Raja Pedang 27
Raja Pedang Karya Kho Ping Hoo Bagian 27
"Song-Bun-Kwi, apakah ini Yang-Sin Kiam-sut yang berhasil kau dapatkan itu?"
Song-Bun-Kwi merah mukanya lalu menjawab.
"Yang-Sin Kiam-sut apa? Masih belum dapat menangkan Sian-Li Kiam-sut punyamu!"
"Trang! Tranggg!"
Pertempuran terhenti, Bi Goat meloncat mundur dengan muka pucat. Pedangnya telah patah! Li Cu menahan pedangnya, nampak bangga lalu berkata.
"Adik gagu, Kau ambillah lain pedang."
Song-Bun-Kwi marah sekali kepada Bi Goat. Tangannya bergerak dan tahu dia telah mengambil pedang dari pinggang seorang tamu tanpa si tamu mengetahuinya! Pedang ini sudah melayang ke arah Bi Goat disertai seruannya.
"Pakailah ini!"
Semua orang kaget. Pedang telanjang itu meluncur seperti anak panah dan seakan-akan hendak menembus dada gadis gagu berpakaian merah itu. Namun dengan mudah Bi Goat menekuk lututnya dan menyambar pedang dari bawah dengan kedua tangan. Kembali mereka bertempur, tapi hanya dalam tiga jurus pedang ini pun patah menjadi tiga potong! Kembali Song-Bun-Kwi "Mencopet"
Pedang yang dilemparkan kepada Bi Goat. Patah lagi. Berkali-kali Bi Goat berganti pedang dengan paksaan Ayahnya, tapi mana ada pedang yang dapat menahan pedang Liong-Cu-Kiam? Pertandingan itu tidak menarik lagi, lebih berupa demonstrasi ketajaman pedang Liong-Cu-Kiam.
"Bi Goat belum kalah!"
Song-Bun-Kwi membentak ketika terdengar suara para tamu supaya pertandingan itu disudahi saja dan gadis gagu dinyatakan kalah.
"Pedangnya patah bukan karena dalam ilmu pedang, melainkan karena pedangnya kalah baik. Kalau dia sudah roboh mandi darah, barulah boleh disebut kalah. Bi Goat, serang lagi, biar dengan gagang pedang atau kepala!"
Bi Goat memang sudah merasa malu sekali karena berkali-kali pedangnya patah.
Sekarang mendengar suara Ayahnya ia menjadi nekat dan menubruk maju dengan pedang sepotong! Li Cu kaget sekali, tidak mengira bahwa gadis gagu yang gagah ini akan berlaku nekat. Kepandaiannya memang tidak terlalu jauh selisihnya, maka menghadapi serangan nekat ini ia tentu akan celaka kalau tidak mendahului. Liong-Cu-Kiam di tangannya bergerak naik turun dan la sudah mematahkan lagi pedang Bi Goat yang tinggal sepotong lalu ditambah dengan serangan balasan. Bagaikan anak panah Liong-Cu-Kiam meluncur ke arah tenggorokan Bi Goat. Baiknya sebelumnya sudah timbul perasaan suka dan kasihan dalam hati Li Cu, maka gadis ini pun memaksa diri menurunkan tusukannya mengarah pundak. Para tamu menahan napas bahkan Song-Bun-Kwi sendiri mengepal tinjunya melihat puterinya terancam bahaya.
"Plakkk!"
Pedang di tangan Li Cu tergetar dan gadis ini sendiri terhuyung mundur dua langkah dengan wajah pucat. Pedangnya tadi telah kena dihantam oleh sebuah benda hitam kecil yang membuat tangannya gemetar dan pedangnya hampir terlepas dari pegangan.
"Song-Bun-Kwi, jangan main gila!"
Cia Hui Gan membentak marah, mengira bahwa tentu Song-Bun-Kwi yang menolong gadis gagu dan mengirim serangan gelap kepada Li Cu.
"Cia Hui Gan, jangan sembarangan menuduh!"
Song-Bun-Kwi balas membentak marah. Dua orang tua itu sudah berdiri dan saling pandang dengan mata menantang dan mengancam. Keadaan menjadi tegang. Akan tetapi tiba-tiba banyak orang berseru kaget dan heran dan semua perhatian sekarang ditujukan kepada bayangan seorang laki-laki yang baru saja naik ke tempat itu dengan langkah limbung. Laki-laki ini masih seorang pemuda, tapi keadaannya mengerikan sekali. Rambutnya awut-awutan, mukanya hijau, warnanya seperti orang terserang racun hebat, matanya merah, mukanya luka-luka berdarah, pakaiannya kusut tidak karuan. Selagi semua orang terheran-heran, mereka dibikin lebih heran dan kaget ketika melihat Bi Goat mengeluarkan suara,
"Uh-uh"
Dan gadis gagu yang cantik jelita ini berdiri menyambut orang itu, terus dipeluknya sambil menangis! Song-Bun-Kwi dan Hek-Hwa Kui-Bo segera mengenal orang ini, bahkan yang lain-lain akhirnya mengenalnya pula. Orang itu bukan lain adalah Beng San! Memang dia Beng San. Pemuda ini hampir menjadi gila semenjak terjadi peristiwa antara dia dan Kwa Hong di dalam benteng tentara Kerajaan. Sekarang, bertemu dengan Bi Goat yang amat mencintanya sehingga tanpa ragu-ragu menunjukkan cinta kasihnya di tempat ramai seperti itu, hatinya makin perih seperti ditusuk-tusuk, merasa berdosa. Dengan halus dia membelai rambut gadis gagu itu, lalu berkata perlahan dan mendorong Bi Goat ke samping,
"Bi Goat, kau mengasolah..."
Kemudian dengan sekali melompat dia telah berdiri menghadapi Li Cu yang memandang dengan wajah pucat.
"Kau... kau pencuri pedang! Kembalikan Liong-Cu Siang-Kiam kepadaku!"
Kata Beng San, matanya yang merah memandang tajam seakan-akan hendak menusuk dada gadis cantik itu dengan pandang matanya. Li Cu yang tadinya merasa ngeri, sekarang berbalik marah ketika mendengar ia dimaki pencuri. la tidak mengenal lagi pemuda yang hanya satu kali ia lihat dahulu di puncak Hoa-San-Pai sebagai Seorang sastrawan lemah yang berani mati mencampuri urusan Hoa-San-Pai dengan Kun-Lun-Pai.
"Keparat, kau barangkali sudah gila. Pergi!"
Li Cu mengancam dengan pedangnya, akan tetapi sekali melangkah maju Beng San mengulur tangan hendak merampas pedang itu. Hampir saja pedangnya kena dirampas kalau Li Cu tidak segera cepat menarik kembali pedangnya. Ia kaget. Gerakan orang ini cepat dan tidak terduga sekali. Teringat ia akan sambitan gelap tadi.
"Kaukah penjahat yang menyambit pedangku tadi?"
Beng San mengangguk.
"Tak boleh kau melukai Bi Goat. Dan pedang-pedang itu, dia milikku, kembalikan sekarang juga. Aku segan mempergunakan kekerasan terhadapmu."
Ucapan ini keras sehingga terdengar semua orang. Orang yang belum mengenalnya tertawa geli, menyangka bahwa dia benar-benar seorang gila. Akan tetapi Beng San tidak peduli dan melangkah lagi. Kini Li Cu tidak ragu-ragu. Tentu orang ini berilmu tinggi, maka tidak memalukan kalau kuserang dia.
"Bangsat, kau mencari mati sendiri. Lihat pedang!"
Pedangnya menusuk seperti kilat menyambar. Bi Goat kebingungan dan memandang pucat. Akan tetapi sedikit miringkan tubuhnya saja Beng San berhasil mengelak. Li Cu penasaran dan mengirim serangan berantai. Namun, tujuh kali sambaran pedangnya, selalu mengenai tempat kosong seakan-akan pemuda ini sudah tahu ke mana pedang hendak menyerang. la makin penasaran dan hendak menyerang mati-matian akan tetapi tiba-tiba Ciu Hui Gan melompat datang.
"Saudara muda, kau siapakah dan apa sebabnya kau mendakwa anakku mencuri pedang Liong-Cu Siang-Kiam darimu?"
Tanyanya. Beng San mengangkat muka memandang. Cia Hui Gan adalah seorang Pendekar besar, akan tetapi dia bergidik ketika melihat muka yang bersinar kehijauan ini. Diam-diam dia kaget, karena orang yang bermuka seperti ini hanyalah orang keracunan atau orang yang memiliki Lweekang yang sudah mencapai dasar tenaga Im. Melihat seorang tua gagah, Beng San segera memberi hormat.
"Agaknya aku berhadapan dengan Raja Pedang Cia Hui Gan. Ketahuilah, anakmu ini telah rnenyamar sebagai aku dan menipu mendiang Guruku sehingga Liong-Cu Siang-Kiam diberikan kepadanya. Sebelum mati Guruku berpesan kepadaku supaya aku mencari pencuri pedang itu, kalau sudah bertemu, kalau laki-laki harus kubunuh dan kalau... hemmm..."
Beng San dalam gugupnya tak dapat bicara lagi, dia merasa diri bodoh sekali dan menyesal setengah mati mengapa dia menceritakan hal ini.
"Dan kalau perempuan bagaimana...?"
Cia Hui Gan mendesak, mata Pendekar pedang bersinar-sinar. Sekarang baru tampak olehnya wajah Beng San yang aseli, wajah seorang pemuda tampan dan jujur, membayangkan kehalusan budi. Seketika sinar kehijauan yang meliputi wajahnya lenyap berubah putih segar seperti biasa, kemudian berubah merah sekali sampai hitam. Kembali Cia Hui Gan kaget setengah mati. Inilah wajah seorang yang memiliki Lweekang yang sudah mencapai dasar tenaga Yang!
"Kalau wanita..."
Kata Beng San "Menurut mendiang Suhu harus menjadi..., eh, menjadi isteriku..."
"Ha-ha-ha-ha,-ha... lucu betul si maling Lo-Tong Souw Lee..."
Kata Cia Hui Gan. Beng San merasa lengannya dipegang orang erat sekali. la menoleh dan ternyata yang memegang lengannya adalah Bi Goat yang memandang dengan air mata berlinang. la menepuk-nepuk tangan Bi Goat, lalu berkata cepat-cepat.
"Cia-Enghiong, biarpun mendiang Suhu memesan demikian, aku... aku tidak akan mengambil isteri puterimu... eh, tidak siapapun juga, eh... aku hanya ingin mengambil kembali Liong-Cu Siang-Kiam..."
La menoleh lagi lalu mendorong pergi Bi Goat. Gadis ini tersenyum dan segera mengundurkan diri. Pertunjukan romantis ini ditonton oleh semua orang dan di sana-sini orang tertawa, ada juga yang terharu. Jelas sekali terlihat bahwa antara pemuda yang mukanya berubah ubah seperti Bunglon dan gadis yang gagu terdapat jalinan kasih sayang yang besar, Sekarang Cia Hui Gan menoleh kepada puterinya, suaranya keren ketika bertanya.
"Li Cu, kau bilang berhasil merampas kembali Liong-Cu Siang-Kiam. Bagaimana sekarang pemuda ini menuduhmu menipu?"
Li Cu melangkah maju dan membentak Beng San,
"Orang gila, kau berani menuduhku. Siapa namamu?"
"Aku... namaku Beng San..."
Pemuda ini gugup juga menghadapi nona cantik jelita seperti bidadari yang marah itu. Seketika wajah Li Cu berubah merah "Ayah... aku... aku bertemu Lo-Tong Souw Lee. Dia... dia mengira aku... aku muridnya yang bernama Beng San. Karena aku berpakaian sebagai pria dan dia... dia buta, dia lihai dan aku... aku khawatir tak akan berhasil merampas maka aku membiarkan saja dia menyangka aku muridnya, dan memberikan pedang kepadaku..."
"Hemmm, kau memalukan!"
Bentak Cia Hui Gan, kemudian jago pedang ini berpaling kepada Beng San.
"Beng San, kau dengar sendiri. Anakku sudah mengaku, memang licik perbuatannya. Akan tetapi kau hanya tahu satu tidak tahu dua. Pedang Liong-Cu Siang-Kiam sebetulnya adalah hakku, karena pedang itu dahulu ratusan tahun yang lalu adalah milik Sucouw kami, Ang I Niocu. Setelah terjatuh ke dalam tangan kaisar, dicuri oleh Lo-Tong Souw Lee. Kalau sekarang kami kembali merampas dari dia, bukankah itu sudah sewajarnya?"
"Tidak bisa! Suhu mengambilnya dengan kepandaian, puterimu mengambilnya dengan tipu daya. Dan aku sudah bersumpah di depan Suhu..."
"Hemmm, kau boleh sekarang merampasnya kembali kalau kau ada kepandaian!"
Tantang Li Cu.
"Baik, kau jagalah!"
Beng San menubruk maju, sekaligus kedua tangannya bergerak, yang kiri menotok leher yang kanan merampas pedang. Cia Hui Gan melompat mundur membiarkan anaknya menghadapi Beng San. Gadis itu marah sekali dan memutar pedang membabat tangan Beng San. Akan tetapi gerakan Beng San ini hanyalah gerak tipu belaka, tahu-tahu pemuda ini sudah menyelinap ke belakang tubuh Li Cu dan sekali dia menggerakkan tangan, pedang Liong-Cu Siang-Kiam yang panjang dan yang tadinya tergantung di punggung gadis itu sudah kena dia rampas! Pucat wajah Li Cu.
"Keparat, hari ini aku Cia Li Cu hendak bertanding mati-matian denganmu!"
Pedang pendeknya diputar cepat merupakan segulungan sinar keemasan menerjang diri Beng San. Beng San juga menggerakkan pedangnya dan dua pedang bertemu, mengeluarkan Bunga api menyilaukan mata. Di saat berikutnya dua orang muda ini sudah bertanding seru. Alangkah herannya semua tamu ketika melihat betapa pemuda yang mengerikan ini biarpun gerakan-gerakannya kacau-balau, dan amat buruk kalau dibandingkan ilmu pedang Li Cu, namun selalu gulungan sinar pedang Li Cu dapat ditahannya dan dipukul kembali. Malah dengan gerakan-gerakan selanjutnya Beng San mulai mendesak Li Cu dengan Ilmu Pedang Im-yang Kiam-sut yang amat lihai dan ternyata dasar ilmu pedang mereka adalah satu sumber, hanya pecahan Im-yang Kiam-sut lebih ruwet dan kuat.
Apalagi karena dalam diri Beng San sudah terdapat sari tenaga Im dan Yang, maka setiap kali bertemu pedang, Li Cu merasa seluruh tubuhnya panas dingin dan gemetar, Cia Hui Gan menonton pertempuran ini dengan mata bersinar-sinar dan timbul rasa kagum dan sukanya kepada Beng San. Pemuda inilah yang sebetulnya dapat mengatasi anaknya, malah agaknya akan dapat mengalahkan dia sendiri. Bukankah ilmunya itu ilmu peninggalan Bu Pun Su. la sudah mendengar bahwa Yang-Sin Kiam-sut terjatuh ke tangan Song-Bun-Kwi dan Im-Sin Kiam-sut jatuh ke tangan Hek-Hwa Kui-Bo. Akan tetapi kenapa pemuda ini demikian mahir Im-Yang-Sin Kiam-sut? Sayang bahwa anaknya telah mempunyai pilihan hati sendiri, yaitu muridnya yang pertama. Kalau tidak begitu...
"Ah, pemuda ini benar-benar hebat!"
Selagi Beng San dan Li Cu bermain pedang dengan amat hati-hati karena keduanya maklum akan kelihaian lawan sedangkan Beng San juga merasa segan untuk melukai gadis jelita ini, tiba-tiba terdengar suara hiruk-pikuk seakan akan gunung itu meletus. Kemudian dari bawah puncak berlari-lari seorang laki-laki dikejar oleh banyak orang. Setelah tiba di tempat itu, ternyata orang itu adalah Tan Beng Kui yang menderita beberapa luka ringan pada pundak dan lengannya. Darah membasahi-bajunya. Begitu tiba di tempat itu dan melihat Beng San masih bertanding melawan Li Cu, Beng Kui melompat maju dan membentak,
"Beng San, berani kau kurang ajar di sini?"
Beng San terkejut dan melompat mundur. Sebelum dia menjawab, para pengejar sudah tiba di tempat itu pula dan kelihatan Pangeran Souw Kian Bi bersama belasan orang perwira lain. Pangeran ini kelihatan marah sekali dan begitu tiba di depan Tan Beng Kui dia memaki.
"Manusia tak kenal budi! Jadi ternyata engkau telah mengkhianati kami dan ternyata kau yang selama ini disebut Ji-Enghiong? Bagus, bagus...! Kau melarikan diri ke sini, ha-ha-ha! Kau kira sebagai Ji-Enghiong kau sudah merasa diri paling pandai dan siasatmu selama ini mengacaukan Kerajaan? Pengkhianat Tan Beng Kui! Pada saat ini puncak ini sudah dikurung oleh selaksa orang perajuritku! Kau dan semua orang yang berada disini, kecuali saudara-saudara yang membantu Kerajaan, akan dibasmi habis! Ha-ha-ha!"
Semua orang terkejut sekali, apalagi ketika mendengar sorakan dan melihat bahwa di lereng gunung sudah kelihatan banyak sekali tentara negeri mengurung tempat itu. Kekagetan ini bukan hanya karena ancaman si Pangeran Mongol, terutama sekali mereka yang sudah mengenal Beng Kui merasa kaget ketika mendengar kenyataan bahwa Tan Beng Kui ternyata adalah Ji-Enghiong yang terkenal sebagai seorang pemimpin pejuang di Kota Raja! Ketika Pangeran Souw Kian Bi melihat Lee Giok di situ, dia tertawa lagi, suara ketawanya seperti iblis.
"Ha-ha-ha-ha,-ha! Lee Giok, Nyonya Liong, bagus sekali kau pun sudah bersiap menerima mampus di sini. Tubuhmu akan kuserahkan kepada. para perajurit, kemudian kau akan dicincang hancur dan kuberikan kepada anjing! Kau dahulu mengaku sebagai Ji-Enghiong untuk mengelabuhi-mataku, kiranya antara kau, Beng Kui, dan Kwee Sin terdapat kerja sama mengepalai para mata-mata di Kota Raja. Kau ternyata adalah adik seperguruan Tan Beng Kui si keparat murid si Raja Pedang. Ha-ha-ha, semua julukan yang muluk-muluk akan hancur lebur pada hari ini."
Tan Beng Kui yang kelihatan gagah dan bersemangat, berdiri dengan kedua. kaki terpentang, matanya bersinar-sinar dan dia menjawab,
"Pangeran Souw Kian Bi! Kau terlampau memandang rendah para pejuang. Kau kira kali ini akan dapat menghancurkan kami? Huh, manusia serendah engkau mana mampu menghancurkan kekuatan perjuangan rakyat? Kau bilang di puncak ini terkurung oleh prajurit-prajuritmu? Ha-ha-ha, apa kau kira percuma saja aku bertahun-tahun berjuang di Kota Raja? Bukan kami yang akan kau hancurkan, sebaliknya kau dan pasukan-pasukanmu itulah yang akah hancur. Kau lihat!"
Beng Kui mengeluarkan panah api, dilepaskan ke atas dan sinar biru melesat ke udara. Tak lama kemudian terdengar tambur dan terompet disusul sorak-sorai menggegap gempitakan puncak.
"Lihat, Pangeran Souw Kian Bi. Lihat baik-baik, puluhan ribu teman-teman kami sudah mengurung di kaki gunung, siap menggempur pasukan-pasukanmu!"
Tidak hanya Souw Kian Bi yang menengok, melainkan semua orang melihat ke bawah dan betul saja, seperti Ular naga besar tampak pasukan pejuang sudah merayap ke atas dan sudah mulai diadakan pertempuran di bawah gunung.
"Dan kau tidak pernah mimpi bahwa pada saat ini di Kota Raja terjadi pula penyerbuan, Pangeran. Kau tidak ada tempat lagi untuk maju atau mundur. Ha-ha-ha!"
Tan Beng Kui tertawa dan pangeran itu membentak marah.
"Kau bohong!"
Akan tetapi tiba-tiba dari bawah berlari naik seorang anggauta tentara Kerajaan. Wajahnya pucat napasnya sengal-sengal ketika dia melapor,
"Lapor pada Pangeran. Ada berita bahwa Kota Raja sudah diduduki musuh..."
Saking marahnya Pangeran Souw Kian Bi menggerakkan pedangnya dan... robohlah pelapor ini dengan dada tertusuk pedang.
Perbuatan ini seakan-akan menjadi tanda dimulainya pertempuran. Tan Beng Kui sudah mengambil pedang dari tangan seorang pelayan, kemudian dengan gerakan luar biasa cepatnya dia menyerang Souw Kian Bi. Belasan orang pengikut pangeran itu pun bergerak, akan tetapi mereka segera disambut oleh Lee Giok, Li Cu, dan dua belas orang pelayan. Pertempuran antara Souw Kian Bi dan Tan Beng Kui tidak berjalan lama. Sebentar saja pedang di tangan Beng Kui berhasil membacok leher pangeran itu yang menjerit dan roboh binasa. Pengikut-pengikutnya juga roboh seorang demi seorang. Pertempuran di bawah dan di lereng gunung makin menghebat. Semua tamu berdiri dan menjadi tegang. Beng San semenjak tadi berdiri memandang Kakaknya. Air matanya bercucuran di kedua pipinya.
Tangannya yang memegang Liong-Cu-Kiam gemetar. Alangkah gagahnya Kakak kandungnya. Alangkah hebatnya. Kiranya Kakaknya yang selama ini dia anggap sebagai pengkhianat, ternyata adalah Ji-Enghiong pemimpin pejuang di Kota Raja! Jadi Kwee Sin, Lee Giok dan lain-lain itu adalah bawahan-bawahannya! Dan Kakaknya ternyata adalah murid kepala dari Raja Pedang yang memiliki kepandaian lebih lihai daripada Li Cu. Hebat! Kenyataan ini menampar hatinya. Kalau dulu dia memandang rendah Kakaknya, sekarang dia merasa betapa rendah dan hina dirinya kalau dibandingkan dengan Beng Kui. Sekarang setelah semua musuh-musuhnya tewas, Tan Beng Kui menoleh kepada Hek-Hwa Kui-Bo, Kim-Thouw Thian-Li, Siauw-Ong-Kwi, dan Giam Kin. Sikapnya mengancam.
"Kalian berempat kaki tangan Pangeran Souw Kian Bi, apakah hendak menuntut balas?"
Tantangnya.
"Beng Kui, jangan lancang!"
Tegur Cia Hui Gan.
"Mereka adalah tamu-tamu yang menghadiri perebutan gelar."
Baik Hek-Hwa Kui-Bo maupun Siauw-Ong-Kwi sejak tadi sudah menjadi gelisah dan gentar. Menghadapi seorang Tan Beng Kui atau bahkan Cia Hui Gan bagi mereka tentu saja tidak menjadikan takut, akan tetapi karena mereka tadinya membantu Pemerintah dan sekarang berhadapan dengan para pejuang, nyali mereka sudah menjadi kecil.
"Perebutan gelar sudah berubah menjadi pertempuran urusan Kerajaan, biarlah kami pergi saja,"
Kata Siauw-Ong-Kwi yang cepat meninggalkan tempat itu bersama Giam Kin.
"Aku pun pergi saja, lain kali bertemu kembali!"
Kata Hek-Hwa Kui-Bo yang cepat pergi diikuti Kim-Thouw Thian-Li. Beng Kui sekarang menghadapi Beng San. Wajahnya nampak keras dan marah.
"Bocah gila, apakah kau masih tetap hendak mengikuti perebutan Raja Pedang pula? Huh, manusia rendah macam engkau, yang menghancurkan kehidupan seorang gadis baik-baik, kau tidak berharga melawan Suhu dan kau terlalu kotor melawan Sumoi. Kalau kau masih penasaran, hayo kau lawan aku! Kalau kau tidak berani, kau kembalikan pedang itu kepada Sumoi!"
Sikap Beng Kui angkuh sekali dan dia memandang Beng San amat rendah. Air mata yang mengalir turun di kedua pipi Beng San makin deras ketika mendengar Kakak kandungnya yang gagah perkasa itu memakinya dan menyebut-nyebut tentang urusan Kwa Hong. Hatinya seperti diremas-remas. Dengan muka kehijauan dan suara gemetar dia bertanya.
"Kui-Ko... kenapa kau menaruh racun...? Kenapa kau melakukan semua itu kepadaku... kau... kau yang ternyata seorang Patriot dan pejuang mulia ini...? Kenapa?"
"Goblok kau. Bodoh! Kalau tidak karena aku, bukankah sekarang kau sudah menjadi mayat di benteng itu?"
Yang menaruh racun bukan aku, melainkan Pangeran Souw Kian Bi. Aku diamkan saja karena menurut pandanganku, kau sudah terlampau untung untuk berjodoh dengan dia. Siapa kira, kau... kau meninggalkannya. Alangkah rendahnya!"
"Aduh... Beng Kui Koko, aku... aku mencinta gadis lain... aku, aku... menjadi korban racun..."
"Jangan sebut aku Koko lagi. Pendeknya, kau mau merebut gelar Raja Pedang atau tidak? Lekas sebelum habis sabarku!"
Tiba-tiba Beng San mengangkat dadanya dan berkata,
"Aku tidak peduli akan segala sebutan Raja Pedang. Aku tidak suka pula bertempur dengan siapapun juga, tidak mau ikut bertempur denganmu. Akan tetapi, aku harus mengambil kembali sepasang Liong-Cu Siang-Kiam, aku sudah bersumpah di depan Suhu."
"Keparat! Sumoi, tolong pinjam pedangmu!"
Li Cu menyerahkan pedang pendek di tangannya. Begitu memegang Liong-Cu-Kiam yang pendek, Beng Kui segera menerjang maju menyerang dengan dahsyat. Beng San kagum melihat gerakan Kakak kandungnya yang ternyata jauh lebih hebat dan kuat daripada gerakan Li Cu. Akan tetapi karena dia tidak suka melawan, dia cepat mengelak dan terus mengelak atau menangkis dengan Liong-Cu Siang-Kiam yang panjang. Sementara itu, Li Cu mendekati Ayahnya dan tangan gadis ini dingin sekali ketika menyentuh tangan Ayahnya. Cia Hui Gan berbisik.
"Li Cu, aku malu sekali menjadi Raja Pedang. Sekali ini, kalau orang muda adik Beng Kui itu mau kita semua akan dapat dia kalahkan dengan ilmu pedangnya Im-Yang Sin-Kiam sut yang tulen. Kalau dia mau, mudah saja dia mengalahkan Suhengmu. Aaahhh, sayang sekali..."
"Apanya yang sayang, Ayah? Kenapa kau tidak turun tangan membantu Suheng?"
"Hush, masa aku harus berlaku begitu rendah? Lihat, adiknya itu benar-benar aneh tidak melawan sama sekali, entah apa maksudnya."
Tiba-tiba dia menjadi pucat karena benar-benar terjadi hal yang luar biasa. Ketika pedang Beng Kui menyambar dalam sebuah serangan kilat, Beng San sengaja memasang pundaknya dan hanya menangkis sedikit. Beng Kui sendiri sampai kaget mengapa Beng San sengaja menerima sambaran pedangnya? Pundak pemuda itu terbabat dan terkupas kulit berikut sedikit dagingnya. Darah mengalir deras membasahi baju.
"Koko, dalam hal ilmu pedang aku mengaku kalah. Kau dan Suhumu patut disebut Raja Pedang. Buktinya pundakku sudah terluka!"
Seru Beng San, akan tetapi tiba-tiba dia melakukan gerakan yang amat aneh yang sekaligus mematikan daya tahan Beng Kui. Pedang di tangan Beng Kui tertempel pedangnya, tak dapat digerakan atau ditarik kembali, kemudian tangan kiri Beng San cepat melakukan dua kali totokan ke arah tangan kanan Kakaknya. Beng Kui merasa tangannya lumpuh dan sebelum dia sempat mencegah, pedang Liong-Cu-Kiam yang pendek sudah berpindah ke tangan Beng San! Beng San lalu melangkah mundur dan dengan dua batang pedang di tangan, dia memandang Kakaknya dengan air mata bercucuran, kemudian dia berlari pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Terdengar seruan Song-Bun-Kwi,
"Eh, Bi Goat, kau mau pergi ke mana??"
Baru sampai di lereng gunung di mana tidak ada perang yang terjadi di lereng sebelah sananya, Beng San merasa ada angin menyambar lewat dan tahu-tahu Bi Goat sudah berdiri di depannya. Gadis ini terus memeluknya dan menangis, berkata.
"Ah-ah-uh-uh"
Tidak karuan. Lemas seketika hati Beng San menghadapi kekasihnya ini.
"Bi Goat... kekasihku... pujaan hatiku, jangan... jangan kau mengejarku. Jangan kau mencegah kepergianku... aku terlampau hina dan terlampau rendah untukmu, Bi Goat..."
Mendengar ini, makin menjadi tangis Bi Goat dan makin erat dia mendekap Beng San.
"Aduh, Bi Goat... kau menghancurkan hatiku. Relakan aku, Bi Goat, aku... aku... ah, aku malah tidak pantas lagi hidup di dunia ini..."
Bi Goat seperti hendak menjerit-jerit tapi yang keluar dari mulutnya hanya Ha-ha-uh-uh saja, akhirnya gadis itu menjadi lemas dan... roboh pingsan dalam pelukan Beng San. Tentu saja pemuda ini menjadi kaget sekali. la cepat duduk di atas tanah sambil memangku kepala Bi Goat, digoyang-goyangnya tubuh nona itu sambil dipanggil-panggilnya penuh kekhawatiran,
"Bi Goat... Bi Goat... jangan mati...!"
La seperti orang gila dan menangis seperti anak kecil. Tiba-tiba gadis itu bergerak dan terdengar suara yang merdu,
"Beng San... kalau kau pergi... lebih baik aku mati saja..."
Beng San terkejut seperti disengat Ular berbisa. la menoleh ke kanan kiri dan melihat di sebelah kirinya Song-Bun-Kwi berdiri dengan muka pucat sekali. Sekilas pertemuan pandang mata antara dia dan Song-Bun-Kwi terjadi persamaan pengertian akan apa yang mereka berdua dengar tadi.
"Beng San... Beng San, Jangan tinggalkan aku..."
"Bi Goat, kau bicara"
Beng San melompat bangun dan memeluk gadis itu, lupa semua kedukaan hatinya.
"Bi Goat, anakku! Akhirnya kau dapat bicara lagi! Ha-ha-ha-ha,-ha! Song-Bun-Kwi tertawa terbahak-bahak, kemudian... menangis. Ha-ha-ha, benar juga si setan Yok-Mo, setelah mengalami kekagetan, kau bisa bicara lagi..."
Raja Pedang Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ayah... kalau kau tidak menahan Beng San supaya selalu disampingku, aku tidak saja akan gagu lagi, malah aku akan mati di bawah kakimu!"
"Ya, ya, baik begitu. Heh, Beng San! Apakah kau mencinta Bi Goat?"
"Betul, Locianpwe, akan tetapi aku terlampau hina... aku... aku berdosa dan telah..."
"Stop! Mana ada manusia tak berdosa di dunia ini? Dosaku seribu kali lebih besar daripada dosamu! Jangan pedulikan manusia-manusia sombong itu. Hayo ikut kami ke Gunung Min-San dan hidup bahagia di sana. Ha-ha-ha, anakku bisa bicara, anakku mendapat suami yang hebat. Sebentar lagi aku akan menimang cucuku yang mungil. Ha-ha-ha, orang she Kwee, pantaskah kau menerima kurnia sebesar ini?."
Bi Goat menggandeng tangan Beng San yang menurut saja diajak Ayah dan anak itu. Akan tetapi baru saja tiba di kaki gunung, di depan mereka berdiri tiga orang menghadang. Mereka ini adalah Cia Hui Gan, Tan Beng Kui, dan Cia Li Cu.
"Cia Hui Gan, mau apa kau menghadang kami?"
Song-Bun-Kwi yang sedang gembira hatinya itu bertanya sambil tertawa-tawa.
"Apa kau mau bicara lagi urusan gelar Raja Pedang?"
Merah muka jago pedang Thai-San itu.
"Song-Bun-Kwi, aku orang tua hanya mengantar anak-anak, merekalah yang mempunyai urusan."
Sementara itu, Beng Kui sudah melangkah maju mendekati Beng San, lalu terdengar dia berkata,
"Beng San, kau tidak boleh bawa lari sepasang pedang Liong-Cu Siang-Kiam itu. Pedang-pedang itu adalah milik kami, harus kau kembalikan kepada aku dan Li Cu!"
Beng San melihat betapa sikap Kakak kandungnya ini masih tinggi hati dan agaknya masih memandang rendah kepadanya, sikap seorang pejuang gagah perkasa, seorang jantan dan ksatria yang sudah membuktikan dharma baktinya kepada tanah air, pendeknya sikap seorang mulia terhadap seorang yang dianggap rendah. Tadi dia berkukuh merampas pedang karena dianggapnya bahwa di dunia ini bagi hidupnya hanya satu itulah yang penting. Akan tetapi sekarang setelah dia bertemu Bi Goat, melihat Bi Goat sembuh dari penyakit gagu, melihat Bi Goat dan Ayahnya sudi menerimanya dan dia menghadapi kehidupan baru yang penuh kebahagiaan bersama Bi Goat, dia tidak hendak mengukuhi pedang-pedang itu lagi. Setelah ada Bi Goat, dia tidak membutuhkan apa-apa lagi di dunia ini. Dengan tenang tanpa bicara apa-apa Beng San menurunkan sepasang pedang dari punggungnya.
"Ha-ha-ha, mudah amat!"
Song-Bun-Kwi tertawa mengejek.
"Orang mengambilnya mengandalkan kepandaian, sekarang hendak merampas Kembali juga harus mengandalkan kepandaian!"
Beng Kui dan Li Cu saling pandang. Di dalam hati dua orang muda ini sudah mengakui bahwa mereka tak akan menang bertanding melawan Beng San. Setelah diam sejenak, Beng Kui berkata,
"Beng San, kau dengarlah. Sepasang pedang itu adalah syarat dan tanda perjodohanku dengan Li Cu Sumoi. Kau kembalikan kepada kami dan sebagai gantinya, aku akan menutup mulut dan tidak mengenalmu lagi."
Mendengar ucapan ini, Bi Goat dan Ayahnya menjadi marah. Mana ada aturan seperti ini? Orang diharuskan berlaku baik, tapi balasannya malah tidak akan dikenal lagi. Tapi Beng San segera menurunkan Liong-Cu Siang-Kiam dan berkata dengan suara gemetar.
"Beng Kui Koko, terimalah Liong-Cu Siang-Kiam ini sebagai sumbangan untuk perjodohanmu dari adikmu yang hina ini. Akan tetapi hanya sebagai titipan, tiga tahun kemudian harus kau kembalikan kepadaku."
Beng Kui merasa mendongkol sekali akan tetapi tanpa menJawab sesuatu dia menerima sepasang pedang itu dan memberikan yang pendek kepada Li Cu. Dua pedang itu serupa benar, hanya yang sebuah panjang dan terukir huruf "Jantan"
Sedangkan yang ke dua pendek dan terukir huruf "Betina."
Setelah menerima sepasang pedang ini tanpa mengucapkan terima kasih, Beng Kui segera mengajak Li Cu pergi dari situ. Melihat ini, Song-Bun-Kwi dan Bi Goat menjadi makin gemas. Alangkah sombongnya orang yang dipuji-puji sebagai Ji-Enghiong pemimpin pejuang itu. Sombong, tinggi hati dan merasa diri sendiri paling jempol! Cia Hui Gan agaknya juga merasa tak enak hati melihat sikap murid atau calon mantunya itu.
"Song-Bun-Kwi, kau menjadi saksinya. Mulai sekarang aku Cia Hui Gan tidak berani menggunakan gelar Raja Pedang lagi, kalau ada orang masih mempersoalkan gelar Raja Pedang, maka biarlah aku mengakui bahwa orang muda adik kandung muridku inilah yang patut diberi gelar Raja Pedang. Selamat berpisah sampai jumpa pula!"
Kaki jago pedang ini mengenjot tanah dan tubuhnya berkelebat lenyap dari situ.
"Ha-ha-ha! Mantuku Raja Pedang. Benar mantuku Raja Pedang dan aku akan siarkan hal ini ke seluruh dunia kang-ouw. Siapa tidak mau menerimanya akan kuhancurkan kepalanya!"
Sambil tertawa-tawa dan berteriak-teriak, Kakek ini mengajak Beng San dan Bia Goat melanjutkan perjalanan ke Min-San. Sambil berjalan di samping Bi Goat yang menggandeng tangannya, terjadi perubahan pada diri Beng San. Wajahnya tidak serem seperti tadi lagi, warna mukanya sudah berubah biasa, bahkan sepasang matanya bersinar-sinar gembira. Kakak kandungnya ternyata seorang Patriot, seorang pemuda yang harum namanya, yang dikagumi dan dipuji orang gagah seluruh negeri. Dan Kakaknya telah mempunyai calon jodoh yang sedemikian cantik dan gagahnya seperti Cia Li Cu.
Ia girang melihat Kakaknya akan hidup bahagia. Dia sendiri melihat titik terang dalam hidupnya mendatang. Kebahagiaan baginya menjelang datang bagaikan sang surya yang mengintai dari balik awan gelap yang mulai tertiup pergi oleh angin. Dengan Bi Goat di sampingnya dia sanggup untuk melanjutkan hidup, sanggup untuk menempuh kesulitan dan sanggup untuk terus tersenyum dan memandang dunia yang penuh duri, penuh derita hidup ini dari segi-segi keindahannya. Tanpa disadarinya dia mempererat gandengannya. Bi Goat merasakan dan gadis ini pun makin erat memeluk lengan Beng San sambil melirik dan tersenyum manis. ketika Beng San memandang, dia melihat kedua pipi gadis itu terhias dua butir air mata yang turun perlahan-lahan. Air mata bening, air mata kebahagiaan.
Sampai di sini tamatlah cerita Raja PEDANG ini. Akan tetapi cerita tentang para tokoh dalam Raja PEDANG ini masih jauh daripada berakhir. Kejadian-kejadian yang lebih hebat, lebih mengerikan, lebih mengharukan akan bermunculan seperti juga dalam kehidupan setiap orang manusia selalu akan bermunculan hal-hal yang menimbulkan cerita. Dunia penuh dengan peristiwa, kehidupan manusia tak pernah diam tenang seperti air samudera yang sebentar saja tenang kemudian bergelora pula. Kita akan menjumpai semua tokoh cerita ini dalam cerita baru RAJAWALI EMAS, cerita indah yang sengaja diciptakan pengarang sebagai samBungan Raja PEDANG. Akan tetapi juga merupakan kisah tersendiri di mana kita akan mengikuti perjalanan hidup dari Kwa Hong, nona yang patah hatinya dan remuk-redam perasaannya itu, akan bertemu lagi dengan Beng San dan Bi Goat, dengan Tan Beng Kui dan Li Cu, dengan Thio Eng, Bun Lim Kwi dan tidak ketinggalan pula Kim-Thouw Thian-Li dan lain-lain. Sampai jumpa kembali dalam RAJAWALI EMAS!
TAMAT
piggyqua, http://indozone.net/literatures/literature/219
21 Juni 2007 jam 12:40am
Lembah Selaksa Bunga Karya Kho Ping Hoo Pendekar Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo Iblis Dan Bidadari Karya Kho Ping Hoo