Ceritasilat Novel Online

Jaka Lola 22


Jaka Lola Karya Kho Ping Hoo Bagian 22



"Sahabat yang gagah, tolong kau bantu kami menangkap dia! Dia Ketua bajak, kamu harus menangkapnya untuk dihadapkan kepada Bun-Goanswe di Tai-Goan!"

   Tiba-tiba terdengar suara Hwat Ki yang kebetulan pada saat itu sudah sadar.

   Pemuda ini meloncat bangun, disusul oleh Cui Kim yang juga sudah sadar. Memang racun yang dipergunakan oleh Ketua Kipas Hitam dalam jamuan makan tadi hanya racun untuk membikin mabuk orang untuk sementara saja, sama sekali tidak berbahaya, hanya sekedar membuat lawan tidak berdaya. Begitu sadar dari pingsannya dan melihat betapa Yosiko dicambuki secara aneh oleh pemuda asing yang dia kenal sebagai pemuda di rumah makanj dalam dusun Leng-Si-Bun, Hwat Ki segera| berseru untuk menangkapnya. Pemuda Lu-Liang-San ini dapat menduga bahwa Yo Wan tentulah seorang Pendekar yang berpihak kepadanya dan memusuhi bajak laut. Mendengar seruan ini, sejenak Yo Wan bingung dan agaknya kesempatan ini tidak disiasiakan oleh Yosiko. la telah mengeluarkan sebuah kipas hitam dan ketika ia menekan gagangnya, dari kedua ujung kipas itu menyambarlah sinar hitam ke depan.

   "Awas...!!"

   Yo Wan berseru dan sekali sabuk sutera putihnya dia gerakkan, Hwat Ki dan Cui Kim roboh oleh sabuk itu, terpelanting karena kaki mereka terlibat dan dibetot. Yo Wan sengaja melakukan ini karena dapat menduga akan bahayanya sinar hitam itu. Namun usahanya menyelamatkan kedua orang muda itu membuat dia kurang waspada akan dirinya sendiri. la sudah mengebutkan tangan kiri menyampok, namun dia merasa pundak kirinya sakit dan panas, maka maklumlah dia bahwa dia telah terkena senjata rahasia yang halus dan beracun. Rasa panas bercampur rasa gatal membuat dia kaget sekali dan cepat dia melompat ke depan mengejar Yosiko yang lari.

   "Berhenti, serahkan obat pemunah racun!"

   Teriak Yo Wan marah. Karena Ginkangnya memang jauh lebih menang daripada Yosiko, sebentar saja dia hampir dapat menangkapnya di luar gedung itu. Namun tiba-tiba Yosiko melompat dan...

   "Byurrr...!"

   Ketua Kipas Hitam itu sudah terjun ke dalam air laut yang berbuih-buih. Biarpun bukan ahli, namun kalau hanya berenang saja Yo Wan dapat juga."la maklum bahwa tubuhnya sudah terkena senjata beracun, dan Ketua Hek-San-Pang itulah satu-satunya orang yang mempunyai obat penawarnya, maka harus dia tangkap. Dengan pikiran ini, Yo Wan menjadi nekat dan...

   "Byurrr...!!"

   Air laut yang hitam gelap itu untuk kedua kalinya muncrat ketika tubuh Yo Wan terjun ke dalamnya. Yo Wan melihat di bawah sinar bulan yang remang-remang itu lawannya berenang ke tengah di mana terdapat beberapa buah perahu nelayan.

   "Hemmm, ke manapun kau lari, jangan harap dapat terlepas dari tanganku,"

   Pikirnya dan dia merasa girang ketika mendapat kenyataan bahwa setelah berada agak ke tengah, ternyata laut itu tenang airnya, memudahkan dia berenang melakukan pengejaran. Perahu-perahu di depan itu adalah perahu yang berlabuh, kelihatannya sunyi dan gelap. Tak mungkin kalau perahu nelayan berlabuh dalam keadaan gelap dan berada di tengah. Agaknya perahu-perahu bajak laut. Yo Wan tidak mempedulikan perahu-perahu itu. Ke manapun juga Yosiko pergi, akan dia kejar sampai dapat, karena kalau tidak, keadaannya bisa berbahaya.

   Mulailah dia menduga-duga. Agaknya senjata rahasia yang halus itu merupakan jarum-jarum kecil halus yang dapat menembus kulit dan menyusup ke bawah kulit sehingga kalau beracun maka racunnya dapat langsung terbawa oleh darah. Pundak kirinya mulai terasa kejang-kejang. Air laut mengurangi rasa sakit, akan tetapi makin lama pundaknya terasa makin kaku dan lengan kirinya hampir tak dapat digunakan lagi. la berenang mengandalkan kedua kaki dan lengan kanannya sehingga tiap kali tubuhnya miring ke kiri mukanya terbenam ke dalam air. Akan tetapi girang hatinya karena agaknya Yosiko tak dapat berenang cepat, buktinya sebentar saja dia sudah hampir dapat menyusulnya. la mengerahkan tenaganya hergerak maju, berseru keras,

   "Pangcu dari Kipas Hitam, berhentilah kau berikan obat pemunah racun dan baru aku mau memberi ampun kepadamu!"

   Yosiko menoleh dan tertawa, kemudian, tiba-tiba lenyaplah kepala yang tertawa itu. Yo Wan terkejut. Celaka, pikirnya. Apakah orang itu tenggelam? Jangan-jangan kakinya diseret ikan buas! Kalau Yosiko kena celaka, berarti dia sendiri pun menghadapi bahaya maut. Akan tetapi tiba-tiba bulu tengkuknya meremang saking ngeri dan kagetnya ketika dia merasa betapa kakinya terjepit sesuatu dan dia ditarik ke bawah! Celaka, pikirnya, tentu ikan buas Yosiko menjadi korban ikan buas dan kini ikan-ikan itu mulai menyambar kakinya dan menarik ke bawah. Cepat dia mengerahkan tenaganya dan menggerakkan kaki sehingga sepatunya terlepas. Akan tetapi berbareng dengan terlepasnya sepatu kanannya, ikan yang menggigit kakinya itu pun terlepas. Mendadak ada suara orang tertawa di sebelah belakangnya. Cepat dia menengok dan... kiranya Yosiko yang tertawa, mentertawakannya.

   "Mana kegagahanmu, Yo Wan? Agaknya di air kau tidak segagah di darat!"

   Yo Wan menggerakkan tangan kanan meraih untuk menangkap lawan itu, akan tetapi tiba-tiba kepala itu lenyap lagi. Yo Wan terkejut dan maklumlah dia bahwa Yosiko kiranya adalah seorang ahli dalam air! Tentu yang mempermainkannya, yang mencopot sepatunya adalah Yosiko inilah! Berabe, pikirnya. Kalau harus bertanding di air, melihat gerakan Yosiko demikian cepatnya, dia pasti takkan berdaya. Benar saja, Yosiko muncul di sana-sini, main kucing-kucingan, sedangkan Yo Wan sudah payah dan lelah sekali. Mendadak perahu-perahu yang sunyi dan gelap itu tiba-tiba menjadi terang benderang, agaknya ada tanda rahasia yang membuat orang-orang yang bersembunyi di dalam perahu secara serentak memasang lampu penerangan. Terdengar teriakan-teriakan gaduh.

   "Itu dia! Benar dia kepala bajak Kipas Hitam. Serbu!

   "Tangkap!"

   "Bunuh...!"

   "Hadiahnya besar kalau bisa tangkap dia, hidup atau mati!"

   "Mari serbu, hadiahnya bagi rata!"

   Ramai sorak-sorai itu dan perahu-perahu hitam tadi mulai bergerak mengurung tempat Yo Wan dan Yosiko main kucing-kucingan di dalam air. Kemudian telinga Yo Wan yang tajam dapat menangkap mengaungnya suara anak-anak panah menyambar. la terkejut sekali, akan tetapi apa dayanya. Di dalam air, dia tidak dapat mengelak atau bergerak secepat di darat, apalagi pundak kirinya mulai kena pengaruh racun. Tiba-tiba...

   "Ceppp!"

   Pundak kirinya sebelah belakang terkena anak panah yang menancap cukup dalam. Yo Wan mengeluh. Yosiko mengeluarkan seruan kaget.

   "Cepat, tahan nafasmu...!"

   Suara ini hanya terdengar seperti bisikan di dekat telinga Yo Wan, akan tetapi dia mentaatinya, menahan nafasnya. Sebagai seorang ahli Iweekeh tentu saja hal ini mudah dilakukannya dan pada saat itu dia merasa betapa tubuhnya ditarik ke bawah permukaan air, lalu dibawa berenang sambil menyelam dengan kecepatan luar biasa. Beberapa menit kemudian Yo Wan tidak ingat apa-apa lagi. Yo Wan bermimpi. la melihat seorang laki-laki sederhana, berpakaian seperti petani, namun berwajah tampan dan bersikap gagah, bersama seorang wanita cantik yang wajahnya diliputi kedukaan. Mereka tersenyum-senyum kepadanya, melambatkan tangan ketika mereka berjalan meninggalkannya.

   "Ayah... Ibu...!"

   Yo Wan memanggil, mengeluh karena tidak dapat menggerakkan tubuh untuk mengejar mereka. la merasa seperti dalam neraka. Api neraka membakarnya, tenaganya habis dan dia tidak berdaya menyingkir dari api yang mengelilinginya itu. Dadanya terasa sesak, kepalanya panas dan serasa hanipir meledak. Sekali lagi dia memanggil Ayah Ibunya untuk minta pertolongan, namun mereka sudah terlalu jauh, hanya tampak bayang-bayang mereka saja, tidak jelas lagi. Betapapun, Yo Wan masih dapat mengenal mereka, Ayahnya yang gagah berani, Ibunya yang cantik peramah. Tiba-tiba muncul bayangan seorang gadis jelita. Sejenak dia bingung dan tidak mengenal siapa gadis ini.

   Wajahnya aneh, sebentar seperti Siu Bi, kemudian berubah seperti Lee Si, berubah lagi seperti wajah Bu Cui Kim, akhirnya menjadi wajah Cui Sian. Girang hatinya. Berdebar jantungnya. Mulutnya bergerak hendak memanggil Cui Sian, akan tetapi rasa malu dan rendah diri menahan niatnya. Cui Sian puteri Raja Pedang, mana bisa disejajarkan dengan dia? Dia seorang Jaka Lola, miskin dan bodoh. Mendadak semua bayangan itu ienyap. Yo Wan kecewa dan menyesal, mencari-cari Cui Sian, namun gadis itu tetap tidak tampak lagi. Sadarlah dia dari mimpi, sebuah mimpi kacau balau ketika dia pingsan. Kini terasa betapa tubuhnya panas sekali dan sakit-sakit. la mengeluh, membuka matanya, heran dan bingung. Teringat dia kini betapa dia tenggelam, menahan nafas, kemudian dibawa berenang di bawah permukaan air oleh Yosiko.

   Otomatis dia menahan nafasnya, takut kalau-kalau air memasuki hidung dan mulut. Akan tetapi dia tidak merasakan air lagi di sekeliling tubuhnya. Perlahan dibukanya mata yang tadi dia tutup kembali. Sekali lagi dia melihat bahwa dia tidak berada di dalam air, kini lebih jelas. Ada air tampak olehnya, namun di bawah, dan dia rebah di atas sebuah perahu yang bergerak perlahan dan tenang. Badannya panas seperti terbakar, pundak kirinya sakit sekali. Teringatlah dia bahwa pundaknya terluka oleh senjata rahasia beracun yang dilepas oleh Yosiko. Di manakah dia sekarang? Masih hidupkah perjalanan menuju ke alam baka melalui sungai dan naik perahu? Kembali dia mengeluh, tenggorokannya terasa haus bukan main. la mengumpulkan tenaga dalam tubuhnya yang lemas, mencoba untuk bangkit dan duduk.

   "Uuhhh..."

   Pundak kirinya terasa sakit sekali dan ketika tangan kanannya meraba, kiranya di pundak kiri sebelah belakang masih menancap sebatang anak panah! Teringatlah kini Yo Wan bahwa sebelum dia tenggelam, ada anak panah yang mengenai pundaknya.

   "Ee-e-eee... tidak boleh bangun dulu... kau harus rebah terus, miring kanan..."

   Tiba-tiba terdengar suara halus seorang wanita dan jari-jari tangan yang halus pula merangkul pundak kanannya, kemudian dengan tekanan perlahan menyuruh dia rebah kembali, terlentang agak miring ke kanan agar anak panah di pundak kirinya tidak menyentuh lantai perahu. Yo Wan serasa mengenal suara ini, dan ini membuat hatinya kecewa.

   Ketika untuk pertama kali mendengar suarYo Wanita tanpa melihat orangnya, sepenuh hatinya dia mengharapkan bahwa orang itu Cui Sian adanya. Akan tetapi kini dia merasa pasti bahwa itu bukanlah suara Cui Sian, dan kenyataannya ini mengecewakan hatinya. Suara siapakah? Serasa mengenalnya, akan tetapi dia tidak dapat memastikan siapakah wanita ini. Setelah rebah, dia memutar leher dan memandang. Seorang gadis cantik jelita sedang sibuk mendayung perahu itu. Gadis itu memandangnya dengan Bibir tersenyum dan mata bersinar-sinar. Mata itu! la tidak mengenal wajah ini, akan tetapi dia mengenal benar mata itu. Di mana gerangan? Dan suara itu! Payah Yo Wan mengingat-ingat, namun dia tetap tidak tahu di mana dan bila rnana dia pernah mendengar suara ini dan melihat mata itu. Rasa panas menyesakkan nafasnya.

   "Uhh-uhhh... panas... haus..."

   Bisiknya. Gadis itu dengan gerakan perlahan menancapkan sebatang bambu panjang ke bagian yang dangkal di pinggir sungai dan perahu itu kini terikat pada bambu. Kemudian dia menghampiri Yo Wan.

   "Haus? Minumlah ini, jangan banyak-banyak. Kau terserang demam, akan tetapi tidak berbahaya, jangan khawatir. Nanti setelah tiba di hutan Jeng-hwa-lim (Hutan Seribu Bunga), di sana banyak obat untuk mengusir demam, juga untuk menahan keluarnya darah. Karena itu, biar sementara kita diamkan anak panah itu, sesampainya di sana baru dicabut."

   Gadis itu bicara dengan halus dan ramah seakan-akan mereka sudah menjadi kenalan baik sejak bertahun-tahun. Tiada canggung, tiada keraguan, tidak sungkan-sungkan lagi. Siapakah gadis jelita ini? Matanya begitu tajam dan bening, bersinar-sinar seperti bintang pagi yang pada saat itu masih berkedap-kedip di angkasa, menghias pagi yang dingin. Hidungnya kecil mancung, menjadi imbangan yang manis dari Bibirnya yang lunak, merah dan berbentuk indah.

   "Kau siapakah, Nona?"

   Tak tahan lagi Yo Wan bertanya, matanya memandang wajah itu, akan tetapi keningnya berkerut-kerut menahan sakit.

   Sebelum menjawab, gadis itu mengulurkan tangan kanannya. Gerakan ini membuat ujung lengan bajunya tersingkap dan tampaklah lengannya yang berkulit putih halus sampai ke siku membayangkan di balik lengan baju. Jari-jarinya kecil meruncing dengan kuku mengkilap terpelihara. Tangan halus itu dengan gerakan lembut dan mesra menyentuh dahi Yo Wan seperti biasanya orang hendak melihat panas seorang terserang demam. Kemudian dicabutnya sehelai saputangan merah muda dari balik bajunya dan dihapusnya dahi yang penuh keringat itu, terus ke pipi dan leher Yo Wan. Biarpun sedang menderita demam dan sakit, perbuatan ini membuat jantung Yo Wan berdebar jengah dan malu. Siapakah gadis ini yang begini mesra dan begini telaten merawathya?

   "Kau... kau siapa...?"

   Tanyanya lagi.

   "Kau minum dulu ini, bukankah tadi kau bilang haus?"

   Kata si gadis yang tanpa ragu-ragu menyorongkan lengan kirinya yang kecil ke bawah leher Yo Wan, mengangkat kepala pemuda itu ke atas sedikit, kemudian tangan kirinya mendekatkan sebuah cawan ke mulut Yo Wan.

   Pemuda ini merasai hal yang aneh di dalam hatinya. Seluruh isi dadanya serasa bergejolak, darahnya berdenyar-denyar dan bergelora. Betapa tidak? Biarpun usia Yo Wan sudah cukup dewasa, sudah dua puluh delapan tahun, namun baru kali ini lehernya dirangkul lengan seorang wanita! Kepalanya seakan-akan bersandar kepada pundak dan dada orang, hidungnya mencium keharuman yang asing baginya, dan hampir saja dia tidak sanggup menelan air yang diminumnya karena tenggorokannya serasa tercekik. Namun, sebagai seorang ahli tapa, dia dapat menenteramkan hatinya dan biarpun dia sedang menderita sakit, dia dapat merasa betapa lengan kiri yang lembut dan kecil halus itu mengandung tenaga yang hebat!

   "Siapakah kau, Nona?"

   Tanyanya lagi setelah gadis itu merebahkannya kembali. Si gadis tersenyum. Dekik kecil pada ujung mulut sebelah kiri membuatnya manis sekali. Dekik pipi kiri ini mengingatkan Yo Wan akan sesuatu, akan tetapi dia tidak tahu benar apa dan siapakah "Sesuatu"

   Itu. Hanya dia merasa pasti bahwa dekik ini bukan baru sekarang dia lihat!

   "Apakah kau tidak bisa menduga? Aku adalah adik dari Ketua Kipas Hitam! Kau terluka dan hampir celaka di laut, kakakku menolongmu, kemudian menyerahkan kepadaku untuk merawatmu sampai sembuh."

   Yo Wan memandang penuh perhatian. Salahkah dugaannya? Betulkah Yosiko Ketua Kipas Hitam itu mempunyai seorang adik perempuan? Wajahnya serupa benar dan kini teringatlah dia bahwa sinar mata dan dekik pada ujung mulut itu dia lihat pada wajah Yosiko! Hemmm, gadis ini adalah Yosiko sendiri, dia hampir merasa pasti akan hal itu. Hanya ada sebuah kemungkinan, yaitu bisa juga gadis ini adiknya, akan tetapi adik kembar. Hanya adik kembar yang mempunyai persamaan seperti ini, bagai pinang dibelah dua. Akan tetapi, andaikata benar adiknya, mengapa begini hebat? Sebaliknya, apabila gadis ini adalah Yosiko sendiri, mengapa harus seaneh ini sikapnya?| la tidak mau meributkan soal itu, mengingat akan keadaannya. Akan tetapi diapun tidak mau berhutang budi kepada kepala bajak. Dengan menahan rasa sakit, Yo Wan bangun lagi, tidak peduli akan cegahan gadis itu.

   "Eh, jangan bangun... kau mau apa...?"

   Gadis itu bertanya, memegang lengannya.

   "Aku... aku harus pergi dari sini."

   "Eh, jangan! Kau masih terluka hebat, racun di pundakmu belum keluar habis, dan anak panah itu berbahaya sekali. Kau hendak pergi dari sini, pergi kemanakah?"

   "Aku harus menolong muda-mudi dari Lu-Liang-San. Di mana mereka? Dan apa yang terjadi?"

   Kini mereka duduk berhadapan di atas perahu dan terlihatlah kini dengan jelas oleh Yo Wan bahwa gadis di depannya itu benar cantik jelita, akan tetapi pada wajah yang elok itu terbayang sifat liar dan terbuka, bebas dan lincah seperti terdapat pada wajah Siu Bi si gadis liar dari Go-Bi-San. Gadis ini masih muda, takkan lewat dua puluh tahun usianya. Melihat kulit muka dan kulit tangan yang agak gelap dapat diduga bahwa gadis ini banyak berada di alam terbuka, banyak terkena sinar matahari. Bagian yang paling menarik pada wajahnya adalah mata dan mulut. Mendengar pertanyaan Yo Wan tentang muda-mudi dari Lu-Liang-San, mata gadis itu berkilat.

   "Bocah-bocah kurang ajar itu! Menyesal mengapa aku tidak membunuh mereka saja. Hemmm, semestinya kakakku membunuh mereka dan melempar mayat mereka ke laut agar menjadi makanan ikan hiu, ketika mereka kena tawan!"

   Yo Wan mengerutkan kening. Benar-benar gadis ini seperti Siu Bi, liar, ganas. Akan tetapi, ucapan itu melegakan hatiriya karena kegemasan gadis itu sudah jelas menyatakan bahwa muda-mudi Lu-Liang-San itu tidak tewas, mungkin sudah bebas. Kelegaan hati ini membuatnya tersenyum, tapi karena pundaknya terasa nyeri, senyumnya menjadi senyum menyeringai masam.

   "Apa yang terjadi? Siapakah orang-orang di dalam perahu yang menyerang kita... eh, yang menyerang aku dan... kakakmu?"

   "Mereka itu adalah orang-orang yang dipimpin oleh Jenderal Bun di Tai-Goan dipimpin oleh putera jenderal itu sendiri. Mereka berusaha hendak menangkap... kakakku. Hemmm, tikus-tikus itu mana mampu menangkap Ketua Kipas Hitam? Apalagi membasmi Kipas Hitam! Kau lihat saja betapa kami akan menghancurkan mereka nanti."

   Diam-diam Yo Wan terkejut. Kiranya mereka yang menyergap dia dengan Yosiko, yang telah melukai pundaknya, adalah orang-orang pemerintah yang bermaksud membasmi bajak laut. Dan dalam kegelapan malam tentu saja dia yang bersama-sama dengan Yosiko disangka bajak pula! Diam-diam dia mengeluh.

   "Dan mereka itu, muda-mudi Lu-Liang-San itu, bagaimana dengan mereka?"

   "Uh, mereka? Biar dimakan setan rieraka mereka itu. Mereka bergabung dengan orang-orang Tai-Goan, menyebar kematian di antara anak buah kami. Awas kalau mereka terjatuh ke tanganku!"

   Yo Wan girang sekali. Tak salah dugaannya dan tak salah ketika dia membantu muda-mudi Lu-Liang-San itu. Mereka adalah Pendekar-Pendekar muda yang perkasa, sedangkan Yosiko, dan... adiknya ini kalau benar adiknya, serta semua anak buahnya adalah bajak laut-bajak laut yang ganas dan patut dibasmi. Berpikir demikian, tiba-tiba dia merasa malu. Mengapa dia harus membiarkan dirinya dirawat oleh seorang peminipin bajak laut? Kalau para Pendekar kang-ouw mengetahuinya, alangkah akan rendah dan malunya. Pikiran ini membuat dia serentak bangkit. Gadis itu kaget.

   "Eh, mau apa kau? Mau ke mana?"

   "Aku harus pergi dari sini! Harus!"

   La mengeluh karena pundak kirinya sakit sekali. Dengan tangan kanan dia meraba ke belakang pundak kiri, memegang gagang anak panah dan mengerahkan tenaga mencabutnya. Anak panah tercabut, darah muncrat keluar dan gadis itu menjerit berbareng dengan robohnya tubuh Yo Wan, pingsan di atas perahu! Gadis itu cepat menerima tubuhnya sehingga tidak sampai terbanting, lalu dengan cekatan dan kelihatan ringan sekali dia memondong tubuh Yo Wan ke darat dan berlari-larilah gadis itu menuju ke sebuah hutan yang penuh dengan bunga, hutan Jeng-hwa-lim. Bagaikan berlarian di dalam taman bunga miliknya sendiri, gadis itu dengan cepatnya menuju ke sebuah gua yang berada di hutan ini.

   indah sekali tempat ini. Letaknya tepat di tepi Sungai Kuning yang terjun ke dalam air Laut Po-Hai, lembah yang subur dan indah. Air sungai yang amat tenang itu mengalir tak jauh di depan gua. Apa yang diceritakan oleh gadis itu kepada Yo Wan memang tidak bohong. Orang-orang di dalam perahu-perahu sunyi gelap pada malam hari itu, bukan lain adalah orang-orang Bun-Goanswe yang berusaha membasmi dan menangkap Ketua bajak laut, dipimpin sendiri oleh Bun Hui, pemuda putera Bun-Goanswe yang tampan dan gagah perkasa. Adapun Hwat Ki dan Cui Kim, ketika sadar daripada pengaruh obat memabukkan di dalam gedung tempat tinggal Ketua Kipas Hitam, roboh kembali oleh Yo Wan yang menyelamatkan mereka dari sambaran senajata-senjata rahasia ampuh dan berbahaya yang dilontarkan oleh si Ketua Kipas Hitam.

   Namun sebagai orang-orang yang memiliki kepandaian tinggi, Hwat Ki dan sumoinya sudah meloncat bangun lagi. Mereka tahu bahwa pemuda sederhana yang membantu mereka itu telah terluka dan kini mengejar Yosiko, maka serentak mereka berdua pun meloncat melakukan pengejaran. Akan tetapi begitu tiba di depan gedung, mereka dihadang oleh banyak sekali anak buah bajak laut Kipas Hitam yang bersenjata lengkap. Kemarahan Hwat Ki dan sumoinya memuncak. Mereka tadi sudah memungut Pedang masing-masing dan kini sambil berseru marah muda-mudi Lu-liang-pai ini mengamuk. Pedang mereka berkelebatan bagaikan dua ekor naga sakti yang menyambar-nyambar. Namun para pengeroyok mereka ternyata bukan orang-orang sembarangan pula.

   Barisan bajak yang mengeroyok mereka berdua dipimpin oleh tiga orang Kakek yang tadi dikalahkan Yo Wan. Agaknya maklum bahwa yang hendak dikeroyok adalah dua orang muda perkasa, maka yang maju adalah anggota-anggota bajak laut pilihan yang sedikit banyak sudah memiliki kepandaian silat lumayan. Seorang demi seorang, para bajak laut itu mulai roboh. Akan tetapi yang datang membantu jauh lebih banyak daripada yang roboh, sedangkan muda-mudi Lu-liang-pai ini masih agak pening karena pengaruh racun tadi, maka keduanya lalu beradu punggung dan mempertahankan diri dari hujan senjata dari kanan kiri. Mereka dapat merobohkan seorang dua orang, akan tetapi tidak mampu keluar dari kepungan yang makin tebal itu. Agaknya para bajak sudah mendapat instruksi dari atasannya untuk bertahan sampai dua orang itu dapat ditangkap atau dibunuh.

   Keadaan ini bukan tidak berbahaya. Hwat Ki maklum akan hal ini maka sambil mengeluarkan teriakan keras dia menubruk maju, tangan kirinya menggunakan pukulan-pukulan Cheng-tok-ciang dan terdengarlah pekik berturut-turut ketika empat orang roboh oleh pukulan dahsyat ini! Akan tetapi, pukulannya yang dahsyat dan berhasil baik ini ternyata malah mendatangkan malapetaka, karena tiga orang Kakek itu yang melihat akan hebatnya Cheng-tok-ciang, lalu memberi aba-aba dan kini para bajak menggunakan obor untuk mengurung Hwat Ki dan Cui Kim! Pucat wajah kakak beradik seperguruan ini. Menghadapi senjata-senjata tajam dari para pengeroyok, mereka masih mampu mempertahankan diri. Akan tetapi kalau begitu banyaknya pengeroyok menggunakan api untuk menyerang, celakalah mereka!

   "Sumoi, terjang ke kiri, cari jalan keluar melalui darah mereka!"

   Teriak Hwat Ki kepada adik seperguruan itu.

   la mendapatkan akal untuk menggabung tenaga menerjang ke kiri, membuka jalan berdarah. Cui Kim mengerti akan maksud Suhengnya, maka dia segera memutar pedangnya sedemikian cepatnya sehingga seorang pengeroyok yang tidak sempat menangkis, terbabat putus bahu kiri berikut lengannya. Orang itu menjerit ngeri dan roboh. Akan tetapi Cui Kim terpaksa meloncat mundur lagi karena ada empat orang yang menyorongkan obor kepadanya. la merasa ngeri juga dan takut. Api adalah benda yang amat berbahaya Sekali mencium ujung pakaiannya, akibatnya tentu amat mengerikan. Hwat Ki juga berhasil merobohkan dua orang, akan tetapi para bajak itu ternyata dipimpin oleh orang-orang yang pandai juga, karena agaknya mereka tahu akan niat dua orang muda ini sehingga begitu mereka berdua menerjang ke kiri, bagian ini diperkuat sehingga sukarlah untuk membobolkannya.

   "Gunakan jala!!"

   Tiba-tiba terdengar perintah dan para bajak itu kini menyeret jala ikan. Ketika mereka mulai menggunakan benda ini, Cui Kim dan Hwat Ki makin kaget. Kiranya jala ikan itu mereka lemparkan ke arah kaki kakak beradik ini.

   Hwat Ki dan Cui Kirn cepat meloncat, akan tetapi obor-obor menyala menyambut mereka sehingga terpaksa mereka turun lagi menginjak jala. Dapat dibayangkan sukarnya orang bersilat di atas jala-jala ikan yang malang-melintang. Tiba-tiba terdengar Cui Kim memekik karena gadis ini terlibat kakinya dan terguling! Seorang bajak laut cepat menubruk maju, karena para bajak yang terdiri dari orang-orang kasar dan liar itu di dalam hati saling berlomba untuk dapat raenangkap si gadis cantik dari Lu-Liang-San agar sebelum menyerahkannya kepada ketua, mereka dapat memuaskan kekurang ajaran mereka. Bajak yang menubruk maju ini berseru girang karena dia merasa menang dalam perlumbaan ini, lebih dulu memeluk Cui Kim. Akan tetapi seruan girang itu berubah seketika pekik mengerikan ketika lehernya ditembusi Pedang yang berada di tangan Cui Kim.

   Sebagai seorang anak murid Lu-liang-pai yang terkasih, tentu saja gadis ini bukan seorang gadis sembarangan. Biarpun dia sudah terlibat dan jatuh terguling, namun dalam robohnya dia sudah dapat membalikkan tubuh dan bersiap dengan pedangnya. Maka begitu ada bajak yang menubruknya, pedangnya bergerak dan berhasil menusuk tembus leher si bajak, sehingga bajak itu tewas seketika sambil membawa nafsu kekurang-ajarannya ke neraka! Cui Kim kaget sekali ketika pedangnya sukar dicabut kembali. Agaknya Pedang ini menembus tulang, maka tidaklah begitu mudah dicabut, padahal pada saat itu, tiga orang bajak yang melihat kawannya mati dalam keadaan mengerikan, segera maju dengan obor dan golok di tangan. Cui Kim sudah meramkan mata menanti datangnya maut, akan tetapi ia segera membuka matanya kembali ketika di sampingnya roboh berdebukan tiga orang bajak laut itu.

   Cepat ia bangkit berdiri dan sekuat tenaga menarik pedangnya, sambil melirik girang kepada Suhengnya yang dapat menolongnya dalam waktu yang tepat. Akan tetapi Suhengnya kelihatan lelah sekali, juga dia merasa amat lelah biarpun kini berhasil membebaskan kakinya dari libatan jala. Pada saat kedua orang jago muda dari Lu-liang-pai ini amat terancam kedudukannya, tiba-tiba terdengar sorak-sorai yang riuh-rendah dan kacaulah barisan para bajak laut. Mereka yang mengeroyok Hwat Ki dan Cui Kim makin berkurang dan akhirnya sisa dari mereka yang roboh tewas, membuang obor mereka dan melarikan diri, menghilang ke dalam gelap setelah terdengar tanda suara seperti terompet. Apakah yang terjadi? Selagi Hwat Ki dan Cui Kim menduga-duga dengan hati lega karena terbebas daripada bahaya, tiba-tiba muncul seorang pemuda yang memegang Pedang yang berlepotan darah.

   "Saudara Hwat Ki...! Syukur kau dan sumoimu selamat...!"

   "Eh, Bun-Lote (adik Bun)! Kiranya kau yang menolong kami? Dengan siapa kau datang?"

   Kata Hwat Ki gembira ketika mengenal pemuda itu yang bukan lain adalah Bun Hui.

   "Dengan pasukan khusus dari Tai-Goan, dibantu pasukan dari Cin-an! Bajak laut Kipas Hitarn itu harus dibasmi, mereka mengganas di mana-mana. Kau melihat Ketuanya? Di mana dia?"

   "Lari, tadi dikejar oleh saudara baju putih yang lihai. Mudah-mudahan tertangkap,"

   Kata Hwat Ki.

   "Ke mana larinya?"

   "Ke sana!"

   Kata Cui Kim yang juga girang melihat putera jenderal ini, yang pernah ia jumpai ketika pemuda itu naik ke puncak Lu-Liang-San untuk bertemu dengan Suhunya.

   "Mari kita kejar!"

   Mereka bertiga mengejar ke luar dan ternyata di sekitar tempat itu sudah penuh dengan anak buah yang dibawa Bun Hui. Akan tetapi ketika mereka tiba di tepi laut di mana anak buah Bun Hui dengan perahu-perahu mereka mengepung Yosiko, mereka kecewa mendengar betapa Ketua Kipas Hitam itu berhasil melenyapkan diri sambil menyelam. Yang amat khawatir dan kaget hatinya adalah Hwat Ki dan Cui Kim. Mereka mendengar dari orang-orang Kerajaan ini bahwa mereka berhasil memanah seorang pemuda, entah Ketua Kipas Hitam entah bukan karena tadinya ada dua orang pemuda yang berenang seakan-akan berkejaran atau hendak melarikan diri. Hwat Ki dan sumoinya khawatir, jangan-jangan penolong mereka itu yang terkena anak panah! Mereka semua harus terus melakukan pengejaran dan mencari-cari. Hwat Ki dan sumoinya memisahkan diri, juga mereka berdua mencari.

   Kalau Bun Hui dan para anak buahnya mencari jejak para bajak laut yang hendak mereka basmi, adalah kedua orang muda dari Lu-Liang-San ini mencari jejak pemuda baju putih yang telah menolong mereka. Mereka berdua dapat membayangkan betapa berbahayanya keadaan mereka ketika mereka roboh oleh makanan yang mengandung racun. Mereka sudah pingsan dan tidak berdaya sama sekali. Entah apa yang akan dilakukan oleh Ketua Kipas Hitam kepada mereka dalam keadaan pingsan itu. Entah apa yang akan terjadi selanjutnya kalau saja tidak muncul pemuda baju putih yang demikian aneh, yang tadinya sudah mereka lihat di dalam restoran di dusun Leng-Si-Bun. Melihat cara pemuda pakaian putih itu menggempur Yosiko dan membuat Ketua Kipas Hitam itu terdesak hebat, sudah membuktikan bahwa pemuda baju putih itu lihai bukan main.

   Mereka mencari terus, mencari di sepanjang lembah Huang-Ho, menyusuri pantai Sungai Kuning ini. Sementara itu, Yo Wan sadar dari pingsannya. Tubuhnya terasa enak dan nyaman, akan tetapi lemas sekali. Cepat dia ingat akan segala peristiwa yang menimpa dirinya, maka segera dibukanya matanya. Heran dia ketika mendapatkan dirinya rebah di atas pembaringan yang terbuat dari kayu kasar sederhana, dan berada di dalam sebuah gua yang gelap. Akan tetapi harus dia akui bahwa gua ini bersih sekali, kering dan dari luar masuk bau semerbak harum dibawa oleh siliran angin. Ketika dia melihat tubuhnya, dia merasa heran sekali karena bajunya sudah terganti dengan baju baru yang berwarna putih, terbuat dari sutera. Baju ini bersih dan baru, jauh bedanya dengan bajunya sendiri yang sudah agak kumal.

   Juga sepatunya yang lenyap ketika dia bergumul dengan Yosiko di dalam laut, kini telah mendapat pengganti berupa sepatu baru yang mengkilap. Yo Wan terheran-heran. Tentu gadis adik Yosiko itu yang memberi semua ini, karena dia sudah teringat akan peristiwa di atas perahu. Tiba-tiba wajahnya menjadi merah sekali. Tak mungkin! Siapa yang menggantikan pakaiannya selagi dia pingsan? Apakah gadis jelita itu?Teringat akan ini, Yo Wan melompat bangun, jantungnya berdebar-debar. la mengeluh karena merasa jantung dan isi dadanya seakan-akan ditusuk-tusuk pisau. Tiba-tiba dia terbatuk dan darah segar menyembur keluar dari mulutnya. Terdengar suara kaki berlari-lari ringan memasuki gua. Gadis jelita itu masuk, bagaikan dewi. Akan tetapi yang sedang cemas, matanya yang indah terbelalak, kedua tangannya berkembang, dan mulutnya yang kecil berseru kaget,

   "Ah, kau sudah sadar... jangan berdiri, berbaringlah dulu. Yo Wan, kau terluka parah...!"

   Hanya dengan pengerahan tenaga dalamnya Yo Wan dapat menahan dorongan dari dalam untuk batuk dan mun-tah darah. la kaget bukan main dan tahulah dia bahwa dia betul-betul telah menderita luka yang hebat di sebelah dalam tubuhnya. Akan tetapi dia merasa malu kalau harus berbaring lagi, malu karena gadis ini sudah menggantikan pakaiannya. Sungguh tak tahu malu! Wajahnya menjadi merah sekali dan hampir dia tidak berani menentang pandang mata itu.

   "Aku... aku harus pergi..."

   Ia memaksa Bibirnya berkata demikian, sungguhpun hatinya merasa tidak enak. Gadis itu sudah begitu baik kepadanya, agaknya sudah mengobati luka di pundaknya karena pundak itu tidak terasa sakit lagi. Dengan tenang akan tetapi ramah dan bebas, gadis itu melangkah dekat, memegang tangan Yo Wan sambil menuntunnya setengah memaksa, duduk di atas pembaringan kayu. Yo Wan merasa halusnya kulit tangan, kehangatan yang keluar dari jari-jari tangan kecil itu menjalari seluruh tubuhnya, membuat dia menjadi makin bingung dan memaksanya untuk tidak membantah.

   "Yo Wan, ketahuilah. Biarpun luka di pundakmu sudah tidak berbahaya lagi, akan tetapi agaknya anak panah itu terlalu dalam menghunjam di tubuhmu, mungkin melukai bagian penting dalam dadamu. Tadi kaumuntahkan banyak darah, sudah kubersihkan, terpaksa kuganti pakaianmu dengan pakaian bersih. Tapi Sekarang kau batuk-batuk lagi. Kau berbaringlah! Aku bukan ahli pengobatan, akan tetapi aku maklum bahwa dalam keadaan seperti ini, tak baik kau mengerahkan tenaga dan menggerakkan tubuh. Lebih baik kau berbaring, biar kuberi minuman yang mengandung khasiat menguatkan tubuh, kemudian akan mencari seorang tabib yang pandai untuk mengobatimu."

   Mendengar ucapan ini, diam-diam Yo Wan kaget dan bingung. Omongan gadis ini sama sekali tidak mengandung maksud buruk, bahkan amat baik dan membuat dia berhutang budi.

   "Kenapa... kenapa kau melakukan hal ini kepadaku?"

   Tanyanya, suara lemah, akan tetapi karena maklum akan kebenaran kata-kata gadis itu, dia tidak membantah lagi dan membaringkan tubuhnya. Gadis itu memandang kepadanya, agaknya terheran mengapa Yo Wan masih bertanya macam itu. Akan tetapi ketika pandang mata mereka bertemu, tiba-tiba warna merah menjalar ke arah kedua pipi sampai ke telinga, dan... aneh sekali, gadis itu menundukkan muka sambil menyembunyikan senyum dikulum. Apa-apaan ini, pikir Yo Wan, namun jantungnya berdebar lagi sehingga dia harus cepat-cepat mengerahkan Sinkang untuk menekan perasaannya yang berdebar dan yang akan menjadi bahaya bagi keselamatannya.

   "Yo Wan, kau telah mengalahkan Ketua Kipas Hitam, ingat? Kepandaian kakakku itu bukan apa-apa bagimu, kau jauh lebih lihai, sepuluh kali lipat lebih lihai daripada kakakku. Karena itu, sudah sewajarnya dan seharusnya kalau aku merawatmu."

   Yo Wan meramkan mata, mengingat-ingat. Teringat dia akan ucapan Yosiko ketika hendak bertanding menghadapi Hwat Ki. Yosiko menyatakan bahwa adik perempuannya menghendaki jodoh yang dapat mengalahkan Yosiko! Dan kini, adik Yosiko ini agaknya kagum akan kepandaiannya. Celaka! Hampir Yo Wan melompat bangun, kalau saja tidak merasa betapa dadanya yang sebelah kiri sakit. Ini hanya berarti bahwa gadis liar dan bebas ini... telah memilihnya sebagai calon jodoh!

   Ah, gerak-gerik gadis ini! Sepasang mata dan senyum itu! Salahkah dugaannya bahwa Yosiko Ketua Kipas Hitam adalah penyamaran gadis ini? Akan tetapi mengapa gadis ini mengaku sebagai adik Ketua Kipas Hitam? Andaikata betul gadis ini adiknya, dapat dipastikan bahwa mereka tentulah saudara kembar, karena serupa benar wajah dan gerak-geriknya. Hanya pakaian saja yang berbeda! Sambil berbaring di atas dipan kayu itu. Yo Wan mengingat-ingat. Hatinya girang kalau dia teringat akan muda-mudi dari Lu-Liang-San itu, terutama melihat betapa Tan Hwat Ki, Cucu Raja Pedang, ternyata adalah seorang pemuda yang gagah perkasa, patut menjadi Cucu Raja Pedang, patut menjadi keponakan... Cui Sian! Berpikir sampai di sini, mendadak saja semua lamunannya lenyap, yang tampak dan teringat hanya gadis puteri Raja Pedang itu, Cui Sian!

   "Mengapa? Sakit sekalikah rasanya? Kau mengasolah, biar besok aku pergi mengundang seorang tabib yang pandai."

   Yo Wan tidak menjawab, hanya mengangguk, akan tetapi keningnya berkerut. la telah dirawat oleh keluarga bajak laut yang mengganas di pesisir Laut Po-Hai! la berada di tangan orang jahat, akan tetapi "Orang jahat"

   Itu justru merawat lukanya akibat serangan anak panah seorang anggota pasukan pemerintah! Gadis ini mencurigakan sekali. Apa alasannya merawat dia yang terang-terang memusuhi Ketua Kipas Hitam? Tak mungkin! Gadis ini amat cantik jelita, dan kalau benar adik Ketua Kipas Hitam, berarti seorang yang memiliki kedudukan, biarpun hanya menjadi Ketua Hek-San-Pang. Mana mungkin seorang gadis jelita seperti ini mencintainya! Lalu apa kehendaknya?

   Merawat seorang musuh. Tentu ada apa-apa yang tersembunyi di balik perawatan ini. Mendadak dia merasa amat mengantuk. Rasa kantuk yang tak tertahankan. Ingat dia akan obat yang diminumnya tadi, yang diminumkan oleh gadis itu. Kecurigaannya makin menebal. Jangan-jangan dia diberi minum obat bius. Ia ingin melompat, menangkap gadis itu dan memaksanya membuat pengakuan. Akan tetapi rasa kantuknya tak dapat dia tahan lagi dan di lain saat Yo Wan sudah jatuh pulas. Suara orang bercakap-cakap dengan bisikan-bisikan lirih membuat dia sadar dari tidurnya. Akan tetapi Yo Wan tidak segera membuka mata, melainkan memperhatikan percakapan itu dengan heran. Ada dua orang bicara, seorang adalah gadis yang merawatnya, yang seorang lagi tentu seorang wanita pula, suaranya merdu dan tekanan kata-katanya tegas.

   "Ia kelihatan lemah, aku tidak percaya..."

   Kata suara ke dua.

   "Pernahkah aku membohong?"

   Kata suara si gadis, manja dan marah.

   "Ia hebat, kau sendiri takkan mampu menang..."

   "Hemmm, sebelum mencoba, mana aku bisa percaya obrolanmu?"

   Yo Wan membuka sedikit pelupuk matanya. Dari balik bulu matanya dia melihat pakaian-pakaian tergantung di atas, agaknya pakaian-pakaian yang baru habis dicuci. Terlihat olehnya pakaiannya sendiri, dan pakaian sutera putih, pakaian Yosiko! Ah, lagi-lagi pakaian Ketua Kipas Hitam, kalau pakaiannya berada di sini, bahkan bisa memberi pinjam pakaian kepadanya, orangnya tentu di sini pula. Dan siapa lagi kalau bukan gadis ini orangnya?

   "Tampan sekali dia tidak, juga tidak muda lagi, sedikitnya enam tujuh tahun lebih tua dari padamu... hemmm, aku khawatir kau salah pilih..."

   "Lihat, dia sadar..."

   "Biar kucoba dia!"

   Yo Wan cepat menggunakan Ginkangnya untuk membuang tubuhnya dari atas pembaringan ketika dia mendengar desir angin pukulan yang menggetar-getar. Angin pukulan itu tidak mengenai dirinya, menyambar pembaringan kayu, akan tetapi tidak menimbulkan kerusakan pada pembaringan itu, melainkan tikar yang menjadi tilam pembaringan seperti tertiup angin. Diam-diam Yo Wan terkejut. Lweekang wanita itu hebat, akan tetapi jelas bahwa Wanita itu tidak mengirim pukulan maut, mungkin inilah yang dimaksudkan dengan mencoba atau mengujinya! Cepat dia membalikkan tubuh dan memandang.

   Kiranya di samping gadis itu berdiri seorang wanita setengah tua yang cantik pula, sikapnya keren, sepasang matanya tajam membayangkan kekerasan hati, bentuk mukanya serupa benar dengan gadis itu, dan di punggung wanita setengah tua ini tersembul gagang sebuah pedang. Yang amat berbeda dengan gadis itu adalah pakaiannya. Kalau gadis itu mengenakan pakaian serba putih dengan hiasan warna merah muda, wanita setengah tua itu pakaiannya serba hitam. Yo Wan hendak bertanya, namun dia tidak diberi kesempatan lagi karena Wanita itu sudah menerjangnya dengan Pedang di tangan. Serangan-serangannya hebat dan ganas sekali, namun amat indah seperti orang menari-nari. Menyaksikan ilmu Pedang ini, jantung Yo Wan berdebar. Ilmu Pedang hebat! Serupa benar dengan ilmu Pedang yang pernah dilihatnya dalam permainan Pedang Cui Sian.

   Indah seperti tarian, namun mengandung daya serang yang amat ganas! Dan gerakan kaki itu! Jelas adalah inti dari Ilmu Langkah Hui-thian-jip-te, yang merupakan cabang dari Ilmu Langkah Kim-Tiauw-kun. Siapakah wanita ini? Karena dia bertangan kosong, Yo Wan terpaksa mainkan langkah-langkah ajaib untuk menyelamatkan diri. Ruangan dalam gua itu remang-remang, hanya diterangi oleh sinar penerangan pelita sumbu minyak sederhana, maka untuk menyelamatkan diri tidak cukup mengandalkan penglihatan yang menjadi silau oleh berkelebatnya kilatan pedang. Namun Yo Wan telah memiliki kepandaian yang tinggi, dengan perasaannya yang peka dan pendengarannya yang tajam dia dapat mengetahui dari mana senjata lawan menyambar dan bagaimana sifat-sifat penyerangan lawannya yang cukup lihai ini.

   Berkali-kali wanita setengah tua itu mengeluarkan ucapan heran menyaksikan betapa Yo Wan selalu dapat menghindarkan serangannya, dari sikap heran menjadi penasaran, kemudian menjadi marah. Hal ini terbukti pada serangannya yang makin gencar dan sungguh-sungguh, bahkan kini setiap sambaran pedangnya merupakan jurus-jurus maut. Yo Wan terkejut dan khawatir. la merasa betapa nyeri di dalam dadanya masih hebat, punggungnya terasa panas dan setiap gerakan yang membutuhkan pengerahan tenaga agak banyak, terasa darah segar naik ke kerongkongannya. la maklum bahwa untuk membalas serangan wanita galak ini, tidaklah mungkin tanpa membahayakan lukanya sendiri, maka terpaksa dia hanya dapat mengelak dan seratus prosen mengandalkan keampuhan langkah-langkah ajaib Si-Cap-It Sin-Po.

   
Jaka Lola Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Masih untung bagi Yo Wan bahwa ruangan dalam gua itu cukup luas sehingga dengan leluasa dia dapat mainkan Si-Cap-It Sin-Po. Dan lebih untung lagi bahwYo Wanita setengah tua ini agaknya hanya paham Ilmu Langkah Hui-thian-jip-te yang tentu saja tidak seluas Si-Cap-It Sin-Po yang mempunyai ragam sebanyak empat puluh satu langkah. Hui-thian-jip-te hanya mempunyai dua puluh empat langkah. Dengan demikian, maka sebegitu jauh Yo Wan selalu masih dapat meloloskan diri, sungguhpun kadang-kadang dia seperti telah terkurung dan hanya bisa lolos melalui lubang jarum! Makin lama gerakan Yo Wan makin lemah karena rasa nyeri dalam dada dan di punggungnya makin menghebat. la telah mempertahankan diri sampai lebih dari lima puluh jurus, selalu diserang tanpa dapat membalas kembali.

   "Cukup!"

   Teriak si gadis dengan suara gelisah.

   "Dia dapat mempertahahkan diri sampai puluhan jurus, padahal dia terluka hebat di punggungnya, dan racun masih belum bersih betul! Bukankah itu luar biasa sekali? Mana ada orang lain sanggup menahan seranganmu sampai puluhan jurus dengan tangan kosong?"

   Akan tetapi wanita setengah tua itu agaknya sudah terlanjur marah dan penasaran. la hanya mengeluarkan suara mendengus dengan hidungnya, pedangnya terus mendesak dan melancarkan serangan yang hebat. Pada saat itu, Yo Wan sudah merasa pening kepalanya, pandang matanya kabur dan ketika dia melangkah mundur, kakinya tertumbuk pembaringan dan dia terguling. Pedang di tangan wanita setengah tua itu menyambar ke arah lehernya.

   "Tranggggg...!"

   Pedang itu tertangkis oleh Pedang di tangan si gadis.

   "Masa kau hendak berlaku curang terhadap dia?"

   Gadis itu memekik. Si wanita setengah tua melompat mundur, lalu mendengus marah,

   "Hemmm, biarkan dia sembuh dan beri dia senjata. Dia harus bisa kalahkah aku, baru hatiku puas!"

   Setelah berkata demikian, wanita itu berkelebat dan melompat keluar dari dalam gua itu. Gadis itu menarik napas panjang dan melemparkan pedangnya ke atas meja. Yo Wan sudah bangkit kembali dan dengan hati penuh kemarahan dia melompat maju, lalu menangkap tangan kanan gadis itu.

   "Apa artinya semua ini? SiapYo Wanita itu tadi? Hayo kau lekas mengaku semuanya dan apa maksudmu menahan dan pura-pura menolongku di sini! Lekas kau mengaku, kalau tidak...!"

   Gadis itu tersenyum. Bukan main cantiknya wajah di depan Yo Wan itu. Matanya terbuka, terbelalak lebar seperti orang kaget dan heran, mulutnya agak terbuka, dan dari balik sepasang Bibirnya yang merah basah dan mungil itu terdengar suara seperti orang menahan tawa. la sama sekali tidak melawan ketika tangannya dipegang, bahkan dia merapatkan tubuhnya.

   "Yo Wan, kau hebat! Dengan tangan kosong kau..."

   "Cukup! Tak perlu melanjutkan permainan sandiwara ini. Hayo katakan semua, kalau tidak...!"

   "Ihhh... dua kali kau bilang kalau tidak! Kalau tidak... kau mau apa sih?"

   "Hemmm, biarpun kau sudah menolongku, mungkin pertolongan palsu, kalau kau tidak mau berterus terang, aku... aku akan mematahkan tanganmu ini!"

   Mulut Yo Wan berkata demikian, namun hatinya meragu apakah dia akan tega merusak"tangan yang berkulit halus dan hangat itu, apakah dia akan sanggup menyakiti gadis yang sejak bertemu telah menolong dan merawatnya ini. Gadis itu makin merapatkan tubuhnya sarnpai mukanya hampir menempel di dada Yo Wan.

   "Kau... betul-betul hendak mematahkan tanganku?"

   "Kalau kau tidak berterus terang!"

   "Wah, kau benar-benar amat tega..."

   Pada saat itu, keduanya hampir berbareng merenggutkan tubuh masing-masing, melangkah mundur, bahkan si gadis cepat menyambar pedangnya dan melompat ke arah pintu gua itu. Tampak berkelebat bayangan orang yang amat gesit di luar gua itu. Akan tetapi ketika si gadis mengejar, bayangan itu telah lenyap. Dengan muka berkerut gadis itu kembali ke dalam gua.

   (Lanjut ke Jilid 22)

   Jaka Lola (Seri ke 04 - Serial Raja Pedang)

   Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 22

   "Siapa?"

   Tanya Yo Wan. Gadis itu menggelengkan kepalanya.

   "Agaknya yang akan berani mengintai ke sini tentu hanya Ibu seorang, akan tetapi kalau Ibu tak mungkin melakukan perbuatan seperti pencuri begitu."

   Yo Wan menarik napas panjang.

   "Nona, kuharap kau tidak mempermainkan aku dan sukalah kau bercerita terus terang. Bukankah kau ini yang menyamar sebagai pria yang menjadi Ketua Kipas Hitam dan bernama Yosiko?"

   Gadis itu melemparkan pedangnya di atas meja kayu, menghela napas dan menggandeng tangan Yo Wan, diajak duduk di atas pembaringan kayu yang kasar.

   "Duduklah dan dengarkan ceritaku."

   Yo Wan tidak membantah karena sesungguhnya perlawanannya terhadap wanita setengah tua yang lihai tadi membuat tubuhnya lelah dan gemetar. Pula, dia memang ingin sekali mendengar penuturan gadis yang aneh ini, gadis yang membuat hatinya bingung karena biarpun gadis ini seorang bajak laut, gerak-geriknya tidak patut menjadi bajak laut yang kejam dan ganas, lagi pula ilmu kepandaiannya lihai dan mengenal langkah-langkah Kim-Tiauw-kun!

   "Tiada guna menipu orang yang berpemandangan tajam seperti kau,"

   Gadis itu mulai bicara.

   "Aku memang Yosiko atau Yo-Kongcu kalau berpakaian pria, juga Ketua dari Kipas Hitam."

   La berhenti untuk melihat reaksi pada wajah Yo Wan. Akan tetapi oleh karena pemuda ini sudah menduga akan hal itu, maka wajahnya tidak membayangkan sesuatu, tetap tenang saja.

   "Hemmm, kalau begitu kita masih satu she (nama keturunan),"

   Komentar Yo Wan, keningnya berkerut karena sungguh tak sedap hatinya mendapat kenyataan bahwa dia mempunyai seorang kerabat yang kepala bajak! Akan tetapi Yosiko tertawa. Tidak ada keindahan pada wajah manusia melebihi di waktu ia tertawa. Seorang yang buruk rupa sekalipun akan tampak menyenangkan kalau sedang tertawa. Apalagi tawa seorang gadis jelita seperti Yosiko!

   "Namaku memang Yosiko akan tetapi sama sekali bukan she Yo! Yosiko adalah nama Jepang, Ayahku seorang Jepang, seorang tokoh besar Pendekar samurai yang dijuluki orang Samurai Merah!"

   Agaknya Yosiko bangga sekali ketika menyebut Ayahnya.

   "Ibuku yang tadi datang menggempurmu adalah seorang Pendekar wanita. Dahulu berjuluk Bi-yan-cu (Walet Cantik) Tan Loan Ki. Kepandaiannya hebat, bukan?"

   Akan tetapi Yo Wan amat terkejut ketika mendengar nama-nama ini karena dia pernah mendengar dari Suhunya bahwa Raja Pedang mempunyai seorang keponakan perempuan yang menikah dengan seorang Pendekar Jepang. Kiranya Wanita setengah tua yang tadi menyerangnya adalah keponakan Raja Pedang. Pantas sajYo Wanita itu dan anak gadisnya ini mengerti akan ilmu Pedang indah seperti yang dimiliki Cui Sian! Akan tetapi dia masih belum percaya begitu saja oleh karena dia merasa ragu-ragu mengapa keponakan Raja Pedang sampai menjadi bajak laut!

   "Hemmm, kiranya baik Ayah maupun Ibumu keduanya adalah Pendekar-Pendekar besar! Sayang anaknya menjadi kepala bajak!"

   Bibir yang merah itu merengut.

   "Apa salahnya menjadi bajak? Kami menjadi bajak secara terang-terangan, kami menuntut pajak bagi lalu lintas laut, minta bagian dari saudagar yang banyak untungnya, apa salahnya? Mana lebih jahat daripada menjadi pembesar-pembesar yang memeras rakyat melebihi bajak? Apalagi aku menjadi kepala Kipas Hitam karena terpaksa, karena kami harus menuntut balas dan melanjutkan pekerjaan mendiang Ayahku."

   "Hemmm, jadi Ayahmu sudah meninggal dunia dan dahulunya juga bajak laut? Ibumu juga?"

   Tanya Yo Wan yang kini menjadi terheran-heran sekali. Bagaimana keponakan Raja Pedang bisa menikah dengan seorang kepala bajak? (Tentang Tan Loan Ki dan Samurai Merah, baca cerita Pendekar Buta). Ditanya demikian, wajah gadis itu menyuram, suaranya juga terdengar sedih, dan sebelum menjawab ia menarik napas panjang.

   "Ayahku dahulunya bukan bajak. Sudah kukatakan, Ayah seorang Pendekar samurai, karena tidak sudi diperbudak oleh kaum ningrat, Ayah merantau ke Tiongkok dan di sana bertemu dengan Ibuku, Pendekar wanita Bi-yan-cu Tan Loan Ki. Mereka saling mencinta dan akhirnya Ibu ikut dengan Ayah ke Jepang. Akan tetapi, di negara Jepang, Ayah menerima penghinaan dan ejekan dari para samurai lain karena telah mengawini Ibu, bukan gadis bangsa sendiri. Terjadi pertengkaran dan perkelahian. Karena dikeroyok, akhirnya Ayah lari dan menjadi bajak laut antara lautan Jepang dan Tiongkok."

   Namun, baru tiga tahun yang lalu karena keroyokan Pendekar Jepang dan Tiongkok, Ayah tewas. Aku melanjutkan pekerjaannya, memimpin Kipas Hitam dibantu Ibu!"

   Yo Wan mengangguk-angguk dan mulai teranglah sekarang baginya mengapa keponakan Raja Pedang menikah dengan seorang bajak laut. Hanya dia masih merasa heran bagaimana Ibu dan anak ini dapat mainkan langkah-langkah ajaib dari Kim-Tiauw-kun, padahal Raja Pedang sendiri tidak mengerti akan ilmu ini. Yang mengerti hanyalah Suhunya, Pendekar Buta, dan tentu saja Tan Sin Lee, Ketua dari Lu-liang-pai.

   "Hemmm, kiranya begitukah? Tetapi, Nona..."

   "Namaku Yosiko, tak perlu kau tambahi nona segala, biasanya aku malah disebut Kongcu (Tuan muda)..."

   Potong Yosiko sambil tersenyum. Hemmm, gadis ini lincah jenaka dan galak, persis seperti sifat-sifat Siu Bi gadis Go-Bi-San itu.

   "Baiklah, kusebut kau Yosiko. Setelah kau menjadi Ketua bajak laut dan kau telah tahu pula bahwa muda-mudi itu adalah putera dan murid Lu-liang-pai, kenapa kau memusuhi mereka?"

   "Mereka adalah komplotan alat pemerintah, mereka agaknya mata-mata yang menyelidiki keadaan kami, dan mereka telah membunuh beberapa orangku! Tadinya aku masih mengampuni mereka! Hemmm, kalau aku tahu bahwa mereka itu berkomplot dengan tentara pemerintah, tentu kemarin sudah kubunuh mereka!"

   "Kau menaruh murah hati ataukah... karena tertarik kepada Tan Hwat Ki yang gagah perkasa dan tampan? Tahukah kau bahwa Tan Hwat Ki adalah Cucu Pendekar sakti Raja Pedang Tan Beng San lo-kiam-ong (Raja Pedang tua) Ketua Thai-San-Pai? Bukankah dia itu masih saudara misanmu sendiri? Bagaimana kau hendak membunuhnya?"

   Yosiko terkejut dan heran.

   "Wah...wah, kau agaknya mengetahui banyak hal tentang diriku Yo Wan, kau duduklah, mari kita bicara. Agaknya terhadap orang yang sudah tahu akan segala hal ini, tak perlu lagi aku menyimpan rahasia. Kau duduklah dan dengar penjelasanku."

   Karena memang kesehatannya belum pulih benar, Yo Wan yang ingin sekali mengetahui keadaan gadis ini dan ingin tahu pula latar belakang mengapa dia dirawat setelah dilukai, dan mengapa pula Ibu gadis ini menyerangnya mati-matian tadi, dia tidak membantah dan duduklah dia di atas pembaringan kayu. Gadis itu sendiri lalu duduk di atas sebuah bangku yang berdekatan. Sambil membetulkan dan memainkan kuncir rambutnya, Yosiko berkata,

   "Aku tidak tahu bagaimana kau bisa mengetahui bahwa aku adalah saudara misan dengan Tan Hwat Ki! Sesungguhnya, Raja Pedang Tan Beng San yang kausohorkan itu adalah Paman Ibuku. Akan tetapi kami tidak peduli akan dia, karena dia bukanlah Paman yang baik dari Ibu!"

   Yo Wan pernah mendengar pula akan hal ini. Kakak dari Raja Pedang Tan Beng San bernama Tan Beng Kui dan Ibu dari Yosiko ini yang bernama Tan Loan Ki adalah puteri Tan Beng Kui itulah. la mendengar bahwa memang ada pertentangan antara kedua orang saudara itu, akan tetapi Suhunya, Pendekar Buta, tidak pernah menceritakan dengan jelas (baca kisah Raja Pedang dan Rajawali Emas).

   "Apakah karena pertentangan antara Kakekmu dan Raja Pedang itu maka kau hendak membunuh Cucu Raja Pedang? Akan tetapi kau... tadinya kau kagum kepada Hwat Ki, bahkan kau berkata hendak menjodohkannya dengan... adikmu yang ternyata adalah kau sendiri!"

   Gadis lain yang ditegur seperti ini yang sekaligus membuka rahasia hatinya, tentu akan menjadi malu dan marah. Akan tetapi Yosiko tersenyum dan mengangguk-angguk!

   "Betul, begitulah! Akan tetapi setelah kau muncul, aku tidak kagum lagi kepada Tan Hwat Ki, bahkan setelah tahu dia berkomplot dengan bala tentara pemerintah yang membasmi kami, aku benci kepadanya."

   Kini Yo Wan yang terheran-heran mendengar ucapan yang begini terus terang dari seorang gadis remaja.

   "Yosiko, benar-benar aku tidak mengerti bagaimana seorang gadis sepandai engkau, memilih-milih pria seperti ini...??"

   Kembali Yosiko tersenyum seakan-akan pertanyaan yang bagi gadis lain tentu akan merupakan pisau yang menusuk perasaan ini baginya hanya merupakan pertanyaan yang wajar dan biasa.

   "Mengapa tidak? Yo Wan, semenjak aku masih kecil, Ibu dan aku bercita-cita agar aku mendapatkan jodoh seorang pria yang jauh lebih lihai daripada aku. Hal ini adalah karena aku dan Ibu tidak ingin melihat kematian seperti Ayah terulang kembali. Ayah meninggal karena kurang pandai ilmunya, dan aku memang tidak sudi diperisteri laki-laki yang lemah, yang tak dapat menangkan aku. Akan tetapi selama beberapa tahun ini, di antara bajak laut, aku hanya melihat laki-laki yang tidak becus, paling hebat hanya macam Shatoku murid Ayah yang tewas oleh Tan Hwat Ki kemarin. Sedangkan di darat, aku pun belum pernah bertemu laki-laki yang mampu mengalahkan aku. Itulah sebabnya mengapa pertemuanku dengan Tan Hwat Ki menarik hatiku. Dia lebih lihai daripada aku, biarpun hanya sedikit selisihnya. Tentu saja pada saat itu hatiku tertarik dan tadinya aku hendak mencalonkan dia sebagai jodohku. Akan tetapi, kemudian muncul kau yang dalam beberapa gebrakan saja mengalahkan aku. Terang bahwa tingkat kepandaianmu jauh melampaui Tan Hwat Ki, karena itu... karena itu..."

   Tentu saja Yo Wan maklum akan apa yang dimaksudkan oleh gadis itu. Akan tetapi hal ini membuatnya menjadi mendongkol sekali. Boleh jadi Yosiko seorang gadis yang cantik jelita, yang sukar dicari bandingannya baik dalam hal kecantikan maupun kepandaian. Akan tetapi dia bukanlah laki-laki yang boleh dipilih jodoh lalu jadi begitu saja! Kedongkolan hatinya membuat dia tega untuk mendesak Yosiko yang mulai merasa jengah dan malu karena betapapun juga ia adalah seorang gadis.

   "Karena itu... bagaimana, Yosiko? Kau melukai aku dengan jarum beracun, kemudian kau menolongku di laut dan merawatku di sini. Apa kehendakmu?"

   

Asmara Berdarah Karya Kho Ping Hoo Pendekar Pedang Pelangi Karya Sriwidjono Sepasang Naga Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini