Ceritasilat Novel Online

Pedang Kayu Harum 15


Pedang Kayu Harum Karya Kho Ping Hoo Bagian 15



"Kalau engkau tidak mengaku membunuh mereka semua, akan tetapi buktinya mereka itu mati, habis apakah hendak kau katakan bahwa mereka itu telah membunuh diri mereka sendiri?"

   "Keng Hong! Hendakkah mengaku menyangkal bahwa ciciku mati dalam pelukanmu ?"

   Sim Lai Sek membentak marah.

   "Semua penduduk dusun melihat betapa anak murid kami yang wanita engkau perkosa dan kemudian semua anak murid kami itu kau beri racun!"

   Bentak pula Kok Sian Cu.

   Keng Hong melirik ke kiri dan kini dia melihat Sie Biauw Eng yang sejak tadi telah siuman dan mendengar semua persidangan yang mengadili Keng Hong itu. Ia melihat betapa Biauw Eng menundukkan muka dengan alis berkerut, wajah jelita itu kelihatan berduka sekali. Hemmm, wajah palsu, pikirnya! Engkaulah yang mendatangkan semua malapetaka kepadaku, dan kau masih berpura-pura dengan sikap alim berpura-pura seperti orang berduka! Teringat betapa Sim Ciang Bi mengejang dengan tubuh masih hangat di pelukannya, terbunuh secara keji oleh Biauw Eng, dan teringat pula betapa Kiu Bwee Ceng dan Tang Swat Si yang amat mencintainya juga mati oleh racun Biauw Eng, seketika kemarahan Keng Hong melenyapkan rasa kasihnya yang aneh terhadap gadis itu dan diam menjadi benci, benci sekali! Tiba-tiba Keng Hong meloncat ke kiri dan menyambar tubuh Biauw Eng, dipegangnya lengan gadis itu dan diseretnya di depan Kiang Tojin sambil berseru keras.

   "Inilah dia manusianya yang membunuh mereka semua! Inilah Song-bun Siu-li puteri lam-hai Sin-ni yang berkepandaian tinggi dan berwajah jelita namun berhati iblis! Dialah yang telah membunuh Sim Ciang Bi dengan darah dingin, meracuni murid-murid Tiat-ciang-pang dengan senjata rahasianya! Dia melakukan semua itu karena cemburu, karena iri hati, karena... Karena hatinya yang ganas liar dan kejam!"

   Semua orang tercegang memandang kepada Biauw Eng yang menudukkan mukanya yang menjadi pucat sekali. Suasana menjadi sunyi senyap dan Kiang Tojin memandang wajah yang menunduk itu penuh perhatian. Ia percaya akan keterangan Keng Hong berdasarkan pengetahuannya bahwa keng Hong tidak memiliki watak atau dasar watak jahat dan kejam. Sebaliknya, biarpun dia belum mengenal kepribadian Song-bun Siu-li, akan tetapi mengingat bahwa gadis ini puteri Lam-hai Sin-ni yang terkenal sebagai tokoh nomor satu dari Bu-tek Su-kwi (Empat Iblis Tanpa Tandingan), tidak akan mengherankan kalu gadis yang kelihatan cantik jelita dan dingan seperti salju ini memiliki watak iblis seperti ibunya.

   "Cia Keng Hong, engkau yang dijatuhi tuduhan, mengapa engaku menimpakannya kepada orang-lain?"

   Kiang Tojin pura-pura mencela, padahal kehendak hatinya ialah memancing agar tuduhan Keng Hong itu dapat diperkuat.

   "Maaf, totiang. Saya sama sekali tidak menuduh sebarangan, bukan menuduh karena saya takut menghadapi hukuman. Biar dihukum mati sekalipun, kalau memang saya bersalah, saya tidak akan gentar dan siap mempertanggungjawabkan perbuatan saya. Akan tetapi sesungguhnya bukan saya melainkan perempuan iblis inilah yang melakukan pembunuhan-pembunuhan keji, curang dan pengecut itu. Kalau Totiang tidak percaya, harap bertanya kepadanya dan ingin sekali saya mendengar apa yang akan dijawabnya."

   Memang Keng hong ingin sekali mendengar jawaban Biauw Eng. Ketika gadis ini tadi membelanya pada waktu dia dikeroyok orang-orang sakti dan dia melancarkan tuduhannya, gadis ini menyangkal. Sekarang, di dalam sidang pengadilan di depan-depan orang-orang sakti, bagaimana gadis ini akan dapat menyangkal pula? Bukti-buktinya sudah cukup lengkap, yaitu senjata-senjata rahasianya, dan saksi-saksinya juga sudah banyak, terutama sekali dia yang menjadi saksi utama karena beberapa kali dia melihat gadis baju putih ini berkelebat pergi setiap ada pembunuhan-pembunuhan itu, dan masih teringat olehnya, bahkan masih terasa belaian-belaian kasih sayang penuh nafsu dari gadis baju putih yang kelihatannya dingin dan alim ini!

   "Nona, jawablah apakah semua yang dikatakan Cia Keng Hong itu benar? Apakah benar Nona yang membunuh murid-murid Hoa-san-pai, Kong-thong-pai dan Tiat-ciang-pang?"

   Biauw Eng memandang kepada Keng Hong dengan muka pucat, sinar matanya berduka sekali, bibirnya bergerak-gerak dan gemetar seperti wanita kalau hendak menangis.

   Akan tetapi gadis yang keras hati ini cepat menggigit bibirnya yang bawah sehingga tampak kilatan gigi putih disusul warna merah karena bibir bawahnya pecah tergigit! Agaknya dengan kekerasan hati Biauw Eng hendak mengeluarkan kata-kata yang kemudian ditekan dan ditahannya sendiri dengan gigitan pada bibirnya. Wajahnya tidak pucat lagi, bahkan mulai menjadi kemerahan, sinar matanya menyapu semua orang yang hadir disitu, kemudian memandang Kiang Tojin dan sejenak sinar mata kedua orang itu bertemu. Dalam detik pertemuan sinar mata itu, keduanya seperti orang bermufakat dan saling bermufakat dan saling maklum bahwa masing-masing merasa suka dan mengandung hati kasih sayang terhadap Keng Hong! Akan tetapi hanya sedetik saja pertemuan getaran perasaan ini dan terdengarlah suara Biauw Eng nyaring dan tetap, sedikit pun tidak gemetar dan ia sudah bangkit berdiri.

   "Yang bersalah dihukum, yang tidak bersalah dibebaskan. Itu sudah sewajarnya maka saya minta kepada cu-wi sekalian untuk membebaskan Keng Hong! Dia tidak bersalah karena benar seperti yang dikatakannya, semua pembunuhan itu akulah yang melakukannya! Dan aku siap menerima hukuman, akan tetapi Keng Hong harus dibebaskan sekarang juga!"

   Keng Hong memandang gadis itu dengan sinar mata tajam. Begitu Biauw Eng mengucapkan pengakuannya, sungguh heran sekali, kebenciannya menghilang dan dia kini memandang penuh kekhawatiran! Gadis itu jelas telah mengucapkan keputusan kematian sendiri! Kiang Tojin menghadapi para tokoh tiga buah partai persilatan besar itu dan berkata,

   "Nah, cu-wi telah mendengar sendiri pengakuan Song-bun Siu-li dan berarti bahwa Keng Hong tidak bersalah dalam urusan ini. Kalau dia membela diri ketika diserang dan dikeroyok sehingga jatuh korban di antara para pengeroyok, amatlah tidak adil kalu dia dipersalahkan. Terserah cu-wi sekalian sekarang, apa yang akan cu-wi lakukan kepada yang bersalah."

   "Perempuan iblis ini harus dibinasakan!"

   Bentak Tiat-ciang Ouw Beng Kok, menghantam dengan tangan bajanya yang kiri ke arah kepala Biauw Eng. Juga Coa Kiu sudah menggerakkan pedangnya menyusul, sehingga tampak sinar terang dan suara mencuit ketika sinar pedang ini saat berikutnya, Kok Sian Cu menggerakkan pula tongkat bambunya menusuk ke dada gadis itu. Tiga serangan maut dari tiga tokoh kang ouw yang sakti ini datang secara beruntun dalam detik-detik yang hampir bersamaan, Sedangkan Biauw Eng hanya menundukkan muka siap menerima datangnya maut. Ia sama sekali tidak menjadi gentar, matanya hanya ditujukan kepada Keng Hong dengan pandang mata sayu penuh kesedihan.

   "Tidak! Jangan bunuh dia....!!"

   Keng Hong berseru keras dan dia pun menubruk maju menghadang di depan Biauw Eng sambil menggerakkan tangan mendorong ke depan dengan maksud melindungi gadis ini. Karena pukulan Tiat-ciang Ouw Beng Kok datang lebih dahulu, maka pukulan tangan baju inilah yang bertemu dengan tangan Keng Hong sehingga terdengar suara keras dan tubuh Ouw Beng
(Lanjut ke Jilid 14)
Pedang Kayu Harum (Seri ke 01- Serial Pedang Kayu Harum)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 14
Kok terjengkang ke belakang, juga Keng Hong terbanting ke kiri!

   "Tak boleh melakukan pembunuhan di sini!"

   Terdengar suara halus dan sinar pedang Coa Kiu yang sudah meluncur dekat dan kini mengancam Keng Hong karena tubuh Keng Hong masih menutupi tubuh Biauw Eng, tiba-tiba terpental ketika tertangkis tongkat di tangan Thian Seng Cinjin. Tongkat bambu di tangan Kok Sian Cu lihai sekali. Biarpun ada tubuh Keng Hong yang menghadang, namun tongkat itu dapat meliuk melalui punggung Keng Hong dan langsung menukik dan menusuk ke arah dada Biauw Eng.

   "Trakkk!"

   Tongkat bambu ditangan orangtetua dari Kong-thong Ngo-lojin itu menyeleweng dan menghantam lantai sehingga membuat lantai itu berlubang!

   "Hi-hi-hik, segala kacoa berani lancang tangan hendak membunuh puteriku?"

   Tiba-tiba saja Lam-hai Sin-ni sudah berada di situ sehingga mengejutkan semua orang. Pukulan jarak jauh yang sudah berhasil menangkis tongkat bambu di tangan Kok Sin Cu ini benar-benar mengejutkan dan mengagumkan. Lam-hai Sin-ni memandang puterinya dan berkata dengan suara gemetar.

   "Eng-ji....ah, Eng-ji.., mengapa engkau begini lemah? Mengapa engkau menyia-nyiakan nyawa untuk kau korbankan? Begitu murahkah nyawamu kau korbankan untuk seorang pria berhati palsu macam Keng Hong ini..?"

   Biauw Eng terisak.

   "Ibu .. aku cinta kepadanya, Ibu.."

   Lam-hai Sin-ni membanting kakinya,

   "Bodoh! Lemah...! Ah, Sie Cun Hong, setelah engkau menghancurkan hatiku, mengapa kini muridmu yang hendak merusak kebahagiaan puteriku dan puterimu?"

   "Lam-hai Sin-ni, puterimu telah berhutang nyawa kepada kami, harus di tebus dengan nyawanya pula!"

   Kok Kim Cu berseru marah melihat munculnya tokoh utama dari Bu-tek Su-kwi ini.

   "Benar, dia harus dibinasakan!"

   Bentak pula Coa Kiu dan Coa Bu.

   "Biarpun Lam-hai Sin-ni sendiri, tidak boleh melindungi puterinya yang berhutang nyawa penasaran murid-murid kami!"

   Bentak pula tiat-ciang Ouw Beng Kok.

   "Eh, eh, eh begitukah? Anakku hanya membela pemuda tak tahu diri itu, akan tetapi andai kata benar dia yang membunuhi murid-murid kalian yang tak berharga, habis kalian mau apa?"

   Watak Lam-hai Sin-ni memang amat dingin dan keras, bahkan selalu memandang rendah lain orang, maka kini di depan tokoh-tokoh sakti itu ia sama sekali tidak memandang mata.! Tentu saja tokoh-tokoh itu menjadi marah sekali. Apalagi Ngo-lojin dari Kong-thong-pai yang kini tinggal empat orang itu. Dahulu mereka berlima amat terkenal sehingga tokoh-tokoh iblis seperti Thian-te Sa-lo-o yang menjadi tiga orang datuk hitam dari dunia penjahat dan amat terkenal sebelum akhirnya muncul Bu-Tek Su Kwi, tidak berani memandang rendah,

   Maka dengan seruan-seruan nyaring meraka itu menerjang maju, mempergunakan cengkeraman-cengkeraman Ang-Liong-jiauw-kang mereka yang ampuh, bahkan Kok Sian Cu menyerang dengan tongkat bambunya. Di saat itu pula, melihat kesempatan baik karena banyak kawan untuk menghadapi nenek iblis yang mereka tahu amat lihai ini, Coa Kiu dan Coa Bu kedua Hoa-san Siang-sin-kiam juga maju dengan pedang mereka sedangkan Ouw Beng Kok dan Kim-to lai Ban juga tidak tinggal diam, akan tetapi mereka ini bukan menyerang Lam Hai Sin Ni melainkan Biauw Eng! Terjangan orang-orang sakti ini dilakukan serentak dan cepat, membuat para tosu Kun-lun-pai tidak sempat melerai dan memandang bingung karena mereka sebagai tuan rumah tentu saja merasa tidak senang kalau tempat tinggal mereka dijadikan gelanggang pertempuran.

   "Plak-plak-plak.."

   Yang datang lebih dulu adalah pukulan-pukulan Ang-liong-jiauw-kang, akan tetapi tiga pukulan Kok Seng Cu, Kok Liong Cu dan Kok Kim Cu ini ditangkis lengan Lam-hai Sin-ni dan tangan mereka itu melekat pada lengan nenek ini dan terus di sedotlah hawa sinkang dari tangan mereka yang membanjir tanpa dapat dicegah memasuki lengan Lam-hai Sin-ni yang tertawa terkekeh.

   Ketika mereka bertiga terkejut, tiba-tiba Lam-hai Sin-ni menggerakkan ke dua lengannya sehingga tiga orang itu terangkat dan diputar-putar ke atas untuk dipakai menangkis serangan bambu Kok Sian Cu dan sepasang pedang Coa Kiu dan Coa Bu! Tentu saja dua orang Hoa-san Siang-sin-kiam itu terkejut sekali dan menarik kembali pedang ereka agar tidak melukai para tokoh Kong-thong-pai itu, sedangkan Kok Sian Cu yang lebih cerdik dan lihai, menggerakkan tongkat bambunya menyusun ke samping dan mengiri totokan ke arah pusar Lam-hai Sin-ni secara hebat dan cepat sekali! Lam-hai Sin-ni tertawa, mundur dua langkah dan melontarkan tubuh ke tiga orang tokoh Kong-thong-pai itu ke arah Kok Sian Cu, Coa Kiu dan Coa Bu sehingga terpaksa tiga orang tokok itu mengelak dan tubuh Kok Seng Cu dan para suhengnya terbanting roboh dalam keadaan lemas karena sebagian dari sinkang mereka telah tersedot oleh Lam-hai Sin-ni dengan ilmu mujijat Thi-khi-I-beng!

   Sementara itu, Biauw Eng yang masih berdiri seperti orang kehilangan semangat, diam saja ketika diserang oleh dua orang tokoh Tiat-ciang-pang. Melihat ini, kembali Keng Hong yang meloncat maju dan menyambut serangan itu. Sekali ini karena kedua orang tokoh Tiat-ciang-pang itu marah sekali, serangan mereka pun hebat, bahkan Kim-to Lai Ban telah menggunakan goloknya. Keng Hong masih bingung tadi oleh pengakuan Biauw Eng yang tadinya menyangkal kemudian berbalik mengaku, menjadi makin bingung oleh ucapan Lam-hai Sin-ni. Melihat gadis yang amat aneh, yang dapat mendatangkan rasa cinta dan benci bergantian dihatinya itu kini terancam bahaya, mati-matian dia menubruk maju, menggunakan kedua lengannya untuk menangkis pukulan tangan baja dan golok.

   "Desssss..!"

   Tubuh Keng Hong terbanting lagi ke atas lantai. Dalam pertandingan di lereng Kun-lun-san ketika dia dikeroyok, dia telah mengalami pukulan-pukulan yang mengakibatkan luka di dalam tubuh, kini dia menangkis pukulan. Tiat-ciang Ouw Beng Kok sampai dua kali. Dadanya terasa sakit-sakit dan dia muntahkan darah segar, sedangkan lengannya yang menangkis golok Lai ban terluka parah di pangkal sikunya, kulit dagingnya robek dan mengucurkan banyak darah. Namun, dalam usahanya menyelamatkan Biauw Eng, Keng Hong tidak merasakan luka-lukanya, bahkan begitu tubuhnya terbanting, dia terus berguling ke lantai mendekati Biauw Eng, tiba-tiba menangkap pinggang gadis itu dan melontarkannya sekuat tenaga ke arah Lam-hai Sin-ni sambil berkata.

   "Locianpwe, harap bawa pergi puterimu dari sini...!"

   Lam-hai Sin-ni baru saja memukul mundur para pengeroyoknya dengan melontarkan tubuh ketiga orang tokoh Kong-thong-pai, kini melihat tubuh puterinya melayang ke arahnya, cepat dia menangkap dan mengempitnya. Ia ingin sekali mengamuk dan membunuhi semua orang yang hendak mengganggu puterinya, akan tetapi pada saat itu terdengar suara halus.

   "Apakah orang tidak memandang mata lagi kepada Kun-lun-pai sehingga tidak memperdulikan pinto semua dan mengacau sekehendak hatinya?"

   Yang bicara ini adalah Thian Seng Cinjin ketua Kun-lun-pai yang tadi ketika enangkis sinar pedang Coa Kiu dilakukan sambil duduk dan semenjak itu menonton dan mendengarkan semua yang terjadi dengan alis berkerut. Mendengar suara ini, Lam-hai Sin-ni tertawa dan berkata,

   "Maafkan kelancanganku, Cinjin!"

   Tubuhnya lalu berkelebat, membawa pergi puterinya dari tempat itu tanpa ada yang berani mengganggu, pertama karena memang jerih menghadapi nenek itu sendirian saja, kedua karena mereka pun terpengaruh suara Thian Seng Cinjin sehingga merasa sungkan untuk memperlihatkan kekerasan di depan kakek ini yang selain menjadi tuan rumah, juga terkenal sebagai ketua Kun-lun- pai yang amat lihai, belum lagi diingat akan banyaknya tosu-tosu lihai di Kun-lun-pai ini.

   "Biarlah dia pergi, yang terpenting, bocah ini tak boleh terlepas begitu saja dari tangan kami!"

   Kata Coa Kui.

   "Andai kata bukan dia yang membunuh, sudah jelas dia menghina murid wanita kami!"

   "Juga dua orang murid wanita kami!"

   Kata Kok Sian Cu.

   "Benar, tak boleh bocah ini dilepas begitu saja!"

   Ouw Beng Kok.

   "Omitohud, Pinceng masih harus mendapat kitab-kitab Siauw-lim-pai dari bocah ini!"

   Kata wakil ketua Siauw-lim-pai dan yang lain-lain juga ikut pula membuka suara. Keng Hong menjadi marah sekali. Tubuhnya sakit-sakit, dadanya terasa sesak, kepalanya pening oleh pukulan-pukulan yang diterimanya, ditambah pula kepergian Biauw Eng tiba-tiba seperti membawa sebagian semangatnya. Pengakuan Biauw Eng yang melakukan pembunuhan-pembunuhan itu amat meragukan hatinya. Ia yakin bahwa gadis itu mengakui semua itu untuk menerima hukuman di atas pundaknya, dengan niat membebaskan Keng Hong.

   Maka dia menjadi ragu-ragu apakah benar gadis itu yang melakukan pembunuhan-pembunuhan keji. Pernyataan Siauw Biauw Eng dan ucapan Lam-hai Sin-ni meragukan hatinya. Tentu ada rahasia di balik semua itu. Orang yang kelihaian jahat belum tentu selamanya akan melakukan perbuatan jahat. Sebaliknya orang yang kelihatannya baik-baik belum tentu pula selamanya benar. Buktinya Lian Ci Tojin. Bukankah tosu itu secara keji seperti binatang buas telah memperkosa Tan Hun Bwee, puteri Yan piauwsu? Padahal perbuatan itu sampai mati sekalipun tidak sudi dia melakukannya. Dan para tokoh besar ini. Tidak jelaskah tampak betapa tamak mereka ini, mengejar-ngejar dan berlumba-lumba memperebutkan pusaka gurunya? Tiba-tiba dia meloncat bangun dan berkata, suaranya kasar dan nyaring,

   "Kalian ini orang-orang tua yang jahat dan tamak! Aku tidak sudi lagi menurut segala kata-kata kalian! Apakah dosaku terhadap kalian, termasuk terhadap Kun-lun-pai ? Salahkah kalau aku menjadi murid Sin-jiu Kiam-oang ? Coba katakan, perbuatan apakah yang telah kulakukan terhadap kalian semua ? Akan tetapi kalian selalu mengejar-ngejar aku, memperebutkan Siang-bhok-kiam, ini hanya alasan karena sebenarnya kalian semua menginginkan pusaka peninggalan suhu! Tak tahu malu! Takkan ku berikan kepada siapapun juga! Akan kupelajari sendiri dan kelak kupergunakan untuk melawan kalian!"

   Semua orang memandang dengan mata terbelalak, termasuk Kiang Tojin, Thian Seng Cinjin berkata perlahan.

   "Siancai..., mulut tajam....!"

   Akan tetapi Ouw Beng Kok telah menerjang maju menghantam sambil membentak.

   "Bocah sombong!"

   Berbarengan dengan pukulan Ouw Beng Kok ini, Lian Ci Tojin juga maju menghamtam dari kiri dengan pukulan dahsyat mengarah lambung Keng Hong. Pemuda ini yang sudah dua kali merasai pukulan Ouw Beng Kok yang hebat, menjadi marah dan merendahkan diri setengah berjongkok, mengerahkan seluruh tenaganya memapaki pukulan ketua Tiat-ciang-pang ini dengan dorongan tangan yang mengandung sinkang warisan gurunya.

   "Blekkkkkkkkk!!"

   Tubuh Ouw Beng Kok terjengkang dan ketua Tiat-ciang-pang ini roboh pingsan dengan mulut muntah darah! Akan tetapi Keng Hong juga roboh berguling-gulingan karena labungnya dihajar pukulan tangan Lian Ci Tojin."Sute, jangan bermain curang!"

   Bentak Kiang Tojin marah, akan tetapi karena pukulan itu telah bersarang dan membuat Keng Hong roboh, dia hanya memandang cemas. Keng Hong bangkit lagi, menekan lambungnya yang serasa hendak pecah. Ia lalu menyusuti darah yang mengalir dari mulutnya, tanpa disadari dia mencabut keluar saputangan ini teringat akan gadis itu dan menudingkan telunjuknya kepada Lian Ci Tojin sambil berkata.

   "Kiang Tojin! Sutemu ini selain curang juga keji sekali terhadap seorang nona baju hijau..."

   "Engkau yang keji, bisa menuduh orang, keparat!"

   Lian Ci Tojin sudah menerjang maju lagi, akan tetapi Keng Hong meloncat mundur, membalikkan tubuhnya dan lari secepatnya menuju Kiam-kok-san.

   "Kejar!"

   Entah siapa yang mengeluarkan ucapan ini, akan tetapi seperti sepasukan tentara menerima komando, semua orang segera mengejar, kecuali ketua Kun-lun-pai dan Kiang Tojin. Diantara para tosu Kun-lun-pai, hanya Lian Ci tojin dan Sian Ti Tojin saja yang mengejar bersama para tokoh lainnya. Sedangkan para Kun-lun-pai lainnya hanya berdiri ragu-ragu dan menanti perintah, memandang kepada Kiang Tojin.

   "Bawa anak murid Kun-lun-pai dan lihat apa yang terjadi di sana. Jaga jangan sampai tempat suci itu dikotori orang,"

   Kata Thian Seng Cinjin kepada muridnya yang tertua itu. Kiang Tojin mengangguk lalu mengajak semua anak murid Kun-lun-pai, melakukan pengejaran dari jauh. Thian Seng Cinjin menghela napas panjang berulang kali, kemudian bersila bersamadhi untuk menenteramkan batinnya yang mengalami guncangan dalam peristiwa itu.

   Keng Hong mengerahkan seluruh tenaganya yang ada untuk berlari cepat. Larinya masih cepat karena memang pemuda ini memiliki ginkang yang tidak lumrah diiliki seorang pemuda, dan pantasnya dimiliki seorang yang sudah berlatih puluhan tahun. Hal ini adalah berkat di terimanya pemindahan sinkang dari Sin-jiu Kiam-ong. Akan tetapi pada saat itu dia telah terluka cukup berat sehingga andaikata dia tidak memiliki sinkang yang luar biasa tentu dia telah roboh dan karenanya, ketika dia mengerahkan seluruh tenaganya, napasnya terengah-engah dan dadanya terasa sakit sekali. Merasa betapa kepalanya pening sekali dan napasnya sesak hampir sukar bernapas, terpaksa Keng Hong memperlambat larinya dan begitu dia mengurangi kecepatannya empat orang kakek Ngo-thong-pai telah menyusulnya. Memang Kong-thong Ngo-lojin terkenal dengan ginkang mereka yang hebat sehingga ginkang mereka itu dapat berlari lebih cepat daripada tokoh lainnya.

   "Bocah setan, engkau hendak lari kemana?"

   Diantara para tokoh yang mengejar, yang merasa sakit hati kepada Keng Hong pribadi adalah tokoh-tokoh kong-thong-pai, Hoa-san-pai dan Tiat-ciang-pang. Adapun tokoh lainnya yang juga mengejar, seperti dari Siauw-lim-pai, Kiu-bwe Toanio, Sin-to Gi-hiap hanya ingin memperebutkan pusaka Sin-jiu Kiam-ong,

   Tidak mempunyai dendam pribadi kepada pemuda itu, maka mereka ini tidak seperti tokoh-tokoh tiga partai besar pertama, tidak ingin membunuh Keng Hong, melainkan hanya ingin memaksanya menyerahkan pusaka gurunya. Begitu Kong-thong Ngo-lojin yang tinggal empat orang itu dapat menyusul, serentak mereka mengirim pukulan-pukulan Ang-liong-jiauw-kang yang ampuh dari belakang. Keng Hong mendengar sambaran angin pukulan yang amat hebat ini dan dia meamng sudah siap mengadu nyawa dengan orang-orang yang memusuhinya, sudah marah dan nekat sekali dan mengambil keputusan untuk tidak menyerah sampai mati. Maka cepat dia membalikkan tubuhnya sabil merendahkan tubuh menekuk kedua lutut, sedangkan ke dua lengannya bergerak ke atas untuk menangkis.

   Kekuatan sinkang yang dia kerahkan hebat bukan main dan dia dalam keadaan marah, maka otomatis daya sedot sinkangnya bekerja amat kuatnya sehingga begitu tangan Kok Seng Cu, Kok Liong Cu dan Kok Kim Cu tertangkis, tangan tiga orang yang mengandung tenaga pukulan Ang-liong-jiauw-kang itu menempel pada kedua lengan mereka dengan kuatnya. Tenaga Ang-lioang-jiauw-kang merupakan tenaga yang timbul dari pengerahan sinkang dan memang sangat hebat sehingga dengan jari-jari tangan mereka yang membentuk cakar, kakek-kakek dari Kong-thong-pai ini sanggup meremas hancur senjata tajam lawan! Maka kini yang mengalir seperti banjir memasuki tubuh Keng Hong melalui kedua lengan nya adalah tenaga sinkang yang amat dahsyat sehingga napasnya hampir berhenti. Ia megap-megap dan merasa betapa tenaga yang kuat dan hawa panas sekali memasuki tubuhnya, berputaran di sekitar pusarnya.

   "Celaka .. Twa suheng...tolong...!"

   Kok Kim Cu berteriak kaget. Melihat betapa tiga orang sutenya terbelalak dan terengah-engah mencoba melepaskan tangan mereka yang mencekeram lengan pemuda itu, maklumlah Kok Sian Cu akan keadaan tiga orang sutenya.

   "Terkutuk! Ilmu iblis..!"

   Teriaknya dan tongkatnya segera bergerak menotok kedua siku lengan Keng Hong. Pemuda ini sedang dalam keadaan setengah kejang kaku, tak dapat bergerak karena derasnya hawa sinkang yang memasuki tubuhnya, maka biarpun dia maklum akan datangnya totokan, dia tidak mampu mengelak.

   Andaikata Kok Sian Cu, betapapun kuatnya sebagai orang pertama Ngo-lojin, menyerang Keng Hong dengan tangan kosong, tentu begitu pukulannya mengenai tubuh pemuda itu, sinkangnya akan tersedot pula. Namun kakek ini saat lihai dan maklum akan hal itu, maka dia menggunakan ujung bambu untuk menotok dan begiru mengenai sasaran, dengan gerakan "sendal pancing"

   Dia menarik kembali tongkatnya. Keng Hong merasa betapa keduanya lumpuh dan tiga buah tangan kakek yang tadi mencengkeramnya dapat terlepas, maka dia lalu membalikkan tubuh dan berlari lagi. Ia megap-megap dan dadanya makin sakit, akan tetapi larinya tidak lumrah manusia lagi, seolah-olah terbang saja dan kedua kakinya seperti tidak menyentuh bumi. Hal ini adalah karena tenaga sinkang dari tiga orang kakek pemilik ilmu pukulan Ang-jiauw-kang yang telah tersedot oleh tubuhnya tadi kuat bukan main sehingga tubuh Keng Hong penuh dengan tenaga sinkang yang berlebihan.

   Seperti sebuah balon karet terlalu banyak angin, tubuhnya ringan dan setiap kali meloncat ke depan, dapat mencapai jarak yang lima enam kali lebih jauh daripada kemampuannya yang luar biasa. Sudah beberapa kali keadaan terlalu penuh hawa sinkang seperti dialami Keng Hong. Tiap kali dia bingung bagaimana harus membuang tenaga berlebihan itu. Akan tetapi sekarang, karena dia mengerahkan seluruh tenaga untuk melarikan diri, maka tenaga kelebihan itu dapat dia salurkan untuk keperluan ini sehingga larinya seperti terbang dan makin cepat dia mengerahkan tenaga berlari, makin lapang rasa dadanya dan daya tarik-menarik di tubuhnya akibat penyedotan sinkang tiga orang kakek itu mulai berkurang, bahkan dapat dia selaraskan dengan pernapasan dan tenaganya sendiri.

   Empat orang kakek kong-thong-pai melongo ketika menyaksikan betapa pemuda itu berkelebat cepat laksana halilintar menyambar, sebentar saja sudah sampai di sebuah puncak! Hampir mereka tak dapat percaya akan pandangan mata sendiri, dan karena tiga orang diantara mereka sudah menjadi agak lemah karena sebagian besar sinkang mereka tersedot lenyap, terpaksa dengan hati penasaran mereka melanjutkan pengejaran perlahan-lahan sehingga tersusul oleh tokoh-tokoh lain. Akan tetapi ketika para tokoh itu tiba di kaki batu pedang di Kiam-kok-san, mereka melihat tubuh Keng Hong dengan susah payah telah mendaki sampai setengahnya dari batu pedang yang tampak dari bawah. Jelas tampak betapa pemuda itu sudah terluka dan terengah-engah, akan tetapi dengan nekat pemuda itu merangkak terus ke atas.

   "Kejar...!!"

   Seru Coa Kiu tokoh Hoa-san-pai sambil menggerakkan pedangnya.

   "Akan tetapi Kiang Tojin yang sudah tiba disitu bersama anak murid Kun-lun-pai, sudah cepat menghadang di depan batu pedang sambil berkata.

   "Maaf, cu-wi sekalian! kiam-kok-san adalah sebuah tempat keramat bagi Kun-lun-pai, sedangkan kami sendiri tidak ada yang boleh naik ke puncaknya, bagaimana kami dapat membolehkan orang lain naik? Pinto harap cu-wi sekalian maklum, dan kami percaya bahwa di tempat wilayah kekuasaan cu-wi masing-masing terdapat tempat keramat seperti Kiam-kok-san bagi kami."

   "Ah, tapi hal ini lain lagi, Toyu."

   Bantah kok Sian Cu.

   "Harus pinto akui kebenaran ucapan Kiang toyu bahwa di tempat kami pun ada tempat keramat yang tidak boleh dilanggar lain orang. Kami pun tentu saja memandang muka para pimpinan Kun-lun-pai, akan tetapi sekali-kali berani melanggar tempat keramat Kun-lun-pai, akan tetapi sekali ini kami semua sama sekali bukanlah hendak melanggar. Kami hanya ingin mengejar dan menangkap bocah yang naik ke Kiam-kok-san itu. Biarpun merupakan tempat larangan, akan tetapi kalau ada alasan kuat dan bukan semata-mata sengaja hendak melanggar, kami kira sepatutnya kalau Toyu membiarkan kami mengejar dan menangkap bocah itu."

   "Omitohud...., benar sekali apa yang diucapkan sahabat Kok Sian Cu. Pinceng tentu saja pantang untuk melanggar tempat keramat Kun-lun-pai, akan tetapi mungkin sekali kitab-kitab pusaka pinceng berada di puncak Kiam Kok-san ini, apakah Kiang-toyu hendak mengukuhi larangan ini dan tidak hendak mengembalikan kitab kami?"

   Selagi Kiang Tojin bingung karena merasa terdesak oleh oongan-omongan yang mempunyai dasar kuat itu, tiba-tiba terdengar suara ketawa bergelak dan tahu-tahu disitu telah muncul tiga orang yang mengejutkan hati mereka karena tiga orang ini bukan lain adalah Ang-bin-kwi-bo, Pak-san kwi-ong dan Pat-jiu-sian-ong-tiga orang di antara tiga orang Bu-tek Su-kwi yang dahulu, lima tahun yang lalu juga telah datang di tempat itu membuat kocar-kacir para tokoh sakti dan hampir saja membunuh para tokoh itu kalau tidak di tolong oleh Sin-jiu Kiam-ong! Melihat munculnya tiga orang iblis ini, Thian Ti Hwesio tokoh Siauw-lim-pai yang tadi bicara cepat berkata sambil menggerakkan tongkat Liong-cu-pang di tangannya.

   "Omitohud...! Pinceng tidak akan mundur selangkah pun menghadapi ketiga orang Bu-tek Sam-kwi jika sekali ini Sam Kwi hendak merampas peninggalan Sin-jiu Kiam-ong, termasuk kitab-kitab pusaka kami!"

   "Kami pun tidak sudi bersekutu dengan Bu-tek Sam-kwi, musuh-musuh kami dari aliran yang bertentangan!"

   Kata Kok Sian Cu.

   "Ha-ha-ha-ha-ha! Ada saatnya bermusuhan ada saatnya bersahabat. Kalau tidak ada alasan bersahabat berusuhan,mengapa tidak bersahabat? Kalau ada alasan kuat untuk bersekutu, mengapa bermusuhan? Bukankah Nabi Konghucu mengatakan bahwa di empat penjuru lautan ini semua manusia adalah bersaudara?"

   Berkata Pat-jiu kiam-ong yang suaranya halus sambil menggerak-gerakkan kebutannya dengan lagak seorang dewa memberi ceramah kebatinan!

   "Kami adalah golongan bersih, lawan golonan sesat, kami kaum putih lawan kaum hitam tidak sudi bersahabat dengan Bu-tek Sam-kwi!"

   Kata Coa Bu tokoh Hoa-san-pai. Memang semua tokoh kang-ouw membensi Bu-tek Sam-kwi, empat orang iblis yang selalu membikin kacau dunia kang-ouw dan hampir semua golongan kang-ouw pernah dibikin rugi oleh empat orang datuk hitam itu.

   "Hi-hi-hik, sombong amat orang Hoa-san-pai! Mengandalkan apanya sih ?"

   Ang-bin kwi-bo mengejek.

   "Mengapa bicara baik-baik dengan orang yang berhati dengki dan memandang orang lain penuh dosa dan diri sendiri yang paling bersih? Kalau kami merampas pusaka, kalian mau bisa berbuat apakah?"

   Bentak Pak-san kwi-ong dan kakek tinggi besar berkulit hitam ini menggerak-gerakkan tubuhnya yang berbulu sehingga dua buah tengkorak di ujung rantai yang diikatkan di pinggangnya mengeluarkan suara berkelotakkan mengerikan. Akan tetapi Pat-jiu Sin-ong mengangkat tangan yang memegang kebutan sambil tersenyum dan terdengarlah suaranya yang halus seperti orang peramah penuh kasih sayang antara manusia.

   "Damai, damai..! Tidak ada yang seindah perdamaian! Kami datang untuk membantu cu-wi sekalian dalam perdebatan memperebutkan kebenaran dengan fihak Kun-lun-pai! Harap cu-wi jangan salah faham."

   Setelah berkata demikian, Pat-jiu Sian-ong, memandang kepada ke dua orang kawannya. Memang di antara mereka bertiga Pat-jiu Sian-ong terhitung yang paling pandai bicara dan pandai pula bersiasat. Ia tahu bahwa dua orang kawannya itu, seperti juga dia sendiri, tentu saja tidak gentar menghadapi pengeroyokan para tokoh kang-ouw itu. Akan tetapi di situ terdapat para tosu, Kun-lun-pai yang selain berjumlah banyak, juga di ntaranya terdapat para pimpinan Kun-lun-pai, tujuh orang tokoh murid Thian Seng Cinjin, terutama sekali kiang Tojin yang tidak boleh dipandang ringan. Apalagi kalau si tua Thian Seng Cinjin sendiri turun tangan. Tentu mereka bertiga takkan dapat bertahan. Maka kini dia menggunakan siasat memihak para tokoh kang-ouw menghadapi Kun-lun-pai!

   "Kiang Tojin, engkau sebagai tokoh yang mewakili Kun-lun-pai, mengapa berpandangan sempit dan picik? Mengapa engkau melarang orang-orang gagah yang hendak naik ke puncak Kiam-kok-san?"

   Dengan suara halus naun penuh nada menekan, Pat-jiu Sian-ong bertanya kepada Kiang Tojin. Tosu Kun-lun-pai ini maklum bahwa dengan munculnya Bu-tek Sam kwi, keadaan menjadi gawat. Akan tetapi dia bersikap tenang ketika menjawab.

   "Pat-jiu Siang-ong, agaknya jaman sekarang ini orang-orang kang-ouw tidak lagi mengindahkan peraturan sehingga melanggar wilayah orang lain sesuka hatinya dan seenak perutnya sendiri. Kiam-kok-san adalah wilayah kami, bagaimana mungkin kami memperbolehkan orang lain mendakinya ?"

   "Ha-ha-ha-ha-ha-ha, alasan yang amat lemah, ya... lemah sekali! Tadi sudah dikemukakan pendapat yang amat jitu dari sahabat Kok Sian Cu wakil kong-thong-pai dan sahabat Thian Ti Hwesio wakil Siauw-lim-pai. Mengejar orang jahat dan berusaha mengambil kitab pusaka sendiri sama sekali bukanlah sengaja hendak melanggar, Akan tetapi aku mempunyai alasan yang lebih kuat sekali, KiangTojin. Bukankah tadi kau katakan sendiri bahwa Kiam-kok-san adalah sebuah tepat keramat bagi Kun-lun-pai dan tak seorang pun boleh mendakinya, bahkan orang Kun-lun-pai sendiri pun di larang?"

   "Benar sekali!"

   Kiang Tojin berkata tegas.

   "Ha-ha-ha! Kalau begitu mengapa sampai bertahun-tahun Sin-jiu Kiam-ong menjadi penghuni Kiam-kok-san padahal dia pun bukan seorang Kun-lun-pai? Dan sekarang, baru saja Cia Keng Hong mendaki kiam-kok-san, mengapa didiamkan saja, Kiang Tojin? Bukankah dengan demikian seolah-olah Kun-lun-pai melindungi bocah itu? Ataukah ada udang bersembunyi di balik batu, ada maksud lain terkandung dalam peraturan ini?"

   Mendengar ini, Kiang Tojin tidak mampu menjawab! Ya, bagaimana dia harus menjawab?

   
Pedang Kayu Harum Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Sin-jiu Kiam-ong dahulu setengah memaksa tinggal di Kiam-kok-san, dan karena tidak ada orang Kun-lun-pai yang dapat menundukkannya, bahkan dia telah melepas budi kepada Kun-lun-pai, maka ketua Kun-kun-pai membiarkan saja dia tinggal dan bertapa di Kiam-kok-san. Kemudian Keng Hong tinggal pula di sana, akan tetapi hal itu merupakan kelanjutan dari perbuatan Sin-jiu Kiam-ong, bukan kehendak Keng Hong pribadi atau kehendak Kun-lun-pai. Betapapun juga, apa yang diucapkan oleh Pat-jiu Sian-ong memang benar terjadi! Kiang Tojin telah melihat semua tokoh kang-ouw yang tadi bersikap tak senang dan memusuhi ketiga orang Butek Sam-kwi, ini mengangguk-angguk mendengar ucapan Pat-jiu Sian-ong itu. Hal ini pun dilihat jelas oleh Pat jiu Sian-ong yang merasa "mendapat angin", maka dia lalu melanjutkan desakan kepada Kiang Tojin.

   "Kiang Tojin, selamanya Kun-lun-pai terkenal sebagai partai besar yang kenamaan karena gagah perkasa dan menjujung tinggi kejujuran dan keadilan. Kalau sekarng ini Kun-lun-pai kukuh dengan peraturan hanya untuk mempertahankan sebongkah batu karang saja, akibatnya akan hebat sekali. Bayangkan saja, kalau para cu-wi disini tidak mau menerima peraturan kukuh yang mau menang sendiri itu tentu akan timbul bentrokan dan pertempuran yang akan membawa akibat hebat sekali. Bahkan amat berbahaya bagi Kun-lun-pai."

   Kakek yang bertubuh kecil kate akan tetapi berkepala sebasar gentong beras dengan muka ciut itu menggeleng-geleng kepalanya dan membelai lehernya dengan hudtim (kebutan dewa). Dengan hati mendongkol Kiang Tojin maklum apa yang tersembunyi di balik kata-kata itu, yang tidak diucapkan akan tetapi yang sesungguhnya paling penting, yaitu bahwa kalau terjadi pertempuran, tentu Bu-tek Sam-kwi akan berfihak kepada para tokoh kang-ouw!

   "Adapun bahaya ke dua yang merupakan akibat kekukuhan peraturan tidak adil ini adalah bahwa jika para sahabat yang perkasa di sini berhati mulia dan mengalah lalu mengundurkan diri, tentu Kun-lun-pai akan menjadi buah tertawaan dan buah ejekan seluruh dunia! Bayangkan saja, melindungi seorang bocah dengan dalih peraturan yang kaku, tua dan konyol, dengan pamrih bahwa apabila semua orang telah pergi, Kun-lun-pai tentu akan naik sendiri ke Kiam-kok-san, dan menguasai seluruh pusaka peninggalan Sin-jiu Kiam-ong! Bukankah Kun-lun-pai lalu dianggap sebagai perkupulan brengsek yang menggunakan akal bulus dan menganggap seua tokoh kang-ouw di sini seperti kanak-kanak saja?"

   "Pat-jiu Kiam-ong, omonganmu mengandung racun!"

   Bentak Kiang Tojin dengan kedua tangan di kepal. Dia maklum betapa lihainya kakek yang menjadi datuk golongan hitam ini, namun untuk mempertahankan Kun-lun-pai, dia tidak takut menghadapinya. Ia menaksir bahwa dengan enam orang sutenya dan dibantu oleh puluhan anak murid Kun-lun-pai, dia tidak perlu takut menghadapi Bu-tek Sam kwi.Akan tetapi tiba-tiba terdengar Kok Sian Cu tokoh kong-thong-pai berkata.

   "Siancai..! Sekali ini, omongan pat-jiu Kiam-ong ada isinya dan harus diakui kebenarannya!"

   Ketika Kiang Tojin memandang, jelas tampak olehnya betapa semua tokoh kang-ouw membenarkan datuk hitam itu dengan pandang mata atau anggukan kepala. Maklumlah Kiang Tojin bahwa keadaan benar-benar makin gawat dan kalau dia bersikeras mempertahankan, tentu akan terjadi bentrokan hebat yang dia sangsikan apakah akan menguntungkan Kun-lun-pai. Selagi Kiang Tojin bibang tiba-tiba terdengar suara gurunya berkata lembut.

   "Sat-jiu Sian-ong, keadaan menguntungkan bagi pihak Bu-tek Sam Kwi, Jelaskanlah, apa kehendakmu selanjutnya ? Pinto mendengarkan"

   Tahu-tahu di situ telah muncul kakek tua Thian Seng Cinjin ketua Kun-lun-pai yang berdiri dengan tongkat di tangannya.

   "Bagus sekali, Ketua kun-lun-pai datang sendiri, segala sesuatu dapat diputuskan dengan singkat dan tepat. Thian Seng Cinjin, mengingat akan keadaan para sahabat kang-ouw yang menaruh dendam kepada murid Sin-jiu Kiam-ong dan mereka yang dahulunya diganggu Sin-jiu Kiam-ong, maka sebaiknya kalau kita bersama ramai-ramai mengejar ke puncak Kiam-kok-san. Kita bekerja sama dalam suasana persahabatan, tidak ada persaingan dan tidak ada perebutan. Kita tangkap bocah yang membikin kacau itu, dan kita ambil semua pusaka peninggalan Sin-jiu Kiam-ong. Para sahabat yang pusakanya yang dahulu dicuri oleh Sin-jiu kiam-ong tentu saja boleh mengambil pusaka masing-masing, adapun pusaka-pusaka lainnya yang tidak ada pemiliknya, kita bagi rata di antara kita. Adapun bocah itu sendiri, kita serahkan kepada mereka yang menaruh dendam kepadanya. Bagaimana, bukankah keputusan ini sudah adil sekali?"

   Semua tokoh kang-ouw mengangguk-angguk menyatakan setuju dan terdengar ucapan "adil"

   Dari beberapa buah murid Thian Ti Hwesio berkata,

   "Omitohud, Kami dari Siauw-lim-pai sama sekali tidak menginginkan pusaka lain orang dan kami sudah cukup senang kalau bisa menemukan kembali dua buah kitab pusaka kami."

   "Kami hanya mengkehendaki kembalinya pedang pusaka dan ramuan obat dari Hoa-san-pai, kemudian nyawa anak itu sebagai hukuman atas penghinaan yang dia lakukan terhadap kami,"

   Kata Coa Kiu tokoh Hoa-san-pai.

   "Kami pun menghendaki nyawa anak itu sebagai pembalasan atas kematian banyak anak murid kami!"

   Kata Kok Sian Cu dari Kong-thong-pai.

   "Sin-jiu kiam-ong berdosa kepadaku kalau kini aku mendapatkan sebuah dua buah pusaka peninggalannya, itu sudah cukup adil,"

   Kata Sin-tio Gi-hiap.

   "Juga peninggalan pusaka yang berharga sebagai pengganti nyawa Sin-jiu kiam-ong bagiku!"

   Semua orang menyatakan penasarannya dan hak mereka untuk mendapat sebagiam pusaka Sin-jiu Kiam-ong. Akhirnya Thian Seng Cinjin yang tersenyum tenang mendengarkan tuntutan mereka itu, berkata.

   "Dan bagaimana dengan kalian bertiga, Bu-tek Sam-kwi? Kalian bertiga menuntut apakah ? Juga menghendaki pembagian pusaka Sin-jiu Kiam-ong?"

   "Ha-ha, Thian Seng Cinjin. Segala macam benda permainan dan pelajaran kanak-kanak apakah gunanya bagi kami ? Kalau nanti ternyata ada yang berguna bagi kami tentu kami akan mengambil bagian kami sebagai imbalan atas usaha kami menciptakan perdamaian dan pemufakatan di sini, ha-ha-ha!"

   Kiang Tojin menjadi muak dan mendongkol mendengarkan omongan semua orang itu dan diam-diam di dalam hatinya dia terpaksa membenarkan maki-makian Keng Hong tadi bahwa orang tua-orang tua ini amatlah tamak! Makin suka hatinya terhadap Keng Hong, akan tetapi karena maklum sekali ini Keng Hong takkan dapat terlepas dari bahaya maut kecuali kalau panddai terbang di udara, maka dia hanya berkata dengan menekan keharuan hatinya.

   "Keputusan terserah kepada Suhu, asal saja para sahabat yang mulia ini masih ingat bahwa merupakan pantangan besar bagi Kun-lun-pai untuk melihat pembunuhan dilakukan disini!"

   "Suheng mengapa khawatir? Para Locinpwe tentu akan menangkap dan membawa pergi bocah setan itu, tidak akan membunuhnya di depan Kiang Tojin!"

   Kata Lian Ci Tojin dengan hati girang.

   Tosu ini tadinya merasa gelisah sekali ketika Keng Hong memperlihatkan sapu tangan hijau dan mendengar omongan pemuda itu. Rahasianya telah diketahui orang dan celakanya, yang mengetahui adalah bocah ini. Maka dia harus dapat membunuh bocah ini. Maka dia harus dapat membunuh Keng Hong atau melihat bocah ini terbunuh, baru akan aman rasa hatinya. Karena dia memang sudah mempunyai perasaan tidak suka kepada Kiang Tojin, maka dia mempergunakan kesempatan itu untuk memukul suhengnya ini dengan ucapan yang jelas penuh arti itu. Thian Seng Cinjin ketua kun-lun-pai juga maklum akan rasa sayang Kiang Tojin terhadap Keng Hong, hal yang tidak aneh kalau diingat bahwa Kiang Tojin adalah tosu yang menyelamatkan nyawa Keng Hong dan membawa Keng Hong ke Kun-lun-pai. Maka dia lalu berkata halus.

   "Semua tosu di Kun-lun-pai menyayang Keng Hong. Dahulu dia seorang anak yang baik dan penurut, akan tetapi setelah menjadi murid Sin-jiu Kiam-ong.. ah, sudahlah. Bu-tek Sam-kwi dan sahabat sekalian, kalau mau mendaki Kiam-kok-san mencari Cia Keng Hong dan pusaka peninggalan Sin-jiu Kiam-ong silakan, kami menanti di bawah!"

   Mendengar ijin yang diberikan ketua Kun-lun-pai ini, bagaikan serombongan anak-anak yang dituruti kemauannya orang-orang kang-ouw itu berebutan mendaki Kiam-kok-san yang terjal dan tidak mudah didaki. Mereka terpaksa harus mendaki seorang demi seorang dan tentu saja Bu-tek Sam-kwi berada paling depan.

   "Suhu, mengapa kita tidak ikut? Bolehkah teecu ikut naik"?"

   "Tidak! Kita harus menanti di sini. Apakah kita akan melanggar pantangan kita sendiri?"

   Thian Seng Cinjin membentak Lian Ci Tojin dengan suara marah. Memang, melihat perkembangan urusan itu, hati ketua Kun-lun-pai tidak lagi dapat mempertahankan ketenangannya dan dia marah sekali dalam hatinya. Sekali ini, Kun-lun-pai benar-benar menerima penghinaan dan tidak dipandang mata oleh para tokoh kang-ouw itu, hanya karena di situ dapat Bu-tek Sam kwi yang memelopori mereka. Diam-diam kakek ini mengancam untuk sewaktu-wakti membuat pembalasan kepada Bu-tek Sam-kwi.

   Biarpun lambat, akhirnya semua tokoh kang-ouw dapat juga menembus awan atau halimun yang menutupi puncak batu pedang dan betapa kagum rasa hati mereka ketika menyaksikan keindahan tamasya alam dari puncak batu pedang yang bagian atasnya ternyata datar itu dan cukup luas. Akan tetapi hanya sebantar saja mereka mengagumi pemandangan alam ini karena hati mereka berdebar ingin cepat menangkap Keng Hong dan terutama sekali menemukan simpanan pusaka peninggalan Sin-jiu Kiam-ong yang selaa bertahun-tahun menjadi rebutan di antara tokoh-tokoh kang-ouw. Mereka memandang ke kanan kiri mencari-cari sambil mengelilingi seluruh permukaan tanah datar di puncak Kiam-kok-san, akan tetapi mereka tidak menemukan Keng Hong. Bayangannya pun tidak ada, jejaknya juga tidak ada! Sunyi sepi di puncak Kiam-kok-san! Semua orang menjadi penasaran sekali.

   "Jangan-jangan ketika melihat kita mendaki naik, bocah setan itu lalu terjun dari atas membunuh diri!"

   Kata Kiu-bwe Toanio dan semua orang juga membenarkan kemungkinan ini dengan hati kecewa.

   "Tidak mungkin!"

   Kata Ang-bin Kwi-bo, mukanya yang biasanya memang merah itu menjadi agak hitam saking marahnya.

   "Bocah itu cerdik sekali, tentu dia bersembunyi. Akan tetapi, biarpun dia terbang ke langit, tentu akan dapat kutemukan dia!"

   Mereka mencari terus tanpa hasil. Kemanakah perginya Keng Hong? Betapa mungkin dia dapat melarikan diri, sedangkan ketika mendaki tadi dia sedang menderita luka parah? Memang Keng Hong terluka hebat ketika Mendaki tadi, luka dibelahan dalam tubuhnya oleh pukulan-pukulan sakti. Kalau sinkangnya tidak hebat tentu dia sudah tewas setelah berkali-kali bertemu dengan pukulan-pukulan sakti seperti Tiat-ciang dari ketua Tiat-ciangpang, pukulan Ang-liong-jiauuw-kang dari tokoh-tokoh kong-thong-pai, bahkan totokan ujung bambu Kok Sian Cu yang lihai.

   Biarpun hawa sakti di tubuhnya melindunginya, namun tetap saja guncangan-guncangan pukulan sakti yang berkali-kali itu membuat dadanya sesak dan kepalanya pening. Ia tadi mendaki setengah merangkak, biarpun gerakannya masih cepat berkat tambahan sinkang dari tokoh-tokoh Kong-thong-pai, namun sering kali kakinya menggigil dan tangannya kurang tetap ketika memegang ujung-ujung batu karang untuk mendaki. Akhirnya, pada sebuah tanjakan yang amat sukar, dekat tempat yang digelapi halimun, kakinya tergelincir dan kepalanya tertumbuk batu karang. Tentu dia akan jatuh terjungkang ke bawah kalau tidak ada sebuah lengan yang berkulit halus merangkulnya, kemudian menariknya ke tempat yang agak lebar. Untung kejadian ini berlangsung setelah Keng Hong mendaki jauh ke atas, terlalu tinggi sehingga tidak tampak dari bawah.

   "Cui Im.."

   Keng Hong berkata lemah ketika membuka mata dan melihat wajah cantik itu tersenyum-senyum. Gadis berpakaian merah ini agaknya sudah lama menanti di situ dan kini Cui Im berbisik.

   "Keng Hong, tenanglah. Engkau terluka di sebelah dalam tubuh agaknya. Aku membawa obat.. nih, telanlah!"

   Ia memasukkan tiga butir pil merah ke dalam mulut Keng Hong. Pemuda ini sudah sering diracuni oleh gadis ini, akan tetapi karena dia kebal terhadap racun dan dalam keadaan payah seperti itu dia tidak perduli apakah yang ditelannya itu racun, dia lalu menelan tiga butir pil kecil itu.

   "Wah, obatmu hebat...!"

   Dalam belasan detik saja Keng Hong merasa dirinya segar kembali. Memang pil-pil merah itu bukanlah sembarangan obat, melainkan obat simpanan Lam-hai Sin-ni yang dicuri Cui Im. Obat merah ini adalah obat yang mijijat, dapat menyembuhkan segala macam luka di dalam tubuh. Dan karena Keng Hong sendiri memiliki sinkang yang luar biasa kuatnya, aka khasiat obat itu pun berlipat ganda, karena hanya memnyembuhkan luka akibat guncangan hawa pukulan saja.

   "Cui Im... mengapa kau di sini..?"

   "Aku menantimu, melihat kau dikejar-kejar, tak dapat membantu, terpaksa lari kesini. Akan tetapi aku tidak dapat naik terus, terlalu sukar memanjat keatas melalui karang licin dan rata ini!"

   "Cui Im, sebetulnya tidak boleh engkau ke sini. Akan tetapi karena sudah terlanjur, dan untuk kembali tentu engkau akan celaka di tangan mereka, selain itu engkau telah menyelamatkan aku. Mari, pegang erat-erat pinggangku dengan kedua tanganmu!"

   Cui Im girang sekali dan memeluk pinggang Keng Hong dari belakang. Mulailah Keng Hong mendaki dengan cepat sekali.Setelah kini napasnya tidak sesak dan kepalanya tidak pening, tentu saja amat mudah bagnya mendaki tempat yang dahulu menjadi tempat tinggalnya ini.

   "Iiiiihhhhh, ngeri melihat ke bawah..!"

   Cu Im mengeluh dan mempererat pelukannyya, bahkan menciumi punggung yang bajunya basah oleh keringat itu.

   "Hishhh, diamlah dan jangan memandang ke bawah!"

   Keng Hong menegur dan mendaki makin cepat. Setelah tiba di atas, Cu Im menahan napas saking kagumnya.

   "Bukan main indahnya di sini.."

   "Cui Im, bukan waktunya bersenang-senang. Mereka tentu akan mengejar ke sini. Sebelum ku lanjutkan rencanaku, bersumpahlah lebih dulu bahwa engkau akan bersetia kepada mendiang suhu, bahwa engkau tidak akan menyia-nyiakan pusaka suhu yang akan kita lihat..."

   "Pusaka? Akan kita dapatkan kah..?"

   "Bersumpahlah!"

   Cui Im lalu berlutut dan bersumpah bahwa ia akan tunduk akan segala kata-kata Keng Hong. Setelah itu Keng Hong menarik tangannya dan cepat berlari mengambil pedang Siang-bhok-kiam tulen yang dia sembunyikan di balik batu karang yang berlubang.

   "Wah, ini Siang-bhok-kiam tulen! Baunya saja, sudah begini wangi..?"

   "Sudah, diamlah dan jangan menganggu, jangan pula bicara. Lihat saja dan ikuti aku!"

   Keng Hong membentak karena dia maklum bahwa dia tidak mempunyai banyak waktu. Ia membawa pedang itu ke tempat penampungan air di mana air itu mengalir turun menjadi kali kecil, air yang merupakan sumber kecil akan tetapi tidak pernah kering. Ia menggunakan pedang itu untuk mengukur, sambil mengukur dia terus mengikuti aliran air yang menuju ke bawah melalui celah-celah batu karang, terus turun ke dinding bagian belakang yang luar biasa curamnya.

   "Aku takut turun"..!"

   Cui Im berbisik. Boleh jadi Cui Im seorang gadis yang meiliki kepandaian tinggi, sukar mencari tandingan, akan tetapi melihat dinding karang yang luar biasa curamnya, sampai tidak tampak dasarnya karena terhalang halimun, benar-benar membuat ia menggigil.

   "Panjangkah ikat pinggangmu?"

   "Panjang. Mengapa?"

   "Berikan ujungnya, kau ikatkan pada lenganku dan ujung di situ ikatkan pada lenganmu. Dengan demikian andaikata engkau jatuh ke bawah, aku dapat menahanmu. Cepat! Apakah kau tidak taat?"

   Cui Im ingat akan sumpahnya dan ia mengangguk, lalu memberikan ujung ikat pinggangnya. Setelah keduanya mengikat lengan dengan ujung ikat pinggang merah itu, Keng Hong melanjutkan pekerjaannya mengukur jalan air dengan pedang Siang-bhok-kiam sambil menghitung. Seratus dua puluh tujuh! Ia masih ingat akan pemecahan Siauw-bin kuncu atas deretan sajak yang terukir di gagang pedang.

   Setelah mengukur sampai seratus dua puluh tujuh, yang berarti dia sudah turun dari puncak melalui belakang batu pedang itu sejauh kurang lebih dua ratus kaki, air itu lenyap masuk ke dalam celah batu dan agaknya mengalir di sebelah dalam batu pedang. Akan tetapi di situ terdapat sebuah pada batu yang agak rata dan lubang ini jelas bukan lubang biasa, melainkan buatan. Keng Hong berdebar memandang lubang yang bentuknya panjang sempit seperti lubang sarung pedang. Ia memang cerdik maka tanpa ragu-ragu lagi dia lalu memasukkan Siang-bhok-kiam pada lubang itu dan ternyata pas sekali. Siang-bhok-kiam masuk sampai ke gagangnya dan Keng Hong lalu memutar-mutarnya ke kiri kanan. Terdengar suara gemuruh di sebelah dalam batu pedang seoleh-olah terjadi gempa bumi.

   "Ihhhhh, aku takut..!"

   Cui Im merangkulnya. Gadis ini dengan susah payah juga mengikuti Keng Hong. Sebetulnya, dengan tingkat kepandaian dan ginkangnya, Cui Im akan dapat menuruni batu karang terjal itu. Akan tetapi karena melihat tempat securam itu, jantungnya bergetar dan timbul rasa takut. Setelah dengan ikat pinggang lengannya terikat dan terjaga oleh lengan keng Hong, hal ini mengusir sedikit rasa takutnya dan mendatangkan rasa aman, maka ia dapat mengikuti Keng Hong tanpa banyak kesukaran lagi. Kiranya Keng Hong menyuruh mengikat tangan tadi memang dengan niat mengusir rasa takut itulah seperti yang pernah dilakukan oleh suhunya kepadanya dahulu! Tiba-tiba terdengar bunyi batu pecah dan... terbukalah sebuah gua di depan Keng Hong, sebelah kiri dari "lubang kunci!"

   Tadi. Keng Hong cepat mencabut Siang-bhok-kiam, lalu berbisik.

   "Suhu hebat sekali!"

   Suaranya memuji penuh kekaguman.

   "Mari ikut masuk!"

   Kedua orang itu lalu merangkak masuk karena gua itu hanya satu meter tingginya, merupakan terowongan yang dingin gelap. Namun Keng Hong percaya penuh akan kepandaian suhunya, dan dia terus merangkak masuk, beberapa kali dia dipegang dan didorong dari belakang oleh Cui Im yang masih merasa ngeri. Kurang lebih seratus meter jauhnya mereka merangkak, tiba-tiba terowangan itu menjadi terang dan lebar sekali. Mereka bangkit berdiri dan tertegun! Kiranya ruangan itu merupakan sebuah "kamar"

   Batu yang berdinding licin dan penuh ukiran-ukiran huruf yang indah!

   "Nanti dulu, aku lupa menutupkan kembali pintu terowongan!"

   Tiba-tiba Keng Hong teringat bahwa para pengejarnya adalah orang-orang yang memiliki ilmu kepadainan tinggi. Sungguhpun tidak mungkin mereka akan dapat mengukur tempat penyimpanan pusaka dari puncak Kiam-kok-san tanpa bantuan pedang Siang-bhok-kiam, namun siapa tahu kalau orang-orang sakti itu mencari di setiap tebingnya dan kalu mereka lewat di depan itu pasti mereka akan memasukinya.

   Kalau pintu terowongan yang merupakan dinding batu biasa itu tertutup, tanpa memiliki "Kuncinya"

   Yang berupa pedang Siang-bhok-kiam, tidak mungkin pula mereka dapat masuk atau menyangka bahwa lubang kecil itu adalah kunci rahasia untuk menuju ke tempat penyimpanan pusaka. Tanpa menanti jawaban gadis itu yang masih terpesona memandangi keadaan ruangan tadi, Keng Hong kembali merangkak keluar terowongan sambil membawa Siang-bhok-kiam. Setelah tiba di mulut terowongan, dia melihat dan meneliti. Ternyata bahwa mulut terowongan itu terbuka dengan cara bergesernya sebuah batu besar ke kiri yang tentu digerakkan oleh alat rahasia. Kini batu sebasar gajah itu berdiri di dekat pintu terowongan yang mengangga seperti mulut seekor ular raksasa.

   Keng Hong memeriksa dan akhirnya dia menemukan lubang "kunci"

   Dari sebelah dalam. Tanpa ragu-ragu lagi dia lalu menusukkan Siang-bhok-kiam ke dalam lubang ini yang ternyata seperti lubang di luar, pas menerima masuknya Pedang Kayu Harum. Tiga kali keng Hong memutar ke kanan dan terdengar suara hiruk pikuk ketika batu sebesar gajah itu tiba-tiba bergerak menggelinding dan menutupi mulut terowongan sehingga kelihatan wajar. Takkan ada manusia dari luar menyangka bahwa sebagian batu kasar yang tampak dan sebuah lubang itu adalah batu "daun pintu "

   Yang amat besar dan dapat bergerak sendiri. Puaslah hati Keng Hong. Biarpun keadaan kini amat gelap setelah lubang itu tertutup, namun hatinya lega dan dia merangkak kembali ke dalam. Ia tersenyum geli memikirkan Cui Im. Betapa akan takutnya gadis itu dia tinggal sendirian di dalam ruangan tadi.

   Akan tetapi ada pula hal yang menggelisahkan hatinya. Tidak bersalahkah dia terhadap gurunya bahwa dia membawa Cui Im masuk ke tempat ini? Ah, tentu tidak. Dia tidak sengaja membawa Cui Im ke sini.adalah gadis itu yang tadinya mencari dan menantinya di lereng Kiam-kok-san, kemudian gadis itu telah menyelamawtkan nyawanya. Andaikata dia tidak sedang dikejar banyak orang sakti, tentu dia akan mengusir Cui Im dan tidak akan memperkenalkan gadis itu ikut. Akan tetapi, dia tahu betul bahwa kalu dia melakukan hal itu, Cui Im tentu akan terbunuh oleh orang-orang sakti yang sedang mengejarnya, apalagi Cui Im terkenal tokoh golongan sesat dan kini telah melanggar larangan Kun-lun-pai dengan mendatangi bahkan mendaki Kia-kok-san yang dianggap keramat oleh para tosu Kun-lun-pai.

   

Si Bangau Merah Eps 27 Si Bangau Merah Eps 12 Pusaka Pulau Es Eps 13

Cari Blog Ini