Ceritasilat Novel Online

Rajawali Emas 6


Rajawali Emas Karya Kho Ping Hoo Bagian 6



Tak seorangpun nelayan berani ke sarang Bajak di dekat Cin-An terpaksa Beng San melakukan perjalanan melalui darat mengikuti sepanjang pantai Huang Ho terus ke Timur. Ia melakukan perjalanan cepat karena ia menguatirkan keselamatan Li Cu, juga ingin lekas-lekas bertemu dengan gadis itu untuk bertanya tentang nasib Lee Giok yang masih belum ia ketahui. Sama sekali orang muda itu tidak tahu bahwa di dusun kecil itu, seperti juga di semua tempat di sepanjang Sungai Huang Ho, terdapat beberapa orang anggauta Bajak sungai yang bertugas sebagai penyelidik. Para penyelidik inilah yang selalu memberitahukan kawan-kawannya tentang perahu-perahu pedagang atau perahu-perahu pembesar yang hendak lewat, malah mereka bertugas pula untuk mencari keterangan perahu mana yang membawa barang berharga sehingga semua pekerjaan yang dilakukan Ho-Hai Sam-Ong selalu berhasil baik.

   Beberapa orang penyelidik ini sudah diberi tahu tentang keadaan Beng San yang mereka dengar dari Hek-Hwa Kui-Bo dan Kim-Thouw Thian-Li, maka begitu orang muda ini muncul, mereka segera mengenalnya dan cepat-cepat mereka mengirim berita ke tempat tinggal Ho-Hai Sam-Ong! Inilah sebabnya mengapa Beng San menjadi terheran-heran dan kagum sekali ketika ia tiba di luar perkampungan Bajak di tepi Sungai Huang Ho pada keesokan harinya di waktu senja, ia menghadapi barisan Bajak di luar kampung yang sudah menanti kedatangannya! Barisan Bajak itu terdiri dari seratus orang, dibagi menjadi empat lapisan dan di tiap lapis dipimpin oleh seorang kepala Bajak yang gagah. Lapis pertama adalah barisan bersenjata tombak, ke dua barisan bersenjata golok, ke tiga barisan Ruyung dan ke empat barisan pedang.

   "Orang muda, apakah kau yang bernama Tan Beng San dan datang hendak membebaskan Nona Cia Li Cu?"

   Demikian kepala Bajak di barisan terdepan membentak dengan suaranya yang keras parau. Beng San dalam keheranan dan kekagumannya hanya tersenyum tenang.

   "Memang betul dugaanmu, harap kau suka minta kepada Ho-Hai Sam-Ong supaya keluar dan bicara denganku."

   Kepala Bajak itu tertawa sombong.

   "Ho-Hai Sam-Ong sudah tahu akan kedatanganmu dan mempersilakan kau menerjang maju kalau kau memang gagah!"

   Beng San mengukur dengan sudut matanya. Agaknya biarpun tidak mudah, ia masih sanggup menerjang masuk. Akan tetapi, di luar kampung saja penjagaan sudah begini ketat, apalagi di dalam kampung, tentu lebih diperkuat dan kiranya tidak mudah baginya untuk menolong Li Cu.

   "Hemmm, tadinya kusangka nama besar Ho-Hai Sam-Ong mewakili tiga orang yang perkasa. Tidak tahunya hanya pengecut-pengecut yang mengandalkan pengeroyokan anak buahnya untuk menakut-nakuti aku!"

   Para Bajak menjadi marah.

   "Orang muda, jangan lancang membuka mulut!"

   Demikian kepala Bajak membentak dan memberi isyarat kepada anak buahnya untuk mengeroyok Beng San. Tombak-tombak sudah bergerak mengerikan. Akan tetapi pada saat itu terdengar suara keras bergema dari dalam kampung.

   "Orang muda she Tan, Ho-Hai Sam-Ong tidak takut kepadamu. Anak buah menjaga di luar kampung dan melarang setiap orang asing masuk adalah menjadi kebiasaan kami. Kalau ada keberanian, malam ini kami menanti di ruangan rumah kami dan kau boleh coba-coba membebaskan Nona Cia dari tangan kami bertiga. Ha-ha-ha!"

   Mendengar ini, barisan Bajak yang mengenal suara Kiang Hun, tidak berani sembarangan bergerak. Beng San juga dapat mengetahui bahwa itu tentulah suara seorang di antara ketiga Sam-Ong, maka diam-diam ia maklum bahwa orang itu memiliki Khikang yang kuat dan merupakan lawan berat. Iapun berkata perlahan,

   "Baik Ho-Hai Sam-Ong, malam nanti aku datang untuk mengagumi kepandaian kalian."

   Bagi barisan di depan Beng San, orang muda ini hanya menggerakkan bibir terus membalikkan tubuh dan pergi. Akan tetapi bagi Ho-Hai Sam-Ong di dalam kampung, mereka bertiga mendengar suara ini dengan jelas biarpun perlahan-lahan.

   Diam-diam mereka kagum sekali karena Khikang yang dipergunakan oleh orang muda itu untuk "mengirim suara"

   Merupakan kepandaian yang sudah mencapai tingkat tinggi sekali, Maka mereka lalu bersiap-siap untuk menghadapi kedatangan pemuda yang oleh Hek-Hwa Kui-Bo dipuji-puji kepandaiannya itu. Malam itu gelap gulita. Hal ini amat menguntungkan Beng San karena biarpun penjagaan di luar kampung diperketat, namun berkat kepandaiannya ia dapat juga menerobos karena dilindungi oleh kegelapan malam. Sebelum para penjaga mengetahui, ia sudah berada di atas genteng rumah terbesar di kampung itu. Ketika ia melihat, ternyata pihak tuan rumah sudah siap sedia. Ruangan yang amat luas di situ telah dipasangi lampu penerangan yang banyak dan terang sekali. Ia melihat pula Hek-Hwa Kui-Bo dan Kim-Thouw Thian-Li berpakaian indah sekali dan nampak cantik menarik.

   Wanita ini sedang bercakap-cakap dengan seorang laki-laki setengah tua yang tampan. Dia tidak tahu bahwa laki-laki itu adalah Kiang Hun Si Naga Sungai yang selain lihai dan tampan, juga terkenal mata keranjang, maka tidak membuang kesempatan untuk beramah tamah dengan Kim-Thouw Thian-Li yang juga "Tua-tua kelapa"

   Itu. Di dekat Kiang Hun duduk Lui Cai Si Bajul Besi dan Thio Ek Sui Si Cucut Mata Merah. Di ujung kiri duduk seorang gadis tanggung berusia paling banyak lima belas tahun, mukanya cantik dan bentuk wajahnya seperti Kiang Hun. Memang dia ini adalah puteri tunggal dari Kiang Hun bernama Kiang Bi Hwa. Semua orang yang duduk di sini agaknya telah siap karena semua, kecuali gadis tanggung itu, membawa senjata masing-masing. Kiang Bi Hwa tidak bersenjata, hanya memegang sebuah kipas bergagang gading dan tersulam indah sekali.

   Semua tampak tenang, hanya gadis tanggung ini yang agaknya gelisah, ataukah memang ia merasa hawanya panas? Ia mengebut-ngebutkan kipasnya tiada hentinya di depan leher. Yang membuat darah Beng San menjadi panas adalah ketika ia melihat ke tengah ruangan yang kosong itu. Di situ ia melihat Cia Li Cu duduk di atas sebuah kursi dengan kaki tangan terbelenggu! Gadis itu tidak dapat bergerak sama sekali, namun duduknya masih kaku tegak, kepala dikedikkan dan sepasang matanya berapi-api. Sedikitpun tidak kelihatan takut, hanya kemarahan dan perlawanan yang tampak di muka yang cantik jelita namun kelihatan lesu dan lelah serta pucat itu. Hal ini tidak mengherankan oleh karena gadis ini dalam kemarahannya yang meluap-luap karena dirinya dijadikan "umpan"

   Ini, telah menolak untuk makan dan tidak dapat tidur sama sekali.

   Ia malah melakukan perlawanan sehingga terpaksa ia dikeroyok, ditotok tidak berdaya lalu dibelenggu! Pedang Liong-Cu-Kiam malam itu sengaja diletakkan di lantai, di depan gadis tawanan itu. Melihat Liong-Cu-Kiam yang pendek itu, Beng San mengilar sekali. Kalau saja pedang itu berada di tangannya, akan lebih mudah ia membebaskan Li Cu. Akan tetapi iapun bukan orang bodoh, Kalau pihak lawan sudah sengaja menaruh pedang itu di sana, tentu di balik perbuatan ini ada maksud tersembunyi yang amat berbahaya. Ia tidak boleh gegabah, tidak boleh sembrono dan harus berlaku hati-hati dan bersikap waspada. Tiba-tiba telinganya yang tajam mendengar sesuatu dan matanya melihat bayangan orang berkelebat di sebelah depan, Cepat ia menyelinap ke belakang wuwungan dan mengintai.

   Hampir ia tidak dapat menahan ketawanya ketika melihat ada tiga orang lain juga mengintai dari atas genteng ke bawah! Hatinya berdebar, Siapakah mereka? Dan apakah mereka juga datang untuk membebaskan Li Cu? Mungkin sekali. Cia Li Cu adalah puteri tunggal dari Bu-Tek Kiam-Ong Cia Hui Gan, maka sekali terkena bencana tentu akan menarik hati orang-orang gagah untuk turun tangan menolongnya. Beng San bersikap menanti, hendak rnelihat apakah yang akan dilakukan oleh tiga orang itu yang melihat gerak-geriknya adalah ahli-ahli silat tingkat tinggi. Kalau tiga orang yang datang mengintai itu merupakan orang-orang lihai kiranya yang berada di bawah juga tidak kalah lihainya. Tiba-tiba Lui Cai Si Bajul Besi berdongak ke arah tiga orang "Tamu malam"

   Itu dan berkata, suaranya keras,

   "Sudah berani datang kenapa tidak terus masuk? Ada maksud lebih baik dibicarakan di dalam, kami sudah lama menanti!"

   Seorang di antara tiga tamu malam itu mengeluarkan suara tertawa, suara ketawanya halus dan ringan.

   "Ha-ha-ha, Ho-Hai Sam-Ong benar-benar hebat. Kami turun!"

   Dan melayanglah tiga sosok bayangan orang ke dalam ruangan itu.

   Kaki mereka amat ringannya menyentuh lantai tanda bahwa mereka adalah orang-orang yang memiliki ginkang cukup tinggi. Beng San terkejut dan berdebar hatinya ketika melihat bahwa seorang di antara mereka adalah kakak kandungnya, Tan Beng Kui! Pemuda ini sekarang agak kurus kalau dibandingkan dengan beberapa bulan yang lalu ketika bertemu dengannya di Puncak Thai-San. Pedang Liong-Cu-Kiam yang panjang tergantung di punggungnya. Dua orang yang lain adalah seorang kakek berpakaian seperti Tosu dan yang seorang lagi seorang laki-laki setengah tua yang gerak-geriknya gagah, dan angkuh. Juga mereka ini membawa pedang di punggung masing-masing. Melihat tiga orang ini, Lui Cai Si Bajul Besi tertawa bergelak lalu berkata,

   "Selain Tan-Ciangkun, juga datang Koai-Sin-Kiam (Pedang Sakti Aneh) Oh Tojin dan Ji Lu-Enghiong yang ternama. Ha-ha-ha, benar-benar merupakan kehormatan besar bagi kami. Selamat datang... selamat datang...!"

   Adapun Beng Kui ketika melihat Sumoinya (adik seperguruannya) duduk terbelenggu di tengah ruangan dalam keadaan tak berdaya, segera melompat hendak menolong.

   "Ciangkun, awas perangkap!"

   Tiba-tiba Koai-Sin-Kiam Oh Tojin berseru keras sambil melompat pula ke tengah ruangan. Adapun orang ke dua yang tadi disebut Ji Lu-Enghiong (Pendekar ke dua she Lu) dengan tenang melompat pula, gerakannya ringan dan cepat mengejar Beng Kui. Namun peringatan dari Oh Tojin itu terlambat karena Beng Kui sudah sampai di tengah ruangan. Sekali melompat saja ia tadi sudah sampai di dekat kursi yang diduduki Li Cu.

   Tiba-tiba terdengar bunyi berderit keras dan kursi yang diduduki Li Cu itu bergerak mundur sampai dua meter, kemudian lantai di tengah ruangan itu terbuka dan meluncurkan anak-anak panah menuju ke tubuh Beng Kui! Kalau saja Beng Kui bukan murid nomor satu dari Raja Pedang Cia Hui Gan, pasti ia akan roboh dan tewas oleh anak-anak panah yang ujungnya sudah diberi racun jahat itu. Belasan batang anak panah itu menyambar cepat sekali, Beng Kui berseru keras dan tahu-tahu tubuhnya sudah mencelat ke kiri sejauh lima meter lebih dan terbebaslah ia dari ancaman anak-anak panah yang kini meluncur ke atas dan menancap ke langit-langit rumah itu! Dengan muka merah dan pedang Liong-Cu-Kiam di tangan, Beng Kui bersama dua orang temannya yang juga sudah mencabut pedang kini menghadapi tuan rumah. Beng Kui berseru marah.

   "Ho-Hai Sam-Ong! Beginikah kalian menerima datangnya tamu yang kalian undang untuk berunding dan bersekutu? Beginikah sikap orang-orang gagah? Kalian menawan Sumoiku. Apa artinya ini?"

   Lui Cai tertawa bergelak.

   "Tan-Ciangkun, kau benar-benar gagah perkasa, tidak kecewa menjadi murid utama Bu-Tek Kiam-Ong! Harap jangan kau salah duga dan mengira kami memperlakukan tamu-tamu kurang hormat. Sesungguhnya adalah kau sendiri yang sebagai tamu kurang menghormati tuan rumah sehingga tanpa bertanya kau lancang hendak turun tangan. Ketahuilah, kami tidak mengganggu Sumoimu dan seperti telah disebut dalam surat kami, Sumoimu hanya menjadi tamu sementara saja sampai kau datang. Akan tetapi tidak tahunya yaitu... ha-ha-ha, adik kandungmu sendiri yang bernama Tan Beng San dan kabarnya lihai bukan main. Karena dia itu akan datang malam ini untuk membebaskan Sumoimu, maka kami sengaja mengatur demikian untuk menghadapinya. Sumoimu tidak apa-apa, kami tanggung! Nah, Sam-wi, silakan duduk! Mari kita berunding sambil menanti kedatangan adikmu yang lihai itu. Eh, benarkah berita yang sampai kepadaku bahwa adikmu itu sebenarnya adalah Raja Pedang yang tulen, yang lebih lihai daripada gurumu?"

   Merah muka Beng Kui ketika mendengar penjelasan panjang lebar ini, apa lagi mendengar ucapan pertanyaan terakhir itu. Beng San di sini? Dan hendak membebaskan Li Cu? Apa artinya ini? Di mana Li Cu bertemu dengan Beng San dan mengapa mereka bersama? Diam-diam timbul iri hati dan cemburu besar dalam hatinya. Memang betul bahwa dia telah menikah dengan putri Pangeran Lu, akan tetapi hatinya tidak puas mendengar Li Cu bergaul dengan Beng San! Juga tidak enak sekali hatinya melihat Sumoinya terbelenggu di kursi itu, akan tetapi sekarang ia tidak berani bertindak sembrono apalagi pada saat itu Lu Khek Jin, yaitu orang tua yang datang bersamanya itu, berkata,

   "Betul sekali. Kedatangan kita untuk berunding. Soal yang lain boleh dibicarakan nanti. Sumoimu itu melakukan kesalahaan terhadap Ho-Hai Sam-Ong maka ia ditawan. Kalau urusan kita dengan Ho-Hai Sam-Ong selesai dan berakhir baik, apakah Ho-Hai Sam-Ong tidak akan melepaskan Sumoimu dan minta maaf kepada kita?"

   Ucapan ini ditujukan kepada Beng Kui dan orang muda ini tidak berani membantah lagi. Lu Khek Jin adalah kakak dari Ayah mertuanya, yaitu Lu Siauw Ong. Ilmu silatnya tinggi dan dia adalah seorang bekas jenderal, seperti juga Lu Siauw Ong, dan berjasa besar dalam menumbangkan pemerintah Mongol.

   "Ha-ha-ha, betul sekali ucapan Ji Lu-Enghiong yang mulia! Di antara teman sendiri mana perlu banyak menyembunyikan urusan? Mari, mari, silakan duduk!"

   Kata Lui Cai yang segera menyambung kepada adik seperguruannya, Thio Ek Sui Si Cucut Mata Merah.

   "Kau bereskan lagi anak-anak panah itu untuk menyambut kedatangan Tan Beng San!"

   Tanpa banyak cakap Thio Ek Sui Si Cucut Mata Merah menggerakkan tubuhnya dan sekali meloncat ia telah melayang ke atas dan kedua tangannya digerakkan. Dalam keadaan melayang itu sekaligus kedua tangannya sudah dapat menarik keluar belasan anak panah tadi dari langit-langit,

   Kemudian ia berjumpalitan turun dengan kedua kaki sama sekali tidak mengeluarkan bunyi ketika menginjak lantai! Dengan cepat ia memasangkan kembali anak-anak panah itu, dan memulihkan pesawat rahasia yang menggerakkan kursi dan membuka lantai dengan peluncuran anak-anak panah itu. Diam-diam Beng Kui kagum dan juga kaget sekali. Baiknya ia tidak keburu nafsu tadi ketika melihat Sumoinya, tidak menurutkan panas hati dan tidak menyerang pihak tuan rumah. Kiranya nama besar Ho-Hai Sam-Ong bukan kosong belaka dan melihat cara orang termuda dari Ho-Hai Sam-Ong itu bergerak, terbukti bahwa mereka merupakan lawan-lawan kuat. Akan tetapi ketika mereka mengambil tempat duduk dan Beng Kui melihat Hek-Hwa Kui-Bo dan Kim-Thouw Thian-Li hadir pula di situ, keningnya berkerut.

   "Ho-Hai Sam-Ong, urusan yang akan kita rundingkan adalah urusan rahasia di antara kita. Kuharap jangan ada orang orang luar mendengarkan perundingan kita,"

   Katanya dengan kening masih berkerut dan mata mengerling ke arah Hek-Hwa Kui-Bo. Lui Cai Si Bajul Besi tertawa bergelak, lalu berkata sambil memandang dua orang wanita yang menjadi tamunya itu.

   "Kau maksudkan Hek-Hwa Kui-Bo dan Kim-Thouw Thian-Li inikah? Ha-ha, jangan salah kira kawan. Mereka ini adalah pembantu-pembantu kami dan mereka itu seribu prosen boleh dipercaya!"

   Suara Beng Kui dingin sekali ia menjawab,

   "Ho-Hai Sam-Ong, terus terang saja biarpun Sam-wi (kalian bertiga) termasuk golongan Hek-To (jalan hitam atau penjahat), namun aku masih menganggap Sam-wi setingkat oleh karena aku tahu betul betapa hebat perjuangan Sam-wi pada waktu yang lalu. Sam-wi termasuk orang-orang gagah perkasa, patriot-patriot sejati. Akan tetapi, siapakah dua orang wanita ini? Mereka dahulu membantu penjajah Mongol, mereka adalah pengkhianat-pengkhianat yang tidak patut duduk bersama dengan kita, apalagi merundingkan urusan negara yang amat penting!"

   Kim-Thouw Thian-Li hanya mesem saja, akan tetapi tangan kirinya yang menekan ujung meja membuat ujung meja itu hancur dalam genggamannya! Ini menandakan bahwa Ketua Ngo-Lian-Kauw ini marah sekali. Adapun Hek-Hwa Kui-Bo tersenyum lebar memperlihatkan giginya yang berderet putih dan rapi, lalu berkata halus,

   "Tan-Ciangkun, apa sih bedanya antara kedudukan dan nama besar? Apa bedanya antara kemuliaan dan harta? Orang boleh saja berganti haluan demi cita-citanya. Kau dahulu saja membantu Ciu Goan Ciang, sekarang kau berbalik memusuhinya. Sebaliknya sejak dahulu sampai sekarang aku memusuhi Cu Goan Ciang, biarpun jalannya berbeda, dahulu membantu Kerajaan Goan sekarang membantu Ho-Hai Sam-Ong, namun tetap aku memusuhi Ciu Goan Ciang. Nah, katakan siapa sebetulnya yang berkhianat?"

   Menghadapi serangan ini Beng Kui menjadi bingung dan tak dapat menjawab. Sementara itu, Lu Khek Jin segera maju menegah dan berkata kepada Beng Kui.

   "Soal bantuan Hek-Hwa Kui-Bo dan muridnya adalah urusan Ho-Hai Sam-Ong, kita tidak berhak ikut campur. Nah, Ho-Hai Sam-Ong, silakan kalian mengajukan usul-usulmu dalam usaha bersama menghadapi keserakahan Ciu Goan Cian yang sama-sama kita benci."

   Mereka lalu berunding. Ruangan itu sunyi namun para penjaga dengan ketat menjaga di sekeliling rumah. Cia Li Cu masih duduk di kursi terbelenggu. Diam-diam gadis ini mendengarkan semua percakapan mereka.

   Sayangnya ia telah tertotok urat gagunya sehingga tidak dapat mengeluarkan suara. Kalau dapat, tentu saja ia telah rncndamprat mereka semua. Hatinya gelisah, bingung dan juga kecewa. Sekali lagi hancur hatinya menyaksikan sikap Suhengnya, orang yang pernah mencuri hatinya, yang pernah ia jatuhi cinta kasihnya. Ternyata orang ini sekarang mengadakan persekutuan dengan Bajak laut untuk menggulingkan Ciu Goan Ciang! Pihak tuan rumah ada lima orang yaitu Ho-Hai Sam-Ong dan Hek-Hwa Kui bo bersama muridnya, Kiang Bi Hwa tidak ikut berunding, hanya duduk menyendiri sambil kipas-kipas tubuhnya. Pihak tamu ada tiga orang dan mereka bicara dengan asyik sekali. Tidak hanya Cia Li Cu yang mendengarkan dengan teliti, juga tanpa diketahui oleh mereka semua, Beng San ikut pula mendengarkan.

   Maka tahulah ia akan segala persoalan yang terjadi semenjak pemerintah Mongol dirobohkan oleh perjuangan rakyat. Dari percakapan itu ternyata bahwa setelah berhasil mengusir bangsa Mongol, Ciu Goan Ciang lalu mengangkat dirinya menjadi Kaisar pertama dari Wangsa Beng dengan memakai gelar Thai Cu. Terjadilah perebutan kekuasaan antara para penggerak pemberontakan, antara para pimpinan yang tadinya berjuang bersama menumbangkan kekuasaan penjajah. Setelah musuh terusir pergi, kemuliaan membuat mereka yang tadinya merupakan patriot-patriot sejati itu menjadi mata gelap dan terjadilah perebutan. Kaisar Thai Cu atau Ciu Goan Ciang tentu saja tidak mau mengalah dan banyaklah bekas-bekas kawan seperjuangan dibunuh, para jenderal yang sudah berjasa dibunuh pula.

   Pendeknya Ciu Goan Ciang mulai mengadakan "Pembersihan"

   Agar kedudukannya tidak terancam. Ho-Hai Sam-Ong termasuk orang-orang yang tidak puas dengan sikap Ciu Goan Ciang, karena permintaan mereka untuk menjadi "menteri negara"

   Ditolak oleh Kaisar baru ini yang menganggap bahwa tidak pantas. ia menggunakan bekas kepala Bajak menjadi menteri. Juga Lu Siauw Ong dan kakaknya Lu Sin, diam-diam menaruh dendam karena mereka hanya diberi kedudukan rendahan saja, padahal mereka telah berjuang mati-matian. Demikian pula Tan Beng Kui yang merasa iri hati dan tidak puas akhirnya dapat dibujuk oleh Lu Siauw Ong menjadi pembantunya, malah dikawinkan dengan puteri pangeran muda ini.

   Karena kekuasaan Kaisar Thai Cu atau Ciu Goan Ciang itu makin lama makin besar dan kedudukannya makin kuat, maka Ho-Hai Sam-Ong mempunyai rencana untuk bersekutu dengan Lu Siauw Ong dan mereka akan mengadakan pergerakan dari luar dan dalam. Dari dalam, secara diam-diam Lu Siauw Ong akan bergerak sedangkan dari luar, Ho-Hai Sam-Ong akan mengumpuikan tenaga dan akan menggempur dari luar. Untuk keperluan ini, secara kebetulan mereka bertemu dengan Cia Li Cu yang mereka pergunakan untuk setengah memaksa Tan Beng Kui memenuhi undangan mereka. Mereka ini tahu belaka bahwa tangan kanan Lu Siauw Ong adalah Tang Beng Kui, mantu Pangeran itu sendiri, maka sengaja mereka hendak membujuk murid Bu-Tek Kiam-Ong ini.

   "Banyak pembesar yang masih bertugas. di Utara dapat kita tarik di pihak kita, demikian antara lain Ho-hai Sam ong yang diwakili oieh Lu Cai terkata.

   "Kita akan mencari kesempatan selagi Keluar Thai Cu berkunjung ke utara, kita menyergapnya dan kalian yang bekerja di Kota Raja harus pula mempergunakan kesempatan ini untuk bergerak di Kota Raja selagi Kaisar tidak ada."

   Tan Beng Kui dan dua orng temannya menyatakan persetujuannya. Setelah perudingan berakhir, Kiang Hun berkata,

   "Tentang Sumoimu itu, Tan-Ciangkun, bagaimana baiknya? Dia adalah puteri Bu-Tek Kiam-Ong dan seperti kita tahu gurumu itu tidak bisa diajak berunding dalam urusan ini. Sudah pasti kita akan ditentangnya dan kalau rahasia persekutuan kita ini bocor...,"

   "Hemm, amat berbahaya bagi kami yang bertugas di Kota Raja!"

   Kata Lu Khek Jin sambil melirik ke arah Li Cu dengan kening dikerutkan.

   "Dia itu tidak boleh dibebaskan, sama sekali tidak boleh sebelum selesai rencana kita."

   "Kiranya tidak enak terhadap Tan-Ciangkun kalau kami terus menahannya,"

   Kata Lui Cai sambil mengerling ke arah Beng Kui. Kim-Thouw Thian-Li tersenyum manis dan mengerling tajam sambil berkata,

   "Tadinya nona itu selain Sumoi juga tunangan Tan-Ciangkun. Sekarang Tan-Ciangkun sudah meninggalkannya dan menikah dengan gadis lain. Sudah tentu ia sakit hati dan hendak menuntut pembalasan. Hemm, gadis ini memang berbahaya sekali!"

   (Lanjut ke Jilid 06)

   Rajawali Emas (Seri ke 02 - Serial Raja Pedang)

   Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 06

   "Habiskan saja dia, beres tidak perlu pusing-pusing lagi kita,"

   Kata Hek-Hwa Kui-Bo.

   "Tidak bisa!"

   Beng Kui membantah.

   "Betapapun dia adalah Sumoiku..."

   "Habis bagaimana?"

   Lu Khek Jin, paman Isterinya bertanya sambil memandang tajam.

   "Bebaskan dia dan membiarkan dia mencelakai kita dengan membocorkan rahasia ini?"

   "Bukan begitu maksudku... eh, dia itu Sumoiku... bagaimana aku bisa melihat dia dicelakai orang? Aku... eh, maksudku, bagaimana kalau Ho-Hai Sam-Ong sementara Ini menahan dia tapi memperlakukan dengan baik-baik? Soal penahanan dia itupun harus dirahasiakan, kalau sampai Ayahnya tahu... bisa repot juga. Apabila gerakan kita sudah berhasil, dia harus segera dibebaskan."

   "Kita menghadapi urusan negara, mengapa sibuk dengan urusan pribadi?"

   Tiba-tiba Koai-Sin-Kiam Oh Tojin berkata dengan suaranya yang halus.

   "Nona ini adalah Sumoimu, Tan-Ciangkun. Apakah tidak bisa kau bujuk supaya dia membantu gerakan kita, atau setidaknya jangan mencampuri dan jangan membocorkannya? Dia keturunan orang gagah, kalau sudah mau bersumpah tidak akan membocorkan, Pinto (aku) bisa percaya. Bukannya aku jerih terhadap Ayahnya... hemm,"

   Ia meraba gagang pedang di punggungnya.

   "Malah sudah lama Pinto ingin menjajal kepandaian Si Raja Pedang."

   Melihat ada orang membantu Sumoinya, dengan girang Beng Kui lalu berdiri sambil berkata,

   "Baik kucoba bicara dengan dia... Ho-Hai Sam-Ong, perkenankan aku bicara dengan Sumoiku sekarang."

   "Boleh, boleh..."

   Kata Lui Cai dan Thio Ek Sui segera berdiri dan pergi mematikan pesawat-pesawatnya agar perangkap itu tidak bekerja. Dengan aman kini Beng Kui menghampiri Li Cu yang masih duduk dengan mata berapi-api memandang kepadanya. Gemetar kedua kaki Beng Kui ketika pandang matanya bertemu dengan sinar mata yang berapi-api Itu. Dengan membesarkan hati sendiri ia lalu melangkah maju dan menotok dua kali, Li Cu mengeluh perlahan, aliran darah di tubuhnya normal kembali.

   "Sumoi, harap kau maafkan dan jangan kecil hati dengan adanya kejadian ini atas dirimu. Kau tahu, akupun merasa menyesal sekali dan kelak apabila segala berjalan beres, aku akan minta maaf sekali lagi kepadamu dan mohon ampun kepada Suhu. Sekarang, kuharap kau suka bersumpah bahwa yang kau lihat dan dengar pada saat ini takkan kau bocorkan kepada siapapun juga meskipun kepada Ayahmu sendiri. Dan..."

   "Cukup...!"

   Li Cu membentak dengan mata berapi-api sinarnya, akan tetapi dua butir air mata menuruni pipinya yang pucat.

   "Pengkhianat kau...! Aku bukan Sumoimu lagi, aku tidak sudi berjanji apa-apa, tidak sudi bersumpah, kau mau bunuh aku boleh bunuh sekarang juga!"

   Beng Kui berubah air mukanya dan mundur dua langkah. Ia mendengar suara ketawa kecil, yaitu Kim-Thouw Thian-Li, yang agaknya sengaja mentertawakannya. Dengan tubuh lemas ia kembali ke meja perundingan tadi dan berkata,

   "Ho-Hai Sam-Ong, Sumoiku keras wataknya. Tidak ada jalan lain lagi agaknya kecuali kalian harus menahannya di sini dan memperlakukannya baik-baik sampai selesai pekerjaan kita bersama."

   "Sukar untuk memenuhi permintaanmu ini Ciangkun,"

   Kata Lui Cai.

   "Kau sendiri tentu mengerti bahwa anak buah kami beribu orang banyaknya, terdiri dari laki-laki yang kasar, Sumoimu begitu muda dan cantik jelita. Bagaimana kami dapat berjanji bahwa dia tidak akan menderita apa-apa di sini?"

   Kim-Thouw Thian-Li menambah panas suasana..

   "Baru pemimpinnya saja yang satu ini sudah memandang mengilar, apalagi anak buahnya. Hi-hi-hik!"

   Berkata demikian wanita ini melirik kepada Kiang Hun Si Naga Sungai yang juga tersenyum-senyum jenaka. Merah telinga Beng Kui.

   "Kalau begitu, biarlah dia kubawa, untuk sementara menjadi tawananku!"

   Kim-Thouw Thian-Li tertawa lagi dan berkata,

   "Tan-Ciangkun mengapa malu-malu? Memang dia Sumoimu sendiri, juga bekas kekasihmu, kalau tidak kau yang menahannya, siapa lagi? Kalau dari tadi kau berkata demikian kan sudah beres, tidak usah susah-susah..."

   Semua orang tertawa dan wajah Beng Kui makin merah. Akan tetapi paman Isterinya, Lu Khek Jin, mengerutkan kening.

   "Beng Kui, jangan kau main-main. Urusan pribadi hendaknya jangan dicampur adukkan dengan urusan negara."

   Sementara itu, Beng San yang sejak tadi mendengarkan ini semua, menjadi pucat dan kehilangan mukanya.

   Ia merasa kecewa dan malu bukan main menyaksikan sikap kakak kandungnya. Dahulu ia memuja-muja kakak kandungnya itu sebagai seorang gagah perkasa, seorang pemuda tampan dan gagah yang berjiwa patriot, sudah berjasa besar bagi bangsa dan tanah air. Ia malah menganggap dirinya sendiri batu kali yang kasar kalau dibandingkan dengan kakaknya yang cemerlang seperti kumala tergosok. Tapi apa yang ia hadapi sekarang? Kakaknya menjadi pengkhianat. Bukan itu saja, malah kakak kandungnya yang ia kagumi dan puja-puja itu ternyata telah tidak setia, telah memutuskan hubungan jodoh dengan Cia Li Cu. Telah menikah dengan puteri Raja muda dan sekarang bersekongkol dengan orang-orang jahat untuk memberontak. Dan Li Cu! Ah, ia makin kagum kepada gadis jelita ini. Begitu gagah, begitu berani, juga begitu... buruk nasibnya.

   "Aku harus menolongnya,"

   Demikian Beng San mengambil keputusan. Tak boleh dia ditahan oleh para Bajak ini, juga tidak akan baik nasibnya kalau ia dijadikan tawanan Suhengnya sendiri yang sudah tersesat itu. Kakak kandungnya tersesat? Pikiran ini mendatangkan kilatan halilintar dalam otaknya. Kakak kandungnya tersesat dan dia juga demikian! Dua orang kakak beradik, keduanya bukan manusia baik-baik. Ah, Ayah... Ibu... kenapa jadi begini kedua orang anakmu? Perih hati Beng San dan tak terasa lagi ia berlutut di atas genteng itu dan menangis! Menangis keras tanpa menahan suaranya. Karuan saja semua orang di dalam ruangan itu melengak kaget dan heran. Malah Kiang Bi Hwa, yang tadinya kadang-kadang duduk berkipas badan kadang kadang berdiri dan melihat-lihat keluar, segera bangkit dari tempat duduknya dan bertanya kaget.

   "Eh, siapa yang menangis begitu sedihnya? Manusia atau setan?"

   Ucapan ini agaknya terlepas dari mulutnya tanpa disadarinya sehingga begitu mendengar suaranya sendiri, gadis tanggung ini dengan malu-malu lalu mempergunakan kipasnya yang indah untuk menutupi mukanya. Agaknya suara gadis tanggung yang memecah kesunyian ini juga menyadarkan Beng San. Suara tangisan berhenti dan sesosok tubuh melayang turun ke dalam ruangan itu. Seorang pemuda dengan pakaian tidak karuan, rambutnya awut-awutan, kulit mukanya merah kehitaman dan pada muka yang mengerikan itu ada bekas-bekas air mata. Tapi sepasang matanya mencorong seperti mata Harimau di dalam gelap!

   Kebetulan sekali bahwa tadi Li Cu telah dibebaskan dari totokan oleh Beng Kui, maka kini biarpun terbelenggu, dengan pengerahan tenaganya gadis ini dapat menggerakkan kursinya sehingga memutar dan ia dapat melihat apa yang terjadi di ruangan itu. Kaget, heran, kasihan dan terharu ketika ia melihat Beng San dalam keadaan seperti itu. Orang muda ini benar-benar seperti seorang yang telantar hidapnya, miskin dan rusak, jauh bedahya dengan Beng Kui yang ganteng dan gagah pakaiannya. Akan tetapi semenjak sikap bekas tunangannya itu, hanya kebencian dan kekecewaan yang ada pada hatinya terhadap Beng Kui dan ia merasa kasihan kepada Beng San. Ia tadi mendengar pula suara tangisan yang amat menyedihkan, suara tangisan dari hati yang hancur, biarpun hanya sebentar namun tangisan itu menyuarakan keluhan hati yang remuk-redam, seperti hatinya sendiri.

   "Ho-Hai Sam-Ong, aku datang memenuhi janji. Lekas kalian bebaskan Nona Cia Li Cu!"

   Suaranya parau, masih terkandung isak di dalamnya, suara yang sama sekali tidak berpengaruh dan tidak menakutkan, namun sinar matanya benar-benar membuat tiga orang Raja Bajak itu berpikir panjang dulu sebelum memandang rendah. Orang dengan mata seperti itu tak mungkin lemah dan sudah pasti akan membuktikan semua omongannya! Namun Lui Cai tidak mau memperlihatkan kegentaran didepan para tamunya. Betapapun juga orang yang dikabarkan lihai luar biasa itu ternyata hanyalah seorang muda sekali dan seorang yang keadaannya setengah jembel, bahkan sikapnya dan warna mukanya menandakan bahwa mungkin juga ia setengah gila!

   "Orang muda, bukankah kau yang bernama Tan Beng San? Ha-ha-ha, kiranya begini saja. Dan kau adalah adik kandung Tan Beng Kui-Ciangkun? Alangkah anehnya dunia ini. Ha-ha-ha!"

   Ucapan ini sekaligus menyinggung perasaan Beng Kui, maka orang muda ini dengan marah lalu melompat maju menghadapi adik kandungnya. Telunjuknya ditudingkan dan suaranya gemas menegur,

   "Beng San! Lagi-lagi kau hanya memalukan aku. Orang gila, setelah kau melakukan perbuatan yang tidak patut tempo hari, masihkah kau ada muka untuk muncul lagi di sini? Jangan mencampuri urusan Sumoiku, hayo kau pergi kalau tidak ingin mendengar aku bicara terus!"

   Wajah yang tadinya hitam itu tiba-tiba berubah menjadi putih lalu hijau, kemudian hitam kembali, sementara matanya tidak pernah lepas memandang orang yang bicara di depannya. Beng Kui sampai merasa ngeri dan meremang bulu tengkuknya dipandang sedemikian rupa oleh Beng San. Beng San cukup mengerti bahwa kakak kandungnya itu memaksudkan perbuatannya dengan Kwa Hong tempo hari di markas tentara Mongol. Tentu saja karena luka di hatinya oleh pengakuan Kwa Hong yang telah mengandung itu masih parah, ucapan ini seperti cuka disiramkan pada luka, perih sakit rasanya. Saking perihnya membuat Beng San tidak peduli lagi.

   "Tan Beng Kui, kau boleh bicara sesuka hatimu. Kau boleh mengingkari Sumoi sendiri dan tidak menolongnya. Tapi aku tetap akan menolong seorang yang terjatuh ke dalam tangan orang-orang jahat. Nona Cia Li Cu adalah seorang gagah, kalau aku tidak melihat dia, sedikitnya aku mengingat akan Ayahnya. Mundurlah, aku tidak berurusan dengan engkau."

   "Bangsat keparat! Beng San, kau kira aku tidak tahu apa maksudmu menolong Li Cu? Kau penjahat pemetik bunga, engkau mata keranjang, pelanggar susila, perusak wanita! Kau sudah menodai Nona Kwa Hong, lalu kau tinggalkan begitu saja untuk menikah dengan puteri Song-Bun-Kwi. Dan sekarang agaknya engkau sudah bosan dengan Isterimu itu dan hendak mengganggu Li Cu dengan dalih menolongnya. Hemm..., keparat besar...!"

   
Rajawali Emas Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Beng San mengeluarkan suara gerengan sedemikian hebatnya sehingga bangunan di ruangan itu seakan-akan bergoyang. Matanya mendelik berapi-api sehingga saking kaget dan gentarnya Beng Kui sampai melangkah mundur tiga tindak. Sekali lagi Beng San menggereng dan muka yang sudah hitam hangus saking marah hatinya itu kini perlahan-lahan menjadi agak putih. Ternyata ia sudah berhasil mengekang kemarahannya dan tidak menjatuhkan tangan maut kepada kakak kandungnya sendiri. la menoleh ke arah Lui Cai dan membentak,

   "Ho-Hai Sam-Ong, di mana kalian? Hayo jawab, maukah kalian membebaskan Nona Cia Li Cu? Kalau tidak mau, mari kita mengadu kepandaian. Kalau aku kalah biarlah aku mampus di sini, akan tetapi kalau kalian kalah, kalian harus membebaskan dia. Ataukah kalian takut? Kalau kalian takut, boleh minta bantuan Hek-Hwa Kui-Bo dan Kim-Thouw Thian-Li atau siapapun juga!"

   Tiga orang Bajak laut itu memang sudah siap sedia. Lui Cai Si Bajul Besi sudah mengeluarkan senjatanya berupa Dayung besar yang berat itu. Kiang Hun Si Naga Sungai sudah mengeluarkan senjatanya yang hebat, yaitu tambang besar dan panjang, sedangkan Thio Ek Sui juga sudah mengeluarkan Ruyungnya yang runcing berduri. Tapi mereka tidak menyerang dan Lui Cai yang melihat Beng San datang tanpa membekal senjata apa-apa itu berkata,

   "Nona Cia sudah berada di sini, tinggal membebaskan saja. Kalau kau mau membebaskan, silakan, boleh kau lakukan sendiri."

   Lui Cai tersenyum mengejek. Beng San maklum bahwa tuan rumah hendak menjebaknya dengan perangkap seperti yang ia lihat hampir mencelakai Beng Kui tadi, akan tetapi ia tidak gentar dan dengan langkah tetap ia menghampiri Li Cu. Pada saat itu, Kiang Bi Hwa puteri Kiang Hun berjalan menghampiri Beng San dan bertanya dengan suaranya yang masih seperti suara anak kecil.

   "Kau kah tadi yang menangis? Mengapa kau menangis begitu sedih?"

   Beng San terkejut dan heran, lalu ia memaksa diri tersenyum namun senyumnya ini malah mendatangkan tarikan muka yang amat menyedihkan.

   "Nona cilik, agaknya kau masih belum kehilangan perikemanusiaan seperti keadaan orang-orang di sekelilingmu. Nona, bolehkah kau memberi pinjam kipasmu Ini sebentar kepadaku?"

   Sambil berkata demikian Beng San menggerakkan tangan dan dengan halus sekali tahu-tahu kipas itu sudah berpindah tangan. Kiang Bi Hwa kaget tapi ia tersenyum dan berkata,

   "Boleh, boleh, kau ambillah kipas itu."

   "Bi Hwa, mundur kaul"

   Ayahnya, Kiang Hun, membentak.

   "Baik, Ayah. Tapi, jangan membunuh dia, ya? Kasihan sekali orang ini..."

   Setelah berkata demikian, setengah berlari Kiang Bi Hwa mengundurkan diri. Sikap gadis ini berkesan dalam di hati Beng San dan ia mencatat di hatinya bahwa gadis ini adalah puteri Kiang Hun yang agaknya amat berbakti dan menyayang orang tuanya. Kemudian ia melanjutkan langkahnya menghampiri tempat Li Cu dengan kipas indah itu di tangan. Li Cu memandang dengan mata terbelalak. Tadinya ia ingin memberi peringatan kepada Beng San karena ia merasa kasihan sekali kepada Beng San, akan tetapi ketika ia mendengar ucapan Beng Kui tentang perbuatan Beng San itu, ia kaget bukan main. Benarkah Beng San seorang yang demikian rendah martabatnya? Makin dipandang makin mengerikan muka pemuda yang menghitam itu, dan matanya lebih-lebih mengerikan dan menyeramkan lagi.

   Kalau tidak betul apa yang diucapkan oleh Beng Kui, mengapa Beng San tidak membantah? Karena kebimbangan inilah maka niatnya untuk memperingatkan Beng San tentang perangkap di sekitar itu ia urungkan. Ia hanya memandang dengan matanya yang indah bening itu terbelalak lebar ketika Beng San dengan langkah sembrono menghampiri kursinya untuk membebaskannya daripada belenggu. Tiba-tiba, seperti tadi, terdengar suara keras berderit, lantai berlubang dan belasan batang anak panah menyambar ke arah Beng San, sedangkan kursi yang diduduki Li Cu bergerak sendiri ke pinggir. Beng San memang sudah siap sedia menghadapi ini. Andaikata tadi ia tidak melihat bekerjanya pesawat itu sekalipun, belum tentu ia akan mudah menjadi korban. Apalagi ia sudah tahu akan datangnya bahaya itu.

   Dengan kipas pinjamannya, ia menggerakkan tangan dan sekali mengibas, belasan batang anak panah itu runtuh dan menyambar kembali ke dalam lubang di lantai. Terdengar pekik kesakitan di bawah lantai yang segera tertutup kembali. Kiranya anak-anak panah yang di "retour"

   Kembali itu tepat mengenai orang yang menjaga bekerjanya pesawat di bawah lantai! Ketika Beng San menoleh ke arah Li Cu, ternyata kursi yang diduduki nona ini sudah berpindah lagi sampai di belakang tiga orang kepala Bajak itu yang ternyata sudah menghadang didepannya. Malah pedang Liong-Cu-Kiam yang tadi menggeletak di dekat Li Cu juga sudah lenyap dan ternyata telah dipegang oleh Beng Kui. Beng San menghadapi para lawannya dengan sikap tenang, bibirnya mengejek dan pandang matanya yang bersinar-sinar itu penuh teguran.

   "Eh, Ho-Hai Sam-Ong yang masyhur nama besarnya itu kiranya hanya penjahat-penjahat kecil yang curang. Hayo kalian bebaskan Nona Cia dan kembalikan pedangnya, baru aku suka memandang muka nona cilik yang baik hati itu untuk menghabiskan urusan ini sampai di sini saja. Sebaliknya kalau kalian berkeras, jangan kata bahwa aku orang muda tidak menghormati orang-orang tua yang menjadi tuan rumah."

   Kiang Hun tak dapat menahan kemarahannya lagi. Tambang yang panjang dan besar dtangannya itu digerakkan dan seperti seekor ular, tambang itu menyambar ke arah tubuh Beng San. Pemuda ini dengan tenangnya melompat ke atas sehingga tambang itu lewat di bawah kakinya. Tapi tambang itu terayun terus datang kembali menyapu dan demikianlah berulang-ulang tambang itu terayun-ayun berputaran di sekeliling tubuh Beng San.

   Pemuda ini masih enak saja berloncatan sehingga kelihatan indah dan lucu, seperti anak bermain "loncat tali" (uding), Kalau tambang itu terlalu tinggi lewatnya, ia tidak meloncat melainkan merendahkan diri sehingga tambang itu lewat di atas kepala, akan tetapi kalau menyambar agak rendah, ia meloncat dengan tenang dan enak. Benar-benar seperti anak main-main. Melihat adiknya sudah turun tangan, Lui Cai lalu berseru keras dan Dayung bajanya juga menyambar-nyambar, diikuti oleh Thio Ek Sui yang tidak mau ketinggalan dan menggerakkan Ruyungnya yang dahsyat. Kini sekaligus Beng San menghadapi Ho-Hai Sam-Ong, dikeroyok tiga. Cia Li Cu tadi sudah merasai kelihaian tiga orang kepala Bajak ini, maka sekarang melihat Beng San yang bertangan kosong, hanya memegang kipas itu dlkeroyok tiga, diam-diam ia merasa ngeri juga. Namun Beng san tetap enak saja, malah menyindir,

   "Waduh, Ho-Hai Sam-Ong hebat benar. Senjatanya dahsyat dan sekaligus maju mengeroyok bertiga!"

   Panas juga hati Lui Cai mendengar ini. Ho-Hai Sam-Ong terkenal sebagai tokoh-tokoh besar di dunia Selatan, malah kalau dibandingkan dengan nama besar Hek-Hwa Kui-Bo, kiranya tidak kalah terkenal. Bagaimana boleh dipandang ringan begitu saja oleh seorang pemuda yang masih hijau?

   "Keparat sombong! Kalau memang berkepandaian, keluarkan senjatamu dan cobalah kau lawan kami!"

   Bentaknya. Inilah maksud Beng San. Membakar-bakar agar hati lawannya panas. Ia menambahkan,

   "Senjata? Untuk melawan kalian mengapa ribut mencari senjata? Nona cilik yang baik hati sudah meminjamkan senjata untukku!"

   Ia mengangkat kipas itu tinggi sambil meloncat dan menghindarkan diri dari sabetan tambang dan sambaran Ruyung. Tentu saja makin panas perut tiga orang itu. Mereka hendak dilawan dengan senjata sebuah kipas permainan belaka? Benar-benar keterlaluan bocah ini.

   "Sombong kau! Jie-Sute dan Sam-Sute, kita bunuh tikus sombong ini!"

   Bentak Lui Cai. Dua orang adiknya juga sudah marah, terutama sekali Kiang Hun karena senjata tambangnya yang hebat dan setiap kali bergerak biasanya tentu mengalahkan lawan itu sekarang hanya dianggap sebagai tali permainan loncat-loncatan saja oleh pemuda itu!

   "Mampus kau, keparat!"

   Thio Ek Si Cucut Mata Merah membentak, Ruyungnya menyambar hebat sekali dan sekaligus melakukan empat kali serangan ke arah empat jalan darah yang membinasakan di tubuh Beng San.

   "Tak-tak-tak-tak!"

   Dan empat kali Ruyungnya ditangkis oleh kipas! Terbelalak mata yang sipit merah itu. Bagaimana mungkin ini? Ruyungnya yang sedikitnya ada lima puluh kati beratnya, ditangkis dengan kipas? Biarpun gagangnya dari gading, kipas tetap kipas alat permainan yang kecil saja. Tapi benar-benar ia menyaksikan dengan mata kepala sendiri, kipas itu sama sekali tidak robek dan patah, malah tangan kanannya terasa sakit-sakit tulangnya seakan-akan ia tadi telah menghantam benda baja dengan Ruyungnya. Pertempuran itu hebat bukan main. Tiga orang kepala Bajak itu benar-benar memiliki kepandaian tinggi dan hal ini harus diakui oleh Beng San.

   Pantas saja Li Cu tidak berdaya menghadapi tiga orang ini. Ternyata masing-masing memiliki kepandaian istimewa dan amat tinggi. Baiknya di dalam dirinya terdapat dua aliran tenaga Im dan Yang, dan tenaga-tenaga ini sudah mendarah daging di tubuhnya maka ia dapat menghadapi tenaga lawan yang bagaimanapun juga. Mengenai tenaga, boleh dibilang ia berada di tingkat yang jauh lebih tinggi daripada tiga orang lawannya. Tapi ilmu serangan tiga orang itu benar-benar dahsyat sekali sehingga hanya dengan ilmu silatnya Im-Yang Sin-Kun saja ia mampu melindungi dirinya. Dan kipas kecil itu ternyata banyak sekali kegunaannya, karena kadang-kadang untuk membalas lawannya, ia dapat mempergunakannya sebagai senjata pedang dengan gerakan Ilmu Silat Im-Yang Sin Kiam-Sut yang belum ada bandingnya di kolong langit ini.

   Tiga orang itu mengeroyok dengan gerakan cepat dan tenaga dahsyat sehingga ruangan itu penuh dengan suara bersiutan dan angin pukulan menyambar ganas. Tubuh tiga orang itu sampai lenyap terbungkus gulungan senjata masing-masing. Akan tetapi anehnya, tubuh Beng San masih kelihatan, malah gerakannya kelihatan amat lambat dan seenaknya. Dilihat oleh mata bukan ahli silat, pemuda ini seperti sedang bertari kipas dihias gulungan sinar yang tiga macam di sekeliling tubuhnya! Cia Li Cu yang menonton pertandingan itu sampai terbelalak dan ternganga saking heran dan kagumnya. Ia memang pernah menyaksikan kelihaian Beng San, akan tetapi baru sekarang ia betul-betul tunduk dan harus mengakui bahwa apa yang dikatakan Ayahnya dahulu itu betul adanya, yaitu bahwa pemuda ini benar-benar hebat dan dalam hal kepandaian masih melebihi Ayahnya sendiri.

   Juga dua orang teman Beng Kui, Koai-Sin-Kiam Oh Tojin dan Lu Khek Jin, memandang dengan penuh kekaguman dan gatal-gatal tangan mereka hendak menguji kepandaian sendiri dengan pemuda yang lihai itu. Hek-kwa Kui-bo dan muridnya yang sudah merasai kelihaian Beng San, duduk saja tidak berani turun tangan, hanya mengharapkan supaya pemuda itu roboh di tangan Ho-Hai Sam-Ong. Di lain pihak, Beng Kui memandang dengan mata tajam. Ia mendongkol bukan main terhadap Beng San yang dianggapnya selalu merintangi perjuangannya dan merusak suasana. Yang paling lucu sikapnya adalah Kiang Bi Hwa, puteri dari Kiang Hun. Gadis cilik ini semenjak kecil memang tidak boleh belajar silat oleh Ayahnya, maka sekarang menyaksikan pertempuran itu ia bertepuk-tepuk tangan gembira.

   "Bagus benar...! Lucu dan bagus tarianmu itu, kakak yang baik! Kau harus ajarkan aku tari kipas itu!"

   Mau tidak mau Beng San tersenyum mendengar ini. Dikeroyok sedemikian hebatnya ia masih sempat. tersenyum-senyum, malah menoleh ke arah Kiang Bi Hwa sambil berkata,

   "Nona cilik, kau benar-benar seperti bunga teratai di antara lumpur kotor!"

   Memang Beng San kagum bukan main. Nona itu begitu polos, begitu jujur dan bersih seperti bunga teratai, namun terpaksa hidup di antara orang-orang jahat seperti lumpur itu.

   Pertempuran berjalan makin lama makin seru dan akhirnya setelah lewat seratus jurus lebih, saking sering bertemu dengan tenaga Beng San yang dahsyat, makin lama tiga orang itu makin lelah. Permainan mereka makin kendor sehingga kini mulailah mereka kelihatan bayangannya dan pada muka masing-masing telah penuh dengan keringat. Di lain pihak, Beng San masih enak-enak dan tenang-tenang saja mainkan kipasnya menangkis sambil meloncat ke sana ke mari dan kadang-kadang membuat lawan repot dengan serangan-serangan balasannya dengan jurus Im-Yang Sin Kiam-Sut. Kalau dia sudah menyerang begini, ujung gagang kipas dari gading itu bisa tahu-tahu sudah berada di depan tenggorokan, mata, pusar, ulu hati atau lambung seorang lawan yang tentu saja setelah berhasil menyelamatkan diri mengeluarkan keringat dingin saking ngerinya. Serangan pemuda itu tidak dapat diketahui lebih dulu, benar-benar berbahaya sekali.

   "Kupikir, kalau tidak sekarang kita memperlihatkan setia kawan kepada mereka, tunggu kapan lagi? Urusan dengan orang gila itu hanyalah urusan pribadi, sedangkan hubungan kita dengan mereka adalah urusan negara. Mana lebih penting? Bagaimanakah pendapat Ji-Wi?"

   Koai-Sin-Kiam Oh Tojin dan Lu Khek Jin memang sudah "gatal tangan"

   Sejak tadi melihat kehebatan Beng San mempermainkan tiga orang pengeroyoknya itu. Akan tetapi mereka masih ragu-ragu untuk membantu karena bukankah pemuda lihai itu adik kandung Beng Kui sendiri? Sekarang Beng Kui telah mengeluarkan pernyataan demikian, lenyaplah keraguan mereka. Bayangan yang gesit berkelebat didahului sinar terang, inilah gerakan Koai-Sin-Kiam Oh Tojin dengan memutar pedang yang entah kapan telah dicabutnyau Lu Khek Jin dengan tenang juga mencabut pedang dan menghampiri pertempuran.

   "Orang muda, kau sombong sekali mengacaukan tempat tinggal Ho-Hai Sam-Ong. Terimalah serangan Koai-Sin-Kiam!"

   Bentak Oh Tojin dan sekaligus pedangnya telah melakukan lima kali serangan bertubi-tubi dengan gerakan yang aneh. Tapi dengan heran dan penasaran sekali Oh Tojin hanya menusuk angin belaka, seolah-olah Beng San sudah tahu lebih dahulu akan perubahan-perubahan dari jurus-jurus yang dimainkannya. Sebaliknya Lu Khek Jin seorang bekas jenderal perang, mainkan pedangnya dengan gerakan-gerakan mematikan dan bertenaga, disertai bentakan-bentakan.

   Diam-diam Beng San kagum akan sifat ilmu pedang yang dimainkan oleh Lu Khek Jin, karena biarpun tidak sangat tinggi, tapi gerakan-gerakannya jujur tanpa berisi gerak tipu, melainkan secara langsung menyerang mengandalkan tenaga dan kecepatan. Gerakan orang seperti ini berbahaya, maka cepat ia mengelak dengan penggeseran kaki yang sekaligus merubah kedudukannya. Dalam detik-detik selanjutnya Beng San sudah dikeroyok lima orang! Sungguhpun tingkat ilmu silat dua orang pengeroyok baru ini tidak berada di atas Ho-Hai Sam-Ong, namun mereka ini sudah merupakan tambahan tenaga yang lumayan. Betapapun juga, benar-benar Beng San kali ini memperlihatkan dirinya yang sesungguhnya dan sekaligus memperlihatkan bahwa ilmu Silat Im-Yang Sin Kiam-Sut yang menjadi ciptaan mendiang Pendekar Sakti Bupun Su benar-benar adalah ilmu yang luar biasa di dunia ini.

   Ilmu silat ini mendasarkan gerakan-gerakannya kepada dua puluh tujuh Puw (Gerak Kaki) yang diiihami oleh kedudukan Ji-Cit-Seng (Dua Puluh Tujuh Bintang), luar biasa banyaknya dan setelah memiliki ilmu silat ini, dengan mudah orang akan menghadapi serangan lawan yang bagaimana lihai pun, karena mengandalkan pergerakan langkah kaki tentu akan dapat menyelamatkan diri. Selain memiliki ilmu yang amat tinggi, juga Beng San adalah seorang yang pada dasarnya memang cerdik luar biasa dan sekali melihat saja ia sudah dapat mencatat apa yang dilihatnya di dalam otak. Biarpun ilmu silat pedang yang dimainkan oleh Koai-Sin-Kiam Oh Tojin adalah ilmu pedang Selatan yang tak dikenalnya, apalagi ilmu pedang yang dimainkan Lu Khek Jin juga ilmu pedang peperangan yang asing baginya, Namun sekali melihat ia sudah dapat menangkap intisari pergerakannya sehingga selanjutnya,

   Biarpun dikeroyok lima, Beng San masih sempat membalas dengan serangan-serangan yang luar biasa menggunakan kipasnya! Setelah mendapat kesempatan baik, ia mendesak Ho-Hai Sam-Ong yang sudah berkunang-kunang pandangan matanya itu dan secepat kilat kipasnya mengebut disusul menotok dengan ujung gagang gading itu dua kali. Sekali tepat mengenai tulang lengan kanan Lui Cai Si Bajul Besi sehingga orang tertua dari Ho-Hai Sam-Ong ini memekik kesakitan, Dayungnya terlepas dari pegangan lalu sambil menyumpah-nyumpah karena kesakitan ia terputar-putar menggunakan tangan kiri menggosok-gosok tempat yang tadi tertotok gagang kipas. Sakitnya bukan kepalang, kiut-miut rasanya seperti ribuan jarum menusuk-nusuk tulangnya. Gerakan Beng San yang ke dua tepat menyerempet Ruyung Thio Ek Sui Si Cucut Mata Merah, lalu melejit dan menotok tulang kering di kaki kiri Si Cucut ini.

   "Aduh... aduh... kakiku...!"

   Thio Ek Sui adalah scorang yang sudah biasa bertempur dan terluka baginya bukan apa-apa. Akan tetapi rasa nyeri yang sekarang menyerangnya membuat ia berkaok-kaok kesakitan, berjingkrak-jingkrak seperti monyet belajar menari sambil memegangi kaki kirinya yang diangkat ke atas. Pada saat itu, tambang di tangan Kiang Hun meluncur dan tahu-tahu sudah melibat tubuh Beng San!

   Terdengar jerit tertahan. Yang menjerit ini adalah Li Cu karena merasa ngeri melihat betapa pemuda yang hendak menolongnya itu akhirnya tertawan oleh tambang yang lihai dari Kiang Hun Si Naga Sungai Seperti juga yang telah ia alami ketika ia dikeroyok Ho-Hai Sam-Ong ini. Kiang Hun nampak girang, mengedut tambangnya dengan maksud mempererat libatan. Tapi mendadak Beng San mengeluarkan suara aneh dan... makin ditarik tambang itu makin terlepas dan akhirnya terlihat oleh pemiliknya bahwa tambang itu sudah terputus-putus menjadi beberapa potong! Agaknya karena mengingat akan kebaikan gadis yang mukanya sama dengan Kiang Hun ini maka Beng San mengampuni Kiang Hun dan tidak melukainya. Ia dapat menduga bahwa antara gadis cilik pemilik kipas itu dengan Kiang Hun pasti ada hubungan keluarga.

   "Hek-Hwa Kui-Bo dan Kim-Thouw Thian-Li, kalau kalian tidak membantu sekarang, tunggu kapan lagi?"

   Tiba-tiba Beng Kui berseru kepada dua orang wanita itu.

   "Bukankah kalian menjadi pembantu-pembantu Ho-Hai Sam-Ong?"

   Sebetulnya Hek-Hwa Kui-Bo, apalagi Kim-Thouw Thian-Li, merasa enggan untuk bertempur melawan Beng San yang begitu lihai. Akan tetapi seruan ini mendesak mereka ke pojok. Tentu Ho-Hai Sam-Ong akan mendapat kesan buruk kalau mereka tinggal diam saja. Sambil melotot ke arah Beng Kui kedua orang ini mencabut senjata masing-masing dan meloncat ke gelanggang pertempuran, mengeroyok Beng San, yang disambut oleh orang muda ini dengan tenang saja.

   "Kau hanya bisa menyuruh orang lain saja maju, apakah kau sendiri takut terhadap adikmu ini?"

   Hek-Hwa Kui-Bo sambil menyerang Beng San berseru kepada Beng Kui dengan suara keras dengan maksud agar semua orang mendengarnya.

   Memang Beng Kui sudah bertekad bulat untuk membunuh saja adik kandungnya yang ia anggap selalu membikin malu dan membikin kacau rencana. Adiknya itu telah merusak kehidupan seorang gadis, yaitu Kwa Hong. Sekarang setelah mengacau Thai-San dan menikah dengan puteri seorang penjahat seperti Song-Bun-Kwi, tahu-tahu muncul dan mencampuri urusannya, malah hendak membela Li Cu. Tentu dengan maksud rendah pula. Daripada mempunyai adik kandung seperti ini, bukankah lebih aman dan baik kalau dibinasakan saja? Setelah berpikir demikian, Beng Kui lalu mencabut pedang Liong-Cu-Kiam yang panjang dengan tangan kanan, sedangkan Liong-Cu-Kiam pendek milik Li Cu memang sudah ia pegang di tangan kiri. Dengan sepasang pedang ampuh ini ia lalu menyerbu sambil berseru nyaring,

   "Beng San, kau tidak mentaati perintahku untuk pergi, agaknya memang sudah bosan hidup!"

   Serbuannya hebat sekali, apalagi ia segera mainkan Sian-Li Kiam-Sut yang lihai dan lebih-lebih hebat lagi karena yang ia pergunakan adalah sepasang Liong-Cu-Kiam.

   Sepasang pedang itu berubah menjadi dua gulung sinar yang berkeredepan menyambar-nyambar ke arah Beng San dan menyerang dari segala jurusan! Beng San terkejut dan diam-diam mengakui kelihaian kakak kandungnya ini, akan tetapi berbareng hatinya perih dan juga marah. Ia dahulu amat merindukan kakak kandungnya, lalu setelah bertemu ia merasa kagum sekali melihat kakak kandungnya sebagai seorang patriot yang gagah. Tapi... sekarang kakaknya itu dengan sepasang pedang pusaka menerjang untuk membunuhnya! Dari perih hati ia menjadi marah dan cepat ia menghadapi serbuan ini. Sekarang Beng San dikeroyok lima orang lagi setelah Ho-Hai Sam-Ong mengundurkan diri untuk mengatur napas dan memulihkan tenaga, Akan tetapi, di antara lima orang itu, yang paling hebat serangannya adalah Beng Kui.

   Andaikata hanya menghadapi Beng Kui seorang, biarpun pemuda ini menggunakan sepasang Liong-Cu-Kiam dan dia sendiri hanya bersenjata kipas, kiranya Beng San takkan dapat terdesak. Akan tetapi sekarang di situ ada Hek-Hwa Kui-Bo yang mainkan Thai-Yang bersama muridnya yang juga cukup lihai, ditambah pula dengan Koai-Sin-Kiam Oh Tojin dan Lu Khek Jin maka penyerbuan Beng Kui benar-benar telah mendesak Beng San dan membuat ia meloncat ke sana ke mari dan menggerakkan kipas untuk melindungi dirinya. Pedang pendek di tangan kiri Beng Kui bergerak setengah lingkaran ke arah leher, lalu disusul dengan tusukan pedang panjang dari bawah ke atas. Gerakan ini selain aneh juga tidak terduga, cepat bukan main mengejutkan Beng San. Cepat pemuda ini menangkis dengan kipasnya dan...

   

Pedang Pusaka Naga Putih Karya Kho Ping Hoo Pendekar Super Sakti Karya Kho Ping Hoo Siluman Gua Tengkorak Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini