Ceritasilat Novel Online

Pendekar Lembah Naga 54


Pendekar Lembah Naga Karya Kho Ping Hoo Bagian 54



"Kau... kau cantik sekali dengan pakaian itu, Bi Cu!"

   Kata Sin Liong sambil bangkit berdiri. Bi Cu meruncingkan mulutnya.

   "Ih, engkau sekarang menjadi perayu benar! Jangan-jangan engkau akan ketularan penyakit kakak angkatmu itu, Sin Liong!"

   Sin Liong menyambar lengannya dan di lain saat mereka sudah saling berangkulan.

   "Bi Cu, engkaulah satu-satunya wanita di dunia ini yang akan selalu kurayu dan kupuji."

   Sejenak Bi Cu menyandarkan kepalanya di dada kekasihnya seperti ketika mereka kehujanan semalam.

   "Sin Liong, jangan kau tinggalkan aku lagi. Jangan sampai kita saling berpisah, apapun yang akan terjadi. Mau kau berjanji?"

   "Tentu saja, Bi Cu."

   "Biarpun engkau akan dipaksa oleh siapapun juga?"

   Sin Liong mengangguk.

   "Kita akan selalu berdampingan, baik dalam keadaan hidup ataupun mati?"

   Sin Liong memegang kedua pundak dara itu, membalikkan tubuhnya dan mereka kini saling tatap dengan sinar mata tajam penuh selidik, seolah-olah hendak menjenguk isi hati masing-masing. Namun, pancaran sinar mata kedua orang insan ini penuh kemesraan dan cinta kasih, terasa benar oleh keduanya. Sin Liong perlahan-lahan mencium dahi dara itu, gerakan yang lembut dan halus, seperti mencium benda keramat.

   "Perlukah aku bersumpah, Bi Cu?"

   Bi Cu merangkul leher Sin Liong. Sejenak dia merangkul ketat, terasa oleh Sin Liong betapa dadanya bertemu dengan dada Bi Cu dalam kemesraan yang mendalam, terasa oleh mereka detak jantung masing-masing saling berlomba. Kemudian Bi Cu melepaskan rangkulannya, melangkah mundur dan aneh, wajahnya berubah merah. Sin Liong memandang dan terpesona. Wajah yang tadinya pucat itu kini mulai menjadi merah dan karenanya menjadi semakin manis dan menarik. Sinar mata itu semakin berseri penuh cahaya indah. Mata emas!

   "Sin Liong, aku tidak butuh kata-kata sumpah. Kata-kata hanya kosong, dan aku lebih percaya kepada sinar matamu. Aku percaya kepadamu."

   Lalu dia tersenyum dan suasana penuh hikmat itupun membuyarlah.

   "Heii, sudah sejak tadi daging itu matang. Mari kita makan!"

   Sin Liong makin gembira hatinya. Bi Cu benar-benar nampak sudah sembuh. Maka, sehabis makan, mulai terasalah olehnya betapa tubuhnya amat letih, betapa matanya amat mengantuk. Setelah semua kegelisahan batinnya hilang, barulah tubuhnya menuntut dan barulah dia sadar akan keadaan jasmaninya. Maka dia duduk melenggut bersandarkan batang pohon. Sejak tadi Bi Cu maklum akan keadaan Sin Liong itu. Maka diam-diam dia memilih tempat yang sejuk di bawah pohon besar, lalu mengumpulkan rumput kering dan mengatur sebuah tempat tidur di tempat itu, menggulung pakaian lamanya sebagai bantal, kemudian dia mendekati Sin Liong dan menyentuh lengannya. Sin Liong membuka matanya yang mengantuk.

   "Sin Liong, kau tidurlah dulu. Kau perlu beristirahat. Aku tidak perlu dijaga lagi. Nah, kau tidurlah!"

   Bi Cu menarik tangannya sehingga terpaksa pemuda itu bangkit berdiri dan membiarkan dirinya digandeng ke bawah pohon yang sejuk dan teduh itu. Melihat tempat tidur dari rumput kering dengan bantal gulungan pakaian itu,

   Sin Liong tersenyum dan makin beratlah kantuknya. Dia lalu merebahkan diri dan sebentar saja sudah pulas, membawa wajah Bi Cu yang tersenyum memandangnya itu ke dalam tidurnya. Enak benar Sin Liong tidur, nyenyak tanpa mimpi. Sejenak matahari condong jauh ke barat, baru dia terbangun. Dia menggeliat dengan enak, mengejap-ngejapkan matanya, lalu menoleh ke kanan kiri. Tidak nampak Bi Cu di situ. Dia lalu bangkit duduk, kembali mencari-cari dengan pandang matanya. Dia melihat cuaca yang menunjukkan bahwa waktu itu telah hampir senja. Tentu Bi Cu sedang pergi mandi ke anak sungai, pikirnya. Dia menanti, bangkit berdiri dan berjalan-jalan hilir mudik melemaskan kedua kakinya. Akan tetapi sunyi saja di sekitar situ dan telalu lama baginya menanti munculnya kekasihnya itu.

   "Bi Cu...!"

   Dia memanggil ke arah anak sungai. Karena dia mengerahkan tenaga khi-kang, maka dia percaya bahwa panggilannya itu tentu akan terdengar oleh Bi Cu kalau dara itu sedang mandi di sana. Akan tetapi tidak ada jawaban! Sin Liong mengerutkan alisnya. Dara itu suka bergurau dan menggoda orang. Maka dia lalu berindap-indap menuju ke anak sungai. Kalau dia melihat Bi Cu sedang mandi telanjang tentu dia akan pergi lagi. Kalau Bi Cu berpakaian dia akan menggodanya kembali. Akan tetapi, ketika dia tiba di tepi sungai, di situpun tidak nampak Bi Cu, dia mulai bimbang.

   "Bi Cu...!"

   Kembali dia memanggil, kini lebih nyaring. Tetap saja tidak terdengar jawaban.

   Dia mencari-cari dengan gerakan cepat kini, berlari dan berloncatan ke sana-sini. Kemudian dia kembali ke bawah pohon-pohon di mana biasanya mereka berada, di dekat api unggun. Dan nampaklah surat itu olehnya. Sebuah sampul surat di dekat perapian yang telah menjadi abu. Dia yakin benar bahwa sampul itu adalah benda asing dan tidak mungkin berada di tempat itu kemarin. Tentu ada yang menaruhnya, dan agaknya Bi Cu juga tidak mungkin bisa mempunyai sepotong sampul surat itu! Tentu orang lain yang menaruhnya! Dan Bi Cu tidak ada! Jantungnya berdebar dan wajahnya menjadi agak pucat, secara cepat dia menyambar sampul itu. Sampul kuning yang halus dan berbau harum! Dibukanya sampul itu dan dikeluarkannya sepotong surat yang bertuliskan coretan huruf-huruf halus, tulisan wanita!

   Cia Sin Liong!

   Kalau menghendaki dara itu kembali dalam keadaan sehat, kami persilakan engkau menyusul ke Lembah Naga dan menghadap Pangeran Oguthai!

   Surat itu tidak ditandatangani. Akan tetapi isinya cukup jelas bagi Sin Liong. Pangeran Oguthai? Siapa lagi kalau bukan Ceng Han Houw? Jelaslah kini, Bi Cu diculik orang ketika dia sedang tidur! Dia mengepal kedua tinjunya, matanya mengeluarkan sinar berapi. Pangeran Ceng Han Houw yang melakukan ini! Bukan pangeran itu sendiri yang datang, melainkan utusannya. Dan dia dapat menduga siapa orangnya. Agaknya Kim Hong Liu-nio, melihat bahwa surat itu ditulis tangan wanita dan bau harum pada surat itu. Akan tetapi bagaimana utusan Han Houw dapat mengetahui dia dan Bi Cu berada di situ? Padahal selama berhari-hari ini, ketika Bi Cu sedang menderita sakit, tidak ada seorangpun berada di sekeliling tempat sunyi itu? Ah, tentu ketika dia pergi ke dusun mencarikan pakaian dan sepatu pagi tadi!

   Begitu pikiran ini memasuki benaknya, tubuhnya sudah mencelat dan berkelebat, lalu dia berlari secepat angin menuju ke dusun yang didatanginya tadi. Bagaikan orang terbang saja Sin Liong mengerahkan seluruh kepandaian dan tenaganya untuk berlari cepat ke dusun itu dan memang hebat sekali dia. Sebelum malam tiba, dia sudah sampai di dusun itu, memakan waktu kurang dari setengahnya ketika mula-mula dia datang untuk mencarikan pakaian dan sepatu Bi Cu! Dan mulailah dia bertanya-tanya di seluruh dusun itu apakah ada yang melihat seorang wanita cantik yang pakaian dan gelungannya seperti puteri istana datang ke dusun itu. Akhirnya, ada seorang petani tua yang menceritakan bahwa memang kemarin dia melihat dua orang wanita di luar dusun, seorang wanita cantik seperti yang digambarkan Sin Liong, dan yang ke dua adalah seorang nenek bermuka hitam yang menyeramkan.

   "Kim Hong Liu-nio dan Hek-hiat Mo-li!"

   Sin Liong berkata penuh geram dan cepat dia berlari meninggalkan dusun itu. Dia mengepal kedua tangannya, berhenti berlari ketika tiba di hutan, mengacung-acungkan kepalan tangannya ke atas dan berkata penuh kemarahan.

   "Ceng Han Houw! Kim Hong Liu-nio! Hek-hiat Mo-li! Aku bersumpah akan menghancurkan kepala kalian bertiga kalau kalian mengganggu Bi Cu-ku!"

   Kemudian dia lari lagi ke utara. Dia harus cepat-cepat menyusul Bi Cu ke Lembah Naga, jauh di utara, di luar Tembok Besar.

   Pangeran Ceng Hen Houw merasa gelisah juga ketika melihat perkembangan yang terjadi di kota raja semenjak peristiwa lenyapnya surat rahasia dari Raja Sabutai kepadanya itu. Yang paling merisaukan hatinya adalah berita tentang gerakan pasukan-pasukan yang kabarnya diatur sendiri oleh Pangeran Hung Chih. Pasukan-pasukan yang kuat kabarnya dikerahkan ke perbatasan utara untuk berjaga-jaga di sepanjang Tembok Besar. Biarpun tidak dijelaskan untuk menghadapi siapa, kecuali penjagaan yang memang selalu diadakan sungguhpun tidak seketat sekarang, namun Ceng Han Houw tentu saja sudah dapat menduga bahwa pasukan itu memang khusus dipersiapkan untuk menghadapi pasukan Raja Sabutai, ayahnya di utara! Selain itu, juga di selatan Pangeran Hung Chih mengerahkan pasukan untuk mengadakan pembersihan terhadap perkumpulan-perkumpulan yang anti pemerintah, dan terutama sekali perkumpulan Pek-lian-kauw dibasmi oleh pasukan itu.

   Padahal, akhir-akhir ini, Pek-lian-kauw mulai menyatakan diri membantu gerakan Ceng Han Houw kalau sewaktu-waktu pangeran ini hendak menumbangkan kekuasaan kaisar! Bukan itu saja, bahkan ada belasan orang pembesar di kota raja sendiri yang diam-diam anti kaisar dan memang merupakan sahabat-sahabat baik Ceng Han Houw ditangkapi dan dimasukkan tahanan! Tentu saja Han Houw merasa benar bahwa semua itu merupakan langkah-langkah yang diambil kaisar untuk menentangnya. Dan ini tak lain tentu hasil dari pengkhianatan Sun Eng yang telah mencuri surat rahasia itu! Suasana menjadi terasa panas sekali bagi kaki pangeran peranakan Mongol ini. Dia maklum bahwa lambat-laun kaisar tentu tidak akan merasa sungkan lagi untuk menyuruh orang menangkapnya! Mengertilah Ceng Han Houw bahwa dia harus bertindak cepat.

   Dia segera mengutus anak buahnya yang setia untuk mempercepat dilaksanakannya pertemuan besar di dunia kang-ouw untuk memilih apa yang dinamakan bengcu (pemimpin rakyat) dan memilih pula Jago Nomor Satu yang pantas menjadi bengcu. Dia mengundang semua tokoh kang-ouw dan partai-partai persilatan besar untuk mengunjungi pemilihan bengcu seluruh Tiongkok itu dan tempat untuk itu ditentukan di daerah bebas. Agar jangan dilarang pemerintah, demikian penjelasannya. Dan tempat itu adalah Lembah Naga di utara, di luar Tembok Besar. Ketika dia mendengar bahwa sucinya, Kim Hong Liu-nio, dan subonya, Hek-hiat Mo-li, juga sudah kembali dari selatan karena tidak perlu lagi mereka mengejar-ngejar keluarga Cin-ling-pai yang sudah memperoleh kebebasan dari kaisar itu, dan mendengar betapa sucinya menawan Bi Cu dan mempergunakan dara itu sebagai umpan untuk memancing Sin Liong ke utara, hatinya menjadi besar dan girang sekali.

   "Bawa dia ke utara, ke Lembah Naga, suci,"

   Katanya kepada wanita itu.

   "Perlakukan dia baik-baik sebagai tamu. Aku mengharapkan untuk dapat mempergunakan tenaga Sin Liong yang amat kita butuhkan itu. Kita harus dapat menyenangkan hatinya."

   Kim Hong Liu-nio bersama Hek-hiat Mo-li lalu kembali ke utara membawa Bi Cu sebagai tawanan yang diperlakukan dengan hormat dan baik. Bi Cu tidak menderita badan, bahkan dia dibawa ke utara dalam sebuah kereta.

   Para pasukan penjaga tentu saja tidak mengganggu Kim Hung Liu-nio yang pernah dikenal sebagai wanita gagah penyelamat kaisar itu. Akan tetapi sudah tentu saja Bi Cu menderita batin yang hebat, sering kali menangis dan mengamuk ingin kembali kepada Sin Liong. Kim Hong Liu-nio terpaksa menghiburnya dan mengatakan bahwa sudah pasti Sin Liong akan menyusul ke Lembah Naga, karena Sin Liong adalah adik angkat Pangeran Ceng Han Houw yang kini membutuhkan bantuan adik angkatnya itu. Dan selagi Ceng Han Houw sendiri bersiap-siap untuk meninggalkan kota raja, muncullah Ciauw Si! Tentu saja sang pangeran merasa girang bukan main. Suami isteri yang disahkan oleh kuil ini saling berpelukan dengan penuh rindu. Akan tetapi Ciaw Si segera mendengar akan keadaan pangeran yang dianggap sebagai suaminya itu, dan diapun prihatin sekali.

   "Kaisar telah dihasut oleh Pangeran Hung Chih!"

   Demikian Pangeran Ceng Han Houw berkata.

   "Aku semakin dibenci saja oleh kaisar. Dan bagaimana dengan perjalananmu ke selatan, Si-moi?"

   Mereka bercakap-cakap sambil berpelukan di atas pembaringan, melepaskan kerinduan hati mereka sebagai pengantin baru.

   "Aku tidak berhasil menemukan ibuku dan keluarga ibuku, pangeran. Akan tetapi ada berita baik yang kudengar di sepanjang jalan bahwa mereka telah dibebaskan oleh kaisar!"

   "Ah, masa engkau tidak mengerti. Si-moi? Bukan kaisar yang membebaskan, melainkan akulah yang mengirim berita itu ke seluruh pembesar, dengan memakai nama kaisar! Kalau hal ini diketahui oleh kaisar, tentu aku akan di"tangkap sebagai pembantu pemberontak..."

   "Ahhhh...!"

   Ciauw Si terkejut sekali dan memeluk suaminya.

   "Jangan kau khawatir, Si-moi, isteriku, kekasihku. Aku tidak akan mudah ditangkap begitu saja. Sungguh senang sekali aku melihat engkau datang, Si-moi, karena memang aku sudah bersiap-siap untuk meninggalkan kota raja."

   "Engkau... engkau pergi ke manakah, pangeran?"

   "Kembali ke utara, ke kerajaan orang tuaku, Dan aku akan melanjutkan rencanaku semula, aku akan mengadakan pertemuan kang-ouw yang terbesar yang pernah ada dalam sejarah. Semua tokoh kang-ouw dan partai-partai persilatan terbesur kuundang untuk mengadakan pertemuan, untuk memilih bengcu dan memilih jagoan nomor satu di dunia. Dan aku akan menghimpun mereka itu agar membantuku untuk menghadapi kaisar."

   "Tapi... tapi itu pemberontakan, pangeran!"

   Ciauw Si berkata kaget. Ceng Han Houw merangkul dan menutup mulut yang hendak memprotes itu dengan ciuman-ciuman mesra sehingga sejenak Ciauw Si tenggelam ke dalam kemesraan yang memabukkan. Beberapa lama mereka tidak bicara, hanya tenggelam dalam dekapan mereka. Akhirnya, setelah dengan terengah mereka melepaskan ciuman, pangeran itu berbisik dekat telinga Ciauw Si.

   "

   Engkau adalah isteriku, bukan?"

   Ciauw Si mengangguk sambil memejamkan matanya.

   "Dan engkau tentu akan membelaku sampai bagaimanapun juga, bukan?"

   "Dengan taruhan nyawaku..."

   "Isteriku sayang, melawan kekerasan kaisar lalim bukanlah pemberontakan namanya! Melainkan perjuangan! Ingatlah betapa keluargamu sendiri menjadi korban kaisar lalim, keluarga gagah perkasa yang berjiwa pahlawan dituduh pemberontak dan menjadi orang-orang buruan yang direndahkan sekali! Apakah melawan kaisar lalim macam itu merupakan pemberontakan? Apakah usaha membebaskan rakyat dari cengkeraman kelaliman itu bukan pula merupakan tugas orang-orang yang menjunjung kegagahan seperti kita?"

   Pandai sekali Ceng Han Houw membujuk sambil merayu dan sambil bermain cinta, menumpahkan segala kemesraan dalam bermain cinta kepada Ciauw Si sehingga akhirnya wanita ini kehilangan kesadaran sama sekali, dan tunduk kepada suaminya yang dicintanya.

   Pada keesokan harinya, Pangeran Ceng Han Houw yang hendak meneliti keadaan itu dengan berani pergi menghadap kaisar dan mohon ijin untuk pergi mengunjungi ibu kandungnya di utara. Kaisar menerimanya dengan singkat dan dengan dingin pula memberi persetujuannya kepada pangeran itu untuk pergi ke utara. Memang sebaiknya kalau pangeran berdarah Mongol yang berbahaya ini pergi saja dan tidak akan kembali selamaya, demikian pikir kaisar. Dan, sesuai dengan siasat kaisar agar pemberontakan atau rencana pemberontakan Pangeran Ceng Han Houw itu dapat dipadamkan tanpa terjadi perang saudara, maka pangeran inipun dengan mudah saja dapat melalui penjagaan di utara, dengan berkendaraan kereta bersama Ciauw Si dan sepasukan pengawalnya yang setia. Ciauw Si maklum bahwa dia bertindak ceroboh.

   Tanpa berunding dengan keluarganya, dengan ibu kandungnya, dia telah bergabung dengan Pangeran Ceng Han Houw ke utara. Dia maklum pula bahwa banyak terdapat bahaya di balik tindakannya ini, akan tetapi dia sudah mabuk akan limpahan kasih sayang pangeran yang membuatnya tergila-gila itu dan dia seolah-olah melakukan tindakan itu dengan mata sengaja dipejamkan! Demi cintanya dia rela menghadapi apapun juga asal dia tidak akan terpisah dari samping pangeran yang telah menjadi suaminya itu. Kesenangan, terutama sekali kesenangan yang diperoleh dari pemuasan gejolak berahi, memang dapat membutakan mata, melumpuhkan kewaspadaan batin dan menyuramkan kesadaran.

   Betapa banyaknya tercatat dalam sejarah betapa orang-orang besar, orang-orang gagah perkasa yang kokoh kuat batinnya, tidak goyah oleh godaan penawaran harta dan kedudukan mulia, akhirnya runtuh dan jatuh, hancur seluruh pertahanannya yang kokoh kuat, karena dilanda oleh godaan berupa kesenangan dan pemuasan berahi ini! Raja-raja besar terguling dari singgasana mereka, pendeta-pendeta suci runtuh dari kesuciannya, wanita-wanita setia gugur dari kesetiaannya, semua dikarenakan godaan kesenangan ini! Akan tetapi, mereka yang terseret oleh segala macam kesenangan, Juga kesenangan yang timbul dari kenikmatan pemuasan berahi, adalah orang-orang yang berada dalam keadaan tidak sadar!

   Orang-orang yang sadar dan waspada setiap saat akan dirinya sendiri, akan selalu melihat kenyataan sedalam-dalamnya sehingga tidak mudah tergelincir. Orang yang berada dalam keadaan tidak sadar itu dimabuk oleh bayangan-bayangan kesenangan sehingga baginya yang nampak hanyalah bayangan atau gambaran kesenangan itu saja, maka dia mau terjun dengan nekat ke dalam kesenangan itu tanpa melihat bahwa di balik segala macam kesenangan itu telah menanti rangkaian yang tak terpisahkan dari kesenangan itu sendiri, yaitu ketakutan dan kedukaan. Sebaliknya, orang yang selalu waspada akan melihat kenyataan itu, akan melihat kedukaan dan kesengsaraan yang tersembunyi di balik sinar menyilaukan dari kesenangan, Sehingga dia akan bertindak bijaksana dan cerdas,

   Tidak memasuki kesenangan dengan mata terpejam dan secara membuta saja! Hal ini dapat dilihat jelas, kalau kita menghadapi makanan lezat. Orang yang tidak pernah waspada terhadap dirinya sendiri, begitu melihat makanan, yang nampak hanyalah kelezatannya saja dan makanlah dia sepuas-puasnya, dan baru setelah perutnya sakit atau timbul akibat buruk dari makan enak terlampau banyak itu, dia akan mengeluh panjang pendek dan menyalahkan si makanan lezat! Sebaliknya, orang yang waspada setiap saat akan dirinya sendiri dan akan apa saja yang dihadapinya, melihat juga kelezatan itu akan tetapi di samping itu akan melihat pula akibat-akibat buruk yang menjadi rangkaian kelezatan itu sehingga tindakannya menjadi bijaksana, dia tidak terlalu gembul melainkan makan dengan hati-hati.

   Dan andaikata dia sampai terkena sakit perut sekalipun dia tidak akan menyalahkan siapa-siapa, melainkan melihat jelas bahwa kesalahan itu adalah kesalahannya sendiri! Jelas sekali bedanya, bukan? Ini bukan berarti bahwa penulis menganjurkan agar kita menolak kesenangan! Sama sekali tidak menganjurkan apa-apa, juga tidak mencela apa-apa. Hanya ingin mengajak pembaca untuk mempelajari apa dan bagaimana kesenangan itu dan selanjutnya terserah! Ada bermacam-macam penangkapan dalam mempelajari sesuatu. Ada bermacam-macam pengertian. Mengerti arti kata-katanya saja, seperti biasa orang mengerti dan menikmati filsafat muluk-muluk dan merasakan kesenangan dalam membicarakannya. Ini adalah pengertian yang tidak ada arti dan manfaatnya bagi kehidupan,

   Karena pengertian arti kata-katanya saja ini hanya dipergunakan untuk bahan perdebatan memperebutkan kemenangan dan kebenaran kosong, seperti kosongnya kata-kata itu. Ada pula, pengertian teoritis dan pengertian intelek yang diakui oleh batin, namun hanya sampai di situ saja, tidak disertai penghayatannya dalam kehidupan sehari-hari. Ada pula pengertian mendalam, mengerti yang disertai kesadaran dan kewaspadaan, pengertian ini menciptakan tindakan sendiri yang timbul dari kecerdasan! Untuk memperoleh pengertian yang terakhir inilah kita belajar! Pengertian yang tidak terpisah daripada tindakan. Bukan mengerti lalu bertindak untuk mencapai sesuatu. Melainkan mengerti dan bertindak melepaskan yang palsu, bukan untuk mencari keuntungan dari pelepasan itu, melainkan karena mengerti bahwa itu palsu.

   "Si-moi, aku sungguh merasa bahagia sekali bahwa engkau dapat ikut bersamaku ke utara. Alangkah akan sedih hatiku andaikata engkau belum kembali dan aku terpaksa harus melakukan perjalanan sendiri."

   Ciauw Si menatap wajah tampan itu dan tersenyum,

   "Engkau adalah suamiku, pangeran. Ke manapun engkau pergi, aku akan ikut. Akan tetapi, kalau boleh aku bertanya, ke manakah kita sekarang ini hendak menuju?"

   
"Ke Istana Lembah Naga, isteriku. Untuk sementara ini, kita akan tinggal di istana itu. Dan di sana pula, di Lembah Naga, akan diadakan pertemuan antara seluruh orang gagah di dunia kang-ouw itu, di mana aku akan membuktikan bahwa aku tidak akan mengecewakan kalau mereka mau mengangkatku menjadi bengcu dan Jago Nomor Satu di Dunia."

   Ciauw Si mengerutkan alisnya.

   "Akan tetapi, suamiku. Kurasa amat tidak bijaksana kalau hendak mengangkat diri menjadi jagoan nomor satu di dunia. Di dunia ini terdapat banyak sekali orang pandai, namun tidak ada di antara mereka yang berani mengangkat diri menjadi yang paling pandai. Pangeran, yakin benarkah engkau bahwa kepandaianmu sudah setinggi itu sehingga tidak akan ada yang dapat menandingimu?"

   Ceng Han Houw tersenyum bangga.

   "Si-moi, tentu saja engkau meragu. Akan tetapi jangan engkau mengira bahwa kepandaianku sama dengan tingkatku ketika kita saling bertemu untuk pertama kali itu. Aku telah mewarisi kepandaian dari guruku, Bu Beng Hud-couw, dan kiranya tidak mungkin aku dapat dikalahkan!"

   "Hemm, mudah-mudahan begitu,"

   Kata Ciauw Si, akan tetapi alisnya masih berkerut tanda bahwa dia merasa bimbang. Han Houw maklum akan isi hati Ciauw Si. Dia lalu menyuruh kusir kereta menghentikan kereta itu. Mereka berada di lereng sebuah bukit. Pasukan pengawal berhenti dan, menoleh heran, komandan pasukan lalu mendekatkan kudanya dengan kereta, memberi hormat dan bertanya,

   "Ada perintah apakah, pangeran?"

   "Berhenti dulu, beristirahat di sini sebentar!"

   Kata Pangeran Ceng Han Houw dan dia mengajak Ciauw Si untuk turun dari kereta, kemudian menggandeng tangan isterinya itu menjauhi kereta, ke tempat yang sunyi di padang rumput dekat puncak bukit itu.

   "Si-moi, aku sengaja berhenti untuk memperlihatkan kepadamu agar engkau tidak bimbang ragu lagi."

   "Maksudmu, pangeran?"
"Engkau telah mewarisi ilmu-ilmu dari Cin-ling-pai, karena engkau dibimbing sendiri oleh mendiang kakekmu, pendekar sakti Cia Keng Hong, ketua Cin-ling-pai, bukan?"

   "Ah, aku hanya mempelajari sedikit sekali dibandingkan dengan kepandaian mendiang kong-kong."

   "Betapapun juga, engkau merupakan seorang pendekar wanita yang jarang tandingannya, dan termasuk orang yang memiliki kepandaian silat tingkat tinggi di waktu ini. Oleh karena itu, kepandaianmu cukup untuk menguji sampai di mana tingkat kepandaianku yang kau ragukan itu, isteriku. Nah, sekarang kau boleh mencoba untuk mempergunakan seluruh kepandaian silatmu untuk menyerangku. Lihat, sampai berapa lama aku berhasil mencabut tusuk kondemu itu."

   Wajah Ciauw Si berseri-seri. Sebagai seorang wanita gagah, tentu saja dia paling senang bicara tentang ilmu silat, apalagi mencobanya.

   "Eh, mencabut tusuk kondeku bukan hal yang mudah saja, pangeran! Itu melebihi sukarnya merobohkan aku! Karena untuk merobohkan aku banyak bagian tubuh yang dapat diserang dan sebaliknya, kalau aku mencurahkan perhatian dan pertahanan menjaga tusuk kondeku, mana mungkin engkau dapat mengambilnya?"

   Uaminya tertawa.

   "Itulah sebabnya maka aku sengaja hendak menguji diri sendiri. Kalau aku tidak dapat mengambilnya, anggap saja kepandaianku masih kurang jauh sekali dan akupun tidak akan berani mencalonkan diri menjadi jago nomor satu di dunia."

   Ciauw Si mengerutkan alisnya yang bagus. Tentu saja dia tidak akan tega membiarkan suami tercinta ini gagal. Akan tetapi, kalau dibiarkan berhasil dan kemudian suaminya menghadapi jagoan-jagoan lihai, tentu akan berbahaya juga. Maka dia menjadi serba salah.

   "Ciauw Si, jangan kau ragu-ragu dan jangan memandang rendah kepada suamimu ini. Ketahuilah bahwa tingkat kepandaianku sekarang ini tidak kalah oleh bekas suboku, Hek-hiat Mo-li sendiri, bahkan aku berani berkata bahwa tingkatku tidak lebih rendah daripada tingkat kepandaian mendiang kong-kongmu!"

   "Baiklah,"

   Ciauw Si berKata.

   "Akan tetapi, pangeran, kalau sampal lima puluh jurus engkau tidak mampu mengambil tusuk kondeku dari kepala, apalagi kalau sampai aku dapat menyentuh bagian tubuhmu yang berbahaya, berjanjilah bahwa engkau tidak akan ikut memasuki pemilihan jago nomor satu di dunia. Bagaimana?"

   "Baik, Si-moi,"

   Jawab pangeran itu sambil tersenyum, penuh kepercayaan akan diri sendiri.

   "Nah, kaw mulailah!"

   "Bersiaplah, pangeran. Lihat serangan!"

   Ciauw Si mulai melakukan penyerangan dan dia bergerak cepat, menyerang ke bagian tubuh yang berbahaya. Tentu saja penyerangan itu tanpa disertai tenaga sin-kang, hanya dilakukan cepat saja karena tujuannya hanya untuk sekedar "menyentuh"

   Bagian tubuh berbahaya untuk mendapatkan kemenangan. Ceng Han Houw melihat gerakan yang cepat sekali ini juga segera mengelak dan menangkis, kemudian, membalas dengan sambaran tangan ke arah kepala yang dapat dielakkan pula oleh Ciauw Si.

   Mula-mula, wanita lihai ini sengaja mengeluarkan Ilmu Silat San-in Kun-hoat yang amat hebat, yang terdiri dari delapan jurus pilihan. Jurus-jurus ini dipergunakannya untuk menyerang dan mendesak suaminya, dan selama dia bertualang, jarang ada lawan yang mampu mempertahankan diri kalau dia menyerangnya dengan ilmu silat yang ampuh ini. Akan tetapi pangeran itu ternyata hebat bukan main. Gerakan-gerakannya aneh dan lincah lembut, dan setiap serangannya, sampai kedelapan jurus dari San-in Kun-hoat itu dipergunakannya semua, selalu dapat dielakkan dan ditangkis dengan mudah saja! Bahkan tidak hanya demikian, akan tetapi gerakan kedua tangan suaminya itu sedemikian cepatnya sehingga beberapa kali hampir saja gelung rambutnya dapat disentuhnya!

   Ciauw Si merasa terkejut dan juga kagum sekali. Pangeran yang menjadi suaminya itu ternyata tidak membual, dan memang telah memiliki ilmu kepandaian yang amat hebat sehingga ilmunya San-in Kun-hoat yang merupakan ilmu keturunan dari Cin-ling-pai itu sama sekali tidak berdaya terhadapnya. Maka kini Ciauw Si tidak lagi mencurahkan kepandaian untuk menyerang, melainkan untuk mempertahankan diri, mempertahankan agar jangan sampai tusuk kondenya dapat dirampas suaminya. Maka dia merubah gerakannya dan kini dia bersilat dengan Ilmu Silat Thai-kek Sin-kun yang gerakannya tenang dan mantap, tidak begitu cepat akan tetapi mengandung daya tahan yang sekuat tembok benteng!

   "Bagus! Ini tentu Thai-kek Sin-kun yang amat terkenal itu!"

   Kata Ceng Han Houw dan dia mempercepat gerakannya untuk merampas tusuk konde dari gelung rambut isterinya. Akan tetapi ke manapun dia bergerak, selalu dia menghadapi pertahanan yang kuat. Apalagi memang Ciauw Si memusatkan pertahanannya kepada kepala sehingga semua sambaran tangan pangeran itu dapat ditangkisnya! Tiga puluh jurus telah lewat dan tahulah Ceng Han Houw betapa kuatnya daya tahan dari ilmu silat isterinya itu dan kalau dilanjutkan, jangankan hanya lima puluh jurus, biar sampai seratus jurus kiranya akan sukarlah baginya untuk merampas tusuk konde itu. Dan dia mengerti bahwa isterinya mati-matian mempertahankan untuk memperoleh kemenangan, karena isterinya itu agaknya khawatir kalau-kalau dia memasuki pemilihan jago nomor satu di dunia, mengkhawatirkan keselamatannya, tentu.

   "Isteriku, kau hati-hatilah. Sebelum sepuluh jurus tentu tusuk konde itu akan dapat kurampas!"

   Katanya. Ciauw Si hanya tersenyum dan menganggap suaminya itu berkelakar atau menyombong saja. Sudah tiga puluh jurus belum mampu merampasnya, mana mungkin sekarang dalam sepuluh jurus akan dapat mengambil tusuk konde itu? Tiba-tiba Ceng Han Houw mengeluarkan pekik nyaring dan gerakannya berubah sama sekali. Kini setiap gerakannya mendatang angin berdesir, membuat pakaian Ciauw Si berkibar-kibar seperti dilanda angin besar. Wanita ini kagum dan terkejut, akan tetapi dia tetap mencurahkan semua daya tahan untuk melindungi kepalanya.

   Tiba-tiba tubuh pangeran itu berjungkir balik dan dia sudah memainkan Ilmu Hok-te Sin-kun yang luar biasa, yang didapatnya dari kitab-kitab Bu Beng Hud-couw itu. Ciauw Si terkejut dan bingung sekali ketika yang menyerang ke arah kepalanya bukan dua tangan, melainkan dua buah kaki
(Lanjut ke Jilid 51)
Pendekar Lembah Naga (Seri ke 04 "

   Serial Pedang Kayu Harum)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 51
bersepatu! Akan tetapi dia tetap menangkis gerakan kaki itu dan tiba-tiba dia merasa tubuhnya lemas. Kiranya jari tangan pangeran itu telah menotok punggungnya dari bawah! Dan sebelum Ciauw Si roboh, pangeran itu sudah berdiri lagi, dengan kecepatan kilat tangan kirinya menangkap kedua tangan Ciauw Si yang dalam beberapa detik menjadi seperti lumpuh itu, tangan kanannya menyambar ke arah tusuk konde dan pada detik berikutnya Ciauw Si sudah mampu bergerak kembali, akan tetapi tusuk kondenya telah terampas!

   "Empat puluh jurus...!"

   Ceng Han Houw tersenyum sambil mengacungkan tusuk konde itu ke atas. Ciauw Si tersenyum dan merangkul pinggang suaminya, memandang penuh kagum.

   "Ah, tak kusangka engkau sehebat ini, pangeran! Akan tetapi... betapapun lihai ilmu silatmu, lihai dan aneh dan hal itu harus kuakui, akan tetapi... kalau engkau bertemu dengan lawan yang memiliki tenaga sin-kang yang amat kuat, apakah ilmu silatmu itu akan dapat menandinginya?"

   Ceng Han Houw mencium isterinya dan menusukkan kembali tusuk konde itu kegelung rambut isterinya, mematutnya, kemudian dia tersenyum dan berkata.

   "Kita tadi sudah saling menguji ilmu silat dan kelihaian gerakan. Kini, mari engkau menguji tenaga sin-kang yang kuperoleh dari pelajaran-pelajaran rahasia itu, juga ilmu gin-kangku. Sebagai cucu mendiang ketua Cin-ling-pai, tentu tenaga sin-kangmu sudah kuat sekali, bukan? Nah, coba kauserang aku dengan tenaga sin-kangmu, Si-moi, tidak seperti tadi, engkau hanya mengandalkan kecepatan gerak saja."

   Ciauw Si menggeleng kepala.

   "Main-main dengan tenaga sin-kang untuk saling serang adalah amat berbahaya."

   "Bukan saling serang maksudku, sayang, melainkan hanya mengukur kekuatan sin-kang masing-masing."

   "Baiklah kalau begitu, biar kita mengukur sin-kang dengam mempermainkan sehelai daun,"

   Kata Ciauw Si gembira dan wanita ini lalu mengambil sehelai daun kering.

   "Kita lihat berapa tinggi kita masing-masing dapat menahan daun ini!"

   Dia melemparkan daun itu ke atas dan cepat menggerakkan tangan yang terbuka ke atas, seperti orang menyangga. Daun yang dilempar ke atas itu tentu saja melayang-layang ke bawah, akan tetapi begitu Ciauw Si menggerakkan tangan... daun itu tertahan, bahkan naik lagi ke atas! Wanita muda itu terus menggerak-gerakkan kedua tangannya yang tergetar, penuh tenaga sin-kang dan sehelai daun kering itu terus naik sampai setinggi tiga meter dan bergerak-gerak seperti seekor kupu-kupu, setiap mau melayang turun seperti tertahan oleh tiupan angin dari bawah! Setelah melihat bahwa daun itu tidak naik lebih tinggi lagi, Pangeran Ceng Han Houw berseru,

   "Bagus sekali, Si-moi. Sin-kangmu cukup hebat! Biar kunaikkan lagi daun itu!"

   
Pendekar Lembah Naga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Diapun lalu menggerakkan sebelah tangan, yaitu tangan kirinya ke arah daun itu dan seperti disambar angin yang amat kuat, tiba-tiba daun itu meluncur naik ke atas! Melihat ini, Ciauw Si terkejut dan kagum bukan main, maka dia lalu menurunkan kedua tangannya dan melangkah mundur, mengusap keringatnya yang membasahi dahi dan leher. Dia melihat betapa hanya dengan tangan kiri saja pangeran itu mampu membuat daun itu naik dan naik terus. Hampir dia tidak dapat percaya ketika daun itu terus melayang naik setiap kali pangeran itu menggerakkan tangan kiri sampai daun itu melayang-layang setinggi belasan meter! Sungguh merupakan demonstrasi tenaga sin-kang yang selamanya belum pernah dilihatnya!

   Kini dia mulai percaya bahwa pangeran yang telah menjadi suaminya itu tidak membual ketika mengatakan bahwa dia tidak kalah lihai dibandingkan dengan mendiang ketua Cin-ling-pai! Sukar diukur lagi betapa kuatnya sin-kang pangeran itu yang mampu membuat daun melayang-layang sampai belasan meter tingginya itu. Tiba-tiba pangeran itu menyusulkan tangan kanannya. Kini kedua tangan dengan telapak tangan di atas itu bergerak-gerak, dan tiba-tiba bergerak ke bawah. Daun yang ringan itupun tiba-tiba meluncur ke bawah seperti sepotong batu yang berat. Setelah dekat, pangeran itu mengebutkan tangannya dan... daun itu lenyap dan berhamburanlah tepung halus. Ternyata daun itu telah dipukul dengan pukulan jarak jauh dan menjadi hancur seperti tepung! Ceng Han Houw menoleh kepada Ciauw Si sambil tersenyum bangga.

   "Bagaimana pendapatmu, Si-moi?"

   Ciauw Si merangkul dengan penuh kebanggaan dan kasih sayang.

   "Engkau hebat, pangeran, engkau sungguh hebat bukan main..."

   Katanya.

   "Nah, dalam ilmu silat dan sin-kang agaknya engkau sudah mulai percaya kepadaku. Sekarang akan kuperlihatkan gin-kang yang telah kupelajari. Kau boleh menyerangku secepat mungkin dan aku tidak akan menangkis, melainkan mempergunakan gin-kang untuk menghindarkan semua seranganmu. Kau boleh mempergunakan pedangmu!"

   Akan tetapi Ciauw Si tentu saja tidak mau mencabut pedangnya, melainkan mengambil sebatang ranting pohon.

   "Biar kupergunakan ini saja,"

   Katanya dan mulailah dia menyerang dengan gerakan secepat mungkin.

   Dan terjadilah keanehan. Pangeran Ceng Han Houw mempergunakan ilmu langkah Pat-kwa-po akan tetapi karena dia telah memiliki gin-kang yang dipelajarinya dari kitab peninggalan Bu Beng Hud-couw, maka gerakan-gerakan yang aneh itu membuat tubuhnya seolah-olah naik sepatu roda, bergeser ke sana ke mari dengan cepat bukan main dan ke manapun ranting itu menyambar tubuhnya seperti telah lebih dulu terdorong oleh angin gerakan ranting itu, dan selalu dapat menghindarkan dengan lebih cepat lagi! Sampai puluhan jurus Ciauw Si menyerang, dan selalu mengenai tempat kosong. Akhirnya dia membuang ranting itu dan merangkul suaminya penuh kebanggaan.

   Sambil bergandeng tangan mereka kembali ke tempat para pasukan pengawal menanti dan mereka memasuki kereta. Pangeran itu memerintahkan pasukan bergerak lagi dan mereka melanjutkan perjalanan ke Lembah Naga. Di sepanjang perjalanan, sepasang pengantin baru itu tiada hentinya bermain cinta, mencurahkan semua perasaan rindu mereka dengan penuh kemesraan. Ciauw Si makin tergila-gila kepada Pangeran Ceng Han Houw, sebaliknya sang pangeran itupun makin mendalam rasa cintanya kepada wanita ini, sama sekali berbeda dengan perasaannya terhadap semua selir yang pernah menghiburnya. Diam-diam dia mengambil keputusan bahwa Ciauw Si adalah calon permaisurinya, dan kalau memang isterinya ini menghendaki, selamanya dia tidak akan mengambil selirpun tidak mengapa! Seorang Ciauw Si saja sudah cukup baginya, sudah mewakili seluruh wanita di dunia ini!

   Beberapa pekan kemudiang di luar Tembok Besar, setelah melalui padang tandus penuh pasir, Sin Liong mulai mendaki pegunungan yang menghadang panjang di depan. Mulailah dia bertemu dengan pohon-pohon di hutan setelah berhari-hari dia melalui dataran tandus mengering itu. Tujuannya hanya satu. Mencari dan menemukan kembali Bi Cu. Rintangan apapun akan diterjangnya dan dia ingin cepat-cepat tiba di Lembah Naga untuk menemui Pangeran Ceng Han Houw seperti tersebut dalam surat yang ditinggalkan oleh penculik Bi Cu yang diduganya tentulah Kim Hong Liu-nio orangnya. Karena dia ingin cepat-cepat tiba di Lembah Naga, maka dia melakukan perjalanan cepat dan tidak mau tertunda di tengah jalan. Dalam waktu beberapa pekan saja tubuh Sin Liong telah menjadi kurus karena kurang makan dan kurang tidur.

   Sukar baginya untuk dapat tidur nyenyak dan makan enak karena dia selalu teringat kepada Bi Cu dan setiap teringat kepada kekasihnya itu, timbullah kegelisahan hebat dalam hatinya. Dia ingin cepat-cepat tiba di Lembah Naga untuk segera melihat bagaimana keadaan kekasihnya itu. Tak dapat dia bayangkan apa yang akan terjadi kalau sampai ada orang berani mengganggu Bi Cu! Ngeri dia memikirkan kemungkinan ini. Dia sama sekali tidak tahu bahwa begitu dia muncul di luar Tembok Besar, dia sudah diketahui. Semenjak berada di Lembah Naga, diam-diam Pangeran Ceng Han Houw sudah mempersiapkan segala sesuatu, Bahkan sudah memasang mata-mata di setiap tempat dari luar tembok sampai ke Lembah Naga sehingga dia akan tahu lebih dulu siapa yang akan datang dari selatan ke Lembah Naga.

   Biarpun pertemuan besar dunia kang-ouw belum dimulai, namun dia sudah memasang orang-orangnya untuk mengamati dengan teliti. Oleh karena itu, maka kedatangan Sin Liong telah lebih dulu diketahuinya. Selama berada di Lembah Naga, untuk meyakinkan hatinya, Ceng Han Houw sudah menguji pula kepandaiannya sendiri. Sucinya, Kim Hong Liu-nio hanya dapat bertahan sampai tiga puluh jurus saja melawan dia! Sedangkan bekas subonya, Hek-hiat Mo-li, juga akhirnya menyerah setelah menghadapinya sampai seratus jurus! Maka yakinlah dia akan kekuatannya. Ketika Ceng Han Houw mendengar berita kedatangan Sin Liong, dia cepat menyuruh Hek-hiat Mo-li untuk menghadang.

   "Harap subo suka mencoba dan menguji kepandaian pemuda itu agar aku dapat mengukur sampai di mana kelihaian calon pembantu utamaku itu!"

   Kata Ceng Han Houw dengan girang,

   "Suci, harap kau perkuat penjagaan pada sekeliling istana untuk menjaga segala kemungkinan. Bocah yang menjadi adik angkatku itu memang orang aneh. Mungkin saja dia melakukan hal-hal yang sama sekali tidak pernah kita bayangkan sebelumnya."

   Bi Cu telah berada di dalam istana itu. Dia diperlakukan dengan baik, seperti seorang tamu agung, akan tetapi tetap saja dara ini merasa sengsara dan kalau saja di situ tidak ada Ciauw Si, tentu dia sudah mengamuk dan nekat mempertaruhkan nyawanya. Ciauw Si menghiburnya dan berusaha menyadarkan bahwa pangeran tidaklah jahat, bahwa pangeran adalah kakak angkat Sin Liong dan pangeran berusaha agar Sin Liong suka membantunya mengumpulkan orang-orang kang-ouw.

   "Percayalah kepadaku, Bi Cu. Engkau tahu, aku adalah cucu ketua Cin-ling-pai yang sejak dahulu merupakan keluarga pendekar dan pahlawan, oleh kaisar lalim dituduh pemberontak dan dikejar-kejar sebagai orang pelarian! Dan untung ada Pangeran Ceng Han Houw yang membebaskan mereka, dan kini pangeran yang telah menjadi suamiku itu ingin mengajak orang-orang gagah dunia kang-ouw untuk bangkit melawan kelaliman kaisar."

   Demikian antara lain Ciauw Si membujuk dan akhirnya, terutama melihat kehadiran wanita perkasa itu di situ, Bi Cu dapat menahan sabar dan menanti kedatangan Sin Liong yang katanya sudah diundang datang ke tempat itu. Betapapun juga, dia merasa gelisah sekali, amat rindu kepada Sin Liong dan takut kalau-kalau pemuda kekasihnya itu mengalami kecelakaan. Demikianlah, ketika Sin Liong memasuki hutan pertama setelah berhari-hari melalui padang tandus, tiba-tiba berkelebat bayangan dan tahu-tahu di depannya telah berdiri seorang nenek bermuka hitam yang menyeramkan. Sin Liong terkejut bukan main, akan tetapi juga marah ketika mengenal nenek itu.

   "Hek-hiat Mo-li nenek iblis terkutuk!"

   Bentaknya marah, karena pada saat itu dia bukan hanya teringat akan Bi Cu yang dia pikir tentu diculik oleh nenek ini bersama Kim Hong Liu-nio, akan tetapi juga teringat betapa kematian kong-kongnya yang amat disayang dan dihormatinya, yaitu mendiang ketua Cin-ling-pai, Cia Keng Hong, disebabkan oleh nenek ini dan murid perempuannya itu. Hek-hiat Mo-li mengedip-ngedipkan matanya yang tinggal sebelah kanan saja itu, mulutnya sebetulnya tersenyum akan tetapi karena sudah peyot dan tak bergigi maka nampaknya malah cemberut!

   "Bocah lancang, ke sinilah kalau ingin mampus!"

   Sin Liong sedang dalam keadaan gelisah dan duka, maka kenekatannya sudah memuncak.

   Kini, bertemu dengan orang yang dianggap satu diantara musuh-musuh besarnya ini, dia tidak mau banyak cakap lagi. Dia lalu mengeluarkan pekik dahsyat dan terus menubruk sambil melakukan serangan yang hebat, cepat seperti kilat menyambar dan dahsyat seperti halilintar di atas kepala lawan. Hek-hiat Mo-li juga berteriak nyaring dan menangkis dengan lengan kirinya yang bergelang, sedangkan tangan kanannya yang dibuka membentuk cakar telah menyambar ke arah dada Sin Liong, seperti cakar elang yang hendak merobek dada mencengkeram keluar jantung lawan. Sin Liong maklum akan kelihaian lawan, maka sambil cepat mengelak mudur, kemudian balas menyerang dengan sepenuh tenaganya. Akan tetapi, nenek itu tidak menangkis malainkan tiba-tiba menjatuhkan diri di depan kaki Sin Liong.

   Selagi pemuda ini merasa heran, dia sudah mencelat dari bawah dan mencengkeram ke arah bawah pusar! Tentu saja Sin Liong terkejut bukan main. Tak disangkanya nenek itu memiliki akal curang seperti itu dan gerakannya cepat sekali, maka diapun lalu meloncat dan membalikkan tubuhnya untuk mengelak. Akan tetapi, nenek itu sudah melayang dan mengejarnya dengan tubrukan dari belakangnya. Mengerikan sekali gerakan nenek yang sakti ini dan biarpun Sin Liong sudah memutar tubuh menangkis, namun tetap saja tangan kanan nenek itu sudah menempel di pundak kirinya. Bukan sembarangan menempel, melainkan mencengkeram dengan kekuatan yang luar biasa dahsyatnya. Otomatis tubuh Sin Liong mengerahkan sin-kang dan Ilmu Thi-khi-i-beng bergerak langsung dari dalam pusar ke pundak.

   "Ihh! Thi-khi-i-beng!"

   Nenek itu berseru dan seketika tenaga sin-kangnya berhenti mengalir dan dengan gerakan cepat dia dapat melepaskan tangannya dari pundak pemuda itu yang mempunyai daya menyedot yang hebat sekali. Kembali nenek itu menyerang dengan dahsyat, menggunakan cengkeraman kedua tangannya yang seperti cakar garuda itu dan yang diserangnya adalah bagian-bagian berbahaya yang kiranya tidak dapat dilindungi oleh Thi-khi-i-beng. Sin Liong kini sudah bersikap hati-hati sekali, maklum akan kelihaian lawan. Dengan gerakan Thai-kek Sin-kun dia dapat mempertahankan dirinya dengan baik,

   Bukan hanya mengelak dan menangkis, melainkan juga membalas dengan tamparan-tamparan yang mengandung tenaga amat kuat karena dia telah membalas dengan pukulan-pukulan Thian-te Sin-ciang yang didapatnya dari mendiang Kok Beng Lama. Tenaga sin-kang dari Sin Liong memang kuat bukan main, karena dia telah menerima pengoperan tenaga ini dari mendiang Kok Beng Lama. Tenaganya sendiri yang ditambah tenaga kakek sakti itu telah dimatangkannya pula ketika dia mempelajari ilmu-ilmu dari Bu Beng Hud-couw, maka pada saat ini tingkat kekuatan yang ada pada diri pemuda ini setidaknya tidak kalah kuat dibandingkan dengan tenaga Kok Beng Lama ketika masih hidup! Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila Hek-hiat Mo-li terkejut bukan main melihat kenyataan betapa dalam hal adu tenaga,

   Dia tidak mampu menandingi pemuda itu dan kedua tangannya selalu terpental kalau bertemu depgan lengan pemuda itu. Akan tetapi, di lain fihak, Sin Liong juga terkejut ketika tiap kali dia berhasil menampar atau memukul, tamparan dan pukulannya yang mengenai sasaran dengan tepat itu membalik seperti mengenai tubuh dari karet yang amat kuat. Ternyata nenek itu memiliki kekebalan yang amat luar biasa! Setiap kali dipukul, bukan hanya tangannya sendiri yang terpental, bahkan nenek itu masih terkekeh mentertawakan dia! Sin Liong menjadi semakin marah dan penasaran. Dia harus mengalahkan dan merobohkan nenek itu lebih dulu sebelum dia dapat mengharapkan untuk menyelamatkan Bi Cu. Maka dia lalu mengeluarkan pekik yang dahsyat dan tiba-tiba gerakannya berubah dan nenek itu terkejut sekali.

   
Hek-hiat Mo-li melihat betapa begitu mengeluarkan pekik dahsyat, pemuda itu kelihatan penuh wibawa, sepasang matanya mencorong seperti mata malaikat dan tubuhnya tergetar dan nampak seolah-olah bertambah besar, kemudian gerakan pemuda itu kelihatan aneh sekali. Tiba-tiba pemuda itu menyerangnya dengan gerakan yang aneh, kedua lengannya bergerak, yang kanan menghantam ke arah langit dan yang kiri menghantam ke arah bumi! Itulah satu jurus dari Hok-mo Cap-sha-ciang yang dipelajarinya dari Bu Beng Hud-cow! Selagi Hek-hiat Mo-li terkejut dan heran, juga bingung menyaksikan serangan aneh yang sama sekali tidak ditujukan kepadanya itu, tiba-tiba ada angin menyambar dari depan, angin itu berpusing karena datang dari arah atas dan bawah, yang diakibartkan oleh gerakan membalik dari kedua tangan pemuda itu dan dia merasa seperti digulungkan oleh pusingan angin pukulan itu!

   Hek-hiat Mo-li terkejut bukan main, cepat berusaha untuk meloncat mundur dan menangkis, namun dia tidak mampu keluar dari pusingan angin itu dan biarpun dia berhasil menangkis kedua tangan lawan, tetap saja tubuhnya terpental jauh! Bukan main kagetnya Hek-hiat Mo-li. Biarpun tubuhnya kebal dan dia tidak terluka, namun karena terbanting dan bergulingan, tubuhnya yang sudah tua itu terasa sakit-sakit dan pandang matanya yang tinggal sebuah itupun berkunang, kepalanya agak pening! Tahulah dia bahwa pemuda ini benar-benar luar biasa lihainya. Baru kurang lebih lima puluh jurus saja dia sudah dibikin terguling-guling seperti itu. Dia tidak takut, akan tetapi dia enggan untuk dijatuhbangunkan seperti itu, hal yang sungguh memalukan bagi seorang tokoh yang tua dan berkedudukan tinggi seperti dia.

   Apalagi, tugasnya memang hanya menguji, maka dia merasa sudah cukup dan berloncatanlah nenek itu ke belakang lalu melarikan diri dengan secepatnya meninggalkan Sin Liong. Sin Liong tidak mengejar. Memang nenek itu harus dibunuhnya untuk membalas kematian kong-kongnya, akan tetapi sekarang yang terpenting baginya adalah menemukan kembali dan menolong Bi Cu sampai selamat. Barulah dia akan mencari musuh-musuhnya kemudian. Musuh-musuhnya adalah Hek-hiat Mo-li yang harus dibalasnya untuk kematian kong-kongnya, dan Kim Hong Liu-nio pembunuh dari ibu kandungnya. Tapi, sekarang yang paling perlu adalah menolong Bi Cu. Maka Sin Liong lalu melanjutkan perjalananya dengan secepatnya menuju ke Lembah Naga. Kalau tidak ada halangan, dua hari lagi dia akan tiba di Lembah Naga.

   Maka dia lalu melakukan perjalanan secepatnya dan biarpun dia tidak bernafsu, namun dia memaksa diri untuk makan buah-buahan dan daging ayam hutan yang ditangkap dan dipanggangnya karena dia maklum bahwa dia akan menghadapi lawan-lawan yang tangguh dan bahwa dia membutuhkan banyak tenaga untuk menolong Bi Cu. Oleh karena itu dia harus menjaga kesehatan tubuhnya den harus makan agar jangan sampai tubuhnya lemas ketika dia membutuhkan tenaganya nanti. Dua hari kemudian tibalah dia di perbatasan Lembah Naga. Dia tiba di luar Rawa Bangkai yang kini telah berubah keadaannya. Melihat hutan-hutan dan bukit-bukit di sekitar tempat itu, diam-diam Sin Liong merasa terharu. Inilah tempatnya! Di sinilah dia terlahir den dibesarkan. Semua tempat itu, bahkan pohon-pohon besar di sana itu,

   Kelihatan amat indah dan amat dikenalnya, seperti sahabat-sahahat lama yang kini mengelu-elukan kedatangannya kembali dengan melambai-lambaikan ranting-ranting dan daun-daunnya yang tertiup angin. Teringat dia akan gerombolan kera besar kecil yang dahulu menjadi sahabat-sahabatnya, bahkan keluarganya karena dia adalah anak pungut seekor kera besar. Teringat semua itu, naik sedu-sedan dari dadanya berhenti di tenggorokan, membuat dia memandang termenung ke arah hutan-hutan, dan timbul hasratnya ingin memasuki hutan itu untuk mencari sahabat-sahabatnya itu. Dia merasa betapa amat kerasan dia berada di sekeliling tempat ini, seolah-olah seorang perantau yang telah lama pergi kini kembali ke kampung halamannya, mengingatkan dia akan semua bayangan kehidupannya di waktu dahulu.

   Akan tetapi tiba-tiba bayangan Bi Cu membuyarkan semua itu. Keharuan dan kegembiraan yang dirasakan tadi lenyap, terganti pula oleh kekhawatiran akan keselamatan Bi Cu. Teringat akan ini, cepat dia berlari lagi ke depan memasuki hutan kecil di luar Lembah Naga. Kembali dia harus berhenti dan memandang ke depan. Akan tetapi sekali ini bukan berhenti untuk memandang penuh pesona kepada tempat yang amat dikenalnya itu, melainkan untuk memandang dengan sinar mata mencorong dan berapi kepada orang pemuda tampan dan mewah pakaiannya yang berdiri menghadangnya sambil tersenyum manis itu. Ceng Han Houw! Akan tetapi, Sin Liong tidak terpengaruh oleh senyum manis itu. Kemarahannya sudah menyesak di dada dan begitu bertemu, dia lalu berkata dengan suara kaku dan penuh kemarahan,

   "Houw-ko, kalau sekali ini engkau tidak membebaskan Bi Cu, biarlah aku akan mati-matian mengadu nyawa denganmu!"

   Lalu dengan sikap mengancam dia mendekati pangeran itu. Han Houw tersenyum, senang hatinya mendengar betapa pemuda perkasa itu masih menyebutnya Houw-ko! Dia tadi sudah mendengar pelaporan Hek-hiat Mo-li yang mengatakan bahwa pemuda itu memang lihai dan patut menjadi pembantu utama sang pangeran!

   Nenek itu tidak menceritakan betapa dia telah dibikin roboh terguling-guling oleh pemuda itu. Bahkan ketika ditanya oleh sang pangeran bagaimana pendapatnya tentang tingkat kepandaiannya dan tingkat kepandaian Sin Liong, Hek-hiat Moli menjawab bahwa sang pangeran masih lebih unggul, sungguhpun tidak banyak selisihnya! Berita ini membuat Han Houw girang sekali dan makin besar keinginan untuk dapat menarik Sin Liong sebagai sekutu dan pembantunya. Maka, cepat dia menyambut dan makin gembiralah hatinya mendengar betapa Sin Liong, dalam kemarahannya, masih menyebutnya Houw-ko, tanda bahwa pemuda itu masih tidak melupakannya bahwa mereka berdua pernah mengangkat saudara. Ceng Han Houw membelalakkan kedua matanya dan memperlihatkan sikap terheran-heran, lalu mendekati dan membuka kedua lengannya sambil berkata,

   "Aih-aih...! Mengapa engkau menduga-duga yang demikian buruknya terhadap diriku, Liong-te? Kita adalah kakak beradik angkat, sudah seperti kakak dan adik kandung saja dan kita sudah banyak saling bantu, mana mungkin aku ingin menyusahkanmu?"

   Sin Liong teringat akan peristiwa ketika dia dan Bi Cu terjatuh ke dalam jurang, maka dia berkata dengan suara dingin,

   "Hemm, tidak perlu membujuk lagi, pangeran! Engkau tidak hanya menyusahkan aku berkali-kali, akan tetapi bahkan nyaris membunuhku baru-baru ini. Aku datang bukan untuk mendengarkan omongan manis, bujukan palsu, melainkan untuk menuntut agar engkau membebaskan Bi Cu."

   Kembali terdengar ancaman dalam suara ini dan kini Sin Liong tidak lagi menyebut Houw-ko, melainkan pangeran, karena hatinya sudah panas dan marah sekali. Pangeran Ceng Han Houw tersenyum,

   "Ah, engkau salah mengerti, Sin Liong. Peristiwa yang lalu terjadi karena salah pengertian. Engkau begitu keras hati. Akan tetapi kalau menganggap aku bersalah, biarlah aku minta maaf. Tahukah engkau betapa aku menangisimu ketika engkau terjun ke dalam jurang itu? Dan aku sengaja menyuruh bekas suci dan suboku untuk mencarimu sampai dapat! Kemudian, untuk menebus semua kesalahfahaman itu..."

   "Engkau menyuruh culik Bi Cu dan memancingku datang ke sini!"

   Sin Liong berseru dengan penuh kemarahan. Ceng Han Houw mengangkat kedua tangannya ke atas.

   "Tenang dan sabarlah, Liong-te. Aku bersumpah. Bi Cu dalam keadaan selamat dan baik-baik saja, dia menjadi tamuku yang terhormat. Dengarlah baik-baik lebih dulu. Memang aku menyuruh suci untuk membawa nona Bi Cu ke sini, memang dengan maksud agar engkau menyusul ke sini. Akan tetapi bukan dengan maksud buruk, sama sekali tidak, Liong-te. Melainkan karena aku membutuhkan bantuanmu dan tidak ada jalan lain untuk membujukmu..."

   "Hemm, engkau memang curang. Selalu mempergunakan sandera untuk memaksaku. Akan tetapi sekali ini, jangan harap engkau dapat memaksaku melakukan sesuatu, Houw-ko. Bukan engkau lagi yang mengajukan syarat, melainkan aku! Syaratku, bebaskanlah Bi Cu baik-baik dan biarkan kami pergi, kalau tidak, aku akan mengadu nyawa untuk menyelamatkannya, dengan taruhan selembar nyawaku!"

   "Ahh, engkau memang gagah perkasa sekali, Liong-te. Dan aku tahu, aku sudah mendengar dari nona Bhe Bi Cu betapa engkau dan dia sudah saling jatuh cinta. Aku tahu bagaimana rasanya jatuh cinta. Akan tetapi aku sekarang bukanlah Pangeran Ceng Han Houw yang kemarin-kemarin, Liong-te. Aku telah mengambil keputusan untuk menentang kaisar yang lalim, dan aku telah menjadi kakak iparmu sendiri!"

   "Apa...? Apa maksudmu...?"

   Sin Liong tentu saja terkejut sekali dan merasa heran mendengar ucapan itu. Dia memandang tajam penuh selidik karena hatinya bertanya-tanya permainan apalagi yang dilakukan oleh pangeran yang curang dan licik ini. Ceng Han Houw tertawa.

   "Adikku, engkau bukan hanya adik angkatku, akan tetapi juga adik iparku. Ketahuilah bahwa aku telah menjadi cucu mantu dari mendiang kong-kongmu, yaitu Cia Keng Hong ketua Cin-ling-pai."

   "Ahhh...?"

   Tentu saja Sin Liong sama sekali tidak percaya dan menganggap pangeran ini hendak menipu dan membohonginya.
"Tentu engkau tidak percaya, akan tetapi sebentar lagi engkau akan bertemu sendiri dengan piauw-cimu itu. Dengar baik-baik, Sin Liong, aku sekarang telah menjadi suami dari Lie Ciauw Si. Engkau tentu mengenal nama itu, bukan?"

   Diam-diam Sin Liong terkejut bukan main, dan teringatlah dia akan pertemuan antara pangeran itu dengan Lie Ciauw Si ketika dia sedang mengantar pangeran itu untuk mencari Ouwyang Bu Sek.

   Ketika itu, Sin Liong dan pangeran itu melihat Lie Ciauw Si yang membela ketua-ketua Sin-ciang Tiat-thouw-pang yang dihajar oleh dua orang bengcu, yaitu dua orang dari Lam-hai Sam-lo. Ketika itupun dia melihat hubungan antara kedua orang itu akrab sekali, akan tetapi sungguh tak pernah disangkanya bahwa mereka akhirnya menjadi suami isteri! Dia tahu siapa Lie Ciauw Si. Ketika dia ikut kong-kongnya di Cin-ling-san, dia sudah mendengar tentang keluarga Cin-ling-san itu, atau yang sesungguhnya adalah keluarganya. Kakeknya, mendiang Cia Keng Hong, mempunyai dua orang anak, yaitu yang pertama adalah Cia Giok Keng yang sudah janda dan kini menjadi isteri pendekar sakti Yap Kun Liong. Dari suaminya yang pertama, she Lie, Cia Giok Keng mempunyai dua orang anak, yaitu Lie Seng dan Lie Ciauw Si.

   

Dewi Maut Eps 45 Dewi Maut Eps 27 Petualang Asmara Eps 29

Cari Blog Ini