Ceritasilat Novel Online

Rajawali Emas 10


Rajawali Emas Karya Kho Ping Hoo Bagian 10



"Ayah, kau pergunakan Liong-Cu-Kiam ini!"

   Karena Cia Hui Gan juga seorang yang bermata awas dan tadi dapat melihat betapa pedang Kwa Hong dapat menandingi Liong-Cu-Kiam, ia tidak mau banyak sungkan lagi. Diterimanya pedang Liong-Cu-Kiam pendek itu dengan tangan kirinya, lalu ia berseru,

   "Li Cu, bawa Beng San pergi dari sini. Biar aku menandingi dua iblis jahat ini!"

   Akan tetapi Li Cu sendiri adalah seorang pendekar yang berhati baja, mana dia sudi meninggalkan Ayahnya terancam bahaya dan melarikan diri?

   "Tidak, Ayah. Mati hidup aku harus bersamamu, aku harus membantumu. Berikan pedangmu kepadaku!"

   "Jangan, Li Cu. Untuk menghadapi dua ekor manusia binatang ini aku sendirian sanggup. Kau bawa pergi Beng San, selamatkan dia lebih dulu!"

   Li Cu ragu-ragu dan sejenak ia berdiri memandang betul saja, biarpun dikeroyok dua, sepasang pedang di tangan Ayahnya itu benar-benar hebat, merupakan dua gulung sinar pedang yang berlainan warna, menyambar-nyambar laksana Naga di angkasa raya. Ilmu pedang Ayahnya benar-benar sudah sampai di puncaknya.

   Hebat bukan main sampai Li Cu dalam suasana tegang itu menjadi kagum akan keindahan Ilmu Pedang Sian-Li Kiam-Sut yang dimainkan Ayahnya. Andaikata Song-Bun-Kwi dan Kwa Hong mengeroyoknya tidak menggunakan pedang, kiranya takkan mungkin Cia Hui Gan kuat mempertahankan diri. Tingkat kepandaian Song-Bun-Kwi tidak lebih bawah daripada tingkatnya sendiri, adapun wanita muda itu benar-benar memiliki ilmu silat yang aneh dan mujijat sekali. Baiknya kedua orang itupun bermain pedang, sedangkan senjata pedang adalah permainan Cia Hui Gan semenjak kecil, yang menjadi keahliannya sehingga ia dijuluki Raja Pedang, maka menghadapi permainan pedang kedua lawannya, Hui Gan merasa lebih mudah untuk tidak saja mempertahankan diri, malah mendesak dengan jurus-jurus yang lihai. Selagi Li Cu berdiam bimbang, tiba-tiba terdengar suara bentakan orang,

   "Li Cu, kau benar-benar membikin malu aku yang menjadi kekasihmu!"

   Li Cu kaget sekali karena tiba-tiba muncul Tan Beng Kui bersama Hek-Hwa Kui-Bo! Hek-Hwa Kui-Bo segera menghunus pedang dan menyerbu ke dalam pertempuran sambil berseru kepada Song-Bun-Kwi,

   "Hi-hi-hi, tua bangka keparat, jangan kau perlihatkan sendiri kelihaian Yang-sin-kiam. Mana lebih hebat dengan Im-Sin-Kiam ilmuku?"

   Seperti kita ketahui dalam cerita Raja Pedang, kalau Song-Bun-Kwi dapat merampas kitab pelajaran Ilmu Pedang Yang-sin-kiam, adalah Hek-Hwa Kui-Bo ini berhasil merarnpas kitab pasangannya, yaitu yang mengandung pelajaran Ilmu Pedang Im-Sin-Kiam! Dengan munculnya ahli Im-Sin-Kiam ini, boleh dibilang Cia Hui Gan menghadapi pasangan ilmu Pedang Im-Yang Sin Kiam-Sut yang hebat bukan main.

   Tentu saja ilmu pedang ini tidak sehebat kalau dimainkan oleh satu orang seperti Beng San sebelum ia kehilangan ingatannya. Betapapun juga, dalam gebrakan-gebrakan pertama saja sudah terlihat betapa Cia Hui Gan menjadi sibuk menghadapi serangan-serangan pasangan dari dua orang tokoh ilmu silat kelas tinggi itu! Li Cu kaget bukan main melihat kedatangan bekas Suheng dan tunangannya beserta Hek-Hwa Kui-Bo itu. Ini berarti bertambahnya pihak lawan yang amat tangguh. Juga di samping kekuatirannya, ia menjadi marah sekali kepada Beng Kui. Tanpa banyak cakap lagi ia segera menerjang bekas tunangannya itu dengan pukulan-pukulan maut. Ia merasa menyesal sekali bahwa ia masih belum sempat mengambil pedang lain setelah Liong-Cu-Kiam dipinjamkan kepada Ayahnya.

   "Ha-ha, Li Cu. Kau tak tahu malu, melarikan laki-laki. Hah, perbuatan rendah dan hina,"

   "Tutup mulut dan jangan mencampuri urusanku!"

   Bentak Li Cu makin marah dan memperhebat serangannya. Akan tetapi dengan mudah Beng Kui dapat mengelak.

   Memang tingkat kepandaian Beng Kui lebih tinggi daripada kepandaian Li Cu, apalagi memang dahulu seringkali ia melatih ilmu silat kepada bekas Sumoinya ini, maka gerakan-gerakan Li Cu ia sudah hafal benar. Tiba-tiba Beng San datang berlari-lari dengan maksud hendak melerai mereka berdua yang sedang bertanding. Sejak tadi ia mendengarkan semua percekcokan dengan pikiran bingung dan hati berdebar. Ia menganggap mereka semua itu juga "Isterinya,"

   Bicara tidak karuan. Selagi ia mengerahkan pikirannya untuk menyelami maksud semua percakapan yang ganjil itu, tiba-tiba muncul Tan Beng Kui dan di dalam kebingungannya ternyata ia masih dapat ingat dan kenal kepada kakak kandungnya ini. Sekarang kakak kandungnya itu bertempur melawan Isterinya, tentu saja ia menjadi makin bingung dan cepat lari menghampiri untuk mencegah.

   "Kui-Ko... jangan berkelahi dengan dia. Dia itu Isteriku!"

   Tegurnya sambil menggerakkan kedua tangan ke atas untuk mencegah.

   "Aha, sudah menjadi Isterinya, ya? Sejak kapan?"

   Beng Kui mengejek sambil memandang kepada Li Cu, gadis ini menjadi merah mukanya, akan tetapi ia mengedikkan kepala dan menjawab lantang,

   "Kalau betul kau mau apa? Bukan urusanmu!"

   "Bi Goat, dia ini adalah kakak kandungku, jangan kau bertengkar kepadanya,"

   Kata pula Beng San, suaranya penuh permohonan."

   "Ha-ha-ha-ha, menjadi Isteri seorang gila"

   Beng Kui tertawa dan mengejek lagi, kemudian tiba-tiba tangannya menghantam ke depan, tepat mengenai dada Beng San.

   "Blukk!"

   Tubuh Beng San terlempar sampai beberapa meter jauhnya dan jatuh terguling. Akah tetapi ia segera bangun kembali dan bertanya dengan mata terbelalak heran.

   "Kui-Ko, kenapa kau memukulku?"

   Tanyanya berulang-ulang sambil melangkah maju lagi. Beng Kui tadinya girang karena kini mendapat kenyataan bahwa adik kandungnya yang dahulu lihai itu sekarang benar-benar telah kehilangan kepandaiannya. Tadinya ketika mendengar berita ini ia masih ragu-ragu. Ketika tadi ia mendengar Beng San mengaku Li Cu sebagai Isteri dan menyebutnya "Bi Goat,"

   Ia tahu bahwa adiknya benar-benar telah kehilangan ingatan. Akan tetapi hal ini belum berarti kehilangan kepandaian, maka untuk mencobanya ia cepat memukul.

   Pukulan ini cepat dan tak terduga-duga sehingga Li Cu sendiri tidak sempat mencegah. Giranglah hati Beng Kui melihat pukulannya tepat dan membuat adik yang ditakuti itu terlempar dan bergulingan, akan tetapi ia kaget bukan main melihat Beng San bangun lagi dan tidak apa-apa. Padahal pukulannya tadi ia lakukan dengan pengerahan tenaga Lweekang. Ia tidak tahu bahwa tenaga Lweekang dan hawa murni di tubuh Beng San masih ada dan secara otomatis bergerak melindungi bagian yang terpukul. Ia mengira bahwa Beng San masih lihai seperti dulu. Akan tetapi melihat sikap Beng San dan mendengar pertanyaan yang berkali-kali itu ia dapat menduga bahwa Beng San masih dilindungi oleh hawa murni di tubuhnya, tapi takkan dapat mempergunakan hawa dan tenaganya untuk menyerang karena semua ilmu telah dilupakannya.

   Sementara itu Li Cu marah bukan main melihat Beng San dipukul tadi. Juga ia merasa kuatir kalau-kalau Beng San terluka parah, biarpun ia melihat Beng San sudah bangkit kembali dan malah mendekati Beng Kui. Karena kuatir kalau Beng Kui memukul lagi, Li Cu mendahuluinya dan menyerang hebat. Beng Kui tertawa-tawa dan segera melayaninya. Adapun Beng San berteriak-teriak mencegah mereka bertempur. Hati Li Cu gelisah bukan main. Biarpun ia sedang berhantam dengan Beng Kui, namun ia dapat menangkap dengan pendengaran telinganya yang tajam bahwa keadaan Ayahnya mulai terdesak hebat. Hal ini mengguncangkan hatinya dan mengacaukan gerakan kaki tangannya.

   "Beng Kui anak durhaka! Lepaskan Li Cu!"

   Tiba-tiba Gia Hui Gan berteriak keras.

   "Li Cu, bawa Beng San pergi jauh-jauh!"

   Akan tetapi kata-katanya itu disambut dengan ketawa mengejek oleh Beng Kui, Cia Hui Gan tidak berdaya menolong puterinya karena tiga orang lawannya makin hebat mendesaknya. Rupanya karena maklum bahwa mereka menghadapi lawan yang amat tangguh, Hek-Hwa Kui-Bo dan Song-Bun-Kwi dapat bekerja sama dan mempergunakan Yang-Sin Kiam-Sut dan Thai-Yang untuk mengeroyok jago pedang itu. Sedangkan Kwa Hong dengan ilmu silatnya yang tidak karuan namun dahsyat sekali, terus melancarkan serangan-serangan maut. Li Cu makin gelisah dan kesempatan ini dipergunakan dengan baik oleh Beng Kui. Sebuah tendangan pada sambungan lutut membuat Li Cu roboh dan susulan totokah membuat gadis itu "Tidak dapat bergerak pula,

   "Jangan pukul Isteriku...!"

   Beng San berseru dan menubruk Li Cu, akan tetapi iapun segera lemas tak dapat bergerak karena ditotok oieh Beng Kui pada dua jalan darahnya yang penting. Kemudian sambil tertawa-tawa Beng Kui mengempit tubuh Li Cu dan Beng San, lalu di bawa pergi lari cepat dari tempat itu.

   "Beng Kui... keparat...! Lepaskan Li Cu...!"

   Cia Hui Gan membentak dan pedang di tangan kanannya meluncur cepat mengejar bayangan Beng Kui. Orang muda ini maklum akan kehebatan ilmu melempar pedang dari gururnya, ia menjadi pucat dan kaget sekali. Cepat ia mengelak dan merendahkan tubuh, namun tetap saja pundaknya tertusuk pedang dari belakang dan Beng Kui sambil menjerit kesaktian mempercepat larinya. Tubuh Li Cu dan Beng San masih dikempitnya dan pedang itupun masih menancap di pundaknya.

   Masih untung bagi Beng Kui bahwa pada saat itu Kwa Hong, Hek-Hwa Kui-Bo dan Song-Bun-Kwi mendesak Cia Hui Gan sehingga Raja Pedang ini tidak sempat lagi untuk mengejarnya. Malah kini keadaan Cia Hui Gan terdesak hebat karena di tangannya hanya terdapat sebatang pedang pendek, yaitu pedang Liong-Cu-Kiam karena pedangnya sendiri tadi telah disambitkan ke arah Beng Kui dalam usaha mencegah bekas murid itu menculik puterinya. Hai ini ditambah lagi oleh hatinya yang risau memikirkan puterinya, maka permainan pedang Cia Hui Gan menjadi agak kalut dan kurang kuat bagian pertahanannya. Kesempatan yang baik ini dipergunakan oleh tiga orang pengeroyoknya untuk menghujankan serangan pedang. Raja Pedang itu kurang cepat dan kulit lambungnya tergores pedang di tangan Kwa Hong. Darah mengucur dan membasahi bajunya.

   Rasa perih menimbulkan kemarahan hebat dan mengobarkan semangat perlawanan Cia Hui Gan. Kakek yang gagah perkasa ini mengeluarkan seruan panjang dan pedangnya yang hanya pendek saja itu berubah menjadi sinar bergulung-gulung, dahsyat sekali. Bunyi nyaring beradunya pedang-pedang pusaka makin sering dibarengi berpijarnya bunga-bunga api. Namun tiga orang pengeroyoknya juga makin memperhebat tekanan karena mereka merasa penasaran sekali. Sambil mengerahkan tenaganya yang mujijat Kwa Hong memutar pedang tiga kali, lalu membalikkan arah pedang menusuk ke arah perut Raja Pedang itu. Pada saat yang sama Hek-Hwa Kui-Bo dengan gerakan lemas membabat kakinya. Dua penyerangan sekaligus dari dua jurusan ini benar-benar berbahaya dan hebat.

   Cia Hui Gan membentak nyaring, pedangnya berkelebat ketika menangkis tusukan Kwa Hong dan pada saat itu ia harus pula meloncat tinggi-tinggi untuk menghindarkan diri dari babatan pedang Hek-Hwa Kui-Bo. Detik berikutnya pedang di tangan Song-Bun-Kwi sudah menyambar datang, menusuk punggung. Cepat ia menurunkan lagi kakinya setelah babatan lewat, tubuhnya agak miring karena pedangnya masih tergetar dalam menangkis tusukan Kwa Hong, ia tidak sempat lagi mengelak atau menangkis. Namun dengan gerakan tiba-tiba, lengan kirinya yang ditekuk itu digerakkan sedemikian rupa sehingga sikunya membentur pinggir pedang Song-Bun-Kwi. Tepat dan cepat sekali gerakan ini dan pedang Song-Bun-Kwi meluncur lewat pinggir tubuhnya, merobek pakaian dan melukai kulit, tapi ia selamat!

   "Bagus!"

   Song-Bun-Kwi memuji dan kagum sekali melihat betapa dalam cengkeraman maut itu lawannya masih mampu menyelamatkan diri. Selanjutnya dengan penuh penasaran hati ia mendesak terus, mainkan Yang-Sin Kiam-Sut yang bersifat keras itu. Tekanan makin hebat, Cia Hui Gan sudah mengerahkan seluruh tenaga, kegesitan dan mengeluarkan seluruh kemahiran bermain pedang.

   Namun tetap saja ia didesak terus dan tidak ada jalan keluar lagi baginya kecuali melawan mati-matian. Ia sudah menderita beberapa luka ringan. Darah membasahi seluruh pakaiannya. Ia sudah terluka di pundak, di pangkal lengan, di kedua paha, malah sebuah tusukan yang agak dalam di punggung membuat gerakannya makin lemah dan lambat. Namun semangatnya tak kunjung padam, sambil mengeluarkan bentakan-bentakan hebat kakek ini mengamuk terus seperti banteng terluka. Tiba-tiba Kwa Hong mengeluarkan suara melengking yang aneh dan ternyata kemudian bahwa suara ini adalah suara panggilan untuk Burung Rajawali Emas yang sejak tadi bertengger di cabang pohon besar yang tak jauh dari situ. Segulung sinar kuning emas meluncur turun dibarengi lengking yang seperti tadi keluar dari mulut Kwa Hong.

   "Tiauw-Heng (Kakak Rajawali), bantulah aku!"

   Seru Kwa Hong sambil memperhebat desakannya kepada Cia Hui Gan. Burung itu agaknya sudah hafal akan suara dan perintah Kwa Hong.

   Melihat bahwa nonanya itu bertempur melawan Gia Hui Gan, ia cepat menukik ke bawah menerjang Raja Pedang itu. Tiba-tiba Burung itu terbang membalik, berputaran di atas sambii memekik-mekik nyaring. Agaknya ia ragu-ragu dan bingung, kemudian ia menukik lagi dengan kedua kakinya bergerak-gerak menyerang. Cia Hui Gan memang sudah terdesak dan terkurung hebat, sekarang mendadak ia melihat gerakan kedua kaki Burung itu. Ia tidak dapat menangkis lagi dan... secara aneh sekali tahu-tahu pedang di tangannya sudah dicengkeram oleh Burung itu dan dibetot terlepas dari tangannya. Cia Hui Gan ia kenal, kemudian teringatlah ia bahwa gerakan itu mirip, bahkan tidak ada bedanya dengan gerakan Sian-Li-Teng-Liong (Bidadari Menunggang Naga), sebuah gerakan yang terahasia dari ilmu silatnya Sian-Li Kiam-Sut.

   "Kau... kau..."

   Serunya terheran-heran, akan tetapi ia tidak dapat melanjutkan kata-katanya karena pada saat itu tiga batang pedang sudah ambles memasuki tubuhnya. Cia Hui Gan tidak me-ngeluarkan suara lagi, roboh dan tewas di saat itu juga! Sungguh patut disesalkan nasib seorang Raja Pedang yang namanya sudah puluhan tahun gemilang dikagumi orang, ternyata sekarang harus mengorbankan nyawa gara-gara asmara yang telah menguasai hati puterinya!

   "Berikan Liong-Cu-Kiam itu kepadaku!"

   Bentak Song-Bun-Kwi sambil melotot kepada Kwa Hong yang sudah menerima pedang pusaka itu dari Burung Rajawalinya.

   "Tidak, harus kau berikan kepadaku!"

   Bentak Hek-Hwa Kui-Bo sambil menerjang maju hendak merampas Liong-Cu-Kiam yang amat diinginkan itu. Akan tetapi sekali menggerakkan kaki secara aneh usaha Hek-Hwa Kui-Bo untuk merampas pedang itu gagal dan ia hanya menangkap angin. Diam-diam nenek ini kaget sekali. Biarpun tadi dalam pengeroyokan atas diri Raja Pedang ia sudah mendapat kenyataan betapa lihainya wanita muda ini, namun tak pernah disangkanya akan demikian hebat sehingga serangannya merampas pedang dapat digagalkan hanya dengan menggerakkan kaki saja!

   "Kalian ini tua bangka tak tahu diri! Bukalah matamu baik-baik dan lihat kepada siapa kalian bicara! Kalau tidak ada aku dan Rajawali Emasku, mana bisa kalian mengalahkan Bu-Tek Kiam-Ong? Sekarang masih berlagak hendak merampas pedang? Lihat, yang di tangan kananku ini adalah Hoa-San Po-Kiam pedang pusaka Hoa-San-Pai yang menandakan bahwa aku adalah Ketua Hoa-San-Pai. Dan di tangan kiriku ini adalah Liong-Cu-Kiam yang menandakan bahwa aku lebih lihai daripada Bu-Tek Kiam-Ong dan tentu saja lebih lihai daripada kalian tua bangka. Mau pedang? Hi-hi-hi, kalau kalian sudah mengidam kuburan, boleh, majulah untuk kutebas batang leher kalian, seorang satu!"

   Ia meyodorkan kedua pedang itu ke depan sambil tersenyum-senyum penuh ejekan.

   Hek-Hwa Kui-Bo dan Song-Bun-Kwi saling pandang. Baru satu kali selama hidup mereka itu mereka menerima hinaan dan kekalahan dari seorang muda, yaitu dari Beng San. Dan sekarang ada seorang gadis muda lagi yang mengejek dari menantang mereka. Tanpa mengeluarkan suara, saling pandang ini cukup bagi dua orang tokoh itu bersepakat mencoba kepandaian mereka yang sebetulnya berpasangan itu kepada gadis aneh ini. Serentak keduanya bergerak menyerang Kwa Hong! Kwa Hong mengeluarkan suara ketawa sambil menangkis dengan sepasang pedangnya. Akan tetapi suara ketawanya tidak berlangsung lama karena ia segera menjadi repot sekali oleh pengeroyokan dua orang itu.

   Hek-Hwa Kui-Bo mainkan Ilmu Pedang Thai-Yang sedangkan Song-Bun-Kwi mainkan Yang-Sin Kiam-Sut dan mereka dapat bekerja sama secara baik sekali. Menghadapi pasangan ilmu pedang sakti ini, Kwa Hong segera terdesak hebat dan untung baginya ia sudah paham betul akan gerakan dan perubahan geseran kaki menurut gerakan Rajawali Emas, sehingga biarpun terdesak hebat ia masih dapat menyelamatkan diri secara aneh. Akhirnya ia melengking keras minta bantuan Rajawali. Rajawali Emas menyambar-nyambar di atas kepala dua orang itu Song-Bun-Kwi dan Hek-Hwa Kui-Bo tadi sudah menyaksikan ketika Rajawali itu merampas pedang dari tangan Cia Hui Gan, maka mereka kaget dan cepat meloncat dan menjatuhkan diri. Kesempatan ini dipergunakan Kwa Hong untuk meloncat ke atas punggung Burungnya, sambil tertawa-tawa berkata,

   "Aku tidak ada waktu untuk main-main dengan kalian dua orang tua bangka!"

   Cepat Burungnya terbang meninggalkan dua orang itu yang menyumpah-nyumpah saking mendongkol dan marahnya.

   "Ah, kenapa begini tolol? Aku harus menangkap Beng San keparat!"

   Tiba-tiba Song-Bun-Kwi teringat akan urusannya dan tanpa menoleh lagi kepada Hek-Hwa Kui-Bo ia berlari cepat mengejar ke arah larinya Beng San dan Li Cu tadi. Hek-Hwa Kui-Bo datang bersama Beng Kui. Memang ia dimintai tolong oleh orang muda itu setelah Beng Kui mendengar bahwa Beng San telah kehilangan ingatan dan kepandaiannya. Seperti telah dituturkan di bagian atas, antara Hek-Hwa Kui-Bo dan Beng Kui terdapat kerja sama lagi ketika mereka membantu pemberontak-pemberontak yang hendak menggulingkan kedudukan Kaisar pertama dari Kerajaan Beng. Kini Beng Kui berhasil dengan usahanya, yaitu menculik Beng San dan Li Cu.

   Akan tetapi, di belakang orang muda itu mengejar Song-Bun-Kwi dan mungkin juga Kwa Hong, siapa tahu? Sudah menjadi tugasnya untuk membantu Beng Kui, maka iapun lalu meninggalkan tempat itu dan menyusul Beng Kui karena ia tahu ke mana pemuda itu membawa pergi dua orang korbannya itu. Dalam kempitan Beng Kui, Beng San tak berdaya. Akan tetapi diam-diam ia memutar terus otaknya yang sejak pertempuran di Thai-San tadi mengalami guncangan-guncangan hebat. Banyak hal yang membingungkannya. Sekarang kakak kandungnya menangkap dia dan Isterinya. Apakah kesalahannya? Apa pula kesalahan Isterinya? Dan ke mana mereka berdua hendak dibawa? Hendak diapakan? Seingatnya, Isterinya adalah seorang yang memiliki ilmu silat tinggi, puteri dari Song-Bun-Kwi. Kenapa tadi Song-Bun-Kwi, teringat ia sekarang, tidak menolongnya dan menolong Isterinya?

   "Aku tidak peduli itu semua..."

   Akhirnya hatinya memutuskan karena kepalanya serasa pecah karena kepeningan ketika ia mencoba memecahkan semua rahasia itu.

   "Asal saja Bi Goat jangan diganggu"

   Ia merasa kuatir sekali kalau-kalau Isterinya diganggu orang. Kalau sampai terjadi demikian biarpun yang mengganggunya itu kakak kandungnya, biarpun dia sendiri tidak bisa silat, hemm... dia akan mencegahnya dan melawan mati-matian mempertaruhkan nyawanya sendiri.

   "Kui-Ko, kenapa kau menangkap kami Suami Isteri dan ke mana kau hendak membawa kami?"

   Beng San akhirnya bertanya. Akan tetapi yang ditanya tidak menjawab, melainkan berlari makin cepat lagi. Beng San mengulang-ulang pertanyaannya, namun Beng Kui tetap tidak menjawab sedangkan Li Cu tidak dapat bersuara karena jalan darah di lehernya telah tertotok. Semenjak Beng Kui gagal dalam rencana pemberontakannya dahulu, hatinya menjadi lebih sakit dan menaruh dendam kepada Beng San. Ia sudah mendengar betapa adik kandungnya itulah yang telah menggagalkan pencegatan terhadap Kaisar, malah ia mendengar betapa dengan kerja sama antara Beng San dan Li Cu, Ho-Hai Sam-Ong tewas pula dalam pertempuran.

   Semua ini ditambah lagi dengan kenyataan betapa gurunya sendiripun turun tangan di Kota Raja menghadapinya, maka ia menaruh sakit hati terhadap bekas gurunya, terhadap Li Cu dan terutama sekali terhadap Beng San. Inilah yang menyebabkan mengapa ia sengaja datang ke Thai-San bersama Hek-Hwa Kui-Bo ketika ia mendengar berita bahwa Beng San yang ia takuti itu telah kehilangan kepandaiannya dan menjadi orang gila. Sebagai seorang bekas pemberontak, tentu saja Beng Kui tidak dapat bebas. Ia menyembunyikan diri sambil menunggu saat baik, malah membuat tempat persembunyian tak jauh dari Puncak Thai-San. Di sebuah hutan ia telah mendirikan rumah besar dan ia mempunyai banyak kaki tangan yang masih setia kepadanya dan Beng Kui kalau berada di tempatnya ini menganggap diri sendiri seolah-olah telah menjadi seorang "raja kecil."

   Isterinya, puteri pangeran yang bertubuh lemah, tidak ia ajak dalam perantauan dan persembunyiannya ini, melainkan ia tinggalkan di tempat persembunyiannya dekat Kota Raja. Menjelang senja. Beng Kui memasuki sebuah hutan besar di kaki Gunung Thai-San sebelah utara. Hutan itu gelap dan amat liar, tak pernah didatangi manusia. Akan tetapi ternyata di tengah-tengah hutan besar itu terdapat sebuah rumah besar dikelilingi rumah-rumah agak kecil. Inilah "Perkampungan"

   Kecil yang dijadikan tempat persembunyian Beng Kui bersama pengikut-pengikutnya. Kedatangannya disambut oleh beberapa orang kaki tangannya. Beng Kui langsung memasuki rumahnya dan membanting tubuh Beng san ke atas lantai. Pemuda ini terbanting dan bergulingan dan terdengar beberapa orang anak buah Beng Kui tertawa mengejek.

   "Kui-Ko, di manakah ini? Rumah siapa dan apa yang hendak kau lakukan terhadap kami? Kau lepaskan Isteriku!"

   Beng San tidak pedulikan tubuhnya yang sakit-sakit lalu merangkak bangun. Andaikata Beng Kui tidak semarah itu, kiranya hal ini akan menimbulkan, keheranannya. Akan tetapi ia lupa bahwa tadi ia telah menotok jalan darah di tubuh Beng San yang membuat adiknya itu lumpuh.

   "Kau mau tahu apa yang hendak kulakukan? Ha-ha-ha, aku takkan membunuhmu sekarang! Kau harus melihat dulu apa yang akan kulakukan terhadap perempuan tak tahu malu ini!"

   Ia melempar Li Cu ke atas sebuah dipan diruangan itu. Gadis itu jatuh lemas dan tak dapat bergerak, hanya sepasang matanya yang memandang tajam penuh kemarahan dan kebencian, Beng Kui mengejar maju dan sekali tangannya bergerak ia telah membebaskan totokan pada leher gadis itu sehingga Li Cu dapat bicara kembali. Saking marahnya sampai gadis itu tidak mampu mengeluarkan perkataan apa-apa!

   "Kui-Ko, kau tahu bahwa aku tidak takut mati. Kau mau bunuh aku, boleh bunuh. Akan tetapi kau harus bebaskan Bi Goat, dia itu tidak mempunyai dosa apa-apa terhadap dirimu. Kalau kau benci kepadaku, kalau kau marah kepadaku, boleh kau perlakukan aku sesukamu, tapi jangan, ganggu Bi Goat!"

   Kembali Beng San memohon kepada kakaknya. Beng Kui tertawa mengejek,

   "Sudah kukatakan tadi, kau tidak kubunuh sekarang. Kau perlu hidup untuk menyaksikan betapa aku akan membuat wanita tak tahu malu ini sebagai barang permainanku. Ya, aku harus membalas, dia harus menjadi permainanku, ha-ha... dan di depan matamu, Beng San! Kalau aku sudah bosan, baru kurusak mukanya dan kubebaskan dia dan kaupun akan kulempar ke dalam jurang di belakang rumah. Sudah terlalu sering kau merusak rencanaku, sudah terlalu banyak kau menggagalkan usahaku."

   Ia ketawa lagi dan berpaling kepada beberapa orang anak buahnya yang berada di situ, berdiri seperti patung.

   "Sediakan hidangan untukku!"

   Orang-orang itu memberi hormat sambil berlutut lalu mengundurkan diri. Beng Kui tertawa lagi.

   "Lihat Beng San, lihat baik-baik. Biarpun kau sudah menggagalkan semua rencanaku, namun aku tetap dapat hidup sebagai Raja. Dan kau akan kujadikan anjing, manusia bukan binatangpun bukan, hidup tidak matipun belum. Dan dia... ha-ha, perempuan yang mencintamu ini yang melempar aku memilih kau, dia akan melihat bahwa aku jauh lebih berharga daripadamu."

   Beng San sukar menangkap arti semua ucapan itu, ia berusaha mengingat-ingat dan memeras otaknya maka ia berdiri bengong seperti patung batu. Adapun Li Cu saking marahnya sampai seperti gagu tak dapat bicara, hanya pancaran matanya yang berapi-api seperti hendak membakar tubuh Beng Kui dengan api kebencian yang berkobar-kobar.

   Akan tetapi di samping kebencian dan kemarahannya ini, diam-dian Li Cu menjadi terheran-heran. Belum pernah ia melihat Suhengnya itu seperti sekarang ini. Alangkah jauh bedanya dengan dahulu. Makin memuncak herannya ketika hidangan yang mewah disediakan di atas meja. Beng Kui makan minum seorang diri dengan sikap berlebihan. Orang-orang yang melayaninya kelihatan amat menghormat seakan-akan melayani seorang Kaisar saja. Dilihat keadaannya sekarang dan dibandingkan dengan dahulu, agaknya lebih pantas kalau dikatakan bahwa Beng Kui telah berubah pikirannya atau tidak waras lagi pikirannya. Setelah selesai makan, Beng Kui melemparkan beberapa potong tulang kepada Beng San sambil tertawa dan berkata,

   "He, anjing... nih kuberi tulang, makanlah! Ha-ha-ha!"

   Beng San berdiri tak bergerak, hanya memandang kepada kakak kandungnya yang seperti orang gila itu.

   "Kui-Ko ingatlah... kenapa kau menjadi begini...? kau seperti orang gila..."

   "Keparat!"

   Tubuh Beng Kui bergerak tangannya kiri kanan menampar dan "Plak-plak-plak!"

   Muka Beng San sudah dihujani tamparan yang keras sehingga Beng San terhuyung-huyung dan kedua pipinya menjadi merah.

   "Bersihkan meja dan tinggalkan kami. Tutup pintu depan, jaga baik-baik!"

   Beng Kui memberi perintah kepada orang-orangnya yang dengan sigap lalu mengerjakan perintah orang muda itu. Tak lama kemudian mereka bertiga sudah ditinggalkan pergi oleh para pelayan. Beng San masih berdiri tegak, bekas tamparan kakaknya masih tampak di kedua pipinya. Setelah semua pelayan pergi, Beng Kui mencabut pedang Liong-Cu-Kiam dari pinggangnya, lalu menghampiri Beng San yang berdiri dengan sikap tegak, sama sekali tidak kelihatan takut. Kiranya biarpun kehllangan ingatan dan kepandaian, namun Beng San tidak pernah kehilangan keberanian dan ketabahannya.

   "Hemm, kau hendak bunuh aku, Kui-Ko? Mau bunuh boleh bunuh, aku tidak takut. Akan tetapi jangan sekali-kali kau mengganggu Isteriku. Dia... tidak berdosa, kenapa kau menawannya? Lekas kau bebaskan dia!"

   "Beng San keparat, hayo kau lekas berlutut! Hayo!"

   Akan tetapi Beng San berdiri tegak dan memandang dengan matanya yang kini bersinar tenang dan bodoh. Teringat ia akan segala pelajaran filsafatnya dan ia menjawab,

   "Kui-Ko, aku hanya dapat berlutut kepada Tuhan, kepada nenek moyang, kepada Ayah Bunda, kepada guru, kepada pemimpin dan kepada orang yang telah kuperlakukan dengan keliru sehingga aku patut minta ampun kepadanya. Padamu aku tidak salah apa-apa, kenapa harus berlutut!"

   "Keparat!"

   Kaki Beng Kui bergerak dan lutut Beng San keduanya telah kena ditendang dengan cepat. Beng San tak dapat mempertahankan diri lagi dan jatuh berlutut. Beng Kui tertawa bergelak-gelak,

   "Ha-ha-ha, akhirnya kau berlutut juga di depanku. Hemm, kau mengaku adik kandungku, akan tetapi semenjak pertemuan kita kau selalu menjadi perintang, selalu menjadi penghalang dan selalu menjadi pengacau hidupku! Sudah sepatutnya kalau kau kubunuh!"

   "Beng Kui, kau ini manusia apakah? Cih, tak tahu malu, curang, dan benar-benar pengecut besar! Kau berani bertingkah setelah melihat Beng San kehilangan ingatannya. Coba kalau dia masih seperti biasa, aku berani bertaruh kau akan lari tunggang-langgang kalau bertemu dengan dia! Huh, muak perutku melihat mukamu!"

   Ucapan ini keluar dari mulut Li Cu yang marah bukan main menyaksikan betapa Beng Kui memperlakukan Beng San seperti itu. Pucat muka Beng Kui mendengar cacian yang luar biasa menghinanya ini. Selama hidupnya belum pernah Li Cu berani bicara seperti ini kepadanya, kepada dia yang menjadi kakak seperguruannya, juga menjadi bekas tunangan! Benar-benar penghinaan yang melampaui batas. Sekali melompat ia telah berada di pinggir dipan, memandang kepada Li Cu yang rebah miring di atas dipan karena masih tertotok, namun sepasang matanya memandang tajam penuh kebencian.

   "Kau berani menghinaku? Apa kau kira akupun tak dapat mempermainkan dan menghinamu?"

   Pedangnya berkelebat dan "Brettt"

   Robeklah baju Li Cu. Baju luar berwarna merah itu robek lebar sekali sehingga tampak baju dalamnya yang berwarna merah muda, Beng Kui tertawa terbahak-bahak sedangkan Li Cu menjadi pucat sekail, tak berani mengeluarkan kata-kata lagi saking ngerinya melihat perbuatan bekas Suhengnya yang seperti kemasukan iblis itu,

   "Kui-Ko, jangan kau ganggu Isteriku!"

   Beng San lari menghampiri dan mengangkat tangan hendak mencegah kakaknya bertindak lebih jauh. Akan tetapi sambil membalikkan tubuh Beng Kui menendang lagi dengan kerasnya sehingga tubuh Beng San terlempar dan terbanting pada dinding. Namun Beng San sudah nekat. Ia bangun lagi, menghampiri dan berseru.

   "Tak boleh kau menghina Isteriku... Tak boleh..."

   Sekali lagi ia terjungkal karena tendangan Beng kui pada perutnya. Kali ini agak sukar Beng San untuk bangkit. Tendangan itu membuat napasnya menjadi sesak. Akan tetapi sambil merangkak mendekati kakaknya lagi dan merangkul kedua kakinya

   "Kui-Ko, jangan...jangan kau menggangu isterku..., bunuhlah aku kalau kau kehendaki, tapi bebaskan dia..."

   Beng Kui menjadi gemas sekali, Pedang di tangannya berkelebat ke arah Beng San. Li Cu menjerit dan... rambut di kepala Beng San terbabat putus. Li Cu terisak-isak saking kuatirnya, akan tetapi Beng San sama sekali tidak kelihatan gentar biarpun tadi pedang itu hampir saja membabat putus batang lehernya.

   "Kui-Ko, sekali lagi kuminta, jangan kau ganggu Isteriku."

   "Bangsat, kalau aku mengganggunya kau mau apa? Hayo kau mau apa? Beng Kui menantang.

   "Biarpun aku tidak pandai silat, aku akan melawanmu!"

   Kata Beng San sambil berusaha untuk berdiri.

   "Ha-ha-ha-ha, kau hendak melawan? Nah, terimalah bacokan ini!"

   Pedang di tangannya berkelebat dan kini benar-benar melayang ke arah batang leher Beng San dengan cepat dan kuat.

   "Beng San...!!"

   Li Cu menjerit lagi dengan sekuat tenaga dan ia hampir pingsan melihat pedang itu menyambar leher kekasihnya. Beng San terjungkal dan tak bergerak. Akan tetapi lehernya tidak putus dan tidak ada setetespun darah keluar. Kiranya tadi Beng Kui hanya menakut-nakuti saja dan membalik pedangnya sehingga punggung pedangnya yang menghantam belakang kepala Beng San, bukan mata pedangnya. Pukulan ini keras sekali dan Beng San tersungkur, tak mampu bangun kembali. Ia merasa seperti melayang-layang dari tempat yang amat tinggi penuh bintang beraneka warna beterbangan di sekelilingnya.

   Ia jatuh terus ke bawah, makin lama makin cepat. Mula-mula melalui ruangan yang putih seperti salju, lalu ruangan merah seperti darah, Kemudian setelah melalui beberapa ruangan yang beraneka warna ia tidak melihat apa-apa lagi. Hanya perasaannya masih menyatakan bahwa ia terus melayang-layang ke bawah. Telinganya mendengar suara yang mengerikan, mengiang-ngiang dan mendengung-dengung, kadang-kadang rendah, lalu disusul suara ketawa terbahak-bahak yang bergema di sekelilingnya, disusul suara tangis yang memilukan! Apakah aku sudah mati? Di mana aku berada? Bukan aku yang mati, melainkan Bi Goat! Ah, Bi Goat sudah mati dan ia mengunjungi kuburannya. Bi Goat Isterinya yang tercinta, telah mati. Apakah aku juga sudah menyusulnya dan sekarang terseret?

   "Bi Goat... Bi Goat..."

   Ia mencoba untuk memanggil, namun tidak terdengar suaranya.

   "Beng San...!!"

   
Rajawali Emas Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Teriakan ini seperti terdengar dari tempat yang amat jauh dan Beng San merasa seakan-akan ia berhenti melayang. Tahu-tahu ia merasa telah berada di atas bumi. Mimpikah aku? Siapa yang memanggilku tadi? Apakah Bi Goat? Ia merasa kini bahwa tubuhnya sedang rebah tertelungkup. Ah, tentu ia mimpi, tapi...

   "Beng San...!!"

   Makin keras panggilan ini, suara wanita dan jerit itu menyayat hati benar. Ia membuka mata. Benar saja, ia sedang rebah tertelungkup. Akan tetapi mengapa di atas lantai? Kedua kakinya sakit dan lehernya juga sakit. Ia menoleh ke atas. Apa yang dilihatnya membuat ia bengong dan terbelalak. Gilakah dia? Kenapa dia melihat semua ini? Ia melihat Beng Kui kakaknya dan Li Cu yang tidak dapat bergerak di atas dipan dan Beng Kui yang berdiri di dekat dipan sambil tertawa-tawa.

   "Beng San...!!"

   Kembali Li Cu memekik dan kembali Beng Kui tertawa,

   "Ha-ha-ha, kau boleh seribu kali memanggilnya. Dia tak dapat bangun lagi, anjlng lemah itu. Ha-ha, Li Cu, benar-benar aku masih hampir tak dapat percaya kalau kau dapat jatuh cinta kepada orang gila!"

   "Beng Kui, kenapa kau begini kejam? Apakah kau hendak membunuh adik kandungmu sendiri? Apakah kesalahannya? Kalau begitu, kau bunuh aku juga, Beng kui."

   "Tidak, kau takkan kubunuh. Sayang kecantikanmu. Aku masih cinta kepadamu, Li Cu. Dan kau, mau tidak mau, harus menemaniku di dalam hutan ini."

   "Tidak! Aku lebih baik mati! Beng Kui ingatlah. Aku... aku hanya cinta kepada Beng San. Aku mau mati atau tidak bersama dia. Kalau kau sudah membunuhnya, kau bunuhlah aku. Kalau kau lakukan itu, aku bersumpah takkan menaruh dendam kepadamu. Bunuhlah aku."

   Li Cu terisak-isak menangis.

   "Benar-benar aneh kau ini, Li Cu. Beng San sudah gila, dia selain gila juga menjadi orang lemah. Kau dianggapnya Isterinya yang bernama Bi Goat, yang sudah mati. Terang bahwa ia tidak mencintamu sebagai Li Cu, melainkan mencintamu sebagai Bi Goat. Kenapa kau bisa membalas cinta kasih orang gila macam itu? Aku belum membunuhnya, Li Cu. Akan tetapi, kalau kau dengan suka rela mau menjadi Isteriku, aku akan bebaskan dia. Sebaliknya, kalau kau tetap keras kepala, aku akan membunuhnya setelah menyiksanya seperti anjing gila, dan kau tetap akan kujadikan Isteriku!"

   Sepasang mata Li Cu terbelalak lebar dan kemarahahnya tak dapat ditahannya lagi.

   "Keparat, kau! Iblis kau! Tuhan akan mengutukmu, jahanam!"

   "Ha-ha-ha, kau hendak mengamuk lagi? Ha-ha, Li Cu, mati hidupmu di tanganku, tahu?"

   "Aku tidak takut! Kau iblis bermuka manusia. Terkutuklah kau!"

   "Ha-ha-ha, makin manis saja kalau kau marah-marah."

   Pedangnya bergerak perlahan dan "Brettt!"

   Sekarang pakaian dalam yang menempel di tubuh Li Cu robek pula oleh ujung pedang. Li Cu menjerit ngeri dan menutupkan matanya yang penuh air mata. Akan tetapi apa dayanya? Tubuhnya tak mampu bergerak.

   Tiba-tiba tubuh Beng Kui terlempar ke belakang, menimpa meja yang tadi ia pakai makan minum sampai meja itu patah-patah kakinya! Kaget bukan main Beng Kui yang tadi merasa seakan-akan tubuhnya bisa terbang melayang begitu saja. Cepat ia meloncat bangun sambil mempersiapkan pedang yang masih terpegang olehnya. Ketika ia membalikkan tubuh memandang, matanya terbelalak lebar seakan-akan hendak meloncat keluar dari tempatnya. Ia melihat Beng San sudah berdiri di depannya dengan sepasang mata yang bersinar-sinar penuh api kemarahan, dan sepasang mata itu sekarang bercahaya ganjil dan menyeramkan seperti dahulu! Ia masih belum mau percaya kalau, Beng San yang tadi melemparkannya. Tak mungkin! Bukankah tadi setelah ia hantam belakang kepala Beng San dengan punggung pedangnya, adiknya itu roboh dan pingsan?

   Tentu saja manusia yang sudah mabok kemenangan dan mabok pangkat ini tidak sadar bahwa di dunia ini kekuasaan manusia sama sekali tidak ada artinya kalau dibandingkan dengan kekuasaan Tuhan. Manusia yang merasa dirinya menang, yang merasa dirinya kuat sendiri, yang merasa dirinya benar sendiri, menyatakan bahwa manusia seperti ini adalah manusia yang berjiwa rendah. Atau setidaknya, pada saat itu hati nuraninya dikuasai oleh iblis. Segala kemenangan, kekuatan dan kebenaran seluruhnya terletak di tangan Tuhan Yang Maha Kuasa. Merupakan rahmat-Nya bagi manusia. Oleh karena itu, segala rahmat dari Tuhan harus dipersembahkan kemudian kepada-Nya dengan jalan mengakui dengan segala kerendahan hati bahwasanya kesemuanya itu datang dari pada-Nya.

   Pengakuan yang tulus akan hal ini akan menjauhkan manusia dari mabok kemenangan serta kekuasaan. Pada saat punggung pedang di tangan Beng Kui tadi menghantam belakang kepala Beng San, Tuhan memperlihatkan kekuasaan-Nya. Hantaman itu tepat mengenai jalan darah yang menjurus ke kepala, menggetarkan urat saraf di kepala Beng San yang terganggu ketika dia dahulu terpukul oleh kedukaan karena kematian Isterinya. Bagaikan air yang mengalir kembali setelah bendungannya dibuka, ingatan Beng San kembali perlahan-lahan dan semua ini ditambah oleh pendengarannya ketika Beng Kui dan Li Cu berdebat. Terbukalah semua ingatan dan pengertiannya dan sekaligus membuat ia marah bukan main. Baiknya ia dapat cepat sadar kembali dan dapat mencegah sebelum Beng Kui melakukan perbuatan yang lebih biadab lagi.

   "Beng San...!"

   Li Cu berseru lirih, namun di dalam seruan lirih ini terkandung jerit yang memecahkan kesunyian angkasa, penuh kekagetan, penuh keheranan, penuh gairah dan harapan. Beng San melirik ke arah Li Cu, akan tetapi cepat-cepat ia membuang muka ketika melihat keadaan nona itu yang tubuhnya bagian atas tidak tertutup lagi baik-baik karena bajunya yang koyak-koyak lebar itu. Tanpa banyak cakap ia lalu meloloskan bajunya sendiri dan melemparkan bajunya ini di atas tubuh Li Cu yang tidak tertutup. Barulah ia berani berpaling. Mereka berpandangan sejenak, keduanya dengan mata berlinang air mata. Beng San sudah tahu semua ketika tadi ia mendengar percakapan antara Li Cu dan Beng Kui.

   (Lanjut ke Jilid 10)

   Rajawali Emas (Seri ke 02 - Serial Raja Pedang)

   Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 10

   "Nona, biarlah kubebaskan kau dari totokan..."

   "Beng San, awas!"

   Teriak Li Cu. Beng San dengan tenang tapi cepat menggeser kakinya dan tangannya bergerak ke kiri Pedang Liong-Cu-Kiam menyambar lewat di pinggir kepalanya.

   "Beng Kui, kau benar-benar tak tahu diri..."

   Ia mencela sambil melompat ke tengah ruangan, terpaksa belum dapat membuka totokan atas diri Li Cu. Namun kemarahan Beng Kui sudah memuncak. Sepasang matanya menjadi merah dan berputar-putar liar.

   "Kau orang gila banyak tingkah... mampuslah!"

   Bentaknya dan pedangnya kembali menyambar-nyambar. Banyak orang bilang bahwa orang gila menganggap diri sendiri waras dan menganggap orang waras sebagai orang gila. Kiranya keadaan Beng Kui cocok dengan pendapat ini. Dia memaki gila akan tetapi dia sendirilah yang mengamuk seperti orang gila. Pedangnya mengeluarkan suara dan berubah menjadi segulung sinar panjang yang melayang-layang dan menyambar-nyambar hebat ke arah Beng San. Namun, sekaligus Beng San sudah mendapatkan kembali semua kepandaiannya yang memang tak pernah hilang, hanya "Terlupa"

   Oleh ingatannya. Secara otomatis kakinya bergerak-gerak dan semua serangan pedang itu dapat ia hindarkan dengan amat mudahnya.

   "Beng Kui, kau orang tua yang tidak mau dihormati adiknya. Sekali lagi sekarang aku beri kesempatan kepadamu untuk pergi dari sini dengan aman. Pergilah tapi tinggalkan Liong-Cu-Kiam."

   "Jangan banyak cakap!"

   Beng Kui malah memaki dan pedangnya terus menyerang. Tiga kali Beng San minta kepada kakaknya untuk pergi dengan aman, namun jawabannya selalu serangan maut yang ditujukan kepadanya secara nekat.

   "Kau memang keras kepala!"

   Seru Beng San kemudian. Pada saat itu pedang di tangan Beng Kui menusuk dadanya. Beng San tiba-tiba menggunakan gerakan merendahkan tubuh, kemudian dari bawah tangannya bergerak ke atas, yang kanan merampas gagang pedang yang kiri memukul dengan pukulan Pek-In Hoat-Sut. Hawa pukulan yang mengandung uap putih itu melumpuhkan seluruh tenaga Beng Kui dan dengan mudah pedang di tangannya berpindah tempat! Ia masih hendak menerjang dengan tangan kosong, namun kaki kiri Beng San menendangnya sehingga ia tepental keluar ruangan itu dan bergulingan sampai jauh. Beberapa orang anak buah Beng Kui menyerbu ke dalam.

   "Pergilah kalian!"

   Seruan Beng San ini demikian berpengaruh, apalagi disertai dorongan tangan kiri ke depan yang membuat tiga orang sekaligus terjengkang tanpa tersentuh tubuhnya, sehingga merekat semua menjadi kaget dan jerih. Pada saat itu, terdengar hiruk pikuk di luar dan terdengar suara banyak orang berlari-lari pergi meninggalkan tempat itu, seakan-akan takut menghadapi sesuatu yang hebat.

   "Song-Bun-Kwi setan tua jangan ganggu orang-orang ini! Nona Kwa Hong, orang-orang ini adalah teman-teman Tan Beng Kui-Enghiong, jangan ganggu!"

   Terdengar suara Hek-Hwa Kui-Bo. Beng San terheran-heran dan hanya berdiri di tengah ruangan itu, pedang Liong-Cu-Kiam di tangan celananya robek-robek dibagian yang ditendang Beng Kui tadi, sedangkan tubuhnya bagian atas telanjang karena bajunya tadi ia lemparkan kepada Li Cu. Ia kelihatan seperti seorang Bajak sungai! Berturut-turut mereka meloncat masuk. Mula-mula Song-Bun-Kwi, disusul Kwa Hong dan kemudian sekali Hek-Hwa Kui-Bo. Tiga orang itu begitu memasuki ruangan berdiri tertegun seperti melihat setan di tengah hari! Adapun Beng San begitu, melihat Song-Bun-Kwi, segera menjura dengan hormat dan berkata,

   "Gak-hu (Ayah Mertua)..."

   Song-Bun-Kwi masih mengira bahwa Beng San kehilangan kepandaiannya, maka ia membentak,

   "Aku bukan Ayah mertuamu! Keparat, kau pembunuh anakku Bi Goat dan karenanya sekarang akan kupatahkan batang lehermu!"

   Ia menerjang ke depan. Tapi sinar hijau menyambar dan menghalangi gerakan kakek ini. Sinar itu tidak lain adalah panah-panah hijau dari Kwa Hong.

   "Perlahan dulu Song-Bun-Kwi!"

   Memang Kwa Hong tidak ingin melihat Beng San terbunuh oleh orang lain. Mati atau hidupnya Beng San dialah sendiri yang berhak memutuskan pikirnya.

   "Hong-moi kau juga di sini?"

   Tegur Beng San dengan suara halus. Kwa Hong seketika menjadi pucat, apalagi ketika melihat pedang Liong-Cu-Kiam di tangan pemuda itu.

   "Kau...sudah ingatkah...?"

   "Bangsat, kau sudah membunuh anak perempuanku. Kalau kau sudah ingat, tentu kau takkan mungkir lagi!"

   Song-Bun-Kwi membentak sambil melangkah maju. Beng San tersenyum sedih,

   "Gak-hu, aku amat mencinta Bi Goat. Bagaimana aku dapat membunuhnya? Bi Goat meninggal karena berduka dan marah yang ditimbulkan oleh Hong-moi. Memang aku lama meninggalkan Bi Goat, akan tetapi hal itu adalah karena aku merasa amat berduka dan menyesal serta malu karena perbuatanku bersama Kwa Hong dahulu. Kemudian aku membantu orang-orang gagah melindungi Kaisar dari pengkhianatan beberapa orang, maka pulangku terlambat. Aku menyesal sekali, Gak-hu, tapi sesungguhnya bukan aku yang menyebabkan kematian Isteriku. Dia tahu bahwa aku mencintanya. Tapi Tuhan lebih kuasa dari segala di dunia ini..."

   Beng San nampak sangat berduka.

   "Keparat, kau bisa saja memutar omongan. Isteri melahirkan anak sampai mati tapi kau sebagai Suami tidak menjaganya!"

   "Ah, Gak-hu. Memang aku merasa berdosa besar. Sekarang di manakah anakku itu, Gak-hu? Biarlah aku akan merawatnya penuh kasih sayang, sebagai pengganti Bi Goat dan..."

   "Tutup mulut! Kau laki-laki mata keranjang, kau laki-laki hina-dina, kau... kau sudah main gila dengan perempuan lain. Hemmm hendak menyangkal, kau?"

   Kakek ini menudingkan telunjuknya ke arah Li Cu yang masih rebah terselimut baju luar Beng San, rebah miring tak bergerak di atas dipan! Semua mata memandang dan Hek-Hwa Kui-Bo mengeluarkan suara ketawa genit penuh arti ketika melihat baju Beng San menyelimuti tubuh Li Cu. Wajah Li Cu sebentar pucat sebentar merah sekali. Namun Beng San tetap tenang.

   "Aku tidak main gila dengan siapapun juga. Mungkin karena kehilangan ingatan aku menjadi seperti gila dan syukurlah... berkat pertolongan Nona Cia yang berbudi mulia sampai sekarang aku masih terlindung. Gak-hu, kau berikanlah puteraku."

   "Putera apa? Pedang inilah yang akan menghabisi nyawamu!"

   "Nanti dulu, Song-Bun-Kwi. Akupun hendak bicara dengan Beng San!"

   Kwa Hong menghadang di depan dan terpaksa Song-Bun-Kwi menunda penyerangannya Kwa Hong kini menghadapi Beng San. Orang muda itu menjadi agak pucat. Baginya jauh lebih berat menghadapi Kwa Hong daripada menghadapi musuh yang manapun juga.

   "Adik Hong, apakah selama ini kau baik-baik saja?"

   Tanyanya, suaranya halus sewajarnya karena di lubuk hatinya orang muda ini benar-benar merasa kasihan sekali kepada gadis itu. Tersedu kerongkongan Kwa Hong mendengar pertanyaan yang halus ini. Akan tetapi ia segera menjawab,

   "Baik-baik saja, San-Ko, aku sengaja mencarimu dan syukurlah kalau kau sudah sembuh kembali. Marilah kau ikut dengan aku, San-Ko. Mari kita pelihara anak kita baik-baik. Tentang musuh-musuhmu ini, jangan kuatir, San-Ko, Hong-moimu ini sanggup membunuh mereka seperti orang membunuh anjing!"

   Setelah berkata demikian, Kwa Hong tertawa, suara ketawanya melengking menyeramkan sekali. Ucapan terakhir dan suara ketawa Kwa Hong itu menusuk jantung Beng San, karena ia maklum bahwa Kwa Hong sekarang sudah bukan Kwa Hong yang dulu lagi. Wajahnya jelas membayangkan watak yang sombong, kejam, dan tidak wajar.

   "Hong-moi, kau tahu bahwa tak mungkin aku memenuhi permintaanmu ini. Kau dan aku telah melakukan perbuatan terkutuk, itu memang benar. Akan tetapi hal itu terjadi di luar kesadaran kita, Hong-moi. Tentang anak itu kau sendiri hendak mendidiknya syukurlah. Kalau kau keberatan, boleh kau berikan kepadaku karena juga menjadi tanggung jawabku."

   "Kau... kau...! Kwa Hong tak dapat melanjutkan kata-katanya karena ia sudah menangis terisak-isak. Hatinya sedih bukan kepalang. tadinya ia mengharapkan akan dapat membawa Beng San dengan secara paksa karena Beng San sudah kehilangan kepandaiannya dan ia sanggup merampas Beng San dari tangan siapapun juga. Akan tetapi sekarang Beng San kelihatannya sudah sembuh kembali, bagaimana mungkin?

   "Beng San, katakan di mana adanya Beng Kui? Pedangnya kau pegang, kau apakan dia?"

   "Dia sudah pergi..."

   Jawab Beng San acuh tak acuh, kemudian ia menoleh ke arah Li Cu dan berkata "Nona Cia, agaknya lebih baik kita segera pergi dari tempat ini. Tapi aku harus membebaskan kau dari totokan lebih dulu..."

   Ia melangkah maju, tapi sebelum ia sempat meyembuhkan Li Cu, tiga bayangan orang berkelebat dan angin-angin pukulan dahsyat, datang menyambar dari tiga jurusan disusul berkelebatnya senjata-senjata tajam! Beng san maklum bahwa tiga orang sakti itu "sudah turun tangan."

   Ia menarik napas panjang dengan sedih, akan tetapi tubuhnya bergerak didahului sinar pedang Liong-Cu-Kiam tangannya. Tiga orang itu menyerang dengan sungguh-sungguh, mengerahkan seluruh kepandaian mereka. Namun Beng San sekarang memegang Liong-Cu-Kiam panjang. Kalau ia boleh diumpamakan seekor Harimau, sekarang Harimau itu tumbuh sayap dan pandai terbang.

   Memang ilmu silatnya yang paling hebat adalah ilmu Im-Yang Sin Kiam-Sut, sekarang ilmu pedang ini dimainkan dengan sebatang pedang seperti Liong-Cu-Kiam yang panjang, sudah tentu hebatnya bukan kepalang. Tiga orang itu, biarpun masing-masing memiliki kepandaian luar biasa, namun menghadapi Beng San mereka tak dapat berdaya banyak, seakan-akan menghadapi benteng baja yang tidak saja sukar tembus, malah dari dalam benteng menyambar ujung-ujung pedang runcing dan ampuh, setiap saat mengancam nyawa mereka. Beng San bukanlah orang yang suka membunuh orang. Sebetulnya dia menpunyai watak yang pantang membunuh orang. Apalagi sekarang yang ia hadapi adalah orang-orang yang sedikit banyak sudah ada hubungan dengannya, yang sudah dikenalnya baik. Tak mungkin ia mau membunuh mereka.

   Kelihaiannya bermain pedang memungkinkannya menggoreskan luka ringan pada pundak Hek-Hwa Kui-Bo dan Song-Bun-Kwi. Dua orang tua ini menjadi malu dan jerih. Sambil mengeluh mereka berturut-turut lalu melompat pergi meninggalkan tempat itu. Kwa Hong yang seorang diri menghadapi Beng San, tadinya menjadi nekat. Pedang Hoa-San Po-Kiam di tangan kiri sedangkan di tangan kanannya memegang pedang Liong-Cu-Kiam yang pendek. Permainan pedangnya hebat dan liar, dahsyat bukan main sehingga diam-diam Beng San terkejut juga. Namun ilmu pedang itu dimainkan dengan cara yang masih mentah. Lebih-lebih terhadap Kwa Hong, Beng San, sama sekali tidak mau melukainya. Setelah ia menindih pedang Hoa-San Po-Kiam dengan pedangnya sendiri, tangan bergerak mencengkeram ke depan dan di lain saat pedang Liong-Cu-Kiam yang pendek telah berpindah ke tangan kirinya.

   "Kembalikan pedang itu!"

   Teriak Kwa Hong sambil menangis.

   "Yang ini bukan pedangmu, Hong-moi. Tak boleh kau merampasnya,"

   Jawab Beng San. Dengan pekik panjang Kwa Hong memanggil Burungnya.

   Terdengar suara genteng hancur berantakan, langit-langit di atas ruangan itu tiba-tiba menjadi rusak dan berlubang besar di mana menerobos masuk seekor Burung Rajawali Emas. Beng San pernah melihat Burung ini dan kembali ia menjadi kagum bukan main. Kwa Hong terisak lalu meloncat ke punggung Burung, kemudian Burung itu terbang menerobos melalui pintu depan dan sebentar saja menghilang dari situ. Sampai beberapa lama Beng San berdiri bengong. Pedang Liong-Cu-Kiam berada di kedua tangannya. Kemudian ia membalikkan tubuh menghampiri Li Cu yang masih rebah tak bergerak dan tadi menonton semua itu dengan hati terharu. Ternyata bahwa pengorbanannya terhadap diri Beng San tidak sia-sia. Buktinya baru saja sembuh Beng San lagi-lagi telah melindungi dan membebaskannya dari ancaman bahaya maut.

   "Nona Cia, maafkan kelancanganku!"

   Kata Beng San. Tangannya bergerak cepat menotok dua jalan darah di tubuh Li Cu, lalu mengurut punggungnya sebentar. Setelah itu ia membalikkan tubuh dan berkata,

   "Nona, setelah kau dapat bergerak, harap bajuku itu kau pakai dulu."

   Li Cu menjadi merah mukanya. Ia bergerak perlahan, tubuhnya masih sakit semua rasanya. Ketika ia bangun, baju yang menyelimuti tubuhnya itu jatuh dan cepat-cepat ia menutupi dadanya. Akan tetapi usahanya Ini sebetulnya tak perlu karena Beng San berdiri membelakanginya. Karena terpaksa dan tak mungkin hanya memakai bajunya yang sudah dikoyak-koyak pedang Beng Kui tadi, ia mengenakan baju Beng San yang terlalu besar itu. Setelah selesai, ia berkata,

   "Kenapa... kau tidak membunuh mereka?,"

   "Membunuh siapa?"

   Tanya Beng San tanpa menoleh.

   "Beng Kui jahanam itu..."

   "Dia itu jelek-jelek kakak kandungku, bagaimana aku tega membunuhnya?"

   Jawab Beng San cepat.

   "Hek-Hwa Kui-Bo yang pernah melukaiku dengan racun dan hampir membunuhku..."

   Desak pula Li Cu yang merasa penasaran mengapa semua orang yang jahat itu dibiarkan pergi oleh Beng San.

   "Dia itu dahulu pernah menurunkan ilmu silat kepadaku, secara tidak resmi dia adalah guruku pula. Bagaimana aku dapat membunuhnya? Dan pula, Nona, bukankah kau selamat terhindar dari racunnya itu?"

   Jantung Beng San berdebar ketika ia teringat cara ia menolong gadis itu dari pengaruh racun di paru-parunya!

   Di belakangnya, wajah Li Cu juga tiba-tiba menjadi merah. Gadis ini merasa heran bukan kepalang. Hampir dua tahun ia merawat Beng San, otomatis ia sudah merasa menjadi Isteri Beng San biarpun hanya dalam sebutan. Akan tetapi kenapa sekarang ia menjadi begini canggung, sungkan dan malu-malu kepada Beng San? Diam-diam rasa kuatir dan gelisah menggerogoti hatinya. Beng San yang kehilangan ingatannya, mau saja hidup di sampingnya, malah menganggap dia sebagai Isterinya yang bernama Bi Goat. Akan tetapi setelah sekarang sadar dan mendapatkan kembali ingatannya, apakah masih mau hidup seperti itu? Apakah ini bukan berarti saat perpisahan?

   "Kwa Hong itu... kenapa tidak kau bunuh...?"

   Ia berusaha menekan hatinya dengan melanjutkan pertanyaan ini.

   "Tak mungkin, Nona. Dia itu... secara tidak sadar... telah menjadi ibu anakku... perbuatan terkutuk di luar kesadaran kami berdua... dia sudah amat menderita... karena aku, mana bisa aku membunuhnya? Biarpun dia akan membunuhku, agaknya aku tetap akan mengalah..."

   "Hemm..."

   Suara Li Cu terdengar kaku dan kalau Beng San melihat sinar matanya ia akan tahu-bahwa gadis itu marah! "Dan Song-Bun-Kwi,...?"

   "Apalagi dia. Dia itu Ayah mertuaku, sama juga dengan Ayahku. Mana boleh aku membunuh Ayah Bi Goat?"

   Sudah jelas! Beng San sekarang sudah kembali ingatannya. Beng San yang terlalu mencinta Isterinya, Bi Goat. Sampai-sampai mengorbankan Kwa Hong. Mana sudi hidup bersama dia? Teringat akan ini, tak tertahankan lagi Li Cu terisak menangis. Beng San cepat membalikkan tubuh.

   "Eh, kenapa kau menangis, Nona?"

   Suara ini mengandung penuh perhatian sehingga tangis Li Cu makin menghebat. Beng San sampai menjadi bingung, lalu menyerahkan pedang Liong-Cu-Kiam pendek.

   "Ini... ini pedangmu... jangan kau menangis..."

   Li Cu menerima pedang tanpa berkata apa-apa.

   "Nona Cia, setelah semua pertanyaanmu kujawab, kenapa kau menangis?"

   Beng San bertanya, matanya yang tajam memandang penuh selidik. Li Cu yang sekarang menjadi gugup. Tentu saja ia tidak sudi menyatakan isi hatinya. Ia mencari alasan dan pada saat itu ia teringat akan Ayahnya. Wajahnya menjadi pucat dan serentak ia meloncat sampai Beng San menjadi kaget.

   "Celaka! Ayahku...! Mereka tadi mengeroyoknya... tak mungkin bisa sampai ke sini kalau tidak... ah, Ayah...!"

   Li Cu menjerit lalu melompat keluar dan berlari cepat sekali. Beng San baru saja kembali ingatannya, maka yang diketahui olehnya hanyalah semenjak saat ia sembuh tadi. Sebelum itu gelap baginya maka ia tidak ingat betapa Bu-Tek Kiam-Ong untuk melindunginya telah dikeroyok oleh tiga orang tokoh sakti tadi. Meiihat Li Cu yang berlari-lari sambil menjerit memanggil-manggil Ayahnya dan menangis, iapun ikut pula berlari dan sebentar saja ia dapat menyusul gadis itu, lalu lari di sebelahnya tanpa banyak bertanya. Setibanya di puncak Gunung Thai-San, dua orang muda ini melihat betapa penduduk perkampungan di kaki gunung sedang sibuk mengurus dan menangisi jenazah Bu-Tek Kiam-Ong Cia Hui Gan!

   

Tangan Geledek Karya Kho Ping Hoo Jago Pedang Tak Bernama Karya Kho Ping Hoo Asmara Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini