Ceritasilat Novel Online

Raja Pedang 25


Raja Pedang Karya Kho Ping Hoo Bagian 25



Tentu saja dia makin percaya bahwa semalam dia diganggu setan maka dia lari secepat mungkin dari tempat itu! Sementara itu, Beng San menjadi girang setelah mendengar bahwa tiga orang tawanan itu dibawa oleh rombongan Giam Kin ke Tiang-Bun-Kwi. Segera dia melakukan pengejaran di malam hari itu juga. Perjalanan jauh itu tak membuat dia lemah semangat, dia hanya berhenti mengaso kalau lapar perutnya tak dapat dipertahankan lagi dan hanya berhenti mengaso sejenak untuk melemaskan urat-urat kakinya. Pada keesokan harinya, menjelang malam tibalah dia di Tiang-Bun-Kwi. Beng San kaget dan khawatir sekah ketika melihat keadaan Tiang-Bun-Kwi. Dusun di luar Kota Raja ini ternyata merupakan markas besar yang amat kuat, menjadi pusat penjagaan Kota Raja sebetah Barat.

   Dalam penyelidikannya dia mendengar bahwa di situ berkumpul sedikitnya sepuluh ribu orang serdadu Pemerintah yang setiap hari berpatroli melakukan penjagaan untuk mencegah penyerbuan lawan dari sebelah Barat. Dan Kwa Hong bersama dua orang Suhengnya dibawa ke markas yang kuat ini! Betapapun hebatnya berita yang dia dengar tentang Tiang-Bun-Kwi, Beng San tidak takut. Untuk menolong tiga orang itu, terutama sekali Kwa Hong, dia rela berkorban nyawa. Setelah hari menjadi gelap, dia berhasil menyusup ke dalam benteng besar dan bersembunyi di balik wuwungan yang tinggi dan gelap. la mendengar ribut-ribut dan melihat banyak tentara hilir-mudik dan sibuk sekali, seperti terjadi sesuatu yang penting. Lalu disusul suara terompet dan tambur. Lapat-lapat terdengar oleh Beng San suara mereka menyatakan bahwa ada tamu agung datang mengunjungi benteng itu.

   Terdengar kaki kuda dari luar dan... berdebar jantung Beng San ketika melihat bahwa yang datang adalah Tan Beng Kui bersama Pangeran Souw Kian Bi, didahului pengawal membawa bendera kebesaran dan diiringkan pengawal bersenjata lengkap. Beberapa orang perwira yang dipimpin komandan benteng itu sendiri menyambut kedatangan Souw Kian Bi dan Tan Beng Kui. Melihat cara mereka memberi hormat kepada dua orang pendatang ini dapat diketahui bahwa di samping Souw Kian Bi yang kedudukannya sebagai Pangeran Mongol, juga Tan Beng Kui mempunyai kedudukan tinggi dan penting. Sakit hati Beng San melihat Kakak kandungnya itu dihormati sebagai seorang pembesar Pemerintah Mongol yang dalam pandangan matanya malah sebaliknya, yaitu sebagai antek atau anjing Pemerintah penjajah.

   Melihat betapa rombongan itu memasuki ruangan setelah turun dari kuda, Beng San dengan hati-hati lalu melompat ke atas genteng di depan. Setelah mencari-cari dengan teliti dari atas, akhirnya dia tahu bahwa rombongan itu duduk dalam sebuah ruangan yang lebar dan amat terang. la membongkar genteng dan akhirnya, dapat juga pemuda itu mengintai ke bawah dengan hati-hati. Dilihatnya banyak orang di ruangan yang luas itu dan kaget juga dia melihat bahwa Hek-Hwa Kui-Bo dan Siauw-Ong-Kwi juga berada di ruangan yang luas itu. Tidak ketinggalan Kim-Thouw Thian-Li dan Giam Kin yang agaknya sekarang rapat hubungannya dengan Ketua Ngo-Lian-Kauw itu, buktinya mereka duduk berdekatan dan Giam Kin sering kali tersenyum-senyum kepada Ketua Ngo-Lian-Kauw yang masih cantik itu. Beberapa orang perwira duduk pula di situ dan sekeliling ruangan terjaga oleh tentara yang memegang tombak.

   "Saya menghaturkan banyak terima kasih kepada Ji-wi Locianpwe yang telah membantu penumpasan para pemberontak sehingga berhasil dengan terbunuhnya Kwee Sin yang ternyata adalah Si-Enghiong pemimpin pemberontak. Jasa Ji-wi dan para saudara tentu akan saya catat untuk diberi pahala,"

   Kata Pangeran Souw Kian Bi.

   "Sayang sekali, Ji-Enghiong yang ternyata adalah nona Lee Giok itu tak dapat tertangkap atau terbunuh,"

   Kata Beng Kui mencela.

   "Perempuan hina itu diam-diam telah lari tanpa diketahui orang selagi pertempuran hebat terjadi. Kalau tidak demikian, mana dia mampu terlepas dari tanganku?"

   Hek-Hwa Kui-Bo mendengus. Siauw-Ong-Kwi tertawa bergelak.

   "Kui Bo, kau sendiri ketika itu repot menghadapi seorang pemuda sastrawan gila, mana kau ada kesempatan menangkap gadis yang diam-diam menjadi pemimpin pemberontak itu? Ha-ha-ha!"

   "Iblis tua bangka, jangan sombong kau. Menghadapi seorang pemuda gila, mana aku sudi turun tangan? Sebaliknya, kau hampir tak sempat bernapas menahan pedang Ketua Kun-Lun-Pai!"

   Balas Hek-Hwa Kui-Bo marah.

   "Sudahlah, hal yang sudah terjadi tak perlu diributkan pula,"

   Kata Tan Beng Kui, suaranya tegas.

   "Biarpun dia sebagai Ji-Enghiong amat merugikan kita, setelah dia lari pergi, apa artinya seorang musuh seperti nona muda itu? Pula, kita dapat sekarang mengerahkan pasukan pergi menangkap orang tuanya. Dengan menahan orang tuanya, apakah nona itu akhirnya tak akan menyerahkan diri?"

   Pangeran Souw Kian Bi menggebrak meja dengan marah, mengagetkan semua orang.

   "Keparat betul! Siapa kira di Kota Raja sudah berkeliaran mata-mata pemberontak demikian banyaknya. Tan-Ciangkun, aku belum memberitahukan kepadamu. Setelah timbul dugaanku bahwa Lee Giok adalah Ji-Enghiong, aku segera menyuruh orang-orangku pergi menangkap orang tua she Lee itu, akan tetapi ternyata rumahnya telah kosong. Dia sekeluarga telah lari minggat dari Kota Raja pada malam hari itu juga."

   Tan Beng Kui mengeluarkan seruan kaget.

   "Aihhh, kiranya begitu? Celaka betul, kalau begitu tentu ada kaki tangan pemberontak di Kota Raja yang telah memberitahukan lebih dahulu kepada mereka.

   "Segala usaha kita digagalkan!"

   Pangeran Souw Kian Bi mengerutkan kening dan suaranya penuh penyesalan.

   "Penyerbuan ke Hoa-San-Pai mengorbankan banyak serdadu dan mengakibatkan permusuhan baru dengan fihak Hoa-San dan Kun-Lun. Ini benar-benar tak baik sekali, Apalagi kalau dilihat hasilnya hanya dapat menawan tiga orang anak murid Hoa-San-Pai yang tidak berarti."

   "Selain tiga orang muda itu, kami masih menawan dua orang anggauta Pek-Lian-Pai,"

   Kata komandan yang memimpin pasukan Mongol tadi, nada suaranya mengandung penonjolan jasa.

   "Huh! Apa artinya dua orang anjing Pek-Lian-Pai? Hayo gusur mereka semua ke sini! Adili mereka sekarang juga, aku sendiri hendak memeriksanya!"

   Seru Pangeran Mongol yang mengepalai usaha pembasmian para pemberontak itu dengar suara marah. Semua orang yang berada disitu, kecuali Hek-Hwa Kui-Bo dan Siauw ong-kwi bersama murid-murid mereka yang tinggal tenang-tenang saja, menjadi gugup juga melihat kemarahan pangeran yang berpengaruh ini. Aba-aba dikeluarkan dan beberapa orang serdadu pergi dari situ dengan sigapnya untuk menggusur para tawanan. Yang mula-mula sekali diseret ke ruangan itu adalah seorang laki-laki setengah tua yang bertubuh kurus kecil bermata tajam. Wajahnya yang terluka parah. Kedua lengannya dibelenggu di belakang tubuhnya dan dia didorong-dorong masuk oleh empat orang serdadu.

   "Berlutut kau!"

   Seorang serdadu mendorongnya sambil menekan tengkuknya untuk memaksa dia berlutut di depan Souw Kian Bi dan Tan Beng Kui beserta para perwira yang duduk di situ. Orang itu terhuyung-huyung hampir roboh, akan tetapi dia dapat menguasai dirinya sehingga tidak sampai jatuh, lalu berdiri tegak menghadapi pangeran itu dan teman-temannya. Matanya terbuka lebar memandang penuh kebencian, tubuhnya yang kecil kurus tegak lurus, dadanya terangkat dibusungkan, sedikit pun tidak kelihatan takut-takut atau menghormat.

   "Paksa jahanam ini supaya berlutut!"

   Tan Beng Kui membentak. Dua orang tentara melangkah maju dan mulailah mereka memukul dan menekan untuk memaksa orang itu berlutut. Akan tetapi semua usaha mereka sia-sia belaka. Sampai orang itu roboh karena tidak tahan akan pukulan-pukulan, tetap saja dia tidak mau berlutut!

   "Ha-ha-ha, biarkan dia begitu,"

   Pangeran Souw Kian Bi tertawa kagum.

   "Kau benar-benar gagah perkasa. Siapa kah namamu?"

   Sambil menggigit bibir menahan sakit, orang itu yang sudah dapat bangkit dan kini duduk di atas lantai karena tidak kuat berdiri lagi, menjawab dengan suara kasar dan tegas.

   "Aku Gouw Bun anggauta pimpinan regu Pek-Lian-Pai. Sekarang sudah tertawan, mau bunuh boleh bunuh!"

   Kembali Pangeran Souw Kian Bu tertawa.

   "Orang she Gouw, kau benar-benar gagah dan patut menjadi prajurit. Usiamu paling banyak empat puluh tahun tentu kau meninggalkan keluargamu. Apakah. kau tidak ingin hidup dan mendapat kedudukan mulia dan mewah? Ingat aku, dapat mengampunimu dan malah mengangkatmu menjadi perwira kalau suka memberi keterangan tentang dua orang yang kalian sebut Si-Enghiong dan Ji-Enghiong."

   "Huh, kau kira kami orang-orang Pek-Lian-Pai dapat disamakan dengan orang-orang Han yang sudah suka menjadi anjing-anjing penjilat pantat penjajah Mongol? Kami adalah laki-laki sejati, sudah berani berjuang demi tanah air dan Bangsa tidak takut mati, Kau tentu Pangeran Souw Kian Bi, Pangeran Mongol yang sudah tersohor menentang perjuangan kami. Sekarang aku Gouw Bun sudah kau tawan, boleh bunuh. Ingat saja, dan antek-antek serta anjing-anjingmu, perjuangan rakyat akhirnya pasti menang dan manusia-manusia macam kalian akhirnya tentu akan terbasmi!"

   Bukan main marahnya Souw Kian Bi. Wajahnya yang tampan menjadi merah.

   "Bawa dia keluar, robek jadi empat dengan empat ekor kuda!"

   Perintahnya kepada para penjaga. Beng San yang mendengarkan di atas genteng merasa ngeri dan timbul keinginan hatinya untuk menolong.

   la sudah mendengar tentang cara-cara menghukum yang amat keji dari pangeran ini, di antaranya hukuman robek menjadi empat potong. Hukuman ini dilakukan dengan cara mengikat dua lengan dan dua kaki orang itu pada empat ekor kuda yang kemudian dicambuk supaya lari ke arah empat jurusan. Dengan cara seperti ini, tubuh orang akan robek menjadi empat potong yang ditarik ke empat jurusan oleh kuda-kuda kuat itu. Bagaimana dia dapat membiarkan hal ini terjadi pada diri seorang Patriot yang gagah perkasa? Harus kutolong dia, pikir Beng San dengan hati berdebar. la maklum bahwa untuk menolong orang itu. sama sekali tidak sukar, akan tetapi untuk berhasil meloloskan diri dari tempat berbahaya itu masih amat menyangsikan, apalagi kalau orang-orang sakti di dalam itu keluar semua dan menghalanginya.

   Tiba-tiba dia melihat cahaya berkelebat dalam ruangan itu. Tubuh Gouw Bun yang tadinya diseret-seret oleh para penjaga itu roboh tak berkutik lagi dengan dada kiri tertembus pedang, sedangkan Tan Beng Kui nampak memasukan lagi pedangnya yang sedikit pun tidak bernoda darah, lalu dia duduk kembali dengan tenang. Beng San bengong, Bukan main hebatnya gerakan Kakak kandungnya itu. Mencabut pedang langsung menyerang dan tepat menusuk ke arah jantung dilakukan demikian cepat dan tepatnya sehingga dia sendiri sampai silau matanya memandang, apalagi melihat betapa pedang itu sama sekali tidak bernoda darah, benar-benar merupakan gerakan ilmu pedang yang luar biasa lihainya.

   "Hebat... hebat... itulah ilmu pedang yang hebat!"

   Terdengar Siauw-Ong-Kwi memuji.

   "Mirip gerak tipu ilmu pedangku! Hem... Tan-Ciangkun, siapa yang mengajarkan gerakan itu kepadamu?"

   Kata Hek-Hwa Kui-Bo. Diam-diam Beng San juga merasa heran oleh karena dia tadi pun merasa betapa gerakan ilmu pedang tadi mempunyai persamaan, setidaknya sama dasarnya dengan ilmu pedangnya, Im-Yang-Sin Kiam-sut.

   "Ah, ilmu pedang pungutan dari jalanan, mana ada harganya mendapat perhatian Locianpwe?"

   Jawab Tan Beng Kui merendah kepada Hek-Hwa Kui-Bo. Nenek ini masih penasaran dan hendak bertanya lagi akan tetapi ia didahului Pangeran Souw Kian Bi yang bertanya dengan suara tak senang.

   "Tan-Ciangkun, kenapa kau membunuhnya? Apa kau tidak suka mendengar dia kujatuhi-hukuman tadi?"

   Tan Beng Kui tersenyum dan menjuru kepada Souw Kian Bi.

   "Harap Taijin maafkan kepadaku. Aku tadi tak kuat menahan kemarahan menyaksikan kesombongan sikap setan pemberontak itu, maka telah berani turun tangan sendiri untuk melampiaskan kemarahan. Baru puas hatiku kalau sudah membunuhnya dengan tangan sendiri."

   Souw Kian Bi tersenyum juga.

   "Kau agaknya luar biasa bencimu kepada orang Pek-Lian-Pai. Ha-ha-ha..."

   Lalu kepada para penjaga pangeran ini memberi perintah supaya membawa pergi mayat itu dan menyeret masuk orang kedua. Hati Beng San panas dan perih. Ia merasa kecewa sekali melihat kenyataan betapa Kakak kandungnya memusuhi-para pejuang yang dianggapnya pemberontak,

   Melihat Kakak kandungnya sendiri dengan ganas membunuh seorang Pek-Lian-Pai yang demikian gagah perkasa dan Patriotik, sungguh membuat Beng San merasa penasaran, kecewa dan marah. Kalau kau tak dapat mengubah pendirian, agaknya aku sendiri akan memusuhimu, pikirnya sambil memandang kepada Kakak kandungnya yang sudah duduk di sebelah Souw Kian Bi melihat orang kedua yang sudah diseret masuk. Orang ini masih muda, belum tiga puluh tahun usianya, tubuhnya besar dan kuat, mukanya gagah. Dilihat tubuh dan mukanya, benar-benar jauh bedanya dengan orang pertama tadi. Akan tetapi alangkah jauh pula bedanya sikap orang ini dengan yang tadi. Begitu diseret masuk, orang ini sudah mengeluh dan tanpa diperintah lagi dia menjatuhkan diri berlutut di depan Pangeran Souw Kian Bi. Melihat sikap ini saja sudah muak perut Beng San.

   "Siapa namamu dan apa yang hendak kau katakan setelah kau tertawan?"

   Tanya Pangeran Souw Kian Bi, agaknya gembira melihat sikap tawanan ini.

   "Hamba Bhe Ti Gi, hamba... hamba mohon pengampunan Taijin... hamba adalah seorang bekas pedagang di Kwi-bin, hamba... hamba hanya ikut-ikutan saja di Pek-Lian-Pai, bukan apa-apa... hamba mohon ampun..."

   Orang itu lalu menangis ketakutan.

   "Pengecut hina!"

   Beng San memaki dalam hatinya dan ingin sekali dia menampar muka orang itu. Akan tetapi Souw Kian Bi tertawa bergelak lalu bertanya, suaranya halus.

   "Bhe Ti Gi, gampang memberi ampun. Akan tetapi kau harus memberi keterangan tentang dua orang pemimpinmu di Kota Raja, yaitu Ji-Enghiong dan Si-Enghiong. Apa yang kau ketahui tentang mereka? Dengan muka berseri penuh harapan orang itu mengangkat muka dan berkata.

   "Tentu saja hamba tahu tentang diri mereka itu, Taijin! Akan tetapi, sesudah hamba memberi keterangan, betulkah hamba akan diampuni dan dibebaskan?"

   "Sraaattt!"

   Sinar pedang menyilaukan mata ketika Beng Kui mencabut pedangnya dan membentak.

   "Bedebah kau! Keparat berlidah Ular! Tak usah kau memutar-mutar omongan, kalau tahu tentang mereka berdua, lekas ceritakan. Soal pengampunan tak perlu disebut-sebut!"

   Pedangnya tergetar di tangannya membuat tawanan itu menjadi pucat sekali. Hemmm, Benar-benar dia benci kepada para pejuang, pikir Beng San. Akan tetapi kali ini tidak panas hatinya karena memang dia pun benci kepada Bhe Ti Gi yang berwatak khianat dan pengecut itu.

   "Am... ampun..."

   Bhe Ti Gi gemetar seluruh tubuhnya.

   "Hamba... hamba tahu tentang Ji-Enghiong dan Si-Enghiong... memang semenjak bertahun-tahun mereka itu terkenal sebagai pemimpin-pemimpin rahasia di Kota Raja. Banyak mereka memberi tahu kepada kami tentang keadaan pertahanan pasukan Pemerintah. Tapi tak seorang pun di antara kami semua tahu bahwa Si-Enghiong adalah Kwee Sin murid Kun-Lun-Pai sedangkan JI-Enghiong adalah nona yang bernama Lee Giok itu..."

   "Nah, berterus terang lebih baik,"

   Kata Tan Beng Kui sambil menyimpan pedangnya lagi.

   "Katakan sekarang kemana larinya nona Lee Giok atau Ji-Enghiong itu, jawab dan jangan membohong!"

   "Hamba... hamba mana tahu...? Hamba hanya anggauta biasa... hamba tidak tahu dan mohon ampun..."

   "Hemrnm, tikus macam ini untuk apa dilayani lagi, Taijin? Tak patut diberi ampun, lebih baik dihukum mampus agar semua anggauta Pek-Lian-Pai yang mendengar menjadi ketakutan,"

   Kata pula Tan Beng Kui dengan suara kejam. Souw Kian Bi tertawa lalu memberi perintah kepada para penjaga.

   "Beri hadiah seratus kali rangketan!"

   Bhe Ti Gi mengeluh dan memohon ampun, akan tetapi dengan kasar para penjaga lalu memaksa dia menelungkup, kemudian terdengar suara gebukan berkali-kali diseling Jerit kesakitan tawanan itu.

   "Goblok! Kenapa memukul seperti orang kelaparan tak bertenaga lagi? Pukul yang keras, pada punggungnya!"

   Bentak Tan Beng Kui. Kasihan juga Bhe Ti Gi. Pukulan tadi saja kalau dilanjutkan sampai seratus kali, tentu dia tak akan tahan. Sekarang karena teguran Tan Beng Kui, algojo yang melakukan hukuman ini memperkeras pukulannya sehingga dia menjerit-jerit seperti babi disembelih diiringi suara ketawa para perwira dan serdadu. Baru empat puluh kali saja tulang punggungnya sudah patah-patah dan dia berkelojotan lalu tak berkutik lagi. Souw Kian Bi memberi perintah supaya mayat kedua ini pun disingkirkan dari situ, kemudian menyuruh para penjaga dengan suara keras.

   "Bawa masuk tiga orang murid Hoa-San-Pai"

   Berdebar jantung Beng San mendengar perintah ini. Tadi melihat penyiksaan terhadap diri Bhe Ti Gi, timbul juga perasaan kasihan dihatinya, namun ditahan-tahankannya karena dia maklum bahwa menolong Bhe Ti Gi berarti mendatangkan bahaya besar bagi dirinya sendiri.

   Sedangkan tujuan kedatangannya ke tempat itu adalah untuk menolong murid-murid Hoa-San-Pai terutama Kwa Hong, maka dia menahan sabar memalingkan muka tidak mau memandang penyiksaan itu. Sekarang mendengar bahwa murid-murid Hoa-San-Pai hendak dibawa masuk, dia memandang penuh perhatian dan bersiap-siap menolong. la telah memperhitungkan bahwa kiranya di tempat seperti ini tak mungkin baginya untuk menolong tiga orang itu sekaligus, maka dia mengambil keputusan untuk menolong Kwa Hong seorang lebih dahulu, baru kemudian merencanakan pertolongan Thio Ki dan Kui Lok. Tiga orang muda itu, Kwa Hong, Thio Ki dan Kui Lok, digiring masuk ruangan. Seperti juga yang lain-lain, mereka dibelenggu kedua tengan mereka ke belakang.

   Akan tetapi tiga orang ini bersikap gagah, melangkah maju dengan kepala dikedikkan dan dada dibusungkan sedangkan sepasang mata mereka memandang tajam ke depan, penuh sikap menantang. Diam-diam Beng San kagum sekali melihat sikap tiga orang murid Hoa-San-Pai ini. Dan jantungnya berdebar ketika dia melihat wajah Kwa Hong yang cantik jelita itu agak pucat, sepasang mata yang biasanya berseri dan bening itu kini berkilat-kilat penuh kemarahan. Kwa Hong, kau gagah dan cantik sekali, bisik hatinya dan keinginannya untuk menolong gadis ini makin menggelora, kalau perlu akan dia pertaruhkan nyawanya. Agaknya karena maklum bahwa tiga orang muda ini bukanlah tergolong pemberontak dan terdiri dari orang-orang gagah perkasa, para penjaga tidak berlaku kasar seperti terhadap yang lain tadi. Mereka bertiga berdiri tegak di depan Souw Kian Bi dengan sikap angkuh dan berani.

   "Ha-ha-ha, murid-murid Hoa-San-Pai benar-benar sombong! Hemmm, hendak kulihat nanti kalau kalian sudah menggeletak tak berkepala lagi, apakah masih dapat bersikap sombong seperti sekararig ini,"

   Kata Pangeran Souw Kian Bi dengan suara mengejek untuk menyembunyikan perasaannya yang tersinggung oieh sikap tiga orang muda ini.

   "Dan hendak kulihat juga apakah tua bangka Lian Bu Tojin yang melanggar janjinya itu dapat menolong kalian. Ha-ha-ha!"

   "Manusia berbatin rendah!"

   Terdengar suara Kwa Hong memaki, suaranya nyaring sekali.

   "Siapakah yang takut akan mati? Anak murid Hoa-San-Pai tidak takut mati dan kalau kau si hina hendak membunuh kami, silahkan, silahkan. Tak perlu kau menyebut-nyebut nama besar guru kami. Adalah kau yang berbuat hina, dahulu kau telah menculik aku dan suciku dan kau pergunakan itu untuk memaksa Suhu berjanji untuk tidak membantu kaum pejuang. Akan tetapi, kiranya kau yang melanggar janji, kau datang membawa anjing-anjingmu menyerbu Hoa-San. Hemmm, mati sebagai orang gagah seribu kali lebih baik daripada hidup sebagai manusia rendah macam engkau!"

   Hampir saja Beng San bertepuk tangan memuji mendengar ucapan dan melihat sikap Kwa Hong yang gagah perkasa ini. Souw Kian Bi memukul meja di depannya sehingga terdengar suara Keras.

   "Perempuan liar. Di sini kau masih hendak bersikap gagah-gagahan? Hermm, hukuman mati masih terlampau ringan bagimu setelah kau berani mengeluarkan ucapan kurang ajar tadi. Lihat nanti, aku akan membikin kau menjadi lebih hina daripada yang paling hina. Aku akan memberikan kau sebagai barang permainan sepasukan tentaraku yang paling rendah pangkatnya. Ha-ha-ha!"

   Suara ketawa Pangeran Souw Kian Bi menyeramkan sekali dan Beng San melihat betapa wajah Kwa Hong menjadi makin pucat dan tubuh gadis itu menggigil, akan tetapi tetap saja gadis itu rmemandang kepada pangeran ini dengan mata mendelik. Beng San bergidik ketika mendengar ucapan pangeran itu dan melihat betapa serdadu-serdadu yang berdiri di barisan belakang tertawa-tawa dan saling berbisik dengan sikap kurang ajar sekali. Juga dia melihat Kui Lok dan Thio Ki menjadi pucat. Thio Ki menoleh ke arah Kwa Hong, lalu berkata.

   "Sumoi, berkatalah sedikit halus, ingat bahwa kita telah berada di tangan musuh. Biarlah aku menyerahkan nyawaku untuk keselamatanmu."

   Kemudian pemuda ini berkata kepada Souw Kian Bi.

   "Taijin, kami tiga orang murid Hoa-San-Pai tidak gentar menghadapi hukuman mati. Akan tetapi, demi prikemanusiaan, jangan menjatuhkan hukuman yang demikian hina dan rendah kepada Sumoiku. Kalian boleh menghukum aku, boleh mencincang hancur tubuhku, akan tetapi, bebaskanlah Sumoiku ini. Biarlah badanku menjadi penggantinya."

   Kui Lok cepat berkata,

   "Tidak! Akulah yang bersedia menggantikan hukuman Hong-moi. Taijin, aku cinta kepada Hong-moi, jangan ganggu dia, biarlah kau jatuhkan hukuman yang sehebat-hebatnya kepada diriku saja asal kau bebaskan Hong-moi!"

   "Lok-Te, tutup mulutmu! Hong-moi adalah tunanganku, calon isteriku. Kwa-Supek sudah merencanakan untuk menjodohkan dia dengan aku. Maka sebagai tunangannya, akulah yang patut membelanya dengan pengorbanan jiwa."

   "Siapa bilang bertunangan? Hal itu belum resmi dan Hong-moi sendiri pun belum menerimanya. Dia tidak mencinta padamu, dan aku... cintaku kepadanya lebih besar dan suci!"

   Beng San menggeleng-geleng kepalanya. Tolol mereka berdua, pikirnya. Masa di dalam keadaan seperti itu mereka masih memperebutkan cinta kasih Kwa Hong? Juga Kwa Hong menjadi gemas sekali.

   "Ji-wi Suheng mengapa meributkan urusan itu? Apa pun hukumannya, akhirnya orang mesti mati, Siapa takut mati?"

   Sementara itu, kelihatan Tan Beng Kui berbisik-bisik kepada Pangeran Souw Kian Bi dan pangeran itu mengangguk-angguk dan tersenyum seperti iblis. Diam-diam Beng San mendongkol sekali. Celaka, pikirnya. Kakak kandungnya itu ternyata jahat dan berbisa melebihi Ular, tentu sudah mengajukan usul yang amat keji untuk menghukum tiga orang murid Hoa-San-Pai ini. Akan tetapi dia merasa belum waktunya turun tangan, hendak melihat perkembangannya terlebih jauh. Souw Kian Bi sudah tertawa lagi, suara ketawanya licik, lalu dia berkata,

   "Seorang di antara kalian berani rela berkorban? tanyanya jelas ditujukan kepada Thio Ki dan Kui Lok.

   "Aku rela berkorban nyawa untuk Sumoi!"

   Kata Thio Ki.

   "Tidak, lebih baik aku saja. Aku akan mati seribu kali untuk menolong Hong-moi yang tercinta,"

   Kata Kui Lok. Pangeran itu tertawa lagi.

   "Bagus, kalian ini orang-orang muda mabuk cinta. Kalau seorang di antara kalian mati, yang lain akan bebas dan pergi bersama nona ini menjadi suaminya. Nah, sekali lagi, siapa di antara kalian mau mati dan memberikan nona ini kepada yang lain?"

   Wajah dua orang saudara itu seketika menjadi pucat, mulut mereka terbuka tapi tidak ada suara keluar. Sampai lama mereka diam saja dan hanya suara ketawa Souw Kian Bi dan Tan Beng Kui yang terdengar. Diam-diam Beng San gemas sekali kepada dua orang muda murid Hoa-San-Pai itu. Benar-benar tolol dan mau saja dijadikan bahan kelakar.

   "Sekarang keputusanku begini,"

   Kata pula Souw Kian Bi setelah berkedip main mata kepada Tan Beng Kui.

   "Kalian berdua boleh bertanding dan nona ini akan kuberikan kepada pemenang pertandingan."

   Setelah berkata demikian, pangeran ini mencabut pedangnya dan dua kali tabas terbebaslah belenggu yang mengikat tangan kedua orang muda itu.

   "Ambilkan dua batang pedang,"

   Katanya lagi. Dua orang penjaga maju menyerahkan dua batang pedang kepada Thio Ki dan Kui Lok. Seperti orang dalam mimpi tanpa disadari lagi dua orang muda itu menerima pedang di tangan, sinar mata mereka penuh dendam dan nafsu membunuh!

   "Thio-Suheng dan Kui-Suheng, apakah kalian telah gila?"

   Teriak Kwa Hong dengan gemas sekali.

   "Setelah bersenjata tidak segera menghancurkan musuh, malah saling gempur sendiri. Mana kegagahan kalian?"

   Dua orang muda itu narnpak ragu-ragu mendengar ucapan gadis yang mereka cinta ini. Akan tetapi mereka jerih untuk menyerang musuh yang begitu banyaknya, pula, mereka dapat berbuat apakah dengan adanya lawan yang selain banyak juga sakti-sakti itu? Setelah Pangeran Mongol ini sekarang menjanjikan kebebasan dan diri Kwa Hong kepada pemenang, bukankah ini jalan satu-satunya untuk dapat bebas bagi mereka, setidak-tidaknya bagi dua orang di antara mereka?

   "Sumoi, urusan dirimu di antara kami memang tak pernah akan beres tanpa ada keputusan terakhir. Salah seorang di antara kami harus mati lebih dulu agar yang hidup dapat memperoleh dirimu,"

   Kata Thio Ki dengan suara tegas.

   "Kui Lok, kau mulailah!"

   Kui Lok meragu sejenak, akan tetapi segera dia memandang kepada Kwa Hong dan berkata,

   
Raja Pedang Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Adik Hong, kalau aku yang kalah dan mati, biarlah kau hidup bahagia dengan Suheng."

   Setelah berkata demikian pedangnya menyambar dan dia sudah mulai membuka serangan. Thio Ki cepat menangkis dan segera dua orang pemuda murid Hoa-San-Pai ini sudah saling serang dengan hebat dan seru. Dengan air mata berlinang Kwa Hong melihat pertempuran ini. la merasa amat menyesal dan kecewa akan kebodohan dua orang Suhengnya itu yang begitu tolol sehingga mau dipermainkan oleh Pangeran Mongol, kecewa melihat Suheng-Suhengnya itu di dalam tahanan musuh masih meributkan soal cinta dan masih saling memperebutkan dirinya. Dahulu, ketika masih berada di Hoa-San, ia kadang-kadang merasa bangga dan senang melihat dua orang pemuda ini bersaing untuk merebut hatinya, akan tetapi sekarang ia merasa malu sekali akan sikap mereka.

   la anggap mereka itu berwatak rendah. Air matanya makin deras mengalir keluar dan terbayanglah wajah Beng San. Alangkah jauh bedanya dua orang Suhengnya ini dengan Beng San. Kalau saja ia tertawan musuh bersama Beng San, kiranya tak akan begini jadinya. Tak akan begini sikap Beng San yang tak pernah meninggalkan lubuk hatinya. Teringat akan Beng San air matanya makin deras mengucur. Alangkah rindu hatinya untuk bertemu sekali lagi dengan pemuda itu sebelum ia tewas di tangan musuh, sebentar saja untuk menyatakan perasaan cinta kasihnya. Pertempuran antara Thio Ki dan Kui Lok berjalan makin seru dan ramai. Memang kedua orang muda ini setingkat kepandaiannya, apalagi mereka memang terdidik semenjak kecil dalam satu perguruan, tentu saja sudah saling mengenal gerakan masing-masing.

   Bagi orang yang mengenal ilmu pedang Hoa-San-Pai, tentu menyangka mereka itu main-main saja atau sedang berlatih, akan tetapi bagi orang luar mereka kelihatan sedang bertempur dengan hebat, karena memang ilmu pedang Hoa-San-Pai kelihatan amat cepat dan bergaya indah. Sesungguhnya mereka ini sama sekali tidak main-main, melainkan saling serang dengan mengeluarkan gerakan-gerakan mematikan. Tiada lagi pilihan bagi Thio Ki dan Kui Lok. Mereka harus memilih satu antara dua, membunuh lawan untuk bebas ber-sama Kwa Hong, atau terbunuh. Sudah tentu saja tak seorang diantara mereka sudi mengalah, bukan persoalan matl hidup yang penting bagi mereka, melainkan persoalan mendapatkan atau kehilangan diri Kwa Hong, yang mereka cinta!

   "Thio-Suheng! Kui-Suheng! Dengarkan aku baik-baik!"

   Tiba-tiba Kwa Hong berseru nyaring dengan suara terisak.

   "Dengar sumpahku ini, siapapun juga di antara kalian yang menang dalam pertandingan ini, aku tidak sudi menjadi isterimu! Nah, dengar! Siapa pun juga yang menang, tak akan menjadi suamiku malah akan menjadi musuh besarku selama hidup karena telah membunuh seorang saudara seperguruan!"

   Seketika wajah dua orang pemuda Hoa-San itu menjadi pucat dan pedang mereka tertahan. Peluh memenuhi leher dan muka, mata mereka memandang ke arah Kwa Hong dengan sedih, kaget dan bingung.

   "Sumoi... kalau begitu... siapakah yang kau... kau cinta?"

   Tanya Thio Ki dengan suara serak.

   "Ya, katakan siapa orangnya yang kau cinta, Hong-moi, agar kami tidak penasaran dan tidak menganggap kau membohong untuk mencegah kami saling bertempur,"

   Kata Kui Lok dengan wajah pucat.

   Kwa Hong bingung mendengar kata-kata mereka itu. la maklum bahwa kalau ia tidak bisa menjawab, keduanya tentu akan bertanding lagi karena menganggap bahwa dia hanya membohong untuk mencegah mereka saling serang. Kalau ia mengaku, ah, bukankah hal itu amat memalukan? Akan tetapi, keadaan sudah mendesak, daripada kedua Suhengnya mati saling serang, lebih baik mereka itu tewas sebagai orang-orang gagah. Pula, dia sendiri sudah tidak mempunyai harapan untuk hidup lebih lama lagi atau keluar dari tempat ini dengan selamat, maka apa salahnya kalau ia mengeluarkan isi hatinya? Dengan muka merah, air mata mengalir di kedua pipinya, tapi sambil mengangkat dada dan dengan suara yang nyaring ia berkata.

   "Aku mencinta kanda Beng San"

   Pada saat itu terdengar suara ketawa keras.

   "Ha-ha-ha-ha,-ha! Kiranya nona manis ini tidak suka menjadi isteri seorang di antara Suhengnya."

   Dan cepat sekali seperti terbang saja tahu-tahu tubuh Giam Kin sudah berada di tengah ruangan itu. la menoleh ke arah Souw Kian Bi dan menjura sambil berkata.

   "Taijin tadi menyatakan bahwa siapa yang menang akan mendapatkan diri nona Kwa Hong yang manis ini. Sekarang dua orang Hoa-San ini tidak mau lagi saling serang agaknya, biarlah hamba merobohkan mereka berdua dan hadiahnya tentu saja diri nona manis ini. Mengharapkan perkenan Taijin."

   "Giam Kin, bukankah nona yang satu lagi dari Hoa-San-Pai yang kau cinta?"

   Tanya Souw Kian Bi sambil tersenyum. Giam Kin tertawa lagi memandang ke arah Kwa Hong sambil menyeringai.

   "Yang itu juga cinta, yang ini juga suka. Kalau bisa kedua-duanya pun boleh. Ha-ha-ha!"

   "Dasar mata keranjang. Nah, kau hadapi dua orang itu, kalau kau menang, boleh kau ambil nona ini,"

   Kata Souw Kian Bi pula sambil tertawa geli. Sementara itu, pengakuan Kwa Hong bahwa dia mencinta Beng San tadi memang sudah dapat diduga lebih dulu oleh Thio Ki dan Kui Lok. Dahulu, di puncak Hoa-San, ketika Kwa Tin Siong hendak memaksa Kwa Hong nnenikah dengari Thio Ki, gadis ini pun memberontak dan menolak, malah berani mengaku di depan Ayahnya bahwa dia suka kepada Beng San. Akan tetapi dahulu itu mereka semua mengira bahwa Kwa Hong yang terkenal keras hati, keras kepala itu mengaku demikian hanya untuk mencari alasan penolakannya belaka. Pada waktu itu, siapa bisa percaya bahwa Kwa Hong mencinta seorang pemuda tolol seperti Beng San?

   Tapi pengakuan sekarang ini lain lagi, tak mungkin Kwa Hong main-main di depan jurang kematian. Dua orang saudara seperguruan ini saling pandang dan rnata mereka menjadi basah. Sungguh mereka senasib sependeritaan. Keduanya kehilangan Ayah, dan keduanya sekarang kehilangan kekasih. Dalam pertemuan pandang mata ini sekaligus lenyap semua kebencian, lenyap semua persaingan, dan timbullah kasih sayang antara saudara seperguruan yang mesra. Timbul kasih sayang dan kesetiakawanan. Baru terbuka mata hati mereka betapa mereka tadi bersikap pengecut dan amat mementingkan diri sendiri saja. Baru teringat bahwa sebagai murid-murid Hoa-San-Pai seharusnya mereka bersikap gagah perkasa, menghadapi kematian di tangan musuh dengan pedang di tangan, siap mati demi membela kebenaran, apalagi dalam hal ini membela tanah air dan Bangsa.

   "Lok-Te, mari kita basmi anjing-anjing penjajah"

   Bisik Thio Ki.

   "Ki-Suheng, aku sehidup semati denganmu!"

   Keduanya melangkah maju, saling peluk dengan air mata bercucuran. Kemudian keduanya membalik menghadapi Giam Kin dengan pedang di tangan. Kini pedang itu tetap dan Kokoh dalam genggaman tangan orang-orang yang sudah siap mempertahankan diri sampai titik darah terakhir!

   Sambil tertawa-tawa Giam Kin mencabut pedang di tangan kanan dan suling di tangan kiri, kemudian membentak keras dan tubuhnya berkelebat ke depan. Dengan gerakan cepat sekali dia telah mengirim serangan bertubi-tubi ke arah Thio Ki dan Kui Lok. Tentu saja dua orang pemuda Hoa-San ihi-segera menangkis dan balas menyerang. Namun segera dapat diketahui bahwa tingkat kepandaian mereka masih jauh di bawah Giam Kin karena biarpun mengeroyok dua, segera sinar pedang Giam Kin mendesak dan menindih kedua pedang mereka. Betapapun juga, karena dua orang pemuda ini sekarang bertempur dengan semangat menyala-nyala dan nekat, tidak mudah bagi Giam Kin untuk merobohkan mereka dalam waktu singkat.

   Tadinya ketika melihat dua orang murid Hoa-San-Pai itu saling serang untuk rnemperebutkan diri Kwa Hong, Beng San merasa amat kecewa dan muak sekali sehingga dia tidak ambil peduli. Bahkan kiranya dia akan mendiamkan saja andaikata melihat dua orang pemuda itu tewas di tangan musuh. Akan tetapi sekarang, melihat perubahan sikap mereka, dia menjadi terharu dan girang serta kasihan juga. Melihat betapa mereka berdua sekarang mati-matian mempertahankan diri dari serangan Giam Kin yang ganas dan keji serta maklum bahwa tak lama lagi mereka tentu akan roboh, Beng San lalu mengambil keputusan untuk turun tangan sekarang juga. Betapapun juga akhirnya dia harus turun menolong Kwa Hong.

   "Saudara Thio Ki dan Kui Lok, berikan iblis Ular ini kepadaku!"

   Sambil mengeluarkan seruan nyaring ini Beng San sudah melayang turun dan tahu-tahu dua orang seperguruan dari Hoa-San-Pai itu tertolak mundur sampai beberapa tindak ke belakang sedangkan Giam Kin yang mendesak maju merasa tangannya sakit sekali.

   Alangkah kagetnya ketika dia melihat betapa pedangnya di tangan kanan sudah pindah tangan, sekarang dipegang oleh pemuda yang bukan lain adalah Tan Beng San si pemuda sastrawan yang lemah dan tolol! Giam Kin yang mukanya kepucat-pucatan itu menjadi makin pucat, sejenak dia berdiri terlongong. Geger di tempat itu ketika tahu-tahu muncul Beng San. Bukan saja para penjaga yang kaget, juga orang-orang sakti seperti Siauw-Ong-Kwi dan Hek-Hwa Kui-Bo terkejut bukan main, juga malu karena mereka sebagai orang-orang sakti sampai tidak tahu bahwa di atas genteng bersembunyi seorang muda yang agaknya telah mengintai semenjak tadi. Adapun Thio Ki dan Kui Lok yang melihat munculnya Beng San dan menyaksikan kehebatan pemuda ini yang sekaligus dapat merampas pedang Giam Kin, menjadi girang dan kagum bukan main. Mereka memutar pedang dan berteriaklah Thio Ki.

   "Saudara Beng San lekas kau selamatkan Sumoi!"

   "Betul! Kau larikan Hong-moi, biar kami berdua menahan mati-matian!"

   Teriak pula Kui Lok sambil siap-siap menahan penyerbuan para musuh yang amat banyak itu. Yang paling girang adalah Kwa Hong. Seperti telah diceritakan di bagian depan, gadis ini sudah maklum akan kelihaian Beng San, malah sudah secara berterang mengaku cinta, akan tetapi Ia kecewa mendengar pengakuan Beng San yang ternyata hanya suka kepadanya sebagai seorang Kakak, membuat, ia patah hati dan lari pergi. Tadinya ia sudah merasa kecewa dan benci kepada Beng San, akan tetapi sekarang melihat munculnya pemuda yang sudah berhasil menguasai cinta kasihnya itu, timbul pula perasaan mesra dan dia berseru girang.

   "San-Ko, akhirnya kau datang juga menolongku!"

   Akan tetapi Beng San tak dapat atau tak sempat menjawab semua seruan ini karena pada saat itu melayang beberapa orang yang segera menyerangnya dengan hebat. Mereka ini adalah Siauw-Ong-Kwi, Hek-Hwa Kui-Bo dan Giam Kin yang tidak malu-malu lagi lalu mengeroyoknya. Beng San memutar pedang rampasannya dan melayani mereka mainkan Ilmu Pedang Im-Yang-Sin Kiam-sut yang sekaligus merupakan gundukan sinar pedang yang amat hebat bagaikan nyala api berkobar-kobar dahsyat menghantam tiga orang lawannya. Hek-Hwa Kui-Bo sudah tahu bahwa pemuda ini memiliki Im-Yang-Sin Kiam-sut maka dia tidak amat heran, yang amat kaget dan heran adalah Siauw-Ong-Kwi dan Giam Kin. Sementara itu, Thio Ki dan Kui Lok maju menyerbu Pangeran Souw Kian Bi yang mereka anggap adalah pemimpin fihak musuh.

   Akan tetapi sebelum senjata mereka dapat mendekati pangeran itu, beberapa orang perwira telah meloncat maju dan menghadapi mereka. Sebentar saja Thio Ki dan Kui Lok telah dikeroyok oleh empat orang perwira yang berilmu tinggi dan mereka berdua kembali terdesak hebat. Kwa Hong yang masih terbelenggu tangannya dapat menonton dengan hati berdebar, akan tetapi pandang matanya selalu diarahkan kepada Beng San. Hatinya gelisah akan tetapi juga lega, tidak penasaran seperti tadi. Sekarang ia mempunyai keyakinan bahwa andaikata ia mati, Beng San juga tewas di tangan musuh, kalau Beng San berhasil, tentu ia akan diselamatkan pemuda pujaan hatinya itu. Mati hidup bersama Beng San, dan ia tak akan penasaran lagi Wajah yang tadinya pucat menjadi agak kemerahan, air matanya berhenti menitiK dan pandang matanya berseri-seri.

   Kalau dua orang murid Hoa-San-Pai itu sudah nekat dan tidak mengenal takut lagi sedangkan Kwa Hong juga dalam kegembiraannya melihat Beng San tidak gentar menghadapi kematian adalah Beng San yang diam-diam merasa khawatir sekali. Memang, dengan ilmu pedangnya dia masih dapat mempertahankan diri kalau hanya dikeroyok oleh Hek-Hwa Kui-Bo, Siauw-Ong-Kwi dan Giam Kin saja. Apalagi penyerangan Hek-Hwa Kui-Bo mempergunakan Ilmu Pedang Im-Sin Kiam-sut yang sudah dihafalkan benar. Dengan ilmu pedangnya dia tidak hanya dapat mempertahankan diri, bahkan dapat menyerang dengan gerakan-gerakan dahsyat sehingga setelah berlangsung dua puluh jurus, ujung pedangnya dengan sinarnya yang gemilang berhasil melukai pundak Giam Kin, membuat pemuda itu terhuyung mundur dengan ketakutan dan tidak berani maju lagi.

   Akan tetapi melihat keadaan Thio Ki dan Kui Lok, yang sudah terdesak hebat, apalagi melihat Kwa Hong yang terbelenggu dan tak berdaya sama sekali, hatinya gelisah bukan main. Kekhawatirannya terbukti ketika terdengar seruan mengaduh dan Kui Lok terhuyung-huyung, paha kirinya terluka golok lawan. Thio Ki memutar pedang dengan marah, akan tetapi dia pun hampir roboh ketika pundak kirinya kena dikemplang Toya seorang perwira. Dua orang muda ini mengamuk hebat, sudah merobohkan empat orang lawan, akan tetapi karena jumlah lawan lebih besar dan selalu yang roboh ada penggantinya, akhirnya mereka terluka. Namun, patut dikagumi semangat Thio Ki dan Kui Lok, biarpun sudah terluka mereka masih memutar pedang dan Ilmu Pedang Hoa-San-Pai yang cepat itu membuat para pengeroyok mereka belum dapat mendekati dua orang pemuda itu.

   "Souw Kian Bi! Tan Beng Kui! apakah kalian tidak malu? Lepaskan tiga orang anak murid Hoa-San-Pai. Bukankah dahulu kalian sudah berjanji dengan Lian Bu Tojin tak akan memusuhi-Hoa-San-Pai?"

   Beng San berteriak-teriak. Tanpa ragu-ragu dia menyebut nama Kakaknya begitu saja karena sudah timbul kebencian dalam hatinya terhadap Kakak kandungnya jitu yang dianggapnya terlalu keji. Kelihatan Tan Beng Kui berbisik-bisik kepada Souw Kian Bi. Bukan main lihainya Beng San, biarpun sedang menghadapi pengeroyokan orang-orang sakti, dia masih dapat mendengar percakapan mereka.

   "Taijin, kalau kita ampunkan mereka, banyak keuntungan yang akan kita dapat"

   Bisik Tan Beng Kui. Pangeran itu mengerutkan keningnya.

   "Hemmm, Tan-Ciangkun, apakah kau kasihan melihat adik kandungmu?"

   Tan Beng Kui tertawa.

   "Ha, kiranya Pangeran sudah tahu akan hal itu. Memang, dia itu adik kandungku yang dulu lenyap ditelan air bah. Akan tetapi setelah dia menjadi pembantu pemberontak, mana ada hubungan darah lagi antara dia dan aku? Usulku hanya untuk kebaikan kita, bukan untuk aku pribadi. Pertama, dengan mengampunkan murid-murid Hoa-San-Pai, tentu Lian Bu Tojin akan berterima kasih dan akan melupakan permusuhan dengan kita, tak akan suka membantu para pemberontak. Kedua kalinya, kulihat bocah itu lihai sekali ilmu silatnya. Kalau dia mau berjanji tak akan memusuhi kita, apalagi kalau mau membantu, bukankah dia akan merupakan tenaga bantuan yang malah lebih hebat daripada para Locianpwe itu? Dan lebih baik lagi kalau dapat mengikatkan dia dengan Hoa-San-Pai, misalnya dengan..., mengawinkan dia dengan gadis Hoa-San-Pai ini, sehingga mau tak mau dia tentu tak akan mengingkari perjanjian Hoa-San-Pai dengan kita. Lalu diatur begini..."

   Suara Tan Beng Kui menjadi bisik-bisik dan Beng San yang didesak hebat oleh Hek-Hwa Kui-Bo dan Siauw-Ong-Kwi, tak dapat menangkap lagi apa yang diucapkan Kakak kandungnya itu. Diam-diam dia mendongkol sekali dan lebih hati-hati terhadap kelicikan orang. Tiba-tiba Pangeran Souw Kian Bi berdiri dari kursinya dan berseru menyuruh orang-orangnya berhenti menyerang. Thio Ki dan Kui Lok yang ditinggalkan para pengeroyoknya menjadi lemas dan setelah berhenti bersilat mereka mereka pening dan roboh tak bertenaga lagi. Beng San juga melompat ke belakang ketika Hek-Hwa Kui-Bo dan Siauw-Ong-Kwi menunda penyerangan mereka. Dengan tenang dan penuh tantangan Beng San berpaling kepada Souw Kian Bi.

   "Hemmm, permainan apalagi yang hendak kau keluarkan, Pangeran?"

   Tanyanya.

   "Orang muda, kau hebat sekali. Sayang kalau orang seperti kau dan teman-temanmu ini sampai tewas di sini."

   (Lanjut ke Jilid 25)

   Raja Pedang (Seri ke 01 - Serial Raja Pedang)

   Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 25

   "Hemmm, mudah saja kau bicara. Siapa bilang kami akan tewas? Mungkin kau yang akan mati lebih dulu!"

   Jawab Beng San.

   "Ha, orang muda, selain hebat kau pun sombong dan berani sekali! Tidak perlu lagi kau membuka mulut besar di sini karena kau pun tentu maklum bahwa andaikata kepandaianmu berlipat sepuluh kali, belum tentu kau dan teman-temanmu akan dapat lolos dari tempat ini. Apa kau hendak berkukuh bahwa kau dapat melawan ribuan orang tentara kami? Masukmu ke sini mungkin dapat kau lakukan karena kurang telitinya penjagaan, akan tetapi bagaimana kau akan dapat lari pergi? Lihat!"

   Telunjuk pangeran ini menuding ke sekelilingnya dan Beng San dengan lirikan matanya mendapat kenyataan bahwa tempat itu sudah terkurung rapat oleh ribuan orang tentara. Bahkan di atas genteng sekarang telah siap menanti banyak sekali tentara dengan anak panah terpasang di busur. Jangankan seorang manusia, seekor Burung yang pandai terbang sekalipun kiranya tak akan mungkin meloloskan diri dari tempat itu. Akan tetapi dia masih bersikap tenang-tenang saja, malah sekali meloncat dia telah berada di dekat Kwa Hong, sekali renggut dan sekali tepuk dia telah berhasil memutuskan tali belenggu lengan gadis itu dan membebaskannya daripada totokan.

   "San-Ko, biarlah kita mati bersama..."

   Kwa Hong berkata mesra dan tanpa ragu-ragu atau malu-malu lagi ia merangkul lengan tangan Beng San. Melihat ini, Thio Ki dan Kui Lok yang sudah lemas itu menjadi pucat dan mengeluh dalam hati. Mereka berebut mati-matian, kiranya gadis itu memilih orang lain!

   "Pangeran Souw Kian Bi, sekarang apa yang menjadi maksud kehendakmu?"

   Dengan tenang Beng San bertanya. Jangan kau kira bahwa kami berempat takut akan kematian. Orang-orang gagah rela berkorban nyawa demi kebenaran dan keadilan."

   "Bagus, kau benar-benar gagah perkasa, Beng San. Dan kami amat suka melihat orang-orang gagah seperti kalian itu, sayang kalau sampai tewas. Kalian masih muda, berkepandaian tinggi."

   "Apa maksudmu? Berterusteranglah!"

   Kata Beng San tak sabar lagi mendengar musuh memuji-muji itu. Souw Kian Bi tertawa.

   "Beng San, sebetulnya Hoa-San-Pai bukanlah musuh kami selama Hoa-San-Pai tidak membantu kaum pemberontak. Permusuhan kecil ini hanya terjadi karena salah faham. Sekarang, melihat bahwa tidak ada kaum pemberontak berusaha menolong murid-murid Hoa-San-Pai yang tertawan, kami anggap tiada perlunya permusuhan diteruskan. Kami bebaskan kalian berempat dan sebagai tanda persahabatan, marilah kita makan minum bersama. Bukan main girangnya hati Thio Ki dan Kui Lok mendengar ini. Juga Kwa Hong girang sekali, dipeluknya lengan Beng San lebih erat lagi sambil berbisik,

   "San-Ko, semenjak sekarang, jangan kau tinggalkan aku lagi..."

   "Tenanglah, Hong-moi, tenanglah kau..."

   Beng San berkata sambil mengelus-elus pundak gadis itu, dalam hatinya bingung sekali menyaksikan sikap Kwa Hong seperti ini. Tentu saja di tempat itu, disaksikan oleh banyak orang, dia merasa amat malu melihat sikap Kwa Hong, akan tetapi juga tidak berani menegurnya karena khawatir akan menyinggung perasaan orang. Pikirannya masih penuh oleh ucapan Tan Beng Kui kepada Pangeran Souw Kian Bi tadi dan otaknya diputar untuk mencari jalan keluar dari tempat itu. Terang bahwa kalau dia nekat mengamuk, tiga orang murid Hoa-San-Pai ini akan celaka. Bahkan dia sendiri sedikit sekali ada harapan untuk dapat lolos dari kepungan ribuan orang tentara itu. Lebih baik sekarang menerima uluran tangan pangeran itu untuk menjauhi-pertempuran, apa salahnya? Ini hanya siasat untuk menyelamatkan murid-murid Hoa-San-Pai, terutama Kwa Hong.

   Maka dia tidak membantah lagi dan dengan tenang dia mengajak Kwa Hong menerima tawaran Pangeran Souw Kian Bi. Atas perintah pangeran itu, ruangan yang tadinya menjadi medan pertempuran, sekarang cepat dibersihkan dan diatur menjadi ruang pesta. Seperti sulapan saja, sebentar meja-meja diatur dan hidangan yang mewah dikeluarkan. Biarpun lemas, Thio Ki dan Kui Lok yang sudah mendapat pengobatan, dapat pula duduk menghadapi meja hidangan. Arak wangi menyegarkan tubuh mereka dan membangkitkan semangat lagi, biarpun mereka tidak mau bicara dan muka mereka masih membayangkan penderitaan batin karena melihat sikap Kwa Hong yang demikian mesra terhadap Beng San. Tan Beng Kui juga berubah sikapnya. Sambil berdiri dia mengangkat cawan arak dan berkata kepada Beng San,

   "Setelah bertemu dalam keadaan dewasa, aku mengucapkan selamat kepadamu, adik Beng San. Kau telah memperoleh kepandaian tinggi dan memperoleh... hemmmmm.,..."

   Ia melirik ke arah Kwa Hong.

   "Seorang calon isteri yang gagah dan cantik. Kionghi-kionghi (selamat-selamat)!"

   Girang juga hati Beng San. la menahan air matanya yang hendak menitik turun. Betapapun juga, Beng Kui adalah orang yang selama ini dia rindu dan kenangkan. Kakak kandungnya yang dahulu amat menyayangnya, akhirnya sekarang mau mengakuinya. Akan tetapi di balik keharuan dan kegirangan hatinya ini terkandung kepahitan dan kenyataan bahwa sikap Kakak kandungnya ini hanya siasat belaka. Siasat untuk menarik dia, mempergunakan tenaganya untuk mengabdi kepada Pemerintah penjajah. la pun berdiri dan mengangkat cawannya pula.

   "Kakak Beng Kui, alangkah bahagianya hatiku karena kau mau mengakui adikmu ini. Sayang seribu kali sayang, jalan kehidupan kita bersimpang. Betapapun juga, adikmu selalu memujikan agar kau selamat dan akhirnya dapat memilih jalan baik. Adapun tentang nona Kwa Hong ini, harap jangan salah sangka. Tak berani aku menganggap dia sebagai... sebagai calon isteri..."

   Pangeran Souw Kian Bi dan Tan Beng Kui tertawa bergelak-gelak sehingga dalam suasana riuh rendah itu orang tidak memperhatikan betapa dua titik air mata mengalir turun dari sepasang mata Kwa Hong, namun cepat diusapnya.

   "Ha-ha-ha, adikku yang baik. Orang gagah seperti engkau ini, mana boleh bersikap malu-malu kucing? Siapa orangnya yang tidak tahu bahwa antara kau dan nona ini terjalin kasih sayang yang amat besar? Jangan kau khawatir, karena kita tidak mempunyai orang tua lagi, aku boleh dibilang mewakili orang tuamu. Akulah yang akan melamarkan diri nona ini dari tangan Lian Bu Tojin untukmu. Kutanggung pasti akan diterima. Ji-wi Locianpwe, bagaimana pendapat Ji-wi (kalian)?"

   Beng Kui berpaling kepada Hek-Hwa Kui-Bo dan Siauw-Ong-Kwi yang duduk di situ pula bersama Kim-thow Thian-Ii dan Giam Kin.

   "Hemmm, baik-baik..."

   Kata Hek-Hwa Kui-Bo sambil menenggak araknya dan nampak kaget karena semenjak tadi nenek ini menatap wajah Beng San tiada sudahnya. Sukar untuk membaca isi hati nenek ini, hanya Beng San yang tahu betapa inginnya nenek ini merampas kepandaian Yang-Sin Kiam-sut daripadanya untuk memperlengkapi Ilmu Im-Sin Kiam-sut yang dahulu dicuri oleh Hek-Hwa Kui-Bo dari tangan Kakek Phoa Ti. Siauw-Ong-Kwi sebaliknya tertawa terkekeh-kekeh.

   "Orang muda saling cinta, menunggu apalagi kalau tidak cepat-cepat dirangkapkan? Asal saja tidak mengulang penyakit-penyakit lama, kalau sudah berjodoh dan punya anak, lalu bosan dan mencari yang lain. Heh-heh-heh! Kebetulan sekali Tan-Ciangkun hendak pergi meminang ke Hoa-San, karena aku pun hendak melamarkan nona hitam manis dari Hoa-San-Pai untuk muridku, si gila Giam Kin. Ha-ha-ha!"

   Giam Kin juga tertawa dan pemuda ini semenjak tadi hanya tersenyum-senyum saja sambil menyikat hidangan-hidangan yang paling enak, tiada hentinya minum arak seakan-akan semua arak itu dituang ke dalam gentong yang tak berdasar. Thio Ki dan Kui Lok ternyata tidak kuat minum banyak. Setelah menerima penghormatan Pangeran Souw Kian Bi dan Tan Beng Kui sebanyak lima cawan saja mereka sudah menjadi pening dan tak dapat ditahan lagi keduanya tertidur di atas kursi masing-masing. Hal ini terutama sekali karena tubuh mereka yang masih lemah akibat pertempuran hebat tadi yang menghabiskan sebagian besar tenaga mereka.

   "Ha-ha-ha, dua orang ini agaknya belum dapat merasakan kesenangan berpacaran, maka kesenangan satu-satunya hanya tidur saja!"

   Kata Pangeran Souw Kian Bi yang segera memanggil pelayan dan menyuruh beberapa orang pelayan menidurkan dua orang tamu ini ke dalam sebuah kamar yang bersih. Ketika melihat Beng San mengerutkan kening atas kejadian ini, Beng Kui segera berkata.

   "Adik Beng San, tak usah kau berkhawatir. Biarlah dua orang saudara itu melepaskan lelah lebih dulu. Nanti setelah mereka bangun, kami akan antarkan kalian semua keluar dari tempat ini dan memberi kuda yang terbagus."

   Kemudian dia bertepuk tangan tiga kali. Tiga orang yang berpakaian seragam kemerahan keluar dari tempat sembunyi. Mereka ini adalah pengawal-pengawal pribadi dari pangeran dan perwira itu.

   "Ambil Arak Pengantin Merah,"

   Kata Tan Beng Kui sambil tertawa-tawa riang. Tak lama kemudian orang-orang itu kembali membawa seguci arak merah yang harum sekali baunya. Wajah Kwa Hong dan Beng San menjadi kemerahan, akan tetapi diam-diam Beng San menjadi amat curiga hatinya. Namun apa yang dapat dia katakan? la hanya melihat saja betapa pangeran dan Kakak kandungnya itu menuangkan arak rnerah ke dalam cawan-cawan mereka, juga cawan-cawan Hek-Hwa Kui-Bo, Siauw-Ong-Kwi, Kim-Thouw Thian-Li, Giam Kin dan beberapa orang perwira tinggi yang ikut mengawani mereka dalam pesta ini.

   "Adik Beng San, arak ini namanya Arak Pengantin Merah. Biarpun kalian belum menjadi pengantin, akan tetapi hatiku sudah amat kegirangan dan mari kita minum tiga cawan untuk kebahagiaan calon sepasang mempelai!"

   "Beng Kui-Koko, aku... aku dan Hong-moi ini... eh..."

   Gugup sekali Beng San, akan tetapi ketika dia melirik ke arah Kwa Hong, dia melihat nona ini biarpun mukanya merah sekali, namun sudah mengangkat pula cawan araknya dan sepasang mata bintang itu kelihatan membasah.

   la tidak tega untuk menolak lagi, dan pula, bukankah semua ini hanya siasat yang mereka pergunakan untuk dapat meloloskan diri dari situ? Tanpa banyak cakap lagi dia lalu mengangkat cawan araknya dan menenggak araknya perlahan. Ia menaruh perhatian dan waspada, akan tetapi ketika merasa bahwa arak itu hanya wangi dan enak, dan tidak ada reaksi apa-apa dari tubuhnya yang penuh hawa Im dan Yang itu, dia menelan terus dan tidak menolak ketika Kakaknya menuangkan arak merah itu sampai tiga kali dalam cawannya. Juga Kwa Hong minum tiga cawan penuh. Kembali Tan Beng Kui bertepuk tangan dan kini memerintahkan pelayan supaya mengeluarkan hidangan yang disebut masakan "Anak naga."

   Ternyata hidangan ini berupa masakan ikan laut yang amat aneh bentuknya, benar-benar hampir menyerupai naga kecil.

   "Ikan macam ini hanya dapat ditemukan di laut sebelah Utara,"

   Kata Pangeran Souw Kian Bi.

   "Baik sekali untuk kesehatan, terutama untuk... calon pengantin baru, ha-ha-ha!"

   Semua orang tertawa gembira kecuali Beng San yang menundukkan mukanya dengan hati tidak enak sekali, sedangkan Kwa Hong juga menundukkan mukanya yang kemerah-merahan. Akan tetapi bagi gadis ini keadaan itu amat membahagiakan hatinya. la merasa seolah-olah memang sedang menghadiri pesta pernikahannya sendiri bersama Beng San!. Biarpun malu-malu, Beng San dan Kwa Hong tak dapat menolak ketika dipersilahkan makan daging "Anak naga"

   Yang ternyata sedap dan lezat rasanya. Tiba-tiba Beng San meramkan matanya. la merasa kepalanya agak terputar dan sepasang matanya berat. Dikerahkannya tenaganya, akan tetapi, ternyata makin dia mengerahkan tenaga Lweekangnya makin pusing kepalanya!

   

Jodoh Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo Pendekar Budiman Karya Kho Ping Hoo Dara Baju Merah Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini