Rajawali Emas 12
Rajawali Emas Karya Kho Ping Hoo Bagian 12
Kembali pemuda ini berhenti dan memandangi mereka dengan sepasang matanya yang bersinar tajam.
"Benar pula, Kun Hong,"
Jawab Thian Beng Tosu.
"Nah, kalau kita semua mengakui bahwa yang memberi hidup adalah Tuhan, berarti hidup kita ini millk Tuhan. Oleh karena itu pula, hanya Tuhanlah yang berhak untuk mengakhiri hidup kita, jadi hanya Tuhan pula yang berhak membunuh manusia. Kalau kita sudah tahu akan hal ini, mudah saja bagi kita menjawab. Perbuatan membunuh itu baik atau jahat?"
Tidak ada yang menjawab, Kun Hong penasaran dan menghadapi Ayahnya.
"Ayah selalu mengajar agar supaya aku hanya mengatakan apa yang menjadi isi hatiku. Mengapa sekarang pertanyaanku tidak ada yang menjawab? Ayah, bukankah menurut sebab-sebab tadi, membunuh itu baik ataukah jahat?"
"Memang, membunuh adalah perbuatan yang tidak baik,"
Akhirnya Ayahnya berkata perlahan. Mata Kun Hong berseri-seri dan bersinar-sinar.
"Nah, kalau perbuatan membunuh ini termasuk perbuatan jahat, mengapa kita merencanakan hendak membunuh orang malah? Mengapa kita hendak membalas kejahatan dengan kejahatan pula? Kalau orang lain yang hendak membunuh termasuk golongan penjahat, habis kita ini apa kalau juga meniru perbuatan mereka? Membalas perbuatan baik dengan kebaikan pula adalah sikap seorang budiman. Membalas kejahatan dengan kebaikan hanya mungkin dapat dilakukan oleh alam, hanya mungkin dapat dilakukan oleh Tuhan. Hanya manusia yang sudah dapat menyatukan diri dengan alam saja yang akan mencapai kebajikan ini, yaitu membalas kejahatan dengan kebaikan. Akan tetapi seorang manusia bijaksana, seorang budiman biarpun belum dapat membalas kejahatan dengan kebaikan, sedikitnya harus dapat membalas kejahatan dengan keadilan!"
Semua orang di sini maklum bahwa yang dikemukakan oleh pemuda itu adalah ajaran-ajaran dalam agama dan filsafat yang memang telah dipelajarinya semenjak ia kecil.
"Semua orang telah mempelajari kebenaran, akan tetapi tidak berani membela dan mempertahankan kebenaran yang dipelajarinya itu! Ayah, dan ibu, dan semua Susiok dan Suheng. Hoa-San pai takkan bernama kalau dibangun dengan darah dan pembunuhan. Hoa-San-Pai adalah perkumpulan untuk menuntun orang-orang mempelajari Agama Tao agar manusia dapat membersihkan diri daripada kejahatan, bagaimana mungkin mengajar orang membersihkan diri dari kejahatan dengan jalan terjun ke dalam kejahatan itu sendiri?"
Melihat pemuda ini makin bersemangat, Kwa Tin Siong merasa tidak enak hati dan ia lalu membentak,
"Kun Hong, kau ini anak kecil hendak memberi pelajaran kepada orang-orang tua? Soal begitu saja, kita semua sudah tahu, apalagi Sam-wi Lo-Cianpwe ini. Yang kau kemukakan itu adalah pelajaran-pelajaran yang masih rendah dan semua juga sudah mengetahuinya."
"Tahu tidak sama dengan mengerti, malah mengertipun tidak sama dengan sadar, Ayah! Tahu saja tanpa mengerti isinya percuma. Mengerti sekalipun tanpa kesadaran takkan ada gunanya. Yang penting tahu, lalu mengerti akan isinya, sadar untuk menerapkan pengertian ini dengan batinnya, kemudian disusul dengan ketaatan bulat terhadap pengertian ini. Apa gunanya kalau kita hanya tahu dan mengerti bahwa membunuh itu jahat, akan tetapi kita malah nekat melakukannya? Pendeknya, anak tidak setuju kalau Hoa-San-Pai mempunyai orang-orang yang suka menjadi pembunuh sesama manusia!"
"Hemm, hemmm, aneh sekali anakmu, Kwa-Sicu!"
Kata Kui Tosu dengan muka merah. Tosu tua yang berangasan ini tak dapat menahan lagi kesabarannya.
"Eh, Kongcu cilik, habis kalau menurut pendapatmu, bagaimarna kita akan, menghadapi gerombolan Harimau Hitam itu?"
"Alam mempunyai hukum yang diatur oleh Tuhan. Manusiapun mempunyai hukum yang diatur oleh pemerintahan negara. Kita sebagai manusia harus tunduk kepada hukum pula. Masyarakat telah diatur dengan adanya petugas-petugas yang berkewajiban mengatur hukum-hukum itu. Kalau ada hal yang tidak beres dan melanggar hukum, merekalah yang wajib mengurusnya. Sekarang gerombolan itu kalau sudah datang ke sini, kita ajak bicara secara aturan. Kalau mereka tidak mau terima uluran dan hendak melanggar hukum, biar kita laporkan kepada lurah dan para petugas di dusun, tak jauh di kaki gunung sana."
Meledak suara ketawa tiga orang Tosu tua itu. ketika mendengar omongan ini. Kwa Tin Siong menjadi amat merah mukanya karena sikap Kun Hong ini jelas membuka kenyataan bahwa puteranya itu tidak tahu-menahu tentang dunia persilatan, di mana hukum yang dipakai adalah hukum persilatan yang jauh bedanya dengan hukum pemerintah.
"Kwa-Sicu, kau benar-benar aneh sekali mendidik anakmu seperti ini! Ha-ha-ha, tidak nyana mendiang Lian Bu Tojin mempunyai cucu murid seperti ini!"
Kun Tosu tertawa-tawa sambil memegangi perutnya saking geli.
"Lo-Cianpwe, harap maafkan puteraku, memang semenjak kecil tak pernah diberi pendidikan ilmu silat, melainkan ilmu surat dan filsafat. Betapapun juga, menurut pendapatku yang bodoh, jauh lebih baik tidak tahu akan ilmu silat sehingga jauh daripada bermusuh-musuhan seperti dalam penghidupan kita orang-orang persilatan."
Pada saat itu terdengar suara nyaring di luar pintu, suara wanita yang berteriak-teriak,
"Hayo, mana dia si orang she Kwa? Suruh dia lekas keluar menyerahkan pedang Hoa-San Po-Kiam dan kepalanya!"
Semua orang kaget sekali.
Bagaimana bisa ada seorang musuh datang begitu saja tanpa diketahui oleh para penjaga yang sudah diatur serapi-rapinya? Kwa Tin Siong menyangka bahwa yang datang tentulah Kim-Thouw Thian-Li, maka ia lalu melangkah keluar, diikuti semua orang termasuk Pak-Thian Sam-Lojin. Setelah mereka tiba di luar, semua orang ini dibikin bengong saking herannya. Bukan Kim-Thouw Thian-Li yang berdiri di situ, melainkan seorang gadis tanggung berusia sekitar tujuh belas tahun, yang berdiri dengan tegak di tengah pelataran depan kuil. Gadis ini cantik sekali, sepasang matanya tajam bergerak-gerak cepat memandang ke kanan kiri, mulut kecil yang berbibir merah itu manis tersenyum-senyum setengah mengejek.
Pakaiannya sederhana sekali, dari kain kasar dan dengan jahitan sederhana seperti biasanya pakaian gadis-gadis gunung, juga tidak kelihatan membawa senjata apa-apa sehingga benar-benar seperti seorang dara gunung yang cantik manis sekali. Karena ia tidak bersenjata, maka ia mirip seorang gadis yang kurang waras pikirannya. Kalau tidak demikian, bagaimana seorang gadis seperti dia berani bicara tidak karuan di Hoa-San-Pai? Berbeda kiranya kalau dia membawa senjata, tentu dia merupakan seorang gadis kang-ouw yang berkepandaian silat maka berani membuka suara besar. Melihat banyak orang keluar dari kuil dan sikap mereka rata-rata gagah, gadis itu kembali berteriak, suaranya nyaring, biarpun merdu dan halus namun jelas bernada keras mengancam,
"Mana Ketua Hoa-San-Pai she Kwa?"
Dengan tenang dan sabar Kwa Tin Siong melangkah maju dan balas bertanya,
"Nona siapakah dan dari mana? Ada keperluan apakah kau mencari Ketua Hoa-San-Pai she Kwa?"
Dengan pandang matanya yang tajam gadis itu memandang Kwa Tin Siong penuh selidik, lalu berkata,
"Sudah kukatakan tadi, dia harus menyerahkan Hoa-San Po-Kiam kepadaku, juga kepalanya. Pedang dan kepalanya harus kubawa pergi."
Jawaban ini demikian sewajarnya sehingga para pendengarnya menjadi bengong. Banyak Tosu menganggap bahwa gadis ini tentu miring otaknya, kalau tidak demikian, masa mengajukan permintaan yang begitu gila? Kwa Kun Hong menjadi marah. Dengan mata melotot ia melangkah maju dan berdiri dekat sekali di depan gadis itu. Lagaknya seperti seorang guru memarahi muridnya yang goblok. Telunjuknya menuding ke arah muka yang cantik.
"Nona cilik, apakah kau tidak pernah diajar orang tuamu? Ucapan apa yang kau keluarkan itu? Sungguh tidak patut! Mana ada aturan orang seperti kau ini hendak membunuh orang dan minta kepalanya? Ah, dosa... dosa..., benar-benar kau berdosa besar sekali. Apa kau tidak takut ditangkap oleh yang berwajib dan dijebloskan dalam penjara? Kalau terjadi demikian, aduh kasihan sekali kau yang masih begini muda!"
Gadis muda itu nampak bingung dan memandang kepada Kun Hong dengan tertarik.
"Penjara? Apa itu? Yang berwajib itu siapa? Kenapa aku hendak ditangkap?"
Kun Hong mengira bahwa gadis itu tentu takut dengan gertakannya, maka hatinya menjadi girang.
"Nah, belum apa-apa sudah takut, kau! Maka jangan sembarangan bicara. Yang berwajib itu tentu saja petugas pemerintah yang menjadi penegak hukum. Penjara itu adalah tempat orang-orang jahat dihukum. Kau masih muda, seorang gadis yang semestinya bersikap lemah lembut dan membantu pekerjaan ibu di rumah. Aku kasihan sekali kepadamu dan sungguh mati aku tidak ingin melihat kau sampai ditangkap dan dimasukkan penjara."
Kwa Tin Siong dan Liem Sian Hwa hanya menarik napas panjang menyaksikan sikap putera mereka yang tentu dianggap tolol oleh semua orang itu, akan tetapi karena gadis itupun kelihatannya bodoh, maka mereka itu mendiamkannya saja. Tiba-tiba gadis muda itu kelihatan marah.
"Siapa berani menangkap aku? Aku tidak takut! Kau ini... kau menakut-nakuti aku. Apakah kau she Kwa?"
Kun Hong tersenyum lebar.
"Eh, eh, kiranya kau sudah mengenal aku? Di mana kita pernah bertemu? Bagiku, mimpipun belum pernah bertemu dengan kau yang lucu ini."
"Siapa pernah bertemu dengan engkau? Apakah kau she Kwa?"
"Kalau belum pernah bertemu, bagaimana kau mengenalku dan mengerti bahwa aku she Kwa? Aneh sekali, aku memang betul she Kwa!"
Secepat kilat tangan gadis itu bergerak dan tahu-tahu leher baju Kun Hong telah ditangkapnya dan sekali tarik Kun Hong sudah berada dalam kekuasaannya. Semua orang kaget, Kwa Tin Siong dan Liem Sian Hwa sudah bersiap menolong puteranya. Akan tetapi gadis itu hanya mengancam.
"Apakah kau Ketua Hoa-San-Pai?"
Kun Hong kaget bukan main, lalu berkata gemas,
"Kau ini wanita apa laki-laki? Tenagamu amat besar dan kau tarik-tarik aku mau apa sih?"
"Kalau kau Ketua Hoa-San-Pai akan kupenggal kepalamu!"
Kun Hong meleletkan lidahnya mengejek.
"Kau kira aku takut dengan ancamanmu? Andaikata aku benar-benar Ketua Hoa-San-Pai, tentu aku akan mengaku dan tidak takut kau sembelih seperti ayam. Sayangnya aku bukan Ketua Hoa-San-Pai."
Gadis itu melepaskan leher bajunya dan mendorongnya perlahan, akan tetapi dorongan ini cukup membuat Kun Hong terlempar dan terguling dan berkata,
"Benar-benar kau jahat sekali, tak tahu dikasihani orang!"
Gadis itu mengomel,
"Syukur kau bukan Ketua Hoa-San-Pai, aku tidak senang kalau harus membunuh orang lemah seperti kau. Tak mungkin lagi kalau kau Ketua Hoa-San-Pai, menurut keterangan ibu Ketua Hoa-San-Pai jahat. Kau... tak mungkin jahat, kau laki-laki lemah tak berguna." Kun Hong hendak membantah lagi akan tetapi Kwa Tin Siong menariknya ke belakang lalu menghadapi gadis itu. Suaranya keren ketika ia bertanya,
"Nona, sebenarnya kau ini siapa dan apa kehendakmu mengacau di Hoa-San-Pai?"
"Apakah kau she Kwa? Dan siapa Ketua Hoa-San-Pai?"
"Betul, akulah Kwa Tin Siong Ketua Hoa-San-Pai."
Gadis itu memandang tajam, tampaknya ragu-ragu.
"Kaupun tidak pantas menjadi orang amat jahat. Jangan kau membohong. Kalau benar kau orang she Kwa Ketua Hoa-San-Pai, mana pedang pusaka Hoa-San Po-Kiam?"
Kwa Tin Siong tersenyum. Sikap gadis cilik itu amat menarik hatinya, biarpun aneh dan agak sombong, namun lucu dan banyak memiliki sifat-sifat menimbulkan rasa sayang. Ia mencabut Hoa-San Po-Kiam sambil berkata,
"Inilah Hoa-San Po-Kiam. Nah, percayakah kau sekarang bahwa aku adalah Ketua Hoa-San-Pai? Sekarang katakanlah, kau ini bernama siapa dan sebetulnya apa yang menyebabkan kau bersikap begini aneh?"
Mendadak gadis itu menggerakkan kedua tangannya dan menyerang Ketua Hoa-San-Pai itu dengan pukulan-pukulan yang cepat bertubi-tubi. Kwa Tin Siong kaget bukan main. Bukan kaget karena diserang, baginya sudah terlalu biasa menghadapi serangan-serangan mendadak. Akan tetapi ia kaget dan heran sekali melihat cara menyerang dari gadis itu. Melihat gerakan lengan kiri yang pertama-tama memukul dadanya, tak salah lagi itu adalah gerak tipu Burung Hong Mematuk Hati dari ilmu silat Hoa-San-Pai. Akan tetapi digerakkan amat aneh dan dengan kecepatan luar biasa sehingga hampir saja dadanya kena pukul! Sebelum ia kehilangan kagetnya setelah berhasil mengelak, serangan ke dua sudah tiba pula. Kali ini juga sebuah gerak tipu dari ilmu silat Hoa-San-Pai yang disebut Sepasang Naga Mengejar Awan.
Lagi-lagi ia melengak dan repot sekali menggunakan tangan kirinya menangkis sambil membuang diri ke belakang karena sepasang kepalan gadis itu bergerak terlalu cepat dan juga aneh sekali. Dia adalah Ketua Hoa-San-Pai, semenjak kecil sudah melatih diri dengan ilmu silat Hoa-San-Pai dan sudah hafal, malah ilmu silat ini sudah mendarah daging dalam dirinya. Akan tetapi mengapa diserang dua kali dengan tipu dari ilmu silat ini ia menjadi repot sekali? Yang hebat adalah perubahan-perubahan yang susul-menyusul dari serangan gadis itu. Karena begitu Kwa Tin Siong membuang diri ke belakang, tahu-tahu gadis itu sudah menyerangnya lagi, kini dengan gerak tipu yang amat dahsyat, yaitu yang disebut Harimau Sakti Menerkam Kuda. Dengan kedua tangan terbuka gadis itu sudah meloncat dan menyambar ke arah punggungnya dengan jari-jari tangan terbuka.
Tentu saja Kwa Tin Siong merasa tidak enak untuk balas menyerang seorang gadis cilik seperti itu. Apalagi gadis itu ternyata selalu mempergunakan jurus-jurus dari ilmu silat Hoa-San-Pai dalam menyerangnya. Akan tetapi karena diam-diam ia mengakui bahwa gerakan gadis ini agak berbeda dengan ilmu silatnya sendiri walaupun jurus-jurus itu sama benar, malah diam-diam ia terkejut karena daya penyerangan gadis cilik ini amat dahsyat, ia lalu mengambil keputusan untuk memberi hukuman sedikit kepadanya. Melihat gadis itu menerjangnya dengan gerakan Harimau Sakti Menerkam Kuda, ia membiarkan gadis itu sudah melayang dekat, lalu tiba-tiba ia menggerakkan tangan kiri menangkis ke depan dengan pengerahan tenaga Lweekangnya. Terdengar seruan kaget dari kedua pihak.
Gadis itu kaget sekali ketika tangan kanannya tergetar dalam pertemuan dengan tangkisan Ketua Hoa-San-Pai itu sampai seluruh tubuhnya ikut tergetar, akan tetapi, Kwan Tin Siong kaget bukan main ketika dalam keadaan seperti itu, tak tersangka-sangka sama sekali tangan kiri gadis itu sudah menotok ke arah pergelangan tangan kanannya yang mememegang pedang dan sekaligus dapat merampas pedang itu dari tangannya! Merah kini wajah Kwa Tin Siong. Pedang pusaka Hoa-San-Pai dapat terampas dari tangan Ketua Hoa-San-Pai, benar-benar hal ini merupakan hal yang amat memalukan! Ia harus mengakui bahwa gerakan-gerakan gadis ini dalam ilmu silat Hoa-San-Pai amat mahir dan juga amat aneh, akan tetapi perampasan pedang tadi terjadi karena ia tidak menyangka sama sekali dan karena ia sudah banyak mengalah terhadap gadis muda itu.
"Bocah tak tahu diri! Kau benar-benar makin kurang ajar. Hayo kau kembalikan pedangku!"
Katanya keren. Gadis muda itu menjebikan bibirnya yang merah.
"Pedang ini aku yang berhak. Karena aku merasa bahwa bukan kau orang yang kumaksudkan, maka kau tidak kubunuh... Orang yang kumaksudkan itu biarpun she Kwa juga, akan tetapi jauh lebih jahat dari padamu."
Diam-diam hati Kwa Tin Siong berdebar. Tak salah lagi, tentu yang dimaksudkan oleh gadis ini adalah Kwa Hong.
"Kau siapakah? Siapa namamu dan siapa orang tuamu?"
"Namaku Li Eng, orang tuaku... hemmm, mereka tidak ada sangkut-pautnya dengan urusanku ini, kau tak usah mengenal mereka."
Setelah berkata demikian, gadis itu menengok ke belakang dan agaknya takut-takut.
"Ha, kau bocah nakal!"
Tiba-tiba Kun Hong berseru sambil tertawa.
"Aku tahu sekarang! Kau tentu minggat di luar tahunya orang tuamu, maka kau tidak berani menyebut nama mereka karena takut kami memberi tahu orang tuamu."
Gadis ini nampak makin ketakutan
"Jangan..."
Katanya seperti anak kecil ditakut-takuti.
"Jangan katakan kepada orang tuaku...!"
Kun Hong tertawa menggoda.
"Nah, begitu baru anak baik, takut kepada orang tua! Hayo lekas kau kembalikan pedang Ayah kalau kau tidak mau kelak dijewer telingamu oleh ibumu!"
Gadis itu ragu-ragu.
"Tapi... tapi... kata ibu... pedang ini adalah hak Ayah ibu dan... dan..."
"Berikan, kalau tidak awas, kelak kuberitahukan Ayah ibumu!"
Kun Hong mengancam.
"Tidak boleh mempergunakan pedang untuk membunuh orang."
"Aku tidak membunuh... boleh kau bawa dulu pedang ini, tapi aku harus mencoba dulu sampai di mana hebatnya kepandaian Ketua Hoa-San-Pai, mengapa dia berani menghina orang lain. Bawalah, tapi jangan kau berikan kepada siapapun juga."
"Nah, begitu baru gagah! Memang sudah sepantasnya kalau kau hendak mencoba kepandaianmu. Tanpa pedang ini mana kau mampu mengalahkan Ayahku? Baik, kubawa pedang ini dan kau boleh coba-coba dengan Ayah. Kalau kau kalah, kau harus mengaku semuanya dan minta ampun atas kekurangajaranmu."
"Huh, enak saja. Mana aku bisa kalah? Kalau aku menang, pedang itu harus kau kembalikan kepadaku dan Ketua Hoa-San-Pai harus meninggalkan Hoa-San!"
"Ha-ha, boleh, boleh..,."
Kata Kun Hong yang tidak mau percaya kalau Ayahnya akan kalah oleh gadis ini.
"Gerakanmu ketiga-tiganya tadi salah semua. Agaknya kaupun mempelajari ilmu silat Hoa-San-Pai, mana bisa menandingi Ayah dalam ilmu silat ini? Gerakanmu pertama Burung Hong Mematuk Hati, kemudian disusul Sepasang Naga Mengejar Awan lalu yang terakhir tadi Harimau Sakti Menerkam Kuda semuanya salah dan aneh, jelas bukan ilmu silat Hoa-San-Pai yang aseli, sama sekali tidak cocok dengan catatan Ayah!"
Lagi-lagi Kwa Tin Siong dan Liem Sian Hwa melengak heran karena sekali lagi putera mereka membuktikan bahwa hanya dengan melihat catatan anak itu sudah dapat mengenal ilmu yang dimainkan oleh gadis aneh ini. Juga gadis itu terheran, tapi makin penasaran. Ia memberikan pedang Hoa-San Po-Kiam kepada Kun Hong, lalu memasang kuda-kuda menghadapi Kwa Tin Siong.
"Kalau benar kau Ketua Hoa-San-Pai, majulah hendak kulihat sampai di mana kepandaianmu,"
Tantangnya. Semenjak tadi Kwa Tin Siong sudah menaruh curiga kepada anak perempuan itu. Tak salah lagi bahwa gerakan-gerakannya tadi adalah Hoa-San Kun-Hoat, akan tetapi bagaimana gerakannya demikian aneh? Memang betul Kun Hong, gerakan-gerakan itu agak berbeda dan menurut pandangannya sendiri adalah dilakukan dengan keliru, akan tetapi harus ia akui bahwa kekeliruan itu justeru agaknya memperhebat daya penyerangannya! Ia menjadi ragu-ragu. Siapakah gadis ini dan apa maksud kedatangannya? Siapa yang menyuruhnya?
"Hayo, apakah kau takut kepadaku?"
Gadis itu menantang lagi melihat keraguan Kwa Tin Siong.
"Bocah tak tahu diri!"
Liem Sian Hwa yang berwatak keras tak dapat menahan kemarahannya lagi.
"Sudah jelas bahwa ilmu silatmu adalah ilmu silat Hoa-San-Pai biarpun kurang matang. Bagaimana kau sekarang datang menantang Ketua Hoa-San-Pai? Kau terhitung murid Hoa-San-Pai juga, biarpun entah dari mana kau mencuri ilmu silat kami. Pergilah, kami tidak sudi berurusan dengan anak kecil!"
Gadis itu memandang Sian Hwa dengan matanya yang jeli.
"Hemm, kau cantik, seperti ibu. Apakah kau juga she Kwa? Kalau kau she Kwa, kau majulah!"
"Hush, jangan kau kurang ajar kepada ibuku"
Kun Hong membentak dari samping.
"Aha, jadi dia ini ibumu? Kalau begitu juga tidak becus apa-apa seperti kau?"
Kui Tosu, orang pertama dari Pak-Thian Sam-Lojin, biarpun usianya sudah hampir tujuh puluh tahun, wataknya amat berangasan. Sebagai tamu terhormat dia menjadi marah sekali menyaksikan lagak bocah itu, maka sekarang sambil mengebutkan ujung lengan bajunya, ia melangkah maju dan berkata,
"Siancai... Siancai... alangkah buruk Hoa-San-Pai. Saudara Lian Bu Tojin tewas di tangan murid jahat, sekarang agaknya ada lagi murid Hoa-San-Pai yang jahat dan datang-datang hendak mengacau perguruannya sendiri. Eh, bocah, kau minggatlah dari sini. Kami bersama Kwa-Sicu sedang menghadapi urusan penting, tak perlu meladeni anak-anak macam kau ini!"
Gadis itu memandang lucu, tertawa-tawa geli ketika melihat jenggot yang panjang dari Kui Tosu.
"He-he, kau ini seperti kambing tua mengembik saja. Baru menghadapi penjahat kecil yang berkumpul di Im-Kan-Kok sudah ribut-ribut. Aku datang untuk berurusan dengan Ketua Hoa-San-Pai she Kwa, kau ini kambing tua datang-datang menjual lagak mau apa sih?"
"Bocah kurang ajar!"
Kui Tosu tak dapat menahan kemarahannya lagi, lalu tangan kirinya bergerak dan ujung lengan baju yang lebar itu menyambar merupakan tamparan keras ke arah kepala gadis itu.
"Eh-eh, kambing tua keluar tanduknya? Suruh dua ekor kambing tua temanmu itu maju semual"
Gadis yang mengaku bernama Li Eng itu mengejek dan serangan yang hebat itu dapat ia elakkan hanya dengan penggeseran kaki ke belakang dan miringkan kepala saja. Hebatnya sambil mengelak ini kakinya yang kiri menyambar ke depan, ke arah lambung kakek itu!
Kui Tosu kaget sekali melihat tendangan yang amat cepat dan hebat ini. Ia sudah lama mengenal Lian Bu Tojin, maka iapun sudah mengenal ilmu silat Hoa-San-Pai. Jelas bahwa tendangan dan gerakan gadis ini adalah dari ilmu silat Hoa-San-Pai. Andaikata yang mainkan ilmu silat itu adalah Lian Bu Tojin sendiri atau setidaknya Kwa Tin Siong, ia tidak akan merasa aneh kalau melihat kehebatan ilmu silat itu. Akan tetapi sekarang yang memainkannya hanya seorang gadis belasan tahun usianya, bagaimana bisa demikian cepat dan juga aneh? Serangan balasan dengan tendangan ini sebetulnya bukan pada tempatnya untuk melayani tamparan tadi, malah membahayakan si penendang sendiri. Maka Kui Tosu juga tidak menyia-nyiakan kesempatan baik ini untuk memberi hajaran dan membikin malu gadis nekat ini.
Tangan kirinya menyambar dari bawah dengan maksud menangkap kaki yang menendang untuk kemudian didorong supaya gadis itu jatuh. Akan tetapi begitu tangan kakek ini menyentuh sepatu Li Eng, dengan kaget ia terhuyung mundur karena pada saat itu tanpa disangka-sangka sama sekali Li Eng dapat memutar kakinya yang langsung menendang ke pundak Kui Tosu. Serangan ini sama sekali tidak tersangka-sangka olehnya karena amat aneh, maka tanpa dapat ia hindarkan, pundaknya telah didorong ujung sepatu, biarpun tidak mengakibatkan luka parah, namun cukup membuat ia terhuyung-huyung dan kehilangan muka! Marah sekali kakek ini, tanpa berkata apa-apa ia lalu menerjang lagi sekarang mengeluarkan serangan yang hebat, Malah kakek ke dua Bu To-su, juga membentak sambil menyerang.
"Heh-heh, kambing tua yang satu lagi kenapa tidak maju?"
Li Eng mengejek dan tahu-tahu tubuhnya sudah berkelebatan ke sana ke mari, menyelinap di antara serangan kedua orang kakek dari Utara itu. Bagaikan seekor Burung walet yang amat gesit, tubuhnya berloncatan, menyelundup, mengelak dan semua itu digerakkan dengan langkah-langkah ilmu silat Hoa-San-Pai yang amat sempurna sehingga Kwa Tin Siong dan Liem Sian Hwa dua orang ahli Hoa-San-Pai yang melihat itu, jadi saling pandang dengan penuh keheranan. Apalagi ketika Lie Eng menggunakan langkah-langkah Hoa-San Pat-kwa-pouw, tak terasa lagi Kwa Tin Siong berbisik kepada Isterinya,
"Dari mana dia mempelajari ini?"
Sementara itu, Kui Tosu dan Bu Tosu menjadi makin penasaran karena sudah beberapa belas jurus mereka menyerang, belum juga dapat mengalahkan gadis aneh itu. Jangankan mengalahkan, menyentuh ujung bajunya saja tak mampu, Melihat ini, Lai Tosu tiba-tiba teringat akan sesuatu dan ia maju pula sambil membentak,
"Siluman cilik, apakah kau anggauta rombongan di Im-Kan-Kok yang hendak mengacau Hoa-San-Pai?"
"Hi-hik, kambing tua, kau majulah sekalian, mengapa banyak bertanya? Kalau benar aku anggauta rombongan, apakah kau takut?"
"Bagus, kalau begitu kami akan menangkapmu lebih dulu!"
Lai Tosu segera menyerbu dan pertandingan menjadi makin ramai karena sekarang Lie Eng di keroyok tiga oleh Pak-Thian Sam-Lojin. Sungguh pemandangan yang amat lucu kalau melihat betapa seorang gadis belasan tahun dikeroyok tiga oleh tokoh-tokoh ternama seperti Pak-Thian Sam-Lojin.
Kwa Tin Siong mengerutkan keningnya. Dua macam perasaan mengaduk dan menguatirkan hatinya. Pertama-tama, sungguhpun Pak-Thian Sam-Lojin adalah tamunya dan bertindak untuk membantu Hoa-San-Pai, namun sungguh amat tidak layak kalau tiga orang tokoh persilatan mengeroyok seorang gadis cilik. Kedua kalinya, kalau betul gadis ini adalah anggauta rombongan yang menyerbu Im-Kan-Kok, benar-benar berbahaya sekali. Baru gadis cilik ini saja sudah begini lihai, apalagi yang lain-lain? Heran dia, bagaimana seorang seperti Hek-Houw Bhe Lam dapat mengajak seorang gadis selihai ini? Dan lebih aneh lagi, sekarang jelas baginya bahwa gadis ini benar-benar orang ahli silat Hoa-San Kun-Hoat, sungguhpun gerakan-gerakannya amat aneh dan malah lebih cepat dan lebih lebat daripada ilmu silat Hoa-San-Pai yang aseli.
Selagi ia hendak turun tangan mencegah dilanjutkannya pertempuran yang seimbang itu, tiba-tiba gadis itu mengeluarkan suara suitan panjang yang mengagetkan semua orang, apalagi setelah melihat betapa tubuh gadis itu lenyap berubah bayangan yang amat cepatnya. Tiga orang kakek itu mengeluarkan suara kaget, apalagi Kui Tosu dan Bu Tosu karena entah bagaimana, tahu-tahu gadis itu telah dapat menyambar jenggot mereka yang panjang, lalu melilitnya menjadi satu, dan menarik-narik jenggot itu sehingga dengan gerakan kacau-balau dua orang Tosu ini terpaksa berjingkrakan. Mereka merasa kesakitan, apalagi sekarang Li Eng lari berputaran dan dalam keadaan kacau itu dia malah memutari tubuh Lai Tosu sehingga Tosu ke tiga ini terbelit jenggot-jenggot itul Tiga orang Tosu itu saling bertabrakan dengan kacau dan dua orang Tosu yang dipegangi jenggotnya berteriak-teriak,
Rajawali Emas Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Lepaskan jenggot! Lepaskan jenggot!"
Keadaan benar-benar lucu dan terdengarlah suara ketawa Kun Hong,
"Ha-ha-ha, lucu sekali"
"Apakah yang lucu?"
Kwa Tin Siong membentak marah.
"Bocah itu kurang ajar sekali."
Ia melompat maju dan mencengkeram ke arah lengan tangan gadis itu sambil membentak.
"Bocah kurang ajar, pergilah!"
Serangan Kwa Tin Siong ini hebat bukan main karena ia telah menggunakan jurus Dewa Menangkap Geledek. Akan tetapi ternyata bocah itu lebih lihai lagi karena dengan kecepatan luar biasa ia mencengkeram jenggot-jenggot itu sambil berseru keras. Seketika itu jenggot-jenggot itu putus di tengah-tengah dan sebelum tangan Kwa Tin Siong menyentuhnya ia telah menyambitkan rambut jenggot dalam genggamannya itu ke arah muka Ketua Hoa-San-Pai.
"Aiiih!"
Kwa Tin Siong cepat membuang diri ke samping dan rambut jenggot itu meluncur cepat di samping kepalanya.
Bukan main hebatnya tenaga dalam gadis itu yang mampu menyambitkan rambut menjadi senjata rahasia yang ampuh. Sementara itu, Pak-Thian Sam-Lojin benar-benar marah. Hinaan ini membuat mereka seperti kebakaran jenggot dan mencak-mencak saking marahnya. Juga Lai Tosu yang tidak putus jenggotnya yang tadi tubuhnya terbelit jenggot kedua saudaranya sampai pakaiannya robek-robek, menjadi marah sekali. Seperti dikomando saja ketiganya menggerakkan tangan dan tahu-tahu tangan mereka telah memegang sebatang pedang. Dengan muka merah mata melotot dan sikap mengancam, ketiganya menghadapi Li Eng yang tersenyum-senyum mengejek. Kwa Tin Siong hendak membuka mulut mencegah tiga orang tamunya itu mengeroyok gadis aneh tadi dengan pedang di tangan. Akan tetapi pada saat itu terdengar suara keras,
"Aih, tiga orang tua bangka mengeroyok seorang bocah? Ha-ha, benar-benar tak tahu malu Pak-Thian Sam-Lojin menghadapi lawan yang patut menjadi cucunya!"
Ucapan ini keras dan parau, lalu disusul melayangnya sesosok tubuh ke tengah pelataran itu. Ketika tubuh ini jatuh berdebuk di atas tanah kiranya itu adalah tubuh seorang Tosu Hoa-San-Pai yang sudah mati dan tubuhnya hitam hangus seperti terbakar. Li Eng gadis aneh itu tertawa lalu sekali mengenjot tubuhnya ia telah meloncat ke atas sebuah pohon, duduk "nongkrong"
Di atas cabang pohon itu, duduk dengan enak seperti orang hendak menonton pertunjukan yang menarik hati. Sementara itu, dari luar pelataran datang beberapa orang aneh. Yang paling depan adalah seorang kakek tua yang bongkok, giginya sudah ompong dan matanya besar sebelah, pakaiannya tambal-tambalan dan tangan kanannya memegang sebatang tongkat hitam.
Di sampingnya berjalan seorang wanita yang biarpun usianya sudah lima puluh tahun lebih namun pakaiannya masih mewah dan wajahnya masih cantik. Kwa Tin Siong dan Isterinya, juga Pak-Thian Sam-Lojin segera mengenal dua orang ini yang bukan lain adalah Toat-Beng Yok-Mo dan Kim-Thouw Thian-Li, dua orang kang-ouw yang sudah tersohor karena kejahatan dan kelihaiannya. Toat-Beng Yok-Mo, sesuai dengan nama julukannya Yok-Mo (Setan Obat), adalah ahli pengobatan yang tiada keduanya di dunia kang-ouw, kepandaiannya mengobati luar biasa sekali sehingga boleh dibilang segala macam penyakit ia sanggup mengobatinya sampai sembuh. Akan tetapi hebatnya, setelah orang yang diobati sembuh, ia tentu akan turun tangan membunuhnya. Inilah sebabnya mengapa ia mendapat julukan Toat-Beng Yok-Mo (Setan Obat Pencabut Nyawa).
Adapun Kim-Thouw Thian-Li adalah Ketua Ngo-Lian-Kauw yang terkenal jahat, kejam, dan curang sekali. Di belakang dua orang tokoh ini kelihatan seorang laki-laki tinggi besar dengan mata Bundar, di punggungnya terlihat sebatang golok yang mengkilap dan besar. Kwa Tin Siong dan yang lain-lain tidak mengenal orang ini, akan tetapi Thio Ki atau Thian Beng Tosu segera mengenalnya. Itulah musuh lamanya, Hek-Houw Bhe Lam! Di belakang tiga orang ini masih terdapat sekelompok orang berjumlah tiga puluh dan rata-rata mempunyai air muka yang kasar dan kejam. Dengan keberanian luar biasa, sebelum orang lain bergerak, Kun Hong sudah melangkah lebar menyambut kedatangan rombongan yang dikepalai oleh kakek bongkok seperti iblis itu. Dengan nada suara marah Kun Hong berkata,
"Apakah kalian ini yang menulis surat dan hendak mengacau Hoa-San-Pai?"
Kim-Thouw Thian-Li yang semenjak dahulu berwatak genit dan gila laki-laki, melihat pemuda yang tampan ini menjadi tertarik hatinya dan memandang kagum. Ia selamanya kagum sekali melihat pemuda tampan yang memiliki keberanian besar seperti Kun Hong ini. Diam-diam ia mengira bahwa pemuda ini tentu seorang pendekar muda yang berkepandaian tinggi. Sementara itu, Toat-Beng Yok-Mo tertawa ha-ha-he-he lalu menjawab,
"Yang menulis surat adalah Bhe-Sicu ini, aku hanya turut datang saja. Orang muda, kau mau apakah? Orang tidak memiliki ilmu silat seperti kau ini tak perlu maju. Heh-heh!"
Sekali pandang dapat melihat bahwa Kun Hong tidak mengerti ilmu silat, hal ini saja sudah membuktikan ketajaman mata kakek ini.
"Aku tidak akan bicara tentang ilmu silat, juga tentang maksud kedatangan kalian biar kita bicarakan belakangan. Yang penting sekarang kita bicarakan tentang ini!"
Kun Hong makin marah ketika menudingkan telunjuknya ke arah muka Tosu yang menggeletak di atas tanah dalam keadaan mengerikan itu.
"Apakah kalian yang membunuh seorang saudara kami ini?"
"Heh-heh-heh..."
Toat-Beng Yok-Mo terkekeh geli dan bertukar pandang dengan Kim-Thouw Thian-Li yang makin kagum saja menyaksikan ketabahan pemuda tampan itu dan diam-diam ia masih tidak percaya akan kata-kata Toat-Beng Yok-Mo yang tadi menganggap pemuda ini tiada kepandaian. Seorang tanpa kepandaian silat mana seberani ini? "Pemuda tolol, kalau betul kami yang membunuh kau mau apa?"
Kakek ompong itu kembali tertawa sehingga tampak mulutnya yang tak bergigi lagi. Kun Hong makin marah.
"Mana ada aturan ini? Kalian ini benar-benar jahat sekali, apa kalian tidak patut dihukum? Mana bisa kalian membunuh begitu saja? Aku tidak terima!"
"Habis, kau mau apa?"
Hek-Houw Bhe Lam melangkah maju menantang.
"Apa kau yang bernama Hek-Houw?"
Kun Hong bertanya.
"Betul Kau siapa dan apa maksudmu lagak?"
Jawab kepala rampok ini.
"Betul-betul tidak kenal aturan. Datang-datang membunuh orang. Kalau kulaporkan kau tentu ditangkap dan dihukum mati. Kalau kau dan teman-temanmu datang hendak mengadu kepandaian, itu sih masih mendingan. Tapi kalian datang-datang melakukan pembunuhan, benar-benar penasaran! Tunggu saja aku akan menyuruh seorang saudara melaporkan kepada kepala kampung di kaki gunung, kau tentu akan ditangkap dan diseret ke pengadilan!"
Hek-Houw Bhe Lam melengak heran dan terdengarlah suara ketawa ramai di antara para pendatang itu. Bhe Lam akhirnya tertawa juga, tertawa bergelak,
"Ha-ha-ha-ha, kiranya di Hoa-San-Pai ada orang gila! berotak miring, jangan banyak mulut, pergilah!"
Tangannya bergerak memukul dada Kun Hong. Kwa Tin Siong kaget sekali dan melompat hendak menolong puteranya, akan tetapi pada saat itu Bhe Lam berseru kesakitan dan menarik kembali tangannya dan ternyata bahwa tangannya itu tersambit sebutir buah mentah yang dilempar dari atas. Tiba-tiba dari atas pohon meluncur benda panjang hitam yang secara kilat telah membelit pinggang Kun Hong dan... pemuda itu seperti terbang melayang ke atas pohon. Kun Hong berteriak-teriak kaget dan tahu-tahu ia telah duduk di atas cabang pohon dekat Li Eng yang tertawa-tawa mengomel.
"Kenapa kau begini tolol, membiarkan dirimu jadi buah tertawaan orang dan menjadi bahan pukulan? Lebih baik duduk di sini menonton, kan enak?"
Kun Hong berpegangan kuat-kuat pada batang pohon yang didudukinya, masih kaget dan terheran-heran. Ketika ia melihat, ternyata bahwa gadis itu tadi telah mengereknya naik dengan sehelai sabuk Sutera yang hitam dan panjang sekali. Diam-diam ia merasa kagum dan juga heran. Akan tetapi wajahnya segera berubah pucat karena tubuhnya bergoyang, ia merasa ngeri duduk di tempat yang begitu tinggi.
"Apa kau takut jatuh?"
"Ti... tidak!"
Kun Hong dapat menetapkan hatinya dan ia merasa malu kepada gadis cilik ini kalau duduk di atas cabang pohon saja ketakutan.
Ia memandang ke bawah dan semua orang memandang ke atas. Kwa Tin Siong dan Liem Sian Hwa tadinya terkejut sekali, akan tetapi setelah melihat putera mereka duduk dengan aman di dekat gadis bernama Li Eng itu dan mendengar percakapan mereka, keduanya merasa lega dan juga geli. Di atas pohon itu putera mereka akan aman, apalagi gadis aneh itu agaknya melindunginya. Karena ada urusan yang lebih penting dihadapi maka mereka lalu menujukan perhatian kepada Hek-Houw Bhe Lam dan teman-temannya. Sekarang Kwa Tin Siong dapat menduga dengan hati lega bahwa gadis yang amat lihai itu kiranya bukan teman rombongan musuh ini, buktinya tadi menyambit tangan Bhe Lam untuk menolong Kun Hong. Li Eng berbisik di dekat telinga Kun Hong,
"Kakek ompong itu lihai sekali. Ia membunuh Tosu itu dengan racun ular laut hitam yang amat berbahaya. Hemmm, hendak kulihat siapa yang berani menjamah mayat itu..."
Kun Hong bergidik,
"Dia pembunuh keji, harus ditangkap, harus diseret ke pengadilan!"
Gadis itu terkikik tertawa lalu menutup telinga Kun Hong seperti anak kecil bermain-main menggoda temannya.
"Kau ini orang aneh... hi-hi, mengerikan sekali Bagaimana bisa menangkap dia?"
"Tak peduli dia lihai, dia harus tunduk kepada hukum!"
"Ssttt, jangan ribut-ribut, kau lihat saja..."
Gadis itu berbisik lagi.
Kun Hong merasa tidak enak sekali, gadis itu duduk terlalu dekat dengannya, tidak hanya berendeng melainkan berhimpitan sehingga pundaknya menyentuh pundak gadis itu dan ketika gadis itu berbisik, lehernya tertiup napas hangat dan hidungnya mencium bau harum yang keluar dari rambut gadis itu yang berkibar tertiup angin mengenai leher dan mukanya. Ingin ia menjauhkan diri, akan tetapi ia tidak berani bergerak karena cabang itu demikian kecil dan bergoyang-goyang terus. Mengerikan! Terpaksa ia alihkan perhatiannya dan memandang ke bawah. Pak-Thian Sam-Lojin baru saja menderita penghinaan dari Li Eng. Oleh gadis cilik itu mereka seakan-akan dipermainkan di depan anggauta Hoa-San-Pai. Benar-benar amat memalukan betapa tiga orang tokoh besar seperti mereka telah dipermainkan sedemikian rupa oleh gadis yang sama sekali tidak terkenal di dunia kang-ouw,
Malah yang mempergunakan ilmu silat Hoa-San-Pai untuk mempermainkan mereka itu. Mereka bertiga dapat menduga bahwa biarpun di luarnya Ketua Hoa-San-Pai tidak senang melihat gadis itu mempermainkan mereka, namun karena gadis itu mainkan ilmu silat Hoa-San-Pai, sudah barang tentu para Tosu Hoa-San-Pai sedikit banyak merasa bangga dan senang. Hati mereka masih penuh dendam dan amarah, maka kedatangan rombongan musuh-musuh Hoa-San-Pai ini hendak mereka pergunakan untuk "mencaci muka"
Mereka dan memperlihatkan kegagahan. Orang pertama yang melangkah maju adalah Bu Tosu yang jenggotnya tinggal sepotong, hanya sebatas leher sekarang panjangnya karena tadi telah direnggut putus oleh Li Eng yang nakal. Begitu melangkah maju ia membuka mulut dan berkata dengan nyaring,
"Yok-Mo, keadaan negara sedang aman dan damai, kenapa kau orang tua mencari perkara di Hoa-San-Pai? Kau lihat, kami bertiga orang-orang tua dari Pak-thian sengaja datang, ke Hoa-San untuk bertemu dan beramah-tamah dengan Ketua Hoa-San- pai, Kwa-Sicu yang gagah. Setelah melihat kami bertiga, apakah kau tidak dapat mengingat perhubungan lama dan menjadi tamu yang terhormat agar kita dapat minum arak bersama?"
"Heh-heh-heh, Pak-Thian Sam-Lojin benar-benar seperti bunglon, plin-plan!"
Kata Yok-Mo sambil tertawa terkokeh-kekeh.
"Dahulu kau menjadi begundal Kaisar, diam-diam dahulu menganggap Hoa-San-Pai sebagai musuh, biarpun di luarnya kalian pura-pura baik. Sekarang, kalian mendekati Hoa-San-Pai, heh-heh-heh, bukankah karena tertarik oleh kedudukan Ketua Hoa-San-Pai? Memang bagus sekali, bagus untuk kalian tentu, kalau kalian bisa memimpin para Tosu di Hoa-San."
Wajah tiga orang Tosu itu
(Lanjut ke Jilid 12)
Rajawali Emas (Seri ke 02 - Serial Raja Pedang)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 12
menjadi merah sekali dan diam-diam Kwa Tin Siong heran mendengar ini dan memandang ke arah tiga orang tamunya dengan tajam penuh selidik.
"Isteriku yang manis, katakanlah, bukankah tiga orang keledai tua ini teman seperjuanganmu membantu Kaisar Mongol? Heh-heh-heh."
Kim-Thouw Thian-Li menjebikan bibirnya yang masih digincu merah sekali.
"Memang betul, tapi mereka ini hanya mendesak-desak kalau ada rejeki untuk dibagikan, sebaliknya segera kabur kalau ada bahaya mengancam. Siapa sudi mengaku mereka sebagai teman?"
Makin merah wajah tiga orang kakek itu.
"Jangan buka mulut seenaknyal"
Kata Kui Tosu sambil mencabut pedang.
"Apakah kalian kira kami Pak-Thian Sam-Lojin takut kepada kalian?"
Bu Tosu segera menyambung. Yok-Mo, aku bicara baik padamu tapi kau malah menghina. Sebetulnya menurut pendapat kami, tidak ada perlunya kalian memusuhi Hoa-San-Pai. Apalagi datang-datang kalian sudah membunuh seorang Tosu Hoa-San-Pai, benar-benar ini keterlaluan. Kalau kau mau bicara tunggulah aku menyingkirkan mayat ini, kasihan sekali saudara ini menggeletak di sini."
Dari atas pohon Kun Hong bicara perlahan,
"Hemmm, aneh sekali. Tadinya tiga orang kakek itu sombong dan keras, kenapa sekarang Tosu itu begitu baik hatinya?"
"Hi-hik, baik apanya. Sebentar lagi ia akan mampus!"
Jawab Li Eng.
"Apa maksudmu...?"
Kun Hong kaget bukan main. Memang ia merasa paling ngeri kalau mendengar orang bicara tentang mati begitu gampangnya.
"Begitu ia menyentuh mayat ia akan mati..."
Kata pula Li Eng tak pedulikan. Kun Hong terkejut dan cepat memandang ke bawah. Pada saat itu, dengan lagak gagah, dan hal ini terutama sekali untuk mencuci muka dari semua hinaan dan untuk memamerkan di depan para Tosu Hoa-San-Pai bahwa dia adalah seorang yang berhati penuh welas asih, Bu Tosu berlutut dan mengangkat mayat itu dengan kedua tangannya. Akan tetapi tiba-tiba ia berteriak kaget dan disusul suara ketawa terkekeh-kekeh dari Yok-Mo, Bu Tosu melepaskan lagi mayat itu dan ia cepat meloncat berdiri, akan tetapi terhuyung-huyung ke belakang.
"Kenapakah, Suheng...?"
Tanya Lai Tosu dan hendak memegang kakak seperguruannya.
"Mundur dan jangan sentuh!"
Seru Kui Tosu sambil mendorong pergi Lai Tosu. Keadaan Bu Tosu amat mengerikan. Kedua tangannya menjadi kehitaman dan ia menjerit-jerit kesakitan.
"Ji-Sute, terpaksa untuk menolong nyawamu!"
Kui Tosu berseru dan menggerakkan pedangnya membacok.
"Crokk!"
Kedua lengan Bu Tosu terbabat putus sebatas pergelangan tangan. Dua buah tangan itu yang sudah hitam sekali jatuh ke atas tanah dan sedikitpun tidak ada darah keluar. Mengerikan sekali.
"Bagaimana, Ji-Sute?"
Kui Tosu melihat penuh perhatian. Bu Tosu masih menjerit-jerit dan ternyata warna kehitaman sudah menjalar di lengannya yang kanan, adapun lengan kirinya yang buntung mulai mengeluarkan darah. Hal ini berarti bahwa racun itu sudah menjalar terus ke lengannya yang kanan. Melihat ini, dengan muka sedih sekali Kui Tosu menggerakkan pedangnya lagi dan... lengan kanan Bu Tosu sebatas pundak terbabat putus! Dan dari luka di pundak itu mengucur darah merah, berarti bahwa racun itu sudah tidak berada di tubuhnya.
"Tertolong jiwamu, Ji-Sute..."
Kata Kui Tosu dengan lega. Akan tetapi tiba-tiba Bu Tosu mengeluarkan suara serak yang amat keras dan tubuhnya yang sudah tak bertangan lagi itu menerjang maju, kepalanya menyeruduk ke arah perut Yok-Mo. Kakek iblis ini terkekeh-kekeh lagi, tangan kanannya bergerak dan ujung tongkat hitamnya menotok ubun-ubun kepala lawannya. Tanpa mengeluarkan suara lagi Bu Tosu roboh dan... tubuhnya berubah menjadi hitam. Kiranya ujung tongkat itu mengeluarkan racun yang amat hebatnya.
"Keparat keji!"
Teriak Kui Tosu dan Lai Tosu yang pepat mengerjakan pedang mereka mengempur Yok-Mo.
Karena urusan Hoa-San-Pai belum disinggung-singgung dan pertempuran antara tiga orang tamunya melawan pihak musuh ini terjadi karena pembunuhan atas diri Bu Tosu, maka Kwa Tin Siong ragu-ragu dan belum mau turun tangan, hanya melihat betapa dua orang Tosu itu mengeroyok Yok-Mo. Juga dari pihak Yok-Mo, hanya iblis tua ini saja yang bergerak dan menghadapi pengeroyokan itu. Kim-Thouw Thian-Li, Bhe Lam yang lain-lain hanya menonton. Malah Kim-Thouw Thian-Li hanya tersenyum mengejek saja, seakan-akan pertempuran yang terjadi antara Suaminya dan dua orang Tosu itu hanya main-main saja. Di atas pohon terjadi keributan. Dengan muka pucat Kun Hong melihat semua itu. Hatinya ngeri bukan main, tubuhnya menggigil, tapi ia masih dapat memandang kepada Li Eng dengan mata melotot marah.
"Kau... kau gadis berhati kejam. Jadi kau sudah tahu bahwa siapa yang memegang mayat itu akan mati?"
Li Eng balas memandang, masih tersenyum lalu mengangguk lucu. Bibirnya tertutup tapi mulutnya bergerak-gerak seakan-akan giginya menggigit-gigit sesuatu dan kebiasaan ini membuat ia nampak makin manis saja. Bukan kepalang kemarahan Kun Hong.
"Kau... kau patut dihajar!"
Tangannya diangkat lalu digerakkan menampar pipi gadis itu.
Li Eng dengan enaknya menundukkan kepalanya sehingga tamparan itu mengenai angin saja dan... tubuh Kun Hong terguling dari atas cabang. Dalam kemarahannya tadi ia sampai lupa kalau ia duduk di atas cabang pohon, maka ia berani menampar sekuat tenaga. Karena tamparannya tidak mengenai sasaran, maka ia terpelanting dan jatuh! Tubuh Kun Hong tiba-tiba terhenti di tengah udara, dan ia merasa pinggangnya dilibat Sutera hitam, lalu perlahan-lahan ia dikerek naik, bukan di cabang yang tadi, melainkan di sebuah cabang yang berada paling tinggi di pohon itu. Di situlah ia didudukkan, di atas cabang yang kecil sehingga cabang itu melengkung dan bergoyang-goyang ketika ia duduk diatasnya. Li Eng sambil tertawa turun lagi dan duduk di atas cabang besar yang tadi, jauh di bawah Kun Hong.
"Hee..., turunkan aku...!"
Kun Hong berteriak-teriak sambil memeluk ranting-ranting di dekatnya. Bukan main ngerinya melihat ke bawah, begitu tinggi tempatnya dan cabang itu bergoyang-goyang keras. Li Eng menoleh ke atas, tersenyum mengejek.
"Diamlah jangan berteriak-teriak, dan lebih baik nonton pertunjukan hebat di bawah. Kalau kali ini kau banyak bergerak dan jatuh, aku malas untuk menolongmu lagi."
Menghadapi gadis yang nakal itu, Kun Hong yang biasanya pandai berdebat dan tak mau kalah, menjadi diam dan memeluk cabang kuat-kuat sambil memandang ke bawah. Apa yang dilihatnya di bawah membuat ia makin ngeri. Ia melihat betapa kedua pihak, yaitu pihak Hoa-San-Pai dan pihak Bhe Lam dan teman-temannya, sudah mulai bertempur merupakan perang kecil.
Ternyata bahwa Kui Tosu dan Lai Tosu tak dapat menandingi permainan tongkat Yok-Mo yang luar biasa dan amat ganas itu. Kakek ompong bongkok ini biarpun dikeroyok dua oleh Kui Tosu dan Lai Tosu yang memiliki tingkat ilmu pedang yang tinggi, tidak menjadi gugup. Terutama sekali ia mengandalkan kepada tongkat hitamnya yang benar-benar membuat dua orang Tosu itu agak jerih dan ngeri mengingat akan keampuhan racun yang berada dalam tongkat itu. Makin lama makin terdesaklah Kui Tosu dan Lai Tosu. Melihat keadaan demikian itu, hati Kwa Tin Siong menjadi tidak enak sekali. Memang harus diakui bahwa dua orang Tosu ini bertempur untuk membalas kematian saudara mereka, dan tidak ada hubungannya dengan Hoa-San-Pai.
Akan tetapi maksud kedatangan mereka mula-mula adalah untuk membantu Hoa-San-Pai sungguhpun tadi ia meragukan akan maksud-maksud tersembunyi lain yang masih belum terbukti. Andai kata tiga orang Tosu tua itu tidak datang ke Hoa-San-Pai di saat Hoa-San-Pai didatangi musuh-musuh, sudah pasti mereka takkan menemui kesulitan, Bu Tosu tak akan tewas dan kedua orang Tosu itu tidak akan bertempur melawan Yok-Mo yang lihai itu. Namun, Kwa Tin Siong tetap merasa enggan untuk mencampuri pertempuran ini. Dia adalah seorang Ketua Hoa-San-Pai, maka untuk menjaga nama baik Hoa-San-Pai, segala sepak terjangnya ia perhitungkan betul. Pada saat ia meragu, tiba-tiba Hek-Houw Bhe Lam sambil tertawa melangkah, maju menghadapi Thian Beng Tosu dan berkata,
"Thio Ki, biarpun kau sudah menyamar sebagai Tosu, jangan kira kau akan terlepas dari tanganku!"
"Bhe Lam, sungguh sayang sekali bahwa selama belasan tahun ini kau masih belum mau kembali ke jalan benar. Pinto tidak menyamar, memang Pinto sekarang bukan Thio Ki lagi melainkan Thian Beng Tosu dan kalau kau masih saja menaruh dendam atas hukuman yang jatuh kepadamu ketika kau melakukan kejahatan dahulu, majulah. Kali ini Pinto takkan memberi ampun lagi kepadamu."
"Ha-ha-ha, keledai busuk yang sombong. Kematian sudah di depan mata masih hendak berlagak lagi?"
Hek-Houw Bhe Lam meloloskan golok besarnya dan segera maju menerjang. Thian Beng Tosu juga sudah mencabut pedangnya dan dua orang musuh lama ini segera bertanding. Melihat betapa pihak lawan sudah mulai menyerang, Kwa Tin Siong membuang keraguannya dan segera ia berseru keras,
"Toat-Beng Yok-Mo, sebagai seorang tokoh besar tidak seharusnya kau mengacau Hoa-San-Pai. Aku yang bertanggung jawab di sini, tidak bisa membiarkan kau menyebar kematian!"
Dengan Hoa-San Po-Kiam di tangannya ia lalu melompat ke gelanggang pertempuran, membantu Kui Tosu dan Lai Tosu yang sudah terdesak hebat oleh tongkat hitam di tangan Yok-Mo itu. Makin hebatlah pertandingan itu dan Toat-Beng Yok-Mo tetap melayani tiga orang lawannya sambil terkekeh-kekeh.
Kim-Thouw Thian-Li sudah mencabut pedangnya dan di lain saat ia sudah dihadapi oleh Liem Sian Hwa yang juga sudah memegang pedang telanjang. Dua orang musuh besar ini saling berhadapan dan saling memandang penuh kebencian. Memang semenjak dahulu Sian Hwa amat membenci Ketua Ngo-Lian-Kauw ini. Wanita inilah yang mendatangkan segala penderitaan bagi dia dan Hoa-San-Pai, yaitu Kwee Sin murid Kun-Lun-Pai (baca cerita Raja Pedang). Gara-gara wanita ini pula maka ia dan Suaminya yaitu Kwa Tin Siong bekas Suhengnya, lari dari Hoa-San-Pai dan Suaminya itu sampai terbabat putus tangan kirinya. Sekarang wanita ini berani datang lagi mengacau Hoa-San-Pai, mengacau penghidupannya yang sudah belasan tahun dalam ketenteraman. Dapat dibayangkan betapa kemarahan dan kebenciannya memuncak.
"Siluman betina dari Ngo-Lian-Kauw, hari ini aku Liem Sian Hwa harus mengadu nyawa denganmu!"
"Hemmm, perempuan tak tahu malu, kebetulan sekali kalau kau sudah bosan hidup. Majulah, aku akan mengantarmu ke neraka!"
Kim-Thouw Thian-Li mengejek. Sian Hwa berseru keras dan pedangnya berkelebat menyerang ditangkis oleh Kim-Thouw Thian-Li. Merekapun segera terlibat dalam pertempuran dahsyat yang mati-matian. Sementara itu, tanpa dikomando lagi, para Tosu Hoa-San-Pai sudah maju menyerang tiga puluh orang pengikut Bhe Lam dan terjadilah perang kecil yang diikuti teriakan-teriakan sehingga keadaan di puncak Hoa-San-Pai yang biasanya tenang dan damai itu sekarang menjadi kacau dan gaduh.
Dalam hal ini Hek-Houw Bhe Lam salah hitung. Ia masih mengira bahwa Tosu Hoa-San-Pai adalah Tosu-Tosu yang hanya pandai membaca kitab saja. Ia tidak tahu akan perubahan di Hoa-San-Pai semenjak Kwa Tin Siong menjadi ketua. Sekarang, jauh berbeda dengan dahulu, setiap orang Tosu Hoa-San-Pai adalah ahli-ahli silat yang tekun melatih diri sehingga rata-rata mereka memiliki kepandaian yang lumayan. Apalagi jumlah mereka jauh lebih banyak daripada anak buah Bhe Lam sehingga anak buahnya itu setiap orang harus melawan sedikitnya tiga orang Tosu! Memang, kalau melihat para pemimpinnya, Bhe Lam sudah memperhitungkan masak-masak bahwa tokoh-tokoh yang menyertainya akan mampu mengalahkan para pimpinan Hoa-San-Pai. Akan tetapi, dalam hal anak buahnya, benar-benar ia salah hitung.
Anak buahnya memang para perampok yang kejam dan yang sudah biasa menghadapi pertempuran, akan tetapi berhadapan dengan jumlah banyak, apalagi yang memiliki ilmu silat Hoa-San-Pai aseli, anak buahnya tak dapat berkutik. Sebentar saja korban di pihaknya bergelimpangan! Toat-Beng Yok-Mo tidak saja hebat sekali dalam ilmu pengobatan, juga ilmu silatnya bukan main tingginya. Hal ini tidaklah aneh kalau diingat bahwa ia masih keturunan langsung daripada Yok-ong (Raja Obat) yang pernah menggemparkan dunia kang-ouw ratusan tahun yang lalu. Biarpun dikeroyok tiga, ia masih dapat mengimbangi permainan tiga orang lawannya, malah dengan tongkatnya ia mampu mendesak Kui Tosu dan Lai Tosu. Baiknya Kwa Tin Siong tadi segera maju dan terhadap pedang Ketua Hoa-San-Pai ini ia tidak berani main-main.
Ilmu pedang Hoa-San-Pai yang dimainkan Kwa Tin Siong benar-benar telah mencapai tingkat tinggi sehingga mengganggu pergerakannya. Apalagi pedang itu adalah pedang Hoa-San Po-Kiam yang ampuh. Pertandingan antara Thian Beng Tosu dan Hek-Houw Bhe Lam juga ramai sekali. Boleh dibilang kepandaian dua orang ini berimbang karena selama ini Bhe Lam sudah memperdalam ilmu kepandaiannya. Si Macan Hitam itu mainkan goloknya dengan ilmu golok dari Utara yang mengandalkan tenaga, maka sekarang dilayani dengan ilmu pedang Hoa-San-Pai yang mengandalkan tenaga halus dan kecepatan, pertempuran ini ramai sekali dan seimbang. Sinar golok pedang bergulung-gulung menyilaukan mata dan di antara siutan desing kedua senjata ini terdengar seruan-seruan dan bentakan Hek-Houw Bhe Lam.
Sementara itu, di lain bagian, Kim-Thouw Thian-Li mendesak Liem Sian Hwa dengan hebat. Ketua Ngo-Lian-Kauw ini seperti biasa bersenjatakan sebatang golok dan sehelai selampai merah. Ilmu pedang Liem Sian Hwa cepat dan ganas, gerakan tubuhnya ringan bagaikan Burung menyambar-nyambar. Memang tidak mengecewakan nyonya ini mempunyai julukan Kiam-Eng-Cu (Bayangan Pedang) karena permainan pedangnya demikian cepat sehingga sinar pedang itu bergulung-gulung menelan lenyap bayangannya sendiri. Akan tetapi menghadapi Kim-Thouw Thian-Li, ia menemukan tandingan yang berat, Tingkat kepandaian Ketua Ngo-Lian-Kauw ini memang lebih tinggi dari padanya,
Apalagi setelah Kim-Thouw Thian-Li mewarisi ilmu pedang Thai-Yang, biarpun hanya beberapa jurus dari gurunya, Hek-Hwa Kui-Bo. Di samping ini, ilmu pedangnya Ngo-Lian Kiam-Sut yang dibantu dengan sambaran-sambaran selampai merahnya, benar-benar amat lihai dan berbahaya. Setelah mengerahkan seluruh kepandaiannya, baru Sian Hwa dapat mengimbanginya, namun tetap saja pihak lawan lebih sering melancarkan serangan daripadanya. Pada suatu saat, secara aneh selampai merah itu menyambar dan melibat pedang Sian Hwa. Terjadilah tarik menarik dan dalam saat berbahaya ini, golok di tangan kanan Kim-Thouw Thian-Li menyambar ke arah leher Sian Hwa! Bingung sekali Sian Hwa menghadapi ini. Pedangnya belum dapat ia lepaskan dari libatan selampai dan serangan golok itu tak mungkin ia elakkan tanpa meloncat mundur.
Apakah ia harus melepaskan pedangnya? Selagi ia kebingungan, tiba-tiba Kim-Thouw Thian-Li menjerit.
"Keparat curang!"
Dan Ketua Ngo-Lian-Kauw ini menarik kembali golok dan selampainya sambil melangkah mundur. Ternyata dari atas pohon menyambar sebutir buah mentah yang tepat menghantam jalan darah di dekat sikunya sehingga ia merasa tangannya lumpuh. Itulah perbuatan Li Eng yang tertawa-tawa di atas pohon sambil menonton jalannya pertandingan. Tadi ketika ia melihat keadaan Sian Hwa terancam bahaya, ia segera turun tangan dan membantu. Baik Sian Hwa maupun Kim-Thouw Thian-Li tahu akan campur tangan gadis di atas pohon itu, karena tadipun mereka sudah melihat kelihaian gadis aneh itu yang menolong Kun Hong dari serangan Bhe Lam menggunakan sambitan serupa.
"Siluman cilik, apa kau sudah bosan hidup?"
Rajawali Emas Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pedang Kayu Harum Karya Kho Ping Hoo Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo Suling Naga Karya Kho Ping Hoo