Ceritasilat Novel Online

Mestika Burung Hong Kemala 4


Mestika Burung Hong Kemala Karya Kho Ping Hoo Bagian 4



Namun, akhirnya pasukan pemerintah tidak kuat bertahan dan dapat dihancurkan dan sisa pasukan mundur ke benteng pasukan pemerintah di Terusan Tiong-koan. Terjadi perang besar di benteng Tiong-koan ini. Namun, pasukan pemberontak yang sudah lama membuat persiapan penyerbuan itu dan keadaannya jauh lebih kuat, dapat menghancurkan pertahanan pasukan pemerintahan sehingga benteng Tiong-koan juga bobol.

   Benteng pertahanan terakhir yang merupakan pintu gerbang ke kota raja, jatuh. Tentu saja hal ini membuat Kaisar Hsuan Tsung atau Beng Ong yang sudah berusia tujuh puluh tahun ini menjadi gentar. Kepanikan melanda keluarga kaisar, dan dengan tergesa-gesa Kaisar melarikan diri mengungsi ke barat, menuju ke Se-cuan.

   Demikianlah, pasca tahun 755, An Lu Shan memimpin pasukannya menyerbu ibu kota Tiang-an dan boleh dibilang hampir tidak mendapatkan perlawanan. Hanya ada beberapa orang panglima yang setia melakukan usaha yang sia-sia untuk melawan sampai mati, namun pasukan kecil mereka tidak ada artinya terhadap balatentara besar yang menyerbu kota raja bagaikan air bah itu. Kota raja Tiang-an diduduki oleh An Lu Shan dan terjadilah apa yang ditakuti rakyat. Yaitu perampokan, perkosaan dan pembunuhan.

   Sebagian besar keluarga kaisar tertumpas, para wanitanya yang muda dan cantik dipaksa menjadi selir atau bunuh. Yang diajak pergi mengungsi. Hanya kaisar hanyalah keluarga dekat, bahkan selirnya yang tak pernah terpisah dari sisinya hanyalah Yang Kui Hui! Selain selir yang tercinta ini, juga ikut pula Menteri Utama: Yang Kok Tiong, kakak kandung selir Yang Kui Hui itu.

   Yang Kok Tiong hanya seorang diri saja mengikuti kaisarnya yang melarikan diri. isterinya, berkeras tidak mau meninggalkan gedungnya karena ia akan menunggu kembalinya tiga orang anaknya yang telah menghilang selama dua tahun. Akhirnya, dalam kerusuhan itu, ketika para perajurit pemberontak merampok rumahnya dan ia akan di perlakukan tidak senonoh oleh seorang di antara mereka, nyonya yang cantik dan lembut ini memilih kematian dengan minum racun yang memang sudah ia persiapkan!

   Selain Menteri Yang Kok Tiong dan Selir Yang Kui Hui, ada pula pasukan pengawal yang terdiri dari seratus orang lebih mengawal rombongan kaisar. Pasukan ini dipimpin oleh Panglima Kok Cu It, panglima berusia empat puluh dua tahun yang terkenal setia kepada kaisar, Panglima Kok Cu ini pula yang mati-matian menghimpun pasukan dan melakukan perlawanan di Terusan Tung-ku-an, akan tetapi akhirnya pasukannya terpukul hancur karena memang kalah besar dan kalah persiapan.

   Kini, dengan pasukan pengawal yang hanya seratus orang lebih, panglima ini tidak mau melarikan diri seperti rekan-rekannya, melain kan dengan setia dia mengawal kaisar melarikan diri ke barat.

   Semula, Kaisar Beng Ong yang sudah tua itu masih merasa terhibur dalam pelariannya. Selirnya tercinta berada di sampingnya. Dan di situ masih terdapat Menteri Yang Kok Tiong yang setia dan dapat menjadi penasihatnya, juga terdapat pula Panglima Kok Cu It yang dapat dipercaya akan me mbe la nya mati- mat ian.

   Akan tetapi, sungguh tidak disangkanya sama sekali bahwa malapetaka datang bukan dari luar, melainkan dari pasukan pengawal itu sendiri. Peristiwa yang tercatat dalam sejarah itu terjadi ketika rombongan pengungsi ini tiba di pos penjagaan di Ma-wei, di Shensi sebelah barat.

   Di tempat yang berada di perbatasan dengan Tibet ini, rombongan berhenti untuk beristirahat melewatkan malam. Para perajurit yang berjaga di pos itu berjumlah tiga losin orang dan mereka segera bergabung dengan pasukan pengawal yang menceritakan keadaan di timur yang telah diduduki para pemberontak.

   Menteri Yang Kok Tiong tidak tinggal diam. Dia maklum bahwa rombongan telah tiba di perbatasan dengan daerah Tibet, dan untuk menyelamatkan dan mengamankan kaisarnya, sebaiknya kalau dia dapat menghubungi para tokoh di Tibet untuk mencari perlindungan bagi kaisarnya.

   Oleh karena itu, diapun segera mengadakan hubungan dengan para kepala Lama, yaitu pendeta di Tibet yang memegang kekuasaan di daerah itu, agar para pendeta itu dapat menerima rombongan pengungsi sebagai sahabat.

   Akan tetapi, pada saat Menteri Yang Kok Tiong mengadakan perundingan dengan beberapa tokoh pendeta Lama di tendanya, terjadi perundingan lain di antara pasukan. Para perajurit yang menderita dalam pelarian itu, lelah dan lapar, juga harapan mereka semakin tipis, masa depan demikian suram.

   Kalau mula-mula mereka hanya mengeluh, kemudian mereka merasa penasaran. Para perwira yang menjadi pembantu-pembantu panglima Kok Cu mulai menyinggung tentang kelemahan kaisar yang menjadi permainan Selir Yang Kui Hui.

   "Coba bayangkan, orang macam Yang Kok Tiong diangkat menjadi Menteri Utama! Hanya karena dia kakak selir itu maka dia diangkat menempati kedudukan tertinggi sesudah kaisar!"

   "Dan sekarang, lihat saja! Dia malah bersekongkol dengan para pendeta Lama!"

   "Jangan-jangan dia hendak mengkhianati kaisar. Melihat kaisar telah jatuh, dia kini menjilat kepada para pendeta Lama!"

   "Seret pengkhianat Yang Kok Tiong!"

   Segera mereka bersorak-sorak dari memaki-maki Menteri Yang Kok Tiong! Bahkan seratus dua puluh orang lebih itu kini menyerbu ke arah tenda yang menjadi tempat tinggal sementara dari Menteri Yang Kok Tiong!

   Ketika itu, para pendeta Lama telah meninggalkan tenda Menteri Yang! Tentu saja dia terkejut bukan main mendengar ribut-ribut di luar. Dia segera melangkah keluar, hanya untuk menghadapi amukan para perajurit. Menteri itu sama sekali tidak berdaya. Pada waktu itu, dia sudah tidak lagi dijaga oleh pengawal seperti ketika dia masih tinggal di kota raja. Dia tidak dapat melawan dan tewas seketika di bawah banyak senjata yang membuat tubuhnya hancur!

   Mendengar keributan ini. Kaisar Beng Ong terkejut bukan main, demikian pula panglima Kok Cu It yang ketika peristiwa itu terjadi sedang berbincang-bincang dengan kaisar. Mereka berlari keluar dan Panglima Kok Cu sudah mencabut pedangnya untuk melindungi kasar.

   Sementara itu, bagaikan srigala-srigala buas yang menjadi semakin ganas setelah merasakan sedikit darah, para perajurit pengawal setelah melumatkan tubuh Menteri Yang Kok Tiong yang mereka anggap menjadi seorang diantara mereka yang melemahkan negara dan mengakibatkan kerajaan jatuh ke tangan pemberon tak, kini berbondong-bondong menuju ke pondok darurat yang di bangun untuk menjadi tempat tinggal sementara bagi kaisar.

   "Bunuh Selir Yang Kui Hui!"

   "Gantung iblis betina itu!"

   Kaisar dan Panglima Kok Cu it muncul di beranda loteng dan mereka melihat betapa semua pasukan telah berdiri di depan pondok dan sikap mereka seperti harimau yang haus darah !

   Ketika melihat kaisar dan Panglima Kok Cu It muncul di loteng, semua orang terdiam.

   Bagaimanapun juga, kaisar dan panglima itu masih memiliki wibawa besar yang membuat mereka gentar dan tunduk. Sekilas pandang saja tahulah Panglima Kok Cu bahwa semua perwira terlibat dalam unjuk perasaan itu, maka tidak mungkin melakukan tertib hukum, militer. Kalau mereka itu dihukum, sama saja dengan melenyapkan pasukan pengawal!

   "Apa artinya semua ini?"

   Terdengar suara Kok Cu It yang menggelegar.

   "Kami mendengar kalian telah membunuh Menteri Yang! Dan sekarang kalian membikin ribut di sini. Apakah kalian hendak memberontak terhadap Sribaginda Kaisar?"

   Kaisar sendiri juga berusaha menenangkan hati mereka.

   "Para perajurit dengarlah baik-baik. Kami mengerti bahwa kalian menderita kelaparan dan kehausan, kelelahan. Akan tetapi, kami tidak akan pernah melupakan jasa kalian. Jasa kalian masing-masing telah kami catat dan percayalah, Kerajaan Tang akan bangkit kembali dan setelah kita berhasil, kalian masing-masing akan mendapatkan kedudukan yang tinggi. Kami percaya kalian adalah pahlawan-pahlawan, bukan pengkhianat."

   Mendengar ucapan kaisar dan panglima mereka, para perajurit itu kini berteriak-teriak lagi.

   "Hukum gantung Yang Kui Hui! ia telah meracuni istana, ia telah melemahkan kerajaan,

   mempermain kan Sribagincla!"

   "Kami telah menghukum Yang Kok Tiong, dan kami akan menghukum Yang Kui Hui! Kerajaan Tang harus dibersihkan dari orang-orang yang mempermainkan kerajaan dan mau enaknya saja!"

   Wajah kaisar menjadi pucat menclengar ini.

   "Ah, bagaimana ini, Kok-ciangkun......?"

   Bisiknya kepada panglimanya dengan suara gemetar.

   Kok Cu It menga mati keadaan para anak buahnya. Pendengarannya yang tajam mendengar bahwa di antara teriakan-teriakan mereka terdapat ancaman, bahwa kalau Kaisar tidak menghukum mati Yang Kui Hui, mereka akan membakar pondok itu dan membunuh seluruh keluarga kaisar!

   Pangeran Su Tsung, yaitu putera mahkota yang ikut pula naik keberancla loteng dan sejak tadi bercliri di belakang kaisar bersama Selir Yang Kui Hui juga mendengar teriakan-teriakan itu.

   Selir ini sudah merasa sedih dan sakit hati sekali mendengar bahwa kakaknya dibunuh oleh para perajurit dan kini mereka berteriak- teriak menuntut agar ia di hukum mati!

   "Sribaginda, hamba tidak melihat lain jalan...."

   Kata Panglima Kok Cu It.

   Diam-diam, jauh di dasar lubuk hatinya, panglima ini tidak dapat menyalahkan sikap pasukannya. Memang semua orang tahu betapa Yang Kui Hui telah melemahkan istana, melemahkan kaisar dan dengan sendirinya juga melemahkan negara. Wanita ini menjadi rebutan antara anak dan ayah.

   Isteri Pangeran houw ini direbut oleh mertuanya sendiri dan setelah menjadi selir kaisar, semua kekuasaan kaisar di kendalikannya !

   "Hukum Yang Kui Hui!"

   "Iblis betina itu kekasih An Lu han si pemberontak!"

   Teriakan-teriakan semakin berani. Yang Kui Hui maklum bahwa tidak ada lagi harapan baginya, lapun kini teringat akan semua sikap dan perbuatannya, yang dilakukan demi kesenangan diri sendiri dan keluarganya. Kini semua itu mengalami kegagalan dan ia harus berani menerima kenyataan. Maka, iapun menjatuhkan diri berlutut di depan kaki kaisar.

   "Sribaginda, hukumlah hamba, gantunglah hamba kalau itu dapat meredakan kemarahan mereka..... hamba rela mati.... untuk menyelamatkan paduka..."

   Katanya sambil menangis.

   Kaisar yang amat mencinta selirnya ini terharu, mengangkat selirnya berdiri dan merangkulnya. Mereka berangkulan sambil menangis.

   "Tidak......, tidak.... Kui Hui, engkau tidak boleh dihukum mati......"

   Rintih kaisar yang tua itu dengan memelas.

   Melihat adegan romantis di atas loteng, di mana kaisar itu rangkulan dengan selir yang dibenci pasukan itu, mereka berteriak-teriak semakin ganas.

   "Sribaginda...... relakan hamba..... hamba sudah menerima kasih sayang paduka yang berlimpahan..... sekaranglah saatnya hamba membalas jasa... dengan nyawa hamba untuk menyela matkan paduka....."

   Kui Hui berkata di antara isak tangisnya. Iapun melepaskan diri dari pelukan kaisar.

   "Kok-ciangkun, minta mereka menanti sebentar, aku mau berganti pakaian dulu, baru. aku akan menggantung diri di sini agar mereka semua dapat melihatnya."

   "Kui Hui......!"

   Kaisar berseru, akan tetapi selir itu telah berlari turun ke kamarnya. Kaisar tua itu hendak mengejarnya, akan tetapi terhuyung dan cepat Pangeran Su Tsung merangkulnya.

   "Sribaginda, tidak ada jalan lain, harap paduka menguatkan hati paduka, semua ini demi negara!"

   Kata Kok-ciangkun dan mendengar kalimat terakhir ini, kaisar mendapatkan tenaga baru, dan diapun mengangguk.

   Demi negara! Demi kerajaan! Dia harus mengorbankan Yang Kui Hui, selir tercinta.

   Kok Cu It lalu berdiri di tepi loteng dan berseru dengan suara lantang bahwa Selir Yang Kui Hui siap menerima hukuman mati, dan agar para perajurit tenang. Mendengar teriakan ini, semua perajurit menjadi diam dan suasana menjadi hening, namun mencekam sekali, menegangkan perasaan.

   Tak lama kemudian Yang Kui Hui naik ke loteng dan ia telah mengenakan pakaian serba putih dari sutera halus, rambutnya yang masih hitam dan panjang itu dibiarkan terurai dan ia tidak mengena kan perhiasan sebuahpun. Namun, dalam pakaian sederhana serba putih dan mengurai rambut itu, makin nampak kecantikannya yang aseli dan memang wanita ini memiliki kecantikan yang sukar dicari bandingnya! Melihat selirnya sudah siap untuk mati, kaisar merangkulnya lagi.

   "Kui Hui ah, Kui Hui.. bagaimana aku dapat membiarkan engkau mati meninggalkan aku......?"

   Kui Hui juga menangis, akan tetapi ia menghibur kaisar.

   "Sribaginda, harap relakan hamba. Hamba akan menanti paduka di sana...."

   Selir itu lalu melepaskan rangkulan dan ia menyerahkan sebuah sabuk sutera putih kepada Kok Cu It untuk dipasangkan di galok melintang.

   Kok-ciangkun tanpa ragu lagi segera membuat tali penjirat yang tergantung di balok melintang, kemudian, setelah Yang Kui Hui merangkul dan mencium kaisar, ia lari dan dibantu Kok Cu It, selir ini memasukkan kepala nya di lubang jiratan yang dibuat di ujung sabuk, kemudian ia meloncat dan tubuhnya terayun-ayun, lehernya tergantung!

   "Kui Hui......!"

   Kaisar merintih dan terkulai pingsan dalam rangkulan pangeran mahkota Su Tsung. Melihat tubuh selir itu tergantung dan meronta sebentar lalu terkulai, para perajurit yang menonton dari bawah bersorak gembira. Timbul lagi semangat mereka setelah kini dua orang yang mereka benci, yaitu Yang Kok Tiong dan Yang Kui Hui, telah tewas.

   Setelah terjadinya peristiwa yang membuat hati kaisar terbenam dalam duka, rombongan itu melanjutkan pengungsian mereka ke daerah Se-cuan. Dan di sepanjang jalan, Panglima Kok Cu it berhasil menghimpun pasukannya, yaitu menampung para perajurit yang melarikan diri dan yang menyusul ke barat untuk bergabung dengan kaisar mereka.

   Setelah Yang Kui Hui tidak ada lagi, Kaisar Hsuan Tsung atau Kaisar Beng Ong yang berusa tujuhpuluh tahun itu tidak mempunyai semangat lagi dan diapun melimpahkan tahta kerajaan kepada pangeran mahkota, yaitu Pangeran Su Tsung.

   Dan di tempat pengungsian ini, Kaisar yang baru, Kaisar Su Tsung, dibantu oleh Panglima Kok Cu It dan para pengawal yang masih setia, membangun kembali kekuatan Kerajaan Tang.

   Berkat kebijaksanaan Panglima Kok Cu It yang menjanjikan imbalan besar kepada mereka, pasukan Kerajaan Tang mendapat bantuan dari orang-orang Turki, bahkan mendapat bantuan pula dari Caliph, yaitu panglima kerajaan Arab, dan beberapa suku bangsa lain.

   Akhirnya, dengan balatentara campuran ini, Panglima Ko Cu It mulai bergerak ke timur untuk merebut kembali Kerajaan Tang yang terjatuh ke tangan An Lu Shan. Dan terjadilah perang yang berkepanjangan.

   Setelah jenazah Yang Kui Hui dikubur secara sepantasnya, sebelum rombongan melanjutkan perjalanan, Kaisar Hsuan Tsung mengadakan percakapan rahasia dengan Pangeran Mahkota dan dengan Panglima Kok Cu It. Hanya mereka bertiga saja yang bicara di dala m ruangan itu, tidak boleh dihadiri orang lain.

   Mula-mula kaisar dan pangeran mahkota berdua saja yang duduk di dalam ruangan itu, dan para pengawal disuruh menjaga di luar ruangan. Kemudian datanglah Panglima Kok Cu It dengan wajah muram, dan begitu dia muncul, kaisar sudah cepat bertanya.

   "Bagaimana, ciangkun, berhasilkah menemukannya?"

   Panglima itu dengan murung menggeleng kepala.

   "Tidak berhasil, Sribaginda. Hamba tidak dapat menemukannya di dalam pakaian yang dipakai nya, juga di antara perbekalan di dalam tendanya, hamba tidak dapat menemukan pusaka itu."

   Panglima itu dipersilakan duduk dan mereka bertiga nampak murung.

   "Akan tetapi, kenapa ayahanda menitipkan pusaka yang amat penting itu kepada Paman Yang Kok Tiong?"

   Kata sang pangeran dengan nada suara menyesal.

   Ayahnya menghela napas panjang ,

   "Keadaan amat gawat dan kami tiadak melupakan untuk membawa pusaka itu ketika mengungsi. Dan kami yakin bahwa pusaka itu tentu akhirnya akan diperebutkan orang, karena menjadi lam bang kekuasaan. Untuk mengamankan, diam-diam kami titipkan kepada Menteri Yang. tidak akan dicari orang, dan tidak akan ada yang mengira bahwa pusaka ada padanya. Siapa tahu hari ini terjadi malapetaka yang mendadak tidak disangka"sangka?"

   "Ampun, Sribaginda. Kiranya tidak perlu disesalkan hal yang telah terjadi. Yang terpenting, kita harus dapat menemukan kembali pusaka itu dan sementara ini, kehilangan itu harus dirahasiakan karena kalau sampai terdengar rakyat, tentu dukungan mereka terhadap paduka menjadi lemah "

   "Apa yang dikatakan Paman Panglima Kok memang benar, ayahanda. Tanpa adanya pusaka itu, hamba sendiri akan merasa lemah menunaikan tugas."

   Kaisar mengangguk-angguk dan mereka bertiga terbenam ke dalam kekhawatiran. Pusaka apa yang membuat mereka bertiga begitu cemas karena dinyatakan hilang?

   Sejak Kerajaan Tang berdiri, satu setengah abad yang lalu, semenjak kaisar pertama Kerajaan Tang memerintah, yaitu Kaisar Tang Kaocu, Kerajaan Tang memiliki banyak pusaka yang menjadi pusaka kerajaan.

   Akan tetapi di antara semua pusaka yang ada, yang dianggap terpenting dan sebagai pusaka tanda kekuasaan adalah sebuah benda mustika yang amat kuno dan amat indah. Benda itu adalah sebuah kemala yang amat luar biasa karena dalam sebongkah kemala itu terdapat warna merah, putih,hijau dan hitam. Jarang ada kemala yang mengandung beraneka warna seperti itu.

   Hiasan kemala itu diukir amat halusnya, berbentuk seekor burung Hong yang sedang terbang membentangkan sayapnya. Ukiran itu sedemikian halusnya sehingga seolah hidup saja, dan sepa sang matanya juga mengeluarkan sinar. Bukan Saja benda ini amat indah dan amat berharga, merupakan benda langka, namun lebih dari pada itu, benda ini dianggap memiliki daya atau pengaruh sehingga menjadi kepercayaan umum bahwa siapa yang memiliki benda itu, dialah yang mendapat wahyu untuk menjadi kaisar! Seolah benda itu diturunkan dari langit sebagai tanda kekuasaan Kaisar! Kepercayaan ini merupakan tahyul yang sudah berakar mendalam di hati keluarga Kerajaan Tang dan bahkan semua ponggawanya.

   Inilah sebabnya, mengapa ketika kaisar Hsuan Tsung kehilangan mestika itu, dia, pangeran mah kota, dan panglima Kok termangu dan berduka. Kalau sampai berita tentang kehilangan mestika itu terdengar keluar, maka sukar sekali mengharapkan dukungan rakyat untuk bergerak dan bang kit kembali. Raja yang sudah kehilangan giok-hong (Hong Kemala) berarti sudah kehilangan hak untuk menjadi raja!

   "Ah, mungkinkah dia mengkhianati kami?"

   Kaisar yang tua itu mengepal tinju.

   "Keparat engkau Yang Kok Tiong kalau engkau mengkhianati kami dan memberikan mestika itu kepada orang lain!"

   "Ayahanda tentu maklum bahwa Paman Yang mempunyai tiga orang anak, seorang anak laki-laki dan dua orang anak perempuan. Bahkan kabarnya ketika terjadi penyerbuan di kota raja, tiga orang anaknya itu belum pulang. Mereka tentu selamat dan mengapa mereka tidak menyusul kita, padahal ayah mereka berada bersama kita? Ini tentu ada sebabnya. Hamba tidak akan merasa heran kalau kelak ternyata bahwa mestika itu berada di tangan seorang di antara anaknya!"

   "Mungkin sekali itu. Keparat engkau, Yang Kok Tiong!"

   Kaisar memaki-maki menterinya yang sudah tewas.

   Panglima Kok Cu It menyabarkan dan menenangkan hati ayah dan anak itu.

   "Hamba kira, hal itu kelak akan dapat kita selidiki. Hamba kelak akan berdaya upaya sekuat tenaga untuk menemukan kembali mestika itu. Sekarang, sebaiknya kita tidak ribut-ribut dan merahasia kan hal ini, seolah mestika itu masih ada pada paduka. Yang terpenting sekarang adalah menghim pun tenaga agar kita dapat membalas kekalahan kita dari An Lu Shan."

   Kaisar tua mengangguk- angguk. Pangeran mahkota Su Tsung yang masih cemas dengan kehilangan mestika itu yang akan membuat dia merasa hampa kalau kelak menjadi kaisar tanpa memilikinya, segera bertanya,

   "Akan tetapi, Paman Panglima.Bagaimana kalau nanti para pimpinan kelompok yang kita mintai bantuan mengetahui bahwa mestika itu tidak ada pada kita lagi? Bagaimana kalau mereka minta agar ayahanda Kaisar memperlihatkan mestika itu kepada mereka? Ingat, suku-suku bangsa di sini, terutama bangsa Uigur yang kita harapkan sekali bantuannya, amat percaya akan lambang kekuasaan itu."

   "Paduka benar, Pangeran, akan tetapi jangan khawatir, hamba akan mempersiapkan tiruannya!"

   Demikianlah, kehilangan mestika itu tetap menjadi rahasia karena setelah tukang yang pandai membuatkan sebuah mestika tiruan yang dilihat begitu saja serupa dengan yang aseli, diam-diam Panglima Kok Cu membunuhnya.

   Mestika Hong Kemala yang palsu itu lalu diserahkan kepada Kaisar. Ketika kaisar menyerahkan kedudukannya kepada Pangeran MaKkota, maka mestika palsu itupun diberikan kepadanya.

   Beberapa kali mestika itu diperlihatkan sepintas lalu kepada para pimpinan kelompok atau suku bangsa sehingga mereka semua percaya bahwa kaisar baru itu masih memiliki Mestika Hong Ke mala, maka mereka bersemangat membantunya karena mereka percaya bahwa barang siapa memiliki mestika itu, dia pasti akan berhasil menjadi raja!

   Bukit itu disebut orang Bukit Hitam, berdiri tegar di seberang utara Sungai Yang-ce. Disebut Bukit Hita m karena memang bukit itu selalu nampak hitam! Pohon-pohon yang tumbuh di situ, hutan-hutan, nampaknya memang kehitam hitaman atau hijau tua dan gelap.

   Dan bukit ini merupakan tempat yang ditakuti orang, karena selain terdapat banyak ular-ular yang beracun, juga menjadi tempat pelarian dan persembunyian para penjahat yang dikejar-kejar yang berwajib atau di kejar-kejar para pendekar. Bahkan terdengar desas-desus bahwa hutan-hutan di bukit itu juga dihuni oleh setan dan iblis, menjadi sarang siluman yang suka mengganggu manusia.

   Tidak mengherankan kalau hampir tidak pernah ada orang berani mendakinya, bahkan para pemburu yang terkenal berani dan gagah sekalipun, akan berpikir seratus kali untuk memburu binatang hutan di bukit itu.

   Akan tetapi, pada pagi hari itu para petani yang sedang menggarap sawah di kaki bu kit sebelah timur, menghentikan pekerjaan mereka dan mata mereka terbelalak memandang kepada seorang gadis yang melenggang seorang diri melalui jalan dusun itu menuju ke arah Bukit Hitam!

   Kalau saja gadis itu merupakan seorang wanita yang berwajah mengerikan, atau setidaknya nampak seperti seorang wanita kang-ouw yang gagah perkasa, agaknya para petani tidak akan menjadi bengong memandangnya. Akan tetapi, gadis itu demikian cantik jelita dan lembut, langkahnya juga lemah gemulai seperti orang menari saja.

   Gadis itu masih muda, paling banyak sembilan belas tahun usianya, dan ia cantik jelita, wajahnya yang bulat telur dengan kulit muka putih kemerahan tanpa bedak dan gincu. Rambutnya hitam lebat dan agak berombak, dengan anak rambut bermain di dahi dan pelipis, me lingkar-lingkar. Akan tetapi yang teramat indah adalah matanya dan mulut nya. Sepasang mat itu lebar dan bersinar"sinar, dengan kedua ujung agak menyerong ke atas dan mata itu makin indah karena dihias bulu mata yang panjang lentik.

   Dan mulutnya! Bibir itu selalu nampak basah dan merah segar, lengkungnya seperti gendewa terpentang, kalau senyum sedikit saja nampak lesung pipit di sebelah kiri mulutnya. Mulut itu menantang dan menggemaskan! Tubuhnya ramping dan padat, dengan lekuk lengkung yang sempurna. Pakaiannya memang sederhana, terbuat dari kain yang kasar, namun bersih dan karena bentuk tubuhnya memang menggairahkan, mengenakan pakaian apapun akan pantas saja.

   Agaknya gadis yang melangkah seorang diri sambil senyum-senyum pada burung-burung yang beterbangan, kepada kerbau-kerbau yang meluku di sawah, kepada para petani, menyadari pula bahwa orang-orang itu berhenti bekerja dan memandangnya penuh perhatian.

   Namun, pandangan mata para petani itu jauh bedanya, bagaikan bu mi dan langit, dengan pandang mata para pemuda yang pernah dijumpainya selama ini. Pandang mata para pemuda, terutama pemuda kota mengandung kekurangajaran dan kegenitan. Sebaliknya, pandang mata para petani itu hanya membayangkan keheranan dan keinginan tahu. ia lalu menghampiri mereka.

   "Para paman yang baik, benarkah dugaanku bahwa bukit di depan itu yang dinamakan orang Bukit Hitam?"

   "Betul nona,"

   Kata seorang di antara mereka, seorang petani berusia limapuluh tahun lebih.

   "Ah, kalau betul dugaanku. Nah, terima kasih, paman. Pagi ini cerah sekali, aku ingin cepat-cepat sampai di sana."

   Gadis itu meninggalkan senyum yang manis sekali kepada mereka lalu memutar tubuh hendak melanjutkan perjalanannya sambil memandang ke arah bukit itu.

   "Maaf, nona, apakah nona hendak pergi mendaki Bukit Hitam?"

   Suara kakek itu yang membuat si gadis cepat membalikkan tubuh menghadapinya dan memandangnya. Dalam suara kakek itu terkandung kekhawatiran besar.

   "Benar, paman. Kenapa?"

   "Aahhh....... !"

   
Mestika Burung Hong Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Semua orang yang mendengar jawaban ini mengeluarkan suara seruan kaget dan khawatir, membuat gadis itu makin tertarik.

   "Nona, ka mi tahu bahwa nona tentulah bukan orang dari daerah sini. Nona agaknya belum mengenal Bukit Hita m maka berani hendak mendakinya. Tentu nona belum pernah ke sana, bukan?"

   Gadis itu menggeleng kepala.

   "Belum pernah, paman, akan tetapi kenapa?"

   "Aihh, kalau begitu, ka mi mohon sebaiknya nona jangan sekali-sekali mendaki bukit itu! Maut yang mengerikan menanti nona di sana!"

   Kakek itu menunjuk ke arah Bikit Hita m dan mukanya agak pucat.

   "En, kenapa begitu? Ada apanya sih di atas sana?"

   Gadis Itu memandang dan menunjuk ke arah bukit, mulutnya tetap tersenyum.

   "Apa saja yang dapat mencabut nyawa berada di sana, nona!"

   Kata petani itu.

   "Binatang buas, ular-ular berbisa, penjahat-penjahat pelarian yang menyembunyikan diri, dan belum lagi... setan dan iblis, siluman dan segala ma cam arwah penasaran menjadi penghuni hutan di bukit itu!"

   Gadis itu membelalakkan matanya yang lebar sehingga mata itu nampak seperti sepasang bintang yang cemerlang "Ih, kalau benar di sana terdapat demikian banyaknya pencabut nyawa, kenapa kalian enak-enak saja bekerja di sini, di kaki bukit itu tanpa rasa takut?"

   "Di sini lain lagi ha lnya, nona. Bukit itu telah menjadi bukit yang ditakuti semenjak nenek moyang kami yang tinggal di sini. Siapapun yang berani ke bukit itu, pasti akan menga la mi kematian mengerikan. Akan tetapi, belum pernah penghuni di kaki bukit ada yang diganggu. Maka, sekali lagi, kalau nona hanya hendak melihat pemandangan alam, pergilah ke bukit lain, jangan ke Bukit Hitam."

   "Benar, nona, jangan pergi ke sana. Engkau masih begini muda..... betapa mengerikan kalau engkau menjadi korban pula!"

   Kata seorang petani lain.

   Gadis itu tersenyum.

   "Terima kasih atas nasihat para paman di sini. Akan tetapi aku mempunyai urusan dan keperluan di bukit itu. Nah, selamat tinggal!"

   Gadis itu melangkah lagi.

   "Nona......, nona !"

   Petani itu masih berteriak gelisah.

   "Urusan apa yang nona punyai di tempat seperti itu?"

   Sambil terus melangkah dan menoleh sedikit gadis itu manjawab.

   "Urusanku justeru ingin bertemu dengan binatang buas, ular berbisa, penjahat dan setan siluman!"

   Mendengar jawaban ini, para petani menjadi bengong! Kemudian, mata mereka terbelalak dan mulut mereka ternganga ketika mereka melihat gadis itu berkelebat dan bayangannya lenyap ke arah bukit itu!

   "Hiii.... ia..... ia...."

   Seorang tergagap.

   "si..... si... siluman.."

   Yang lain menyambung.

   Belasan orang petani itu lalu bergerombol, saling berhimpitan dan dengan tubuh gemetar menanti melapetaka apa yang akan menimpa mereka. Baru setelah lewat sejam dan tidak terjadi se suatu, mereka berani melanjutkan, akan tetapi sama sekali tidak berani membicarakan gadis tadi selama mereka bekerja di sawah.

   Baru nanti setelah mereka pulang, akan ramailah di dusun mereka mendengar kisah yang aneh tentang gadis cantik yang berani mendaki Bukit Hitam dan pandai menghilang. Mereka semua yakin bahwa gadis cantik tadi pastilah siluman!

   Begitu banyaknya orang membicara kan tentang setan iblis dan siluman dan mereka semua takut kepada siluman. Akan tetapi tak seorangpun di antara mereka yang benar-benar melihat siluman. Mereka sudah banyak mendengar tentang setan, akan tetapi belum pernah melihatnya sendiri secara jelas.

   Kalau pun ada yang pernah melihatnya, yang terlihat hanya bayangan atau samar-samar saja sehingga tidak dapat ditentukan bahwa yang dilihatnya adalah setan! Justeru inilah yang mendatangkan rasa takut, justeru karena tidak dapat dilihat. Andaikata setan dan iblis dapat dilihat, maka dia tidak akan ditakuti manusia lagi. Mahluk yang paling buas dan besarpun, asalkan dia dapat dilihat, mudah ditaklukkan oleh manusia.

   Setan dan iblispun, kalau terlihat, tentu akan dapat ditaklukkan manusia. Rasa takut timbul karena ulah permainan pikiran. Pikiran membayangkan dan mengkhayalkan yang seram-seram, yang mengerikan, dan timbullah rasa takut. Takut adalah permainan pikiran membayangkan hal yang belum ada, yang belum terjadi. Orang takut terkena penyakit karena dia belum sakit. Kalau dia sudah terkena penyakit, dia tidak takut lagi kepada penyakit itu, yang ditakuti adalah akibat lain yang belum terjadi, misalnya takut kalau-kalau sakitnya itu akan membuatnya mati, takut kalau kelak mati dia akan tersiksa dan sebagainya dan selanjutnya.

   Siapakah gadis cantik jelita yang demikian besar nyalinya mendaki Bukit Hita m, bahkan yang seolah dapat mengh ilang dari pandang mata para petani? ia bukan lah siluman, bukan iblis atau setan, ia seorang manusia biasa, dari darah dan daging, dan ia bukan lain adalah Can Kim Hong!

   Dua tahun telah lewat semenjak Kim Hong diselamatkan oleh seorang kakek gagu dari tangan gurunya sendiri dan putera gurunya, yaitu Bouw Hun dan puteranya, Bouw Ki. Bouw Ki, suhengnya itu, tergila-gila kepadanya dan hendak memaksanya menjadi isterinya, dibantu oleh ayah suhengnya atau gurunya sendiri. ia melarikan diri akan tetapi dapat disusul mereka, dan tentu ia akan terjatuh ke tangan mereka kalau saja tidak muncul kakek gagu yang mengalahkan ayah dan anak itu, kemudian yang mengantarkan Kim Hong menyeberangi sungai ke pantai sebelah selatan.

   Setelah tiba di tepi sungai sebelah selatan, Kim Hong hendak me mberi upah kepada tukang perahu yang gagu itu, akan tetapi si tukang perahu menolak, kemudian mencoba untuk menyatakan isi hatinya dengan gerakan tangan. Namu n, Kim Hong tidak mengerti.

   "Aih, paman yang gagah dan baik, apa sih yang hendak kaukatakan dengan gerakan jari tangan itu? Aku tidak mengerti!"

   Kata Kim Hong.

   Si gagu tersenyum dan diam-diam Kim Hong merasa senang kepada kakek itu. Bukan hanya karena kakek itu dengan amat mudahnya mengalahkan gurunya yang merupakan datuk orang Khitan, akan tetapi juga senyum kakek itu me mbuat wajahnya nampak ra mah dan menyenang kan, juga masih nampak betapa si gagu ini adalah seorang pria yang tampan.

   Dari bentuk wajahnya, sinar matanya, dapat diduga bahwa si gagu ini bukan orang kebanyakan, karena selain wajahnya tampan dan nampak rapi dan bersih, juga matanya mengandung wibawa yang besar. Pakaiannya serba hitam sederhana, bahkan caping lebar yang menutupi kepalanya juga hitam. Yang putih hanya rambutnya, yang panjang dan tiga perempat bagian sudah putih.

   Sambil tersenyum si gagu lalu membuat coretan di atas tanah dengan sebatang ranting. Kim Hong membaca coret-coretan yang membentuk huruf itu.

   "Di depan terdapat para penjahat yang jauh lebih berbahaya dari pada dua orang tadi,"

   Demikian bunyi tulisan itu.

   Kim Hong tersenyum. Kiranya orang ini hendak memperingatkan ia bahwa kalau ia melanjutkan perjalanan, akan banyak menemui penjahat yang bahkan lebih lihai dari pada gurunya!

   "Aku tidak takut, paman!"

   Katanya.

   Si gagu menulis lagi. Coretannya cepat dan bertenaga sehingga me bentuk huruf-huruf yang dalam dan mudah dibaca di atas tanah.

   "Keberanian tanpa didasari kekuatan suatu kesombongan yang bodoh dan sia-sia. Nona berbakat, kalau mau menjadi muridku tentu akan memiliki bekal yang kuat untuk melakukan perjalanan seorang diri,"

   Kata tulisan itu.

   Kim Hong tertegun dan termenung, ia harus mencari ayah kandungnya, akan tetapi kalau baru saja keluar sudah hampir gagal karena ia kurang mampu membela diri, bagaimana kalau di depan benar-benar bertemu lawan yang lebih lihai dari Bouw Hun? Usahanya akan sia sia, dan iapun akan tertimpa malapetaka.

   Setelah mempertimbangkan, dan yakin akan kemampuan si gagu, tiba-tiba Kim Hong menjatuhkan diri berlutut di depan tukang perahu itu dan memberi hormat.

   "Teecu (murid) Can Kim Hong memberi hormat kepada suhu......"

   Kim Hong memandang ke atas tanah sebagai isyarat bahwa ia menunggu jawaban orang itu dengan tulisan. Si gagu ke mbali tersenyum lebar dan ujung ranting itu cepat mencoret beberapa huruf di atas tanah.

   "Hek-Liong (Naga Hitam) Kwan Bhok Cu!"

   Kim Hong membaca dan ia kembali memberi hormat.

   "Teecu Can Kim Hong memberi hormat kepada suhu Kwan Bhok Cu yang berjuluk Naga Hitam!"

   Kembali pria itu menuliskan diatas tanah setelah dengan ranting dia menghapus tulisan tadi sehingga permukaan tanah rata kembali.

   "Aku mau menjadi gurumu, dengan syarat bahwa selama dua tahun engkau ikut ke manapun aku pergi, mentaati semua perintahku, berlatih dengan tekun dan sekali saja engkau mencoba meninggalkan aku sebelum kuberi ijin, aku akan membunuhmu. Bagaimana?"

   Kim Hong terkejut. Betapa kerasnya peraturan orang ini. Akan tetapi, karena ia ingin sekali memiliki ilmu kepandaian yang dapat mengalahkan o-rang seperti gurunya, maka dengan nekat iapun mengangguk dan menjawab dengan suara yang tegas.

   "Teecu bersedia!"

   Si gagu lalu memberi isyarat kepada Kim Hong untuk naik kembali ke dalam perahu kecil. Kim Hong mentaati dan merekapun kembali ke dalam perahu. Si gagu mendayung perahu yang meluncur cepat seperti anak panah terlepas dari busu rnya.

   Demikianlah, semenjak hari itu, Kim Hong menjadi murid Si Naga Hitam yang gagu. Dia digembleng dengan keras dan tekun, dan karena Kim Hong memiliki bakat yang baik, dan iapun sudah memiliki dasar ilmu silat yang cukup mendalam berkat pendidikan Bouw Hun, ma ka dalam dua tahun digembleng, ia memperoleh kemajuan yang amat pesat. Bukan hanya ilmu silat, tenaga sakti sin-kang dan juga ilmu meringankan tubuh, akan tetapi juga gadis itu menerima ilmu bermain di dalam air. ia bukan saja pandai renang seperti ikan, akan tetapi juga tahan menyelam sampai lama, tidak seperti kemampuan orang biasa, dan di dalam airpun ia dapat bergerak dengan gesit.

   Selama dua tahun lebih, Kim Hong membuktikan bahwa biarpun ia suka berkelakar, lincah ga lak Jenaka dan ugal ugalan, namun ia taat dan tekun berlatih sehingga belum pernah gurunya yang gagu itu merasa kecewa atau menyesal. Bahkan sejak mempunyai Kim Hong sebagai muridnya, si gagu itu nampa k selalu cerah dan berseri, selalu gembira dan diam "diam dia amat menyayang gadis itu seperti anaknya sendiri. Itulah sebabnya maka dia ingin menjadikan Kim Hong seorang gadis yang benar-benar tangguh.

   Pada suatu hari, ia memanggil Kim Hong dan gadis itu seperti biasa, telah mempersiapkan sebatang ranting untuk menjadi alat tulis bagi gurunya sebagai pengganti kata-kata. Akan tetapi, kalau ada orang lain melihat cara guru itu "bicara"

   Kepada muridnya melalui tulisan, mereka akan terlongong heran. Si Naga Hitam sama sekali tidak mencoret ke atas tanah lagi seperti dua tahun yang lalu, melainkan dia menggunakan ranting itu untuk membuat gerakan mencoret"coret di udara!

   Dan hebatnya, Kim Hong dapat mengikuti setiap gerakan corat coret itu dan membacanya, walaupun tentu saja dipandang dari sudutnya yang berhadapan, huruf "huruf yang ditulis di udara itu terbalik! Inilah merupakan semacam ilmu yang dikuasainya karena kebiasaan.

   Selama dua tahun, gurunya selalu bicara engan coretan huruf dan gadis itu sedemikian hafal dengan gerakan itu sehingga lambat laun, gurunya tidak perlu lagi menulis di atas tanah, cukup membuat gerakan menulis di udara.

   Dan "ilmu"

   Ini ternyata mendatangkan kemajuan pesat bukan main dalam ilmu silat Kim Hong, karena pandang matanya kini amat peka dan tajam, dapat mengikuti gerakan ranting yang sengaja dipercepat oleh si gagu kalau dia menuliskan huruf di udara.

   "Semua ilmu simpanan telah kuajarkan padamu,"

   Demikian bunyi coretn di udara itu, diikuti dengan seksama oleh Kim Hong.

   "Akan tetapi aku ingin engkau memiliki kekebalan terhadap segala macam racun sehingga engkau tidak dapat dicurangi lawan yang jahat dan yang suka menggunakan racun untuk menjatuhkan lawan. Untuk keperluan itu, sekarang juga engkau harus pergi mencarii Ang-thouw-hek-coa (Ular Hitam Kepala Merah). Jangan kembali ke sini sebelum engkau membawa seekor Ang-thouw coa. Pergilah engkau ke Bukit Hitam di lembah sungai Yang-ce sebelah utara. Tempat itu a mat berbahaya, dan engkau berhati-hatilah. Sekali terkena gigitan ular itu, kekuatan tubuhmu tidak akan mampu melindungimu.Nah, berangkat lah dan jangan ragu!"

   Seperti biasa, Kim Hong menaati perintah ini. Setelah membawa bekal pakaian, iapun berangkat. Dan pada suatu pagi, tibalah ia di kaki Bukit Hitam dan sikapnya membuat para petani di kaki bukit itu terkejuf dan ketakutan, mengira ia seorang siluman.

   Biarpun Kim Hong memiliki watak yang lincah Jenaka, galak dan ugal-ugalan, akan tetapi iapun selalu waspada dan tidak ceroboh. Apa lagi melihat sikap para petani di kaki bukit, ia tahu bahwa bukit yang didaki itu merupakan te mpat yang berbahaya, Juga gurunya menuliskan bahwa Bukit Hitam merupakan tempat berbahaya dan ia harus berhati-hati. Itulah sebabnya, setelah memasuki hutan pertama, ia mendaki dengan hati-hati dan tidak tergesa-gesa waspada terhadap sekelilingnya.

   Dalam keadaan seperti itu, gadis ini waspada dan seluruh pancaindera dan urat syarafnya dalam keadaan peka dan siap siaga sehingga ada gerakan sedikit saja, ada bau apa saja dari pendengaran apa saja, ia pasti dapat menang kapnya dengan cepat. Inilah hasil dari kepekaan yang didapat karena selama dua tahun lebih, setiap hari ia mengikuti dan menangkap gerakan ranting di tangan suhunya setiap kali nbcaran ke padanya.

   Bukan hanya matanya yang amat jeli, juga pendengarannya sehingga ia dapat mengikuti gerakan ranting di tangan suhunya dengan pendengarannya saja. Tanpa melihatpun, ia dapat mendengarkan dan mengetahui huruf apa yang ditulis suhunya di udara!

   Tiba-tiba ia berhenti, hidungnya yang kecil mancung itu bergerak-gerak sedikit, atau lebih tepat lagi, cuping hidung yang tipis itu kembang kempis, ia mencium sesuatu!

   Di dalam hutan seperti itu yang hawanya lembab, memang terdapat banyak macam bau yang ditimbulkan oleh kebasahan tanah yang ditilami daun-daun kering membusuk, daun-daun yang

   basah, kembang-kembang hutan, kotoran binatang, dan sebagainya. Akan tetapi Kim Hong mencium bau bangkai!

   Tentu saja karena tidak berpengala manan dala m hal ini, ia tidak dapat me mbedakan bangkai apa yang menghamburkan bau busuk itu, bangkai binatang ataukah manusia, ia menghampiri dan menutupi hidung nya ketika melihat bahwa yang berbau busuk itu adalah mayat seorang manusia.

   Agaknya baru beberapa hari orang laki-laki itu tewas. Mukanya belum rusak, akan tetapi kulitnya sudah muai rusak dan membusuk. Sekali pandang saja tahulah Kim Hong bahwa orang itu tewas karena luka berat di kepalanya, bahkan kepala itu me lihat bentuknya sudah tidak utuh lagi, retak atau pecah.Dan ia melihat tanda penghitam seperti jari-jari tangan di pelipis kanan mayat itu.

   Kim Hong melanjutkan perjalanannya, mendaki ke atas. Dan di sepanjang perjalanan mendaki yang sukar karena tempat itu licin dan banyak terdapat jurang yang curam, ia me lihat mayat-mayat berserakan. Semua ada tujuh orang banyaknya! ia semakin waspada.

   Betul pesan suhunya, dan benar pula keterang an para petani tadi. Tempat ini berbahaya sekali. Melihat keadaan tujuh orang itu, yang tewas dengan tanda-tanda bekas jari menghitam, mereka tentulah bukan orang-orang sembarangan. Rata-rata bertubuh tegap dan kokoh kuat, dan di dekat mereka selalu terdapat senjata, agaknya senjata mayat itu. Ada pedang, golok, tombak dan lain-lain, yang kesemuanya menunjukkan senjata yang cukup baik. Ada pembunuh yang meninggalkan tapak jari hitam di tempat ini, pikirnya!

   Suara mendesis dari sebelah kiri membuat Kim Hong meloncat dan menjauh. Seekor ular yang panjangnya satu setengah depa bergerak cepat ke arahnya. Ular itu agaknya galak, berani menyerang manusia. Akan tetapi bukan ular yang ia cari karena ular ini belang-belang, dan panjang.

   Pada hal Ang-thouw-hek-coa, menurut suhunya, hanya sebesar ibu jari tangan dan panjangnya tidak lebih dari dua tiga jengkal saja. Tangan Kim Hong menya mbar sebatang ranting dan sekali ranting bergerak, ular itu melingkar-lingkar dan menggeliat-geliat sekarat dengan kepala tertembus ujung ranting yang menghunja m ke dalam tanah.

   Tiba-tiba pendengarannya menangkap suara nyanyian aneh, terdengar asing sekali baginya, lapun menyelinap di antara pohon-pohon dengan tetap waspada karena ia tidak mau ka lau tiba-tiba kakinya dipagut ular berbisa, ia menyusup-nyusup sampa i ke tempat dari mana suara itu datang dan tak-lama kemudian, ia sudah mengintai dari balik semak belu kar dengan mata terbelalak heran.

   Tigabelas orang duduk bersila di tempat terbuka dalam setengah lingkaran. Di depan setiap orang nampak sebatang hio besar menancap di atas tanah dan terbakar membara, mengeluarkan asap yang baunya aneh. Bau ini tadi bah kan pernah tercium oleh Kim Hong, akan tetapi disangkanya bau itu datang dari semacam kembang yang tidak dikenalnya.

   Dan tigabelas orang inilah yang bernyanyi, nyanyian dalam bahasa aneh yang tidak dikenal nya. Melihat pakaian mere ka, orang"orang itu tentu bangsa campuran. Ada yang berpakaian Han, ada yang seperti pakaian orang Uigur Man-cu, dan Mongol. Mereka terdiri dari se puluh orang laki-laki dan tiga orang wanita, usia mereka sekitar tiga puluh sampai empat puluh tahun.

   Suara nyanyian mereka semakin meninggi dan menggetarkan suasana. Kim Hong terkejut dan cepat mengerahkan sin-kan untuk melawan pengaruh suara yang menggetarkan jantungnya itu. Dan tak lama kemudian, tercium bau yang memuakkan, amis dan keras, dan nampak puluhan ekor ulat berbondong-bondong datang, berlenggang"lenggok memasuki tempat itu, ke dalam setengah lingkaran, berkumpul di tengah dan mereka nampak jinak-jinak! Ular-ular terus berdatangan sehingga jumlahnya tidak kurang dari seratus ekor, ada yang besar ada yang kecil dan dari bermacam warna. Dengan tertarik sekali Kim Hong me mandang dan mengamati dari tempat pengintaiannya, akan tetapi hatinya kecewa. Tidak seekorpun di antara banyak ular itu yang warnya seperti ular yang dicarinya. Tidak ada Ang"thouw-hek-coa di situ!

   Melihat demikian banyaknya ular, biarpun ia tidak takut, namun ia merasa jijik dan otomatis tangannya menyambar sebatang ranting untuk mempersiap kan diri kalau-kalau ular"ular menj ij ikkan itu tiba-tiba menyerangnya.

   Gurunya yang pertama, yaitu Bouw Hun kepala suku Khitan, pernah memberi tahu kepadanya bahwa untuk menghadapi ular-ular, paling baik mempergunakan ranting, terutama sekali ranting bambu. Sekali saja terkena sabetan ranting yang sebesar jari tangan, ruas tulang seekor ular dapat dibuat terlepas dan binatang itu tentu tidak dapat lari lagi. Menggunakan pemukul yang besar tidak menguntungkan karena ular itu pandai mengelak dengan tubuhnya yang berkulit licin. Sabetan ranting kecil yang melintang tidak dapat dielakkan.

   Kini tigabelas orang itu, yang taclinya bersila, berlutut clan menyembah-nyembah ke arah sekumpulan ular, dan mulut mereka masih mengeluarkan suara nyanyian aneh itu. Kim Hong dapat mencluga bahwa mereka ini aclalah segerombolan orang sesat penyembah ular!

   Pernah ia menclengar clari Bouw Hun bahwa memang terclapat orang-orang yang menyembah ular yang dianggap sebagai clewa-clewa tanah. Dan orang"orang seperti itu memiliki ilmu menalukkan ular, mereka aclalah pawang-pawang ular yang panclai clan juga ahli racun ular sehingga merupakan musuh yang amat berbahaya!

   Akan tetapi menurut guru pertamanya itu, para penyembah ular ini bukan orang yang suka melakukan kejahatan, ticlak suka merampok atau mengganggu orang lain clan hanya bertinclak keras kalau cliganggu. Mereka menclapatkan penghasilan dari menjual racun-racun ular kepacla rumah-rumah obat yang membutuhkan racun untuk berbagai keperluan pengobatan.

   Mereka ahli mengolah racun berbagai macam ular menjacli pel, clan setiap maca m racun ular tertentu me mpunyai manfaat tertentu pula. Racun-racun yang suclah menjacli pel itu amat mahal sehingga kehiclupan para penyembah ular ini cukup makmur.

   Tiba-tiba datang pula seekor ular besar dan ular itu menggigit bangkai seekor ular lain. Melihat ini, berdebar rasa jantung Kim Hong karena ia melihat betapa ular yang mati dan yang dibawa ular besar itu masih tertusuk ranting. Itulah ular yang menyerangnya tadi dan yang telah dibunuhnya!

   Seorang cli antara tigabelas orang itu, laki-laki berusia empat puluhan tahun, tubuhnya tinggi kurus seperti ular, matanya sipit clan hiclungnya pesek, bangkit clan menghampiri ular be sar, lalu memeriksa ular yang mati. Alisnya berkerut dan diapun berkata clalam bahasa Han kepada ular besar yang kulitnya keputih-putihan itu.

   "Pek- coa, kau cari pembunuhnya dan bawa dia ke sini, hidup atau mati!"

   Ular besar putih itu seolah mengerti apa yang diucapkan si mata sipit. Seperti seekor anjing pelacak, dia mencium-cium ke arah ranting yang masih menancap di kepala rekannya, kemudian diapun bergerak pergi dengan cepat, menghilang ke dalam rumpun ilalang!

   Diam-diam Kim Hong bergidik ngeri. Ketika ia memandang lagi, si mata sipit itu kini mengeluarkan sebatang pisau tajam, lalu melepaskan daging dan kulit ular yang mati itu dengan hati-hati agar jangan merusak tulangnya.

   Kemudian, daging itu dia kerat-kerat dan dia lemparkan ke arah ular-ular yang segera memperebut kannya seperti sekumpulan ayam kelaparan dilempar jagung. Dan tulang itu, masih utuh berikut kepalanya yang sudah dilepas dari ranting yang menembusnya, lalu dikubur di tengah "tengah lingkaran itu dengan dibantu oleh teman-temannya, kemudian mereka bersembahyang di depan "Makam"

   Kecil tulang ular itu!

   Kim Hong demikian tertarik sehingga dia agak lengah, tidak tahu bahwa ular besar putih itu bergerak perlahan menghampirinya dari belakang! Ular itu cukup besar, sebesar betis orang dewasa dan panjangnya ada dua meter!

   Baru Kim Hong tersentak kaget ketika hidungnya mencium bau wangi aneh di belakangnya, ia menengok dan hampir menjerit saking jijiknya ketika melihat ular putih itu sudah berada dekat di belakangnya dengan mata mencorong dan lidah merah keluar masuk moncongnya! Jelas ular itu, seperti seekor anjing pelacak, sudah menemukan yang dicarinya dan kini siap untuk menyerang !

   Kim Hong seorang gadis pemberani, bahkan tidak pernah mengenal takut. Apa lagi setelah kini ia menjadi lihai sekali karena gemblengan Hek-liong Kwan Bhok Cu, ia menjadi semakin berani.

   Akan tetapi, bagaimanapun juga ia tetap saja seorang wanita dan sebagian besar kaum wanita merasa ngeri dan jijik, bukan takut, kalau melihat ular. Kini, dalam keadaan jijik melihat ular putih itu tiba-tiba berada di belakangnya,setelah membalikdan berhadapan, Kim Hong tidak membuang waktu lagi. Pada saat ular itu membuka moncongnya hendak menyerang, ia mendahului dengan tusukan rantingnya yang tepat memasu ki moncong itu dan menembus ke belakang kepala! Ular itu menggeliat-geliat, dengan ekornya ia memukul ke kanan kiri sehingga menimbulkan suara gaduh.

   Dan tiba-tiba saja Kim Hong sudah mendapatkan dirinya terkepung oleh tigabelas orang itu yang memandang kepadanya dengan mata mengandung kemarahan.

   "Kiranya engkau, nona muda yang kejam, yang telah membunuh ular-ular kami! Agaknya engkau pula yang telah membunuhi beberapa orang kawan kami dengan kejam!"

   Bentak si mata sipit dan tiga belas orang itu sudah mencabut senjata mereka, yaitu sebatang suling baja yang ujungnya runcing seperti tombak.

   Agaknya para pawang ini mempunyai suling untuk memanggi ular dan alat inipun diperguna kan sebagai senjata. Kim Hong dapat menduga bahwa tentu ujung suling yang runcing itu mengandung racun me matikan, maka iapun bersikap waspada dan sekali tubuhnya bergerak, ia sudah meloncat ke arah tempat terbuka yang tadi dipergunakan untuk tempat sembahyang tigabelas orang itu.

   Maksudnya adalah untuk mencari tempat yang lapang agar leluasa ia menghadapi pengeroyo kan mereka. Akan tetapi, ia mendapat kenyataan yang mengejutkan, ia lupa bahwa di situ berkumpul seratus ekor ular! Dan benar saja, begitu ia terkejut karena teringat akan ular-ular itu, terdengar suara melengking, mungkin suara sebatang suling yang ditiup, dan seratus ekor ular-ular itu serentak menyerangnya dengan ganas!

   Kim Hong dalam keadaan serba salah, ia lalu meloncat pula dan tubuhnya sudah melayang naik ke atas pohon, aman dari serangan ular-ular itu.

   "Tahan!"

   Teriaknya kepada tiga belas orang itu.

   "Aku sama sekali tidak pernah membunuh kawan kalian dan kalau aku membunuh dua ekor ular itu, aku sekedar membela diri, bukan sengaja membunuh!"

   Akan tetapi tigabelas orang itu agaknya sudah marah dan penasaran sekali melihat dua ekor ular mereka terbunuh. Mereka ra mai-ramai mengepung pohon di mana Kim Hong berada dan mengacung-acungkan suling mereka dengan si kap mengancam.

   Tiba-tiba terdengar angin menyambar dahsyat, sesosok bayangan berkelebat dan seorang di antara tiga belas orang itu roboh dengan kepala retak! Semua orang terkejut dan di situ telah berdiri seorang laki-laki. raksasa yang menyeramkan!

   Pria itu berusia enam puluhan tahun, tubuhnya tinggi besar dan kokoh kuat seperti batu karang dan yang mengerikan adalah kulitnya yang hitam seperti arang! Yang nampak jelas hanya putih matanya saja karena rambut nya juga masih hitam semua. Mukanya penuh dengan brewok pula.

   Duabelas orang penyembah ular itu kini melupakan Kim Hong dan mereka mengepung si raksasa hitam. Orang yang bermata sipit dan berhidung pesek menudingkan,sulingnya kepada orang itu dan berseru marah.

   "Kiranya engkau yang telah membunuhi kawan-kawan kami selama beberapa hari ini?"

   Kakek raksasa itu mengebut-ngebutkan ujung pakaiannya yang mewah sambil tertawa terkekeh-kekeh. Biarpun seluruh kulitnya hitam arang akan tetapi kakek raksasa itu berpakaian indah dan bersih, sampai sepatunyapun mengkilap dan dia seorang pesolek karena ra mbut-nyapun tersisir rapi dan berkilauan ka rena diminyaki. Rambutnya diikat dengan sutera merah dan gelung rambutnya dihias tusuk gelung dari emas permat berbentuk seekor harimau.

   "Ha-ha-heh-heh-heh, mereka tidak mau menyerahkan racun-racunnya kepadaku, maka kubunuh! Dan akupun membunu temanmu itu, agar kalian tidak banyak cing-cong lagi. Cepat serahkan seluruh pengumpulan racun kalian kepadaku kalau kalian menghendaki hiclup!"

   Si mata sipit hiclung pesek mengeluarkan suara melengking clari mulutnya, clan seratus ekor lebih ular-ular itu kini menyerbu ke arah si raksasa hitam.

   Kakek itu masih tertawa bergelak. clan keclua tangannya bergerak menclorong ke clepan, ke arah ular-ular itu. Dan, serangkum angin keras clan kuat sekali menyambar ke arah ular-ular itu yang terlempar jauh ke belakang seperti sekumpulan daun kering diterbangkan angin taufan!

   Duabelas orang itu terkejut clan merekapun serentak maju mengeroyok kakek raksasa. Akan tetapi, kembali kakek itu menggerakkan keclua tangannya clan empat orang yang beracla paling clekat clengannya, terjengkang ke belakang clan terguling-gu ling. Ka lau semua o-rang terkejut, kakek itu tertawa bergelak.

   "Ha-ha-ha, kalau kalian semua ma mpus clan aku ticlak memperoleh racun racun itu, berarti kita bersama menclerita rugi! Sebaliknya, cepat serahkan emua racun yang telah kalian kumpulkan, clan aku ticlak akan membunuh kalian, berarti kita bersama menclapat keuntungan!"

   Mestika Burung Hong Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Jelas bahwa kakek itu ticlak segera membunuh karena clia mengharapkan untuk memperoleh pel-pel beracun yang amat berharga clari sekelompok orang penyembah ular itu.

   

Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo Pendekar Bodoh Karya Kho Ping Hoo Naga Beracun Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini