Ceritasilat Novel Online

Mestika Burung Hong Kemala 6


Mestika Burung Hong Kemala Karya Kho Ping Hoo Bagian 6



Dengan singkat Si Naga Hitam mem buka rahasia dirinya kepada muridnya, pada hal selama bertahun-tahun ini dia menyembunyikan atau merahasiakannya. Hal ini adalah karena dia memang merasa sayang sekali kepada muridnya itu, yang dianggap seperti anaknya sendiri.

   Dalam kehidupannya yang kosong dan kering selama bertahun-tahun ini, dia merasa hidupnya ada artinya kembali setelah Kim Hong menjadi muridnya. Gadis itu bagaikan sinar terang yang sedikit banyak menerangi pula hatinya yang gelap.

   Beberapa tahun yang lalu dia masih menjadi seorang tokoh dari perkumpulan rahasia Beng-kauw, sebuah perkumpulan golongan hitam yang sesat dan aneh. Karena Kaisar Beng Ong pernah mengirim pasukan menyerang dan mengobrak abrik sarang Beng-kauw, maka timbul dendam terhadap kaisar itu dan pada suatu hari, Kwan Bhok Cu mendapat tugas dari Bengkauw untuk membunuh Kaisar Beng Ong.

   Dia mendapat kepercayaan ini karena dia merupakan orang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, juga hidup membujang sejak muda sehingga andaikata dia gagal dalam tugasnya dan tewas, tidak ada anggauta keluarganya yang akan kehilangan.

   Pada suatu malam yang gelap dan dingin, Kwan Bhok Cu berhasil menyusup ke dalam istana. Dalam pencariannya terhadap Kaisar Beng Ong, dia melihat seorang selir kaisar yang membuatnya tergila-gila. Dia menangkap selir itu untuk dipaksa menunjukkan di mana adanya kaisar.

   Akan tetapi, selir itu bahkan membuat dia tergila-gila karena selir itu luar biasa cantiknya, ia adalah selir yang dikenal sebagai Puteri Harum, yaitu Yang Kui Hui. Wanita cantik ini baru sebulan menjadi selir Kaisar Beng Ong, atau jelasnya, dirampas dari suaminya, yaitu Pangeran Shou dan dipaksa menjadi selir kaisar.

   Mendengar betapa pria tampan dan gagah itu hendak membunuh kaisar, Yang Kui Hui membujuk nya agar jangan melakukan perbuatan nekat dan berbahaya itu. Kwan Bhok Cu terbujuk, bahkan jatuh cinta kepada Yang Kui Hui. Wanita ini, demi menyelamatkan nyawa kaisar, rela menyerahkan diri kepada Kwan Bhok Cu.

   Mereka mengadakan hubungan dan Kwan Bhok Cu disembunyikan oleh Yang Kui Hui. Sampai tiga hari dia berhasil bersembunyi. Pada hari keempat, atas pemberitahuan Yang Kui Hui, dia disergap sepasukan pengawal. Kwan Bhok Cu menggunakan kepandaiannya menyelamatkan diri keluar dari istana.

   Tentu saja dia dianggap pengkhianat oleh Beng-kauw, juga oleh para tokoh kangouw, apa lagi setelah pasukan pemerintah kembali menyergap Beng-kauw dan orang-orang kangouw yang sedang megadakan pertemuan di markas Beng-kauw Pasukan dapat mengetahui sarang baru itu karena diberi tahu oleh Yang Kui hui.yang berhasil mengorek rahasia dari mulut Kwan Bhok Cu yang tergila-gila kepadanya.

   "Demikianlah,"

   Kwan Bhok Cu mengakhiri ceritanya melalui tulisan di udara.

   "orang-orang kang ouw memusuhi ku dan hendak membunuhku. Para pimpinan Beng-kauw mengusirku dan tidak mengakui aku lagi, akan tetapi masih melindungiku dengan pernyataan bahwa mereka telah membu nuhku. Aku terpaksa menyembunyikan diri dan menjadi orang gagu. Siapa kira, hari ini rahasia ku diketahui Sam Mo-ong yang tentu akan menuntut kepada Beng-kauw, Keselamatanku terancam, aku harus pergi sekarang juga dari sini."

   "Akan tetapi, suhu. Mengapa kita harus lari? Biar kita lawan siapa saja yang hendak membunuh suhu!"

   Kata Kim Hong marah.

   "Tidak mungkin kita mampu menandingi para tokoh Beng"kauw. Mereka terlalu banyak. Juga aku tidak mau memusuhi mereka, aku dibesarkan di antara mereka. Aku tidak ingin membuat engkau ikut menjadi korban. Di samping itu, aku mempunyai tugas untukmu yang harus kau laksanakan."

   Tulis Kwan Bhok Cu.

   Kim Hong merasa terharu membaca tulisan tentang riwayat suhunya itu ia dapat membayangkan ketika suhunya menangkap selir itu untuk dipaksa menunjukkan tempat di mana kaisar berada, betapa selir yang cantik jelita telah menjatuhkan hati suhunya yang selalu hidup membujang. Karena jatuh cint kepada selir kaisar, suhunya kehilangan segala-galanya, bahkan diasingkan dari Beng-kauw, dimusuhi orang-oran kangouw.

   "Katakan, apakah tugas itu, suhu ? Teecu akan melaksanakan semua perintah suhu."

   "Banyak hal terjadi di kota raja,"

   Tulis Si Naga Hitam.

   "Panglima An Lu Shan dari Peking telah menyerbu dan menguasai kota raja Tiang-an. Kaisar melarikan diri ke barat, ke Se-cuan. kabarnya, dalam perjalanan mengungsi itu, selir Yang Kui Hui telah dijatuhi hukuman mati, demikian pula saudaranya, Menteri Yang Kok Tiong. Kaisar terlunta-lunta diSe-cuan dan mungkin sedang menghimpun kekuatan. Ada desas-desus bahwa pusaka istana yang menjadi andalan kekuasaan kaisar, yaitu Giok-ong-cu (Mestika Hong Kemala) hilang, sekarang, aku minta agar engkau suka membantu kaisar, kalau mungkin mencari dan merampas kembali pusaka itu dan mengembalikan kepada kaisar yang berhak. dan juga, engkau harus membantu Kerajaan Tang untuk bangkit kembali, membantu untuk menghancurkan pemberontak An Lu Shan itu."

   Diam-diam Kim Hong merasa heran mengapa gurunya demikian sungguh-sungguh membela kaisar. Agaknya tidak mungkin kalau hal ini didorong oleh kesetiaannya kepada kaisar. Bukankah pernah gurunya itu bahkan hampir membunuh Kaisar Beng Ong? Ataukah gurunya ingin menebus dosa, dan juga membela kematian Yang Ku i Hui yang tetap dicintanya? ia tidak mengerti dan tidak mampu mencari jawabannya, juga tidak berani bertanya kepada gurunya yang nampak sudah sedemikian sedih nya.

   "Baik, suhu. Teecu akan menaati perintah suhu. Lalu, kapan kiranya kita dapat bertemu dan berkumpul kembali?"

   Si Naga Hitam tersenyum dan menulis.

   "Jangan tanyakan itu. Kalau Tuhan masih memberiku usia panjang, suatu saat kita pasti akan saling jumpa. Aku tidak akan berada di sini lagi karena tak lama lagi tentu banyak tokoh kang-ouw akan menyerbu ke sini."

   Setelah berkemas, membawa buntalan pakaian dan menerima sekantung berisi beberapa potong emas dan perak sebagai bekal perjalanan, Kim Hong berpisah dari gurunya, meninggalkan Bukit Nelayan, dan menyusuri Sungai Huai menuju ke barat, ia mempunyai dua mac m tugas dalam hidupnya, yaitu pertama ia akan pergi mencari ayahnya yang belum pernah dilihat seumur hidupnya, ia hanya tahu dari ibunya bahwa ayahnya bernama Can Bu, seorang laki-laki yang gagah perkasa, akan tetapi ia tidak tahu di mana ayahnya berada.

   Akan tetapi mengingat cerita ibunya bahwa ayahnya adalah seorang perwira, besar kemungkinan ia akan mendapatkan keterangan tentang ayahnya di kota raja. Sayang sekali, sekarang terjadi pergolakan di kota raja, bahkan kaisarnya melarikan diri dan kota raja diduduki oleh pemberontak An Lu Shan.

   Adapun tugas kedua adalah tugas yang diperintahkan gurunya kepadanya, yaitu membantu kaisar, menentang An Lu Shan, dan membantu kembalinya Giok-hong-cu yang hilang.

   Berita tentang hilangnya mestika burung Hong Kemala telah tersebar di dunia kangouw, menarik perhatian para tokoh kangouw karena semua orang maklum bahwa benda itu merupakan pusaka yang amat berharga bahkan menjadi tanda kekuasaan seorang kaisar! Tentu saja setiap orang ingin memilikinya. Kaisar sendiri dan juga Panglima Kok Cu terkejut dan terheran-heran mendengar desas-desus lenyapnya pusaka itu tersiar di luar.

   Padahal, hanya mereka berdua yang mengetahuinya, bahkan, telah dibuatkan yang palsu untuk menggantikan yang hilang. Mereka berdua tidak tahu bahwa ketika mereka bicara tentang hilang nya pusaka itu, pembicaraan mereka terdengar oleh seorang thai-kam.

   Thaikam ini memang sudah menaruh curiga ketika Panglima Kok menggeledah seluruh rumah Menteri Yang Kok Tiong, bahkan menggeledah pakaian yang mene mpel di mayat bekas menteri itu! Dan thaikam itulah yang menyebarkan berita kehilangan pusaka itu keluar.

   Pemuda itu tidak pantas sekali menjadi pengemis. Dia berusia duapuluh satu tahun, mukanya bundar dan bersih, alis matanya tebal dan sinar matanya tajam, wajah yang tampan dan tubuh yang tegap sedang itu sama sekali tidak menunjukkan bahwa dia seorang pemuda yang lemah atau pemalas, yang pantas mengemis. Sama sekali tidak!

   Bahkan biarpun dia mengenakan pakaian yang penuh tambalan, namun pakaiannya bersih dan gerak geriknya halus lembut, bahkan agung. Akan tetapi kenyataannya, di berada di kuil tua yang tak dipakai lagi itu, tempat yang biasanya hanya menjadi tempat persinggahan para pengemis, dengan pakaian tambal"tambalan, duduk bersila di lantai berhadapan dengan seorang pengemis lain yang usianya sudah enam puluh dua tahun, tubuhnya kurus kering dan bongkok, rambutnya riap-riapan kelabu, jenggotnya panjang, juga pakaiannya penuh tambalan.

   Akan tetapi, seperti juga pengemis muda tadi, biar pakaiannya penuh tambalan, namun pakaian itu bersih, dan tubuhnya juga bersih, tanda bahwa dia sering kamar mandi membersih kan tubuhnya.

   Mereka memang pengemis. Akan tetapi mereka memang pengemis istimewa, guru dan murid yang luar biasa karena pengemis tua itu terkenal sekali di dunia persilatan. Dia adalah Sin-tung Kai-ong (Raja Pengemis Tongkat Sakti) yang namanya terkenal dari Tiang-an (kotaraja) sampai ke Lok"yang, ibu kota ke dua.

   Dan muridnya itupun seorang pengemis aneh, karena dia adalah seorang pemuda bangsawan, putera mendiang Menteri Yang Kok Tiong, keponakan mendiang selir kaisar Yang Kui Hui yang terkenal! Pemuda itu adalah Yang Cian Han yang seperti telah kita ketahui, dua tahun yang lalu menjadi murid pengemis tua itu dan ke manapun gurunya pergi, dia ikut dan juga dia hidup sebagai seorang pengemis. Pengemis aseli karena dia diharuskan mengemis untuk mendapatkan uang atau makanan bagi mereka berdua!

   Dapat dibayangkan betapa hebat perubahan hidup yang dialami Cin Han. Tadinya, sebagai putera Menteri Yang Kok Tiong, dia hidup berenang dalam kemuliaan dan kemewahan. Pakaian apapun yang dikehendaki, makanan mahal bagaimanapun yang diinginkan, dia tinggal perintah saja dan semua itu akan dihadapkan kepadanya. Apa lagi mengemis! Makan makanan sederhanapun belum pernah dia rasakan.

   Selalu daging dan sayur pilihan, yang serba mahal dan dimasak oleh koki yang pandai. Sekarang, untuk dapat makan bersama gurunya, dia diharuskan mengemis makanan seadanya atau uang pembeli makanan yang murah. Terpaksa Cin Han menaati perintah gurunya. Hanya satu hal dia pantang, yaitu menerima makanan bekas! Biar murah dan sederhana, makanan yang cliberikan kepadanya haruslah baru dan bukan sisa!

   "Suhu, teecu mohon suhu clapat mengijinkan teecu pergi. Teecu berjanji kan segera kembali menemani clan mela-ani suhu setelah teecu tahu apa yang telah terjacli clengan ayah clan ibu teecu,"

   Pemuda itu berkata dengan suara memohon.

   Akan tetapi, kakek pengemis itu menggeleng kepalanya.

   "Tenang dan sabarlah, Cin Han. Apakah percuma saja sela ma ini aku mengajarkan ketenangan clan kesabaran kepaclamu?"

   Tegur kakek itu.

   Cin Han menghela napas. Tentu saja selama dua tahun ini, selain mendapatkan tambahan ilmu silat yang hebat dari gurunya, da juga menclapatkan ha l lain yang amat berharga.

   Kehiclupan sebagai pengemis membuat dia dapat merasakan kesengsaraan orang-orang yang miskin dan kelaparan, membuat dia menjacli rendah hati, dan biarpun dahulu dia bukan seorang pemuda bangsawan yang sombong, namun semua sisa keangkuhan sebagai bangsawan, kini terhapus oleh kehiclupan sebagai pengemis selama dua tahun ini.

   "Suhu tentu telah mengetahui keadaan hati teecu. Teecu cukup sabar, akan tetapi, kalau teecu tidak cepat menyelidiki keadaan ayah ibu teecu, bukankah teecu menjadi seorang anak yang tidak berbakti terhadap orang tua? Tentu suhu juga tidak suka mempunyai seorang murid yang murtad kepada ayah ibu sendiri."

   "Hemm, engkau tidak perlu memancing hatiku, Cin Han. Engkau tahu, peristiwa di kota raja adalah peristiwa pemberontakan, perang dan kita sama sekali tidak dapat mencegahnya. Bagaima na mungkin kita mencegah gerakan ratusan ribu pasukan? Tuhan Maha Adil, siapa menanam dia menuai dan memakan hasil tanamannya. Itulah huku m karma, Cin Han. Kalau orang tuamu dahu lu menana m bibit yang baik, tentu sekarang memetik hasil buah dari tanaman itu dan menikmati nya, kalau sebaliknya, jangan engkau penasaran! Aku mendengar bahwa Kaisar telah melarikan diri ke barat, dan kota raja telah diduduki pemberontak An Lu Shan. Engkau tidak dapat mela kukan apapun untuk me ngubahnya."

   "Akan tetapi, suhu. Teccu hanya ingin melihat keadaan ayah dan ibu. Siapa tahu, mereka membutuhkan bantuan teccu."

   "Baik, engkau boleh meninggalkan ku, akan tetapi engkau harus lebih dahulu menyempurnakan ilmu tongkat yang terakhir kuajarkan kepadamu."

   "Tai-hong-pang (Tongkat Angin Ribut)? Wah, sukar sekali, suhu...."

   "Tidak ada kata sukar bagi orang yang penuh semangat. Kalau engkau sudah menyempurnakan ilmu tongkat itu sehingga mampu menandingi ku selama lima puluh jurus dan tidak sampai roboh olehku, baru engkau boleh pergi. Kalau engkau diam-diam meninggalkan aku, aku akan mencarimu dan membunuhmu! Nah, aku sudah bicara, laksanakan!"

   Melihat sikap gurunya, Cin Han tidak berani membantah. Dan saat itu juga, dia pergi ke belakang kuil tua dan berlatih ilmu silat tongkat yang baru dipelajarinya itu dengan tekun. Ilmu tongkat itu sukar bukan main, akan tetapi hasilnya juga luar biasa. Kalau gurunya yang memainkan tongkatnya dengan ilmu tongkat Angin Ribut itu, maka angin menyambar"nyambar seperti badai menyerang! Dia sudah dapat membuat tongkatnya bergerak mendatangkan angin kuat, akan tetapi belum dapat sambung menyam bung seperti kalau suhunya yang bersilat.

   Siang malam Cin Han berlatih ilmu tongkat itu, hanya berhenti untuk makan kalau sudah lapar sekali dan tidur kalau sudah mengantuk sekali. Diapun tiada hentinya minta petunjuk gurunya. Dengan ketekunan yang luar biasa, semangat yang bernyala-nyala, akhirnya dalam waktu sebulan saja, Cin Han sudah memperoleh kemajuan pesat sehingga ketika Sin-tung Kai-ong menguj inya, dia mampu menahan tongkat suhunya selama lima puluh jurus!

   "Bagus! Sekarang aku tidak khawatir lagi melepasmu, Cin Han Ketahuilah bahwa sebulan yang lalu aku sengaja menahanmu dan lihat hasilnya. Engkau berlatih dengan tekun sekali sehingga dalam waktu sebu lan engkau sudah dapat menguasai Tai-hong-pang dengan baik. Sebulan yang lalu,terus terang saja, aku masih merasa khawatir membiarkan engkau pergi karena kalau bertemu lawan tangguh, engkau masih belum memiliki suatu ilmu yang benar-benar dapat diandalkan. Akan tetapi sekarang, dengan Tai-hong-tung, engkau akan dapat menjaga dirimu lebih baik. Nah, sekarang engkau boleh pergi, Cin Han."

   Kalau sebulan yang lalu dia ingin sekali pergi meninggalkan gurunya untuk melihat keadaan orang tuanya di kota raja, sekarang begitu gurunya menyuruh dia pergi, Cin Han tertegun. Selama dua tahun ini, dia sudah akrab sekali dengan pengemis tua itu yang menjadi gurunya, juga pengganti orang tuanya, dan juga sahabat baiknya. Dan kini dia di suruh pergi!

   "Tapi.... setelah urusan teecu selesai, ke mana teecu harus mencari suhu?"

   Mendengar pertanyaan ini, Sin-tung Kai-ong tertawa.

   "Ha- ha-ha, mau apa engkau mencariku? Apakah engkau akan hidup terus sebagai seorang pengemis? Tida k, Cin Han. Sudah cukup aku memberikan semua ilmuku kepadamu. Aku mempunyai tugas yang harus kaulaksanakan dengan baik."

   "Katakanlah, suhu. Perintah apa yang harus teecu kerjakan? Pasti akan teecu laksanakan sekuat dan semampu teecu!"

   Kata Cin Han penuh semangat.

   "Bagus! Aku tidak re la mendengar Kerajaan Tang dirobohkan oleh pemberontakAn Lu Shan, seorang keturunan Khitan Turki! Aku ingin engkau menyusul kaisar yang melarikan diri ke barat, membantu kaisar menghadapi pemberontak!"

   "Baik, suhu. Akan teecu laksanakan dengan taruhan nyawa!"

   Jawab Cin Han yang menganggap bahwa tugas itu memang sudah sepantasnya. Andaikata tidak diperintah gurunya sekalipun, dia tentu akan membela kaisar dan menentang pemberontak.

   "Akan tetapi ingat! Aku tidak ingin melihat engkau terperosok seperti ayahmu, tidak ingin engkau terseret ke dalam kelompok penjilat di istana yang paling memperebutkan kedudukan. Engkau membantu kaisar menentang pemberontakanya karena engkau berkewajiban untuk membela kebenaran dan keadilan, meredakan kekacauan demi ketenteraman dan mencegah penindasan yang dilakukan oleh pemberontak Khitan itu."

   "Teecu mengerti, suhu. Teecu juga sudah muak melihat kepalsuan yang memenuhi istana, kemunafikan dan perebutan kekuasaan."

   Pada hari itu juga, Cin Han meninggalkan gurunya. Karena muridnya bukan anggauta kai-pang (perkum pulan pengemis), maka Sin-tung Kai-ong mengijinkan muridnya berganti pakaian seperti biasa. Akan tetapi, rasanya sudah keenakan bagi Cin Han mengenakan pakaian tambal-tambalan itu, apa lagi, dia akan memasuki kota raja dan dia harus menyamar.

   Kalau sampai memerintah pemberontak tahu bahwa dia adalah putera Menteri Yang Kok Tiong, tentu dia akan ditangkap dan dibunuh. Demikianlah, dia masih mengenakan pakaian tambal-ta mbalan seperti biasa, bahkan kini melengkapi dirinya dengan sebatang tongkat yang nampaknya saja buntut, namun kalau dia memainkan tongkat itu dengan ilmu tongkat Angin Ribut, akibatnya tentu akan hebat bagi lawannya.

   Semua tamu yang sedang makan minum dalam rumah makan itu tidak ada yang menoleh dan me mandang gadis yang baru saja memasuki rumah makan dengan mata terbelalak penuh kekaguman dan keheranan.

   Gadis itu demikian cantik jelita dan gagah, dan pakaiannya yang serba hitam itu membuat kulit muka, leher dan tangannya yang nampak menjadi semakin putih mulus. Dan gerak gerik gadis itu demikian lincah. Seorang gadis muda, baru sembilan belas tahun usianya, memasuki rumah makan besar seorang diri dengan sikap demikian santai dan bebasnya, tidak kelihatan rikuh sama sekali walaupun puluhan pasang mata seperti hendak menelannya bulat-bulat.

   Rumah makan itu merupakan rumah makan terbesar di kora raja Tiang-an. Semenjak kota raja itu diduduki pemberontak An Lu Shan yang mengangkat diri sendiri menjadi kaisar, rumah makan itu masih tetap buka karena mendapatkan dukungan dari seorang pembesar yang berkuasa dalam pemerintahan baru itu, dan harga makanannya amat mahal karena selain tidak ada rumah makan lain sebesar dan selengkap itu, juga masakannya serba mewah.

   Hanya orang-orang yang memiliki banyak uang saja berani masuk ke rumah makan itu dan makan minu m. Pada siang hari itu, tidak kurang dari tiga puluh orang makan di situ, terdiri dari para pedagang dan pejabat. Ada juga wanita yang ikut makan, akan tetapi mereka itu terdiri dari keluarga bangsawan yang lembut atau gadis-gadis penghibur yang genit, yang diajak oleh para pria yang hendak bersenang"senang.

   Maka, muncul lah gadis berpakaian serba h ita m itu a mat menonjol, bukan hanya karena kecantikan nya, akan tetapi juga karena ia sungguh berbeda dengan para wanita yang berada di situ. ia sama sekali tidak nampak lembut, bahkan nampak gagah dan sinar matanya mencorong berani, juga sama sekali tidak genit, bahkan pada senyum di bibirnya terkandung sesuatu yang dingin dan galak.

   Karena para pelayan sedang sibuk melayani banyak tamu, gadis berpakaian hitam itu menoleh ke sana sini mencari tempat kosong dan akhirnya ia menghampiri sebuah meja kosong yang berada di sudut kanan, Ia tidak perduli akan pandang mata semua orang yang ditujukan kepadanya, Ia sudah tahu beta pa mata laki-laki sebagian besar berminyak kalau melihat gadis cantik, Ia tidak lagi merasa bangga, bah kan muak karena maklum bahwa kekaguman mereka itu mengandung berahi dan kenakalan, Ia hanya memandang ke kanan kiri, matanya mencari-cari dan akhirnya ia melihat seorang pelayan terdekat.

   "Heii, bung pelayan, ke sinilah, aku hendak memesan makanan!"

   Teriaknya dan suaranya yang merdu namun nyaring itu membuat orang-orang semakin tertarik, ia memang cantik jelita dan gagah, terutama sekali mata dan mulutnya.

   Pada mata dan mulutnyalah terletak daya tarik yang paling kuat dan ke cantikannya nampa k agak asing, seperti yang terdapat pada wanita-wanita peranakan. Seorang pelayan tergopoh menghampiri dan pelayan yang usianya sekitar tiga puluh tahun ini juga terheran melihat gadis itu duduksendirian saja tanpa teman, tanpa pengawal pria.

   "Nona hendak memesan apakah?"

   Tanyanya sambil membungkuk, dengan kain lap di pundak.

   "Berikan saja nasi putih dan tiga macam masakan yang paling lezat di restoran ini, dan anggur manis, juga air teh. Cepatan sedikit!"

   Kata gadis itu.

   Pelayan itu nampak tertegun.

   "Tiga macam masakan? Apakah nona menanti kawan?"

   Gadis itu menoleh dan sinar matanya yang mencorong membuat pelayan itu undur selangkah.

   "Kawan? Apa maksud mu?"

   "Tiga macam masakan itu banyak sekali, nona. Juga harganya amat mahal, apa lagi nona menghendaki yang paling lezat. Nona makan sendiri tidak akan habis dan membayarnya......"

   "Tukk!"

   Gadis itu memukul meja dengan tangannya dan nampak sepotong emas di atas meja itu.

   "Apakah harganya lebih dari ini?"

   Pelayan itu terbelalak, lalu tersenyum-senyum dan membungkuk-bungkuk.

   "Tentu saja tidak, nona.... maafkan saya, akan saya sediakan secepatnya."

   Diapun mundur untuk memenuhi pesanan gadis itu.

   Sejak tadi, empat orang yang duduk menghadapi sebuah meja yang penuh masakan dan guci arak, memperhatikan gadis itu dan seorang di antara mereka, pria berusia lima puluhan tahun yang matanya sipit dan sejak tadi mengelus jenggot panjangnya dengan mata seperti hendak menelan gadis itu bulat bulat, segera berbisik kepada seorang laki-laki yang berdiri di bela kangnya.

   Ada dua orang laki-laki tinggi besar yang berdiri di belakang pria ini dan melihat pakaian mereka berdua, jelas dapat diketahui bahwa mereka adalah sebangsa tukang pukul atau pengawal pria itu yang melihat pakaiannya tentu seorang pejabat. Tiga orang lainnya juga berpakaian pejabat, akan tetapi melihat sikap mereka terhadap pria berjenggot panjang, dapat diduga bahwa mereka merupakan orang-orang bawahan. Agaknya pejabat itu makan minum ditemani tiga orang pejabat rendahan, dan dijaga oleh dua orang pengawal atau tukang pukul.

   Seorang bawahan yang tubuhnya kurus dan mukanya penuh jerawat, usianya sekitar tiga puluh tahun, mendengar pula bisikan itu dan diapun tersenyum.

   "Biarkan saya yang membujuknya, tai-jin,"

   Katanya.

   Pejabat itu mengangguk"angguk senang dan bawahannya itu la lu bang kit berdiri, mengha mp iri meja gadis berpakaian hitam itu dan menyeringai lalu berbisik.

   "Nona, engkau memperoleh kehormatan besar sekali. Hari ini engkau seperti kejatuhan bulan dan aku mengucapkan selamat atas keberuntungan mu, nona."

   Gadis itu mengerutkan alisnya dan matanya mencorong.

   "Hemm, apakah engkau ini mabok ! Atau memang miring otakmu? Pergilah, aku tidak mengerti apa yang kau ocehkan!"

   Mendapat tanggapan seketus itu, si kurus kering menjadi merah mukanya, akan tetapi diapun memandang marah.

   "Ihh,tak tahu diuntung! Kaulihat dia itu, nona. Dia adalah Wong"taijin (Pembesar Wong), kedudukannya tinggi, berkuasa dan kaya raya. Dia tertarik kepadamu dan dia mengundangmu untuk duduk semeja dengan dia."

   Gadis itu mengerling ke arah meja yang ditunjuk dan melihat si jenggot tersenyum menyeringai, memperlihatkan gigi yang hitam karena tembakau dan mengangguk-angguk kepala dengan sikap angkuh akan tetapi genit.

   "Katakan padanya bahwa melihat mukanya saja aku sudah muak, kalau makan bersamanya aku dapat muntah. Pergilah!"

   Kata gadis itu kepada si kurus kering, suaranya tidak lirih lagi sehingga dengan mudah dapat terdengar oleh mereka yang duduk di meja lain sehingga banyak di antara mereka yang memandang khawatir Gadis itu berani menghina Wong"Taijin!

   Si kurus kering muka jerawat yang mendengar usiran itu, terbelalak akan tetapi dasar dia seorang penakut, diapun melangkah kembali ke meja atasannya, sikapnya seperti seekor anjing pergi ketakutan menekuk ekornya.

   "Kalian bawa dia ke sini!"

   Kata pembesar Wong dengan muka kemerahan ke pada dua orang pengawalnya yang bertubuh tinggi besar.

   Mereka adalah kakak beradik, jagoan "jagoan yang diangkat sebagai pengawal oleh Wong Taijin, seorang yang menjabat kedudukan jaksa, jabatan yang memiliki kekuasaan besar dan ditakuti., dalam pemerintahan baru itu.

   Dua orang jagoan itu berusia kurang lebih tiga puluh tahun, keduanya memiliki tubuh yang tinggi besar berotot, yang seorang berkepala botak yang kedua brewok menakutkan, dan di pinggang mereka tergantung golok besar. Baru melihat saja orang tentu akan merasa gentar, apa lagi kalau mereka memandang dengan mata melotot dan wajah beringas.

   Dengan langkah lebar, dua orang jagoan itu menghampiri meja gadis berpaka ian hita m. Si brewok berkata.

   "Nona,majikan kami minta agar nona duduk semeja dengan beliau!"

   Gadis itu hanya mengerling dan mendengus sambil membuang muka.

   "Huh, kalian menyebalkan. Pergilah!"

   Tentu saja si brewok menjadi marah. Kalau saja majikannya tidak menyuruh dia me mbawa gadis itu ke meja majikannya, tentu telah dijambak rambut gadis itu dan diseretnya. Dia tahu bahwa majikannya tertarik kepada gadis ini, ma ka dia tidak berani bersikap kasar, apa lagi menyakitinya.

   "Nona,- kalau engkau tidak mau, terpaksa akan kuangkat bersama kursi yang nona duduki,"

   Berkata demikian, dia memegang sandaran kursi itu.

   "Hemm, macam kamu ini kuat mengangkatku?"

   Gadis itu mengejek.

   Si brewok menjadi marah dan dia mengerahkan tenaga pada kedua lengannya dan mengangkat kursi itu. Dia merasa yakin akan mampu mengangkat kursi itu bersama gadis yang duduk di atasnya. Apa lagi baru gadis mungil yang tentu amat ringan itu, biar ditambah dua orang lagipun dia akan ma mpu mengangkatnya.

   Akan tetapi, terjadi keanehan yang bukan saja mengejutkan si brewok, mela inkan juga mengherankan temannya yang botak dan empat orang pembesar yang duduk di meja sebelah. Biarpun dia mengerah kan tenaga sampai mengeluarkan suara ah-ah-uh-uh, namun kursi itu tidak dapat terangkat! Sedikitpun tidak bergerak, apa lagi terangkat!

   Melihat keanehan itu, Jaksa Wong segera berkata kepada si botak.

   "Bantu dia!"

   Kini si botak, walaupun agak sungkan dan malu harus menggunakan tenaga dua orang untuk mengangkat seorang gadis mungil saja, melangkah maju dan ikut memegang kursi itu lalu mengerahkan tenaga bersama temannya.

   Mereka mengerahkan tenaga dalam waktu yang sama, mencoba untuk mengangkat kursi itu.

   "Aughhhh krekkkk!!"

   
Mestika Burung Hong Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Keduanya terhuyung dan hampir terpelanting ketika sandaran kursi itu patah, akan tetapi gadis itu masih tetap duduk dengan santai sambil memandang kepada mereka dengan senyum mengejek.

   Kini semua orang terkejut dan heran. Baru ke munculannya seorang diri di rumah makan itu saja sudah

   menimbulkan keheranan, dan kini ditambah lagi gadis itu berani menghina Jaksa Wong, dan lebih-lebih

   lagi kini gadis itu mampu bertahan di kursinya dan dua orang tukang pukulnya itu tidak mampu meng angkatnya! Hal ini tidak akan mengherankan bagi siapa yang mengenal gadis itu karena ia bukan lain adalah Can Kim Hong, murid tersayang dari Hek liong Kwan Bhok Cu!

   Gurunya memang sudah memesan agar ia berhati-hati dan tidak menonjolkan kepandaiannya di kota raja. Dan Kim Hong pun tadinya tidak ingin memamerkan kepandaiannya, hanya ingin makan di resto ran besar itu karena dari luar saja bau masakannya sudah semerbak keluar dan membuat perutnya terasa lapar. Akan tetapi, kalau ada orang-orang bersikap keterlaluan kepadanya, hendak menghinanya, tentu saja gadis yang berwatakkeras initidak mungkin tinggal diam saja.

   "Hemm, kalian dua ekor monyet busuk. Pergilah kalian bersama majikan kalian si kambing bandot jenggot panjang itu. Kalian semua memualkan perut ku, dan aku lapar hendak makan. Jangan ganggu aku!"

   Kata Kim Hong dan iapun berpindah ke kursi yang tidak rusak, duduk menghadapi meja dan membelakangi mereka seolah tidak pernah terjadi sesuatu.

   Semua orang menjadi pucat dan yang nyalinya kecil sudah cepat-cepat membayar harga makanan dan meninggalkan restoran itu. Gadis itu telah berani memaki Jaksa Wong sebagai kambing bandot jenggot panjang!Bukan main! Pasti akan hebat akibatnya.

   Bukan hanya dua orang tukang pukul itu saja jagoan si jaksa, bahkan dia mampu mengerahkan pasukan untuk menangkap gadis itu! Para tamu tidak ingin terbawa-bawa dalam urusan gawat itu, maka dalam waktu singkat restoran itu telah ditinggalkan para tamu.

   Yang berada di situ hanya tinggal Kim Hong, empat orang bersama dua orang tukang pukul itu. Bahkan para pelayan dan pengurus rumah makan sudah pergi entah ke mana!

   Jaksa Wong baru pertama kali ini mengalami hal yang amat memalukan dan menghinanya. Biasanya, gadis manapun tidak akan ada yang berani menolaknya. Hampir semua gadis cantik yang tidak sempat melarikan diri ketika pemberontak menyerbu, menjadi korban keganasan para pemenang.

   Sebagian besar, yang tercantik, menjadi rebutan di antara para pejabat, dipaksa menjadi selir mereka, dan sebagian pula dijadikan perebutan antara para perajurit sehingga mereka itu bukan saja mengalami penghinaan yang tak terbayangkan ngerinya, bahkan juga akhirnya mereka tewas secara menyedihkan.

   Hanya para puteri pihak pemenang dan hartawan yang dapat menyogok sajalah yang selamat dari penghinaan dan perkosaan. Kini, Jaksa Wong ditolak, bahkan dihina, dimaki oleh seorang gadis biasa.

   Tentu saja darah naik ke kepalanya, dan dengan mata melotot dia menudingkan telunjuk kanannya kepada Kim Hong.

   "Perempuan rendah, berani engkau menghina kami? Tidak tahukah engkau bahwa engkau berhadapan dengan Jaksa Wong? Cepat berlutut dan minta ampun, atau aku akan menyuruh orang-orangku menelan jangimu dan menyeretmu sepanjang jalan, kemudian kuberikan engkau kepada mereka untuk dikeroyok sampai mampus!"

   Ancaman ini sungguh mengerikan, akan tetapi membuat Kim Hong menjadi semakin marah. Makian, itu saja sudah menunjukkan macam apa orang yang dihadapinya itu.

   "Biar engkau jaksa atau dewa sekalipun, aku tidak perduli. Yang kulawan bukan kedudukanmu, melain kan orangnya. Engkau orang yang jahat, kasar, suka menghina wanita, dan pantas dihajar. Andaikata engkau seorang pengemis sekalipun, kalau baik hati, tentu akan kuhormati!"

   Kim Hong juga menudingkan telunjuknya ke arah muka pejabat itu.

   "Keparat! Tangkap dia!"

   Teriak Jaksa Wong kepada dua orang pengawalnya.

   Dua orang laki-laki tinggi besar tu memang sudah merasa penasaran sekadan ingin menebus kekalahan nya tadi. Mereka tetap tidak akan berani menggunakan kekerasan terhadap gadis itu yang ditaksir majikan mereka. Akan tetapi kini, majikan mereka telah memerintahkan mereka untuk menangkap gadis itu! Keduanya menyeringai dan dengan langkah perlahan seperti dua ekor binatang marah, mereka menghampiri Kim Hong dari belakang dengan kedua lengan di kembangkan, siap untuk menubruk dan mendekap gadis cantik mungil itu!

   Kim Hong pura-pura tidak melihat mereka, ia sedang jengkel karena sejak tadi, pesanannya belum juga dihidangkan.

   "Heiii, bung pelayan! Di mana kamu? Mana pesananku? Kurang ajar, kenapa tidak ada orang sama sekali? Aku akan mengambil dan memasak sendiri hidangan itu didapur kalau kalian tidak cepat mengeluarkannya. Perutku sudah lapar!"

   Ia berteriak-teriak lantang, tidak memperdulikan dua orang tinggi besar yang menghampirinya dari kanan kiri itu.

   Akan tetapi, begitu kedua orang itu bergerak hendak menubruknya,tangannya cepat menyambar dua batang sumpit dan sekali kedua tangan itu bergerak, sumpit-sumpit itu menyambar ke arah dua orang yang menubruknya. Harus diingat bahwa keistimewaan gadis ini adalah mempergunakan Hui-kiam (Pedang terbang), maka sambitan sumpitnya meluncur bagaikan anak panah terlepas dari busurnya dan dua orang tukang pukul itu roboh terjengkang, mengaduh-aduh memegangi paha kanan mereka yang ditembusi sumpit dan terasa nyeri bukan main.

   Mereka tidak dapat bangkit berdiri dan hanya mengaduh-aduh, tidak berani mencabut sumpit yang masih menembus paha mereka, takut kalau-kalau akan menjadi semakin nyeri!

   Tentu saja Jaksa Wong terkejut bukan main, demikian pula tiga orang bawahannya. Mereka berempat serentak bangkit berdiri dan dengan muka pucat hendak berlari keluar. Akan tetapi, sekali menggerak kan kedua kakinya, Kim Hong sudah berkelebat dan yang nampak hanya bayangan hitam dan tahu"tahu ia telah berdiri menghadang empat orang itu. ia tersenyum mengejek, akan tetapi matanya mencorong.

   "Kambing bandot, engkau tidak boleh lari begitu saja!"

   Katanya dan sekali tangannya bergerak, Kim Hong sudah menyambar jenggot panjang itu dan membetotnya. Jaksa Wong berteriak kesakitan dan tubuhnya tertarik ke depan akan tetapi Kim Hong menyambut dengan tendangan ke dada sambil menarik jenggot itu kuat-kuat.

   "Dukk! Prett.....!"

   Tubuh Jaksa Wong terjengkang dan jenggotnya jebol tertinggal di tangan Kim Hong.

   Tentu saja kulit dagunya terkelupas dan berdarah, dan dadanya terasa sesak. Jaksa Wong menangis! Tangan kiri meraba dagu, tangan kanan menekan dada dan dia menangis karena kesakitan dan ketaku tan. Tiga orang bawahannya hendak melarikan diri, akan tetapi tiga kali kaki Kim Hong menendang dan merekapun terlempar dan menimpa meja kursi!

   Kim Hong berteriak lagi memanggil pelayann dan ketika tidak ada pelayan muncul, iapun dengan seenaknya memasuki dapur. Dilihatnya koki gendut bersembunyi di balik gentong dan dibentaknya orang itu.

   "Hayo cepat bikinkan masakan yang enak untukku atau engkau yang akan kusembelih dan dagingmu kupangang!"

   Koki itu tentu saja ketakutan dan dengan tubuh menggigil dan kedua tangan gemetar dia melaksanakan perintah Kim Hong. Gadis ini marah dan jengkel sekali. Perutnya amat lapar dan orang-orang telah mengganggunya, ia tidak perduli lagi ketika dua orang tulang pukul menyeret kaki mereka keluar dari rumah makan mengikuti majikan mereka yang juga terhuyung-huyung keluar bersama tiga orang bawahannya.

   Juga Kim Hong tidak perduli betapa rumah makan yang sekarang kosong menjadi pusat perhatian orang yang berkerumun di luar rumah makan. Setelah hidangan matang, iapun makan minum seorang diri, tidak memperdulikan keadaan di luar yang semakin ribut karena berita tentang seorang gadis yang memukul Jaksa Wong dan kaki tangannya di rumah makan itu telah telah tersiar dengan cepat, menarik perhatian banyak orang karena berita itu sungguh luar biasa sekali.

   Baru saja Kim Hong selesai makan, muncul belasan orang perajurit di pimpin oleh Wong Taijin sendiri yang kelihatan marah-marah. Pembesar ini masih kesakitan, jenggotnya lenyap dan dagunya yang tadi terluka kini sudah dibalut sehingga dia nampak lucu sekali. Telunjuknya menuding-"nuding ke dalam rumah makan dan suaranya terdengar pelo karena dagunya dibalut.

   "Tangkap perempuan itu! Tangkaaaap....., telanjangi ia, seret sepanjang jalan agar semua orang melihat pemberontak itu !"

   Tujuhbelas orang yang dipimpin seorang perwira memasuki rumah makan. Ketika mereka melihat bahwa di dalan rumah makan itu hanya ada seorang gadis cantik sedang duduk dengan sikap tenang, mereka menjadi ragu.

   Haruskah mereka, tujuhbelas orang perajurit pilihan, mengeroyok seorang gadis?

   Perwira pasukan keamanan itu bagaimanapun juga masih memiliki keangkuhan dan harga diri. Dengan pedang melintang depan dada, diapun berkata kepada Kim Hong yang masih duduk dengan tenang,

   "Nona, sebaiknya kalau nona menyerah saja dengan baik- baik agar kami tidak harus mempergunakan kekerasan terhadap seorang gadis."

   Kim Hong bangkit berdiri, sikapnya masih tenang dan ia lebih sabar karena perutnya sudah kenyang dan masakan tadi memang lezat sekali.

   "Sungguh mati, aku merasa heran sekali. Kalian ini orang-orang gagah kenapa diperintah oleh kambing bandot jenggot buntung yang menjemukan itu? Tidak malukah kalian?"

   "Tangkap, seret dan telanjangi perempuan itu!"

   Wong Taijin mencak-mencak saking marahnya mendengar penghinaan itu.

   "Hemm, kalau ada yang berani majulah! Aku akan menghajar kalian orang orang yang suka menghina wanita, dan sekali ini aku tidak mau bersikap lunak lagi. Heii, bandot keparat, majulah dan aku akan mengirim nyawamu ke neraka jahanam!"

   Akan tetapi sebelum para perajurit yang ragu-ragu itu sempat bergerak, tiba-tiba dari luar masuk seorang pria yang gagah perkasa. Seorang pria bertubuh tinggi besar, kulitnya hitam mukanya brewok dan pakaiannya menunjukkan bahwa dia seorang pejabat tinggi.

   "Apa yang terjadi di sini?"

   Suaranya nyaring dan parau, akan tetapi semua perajurit cepat memberi jalan dan memberi hormat kepada si tinggi besar ini. Bahkan Wong Taijin sendiri terkejut melihat orang itu dan cepat memberi hormat dengan membungkukkan tubuh seperti pisau lipat.

   "Jaksa Wong, kau di sini? Kenapa itu muka mu? Mana jenggotmu yang panjang itu? Apa sih yang terjadi di sini?"

   "Maaf, Yang Mulia.... eh.,...... kami sedang hendak menangkap seorang wanita pemberontak! ia telah melukai saya dan pengawal saya, dan ia bahkan masih berani menghina kami. ia harus ditangkap dan dihukum berat!"

   Kata jaksa itu.

   Pria tinggi besar itu terbelalak "Ehh? Ada yang begitu berani? Wanita malah? Bukan main! Mana ia?"

   "Itu orangnya, Yang Mulia, gadis setan itulah pemberontaknya."' Jaksa Wong menuding ke arah Kim Hong yang berdiri bengong memandang pria tinggi besar berkulit hitam yang disebut Yang Mulia oleh Jaksa itu.

   Pria itu memutar tubuh memandang ke dalam dan bertemulah dua pasang mata itu, dan pria itu mengeluarkan seruan heran.

   "Kau...... Kim Hong......! !"

   "Suhu......!"

   Kim Hong cepat memberi hormat dan hatinya merasa terharu bercampur heran. Terharu karena bagaimanapun juga, orang tua ini pernah memelihara dan mendidiknya penuh kasih sayang sehingga ia pernah menganggap kepa la suku Kh itan ini sebagai pengganti orang tuanya sendiri, dan ia merasa heran bagaimana sekarang gurunya itu disebut Yang Mulia oleh seorang pejabat tinggi!

   "Apakah suhu dalam keadaan sehat saja?"

   Akhirnya ia bertanya.

   "Kim Hong, aihh, kiranya engkau......! Betapa rindu kami kepadamu."

   Lalu Bouw Hun, laki-laki tinggi besar itu, membalik dan menghadapi jaksa Wong yang terbelalak dan mukanya berubah pucat.

   "Jaksa Wong! Apa-apaan ini? Gadis ini adalah muridku yang tersayang, dan engkau berani mengatakan bahwa ia pemberontak ! Gila kah engkau?"

   "Ampun, Yang Mulia.... saya..... saya tidak tahu dan ia ia memukul dan menghina saya....."

   Tubuh jaksa itu gemetar ketakutan.

   Siapa yang tidak akan takut berhadapan dengan Kok Su (guru negara atau penasihat Kaisar) yang amat ditakuti karena berjasa dan berkuasa besar itu? Jangankan baru Wong Taijin, seorang jaksa, bahkan para menteri sekalipun segan dan takut kepada Bouw Kok- su ini.

   "Kenapa ia memukul mu? Hayo jawab! Pasti gadis ini belu m gila, memukul tanpa sebab. Nah, katakan, apa sebabnya ia memukul itu? "

   Wong Taijin semakin ketakutan.

   "Saya...... saya........ tidak apa-apa, Yang Mulia..... saya hanya.... mengundang ia untuk makan minum bersama kami......"

   "Hemm, aku tahu orang macam apa engkau ini!"

   Bouw Hun membentak marah.

   "Sudah kudengar bahwa engkau sering mempermainkan wanita. Engkau tentu mengganggunya, maka muridku menjadi marah. Kim Hong, apa yang clia lakukan kepadamu?"

   Kim Hong tersenyum.

   "Tidak apa, suhu, aku sudah menghajarnya cukup setimpal. Dia hendak memaksaku makan minum dengan dia, aku menghajar dia dan kaki tangannya, akan tetapi dia datang lagi membawa pasukan."

   "Jahanam kau, berani mengganggu muridku?"

   Bouw Hun membentak.

   Wong Taijin hampir terkencing-kencing saking takutnya.

   "Ampunkan saya.... saya tidak tahu.... ampunkan.."

   "Hayo berlutut dan minta ampun kepada murid ku,"

   Bentak Bouw Hun.

   Pembesar itu tanpa malu-malu lagi menjatuhkan diri berlutut menghadap Kim Hong dan mengangguk-angguk.

   "Ampunkan saya, nona, ampunkan saya...."

   Akan tetapi Kim Hong tidak memperdulikannya.

   "Suhu, bagaimana suhu dapat berada di sini dan agaknya menjadi pembesar?"

   Tanyanya kepada Bouw Hun membiarkan saja Wong Taijin yang masih berlutut dan mengangguk-angguk.

   "Mari ikut pulang, Kim Hong. Kita bicara di rumah,"

   Kata Bouw Hun dan dia menggandeng tangan muridnya lalu mengajak muridnya meninggalkan rumah makan itu.

   Wong Taijin yang masih berlutut, menjadi merah sekali mukanya. Dia bangkit berdiri, mengepal tinju, merasa malu bukan main dan diam-diam diapun mengutuk di dalam "hatinya, menyumpah-nyumpah dan berjanji bahwa sekali waktu dia akan membalas dendam ini kepada Bouw Kok- su, betapa mustahilnya hal itu nampaknya.

   Lalu diapun pergi meninggalkan tempat itu tanpa menoleh lagi, membuat perwira yang memimpin pasukan menjadi bengong, tak tahu harus berbuat apa dan akhirnya mengajak pasukannya pergi meninggalkan rumah makan itu.

   Barulah keadaan menjadi normal kembali dan rumah makan itu mulai dikunjungi tamu lagi, dan peristiwa tadi hanya tinggal menjadi kenangan dan gunjingan orang saja.

   Banyak orang merasa senang melihat betapa Wong Taijin mengalami hajaran yang cukup hebat, bukan saja jenggotnya dicabut sehingga dagunya robek, juga menerima penghinaan, dipaksa berlutut minta a mpun kepada seorang gadis di depan banyak orang. Banyak orang merasa tidak suka kepada pembesar ini yang terkenal galak, sewenang-wenang mengandalkan kekuasaannya sebagai jaksa.

   Sedikit-sedikit menuntut orang. Diminta anak gadisnya tidak diberikan saja dituntut dengan bermacam alasan, sebagai pemberontak, penjahat dan sebagainya. Dia terkenal menerima sogokan dari para hartawan, dan tidak segan dia menyalahkan yang benar dan membenarkan yang salah dalam urusan pengadilan, semua itu karena kekuasaan uang sogokan.

   Banyak sekali bukti bahwa orang yang suka menjilat keatas, tentu suka menginjak ke bawah. Orang yang mencari muka dan amat takut kepada atasannya, bukan taat melainkan takut dan menjilat, orang seperti itu biasanya menginjak dan menindas bawahannya.

   Orang seperti ini pada hakekatnya seorang pengecut dan mudah menjadi besar kepala dan sewenang-wenang kalau memperoleh kedudukan yang memberinya sedikit kekuasaan. Dan demikian pula Jaksa Wong. Dia merasa malu dan terhina sekali, dan diam-diam dia menanam dendam di dalam hatinya.

   Maklu m bahwa pangkatnya jauh kalah tinggi dibandingkan Bouw Koksu, dia tahu bahwa hanya dengan cara yang licik dan licin, yang teratur rapi dan terdapat kesempatan baik saja lah, maka dia akan ma mpu membalas dendamnya. Dan dia bersabar hati, seperti sabarnya seekor musang yang menanti munculnya ayam keluar dari dalam kandangnya.

   Bagaimana Bouw Hun, kepala suku Khitan, dapat menjadi Kok-su (guru negara) di kota raja? Hal ini tidaklah mengheran kan karena sejak pertama kali An Lu Shan memberontak, dia telah menjadi pembantu utama panglima pemberontak itu.

   An Lu Shan sendiri adalah seorang peranakan Khitan Turki, dan dari darah ibunya, dia masih terhitung sanak dengan Bouw Hun. Oleh karena itulah, dia menarik Bouw Hun dan anak buah kepala suku Khitan itu menjadi sekutu dan karena jasa Bouw Hun dan Bouw Ki, besar ketika pasukan mengadakan penyerbuan ke kota raja, maka ketika An Lu Shan mengangkat diri menjadi kaisar, dia mengangkat Bouw Hun menjadi kok-su, dan Bouw Ki diangkat menjadi seorang panglima muda!

   Kim Hong terkagum-kagum ketika diajak masuk ke dalam sebuah gedung besar kuno yang amat indah. Hal ini tidak mengherankan karena gedung yang kini menjadi tempat tinggal Bouw Kok-su adalah bekas tempat tinggal Menteri Utama Yang Kok Tiong! Gedung kuno yang besar, megah dan masih lengkap prabot rumahnya yang serba mewah.

   Nyonya Bouw Hun, seorang wanita Khitan yang sudah berusia empatpuluh tujuh tahun akan tapi berku lit putih dan masih cantik menyambut Kim Hong dengan rangkulan mesra. Wanita ini memang amat me nyayang Kim Hong seperti anak sendiri. Sejak masih kecil sekali, belum juga berusia lima tahun, Kim Hong telah d irawat di d idid ik sua minya, hidup dala m keluarga itu sebagai murid, akan tetapi seperti anak sendiri bagi Bouw Hun dan isteri nya.

   Kepergian Kim Hong secara diam-diam itu sempat membuat Nyonya Bouw Hun berhari-hari menangis sedih dan kin i me lihat sua minya ke mbali bersa ma serang gadis cantik berpakaian serba hita m, ia segera mengena l Kim Hong dan merangkulnya, dan Kim Hong juga sempat meneteskan air mata ketika dirangkul oleh nyonya itu dengan mesranya.

   "Kim Hong.....ah, ke mana saja engkau pergi selama ini, anakku?"

   Nyonya itu menciumi pipi gadis itu yang menjadi terharu sekali. ia merasa seolah bertemu dengan ibunya sendiri.

   "Aku.... aku merantau dan mencari pengalaman, bibi,"

   Katanya, la memang selalu menyebut bibi kepada isteri gurunya itu.

   "Kau sekarang bertambah dewasa, bertambah cantik !"

   Wanita itu memuji.

   "Kakakmu tentu akan gembira sekali melihat mu!"

   Kim Hong teringat kepada Bouw Ki dan jantungnya berdebar. Bouw Ki yang membuat ia terpaksa minggat karena suhengnya itu hendak memaksanya menjadi selirnya!

   Pada saat itu terdengar suara langkah kaki dari luar disusul seruan yang lantang.

   "Eh, ibu, siapakah gadis cantik itu? Perkenalkan kepadaku, ibu!"

   Bouw Ki! Masih periang dan masih mata keranjang seperti biasa, pikir Kim Hong. Dan pemuda itupun muncul. Usia Bouw Ki sudah duapuluh tujuh tahun. Tubuhnya yang tinggi besar itu tampak semakin ga gah dengan pakaian panglimanya yang gemerlapan! Dan wajah yang tampan dengan kumis melintang terpelihara rapi, dan matanya tajam seperti mata burung rajawali. Mata itu terbelalak, lalu berkilat-kilat ketika menje lajahi wajah gadis berpakaian hitam itu.

   "Kim Hong....? Haiiii! Engkau benar Kim Hong....! Engkau semakin cantik saja, adik Hong!"

   Katanya dan seolah-olah dia ingin menubruk dan merangkul gadis itu. Akan tetapi Kim Hong sudah mengangkat kedua tangan depan dada memberi hormat.

   "Kakak Bouw Ki, bagaimana keadaanmu? Sehat-sehat saja, bukan?"

   "Sehat? Aku? Lihatlah sendiri!"

   Dia mengembangkan kedua lengannya, memamerkan keadaan diri dan pakaiannya

   "Bukan hanya sehat, aku telah menjadi seorang panglima, Kim Hong! Dan ayah telah menjadi Kok-su! Kami menjadi keluarga bangsawan tinggi, dekat dengan kaisar! Aha, tentu engkau girang sekali, bukan?"

   "Tentu saja, suheng,"

   Kata Kim Hong sejujurnya.

   "Aih, dahulu engkau melarikan diri dan menolakku, sekarang, sudah tiba saatnya engkau menjadi anggauta keluarga kami, menjadi isteri ku! Tentu ayah sekarang menyetujui Kim Hong menjadi isteriku, bukan begitu, ayah?"

   Kim Hong terkejut sekali dan mengerutkan alisnya.

   "Suheng, harap jangan berkata seperti itu. Aku tadi bertemu ayahmu dan aku ikut suhu ke sini karena akupun sudah rindu kepada keluarga suhu. Aku hanya singgah saja, bukan untuk menetap di sini."

   "Tapi , sumoi......"

   "Aihh, Bouw Ki! Engkau ini apa-apaan sih?"

   Tegur ibunya. 'Adikmu baru saja tiba, dan engkau sudah bicara yang bukan "bukan tentang pernikahan. Mengapa engkau begitu tergesa"gesa seperti dikejar setan?"

   Mestika Burung Hong Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Bouw Ki, jangan membuat adikmu menjadi resah. Baru saja ia mengalami urusan yang membuatnya marah, dan kalau aku tidak cepat muncul, tentu ia membuat geger dan akan menjadi pusat perhatian orang di kota raja."

   Kini pemuda yang gagah itu membelalakan matanya.

   "Wah, jadi engkaukah gadis di rumah makan yang telah memukul dan menghina Jaksa Wong itu, sumoi? Engkaukah orangnya?"

   Kim Hong mengangguk.

   "Ha-ha-ha, alangkah lucunya! Si kura-kura itu memang pantas menerima hajaran den engkau yang melakukannya. Ha-ha, aku puas! Dan engkau mengagumkan sekali, Kim Hong, membuat aku semakin jatuh cinta. Katakanlah bahwa engkau sengaja datang ke kota raja untuk mencariku, dan menerima pinanganku."

   "Bouw Ki, engkau sudah mempunyai lima orang selir, masihkah begitu kehausan? Biarkan Kim Hong beristirahat dulu, bahkan ia belum menceritakan pengalamannya selama dua tahun Ini,"

   Kata Bouw Hun dengan suara datar, seolah berita tentang puteranya memiliki lima orang selir itu merupakan hal biasa bagi para pendengarnya.

   Dia tidak tahu betapa Kim Hong muak mendengar ucapan itu. Memang pada jaman itu, kaum pria amat meremehkan martabat wanita sehingga wanita disa ma kan dengan benda-benda berharga saja, seperti benda yang indah dan mahal, atau seperti peliharaan yang langka, seekor burung dewata misalnya, atau seekor kucing dari negara barat! Sukar bagi mereka membayangkan bahwa wanita juga memiliki harga diri, memiliki perasaan dan matabat.

   "Kim Hong, sekarang ceritakanlah pengalamanmu, kami ingin sekali mendengarnya,"

   Kata Nyonya Bouw Hun. Mereka berempat duduk di ruangan dalam, dan Kim Hong lalu menceritakan pengalaman nya dengan singkat bahwa ia menjadi murid seorang sakti, yaitu Hek-liong Kwan Bhok Cu dan selama dua tahun ini belajar ilmu silat dari gurunya.

   Setelah selesai belajar, ia mendengar tentang keributan di kota raja dan ingin melihat-lihat keadaan setelah perang selesai.

   "Hemm, jadi tukang perahu berpakaian hitam bercaping lebar itukah yang menjadi gurumu?"

   Tanya Bouw Hun kepada muridnya dengan alis berkerut, teringat betapa dia dan puteranya sama sekali tidak mampu menandingi orang sakti itu.

   "Benar, suhu, dan beliau seorang pendekar gagu yang amat baik kepadaku."

   "Aih, kalau begitu engkau sekarang tentu telah menjadi lihai bukan main, sumoi!"

   Kata Bouw Ki sambil tersenyum.

   "Akan tetapi selama dua tahun ini, kalau engkau belajar silat, aku bahkan mempraktekkan dalam pertempuran dan perang, dan akupun memperoleh kemajuan pesat!"

   "Suhu, kalau boleh aku mengetahui, bagaimana suhu sekeluarga dapat berada di sini dan tiba-tiba menjadi pejabat tinggi?"

   Kim Hong ingin sekali mengetahui.

   Bouw Hun bangkit dan berkata.

   "Kim Hong, biar Bouw Ki saja yang menceritakan semua itu kepada mu. Aku harus pergi ke istana sekarang menghadap Kaisar."

   Lalu kepada isterinya dia berkata.

   "Suruh pelayan mempersiapkan pesta kecil untuk keluarga kita, menyambut pulangnya Kim Hong."

   Setelah berkata demikian, Bouw Hun dengan sikap agungnya seorang pejabat tinggi, meninggalkan rumahnya. Nyonya Bouw juga pergi ke belakang untuk memerintahkan para pelayan menyiapkan pesta untuk menyambut Kim Hong.

   "Sumoi, mari kita pergi ke taman dan di sana akan kuceritakan pada mu tentang semua pengalaman ka mi yang hebat,"

   Ajak Bouw Ki.

   Kim Hong mengangguk dan merekapun keluar dan memasuki taman bunga luas indah yang berada di sebelah kiri bangunan besar itu. Kim Hong mengagumi taman itu yang memang amat indah, apa lagi pada waktu itu, musim semi belum habis dan bunga-bunga di taman sedang saling bersaing keindahan dengan bunga-bunga yang bermekaran.

   Setelah berjalan-jalan mengagumi bunga-bunga dalam taman, Bouw Ki mengajak sumoinya duduk di bangku tepi kolam ikan emas, dan diapun menceritakan pengalaman dia dan ayahnya. Ayahnya di ajak bersekutu oleh Panglima An Lu Shan dan merekapun menyerbu ke barat.

   Dia sendiri menjadi seorang komandan pasukan yang terdiri dari orang-orang Khitan dan dia sudah memperlihatkan kegagahannya dan membuat banyak jasa sehingga setelah gerakan pemberontakan tu berhasil, ayahnya diangkat menjari kok-su dan dia sendiri diangkat menjadi panglima muda oleh An Lu Shan.

   Kim Hong mendengarkan dengan kagum.

   "Kalau begitu, suhu telah menjadi seorang bangsawan besar, dan engkaupun telah menjadi seorang panglima muda yang mulia. Tentu senang sekali hidupmu, suheng, mulia dan mewah, dihormat orang dan memiliki kekuasaan besar".

   Bouw Ki menghela napas panjang dan berkata, wajahnya muram.

   "Enak bagaimana, sumoi? Aku lebih senang kalau saat ini, ayah masih menjadi kepala suku di Lembah Huang-ho, dan aku berada di sana bersamamu. Hidup rasanya lebih bebas dan tak banyak pusing seperti sekarang."

   "Eh? Kenapa banyak pusing dan kenapa pula tidakbebas?"

   "Aku diikat oleh kedudukan ku,"

   Pemuda Khitan itu memandang pakaiannya yang dalam bulan-bulan pertama amat dibanggakan akan tetapi yang kini terasa seperti membelenggu dirinya itu.

   "Waktuku sudah disita oleh tugas pekerjaan, dan tentu saja pusing karena Kerajaan baru ini masih menghadapi banyak tantangan. Pertama, Kaisar Kerajaan Tang masih ada, dan kini di barat sedang menyusun kekuatan. Mereka pasti tidak akan menerima begitu saja dan selama kaisar dan keluarganya itu belum terbunuh, ancaman masih akan terus membayangi kota raja ini. Selain itu, yang lebih memusingkan lagi, adanya persaingan dan permusuhan yang secara diam-diam telah timbul di antara keluarga dan para pimpinan kerajaan baru ini"

   

Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo Pendekar Sakti Karya Kho Ping Hoo Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini