Mestika Burung Hong Kemala 8
Mestika Burung Hong Kemala Karya Kho Ping Hoo Bagian 8
Hwesio itu tertawa bergelak.
"Ha ha-ha-ha, siapa yang menyuruh kalian menjadi biarawati? Akan tetapi, menjadi biarawati hanyalah merupakan tanda lahiriah belaka karena sesungguhnya, baik pendeta ataupun orang biasa, memiliki kewajiban yang sa ma dala m hidup ini, yaitu menjadi manusia yang baik dan berguna bagi ra kyat, bagi negara, dan bagi manusia sendiri. Nah, berkemaslah kalian dan hari ini juga kalian boleh meninggalkan kuil. Ingat, pergunakan semua kepandaian yang telah kalian pelajari dengan tekun untuk perbuatan yang baik dan benar. Nah, pinceng mau pergi lebih dulu!"
Setelah berkata demikian, sekali mengebutkan lengan bajunya, hwesio itu telah lenyap dari taman itu. Kui Lan dan Kui Bi cepat menjatuhkan diri berlutut ke arah perginya guru mereka.
"Terima kasih, suhu!"
Seru mereka berbareng dan sikap ini saja sudah menunjukkan betapa kedua orang gadis ini telah dapat menanggalkan semua ketinggian hati yang timbul dari lingkungan keluarga mereka. Keduanya adalah puteri menteri yang berkuasa, dan sejak kecil hidup da la m ke mu liaan, kemewahan dan penghormatan. Kini, mereka tidak ragu untuk menghormati guru mereka, seorang hwesio tua yang miskin, dengan berlutut di atas tanah, tidak perduli bahwa lutut celana mereka menjadi kotor karenanya.
Ketika mereka menghadap Pek-lian Ni-kouw, sebelum mereka melapor tentang ucapan suhu mereka tadi, Pek-lian Ni-kouw sudah mendahului mereka.
"Omitohud......, su-pek (uwa guru) telah memberi tahu kepada pin-ni bahwa sumoi berdua akan meninggalkan kuil hari ini. Aih, betapa kuatnya ikatan batin mencengkera m perasaan manusia. Omitohud..'.... pin-ni yang sudah belasan tahun mengasingkan diri di kuil, tetapi saja masih dapat dicengkeram sehingga di saat perpisahan dengan sumoi berdua, hati ini merasa sedih dan kehilangan!"
Nikouw itu menghela napas panjang.
Kedua orang gadis bangsawan itu memegang tangan nikouw itu dari kanan kiri.
"Suci, percayalah, kami berdua selamanya tidak akan dapat melupakan kebaikan suci dan kelak, kalau ada kesempatan, kami pasti akan datang berkunjung,"
Kata Kui Lan dengan suara terharu.
Kui Bi tertawa.
"Aih, suci. Di mana ada pertemuan tanpa perpisahan? Justeru pertemuan menjadi peristiwa yang membahagiakan kalau didahului dengan perpisahan, bukan? Kami berterima kasih sekali kepada suci yang selama ini bukan hanya bersikap amat manis budi kepada kami., bahkan telah mengajarkan gin-kang secara, sungguh-sungguh kepada kami."
Pek-lian Ni-kouw tersenyum dan hatinya terhibur oleh sikap lincah Kui Bi.
"Omitohud, kenapa kita bertiga menjadi seperti tiga orang anak kecil? Hayo, kalian cepat berkemas dan berangkat selagi hari masih pagi!"
Dengan lembut ia mendorong kedua orang sumoi nya itu yang segera memasuki kamar mereka untuk berkemas.
Setelah dua orang gadis itu berganti pakaian, me mbawa buntalan pakaian di punggung, pedang di punggung dan muncul pula di ruangan depan, Pek-lian Ni-kouw merangkul mereka seorang demi seorang dan dengan suara agak gemetar ia berkata,
"Lan-sumoi, dan Bi-sumoi, kalian adalah adik-adik seperguruan, akan tetapi aku merasa seolah kalian ini seperti anak-anakku atau kepona kanku send iri. Ka lian telah mempelajari banyak ilmu pembela diri yang cukup kuat, akan tetapi waspadalah selalu. Di dunia ini banyak terdapat orang jahat. Apa lagi kalian adalah dua orang gadis yang cantik jelita dan menarik. Pin-ni khawatir kalau dalam perjalanan kalian akan menemui banyakgodaan dan gangguan."
"Harap suci tidak khawatir. Kiranya tidak percuma suhu mengajarkan ilmu kepada kami, juga suci telah mengajar kami bagaimana untuk dapat membela diri dengan baik. Kami pasti akan manipu menjaga diri, suci,"
Kata Kui Bi.
"Kalian sudah mendengar bahwa kota raja Tiang-an telah diduduki pemberontak. Lalu ke mana sekarang kalia hendak pergi?"
Tanya pula Pek-lian Nikouw yang masih saja mengkhawatirkan keadaan dua orang sumoinya yang amat disayangnya itu.
"Kami sudah mendengar bahwa Sri-baginda Ka isar bersama ayah kami dan bibi mengungsi ke barat. Kami akan menyusul ayah ke sana, suci,"
Kata Kui Lan
.
"Sebaiknya begitu. Kita tidak tahu apa yang telah terjadi, hanya mendengar bahwa kota raja diduduki pemberontak dan Sribaginda melarikan diri ke barat. Mudah-mudahan saja kalian akan dapat bertemu
dengan keluarga kalian. Pin-ni hanya akan berdoa untuk kalian berdua su moi."
"Terima kasih, suci."
Dua orang gadis itu lalu pergi meninggalkan kuil di mana selama lebih dua tahun mereka tinggal dan berlatih silat, diantar oleh Pek-lian Ni-kouw dan para nikouw lain sampai ke luar pekarangan kuil itu. Setelah jauh meninggalkan kuil, baru kedua orang gadis itu berhenti untuk menentukan arah ke mana mereka hendak pergi.
"Enci Lan, apakah tidak sebaiknya kalau kita lebih dahulu pergi ke Tiang-an?"
Kata Kui Bi ketika dua orang gadis itu duduk di tepi jalan gunung itu, di atas batu besar.
"Aih, kenapa kesana, Bi-moi? Bukankah kota raja telah diduduki musuh? Akan berbahaya sekali kalau kita ke sana. Dan menurut berita, ayah menemani Sribaginda Kaisar mengungsi ke barat. Sebaiknya kalau kita langsung saja menyusul ke barat."
"Akan tetapi aku ingin sekali mengetahui apa yang telah terjadi dengan ke luarga kita, enci."
"Kalau begitu, mari kita mencari keterangan yang jelas lebih dulu, baru kita menentukan langkah apa yang akan kita ambil "
Keduanya melanjutkan perjalanan menuju ke kota raja Tiang-an. Setelah tiba di beberapa dusun dan kota, mereka mencari keterangan dan mendengar berita simpang siur tentang keluarga Menteri Yang Kok Tiong. Ada yang mengabar kan bahwa menteri itu tertawan pemberontak, ada yang mengabarkan bahwa keluarga orang tua mereka telah dibunuh pemberontak, ada pula yang mengabarkan bahwa keluarga mereka itu telah ikut mengungsi bersama kaisar.
Kedua orang gadis itu merasa bingung dan berduka.
"Enci Lan, sebaiknya kalau kita membagi tugas. Seorang pergi menyusul ke barat, dan seorang lagi menyelidiki ke kota raja."
"Akan tetapi, amat berbahaya kalau memasuki Tiang-an, Bi-moi. Kalau ada yang tahu bahwa kita adalah puteri Menteri Yang, tentu pemerintah pemberontakakan menangkap kita."
"Begini saja, enci Lan. Biar aku yang memasuki Tiang-an dan menyelidik keadaan orang tua kita. Engkau berangkatlah dulu ke barat menyusul rombongan kaisar. Tentu tidak sukar mencari jejak rombongan itu. Setelah aku mendapat keterangan di kota raja, baru aku akan menyusul pula ke sana."
"Akan tetapi, berbahaya sekali ke Tiang-an!"
"Aku akan berhati-hati dan menyamar, enci Lan. Pula, andaikata ada terjadi sesuatu dengan diriku, masih ada engkau di sana! Asal jangan kita berdua yang tertimpa ma lapetaka, seorang di antara kita masih akan ma mpu berjuang untuk membela Kerajaan Tang!"
Kata Kui Bi penuh semangat.
"Pula, bukan hanya perjalananku ke Tiang-an yang berbahaya, juga tugasmu menyusul ke barat tidak kurang bahayanya. Bahkan perjalananmu lebih jauh dan sukar dibandingkan aku. Ke Tiang-an dekat saja, akan tetapi menyusul rombongan Sri baginda ke barat? Entah sampai dimana akhir perjalanan itu. Sudahlah, enci Lan, saat ini tidak perlu kita bimbang dengan ragu dan khawatir, mari kita membagi tugas ini. Ingat akan pesan dan nasihat suhu!"
Melihat gairah dan semangat adiknya, timbu l pula semangat Kui Lan ia memang seorang gadis yang lembut, tidak sekeras adiknya, akan tetapi pengalaman pahit membuat ia maklum bahwa ia tidak boleh terlalu lemah menghadapi kehidupan yang penuh tantangan ini. ia teringat akan nasihat sucinya, Pek-lian Ni-kouw yang mengatakan bahwa kehidupan merupakan tantangan.
Baru dilahirkan saja seorang manusia sudah menangis, tanda bahwa dalam kehidupan dia akan menghadapi segala macam tantangan! Justeru di dalam tantangan-tantangan itulah letak seni kehidupan. Tanpa adanya tantangan, kehidupan tentu akan hambar dan tidak ada artinya Justeru dengan adanya kesukaran, kesulitan, kegagalan dan sebagainya itulah maka hidup ini terasa hidup, penuh gerak, penuh daya dan upaya. Seni hidup adalah menghadapi semua tantangan dan mengatasinya!
Orang yang putus asa, orang yang menyerah terhadap keadaan, adalah orang yang tidak menunaikan tugas kehidupan ini. Kita dilahirkan untuk berdaya upaya menghadapi semua tantangan hidup. Pergunakan segala anggauta jasmani, segala daya akal pikiran, untuk berikhtiar mengatasi semua kebutuhan dan kesulitan hidup, itulah tugas kewajiban setiap orang manusia
Dan semua usaha ini didasari kepercayaan, iman dan penyerahan kepada Yang Menciptakan segala yang ada, ya Yang Maha Pencipta, Maka Kuasa dan Maha Pengasih.
"Baiklah, Bi-moi, mari kita membagi tugas!"
Katanya dengan semangat yang mulai bangkit. Adiknya memandang dengan wajah berseri.
"Nah, kita berpisah di sini, enci Lan. Semoga tak lama lagi kita akan dapat saling berjumpa. Kalau aku sudah mendapat tahu keadaan sebenarnya yang terjadi di kota raja, tentu aku akan segera menyusul ke barat. Entah siapa nanti yang lebih dulu dapat bertemu dengan Han-toako dan ayah ibu, aku atau engkau."
"Selamat berpisah, adikku."
Mereka berangkulan dan berciuman, lalu mengambil jalan masing-masing. Kui Bi menuju ke kota raja Tiang-an sedangkan Kui Lan menuju ke barat.
Yang Kui Lan memasuki kota Liu-ba di pegunungan Cin"lingsan. Kota ini cukup ramai dan hari telah menjelang senja ketika gadis itu memasuki kota ini. Di sepanjang penjalanan ia telah mendengar ke arah mana perginya rombongan pengungsi kaisar, ia merasa ia lapar dan memasuki sebuah rumah ma kan yang berada di sudut kota. ia menga mb il keputusan untuk makan dulu, kemudian mencari penginapan dan besokpagi pagi sekali melanjutkan perjalanan.
Rumah makan Itu tidak berapa besar, hanya ada belasan buah meja di situ, itupun tidak penuh, hanya setengah nya terisi tamu. Kui Lan memilih sebuah meja kosong, tidak memperdulikan pandang mata para tamu di tempat itu yang semua menoleh dan memandang kepadanya dengan penuh kagum.
Memang Kui Lan seorang gadis yang cantik jelita. Wajahnya mirip sekali dengan bibinya, mendiang Yang Kui Hui, selir kaisar yang kecantikannya membuat kaisar tergila"gila. Biarpun Kui Lan sama sekali tidak menghias mukanya, tanpa bedak tanpa gincu, juga rambutnya disanggul biasa tanpa hiasan, pakaiannya juga sederhana sesuai dengan nasihat sucinya, Pek-lian Ni-kouw, namun kecantikannya yang aseli bahkan membuat semua pria di rumah makan itu, termasuk para pelayan dan pemilik rumah makan, memandangnya penuh kagum.
Hanya ada satu orang saja di antara para tamu yang tidak memandang kepadanya, walaupun tamu itupun me lihat ia me masuki rumah makan. Tamu yang sikapnya berbeda dari yang lain ini adalah seorang pemuda yang berpakaian sederhana pula, namun wajah nya tampan dan gagah, sikapnya tenang dan pendiam.
Kebetulan sekali ketika Kui Lan mengambil tempat duduk, tanpa sengaja ia duduk menghadap ke arah pemuda itu. yang juga duduknya menghadap kepadanya sehingga tanpa dapat dicegah lagi mereka saling pandang.
Akan tetapi pemuda itu dengan sopan segera mengalahkan pandang matanya. Hal ini justeru menarik perhatian Kui Lan. Semua tamu menoleh dan memandang kepadanya dengan mata seperti srigala kelaparan, akan tetapi pemuda itu bahkan mengalihkan pandang mata! Iapun menunduk, akan tetapi kerlingnya dengan tajam kadang menyambar kearah meja di depan itu walaupun ia tidak secara langsung memandang kepada pemuda tadi.
Pelayan datang menghampiri dan iapun memesan nasi dani dua macam sayuran. Telah dua tahun lebih ia ting gal di kuil, setiap hari pantang makan daging seperti para nikouw, maka iapun memilih sayur yang tidak mengandung banyak dagingnya, ia bukan memantang daging, hanya sudah terbiasa makan sayuran.
Pelayan itu memandang heran. Seorang gadis yang cantik ini, memesan masakan yang begitu sederhana dan murah. Agaknya seorang gadis yang tidak membawa banyak uang, pikirnya.
Karena Kui Lan tidak mau memperdulikan keadaan sekelilingnya, ia tidak tahu bahwa di meja sebelahnya, yang berada di belakangnya, duduk tiga orang yang dari pakaiannya dapat diketahui bahwa mereka adalah tiga orang perwira. Usia mereka antara tigapuluh sampai empatpuluh tahun, dan dari wajah mereka mudah diketahui pula bahwa mereka bukanlah bangsa pribumi, melainkan suku bangsa utara karena wajah mereka seperti wajah orang Mancu atau Uigur. Juga logat bicara mereka, biarpun menggunakan bahasa Han, kedengaran asing.
Ketika pelayan datang mengantarkan nasi dan dua mangkok sayuran kepada Kui Lan , sebelum gadis itu mulai makan, tiba-tiba saja tiga orang perwira itu bangkit dan menghampiri meja Kui Lan. Gadis ini mengangkat muka melihat tiga orang perwira itu berdiri di depannya, terhalang meja.
Kui Lan memandang mereka dengan sinar mata bertanya, tanpa mengeluarkan sepatahpun kata. Gadis ini memang berwatak lembut, tidak seperti adiknya yang tentu akan segera membentak dalam keadaan seperti itu.
Melihat gadis jelita itu hanya memandang dan tidak kelihatan marah dengan kemunculan mereka, tiga orang perwira itu menganggap bahwa gadis itu merupakan makanan lunak bagi mereka. Seorang di antara mereka, yang kumisnya melintang panjang kecil, menyeringai, memperlihatkan deretan gigi kuning yang tidak rata, lalu berkata dengan suara yang terdengar amat ramah.
"Nona, orang secantik nona tidak sepatutnya makan nasi dengan sayur saja tanpa daging. Marilah, nona, kami bertiga mengundang nona untuk makan di meja kami. Kami sediakan hidangan yang paling lezat untuk nona, juga anggur manis yang harum."
Di dala m hatinya, Kui Lan marah kepada tiga orang yang lancang berani menegur seorang gadis yang tidak mereka kenal, akan tetapi karena ucapan si kumis panjang itu ramah, iapun menggeleng kepala tanpa menjawab, lalu mengambil sepasang sumpit di tangan kanan, dan mengangkat mangkok nasi di tangan kiri, mulai akan makan tanpa memperdulikan mereka.
"Ah, agaknya nona ini malu-malu,"
Kata perwira ke dua yang tubuhnya tinggi besar dan matanya melotot lebar.
"Kalau begitu, biarlah kami bertiga yang pindah ke meja mu, nona. Heiii pelayan! Pindah-pindahkan hidangan kami ke meja ini !"
Pelayan datang berlarian dan tiga orang perwira itu kini duduk di seputar meja Kui Lan, ketiganya menyeringai dan mata merekpun memandang wajah Kui Lan seperti hendak menelannya bulat-bulat.
Kui Lan mulai marah, akan tetapi ia masih menahan sabar. Ia menyambar buntalan pakaiannya, dan membawa mangkok nasi dan mangkok sayurannya, lalu ia berjalan menuju ke meja lain yang kosong, dekat dengan meja pemuda yang tadi mengacuhkannya, lalu duduk dan mulai makan nasi dan sayurannya, tanpa memperdulikan tiga orang perwira itu.
Perwira ke tiga, yang tinggi kurus dan mukanya kuning pucat seperti orang berpenyakitan, menjadi marah. Dengan langkah lebar dia menghampiri meja Kui Lan.
"Heii, nona sombong! Bu ka mata mu ba ik-baik. Ka mi adalah tiga orang perwira dari kerajaan baru! Berani engkau menolak undangan kami, bahkan tidak memperdulikan kami?"
Kui Lan bangkit berdiri, ia memang tidak pandai bicara, juga merasa segan untuk bertindak kasar, akan tetapi kemarahan membuat ia menekan sepasang sumpit dengan tangan kanannya sepasang sumpit itu a mblas masuk kedala m meja sampai tembus!
"Aku tidak sudi dipaksa oleh apapun!"
Katanya dan ia mengeluar sepotong uang perak dari buntalannya dan sekali banting, potongan perakpun a mblas masuk ke dala m meja yang tebal itu. Kemudian, ia menyambar buntalannya dan pergi men inggalkan ru mah makan itu tanpa berkata apapun!
Tiga orang perwira itu menyaksikan demonstrasi tenaga sinkang gadis cantik itu. Akan tetapi, agaknya mereka masih merasa penasara apa lagi merasa malu melihat betapa depan umum seorang gadis Han berani menolak undangan mereka. Itu bagi mereka merupakan penghinaan yang besar!
Sebagai anggauta pemberontak yang merasa menang, tentu saja mereka merasa berkuasa dan setiap orang rakyat harus tunduk dan taat kepada mereka! Mereka lalu melangkah keluar, menggapai belasan orang perajurit anak buah mereka yang menanti di luar rumah makan, kemudian mereka memimpin belasan orang perajurit itu untuk melakukan pengejaran pada gadis yang nampak berjalan keluar dari pintu kota Liu-ba.
Kui Lan memang merasa jengkel sekali dan peristiwa di rumah makan tadi membuat ia mengambil keputusan untuk melanjutkan perja lanan saja dan ka lau perlu bermala m di luar kota karena ia merasa tida k senang lagi tinggal di kota itu. Akan tetapi belu m lama dia keluar dari pintu gerbang kota itu, tiba-tiba terdengar derap kaki kuda dan belasan orang berkuda mengepungnya. Mereka itu berloncatan turun dan ia melihat bahwa tiga orang perwira yang tadi, memimpin belasan orang perajurit, telah mengepung nya.
Tiga orang perwira itu menghadang Kui Lan yang bertanya dengan lembut.
"Kalian ini mau apa menghadang dan mengepung ku?"
"Ha-ha-ha, nona manis. Engkaulah bersikap kurang ajar dan mengh ina ka mi. Mudah saja bagi ka mi untuk menuduh mu
pemberontak dan membunuhmu sekarang juga. Akan tetapi kalau engkau suka minta maaf dan mau mene mani bersenang-senang mala m ini, engkau akan ka mi maafkan,"
Kata si kumis panjang.
Kedua pipi yang putih halus menjadi merah sekali dan sepasang mata yang indah itu kini mencorong.
"Engkau biadab dan jahat!"
Katanya.
"Heh,heh, makin marah semakin manis!"
Kata si kumis melintang dan tiba-tiba saja kedua tangannya bergerak ke depan, ke arah dada Kui Lan! Gadis ini tidak mampu menahan kesabarannya lagi. ia melangkah mundur dengan gerakan seringan burung dan begitu ka-kinya meluncur ke bawah,sepatunya telah menyambar dagu si kumis panjang dengan tenaga dahsyat.
"Krekk........!!"
Bagaikan disambar petir, si kumis melintang,terjengkang dan terbanting, roboh terlentang dengan mata terbelalak dan mulut berdarah, tulang rahangnya patah! Dia hanya mampu merintih-rintih.
"Gadis pemberontak!"
Bentak dua orang rekannya.
"Tangkap pemberontak ini!"
Akan tetapi, tiba-tiba terdengar bentakan nyaring.
"Kalian manusia taki tahu malu!"
Dan sesosok tubuh berkelebat, menerjang orang-orang di sekeliling Kui Lan dan empat orang telah roboh terpelanting.
Si tinggi besar dan si muka kuning memandang dan mereka melihat seorang pemuda berdiri di depan mereka. Kui Lan juga mengenal pemuda itu. Bukan lain adalah pemuda yang tadi duduk di rumah makan, yang berbeda dengan orang lain,sama sekali tidak mengacuhkannya, bahkan ketika bertemu pandang, segera mengalihkan pandang matanya.
"Siapa kau? Pemberontak pula?!"
Bentak si tinggi besar. Akan tetapi si muka kuning terbelalak memandang pemuda itu.
"Engkau...... bukankah engkau.. Sia-ciangkun....??"
Si tinggi besar terkejut mendengar ucapan rekannya dan kini diapun mengenal pemuda itu. Kalau tadi dia mengenalnya adalah karena pemuda itu berpakaian biasa, sedangkan dia mengenalnya sebagai seorang panglima yang selalu berpakaian seragam.
"Sia-ciangkun......, ga.....gadis ini..... ia seorang pemberontak...."
Katanya dan sikapnya seperti orang ketakutan.
"Tutup mulutmu!"
Bentak pemuda itu dan sikapnya sungguh amat berwibawa, seperti sikap seorang atasan terhadap anak buahnya.
"Kalian kira aku tidak mengetahuinya? Sejak di rumah makan aku sudah melihat dan mendengar kalian mengganggu nona ini dan sekarang kaukatakan ia pemberontak. Ulah kalian tidak seperti perwira,sepantasnya menjadi buaya-buaya darat rendahan!"
Setelah berkata demikian, dengan cepat sekali tubuhnya bergerak. Si tinggi besar dan si muka kuning mengaduh dan terpelanting, dan semua perajurit yang tadi mengepung Kui Lan juga seorang demi seorang terpelanting keras dihajar oleh pemuda itu.
Kui Lan berdiri dengan pandang mata penuh kagum. Pemuda itu memang hebat, pikirnya. Wajahnya tampan,sikapnya gagah perkasa, juga jelas baik budi dan adil, dan melihat gerakannya tadi, tentu memiliki ilmu silat yang tangguh.
Pemuda itu memandang marah kepada belasan orang yang sudah dirobohkan semua.
"Nah, sekarang pergilah kalian.Kalau sekali lagi aku memergoki kaliai berbuat jahat, tentu takkan kuampun lagi. Pergi!"
Bagaikan sekawanan anjing ketakutan, belasan orang itu merangkak pergi.
"Nona, maafkanlah mereka. Memang mereka itu orang orang kasar yang sudah sepantasnya menerima hajaran
keras,"
Kata pemuda itu, kini berhadapan dengan Kui Lan dan memberi hormat.
Kui Lan cepat membalas penghormatan itu.
"Terima kasih,"
Gadis ini merasa rikuh dan salah tingkah, kedua pipinya kemerahan. Akan tetapi, diam diam ia merasa penasaran karena tadi mendengar betapa si tinggi besar menyebut pemuda ini Sia-ciangkun, berarti bahwa pemuda ini juga
seorang perwira pasukan pemberontak An Lu Shan yang telah menduduki kota raja!
"Apakah mereka itu anak buahmu dan kau............ seorang perwira?"
Gadis itu mengangkat muka memanjang dan dua pasang mata bertemu panjang. Menghadapi pandang mata yang lembut namun tajam penuh selidik itu, si pemuda nampak gugup juga. Pemuda perkasa yang tidak pernah gentar menghadapi lawan yang bagaimanapun juga, kini menjadi gugup begitu pandang matanya bertemu dengan sepasang mata yang amat jeli dan lembut, amat indah namun juga begitu tajam sinarnya!
Kembali pemuda ini mengangkat ke dua tangan memberi hormat dan berkata,
"Dugaanmu memang benar, nona. Namaku Sia Su Beng dan aku memang seorang.... panglima kerajaan......."
"Ahhh.....!"
Tentu saja Kui Lan merasa tidak senang dan mengerutkan alisnya, akan tetapi ada sesuatu yang menarik dalam ucapan pemuda itu. Ketika mengaku dirinya sebagai panglima kerajaan, pemuda itu kelihatan ragu dan juga sungkan atau malu-malu!
"Nona, harap jangan salah sangka!"
Mestika Burung Hong Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Katanya cepat.
"Biarpun aku seorang panglima, namun sesungguhnya aku menentang pemberontakan An Lu Shan.."
"Ssttt.....!"
Kui Lan merasa khawatir kalau-kalau ucapan itu terdengar orang lain dan ia memandang ke sekeliling.
"Nona, begitu engkau melawan tga orang perwira dan pasukannya tadi aku sudah menduga bahwa engkau tentulah seorang yang menentang pemerintah baru."
"Ciangkun......"
"Aih, nona, jangan sebut aku ciangkun."
"Mari kita bicara di tempat lain, di sini merupakan jalan raya,"
Kata Kui Lan dan Sia Su Beng mengerti akan maksud gadis itu.
Dia mengangguk lalu mengajak gadis itu meninggalkan jalan raya dan tak lama kemudian mereka sudah duduk berhadapan di atas batu, di sawah ladang yang sunyi dan dari tempat itu mereka dapat melihat kesekeliling yang terbuka sehingga mereka tidak perlu takut diintai dan didengar orang lain.
"Nona, aku telah memperkenalkan diri. Kalau boleh aku mengetahui, siapakah nona? Kulihat nona memiliki ilmu silat yang tangguh."
Kui Lan sudah bersepakat dengan adiknya bahwa mereka berdua tidak akan mengganti nama, akan tetapi akan menanggalkan nama keluarga mereka agar tidak dikenal orang.
"Nama keluargaku Kui dan namaku Lan,"
Jawabnya.
"Nona Kui Lan , nama yang indah sekali!"
Kata pemuda itu sambil tersenyum dan Kui Lan mencatat lagi sifat yang menarik pemuda itu di samping ketampanan dan kegagahannya, yaitu pemuda ini pandai bicara dan pandai pula merayu!
"Kalau boleh aku mengetahui, nona dari perguruan manakah?"
Kui Lan tersenyum dan Sia Su Beng merasa jantungnya seperti akan copot. Senyum itu demikian manisnya!
"Maaf , ciangkun........"
"Aduh, nona Kui Lan , jangan sebut aku dengan pangkat yang menyakitkan hati itu."
"Akan tetapi seorang panglima."
"Itu hanya demi perjuangan menentang pemberontak An Lu Shan, harap sebut saja namaku atau cukup dengan toako (kakak) saja"
"Tapi engkaupun menyebutku nona,"
Kata Kui Lan, diam diam merasa heran mengapa ia dapat begini akrab dengan cepatnya.
"Baiklah, aku siauw-moi (adik) dan engkau menyebutku toako. Nah, lanjutkan ceritamu, siapakah gurumu dan engkau dari perguruan mana Lan-moi (adik Lan)?"
Kui Lan merasa berdebar mendengar sebutan itu, entah mengapa, sebutan itu biasa saja tetapi keluar dari mulut pemuda itu terdengar demikian mesra dan indah!
"Maaf,.... toako. Aku bukan dari perguruan manapun, dan terus terang saja, suhuku melarang aku memperkenalkan namanya, harap engkau maklum "
Tentu saja Kui Lan mengatakan demikian hanya untuk menyembunyikan keadaan dirinya.
"Ah, tidak mengapa, Lan-moi. Memang, sebagai seorang gadis sepertimu ini, tentu saja tidak semestinya kalau baru saja bertemu lalu menceritakan segala sesuatu mengenai dirimu. Baiklah aku yang akan lebih dulu memperkenalkan keadaanku. Sejak muda sekali aku telah menjadi perwira dan aku ditugaskan di utara, dibawah perintah komandanku, yaitu panglima An Lu Shan. Aku mengikuti setiap perkembangan dan mengetahui semua gerakannya, dan sebetulnya aku sama sekali tidak setuju ketika dia menggerakan pasukan untuk memberontak dan menggulingkan Kerajaan Tang."
"Akan tetapi kenyataannya, sekarang An Lu Shan telah menggulingkan Kerajaan Tang dan engkau tetap....."
"Kenapa tidak kau lanjutkan, Lan-moi? Katakan saja bahwa kenapa aku tetap menjadi panglimanya, berarti aku membantu pemberontakannya? Memang aku akui hal itu. Habis, apa yang dapat di lakukan seorang bawahan seperti aku? Terpaksa aku membiarkan dia melakukan pemberontakan. Akan tetapi, diam-diam aku selalu mencari kesempatan untuk mengguling kannya, bahkan kalau mungkin membunuhnya.Diam-diam aku mulai menghimpun tenaga untuk menguasai pasukan, dan mengadakan pendekatan dengan para perwira yang diam-diam masih setia kepada Kerajaan Tang. Nah. aku sudah membuka semua rahasiaku kepadamu, nona eh, adik Lan."
Kui Lan merasa senang bukan main. Pemuda ini jelas tidak berbohong, dan mengapa begitu percaya kepadanya sehingga membuka rahasia yang dapat membahayakan nyawanya itu? Kalau sampai rahasia itu ketanuan, tentu pemuda akan celaka! Ia merasa girang telah di percaya sedemikian rupa.
"Terima kasih atas kepercayaan-toako, dan maafkan keraguanku tadi.Sekarang aku mengerti dan aku tidak menyalahkanmu, bahkan aku kagum sekali akan usahamu menghancurkan pemberontak. Engkau seorang gagah yang setia kepada kerajaan."
"Dan bagaimana dengan engkau sendiri, Lan-moi? Engkau seorang gadis yang cantik jelita dan berilmu tinggi. Hendak kemana dan dari manakah? Tentu saja kalau aku boleh mengetahui...."
Kui Lan menghela napas panjang. Biarpun ia sudah percaya kepada pemuda yang menarik perhatiannya ini, yang amat dikaguminya, akan tetapi ia sudah bersepakat dengan adiknya bahwa mereka harus merahasiakan keluarga mereka dari siapapun juga. Bukan saja karena ayah mereka adalah Menteri Yang Kok Tiong yang terkenal, akan tetapi lebih dari itu, bibinya adalah selir yang Kui Hui yang lebih terkenal lagi! ia bahkan merasa malu untuk mengakui bahwa ia adalah keponakan dari Yang Kui Hu!
"Aku hendak menyusul ayah ke barat."
"Aih, di manakah ayahmu itu, Lan moi?"
"Ayahku mengawal Sri baginda mengungsi ke barat."
Lega rasa hati Kui Lan karena bagaimanapun juga, ia tidak lah sama sekali berbohong. Ayahnya memang mengikuti kaisar mengungsi, ia tidak berbohong, yang dirahasiakannya hanyalah keluarganya.
Pemuda itu nampak terkejut.
"Ah, kiranya ayahmu seorang pengawal Sribaginda! Kiranya keluargamu juga keluarga yang setia kepada Kerajaan Tang. Aku girang dan bangga sekali dapat berkenalan denganmu, Lan-moi. Kalau begitu, jalan yang kita tempuh mempunyai tujuan yang sama, yaitu menentang pemberontak An Lu Shan dan menegakkan kembali Kerajaan Tang. Hanya kita berbeda cara dan jalan.Aku yakin kelak kita akan dapat saling bantu dalam perjuangan kita."
"Mudah-mudahan begitu, toako. Sekarang malam hampir tiba, aku harus melanjutkan perjalanan."
Gadis itu bangkit berdiri.
Sia Su Beng termenung dan menghela ia napas.
"Entah mengapa, tiba-tiba saja aku merasa kehilangan dan berduka,Lan-moi, seolah aku akan berpisah dengan seorang sahabat yang sudah lama kukenal. Sayang sekali bahwa jalan kita bersimpang, engkau ke barat dan aku kembali ke kota raja.Akan tetapi, aku selamanya tidak akan melupakanmu, Lanmoi."
"Terima kasih, engkau baik sekali, toako. Akupun.... tidak akan lupa kepadamu."
"Jaga dirimu baik-baik, Lan-moi."
Setelah sejenak saling pandang dengan sinar mata yang membawa serta seribu satu macam perasaan, kedua orang muda itupun saling memberi hormat dan berpisah. Namun,keduanya melangkah seperti orang yang lesu dan kehilangan, saling membayangkan wajah masing-masing. Tanpa mereka sadari, kedua insan itu telah saling jatuh cinta!
Malam Itu gelap dan dingin, apa lagi hujan rintik-rintik sejak senja tadi membuat orang enggan keluar dari dalam rumah. Kota raja nampak sunyi dan hanya orang-orang yang mempunyai keperluan penting saja memaksa diri ke luar rumah, mengenakan baju tebal dan melindungi kepala dengan payung.
Di tempat yang biasanya ramai di kunjungi orang saja, seperti di rumah makan, di toko-toko, malam itu sepi sekali. Apa lagi di tanah kuburan umum itu. Sunyi dan bahkan menyeramkan. Pada malam terang bulan saja, jarang ada orang berani memasuki tanah kuburan yang hanya ramai dikunjungi pada hari-hari tertentu saja, itupun di siang hari di mana keluarga si mati datang untuk bersembahyang. Akan tetapi pada malam gelap dingin dan gerimis itu, tak seorangpun yang sehat akalnya akan mau masuk ke dalam tanah kuburan.
Akan tetapi, pada malam yang menyeramkan itu, Yang Kui Bi berlutut d depan sebuah kuburan dan menangis terisakisak. ia mencoba untuk menahan agar t idak mengeluarkan suara terlalu keras, akan tetapi tetap saja ia memanggilmanggil ibunya sambil menangis.
Membayangkan ibunya membunuh diri ketika rumah mereka diserbu pemberontak dan ibunya terancam oleh para penyerbu untuk diperkosa! Siang tadi, setelah beberapa hari berada di kota raja, ia berhasil menemukan seorang wanita tua bekas seorang di antara pelayan keluarga mereka dan dari pelayan inilah ia mendengar segalanya. Ayahnya pergi mengikuti kaisar mengungsi, akan tetapi ibunya tidakmau meninggalkan rumah karena menanti kembalinya kakaknya, Yang Cin Han, ia sendiri dan enci nya.
Dan ibunya berada di rumah ketika kota raja diserbu dan rumah merekapun diserbu pemberontak.la harus menahan hatinya siang tadi, menanti sampai malam tiba baru ia datang ke tanah kuburan umum dan mengunjungi makam ibunya. Sebuah makam biasa saja, seperti kuburan penduduk biasa! Pada hal ibunya adalah seorang nyonya menteri!
"Ibu..... maafkan aku, ibu....."
Ia tersedu.
Tiba-tiba, pendengarannya yang tajam menangkap gerakan tajam menangkap gerakan orang di belakangnya.
Cepat sekali, tubuh yang tadi nya berlutut di atas tanah yang becek oleh air hujan itu melompat,memutar tubuh dan ia sempat melihat sesosok bayangan menyelinap pergi. Kedukaan yang mendalam membuat Kui Bi mendendam dan marah sekali kepada pemberontak yang telah menghancurkan keluarga orang tua nya dan membuat ibunya membunuh diri. ia menduga bahwa yang melihat dan mendengarnya tadi tentulah orangnya pemberontak atau pemerintah yang baru.
Maka, kemarahannya ditimpakan kepada bayangan itu dan dengan gerakan bagaikan seekor burung walet keluar diri dalam guha, iapun melompat ke arah bayangan tadi dan langsung saja menyergap dengan tamparan ke arah pelipis
orang itu.
"Wuuuttt.... plakkk!"
Tamparan itu tertangkis dan ternyata bayangan itu memiliki tenaga yang cukup kuat sehingga tangan Kui Bi yang menampar tadi tertangkis dan terpental.
Gadis itu menjadi semakin marah. Begitu kedua kakinya turun ke atas tanah, iapun sudah mencabut pedangnya dan menyerang bayangan hitam itu.
Terjadilah perkelahian seru ketika bayangan itu menggunakan sebuah tongkat melakukan perlawanan dan ternyata lawan yang diserang Kui Bi itupun lihai bukan main. Malam itu gelap sekali dan hanya sekali-kali ada cahaya kilat di angkasa. Perkelahian itu lebih dikendalikan oleh ketajaman pendengaran mereka.
Bayangan itu menangkis dan mengelak, juga balas menyerang sambil mundur sehingga tiba di pintu gerbang tanah kuburan, di mana terdapat sebuah lampu gantung yang memberi penerangan yang redup dan lemah sekali, namun cukup bagi mereka untuk dapat melihat bayangan masingmasing.
Kui Bi tidak dapat melihat wajah orang itu, akan tetapi dari bentuk tubuhnya, ia dapat menduga bahwa lawannya seorang laki-laki yang tubuhnya sedang.
Akan tetapi yang membuatnya ia penasaran adalah kecepatan gerakan orang itu yang ternyata biarpun tidak seringan gerakannya sendiri, orang itu dapat menghalau setiap erangannya.
Seolah lawan yang amat lihai! Dan ilmu tongkat orang itupun aneh dan berbahaya sekali, maka ia harus mengubah gerakan pedangnya, tidak sepenuhnya mengandalkan ilmu pedang Sian-li Kiam-sut, melainkan dicampur dengan gerakan Hong-in Sin-pang (Tongkat Sakti Angin dan Awan) yang seharus nya dimainkan dengan toya, akan tetapi terpaksa ia mainkan dengan pedangnya, dan berulang-ulang terdengar suara kaget dan kagum dari lawannya.
Tiba-tiba di angkasa terdengar ledakan keras menyusul cahaya kilat yang amat terang. Biarpun hanya beberapa detik,namun cukup bagi kedua orang tu untuk saling melihat muka dan Kui Bi cepat menahan serangannya dan berseru,
"Hankoko.......?!"
Pemuda itu tertawa dan suara tawa ini meyakinkan hati Kui Bi bahwa ong yang diserangnya tadi memang kakaknya, Yang Cin Han!
"Bi-moi,ilmu silatmu sekarang hebat!"
"Han-koko...... ah, Han-koko. ibu kita....."
Gadis itu menubruk menangis tersedu-sedu dalam rangkulan kakaknya.
Cin Han mencoba untuk menahan hatinya, akan tetapi tetap saja dua matanya menjadi basah. Dia membiar kan adiknya menangis di dadanya dan air mata adiknya itu turun seperti hujan rintik-rintik. Kemudian, setelah membiarkan Kui Bi menangis beberpa saat lamanya, dia mngusap kepala adiknya dan suaranya terdengar gembira.
"Adikku yang manis, di mana kegagahanmu? Engkau sudah demikian tangguh sekarang, akan tetapi malah bertambah cengeng! Ibu memang sudah meninggal dunia, akan tetapi itu sudah takdir Tuhan, tidak ada gunanya ditangisi! Hentikan tangismu! "
Kui Bimemang memiliki hati keras, maka ia segera dapat memulih hatinya dan kini mereka berdua mencari perlindungandi bawah atap seng makamyng lebih terawat.
Pertemuan itu setidaknya merupakan hiburan bagi Kui Bi, dan mereka saling bertanya, lalu saling menceritakan pengalaman masing-masing. Kui Bi girang mendengar bahwa kakaknya ini telah menjadi murid Sin-tung Kai-ong, pengemis sakt i yang pernah mengajarkan Sian-li Kiam-sut kepada ia dan encinya, dan sebaliknya, Cin Han kagum mendengar bahwa kedua orang adiknya menjadi murid seorang hwesio sakti.
"Akan tetapi, di mana Lan-moi? kenapa tidak bersamamu di sini?"
Tanya Cin Han.
"Kami memutuskan untuk membagi tugas dan berpisah,koko. Enci Lan pergi ke barat menyusul rombongan Kaisar ketika kami mendengar bahwa ayah ikut Kaisar mengungsi ke barat, sedangkan aku ke kota raja ini untuk melihat keadaan keluarga kita. Sungguh menyedihkan mendengar bahwa ibu telah meninggal dunia, membunuh diri ketika rumah kita diserbu pemberontak.
Mudah-mudahan saja ayah yang mengikut i kaisar kebarat dalam keadaan selamat dan...... kenapa, Han-ko?"
Kui Bi bertanya ketika tiba-tiba lengannya dipegang oleh jari-jari tangan kakaknya dengan kuat.
"Adikku, apakah engkau ini masih adikku Kui Bi yang tabah dan pemberani, tidak cengeng dan periang, lincah Jenaka dahulu itu?"
"Ihhh! Engkau ini aneh saja, Han ko. Tentu saja aku masih seperti dulu!"
"Kalau begitu, kuatkan hatimu dan dengar baik-baik,"
Kata Cin Han masih tetap memegang lengan adiknya.
"Ayah kita telah.... tewas pula dalamperjalanan ke barat......"
"Ayah......!!"
"Bi-moi, ah, Bi-moi.....!"
Cin Han cepat memeluk adiknya karena tiba tiba tubuh adiknya itu menjadi lemah dan terkulai dalam pelukannya. Pingsan.
Sekuat-kuatnya hati Kui Bi, baru saja ia menangisi kematian ibunya depan makam yang tak terawat, sekarang tiba-tiba saja mendengar bahwa ayahnya juga telah tewas, maka ia tidak kuat dan roboh pingsan.
Cin Han menolong adiknya dan setelah menotok beberapa jalan darah gadis itu siuman kembali dan mereka berdua kembali menangis. Akan tetapi hanya sebentar Kui Bi menangis.
"Koko, ceritakan bagaimana ayah tewas...."
Katanya lirih,
"Aihhh, sejak dulu aku telah mengkhawatirkan kedudukan ayah yang tdak wajar, hanya karena pengaruh bibi Yang Kui Hui,"
Katanya.
Kemudian dia menceritakan seperti apa yang didengar nya tentang ayahnya dan bibinya. Bahwa pasukan yang mengawal kaisar melarikan diri semakin tidak senang dan curiga kepada Menteri Yang Kok Tiong yang dianggap biang keladi keruntuhan Kerajaan Tang, kemudian mengeroyok menteri itu sampai tewas.
Kemudian diceritakannya pula bahwa bibi mereka, Yang Kui Hui, juga mati menggantung diri di depan orang banyak sebagai hukuman yang dipaksakan pasukan kepada kaisar mereka.
Setelah Cin Han berhenti bercerita, keduanya berdiam diri sampai lama. Hanya kadang terdengar tarikan napas panjang mereka berdua karena mereka merasa berduka, menyesal dan juga menyadari bahwa semua peristiwa itu memang bersumber dari bibi mereka, Yang Kui Hui. Andaikata bibi mereka itu dahulu tidak melindungi An Lu Shan ketika dilaporkan ayah mereka kepada kaisar, tentu tidak akan terjadi pemberontakan itu.
"Semua ini gara-gara si jahanam An Lu Shan! Aku akan membunuhnya, ko-ko!"
Tiba-tiba Kui Bi berkata dengan penuh semangat.
"Hushhh, kaukira begitu mudah membunuh dia? Dia sekarang telah menjadi seperti seorang kaisar, tinggal di istana, dijaga oleh pasukan pengawal. Jangan bertindak sembarangan dan mencelakai diri sendiri, adikku."
"Han-koko, lalu apa yang harus kita lakukan? Apakah kita akan berdiam diri saja menangisi malapetaka yang menimpa keluarga kita dan Kerajaan Tang, tanpa melakukan apa-apa karena kita takut celaka?"
"Bukan begitu maksudku, Bi-moi. Tentu saja kita harus melakukan sesuatu, yaitu kita harus membantu Kerajaan Tang untuk bangkit kembali. Kita harus membantu untuk menentang An Lu Shan dan menghancur kannya. Tentu saja kita tidak dapat bertindak sendiri menghadapi pasukannya yang ratusan ribu orang banyaknya. Aku mendengar bahwa Gok-hong-cu hilang. Itu hanya desas-desus, akan tetapi aku ingin membantu Kerajaan Tang untuk mendapatkan kembali Mestika Burung Hong Kemala itu. Kabarnya, Sri baginda menitipkan kepada ayah, akan tetapi ketika ayah meninggal, tidak ada yang tahu di mana mestika itu disembunyikan. Lalu, aku mendengar desas-desus bahwa Bouw Koksu hendak mengirim pasukan khusus untuk mencari pusaka itu. Agaknya dia telah mengetahui tempatnya, maka aku akan membayangi pasukan itu dan kalau mungkin aku akan merampas mestika itu dari tangan mereka !"
Kui Byang sejak tadi termenung memikirkan sesuatu,mengangguk.
"Baiklah, kita sama-sama membantu Kerajaan Tang dengan cara kita sendiri, koko. Apakah di kota raja ini terdapat orang yang bisa dipercaya dan masih setia kepada Kerajaan Tang?"
"Banyak, Bi-moi. Banyak kawan-kawan kita dan mereka itu diam-diam juga sudah siap untuk bergerak menentang An Lu Shan kalau saatnya tiba."
"Bagus! Kalau begitu, antarkan aku kepada mereka, koko.Aku ingin bergabung dengan mereka menentang si jahanam An Lu Shan!"
"Baik, Bi-moi, akan tetapi hati-hati, jangan engkau bertindak sembrono dan berusaha membunuh sendiri An Lu Shan. Itu berbahaya sekali dan engkau takkan berhasl."
"Aihh, Han-ko, apakah kaukira adikmu ini masih kanak kanak Aku bukan anak kecil lagi, Han-ko. Aku dapat menjaga diri dan akan berlaku hati-hati."
Malam itu juga, Cin Han mengajak adiknya ke sebuah rumah besar milik Ji Siok, seorang hartawan yang karena pandai mempergunakan hartanya, maka dia sekeluarga dapat hidup aman dan selamat dari serbuan pasukan pemberontak. Bahkan dengan hartanya, Ji Siok yang disebut Ji-wangwe (Hartawan Ji) kini dapat bergaul dengan para pejabat tinggi yang baru.
Tidak ada seorangpun dapat mengetahui isi hatinya bahwa dia sebetulnya merupakan seorang yang setia kepada Kerajaan Tang! Ji-wangwe ini pula yang diam-diam membiayai para pendukung Kerajaan Tang yang diam-diam mempersiapkan diri untuk bergerak apabila saatnya tiba, yaitu apa bila pasukan Kerajaan Tang datang menyerbu Tiang-an untuk merampas kembali tahta kerajaan yang direbut oleh An Lu Shan.
Ji-wangwe yang tidak mempunyai anak, bersama isterinya menyambut kunjungan Cin Han malam itu dengan gembira. Mula-mula, ketika Cin Han datang beberapa pekan yang lalu, Ji-wangwe menyambutnya dengan alis berkerut.
Mengetahui bahwa Cin Han adalah putera mendiang Menteri Yang Kok Tiong yang dianggap melemahkan Kerajaan Tang, mendatangkan rasa tidak senang dan kecurigaan. Akan tetapi setelah Cin Han, menjelaskan bahwa dia sendiri bersama para adiknya tidak senang dengan kedudukan ayah mereka, tidak suka pula kepada sepak terjang bibinya yang mempergunakan kecantikan mempengaruhi kaisar dan mengadakan hubungan dengan An Lu Shan Ji-wangwe dapat menerimanya. Maka, ketika Cin Han malam itu muncul dan memperkenalkan Yang Kui Bi, adiknya, gadis itupun diterima dengan ramah oleh Jiwangwe.
"Jangan khawatir, kongcu,"
Kata hartawan itu kepada Cin Han.
"Biarkan adikmu tinggal di sini, akan kami perkenalkan sebagai keponakan kami dari selatan, ia memakai she Kui dan bernama Bi, Baik, akan kami katakan bahwa ia anak dari seorang adik piauw (misan) kami di selatan."
Hartawan Ji senang sekali ketika mendengar bahwa Ku Bi adalah seorang gadis yang juga memliki ilmu silat tinggi, bahkan yang bertekad untuk membantu perjuangan menentang An Lu Shan yang amat dibencinya.
"Dan bagaimana dengan rombongan Bouw Koksu, paman Ji? Apakah sudah-ada berita tentang keberangkatan mereka?"
Tanya Cin Han.
Dari pertanyaan ini saja, tahulah Kui Bi bahwa agaknya hartawan ini memegang kedudukan penting di kalangan mereka yang mendukung kerajaan Tang sehingga merupakan sumber percarian berita.
"Sudah ada ketentuan. Mereka akan berangkat besok pagi-pagi. Bouw Koksu sendiri tidak pergi, akan tetapi puteranya, Bouw-ciangkun yang akan pergi bersama dua losin pasukan khusus yang pilihan, dan kabarnya dia akan di ditemani oleh seorang gadis yang memiliki ilmu silat lihai sekali. Karena itu,engkau harus berhati-hati, kongcu."
Cin Han mengangguk-angguk. Dia sudah tahu siapa Bouwciangkun, seorang perwira muda bangsa Khitan yang berhati keras. Malam itu, kakak beradik itu melanjutkan percakapan mereka, membicarakan segala pengalaman mereka, dan sekali ini, Ji-wangwe ikut dalam percakapan mereka sehingga hartawan ini semakin yakin bahwa para putera dan puteri mendiang Menteri Yang Kok Tiong ternyata merupakan orang-orang muda yang gagah perkasa, berjiwa pendekar dan juga setia kepada Kerajaan Tang.
Mereka berdua ini saja dapat merupakan pembantu yang boleh diandalkan, pikirnya girang.
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali, Cin Han sudah meninggalkan rumah itu dalam pakaian seperti seorang pengemis muda. Tak lama kemudian, dia sudah membayangi rombongan pasukan yang dipimpin oleh Bouw Ki yang ditemani oleh Can Kim Hong. Rombongan ini menunggang kuda, akan tetapi tidak sukar bagi Cin Han untuk dapat terus membayangi mereka dengan mempernunakan ilmu berlari cepat. Ketika rombongan berkuda itu menyusuri tepi sungai Yang-ce, lebih mudah lagi baginya untuk membayangi.
Dia menggunakan sebuah perahu kecil yang dibelinya dari seorang nelayan. Kini dia dapat membayangi rombongan itu dengan seenaknya, diatas perahu sehingga dia tidak terlalu banyak mengeluarkan tenaga.
Mestika Burung Hong Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Souw Hui San berdiri menghadapi tebing gunung karang dan memandang dengan kagum ke arah guha-guha yang berjajar seperti sumur miring itu. Betapa hebat dan megahnya alam, pikirnya.
Betapa sakti dan mahakuasanya Sang Pencipta semua ini! Dan diapun kagum akan kecerdikan mendiang Menteri Yang Kok Tiong, yang telah menyembunyikan benda pusaka Kerajaan Tang itu di salah satu di antara guha-guha itu.
Guha ke tiga memang merupakan guha paling kecil dan paling tidak mengesankan, tidak menarik perhatian orang untuk mendekatinya. Selain jalan menuju ke guha ke tiga itu harus memaniat batu karang licin, juga banyak batu terlepas sehingga berbahaya.
Hui San adalah seorang pendekar Gobi-pai yang cerdik dan biarpun dia memiliki watak yang nakal dan ugal-ugalan, akan tetapi dia cermat dan waspada.
Setelah menemukan tempat itu, dengan cara yang tidak menyolok seperti seorang pelancong yang tersesat ke tempat ini, dia menemukan guha-guha itu.
Akan tetapi, walaupun sejak tadi dia tidak bertemu orang di daerah pegunungan itu, juga tidak melihat adanya orang yang membayanginya, dia tidak tergesa-gesa menghampiri guha. Kegirangan telah bertemu dengan tempat itu tidak membuatnya lengah. Dia lalu menyelinap ke balik sebuah batu karang, lalu dengan gerakan cepat sekali dia mendaki puncak bukit dari arah belakang. Tak lama kemudian,dia telah mengintai dari puncak, memandang ke sekeliling.
Barulah hatinya lega setelah dia merasa yakin bahwa tidak ada seorangpun nampak di sekitar tempat itu.
Dia lalu cepat turun dari puncak, menghampiri tebing dan berhadapan dengan guha-guha tadi lagi. Dia masih menoleh ke kanan kiri dan belakang sebelum dia mendaki tebing menuju ke arah guha ke tiga. Guha itu kecil dan dia harus membungkuk untuk merangkak masuk. Dan di sudut guha itu, tertutup tumpukan batu-batu karang berkapur, dia menemukan benda yang dicarinya.
Sebuah kotak berukir indah berwarna hitam! Ketika tutup kotak itu dibukanya, di dalamnya terdapat benda pusaka itu. Mestika Burung Hong Kemala yang aseli! Bentuknya tidak berbeda jauh dari yang dibawa dalam buntalannya, yaitu bentuk seekor burung Hong. Akan tetapi benda pusaka ini mengeluarkan cahaya cemerlang, dan batu gioknya memiliki warna-warni yang aneh, ada warna kemerahan, kehijauan, biru dan coklat kuning! Dan u-kiran burung Hong-nya juga amal indah.
Sebuah hasil seni yang menakjubkan dan amat langka!
Hui San memasukkan kotak kecil itu ke dalam buntalan pakaiannya, kemudian dia keluar dari dalam guha. Keluarnya juga bukan begitu saja. Dia mengintai dulu dari dalam guha sampai lama, sampai dia merasa yakin tidak ada mata manusia lain melihatnya, baru dia meloncat keluar dari dalam guha itu Seperti tadi, diapun berhati-hati dan setelah yakin tidak ada orang melihat nya, baru dia memasuki guha ke tujuh yang lebih besar. Dia memasuki guha itu, lalu menukar isi kotak hitam dengan burung Hong Kemala yang dibawanya dari Tiang-an.
Yang palsu dia masukkan ke dalam kotak hitam dan meletakkannya ke dalam guha, di sudut yang gelap, sedangkan yang aselinya dengan aman berada dalam buntalan pakaiannya!
Kemudian, diapun keluar dari dalam guha setelah mengintai lebih dahulu dan dengan hati ringan karena gembra telah berhasil melaksanakan tugas nya, diapun meninggalkan tebing itu Akan tetapi dia tidak segera turun begitu saja dari tebing itu, melainkan mendaki naik ke puncak.
Dengan demikian, andaikata ada orang melihatnya tentu orang itu mengira bahwa dia mendaki puncak da hanya kebetulan saja lewat di depan tebing itu, bukan bermaksud pergi ke tebing.
Setelah tiba di puncak, dia berist irahat, duduk di balik batu kasar untuk berlindung dari sengatan sinar matahari yang sudah naik tinggi, lalu mengeluarkan tempat minuman.
Setelah meneguk minuman dia bangkit berdiri, mengikatkan kembali buntalan pakaiannya di punggung, dan menuruni bukit itu dari lereng yang berlawanan di mana terdapat pohon-pohon besar di sepanjang lereng yang penuh hutan, walaupun tidak begitu lebat pohonnya, namun karena usianya sudah tua maka pohon-pohon itu tinggi dan besar batangnya.
Setelah tiba di hutan pertama, diapun memanjat pohon tertinggi dan me mandang ke sekeliling. Tiba-tiba dia nampak mengerutkan alisnya. Dari arah puncak, dari mana dia turun tadi, dia seperti melihat bayangan orang berkelebat cepat lalu lenyap, dan ketika dia melihat ke bawah, dia melihat debu mengepul dan serombongan orang berkuda sedang mendaki bukit!
Tak lama kemudian, Hui San sudah menyelinap di balik semak-semak dan mengintai ketika seorang gadis menuruni puncak dan lewat di dekat semak itu. Dan diapun menahan napas.
Bukan main! Belum pernah dia melihat gadis secantik ini! Dan inipun tidak aneh karena sejak kecil dia tinggal di pegunungan Gobi-san yang sunyi dan kalaupun pernah dia bertemu wanita, maka yang di jumpainya hanyalah gadis-gadis pegunungan di Gobi-san yang sederhana sekali.
Akan tetapi gadis yang lewat di dekatnya itu demikian cantik jelita seperti bidadari! Bidadari yang lembut, namun gagang pedang di punggungnya itu menunjukkan bahwa gadis itu tidak selembut seperti nampaknya.
Dan gadis itu memegang sebatang tongkat yang mungkin ditemukannya di bawah pohon karena tongkat itu hanyalah sebatang ranting pohon yang masih ada beberapa helai daunnya.
Timbul kekhawatiran di hati Hui San. Gadis jelita itu menuruni bukit dan pasti akan bertemu dengan rombongan orang berkuda itu! Dia mendapatkan perasaan tidak enak, seolah merasakan bahwa gadis yang seperti bidadari itu akan terancam bahaya, maka diam-diam dia lalu membayangi gadis itu.
Dari langkahnya saja dia dapat menduga bahwa gadis itu membawa pedang bukan sekedar untuk memasang aksi, melainkan ia seorang gadis yang sungguh memiliki kepandaian.
Kini derap kaki kuda itu sudah terdengar dari situ.
Rombongan orang berkuda dari bawah itu sudah dekat, akan tetapi gadis cantik itu masih tetap berjalan dengan santai! Hui San menjadi semakin khawatir. Ingin dia meneriaki gadis itu agar bersembunyi atau menyingkir saja.
Akan tetapi dia tahu bahwa kalau dia melakukan hal itu, gadis itu tidak akan percaya, dan bagaimana kalau rombongan orang itu memang tidak merupakan rombongan orang jahat?
Rombongan orang berkuda itu kini muncul di tikungan jalan dan mereka t idak lagi dapat membalapkan kuda mereka karena jalan itu mendaki dan kasar. Mereka menjalankan kuda perlahan-lahan.
Sekali pandang saja tahulah Hui San bahwa rombongan orang berkuda itu adalah rombongan pasukan pemerintah pemberontak! Tentu saja dia merasa khawatir sekali. Dari tempat persembunyiannya, dia melihat betapa gadis cantik itu berhenti melangkah dan agak menepi untuk membiarkan rombongan orang berkuda itu lewat melalui jalan yang sempit itu.
Gadis itu Kui Lan yang melakukan perjalanan ke barat untuk menyusul rombongan kaisar yang melarikan diri mengungsi, ia masih terkenang dengan hati penuh kagum kepada Sia Su Beng, pemuda perkasa yang mendatangkan kesan mendalam di hatinya.
Ketika ia tiba di pegunungan yang sepi itu, ia mengambil jalan pintas, mendaki puncak bukit dan kini tiba-tiba di tempat sunyi itu ia berpapasan dengan serombongan orang berkuda yang berada di depan adalah seorang perwira muda yang gagah dan tampan, berpakaian perwira.
Tentu Sia Su Beng akan nampak lebih gagah dari pada orang ini kalau dia berpakaian perwira, Kui Lan membayangkan. Dan di samping pemuda perwira itu duduk seorang gadis cantik dan gagah di atas seekor kuda putih.
Kemudian di belakang mereka nampak duapuluh lebih perajurit berkuda, kesemuanya kelihatan gagah dan garang. Bertemu dengan serombongan perajurit yang tentu merupakan perajurit anak buah pemberontak An Lu Shan. Kui Lan merasa sebal dan tidak senang. Akan tetapi, iapun tahu bahwa tidak semestinya ia mencari keributan menghadapi demikian banyak orang.
Apa lagi perwira itu kelihatan bukan orang lemah. Maka, iapun sengaja menepi untuk memberi jalan agar rombongan berkuda itu lewat.
Perwira itu adalah Bouw Ki dan gadis di sampingnya adalah Kim Hong. Rombongan itu adalah rombongan pasukan yang ditugaskan oleh Bouw Koksu untuk pergi ke pegunungan itu dan mengambil Mestika Burung Hong Kemala seperti yang digambarkan pada peta yang dibeli oleh Bouw Koksu dari Souw Lok.
Ketika Bouw Ki melihat seorang gadis cantik jelita di pegunungan yang sunyi itu, tentu saja dia merasa curiga dan dia mengangkat tangan kiri ke atas sebagai isyarat agar pasukannya berhenti.
Kim Hong menoleh dan memandang kepada suhengnya, kemudian kepada gadis cantik yang berdiri di tepi jalan, ia sendiripun merasa heran melihat di tempat sunyi dan sulit seperti itu terdapat seorang gadis cantik melakukan perjalanan seorang diri, akan tetapi melihat gagang pedang di punggung gadis itu, iapun dapat menduga bahwa gadis itu tentu memiliki kepandaian untuk menjaga dan membela diri. Dan karena gadis itu tidak dikenal, maka sebetulnya tidak ada perlunya suhengnya menyuruh berhenti pasukannya.
Pendekar Bodoh Karya Kho Ping Hoo Rajawali Emas Karya Kho Ping Hoo Jodoh Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo