Ceritasilat Novel Online

Jaka Lola 4


Jaka Lola Karya Kho Ping Hoo Bagian 4



Di belakang rombongan ini tampak beberapa orang Tosu yang mengikuti dari jauh, agaknya bukan anggota-anggota rombongan penyambut. Ketua Pengemis yang sebutannya Sin-Tung Lo-Kai (Pengemis Tua Tongkat Sakti) berdiri memandang dengan sikap galak dan angkuh. la sama sekali tidak gentar biarpun dengan sudut matanya dia lihat betapa puluhan orang Tosu kelihatan keluar pula seperti rayap. Malah dia berdiri tegak saja, sama sekali tidak menghormat Tuan rumah sebagai layaknya tamu. Melihat sikap seperti ini, Kui-San-Jin hanya tersenyum-senyum sabar dan begitu sampai di depan rombongan tamu, dia mengangkat tangan ke depan dada sebagai penghormatan. Juga Suhengnya, Thian Beng Tosu, mengangkat kedua tangan memberi hormat. Namun Sin-Tung Lo-Kai sama sekali tidak membalas penghormatan ini, malah langsung bertanya, suaranya kaku,

   "Yang manakah Ketua Hoa-San-Pai?"

   Para Tosu anak buah Hoa-San-Pai marah sekali mendengar pertanyaan yang memandang rendah ini, namun rombongan pemimpin Hoa-San-Pai itu tersenyum sabar. Hoa-San-Pai adalah sebuah partai besar, patut mempunyai pimpinan yang bijaksana dan memiliki kesabaran tinggi, sikap orang-orang besar. Kui-San-Jin melangkah maju dan menjawab,

   "Sayalah yang mendapat kehormatan menjadi Ketua Hoa-San-Pai. Kalau saya tidak keliru sangka, sahabat ini tentu Ketua dari Sin-Tung Kai-Pang, bukan?"

   Sin-Tung Lo-Kai tidak segera menjawab, melainkan menatap Tuan rumah penuh selidik... Seorang Kakek kurang lebih enam puluh tahun, pakaiannya sederhana seperti pertapa, sikapnya lemah-lembut dan tidak kelihatan sesuatu yang aneh pada dirinya. Biarpun demikian Sin-Tung Lo-Kai tidak berani memandang rendah karena dia sudah mendengar akan kebesaran Hoa-San-Pai.

   "Bagus! Ketua Hoa-San-Pai, kami sengaja datang mengunjungimu dengan maksud hendak minta penjelasan mengapa Hoa-San-Pai amat menghina Sin-Tung Kai-Pang? Apakah Hoa-San-Pai merasa sebagai perkumpulan yang paling besar sehingga boleh malang-melintang dan melakukan penghinaan sesuka hatinya kepada perkumpulan lain?"

   Kui-San-Jin mengerutkan alisnya, bertukar pandang dengan Thian Beng Tosu, lalu menjawab,

   "Sin-Tung-Kai Pangcu, saya harap kau suka bicara yang jelas, karena sesungguhnya kami tidak mengerti apa yang kau maksudkan dengan penghinaan itu. Memang harus kami akui bahwa telah terjadi bentrokan karena salah paham antara beberapa anak muridmu dengan anak murid kami, akan tetapi hal itu sudah diselesaikan dan didamaikan, malah oleh Suhengku ini, Thian Beng Tosu sendiri. Kami anggap urusan kecil antara anak murid yang masih berdarah panas itu sudah selesai. Mengapa kau sekarang datang menyatakan bahwa kami melakukan penghinaan? Penghinaan yang mana harap kau jelaskan."

   "Hemmm, bagus sekali! Hoa-San-Pai kabarnya adalah perkumpulan yang besar dan berpengaruh, kiranya Ketuanya tidak tahu apa yang terjadi di depan matanya sendiri! Pangcu (Ketua), karena ingin memperbaiki hubungan antara perkumpulan kita yang pernah retak oleh perbuatan anak-anak murid kita, aku sengaja mengutus dua orang anak muridku kemarin pagi untuk naik ke Hoa-San-Pai dan menyampaikan undangan penghormatan dari Sin-Tung Kai-Pang kepadamu."

   "Akan tetapi, kami tidak pernah menerimanya, Pangcu,"

   Jawab Kui-San-Jin.

   "Hemmm, tentu saja tidak pernah menerimanya!"

   Sin-Tung-Kai Pangcu berkata sambil membanting ujung tongkatnya sampai menancap ke atas tanah berbatu di depan kakinya.

   "Di tengah jalan, dua orang utusanku itu diserang oleh tukang kuda Hoa-San-Pai, malah dua ekor kuda tunggangan mereka pun dirampas!"

   Semua orang menjadi kaget sekali mendengar ini.

   "Ah, mana bisa terjadi hal itu?"

   Kui-San-Jin berseru, tidak percaya. Tak mungkin anak muridnya ada yang berani melakukan perbuatan seperti itu. Merampas kuda? Tidak bisa jadi!

   "Hemmm, tentu saja tidak percaya!"

   Sin-Tung Lo-Kai mendengus, lalu melambaikan tangan kepada dua orang anak buahnya.

   "Ceritakan kepada mereka!,"

   Perintahnya. Dua orang Pengemis melangkah maju dan berdiri membungkuk. Seorang di antara mereka yang berkumis panjang lalu bercerita, sedangkan temannya yang berambut putih hanya menundukkan muka.

   "Kami berdua sedang menunggang kuda mendaki kaki gunung ketika tiba-tiba seorang pemuda melepaskan kuda yang hampir menubruk kami. Karena kaget dan untuk menyelamatkan diri dari tubrukan, terpaksa saya menggerakkan kaki menendang kuda yang menubruk kami itu. Kuda itu mati. Tukang kuda Hoa-San-Pai itu marah-marah, biarpun kami sudah berjanji hendak membicarakan hal itu dengan Ketua Hoa-San-Pai, karena kami adalah utusan dari Sin-Tung Kai-Pang untuk menyampaikan undangan. Akan tetapi orang muda itu tetap tidak mau melepaskan kami, malah segera menyerang kami dan merampas dua ekor kuda tunggangan kami. Terpaksa kami kembali turun gunung dan melapor kepada Ketua kami."

   Setelah berkata demikian, dua orang Pengemis ini cepat-cepat mengundurkan diri lagi ke belakang Ketua mereka, karena mereka merasa malu sekali harus bercerita bahwa mereka kalah oleh seorang kacung kuda Hoa-San-Pai. Kui-San-Jin tertegun. Cerita ini benar-benar tidak masuk akal. Dua orang Pengemis tadi dia lihat memiliki gerakan-gerakan yang tangkas dan kuat, dan sudah dapat menendang seekor kuda sekali saja mati cukup membuktikan kepandaiannya. Masa mereka berdua kalah oleh tukang kuda Hoa-San-Pai? Padahal tukang kuda Hoa-San-Pai yang sudah tua telah meninggal dunia dan selama belum mendapatkan tukang kuda baru, pekerjaan merawat kuda dilakukan oleh seorang Tosu, kalau tidak salah Can Tosu yang gendut dan yang dia tahu kepandaiannya rendah sekali. Kui-San-Jin menoleh ke belakang, mencari-cari dengan pandang matanya, mencari Can-tojin, sedangkan mulutnya berkata,

   "Kami tidak mempunyai kacung kuda yang masih muda..."

   Ketua Sin-Tung Kai-Pang mengeluarkan suara ketawa mengejek. Pada saat itu dua orang Tosu maju dan berlutut di depan Kui-San-Jin. Itulah dua orang Tosu yang kemarin bersama Kwa Swan Bu menyerahkan kuda mereka kepada Yo Wan.

   "Mohon ampun sebesarnya kepada Suhu,"

   Kata seorang di antara mereka.

   "Sesungguhnya Teecu berdua yang telah menerima kacung itu. Kemarin pagi ketika Teecu berdua mengantar Swan Bu berlatih panah dan sampai di kaki gunung, Teecu melihat seorang pemuda yang keadaannya miskin dan seperti kelaparan. Tadinya Teecu kira dia itu tukang kuda baru yang dijanjikan oleh Lurah dusun, akan tetapi ternyata bukan dan dia menyatakan suka bekerja membantu kita. Karena Teecu kasihan kepadanya, maka Teecu lalu menerimanya sebagai tukang kuda, dan Teecu baru akan melaporkan hari ini kepada Suhu. Siapa duga bocah itu menimbulkan onar. Mohon ampun sebesarnya, Suhu."

   Kui-San-Jin kaget mendengar ini. Akan tetapi sebelum dia bicara, Swan Bu sudah melangkah maju dan dengan suara lantang berkata kepadanya,

   "Supek, benar kata kedua muridmu ini. Memang tadinya sudah kucurigai dia."

   La lalu menoleh ke arah Kakek Pengemis dan berkata, suaranya tetap lantang.

   "Hai, Pangcu dari Sin-Tung Kai-Pang! Kau dengar sendiri, tukang kuda itu bukanlah anak murid Hoa-San-Pai dan Ketua kami tidak tahumenahu tentang keributan itu. Namun, kami dapat memberi hajaran kepada pengacau itu, jangan kau merembet-rembet nama Hoa-San-Pai."

   (Lanjut ke Jilid 04)

   Jaka Lola (Seri ke 04 - Serial Raja Pedang)

   Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 04

   "Swan Bu, diam kau..."

   Kwa Kun Hong membentak dan seketika Swan Bu diam. Akan tetapi tiba-tiba bocah ini meloncat ke depan, tangan kiri meraih anak panah, dipasangnya pada gendewanya dan menjepretlah tali gendewa dan anak panahnyameluncur ke kiri. Yo Wan sejak tadi sudah mendengarkan semua pembicaraan itu. Pagi-pagi tadi dia sudah pergi mencari rumput dan ketika dia melihat rombongan Pengemis yang tampak marah mendaki naik puncak, hatinya berdebar tidak enak. Tentu ada hubungannya dengan urusan kemarin, pikirnya. Karena dia merasa bahwa dia yang menjadi biang keladinya, maka dia lalu pergi mengikuti mereka sampai ke puncak.

   la bersembunyi di balik pohon dan mengintai semua perdebatan tadi. Setelah namanya disebut-sebut oleh dua orang Tosu dan Swan Bu, dia segera muncul dengan maksud mengakui kesemuanya dan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dari balik batang pohon tadi Yo Wan merasa terharu dan sedih melihat Suhu dan Subonya. Sekarang, maklum bahwa perbuatannya itu akan mengakibatkan keributan, dia mengambil keputusan untuk mempertanggungjawabkan sendiri agar Hoa-San-Pai, terutama Suhu dan Subonya jangan sampai terbawa-bawa. Dengan pikiran ini, dia lalu muncul keluar dari tempat persembunyiannya dan berjalan menuju ke tempat pertemuan. Sama sekali tidak diduganya bahwa Swan Bu yang pertama melihat dan mengenalnya, malah bocah itu sudah melepaskan sebatang anak panah kepadanya.

   Para tokoh Hoa-San-Pai yang tidak mengenal siapa dia, hanya bisa tertegun dan heran, juga kaget melihat Swan Bu memanah orang muda itu, tanpa sempat mencegah lagi. Yo Wan tentu saja akan dapat mengelak dengan mudah. Namun dia sedang berduka bahwa dalam pertemuan dengan Suhunya ini dia sudah mendatangkan keributan hebat, apalagi mengingat bahwa bocah itu adalah putera Suhunya yang dibangga-banggakan, dia tidak tega untuk mengelak dan mendatangkan malu. Sambil mengerahkan tenaga Sinkang yang dia latih dari Sin-Eng-Cu dan Bhewakala, dia sengaja menerima anak panah itu dengan pundak kirinya, akan tetapi cepat-cepat dia menutup jalan darah pada bagian ini sehingga anak panah yang menancap satu dim dalamnya itu hanya melukai kulit dagingnya saja. Dengan anak panah menancap di pundak, dia berjalan terus menghampiri mereka.

   "Swan Bu, kau lancang...!"

   Yo Wan mendengar Subonya berteriak mencela puteranya. Di dalam hatinya dia bersyukur bahwa Subonya masih tetap seorang wanita budiman seperti dulu, dan lebih-lebih dia menjadi tidak tega untuk membiarkan Suhu, Subo dan putera mereka itu menanggung akibat dari perbuatannya. la pura-pura tidak melihat pandang mata Subonya yang diarahkan kepadanya dan seakan-akan Subonya itu hampir mengenalnya! la juga tak peduli akan pandang mata semua orang di situ yang memandangnya dengan heran dan tercengang. Yo Wan langsung menghampiri Kui-San-Jin dan membungkuk sampai dalam sambil berkata,

   "Lopek (Paman Tua), memang betul seperti dikatakan oleh kedua Lopek tadi, saya menerima pekerjaan sebagai kacung kuda. Di tengah jalan saya bertengkar dengan dua orang Pengemis. Akan tetapi hal itu adalah urusan saya sendiri, sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan Hoa-San-Pai. Ini adalah urusan seorang kacung kuda dengan para Pengemis, harap para Lopek di sini legakan hati karena sekarang juga saya akan bereskan urusan ini dengan para Pengemis.

   "Dia... dia... Yo Wan..."

   Terdengar Kun Hong berseru.

   "Yo Wan...!"

   Hui Kauw juga menahan teriakannya. Akan tetapi Yo Wan yang kaget sekali mendengar Suhu dan Subonya telah mengenalnya, cepat menghampiri rombongan Pengemis dan dengan berdiri tegak dia berkata lantang,

   "Kakek Pengemis, kalau benar kau Ketua dari Sin-Tung Kai-Pang, sebaiknya kau memeriksa keadaan anak-anak muridmu sendiri sebelum menyalahkan orang lain. Urusan anak muridmu dengan aku si kacung kuda sama sekali berada di luar tanggung jawab Hoa-San-Pai karena aku belum diterima secara resmi menjadi tukang kuda Hoa-San-Pai. Kenapa kalian ini tak tahu malu membikin ribut di Hoa-San-Pai? Akulah yang bertanggung jawab!"

   Sin-Tung Lo-Kai marah bukan main. Ingin dia sekali gebuk membikin remuk kepala bocah itu, akan tetapi sebagai seorang Ketua kaipang yang tersohor, tentu saja dia tidak mau melakukan hal yang akan merendahkan namanya. la hanya melotot memandang Yo Wan lalu membentak,

   "Bocah setan! Apa kau mengaku telah merampas dua ekor kuda anak muridku?"

   Yo Wan menggeleng kepala, tersenyum mengejek.

   "Siapa yang merampas? Aku sedang menuntun tiga ekor kuda naik puncak, tiba-tiba dua orang Pengemis itu membentak dari belakang. Kuda yang kupegang kaget, seekor meloncat dan hampir menubruk Pengemis kumis panjang. Eh, si kumis itu memamerkan kepandaiannya, kuda itu ditendang mati. Tentu saja aku minta ganti dan siapapun mereka itu, harus mengganti kuda yang mati karena aku bertanggung jawab atas keselamatan kuda-kuda itu."

   "Apa kau tidak dengar bahwa mereka itu utusan Sin-Tung Kai-Pang?"

   Ketua ini membentak.

   "Baik mereka itu utusan dari Raja Pengemis atau Raja neraka sekalipun, karena sudah membunuh kuda yang menjadi tanggung jawabku, mereka harus menggantinya. Eh, mereka marah-marah sehingga terpaksa aku membela diri karena mereka menyerangku. Kemudian mereka berdua lari meninggalkan kuda mereka. Apakah yang begini dapat disebut aku merampas kuda?"

   "Keparat, kau tukang kuda mulutmu besar dan sombong! Kau telah menghina murid-muridku, menghina Sin-Tung Kai-Pang, apakah nyawamu rangkap?"

   "Kakek Pengemis, kau mau menang sendiri. Kau bilang aku yang menghina, tapi dua orang muridmu itu hendak membunuhku, malahan malam tadi, siapa yang melepas api hendak membakar kandang kalau bukan orang-orangmu? Hemmm, sebetulnya, kau pun harus mempertanggungjawabkan perbuatan anak-anak muridmu."

   "Suheng, menghadapi anak anjing menggonggong seperti ini, mengapa pakai banyak aturan? Banting saja mampus, habis perkara!"

   Tiba-tiba seorang Pengemis yang hidungnya bengkok ke kiri, yang memegang Toya, berkata marah.

   "Pangcu, harap kau bersabar,"

   Tiba-tiba Kui-San-Jin berkata lembut.

   "Setelah Pinto (Aku) mendengar omongan bocah ini, kiranya harus diselidiki dulu apakah betul dia yang bersalah. Dalam segala hal, tidak baik untuk bertindak sembrono, menghukum orang yang tidak bersalah."

   Ternyata Ketua Hoa-San-Pai ini telah dibikin kagum oleh sikap Yo Wan. la maklum bahwa pemuda itu adalah seorang pemuda yang bodoh dan sederhana, agaknya tidak pandai ilmu silat karena kalau memang pandai ilmu silat, bagaimana tidak mampu mengelak dari anak panah yang dilepaskan Swan Bu tadi? Akan tetapi, jelas bahwa pemuda itu memiliki daya tahan yang amat luar biasa dan memiliki rasa tanggung jawab yang kiranya jarang dimiliki orang-orang yang mengaku dirinya gagah perkasa. Buktinya, dengan anak panah menancap di pundak, pemuda itu sama sekali tidak mengeluh, bahkan tidak tampak nyeri, malah menghadapi para Pengemis dengan penuh ketabahan dan penuh rasa tanggung jawab, agaknya jelas hendak mencuci nama Hoa-San-Pai dari urusan itu"

   "Hoa-San Ciang-Bunjin (Ketua Hoa-San)! Apamukah bocah ini? Apakah anak murid Hoa-San-Pai? Ataukah dia ini menjadi tanggung jawab Hoa-San-Pai maka kau hendak membelanya?"

   Bentak Sin-Tung Kai-Pangcu.

   "Dia... Yo Wan..."

   Kembali terdengar suara perlahan Kwa Kun Hong,

   "Ssttt..."

   Dengan sudut matanya Yo Wan melihat betapa Subonya menyentuh lengan tangan suaminya. la melemparkan kerling penuh terima kasih kepada Hui Kauw yang memandangnya penuh pengertian. Memang Hui Kauw amat cerdik dan halus perasaannya. Agaknya nyonya muda ini sudah dapat menduga apa yang menjadi maksud hati murid itu, maka dia hendak membantu, memberi kebebasan kepada Yo Wan untuk melanjutkan maksud hatinya, akan tetapi tentu saja nyonya muda ini bersiap sedia untuk membantu muridnya. la dapat melihat lebih jelas daripada apa yang dapat didengar oleh telinga suaminya yang buta.

   "Heh, Pangcu dari para Pengemis! Kenapa kau selalu mendesak Hoa-San-Pai? Agaknya kau jerih untuk menjatuhkan hukuman kepada diriku, maka kau selalu berpaling dan mencari-cari kesalahan kepada Hoa-San-Pai! Huh, tak tahu malu. Kalau kalian para Pengemis hendak membalas dendam kepadaku, lekas turun tangan. Apa kau kira aku takut menghadapi kematian?"

   "Sin-Tung-Kai Pangcu, jangan ladeni omongan seorang bocah nekat!"

   Tiba-tiba Thian Beng Tosu berseru keras.

   "He, bocah tak melihat keadaan, apakah kau sudah menjadi gila? Jangan main-main terhadap Sin-Tung Kai-Pang!"

   Akan tetapi dengan tenang Yo Wan memberi hormat sambil membungkuk kepadanya, lalu berkata,

   "Urusan ini adalah urusan saya sendiri, harap para Lopek yang terhormat dari Hoa-San-Pai jangan ikut campur. He, Pengemis kelaparan, masih tidak berani turun tangan terhadap kanak-kanak seperti aku? Memalukan benar!"

   Terdengar teriakan marah dan si Pengemis hidung bengkok yang memegang Toya sudah melompat maju. Dia ini adalah Sute (adik seperguruan) dari Ketua Pengemis itu, lihai sekali permainan Toya besinya dan dia diberi julukan Tiat-pang Sin-kai (Pengemis Sakti Bertoya Besi). Wataknya lebih keras berangasan daripada para tokoh Sin-Tung Kai-Pang yang lain. Mendengar ucapan yang menantang-nantang dari Yo Wan, dia tidak mau bersabar lagi.

   "Ada hubungan dengan Hoa-San-Pai atau tidak, kau bocah setan harus mampus sekarang juga!"

   Bentaknya dan Toyanya yang berat itu menyambar cepat, mendatangkan desir angin gemuruh.

   Yo Wan sudah bertekad tidak akan membawa-bawa Suhu dan Subonya, sungguhpun tadi dia bersikap seakan-akan hendak membersihkan Hoa-San-Pai, padahal sesungguhnya dia tidak hendak menyeret Suami isteri itu. Maka sekarang menghadapi sambaran Toya, dia tidak mau mempergunakan langkah-langkah ajaib yang dia pelajari dari Kun Hong. la siap menerima kematian karena memang hanya kematian yang dapat dia harapkan dalam menghadapi orang-orang berilmu tinggi seperti pimpinan Sin-Tung Kai-Pang ini. Namun dia juga tidak mau mati konyol begitu saja tanpa perlawanan. Melihat datangnya Toya, otomatis kaki tangannya bergerak dan dengan amat mudah dia membiarkan Toya itu menyambar lewat tanpa dapat menyentuh tubuhnya sedikit pun juga.

   Karena tanpa disadarinya dia sudah memiliki kesaktian ilmu silat yang mendarah daging, maka sesuai dengan daya tahan dan daya serang yang berganti-ganti diturunkan Sin-Eng-Cu dan Bhewakala kepadanya, tentu saja setiap kali menghadapi serangan, begitu mengelak terus saja Yo Wan membalas serangan itu. Dan bukan hal kebetulan kalau pada saat itu dia menggunakan sebuah jurus dari Ilmu Silat Ngo-Sin Hoan-Kun (Lima Lingkaran Sakti) yang dia pelajari atau lebih tepat dia "Mainkan"

   Menurut petunjuk Bhewakala. Hal ini adalah karena jurus penyerangan Toya yang dilakukan oleh Tiat-pang Sin-kai tadi sifatnya hampir sama dengan jurus-jurus penyerangan Sin-Eng-Cu, maka otomatis tubuhnya lalu bergerak mainkan jurus ilmu yang diturunkan oleh Bhewakala kepadanya sebagai lawannya.

   Ilmu Silat Ngo-Sin Hoan-Kun adalah ilmu silat ciptaan Pendeta Nepal pertapa Gunung Himalaya yang sakti itu, gerakannya dahsyat dan aneh, Tiat-pang Sin-kai melihat betapa kedua lengan pemuda itu membuat lingkaran-lingkaran yang mengaburkan pandangan matanya dan dia tidak tahu bagaimana harus menghadapinya. Ingin dia memukul dengan Toya, namun ujung Toyanya seakan-akan terlibat oieh sebuah di antara lingkaran itu dan tak dapat digerakkan. Tiba-tiba dia merasa tubuhnya berpusing seperti tenggelam dalam pusingan angin dan sebelum dia tahu apa yang terjadi dengan dirinya, tubuhnya itu terlempar sambil berputaran dan robohlah dia dengan kepala di bawah kaki di atas. la menjadi pening, kepalanya benjol, Toyanya terlempar entah ke mana dan sampai lama dia hanya rebah sambil menggerak-gerakkan kepala mengusir kepeningan dengan mata menjadi juling!

   "Ah...!"

   "Hebat...!"

   "Aneh...!"

   Seruan-seruan ini keluar dari mulut para tokoh Hoa-San-Pai. Benar-benar mengejutkan peristiwa itu. Kui-San-Jin dan yang lain-lain memang sudah siap untuk menolong orang muda yang tabah itu kalau pihak Sin-Tung Kai-Pang hendak membunuhnya. Siapa tahu, dalam dua gebrakan saja seorang tokoh Sin-Tung Kai-Pang yang cukup lihai dibikin melayang seperti itu dengan gerakan tangan dan kaki yang luar biasa, ilmu silat yang membentuk lingkaran-lingkaran ajaib. Ilmu apakah yang dipergunakan pemuda ini?

   Hanya Hui Kauw dan Kun Hong yang tidak mengeluarkan suara apa-apa. Hui Kauw memandang kagum dan juga heran karena sepanjang pengetahuannya, murid ini hanya baru menerima dasar-dasar ilmu silat dan yang terakhir hanya ditinggali Ilmu Langkah Si-Cap-It Sin-Po oleh Kun Hong. Tadi Hui Kauw sengaja memperhatikan gerak kaki anak itu untuk melihat apakah Yo Wan sudah mahir melakukan langkah-langkah itu, karena kalau sudah mahir, tentu anak itu mampu menyelamatkan diri dengan langkah-langkah ajaib. Anehnya, langkah yang dipergunakan Yo Wan sama sekali bukan langkah ajaib ajaran Kun Hong, sungguhpun gerak dan langkah yang dilakukan anak itu pun amat aneh dan asing! Ketika Hui Kauw melirik ke arah suaminya, ia melihat Suami ini miringkan kepala mengerutkan kening dan Bibirnya menggumam,

   "Hemmm... hemmm..."

   Sebetulnya, robohnya Tiat-pan Sin-kai hanya dalam di 1 jurus ini bukan semata-mata karena kelihaian Yo Wan, melainkan sebagian besar dikarenakan kesalahan Pengemis itu sendiri. la terlalu memandang rendah bocah itu, dianggapnya sekali pukul dengan Toya akan remuk kepalanya. Oleh karena memandang rendah inilah maka sekali balas saja Yo Wan berhasil merobohkannya. Andaikata Pengemis itu lebih hati-hati, biarpun tak mungkin dia dapat mengalahkan Yo Wan yang sudah mewarisi ilmu-ilmu sakti, namun kiranya tidak akan roboh hanya dalam satu dua jurus saja!

   "Bocah setan! Berani kau menghina saudaraku?"

   Kakek Pengemis di sebelah kiri Ketua Pengemis meloncat ke depan, menghadapi Yo Wan dengan mencabut Pedang di pinggangnya.

   "Hayo keluarkan senjatamu dan kau lawan aku!"

   Sikap Pengemis ini jauh lebih gagah daripada Tiat-pang Sin-kai dan memang dia tidak memandang rendah kepada Yo Wan, karena dia menduga bahwa Yo Wan tentu memiliki kepandaian yang tinggi. Memang dia seorang yang cukup berpengalaman dan tidak sembrono seperti temannya tadi. Pengemis ini menjadi pembantu Sin-Tung Lo-Kai karena ilmu pedangnya membuat dia jarang menemukan tandingan.

   Dia bernama Souw Kiu, seorang ahli Pedang dan ahli tenaga Lweekang. Hati Yo Wan tergetar. la tidak pernah mengalami pertandingan-pertandingan, yaitu pertandingan yang sungguh-sungguh, karena pertandingan yang dia saksikan selama tiga tahun di puncak Liong-Thouw-San adalah pertandingan "Teori."

   Ketika dia merobohkan dua orang Pengemis kemarin dan Pengemis bertoya tadi, dia sama sekali tidak mengira bahwa demikian mudah dia mencapai kemenangan. Disangkanya bahwa memang tiga orang Pengemis itu hanya orang-orang sombong yang tidak ada gunanya. Sekarang, menghadapi Souw Kiu yang tenang, bermata tajam dan memegang Pedang dengan sikap yang Kokoh kuat, mau tak mau dia menjadi gentar pula untuk menghadapinya dengan tangan kosong.

   "Tukang kuda, kau pakailah pedangku ini!"

   Tiba-tiba Swan Bu berseru sambil mencabut pedangnya yang amat indah. Yo Wan tersenyum. Lenyap sudah rasa sakit di pundaknya oleh anak panah yang masih menancap itu. Sikap Swan Bu ini sekaligus telah menjatuhkan hatinya dan meluapkan maafnya terhadap putera dari Suhunya itu. la tersenyum lebar sambil menoleh ke arah Swan Bu.

   "Tuan Muda, terima kasih. Tidak berani aku merusakkan pedangmu,"

   Jawabnya dengan sungguh-sungguh dan jujur,

   Sama sekali dia tidak tahu bahwa jawabannya ini membuat wajah Hui Kauw dan Kun Hong menjadi merah karena Ayah dah Ibu ini merasa terpukul oleh jawaban muridnya kepada puteranya yang tadi memperlakukan Yo Wan dengan sewenang-wenang. Yo Wan maklum bahwa untuk menghadapi Pedang lawan, dia harus menggunakan senjata pula dan dia anggap bahwa senjata terbaik adalah melawan dengan Pedang pula. Lupa bahwa pedangnya hanya sebatang Pedang kayu saja, dia segera membuka jubah mengeluarkan Pedang kayunya yang panjangnya hanya tiga puluh sentimeter, terbuat dari kayu cendana yang harum itu. Meledak suara ketawa dari anak buah Hoa-San-Pai dan anak buah Pengemis, akan tetapi tokoh-tokohnya sama sekali tidak tertawa, bahkan memandang dengan tercengang. Gilakah anak ini? Ataukah memang dia begitu sakti sehingga cukup menghadapi lawan dengan Pedang kayu saja?

   "Itukah senjatamu?"

   Bentak Souw Kiu dengan suara kecewa.

   "Apakah kau hendak main-main?"

   Dia seorang tokoh ilmu silat, mana enak hatinya kalau dihadapi seorang lawan begini muda yang mempergunakan Pedang kayu?

   "Memang inilah senjataku dan aku tidak main-main, Pengemis tua."

   "Jangan menyesal nanti dan bilang aku berlaku sewenang-wenang!"

   Kata pula Souw Kiu, masih meragu. Pertandingan ini disaksikan banyak tokoh Hoa-San-Pai, dia harus memperlihatkan kegagahannya.

   "Aku tidak akan menyesal. Kalian memang sudah bertekad untuk membunuhku, tentu saja aku pun bertekad untuk mempertahankan nyawaku sedapat mungkin. Aku tidak biasa memegang Pedang tulen, biasa main-main dengan pedangku ini. Kalau kau memang berkukuh hendak membunuhku, silakan."

   "Awas pedang!"

   Dengan cepat setelah mengeluarkan bentakan ini, Souw Kiu menerjang dengan pedangnya.

   Gerakan pedangnya amat cepat dan mengeluarkan suara berdesing mengerikan. Namun bagi Yo Wan, gerakan Pengemis itu tidaklah terlalu hebat, apalagi cepat. Kalau dibandingkan dengan jurus-jurus yang dikeluarkan Sin-Eng-Cu dan Bhewakala, gerakan itu seperti anak kecil main-main belaka! Dengan tenang, dia lalu mainkan jurus-jurus yang sesuai dengan Pedang yang dipegangnya, yaitu Ilmu Silat Liong-Thouw-Kun yang diturunkan oleh Sin-Eng-Cu kepadanya. Memang Pedang kayu itu adalah senjata buatan Sin-Eng-Cu yang dahulu dia pakai untuk menghadapi cambuk dari Bhewakala, maka ketika dia bersilat Pedang dengan jurus-jurus dari Sin-Eng-Cu, seketika Pedang kayu di tangannya itu berubah menjadi puluhan batang banyaknya dalam pandang mata lawannya! Angin yang diterbitkan Pedang kayu ini berbunyi,

   "Whir-whir-whirrr..."

   Dibarengi kilatan sinar Pedang kayu yang membingungkan hati Souw Kiu. Karena maklum bahwa bocah ini benar-benar pandai, Souw Kiu mengerahkan seluruh tenaga dalam dan mengeluarkan semua jurus simpanannya untuk mencapai kemenangan. la sengaja hendak mengadu senjata, karena dia merasa yakin bahwa sekali Pedang kayu itu bertemu dengan pedangnya, tentu akan patah dan dia akan mudah merobohkan lawan. Hui Kauw memandang kagum sekali. Ilmu Pedang yang dimainkan Yo Wan itu benar-benar merupakan ilmu Pedang yang selain indah, juga amat luar biasa. Dia sendiri belum tentu dapat mainkan Pedang kayu seperti itu!"

   Ketika dia melirik ke arah suaminya, wajah Kun Hong tegang sekali dan Bibir Pendekar Buta ini menggumam lirih,

   "Ah... mana mungkin...?"

   Memang, dapat dibayangkan keheranan hati Kun Hong ketika telinganya menangkap gerakan ilmu silat Yo Wan yang kali ini cara bersilatnya sama sekali berlawanan dengan dua gerakan ketika merobohkan lawan pertama tadi, tidak demikian saja, malah ilmu Pedang yang dimainkan ini mengandung jurus-jurus Ilmu Silat Kim-Tiauw-kun, yaitu ilmu silatnya sendiri! Padahal dia sama sekali belum pernah mengajarkan ilmu itu meskipun hanya sejurus kepada muridnya. Para tokoh Hoa-San-Pai adalah tokoh-tokoh yang berilmu tinggi. Apalagi Ketuanya, Kui-San-Jin terkenal sebagai seorang ahli Pedang Hoa-San-Kiam-Sut, di samping isterinya yang juga hadir di situ.

   Mereka semua kini berdiri bengong, kagum bukan main. Siapa orangnya yang tidak kagum kalau melihat betapa kacung kuda itu dengan hanya sebatang Pedang kayu dapat menghadapi seorang ahli Pedang seperti Souw Kiu? Dan kadang-kadang Pedang di tangan Pengemis itu dengan hebatnya menggempur Pedang kayu, akan tetapi jangan kata Pedang kayu menjadi patah karenanya, malah tampak jelas betapa lengan dan tangan Souw Kiu yang memegang Pedang tergetar hebat. Ini hanya menjadi bukti bahwa bocah itu memiliki tenaga Sinkang yang ampuh sekali, tenaga yang bukan sewajarnya dimiliki seorang pemuda tanggung berusia enam belas tahun. Diam-diam mereka menduga-duga murid siapakah gerangan pemuda ini dan apa maksud orang muda yang memiliki kesaktian itu naik ke Hoa-San-Pai dengan berpura-pura menjadi tukang kuda, mengandung maksud tersembunyi yang bagaimanakah?

   Mereka juga merasa gelisah, menduga bahwa tentu pemuda itu mengandung suatu maksud tertentu. Yang paling bingung dan kaget setengah mati adalah Souw Kiu sendiri. Pedang kayu di tangan bocah itu bukan main hebatnya, gerakannya aneh, daya tahannya amat Kokoh kuat dan setiap kali beradu dengan pedangnya sendiri, tangannya tergetar hebat. la menjadi penasaran sekali. Masa dia harus mengaku kalah terhadap seorang kacung kuda? Kalau dia dikalahkan oleh seorang tokoh Hoa-San-Pai, masih tidak apa, akan tetapi oleh seorang kacung kuda masih bocah lagi? Dua puluh jurus telah lewat dan dalam penasarannya, Souw Kiu tiba-tiba mengeluarkan bentakan nyaring sekali dan pedangnya melakukan terjangan kilat. Hui Kauw menutup mulutnya dan seluruh urat tubuhnya menegang.

   Sebagai seorang ahli pedang, ia maklum bahwa Pengemis itu melakukan serangan nekat, mengajak adu nyawa. la sudah siap untuk menyambar dan menolong muridnya, tetapi dia tidak mau tergesa-gesa karena kalau keadaan Yo Wan tidak berbahaya lalu ia menolongnya, hal itu akan merendahkan diri sendiri. Yo Wan sudah mempelajari banyak sekali jurus-jurus ampuh dan ada kalanya Sin-Eng-Cu maupun Bhewakala dalam keadaan terdesak pun mengeluarkan jurus-jurus yang nekat. Karena itu, menghadapi serangan ini, dia tidak menjadi gugup. Daripada dia terluka atau terpaksa membunuh orang, lebih baik mengorbankan Pedang kayunya, pikirnya cepat. Melihat Pedang lawan menyambar dengan babatan kilat, dia cepat menangkis dengan Pedang kayunya, tapi dia sengaja tidak menyalurkan tenaga kepada Pedang kayu ini.

   "Krakkk!"

   Pedang kayu patah menjadi dua, tubuh Souw Kiu terdorong ke depan dan di lain saat dia sudah roboh terguling oleh pukulan tangan kiri Yo Wan yang tepat mengenai pundak kanannya sedangkan pedangnya entah bagaimana sudah berpindah ke tangan pemuda itu! Souw Kiu bangkit berdiri, akan tetapi tiba-tiba dia muntahkan darah merah. Ternyata satu kali pukulan Yo Wan itu sudah mendatangkan luka parah di dalam dadanya. Hal ini tidak mengherankan karena Yo Wan menggunakan pukulan Lweekang dari Sin-Eng-Cu sebagai timpalan permainan pedangnya tadi.

   Tak dapat ditahan lagi, para Tosu Hoa-San-Pai bertepuk tangan memuji. Setelah Ketua mereka berpaling dan memandang tajam, baru mereka berhenti. Biarpun tokoh-tokoh Hoa-San-Pai tidak ada yang terang-terangan memuji dan berpihak, namun wajah mereka yang berseri menjadi tanda bahwa mereka merasa puas melihat rombongan Sin-Tung Kai-Pang yang sombong itu diberi hajaran oleh seorang luar yang mengaku sebagai kacung kuda Hoa-San-Pai! Baru seorang pelamar kacung kuda saja sudah begini hebat, apalagi orang-orang Hoa-San-Pai sendiri! Biarpun tidak secara langsung, pemuda yang luar biasa itu telah mengangkat tinggi deRajat dan nama Hoa-San-Pai dengan sepak terjangnya menghadapi Sin-Tung Kai-Pang ini.

   Yo Wan sendiri sama sekali tidak mempunyai pikiran untuk memusuhi Sin-Tung Kai-Pang. la tahu telah membuat onar kemarin dan hanya untuk menjaga agar nama Suhu dan Subonya jangan sampai terbawa-bawa, maka dia mempertanggung-jawabkannya sendiri. Akan tetapi tentu saja dia tidak mau dibunuh tanpa melawan. Giranglah hatinya ketika dia berhasil mengalahkan dua orang lawan. Semangatnya timbul dan dia mulai mengerti, mulai terbuka mata hatinya bahwa kalau dia mau melawan, belum tentu orang-orang kasar ini mampu membunuhnya! Sementara itu, Sin-Tung Lo-Kai sampai menjadi pucat mukanya saking marah. la merasa terhina sekali. Dua orang pembantunya yang paling dia andalkan, roboh berturut-turut secara mudah oleh seorang kacung kuda.

   "Orang-orang Hoa-San-Pai!"

   Bentaknya sambil mengangkat tongkatnya ke depan dada.

   "Apakah kalian diamkan saja bocah setan ini menghina kami?"

   
Jaka Lola Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Urusanmu dengan anak ini tiada sangkut-pautnya dengan kami, Pangcu,"

   Kata Kui-San-Jin dengan suara tenang. Kakek Ketua Hoa-San-Pai ini sekarang timbul kepercayaannya terhadap Yo Wan. Pantas saja bocah ini hendak membereskan sendiri, kiranya memiliki ilmu kepandaian yang begitu hebat. la tidak mengerti mengapa bocah ini suka menutupi dan melindungi Hoa-San-Pai, akan tetapi jalan satu-satunya bagi Ketua Hoa-San-Pai ini untuk membalas budi hanya membiarkan bocah itu melanjutkan maksud hatinya. Inilah sebabnya maka dia sengaja menjawab seperti itu.

   "Hemmm, biarlah kubikin mampus dulu bocah ini, baru kami akan bicara lagi dengan Hoa-San-pai!"

   Sin-Tung Lo-Kai berseru marah.

   "Bocah setan, lekas kau memilih senjata. Aku tidak sudi menyerang lawan tanpa senjata. Kalau kau butuh pedang, orang-orangku bisa memberi pinjam untukmu."

   Yo Wan maklum bahwa lawannya ini tentulah seorang yang pandai. Kemantaban gerakan tongkat itu saja sudah membayangkan tenaga Lweekang yang hebat. la tidak berani memandang ringan, maka dilolosnya cambuk peninggalan pertapa Bhewakala. Cambuk ini hitam warnanya, panjang dan berat, tapi di tangan Yo Wan terasa ringan dan enak. Maklum, selama tiga tahun dia main-main dengan cambuk ini.

   "Ketua Sin-Tung Kai-Pang, sesungguhnya aku tidak suka berkelahi dengan siapapun juga, aku tidak ingin mencari perkara dengan siapa juga. Akan tetapi kalau kau nekat hendak membunuhku, tentu saja aku akan berusaha menyelamatkan diri,"

   Jawabnya sambil memegang gagang cambuk dengan tangan kanan sedangkan tangan kirinya membelai-belai ujung cambuk.

   "Tak usah cerewet, lihat tongkatku!"

   Ketua Pengemis itu menggerakkan tongkatnya dan berkelebatlah sinar beraneka warna seperti pelangi menyilaukan mata. Yo Wan kaget dan bingung seketika karena gerakan tongkat itu hebat serta menyilaukan warnanya. Juga para tokoh Hoa-San-Pai menahan nafas. Kali ini mereka benar-benar khawatir karena tingkat kepandaian Sin-Tung Lo-Kai benar-benar tak boleh dipandang ringan. Anak muda remaja ini mana mampu mempertahankan diri?

   "Tar-tar-tarrr...!"

   Lecutan cambuk bertubi-tubi terdengar nyaring disusul berkelebatnya sinar cambuk yang hitam, bergerak-gerak macam ular naga hitam bermain di angkasa. Yo Wan telah mainkan ilmu cambuknya Ngo-Sin Hoan-Kun dan ujung cambuk itu melecut-lecut, menyambar-nyambar setelah membentuk lingkaran-lingkaran aneh di udara. Kagetlah semua orang dan Hui Kauw melihat betapa suaminya sambil mengerutkan kening telah mengepal tinjunya,

   "Bhewakala... siapa lagi... tentu Bhewakala..."

   Terdengar suaminya bersungut-sungut. Yang paling kaget adalah Sin-Tung Lo-Kai sendiri. Permainan cambuk lawannya amat hebat, bagaikan gelombang samudera sedang mengamuk. Lingkaran-lingkaran yang bergelombang lima kali itu benar-benar amat dahsyat, menyembunyikan ujung cambuk yang kadang-kadang mematuk dan melecut bagaikan petir menyambar.

   Inilah ilmu cambuk yang amat aneh, yang belum pernah disaksikan Sin-Tung Lo-Kai selama hidupnya. la mengertak gigi, mengerahkan seluruh kepandaian dan mainkan ilmu tongkatnya untuk menahan gelombang dan petir itu. Namun Yo Wan tidak mau memberi hati kepadanya. Pemuda ini memilih jurus-jurus serangan dari Ngo-Sin Hoan-Kun sehingga belum tiga puluh jurus, Ketua Pengemis itu sudah mundur-mundur dan hanya dapat menangkis dan mengelak ke sana ke mari, tak mampu membalas dan keadaannya repot sekali. Tiba-tiba Pengemis tua itu mengeluarkan bentakan keras dan sinar-sinar hijau menyambar ke arah Yo Wan. Inilah sinar senjata rahasia berupa paku-paku hijau beracun yang disambitkan secara diam-diam, merupakan senjata gelap yang amat berbahaya.

   "Curang...!"

   Seru Hui Kauw, namun dia tahu bahwa dia sendiri tidak mampu menolong karena senjata-senjata gelap itu dilempar dari jarak yang amat dekat, yaitu selagi kedua orang itu bertanding berhadapan. Yo Wan adalah seorang pemuda yang belum berpengalaman dalam hal bertempur, sungguhpun dia mewarisi ilmu-ilmu yang hebat, tetapi dia tidak tahu akan adanya akal-akal busuk dari lawan macam Sin-Tung Lo-Kai. Namun dia seorang yang amat cerdik. Melihat berkelebatnya sinar-sinar hijau dan mendengar seruan Subonya, dia cepat menggunakan langkah ajaib. Terpaksa dia membuka rahasia dirinya dan mainkan langkah-langkah yang dia pelajari dari Suhunya karena maklum bahwa benda-benda yang menyambarnya itu amat berbahaya.

   Benar saja, dengan langkah-langkah ajaib yang dia mainkan, tujuh buah benda kecil kehijauan itu meluncur lewat di samping tubuhnya, tak sebuah pun mengenai dirinya. Teringat akan bahaya ini, timbul kemarahan Yo Wan. la mencabut anak panah dengan tangah kiri, pecutnya kembali menerjang maju dan dia barengi dengan sambitan anak panah. Sin-Tung Lo-Kai tadi terkejut bukan main melihat pemuda aneh itu dapat menghindarkan diri dengan gerakan kaki seperti orang mabuk. Selagi dia kecewa dan kaget, cambuk lawannya menerjang bagaikan hujan badai. Cepat dia mengangkat tongkat menangkis dan melompat mundur. Tapi tiba-tiba dia berteriak keras dan roboh, anak panah itu menancap pada dadanya sebelah kanan! Baiknya anak panah itu tidak terlalu dalam menembus kulit dada, namun cukup membuat Ketua Sin-Tung Kai-Pang ttu mengerang kesakitan dan tidak mampu bangun kembali.

   Anak buahnya cepat memberi pertolongan dan tanpa pamit lagi Sin-Tung Lo-Kai menyuruh anak buahnya memanggulnya turun gunung! Mereka itu bagaikan serombongan anjing yang disiram air panas, lari tersaruk-saruk sambil tunduk, tidak berani mengeluarkan sepatah kata pun lagi. Andaikata mereka memiliki buntut, tentu buntut itu mereka kempit di antara kaki. Kekalahan yang diderita kali ini benar-benar membuat mereka kuncup dan selamanya mereka takkan berani memusuhi Hoa-San-Pai. Baru melawan seorang kacung kuda saja, Ketua mereka dirobohkan dengan mudah! Setelah musuh pergi, Yo Wan tak dapat menyembunyikan diri lagi. la menghampiri Kwa Kun Hong dan Kwee Hui Kauw, serta merta dia menjatuhkan diri berlutut dan berkata dengan suara gemetar penuh keharuan.

   "Suhu...! Subo...!"

   La tinggal berlutut, meletakkan mukanya di atas tanah dan meramkan kedua matanya, mulutnya berkata lirih.

   "Teecu datang menyusul..."

   "Wan-ji (anak Wan)! Kenapa baru sekarang kau datang...?"

   Hui Kauw berkata, siap merangkul murid itu. Akan tetapi nyonya muda ini menahan kedua tangannya ketika melihat wajah suaminya. Jelas bahwa suaminya kelihatan marah.

   "Yo Wan, apa maksudmu datang seperti ini?"

   Yo Wan tak dapat menjawab dan pada saat itu, para tokoh Hoa-San-pa! sudah datang menghampiri. Dengan senyum lebar Kui-San-Jin berkata,

   "Ah, kiranya murid Kun Hong anak ini? Pantas begini lihai! Ha... ha... ha, benar-benar Sin-Tung Kai-Pang tidak tahu diri, dan senang sekali hati Pinto mengetahui bahwa anak yang memberi hajaran kepada mereka kiranya adalah orang sendiri! Ha... ha... ha!"

   Para tokoh Hoa-San-Pai benar-benar merasa gembira dan bangga. Kehebatan ilmu kepandaian Pendekar Buta tentu saja sudah mereka ketahui dengan baik, dan biarpun Pendekar Buta terhitung golongan muda di Hoa-San, namun dialah sebetulnya yang merupakan andalan untuk membikin besar nama Hoa-San-Pai. Kelihaian anak muda yang mengusir para tokoh Sin-Tung Kai-Pang ini merupakan bukti akan kehebatan ilmu kepandaian Pendekar Buta. Tentu saja mereka tidak mengerti bahwa Pendekar Buta sendiri berpikir lain pada saat itu. Tidak tahu bahwa Kun Hong amat marah kepada Yo Wan, hanya menahan hatinya karena dia tidak ingin memarahi muridnya di depan banyak orang.

   "Yo Wan kau ikut aku...!"

   Kata Kun Hong kepada anak muda itu. Yo Wan mengerti bahwa Suhunya marah, maka dengan kepala tunduk dia mengikuti Gurunya masuk ke dalam, diikuti pula oleh Kwee Hui Kauw yang menggandeng tangan Swan Bu. Para tokoh Hoa-San-Pai yang masih bergembira itu juga mengundurkan diri, membiarkan Guru dan murid itu menikmati pertemuan tanpa diganggu.

   "Nah, sekarang ceritakan tentang sikapmu yang aneh itu, Yo Wan. Aku ingin mendengar selengkapnya dan sejujurnya. Apa sebabnya kau datang menyusul kami secara sembunyi dan pura-pura menjadi kacung kuda?"

   Tanya Kun Hong suaranya perlahan, akan tetapi Yo Wan maklum bahwa Suhunya tak senang hati.

   Menggigil dia dan cepat-cepat dia berlutut di depan Suhunya yang duduk di atas sebuah kursi lain, sedangkan Swan Bu berdiri memandang dengan matanya yang lebar tajam. Dengan suara lirih Yo Wan lalu menceritakan pengalamannya semenjak Suhu dan Subonya turun gunung meninggalkannya seorang diri. Tentang niatnya menyusul ke Hoa-San-Pai tiga tahun yang lalu dan betapa dia bertemu dengan Sin-Eng-Cu dan Bhewakala yang sedang bertanding dan keduanya terluka, betapa kemudian dia menolong mereka dan selama tiga tahun menjadi perantara dalam adu ilmu sampai Sin-Eng-Cu meninggal dunia karena tua dan Bhewakala kembali ke dunia Barat.

   "Kemudian Teecu menyusul ke Hoa-San, Suhu, dan sungguh tidak Teecu kehendaki telah terjadi keributan di sini, dan Teecu yang menjadi biang keladinya. Teecu mengaku salah dan siap menerima hukuman apa pun juga dari Suhu dan Subo."

   "Mengapa kemarin kau tidak langsung naik menemui kami, tapi bersembunyi dan menyamar sebagai tukang kuda?"

   Suara Kun Hong masih bengis karena hatinya belum puas.

   "Teecu merasa ragu-ragu... dan takut kalau-kalau Suhu tidak menghendaki kedatangan Teecu... kebetulan Teecu bertemu dengan dua orang Tosu dan putera Suhu ini... Teecu ditawari pekerjaan tukang kuda, Teecu lalu menerimanya, ingin melihat gelagat dulu sebelum Teecu berani menghadap Suhu. Celakanya, di tengah jalan seekor di antara tiga kuda yang harus Teecu bawa ke puncak, dibunuh Pengemis itu. Teecu tidak ingin berkelahi, hanya minta ganti seekor kuda yang hidup, kiranya mereka marah dan menyerang Teecu. Akhirnya mereka lari dan meninggalkan dua ekor kuda mereka, terpaksa Teecu bawa sekalian ke puncak, dan kuda yang mati Teecu kubur di pinggir jalan."

   "Yang mati itu kudaku! Ayah, suruh murid Ayah ini mencarikan pengganti kudaku, dia yang bertanggung jawab karena dia yang membawanya"

   Swan Bu berseru nyaring.

   "Hushhh, diam kau"

   Kun Hong membentak puteranya lalu bertanya.

   "Yo Wan, setelah kau tahu rombongan Sin-Tung Kai-Pang datang kenapa kau pura-pura tidak mengenal kami dan melayani mereka seorang diri mengandalkan ilmu silatmu? Apakah kau hendak pamerkan kepandaian di Hoa-San-Pai?"

   Yo Wan mengangguk-angguk mencium lantai.

   "Ah tidak... Suhu sama sekali tidak..."

   Katanya gagap dan takut.

   "Mana Teecu berani begitu kurang ajar pamerkan kepandaian sedangkan Teecu tidak bisa apa-apa? Hanya kebetulan saja Teecu dapat menang padahal Teecu tidak bermaksud demikian. Setelah melihat bahwa peristiwa kemarin itu menimbulkan keributan hebat, Teecu menjadi takut kalau-kalau Hoa-San-Pai terbawa-bawa, terutama sekali kalau Suhu dan Sute terbawa-bawa oleh gara-gara yang Teecu lakukan kemarin. Maka dari itu, Teecu sengaja pura-pura tidak ada hubungan dengan Suhu dan Subo, juga dengan Hoa-San-Pai. Teecu ingin mempertanggung-jawabkan sendiri, kalau perlu Teecu rela mati untuk menebus kesalahan, asal jangan sampai menyeret Hoa-San-Pai dan terutama Suhu berdua. Akan tetapi, tentu saja Teecu seberapa dapat hendak mempertahankan diri terhadap Pengemis-Pengemis yang jahat itu."

   Kun Hong mengangguk-angguk dan pada sepasang mata Hui Kauw tampak dua butir air mata. Nyonya muda itu menjadi terharu sekali melihat murid yang amat setia itu. Diam-diam dia memperhatikan dan menjadi kagum. Muridnya ini sekarang bukanlah seorang anak kecil lagi, melainkan seorang jejaka tanggung yang tampan dan sederhana, pandai merendahkan diri walaupun memiliki kepandaian yang amat tinggi.

   "Yo Wan, apakah kehendakmu sekarang?"

   Kun Hong bertanya, suaranya halus kini.

   "Suhu, tidak ada keinginan lain dalam hati Teecu semenjak dahulu selain ikut Suhu dan Subo, bekerja untuk Suhu dan mengharapkan belas kasihan berupa pelajaran ilmu silat agar dapat Teecu pakai kelak untuk membalas dendam terhadap The Sun."

   Kun Hong menggeleng kepala.

   "Tidak mungkin, Yo Wan, tidak bisa kau ikut dengan kami di sini..."

   "Suhu, biarlah Teecu menjadi tukang kuda, menjadi kacung pelayan, Teecu akan bekerja apa saja, biarkan Teecu melayani Suhu berdua, dan adik... adik Swan Bu, asal Teecu boleh berdekatan dengan Suhu berdua..."

   Suara Yo Wan menggetar karena terharu dan khawatir kalau-kalau dia tidak akan diterima oleh Suhunya.

   "Yo Wan, kau bukan kanak-kanak lagi! Kau sudah dewasa, masa selama hidupmu hanya ingin menjadi kacung saja? Tidak, aku tidak mau menerimamu di sini, sudah tiba waktunya kau hidup sendiri, mengejar ilmu dan pengalaman, mengisi hidupmu dengan perbuatan-perbuatan yang berguna bagi orang lain dan bagi dirimu sendiri, kau tidak boleh tinggal di sini."

   "Suhu, Teecu ingin menerima pelajaran ilmu silat dari Suhu..."

   "Tidak bisa, Yo Wan. Ilmu silat dariku tidak boleh dicampur aduk. Kau sudah menerima warisan ilmu silat yang tinggi dan hebat dari Susiok-Couwmu dan dari Bhewakala. Hanya belum kauselami inti sarinya dan belum matang saja. Kepandaianmu sudah cukup dan kalau kau menerima pelajaran dariku, salah-salah bisa rusak malah."

   "Suhu, Teecu bukan murid Kakek Sin-Eng-Cu, juga bukan murid Bhewakala Lo-Cianpwe, Teecu tidak belajar dari mereka. Apa yang Teecu ketahui dari mereka boleh Teecu buang dan mulai saat ini juga dan Teecu akan mulai belajar dari Suhu."

   Tiba-tiba angin pukulan mendesir dari arah belakang menyerang tengkuk Yo Wan, disusul sinar Pedang yang menusuk lambungnya. Otomatis Yo Wan membuang diri, bergulingan dan cambuknya berbunyi nyaring melingkar-lingkar melindungi tubuhnya bagian belakang. Alangkah kagetnya ketika dia melihat bahwa yang menyerangnya tadi adalah Subonya sendiri, Kwee Hui Kauw yang kini sudah duduk kembali sambil menyarungkan pedangnya.

   "Suhumu bicara benar, Yo Wan. Ilmu silat kedua orang Kakek sakti itu sudah mendarah daging padamu, tak mungkin dibuang begitu saja lalu mulai belajar ilmu silat baru. Akan merusak segala-galanya. kau lihat sendiri tadi, begitu ada bahaya mengancam, otomatis tubuhmu melakukan gerakan sesuai dengan jurus-jurus kedua orang Kakek itu. Ilmu silatmu sudah cukup tinggi, tak perlu belajar lagi dari kami."

   Yo Wan tertegun, lalu menjatuhkan diri berlutut, air matanya bertitik perlahan.

   "Suhu dan Subo... biarkan Teecu membalas budi Suhu berdua dengan pelayanan, tidak diberi pelajaran silat juga tidak apa, asal Teecu dapat melayani Suhu berdua..."

   Kun Hong meraba kepala Yo Wan dengan terharu, Hui Kauw menghapus dua butir air matanya dengan saputangan.

   "Yo Wan, kami mengusirmu bukan karena kami tidak cinta kepadamu. Sama sekali tidak. Semua peristiwa, baik yang terjadi di Liong-Thouw-San maupun di sini, bukanlah salahmu. Aku mengusirmu turun gunung sekarang juga bukan dengan maksud tak baik, muridku, melainkan dengan maksud untuk kebaikanmu sendiri. Kau bukan anak murid Hoa-San-Pai, juga tak bisa dibilang muridku dan kau sudah dewasa. Kau harus mencari kedudukan dan membuat nama baik di dunia."

   "Apakah Suhu mengira bahwa Teecu sudah boleh pergi mencari The Sun dan membalas sakit hati Ibu?"

   Kun Hong menghela nafas panjang.

   "Dendam... balas membalas... tiada habisnya, takkan aman dunia ini selamanya. Yo Wan, mengapa kau tidak membalas dendam dengan kasih?"

   Yo Wan bingung, tidak mengerti apa. yang dimaksudkan Suhunya.

   "Bagaimana, Suhu? The Sun menyebabkan kematian Ibu, sudah seharusnya Teecu mencarinya dan balas membunuhnya."

   "Ha... ha... ha, anak bodoh. Siapakah The Sun itu yang bisa mendatangkan kematian pada seseorang? la hanya menjadi lantaran, karena memang nyawa Ibumu sudah semestinya kembali pada saat itu, sudah dikehendaki oleh Thian Yang Maha Kuasa!"

   Yo Wan makin bingung, menoleh kepada Subonya. Nyonya muda itu maklum bahwa suaminya sedang kambuh, yaitu tenggelam dalam lautan filsafat kebatinan, maka ia lalu berkata halus,

   "Yo Wan ingin mendengar apa yang selanjutnya harus dia lakukan. Bicara tentang filsafat yang tidak dimengerti olehnya, membuang waktu sia-sia saja."

   Kun Hong sadar dari lamunannya, keningnya berkerut.

   "Yo Wan, jangan kau kira bahwa akan mudah saja menghadapi seorang seperti The Sun. Ilmu silatnya tinggi sekali, dan kepandaian yang kau warisi dari kedua orang Kakek itu masih mentah. Coba kau berdiri dan siap menghadapi seranganku, aku akan mengujimu!"

   Yo Wan girang karena ini berarti dia akan mendapat petunjuk. Cepat dia bangkit berdiri, dan secepat kilat Kun Hong sudah menerjang. Yo Wan melihat Gurunya memukul dengan gerakan cepat namun pukulan itu amat lambat tampaknya. la tidak berani berlaku sembrono, melihat betapa ilmu pukulan Suhunya itu serupa benar dengan Liong-Thouw-Kun yang dia pelajari dari Sin-Eng-Cu, cepat dia mengeluarkan jurus-jurus Ngo-Sin Hoan-Kun dari Bhewakala. Sampai lima jurus dia dapat mengimbangi Gurunya, tapi pada jurus ke enam, Suhunya melakukan gerakan serangan yang aneh sekali dan... pundak kirinya terdorong. Dorongan perlahan yang cukup hebat, membuat Yo Wan terpelanting.

   "Aduhhh..."

   Yo Wan menahan keluhannya. Dorongan itu semestinya tidak menimbulkan rasa nyeri, akan tetapi karena kebetulan yang didorong adalah pundak kiri yang tadi terluka oleh anak panah Swan Bu, terasa perih dan sakit sekali.

   "Ehhhhh, kenapa pundakmu...?"

   Kun Hong bertanya kaget, diam-diam dia kagum karena muridnya yang masih mentah ilmunya ini ternyata mampu mempertahankan diri sampai lima jurus!

   "Ti... tidak apa-apa, Suhu..., dorongan Suhu hebat bukan main, Teecu rasa biar sampai seratus tahun Teecu belajar, tanpa bimbingan Suhu, Teecu takkan mampu menjadi seorang ahli..."

   "Hushhh, goblok kau kalau berpikir begitu. Kau hanya kurang matang, itulah. Pundakmu kiri itu... coba kau mendekat."

   Yo Wan mendekat dan Kun Hong meraba.

   "Eh, terluka senjata? Kapan terjadinya? Dalam pertempuran tadi kau sama sekali tidak terluka, kan?"

   "Ayah, luka di pundaknya itu adalah terkena anak panahku!"

   Swan Bu berkata lantang.

   "Ketika tadi dia muncul, kuanggap dia itu mengacau di Hoa-San, maka kupanah dia, kena pundaknya. Tapi dia memiliki ilmu sihir, Ayah, panahku terus menancap di pundaknya ketika dia bertempur tadi, malah ketika melawan Sin-Tung Lo-Kai, anak panahku itu dia pergunakan untuk melukai lawannya. Apakah itu bukan ilmu hitam?"

   "Swan Bu...! Ah, bagaimana kau menjadi rusak oleh kemanjaan seperti ini? Setan, kau lancang sekali. Hayo lekas minta maaf kepada Yo Wan Koko!"

   Swan Bu bersungut-sungut.

   "Aku tidak merasa salah, mengapa minta maaf?"

   "Suhu, sudahlah. Adik Swan Bu masih kecil, dan dia memiliki watak gagah perkasa. Kalau tidak mengira bahwa Teecu seorang jahat dan musuh Hoa-San-Pai, kiranya dia tidak akan melepaskan anak panah. Dia tidak bersalah, Suhu."

   Kun Hong menarik nafas panjang.

   "Yo Wan, setelah kau menerima semua ilmu itu, tak mungkin lagi kau menjadi muridku. Hanya Thian yang tahu betapa kecewa hatiku, karena mencari murid seperti kau, agaknya selama hidupku takkan kutemukan. Sekarang kau ingat baik-baik pesanku. Turunlah dari sini dan Kau carilah Bhewakala. Hanya dia yang dapat menyempurnakan dan mematangkan ilmu yang ada padamu, karena selain sebagian ilmu itu dari dia datangnya, juga dalam pertandingan selama tiga tahun itu tentu dia dapat menyelami ilmu dari Susiok-Couwmu pula. Kau harus matangkan ilmu yang kau miliki itu di bawah petunjuk Bhewakala. Nah, setelah kepandaianmu matang, baru kau boleh datang kepadaku lagi untuk bicara tentang The Sun."

   Yo Wan merasa berduka sekali, akan tetapi dia tidak berani membantah. Hui Kauw melangkah maju dan memegang kedua pundaknya. Sepasang mata bening Subonya itu berair.

   "Yo Wan, kau tahu betapa besar kasih sayang kami kepadamu. Percayalah, semua pesan Suhumu adalah demi kebaikanmu sendiri. Taati pesannya itu, Yo Wan. Perjalanan mencari Pendeta Barat itu tentu sukar dan jauh, akan tetapi untuk mencapai sesuatu, makin jauh dan makin sukar makin baik. Terimalah ini untuk bekal di perjalanan."

   Hui Kauw meloloskan Pedang dari pinggangnya, memberikan pedangnya itu kepada Yo Wan, kemudian dia menyerahkan pula sekantung uang emas. Bukan main terharunya hati Yo Wan. Ingin dia menangis menggerung-gerung oleh kasih sayang yang besar, yang dilimpahkan mereka kepadanya. Akan tetapi dia maklum bahwa Suhunya tidak suka akan sikap cengeng macam ini, maka dia menekan perasaannya, lalu berpamit. Takut kalau-kalau air matanya bercucuran, setelah mendapat ijin dia lalu melangkah ke luar dengan langkah lebar, lalu berlari-larian secepatnya meninggalkan tempat itu agar tidak ada orang melihat betapa air matanya bercucuran di sepanjang jalan. Akan tetapi sepasang Suami isteri yang sakti itu tahu akan hal ini. Hui Kauw terisak menangis.

   "Dia anak baik..."

   Katanya.

   "Sebaliknya anak kita yang akan rusak kalau terus-terusan mendapat kemanjaan yang luar blasa di sini. Hui Kauw, kita harus pergi dari sini, kembali ke Liong-Thouw-San, sekarang juga."

   Bukan main girangnya hati Hui Kauw mendengar ini. Memang inilah yang menjadi idam-idaman hatinya, namun tadinya Kun Hong menaruh keberatan karena dia ingin membiarkan puteranya hidup bahagia, dekat saudara-saudara di Hoa-San-Pai yang amat mencinta anak itu.

   Siapa tahu, terlalu banyak cinta kasih yang dilimpahkan membuat anak itu tidak pernah dan tidak mau tahu akan kesukaran, membuatnya manja dan selalu ingin dituruti kehendaknya karena semenjak kecil tak pernah ada yang menolak keinginannya. Perjalanan yang dilakukan Yo Wan amatlah sukar dan jauh. la mentaati pesan Kun Hong, juga dia teringat akan pesan Bhewakala bahwa Pendeta itu selalu menanti kedatangannya di Anapurna, yaitu sebuah puncak di Pegunungar Himalaya. Perjalanan yang amat jauh dan membutuhkan ketekadan yang bulat serta keuletan yang tahan uji. Baiknya dia membawa bekal sekantung uang emas pemberian Hui Kauw, kalau tidak, tentu akan lambat perjalanannya kalau dia harus berhenti-henti untuk bekerja sekedar mencari pengisi perut. Kini dia dapat melakukan perjalanan dengan lancar, terus ke Barat, hanya mau berhenti kalau kemalaman di jalan atau kalau sudah amat lelah.

   Melakukan perjalanan ke Timur atau ke Selatan jauh lebih cepat daripada perjalanan ke Barat atau ke Utara. Hal ini adalah karena semua sungai mengalir ke Selatan atau ke Timur, dan pada masa itu, di waktu perjalanan darat amatlah sukarnya, jalan satu-satunya yang paling cepat adalah perjalanan melalui air. Namun Yo Wan adalah seorang pemuda yang sudah memiliki kepandaian tinggi. Larinya cepat seperti kijang dan setiap kali melalui hutan atau gunung yang sukar, dia masih dapat berlari cepat. Juga sebagal seorang pemuda yang berpakaian sederhana, tidak membawa apa-apa, dia terbebas dari gangguan para perampok yang hanya memperhatikan orang-orang yang membawa barang-barang berharga. Setelah tiba di Pegunungan Himalaya, barulah pemuda itu mengalami kesukaran hebat. Beberapa kali hampir saja dia celaka ketika perjalanannya sampai di bagian yang tertutup salju.

   

Suling Naga Karya Kho Ping Hoo Dewi Sungai Kuning Karya Kho Ping Hoo Pedang Sinar Emas Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini