Rajawali Emas 21
Rajawali Emas Karya Kho Ping Hoo Bagian 21
Sin Lee menjadi pucat sekali mukanya, cepat-cepat ia membungkuk dan pura-pura membersihkan sepatunya yang penuh lumpur. Ketika ia mengangkat lagi tubuhnya, mukanya menjadi merah sekali.
"Apakah... apakah bibi gurumu itu... dahulunya amat jahat maka banyak musuhnya?"
Ia bertanya, suaranya biasa akan tetapi perlahan sekali.
"Banyak orang bilang, begitu, tapi ibuku tidak! Kata Ibu, Bibi Kwa Hong itulah yang telah menyelamatkan nyawa Ibu dan aku ketika dalam kandungannya, dan kata Ibu, Bibi Kwa Hong jadi berubah perangainya karena patah hati, entah apa maksudnya Ibu tidak mau menceritakan kepadaku."
Sunyi sesaat, dan suara Sin Lee makin perlahan ketika ia bertanya, sambil lalu saja,
"Jadi kau tidak membencinya?"
"Ah, tidak...! Malah aku kasihan kepada Bibi Kwa Hong dan ingin sekali aku bertemu dengannya. Kata Ibu, Bibi Kwa Hong orangnya lincah gembira seperti Adik Eng dan cantik sekali."
Gadis itu tidak tahu bahwa ucapannya ini membuat hati Sin Lee girang bukan main! Mana dia tahu bahwa orang yang dibicarakan itu, Kwa Hong, adalah ibu dari pemuda yang sekarang berada di depannya.
"Nona, percayalah, aku Sin Lee akan berusaha menemukan kembali adik misanmu Nona Li Eng itu dan aku... aku sekarang dapat menduga siapa adanya kakek iblis itu. Hemmm, kalau saja aku tahu sebelumnya bahwa dia adalah iblis itu, takkan kutinggalkan dia sebelum berhasil membunuhnya. Kiranya ia benar-benar jahat sekali."
"Kau... kau tahu siapa kakek itu?"
"Aku dapat menduga, kalau tidak salah dialah yang berjuluk Song-Bun-Kwi."
"Ah, dia...?"
Wajah Hui Cu menjadi pucat.
"Pernah Ibu bercerita kepadaku tentang dia... dia tokoh besar puluhan tahun yang lalu. Benarkah dia itu Song-Bun-Kwi?"
"Kiraku tidak keliru dugaanku. Nona, bolehkah aku mengetahui namamu?"
Pandang mata Hui Cu menunduk. Pemuda ini benar-benar amat baik, sopan dan ramah, tapi juga agak aneh sikapnya.
"Aku Hui Cu, she Thio. Kau sendiri she apakah?"
"Aku she Tiauw, Tiauw Sin Lee."
Ia sengaja menggunakan she (nama keturunan) Tiauw yang berarti Rajawali karena setelah gadis ini tahu soal ibunya, ia tidak berani memakai she Kwa atau she Tan agar gadis ini tidak mencurigainya.
"Sekarang apa yang hendak kau lakukan, Nona? Apakah kau hendak melanjutkan perjalananmu ke Thai-San?"
Hui Cu menggeleng kepala.
"Mana bisa aku pergi ke sana kalau Paman Hong masih ditahan di Kota Raja? Aku harus berusaha membebaskan Paman Hong dari tahanan."
"Dalam ceritamu tadi kau bilang bahwa pamanmu Kwa Kun Hong itu adalah putera tunggal Ketua Hoa-San-Pai, Kakek gurumu. Tentu ia lihai sekali, bagaimana ia bisa tertawan?"
Hui Cu menarik napas panjang.
"Kau tidak tahu tentang Paman Hong. Dia itu orang aneh sekali, biarpun dia itu putera Ketua Hoa-San-
(Lanjut ke Jilid 20)
Rajawali Emas (Seri ke 02 - Serial Raja Pedang)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 20
Pai, namun sedikitpun ia tidak pandai ilmu silat, malah tidak pernah belajar ilmu silat. Ia adalah ahli dalam ilmu kesusastraan, akan tetapi keberaniannya luar biasa melebihi jago silat yang manapun juga."
Lalu ia menceritakan betapa Kun Hong berani menolak anugerah Pangeran, malah menceritakan betapa pemuda yang tidak pandai ilmu silat itu menggegerkan pemilihan ketua Hwa-I Kai-Pang dan malah diangkat menjadi ketua perkumpulan pengemis yang berpengaruh itu! Sin Lee mendengarkan dengan penuh keheranan dan kekaguman.
"Hebat pamanmu itu, ingin sekali aku bertemu dan bercakap-cakap dengan dia. Marilah kita tolong dia keluar dari tahanan, Nona. Akan tetapi karena kau sudah banyak dikenal, tentu munculmu di Kota Raja akan mendatangkan keributan dan kesukaran, maka kurasa lebih baik kau bersembunyi di luar tembok kota dan biarlah aku seorang diri pergi menyelidiki keadaan pamanmu itu. Kalau mungkin aku akan turun tangan, kalau sekiranya sukar, kita berdua bisa bergerak malam nanti. Hui Cu girang sekali.
"Saudara Tiauw, kau benar-benar telah melepas budi banyak kepadaku. Kau baik hati sekali dan ilmu silatmu amat lihai. Tidak tahu kau ini murid siapa dan dari golongan manakah?"
Sin Lee tersenyum.
"Tak usah sungkan, Nona. Sudah semestinya manusia saling menolong dalam kesukaran dan sudah menjadi kewajibanku untuk menentang yang jahat membela yang tertindas. Adapun ilmu silatku yang masih dangkal ini kupelajari dari ibuku sendiri, bukan dari golongan manapun juga. Harap kau jangan memuji terlalu tinggi."
Demikianlah keduanya lalu meninggalkan kelenteng rtu menuju ke Kota Raja.
Inilah sebabnya Song-Bun-Kwi tidak dapat mengejar mereka karena kakek itu tentu saja sama sekali tak pernah mengira bahwa dua orang itu malah kembali ke kelenteng mengambil jalan lain kemudian malah pergi Kota Raja! Ditemani Sin Lee yang gagah perkasa sopan terhadap dirinya. Hui Cu menjadi besar hati dan ia hampir merasa yakin bahwa kalau pemuda ini mau membantunya, pasti pamannya akan dapat dibebaskannya dan agaknya soal Li Eng juga akan dapat dibereskan. Pada saat itu Hui Cu sedang diliputi kekuatiran hebat, kuatir memikirkan nasib Kun Hong. Oleh karena inilah maka ia tidak dapat merasa terlalu sungkan berduaan dengan Sin Lee pemuda kenalan baru itu. Andaikata ia tidak sedang menghadapi dua perkara yang menggerogoti hatinya ini, kiranya ia akan merasa sungkan dan malu mengadakan perjalanan berdua saja dengan seorang pemuda asing.
Setibanya di luar tembok Kota Raja, Hui Cu lalu bersembunyi di suatu tempat dan Sin Lee meninggalkannya, masuk seorang diri ke Kota Raja. Segera ia mencari keterangan dan kabar untuk mengetahui di mana ditahannya pemuda Hoa-San-Pai bernama Kwa Kun Hong itu. Akan tetapi keterangan yang ia dapatkan membuat ia terkejut dan juga bingung. Keterangan apakah yang ia dapat? Tidak hanya dari satu dua orang. Malah ia sengaja menangkap seorang pengawal Istana dan dl tempat tersembunyi ia mengancam pengawal itu untuk mengaku dan memberi keterangan tentang Kwa Kun Hong. Dan keterangan pengawal ini sama dengan keterangan yang ia dapat di luaran, yaitu bahwa pemuda Hoa-San-Pai yang ditahan karena berani membangkang terhadap perintah Pangeran Mahkota itu telah ditolong oleh... setan dan lenyap tak berbekas!
"Hanya setan yang dapat menolong dia secara itu,"
Demikian keterangan yang ia dapat.
"Pemuda itu tahu-tahu lenyap dari dalam kamar tahananan dan sebagai gantinya Pangeran Mahkota sendiri yang berada di situ, yang marah-marah kepada penjaga minta dibebaskan. Setelah para penjaga membuka pintu, Pangeran Mahkota keluar dan memerintahkan semua penjaga masuk dalam kamar tahanan lalu dikunci dari luar. Nah, bukankah itu aneh? Padahal Pangeran Mahkota berada di dalam Istananya, tak pernah keluar, apalagi ke kamar tahanan. Masa pemuda itu bisa berubah menjadi Pangeran? Hanya setan yang dapat menolongnya seperti itu."
Hui Cu juga bengong terlongong mendengar cerita Sin Lee atas hasil penyelidikahnya ini.
"Heran sekali, mana bisa terjadi begitu? Paman Hong memang aneh dan berani, akan tetapi ia sama sekali tidak mempunyai kepandaian silat. Siapa gerangan yang telah menolongnya? Kalau memang ada seorang sakti menolongnya, mengapa caranya seaneh itu?"
Sin Lee tersenyum.
"Berita ini tidak bohong, aku malah mendapatkan keterangan dari seorang pengawal Istana yang kutangkap. Setan atau bukan, sudah terang pamanmu ditolong dan sudah tidak ditahan lagi. Sekarang, apa kehendakmu, Nona?"
"Semua ini aneh sekali. Adik Eng berada di tangan seorang sakti, juga Paman Hong kalau dibawa oleh penolongnya, berarti dia berada di tangan orang yang sakti dan aneh. Kupikir lebih baik aku ke Thai-San menjumpai Paman Tan Beng San yang oleh Ayah ibuku dianggap orang terpandai di dunia ini. Kalau tidak Paman Tan Beng San yang menolong, siapa lagi?"
Ucapan gadis ini menimbulkan perasaan campur aduk di hati Sin Lee. Ia girang karena memang itulah kehendaknya, dapat pergi ke Thai-San bersama gadis ini yang hendak ia pergunakan sebagai alat untuk memaksa agar Tan Beng San mau menghadap ibunya. Akan tetapi ia juga tak senang mendengar betapa gadis ini memuji Tan Beng San musuh besar ibunya itu sebagai "orang terpandai di dunia."
Huh, ingin ia membuktikan sendiri sampai di mana kelihaian Tan Beng San itu.
"Baiklah kalau begitu, Nona Thio. Mari kuantar kau ke Thai-San."
Merah wajah Hui Cu. Kalau begini sudah keterlaluan, pikirnya.
"Ah, Saudara Tiauw, mana aku berani membikin kau repot? Budimu sudah terlalu besar bagiku, tak usah kau tambah lagi dengan mengantar aku ke Thai-San. Kau membikin aku menjadi malu saja."
Sin Lee tersenyum, diam-diam ia makin kagum akan sikap gadis ini. Sederhana, tenang, tabah, dan bicaranya sungguh-sungguh tanpa dibuat-buat serta memiliki pandangan jauh.
"Nona, sama sekali bukan begitu. Mana kau merepotkan aku kalau aku sendiripun hendak pergi ke sana? Aku memang hendak mengunjungi Thai-San, hendak melihat upacara dan hendak bertemu dengan Bu-Tek Kiam-Ong Tan Beng San yang namanya malah lebih tinggi daripada puncak Gunung Thai-San itu."
Dalam kata-kata terakhir ini terkandung ejekan.
"Betulkah begitu?"
Hui Cu berkata girang.
"Kalau memang begitu, tentu saja aku... senang sekali dapat melakukan perjalanan bersama denganmu, Saudara Tiauw."
Sin Lee menjura dan tersenyum.
"Syukur sekali kau sudi, Nona. inilah jawaban yang amat kuharapkan."
Demikianlah, dua orang muda itu melakukan perjalanan bersama menuju ke Thai-San. Mula-mula Hui Cu memang merasa agak tidak enak dan likat harus melakukan perjalanan bersama seorang pemuda yang bukan kerabatnya, akan tetapi berkat sikap Sin Lee yang sopan dan memang pemuda ini wataknya riang gembira, akhirnya lenyap ketidak enakan hati gadis itu dan mereka bergaul seperti sahabat-sahabat lama.
Sekarang kita perlu menyelidiki tentang keadaan Kun Hong. Betulkah pemuda ini telah ditolong setan atau ditolong seorang sakti? Seperti telah kita ketahui, Kun Hong diperiksa oleh Tan-Taijin yang dahulu adalah sahabat baik tokoh-tokoh Hoa-San-Pai dan karenanya merasa suka dan simpati kepada putera Ketua Hoa-San-Pai ini. Karena Tan-Taijin ingin sekali menolong, dua orang gadis murid Hoa-San-Pai itu dari cengkeraman Pangeran Mahkota, maka ia menyuruh para pengawal menahan kembali Kun Hong dalam penjara dengan pesan agar Kun Hong diperlakukan sebagai tamu. Betapapun juga, para pengawal yang tidak mau mengambil resiko terlalu besar tentu saja tidak membiarkan Kun Hong bebas.
Pemuda ini tidak dibelenggu, akan tetapi dimasukkan kamar tahanan yang terkunci dari luar dan pemuda ini kelihatan dari luar melalui sebuah jendela yang dipalangi ruji-ruji besi. Setelah dimasukkan lagi ke dalam kamar tahanan. Kun Hong merenung. Celaka, pikirnya, sama sekali ia tidak sangka akan begini berlarut-larut urusan itu. Ia memikirkan nasib dua orang keponakannya. Bagaimana kalau pangeran mata keranjang itu mempergunakan kekuasaannya dan melakukan paksaan? Ah, dialah yang bertanggung jawab atas keselamatan dua orang keponakannya. Bukankah mereka itu hanya dua orang gadis muda dan bukankah dia menjadi pamannya? Celaka, semua adalah salahku. Seandainya mereka tidak bertemu dengan aku, kiranya mereka takkan mengalami nasib seperti sekarang ini.
Ah, bagaimanapun juga aku harus menolong mereka, menolong mereka bebas dari cengkeraman Pangeran Mahkota. Harus! Aku harus menolong mereka. Tapi, bagaimana caranya? Ketika seorang pengawal membuka pintu kamarnya membawa satu baki penuh dengan hidangan yang lezat, teringatlah Kun Hong peristiwa dengan Sin-Eng-Cu Lui Bok yang dahulu menyihirnya sehingga roti kering berubah menjadi roti lunak dan air tawar berubah menjadi arak! Mengapa tidak ia coba kepandaian ini? Sudah lama ia mempelajari ilmu menguasai semangat yang kitabnya ia terima dari kakek sakti itu. Belum pernah ia mencobanya, akan tetapi sekarang menghadapi malapetaka yang mengancam kedua orang keponakannya, terpaksa harus ia coba dalam usahanya menolong mereka.
"Orang muda, silakan makan. Masih baik nasibmu bahwa Tan-Taijin memerintahkan supaya kau diperlakukan dengan baik, kalau tidak, hemm... jangan harap bisa mendapat hidangan seperti ini,"
Kata pengawal itu yang merasa mendongkol juga, karena biasanya kalau ada seorang tahanan, ia dan teman-temannya mendapat kesempatan untuk memeras tahanan itu sehingga keluarga si tahanan mengeluarkan "uang arak"
Agar si tahanan diperlakukan baik-baik. Terhadap Kun Hong mereka tidak bisa memeras, karena takut kepada Tan-Taijin. Kun Hong tiba-tiba bangkit berdiri dari bangkunya dan membentak sambil memandang tajam,
"He, pengawal terhadap aku, Pangeran Mahkota, kau berani bersikap kurang ajar? Apa kau minta dihukum mati?"
Pengawal itu kaget, memandang dan... matanya terbelalak dan mulutnya ternganga. Yang berdiri di depannya bukanlah pemuda itu tadi, melainkan Pangeran Mahkota yang memandang marah. Cepat-cepat ia menjatuhkan diri berlutut.
"Ini... ah, bagaimana... hamba mohon beribu ampun..."
Katanya gagap dengan seluruh tubuh menggigil ketakutan. Girang sekali hati Kun Hong ketika melihat percobaan ilmunya itu berhasil. Ia telah berhasil menguasai semangat dan pikiran pengawal ini dengan pengaruh ilmunya.
"Lekas panggil semua pengawal ke sini. Cepat!"
Bentaknya. Pengawal itu mengangguk-angguk lalu merangkak mundur, keluar dari kamar itu dan berlari-lari memanggil teman-temannya. Sementara itu Kun Hong mengerahkan seluruh kekuatan ilmunya untuk menguasai belasan orang pengawal yang memasuki kamar tahanan itu. Mereka semua menjatuhkan diri berlutut di dalam kamar itu, seperti pengawal tadi mereka mohon ampun! "Karena orang muda itu tidak bersalah, aku telah membebaskannya. Kalian ceroboh benar, sampai masukku dan keluarnya orang muda itu tidak melihat. Hemm! kalian harus dihukum,"
Bentaknya. Belasan orang itu mengangguk-angguk minta ampun. Takut bukan main hati mereka karena Pangeran Mahkota terkenal bengis terhadap para pengawal.
"Sementara kalian tinggal di kamar ini, jangan keluar. Berikan kuncinya!"
Pengawal yang mengantar makanan tadi cepat merangkak maju dan menyerahkan kunci kamar itu. Kun Hong menyambarnya, terus berjalan keluar dengan tenangnya dan mengunci pintu kamar tahanan itu dari luar. Kemudian, seperti orang berjalan keluar dari rumahnya sendiri, dia keluar dari rumah tahanan itu tanpa ada yang merintanginya karena semua pengawal sudah ia keram dalam kamar tahanan.
Ia berjalan terus di jalan besar, bercampur dengan orang banyak dan pergi menuju ke Istana Kembang. Akan tetapi alangkah susah hatinya ketika ia mendengar peristiwa hebat yang menjadi buah bibir penduduk Kota Raja, yaitu tentang seorang kakek yang menyerbu Istana Kembang, membunuhi para pengawal dan seisi Istana, dan menculik pergi dua orang keponakannya. Ia bingung dan tidak tahu siapakah kakek itu, penolongkah atau penjahatkah? Kalau dilihat bahwa dua orang keponakannya dibebaskan dari Istana, berarti menolong, akan tetapi kalau diingat bahwa kakek itu amat kejam, membunuhi semua pengawal dan pelayan, benar-benar mengerikan sekali, seperti bukan perbuatan manusia. Ke mana aku harus mencari mereka? Ke mana gerangan kakek iblis itu membawa pergi Li Eng dan Hui Cu?
Benar-benar gelisah hati Kun Hong memikirkan nasib dua orang keponakannya itu dan menyesallah ia mengapa ia mengajak mereka menerima undangan Pangeran Mahkota. Alangkah gembira tadinya mereka bertiga melakukan perjalanan, dan sekarang, gara-gara pangeran mata keranjang, mereka berpisah dan ia tidak tahu harus menyusul ke mana. Ke mana lagi kalau tidak ke Thai-San, pikirnya, Li Eng dan Hui Cu bermaksud hendak pergi ke Thai-San. Bukan tidak mungkin setelah ditolong oleh kakek itu, mereka melanjutkan perjalanan ke Thai-San. Hanya satu hal yang membuat ia ragu-ragu, kalau dua orang gadis itu selamat, mengapa mereka itu tidak berusaha menolongnya? Ia merasa yakin bahwa dua orang keponakannya itu pasti tidak akan meninggalkannya begitu saja. Tidak ada lain jalan lagi bagiku, pikirnya, selain melanjutkan perjalanan ke Thai-San.
Syukur kalau di sana aku dapat berjumpa dengan mereka, kalau tidak, aku akan minta pertolongan Paman Tan Beng San untuk menggunakan kekuatannya sebagai tokoh besar dunia persilatan, untuk mencari dan menolong Li Eng dan Li Cu. Setelah mendapat keterangan tentang jurusan jalan menuju ke Thai-San, Kun Hong tidak mau membuang waktu lagi, langsung ia melakukan perjalanan secepatnya menuju ke Thai-San. Sekarang ia melakukan perjalanan seorang diri, maka ia melakukan perjalanan cepat. Keindahan pemandangan di tengah jalan tidak terasa indah lagi karena hatinya terganggu oleh persoalan hilangnya Li Eng dan Hui Cu yang masih belum ia ketahui nasibnya. Tanpa ia sadari, Kun Hong sekarang telah memiliki tubuh yang amat kuat dan dapat melakukan perjalanan dengan cepat. Hatinya risau kalau ia teringat akan pengalaman-pengalamannya di Kota Raja.
Menguatirkan keadaan Li Eng dan Hui Cu, juga kecewa dan mendongkol sekali kalau ia teringat akan pedang Ang-Hong-Kiam yang dirampas oleh pemuda pesolek yang kurang ajar di rumah Tan-Taijin itu. Kalau saja ia tidak ingin cepat-cepat ke Thai-San untuk mencari kalau-kalau dua orang keponakannya selamat berada di sana, tentu ia akan mencari pemuda tampan yang menampar pipinya itu di rumah Tan-Taijin untuk ia minta kembali pedangnya. Biarlah, sepulangnya dari Thai-San, kalau semua urusan ini sudah beres, dia pasti akan mencari pemuda itu di rumah Tan-Taijin dan dengan baik ia akan minta kembali pedangnya, kalau tidak diberikan, terpaksa ia akan menggunakan kekerasan. Pedang itu adalah pemberian dari gurunya Bu Beng Cu, dan biarpun ia tidak suka membawa-bawa apalagi menggunakan pedang, ia tahu bahwa pedang itu benda pusaka dan akan ia berikan kepada Ayahnya.
Ketika ia mulai memasuki sebuah hutan yang besar dan penuh ditumbuhi pohon-pohon raksasa, tiba-tiba dari jauh ia melihat tiga bayangan orang berlari cepat sekali. Semenjak mengalami hal-hal yang pahit di Kota Raja, Kun Hong menjadi hati-hati. Cepat ia menyelinap ke belakang sebatang pohon besar dan mengintai. Tiga orang itu makin dekat dan berdebarlah hati Kun Hong ketika mengenal mereka sebagai tiga orang di antara tujuh jagoan Istana pengawal Pangeran Mahkota! Ia mengingat-ingat tujuh orang jagoan yang pernah diperkenalkan kepadanya dan tahu bahwa yang sekarang berlari cepat memasuki hutan itu adalah Tiat-Jiu Souw Ki Si Tangan Besi yang bertubuh tinggi besar dan bermuka hitam bersama sepasang saudara kembar Ho-Pak Siang-Sai (Sepasang Singa dari Ho-pak. Setelah mereka lewat, Kun Hong diam-diam mengikuti mereka dari belakang, menyelinap di antara pepohonan.
Mereka itu adalah kaki tangan Pangeran Mahkota, sangat boleh jadi kedatangannya ini ada hubungannya dengan dua orang keponakannya. Heran hati Kun Hong ketika ia mengikuti tiga orang itu sampai di tengah hutan ia melihat sebuah sungai besar dan di pinggir sungai itu di antara pohon-pohon tampak bangunan tembok. Kiranya di tempat terpencil ini terdapat bangunan yang amat berbeda dengan dusun-dusun biasa, pikirnya. Ia mengikuti terus, ketika tiga orang itu berhenti di depan sebuah jembatan, iapun berhenti, bersembunyi dan mengintai. Ternyata bahwa bangunan-bangunan yang besar-besar berjumlah lima terkurung pagar tembok yang tlnggi dan di sekeliling pagar tembok itu terdapat anak sungai yang agaknya menjadi cabang sungai besar yang mengalir di sebelah Utara dusun ini.
Jalan dari darat menuju ke dalam dusun hanya dihubungkan oleh jembatan kecil itu, jembatan yang bentuknya seperti bunga teratai, terbuat dari kayu berukir indah dan di atas jembatan ini terdapat belasan orang penjaga yang berpakaian seperti Pendeta Agama To. Kun Hong memperhatikan dan menduga-duga. Apakah dusun itu merupakan sekumpulan kuil besar dari para Tosu. Akan tetapi, biasanya Tosu-Tosu kuil pegangannya hanya kitab-kitab, tasbeh dan paling-paling kipas atau kebutan, kenapa belasan orang Tosu yang menjaga di jembatan itu tubuhnya tegap-tegap dan semua membawa senjata pedang atau golok? Tiga orang pengawal Pangeran itu berdiri di mulut jembatan dan agaknya mereka tidak diperkenankan masuk. Kun Hong mendengar suara Tiat-Jiu Souw Ki yang parau dan keras,
"He, para Tosu Ngo-Lian-Kauw! Kalian menganggap kami orang apakah? Bukalah mata dan telingamu baik-baik, aku adalah Tiat-Jiu Souw Ki dan dua orang temanku lni adalah Ho-Pak Siang-Sai! Kami mana bisa bicarakan urusan dengan kalian? Hayo lekas kalian beritahukan kepada Ngo-Lian-Kauwcu (Ketua Perkumpulan Agama Lima Teratai), bahwa kami, bertiga adalah utusan-utusan Pangeran Mahkota, perlu ketemu dan bicara dengan Toat-Beng Yok-Mo!"
Jelas sekali kelihatan para Tosu itu kaget dan gentar, juga Kun Hong ketika mendengar disebutnya nama Yok-Mo, menjadi kaget dan heran. Apakah kakek itu berdua di tempat ini?
"Ah, kiranya para busu Istana utusan Pangeran Mahkota yang datang. Harap Sam-wi (Tuan Bertiga) sudi menanti sebentar, kami hendak melaporkan kepada Kauwcu (Ketua Agama) tentang maksud kedatangan Sam-wi,"
Kata para Tosu itu dengan sikap berubah hormat sekali.
Tiat-Jiu Souw Ki dan dua orang temannya kelihatan tidak puas dan uring-uringan, akan tetapi karena mengindahkan nama besar dari Ngo-Lian-Kauw, mereka menanti di ujung jembatan dengan tidak sabar. Tak lama kemudian terdengar bunyi seruling ditiup orang, banyak sekali sehingga suaranya amat nyaring dan meriah. Dari pintu di ujung jembatan sebelah dalam itu muncullah pasukan terdiri dari dua puluh orang wanita yang berpakaian lima warna dan di kepala masing-masing anggauta pasukan terhias bunga-bunga teratai. Rata-rata para wanita ini cantik dan usianya takkan lebih dari tiga puluh tahun. Setiap anggauta pasukan memegang pedang telanjang yang melintang di depan dada, nampak gagah dan berpengaruh sekali.
Di tengah pasukan ini berjalan seorang wanita tua. Umurnya takkan kurang dari lima puluh tahun, namun mukanya yang memang cantik itu masih dibedaki dan diberi merah-merah, pakaiannya mewah sekali, di punggungnya tergantung pedang dan pinggangnya diikat sehelai sabuk merah. Inilah Ketua Ngo-Lian-Kauw, Ngo-Lian-Kauwcu yang berjuluk Kim-Thouw Thian-Li (Dewi Kepala Emas) yang amat terkenal di dunia kang-ouw. Di sebelahnya berjalan seorang kakek bongkok, umurnya sudah tua sekali, mulutnya yang selalu melongo itu sudah ompong semua.sedangkan matanya besar sebelah. Kakek ini memegang sebatang tongkat hitam yang bengkak-bengkok. Inilah dia Toat-Beng Yok-Mo yang beberapa tahun terakhir ini mempunyai hubungan erat dengan Ketua Ngo-Lian-Kauw.
"Sungguh merupakan penghormatan besar sekali tempat kami yang buruk ini mendapat kuhjungan Sam-wi Busu dari Istana. Entah ada urusan apakah sampai Pangeran Mahkota mengutus Sam-wi datang ke sini?"
Terdengar Kim-Thouw Thian-Li bertanya, suaranya jelas menyatakan kebanggaan hatinya, Tiga orang jagoan Istana itu cukup mengenal siapa wanita di depan mereka itu. Bukan tergolong tokoh baik, malah dahulu terkenal pembela Kaisar Mongol dan dalam pemberontakan para pembesar belasan tahun yang lalu wanita inipun ikut campur. Pendeknya dalam perkara yang buruk-buruk sudah terlalu sering wanita ini mengotorkan tangannya. Oleh karena itu dengan suara keras dan angkuh Souw Ki berkata,
"Kami bertiga memang utusan Pangeran Mahkota, akan tetapi Pangeran Mahkota sama sekali tidak mempunyai urusan apa-apa dengan Ngo-Lian-Kauw dan tidak mengutus kami pergi ke sini, melainkan mengutus kami menyelidiki seorang kakek yang telah mengacau di Istana Kembang."
Kim-Thouw Thian-Li merasa juga akan keangkuhan pengawal Istana itu yang tidak memandang mata kepada Ngo-Lian-Kauw, maka mukanya menjadi merah dan ia bertanya dengan nada mengejek,
"Kalau memang tidak ada urusan dengan Ngo-Lian-Kauw, mengapa Sam-wi Busu mencapaikan diri datang ke sini? Urusan di Istana sudah tentu saja kami tidak bisa membantumu."
Tiat-jiauw Souw Ki adalah seorang bekas bajak, wataknya keras dan kasar, tidak takut kepada siapapun juga karena ia mengandalkan kedudukan dan mengandalkan teman-temannya.
"Kamipun tidak membutuhkan bantuan Ngo-Lian-Kauw. Akan tetapi kakek yang berani mengacau Istana Kembang, yang kami ketahui hanya seorang saja yang tinggal di Ngo-Lian-Kauw. Eh Toat-Beng Yok-Mo, mengaku sajalah, bukankah kau yang main-main di Istana Kembang? Kalau betul, kau menyerahlah kami tangkap, dan kembalikan dua orang gadis yang kau culik."
Mata Yok-Mo yang besar sebelah itu menjadi makin besar sebelah, yang besar jadi melotot? dan yang kecil sampai meram, mulutnya mengeluarkan bunyi,
"Heh-heh-heh"
Tiada hentinya. Bu Sek, yang pertama dari Ho-Pak Sian-Sai, tak sabar berkata,
"Seorang laki-laki harus, berani mempertanggung-jawabkan perbuatannya. Sudah berani mengacau Istana Kembang masa takut mengakui?"
Tiba-tiba Yok-Mo tertawa bergelak,
"He-he-he, lucunya! Di sinipun tidak kekurangan gadis-gadis yang cantik manis, kenapa harus menculik ke Istana? Harap kalian jangan main-main dengan seorang tua seperti aku!"
Souw Ki saling pandang dengan sepasang saudara kembar itu, lalu Si Tangan Besi berkata,
"Bagaimana kami dapat meyakininya bahwa kau tidak melakukan perbuatan itu, Toat-Beng Yok-Mo?"
"Heh-heh-heh, urusan menculik tentu ada buktinya. Kalian bertiga boleh mencari, apakah benar dua orang gadis itu berada di sini, heh-heh-heh!"
Sebetulnya Yok-Mo sudah marah sekali dan kalau menurutkan perasaan hatinya, ingin ia turun tangan memberi hajaran kepada tiga orang ini. Akan tetapi mengingat bahwa mereka adalah utusan Pangeran Mahkota, tentu saja ia tidak berani bertindak sembrono, maklum akan hebatnya pengaruh pangeran itu yang tentu akan membuat hidupnya tidak aman lagi kalau ia sampai mengadakan permusuhan.
"Baiklah, kami akan melakukan penggeledahan di Ngo-Lian-Kauw. Kalau betul-betul tidak terdapat dua orang gadis yang kami cari, untuk sementara kami akan mencabut tuduhan kami,"
Setelah berkata demikian Souw Ki lalu mengajak dua orang temannya untuk menyeberangi jembatan itu. Akan tetapi tiba-tiba Kim-Thouw Thian-Li memberi tanda dan pasukan wanita yang mengawalnya tadi bergerak memenuhi jembatan, menghadang tiga orang busu ini.
"Hemm, apa artinya ini?"
Souw Ki membentak sambil menoleh kepada Kim-Thouw Thian-Li. Wanita ini tertawa, masih genit suara ketawanya dan masih terbayang kecantikan wajah nenek yang sudah tua ini.
"Tiat-Jiu Souw Ki dan Ho-Pak Sian-Sai! Sudah lama aku mendengar nama besar kalian sebagai tiga di antara tujuh orang jagoan Istana yang amat terkenal. Sebaliknya kiraku kalian bertiga juga sudah mendengar nama, Ngo-Lian-Kauw yang selamanya tidak akan mengijinkan orang luar masuk tanpa persetujuanku. Andaikata kalian membawa surat perintah Pangeran Mahkota, sudah tentu saja kami sebagai rakyat tidak akan berani membangkang, karena bukan maksud kami akan rnemberontak terhadap pemerintah. Akan tetapi, kalian datang tanpa surat perintah, siapa tahu kalau kalian hanya mengandalkan kepandaian sendiri dan nama Pangeran untuk menghina kami? Bicara tentang kepandaian, kaiian mengandalkan apakah hendak melanggar larangan Ngo-Lian-Kauw?"
Tiat-Jiu Souw Ki adalah seorang tokoh yang terkenal dengan kekuatannya sehingga tangannya dianggap sebagai tangan besi. Juga permainan senjata Ruyung bajanya amat terkenal, senjata yang sesuai dengan tenaganya yang besar. Mendengar ejekan Ketua Ngo-Lian-Kauw ini, mukanya yang hitam menjadi makin gelap. Ia menghampiri sebuah singa-singaan batu di sebelah kiri jembatan, lalu berkata,
"Singa-singaan batu ini mengandalkan kekerasannya, akan tetapi aku mengandalkan apakah? Tidak lain mengandalkan tanganku ini!"
Tangan kanannya bergerak memukul perlahan dan kepala singa batu itu remuk berhamburan. Sauw Ki tertawa bergelak.
"Ha-ha, hanya kelihatannya saja keras singa batu ini, kiranya begini lunak!"
"Saudara Souw, setelah kami berdua datang, sepasang singa batu ini memang tidak berhak berdiri lagi. Tapi kenapa kau hanya melenyapkan kepalanya?"
Kata Bu Sek, seorang di antara Ho-Pak Siang-Sai yang bermuka kuning dan karenanya berjuluk Ui-Bin-Sai (Singa Muka Kuning). Adiknya, Bu Tai yang berjuluk Ang-Bin-Sai (Singa Muka Merah) juga tertawa dan berkata,
"Sungguh tak enak melihat Souw-Twa-Ko menghancurkan singa-singa batu. Bagi yang tidak tahu dikiranya Souw-Twa-Ko menghina kami!"
Dua orang saudara kembar itu menggerakkan tubuhnya, tiba-tiba tampak sinar pedang berkelebat, sebuah ke sebelah kiri jembatan, satu lagi ke sebelah kanannya dan tahu-tahu terdengar suara keras dan singa batu yang sudah pecah kepalanya tadi tahu-tahu terguling roboh, sedangkan yang berada di sebelah kanan jembatan juga roboh terbabat pedang. Gerakan pedang sepasang saudara kembar ini cepat dan hanya kelihatan sinar pedangnya saja, dapat diduga bahwa ilmu pedang mereka memang hebat.
"Bagus, bagus! Tiga orang busu dari Pangeran Mahkota benar-benar hebat dan gagah, sudah menang melawan dua ekor singa batu, heh-heh-heh!"
Toat-Beng Yok-Mo tertawa, setengah mengejek. Akan tetapi Kim-Thouw Thian-Li menjadi merah mukanya saking menahan marah. Kalau bukan utusan Pangeran yang melakukan pengrusakan terhadap hiasan jembatannya, tentu ia langsung sudah turun tangan sendiri memberi hajaran.
"Yok-Mo, kalau kami belum menggeledah ke dalam, bagaimana kami bisa merasa yakin bahwa kau tidak bersalah?"
Souw Ki berkata nyaring, namun Kakek Setan Obat itu hanya tertawa ha-ha he-he saja.
"Souw-Busu, Toat-Beng Yok-Mo hanya tamuku dan yang bertanggung jawab tentang tempat ini adalah aku. Ketahuilah bahwa tidak sembarang orang boleh memasuki tempat kami, kecuali orang yang dianggap cukup berharga dan gagah. Kalau Sam-wi Busu sanggup melewati lapisan Ngo-Lian-Tin kami yang ada tiga buah, biarlah kami anggap Sam-wi cukup berharga dan gagah untuk memasuki tempat kami."
Kim-Thouw Thian-Li memberi isyarat dengan tangannya dan para pengawalnya tadi segera bergerak. Lima belas orang di antara para pengawalnya dengan pedang di tangan lalu berpencaran menjadi tiga kelompok, masing-masing terdiri dari lima orang, sekelompok menjaga di kepala jembatan, sekelompok kanan kiri. Mereka berdiri berjajar, sekelompok lima orang. Souw Ki saling pandang dengan dua orang saudara kembar itu, lalu tertawa.
"Kim-Thouw Thian-Li, kau benar-benar memandang rendah kepada kami. Kalau kami tidak memperlihatkan kepandaian, tentu kau tidak dapat mengenal kelihaian kami!"
Kata Souw Ki sambil mengeluarkan Ruyung bajanya yang berat.
Rajawali Emas Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Bu-Siang-Te, hayo kita gempur Ngo-Lian-Tin ini. tidak perlu kita sungkan-sungkan lagi!"
Bu Sek dan Bu Tai juga mencabut pedang mereka, lalu masing-masing melompat menghadapi sekelompok Ngo-Lian-Tin. Ngo-Lian-Tin (Barisan Lima Teratai) ini adalah ciptaan Kim-Thouw Thian-Li sendiri, sebuah barisan terdiri dari lima orang wanita yang gerak-geriknya diambil dasarnya dari Ngo-Heng-Tin, lima orang wanita yang cukup tinggi ilmu pedangnya dilatih untuk bergerak saling bantu dengan cara yang amat berbahaya bagi lawan. Tiga orang busu ini cepat menggerakan senjata mereka dan masing-masing menyerbu sekelompok Ngo-Lian-Tin. Ruyung baja ditangan Souw Ki mengeluarkan angin ketika ia memutarnya dan menerjang lima orang wanita cantik yang cepat menggunakan pedang untuk menghadapinya dalam bentuk Ngo-Lian-Tin itu.
Kaget juga jagoan Istana ini ketika seorang anggauta Ngo-Lian-Tin yang diserangnya sama sekali tidak mengelak, hanya mengangkat pedang menangkis, akan tetapi empat batang pedang lain dari empat jurusan membarengi gerakannya menyerang empat bagian berbahaya dari tubuhnya. Terpaksa ia menarik kembali senjatanya dan menangkis serangan-serangan itu dengan memutarkan Ruyung sekuat tenaga. Empat orang wanita itu mengeluarkan seruan tertahan karena hampir saja pedang mereka terlempar dari tangan, begitu hebat tenaga Si Tangan Besi ini. Souw Ki maklum bahwa kalau ia menyerang seorang lawan, yang empat tentu akan membarengi serangannya sehingga dasar Ngo-Lian-Tin ini adalah mengorbankan seorang anggauta untuk mengalahkan lawan. Tentu saja ia tidak mau dan ia segera mengerahkan tenaganya memutar Ruyungnya, mengambil keuntungan dari tenaganya yang besar untuk mengadu senjata dengan lima batang pedang itu.
Usahanya itu berhasil baik karena lima orang wanita yang menjadi lawannya terdesak mundur sampai ke tengah jembatan! Juga sepasang saudara kembar she Bu itu ternyata memiliki ilmu pedang yang hebat dan cepat sehingga kelompok Ngo-Lian-Tin yang mengeroyok mereka tak dapat Mengimbanginya. Terdengar jerit susul-menyusul ketika beberapa orang wanita, anggauta Ngo-Lian-Tin terluka oleh pedang mereka disusul Souw Ki yang berhasil menendang dua orang pengeroyoknya masuk ke dalam anak sungai! Tingkat kepandaian para busu yang menjadi tangan kanan Pangeran Mahkota ini benar-benar tak boleh dipandang rendah. Sampai pucat muka Kim-Thouw Thian-Li saking malu dan marahnya.
Akan tetapi apa yang dapat ia lakukan? Ia sudah berjanji bahwa kalau tiga orang itu dapat mengalahkan Ngo-Lian-Tin, mereka diperbolehkan masuk ke dalam untuk melakukan penggeledahan, Sebagai Ketua Ngo-Lian-Kauw tentu saja ia tidak suka menjilat ludah sendiri. Ia memberi isyarat dengan tepukan tangan dan sisa barisan Ngo-Lian-Tin itu yang tahu bahwa mereka takkan dapat menang, cepat mengundurkan diri. Souw Ki tertawa bergelak dan bersama kedua Saudara Bu ia lalu menyeberangi jembatan memasuki lima bangunan berbentuk bunga teratai itu. Mereka melakukan penggeledahan, memasuki semua kamar dan ruangan, akan tetapi tentu saja mereka tidak bisa mendapatkan dua orang gadis pilihan Pangeran yang terculik pada malam itu, karena memang bukan Yok-Mo penculiknya.
Tiga orang itu menjadi kecewa sekali karena tadinya mereka menduga keras bahwa satu-satunya kakek yang selihai itu, yang berani mengacau Istana Kembang siapa lagi kalau bukan kakek ini? Apalagi kalau dipikir bahwa Yok-Mo menjadi "Teman baik"
Ketua Ngo-Lian-Kauw yang dahulu pernah memusuhi Kaisar. Sementara itu, Kun Hong yang bersembunyi sambil mengintai, melihat betapa jagoan-jagoan Istana itu mencurigai Yok-Mo, diam-diam juga ikut menjadi curiga. Ia cukup mengenal Yok-Mo yang berwatak palsu, bukan tidak mungkin kakek ini yang menculik Li Eng dan Hui Cu! Maka ia menanti hasil penyelidikan tiga orang jagoan itu dengan hati berdebar. Iapun ikut kecewa ketika tiga orang itu keluar dengan tangan kosong, dan wajah muram, Yok-Mo terkekeh-kekeh mentertawakan lalu berkata,
"Heh-heh-heh, apakah kalian menemukan dua orang gadis itu?"
Souw Ki makin marah ketika ditertawakan.
"Kakek jahat! Siapa tahu kalau kau sembunyikan dua orang gadis itu di tempat lain?"
"Heh-heh, kewajibanmulah untuk mencari dan menemukannya andaikata benar kusembunyikan."
Souw Ki dan kedua orang Saudara Bu marah, akan tetapi karena tidak ada bukti, mereka tidak dapat berbuat apa-apa. Mereka hendak pergi, akan tetapi Kim-Thouw Thian-Li menggerakkan kakinya dan tahu-tahu tubuhnya melayang ke depan tiga orang itu, menghadang. Mulut Ketua Ngo-Lian-Kauw ini tersenyum mengejek,
"Hemm, kalian sewenang-wenang datang merusak hiasan jembatan, lalu memasuki tempat tinggal kami dengan fitnah jahat. Setelah semua itu, apakah kalian hendak pergi begitu saja?"
"Kim-Thouw Thian-Li, setelah Ngo-Lian-Tin yang kau ajukan itu dapat kami hancurkan, apakah kau masih belum puas?"
Souw Ki mengejek sambil melintangkan Ruyungnya di depan dada.
"Justeru karena Sam-wi Busu telah memecahkan Ngo-Lian-Tin, aku yang bodoh ingin sekali berkenalan dengan kelihaian Sam-wi. Bukan sekali-kali Ngo-Lian-Kauw hendak memandang rendah kepada Pangeran Mahkota, akan tetapi ini adalah urusan mengenai pribadi kita, tidak tahu apakah Sam-wi Busu sudi memberi petunjuk?"
Biarpun kata-kata ini sifatnya halus, namun mengandung tantangan. Orang seperti Tiat-Jiu Souw Ki yang semenjak mudanya mengumbar nafsu berkelahi, tidak mau. mengalah dan selalu menganggap diri sendiri paling jagoan, mana bisa menghadapi tantangan tanpa melayaninya? Ia tertawa bergelak lalu berkata,
"Kim-Thow Thian-Li! Sudah lama aku mendengar namamu yang amat tenar.Tentu saja akupun ingin sekali merasai kelihaianmu dan urusan di antara kita ini tiada sangkut-pautnya dengan Pangeran. Setelah kami bertindak sebagai utusan, sekarang kami akan bertindak atas nama diri pribadi kami sendiri. Kalau kau ada kepandaian, boleh memberi petunjuk"
Kim-Thouw Thian-Li mendengus lalu tangannya bergerak, tahu-tahu tangan kanan sudah memegang pedang dan tangan kiri memegang sehelai sabuk berwarna merah.
"Tiat-Jiu Souw Ki, ingin aku berkenalan dengan Ruyung bajamu yang ganas!"
Sambli berkata demikian, pedangnya berubah menjadi sinar ketika bergerak menusuk ke arah dada Souw Ki. Orang tinggi besar ini tidak berani memandang remeh karena iapun sudah mendengar bahwa Ketua Ngo-Lian-Kauw ini adalah seorang wanita yang ganas dan dahsyat sekali sepak-terjangnya. Cepat ia menggeser kaki ke kiri sambil menyabetkan Ruyungnya ke arah sinar pedang untuk menangkis.
Akan tetapi, sinar pedang itu ditahannya dan sebagai gantinya, tangan kiri wanita itu bergerak dan sinar merah melayang-layang menotok ke arah ulu hati Souw Ki. Jangan dipandang rendah sabuk merah ditangan kiri Kim-Thouw Thian-Li ini. Biarpun hanya sehelai kain halus, namun, ditangan wanita ini berubah menjadi senjata yang amat ampuh, yang ujungnya mampu, merobek jalan darah lawan dan karena lemasnya maka lebih berbahaya dan sukar dilawan dari sebatang pedang! Souw Ki mengeluarkan, seruan panjang, Ruyungnya diputar menjadi benteng baja melindungi dirinya sehingga totokan ujung sabuk Sutera inipun dapat ditangkisnya. Akan tetapi Kim-Thouw Thian-Li kembali mengeluarkan suara mendengus penuh ejekan, lalu pedangnya bergerak menjadi gulungan sinar memanjang, menyambar-nyambar tubuh Souw Ki dari pelbagai jurusan sehingga jagoan Istana ini menjadi kaget dan sibuk sekali.
Kim-Thouw Thian-Li adalah murid tersayang dari tokoh besar Hek-Hwa Kui-Bo Si Iblis Betina, malah ilmu pedang Im-Sin Kiam-Sut yang luar biasa hebatnya itu sebagian telah diajarkan kepada Kim-Thouw Thian-Li. Biarpun hanya sebagian saja Thai-Yang dimiliki oleh Ketua Ngo-Lian-Kauw ini, namun cukup untuk menghadapi lawan yang sakti. Souw Ki boleh mengunggulkan dirinya sebagai jagoan yang bertangan besi dan bersenjata Ruyung yang dahsyat, namun menghadapi Kim-Thouw Thian-Li dia repot sekali. Andaikata Ketua Ngo-lian-kouw ini hanya bermain pedang saja, iapun sudah repot dan takkan dapat melawannya dengan Ruyungnya, apalagi sekarang Kim-Thouw Thian-Li membantu permainan pedangnya dengan sabuk merahnya, membuat jagoan yang galak itu menjadi makin kewalahan.
Untung baginya bahwa Kim-Thouw Thian-Li masih jerih untuk mencelakai orangnya Pangeran Mahkota, kalau tidak, sekali Ketua Ngo-Lian-Kauw ini mengeluarkan senjata-senjata yang paling ampuh, yaitu senjata rahasia yang mengandung racun berbahaya, kiranya dalam waktu tak lama Souw Ki tentu akan roboh. Sepasang saudara Bu yang tadinya hanya menonton pertandingan ini, ketika melihat bahwa teman mereka terdesak hebat dan sekarang hanya main mundur dan berputaran untuk menyelamatkan diri dari serangan lawan yang amat gencar itu, menjadi marah. Tujuh orang jagoan Istana pengawal Pangeran Mahkota adalah jagoan-jagoan yang ditakuti, yang sudah dianggap sebagai sekelompok jagoan tanpa tanding. Kalau sekarang seorang di antara mereka dijatuhkan lawan, berarti nama tujuh orang jagoan ini akan tercemar. Oleh karena itu, keduanya bertukar pandang, kemudian sepasang saudara kembar ini menggerakkan pedang dan Bu Sek membentak,
"Kim-Thouw Thian-Li, jangan menjual lagak di depan kami!"
Ilmu pedang dari sepasang saudara Bu ini adalah ilmu pedang keturunan yang bersumber pada ilmu pedang Go-bi Kiam-Hoat dari Go-Bi-Pai. Karena mereka adalah dua saudara kembar, maka dalam permainan pasangan ini mereka seakan-akan merupakan pasangan yang amat cocok, seperti dua orang satu perasaan saja sehingga kelihatan mereka kalau maju bersama amat hebat. Tadi saja masing-masing dapat memecahkan Ngo-Lian-Tin, ini berarti bahwa tingkat mereka bukanlah tingkat jago silat sembarangan, sekarang mereka maju bersama mengeroyok Kim-Thouw Thian-Li, sekali serang merupakan gulungan sepasang sinar pedang yang amat kuat.
Ketua Ngo-Lian-Kauw itu diam-diam terkejut dan cepat menahan desakannya terhadap Souw Ki untuk menghadapi dua orang lawan baru ini. Cepat dan kuat gerakan dua pedang dari saudara kembar itu, maka terpaksa Kim-Thouw Thian-Li harus mengeluarkan Thai-Yang lagi untuk menghadapinya. Wanita tua Ketua Ngo-Lian-Kauw ini benar-benar hebat, biarpun dikeroyok tiga ia masih dapat mengimbangi permainan lawannya. Kun Hong yang menonton di balik batang pohon, merasa gembira juga karena ia sekarang dapat menonton dengan penuh pengertian. Ia dapat mengikuti semua permainan itu, malah ia dapat menduga bahwa kalau pertandingan ini dilanjutkan, Kim-Thouw Thian-Li akan kalah, biarpun mungkin wanita ini akan dapat melukai seorang di antara tiga orang pengeroyoknya.
Ia ingin melerai mereka, akan tetapi merasa bahwa pertandingan itu bukanlah urusannya dan ia tidak mempunyai kepentingan sama sekali. Agaknya penilaian Kun Hong ini sama dengan penilaian Yok-Mo. Setan Obat inipun maklum bahwa setelah dua saudara Bu itu memasuki gelanggang pertempuran, Kim-Thouw Thian-Li tentu takkan kuat menahan. Tentu saja kalau ia membantu Ketua Ngo-Lian-Kauw itu, takkan sukar bagi mereka berdua untuk mengalahkan tiga orang busu ini, akan tetapi mengingat bahwa mereka adalah utusan-utusan Pangeran Mahkota, amatlah berbahaya untuk bermusuhan dengan mereka. Maka ia lalu meloncat ke tengah lapangan, tongkat hitamnya bergerak dan mulutnya berseru,
"Cukup... cukup... untuk apa bertempur terus?"
Terdengar bunyi "Trang-trang"
Beradunya senjata dan baik Ruyung baja di tangan Souw Ki maupun pedang dl tangan kedua orang saudara Bu itu terpental ke belakang ketika terbentur tongkat hitam. Tiga orang busu ini kaget dan melompat ke belakang, diam-diam mengakui kelihaian Si Setan Obat.
"Sam-wi Busu, setelah mendapat kenyataan bahwa aku bukanlah pengacau Istana Kembang, harap laporkan kepada Pangeran dan janganlah melanjutkan pertempuran yang tak ada artinya ini. Kauwcu (Ketua), harap kau mengalah."
Kim-Thouw Thian-Li tersenyum dan mendengus lalu mengejek,
"Ah, sekarang aku merasa sendiri betapa lihainya Sam-wi Busu!"
Wajah tiga orang jagoan itu menjadi merah. Mereka merasa disindir karena tadi jelas bahwa mereka bertiga tidak mampu mengalahkan Ketua Ngo-Lian-Kauw yang lihai itu, apalagi Yok-Mo yang sekali menggerakkan tongkat telah mampu membuat senjata mereka terpental. Mereka maklum bahwa Ketua Ngo-Lian-Kauw dan Yok-Mo itu telah berlaku dan bersikap mengalah karena takut akan nama Pangeran Mahkota, maka merekapun tidak bodoh untuk tidak tahu diri dan mencari perkara. Kedatangan mereka untuk menyelidik tentang kakek yang mengacau Istana Kembang, setelah sekarang tidak terdapat bukti, kiranya tidak perlu mengacau di situ lebih lama lagi.
"Kauwcu sungguh lihai,"
Kata Souw Ki.
"dan Yok-Mo karena tidak ada bukti terpaksa sementara ini kami mencabut dakwaan kami. Selamat tinggal!"
Setelah berkata demikian, tiga orang busu itu lalu meninggalkan tempat itu dengan mengangkat dada. Betapapun. juga, mereka belum kalah, dan andaikata mereka datang bertujuh, biarpun di situ ada Yok-Mo, tanggung mereka takkan mendapat malu dan akan dapat mengalahkan pihak Ngo-Lian-Kauw. Setelah tiga orang itu pergi, Yok-Mo dan Kim-Thouw Thian-Li tertawa, lalu Kim-Thouw Thian-Li memerintahkan para pengawalnya untuk kembali ke dalam benteng Ngo-Lian-Kauw. Akan tetapi Yok-Mo tiba-tiba berkata.
"Nanti dulu, ada tamu yang sejak tadi bersembunyi, harus kita sambut dulu."
Ia lalu memandang ke arah tempat sembunyi Kun Hong dan berseru keras,
"Sahabat tak perlu bersembunyi lagi, kalau ada perlu keluarlah!"
Kun Hong kaget dan diam-diam memuji ketajaman mata Yok-Mo. Tentu tadi dalam keasyikannya menonton pertempuran ia kurang hati-hati dan memperlihatkan diri dari balik batang pohon sehingga terlihat oleh kakek itu. Ia berjalan keluar dan berkata,
"Toat-Beng Yok-Mo, aku memang datang hendak menemui kau dan mengembalikan kitab-kitabmu!"
Ia segera berjalan menghampiri dan mengambil tiga buah kitab dari dalam kantong bajunya yang selama ini ia simpan dan ia pelajari. Sejenak Toat-Beng Yok-Mo memandang heran. Akan tetapi begitu melihat tiga buah kitab di tangan pemuda itu, ia segera teringat dan berseru girang dan heran,
"Kau... masih hidup...??"
Tentu saja ia sekarang ingat akan pemuda yang telah menggendongnya ketika ia terluka dari Bukit Hoa-San, pemuda yang ia kira mati digondol Burung Rajawali Emas yang lihai itu. Ia bukan girang, karena pemuda itu masih hidup, melainkan girang karena tiga buah kitabnya yang ia sangka sudah lenyap itu kini ternyata masih utuh. Cepat ia menyambar tiga buah kitab itu dan segera disusulnya pertanyaan,
"Dan manakah katak putih dalam tabung itu?"
"Ah, menyesal sekali, Yok-Mo, katak itu telah ditelan habis oleh Kim-Thiauw-Ko (Kakak Rajawali Emas)."
Kemudian pemuda ini segera balas bertanya.
"Yok-Mo, aku tadi mendengar tentang urusan para busu mencari dua orang gadis. Gadis-gadis itu adalah dua orang keponakanku. Betulkah kau tidak melihat mereka, Yok-Mo?"
Pada saat itu, sebelum Yok-Mo menjawab, terdengar suara,
"Bagus sekali, Toat-Beng Yok-Mo, kau telah menipu kami!"
Dan muncullah Souw Ki, dua orang saudara kembar Bu, dan seorang Tosu.
Tosu ini bukan lain adalah Thian It Tosu tokoh Ngo-Lian-Kauw, tangan kanan Kim-Thouw Thian-Li. Seperti kita ketahui, Thian It Tosu menggabungkan diri dan menjadi seorang di antara tujuh jagoan Istana. Inilah sebabnya mengapa Kim-Thouw Thian-Li berlaku mengalah dan tidak suka bermusuhan dengan Souw Ki bertiga tadi, akan tetapi juga ini yang menyebabkan ia merasa penasaran melihat sikap Souw Ki yang sombong dan tidak mengindahkannya. Ketika Souw Ki bertiga kembali ke Istana, di tengah jalan bertemulah mereka dengan teman mereka, Thian It Tosu. Mereka berterus terang tentang kecurigaan mereka terhadap Toat-Beng Yok-Mo dan menceritakan pula peristiwa di Ngo-Lian-Kauw tadi. Thian It Tosu mencela mereka dan merasa menyesal telah terjadi peristiwa itu.
"Marilah kita kembali ke sana, kalau tidak begitu, sungguh Pinto akan merasa tidak enak sekali terhadap Kauwcu."
Souw Ki dan dua orang saudara kembar itu menurut, maka empat orang ini segera kembali ke situ dan kebetulan sekali mereka melihat Kun Hong bercakap-cakap dengan Toat-Beng Yok-Mo, Tentu saja Souw Ki menjadi marah dan mengeluarkan bentakan tadi. Mereka mengenal Kun Hong sebagai pemuda yang lenyap secara aneh dari tahanan. Sekarang ternyata pemuda ini bercakap-cakap dengan Yok-Mo, siapa lagi kalau bukan Setan Obat yang menolongnya keluar dari tahanan? Juga Thian It Tosu menjadi curiga. Tosu ini memang diam-diam merasa iri hati dan tidak suka melihat perhubungan antara Yok-Mo dengan ketuanya. Sebelum Yok-Mo datang, dialah orang yang paling "dekat"
Dengan Kim-Thouw Thian-Li dan setelah ia menjadi pengawal Pangeran lalu mendengar kedatangan Yok-Mo tentu saja ia menjadi iri hati dan cemburu.
"Toat-Beng Yok-Mo, kau tadi bilang tidak tahu menahu tentang pengacauan di Istana Kembang, tapi ternyata kau mengenal baik orang muda ini. Hemmm, andikata benar bukan kau yang mengacau di Istana Kembang, sudah dapat dipastikan bahwa yang menolong pemuda ini keluar dari tahanan adalah kau!"
Kata Souw Ki dengan suara marah.
"Toat-Beng Yok-Mo dengan perbuatanmu menentang Pangeran Mahkota ini, jangan kau menyeret nama baik Ngo-Lian-Kauw. Seorang laki-laki harus berani mempertanggung jawabkan perbuatannya sendiri!"
Kata Thian It Tosu sambil melirik ke arah Kim-Thouw Thian-Li yang masih berdiri di jembatan. Melihat empat orang jagoan Istana ini bersikap hendak menyerangnya, Toat-Beng Yok-Mo hanya terkekeh lalu berkata,
"Tidak kusangkal bahwa aku mengenal pemuda ini, habis kalian mau apakah? Heh-heh-heh!"
"Yok-Mo, kami harus menangkap kau dan pemuda ini!"
Seru Souw Ki. Sementara itu, ketika Kun Hong melihat datangnya empat orang pengawal Istana ini, mukanya menjadi pucat. Celaka, pikirnya, tentu aku akan ditangkap lagi. Ketika mendengar kata-kata Souw Ki yang terakhir, tanpa pikir panjang lagi Kun Hong lalu membalikkan tubuh dan lari dari situ!
"Hee, hendak lari ke mana kau?"
Souw Ki melompat dan Ruyungnya dipergunakan menyerampang kaki Kun Hong dari belakang. Ia memang gemas kepada pemuda ini dan ingin memberi hajaran. Akan tetapi alangkah herannya ketika sudah yakin hatinya akan dapat mematahkan dua kaki pemuda itu, ternyata Ruyungnya hanya mengenai angin karena kaki pemuda itu bergeser ke arah yang berlawanan dan secara aneh sekali.
Ternyata dalam keadaan berbahaya itu Kun Hong sudah mempergunakan langkah dari Ilmu Silat Kim-Tiauw-Kun sehingga dengan mudah ia dapat menghindarkan kedua kakinya dari sambaran Ruyung. Melihat pemuda itu hendak lari, sepasang saudara kembar Bu dan Thian It Tosu juga lari mengejar. Kun Hong terkurung oleh empat orang busu. Pemuda ini bingung, lalu mengambil keputusan untuk mempergunakan ilmu yang telah dipelajarinya, yaitu Kim-Tiauw-Kun untuk melakukan perlawanan. Kalau tidak terpaksa sekali, pemuda ini tidak suka mempergunakan ilmu ini untuk bertanding dengan orang lain. Akan tetapi pada saat itu terdengar suara parau dan disusul suara melengking yang menusuk telinga dan tahu-tahu di situ telah berdiri seorang kakek tinggi besar yang berpakaian serba putih. Melihat kakek ini, Toat-Beng Yok-Mo dan Kim-Thouw Thian-Li segera menghampiri, memberi hormat dan menegur,
"Kiranya Lo-Cianpwe Song-Bun-Kwi yang datang, silakan... silakan,"
Empat orang pengawal itu tentu saja pernah mendengar nama besar Song-Bun-Kwi, maka mereka menegok. Thian It Tosu yang juga sudah pernah melihat kakek ini, segera memberi hormat kepada Song-Bun-Kwi, akan tetapi, kakek itu menerimanya acuh tak acuh. Souw Ki dan dua orang saudara kembar, biarpun pernah mendengar nama Song-Bun-Kwi, akan tetapi belum pernah bertemu muka. Mereka adalah pengawal Istana kepercayaan Pangeran Mahkota, maka tentu saja sikap mereka angkuh dan terhadap Song-Bun-Kwi mereka tidak memandang sebelah mata! Setelah memandang sejenak, Souw Ki dan dua orang saudara itu lalu mengurung Kun Hong lagi.
"Yok-Mo, siapakah tiga manusia ini?"
Song-Bun-Kwi bertanya dan diam-diam kakek ini heran sekali karena tadi ia melihat geseran kaki Kun Hong yang dalam pandangannya merupakan ilmu langkah yang ajaib sekali. Yok-Mo tertawa,
"Heh-heh, mereka adalah pengawal-pengawal Istana yang datang dengan fitnah bahwa aku telah mengacau Istana Kembang, kemudian mengira lagi bahwa aku telah mengeluarkan pemuda itu dari dalam tahanan. Lucu sekali!"
"Ah, kiranya anjing-anjing Istana. He, dengarlah kalian. Yang mengacau Istana Kembang, menculik dua orang gadis adalah aku. Kalian mau apa?"
Bukan main kagetnya Souw Ki dan teman-temannya, juga Thian It Tosu. Kalau Thian It Tosu merasa kaget dan gelisah, adalah Souw Ki dan kedua saudara Bu kaget berbareng girang.
"Aha, dicari susah payah tidak ketemu, sekarang datang sendiri menyerahkan diri. Bagus! Kakek, dosamu terlalu besar, kau menyerahlah saja daripada rusak badanmu oleh Ruyungku!"
Souw Ki menggertak dan serta merta bersama teman-temannya lupa akan Kun Hong, meninggalkan pemuda itu dan menghampirl Song-Bun-Kwi.
Song-Bun-Kwi tertawa bergelak dan ia melengking tinggi ketika melihat sambaran Ruyung Souw Ki. Hebat dan dahsyat sekali sambaran Ruyung baja itu dan sekiranya mengenai kepala kakek ini, kiranya akan pecah berhamburan karena Ruyung baja ini di tangan Souw Ki sanggup menghancurkan batu karang yang keras. Karena maklum bahwa kakek ini sakti, di samping hantaman Ruyungnya ke arah kepala, tangan Souw Ki juga mengirim pukulan ke arah dada. Hebat sekali Song-Bun-Kwi. Diserang seganas itu, kakek ini berdiri tak bergerak, dalam arti kata mengelak, seakan-akan ia tidak melihat datangnya dua serangan dahsyat itu. Baru setelah Ruyung tinggal satu dim lagi dari keningnya kakek ini membabat senjata lawan itu dari bawah dengan tangan kiri dimiringkan, sedangkan tangan kanannya dengan jari-jari terbuka menerima pukulan tangan kiri Souw Ki.
"Souw-Busu, jangan...!"
Thian It Tosu mencoba untuk mencegah temannya yang sembrono menyerang Song-Bun-Kwi, namun terlambat. Terdengar suara keras Ruyung baja itu terpental dari tangan Souw Ki, melayang jauh, disusul jeritan Souw Ki ketika kepalan tangan kirinya kena dicengkeram oleh tangan kanan kakek itu. Sambil tertawa bergelak-gelak, Song-Bun-Kwi mendorong tubuh Souw Ki yang melayang seperti daun kering tertiup angin dan jatuh ke dalam air di dekat jembatan. Thian It Tosu cepat meloncat dan menolong Souw Ki keluar dari air, namun jagoan ini terpaksa harus digotong karena tulang tangan kirinya remuk dan mukanya biru matanya mendelik! Baiknya, Song-Bun-Kwi tidak menghendaki nyawanya maka jagoan yang galak ini tidak sampai mati.
"Song-Bun-Kwi, iblis tua, lihat pedang!"
Sepasang saudara kembar she Bu itu marah sekali, melihat teman mereka dirobohkan sedemikian mudahnya oleh kakek ini, Pedang mereka berkelebat dan mengurung diri kakek itu dengan ganas.
Mereka bekerja sama baik sekali dan dalam gebrakan pertama Bu Sek menikam sedangkan Bu Tai melindungi kakaknya dari samping dengan memutar-mutar pedangnya, siap untuk menanti kesempatan menyerang apabila serangan kakaknya gagal. Song-Bun-Kwi mengeluarkan lengking tinggi tanda bahwa dia sudah marah. Tentu saja sama sekali ia tidak gentar menghadapi serangan pedang ini, dengan mengebutkan lengan bajunya pedang itu meleset dan tangan Bu Sek serasa hendak robek kulitnya. Malah Bu Tai yang memutar pedangnya, terhuyung mundur dua langkah karena sambaran angin kebutan ujung lengan baju itu. Thian It Tosu yang melihat betapa dua orang saudara kembar itu sudah bertempur mengeroyok Song-Bun-Kwi, segera meloncat ke depan dan berkata,
Suling Emas Karya Kho Ping Hoo Mutiara Hitam Karya Kho Ping Hoo Sepasang Naga Lembah Iblis Karya Kho Ping Hoo