Ceritasilat Novel Online

Pendekar Remaja 20


Pendekar Remaja Karya Kho Ping Hoo Bagian 20



Akan tetapi Hong Beng yang amat hati-hati dengan sopan dan halus memohon maaf dan menolaknya, karena ia tidak mau meninggalkan pintu yang dijaganya itu. Ia maklum bahwa kalau ia lalai dan sampai Bu Kwan Ji dan kaki tangannya dapat menyerbu masuk, akan celakalah dia, Goat Lan, dan juga Pangeran Mahkota! Sebaliknya, karena ia merasa amat lapar, Goat Lan tidak menolak ajakan Kaisar dan makanlah mereka bertiga, yakni Kaisar, Pangeran dan Goat Lan. Sungguh gembira sekali Kaisar dan Pangeran, karena telah berbulan-bulan Pangeran tidak kuasa turun dari pembaringan, akan tetapi sekarang bahkan dapat makan semeja dengan Ayahnya! Dalam kesempatan ini, Kaisar mengajukan banyak pertanyaan kepada Goat Lan tentang orang tuanya, tentang guru-gurunya dan mengapa gadis ini dengan mati-matian hendak mengobati Pangeran.

   "Apakah karena kau merasa menjadi rakyat hendak berbakti kepadaku yang menjadi rajamu?"

   Tanya Kaisar memandang tajam.

   "Memang ada juga keinginan hati hamba untuk berbakti, akan tetapi terutama sekali karena hamba hendak menjunjung dan melindungi nama baik mendiang Suhu hamba, yakni Yok-Ong Sin Kong Tianglo!"

   Dengan jujur gadis ini lalu menceritakan keadaannya, menceritakan pula tentang pengorbanan Suhunya yang sampai meninggal dunia dalam usahanya mencarikan obat guna Pangeran Mahkota . Pangeran yang telah berusia empat belas tahun itu merasa terharu mendengar penuturan Goat Lan dan dengan berlinang air mata ia lalu berkata,

   "Nona, besar sekali budi mendiang Suhumu dan engkau. Kami takkan melupakan budi pertolongan yang besar ini."

   "Kau memang baik sekali, Nona Kwee. Sudah sepatutnya kau mendapat anugerah besar. Tunggu saja kalau sudah sembuh benar Pangeran!"

   "Hamba tidak mengharapkan hadiah atau anugerah, karena anugerah Paduka berupa kebijaksanaan dan keadilan kepada rakyat jelata telah merupakan anugerah terbesar yang dapat Paduka berikan! Hanya hamba merasa kuatir sekali karena terang bahwa ada komplotan jahat yang tidak ingin melihat kesembuhan Pangeran Mahkota. Harap Paduka suka berlaku hati-hati dan segera menangkap orang-orang seperti Bu Kwan Ji dan ketiga orang Tabib Istana itu. Sudah terbukti bahwa ketika hamba memberi buah Giok-Ko yang Paduka teruskan kepada orang she Bu itu, ternyata setelah sampai di tangan Pangeran telah ditukar dengan buah lain yang berbahaya!"

   Kaisar mengangguk-angguk.

   "Jangan kuatir, setelah selesai pengobatan ini, pasti akan kulakukan tindakan keras untuk menghukum dan menyiksa mereka supaya mengaku."

   Akan tetapi pada saat itu, di luar terdengar ribut-ribut. Hong Beng yang sudah siap sedia, mendekati pintu dan mendengarkan dari celah-celah daun pintu. Ternyata bahwa yang sedang ribut mulut dengan para Bayangkari itu adalah suara Bu Kwan Ji, tiga orang Tabib, dan Ban Sai Cinjin.

   "Apakah kalian gila? Tidak tahukah kalian siapa aku sehingga kalian berani mampus sekali melarangku masuk ke dalam kamar Pangeran!"

   Terdengar suara Bu Kwan Ji membentak-bentak marah.

   "Maafkan kami, Bu-Ciangkun. Tentu saja kami mengenal Ciangkun dengan baik. Akan tetapi kami hanya mentaati perintah dari Hong-Siang, maka harap Ciangkun suka memaklumi."

   "Bagaimana bunyi perintah Hong-Siang?"

   "Bahwa tidak seorang pun, siapapun juga orang itu, boleh masuk ke dalam kamar ini."

   Sunyi untuk sesaat, kemudian terdengar suara Ngo-Tok Lo-Kai Ang Lok Cu,

   "Kami bertiga adalah Tabib-Tabib Istana, yang bertugas menjaga Pangeran yang sedang sakit. Apakah kami juga tidak boleh masuk?"

   "Menyesal sekali, Totiang, kami tidak berani melanggar perintah dan larangan Hong-Siang!"

   Jawab Bayangkari yang setia itu.

   "Mungkin Hong-Siang tidak maksudkan kami yang dilarang masuk,"

   Terdengar Bu Kwan Ji membujuk lagi.

   "Coba kau melaporkan ke dalam kepada Hong-Siang, bahwa Bu-Ciangkun dan ketiga Tabib besar mohon menghadap untuk membuat laporan tentang pengejaran para pemberontak!"

   "Kami tidak berani, Bu-Ciangkun. Sudah jelas sekali perintah Kaisar bahwa siapapun juga tidak diperbolehkan masuk ke kamar ini. Bahkan kami sendiri pun kalau tidak dipanggil, tidak berani membuka pintu ini!"

   Sunyi lagi sesaat lamanya.

   "Apakah Hong-Siang berada di dalam?"

   Tanya lagi Bu Kwan Ji.

   "Betul, Ciangkun,"

   Jawab Bayangkari.

   "Siapa lagi selain Hong-Siang dan para pelayan berada di dalam? Apakah ada orang luar yang masuk?"

   "Setahu kami tidak ada orang luar, Ciangkun. Akan tetapi entahlah, karena Kaisar berlaku amat ganjil dan penuh rahasia kali ini."

   Pendengaran Hong Beng yang tajam dapat menangkap suara bisik-bisik dan ia maklum bahwa Bu Kwan Ji tentu sedang berunding dengan tiga orang Tabib itu.

   Kemudian terdengar tindakan kaki mereka menjauhi tempat itu. Hong Beng menarik napas lega, karena tidak perlu ia mempergunakan senjatanya untuk mencegah mereka memasuki kamar itu. Akan tetapi, kelegaan dalam dada Hong Beng itu tidak berlangsung lama. Menjelang tengah hari terdengar suara-suara lagi di depan pintu, dan kini selain suara Bu Kwan Ji dan kawan-kawannya, terdengar pula suara yang amat merdu dan halus. Suara ini adalah suara selir terkasih dari Kaisar yang bernama Song Tian Ci. Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, Song Tian Ci yang amat dikasihi oleh Kaisar ini telah mempunyai seorang putera dan ia telah dapat dibujuk oleh Bu Kwan Ji sehingga kedua orang durjana ini mengadakan hubungan gelap di luar tahunya Kaisar.

   Keduanya telah mengadakan komplotan gelap untuk membiarkan Pangeran Mahkota meninggal dunia karena penyakitnya agar kelak putera dari Song Tian Ci dapat menggantikan kedudukan raja. Ketika Bu Kwan Ji mendengar dari para Bayangkari bahwa Kaisar melarang siapapun juga memasuki kamar Putera Mahkota, Panglima ini lalu cepat mencari kekasihnya itu dan kini Song Tian Ci sendiri mau ke depan untuk mempergunakan kekuasaannya memberi jalan kepada Bu Kwan Ji dan tiga orang Tabib yang menjadi kaki tangannya itu. Akan tetapi kali ini ia pun tertegun melihat betapa para Bayangkari tetap tidak mau memberi jalan kepadanya! Betapapun juga, terhadap Song Tian Ci, para Bayangkari tidak berani berlaku keras karena mereka telah tahu akan kekuasaan dan pengaruh selir ini yang tidak kalah oleh Permaisuri sendiri!

   "Kalau kalian tidak mau memberitahukan Kaisar tentang kedatanganku, jangan kalian menyesal kalau besok kalian akan kehilangan kepala!"

   Selir ini berkata dengan marah sekali. Akhirnya seorang Bayangkari tidak dapat menahan rasa gelisahnya, maka ia lalu membuka pintu itu dan melangkah masuk. Alangkah terkejutnya ketika ia melihat Hong Beng berdiri dengan Tongkat di tangan di belakang pintu itu! Begitu Bayangkari itu masuk dan melihat Kaisar sedang duduk di atas pembaringan Putera Mahkota , ia lalu menjatuhkan diri berlutut.

   "Mengapa kau masuk tanpa dipanggil!"

   Kaisar membentak marah.

   "Apakah kau sudah bosan hidup?"

   "Mohon beribu ampun atas kelancangan hamba. Di luar kamar telah datang Song-Thai-Thai yang memaksa hamba memberitahukan kedatangannya dan permohonannya untuk masuk menjumpai Paduka."

   Mendengar bahwa selirnya yang datang, lenyaplah kemarahan Kaisar. Ia memang mencinta selir ini yang dianggapnya amat baik, maka ia berpikir lebih baik dikawani oleh selir itu dalam keadaan yang menegangkan urat syarafnya menghadapi pengobatan puteranya ini.

   "Hemm, biarkan dia masuk ke dalam,"

   Katanya kemudian. Bayangkari itu memberi hormat mengerling dengan kening berkerut ke arah Hong Beng yang berdiri menjaga dengan Tongkat di tangan kemudian kepada Goat Lan yang sedang masak daun obat. Setelah itu ia mengundurkan diri, keluar dari kamar itu untuk menyampaikan perkenan Kaisar kepada Song Tian Ci.

   Dengan girang dan bangga, Song Tian Ci lalu mengajak Bu Kwan Ji, ketiga Tabib yaitu Cu Tong Hwesio, Cu Siang Hwesio, dan Ang Lok Cu untuk ikut masuk ke dalam kamar. Para Bayangkari kini tidak berani melarang lagi, sungguhpun perintah Kaisar hanya mengijinkan selirnya saja yang masuk. Sebagai pembuka jalan, Song Tian Ci masuk dengan jalan di sebelah depan. Di belakangnya menyusul Bu Kwan Ji, ketiga orang Tabib itu, dan Ban Sai Cinjin. Ketika pintu terbuka, Hong Beng melihat munculnya seorang wanita yang cantik sekali. Sungguhpun usia wanita ini sudah tiga puluh tahun lebih, namun kecantikannya memang mengagumkan. Ia dapat menduga bahwa ini tentu selir Kaisar yang disebut Song-Thai-Thai tadi oleh Bayangkari, maka ia hanya menjura dan berdiri di samping, memberi jalan. Akan tetapi ketika ia melihat Bu Kwan Ji hendak ikut masuk, cepat ia melangkah maju dan membentak,

   "Keluar kau!"

   Tongkatnya berkelebat dan telah menodong di dada Panglima itu sehingga Bu Kwan Ji menjadi terkejut dan pucat, lalu cepat melompat keluar kembali. Hong Beng cepat menutupkan kembali daun pintu itu! Begitu tiba di dalam kamar, selir yang cantik itu berdiri dengan muka terbelalak.

   "Siapa kau?"

   Bentaknya kepada Hong Beng, kemudian ia menghampiri Goat Lan sambil membentak.

   "Dan kau ini perempuan dari mana dan apa yang kau lakukan di tempat ini?"

   Sebelum Goat Lan dan Hong Beng dapat menjawab, Kaisar telah maju menyambut selirnya sambil tertawa-tawa.

   "Lihatlah, betapa manjurnya obat yang dibawa oleh Nona ini! Lihat puteramu telah hampir sembuh!"

   Kaisar itu lalu memegang tangan selirnya dan dibawanya selir itu ke dekat pembaringan Pangeran yang segera bangun dan memberi hormat dari pembaringannya kepada Ibu tiri ini. Sungguhpun di dalam hatinya Song Tian Ci merasa tertikam dan marah sekali, namun selir yang cerdik ini dapat tersenyum dengan wajah berseri.

   "Sukurlah, tidak percuma setiap malam hamba bersembahyang sampai tengah malam, memohon kepada Thian Yang Maha Esa untuk menolong dan menyembuhkan penyakit puteranda. Akan tetapi, siapakah dua orang muda itu? Mengapa mereka berada di sini?"

   "Memang lucu sekali!"

   Kata Kaisar sambil tertawa geli.

   "Lihat saja gadis muda yang cantik jelita itu. Biarpun masih muda dialah yang mengobati penyakit puteramu. Dia adalah Kwee Goat Lan, murid dari mendiang Raja Obat Sin Kong Tianglo! Dan yang seorang lagi itu, yang tak pernah melepaskan tongkatnya, dia adalah putera Pendekar Bodoh..."

   Pucatlah wajah Song Tian Ci mendengar ini.

   "Putera Pendekar Bodoh? Bukankah dia dan Ayahnya telah menjadi pemberontak-pemberontak berbahaya?"

   "Ha-ha-ha!"

   Kaisar tertawa.

   "Memang ia pemberontak! Lihat saja sikapnya. Dengan Tongkat di tangan dia telah menahanku di dalam kamar ini, melarangku keluar! Ha-ha, alangkah lucunya. Aku, Kaisar yang berkuasa, ditahan di kamarku sendiri!"

   Song Tian Ci makin terkejut dan cepat memandang ke sekeliling kamar dengan mata menyelidik. Ia melihat lima orang pelayan wanita duduk menanti perintah dengan menundukkan muka seakan-akan tidak ada peristiwa ganjil terjadi demikian pun dua orang Thaikam, dan empat orang penjaga yang berlutut di sudut tanpa berani bergerak! Mudah saja dilihat bahwa biarpun di situ ada Kaisar, sesungguhnya yang menguasai keadaan adalah Hong Beng, pemuda yang berdiri dengan gagahnya itu!

   "Tak usah kau kuatir,"

   Kaisar menghibur selirnya.

   "Biarpun pemberontak, dia adalah pemberontak yang baik! Lucu, bukan? Dia melarangku keluar dan melarang orang-orang masuk ke dalam kamar karena dia tidak mau pengobatan puteramu terganggu! Ia menyangka bahwa ketiga orang Tabib kita adalah orang yang berhati khianat. Lucu, bukan?"

   Bukan main terkejutnya hati Song Tian Ci mendengar ini. Sampai berapa jauhnya orang muda itu mengetahui rahasia komplotannya? Akan tetapi ia menjadi lega hati ketika Kaisar tidak menyatakan sesuatu tentang dia dan Bu Kwan Ji.

   "Siapa dapat percaya tuduhan jahat itu? Paduka, harap waspada dan hati-hati, siapa tahu kalau kedua orang ini benar-benar mempunyai niat buruk!"

   Akan tetapi Kaisar hanya tertawa saja dan mengajak selirnya duduk di ujung yang jauh dari tempat tidur pangeran di mana mereka lalu bercakap-cakap dengan mesra. Sementara itu, ketika Bu Kwan Ji melihat Hong Beng berada di kamar itu dengan Tongkat di tangan, ia lalu keluar dan cepat mengajak kawan-kawannya berunding.

   "Celaka,"

   Kata Bu Kwan Ji setelah mengajak kawan-kawannya pergi dari situ.

   "Pemuda putera Pendekar Bodoh itu bersama kawan wanitanya telah berada di kamar Pangeran. Tidak tahunya merekalah yang melakukan semua larangan dan agaknya mereka hendak mengobati Pangeran disaksikan sendiri oleh Kaisar!"

   Tiga orang Tabib itu menjadi pucat mendengar ini.

   "Tentu Kaisar telah diberi tahu oleh mereka tentang penukaran buah itu!"

   Kata Ang Lok Cu.

   "Habis, apa yang dapat kita lakukan?"

   Kata Bu Kwan Ji bingung.

   "Kaisar sendiri berada di dalam kamar itu dan agaknya membantu mereka. Celaka!"

   Akan tetapi diam-diam ia menaruh pengharapan besar kepada kekasihnya, yakni Song Tian Ci yang sudah masuk ke dalam kamar Putera Mahkota .

   "Kita masuk saja dengan berkeras dan mengeroyok kedua orang muda itu! Apa sih sukarnya?"

   Kata Ban Sai Cinjin sambil mengebulkan asap Huncwenya.

   "Akan tetapi, hal ini akan membikin marah Kaisar dan celakalah kita kalau Kaisar sudah bercuriga kepada kita!"

   Bantah Bu Kwan Ji yang menjadi gelisah sekali. Akan tetapi dalam hal siasat kejahatan, Bu Kwan Ji kalah jauh oleh Ban Sai Cinjin, kalah cerdik dan kalah pengalaman. Sambil tertawa haha-hehe, Ban Sai Cinjin berkata,

   "Bu-Ciangkun, mengapa begitu bodoh? Kau adalah seorang Panglima besar yang dipercaya penuh oleh Kaisar. Bukan rahasia lagi bahwa kau sedang mengejar-ngejar pemberontak, yakni putera-putera Pendekar Bodoh. Sekarang kau mengetahui bahwa kedua orang pemberontak yang kau kejar-kejar itu berada di dalam kamar Pangeran Mahkota. Kalau tiba-tiba kau menyerbu dengan para perwira untuk menangkap atau membunuh pemberontak-pemberontak yang berbahaya, biarpun Kaisar akan menjadi marah, mudah saja bagimu mencari alasan yang kuat. Kau dapat mengatakan bahwa kau menguatirkan keadaan Kaisar dan hendak melenyapkan orang-orang jahat yang dapat mencuri masuk ke dalam Istana. Apa salahnya?"

   Tiga orang Tabib itu segera menyatakan persetujuannya dan Bu Kwan Ji berpikir keras. Ada benarnya juga ucapan Kakek mewah ini. Memang ia dapat melakukan hal itu, dan seandainya ia dapat menangkap atau membunuh kedua orang muda tadi, kalau Kaisar marah mudah saja baginya untuk minta maaf, apalagi ada Song Tian Ci yang akan membelanya dan yang akan membujuk Kaisar!

   Sore hari itu Pangeran Mahkota sudah nampak sehat setelah dua kali makan buah Giok-ko. Menurut perhitungan, sekali lagi atau sehari lagi maka akan tertolonglah nyawa Pangeran Mahkota ini. Diam-diam Goat Lan dan Hong Beng merasa girang sekali dan Goat Lan berkata kepada Kaisar,

   "Oleh karena Paduka sudah menyaksikan sendiri bahwa hamba dan kawan hamba bukanlah orang-orang jahat atau pemberontak-pemberontak sebagaimana orang telah menuduh hamba, maka sudah jelas bahwa Pangeran Ong Tiang Houw sekeluarga tidak berdosa apa-apa. Maka hamba mohon, sudilah kiranya Paduka menaruh hati kasihan kepada keluarga Pangeran Ong dan membebaskan mereka."

   Kaisar mengangguk-angguk.

   "Mudah saja, Nona. Biarlah kita melihat dan menanti satu hari lagi sampai puteraku betul-betul sembuh."

   Sementara itu, dengan bisikan-bisikan mesra dan bujukan-bujukan halus, Song Tian Ci berusaha membangkitkan kecurigaan Kaisar terhadap dua orang muda itu.

   "Betapapun juga, hamba masih curiga besar,"

   Katanya.

   "Maka harus hamba sendiri yang minumkan obat kepada puteranda!"

   Akan tetapi, ketika obat daun yang dimasak oleh Goat Lan sudah matang dan setelah didinginkan gadis itu hendak memberi minum kepada Pangeran, Goat Lan menolak keras ketika selir cantik itu hendak minta obat itu.

   "Aku harus memeriksa dulu isi cawan itu!"

   Kata selir itu dengan bengis.

   "Siapa tahu kalau kau memberinya minum racun seperti kemarin dulu?"

   Goat Lan tidak menduga bahwa selir ini adalah pemegang kendali komplotan yang hendak membunuh Putera Mahkota, maka dengan halus ia berkata,

   "Maaf, tidak boleh orang lain yang meminumkannya, kecuali aku sendiri!"

   Selir itu hendak marah dan hendak merampas cawan, akan tetapi mana ia bisa mendekati Goat Lan? Pada waktu selir itu masih mengejar-ngejar sambil memaki-maki, Kaisar datang membujuknya.

   "Biarlah, biarkan Nona itu meminumkannya sendiri. Kalau kelak ternyata bahwa putera kita sembuh, masih banyak waktu untuk mengadilinya!"

   Malam hari itu, di atas genteng kamar itu terdapat empat orang yang mengintai ke dalam. Hanya Hong Beng dan Goat Lan saja yang dapat mengetahui hal ini, bahkan mereka berdua tahu betul bahwa yang datang adalah empat orang yang berkepandaian tinggi.

   Memang yang berada di atas itu adalah Ban Sai Cinjin dan ketiga orang Tabib Istana. Bu Kwan Ji tidak berani muncul, karena tentu saja ia tidak mau secara berterang melakukan percobaan ini. Ia hanya memberi tugas kepada empat orang kawannya ini untuk terlebih dulu secara rahasia mencoba untuk membunuh kedua orang muda itu atau kalau tidak mungkin boleh membunuh Pangeran Mahkota! Goat Lan dan Hong Beng tahu betul bahwa mereka tak usah menguatirkan keselamatan Kaisar dan selirnya. Siapa berani mengganggu Kaisar? Akan tetapi, keselamatan Putera Mahkota harus dijaga baik-baik. Pada malam hari itu, Goat Lan sedang memasak daun obat berikutnya untuk diminumkan esok hari, akan tetapi malam hari itu, begitu mendengar suara kaki orang di atas genteng,

   Ia lalu meninggalkan masakan obat dan mendekati Pangeran Mahkota yang sudah tidur. Ia memberi isyarat dengan mata kepada Hong Beng yang membalasnya, dan pemuda ini pun siap sedia di dekat pintu dengan penuh kewaspadaan. Sesaat suasana sunyi saja. Tiba-tiba terdengar angin mendesir dan tiga sinar kecil sekali menyambar ke bawah, ke arah Putera Mahkota , Goat Lan dan Hong Beng! Goat Lan menyambar ujung selimut di atas pembaringan itu dan sekali ia mengebut, dua batang jarum yang mengarah dia dan Pangeran telah menancap pada selimut itu! Juga Hong Beng dengan mudah saja mengelak sehingga nampak sebatang jarum hitam menancap pada lantai di dekatnya! Kaisar belum tidur dan Kaisar ini di waktu mudanya pernah mempelajari ilmu silat, maka ia dapat melihat juga sinar tiga batang jarum tadi.

   "Apakah itu?"

   Tanyanya. Goat Leng dan Hong Beng memberikan tiga batang jarum itu kepada Kaisar dan meletakkan senjata-senjata rahasia itu ke atas meja sambil berkata,

   "Ada orang jahat sengaja menyerang hamba berdua dan Pangeran!"

   Kaisar terkejut sekali, akan tetapi pada saat itu, dari atas menyambar turun asap hitam yang bergulung-gulung.

   "Cepat, Koko. Telan obat ini!"

   Gadis itu mengeluarkan sebutir pel merah kepada Hong Beng yang segera menelannya. Hawa harum dan hangat keluar dari dalam perutnya, memenuhi mulut dan hidung. Goat Lan sendiri menelan sebutir pel merah dan berkata kepada Kaisar,

   "Harap paduka menyelamatkan diri di ujung kamar, akan tetapi sebaiknya semua orang berbaring di atas lantai agar jangan terserang oleh asap beracun itu!"

   Dengan cekatan, Goat Lan lalu memondong Pangeran yang masih tidur, lalu menidurkannya di sudut kamar, di atas lantai yang sudah ditilami oleh selimut. Bingunglah semua pelayan dan mereka dengan wajah pucat lalu menurut nasihat Goat Lan, berbaring di atas lantai. Sementara itu, asap makin banyak masuk. Memang ini adalah perbuatan Ban Sai Cinjin yang mengeluarkan asap pemabok. Dia tidak ingin membunuh Kaisar, maka asap yang dilepaskan dari Huncwenya hanyalah asap yang cukup kuat untuk memabukkan orang. Dalam suasana tegang dan sibuk ini, selir Kaisar tiba-tiba melompat dan berlari menuju ke tempat pemasakan obat.

   "Aku masih tidak percaya kepadamu! Mungkin semua ini adalah buatanmu sendiri untuk meracuni kami!"

   Selir ini lalu berpura-pura lari menghampiri Goat Lan, akan tetapi dengan cerdik sekali kakinya menendang tempat obat sehingga tumpahlah obat ini. Goat Lan hendak menghalangi, akan tetapi terlambat. Dengan gemas Goat Lan lalu membentak,

   "Mundurlah! Hanya kepada Kaisar dan Pangeran saja aku tunduk, tidak kepadamu! Kalau tidak mundur, terpaksa akan kupukul!"

   Akan tetapi sebelum ia menggerakkan tangan, selir itu telah menghisap asap hitam dan sambil mengetuh ia terhuyung-huyung. Untung Goat Lan cepat menangkapnya, lalu mengangkat dan membawanva kepada Kaisar. Gadis itu membiarkan selir tadi berbaring di situ dan ia cepat kembali ke tempat Hong Beng berdiri.

   "Ban Sai Cinjin, manusia pengecut! Kalau kau berani, turunlah jangan menggunakan akal busuk!"

   Terdengar Ban Sai Cinjin tertawa bergelak, lalu disusul suara Ang Lok Cu, Tosu yang melepas jarum-jarum berbisa tadi.

   "Jangan gelisah, Hong-Siang! Hamba sekalian datang akan membebaskan Paduka, menangkap pemberontak berbahaya ini!"

   Genteng dibuka dari atas dan agaknya orang-orang di atas genteng itu akan menyerbu ke dalam, akan tetapi terdengar Kaisar berseru keras,

   "Ang Lok Cu Totiang! Apakah kau dan yang lain-lain sudah gila? Hayo cepat mundur sebelum aku menjatuhkan hukuman mati kepada kalian!"

   Suara Kaisar amat berpengaruh sehingga terdengar oleh para Bayangkari di luar pintu yang tidak tahu apa yang sedang terjadi di dalam kamar, akan tetapi mereka tetap saja tidak berani masuk. Mendengar bentakan Kaisar ini, Ang Lok Cu dan kawan-kawannya menjadi jerih juga dan mereka mengajak Ban Sai Cinjin pergi dari situ. Ban Sai Cinjin merasa kecewa dan tidak puas, akan tetapi tanpa bantuan kawan-kawan ini, apa dayanya terhadap Goat Lan dan Hong Beng yang sudah dikenal kelihaiannya itu? Pergilah mereka dari situ dan asap hitam yang ringan itu perlahan-lahan naik ke atas genteng sehingga kamar itu menjadi bersih kembali. Selir yang tadinya pingsan telah siuman kembali, dan menangis terisak-isak karena mendapat marah dari Kaisar yang masih sebelum sadar bahwa selirnya inilah sungguhnya kepala komplotan jahat itu!

   Selama itu sampai pagi tidak terjadi suatu dan baiknya Goat Lan masih mempunyai banyak daun obat sehingga ia dapat memasak obat lagi. Begitu terang tanah dan Pangeran sudah bangun, gadis ini lalu memberi buah Giok-Ko ke tiga. Semenjak makan obat Giok-Ko dan daun To-Hio, keadaan Pangeran itu sudah baik sekali. Kalau biasanya ia selalu mengeluarkan kotoran darah, kini darah telah berhenti dan sakit pada perutnya sudah lenyap sama sekali. Giranglah hati Kaisar dan ia hendak menyuruh membuka pintu. Akan tetapi Goat Lan mencegahnya dan menyatakan bahwa masih sekali lagi Pangeran harus minum air daun obat siang nanti. Akan tetapi tiba-tiba di luar terdengar suara gaduh dan disusul dengan teriakan-teriakan keras.

   "Buka pintu! Tangkap pemberontak! Tolong dan bebaskan Kaisar!"

   Suara gaduh itu adalah suara senjata yang beradu karena ternyata bahwa Bu Kwan Ji dengan beberapa orang perwira serta tiga orang Tabib itu telah datang menyerbu, memaksa membuka pintu. Ketika Bayangkari melawan, mereka ini diserang! Pintu terbuka dan lima orang Bayangkari cepat menghampiri Kaisar untuk melindunginya, sedangkan yang lain masih menahan majunya para penyerbu itu!

   "Cepat lindungi Kaisar dan Pangeran!"

   Seru Goat Lan kepada lima orang Bayangkari itu, kemudian ia dan Hong Beng lalu menyerbu keluar.

   
Pendekar Remaja Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Tangkap pemberontak!"

   Seru Bu Kwan Ji ketika melihat kedua orang muda itu.

   "Kau lah pemberontak dan pengkhianat!"

   Seru Goat Lan, sedangkan Hong Beng tidak mau banyak cakap lagi, langsung menyerang dengan hebatnya. Dua orang perwira kena dirobohkan oleh tendangannya dan kini ia menyerbu tiga orang Tabib Istana itu dengan tongkatnya! Adapun Goat Lan segera dikeroyok oleh Bu Kwan Ji, Ban Sai Cinjin dan beberapa orang perwira ikut pula menyerbu, tiga orang mengeroyok Goat Lan dan tiga orang lagi mengeroyok Hong Beng. Enam orang perwira ini adalah kawan-kawan atau kaki tangan Bu Kwan Ji, demikian pun dua orang yang sudah roboh oleh tendangan Hong Beng. Pertempuran hebat terjadi di luar kamar pangeran, tempat yang cukup luas itu. Kaisar menjadi marah sekali.

   "Lekas panggil datang semua perwira dan pengawal Istana!"

   Perintahnya kepada seorang Bayangkari, dan Kaisar lalu mengambil sendiri obat di atas tungku, lalu memberi minum secawan obat kepada puteranya. Obat terakhir dan selamatlah nyawa Pangeran Mahkota! Amukan Hong Beng dan Goat Lan hebat sekali. Dengan sepasang Bambu runcingnya, Goat Lan dapat menahan serbuan para pengeroyoknya, bahkan dengan kecepatan kilat ia berhasil menotok lambung Bu Kwan Ji yang roboh terguling dalam keadaan pingsan dan merobohkan pula dua orang perwira!

   Adapun Hong Beng juga sudah melukai pundak Ang Lok Cu dan bahkan telah menewaskan Cu Siang Hwesio! Akan tetapi mereka tetap masih dikurung, terutama sekali Ban Sai Cinjin merupakan lawan yang tangguh sekali, yang berusaha sekuat tenaga untuk merobohkan Goat Lan! Pada saat itu, datanglah seorang Panglima yang gagah sekali, diiringi oleh beberapa orang pengawal yang nampaknya gagah dan kuat. Panglima muda ini bukan lain adalah Kam Liong yang gagah perkasa! Pemuda ini menjadi bingung melihat betapa dua orang muda yang elok sedang mengamuk laksana sepasang naga dan banyak perwira pengawal telah rebah di sana-sini. Tentu saja tidak sukar baginya untuk memilih kawan, dan serta merta ia dan kawan-kawannya lain lalu mengeroyok Hong Beng dan Goat Lan. Akan tetapi, tiba-tiba terdengar bentakan Kaisar,

   "Kam-Ciangkun! Jangan serang mereka! Bantulah mereka menangkap para pengkhianat!"

   Panglima muda ini menjadi terkejut dan heran sekali, terutama Ban Sai Cinjin yang mendengar bentakan Kaisar ini, maklumlah ia bahwa tidak ada harapan lagi baginya. Ternyata bahwa usaha Bu Kwan Ji telah gagal! Dengan menyebarkan asap hitamnya ia lalu melarikan diri keluar dari Istana! Beberapa orang perwira hendak mengejarnya, akan tetapi dengan tabir asap hitam yang jahat sebagai pelindung, tak seorang pun dapat mendekatinya. Baru saja mencium asap, pengeiar-pengejar itu telah jatuh menggeletak seperti mayat! Akhirnya Kakek ini dapat melarikan diri tanpa seorang pun dapat menangkapnya. Adapun Cu Tong Hwesio tak kuat menghadapi Tongkat Hong Beng, maka ia pun robohlah dengan dada tertotok tongkat. Sebentar saja, dengan bantuan Kam Liong, semua orang kaki tangan Bu Kwan Ji sudah tertangkap dan banyak yang tewas.

   "Penggal kepala mereka, baik yang masih hidup maupun yang sudah matil"

   Seru Kaisar dengan marah sekali.

   "Kecuali Bu-Ciangkun, jangan bunuh dia, tahan dengan kuat. Aku perlu mendengar keterangan dan pengakuan tentang pengkhianatannya!"

   Pucatlah wajah Tian Ci mendengar ini. Kalau Bu Kwan Ji dibunuh seketika itu juga, akan amanlah dia. Akan tetapi kini Kaisar hendak memeriksa perwira itu, sungguh amat berbahaya baginya! Setelah keadaan menjadi beres, Goat Lan dan Hong Beng berlutut di depan Kaisar minta ampun tentang kelancangan mereka yang sudah berani menahan Kaisar di dalam kamar itu. Kaisar tersenyum dan berkata,

   "Tentu saja ada hukuman bagi pelanggar dan ada hadiah bagi yang berjasa. Kalian telah melanggar dan berbareng berjasa pula. Sekarang tinggallah di gedung tamu, tunggu saja keputusanku!"

   Sebetulnya Goat Lan dan Hong Beng hendak pergi pada saat itu juga, akan tetapi mereka tidak berani membantah kehendak Kaisar, dan lagi, mereka pun perlu sekali beristirahat setelah tiga hari tiga malam tidak pernah tidur dan jarang makan itu.

   Maka sepasukan pengawal lalu mengiringkan mereka dengan penuh penghormatan ke gedung tamu yang letaknya di sebelah kiri Istana. Pada keesokan harinya, terjadi peristika yang menggemparkan, ketika Bu Kwan Ji terdapat telah terbunuh di dalam kamar tahanannya! Tak seorang pun mengetahui siapa yang membunuh perwira ini, dan Kaisar menjadi marah sekali, karena sesungguhnya Kaisar ingin sekali membongkar rahasia komplotan itu. Tak seorang pun mengetahui, kecuali Song Tian Ci, selir Kaisar itu. Oleh karena sesungguhnya, yang membunuh adalah penjaga tahanan sendiri yang sudah "Dibeli"

   Oleh selir yang lihai ini. Song Tian Ci maklum bahwa kalau Bu Kwan Ji sampai diperiksa di bawah alat penyiksa, bukan tak mungkin kalau orang she Bu ini akan membongkar rahasia perhubungannya dengan perwira ini.

   Dengan matinya Bu Kwan Ji, maka amanlah nama Song Tian Ci dan semenjak saat itu, dia tidak berani lagi berpikir untuk merebut kedudukan calon Kaisar untuk puteranya. Akan tetapi diam-diam Song Tian Ci menaruh hati dendam kepada Goat Lan dan Hong Beng, karena orang muda inilah yang menggagalkan rencananya dan bahkan membuat ia berada dalam bahaya besar. Wanita ini cerdik sekali dan mempunyai pandangan mata yang amat tajam. Pengalamannya di dalam kamar Pangeran telah membuka matanya dan ia dapat mengetahui bahwa antara Goat Lan dar Hong Beng terdapat pertalian cinta kasih yang besar. Inilah kesempatan membalas dendam! Ia maklum bahwa salah satu jalan terbaik untuk membalas dendam adalah menghancurkan kebahagiaan orang. Dengan amat licin ia lalu membujuk Kaisar. Dipuji-pujinya Goat Lan setinggi langit dan tentu saja Kaisar membenarkan pujian ini.

   "Sudah sepatutnya gadis seperti Nona Kwee itu diberi ganjaran yang setimpal dengan jasa-jasanya,"

   Katanya mengakhiri pujiannya.

   "Memang,"

   Kaisar membenarkan.

   "Aku sendiri pun sedang bingung memikirkan apa gerangan yang dapat kuhadiahkan kepadanya. Kalau dia seorang laki-laki tentu akan kuangkat menjadi seorang pembesar tinggi. Akan tetapi ia seorang gadis."

   "Kedudukan tinggi bagi seorang gadis adalah menjadi isteri seorang berpangkat tinggi. Nona Kwee amat cantik jelita dan gagah perkasa, mengambilnya sebagai seorang selir jauh lebih berharga daripada mengambil selir seorang bidadari kahyangan!"

   Kaisar memandang selirnya ini dengan mata terbelalak.

   "Apakah kau mabuk? Aku sudah tua, mana dapat menyia-nyiakan hidup seorang gadis seperti dia? Tidak, aku tidak ingin menambah selirku!"

   (Lanjut ke Jilid 19)

   Pendekar Remaja (Seri ke 04 - Serial Pendekar Sakti)

   Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 19

   "Harap Paduka jangan salah paham,"

   Seng Tian Ci membantah.

   "Maksud hamba bukan Paduka yang mengambilnya menjadi selir, akan tetapi untuk Pangeran Mahkota! Bukankah Nona Kwee sudah berjasa besar menyelamatkan nyawa Putera Mahkota? Lihat saja betapa telaten dan sabar Nona itu merawatnya, tanda bahwa Nona itu tentu suka kepada Pangeran. Kalau Nona itu bisa diambil sebagai selirnya, tidak saja dapat menjaga keselamatan Pangeran, juga hal itu merupakan hadiah yang paling berharga untuknya!"

   Kaisar mengangguk-angguk sambil mengelus jenggotnya.

   "Akan tetapi puteraku baru berusia lima belas tahun kurang, dan Nona itu agaknya sudah ada dua puluh tahun."

   "Soal usia tidak menjadi halangan, apalagi bukan sebagai isteri yang sah, hanya sebagai selir nomor satu."

   "Bagaimana kalau dia menolaknya?"

   "Tak mungkin seorang gadis dari rakyat biasa akan menolak anugerah Paduka yang sedemikian besarnya. Penolakan berarti penghinaan karena sama halnya dengan menolak Pangeran! Akan tetapi, untuk hal ini mudah saja. Bukankah Nona Kwee dan kawannya sudah melakukan pelanggaran besar? Menahan Paduka di dalam kamar sampai tiga hari saja sudah cukup untuk menghukum mati kepada mereka. Sekarang hukuman ditiadakan, bahkan ia diangkat menjadi mantu Kaisar, tak mungkin dia menolak!"

   Demikianlah, dengan siasat yang licin sekali Song Tian Ci berusaha untuk menghancurkan kebahagiaan Giok Lan, berusaha memisahkannya dari Hong Beng untuk dijadikan selir oleh Pangeran Mahkota! Dan akhirnya Kaisar merasa setuju sekali. Pada keesokan harinya, Goat Lan dan Hong Beng dipanggil menghadap. Para perdana Menteri dan hulubalang lengkap menghadap Raja yang duduk di singgasana dengan wajah girang. Juga Pangeran Mahkota itu hadir pula di dekat Ayahnya. Semua pembesar yang setia kepada Kaisar, memandang kepada Pangeran itu dengan wajah riang. Semua sudah mendengar tentang penyembuhan itu maka ketika Goat Lan dan Hong Beng datang menghadap, semua mata ditujukan kepada mereka dengan kagum sekali. Sambil menunjuk kepada Goat Lan dan Hong Beng yang berlutut di hadapan Kaisar, Kaisar berkata,

   "Kalian semua yang hadir di sini sudah mendengar tentang jasa besar dari kedua orang muda ini. Lihatlah, betapa puteraku telah sembuh sama sekali, semua ini berkat pengobatan Nona Kwee Goat Lan dan sahabatnya yang bernama Sie Hong Beng. Oleh karena itu, hari ini aku hendak memberi hadiah dan anugerah kepada mereka berdua."

   Semua yang hadir menganggukkan kepala dan tersenyum, karena mereka semua merasa bahwa hal ini sudah cukup pantas.

   "Anugerah pertama,"

   Kata Kaisar.

   "Adalah pembebasan mereka dari tuntutan. Sungguhpun mereka berdua telah berani berlaku lancang memasuki Istana tanpa ijin, bahkan telah menahan Kaisar dan Pangeran di dalam kamar selama tiga hari, namun aku bebaskan mereka dari kesalahan ini."

   Goat Lan dan Hong Beng mengangguk-anggukkan kepala menyatakan terima kasih mereka.

   "Anugerah kedua bagi Sie Hong Beng, dia kuberi pangkat congtok dan boleh melakukan tugasnya di Kota Nan-kiang, kuberi dua ekor kuda terbaik dari kandang kuda di Istana dan uang perak seribu tael. Bagaimana penerimaanmu tentang anugerah ini, orang muda?"

   Sie Hong Beng merasa terkejut sekali. Ia sama sekali tidak mengharapkan hadiah, akan tetapi bagaimana ia dapat menolak hadiah Kaisar? Ia cepat mengangguk-anggukkan kepala dan berkata dengan suara perlahan,

   "Mohon ampun sebanyaknya kalau hamba berani berlaku tidak patut. Bukan sekali-kali hamba tidak menghargai kurnia Paduka yang dilimpahkan kepada hamba, akan tetapi sesungguhnya hamba tidak sanggup untuk menjabat pangkat di suatu tempat. Mohon Hong-Siang suka mengampuni hamba dan membolehkan hamba menolak kedudukan dan pangkat itu."

   Hening suasana di situ. Tak seorang pun berani mengangkat kepala karena merasa heran dan juga kuatir mendengar jawaban Hong Beng. Kaisar sendiri merasa tertegun, akan tetapi kemudian terdengar ia berkata,

   "Darah petualang agaknya mengalir di tubuhmu, anak muda. Tidak apalah, kalau kau tidak dapat menerima pangkat, biar hadiah uang kutambah lima ratus tael lagi!"

   Lega hati Hong Beng dan biarpun ia suka menerima hadiah uang akan tetapi tentu saja ia tidak berani menolak lagi. Cepat ia menghaturkan terima kasihnya sambil berlutut.

   "Dan sekarang untuk Nona Kwee Goat Lan yang paling berjasa dalam hati ini. Tanpa adanya Nona ini, mungkin puteraku takkan dapat sembuh dari sakitnya. Oleh karena pembelaannya ini, maka seakan-akan berarti bahwa jiwa raga Pangeran telah dapat dirampasnya dari tangan maut, dan oleh karena itu, biarlah untuk selama hidupnya, ia memiliki jiwa raga Pangeran! Biarpun puteraku baru berusia lima belas tahun dan belum menikah, akan tetapi aku mengangkat Nona Kwee menjadi selir pertama dari puteraku atau sama dengan mantuku yang pertama!"

   Bukan main kagetnya Goat Lan dan Hong Beng mendengar ini. Goat Lan sampai menjadi pucat sekali dan kedua kakinya yang berlutut itu menggigil. Tak disangkanya sama sekali bahwa ia akan mendapat anugerah macam ini. Ia mengerling ke arah Hong Beng yang juga menjadi pucat dan mengerutkan kening, kemudian ketika tak disengaja ia menengok ke arah Pangeran Mahkota, Pangeran itu tersenyum-senyum malu, agaknya suka sekali akan keputusan Ayahnya ini! Semua yang hadir juga merasa setuju sekali dengan keputusan ini, karena hal ini dianggapnya sebagai anugerah terbesar yang mungkin diberikan kepada gadis itu.

   "Bagaimana, Nona Kwee Goat Lan? Kau tentu dapat menerirna keputusan kami ini, bukan?"

   Kaisar mendesak ketika dilihatnya nona itu menundukkan mukanya. Ketika Goat Lan mengangkat muka, Kaisar melihat betapa pucatnya wajah gadis itu.

   "Mohon beribu ampun bahwa hamba terpaksa tak dapat menerima penghormatan besar ini!"

   Kali ini keadaan menjadi jauh lebih sunyi daripada ketika Hong Beng menolak pengangkatan. Bagaimana gadis ini berani menolak pinangan Kaisar yang diucapkan oleh Kaisar sendiri untuk Putera Mahkota? Hampir tak dapat mereka percaya!

   Terdengar orang menarik kursi dan ternyata Pangeran Mahkota yang mundur dari tempat duduknya memberi hormat kepada Kaisar sebagai pengganti ucapan maaf dan akhirnya, setelah memandang ke arah Goat Lan dengan muka merah dan mata sayu Pangeran ini lalu mengundurkan diri ke dalam! Setelah itu, belum juga Kaisar mengeluarkan suara. Tak seorang pun yang memandang wajah Kaisar yang sebentar pucat sebentar merah itu. Ia merasa terhina sekali. Di hadapan para pembesar, para hulubalang, seorang gadis biasa saja telah berani menolak pinangannya! Pinangan seorang Raja besar untuk putera Mahkota, ditolak oleh seorang gadis biasa saja. Alangkah hinanya! Teringat ia akan ucapan Song Tian Ci selirnya itu, bahwa gadis ini mempunyai dosa dan untuk dosa itu sudah, patut memberi hukuman mati kepadanya.

   "Kwee Goat Lan...!"

   Tiba-tiba suara Kaisar memecah kesunyian, suara yang cukup dikenal oleh para penghadap, karena kalau Kaisar sudah lambat dan parau suaranya, tanda bahwa orang besar ini sedang marah sekali.

   "insyaf benarkah kau akan apa yang kauucapkan tadi? Sadarkah kau bahwa jawabanmu itu berarti penolakan terhadap pinangan rajamu? Kau telah menghina Kaisar dan membuat malu seorang Pangeran, seorang Putera Mahkota! Tahukah kau akan dosamu yang besar ini?"

   Dengan air mata menitik keluar dari pelupuk matanya, Goat Lan menganggukkan kepalanya.

   "Hamba terpaksa... hamba tak dapat menerima kehormatan besar itu."

   Hanya kekerasan hatinya saja yang menahan Goat Lan tidak sampai menangis tersedu-sedu di situ!

   "Kwee Goat Lan, tahukah kau bahwa dosamu masuk ke dalam Istana tanpa ijin dan menahanku di dalam kamar sampai tiga hari itu saja sudah cukup untuk memberi hukuman mati kepadamu?"

   Seorang Menteri tua segera maju dan sambil mengangguk-anggukkan kepalanya yang penuh uban ia berkata,

   "Mohon Paduka sudi mengampuni gadis ini tentang dosa dan pelanggaran itu karena paduka tadi dalam anugerah pertama telah membebaskannya dari kesalahan itu."

   Memang Menteri tua yang berpengalaman ini kuatir sekali kalau-kalau Kaisar dalam kemarahannya akan menarik kembali keputusan yang sudah dikeluarkan, lebih dulu dan kalau hal ini terjadi, amat tidak baik bagi pribadi Kaisar sendiri. Keputusan yang keluar dari mulut seorang Kaisar besar, tak dapat diubahnya lagi! Kaisar teringat akan hal ini dan berkatalah dia,

   "Sesungguhnya aku telah mengampuni kesalahan yang itu, akan tetapi gadis ini berani sekali menghinaku dan membikin malu Pangeran, maka untuk kedosaannya ini kuputuskan hukum buang keluar Tembok Besar di Utara!"

   Terdengar isak tertahan di leher gadis itu. Sebagai seorang gagah, tentu saja ia tidak takut dan dapat melarikan diri, akan tetapi sebagai seorang setiawan dan seorang yang menjunjung tinggi kepada Kaisar, tentu saja ia tidak berani melakukan hal ini, karena hal ini akan merupakan pemberontakan dan akan mencemarkan namanya dan nama keluarganya. Bagaimana ia dapat mencemarkan nama Ayah Ibunya?

   "Ayah... Ibu..."

   Goat Lan mengeluh di dalam hatinya, akan tetapi tanpa disadarinya bibirnya ikut menggerakkan sebutan ini. Hong Beng yang berlutut tidak jauh darinya mendengar keluhan ini dan dapat dibayangkan betapa hancurnya hati pemuda ini mendengar keputusan hukuman yang dijatuhkan oleh Kaisar kepada Goat Lan.

   "Hamba tidak dapat menerima keputusan hukuman yang dijatuhkan atas diri Nona Kwee Goat Lan!"

   Hong Beng berseru keras sekali sehingga semua orang terkejut. Kaisar memandangnya dengan marah.

   "Hemm, agaknya bukan kosong belaka desas-desus bahwa keturunan Pendekar Bodoh memang berjiwa pemberontak. Teringat olehku betapa dahulu Ayahmu dan kawan-kawannya juga pernah melawan Tentara Kerajaan!"

   Kata Kaisar dengan marah.

   "Dan apakah sekarang kau hendak mengulangi perbuatan Ayahmu yang tidak benar itu? Kau hendak melawan keputusan dari Kaisarmu?"

   Menteri tua yang tadi membela Goat Lan, seorang bangsawan she Liem, segera mengajukan usulnya,

   "Hamba mohon sudilah kiranya Paduka suka mempertimbangkan keadaan dua orang muda ini. Jasa mereka amat besar, karena selain telah menyembuhkan Putera Mahkota, mereka jugalah yang menghancurkan komplotan jahat dari Bu Kwan Ji. Kalau sekarang Paduka menjatuhkan hukuman berat, bukankah hal ini akan mengejutkan orang-orang gagah yang banyak terdapat di antara rakyat dan membuat mereka takut sehingga tidak berani membantu pemerintah untuk menyatakan kesetiaan mereka?"

   Kaisar mendongkol juga mendengar ucapan ini, sungguhpun diam-diam ia harus mengakui kebenarannya.

   "Habis, kalau menurut pendapatmu bagaimana baiknya?"

   "Harap Paduka sudi mengampunkan hamba yang lancang. Hukuman mengusir Nona ini ke Utara sudah dikeluarkan dan tak mungkin dicabut kembali, hanya dapat diubah sifatnya. Hukuman ini bukan pembuangan seumur hidup, melainkan pembuangan sementara saja. Hamba teringat bahwa kini bangsa Tartar sedang bergerak dari Barat dan Utara, melakukan pengacauan dan merampok serta menculik rakyat yang tinggal di perbatasan Utara dan Barat. Mengapa tidak memberi kesempatan kepada Nona Kwee dan kawannya yang gagah perkasa ini untuk membuktikan kesetiaan dan kebaktian mereka terhadap negara? Hamba rasa lebih baik kalau memberi tugas kepada mereka ini untuk mengusir musuh, dan apabila mereka ternyata benar-benar setia, Paduka akan melakukan sesuatu yang adil dan mulia apabila mengampuni mereka ini!"

   Kaisar mengangguk-angguk dan merasa setuju sekali. Menteri tua she Liem ini sekelebatan saja dapat menduga bahwa di antara kedua orang muda itu pasti ada hubungan kasih, terbukti dari kerling mereka dan betapa pemuda itu dengan mati-matian berani membela Goat Lan di depan Kaisar. Maka timbullah hati kasihan di dalam dadanya sehingga mengajukan usul ini. Demikianlah, pada hari itu juga, Goat Lan dan Hong Beng diberi tanda cap pada lengan tangan mereka dengan semacam tinta yang tak dapat dihapus oleh siapa pun juga, kecuali apabila dicuci dengan obat yang tersimpan di Istana. Cap dari Kaisar ini merupakan tanda bahwa mereka masih berada di dalam urusan dan apabila cap ini belum dihapus oleh Kaisar, berarti mereka selama hidup akan menjadi pesakitan!

   Kaisar berjanji bahwa apabila mereka membuktikan kesetiaan mereka dan berhasil mengusir para pengacau di Utara, cap di lengan itu akan dihapus bersih sebagai tanda pengampunan bagi mereka! Dengan hati sedih, Hong Beng dan Goat Lan lalu berangkat ke Utara, dikawal oleh sepasukan perajurit istimewa yang selain akan mengamat-amati mereka, juga bertugas membantu mereka membasmi para pengacau. Pasukan ini terdiri dari empat puluh orang perjurit pilihan yang pandai ilmu silat. Pada hari keberangkatan pertama, kedua mata Goat Lan menjadi merah dan ia tak dapat banyak mengeluarkan kata-kata. Baiknya ada Hong Beng di sampingnya sehingga berkat hiburan-hiburan pemuda ini, pada keesokan harinya Goat Lan telah mendapatkan kembali kegembiraannya.

   Dengan amat mudah Goat Lan dapat merubah hukum buang itu seperti sebuah perjalanan pelesir saja. Tiada hentinya di sepanjang jalan ia berjenaka sehingga kini sebaliknya Hong Beng yang terhibur! Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali tiba-tiba serombongan pasukan berkuda menyusul cepat dan ketika pasukan itu tiba, semua perajurit pengawal Hong Beng dan Goat Lan cepat-cepat memberi hormat kepada seorang Panglima muda yang mengepalai pasukan itu. Hong Beng dan Goat Lan mengenal Panglima muda yang gagah dan tampan ini sebagai Panglima yang membantu mereka mengalahkan Bu Kwan Ji dan kaki tangannya di depan kamar Pangeran itu. Memang Panglima muda ini adalah Kam Liong! Ia cepat turun dari kudanya dan menjura kepada Hong Beng dan Goat Lan sambil berkata dengan senyum,

   "Alangkah gembira hati Siauwte dapat mengejar dan menyusul Ji-wi hari ini! Siauwte Kam Liong adalah orang pertama yang merasa amat menyesal dan kecewa mendengar nasib malang yang menimpa diri Ji-wi yang mulia, karena sesungguhnyat antara Ji-wi dan Siauwte terdapat hubungan yang sudah lama, semenjak Ayah kita masing-masing masih muda!"

   Hong Beng dan Goat Lan cepat membalas penghormatan Panglima muda ini dengan gembira dan juga terheran. Kam Liong lalu memerintahkan agar pasukan itu beristirahat kemudian ia mengajak kedua orang muda itu duduk di tempat tersendiri sambil mengeluarkan perbekalan mereka untuk makan minum. Di bawah sebatang pohon yang besar mereka duduk bercakap-cakap sambil makan. Di situlah Kam Liong menceritakan bahwa ia adalah putera dari Panglima Besar Kam Hong Sin yang sudah kenal baik dengan Ayah Ibu kedua orang muda itu.

   "Siauwte telah bertemu dengan kedua saudaramu, Sie-Enghiong,"

   Katanya kepada Hong Beng sehingga pemuda ini menjadi terheran.

   "Bukanlah adikmu perempuan bernama Sie Hong Li dengan pedangnya Liong-Coan-Kiam yang hebat itu? Hanya sayangnya aku belum mengetahui nama saudaramu laki-laki itu, juga tidak tahu apakah dia adik atau kakakmu."

   Hong Beng adalah seorang pemuda yang pendiam akan tetapi cerdik sekali. Biarpun ia tahu bahwa Panglima muda ini telah salah duga, namun ia tidak segera mengemukakan hal ini, bahkan lalu bertanya,

   "Siapakah dia, di mana kau bertemu dengannya dan bagaimana rupanya?"

   Dengan gembira Kam Liong lalu menceritakan tentang pertemuannya dengan Lie Siong ketika pemuda ini menolong Lilani.

   "Pemuda itu aneh sekali, tidak mau menyebutkan nama dan tidak mengaku pula siapa orang tuanya, akan tetapi melihat ilmu silatnya, aku tidak ragu-ragu lagi bahwa kalau dia bukan saudaramu, Sie-Enghiong, pasti dia adalah saudara dari Kwee Lihiap ini!"

   Akan tetapi, Hong Beng dan Goat Lan yang mendengar penuturan itu saling pandang dengan terheran-heran.

   "Aku tidak mempunyai saudara laki-laki, Kam-Ciangkun,"

   Kata Hong Beng.

   "Dan adikku masih kecil,"

   Kata Goat Lan. Kam Liong memandang kepada mereka dengan tajam. Memang pemuda ini memiliki mata yang tajam sekali tanda bahwa otaknya cerdik.

   "Ah, kalau begitu, tidak salah lagi ia tentulah putera Ang I Niocu."

   Kemudian Kam Liong merubah pembicaraan dan menyatakan maksudnya menyusul rombongan yang mengantar kedua orang muda keluar Tembok Besar itu.

   "Semenjak kemarin dulu Siauwte bertemu dengan Ji-wi ketika kita bersama memberi hajaran kepada komplotan Bu Kwan Ji yang busuk, Siauwte telah merasa tertarik sekali dan ingin mengadakan perkenalan. Akan tetapi, sayang sekali Siauwte menerima tugas keluar Kota Raja dan baru kemarin Siauwte datang. Alangkah kecewa hatiku mendengar bahwa Ji-wi telah berangkat menerima keputusan dari Hong-Siang yang sesungguhnya amat kurang bijaksana itu. Akan tetapi, harap Ji-wi tidak kuatir. Kalau sudah selesai tugasku di Selatan, aku pasti akan menyusul ke Utara dan kita bersama bisa menghancurkan pengacau-pengacau itu! Di Utara, Siauwte pernah bertugas dan mempunyai tempat merupakan Benteng di sebelah dusun di lereng Gunung Alkata-San. Ji-wi harap mendirikan markas di sana sementara itu kalau Siauwte ke Selatan, Siauwte akan mengunjungi Kwee Lo-Enghiong dan Sie Taihiap untuk menyampaikan warta ini dan memberitahukan bahwa Ji-wi berada dalam keadaan selamat!"

   Hong Beng dan Goat Lan merasa girang sekali dan juga bersyukur maka mereka lalu menyatakan terima kasih berulang-ulang. Saking gembiranya, kedua orang muda ini menerima saja usul Kam Liong yang ramah-tamah ketika Kam Liong mengajak keduanya mempertebal persahabatan dengan menyebut nama masing-masing begitu saja tanpa embel-embel lagi!

   Kam Liong lalu memberi perintah kepada perajurit-perajurit yang mengawal Hong Beng dan Goat Lan, memberi tahu ke mana, mereka harus pergi untuk mendapatkan Benteng yang dulu menjadi tempat tinggal pasukannya itu. Kemudian, tiga orang muda yang gagah ini lalu berpisah. Sebelum berpisah, Kam Liong melakukan sesuatu yang amat mengharukan hati kedua orang muda itu. Panglima muda ini memerintahkan kepada perajurit-perajuritnya untuk meninggalkan semua kuda sehingga pasukan pengawas Hong Beng dan Goat Lan semua mendapat seekor kuda. Kuda Kam Liong sendiri diserahkan kepada Hong Beng dan Goat Lan juga mendapatkan seekor kuda yang terbagus! Ketika Hong Beng dan Goat Lan hendak menolak, Kam Liong berkata,

   "Tujuan perjalanan kalian masih jauh dan panjang, adapun kami dapat mudah saja membeli kuda atau meminjam di Kota. Bahkan untuk berjalan kaki ke Kota Raja pun tidak berapa jauh."

   Terpaksa kedua orang muda itu menerima sambil menghaturkan terima kasih. Tentu saja Hong Beng dan Goat Lan sama sekali tidak dapat membaca isi hati Panglima muda itu. Biarpun Kam Liong amat mengagumi kedua remaja itu dan memang ingin mengikat tali persahabatan, namun kalau tidak ada "Apa-apanya"

   Belum tentu Kam Liong akan berlaku luar biasa baiknya itu. Semenjak Kam Liong bertemu dengan Lili, hati pemuda ini telah runtuh dan ia terjeblos dalam perangkap asmara.

   Ia jatuh cinta kepada Lili dan semenjak hari pertemuan itu, setiap malam ia termenung dan merindukan Lili. Ia ingin sekali menyuruh seorang perantara untuk mengajukan pinangan kepada orang tua Lili di Shaning, akan tetapi hatinya masih ragu-ragu karena meminang puteri Pendekar Bodoh bukanlah perkara lumrah saja! Baginya, lebih mudah meminang puteri seorang pangeran di Kota Raja daripada harus meminang puteri Pendekar Bodoh yang dulu seringkali disebut-sebut oleh Ayahnya, Kam Hong Sin yang sudah gugur dalam peperangan. Kemudian, tanpa disangka-sangka, ia mendengar berita tentang adanya putera Pendekar Bodoh yang mengacau di Istana! Ketika itu ia baru saja datang dari luar Kota, karena memang pekerjaan terutama dari Kam Liong adalah melakukan pemeriksaan kepada Benteng-Benteng penjagaan Tentara Kerajaan di batas negara.

   Maka cepat ia dapat datang pada saat Kaisar memanggil bantuan dan dapat bertemu dengan Hong Beng dan Goat Lan. Akan tetapi, sayang sekali datang laporan dari seorang perwira sehingga ia mesti keluar Kota kembali untuk beberapa hari. Maka ketika ia kembali ke Kota Raja, ia telah terlambat karena Hong Beng dan Goat Lan sudah mendapat hukuman buang ke Utara. Kam Liong tidak mau melepaskan kesempatan baik ini. Ia tergila-gila kepada Lili, dan sekarang kakak dari gadis itu berada di sini, bagaimana ia tidak melakukan sesuatu untuk mengambil hati? Demikianlah, ia lalu menyusul dengan cepat dan berhasil menarik dan menawan hati Hong Beng. Di sepanjang perjalanan, Hong Beng dan Goat Lan tiada henti memuji kebaikan hati Kam Liong. Perwira-perwira yang memimpin pasukan pengawal itu menambahkan,

   "Memang Kam-Ciangkun baik sekali dan ilmu silatnya juga tinggi. Kabarnya dia mendapat didikan langsung dari tokoh-tokoh Kun-Lun-Pai. Semenjak berusia tujuh belas tahun, ia telah berjasa dalam peperangan, membantu perjuangan Ayahnya. Bahkan ketika Ayahnya gugur dalam peperangan, Kam-Ciangkun bertempur bahu membahu dengan Ayahnya itu."

   Makin kagumlah hati Hong Beng dan Goat Lang dan ini sesuai benar dengan maksud hati Kam Liong! Kemudian, setelah menyelesaikan urusannya di Kota Raja, Kam Liong berangkat ke Selatan dan pertama-tama ia menuju ke Shaning hendak mencari rumah Pendekar Bodoh untuk melaporkan keadaan Hong Beng, dan terutama sekali untuk dapat bertemu dengan Lili! Ia pikir lebih baik bertemu dengan Pendekar Bodoh dulu sebelum memberanikan diri mengirim perantara mengajukan pinangan. Baiknya ia mempunyai alasan yang amat tepat, yakni berita tentang keadaan Hong Beng, kalau tidak ada alasan, ia merasa sukar juga menjumpai suami isteri Pendekar besar itu.

   Baiklah, kita meninggalkan Kam Liong yang menuju ke rumah Sie Cin Hai di Shaning. Mari kita mendahuluinya ke Shaning dan menengok keadaan keluarga Sie ini. Semenjak Sin-Kai Lo Sian Si Pengemis Sakti tinggal di rumah keluarga Sie, baik Lili maupun suami isteri Sie merasa terhibur dari kedukaan mereka karena kematian Yousuf. Sungguhpun kematian Yousuf telah terjadi belasan tahun yang lalu, namun tiap kali teringat oleh mereka bahwa pembunuhnya, yakni Bouw Hun Ti, belum terbalas, mereka merasa sedih sekali. Akan tetapi, kini dengan adanya Lo Sian, seakan-akan Yousuf masih belum mati. Keadaan dan sikap Lo Sian ini hampir sama dengan Kakek Turki itu. Juga seperti Yousuf, Lo Sian amat suka minum arak wangi, amat suka pula bernyanyi-nyanyi dan mendongeng. Berbeda dengan Yousuf yang suka mendongeng cerita-cerita Turki, adalah Lo Sian pandai sekali mendongeng cerita-cerita Tiongkok kuno.

   Dia boleh lupa akan keadaan pengalamannya yang lampau, yakni segala hal yang menyangkut dengan dirinya, akan tetapi ternyata ia tidak melupakan dongeng-dongeng yang terjejal di dalam ingatannya ketika ia masih kecil! Lili tidak sabar menanti kedatangan Hong Beng, karena ia telah mernperhitungkan bahwa Hong Beng dan Goat Lan seharusnya sudah datang. Ke manakah gerangan perginya dua orang itu? Lili menyesal sekali mengapa dulu dia tidak ikut saja. Alangkah senangnya kalau mereka itu mengalami hal-hal yang hebat dan berbahaya! Baiknya di rumah ada Lo Sian yang disebutnya pek-pek atau Twa-Pek. Kedua orang tuanya, yakni Sie Cin Hai dan Lin Lin, telah mendengar penuturannya yang banyak dilebih-lebihkan tentang pertemuan antara Goat Lan dan Hong Beng sehingga suami isteri itu merasa girang sekali. Memang Lili amat nakal, jenaka dan lucu. Katanya ketika ia menceritakan hal Kakaknya dan Goat Lan,

   "Engko Hong Beng agaknya tak dapat berpisah lagi dari Enci Lan! Ah, kalau Ayah dan Ibu melihat betapa tadinya sebelum mengetahui bahwa mereka telah saling jatuh cinta!"

   Gadis itu tertawa sambil menutup mulutnya dengan lengan baju.

   "Apa maksudmu?"

   Tanya Ayahnya mengerutkan kening. Lili menceritakan betapa ia telah menggoda Hong Beng dan Goat Lan sehingga kedua orang muda yang tidak saling mengenal itu sampai bertempur!

   "Ah, kau nakal sekali, Lili!"

   Ayahnya menegur.

   "Kenakalan seperti itu berbahaya sekali. Kenapa kau seperti anak kecil saja?"

   Lili tidak merasa aneh melihat teguran Ayahnya, karena memang semenjak kecil, hanya Ayahnya saja yang selalu menegurnya. Akan tetapi ia maklum betul-betul bahwa Ayahnya ini hanya galak di luarnya saja, padahal di dalam hati amat menyayang dan memanjakannya.

   

Pendekar Bodoh Eps 10 Pendekar Bodoh Eps 14 Dara Baju Merah Eps 11

Cari Blog Ini