannya yang berdiri di dekatnya. Melihat hebatnya dua sinar pedang terbang itu menyambar kearah mereka, si tinggi besar dan teman nya terpaksa harus menya mbutnya dan segera terjadi pertandingan yang amat hebat.

   Cin Han sendiri memainkan tongkatnya dengan ilmu silatnya yang dia pelajari dari gurunya, Sin-tung Kail ong, yaitu Tai-hong-pang. Ilmu tongkal Tai-hong-pang (Tongkat Angin Badai) ini memang hebat sekali, begitu digerakkan, nampak gulungan sinar tongkat yang mendatangkan angin menyambar-nyambar disertai suara yang bersiutan, membuat dua orang pengeroyoknya terkejut dan harus cepat memutar pedang melindung i tubuhnya.

   Permainan sebatang ranting di tangan Yang Kui Lan juga membuat dua orang pengeroyoknya sibuk sekali. Ranting itu, dimainkan dengan ilmu silat Hong-in-sin-pang (Tongkat Sakti Angin dan Awan) bergerak halus seperti dipakai menari saja, akan tetapi bagi kedua orang pengeroyoknya, ranting itu seperti berubah menjadi puluhan batang banyaknya yang menghujankan totokan-totokan ke arah jalan darah dan bagian tubuh yang berbahaya.

   Pertandingan itu tidak berlangsung terlalu lama karena delapan orang itu sama sekali bukan merupakan tandingan yang seimbang bagi empat orang muda itu. Apa lagi empat orang muda Itu terpengaruh oleh ajakan Hui San untuk berlumba siapa yang lebih dulu dapat mengalahkan dua orang lawan masing masing, maka mereka semua mengerahkan seluruh tenaga dan memainkan jurus-jurus mereka yang paling hebat.

   Belum sampai lima belas jurus, dua orang yang mengeroyok Kim Hong, yaitu si tinggi besar muka hitam dan seorang kawannya, roboh berturut-turut dengan luka terobek pedang di pundak dan paha mereka. Robohnya dua orang ini diikuti robohnya dua orang yang mengeroyok Cin Han.

   Tongkatnya merobohkan mereka dengan pukulan pada lambung dan totokan pada dada sehingga membuat yang dadanya tertotok tongkat itu menjadi pingsan. Setelah dua orang ini roboh, disusul roboh nya dua orang pengeroyok Kui Lan. Karena gadis ini hanya mempergunakan sebatang ranting biasa, maka setelah duapuluh jurus, baru ia berhasil menotok roboh dua orang peng royoknya yang menjadi lumpuh kaki tangannya.

   Kini mereka bertiga menoleh dari melihat betapa Hui San yang mengajak berlumba tadi masih menghadapi pengero yokan kedua orang lawannya. Akan tetapi, keclua orang lawan itu suclah ticlak utuh lagi. Mereka terpincang"pincang mengeroyok Hui San, clan pakaian mereka suclah robek-robek clengan luka-luka kecil merobek kulit mereka cli mana-mana. Jelaslah bahwa Hui San sengaja tak segera merobohkan mereka, hanya mempermainkan, membuat kaki mereka terpincang-pincang clan tubuh mereka luka-luka kecil akan tetapi ticlak sampai merobohkan mereka.

   Tentu saja Hui San ticlak berani menclahului Kui Lan merobohkan keclua lawannya, karena clia ticlak ingin melihat gaclis yang clipujanya itu merobohkan clua orang lawannya paling akhir!

   "San-ko, kenapa engkau masih mempermainkan mereka? Cepat hentikan, kita harus cepat pergi,"

   Kata Kui Lan.

   Menclengar ucapan kekasihnya itu, Hui San memutar peclangnya cepat-cepat, membuat keclua orang itu hanya ma mpu menangkis saja, clan clia berkata,

   "Kalian clengar? Hayo cepat roboh, atau harus aku yang merobohkan kalian dan melukai kalian?"

   Mendengar ini, dua orang yang melihat betapa enam orang kawan mereka suclah roboh semua dan mereka sendiripun jelas bukan lawan pemucla lihai itu, mengerti bahwa mereka akan terluka parah kalau ticlak menaati. Maka, merekapun segera melempar pedang dan melempar tubuh mereka ke belakang, terguling-gu ling dan tidak bangkit lagi!

   Hui San tertawa bergelak, akan tetapi Kim Hong cemberut.

   "Sialan sekali, claging kita hangus clan roti kita kotor semua!"

   Ia menenclang ma kanan yang tidak dapat dimakan lagi itu.

   "Dan airpun suclah tumpah habis,"' kata Kui Lan clan iapun mengambil panci kosong clan prabot lain untuk clibawa sebagai bekal.

   Cin Han menghampiri si tinggi besar.

   "Katakan kepacla Sia Su Beng bahwa hanya karena melihat clan mengingat aclikku Yang Kui Bi sajalah kami ticlak membunuh kalian!"

   "Terima kasih, kongcu"

   Kata si tinggi besar, maklum bahwa apa yang diucapkan pemuda itu me mang sebenarnya. Empat orang muda itu segera meninggalkan hutan dan melanjutkan perjalanan mereka dengan cepat menuju ke barat.

   odwo

   Sia Su Beng merasa kecewa sekali karena pasukannya tidak berhasil menangkap empat orang muda itu. Akan tetapi, hal itu tidak membuat dia mundur dalam tekadnya untuk mempertahankan kekuasaannya atas kota raja. Bahkan dia lalu menghimpun kekuatan pasukannya untuk mengatur daerah dan memperkuat kubu pertahanan di bagian barat untuk menghadapi pasukan Kerajaan Tang yang tentu akan berusaha merebut kekuasaan kembali.

   Yang Kui Bi membantu kekasihnya dengan sepenuh hati. Ia amat mencinta dan dicinta Sia Su Beng, dan iapun terseret ke dalam ambisi kekasihnya yang ingin menjadi kaisar! Iapun tentu saja akan merasa bangga dan bahagia sekali kalau dapat menjadi permaisuri kaisar!

   Dan perang tentu saja tidak terelakkan lagi! Menurut catatan sejarah, ketika Pasukan Kaisar Su Tsung yang di pimpin oleh Panglima Besar Kok Cu It, dibantu oleh banyak pasukan dari suku-suku bangsa di utara dan barat, maka terjadilah pertempuran hebat di bagian barat. Kedua pihak tidak ada yang mau mengalah. Pasukan Kerajaan Tang bertekad merebut kembali kekuasaannya yang dahulunya terjatuh ke tangan pemberontak An Lu Shan dan sekarang terjatuh ke tangan Sia Su Beng, sedangkan Sia Su Beng dan kawan-kawannya juga bertekad mempertahankan kekuasaan mereka.

   Setelah Souw Hui San menyerahkan Mestika Burung Hong Kemala kepada Kaisar Su Tsung, dia tidak mau menerima imbalan jasa seperti yang ditekankan kepadanya oleh Yang Kui Lan. Bahkan dua pasang pendekar yang saling mencinta itu, yaitu Yang Cin Han dengan Can KimHong dan Yang Kui Lan dengan Souw Hui San, meninggalkan pasukan Kerajaan Tang dan tidak mau melibatkan diri ke dalam perang. Hal ini adalah karena Cin Han dan Kui Lan teringat akan adik mereka, Yang Kui Bi, yang mereka tahu membantu Sia Su Beng.

   Mereka berdua tidak tega memusuhi adik mereka, sedangkan kekasih mereka, Kim Hong dan Hui San, tentu saja mengikuti jejak mereka dan dua pasang pendekar itu lalu melangsungkan pernikahan secara sederhana, kemudian hidup sebagai rakyat biasa, tidak mau mencampuri perang saudara yang saling memperebutkan kekuasaan itu.

   Dan bagaimana dengan Sia Su Beng dan Yang Kui Bi? Kedua orang inipun menikah, dirayakan besar-besaran, dan keduanya juga mati-matian mempertahankan kekuasaan mereka. Menurut catatan sejarah, perang yang dilakukan oleh pasukan Kerajaan Tang untuk merebut kembali kekuasaannya itu berlangsung berlarut-larut sampai sembilan atau sepuluh tahun!

   Dapat dibayangkan betapa hebat pengorbanan yang terjadi dalam perang perebutan kekuasaan ini. Rakyat pula yang menderita. Para perajurit yang tewas sampai ratusan ribu orang banyaknya. Harta benda rakyat dirampok atau dibakar, banyak pula ra kyat yang tidak tahu apa-apa menjadi korban.

   Dalam tahun 766, kurang lebih sepuluh tahun kemudian, barulah pasukan Tang dapat merebut kembali kota raja, dan Kerajaan Tang dapat dibangun kembali di atas puing kehancuran akibat perang. Untuk pertahanan terakhir, Sia Su Beng dan Yang Kui Bi bertempur mati matian di kota raja, sampai keduanya gugur dan tewas seperti ribuan perajurit lain.

   Yang tidak dicatat sejarah, bahkan jarang ada yang mengetahui adalah bahwa sebelum sua mi isteri yang kukuh ini menyambut pasukan musuh yang sudah memasuki kota raja,mereka masih sempat menitipkan anak tunggal mereka, seorang putera, kepada seorang wanita pengasuh yang berhasil menyelundupkan anak itu keluar dari istana, kemudian melarikan diri bersama para pengungsi, anak laki"laki berusia lima tahun yang dapat diselamatkan dengan diakui sebagai anaknya sendiri.

   Sampai di sini, selesailah sudah kisah Mestika Burung Hong Kemala ini. Sesungguhnya, pusaka ini hanyalah sebuah benda mati, hanya sebagai lambang belaka, dan yang diperebutkan adalah kekuasaan itulah.

   Kenapa kekuasaan di perebutkan? Karena kuasa berarti menang, berarti selalu benar, selalu baik, selalu menang dan selalu enak!

   Semoga kisah ini ada manfaatnya bagi kita semua.

   TAMAT

   Lereng Lawu, awal Maret 1986.

   jisokam, http://indozone.net/literatures/literature/973

   25 Januari 2011 jam 10:42am

   


Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo Mutiara Hitam Karya Kho Ping Hoo Kisah Pendekar Bongkok Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini